Fisioterapi OA

January 15, 2019 | Author: vidia_patanduk06 | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit degeneratif pada kartilago sendi yang banyak ditemukan. OA lutut lebih sering men...

Description

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit degeneratif pada kartilago sendi yang banyak ditemukan. OA lutut lebih sering menyebabkan disabilitas dibandingkan OA pada sendi lain. Penderita OA mengeluh nyeri pada waktu waktu melakukan aktivitas atau jika ada pembebanan pada sendi yang terkena. Pada derajat yang lebih berat nyeri dapat dirasakan terus menerus sehingga sangat mengganggu mobilitas penderita. Prevalensi OA pada sendi meningkat secara progresif dengan meningkatnya usia yang merupakan faktor resiko yang kuat untuk terjadinya OA. Wanita 2 kali lebih banyak menderita OA dibandingkan pria, dimana wanita kulit hitam dengan OA lebih banyak 2 kali dibandingkan wanita kulit putih. Pada usia lebih dari 65 tahun, baik secara klinik maupun radiologi didapatkan peningkatan jumlah kasus OA lutut. Menurut The Framingham Osteoarthritis Study gambaran radiologik OA lutut yang berat (grade III dan IV IV menurut kriteria Kellgreen-Lawrence) makin meningkat dengan bertambahnya umur, yaitu 11,5% pada usia kurang dari 70 tahun, 17,8% pada umur 70-79 tahun dan 19,4% pada usia lebih dari 80 tahun. Wanita yang mempunyai gambaran radiologik osteoarthritis berat adalah 10,6% pada umur kurang dari 70 tahun, 17,6%  pada umur 70-79 tahun dan 21,1% pada umur lebih dari 80 tahun; sedangkan pada laki-laki 12,8% pada umur kurang dari 70 tahun, 18,2% pada umur 70-79 tahun dan 17,9% pada umur lebih dari 80 tahun. Prevalensi radiologik OA akan meningkat sesuai dengan umur. Pada umur di bawah 45 tahun jarang didapatkan gambaran radiologik yang berat. Pada usia tua gambaran radiologik OA lutut yang berat mencapai 20%. Dari

aspek

rehabilitasi

medik,

penyakit

sendi

degeneratif,

dapat

menimbulkan kecacatan fisik dalam beberapa tingkat, yaitu, tingkat impairmen (kerusakan sendi, terutama yang menyebabkan keluhan nyeri), tingkat disabilitas (adanya kecacatan fisik, sehingga terganggunya activity of daily living ), ), dan handikap (tidak bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan, akibat hambatan  psikologis, sosial, dan vokasional oleh karena kecacatan kecacatan fisik yang dideritanya).

Sebagian besar manajemen OA bertujuan untuk mengurangi nyeri secara farmakologis. Pemberian latihan juga sudah umum diberikan pada pasien OA, tetapi masih banyak difokuskan hanya pada impairmen lokal di sekitar sendi yang terkena seperti kelemahan otot, keterbatasan luas gerak sendi, dan nyeri. Padahal manajemen yang efektif seharusnya juga memperhatikan keterbatasan fungsional dan disabilitas sekunder yang timbul karena impairmen lokal pada OA. 4  Oleh karena itu pada tinjauan kepustakaan ini akan dibahas latihan secara holistik untuk  pasien OA lutut.

BAB II ANATOMI FISIOLOGI

Sendi lutut dibentuk oleh epiphysis distalis tulang  femur, epiphysis proxsimalis, tulang tibia dan tulang patella, serta mempunyai beberapa sendi yang terbentuk dari tulang yang berhubungan, yaitu antar tulang  femur   dan patella disebut articulatio patella femoral, antara tulang tibia dengan tulang  femur disebut articulatio tibio femoral  dan antara tulang tibia dengan tulang  fibula proximal disebut articulatio tibio fibular proxsimal (De Wolf, 1996). Anatomi sendi lutut terdiri dari: 1)

Tulang pembentuk sendi lutut antara lain: a)

Tulang Femur  Merupakan tulang pipa terpanjang dan terbesar di dalam tulang kerangka

 pada bagian pangkal yang berhubungan dengan acetabulum membentuk kepala sendi yang disebut caput femoris. Di sebelah atas dan bawah dari columna femoris terdapat taju yang disebut trochantor mayor  dan trochantor minor , di bagian ujung membentuk persendian lutut, terdapat dua buah tonjolan yang disebut condylus medialis  dan condylus lateralis, di antara kedua condylus  ini terdapat lekukan tempat letaknya tulang tempurung lutut ( patella) yang disebut dengan fosa condylus (Syaifuddin, 1997).  b)

Tulang Tibia Tulang tibia  bentuknya lebih kecil, pada bagian pangkal melekat pada os

 fibula, pada bagian ujung membentuk persendian dengan tulang pangkal kaki dan terdapat taju yang disebut os maleolus medialis. (Syaifuddin, 1997). c)

Tulang Fibula Merupakan tulang pipa yang terbesar sesudah tulang paha yang membentuk

 persendian lutut dengan os femur   pada bagian ujungnya terdapat tonjolan yang disebut os maleolus lateralis atau mata kaki luar. (Syaifuddin, 1997). d)

Tulang Patella Pada gerakan fleksi dan ekstensi  patella akan bergerak pada tulang  femur.

Jarak patella dengan tibia saat terjadi gerakan adalah tetap dan yang berubah hanya  jarak  patella  dengan  femur. Fungsi  patella  di samping sebagai perekatan otot-otot atau tendon adalah sebagai pengungkit sendi lutut. Pada posisi  flexi lutut 90 derajat kedudukan  patella di antara kedua condylus femur   dan saat extensi  maka  patella terletak pada permukaan anterior femur  (Syaifuddin, 1997).

2)

Ligamentum pembentuk sendi lutut Stabilitas sendi lutut yang lain adalah ligamentum.  Ada beberapa ligamentum yang terdapat pada sendi lutut antara lain : (a) ligamentum crusiatum anterior, yang berjalan dari depan eminentia intercondyloidea tibia, ke permukaan medial condylus lateralis femur, fungsi menahan hiperekstensi dan menahan  bergesernya tibia  ke depan, (b) ligamentum crusiatum posterior,  berjalan dari  facies lateralis condylus medialis femoris, menuju  fossa intercondyloidea tibia,  berfungsi menahan bergesernya tibia, ke arah belakang, (c) ligamentum collateral lateralle  yang berjalan dari epicondylus lateralis ke capitulum fibulla, yang  berfungsi menahan gerakan varus  atau samping luar, (d) ligamentum collateral mediale tibia (epicondylus medialis tibia), yang berfungsi menahan gerakan valgus atau samping dalam dan eksorotasi, dan secara bersamaan ligament collateral  juga  berfungsi menahan bergesernya ke depan pada posisi lutut fleksi 90 derajat, (e) ligamentum popliteum abligum,  berasal dari condylus lateralis femoris menuju ke insertio musculus semi membranosus melekat pada  fascia musculus popliteum, (f) ligamentum transversum genu, membentang pada permukaan anterior meniscus medialis dan lateralis.  Semua ligament   tersebut berfungsi sebagai fiksator dan stabilisator sendi lutut. Tranversum genu di samping ligament   ada juga bursa pada sendi lutut. Bursa merupakan kantong yang berisi cairan yang memudahkan terjadinya gesekan dan gerakan, berdinding tipis dan dibatasi oleh membran  synovial. Ada beberapa bursa yang terdapat pada sendi lutut antara lain : (a) bursa  popliteus, (b) bursa supra patellaris, (c) bursa infra patellaris, (d) bursa subcutan  prapatellaris, (e) bursa sub patellaris, (f) bursa prapatellaris.

3)

Sistem Otot Otot-otot yang bekerja pada sendi lutut yaitu: a) Bagian anterior   adalah m. rectus femoris, m. vastus lateralis, m.Vastus medialis, m. vastus intermedius.  b) Bagian  posterior

adalah

m.biceps

femoris,

m.

semitendinosus,

m.

 semimembranosus, m. Gastrocnemius c) Bagian medial adalah m. Sartorius d) Bagian lateral  adalah m. Tensorfacialatae 4)

Sistem Persarafan  Nervus femoralis merupakan cabang yang terbesar dari  plexus lumbalis.  Nervus ini berasal dari tiga bagian posterior plexus,

yang asalnya dari nervus

lumbalis ke dua. Ketiga dan keempat muncul dari tepi lateral m. illiopsoas tepat di atas ligamentum pouparty

dan berjalan turun di bawah ligamentum

ini untuk

memasuki trigonum femoralis  pada sisi lateral arteri femoralis. Pada trigonum tersebut, nervus femoralis membagi diri menjadi cabang-cabang terminalis. Cabang-cabang motorik di atas ligamentum inguinalis mempersyarafi

m.

illiopsoas. Cabang-cabang motorik di dalam paha mempersyarafi m. sartorius, m.  pectineus dan m. quadriceps femoris. Cabang-cabang sensorik mencakup cabangcabang cutaneous femoralis anterior yang menuju permukaan anterior dan medial  paha serta nervus saphenous yang menuju sisi medial tungkai dan kaki. Pada regio lutut, tungkai mendapat persyarafan dari nervus ischiadicus yang  berasal dari serabut lumbal ke-4 sampai dengan  sacrum ke-3. Nervus ini merupakan serabut yang terbesar di dalam tubuh yang keluar dari  foramen ischiadicus mayor,  berjalan terus disepanjang permukaan posterior  paha ke ruang  poplitea, lalu syaraf ini membagi dua bagian yaitu : nervus peroneus communis dan nervus tibialis.  Nervus peroneus communis  pada dataran

lateral capitulum fibula

akan

 pecah menjadi nervus superficialis. Nervus tibialis dibentuk oleh seluruh lima bagian anterior plexus sacralis.

Jadi serabut syaraf ini menerima serabut-serabut dari 2

segmen  spinalis lumbal  bawah dan 3 segmen  sacral yang atas.  Nervus tibialis membentuk nervus ischiadicus yang paling besar di dalam paha. Perjalanan saraf ini dimulai pada bagian atas  fossa poplitea dan turun vertikal melewati  fossa ini serta dorsum tungkai menuju sisi dorsomedial  pergelangan kaki. Dari daerah ini, nervus tibialis

mengeluarkan cabang-cabang terminalisnya nervus plantaris medialis dan

lateralis, yang terus berjalan ke dalam kaki (Kapandji, 1995).

BAB III PATOLOGI TERAPAN

Pada OA terdapat proses degenerasi, reparasi, dan inflamasi yang terjadi dalam  jaringan ikat, lapisan rawan,  sinovium, dan tulang  subchondral.  Pada saat penyakit aktif salah satu proses dapat dominan atau beberapa proses dapat terjadi secara bersamaan dalam tingkat intensitas yang berbeda. OA lutut berhubungan dengan berbagai

defisit

 patofisiologi seperti instabilitas sendi lutut, menurunnya LGS, disused atrophy  dari otot quadriceps,  nyeri lutut sangat kuat berhubungan dengan penurunan kekuatan otot quadriceps  yang merupakan stabilisator utama sendi lutut dan sekaligus berfungsi untuk melindungi struktur sendi lutut. Pada penderita usia lanjut kekuatan quadriceps  bisa menurun 1/3 nya dibanding dengan kekuatan quadriceps  pada kelompok usia yang sama yang tidak menderita OA lutut.(Pardjoto, 2000). Perubahan yang terjadi pada sendi lutut oleh karena OA menurut pardjoto (2000) adalah sebagai berikut: 1)

Degradasi rawan Degradasi timbul sebagai akibat dari ketidakseimbangan antara regenerasi (reparasi) dengan degenerasi rawan sendi melalui beberapa tahap yaitu fibrilasi,  pelunakan, perpecahan, dan pengelupasan lapisan rawan sendi. Proses ini dapat  berlangsung cepat atau lambat. Yang cepat dalam waktu 10-15 tahun, sedang yang lambat 20-30 tahun. Akhirnya permukaan sendi menjadi botak tanpa lapisan rawan sendi.

2)

Osteofit  Bersama timbulnya dengan degenerasi rawan, timbul reparasi. Reparasi  berupa pembentukan osteofit di tulang subchondral.

3)

Sclerosis subchondral  Pada tulang  subchondral   terjadi reparasi berupa  sclerosis  pemadatan atau  penguatan tulang tepat di bawah lapisan rawan yang mulai rusak.

4)

Sinovitis Sinovitis  ialah inflamasi dari sinovium dan terjadi akibat proses sekunder degenerasi dan fragmentasi. Matrik rawan sendi yang putus terdiri dari kondrosit yang menyimpan  proteoglycan yang bersifat immunogenik dan dapat mengantisipasi lekosit. Sinovitis  dapat meningkatkan cairan sendi. Cairan lutut yang mengandung  bermacam-macam enzim akan tertekan ke dalam celah-celah rawan. Ini mempercepat

 proses pengerusakan rawan. Pada tahap lanjut terjadi tekanan yang tinggi dari cairan sendi terhadap permukaan sendi yang botak. Cairan ini akan didesak ke dalam celahcelah tulang  subchondral   dan akan menimbulkan kantong yang disebut kista  subchondral .

Tanda dan Gejala klinis OA Tanda dan gejala pada penderita osteoarthritis apabila sudah manifes akan memberikan tanda maupun gejala sebagai berikut : 1)

Nyeri. Menurut The International Association For the Study of Pain ( IASP). Nyeri merupakan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak nyaman, yang berkaitan dengan kerusakan jaringan atau berpotensi merusak jaringan. Definisi tersebut merupakan pengalaman subyektif dan bersifat individual. Dengan dasar ini dapat dipahami bahwa kesamaan penyebab tidak secara otomatis menimbulkan perasaan nyeri yang sama (Meliana, 2004).

2)

Kaku sendi. Gejala yang sering dijumpai pada OA, terjadi kesulitan atau kekakuan pada saat akan memulai gerakan pada kapsul, ligamentum, otot dan permukaan sendi (Heru, 2005).

3)

Keterbatasan lingkup gerak sendi. Biasanya keterbatasan gerak mula - mula terlihat pada gerak fleksi kemudian dalam keadaan lanjut terjadi keterbatasan kearah ekstensi. Keterbatasan ini akibat dari (a) perubahan permukaan sendi, (b) spasme dan kontraktur otot, (c) kontraktur

kapsul kapsul sendi, (d) hambatan mekaniik oleh osteofit atau jaringan - jaringan yang terlepas (Nasution, 1994). Keterbatasan gerak ini disebabkan oleh timbulnya osteofit dan penebalan kapsuler, muscle spasme  serta nyeri yang membuat pasien tidak mau melakukan gerakan secara maksimal sampai batas normal, sehingga dalam waktu tertentu mengakibatkan keterbatasan lingkup gerak sendi pada lutut. Keterbatasan gerak  biasannya bersifat pola kapsuler akibat kontraktur kapsul sendi. Keterbatasan pola kapsuler yang terjadi yaitu gerak fleksi lebih terbatas dari gerak ekstensi

(Heru,

2005). 4)

Krepitasi. Hal ini disebabkan oleh permukaan sendi yang kasar karena hilangnya rawan sendi (Heru, 2005).

5)

Kelemahan otot dan atropi otot. Kelemahan otot tidak bagian dari OA, tetapi peranan sebagai salah satu faktor resiko OA perlu dicermati kekuatan isometrik dari otot quadrisep merupakan faktor yang berperan pada OA lutut. Atropi otot dapat ditimbulkan bersama efusi sendi, sedangkan gangguan  gait merupakan manifestasi awal dari OA yang menyerang sendi penopang berat badan. Sendi instabil berhubunngan dengan  penyakit lanjut (Isbagio, 2003).

6)

Deformitas Deformitas yang dapat terjadi pada OA yang paling berat akan menyababkan distruksi kartilago, tulang dan jaringan lunak sekitar sendi. Terjadi deformitas varus  bila terjadi kerusakan pada kopartemen medial dan kendornya ligamentum (Slamet, 2000).

7)

Gangguan fungsional Penderita sering mengalami kesulitan dalam melakukan fungsional dasar, seperti : bangkit dari posisi duduk ke berdiri, saat jongkok, berlutut, berjalan, naik turun tangga dan aktifitas yang lain yang sifatnya membebani sendi lutut. Pada foto rontgen tampak adanya penyempitan ruang sendi dan pembentukan osteofit.

 Gambaran Klinis Osteoarthitis menurut Altman (1991) 1)

 Nyeri sendi beberapa hari sampai beberapa bulan

2)

Pada gambaran radiologis, terdapat osteofit pada tepi sendi

3)

Cairan sendinya terdapat 2 atau 3 tanda, diantaranya; jernih, viscous/kental, sel darah putih kurang dari 2000 mm3

4)

Kaku sendi di pagi hari kurang dari atau sama dengan 30 menit.

5)

Krepitasi (terdengar suara “klik”) pada saat sendi lutut digerakkan.

BAB IV STATUS KLINIK A. Data-Data Medis RS

1. Diagnosa Medis

: Osteoarthritis

2. Catatan Klinis

: Vital Sign

a. Tekanan Darah

: 120/90 mmHg

 b. Denyut Nadi

: 60x/ menit

c. Pernafasan

: 20x/ menit

d. Temperatur

: 35º C

B. Pemeriksaan Fisioterapi

1. Anamnesis a. Anamnesis Umum  Nama

: Ny. Bollo

Umur

: 55 tahun

Agama

: islam

Pekerjaan

: IRT

Alamat

: Jln. Malino No.85

 b. Anamnesis Khusus Keluhan Utama

: Nyeri

Letak keluhan

: Lutut sebelah kanan

Sifat keluhan

: Terlokalisir 

Lama Keluhan

: ± 1 bulan yang lalu

RPP

: ± 1 bulan yang lalu pasien merasakan nyeri pada lutut  bagian kanannya. Pasien akan merasakan nyeri yang hebat ketika berjalan. Pasien lalu datang ke dokter dan di rujuk ke Fisioterapi.

2. Inspeksi a. Statis Lutut sebelah kanan lebih bengkak dibandingkan dengan lutut yang sebelah kiri.  b. Dinamis 1) Pasien terlihat menumpukan berat badan pada kaki yang sehat saat berjalan 2) Saat lutut digerakkan timbul nyeri pada lutut bagian medial 3. Pemeriksaan Fungsional a. Orientasi Test Squad and Bounching Tujuan : Untuk mengetahui adanya gangguan dengan cara yang cepat Teknik : Pasien diminta untuk melakukan gerakan jongkok berdiri Hasilnya : pasien merasakan nyeri pada bagian lutut dextr a  b. Pemeriksaan Fungsi Dasar  1) Aktif Tujuan

: Untuk mengetahui adanya nyeri, keterbatasan ROM, dan koordinasi gerakan

Hasil

: Fleksi knee Ekstensi knee

: Nyeri : Nyeri

2) Pasif  Tujuan

: Untuk mengetahui stabilitas sendi dan end feel

Hasil

: Fleksi knee Ekstensi knee

: Nyeri, soft and feel : Nyeri, hard and feel

3) TIMT Tujuan

: Untuk mengetahui kualitas otot

Hasil

: Fleksi knee Ekstensi knee

: Nyeri : Nyeri

4. Pemeriksaan Spesifik 1) VAS Tujuan : Untuk mengetahui tingkat nyeri Hasil :

______________________  5,6

2) Ballotement Tujuan

: Untuk mengetahui ada tidak cairan dalam sendi

Caranya

:

Resessus

suprapatellaris

dikosongkan

dengan

cara

menekan dengan satu tangan sementara ibu jari dan jari-jari lain menekan patella ke bawah Hasil

: Tidak ada cairan dalam sendi

3) Tes Appley a.

Appley test compresi Tujuan : Untuk mengetahui adanya kelainan pada meniscus. Teknik : Pasien tengkurap dengan knee fleksi 90 o, lakukan fiksasi pada  paha dengan menggunakan lutut/tangan FT is. Lakukan gerakan rotasi medial dan leteral kemudian kombinasikan dengan kompresi. Hasil : Adanya sedikit rasa nyeri

 b.

Apley test traction Tujuan : Untuk mengetahi kelainan pada lig. Collateral lateral dan Collateral medial knee Teknik : Pasien tengkurap dengan knee fleksi 90 o, lakukan fiksasi pada  paha dengan menggunakan lutut/tangan FT is. Lakukan gerakan rotasi medial dan leteral kemudian kombinasikan dengan traksi knee joint. Hasil

: ada sedikit nyeri

4) Laci Sorong Tujuan : Caranya : pasien tidur terlentang, fleksi knee 90 . Fisioterapis memfiksasi kaki pasien dengan cara mendudukinya. Tangan Fisioterapis berada pada toleransi tibia, kemudian gerakan tibia tarik ke depan dan ke belakang Hasilnya : Nyeri 5. Fungsional Test

6. Diagnosa Fisioterapi “Gangguan Fungsional Gerak Tungkai Akibat Osteoarthritis Knee Joint  Dextra“ 7. Problematik Fisioterapi 1.  Nyeri terlokalisir 2. Gangguan ADL berjalan 8. Perencanaan Fisioterapi 1.

Tujuan Jangka Panjang Meningkatkan kemampuan fisik dan kemampuan fungsional pasien

2.

Tujuan Jangka Pendek  a.

Mengurangi nyeri

 b.

Memperbaiki ADL berjalan

9. Intervensi Fisioterapi a.

IRR Tujuan

Teknik

: Sebagai Pre-Eliminary Exercise dan melancarkan sirkulasi darah : Posisi pasien tidur terlentang kemudian dilakukan  pemanasan pada kedua lutut

Frekuensi terapi : 3 x seminggu

 b.

Intensitas

: 50 watt

Waktu terapi

: 10 menit

TENS Tujuan

: Mengurangi nyeri

Teknik

: Pasien tidur terlentang di atas bed,gunakan 2 pad lalu letakkan pada titik nyeri di sisi lateral dan medial lutut  pasien.

Frekuensi Terapi : 3 x seminggu Frekuensi Alat

: 60 Hz

Intensitas Arus

: 40 mA

Waktu Terapi

: 10 Menit

c.

Exercise Therapy Tujuan

: Untuk meningkatkan kekuatan otot

Teknik

: Menggunakan teknik Hold Relax dengan repetisi 3 kali pengulangan dengan hitungan 8 detik

Frekuensi Terapi d.

: 3 x seminggu

ADL Exc Tujuan

: Melatih ADL jongkok berdiri.

Teknik

: Latihan mengayun tungkai di samping bed dengan diberikan tahanan

Ferkuensi Terapi

minimal

: 3 x Seminggu

10. Evaluasi a. Sesaat 

Setelah diberikan tindakan baik modalitas maupun dengan exercise pasien merasa relaks dan nyeri sedikit berkurang

 b. Berkala 

Setelah melakukan beberapa kali terapi pasien sudah mulai merasakan nyeri  berkurang



ADL berjalan pasien mulai normal

11. Edukasi 

Pasien dianjurkan untuk tidak naik turun tangga dan berjalan jauh



Pasien dianjurkan untuk tidak mengangkat barang berat

12. Home Program 

Pasien diminta untuk mengompres air hangat pada kedua lututnya.



Pasien diminta untuk melakukan latihan gerakan aktif dirumah.

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF