FARMAKOLOGI OKULAR
February 24, 2018 | Author: mega | Category: N/A
Short Description
Farmakologi obat-obatan yang berpengaruh pada mata...
Description
FARMAKOLOGI OKULAR
GAMBARAN UMUM ANATOMI, FISIOLOGI, DAN BIOKIMIA OKULAR Mata adalah organ sensori khusus yang relatif terpisah dari jangkauan sistemik melalui sawar darah-retina, darah-aqueous, dan darah-vitreus. Karena isolasi anatomis ini, mata merupakan organ yang unik dan spesifik untuk diteliti di laboratorium farmakologis, contohnya sistem sarah otonom serta efek peradangan dan infeksi pada mata. Tidak ada organ lain dalam tubuh yang begitu mudah dijangkau atau dapat dilihat untuk pengamatan; namun, mata juga memberikan beberapa kesempatan dan tantangan unik bagi penghantaran obat.
Struktur Ekstraokular Mata terlindungi oleh kelopak mata dan rongga mata, suatu rongga bertulang pada tengkorak yang memiliki banyak fisura dan foramen yang mengelilingi saraf, otot, dan pembuluh darah. Dalam rongga mata, jaringan ikat (yaitu kapsul Tenon), jaringan adiposa dan enam otot ekstraokular menunjang dan bersatu dengan mata untuk penglihatan. Daerah di belakang mata (atau bola mata) disebut daerah retrobulbar. Pemahaman mengenai anatomi mata dan rongga mata penting untuk penghantaran obat periokular secara aman, termasuk injeksi subkonjungtiva, sub-Tenon, dan retrobulbar. Kelopak mata memiliki beberapa fungsi, yang terpenting adalah persarafan sensorinya yang rapat dan bulu mata yang melindungi mata dari cedera mekanis dan kimiawi. Berkedip, suatu gerakan yang terkoordinasi pada orbikularis okuli, levator palpebra, dan otot Müller, berfungsi menyebarkan air mata ke kornea dan konjungtiva. Pada manusia, laju kedipan rata-rata 15 sampai 20 kali per menit. Permukaan luar kelopak mata dilindungi oleh lapisan kulit yang tipis; permukaan dalam dibatasi oleh bagian palpebral konjungtiva, yang merupakan membran mukosa yang berpembuluh darah dan tersambung dengan konjungtiva bulbar. Pada refleksi konjungtiva palpebral dan bulbar terdapat suatu ruang yang disebut forniks, yang terletak lebih tinggi di belakang kelopak mata atas dan lebih rendah di belakang kelopak mata
bawah. Obat-obat topikal biasanya dioleskan pada fornik inferior, juga dikenal sebagai cul-de-sac inferior. Sistem lakrimal terdiri atas unsur kelenjar sekresi dan saluran ekskresi. Sistem sekresi tersusun atas kelenjar lakrimal utama, yang terletak di bagian luar temporal rongga mata, dan kelenjar tambahan yang juga dikenal sebagai kelenjar Krause dan Wolfring, terletak di dalam konjungtiva. Kelenjar lakrimal dipersarafi oleh sistem saraf otonom. Persarafan parasimpatik secara klinis berkaitan; pasien kemungkinan mengeluhkan gejala mata kering jika menggunakan obat yang memiliki efek samping antikolinergik, seperti antidepresan, antihistamin, dan obat yang digunakan dalam pengobatan Parkinson. Kelenjar meibomian, yang mensekresi minyak yang memperlambat penguapan lapisan air mata, terletak tepat di belakang bulu mata. Kelainan pada fungsi kelenjar, seperti pada akne rosasea dan meibomitis, dapat sangat mempengaruhi stabilitas lapisan air mata. Secara konsep, air mata berfungsi sebagai sawar lubrikasi trilaminar yang melapisi konjungtiva dan kornea. Lapisan anterior terutama terdiri atas lemak yang disekresi oleh kelenjar meibomian. Pada bagian tengah berupa lapisan aqueous yang dihasilkan oleh kelenjar lakrimal utama dan kelenjar lakrimal tambahan (yaitu kelenjar Krause dan Wolfring), merupakan sekitar 98% lapisan air mata. Melekat pada epitelium kornea, lapisan posterior adalah suatu campuran musin yang dihasilkan oleh sel-sel piala dalam konjungtiva. Air mata juga mengandung nutrien, enzim, dan imunoglobulin untuk mendukung dan melindungi kornea. Sistem drainase air mata dimulai melalui punkta kecil yang terletak di tengah-tengah pada kelopak mata atas dan bawah. Dengan berkedip, air mata memasuki punktum dan terus keluar melalui kanalikulus, kantung lakrimal, duktus nasolakrimal, dan kemudian masuk ke hidung. Hidung dibatasi oleh epitelium mukasa yang banyak mengandung pembuluh darah; akibatnya, obatobat topikal pada mata yang melewati sistem nasolakrimal ini dapat masuk ke sirkulasi sistemik.
Struktur Okular
Mata dibagi menjadi segmen anterior dan posterior. Struktur segmen anterior meliputi kornea, limbus, ruang anterior dan posterior, trabecular meshwork, saluran Schlemm, iris, lensa, zonuk, dan badan bersilia. Segmen posterior terdiri atas vitreus, retina, koroid, sklera, dan saraf optik.
Segmen anterior. Kornea merupakan jaringan transparan dan tanpa pembuluh darah yang tersusun atas lima lapisan: epitelium, membran Bowman, stroma, membran Descemet, dan endotelium.
Iris dan Pupil. Iris adalah bagian paling depan pada traktus uveal, yang juga meliputi badan bersilia dan koroid. Permukaan iris bagian depan adalah stroma, suatu struktur yang tersusun secara longgar dan mengandung melanosit, pembuluh darah, otot polos, dan saraf parasimpatik dan simpatik. Perbedaan warna iris menunjukkan variasi individu dalam jumlah melanosit yang terletak pada stroma. Variasi individu dapat menjadi pertimbangan penting untuk distribusi obat mata akibat adanya ikatan obat-melanin. Permukaan iris bagian belakang adalah lapis ganda sel-sel epitelium yang memiliki pigmen yang rapat. Di bagian depan epitelium berpigmen, otot polos pendilatasi berorientasi secara radial dan dipersarafi oleh sistem saraf simpatik yang menyebabkan midriasis (dilatasi). Pada batas pupil, otot polos sfingter tersusun dalam suatu pita sirkular yang memiliki persarafan parasimpatik yang jika dirangsang menyebabkan miosis (konstriksi). Penggunaan senyawa farmakologis untuk mendilatasi pupil normal (yaitu untuk tujuan klinis seperti pemeriksaan fundus mata) dan untuk mengevaluasi respons pupil terhadap obat (misalnya, ukuran pupil yang tidak sama (anisokoria) yang tampak pada sindrom Horner atau pupil Adie).
Badan bersilia. Badan bersilia memiliki dua peran yang sangat khusus pada mata: sekresi aqueous humor oleh lapis ganda epitelium dan akomodasi oleh otot bersilia. Bagian anterior badan bersilia, yang disebut pars plikata, tersusun atas 70 sampai 80 proses bersilia dengan lipatan-lipatan yang rumit. Bagian posterior adalah pars plana. Otot bersilia tersusun atas lapisan longitudinal terluar, lapisan
radial tengah, dan lapisan sirkular bagian dalam. Kontraksi terkoordinasi pada aparatus otot polos ini oleh sistem saraf parasimpatik menyebabkan zonul menahan lensa untuk mengendur, memungkinkan lensa menjadi lebih cembung dan sedikit bergeser ke depan. Proses ini, yang dikenal sebagai akomodasi, memungkinkan pemfokusan pada objek dekat dan secara farmakologis dapat diblok oleh antagonis kolinergik muskarinik, melalui proses yang disebut sikloplegia. Kontraksi otot bersilia juga memberikan tenaga tarik pada spur sklera, dan dengan demikian, memperlebar ruang dalam trabecular meshwork. Efek yang terakhir ini menjadi penyebab sedikitnya beberapa efek yang menurunkan tekanan intraokular dari obat-obat parasimpatomimetik yang bekerja langsung dan tidak langsung.
Lensa. Lensa, suatu struktur bikonveks transparan, yang ditahan oleh zonul, serabut-serabut khusus yang berasal dari badan bersilia. Lensa ini memiliki diameter sekitar 10 mm dan terbungkus dalam suatu kapsul. Bagian terbesar lensa ini tersusun atas serabut-serabut yang berasal dari sel-sel epitelium lensa yang berproliferasi yang terletak di bawah bagian anterior kapsul lensa. Serabut-serabut lensa ini terus-menerus dihasilkan selama hidup.
Segmen Posterior. Karena adanya sawar anatomis dan vaskular untuk dapat masuk jalur lokal dan sistemik, penghantaran obat ke kutub posterior mata sangat menantang.
Sklera. Lapisan terluar mata, yaitu sklera, menutupi bagian posterior bola mata. Permukaan luar cangkang sklera ditutupi oleh pelindung vaskular episklera, oleh kapsul Tenon, dan oleh konjungtiva. Tendon pada keenam otot ekstraokular menyisip ke dalam serat-serat kolagen sklera superfisial. Banyak pembuluh darah menembus sklera melalui emisaria untuk mensuplai serta mengosongkan koroid, badan bersilia, saraf optik, dan iris. Di dalam cangkang sklera, koroid vaskular memberi makan retina terluar melalui sistem kapilari dalam koriokapilaris. Di antara retina terluar dan
koriokapilaris terdapat membran Bruch dan epitelium pigmen retina; pertautan membran dan epitelium ini ketat dan bertindak sebagai sawar terluar antara retina dan koroid. Epitelium pigmen retina memiliki banyak fungsi, antara lain metabolisme vitamin A, fagositosis segmen batang terluar, dan berbagai proses transpor.
Retina. Retina adalah struktur yang tipis, transparan, dan memiliki susunan neuron, sel glia, dan pembuluh darah yang sangat teratur. Di antara semua struktur pada mata, retina neurosensori paling banyak diteliti. Pengaturan dan biokimia fotoreseptor retina yang unik menjadikannya model yang sangat bagus untuk menyelidiki mekanisme transduksi sinyal. Struktur protein dan gen rodopsin di dalam retina telah dianalisis secara intensif. Banyaknya informasi mengenai rodopsin menjadikannya sebagai model yang sangat baik untuk reseptor yang berpasangan dengan protein G. Pemahaman rinci tentang hal tersebut memberi harapan bagi terapi yang ditargetkan untuk beberapa penyakit retina turunan.
Vitreus. Vitreus adalah suatu medium jernih yang membentuk sekitar 80% volume mata. Vitreus terdiri atas 99% air yang terikat dengan kolagen tipe II, asam hialuronat, dan proteoglikan. Vitreus juga mengandung glukosa, asam askorbat, asam amino, dan sejumlah garam anorganik.
Saraf optik. Saraf optik adalah saraf bermielin yang membawa keluaran retina ke sistem saraf pusat. Saraf optik tersusun atas (1) bagian intraokular, yang terlihat sebagai cakram optik 1,5 mm di retina; (2) bagian intraorbital; (3) bagian intrakanalikular; dan (4) bagian intrakranial. Saraf diselubungi dalam meninges yang tersambung ke otak. Pada saat ini, penanganan farmakologis beberapa neuropati optik didasarkan pada penanggulangan penyakit yang mendasarinya. Contohnya, neuritis optik mungkin paling baik ditangani dengan metilprednisolon intravena; neuropati optik glaukomatus ditanggulangi secara medis dengan menurunkan tekanan intraokular.
FARMAKOKINETIKA DAN TOKSIKOLOGI SENYAWA TERAPEUTIK OKULAR
Strategi Penghantaran Obat Faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan hayati obat-obat mata antara lain pH, bentuk garam obat tersebut, berbagai bentuk struktur obat, komposisi pembawa, osmolalitas, tonisitas, dan viskositas. Sejumlah sistem penghantaran telah dikembangkan untuk menangani penyakit mata. Kebanyakan obat mata dihantarkan dalam larutan berair. Untuk senyawa yang kelarutannya terbatas, bentuk suspensi memudahkan penghantaran. Beberapa formulasi memperpanjang waktu suatu obat untuk tetap berada di permukaan mata. Formulasi ini meliputi gel, salep, sisipan padat, lensa kontak lunak,
dan
pelindung
kolagen.
Perpanjangan
waktu
dalam
cul-de-sac
memudahkan absorpsi obat. Gel oftalmik (misalnya, gel pilokarpin 4%) melepaskan obat dengan cara difusi setelah pengikisan polimer larut. Polimer yang digunakan meliputi eter selulosa, polivinil alkohol, karbopol, poliakrilamid, polimetilvinil etermaleat anhidrida, poloksamer 407, dan asam puronat. Salep biasanya mengandung minyak mineral dan suatu basis petrolatum. Salep membantu dalam menghantarkan antibiotik, obat siklopegik, atau senyawa miotik. Sisipan padat, seperti OCUSERT PILO-20 dan PILO-40, memberikan laju penghantaran orde nol melalui difusi pada keadaan tunak; dengan cara ini, obat dilepaskan ke lapisan air mata prakornea dengan laju yang lebih konstan selama periode waktu yang terbatas daripada sebagai suatu bolus. Meskipun penghantaran obat terkontrol melalui membran ini memiliki berbagai keuntungan dan efektif pada beberapa pasien, sisipan tersebut tidak banyak digunakan, mungkin karena biayanya dan fakta bahwa pasien sering mengalami kesulitan menempatkan dan menahan sisipan padat di dalam cul-de-sac.
Farmakokinetika Teori farmakokinetika klasik yang didasarkan pada penelitian mengenai obat-obat yang diberikan secara sistemik tidak dapat diterapkan sepenuhnya pada semua
obat oftalmik. Meskipun prinsip-prinsip yang sama mengenai absorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi menentukan nasib disposisi obat di dalam mata, rute pemberian obat oftalmik selain oral dan intravena memperkenalkan variabel lain dalam analisis kompartemental. Obat-obat oftalmik digunakan secara topikall dalam berbagai formulasi. Obat juga dapat diinjeksikan melalui rute subkonjungtiva, sub-Tenon, dan retrobulbar. Sebagai contoh, obat-obat anestetik untuk prosedur bedah biasanya diberikan melalui injeksi; antibiotik dan glukokortikoid juga dapat disuntikkan untuk meningkatkan penghantaran nya ke jaringan lokal. 5-Fluorourasil, suatu senyawa antimetabolit dan antiproliferatif, dapat diberikan melalui subkonjungtiva untuk memperlambat proliferasi fibroblas terkait dengan terbentuknya parut setelah operasi glaukoma. Injeksi antibiotik intraokular (yaitu intravitreal) dipertimbangkan dalam kasus-kasus endoftalmitis (suatu infeksi intraokular). Sensitivitas organisme terhadap antibiotik dan ambang batas toksisitas retina mungkin hampir sama untuk beberapa antibiotik; oleh karena itu, dosis injeksi antibiotik intravitreal harus diukur dan disesuaikan secara cermat Berbeda dengan penelitian farmakokinetika klinis pada obat-obat sistemik, yang datanya relatif mudah dikumpulkan dari sampel darah, terdapat risiko signifikan dalam memperoleh sampel jaringan dan cairan dari mata manusia. Oleh karena itu, model-model hewan dipelajari untuk menyediakan data farmakokinetik obatobat oftalmik. Biasanya, kelinci digunakan untuk penelitian tersebut, (untuk perbandingan toksisitas, anatomi, dan fisiologi mengenai sistem okular manusia dan kelinci).
Sumber: Roberts II, L. J. & Morrow, J. D. 2008. Goodman & Gilman Dasar Farmakologi Terapi, Ed. 10, Vol. 2. Jakarta: EGC.
View more...
Comments