Farmakologi Pada Susunan Saraf Otonom

March 14, 2019 | Author: areifkurnia | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Farmakologi Pada Susunan Saraf Otonom...

Description

FARMAKOLOGI PADA SUSUNAN SARAF OTONOM

A.

Pendahuluan Sistem saraf otonom (SSO) juga disebut sebagai system saraf visceral,

 bekerja pada otot polos dan kelenjar. Fungsi dari SSO adalah mengendalikan dan mengatur jantung, sistem pernapasan, saluran gastrointestinal, kandung kemi kemih, h, mata mata dan dan kele kelenj njar ar.. Dua Dua pera perang ngka katt neur neuron on dala dalam m komp kompon onen en otonompada sistem perifer adalah neuron eferen dan neuron aferen. Neuron Aferen mengirimkan mengirimkan impuls impuls ke SSP, dimana impuls itu diinterpretasikan diinterpretasikan..  Neuron eferen menerima impuls dari otak dan meneruskan impuls ini melalui medula medula spinal spinalis is ke sel-se sel-sell organ organ efektor efektor.. Jalur Jalur eferen eferen dalam dalam sistem sistem saraf  saraf  otonom dibagi menjadi dua cabang yaitu saraf simpatis dan saraf parasimpatis, yang keseluruhannya disebut sebagai sistem saraf simpatis dan sistem saraf   parasimpatis.

B.

Sistem Saraf Simpatis Sistem Sistem saraf saraf simpat simpatis is juga juga dikena dikenall sebaga sebagaii syste system m adrene adrenergi rgicc karena karena

dulu dulu dipe diperk rkir irak akan an bahw bahwaa adre adrena nali lin n meru merupa paka kan n neur neuro o tran transm smit itte terr yang yang mempersarafi otot-otot polos. Kini neurotransmitter tersebut dikenal sebagai norepineprin. Obat-obat yang yang menyerupai efek dari norepineprin disebut sebagai obat adrenergik atau simpatomimetik.

1.

Adrenergik   Obat-obat yang merangsang system saraf simpatis disebut dengan

adrenergic. Obat-obat ini bekerja pada satu tempat atau lebih dari reseptor  adrene adrenergi rgik k yang yang terdapa terdapatt pada pada sel-sel sel-sel otot otot polos. polos. Ada empat empat resept reseptor  or  adrenergik : alfa1, alfa2, beta1 dan beta2. Reseptor adrenergik alfa terletak pada jaringan pembuluh darah dari otot polos. Jika reseptor alfa dirangsang, arteriola dan venula mengalami konstriksi, sehingga meningkatkan resistensi perifer dan aliran darah balik 

ke jantu jantung ng.. Sirk Sirkul ulas asii akan akan berta bertamb mbah ah baik baik dan dan tekan tekanan an dara darah h akan akan meningkat. Jika terjadi terlalu banyak perangsangan, aliran darah yang menuju ke organ vital akan berkurang. Reseptor alfa 2 terdapat pada ujung saraf post ganglionik, dan jika dilepaskan akan menghambat pelepasan norepinefrin sehingga tekanan daran akan menurun. Rese Resept ptor or

adre adrene nerg rgik ik

beta beta1

teru teruta tama ma

terd terdap apat at

pada pada

jant jantun ung. g.

Perangsanga Perangsangan n reptor reptor beta1 meningkatka meningkatkan n kontraktil kontraktilitas itas miokard miokard jantung jantung dan denyut jantung. Reseptor beta 2 terutama terdapat pada otot polos paru paru, arteriol otot rangka dan otot otot uterus. Reseptor adrenergik lainnya terdapat adalah dopaminergik, terdapat   pada arteri ginjal, mesenterium, mesenterium, koroner koroner dan serebral. Jika reseptor ini dirangsang, pembuluh darah berdilatasi dan aliran darah bertambah. Hanya dopamin yang dapat mengaktivasi reseptor ini. Obat-obat Obat-obat simpatomim simpatomimetik etik yang merangsang merangsang reseptor reseptor adrenergik  adrenergik  diklasifikasikan ke dalam tiga golongan berdasarkan efeknya pada sel-sel organ, antara lain: a.

Simpatomimetik yang be b ekerja langsung, yang langsung merangsang reseptor adrenergik (epinefrin atau norepinefrin).

b.

Simpatomimetik meran merangs gsan ang g

pele pelepa pasa san n

yang

bekerja

tidak

langsung,

nore norepi pine nefri frind ndari ari

ujun ujung g

sara saraff

yang

term termin inal al

(amfetamin). c.

Simpatomimetik yang bekerja langsung maupun tidak   langsu langsung, ng, yang yang merang merangsan sang g resept reseptor or adrene adrenergi rgik k dan pelepa pelepasan san norepinefrin. Katekolamin adalah struktur kimia dari suatu senyawa yang dapat

merangsang respons simpatomimetik. Contoh dari katekolamin endogen adalah adalah epinef epinefrin rin,, norepi norepinef nefrin rin dan dopami dopamin, n, sedang sedangkan kan contoh contoh dari dari katekolamin sintetik adalah isoproterenol dan dobutamin. Banyak Banyak dari dari obat obat adrene adrenergi rgik k merang merangsan sang g lebih lebih dari dari satu satu tempat tempat rese resept ptor or adren adrenerg ergik ik,, cont contoh ohny nyaa adala adalah h epin epinef efri rin n yang yang beke bekerj rjaa pada pada reseptor reseptor alfa1, beta1 dan beta2. Respon Responss dari dari tempat tempat resept reseptor or ini adalah adalah

meningkatkan tekanan darah, dilatasi pupil meningkatkan denyut jantung dan dan bron bronko kodi dila lata tasi si.. Karen Karenaa epin epinef efrin rin memp mempen enga garu ruhi hi tiga tiga resep resepto tor  r  adrenergik yang berbeda, maka epinefrin tidak memiliki selektifitas. EPINEFRIN ADRENALIN

KONTRAINDIKASI Aritmia jantung, kehamilan, glaucoma sudut sempit

FARMAKOKINETIK  Absorbsi : IV Distribusi : PP : TD Metabolisme : t½  : TD Eliminasi : Ginjal

INTERAKSSI Dekongestan, penghambat MAO, penghambat beta, digoksin

FARMAKODINAMIK  SK & IM : Mula : 3-10 menit P: 20 menit L : 20-30 menit IV : Mula : segera P : 2-5 menit L : 5-10 menit Inhal : Mula : 1 menit P : 3-5 menit D: 1-3 jam

EFEK TERAPEUTIK  Mengobati reaksi alergi, anafilaksis, bronkospasme, dan henti jantung

EFEK SAMPING Gugup, tremor, agitasi, sakit kepala, pucat, insomnia, hiperglikemia

REAKSI YANG MERUGIKAN Palpitasi, takikardi, fibrilasi ventrikel

Farmakokinetik 

Epinefrin dapat diberikan melalui rute parenteral, inhalasi atau topikal. Persentase obat   paruhnya

tidak

yang berikatan dengan protein dan waktu

diketahui.Epinefrin

dimetabolisme

oleh

hati

dan

diekskresikan ke dalam urin.

Farmakodinamika

Epineprin sering kali digunakan dalam keadaan gawat darurat untuk  mengatasi anafilatiksis, yang merupakan respon alergik yang mengancam nyawa. Obat ini merupakan inotropik (daya kontraksi otot) kuat, menimbulkan kontraksi pembuluh darah, meningkatkan denyut jantung, dan dilatasi saluran bronchial. Dosis tinggi dapat mengakibatkan aritmia  jantung, oleh karena itu perlu di pantau dengan elektrokardiogram (EKG). Epineprin juga mengakibatkan vasokontriksi ginjal, sehingga mengurangi  perfusi ginjal dan pengeluaran urine. Epineprin biasanya diberikan subkutan atau intravena. Tetapi juga dapat diberikan dengan inhalasi. Mula kerja dan waktu untuk mencapai konsentrasi puncak adalah cepat. Pemakean dekongestan dan epinephrine mempunyai efek adiktif. Jika epinefrin diberikan bersama digoksin, maka dapat terjadi aritmia jantung. Penghambat beta dapat menyebabkan menurunya kerja epinephrine.

Isoproterenol

hidroklorida

(Isuprel),

suatu

obat

adrenergic,

mengaktifasi reseptor beta1 dan beta2. Obat ini lebih spesifik daripada epinephrine, karena bekerja pada dua reseptor adrenergic tetapi tidak  sepenuhnya selektif. Respon terhadap perangsangan beta 1 dan beta2 adalah meningkatkan denyut jantung dan bronkodilatasi. Jika seorang klien memakai isoproterenol untuk mengendalikan asma dengan dilatasi   bronkus,

maka

terjadi

juga

peningkatan

denyut

jantung

akibat

  perangsangan beta1. Jika isoproterenol dipakai dengan berlebihan, maka dapat terjadi takikardia yang berat.

Albuterol silfat (Proventil) adalah selektif untuk reseptor adrenergic  beta2, sehingga responya hanya bronkodilatasi. Seorang klien asma dapat memberikan respon lebih baik jika memakai albuterol dari pada isoproterenol karena kerja utamanya adalah adalah pada reseptor beta 2. Dengan menggunakan simpatomimetik selektif, maka lebih sedikit respon yang tidak diinginkan (efek samping). Tetapi, dosis tinggi dari albuterol dapat mempengaruhi reseptor beta1, sehingga meningkatkan denyut  jantung. Farmakokinetik 

Albuterol sulfat (Proventil,Ventolin) baik diabsorpsi melalui saluran gastrointestinal dan dimetabolisme dengan efektif oleh hati. Waktu paru dari obat sedikit berbeda-beda tergantung dari rute pemberian (rute oral 2,5 jam dan inhalasi 4 jam). Farmakodinamik 

Penggunaan utama dari albuterol adalah untuk mencegah dan mengobati bronkospasme. Dengan inhalasi, mula kerja dari albuterol lebih cepat dari pada pemberian oral, meskipun lama kerjanya sama untuk   preparat oral maupun inhalasi. Tremor, gelisah, dan gugup dapat terjadi bila memakai obat dengan dosisi tinggi- efek samping yang kemungkinan besar akibat efek reflek    beta1. Jika albuterol dipakai bersama penghambat MAO, dapat terjadi krisis hipertensi. Penghambat beta dapat menghambat kerja albuterol. Klonidin (Catpres) dan metildopa (Aldomet) adalah obat-obat adrenergic-alfa2 selektif

yang terutama dipakai

untuk

mengobati

hipertensi. Teori yang telah diterima mengenai kerja obat-obat alfa2 adalah obat-obat ini mengatur pelepasan norepinefrin dengan menghambat   pelepasanya. Obat-obat alfa2 juga diduga menghasilkan penekanan kardiovaskuler dengan merangsang reseptor alfa2 pada SSP, sehingga terjadi penurunan tekanan darah.

Efek Samping dan Reaksi yang Merugikan

Efek samping seringkali timbul jika doses obat dinaikan atau obat  bersifat nonselektif(bekerja pada beberapa reseptor). Efek samping yang sering timbul pada obat-obatan adrenergic adalah hipertensi, takikardi,  palpasi,aritmia, tremor, pusing, kesulitan berkemih, mual, dan muntah.

Proses Keperawatan: Obat-obat Adrenergik  Pengkajian •

Dapatkan tanda-tanda vital dasar dari klien. Laporkan jika

ditemukan hasil yang abnormal. Perencanaan •

Tanda-tanda vital klien akan dipantau ketat dan berbeda dalam

 batas-batas normal atau yang dapat diterima. Intervensi Keperawatan •

Pantau

tanda-tanda

vital

klien.

Laporkan

tanda-tanda

meningkatnya tekanan darah dan meningkatnya denyut nadi. Jika klien memakai obat adrenergic-alfa intravena untuk syok, tekanan darah harus diperiksa selama 3-5 menit atau atas petunjuk untuk menghindari hipertensi yang berat. •

Laporkan efek samping dari obat-obatan adrenergic, seperti

takikardi, palpitasi, tremor, pusing, dan meningkatnya tekanan darah. •

Periksa keluaran urin klien dan nilai akan adanya distensi kandung

kemih. Retensi urin dapat terjadi akibat dosis obat yang tinggi atau  pemakaian obat-obat adrenergic yang terus menerus. •

Seringkali periksa tempat suntikan IV sewaktu memberikan

norepinefrin

bitartrat

(Levarterenol,

Levophed)

dan

dopamine

(Intropin), karena infiltrasi obat-obat ini dapat menyebabkan nekroses  jaringan. Obat-obat ini harus diencerkan dengan baik dalam cairan

intra vena. Antidote untuk Levophed dan Intropin adalah fentolamin mesilat (regitine) 5-10 mg, diencerkan dalam 10-15mL saling diinfiltrasikan ke daerah tersebut. •

Tawarkan makanan ketika memberikan obat-obatan adrenergic

untuk menghindari mual dan muntah. PENYULUHAN KEPADA KLIEN •

Beritahu klien untuk membaca label untuk semua obat bebas untuk 

gejala-gejala flu dan pil diet. Banyak diantaranya mengandung obatobat simbatis dan tidak boleh dipakai bila klien menderita hipertensi atau diabetes, aritmia jantung, atau penyakit arteri koroner. •

Beritahu klien dan keluarganya bagaimana memberikan obat-

obatan flu dengan semprotan atau tetesan dari lubang hidung. Obat semprot harus dipakai dengan kepala pada posisi tegak. Pemakaian semprot hidung dalam posisi berbaring dapat menyebabkan absorbs sistemik. Perubahan warna dari semprot dan tetes hidung mungkin menunjukan adanya kerusakan otot. •

Beritahu klien untuk tidak menggunakan semprot bronkodilator 

secara berlebihan. Jika klien memakai obat adrenergic non selektif  yang mempengaruhi reseptor beta1 dan beta2, maka dapat terjadi takikardi. •

Beritahu

ibu-ibu

untuk

tidak

memakai

obat-obatan

yang

mengandung simpatometik sewaktu menyusui. Obat-obat ini dapat masuk ke dalam air susu ibu. Evaluasi •

Evaluasi respon klien terhadap obat adrenergic. Teruskan untuk 

memantau tanda-tanda vital klien dan laporkan hasil penemuan yang abnormal.

Tabel 1 Efek-efek adrenergik pada reseptor  RESEPTOR Alfa1

RESPON FISIOLOGIS Meningkatkan kekuatan kontraksi

jantung.

Vasokontriksi : meningkatkan tekanan darah. Midriasis : dilatasi pupil mata. Kelenjar : mengurangi sekresi. Menghambat pelepasan norepineprin, dilatasi

Alfa2

  pembuluh darah dan menimbulkan hipotensi. Dapat memperantarai konstriksi arteriolar dan vena. Meningkatkan denyut jantung dan kekuatan kontraksi. Dilatasi bronkiolus. Meningkatkan relaksasi

Beta1 Beta2

gastrointestinal dan uterus. OBAT-OBAT ADRENERGIK  ADRENERGIK RESEPTOR

DOSIS

PEMAKEAN DALA

Epinefrin

Alfa1

Berbeda-beda

KLIKIK  Syok non hipovolemi

(Adrenalin)

Beta1, Beta2

D:IV,IM,SK:0,2-1mL

henti jantung

Efedrin

Alfa1,

 Norepinefrin

Beta2

Beta1, dari 1:1000

Anafilaksis akut, asm akut

D:PO:25-50mg. D: mg

SK,IM,IV:

10-25

Keadaan hipotensi,bronkospasm kongesti

hidun

hipotensi ortostatik.

2.

Penghambat Adrenergik   Obat-obat yang menghambat efek neurotransmitter adrenergic

disebut sebagai penghambat adrenergic, atau simpatolitik. Obat-obat ini

merupakan antagonis terhadap agonis adrenergic dengan menghambat tempat-tempat reseptor alfa atau beta. Kebanyakan dari penghambat adrenergic menghambat tempat-tempat reseptor alfa dan beta. Obat-obat ini menghambat efek neurotransmitter secara langsung dengan menempati reseptor alfa atau beta, atau tidak langsung dengan menghambat pelepasan neurotransmitter, norepinefrin, dan epinefrin. Ketiga reseptor simpatolitik  adalah alfa1,beta1,beta2.

Tabel 3 Efek – efek penghambat adrenergic pada reseptor 

Reseptor Alfa

Respons – respons Vasodilatasi menurunkan tekanan darah. Dapat terjadi reflek 

Beta Beta2.

takikardia. Miosis konstriksi pupil. Menekan ejakulasi. Menurunkan denyut jantung Konstriksi bronkiolus, konstraksi uterus.

a.

Penghambat Adrenergik Alfa

Obat-obat yang menghambat respon pada tempat reseptor adrenergic-alfa disebut sebagai penghambat adrenergic-alfa, atau lebih sering disebut sebagai   penghambat alfa. Penghambat alfa menimbulkan vasodilatasi, sehingga mengakibatkan turunya tekanan darah. Jika vasodilatasi berlangsung terus, maka dapat terjadi hipotensi ortostatik. Pusing juga dapat merupakan salah satu gejala dari penurunan tekanan darah. Dengan menurunya tekanan darah, denyut nadi biasanya meningkat untuk mengkompensasi tekanan darah yang rendah dan aliran darah yang tidak memadahi. Penghambat alfa dapat dipakai untuk

mengobati

penyakit

pembluh

darah

Raynaud.dengan

b.

Penghambat Adrenergik Beta

tepi,

seperti

penyakit

Penghambat adrenergic – Beta, sering kali disebut sebagai  penghambat beta, menurunnya denyut jantung, biasanya akan diikuti oleh penurunan tekanan darah.

Kebanyakan dari penghambat beta

  bersifat non selektif, menghambat baik beta1 maupun beta2. Bukan hanya terjadi penurunan denyut nadi tetapi akibat penghambatan beta1 tetapi juga terjadi bronkokontriksi.

Penghambat beta non selektif 

( beta1 dan beta2 ) sudah pasti tidak boleh dipakai oleh klien yang menderita penyakit paru obstruktif menahun ( PPOM )

atau asma

yang berat. Jika efek yang diinginkan adalah menurunkan denyut nadi dan tekanan darah, maka dapat dipakai penghambat beta1 selektif, seperti Metropolol tartrat ( Lapressor ). Propanolol hidroklorida ( Inderal ) adalah penghambat beta  pertama yang diresepkan untuk mengobati angina, aritmia jantung, dan hipertensi. Meskipun sampai kini masih dipakai, obat ini mempunyai  banyak efek samping, sebagian karena respons nonselektifnya dalam menghambat baik reseptor beta1 maupun beta2. Obat ini merupakan kontraindikasi bagi klien penderita asama, atau blok jantung derajat dua atau tiga. Propanolol dimetabolisme dengan ekstensif oleh hati, first – pass hepatic, sehingga hanya sejumlah kecil dari obat yang mencapai sirkulasi sistemik.

Gmbar 17.5 menjelaskan perilaku

farmakologik dari propanolol.

Farmakokinetik 

Propanolol

diabsorbsi

dengan

baik

melalui

saluran

gastrointestinal. Obat ini menembus sawar darah otakdan plasenta, dan ditemukan dalam air susu. Obat ini dimetabolisme oleh hati dan mempunyai waktu paruh singkat yaitu 3 – 6 jam.

Farmakodinamik 

Dengan menghambat kedua jenis reseptor beta, propanolol menurunkan denyut jantung dan sekunder, tekanan darah. Obat ini

  juga mnyenyebabkan saluran bronskial mengalami konstriksi dan kontraksi uterus. Obat ini tersedia untuk oral dalam bentuk tablet dan kapsul sustained – release, dan untuk pemakaian intravena. Mula kerja dari preparat sustained – release lebih lama dari pada tablet, waktu mencapai kadar puncak dan lama kerjanya juga lebih lama pada formula sustained – release. Bentuk ini efektif untuk dosis pemberian satu kali sehari, kususnya untuk klien yang tidak patuh pada dosis obat  beberapa kali sehari.

Interaksi Obat

Banyak

obat

berinteraksi

dengan

propanolol.

Fenitoin,

isoproterenol, NSAID, Barbiturat dan Santin ( Kafein, Teofilin ) mengurangi efek obat propanolol. Jika propanolol dipakai bersama Digoksin atau penghamnat kalsium maka dapat terjadi blok jantung atrioventrikuler

(AV).

Tekanan

darah

dapat

diturunkan

jika

 propanololdiberikan bersama dengan anti hipertensi lain ( ini mungkin efek yang diingankan). Penghambat beta berguna dalam mengobati aritmia jantung, hipertensi ringan, takikardia ringan dan angina pektoris. Pemakaian   penghambat beta sebagai anti hipertensi, anti aritmia, dan obat-obat untuk angina akan dibicarakan kembali pada bab 30 dan 31. Tabel 17.4 memuat daftar penghambat alfa dan beta, dosis, pemakaian, dan  pertimbangan pemakaiannya.

Efek samping dan reaksi yang merugikan

Efek samping yang umum dari penghambat adrenalgik alfa adalah aritmia, flushing, hipotensi, dan takikardia reflek. Efek samping yang sering timbul pada penghambat beta adalah bradikardi, pusing, hipotensi, sakit kepala, hiperglikemi, bertambah beratnya hiperglikemi, dan granulositosis. Biasanya efek sampingnya berkaitan dengan dosis.

c.

Penghambat Neuron Adrenergik   Obat-obat yang menghambat pelepasan norepinefrin dari neuron

terminal simpatis disebut sebagai penghambat neuron adrenergic, yang diklasifikasikan sebagai sub difisi dari penghambat adrenergic. Pemakaian dalam klinik dari penghambat neuron (adrenergic) adalah untuk menurunkan tekanan darah. Guanetidin monosulfat (ismelin) dan guanadrelsulfat (hylorel), adalah contoh-contoh dari penghambat neuron adrenergic yang merupakan agen anti hipertensi yang kuat.

d.

Proses Keperawatan: Penghambat

Adrenergik  1.

Pengkajian a. Peroleh tanda-tanda vital dasar dari klien   b. Kaji apakah klien mengalami masalah pernafasan, seperti asma atau PPOM, dengan mendengarkan tanda-tanda adanya mengi atau sesak yang nyata ( kesulitan bernafas ). Jika   penghambat

beta

  bronkokonstriksi.

bersifat Klien

non

dengan

selaktif, asma

dapat

harus

terjadi

memakai

 penghambat beta 1, seperti metoprolol ( lopressor ) dan hindari  penggunaan penghambat beta non selektif , seperti propanolol ( inderal ). 2.

Perencanaan a. Tanda-tanda vital klien akan berada dalam batas-batas yang diinginkan.   b. Klien tidak akan mengalami atau sedikit mengalami efek  samping terhadap penghambat adrenergic.

3.

Intervensi Keperawatan a.

Pantau tanda-tanda vital klien. Laporkan perubahan-

 perubahan, seperti penurunan yang jelas dari tekanan darah dan denyut nadi.  b. Laporkan setiap keluhan rasa pusing yang berlebihan

c. Laporkan setiap keluhan hidung tersumbat. Vasodilatasi terjadi pada pemakaian penghambat adrenergic alfa dan dapat timbul kongesti hidung. d. Periksa paru-paru klien akan terjadinya kongesti dan   periksa apakah ada edema pada kaki dan tungkai. Payah  jantung kongestif terjadi akibat vasodilatasi dan menurunnya denyut

jantung

aatau

kekuatan

kontraksi

akibaat

dari

 penghambat adrenergic. e.

Laporkan jika klien seorang penderita diabetes dan

menerima

penghambat

beta.

Dosis

insulin

atau

agen

hipoglikemik oral mungkin perlu disesuaikan. f. Klien yang memakai penghambat beta tidak mempunyai mekanisme kompensasi normal dalam keadaan syok. Untuk  meresusitasi klien yang demikian, harus diberikan glucagon dalam dosis tinggi untuk mengimbangi efek simpatolitik dari  penghambat beta. 4.

Penyuluhan kepada klien a. Beritahu klien dan keluarga bagaimana cara menghitung denyut nadi dan mengukur tekanan darah. Karena kebanyakan dari penghambat beta menurunkan denyut nadi dan tekanan darah, maka tanda-tanda vital harus diukur dirumah.  b. Beritahu klien mengenai bagaimana menghindari hipotensi urtostatik, seperti perlahan-lahan bangkit dari posisi berbaring atau duduk ke posisi berdiri c. Nasehatkan klien yang mendapat terapi insulin bahwa tanda-tanda awal dari hipoglikemi akan tertutup oleh obat-obat   penghambat beta ( yaitu, takikardia, gugup). Pastikan bahwa klien dengan seksama memantau gula darah mereka dan mengikuti aturan diet. d.

Beritahu klien dan keluarga akan kemungkinan terjadinya

 perubahan mood sewaktu memkai penghambat beta. Perubahan

mood dapat berupa depresi, mimpi buruk, dan bahkan  percobaan bunuh diri. Jika terjadi efek samping demikian, dosis obat perlu disesuaikan. e. Nasehatkan klien pria bahwa penghambat beta tertentu seperti propanolol, metaprolol, pindolol, dan penghambat alfa seperti prazosin (minipres), dapat menyebabkan impotensi. Biasanya masalah ini berkaitan dengan dosis. Mungkin perlu dilakukan penyesuaian dosis. f. Anjurkan klien untuk berbicra dengan dokter sebelum menghentikan

pemakaian

penghambat

beta.

Penghentian

 penghambat beta yang tiba-tiba dapat menyebabkan hipertensi rebound, takikardia rebound atau serangan angina. 5.

Evaluasi

Evaluasi efektifitas penghambat adrenergic. Tanda-tanda vital harus stabil dalam batas-batas yang diinginkan.

Tabel 4 Penghambat adrenergik 

Penghambat Adrenergik  Tolasonin

Reseptor Alfa

(Proscoline)

Dosis

Pemakaian dalam

D: IM : IV : 25 mg, q.i.d

Klinis Gangguan pembuluh

Bayi baru lahir: IV : i-2

darah tepi, hipertensi

mg/kg selama 10 menit

Fentolamin (Regitine)

Alfa

D: IM : IV : 5 mg

Gangguan pembuluh

A: IM : IV : 1 mg

darah perifer, hipertensi, antidote untuk infiltrasi

dopamine

Prazosin

Alfa

(Minipres)

D: PO : 1-5 mg, t.i.d. : c

Hipertensi

20 mg/hari

Propanolol

Beta 1,

D: PO : 10-20 mg, t.i.d.

Hipertensi, aritmia, angina

(inderal)

Beta 2

atau q.i.d. dosis dapat

 pectoris, paska infark 

 berbeda-beda

miokardium

D: IV : 1-3 mg, dapat diulang jika perlu

 Nadolol

Beta 1,

D: PO : 40-80 mg/hari,

( Corgard )

Beta 2

tidak melebihi 240

Hipertensi, angina

mg/hari

Pendolol

Beta 1,

D: PO : 5-30

( Visken )

Beta 2

mg/haridalam dosis

Hipertensi

terbagi

Timolol

Beta 1,

D: PO :10 – 20 mg,

Hipertensi, pasca infack 

(Blocadren )

Beta 2

 b.i.d., tdk melebihi 80

miokardium

mg/hari

Metropolol

Beta1

(Lopressor)

D: PO : 100 – 450 mg,

Hipertensi, angina, pasca

q.i.d.; q rata – rata 50

infark miokardium

mg b.i.d.

Atenolol

Beta 1

(Tenormin)

Asebutolol

D : PO: 50 – 100

Hipertensi, angina

mg/hari

Beta 1

D : PO: 200mg, b.i.d.

Hipertensi, aritmia

(Sectral)

ventrikel

Keterangan : D : dewasa PO : melalui mulut IV : intra vena IM : intra muskuler 

Gambar Penghambat adrenergic beta propanolol PROPANOLOL inderal

KONTRAINDIKASI INTERAKSI Asma, PPOM, blok jantung, payah Digoksin, penghambat kalsium.  jantung kongesstif, bradikardi, Fenitoin, santin, isoproterenol, syok kardiogenik, penyakit hati  NSAID, Barbiturat, Alkohol, atau ginjal yang berat.  Narkotik.

FARMAKOKINETIK  Absorbsi: PO: diabsorbsi dengan  baik  Distribusi: PP: 92% Metabolisme: t1/2: 3-6 jam (ratarata 4 jam) Eliminasi: hati dan ginjal

FARMAKODINAMIK  PO: mula: 30 menit P: 1-1,5 jam, L: 6-12  jam PO (SR) : mula: 1-2  jam P: 6 jam, L: 6-12 jam IV: mula: segera P: 10 menit, D: 3-6 jam

EFEK TERAPEUTIK  Mengobati arimia  jantung, takikardia, hipertensi EFEK SAMPING Bradikardia, hipotensi, depresi, letih, mengantuk, sesak, mual, muntah, diare.

REAKSI YANG MERUGIKAN Trombositopenia, edema  paru-paru, laringospasme.

KUNCI: PO: per oral, PP: pengikatan pada protein, t1/2: waktu separo, P: waktu mencapai kadar puncak, L: lama kerja, SR: kapsul sustained, -: release, IV: intravena. C.

Sistem Saraf Parasimpatis Sistem parasimpatis juga dikenal sebagai sistem kolinergik karena

neurotransmitter yang terdapat pada ujung neuron yang mempersarafri otot adalah asetilkolin. Obat yang menyerupai asetilkolin disebut sebagai obat kolinergik atau parasimpatomimetik. Reseptor kolinergik pada sel-sel organ dapat bersifat nikotik atau muskarinik yang berarti mereka dirangsang oleh alkaloid nikotin atau muskarin. 1. Kolinergik  Obat-obat yang merangsang system saraf parasimpatis disebut sebagai obat-obat kolinergik, atau parasimpatomimetik, karena mereka menyerupai

neurotransmiter

parasimpatis,

asitelkolin.

Obat-obat

kolinergik juga dikenal dengan kolinomimetik, perangsang kolinergik,

atau agonis kolinergik. Asitelkolin (AK) adalah neurotransmitter yang terdapat pada ganglion dan ujung saraf terminal parasimpatis dan mempersarafi reseptor-reseptor pada organ, jaringan, dan kelenjar. Ada dua jenis reseptor kolinergik : (1) reseptor muskarinik yang merangsang oto polos dan memperlambat denyut jantung dan (2) reseptor nikotinik  (neuromuscular) yang mempengarui otot rangka. Banyak dari obat-obat kolinergik bersifat nonselektif karena mereka mempengarui baik  reseptor muskarinik maupun nikotinik. Gambar 18-1 menggambarkan efek perangsangan parasimpatis atau kolinergik. Ada obat-obat kolinergik yang bekerja langsung dan ada juga obatobat kolinergik yang bekerja tidak langsung. Obat-obat kolinergik yang   bekerja secara langsung bekerja pada reseptor untuk mengaktivasi respons jaringan (Gbr. 18-2 A). Obat-obat kolinergik yang bekerja tidak  langsung menghambat kerja enzim kolinesterase (asetilkolinesterase) dengan membentuk suatu kompleks kimia, sehingga memungkinkan asetilkolin untuk tetap dan berdiam pada reseptor (lihat Gbr. 18-2B).. Kolinesterase dapat merusak asetilkolin sebelum ia mencapai reseptor  atau sesudah asetilkolin menempel pada tempat reseptor. Dengan menghambat atau merusak enzim kolinesterase, maka lebih banyak  asetilkolin tersedia untuk merangsang reseptor dan tetap menempel lebih lama. Penghambat kolinesterase (antikolinesterase) dapat dibagi menjadi   penghambat

reversible

dan

penghambat

ireversibel.

Penghambat

reversible berikatan dengan enzim, kolinesterase, selama beberapa menit sampai jam, dan penghambat ireversibel berikatan dengan enzim secara menetap. Efek yang ditimbulkan berbeda-beda tergantungdari lamanya kolinesterase berikatan. Respons utama dari obat-obat kolinergik adalah merangsang tonus kandung kemih dan gastrointestinal, konstriksi pupil mata (miosis), dan meningkatkan transmisi neuromuscular. Efek lain dari obat-obat kolinergik adalah menurunkan denyut jantung dan tekanan darah dan

menambah salvias, sekresi gastrointestinal dan kelenjar bronkus. Table 18-1 memuat fungsi dari obat-obat kolinergik yang bekerja langsung dan yang bekerja tidak langsung. TABEL 18-1 EFEK OBAT-OBAT KOLINERGIK  JARINGAN TUBUH Kardiovaskuler *

RESPONS Menurunkan denyut jantung, menurunkan tekanan darah

akibat

vasodilatasi,

dan

memperlambat

konduksi nodus AV. Gastrointestinal+ Meningkatkan tonus dan motilitas otot polos dari lambung dan usus halus. Peristaltic ditingkatkan dan otot-otot spinkter relaksasi. Genitourinarius

Kontraksi otot-otot kandung kemih, meningkatkan tonus ureter, dan relaksasi otot-otot spinkter kandung kemih. Merangsang berkemih.

Mata+

Menambah konstriksi pupil, atau miosis (pupil mengecil), dan menambah akomodasi (menipis atau menebalnya lensa mata untuk penglihatan jauh dan dekat).

Kelenjar * Bronki

Menambah salivasi, berkeringat, dan air mata. (paru- Merangsang kontraksi otot polos bronchial dan

 paru)*

menambah sekresi bronchial.

Otot lurik +

Meningkatkan

transmisi

neuromuscular

dan

mempertahankan kekuatan dan tonus otot.  jaringan berespons terhadap dosis tinggi dari obat-obat kolinergik.

*

+

  jaringan utama berespons terhadap dosis normal dari obat-obat

kolinergik.

GAMBAR 18-3 KOLINERGIK YANG BEKERJA LANGSUNG BETANEKOL BETANEKOL Urecholin

KONTRAINDIKASI Bradikardi atau hipotensi berat, asma, PPOM, ulkus peptikum,  parkinsonisme, hipertiroidisme

INTERAKSI Antiaritmia, penghambat ganglion

FARMAKOKINETIK

FARMAKODINAMIK   PO: mula: 0,5-1,5 jam P: 1-2 jam L: 4-5 jam SK: mula: 5-15 menit P: 30 menit L: 2 jam

EFEK TERAPEUTIK  Mengobati retensi urin dengan meningkatkan  berkemih, mengobati distensi EFEK SAMPING Mual, muntah, diare, salvias, pusing, flusing,  berkeringat, sering  berkemih, hipotensi,

REAKSI YANG MERUGIKAN Kolaps sirkulasi, blok   jantung, serangan asma akut, henti jantung

KUNCI : PO : per oral, PP: peningkatan pada protein; P : waktu mencapai kadar   puncak; L : lama kerja; TD : tidak diketahui; SK : subkutan.

a.

Kolinergik yang Bekerja Langsung Banyak obat-obat dalam kelompok

ini terutama selektif 

untuk reseptor muskarinik tetapi nonspesifik karena reseptor  muskarinik berada pada otot polos saluran gastrointestinal dan genitourinarius, kelenjar dan jantung. Betanekol klorida (urecholin) suatu obat kolinergik yang bekerja langsung, bekerja pada reseptor  muskarinik (kolinergik) dan terutama dipakai untuk meningkatkan   berkemih. Gambar 18-3 merinci perilaku farmakologi dari  betanekol.

Farmakokinetik 

Betanekol klorida ( Urecholine ) diabsorbsi dengan buruk  melalui saluran gastrointestinal. Persentase dari pengikatan pada  protein dan waktu paruhnya tidak diketahui. Obat ini kemungkinan  besar dieksresikan ke dalam urin.

Farmakodinamik 

Pemakaian utama dari betanekol adalah untuk menambah mikturisi ( berkemih ) dengan merangsang reseptor kolinergik  muskarinik

untuk

meningkatkan

mengeluarkan urin kira-kira 30

keluaran

urin.

Klien

menit sampai 1,5 jam setelah

meminum satu dosis betanekol. Betanekol juga meningkatkan  peristaltic dari saluran gastrointestinal. Obat harus di minum dalam keadaan lambung kosong, dan tidak boleh di berikan intramuscular  atau intravena. Betanekol dapat diberikan subkutan, dan berkemih  biasanya terjadi dalam waktu 15 menit. Lama kerja dari pemberian oral adalah 4-6 jam, dan pada rute subkutan adalah 2 jam. Pilokarpin adalah suatu obat kolinergik yang bekerja langsung yang mengkonstriksi pupil mata, sehingga membuka kanalis Sclemm untuk menambah aliran humor akueous ( cairan ). Obat ini dipakai untuk mengobati glaucoma dengan menurunkan

tekanan cairan ( intraokuler ) dalam bola mata. Pilokarpin juga   bekerja pada reseptor nikotinik. Karbakol juga bekerja pada reseptor nikotinik.

b.

Kolinergik yang Bekerja Tidak Langsung Obat-obat kolinergik yang bekerja tidak langsung tidak    bekerja

pada

reseptor,

tetapi

mereka

menghambat

enzim

kolinesterase, sehingga memungkinkan asetilkolinmenumpuk pada tempat resepor. Kerena cara kerjanya demikian, maka obat ini juga dikenal

dengan

nama

penghambat

kolinesterase,

atau

antikolinesterase, yang yang mempunyai dua jenis reversible dan ireversibel.

Penghambat Kolinesterase Reversibel

Penghambat-penghambat ini dipakai untuk menghasilkan koinstriksi

pupil

dalam

pengobatan

glaucoma

dan

untuk 

meningkatkan kekuatan oto pada klien dengan miastenia gravis (suatu kelainan neuromuscular ). Efek-efek obat menetap selama   beberapa jam. Obat-obat yang dipakai untuk meningkatkan kekuatan otot pada miastenia gravis adalah neostigmin (Prostigmin : masa kerja singkat), pirisdogtigmin bromide ( Mestinon : masa kerja sedang ), ambenoinium klorida ( Mytelase : masa kerja  panjang), dan edrofonium klorida ( Tensilon : masa kerja singkat untuk tujuan diagnosis ). Suatu obat antikolinesterase oftalmik 9 untuk pemakaian pada mata ) adalah fisostigmin ( Eserine ).

Penghambat Kolinesterase ireversibel

Penghambat-penghamabat ireversibel adalah agen yang kuat kerena efek jangka panjangnya. Enzim kolinesterase harus diregenerasi sebelum efek obat menghilang, suatu proses yang dapat memakan waktu berhari-hari atau berminggu-minggu. Obat-

obat ini dipakai untuk menghasilkan konstriksi pupil dan untuk   pembuatan insektisida organofosfat.

Efek samping dan reaksi yang merugikan

Efek samping yang umum dari obat-obatan kolinergik adalah mual,

muntah, diare, kejang abdomen, bradikardi,

banyak 

 berkeringat, salvias, dan sekresi bronchial. Hipotensi dapat terjadi  pada dosis tinggi.

c.

Proses

Keperawatan

:

Obat-obat

Kolinergik   Pengkajian •

Dapatkan tanda-tanda vital dasar dari klien



Peroleh riwayat dari klien mengenai masalah kesehatannya,

seperti tukak peptic, obstruksi urin, atau asma. Obat-obat koligenik dapat memperberat gejala-gejala keadaan itu.  Perencanaan •

Klien

akan mempunyai tonus

kandung kemih dan

gastrointestinal yang bertambah setelah memakai obat-obat kolinergik. •

Klien akan mempunyai kekuatan neuromuscular yang

 bertambah.

  Intervensi keperawatan KERJA LANGSUNG •

Pantau tanda-tanda vital klien. Denyut nadi dan tekanan

darah menurun jika memakai kolinergik dosis tinggi. •

Amati klien untuk efek samping seperti nyeri atau kram

  pada lambung, diare, bertambahnya salvias atau sekresi  bronchial, dan bradikardi.



Auskultasi ( mendengarkan dengan stetoskop ) akan suara

usus untuk adanya peristaltic gastrointestinal. Laporkan jika ditemukan suara usus yang berkurang atau hiperaktif. •

Pantau masukan dan keluaran cairan.

Berkurangnya

keluaran urin harus dilaporkan karena mungkin berkaitan dengan obstruksi usus. •

Auskultasi suara pernapasan akan adanya rales (suara

akibat kongesti cairan dalam jaringan paru-paru) atau rhonchi (suara kasar akibat sekresi mucus dalam jaringan paru-par0. Obat kolinergik dapat menambah sekresi bronchial. •

Berikan obat-obat kolinergik 1 jam sebelum atau 2 jam

sesudah makan untuk mengurangi mual dan muntah. Jika klien mengeluh nyeri lambung, obat dapat diberikan sewaktu makna. •

Sediakan atropine sulfat intravena (0,6 mg) sebagai antidot.



Perhatikan bahwa diaphoresis (keringat yang berlebihan)

dapat terjadi, sehingga seprei mungkin perlu diganti. •

Ketahui

bahwa

kadar-kadar

enzim

amylase,

lipase,

LT/SGOT, dan bilirubin mungkin dapat sedikit meningkat jika memakai obat-obat ini.

BEKERJA TIDAK LANGSUNG

Hati-hati terhadap kemungkinan timbulnya krisis kolinorgik  (overdosis), gejala-gejalanya adalah otot lemah dan bertambahnya salivasi.

 PENYULUHAN KEPADA KLIEN  BEKERJA LANGSUNG •

Beritahu klien untuk melaporkan efek samping yang berat,

seperti sangat pusing atau menurunnya denyut nadi sampai di  bawah 60.



Beritahu klien untuk bangkit dari posisi berbaring dengan

 perlahan-lahan untuk menghindari rasa pusing. •

Anjurkan klien untuk menjaga kebersihan mulut jika terjadi

salivasi yang berlebihan.

BEKERJA TIDAK LANGSUNG •

Beritahu klien dengan diagnosis miasenia gravis untuk 

memakan obat pada waktunya untuk menghindari kekambuhan dari gejala-gejala seperti kelemahan otot pernapasan. •

Beritahu klien untuk menilai perubahan dalam kekuatan

ototnya.

Penghambat

kolinesterase

(antikolinesterase)

meningkatkan kekuatan otot.

 Evaluasi  •

Evaluasi

efektivitas

obat

kolinergik

atau

obat

antikolinesterase •

Evaluasi stabilitas tanda-tanda vital klien dan catat adanya

efek samping atau reaksi yang merugikan.

Obat-obat kolinergik 

Dosis

Pemakaian dan

 Nama-nama obat Bekerja langsung

D: PO : 10-50mg, b.i.d.-

 pertimbangan pemakaian Untuk meningkatkan

Betanekol ( urecholine )

q.i.d

  berkemih, dapat merangsang motilitas lambung

Karbakol

(carcholin,

Miostat )

Untuk menurunkan tekanan 0,75-3%. 1 tetes

Pilokarpin (pilocar)

Untuk menurunkan tekanan 0,5-4%, 1 tetes

Bekerja langsung, Antikolinesterase

tidak  

intraocular, miosis.

intraocular, miosis

Untuk menurunkan tekanan

Reversibel

Fisostigmin (serine)

0,25-0,5%, 1 tetes, q.d.-

intraocular,

q.i.d.

kerja singkat.

miosis,

masa

Untuk menambah kekuatan  Neostigmin

otot pada miastenia gravis,

(prostigmin)

D:

PO:

15mg.

mula-mula masa kerja singkat t.i.d,

maksimum

dosis

:

50mg.

Untuk menambah kekuatan otot, masa kerja sedang

Piridostigmin

t.i.d.

Untuk menambah kekuatan

(mestinon)

D: PO: 60-120mg. t.i.d.

otot, masa kerja panjang

atau q.i.d.

Untuk

Ambenonium

D: PO : 2,5-5mg. t.i.d.

miastenia gravis, masa kerja

(mytelase)

atau q.i.d.

sangat singkat

mendiagnosis

D: IM: 10mg: IV: 1Edrofonium (tensilon) Bekerja

2mg

Untuk menurunkan tekanan intraocular pada glaucoma,

tidak  

miotikum

langsung Antikolinesterase

0,125-0,25%, 1 tetes. Q  panjang

Demekarium

12-48jam

kerja

Untuk menurunkan tekanan

(humorsol)

intraocular, miotikum masa 0,03-0,06%. Q.d. atau b.i.d

Ekotiofat (fosfolin)

1

tetes. kerja panjang Untuk mengobati glaucoma. Kenakan

Ointment 0,25%, q 8- konjungtiva 72jam Isoflurofat (florophyl)

masa

pada

sakus

2. Antikolinergik  Obat-obat yang menghambat kerja asetilkolin dengan menempati reseptor-reseptor

asetilkolin

disebut

dengan

antikolinergik

atau

  parasimpatolitik. Nama lain untuk antikolinergik adalah agen-agen   penghambat

kolinergik,

agen-agen

antiparasimpatis,

agen-agen

antimuskarinik, atau antispasmodic. Jaringan tubuh dan organ utama yang dipengaruhi oleh kelompok obat antikolinergik ini adalah jantung, saluran pernapasan, saluran gastrointestinal, kandung kemih, mata dan kelenjar eksokrin. Dengan menghambat saraf-saraf parasimpatis, system saraf simpatis (adrenergic) menjadi dominan. Obat-obat antikolinergik  dan adrenergic menghasilkan banyak respon yang sama. Obat-obat antikolinergik dan kolinergik mempunyai efek yang   berlawanan. Respon utama dari antikolinergik adalah menurunkan motilitas gastrointestinal, mengurangi salivasi, dilatasi pupil mata (midriasis) dan meningkatkan denyut nadi. Efek-efek lain dari antikolinergik adalah menurunkan kontraksi kandung kemih, yang mngakibatkan retensi urin, dan mengurangi rigiditas dan tremor yang   berkaitan dengan eksitasi neuromuscular. Antikolinergik juga dapat   bekerja sebagai antidote terhadap toksisitas yang diskibatkan oleh  penghambat kolinesterase dan minum organosfosfat. Reseptor-reseptor muskarinik yang merupakan reseptor-reseptor  kolinergik, berperan dalam respon jaringan dan organ terhadap antikolinergik, karena antikolinergik menghambat kerja asetilkolin dengan menempati tempat reseptor-reseptor ini. Obat-obat antikolinergik  dapat menghambat efek parasimpatimimetik yang bekerja langsung, seperti

betanikol

dan

pilokarpin,

dan

dapat

menghambat

  parasimpatomimetik yang bekerja tidak langsung, seperti fisostigmin dan neostigmin. Atropine sulfat, turunan pertama dari tanaman belladonna 9atropa   belladona dan di murnikan pada tahun 1831, merupakan obat antikolinergik klasik. Skopolamin merupakan hasil kedua dari alkaloid

 belladonna. Atropine dan skopolamin bekerja pada reseptor muskarinik, tetrapi hanya sedikit mmepengaruhi reseptor nikotinik. Atropine berguna sebagai pengibatan prabedah untuk mengurangi sekresi salvias, sebagai obat antispasmodic untuk mengobati tukak peptic karena merelaksasi otot-otot polos saluran gastrointestinal dan mengurangi peristaltic, dan untuk meningkatkan denyut jantung jika terjadi bradikardi. Tetapi jika seseorang klien memakai atropine atau obat yang menyerupai atropine (antuhistamin) untuk jangka panajng, maka dapat terjadi efek samping. Obat-obat

antikolinergik

sintetik

juga

di

pakai

sebagai

antispasmodic untuk mengobati tukak peptic dan spasme usus halus. Salah satu contoh dari obat yang demikian adalah propantelin bromide (Pro-Banthine), yang telah ada selama beberapa puluh tahun. Obat ini mengurangi sekresi lambung dan spasme gastrointestinal. Semenjak di  perkenalkannya penghambat histamine (H2), agen-agen antikolinergik, seperti propantelin, tidak lagi sering dipakai untuk mengurangi sekresi lambung.

Jaringan tubuh Respon-respon Kardiovaskular  Meningkatkan denyut jantung pada dosis tinggi. Dosis rendah dapat mengurangi denyut jantung. Gastrointestinal

Merelaksasikan

tonus

otot

gastrointestinal,

mengurangi

polos

saluran

motilitas

dan

  peristaltic gastrointestinal, mengurangi sekresi lambung dan usus halus. Saluran kemih

Merelaksasi otot detrusor kandung kemih dan meningkatkan konstriksi spinkter internal, dapat timbul retensi urin.

Mata

Dilatasi pupil mata (midriasis) dan paralisis otot siliaris (sikloplegia), mengakibatkan berkurangnya akomodasi.

Kelenjar 

Mengurangi salvias, berkeringat, dan sekresi

 bronchial Paru-paru

Dilatasi bronkus dan mengurangi sekresi bronchial Mengurangi tremor dan rigiditas otot, mengantuk,

System saraf pusat

disorientasi, dan halusinasi dapat terjadi akibat dosis tinggi

Farmakokinetik 

Propantelin sebagian diabsorpsi melalui saluran gastrointestinal, meskipun sebagian dari obat ini diinaktivasi di dalam saluran usus halus. Efek pengikatan pada protein dan waktu paruhnya tidak diketahui. Obat ini diekskresi ke dalam empedu dan urin.

Farmakodinamik 

Propantelin menghambat efek muskarinik dari asetilkolin pada tempat reseptor (reseptor postganglionic muskarinik). Akibat timbul  penurunan sekresi lambung dan berkurangnya spasme. Mula kerja 0,51,0 jam, waktu untuk mencapai konsentrasi puncak adalah 2-4 jam, dan lama kerjanya 6 jam. Propantelin mempunyai banya efek samping yang sama dengan obat-obat antikolinergik lain, yaitu mulut kering, meningkatnya denyut jantung, konstipasi, dan retensi urine.

KONTRAINDIKASI Glaukoma sudut sempit, penyakit  jantung yang berat, miastenia grafis, hipertrofi prostate, obstruksi usus halus

INTERAKSI Ant5ihistamin, fenotiazin, atropine, antidepresi,  penghambat MAO, antasid

FA PO P: L:

FARMAKOKINETIK  Absobsi : PO : sebagian diserap Disrribusi : PP : TD Metabolisme : t1/2 : TD Eliminasi : Empedu dan ginjal

EFEK TERAPI Mengobati tukak peptic  Irritable bowel syndrome

EFEK SAMPING Bingung, mulut kering, dilatasi pupil, retensi urin, konstipasi, impotensi

REA Ileus halusi

Obat-obat Antikolinergik-Antiparkinsonisme Atropine pernah diuberikan kepada klien dengan penyakit

Parkinson untuk mengurangi salvias dan berliur. Ternyata ditemukan  bahwa atropine juga mempunyai efek terhadap manifestasi motorik dari  penyakit ini dengan mengurangi tremor dan rigiditas. Penyelidikan lebih lanjut menunjukan bahwa agen-agen kolinergik (antimuskarinis) juga mempengaruhi system saraf pusat selain system parasimpatis. Obat-obat antikolinergik ini mempengaruhi SSP dengtan menekan tremor dan rigiditas otot dari parkinsonisme, tetapi hanya sedikit menimbulkan efek   pada mobilisme dan kelemahan otot. Akibat dari penemuan ini, maka dikembangan

beberapa obat antikolinergik,

seperti

triheksifinidil

hidroklorida (Artane), prosiklidin (Kemadrin), biperidin (Akineton), dan  benztropin (Cogentin), untuk pengobatan penyakit Parkinson. Kini obat-obat tersebut dapat dipakai dalam kombinasi dengan levodopa untuk mengendalikan pakinsonisme atau dipakai tunggal untuk  mengobati pseudoparkinsonisme akibat efek amping dari fenotiazin dalam obat-obat anipsikotik.

Farmakokinetik 

Triheksi

fenidil

diabsorbsi

dengan

baik

dari

saluran

gastrointestinal. Pengikatan pada protein dan pauh waktunya tidak  diketahui. Obat ini diekskresikan lewat urine.

Farmakodinamik 

Triheksilfenidil

mengurangi

pergerakan

involunter

dan

menghilangkan tanda-tanda dan gejala-gejala tremor dan trigiditas,   parkinson dan pseudopakinsonisme. Obat ini tersedia dalam bentuk  tablet, eliksir dan kapsul sustained-relase. Lama kerja preparat sustainedrelase dua kali lebih lama daripada bentuk oral dan eliksir. Alkohol,

nakotik,

fenotiazin,

dan

antihistamin

dapat

meningkatkan

efek 

triheksilfenidil. Efek ampingnya serupa dengan obat-obat antikolinergik  lainnya.

Antihistamin untuk mengobati mabuki perjalanan

Efek antikolinergik pada Sp menguntungkan klien yang peka terhadap mabuk perjalanan. Salah satu contoh dari antikolinergik yang demikian, diklasifikasikan sebagai antihistamin untuk mabyk perjalanan, adalah skopolamin. Obat ini tersedia dalam bentuk topical seperti skin  pach (Transdermcop) yang dipakai dibelakang telinga. Skolpolamin transdermal dilepaskan selama 3 hari dan seringkali diresepkan unuk  kegiatan yang menyangkut penerbangan, perjalanan laut atau perjalanan darat. Obat-obat lain yang diklasifikasikan ke dalam antihitamin untuk  mabuk pejalanan adalah dimenhidrinat (dramamine), siklizin (merezine), dan meklizin hidroklorida (bonine). Kebanyakan dari obat ini dapat dibeli bebas, kecuali transdermcop.

Efek Samping dan reaksi yang merugikan

Efek sampingnya meliputi mulut kering, gangguan penglihatan (penglihatan kabur akibat dilatasi pupil), konstipasi sekunder akibat  berkurangnya peristaltic, retensi urin akibat berkurangnya tonus kandung kemih, dan takikardi (dosis tinggi).

Nama obat Gastrointestinal Atropine

Diiklomin (bentyl) Glikopirolat (robinul)

dosis

Pemakaian dan pertimbangan

IM : 0,4 mg IV : 0,5 – 2 mg

  pembedahan untuk mengurangi alivai dan sekresi brokial. Meningkatakan denyut  jantung dengan dosis > 0,5 mg

PO : 10-20 mg

sebagai antispasmodic untuk  irritable bowel   syndrome

PO : 1-2 mg IM : 0,1 mg

 pra bedah untuk mengurangi sekresi dan tukak   peptic

Propantelin  banthine)

(pro- PO : 7,5 – 15 mg

sebagai antispasmodic untuk tukak peptic dan irritable bowel syndrome.

Skopolamin (hyoscine)

PO : 0,5 – 1 mg IM : 0,3 – 0,6 mg

Obat pra anestesi irritable bowel syndrome, mabuk pejalanan

Isopropamid (darbid)

PO : 5 mg

Tukak peptic dan irritable bowel syndrome

Mepenzolat (cantil)

PO : 25-50 mg

Tukak peptic dan irritable bowel syndrome

Oksifenonium (antrenyl)

PO : 5-10 mg

Tukak peptic dan irritable bowel syndrome

Mata Homatropin homatropine)

Siklopentolat (cyclogyl) Tropikamid (mydricyl)

(iso Lar : 2,5 %, 1-2 tetes

Midriasis dan siklopegia (paralysis otot siliais sehingga akomodasi hilang) untuk   pemeriksaan mata. Lar : 0,5-2 %, 1-2 Midriasis dan siklopegia (paralysis otot siliais tetes sehingga akomodasi hilang) untuk   pemeriksaan mata Lar : 0,5-1 %, 1-2 Midriasis dan siklopegia (paralysis otot siliais tetes sehingga akomodasi hilang) untuk   pemeriksaan mata

Neuromuskulas (agen seperti : atropine: obatobat antipakinsonisme) PO : 0,5 – 6 mg Benztropin (dosis terbagi) (cogentin) PO : 2 mg Biperiden (akineton) PO 2,5-5 mg Prosiklidin (kemadrin) PO 1 mg dapat Tiheksifinidil dinaikan ampai 5(artane) 15 mg

Penyakit Parkinson. Untuk mengobati efek  samping fenotiazin dan agen antipsikotik  lainnya Penyakit Parkinson

Penyakit Parkinson

Penyakit parkinson

Proses Keperawatan Obat-obat Antikolinergik  Pengkajian Dapatkan tanda-tanda vital klien • Perencanaan Sekresi klien akan bekurang sebelum pembedahan • Klien tidak akan mengalami efek samping yang dapat menjadi • masalah kesehatan Intevensi keperawatan Pantau tanda-tanda vital klien. Takikardi merupakan efek samping • yang umum terjadi.periksa bising usus. Tidak adanya biing usus dapat menunjukan adanya ileus paralitik akibat berkurangnya motilitas gastrointestinal (peristaltik). Periksa adanya kontipasi akibat berkurangnya motilitas • gastrointestinal. Anjurkan klien unttuk makan makanan yang tinggiserat dan minum cairan cukup banyak dan jika memungkinkan melakukan latihan. Periksa masukan dan keluaran. Anjurkan klien untuk berkemih • sebelum memakai obat. Laporkan keluaran urin yang berkuang. Penyuluhan kepada klien Beritahu klien penderita glukoma untuk menghindari obat-obat • seperti atropine. Obat-obat antikolinergik menyebabkan midriasis dan meningkatkan tekanan intraokuler. Klien harus waspada untuk  memerika label obat bebas untuk menentukan apakah obat-obat tersebut merupakan konteraindikai tehadap glaucoma. Obat-obat antikolinergik juga merupakan kontraindikasi terhadap klien  penderita asma, etensi urin, atau obstruki gastrointestinal Sarankan untuk mengunyah permen keras, es batu atau permen • karet dan memelihara kebesihan mulut jika mulut klien terasa kering. Antikolinergik mengurangi salvias Beritahu klien untuk tidak mengemudikan kendaraan atau • melakukan kegiatan yang memerlukan kewaspadaan. Rasa mengantuk sering terjadi. Beritahuklien yang mengalami medriasisuntuk menggunakan • kacamata pelindung sinar mataharidalam keadaan terang.   Nasehatkan klien efek sampingyang sering dari pemakaian • antikolinergik jangka panjang, seperti mulut kering, berkurangnya  berkemih,dan konstipasi.   Nasehatkan klien untuk menghindari alcohol, rokok, kafein, • aspirin, dan susu pada jam tidur untuk mengurangi keasaman lambung.

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF