Fraktur Femur
August 7, 2017 | Author: Irfan Adi Saputra | Category: N/A
Short Description
Referat radiologi.. please thanks to Moh.Rifal.....
Description
BAGIAN RADIOLOGI
REFERAT
FAKULTAS KEDOKTERAN
AGUSTUS 2011
UNIVERSITAS HASANUDDIN
FARKTUR FEMUR
Disusun Oleh :
Mohamad Rifal C11107213 Pembimbing : dr. Tulus Nainggolan Konsulen : Prof. Dr. dr. Muh. Ilyas, Sp.Rad(K) Penguji : dr. Amir, Sp.Rad
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2011
1
FRAKTUR FEMUR Mohamad Rifal
I. PENDAHULUAN Fraktur adalah terputusnya kontinuitas dari tulang, sering diikuti oleh kerusakan jaringan lunak dengan berbagai macam derajat, mengenai pembuluh darah, otot dan persarafan. Fraktur femur mempunyai pengaruh sosial ekonomi yang penting. Dengan bertambahnya usia, angka kejadian fraktur femur meningkat secara eksponensial. Meskipun dapat dipulihkan dengan operasi, fraktur femur menyebabkan peningkatan biaya kesehatan. Sampai saat ini, fraktur femur makin sering dilaporkan dan masih tetap menjadi tantangan bagi ahli orthopaedi. Pada orang-orang tua, patah tulang pinggul intrakapsular sering disebabkan oleh trauma yang tidak berat (energi ringan), seperti akibat terpeleset. Akan tetapi, pada orang-orang muda, patah tulang pinggul intrakapsular biasanya disebabkan oleh trauma yang hebat (energi besar), dan seringkali disertai oleh cedera pada daerah yang lainnya serta meningkatkan kemungkinan terjadinya avaskular nekrosis dan nonunion. Walaupun
penatalaksanaan
di
bidang
orthopaedi
dan
geriatri
telah
berkembang, akan tetapi mortalitas dalam satu tahun pasca trauma masih tetap tinggi, berkisar antara 10 sampai 20 persen. Sehingga keinginan untuk mengembangkan penanganan fraktur ini masih tetap tinggi. Reduksi anatomis dini, kompresi fraktur dan fiksasi internal yang kaku digunakan untuk membantu meningkatkan proses penyembuhan fraktur, akan tetapi jika suplai darah ke kaput femur tidak dikontrol dengan baik, dapat menyebabkan peningkatan kemungkinan terjadinya avaskular nekrosis.1
2
II. ETIOLOGI Untuk mengetahui mengapa dan bagaimana tulang mengalami kepatahan, kita harus mengetahui kondisi fisik tulang dan keadaan trauma yang dapat menyebabkan tulang patah. Tulang kortikal mempunyai struktur yang dapat menahan kompresi dan tekanan memuntir (shearing). Kebanyakan fraktur terjadi akibat truma yang disebabkan oleh kegagalan tulang menahan tekanan membengkok, memutar dan tarikan. Trauma yang dapat menyebabkan fraktur dapat berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung. •
Trauma Langsung
Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat komunitif dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan. •
Trauma Tidak Langsung
Apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur, misalnya jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada clavicula. Pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh.2
III. PATOFISIOLOGI Fraktur biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atu tidak lengkap. Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan pada fraktur tidak lengkap tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang.3 Fraktur terjadi apabila ada suatu trauma yang mengenai tulang, dimana trauma tersebut kekuatannya melebihi kekuatan tulang,ada 2 faktor yang mempengaruhi terjadinya frakturya itu ekstrinsik (meliputi kecepatan,
3
sedangkan durasi trauma yang mengenai tulang, arah dan kekuatan), intrinsik meliputi kapasitas tulang mengabsorbsi energi trauma, kelenturan, kekuatan adanya densitas tulang – tulang yang dapat menyebabkan terjadinya patah pada tulang bermacam-macam, antara lain trauma langsung dan tidak langsung, akibat keadaan patologi serta secara spontan.3 IV. ANATOMI Tulang femur adalah tulang terpanjang yang ada di tubuh kita. Tulang ini memiliki karakteristik yaitu:4 •
•
•
Artikulasi kaput femoralis dengan acetabulum pada tulang panggul. Dia terpisah dengan collum femoris dan bentuknya bulat,halus dan ditutupi deengan tulang rawan sendi. Konfigurasi ini memungkinkan area pegerakan yang bebas. Bagian caput mengarah ke arah medial, ke atas, dan kedepan acetabulum. Fovea adalah lekukan ditengah caput, dimana ligamentum teres menempel. Collum femur membentuk sudut 1250 dengan corpus femur. Pengurangan dan pelebaran sudut yang patologis masing – masing disebut deformitas coxa vara dan coxa valga. Corpus femur menentukan panjang tulang. Pada bagian ujung diatasnya terdapat trochanter major dan pada bagian posteromedialnya terdapat trochanter minor. Bagian anteriornya yang kasar yaitu line trochanteric membatasi pertemuan antara corpus dan collum. Linea aspera adalah tonjolan yang berjalan secara longitudinal sepanjang permukaan posterior femur, yang terbagi, pada bagian bawah menjadi garis- garis suprakondilar. Garis suprakondilar medial berakhir pada adductor tubercle. Ujung bawah femur teridiri dari condilus femoral, medial dan lateral femur epicondilus medial. Bagian tersebut menunjang permukaan persendian dengan tibia pada sendi lutut. Lateral epycondilus lebih menonjol dari medila epycondilus, hal ini untuk mencegah pergeseran lateral dari patella. Kondilus – kondilus itu didipisahkan bagian posteriornya dengan sebuah intercondylar notch yang dalam. Femur bawah pada bagian anteriornya halus untuk berartikulasi dengan bagian posterior patella.4
4
Gambar 1. Tulang paha, femur, tampak depan, belakang, medial *Dikutip dari kepustakaan 4,5 •
Anatomi normal osseus pada femur cukup jelas. Proyeksi normal x – ray nya adalah AP dan lateral. Jika terdpat Fraktur femur sebenarnya sangat jelas, seperti yang biasa diperkirakan, mungkin saja frakturnya transversal, spiral, atau comminut fraktur, dengan variasi sudut dan bagian – bagian yang tumpang tindih.6
V. KLASIFIKASI FRAKTUR Fraktur dapat terbagi menjadi 3 klasifikasi, yaitu: 1. Klasifikasi etiologis •
Fraktur traumatik
Yang terjadi karena trauma yang tiba-tiba •
Fraktur patologis
Terjadi karena kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan patologis di dalam tulang, misalnya tumor tulang primer atau sekunder, mieloma multipel, kista tulang, osteomielitis dan sebagainya. •
Fraktur stres
Terjadi karena adanya trauma yang terus menerus pada suatu tempat tertentu.2,7
2. Klasifikasi klinis •
Fraktur tertutup (simple fracture)
5
Adalah suatu fraktur yang tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar. •
Fraktur terbuka (compound fracture)
Adalah fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui lika pada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk from within (dari dalam) atau from without (dari luar) •
Fraktur dengan komplikasi (complicated fracture)
Adalah fraktur yang disertai dengan komplikasi, misalnya malunion, delayed union, nonunion, infeksi tulang.2
3. Klasifikasi radiologis Klasifikasi ini berdasarkan atas: a.
Lokalisasi (gambar 2.1)
•
Diafisial
•
Metafisial
•
Intra-artikuler
•
Fraktur dengan dislokasi
6
Gambar 2.1. klasifikasi fraktur menurut lokalisasi. (A)Fraktur diafisis, (B)Fraktur metafisis, (C)Dislokasi dan fraktur, (D)Fraktur intra-artikule. *Dikutip dari kepustakaan 2
b.
Konfigurasi (gambar 2.2)
•
Fraktur transversal
•
Faktur oblik
•
Fraktur spiral
•
Fraktur Z
•
Fraktur segmental
•
Fraktur komunitif, fraktur lebih dari dua fragmen
•
Fraktur baji biasanya pada vertebra karena trauma kompresi
•
Fraktur avulsi, fragmen kecil tertarik oleh otot atau tendo misalnya fraktur epikondilus humeri, fraktur patela
•
Fraktur depresi, karena trauma langsung misalnya pada tulang tengkorak
7
•
Fraktur impaksi
•
Fraktur pecah (burst) dimana terjadi fragmen kecil yang berpisah pada fraktur vertebra, patela, talus, kalkaneus
•
Fraktur epifisis.2
Gambar 2.2. klasifikasi fraktur sesuai konfigurasi. (A)Transversal, (B)Oblik, (C)Spiral, (D)Kupu-kupu, (E)Komunitif, (F)Segmental, (G)Depresi. *Dikutip dari kepustakaan 2
c.
Menurut ekstensi (gambar 2.3)
•
Fraktur total
•
Fraktur tidak total (fraktur crack)
•
Fraktur buckle atau torus
•
Fraktur garis rambut
•
Fraktur green stick
8
Gambar 2.3. Beberapa gambaran radiologik konfigurasi fraktur (A)Transversal, (B)Oblik, (C)Segmental, (D)Spiral dan segmental, (E)Komunitif, (F)Segmental, (G)Depresi *Dikutip dari kepustakaan 2
d.
Menurut hubungan antara fragmen dengan fragmen lainnya
(gambar 2.4) •
Tidak bergeser (undisplaced)
•
Bergeser (displaced) Bergeser dapat terjadi dalam 6 cara : a) Bersampingan b) Angulasi c) Rotasi
9
d) Distraksi e) Over-riding f) Impaksi Gambar 2.4 *Dikutip dari kepustakaan 2
VI. KLASIFIKASI FRAKTUR FEMUR a.
FRAKTUR PROXIMAL FEMUR •
Intracapsular fraktur termasuk femoral head dan leher femur
(gambar 3.1)
Capital
:
uncommon
Subcapital
:
common
Transcervical : uncommon
Basicervical
: uncommon Gambar 3.1 *Dikutip dari kepustakaan 8
•
Entracapsular fraktur termasuk trochanters (gambar 3.2)
Intertrochanteric
Subtrochanteric 10
Gambar 3.2 *Dikutip dari kepustakaan 7
b.
FRAKTUR LEHER FEMUR •
Tingkat kejadian yang tinggi karena faktor usia yang merupakan
akibat dari berkurangnya kepadatan tulang •
Fraktur leher femur dibagi atas intra-
(rusaknya suplai darah ke head femur) dan extra-
(suplai
Diklasifikasikan Intracapsular
darah
intak)
berdasarkan
capsular.
anatominya.
dibagi kedalam subcapital,
transcervical dan basicervical. Extracapsular tergantung dari fraktur pertrochanteric
Gambar 4.1 *Dikutip dari kepustakaan 9,10
•
Biasanya pada wanita dewasa; dibawah usia 60 tahun, laki-laki
lebih sering terkena (biasanya extrakapsular fraktur) •
Sering ditemukan pada pasien yang mengkonsumsi berbagai
macam obat seperti corticosteroids, thyroxine, phenytoin and frusemide •
Kebanyakan hanya berkaitan dengan trauma kecil
•
Fraktur Intracapsular diklasifikasikan
Grade I
:
korteks inferior tidak sepenuhnya
Grade II
Incomplete, rusak
: Complete, korteks inferior rusak,
tapi trabekulum tidak angulasi
11
Grade III
: Slightly displaced, pola trabekular
angulasi Grade IV
: Fully displaced, grade terberat,
sering kali tidak
ada kontinuitas tulang1,11
Gambar 4.2 *Dikutip dari kepustakaan 11
c.
FRAKTUR PADA POROS/BATANG FEMUR Pada patah tulang diafisis femur biasanya pendarahan dalam cukup
luas dan besar sehingga dapat menimbulkan syok. Secara klinis penderita tidak dapat bangun, bukan saja karena nyeri, tetapi juga karena ketidakstabilan fraktur. Biasanya seluruh tungkai bawah terotasi ke luar, terlihat lebih pendek, dan bengkak pada bagian proksimal sebagai akibat pendarahan ke dalam jaringan lunak. Pertautan biasanya diperoleh dengan penanganan secara tertutup, dan normalnya memerlukan waktu 20 minggu atau lebih.
12
Gambar 4.3.a.
Gambar 4.3.b.
Comminuted mid-femoral shaft fracture
Femoral
postinternal
fixation.
shaft
*Dikutip dari kepustakaan 11
d.
FRAKTUR DISTAL FEMUR •
Supracondylar
Nondisplaced
Displaced
Impacted
Continuited Gambar 4.4 *Dikutip dari kepustakaan 8
•
Condylar
•
Intercondylar
VII. DIAGNOSIS A.
PEMERIKSAAN FISIK 13
fracture
Pada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan adanya: 1. Syok, anemia atau pendarahan 2. Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang belakang atau organ-organ dalam rongga toraks, panggul dan abdomen 3. Faktor predisposisi, misalnya pada fraktur patologis.2
B.
PEMERIKSAAN LOKAL
1. Inspeksi (Look)
Pembengkakan, memar dan deformitas (penonjolan yang abnormal, angulasi, rotasi, pemendekan) mungkin terlihat jelas, tetapi hal yang penting adalah apakah kulit itu utuh; kalau kulit robek dan luka memiliki hubungan dengan fraktur, cedera terbuka 2. Palpasi (Feel)
Terdapat nyeri tekan setempat, tetapi perlu juga memeriksa bagian distal dari fraktur untuk merasakan nadi dan untuk menguji sensasi. Cedera pembuluh darah adalah keadaan darurat yang memerlukan pembedahan 3. Pergerakan (Movement)
Krepitus dan gerakan abnormal dapat ditemukan, tetapi lebih penting untuk menanyakan apakah pasien dapat menggerakan sendi – sendi dibagian distal cedera. 4. Pemeriksaan neurologis Pemeriksaan neurologis berupa pemeriksaan saraf secara sensoris dan motoris
serta
gradasi
kelainan
14
neurologis
yaitu
neuropraksia,
aksonotmesis atau neurotmesis. Kelainan saraf yang didapatkan harus dicatat dengan baik karena dapat menimbulkan masalah asuransi dan tuntutan (klaim) penderita serta merupakan patokan untuk pengobatan selanjutnya. 2 5. Pemeriksaan radiologi
Macam-macam pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan untuk menetapkan kelainan tulang dan sendi :
Foto Polos Dengan pemeriksaan klinik kita sudah dapat mencurigai adanya fraktur. Walaupun menentukan
demikian keadaan,
pemeriksaan lokasi
radiologis
serta
diperlukan
untuk
fraktur.
Untuk
ekstensi
menghindarkan bidai yang bersifat radiolusen untuk imobilisasi sementara sebelum dilakukan pemeriksaan radiologis. Tujuan pemeriksaan radiologis : • Untuk mempelajari gambaran normal tulang dan sendi • Untuk konfirmasi adanya fraktur • Untuk melihat sejauh mana pergerakan dan konfigurasi fragmen serta pergerakannya • Untuk menentukan teknik pengobatan • Untuk menentukan apakah fraktur itu baru atau tidak • Untuk menentukan apakah fraktur intra-artikuler atau ekstraartikuler • Untuk melihat adanya keadaan patologis lain pada tulang • Untuk melihat adanya benda asing, misalnya peluru.2
15
Gambar 5.1. Fraktur batang femur *Dikutip dari kepustakaan 12
Contoh foto pemeriksaan radiologis : • CT-Scan Suatu jenis pemeriksaan untuk melihat lebih detail mengenai bagian tulang atau sendi, dengan membuat foto irisan lapis demi lapis. Pemeriksaan ini menggunakan pesawat khusus.14,15
Gambar 5.2. Fraktur femur *Dikutip dari kepustakaan14 • MRI
16
MRI dapat digunakan untuk memeriksa hampir semua tulang, sendi, dan jaringan lunak. MRI dapat digunakan untuk mengidentifikasi cedera tendon, ligamen, otot, tulang rawan, dan tulang.13,15
Gambar 5.3. Fraktur collum femur. *Dikutip dari kepustakaan 15 VIII.
PENATALAKSANAAN Prinsip Umum Seperti halnya pada tulang yang lain, tulang paha yang patah perlu "dikurangi" atau kembali ke keselarasan dan bergerak sampai sembuh. Ada beberapa metode yang dapat digunakan, tergantung pada tingkat kematangan tulang pasien, jumlah pergerakan, jenis istirahat, dan adanya cedera terkait yaitu Traksi yang merupakan metode tradisional untuk mengobati patah tulang paha, walaupun traksi itu sendiri mempunyai banyak kekurangan. Kaki ditempatkan di gips, dan selotip (traksi kulit) atau pin logam (traksi tulang) digunakan untuk melampirkan rangkaian string yang terhubung ke beban. Sinar-X yang digunakan untuk memantau posisi tulang sehingga traksi dapat disesuaikan. Meskipun traksi yang efektif, memerlukan tinggal di rumah sakit dalam waktu yang lama. Karena penelitian telah menegaskan pentingnya mobilitas awal dalam mengurangi komplikasi dan mempromosikan penyembuhan yang baik, metode lain seperti fiksasi, sekarang lebih populer daripada traksi.16,17
17
IX. PROGNOSIS Penyembuhan fraktur merupakan suatu proses biologis yang menakjubkan. Tidak seperti jaringan lainnya, tulang yang mengalami fraktur dapat sembuh tanpa jaringan parut. Pengertian tentang reaksi tulang yang hidup dan periosteum pada penyembuhan fraktur mulai terjadi segera setelah tulang mengalami kerusakan apabila lingkungan untuk penyembuhan memadai sampai terjadi konsolidasi. Faktor mekanis yang penting seperti imobilisasi fragmen tulang secara fisik sangat penting dalam penyembuhan, selain faktor biologis yang juga merupakan suatu faktor yang sangat esensial dalam penyembuhan fraktur.2
DAFTAR PUSTAKA 1. Harry J. Griffiths, M.D. Basic Bone Radiology. Associate Proffesor of
Radiology and Orthopedics. The University of Rochester Medical Center Roschester, New York. 1997. Page 23 - 29 2. Rasjad, Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Penerbit PT Yarsif
Watampone, Jakarta, 2009. Hal 82-85, 92-94, 355-361, 364 3. Sylvia A. Price, Lorraine M. Wilson. Patofisiologi Konsep Klinis Proses -
proses penyakit Volume 2. Edisi 6. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2005. Hal 1365 4. Omar Faiz, David Moffat. Anatomy at Glance. Cardiff University, 2002.
Page 93. 5. Putz, R., Pabst. R. Atlas Anotomi Manusia Sobotta Jilid 2. Edisi 21.
Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran. 2000. Hal. 276,278.
18
6. Fred A, Mettler, Jr., M.D., M.P.H. Essentials of Radiology. Univercity of
New Mexico, 1996. Page 337 7. Rasad, Sjahriar. Radiologi Diagnostik, Edisi Kedua, Iwan Ekayuda
(editor), FK UI, Jakarta, 2006. Hal 31 8. Weissleder, R., Wittenberg, J., Harisinghani, Mukesh G., Chen, John W.
Musculoskeletal Imaging in Primer of Diagnostic Imaging, 4th Edition. Mosby Elsevier. United States. 2007. Page 408-410 9. Pradip R. Patel. Lecture Notes Radiologi, Edisi Kedua. Penerbit Erlangga
Medical Series, Jakarta, 2005. Hal 232 10. P.E.S. Palmer., W.P. Cockshott., V. Hegedus., E. Samuel. Manual of
Radiographic Interpretation for General Practitioners. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal 108-109 11. Holmes, Erskin J., Misra, Rakesh R. A-Z of Emergency Radiology.
Cambridge University, 2004. Page 140-143 12. James E Keany, MD. Femur Fracture. [Online]. 2009. [Cited August 10].
Available
from
http://emedicine.medscape.com/article/824856-
overview#showall 13. Adnan, M. Tulang dan Sendi dalam: Diktat Radiologi IV. Bursa Buku
Kedokteran Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, 1983. Hal 2. 14. AO Foundation. Open Complete Articular Multifragmentary Distal
Femoral Fracture. [online]. 2009. [Cited August 16]. Available from http://www2.aofoundation.org 15. American Academy of Orthopaedic Surgeons. Hip Fracture. [online].
2009. [Cited August 16]. Available from http://orthoinfo.aaos.org/topic.cfm?topic=A00392
19
16. The American Academy Of Orthopaedic Surgeons. Thigbone (Femur)
Fracture.[online].2008.
[Cited
August
12].
Available
from.
http://orthoinfo.aaos.org/topic.cfm?topic=a00364 17. Douglas F Aukerman. Femur injuries and Fractures.[online].2008.[Cited
August 10]. Available from http://emedicine.medscape.com/article/90779overview
20
View more...
Comments