Fortifikasi Dan Suplementasi
March 14, 2017 | Author: Febriyanti Nursya | Category: N/A
Short Description
Download Fortifikasi Dan Suplementasi...
Description
FORTIFIKASI Fortifikasi pangan adalah penambahan satu atau lebih zat gizi (nutrien) kepangan. Tujuan utama adalah untuk meningkatkan tingkat konsumsi dari zat gizi yang ditambahkan untuk meningkatkan status gizi populasi. harus diperhatikan bahwa peran pokok dari fortifikasi pangan adalah pencegahan detisiensi: dengan demikian menghindari terjadinya gangguan yang membawa kepada penderitaan manusia dan kerugian sosio ekonomis. Namun demikian, fortitkasi pangan juga digunakan untuk menghapus dan mengendalikan defisiensi zat gizi dan gangguan yang diakibatkannya. The Joint Food and Agricuktural Organization World Health Organization(FAOIWO) Expert Commitee on Nutrition (FAO/WHO, 1971) menganggap istilah fortification paling tepat menggambarkan proses dimana zat gizi makro dan zat gizi mikro ditambahkan kepada pangan yang dikonsumsi secara umum. Untuk mempertahankan dan untuk memperbaiki kualitas gizi, masing-masing ditambahkan kepada pangan atau campuran pangan. Istilah double fortijication dan multiple fortification digunakan apabila 2 atau lebih zat gizi, masingmasing ditambahkan kepada pangan atan campuran pangan. Pangan pembawa zat gizi yang ditambahkan disebut ‘Vehicle’,sementara zat gizi yang ditambahkan disebut ‘Fortificant ‘. Secara umum fortifikasi pangan dapat diterapkan untuk tujuan-tujuan berikut: 1. Untuk memperbaiki kekurangan zat-zat dari pangan (untuk memperbaiki defisiensi akan zat gizi yang ditambahkan). 2. Untuk mengembalikan zat-zat yang awalnya terdapat dalam jumlah yang siquifikan dalam pangan akan tetapi mengalami kehilangan selama pengolahan. 3. Untuk meningkatkan kualitas gizi dari produk pangan olahan (pabrik) yang digunakan sebagai sumber pangan bergizi misal : susu formula bayi. 4. Untuk menjamin equivalensi gizi dari produk pangan olahan yang menggantikan pangan lain, misalnya margarin yang difortifikasi sebagai pengganti mentega . Langkah-langkah pengembangan program fortifikasi pangan, antara lain adalah: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Menentukan prevalensi defisiensi mikronutrien Segmen populasi (menentukan segmen) Tentukan asupan mikronutrien dari survey makanan Dapatkan data konsumsi untuk pengan pembawa (vehicle) yang potensial Tentukan availabilitas mikronutrien dari jenis pangan Mencari dukungan pemerintah (pembuat kebijakan dan peraturan) Mencari dukungan industri pangan Mengukur (Asses) status pangan pembawa potensial dan cabang industri pengolahan(termasuk suplai bahan baku dan penjualan produk) Memilih jenis dan jumlah fortifikasi dan campurannya Kembangkan teknologi fortifikasi Lakukan studi pada interaksi, potensi stabilitas, penyimpangan dan kualitas organoleptik dari produk fortifikasi. Tentukan bioavailabilitas dari pangan hasil fortifikasi
13. 14. 15. 16. 17.
Lakukan pengujian lapangan untuk menentukan efficacy dan kefektifan Kembangkan standar-standar untuk pangan hasil fortifiksi Defenisikan produk akhir dan keperluan-keperluan penyerapan dan pelabelan Kembangkan peraturan-peraturan untuk mandatory compliance Promosikan (kembangkan) untuk meningkatkan keterterimaan oleh konsumen.
Program fortifikasi sebaiknya dilaksanakan dan diikuti program gizi lainnya. Pendekatan program yang dapat disertakan diantaranya pendidikan gizi, suplementasi, aktivitas kesehatan masyarakat, dan perubahan konsumsi pangan. Program fortifikasi memiliki peranan yang sangat penting, tentunya tidak sebatas pemenuhan gizi masyarakat tapi juga mempunyai arti peningkatan kualitas perekonomian suatu negara. Begitu pentingnya program ini, ada wacana penelitian untuk memulai melakukan biofortifikasi pangan. Biofortifikasi pangan bisa diterjemahkan sebagai fortifikasi prematur, yakni fortifikasi bukan diberikan pada produk tapi bahan-bahan hasil pertanian seperti padi sudah memiliki kandungan zat gizi yang sengaja “ditambahkan” mulai dari saat budidaya. Biofortifikasi baru mulai dilakukan peneitian terhadap padi. Pada tataran implementasi program fortifikasi perlu direncanakan dengan baik dalam suatu tahapan. Tahapan dalam implementasi sebagai berikut : 1. Identifikasi target grup dan penetapan kebutuhan untuk memperbaiki deficiensi besi yaitu kebutuhan untuk fortifikan dan pangan pembawa. 2. Mengkaitkan fortifikasi dengan strategi perbaikan gizi lainnya, terutama pendidikan gizi, supplementasi dan perubahan konsumsi ke arah peningkatan pangan kaya besi 3. Menentukan bentuk kerjasama antara pemerintah, swasta dan masyarakat. 4. Menilai fisibility fortikasi dan scala produksi industri, 5. Menentukan lokasi untuk mendemonstrasikan fortifikasi pangan, 6. Mendesain materi pemasaran sosial yang baik untuk menyampaikan pesan tentang fortifikasi pangan 7. Advokasi untuk mendapatkan dukungan politik dan financial. 8. Identifikasi dan pengembangan kebutuhan teknologi fortifikasi untuk menjamin qualitas produk dan biaya murah 9. Jaminan instalasi dari mesin dan kelengkapan sarana untuk fortifikasi dan untuk jaminan kontrol kualitas dan asuransi. 10. Mendesain sistim monitoring dan evaluasi (MONEF) secara terukur, mekanisme jelas, dengan tujuan untuk bisa melihat perkembangan program fortifikasi.
SUPLEMENTASI Suplemen kesehatan adalah produk kesehatan yang mengandung satu atau lebih zat yang bersifat nutrisi atau obat, yang bersifat nutrisi termasuk vitamin, mineral, dan asam‐asam amino, sedangkan yang bersifat menyembuhkan umumnya diambil dari tanaman atau jaringan tubuh hewan yang memiliki khasiat meyembuhkan. Pada umumnya, suplemen makanan kesehatan berasal dari bahan‐ bahan alami tanpa tercampur bahan kimia sintetik (murni alami) dan merupakan sari pati (ekstrak) bahan makanan. Kemudian berkembang produk food supplement dengan dosis tinggi (lebih tepat dikatakan “porsi tinggi”) atau yang mengandung herbal tertentu untuk membantu penyembuhan. Kategori inilah yang biasanya dijual melalui jalur MLM (Multi Level Marketing). Produk-produk tersebut sekarang mudah didapatkan di apotek atau toko obat dengan berbagai istilah lain seperti dietary supplement, healthy food, atau functional food. Juga tersedia dalam berbagai variasi harga, dari yang murah sampai mahal. Dari segi fungsinya, banyak produk suplemen makanan tersebut tidak lagi sebagai pelengkap asupan nutrisi tetapi sudah meningkat menjadi pendamping obat. Nama resmi suplemen makanan kesehatan adalah nutraceutical (maksudnya “makanan kesehatan”), berbeda dengan pharmaceutical (yang artinya obat-obatan). Suplemen makanan menjanjikan manfaat untuk menjaga vitalitas tubuh. Namun, kini banyak produsen yang mengklaim produknya secara salah memiliki khasiat untuk “mengobati”. Sejak awal, nutraceutical boleh dijual bebas tetapi tidak boleh mencantumkan label “memiliki khasiat menyembuhkan penyakit” (baik preventif maupun kuratif) sehingga khasiatnya tidak perlu dibuktikan melalui uji klinis. Agar masyarakat tidak menjadi salah pengertian, sejak tahun 1994 di Amerika dikeluarkan Undang-undang Dietary supplement Health & Education Act (DSHEA) yang menyatakan bahwa khasiat nutraceutical harus dibuktikan seperti layaknya obat, tapi hal itu belum berlaku di Indonesia. Di Indonesia, suplemen makanan sehat dimasukkan ke dalam kategori “makanan” atau didaftar sebagai “obat tradisional produk-produk makanan tambahan”, sesuai dengan Surat Keputusan Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (sekarang BPOM) No. HK 00.063.02360, semula dikenal sebagai produk yang digunakan untuk melengkapi makanan. Produk tersebut mengandung satu atau lebih bahan nutrisi tertentu, yaitu vitamin, mineral, ekstrak herba, dan asam amino untuk mencapai Angka Kecukupan Gizi (AKG). Kebutuhan pemakaian suplemen berkembang dengan semakin disadari bahwa banyak keluhan kesehatan terjadi karena terganggunya keseimbangan fungsi tubuh. Akibatnya mudah terjadi infeksi, alergi, dan gangguan lain yang akhirnya muncul sebagai gejala penyakit. Pada awalnya penggunaan suplemen masih terbatas untuk mengembalikan fungsi metabolik di mana seluruh proses tersebut dikendalikan oleh enzim sebagai katalis reaksi kimia tubuh yang membuat sel‐sel bekerja secara optimal. Umumnya, enzim terdiri atas protein khusus yang dinamakan apoenzim, dan memerlukan suatu kofaktor tertentu yang biasanya adalah suatu vitamin atau mineral. Karena itu, pada konsep mikronutrien yang konvensional (vitamin dan mineral) disebut sebagai bahan esensial yang dibutuhkan tubuh. Jika dari makanan saja tidak cukup, maka untuk memenuhi kekurangannya bisa ditambah dari suplemen makanan. daftar pustaka http://yprawira.wordpress.com/program-fortifikasi-pangan/
View more...
Comments