Folikulogenesis

July 12, 2018 | Author: Meda | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

folikulogenesis...

Description

TUGAS REFERAT SMF OBSGYN FOLIKULOGENESIS

Disusun Oleh: Meda Mandira 16710410

Pembimbing : dr. Nanang Rudianto W, Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK SMF OBSGYN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN SIDOARJO FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA TAHUN 2017

1

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat dan karuniaNya lah penulis mampu menyeselesaikan tugas referat referat yang berjudul “ Folikulogenesis” dengan tepat pada waktunya. Referat ini diajukan untuk memenuhi tugas dalam rangka menjalani kepaniteraan klinik di SMF Obsetri dan Ginekologi Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada: 1. dr. Nanang RudiantoW, Sp.OG selaku dokter pembimbing di SMF Obsetri dan Ginekologi RSUD Sidoarjo. 2. Kepada teman-teman sejawat dokter muda yang sudah memberikan masukan dan membantu dalam menyelesaikan referat ini. 3. Kepada tenaga paramedis yang telah membantu penulis selama menjalankan kepaniteraan klinik di poli Hamil dan Kandungan RSUD Sidoarjo, dan semua  pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu terwujudnya referat ini.

Penulis sangat menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, maka dari itu penulis mengharapkan kritis serta saran yang membangun guna kemajuan karya penulis dimasa yang akan datang. Semoga referat ini bermanfaat untuk dokter muda yang melaksanakan kepaniteraan klinik di Obsetri dan Ginekologi RSUD Sidoarjo, serta pembaca umum. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih. Sidoarjo, 28 Mei 2017

Penulis

2

DAFTAR ISI

Kata pengantar........................................................................................................2

Daftar isi..................................................................................................................3

Daftar gambar..........................................................................................................4

BAB I Pendahuluan.................................................................................................5 BAB II Tinjauan Pustaka.........................................................................................6 BAB III Kesimpulan..............................................................................................18 Daftar Pustaka .......................................................................................................19

3

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 proses folikulogenesis.........................................................................9 Gambar 2.2 diagram skematik dari ambang FSH (FSH treshold).........................12 Gambar 2.3 bagan skematis dari “two cells two gonadotrophin principle............14

4

BAB I

PENDAHULUAN

Ketika seorang anak perempuan dilahirkan, masing-masing ovum dikelilingi oleh selapis sel-sel granulosa, dengan selubung sel granulosa tersebut disebut folikel primordial, sepanjang masa kanak-kanak sel-sel granulosa diyakini  berfungsi memberi makanan untuk ovum dan untuk menyekresi suatu faktor  penghambat pematangan oosit, yang membuat ovum tetap bertahan dalam keadaan primordial, dalam fase profase pembelahan meiosis. Kemudian, sesudah  pubertas, bila FSH dan LH dari kelenjar hipofisis anterior mulai disekresikan dalam jumlah yang cukup, seluruh ovarium, bersama dengan folikelnya akan mulai tumbuh (Guyton, 2006).

Tahap pertama pertumbuhan folikel berupa pembesaran sedang dari ovum itu sendiri, yang meningkatkan diameternya menjadi dua sampai tiga kali lipat. Kemudian diikuti dengan pertumbuhan lapisan sel-sel granulosa tambahan di dalam beberapa folikel (Guyton, 2006).

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Folikulogenesis dapat diterjemahkan sebagai proses pematangan folikel adalah proses tumbuh dan diferensiasi folikel yang dimulai dari kehidupan  primordial sel germinalin menjadi sel telur primer dengan struktur yang melapisinya yang disebut folikel primordial. Dalam perjalanannya, sel germinalis  primordial berasal dari lapisan endodermal dorsalis dari kantung yolk (Permadi, 2012).

Fisiologi

Setelah terjadi menarke dan ovarium mulai berfungsi secara teratur terbentuklah aksis hipothalamic pituitary ovarian yang terintegrasi dan berfungsi  baik. Sel teka dan sel granulosa ovarium mulai memproduksi estrogen,  progesteron dan androgen (Anwar, 2011). Di setiap siklus haid, beberapa folikel direkrut dan berkembang lebih jauh sesuai dengan folikulogenesis yang dimulai dengan pengambilan dari folikel  primordial menuju kelompok yang akan tumbuh menjadi folikel masak atau mengalami atresia. Sel granulosa menggandakan diri dan cairan terakumulasi di dalam folikel. Rongga yang terisi cairan dinamakan antrum. Biasanya sebuah folikel dipilih untuk berlanjut ke stadium maturasi dan ovulasi. Dengan semakin terakumulasinya cairan folikular, penggandaan sel folikular terdorong sampai ke

6

tepi. Oosit dikelilingi oleh cairan dan beberapa sel granula dan tertahan pada tepi folikel oleh leher sel granulosa yang kecil. Struktur ini kemudian disebut folikel de graaf. Dengan meningkatnya ukuran folikel de graaf, maka folikel ini menuju kepermukaan ovarium dan siap untuk berovulasi, kemudian kapsul folikular menjadi tipis, folikel pecah, dan oosit keluar terjadilah ovulasi (Anwar, 2011). Sekali folikel primordial direkrut untuk memasuki proses maturasi, selapis sel granulosa yang mengelilingi oosit mulai berubah dari sel squamosa menjadi cuboid. Oosit semakin membesar dan suatu matriks glikoprotein asesular, yang dinamakan zona pelusida, disekresi oleh sel granulosa dan membentuk lingkaran di sekitar oosit. Inilah yang disebut folikel primer. Proliferasi mitosis sel granulosa selanjutnya dengan sangat cepat merubah folikel primer menjadi folikel sekunder, pada saat ini, sel stromal yang mirip dengan pasak semakin mendekati lamina basalis sel granulosa, ini merupakan sel teka, dan sel yang paling mendekati membran basalis adalah sel teka interna (Anwar, 2011). Perkembangan morfologis awal sel granulosa dari folikel primer dipengaruhi oleh FSH. Dengan perkembangan folikel primer menjadi folikel sekunder atau tersier awal, sel granulosa dan sel teka mensintesis reseptor untuk  berbagai hormon lainnya. Selain aktivitas induksi mitosis pada sel granulosa, FSH  juga menginduksi sistem enzim aromatase yang mendorong konversi androgen menjadi estrogen. Akhirnya, hormon LH penting dalam diferensiasi sel granulosa menjadi korpus luteum setelah terjadinya ovulasi (Anwar, 2011).

7

Sistem aromatase penting untuk mempertahankan kadar estrogen intrafolikuler yang tinggi, untuk meneruskan memelihara perkembangan folikel dan oosit. Pada gilirannya, fungsi luteal penting untuk meneruskan dukungan  progesteron terhadap endometrium saat persiapan dan memelihara kehamilan (Anwar, 2011). Pada tingkat tertentu pada sel granulosa terjadi penambahan reseptor LH yang banyak dan siap untuk merespons lonjakan LH preovulatoris. Sekresi LH akan menginduksi diferensiasi sel granulosa menjadi sel luteal. Korpus luteum terbentuk setelah ovulasi, saat jaringan kapiler dan jaringan ikat menembus membrana basalis dan menyatu dengan sel granulosa yang terluteinisasi. Korpus luteum matur terdiri dari kumpulan sel luteal yang besar, datar dan pucat, yang terpisan oleh septum jaringan ikat yang tervaskularisasi. Pada tepi korpus luteum, sebuah lingkaran sel teka yang terluteinisasi dapat dibedakan (Anwar, 2011). Menurut dr Wiryawan Permadi, SpoG pada proses folikulogenesis, folikel dari berbagai tahap perkembangan dapat dijumpai tersebar dalam stroma kedua indung telur hingga masa menopause. Sel-sel folikel yang tumbuh ini menyebabkan perubahan pada sel-sel di sekelilingnya yang mana akan  berdiferensiasi menjadi sel-sel granulosa dan sel-sel teka. Berangkat dari folikel  primordial dengan bermultiplikasinya sel-sel kuboid lapisan granulosa hingga menjadi berjumlah sekitar 15 buah sel, maka folikel primer akan terbentuk dan  berlanjut dengan lapisan sel granulosa yang berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi lapisan konsentris yang disebut lapisan teka interna yang paling dekat ke lamina basalis dan lapisan teka externa di sebelah luarnya. Pembentukan folikel  pre-antral/folikel sekunder, selanjutnya akan terbentuk dan ketika lapisan folikel 8

 pre-antral berkembang menjadi 6-7 lapis maka tahap folikel antral/folikel tersier dimulai, bila dalam hal ini tidak ada stimulasi hormon gonadotropik yang cukup maka folikel akan berhenti berkembang dan berakhir sebagai folikel atretik, sebaliknya

bila

stimulasi

hormon

gonadotropiknya

cukup

maka

akan

 berdiferensiasi menjadi folikel pre-ovulatory/folikel de graaf.

Gambar 2.1 proses folikulogenesis Kebutuhan hormon gonadotropik pada perkembangan folikel. Pada  perkembangan awal, tidak terlihat perlunya fluktuasi siklik sekresi FSH dan LH. Peran FSH dimulai dengan merangsang pembentukan folikel pre-ovulasi yang kemudian akan berovulasi dan membentuk korpus luteum yang memiliki respon terhadap LH.. Dengan adanya hormon LH yang mendadak (LH surge), folikel de graaf akan pecah dan sel telur akan dikeluarkan, meninggalkan sel folikel untuk menjadi korpus luteum. Pada sebagian besar mamalia, proses ini terjadi pada masa kehamilan. Setelah menarche, diperkirakan bahwa waktu yang diperlukan oleh sebuah folikel primordial untuk menjadi folikel pre-antral besar membutuhkan

9

waktu sekitar 85-150 hari, sehingga setiap folikel yang berujung dengan proses ovulasi sebenarnya telah tumbuh sejak paling tidak 3-5 siklus menstruasi sebelumnya (Permadi, 2012). Tahapan

Tahap perekrutan

Folikel indung telur yang didestinasikan untuk berovulasi direkrut dari kumpulan folikel-folikel primordial yang belum tumbuh, masing-masing folikel terdiri dari sebuah sel telur dengan lapisan membran basalis dan selapis sel granulosa yang menutupinya. Jumlah folikel yang direkrut akan tergantung pada ukuran fungsi total proses perekrutan yang ada dan berkurang dengan  bertambahnya usia (Permadi, 2012)

Belum ada mekanisme yang jelas akan kriteria folikel yang direkrut, tetapi hal ini diduga dipengaruhi oleh faktor-faktor pertumbuhan local yang bersifat  parakrin. Indung telur menghasilkan faktor pertumbuhan lokal seperti faktor diferensiasi pertumbuhan “transforming growth factor” 9 dan 10 yang berfungsi mengatur proliferasi dan diferensiasi sel-sel granulosa dalam pertumbuhan folikel  primer dan secara penelitian in vitro, activin terlihat dapat merangsang proses  pembelahan sel-sel granulosa pada tahap folikel preantral (Permadi, 2012).

Komunikasi antara sel-sel granulosa dan sel telur tegantung pada  pertukaran molekul melalui gap junctions yang dibangun dari saluran-saluran yang dibentuk oleh protein connexin. Protein connexin gap junction ini diperlukan untuk pertumbuhan dan multiplikasi sel-sel granulosa dan untuk jalur nutrisi dan 10

regulasi pertumbuhan sel telur. Konsentrasi protein connexin ini ditambah oleh hormon FSH dan dikurangi oleh hormon LH. Hormon FSH juga menyebabkan terbukanya saluran dalam gap junction, sedangkan hormon LH menutupnya. Setelah ovulasi, gap junction juga memegang peranan penting pada korpus luteum. (Permadi, 2012).

Meski disebutkan bahwa penelitian spesies primata, sampai dengan tahap folikel antral awal, perkembangannya secara relatif tidak tergantung pada hormon gonadotropin yang dihasilkan kelenjar pituitari. Penelitian secara autoradiografi  pada spesies primata juga memperlihatkan folikel preantral memiliki reseptor terhadap FSH tetapi tidak memiliki reseptor LH, hal ini diduga untuk mempersiapkan folikel-folikel tahap awal tersebut untuk pematangan akhir tahap awal tersebut untuk pematangan akhir tahap folikel antral besar hingga tahap folikel de graaf yang dimulai pada saat pubertas(Permadi, 2012).

Pada beberapa penelitian terhadap manusia, inaktivasi reseptor FSH membuktikan pertumbuhan folikel preantral tetap berlangsung. Dengan demikian  pertumbuhan folikel preantral nampaknya tidak membutuhkan stimulasi atau rangsangan FSH dan LH. Pada setiap siklus perkembangan sel telur setiap  bulannya, sekelom pok folikel antral, yang biasa disebut “kohort” memulai fase  pertumbuhan yang berkesinambungan sebagai hasil proses pematangan yang kurang lebih sejalan dengan meningkatnya kadar FSH menjelang fase akhir luteal dari siklus sebelumnya (Permadi, 2012).

Meningkatnya kadar FSH yang mendahului perkembangan folikel ini disebut jendela seleksi dan hanya folikel yang mampu mencapai tahap inilah yang 11

akan berkembang dan memproduksi estrogen. Peningkatan konsentrasi FSH sebesar 30%-50% pada fase folikular awal mengakibatkan perkembangan folikular, sedangkan ambang konsentrasi FSH yang diperlukan untuk memulai  pertumbuhan folikel adalah peningkatan sebesar 10%-30%. Berdasarkan temuan ini maka dikenal konsep ambang FSH (FSH treshold) untuk menetapkan konsentrasi minimum dari konsentrasi FSH yang harus dicapai sebelum proses  perkembangan folikel dapat dimulai (Permadi, 2012).

Gambar 2.2 diagram skematik dari ambang FSH (FSH treshold)

Dalam fase luteal. Kadar FSH dibawah ambang, akibatnya folikel tidak  berkembang lebih dari folikel preantral dan atresia. Pada akhir fase luteal dimana masa aktif korpus luteum berakhir, FSH meningkat sehingga terdapat satu folikel  preantral yang berkembang. Seiring dengan proses aromatisasi androgen menjadi estrogen, terjadi peningkatan estrogen yang mensupresi FSH kembali sehingga folikel-folikel yang kurang matang akan mengalami proses atresia. Dengan rangsangan FSH terhadap pembentukan reseptor LH menjadikan folikel dominan 12

mampu tumbuh meskipun konsentrasi FSH yang dibawah ambang (Permadi, 2012).

Tahap seleksi, pematangan dan diferensiasi

Setelah melalui tahap perekrutan, folikel-folikel tersebut akan mengalami  proses seleksi, perkembangan dan diferensiasi, dimana jumlah sel-sel granulosa akan bertambah dan sel telur akan bertambah besar. Zona pelusida akan terbentuk dan sel-sel teka akan terbentuk mengelilingi folikel di bagian luar dan memiliki  pembuluh darah yang mandiri (Permadi, 2012).

Dalam perkembangan selanjutnya, sel-sel granulosa akan memiliki reseptor FSH dan sel teka akan memiliki reseptor LH. Pengikatan yang terjadi antara hormon LH dan reseptornya akan merangsang pembentukan androgen dengan mengaktifasikan adenylyl cylase dan cAMP dengan produksi utamanya androstenedione dan testosteron. Pada tahap awal dari folikulogenesis, androgen ikut mempromosikan pertumbuhan folikel, sedangkan pengikatan yang terjadi antara FSH dan reseptornya pada sel-sel granulose akan merangsang sistem enzim aromatase, yang mampu mengkonversikan androgen menjadi hormon estrogen, sehingga menjadikan lingkungan intra folikel kaya akan konsentrasi hormon estrogen. Ini disebut “two cell, two gonadotrophins thory” (Permadi, 2012).

13

Gambar 2.3 bagan skematis dari “two cells two gonadotrophin principle”

Pada folikel preantral dan folikel antral manusia, reseptor LH hanya terdapat pada sel-sel teka dan reseptor FSH hanya ada pada sel-sel granulosa. Selsel interstitial teka yang terletak di dalam lapisan teka interna memiliki sekitar 20.000 buah reseptor LH pada permukaan sel membran yang akan memproduksi androgen yang akan dikonversi melalui proses aromatisasi yang dirangsang oleh FSH menjadi estrogen dalam sel-sel granulosa. Interaksi antara lapisan granulosa dan teka, menghasilkan percepatan produksi estrogen. Sel-sel granulosa yang diisolasi dari folikel antral besar dapat merubah androgen menjadi estrogen dimana perubahan ini tergantung dari sensitifitas terhadap FSH. Dengan  berkembangnya folikel, lapisan sel teka mulai terekspresi oleh pengaruh genetik untuk terbentuknya reseptor LH, p450scc, dan 3b hydroxsteroid dehydrogenasi. Kolesterol merupakan bahan untuk proses pembuatan steroid yang utama,  pengaturannya diatur oleh LH dan prosesnya terjadi dalam mitokondria. Sel-sel teka dipengaruhi oleh enzim p450c17 yang mengatur perubahan 21 senyawa 14

karbon menjadi androgen. Sel-sel granulosa tidaklah mampu mengekspresika enzim tersebut sehingga kebutuhan akan androgen bergantung pada lapisan sel-sel teka dalam pembuatan estrogen. Meningkatnya ekspresi terhadap sistem aromatisasi ini adalah pertanda bertambahnya kematangan sel-sel granulosa. Dengan kehadiran enzim p450c-17 hanya di sel-sel teka dan enzim p450arom hanya di sel-sel granulosa adalah bukti teori dua sel dua gonadrotropin dalam  produksi estrogen (Permadi, 2012).

Folikel yang paling cepat memiliki kemampuan aktifitas enzim aromatase dan reseptor LH diduga yang paling memiliki potensi menjadi folikel dominan.

Meningkatnya kadar sekresi FSH pada masa peri menstruasi terjadi seiring mengikuti regresi korpus luteum, selanjurnya terjadi hubungan yang timbal balik antara konsentrasi plasma FSH dan estradiol. Pada fase folikel awal, kadar serum FSH meningkat dimana kadar estradiol tetap rendah. Kurang lebih 5 hari sebelum kadar puncak hormon gonadotropin mid-cycle tercapai, sementara folikel dominan ini terus berkembang, konsentrasi serum estrogen mulai meningkat. Sehubungan dengan pertambahan kadar estradiol yang bertahap ini, terjadi  penurunan progresif dari kadar konsentrasi FSH akibat mekanisme “negative feedback” dari estrogen dan juga mungkin inhibin terhadap sekresi gonadotropin. Mekanisme “negative feedback” antara estradiol dan FSH inilah yang merupakan komponen utama dalam proses penyeleksian folikel. Diantara folikel-folikel muda yang

direkrut,

akan

selalu

ada

kelompok

folikel-folikel

yang

berbeda

kematangannnya yang lebih siap untuk berkembang ke tahap preovulasi dibawah  pengaruh FSH, dan produksi estrogen akan mengsupresi sekresi FSH hingga di 15

 bawah kadar minimum yang diperlukan untuk mempertahankan perkembangan folikel-folikel tersebut, sehingga folikel-folikel yang kurang berkembang atau tidak mencapai tahap yang cukup akan mengalami kemunduran dan berakhir dengan proses atresia sedangkan ketergantungan folikel dominan akan FSH menjadi berkurang, hal ini diduga karena akibat rangsangan FSH pada sel-sel granulosa, maka sel-sel tersebut juga akan memiliki reseptor terhadap hormon LH, sehingga sel-sel granulosa akan berespon baik pada FSH atau LH, diduga dengan adanya kedua macam reseptor inilah yang menyebabkan folikel dominan mampu bertahan disaat turunnya konsentrasi FSH dengan menggantikannya dengan LH (Permadi, 2012).

Pada saat folikel dominan telah mencapai kematangan yang cukup, sekresi estrogen yang dihasilkannnya cukup untuk menciptakan “positive feedback” yang  berakibat disekresikannya konsentrasi hormon LH dalam dosis tinggi dari kelenjar  pituitari beraksi melalui hormon prostaglandin, menginduksi perubahan pada struktur dan biokimia dari dinding folikel yang mengakibatkan pecahnya dan ekstrusi (pengeluaran) sel telur dari dalam folikel yang dikelilingi oleh massa cumulus (Permadi, 2012).

Setelah proses ovulasi terjadi, membrana basalis yang memisahkan lapisan granulosa lutein dan lapisan teka lutein menjadi kabur, dan pada hari ke dua setelah ovulasi, pembuluh darah dan kapiler yang baru terbentuk hasil strimulasi faktor angiogenik menginvasi lapisan sel granulosa. Hormon LH berikatan dengan reseptor LH sel-sel granulosa yang terbentuk akibat stimulasi FSH sebelumnya, merangsang pembentukan dan sekresi progesteron yang akan merubah morfologi 16

dan fungsi folikel menjadi korpus luteum melalui proses luteinisasi (Permadi, 2012).

Kegagalan ovarium prematur (KOP)

Kegagalan ovarium prematur (KOP) secara umum didefinisikan sebagai  berhentinya menstruasi secara spontan sebelum usia 40 tahun, yang disebabkan oleh kegagalan maturitas folikel atau folikel primordial tidak mampu berkembang. Kegagalan ovarium prematur ditandai dengan amenore, peningkatan kadar FSH >4,4 IU/L dan penurunan estrogen, sebagian besar bersifat permanen. Beberapa kasus KOP dapat terjadi remisi dan dihubungkan dengan salah satu penyebabnya yaitu autoimun Kegagalan ovarium prematur bukan merupakan penyakit yang jarang. Pada kasus amenore sekunder kejadian KOP adalah 4% - 18%. Faktor lingkungan seperti toksin merupakan salah satu penyebab KOP. Toksin 4-vinylcyclohexene diepoxide (VCD) merupakan zat kimia produk sampingan pada pabrik pestisida,  bahan pemadam api, karet dan plastik yang dapat menyebabkan kerusakan spesifik pada folikel primordial dan primer oost. Adanya progenitor sel germinal  pada ovariu menunjukkan bahwa cadangan folikel primer pada wanita dewasa  bukan bersifat statis tetapi dinamis. Media terkondisi sel punca mesensimal (MTSPM) memperbaiki niche untuk terjadinya pembentukan folikel primordial (Laqif, 2015).

17

BAB III KESIMPULAN

Proses folikulogenesis terjadi pada fisiologi haid pada ovarium, pada ovarium sendiri terjadi 2 fase, yakni fase folikular atau folikulogenesis dan fase luteal. Folikulogenesis terjadi pada ovarium fase folikular yang dipengaruhi oleh FSH yang menyebabkan perkembangan sel granulosa dan folikel primer yang nantinya akan berkembang menjadi folikel de graaf atau folikel yang matang atau dominan. Ada banyak folikel primer namun setelah ada 1 folikel yang menjadi folikel de graaf, maka folikel-folikel yang lainnya akan mengalami atresia. Pada hari ke 14 estrogen meningkat, LH meningkat maka pecahlah folikel de graaf yang mengakibatkan terjadinya ovulasi sehingga ovum keluar.

18

DAFTAR PUSTAKA 1. Anwar, mochamad.  Endokrinologi Reproduksi pada Perempuan  dalam Ilmu Kandungan Edisi ke-3. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2011. Hal 64-66. 2. Guyton AC, Hall JE. Fisiologi Wanita Sebelum Kehamilan dan HormonHormon Wanita dalam Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Penterjemah : dr. Irawati et al. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2006. Hal 1066-1068. 3. Permadi, Wiryawan. Folikulogenesis. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran / Rumah Sakit Hasan Sadikin

Bandung.

2012

http://repository.unpad.ac.id/22317/1/Folikulogenesis_Dr.-Wir.pdf  4. Lutwak E, Price CA, et al. Expression and regulation of the tumor suppressor, SEF, during folliculogenesis in humans and mice. Department of

biology,

technion,

Israel

institute

of

technology.

2014

http://www.reproduction-online.org/content/148/5/507.full.pdf+html  5. Hendarto, H. Stres Infertilitas Menghambat Maturasi Oosit dan Hasil Fertilisasi In Vitro. Departemen Obstetri Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas

Airlangga

RSUD

Dr

Soetomo

Surabaya.

2015

http://journal.unair.ac.id/stres-infertilitas-menghambat-maturasi-oositdan-hasil-fertilisasi-in-vitro-article-9784-media-57-category-3.html  6. Baerwald AR, Adams GP, et al. Ovarian Antral Folliculogenesis During The Human Menstrual Cycle : A Review. Department of Obstetrics, 19

Gynecology and Reproductive Sciences, Royal University Hospital Canada.

2011.

https://academic.oup.com/humupd/article/18/1/73/853086/Ovarian-antral folliculogenesis-during-the-human 7. Chen Z, Kang X, et al. Rictor/mTORC2 Pathway in Oocytes Regulates Folliculogenesis, and Its Inactivation Causes Premature Ovarian Failure. State Key Laboratory of Organ Failure Research, Department of Cell Biology, School of Basic Medical Science, Southern Medical University, Guangzhou China. 2015. http://www.jbc.org/content/290/10/6387.full.pdf  8. Ganesan D, Palaniswamy S, et al. Relationship between Hormonal Changes and Folliculogenesis in Polycystic Ovarian Syndrome Women. Research Schoolar, Bharathiyar University, Coimbatore, Tamilnadu, India. 2012. http://www.jpsr.pharmainfo.in/Documents/Volumes/vol4Issue03/jpsr%200 4120308.pdf  9. Hsueh AJW, Kawamura K, et al. Intraovarian Control of Early Folliculogenesis. Program of Reproductive and Stem Cell Biology, department of Ob/Gyn, Standford University School of medicine, USA. 2014. http://www.ivafertility.com/IVA/pf.pdf  10. Khan DR, Fournier E, et al. Meta-analysis of Gene Expression Profiles in Granulosa Cells during Folliculogenesis. Centre de Recherce en Biologie de la Reproduction, Department des Science Animales, University of Saskatchewan,

Saskatoon,

Saskatchewan,

Canada.

http://www.reproduction-online.org/content/151/6/R103.full.pdf  20

2016.

11. Laqif

Abdurahman.

Kajian

Terapi

Media

Terkondisi

Sel

Punca

Mesensimal Selaput Amnion pada Kasus Kegagalan Ovarium Prematur. Universitas

Gadjah

Mada.

2015.

Desertasi.

http://etd.repository.ugm.ac.id/index.php?act=view&buku_id=91373&mo d=penelitian_detail&sub=PenelitianDetail&typ=html 

21

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF