Farmakologi Anti Ansietas Dan Mood

November 17, 2018 | Author: Akhmad Ulil Albab | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Farmakologi Anti Ansietas Dan Mood...

Description

Farmakologi Anti Ansietas dan Mood Stabilizer ANTI ANSIETAS

Ansietas merupakan kondisi jiwa di mana terjadi kecemasan, ketakutan, atau kekhawatiran. Masalah ansietas dapat menyebabkan gangguan tidur dan fungsi lainnya. Ansietas dapat terjadi tanpa penyebab spesifik, atau berdasarkan kepada realita tertentu namun diekspektasi secara berlebihan sehingga menimbulkan kecemasan yang tidak  semestinya. Ansietas berat dapat berdampak serius pada kehidupan sehari-hari.

Pengobatan ansietas ialah menggunakan sedatif, atau obat-obat yang secara umum memiliki sifat yang sama dengan sedatif. Antiansietas yg terutama adalah golongan benzodiazepin.

 Benzodiazepin. (Klordiazepoksid, diazepam, oksazepam, lorazepam, klorazepat, prazepam, alprazolam, halozepam).  Benzodiazepin. Farmakodinamik 

Benzodiazepin bekerja pada reseptor GABA. Terdapat dua jenis reseptor GABA, yaitu GABA A dan GABAB. Reseptor GABAA (reseptor kanal ion klorida kompleks) terdiri atas lima subunit yaitu α 1, α2, β1, β2 dan γ2. Benzodiazepin berikatan langsung pada sisi spesifik subunit γ2 sehingga pengikatan ini menyebabkan pembukaan kanal klorida, memungkinkan masuknya ion klorida ke dalam sel menyebabkan peningkatan potensial elektrik  sepanjang membran sel dan menyebabkan sel sukar tereksitasi. Efek yg ditimbulkan benzodiazepin merupakan hasil kerja golongan ini pada SSP dengan efek utama: sedasi, hipnosis, pengurangan terhadap rangsangan emosi/ansietas, relaksasi otot dan antikonvulsan. Sedangkan efek 

perifernya: vasodilatasi koroner (pada (pada pemberian IV) dan blokade neuromuskular (pada pemberian dosis tinggi). Berbagai efek yang menyerupai benzodiazepin:



 Agonis penuh, yaitu senyawa yang sepenuhnya serupa efek benzodiazepin misalnya: misalnya: diazepam.



 Agonis parsial , yaitu efek senyawa yang menghasilkan efek maksimum yang kurang kuat dibandingkan

dibandingkan diazepam 

 Inverse agonis , yaitu senyawa yang menghasilkan kebalikan dari efek diazepam pada saat tidak adanya

senyawa yang mirip benzodiazepin 

 Antagonis, melalui persaingan ikatannya dengan reseptor benzodiazepin misalnya: flumazenil

Farmakokinetik  

Absorpsi

Benzodiazepin diabsorpsi secara sempurna kecuali klorazepat (klorazepat baru diabsorpsi sempurna setelah didekarboksilasi dalam cairan lambung menjadi N-desmetil diazepam (nordazepam).



Distribusi

Benzodiazepin dan metabolitnya terikat pada protein plasma (albumin) dengan kekuatan berkisar dari 70% (alprazolam) hingga 99% (diazepam) bergantung dengan sifat lipofiliknya. lipofiliknya. Kadar pada CSF sama dengan kadar obat bebas dalam plasma. Vd ( volume of distribution ) benzodiazepin besar. Pada pemberian IV atau per oral, ambilan benzodiazepin ke otak dan organ dengan perfusi tinggi lainnya sangat cepat dibandingkan pada organ dengan perfusi rendah (seperti otot dan lemak). Benzodiazepin dapat melewati sawar uri dan disekresi ke dalam ASI.



Metabolisme

Metabolisme benzodiazepin di hati melalui kelompok enzim CYP3A4 dan CYP2C19. Yang menghambat CYP3A4 a.l. eritromisin, klaritromisin, ritonavir, itrakonazol, ketokonazol, nefazodon dan sari buah grapefruit . Benzodiazepin tertentu seperti oksazepam langsung dikonjugasi tanpa dimetabolisme sitokrom P. Secara garis besar, metabolisme benzodiazepin terbagi dalam tiga tahap: desalkilasi, hidroksilasi, dan konjugasi. Metabolisme di hati menghasilkan metabolit aktif yang memiliki waktu paruh lebih panjang dibanding  parent drug. Misalnya diazepam (t 1/220-80 jam) setelah dimetabolisme menjadi N-desmetil dengan waktu paruh eliminasi 200  jam. Golongan benzodizepin menurut lama kerjanya dibagi dalam 4 golongan:

-

Senyawa yang bekerja sangat cepat

-

Senyawa bekerja cepat, t1/2 kurang dari 6 jam: triazolam, zolpidem, zolpiklon

-

Senyawa yang bekerja sedang, t1/2 antara 6-24 jam: estazolam, temazepam

-

Senyawa yang bekerja dengan t 1/2 lebih dari 24 jam: flurazepam, diazepam, quazepam 

Ekskresi

Ekskresi metabolit benzodiazepin bersifat larut air melalui ginjal

 Efek samping

Pada dosis hipnotik kadar puncak menimbulkan efek samping a.l. kepala ringan, malas, tidak bermotivasi, lamban, inkoordinasi motorik, ataksia, gangguan fungsi mental dan psikomotor, gangguan koordinasi berfikir, bingung, disartria, amnesia anterogard. Interaksi dengan etanol (alkohol) menimbulkan efek depresi yang berat.

Efek samping lain yang lebih umum: lemas, sakit kepala, pandangan kabur, vertigo, mual/muntah, diare, nyeri epigastrik, nyeri sendi, nyeri d ada dan inkontinensia. Penggunaan kronik benzodiazepin memiliki risiko terjadinya ketergantungan dan penyalahgunaan. Untuk menghindari efek tsb disarankan pemberian obat tidak lebih dari 3 minggu. Gejala putus obat berupa insomnia dan ansietas. Pada penghentian penggunaan secara tiba-tiba, dapat timbul disforia, mudah tersinggung, berkeringat, mimpi buruk, tremor, anoreksi serta pusing kepala. Oleh karena itu penghentian penggunaan obat sebaiknya secara bertahap.

Buspiron Farmakodinamik 

Berbeda dengan benzodiazepin, buspiron tidak memperlihatkan aktivitas GABAergik dan antikonvulsan. Buspiron merupakan antagonis selektif reseptor serotonin postsinaps 5-HT 1A di hipokampus; potensi antagonis dopaminergiknya rendah sehingga risiko menimbulkan efek samping ekstra piramidal pada dosis pengobatan ansietas kecil. Studi klinik menunjukkan buspiron merupakan antiansietas efektif yang e fek sedatifnya relatif ringan. Risiko timbulnya toleransi dan ketergantungan kecil. Obat ini tidak efektif pada  panic disorder . Efek antiansietas baru

timbul pada penggunaan 10-15 hari (bukan untuk p enggunaan akut). Tidak ada toleransi silang dengan benzodiazepin sehingga kedua obat tidak dapat saling menggantikan. Farmakokinetik 

Buspiron diabsorpsi secara cepat pada pemberian peroral namun mengalami metabolisme lintas pertama secara ekstensif, yaitu melalui proses hidroksilasi dan dealkilasi. Bioavailabilitas 5% dan ikatan protein 95%. Waktu paruh eliminasi buspiron adalah 2-4 jam, dan disfungsi hati dapat memperlambatnya. Rifampin (penginduksi sitokrom P450) menurunkan waktu paruh buspiron, sedangkan inhibitor CYP3A4 meningkatkan kadar plasmanya. Buspiron diekskresikan melalui urine dan feces.

 Efek samping

Buspiron hanya menyebabkan sedikit gangguan psikomotor dibanding benzodiazepin. Efek samping a.l. takikardi, palpitasi, nervousness, keluhan gastrointestinal, parastesia dan miosis. Pada pasien yang menerima MAO inhibitor dapat terjadi peningkatan tekanan darah.

 Indikasi dan pemilihan untuk tatalaksana ansietas

Pemilihan antiansietas didasarkan pada pengalaman klinik, berat ringannya penyakit serta tujuan khusus pengobatan. Sebaiknya dimulai dengan obat paling efektif dengan sedikit efek samping. Dosis harus disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan diberikan sebagai regimen terputus. Seringkali sindrom ansietas diikuti gejalan depresi, pada generalized anxiety disorder  antiansietas kerap digunakan bersama antidepresan golongan SSRI. Sebagai antiansietas benzodiazepin dapat digunakan untuk menimbulkan sedasi, menghilangkan cemas dan keadaan psikosomatis. Klordiazepoksid dapat diberikan secara oral atau suntikan diulan 2 -4 jam dengan dosis 25-100 mg.hari dalam 2-4 pemberian. Dosis diazepam 2-20 mg/hari; pemberian suntikan diulang 3-4 jam. Klorazepat diberikan secara oral 30 mg/hari dalam dosis terbagi.

Sedangkan buspiron dapat diberikan 15 mg/hari dibagi dalam dua kali pe mberian. Untuk meningkatkan efektivitas, penambahan dosis hingga 5 mg/hari dapat dilakukan dengan selang interval 2 -3 hari.

Selain terapi antiansietas secara farmakologis, angka kesembuhan akan lebih ditingkatkan dengan terapi kognitif  perilaku dan terapi relaksasi.

MOOD STABILIZER

Mood stabilizer merupakan agen yang digunakan untuk menangani bipolar disorder . Ini merupakan suatu kelainan di mana munculnya episode peningkatan mood (mania/hipomania), fungsi kognitif dan enerjik dengan atau tanpa suatu atau lebih episode depresi. Antara episode mania dan depresi dapat diselingi mood normal, walau pada keadaan tertentu antara mania dan depresi dapat berubah-ubah ( alternating) dengan cepat. Litium

Litium karbonat dikenal sebagai antimania atau sebagai mood stabilizer karena mencegah naik-turunnya mood pada pasien bipolar disorder (manik-depresif). Farmakodinamik 

Mekanisme kerja pasti dari litium masih dalam penelitian, tetapi diperkirakan bekerja atas dasar:



Efek pada elektrolit dan transpor ion. Litium dapat mengganti natrium dalam membantu suatu potensial aksi neuron. Tetapi litium bukan substrat adekuat untuk pompa Na.



Efek pada neurotransmiter. Litium menurunkan pengeluaran norepinefrin dan dopa min, menghambat supersensitivitas dopamin, meningkatkan sintesis asetilkolin



Efek pada second messenger . Litium menghambat konversi IP2 menjadi IP1, konversi IP menjadi inositol.

Farmakokinetik 

Absorpsi lengkap dalam 6-8 jam, kadar plasma dicapai dalam 30 menit-2 jam. Vd 0,5L/kg, ekskresi terutama lewat urin dengan waktu paruh eliminasi 20 jam.

 Efek samping

Efek samping pada sistem saraf yaitu tremor, koreatosis, hiperaktivitas motorik, ataksia, disartria, afasia.

Asam Valproat Farmakodinamik 

Asam valproat selain sebagai antiepilepsi juga menunjukkan efek antimania. Efikasinya pada minggu pertama pengobatan seperti litium, tetapi asam valproat ternyata efektif untuk pasien yang gagal dengan terapi litium. Valproat menyebabkan hiperpolarisasi potensial istirahat membran neuron akibat peningkatan daya konduksi membran untuk kalium.

Farmakokinetik 

Pemberian valproat peroral cepat diabsorpsi dan kadar maksimal serum tercapai setelah 1-3 jam. B ersifat asam dan diikat protein sebesar 90%. Vd 10,5L/70 kg .Masa paruh 8-10 jam, kadar darah stabil setelah 48 jam terapi. Keceptana klirens 0,5-2,1 L/jam, kira-kira 70% dari do sis valproat diekskresi di urin dalam 24 jam.

 Efek samping

Efek samping tersering adalah: mual. Efek pada SSP berupa kantuk, ataksia, tremor. Toksisitas valproat berupa ganggan saluran cerna, sistem saraf, hati, ruam kulit, dan alopesia.

Karbamazepin Farmakodinamik 

Karbamazepin selain sebagai antiepilepsi juga menunjukkan efek nyata pada perbaikan psikis yaitu perbaikan kewaspadaan dan perasaan, sehingga dipakai juga untuk mengobati kelainan psikiatri seperti mania/bipolar. Karbamazepin diduga bekerja dengan menstabilisasi kanal sodium pada neuron sehingga menjadi kurang dapat tereksitasi. Karbamazepin juga mempotensiasi reseptor GABA pada subunit α1, β2 dan γ2. Farmakokinetik 

Karbamazepin memiliki bioavailabilitas 80% dengan ikatan protein 76%. Karbamazepin dimetabolisme oleh enzim CYP3A4 hati menghasilkan metabolit aktif epoxide (karbamazepine 10,11 epoxide). Waktu paruh 25 -65 jam dan ekskresi melalui urine. Karbamazepin menurunkan kadar asam valproat, fenobarbital, dan fenitoin.

 Efek samping

Pusing, vertigo, ataksia, diplopia dan penglihatan kabur. Efek samping lainnya berupa mual, muntah, anemia aplastik, agranulositosis, dan reaksi alergi berupa dermatitis, eosinofilia, limfadenopati, dan splenomegali. Gejala intoksikasi akut dapat berupa stupor/koma, iritabel, kejang dan depresi napas.

 Indikasi dan pemilihan untuk mood stabilizer 

Sampai saat ini prototip obat untuk gangguan bipoar terutama pada fase manik dan penunjang adalah litium. Pengobatan jangka panjang terbukti menurunkan risiko bunuh diri. Belakangan sering dikombinasikan dengan valproat karena mula kerja yang lama dari litium sehingga membutuhkan kombinasi dengan obat lain. Biasanya setelah keadaan manik terkontrol, antipsikosis bisa perlahan dihentikan dilanjutkan dengan litium sebagai terapi pemeliharaan.

Litium diberikan dalam dosis terbagi untuk mencapai kadar aman (0,8-1,25 mEq/liter). Pemberian 900-1500 mg/hari pada pasien berobat jalan dan 1200 -2400 mg/hari untuk pasien dirawat.

Pada fase depresif gangguan bipolar, litium sering dikombinasikan dengan antidepresan.

Referensi

1. Katzung B, Masters S, Trevor A. Basic and Clinical Pharmacology. 10th ed. USA: The McGraw -Hill Companies; 2006. 2. Syarif A et.al. Farmakologi dan Terapi. 5 th ed. Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. 3. Granger, P. et al. Modulation of the gamma-aminobutyric acid type A receptor by the antiepileptic drugs carbamazepine and phenytoin. Mol. Pharmacol. 47, 1189 – 1196 (1995). 4. Gelder, M., Mayou, R. and Geddes, J.. Psychiatry. 3rd ed. New York: Oxford; 2005. p250.

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF