Filosofi Audit

September 17, 2017 | Author: Fenny Suryani Azmar | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Auditing...

Description

PAPER SEMINAR AUDIT “FILOSOFI AUDIT”

Fenny Suryani Azmar | 8335103011

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

LATAR BELAKANG Audit seperti kita ketahui selama ini hanya sebatas standar dan praktik saja, padahal lebih jauh dari itu audit seharusnya dilakukan atas teori yang mendasari praktek yang dilakukan oleh auditor tersebut. Jika teori bukan menjadi suatu hal yang fundamental bagi seorang auditor, maka profesi ini sama halnya dengan profesi tukang gali kabel atau tukang cukur yang dapat dilakukan oleh semua orang asal mereka terampil melakukannya. Profesi auditor pada hakikatnya memiliki pengetahuan tentang praktik-praktik audit serta standar audit yang berlaku, mereka mengenal teknik dan praktik pemeriksaan persediaan, serta melaksanakan standar-standar dalam pemeriksaan persediaan tersebut. Akan tetapi, hampir bisa dipastikan bahwa apabila kepada mereka ditanyakan apakah auditing memiliki landasan teori tersendiri yang diakui secara ilmiah, mereka pasti bingung menjawabnya. Karena memang istilah teori auditing sangat langka terdengar, tidak hanya di antara para praktisi namun juga di ruang-ruang kelas dimana audit diajarkan oleh dosen. Tidak seperti teori akuntansi yang sudah sering kita dengar, bahas dan dalami, teori auditing menjadi suatu hal yang sangat jarang dipelajari di bangku kuliah bahkan jarang menjadi sandaran para praktisi dalam prakteknya. Ini menjadi ironi tersendiri, menurut menurut pendapat Mautz and Sharaf yang menulis monografi The Philosophy of Auditing [1961], auditing seyogyanya bukan hanya sekadar untaian praktik, prosedur, metode, dan teknik yang tidak memerlukan uraian, penjelasan, dan argumentasi ilmiah yang kita kenal sebagai teori. Akan tetapi, Mautz dan Sharaf yakin bahwa auditing merupakan disiplin tersendiri yang mengandung teori-teori. Keberadaaan auditing yang dilandasi teori dianggap dan telah diakui penting karena karena teori-teori akan menjadi penuntun bagi langkah-langkah kegiatannya, dan etika perilaku akan membatasinya dalam penerapan teori-teori tersebut untuk tujuan yang baik dan bermanfaat bagi masyarakat. Tanpa landasan ilmiah yang jelas, auditing bisa kehilangan masa depannya, seperti buruh pabrik yang digantikan oleh mesin-mesin berteknologi tinggi. Tentu kita terlebih saya yang kiranya nanti akan menjadi calon praktisi dalam bidang auditing tidak ingin hal tersebut terjadi.

Auditing memang telah kita kenal akrab dalam tingkatan wilayah praktik yang mencakup teknis, prosedur, dan metoda, hingga level standar yang telah memperoleh pengakuan yang fenomenal. Akan tetapi, di atas standar, masih perlu diidentifikasikan

konsepsi-konsepsi dasar yang

universal.

Konsepsi-konsepsi

tersebut harus dihasilkan dari generalisasi yang dapat diterima dengan akal sehat dan dapat diuji secara empiris, serta berfungsi sebagai acuan tindakan dan langkah nyata. Dalam akuntansi, misalnya, terdapat konsepsi “matching cost against revenue” yang menjadi tuntunan dalam menilai standar akuntansi atau praktik pelaporan keuangan. Lebih jauh, di atas konsepsi perlu dikenali postulat-postulat, dalil-dalil atau asumsi dasar yang berlaku khusus bagi auditing, yang secara sadar atau tidak sadar diakui kebenarannya tanpa tuntunan bukti. Bila dalam teori akuntansi kita kenal “postulat entitas”, bukankah kita bisa berdalil dalam auditing bahwa syarat suatu kegiatan auditing adalah adanya kondisi yang “verifiable”. Lebih jauh lagi, auditing perlu mengidentifikasikan tujuannya (basic objectives) dimana semua kegiatan nyatanya perlu mengarah pada tujuan tersebut Seperti kita tahu pula audit mengandalkan personal gudjement dalam praktiknya, mengingat hal tersebut tentu landasan teori menjadi penting untuk meminimalisir kesenjangan judgement yang diberikan oleh satu auditor dengan auditor lainnya. Dan dalam waktu dekat, seluruh negara ASEAN termasuk Indonesia secara serentak akan melaksanakan Asean Economic Community 2015 dimana semua auditor dari seluruh negara ASEAN boleh bekerja di seluruh negara bagian ASEAN dengan bebas. Pemahaman mengenai filsafat atau teori audit ini menjadi penting untuk meningkatkan kinerja auditor Indonesia agar melakukan praktek yang sesuai dengan landasan teori yang akan menuntun mereka ke arah yang lebih baik.

DEFINISI FILOSOFI Filosofi adalah studi mengenai kebijaksanaan, dasar dasar pengetahuan, dan proses yang digunakan untuk mengembangkan dan merancang pandangan mengenai suatu kehidupan. Hal ini didalami tidak dengan melakukan eksperimen eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan problem secara persis, mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi dan alasan yang

tepat untuk solusi tertentu dan akhir dari proses-proses itu dimasukkan dalam proses dialektik/dialog. Kerangka pemikiran filosofi menunjukkan adanya penjelasan yang sangat rasional ; prinsi-prinsip umum yang mengatur semua fakta dapat dijelaskan. Dalam hal ini dapat dibedakan dari ilmu, kemudian ilmu dari prinsip-prinsip pertama, pikiran realitas yang tidak terhingga; secara teknis, ilmu dari ilmu-ilmu, kritisme dan sistematisasi atau organisasi dari semua pengetahuan, diturunkan dari ilmu empiris, pembelajaran rasional, pengalaman umum atau lainnya. Adapun karakteristik dari pendekatan filosofi dapat dibedakan dalam 4 bagian: 1. Komprehensif, menyiratkan adanya pemahaman secara menyeluruh. Berhubung seorang filsuf berminat untuk memahami kehidupan manusia dalam arti yang luas, maka ia menggunakan konsep-konsep generalisasi seperti “perihal (matter), pikiran (mind), bentuk (form), entitas, dan proses,” yang komprehensif dalam artian bahwa kesemuanya ini diterapkan terhadap keseluruhan lingkup pengalaman manusia. 2.

Perspektif,

sebagai

suatu

komponen

dari

pendekatan

filosofi,

mengharuskan kita untuk meluaskan pandangan untuk menangkap arti penting dari benda-benda. Jika hal ini diterapkan pada pengembangan filosofi auditing, kita akan melihat kebutuhan akan pengesampingan kepentingan pribadi. 3.

Insight, elemen ketiga dari pendekatan filosofi, menekankan dalamnya penyelidikan yang diusulkan. Pencarian wawasan filosofi adalah jalan lain untuk mengatakan bahwa filsuf berupaya untuk mengungkapkan asumsi dasar yang mendasari pandangan manusia akan setiap gejala kehidupan alam. Asumsi dasar dimaksud sesungguhnya merupakan dasar atau alasan manusia untuk berbuat, walaupun alasan itu cenderung atau acapkali tersembunyi sehingga tingkat kepentingannya tidak dikenali.

4. Vision, menunjukkan jalan yang memungkinkan manusia berpikir dalam kerangka yang sempit ke kemampuan untuk memandang gejala dalam kerangka yang lebih luas, ideal, dan imajinatif (conceived).

DEFINISI AUDIT Audit atau pemeriksaan dalam arti luas bermakna evaluasi terhadap suatu organisasi, sistem, proses, atau produk. Audit dilaksanakan oleh pihak yang kompeten, objektif, dan tidak memihak, yang disebut auditor. Ada beberapa pengertian audit yang diberikan oleh beberapa ahli di bidang akuntansi, antara lain: Menurut Alvin A.Arens dan James K.Loebbecke : “Auditing is the accumulation and evaluation of evidence about information to determine and report on the degree of correspondence between the information and established criteria. Auditing should be done by a competent independent person”. Menurut Mulyadi : “Suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara obyektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian haisl-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan”

Secara umum pengertian di atas dapat diartikan bahwa audit adalah proses sistematis yang dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen dengan mengumpulkan dan mengevaluasi bahan bukti dan bertujuan memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut.

FILOSOFI AUDIT Apabila ke 4 bagian karakteristik filosofi diatas diterapkan pada auditing, kita harus mencari gagasan yang relatif umum dalam disiplin bidang auditing itu sendiri. 1. Komprehensif (pemahaman), akan menunjukkan pemahaman keseluruhan dan bukan hanya sebagian. Dalam auditing hal ini akan mengarahkan kita pada suatu pertimbangan dari konsep umum seperti : bahan pembuktian, disclosure dan independensi.

2. Perspektif, para auditor harus mempunyai wawasan yang sangat luas yang penting untuk mendapatkan kebenaran dan signifikasi akan berbagai hal dalam pembuktian audit. Auditor perlu menyingkirkan dalih-dalih tertentu dan lebih mementingkan kepedulian pribadi dan kepentingan yang ada. Tiap masalah harus ditimbang berdasarkan kepentingan keseluruhan dan dan pengesampingan kepentingan pribadi. 3. Insight (Wawasan), auditor harus mampu memberikan asumsi-asumsi yang rasional. Pengungkapan dan penerimaan postulat sebagai dasar auditing penting untuk menghindari bias dan menghilangkan alasan yang tidak jelas. Asumsi-asumsi dasarnya, asal bahan pembuktian, kelemahan dan implikasiimplikasi diungkap dan diuji. 4. Vision (Visi), dalam pendekatan filosofi auditing harus mempunyai visi ke depan yang jelas. Ini akan membantu auditor dalam memberikan keyakinan, melihat jauh kedepan dalam memvisualisasikan prospek-prospek dan tujuantujuan.

AUDIT SEBAGAI DISIPLIN ILMU Banyak dari kita cenderung berfikir bahwa auditing adalah sub divisi akuntansi, mungkin karena itulah cara kita berkenalan dengannya saat belajar pertama kali dan karena tiap auditor yang kita ketahui adalah akuntan. Faktanya, tidaklah benar menganggap auditing adalah sub divisi akuntansi. Auditing berhubungan sangat erat dengan akuntansi, yang menjelaskan mengapa auditor pertama-tama adalah akuntan, tapi auditing bukanlah bagian dari accounting. Hubungan accounting dengan auditing sangatlah dekat, namun sifat dasarnya sangat berbeda. Akuntansi berkaitan dengan pengumpulan, pengklasifikasian, pengikhtisaran, serta pengkomunikasian data finansial akibat transaksi yang sehari-hari terjadi pada suatu entitas Sementara itu, auditing tidak dimaksudkan untuk melakukan hal-hal tersebut. Tugas auditing adalah untuk mereviu pengukuran atau pengkomunikasian akuntansi untuk tujuanpenilaian kelayakannya. Oleh karena itu, auditing bersifat analitis, bukan seperti akuntansi yang bersifat konstruktif. Auditing bersifat kritis dan investigatif terhadap segala bentuk asersi, termasuk informasi akuntansi. Dengan

demikian, auditing sesungguhnya mempunyai akar prinsip tidak pada akuntansi yang direviewnya, tetapi pada logika yang mendasari ide dan metodenya. Auditing berhubungan dengan verifikasi dan pengujian atas data keuangan atau asersi lainnya dengan tujuan memberikan penilaian atas kejujuran penyajian kejadian, kondisi, atau asersi. Verifikasi membutuhkan penggunaan teknik dan metode pembuktian. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa auditing dapat diakui sebagai sebuah disiplin ilmiah. Auditing berhubungan dengan gagasan abstrak yang mempunyai akar pada kebanyakan prinsip dasar pembelajaran, mempunyai struktur postulat, konsep, teknik dan prosedur. Lebih spesifik lagi, auditing merupakan ilmu terapan. Dengan demikian, auditing perlu mengembangkan prinsip-prinsipnya atau teori dasarnya dengan jalan meminjam metode yang sudah dikembangkan oleh bidang studi yang lain, termasuk hukum, statistik, ekonomi, dan etika.

POSTULAT DALAM AUDITING Postulat adalah setiap anggapan dasar yang digunakan sebagai titik tolak dalam pengembangan suatu disiplin. Postulat diperlukan sebagai asumsi yang harus diterima terlebih dahulu, terlepas dari kesesuaian atau tidaknya dengan kenyataan, sebelum dikemukakan preposisi-preposisi lainnya. Misalnya, dalam ilmu ekonomi kita harus selalu berpegang pada postulat atau asumsi dasar bahwa “setiap pelaku ekonomi adalah rasional, sehingga akan selalu berupaya memaksimalkan kenikmatan yang diperolehnya dengan pengorbanan yang seminimal mungkin”. Di bidang akuntansi, asumsi dasar seperti “monetary assumption,” “going concern,” atau “periodicity,” merupakan asumsi yang harus diterima sebelum akuntansi berbicara pada level konsep, seperti “revenue recognition” atau “matching cost against revenue concept.” Hampir tidak ada literatur lain yang mengulas dan mengajukan gagasan tentang postulat dalam auditing, kecuali Mautz dan Sharaf (1961). Sebagaimana dikemukakan pada bagian awal bab ini, postulat diperlukan oleh setiap disiplin untuk memudahkan pengembangannya karena dengan demikian akan mudah diciptakan generalisasi. Dalam kaitan ini, postulat dalam auditing akan berfungsi sebagai anggapan dasar yang semestinya harus dipegang sebelum auditing difungsikan.

Anggapan dasar ini bisa saja berbeda dengan kenyataan atau hasil verifikasinya, namun sebelum hasil verifikasi itu diperoleh tidak semestinya berpendapat menyimpang dari asumsi dasar ini. Berikut ini adalah 7 (tujuh) postulat yang dimodifikasi dari delapan postulat yang secara tentatif diusulkan oleh Mautz dan Sharaf dalam bukunya“The Philosophy of Auditing”: 1. Asersi atau objek audit harus verifiable atau auditable. 2. Auditor yang bertugas memiliki hubungan netral dan tidak mempunyai konflik dengan objek audit. 3. Asersi atau objek audit harus dipandang bebas dari kekeliruan sampai proses pembuktian diselesaikan dan menunjukkan sebaliknya. 4. Suatu sistem pengendalian internal dipandang eksis dan berjalan semestinya sampai diperoleh bukti bahwa telah terjadi hal sebaliknya. 5. Penerapan ketentuan yang berlaku (seperti standar akuntansi) diasumsikan telah berjalan dengan konsisten sampai diperoleh bukti meyakinkan bahwa telah terjadi hal hal sebaliknya. 6. Setiap auditor berfungsi secara eksklusif sebagai auditor dalam menjalankan tugasnya. 7. Setiap auditor senantiasa diasumsikan profesional dalam pelaksanaan tugasnya dan tingkah lakunya.

KESIMPULAN Dari pembahasan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa auditing adalah merupakan bidang ilmu pengatahuan yang khusus dimana auditing membutuhkan jenis studi. Auditing merupakan disiplin ilmu tersendiri yang berbeda dengan akuntansi. Auditing tidak dipndang sekedar ilmu, teori harus bisa menjelaskan fenomena. Maka auditing bisa dikatakan satu konsep kajian keilmuan namun sangat sedikit yang menjelaskan sbagai teori karena sarat akan nuansa praktis. Dan bahwa pengembangan dari suatu filosofi yang baik dari auditing adalah suatu tantangan yang sesuai dengan pikiran terbaik yang dimiliki profesi. Auditing berhubungan dengan ide-ide abstrak, auditing mempunyai pondasi dalam tipe-tipe pembelajaran yang paling mendasar, auditing mempunyai struktur yang rasional dari postulat-postulat, konsep-konsep teknik dan persepsi, dapat dimengerti dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA Arent, Alvin A, and James K Loebbacke, (2000), auditing An Integrited Approach, 8th audit-reporting.blogspot.com/p/philosophy.html http://accounting1st.wordpress.com/2011/09/18/filosofi-auditing wahyuandriyanto.dosen.narotama.ac.id http://itjen.kemhan.go.id/node/1231

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF