Evaluasi Teknis Produktivitas PC 1250

August 25, 2018 | Author: Hendri Prasetiyo | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Produktivitas Excavator Komatsu PC 1250...

Description

EVALUASI TEKNIS PRODUKSI  EXCAVATOR KOMATSU PC 1250 SP UNTUK PENGUPASAN LAPISAN PENUTUP PADA PENAMBANGAN BATUBARA  PIT  K,  K, SITE BINUNGAN, PT. BERAUCOAL, KALIMANTAN TIMUR

SKRIPSI

Oleh

PAMANGKU AJI 112.06.0101

JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” YOGYAKARTA 2011

EVALUASI TEKNIS PRODUKSI  EXCAVATOR KOMATSU PC 1250 SP UNTUK PENGUPASAN LAPISAN PENUTUP PADA PENAMBANGAN BATUBARA  PIT  K,  K, SITE BINUNGAN, PT. BERAU COAL, KALIMANTAN TIMUR

SKRIPSI

Karya tulis sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Teknik dari Universitas Pembangunan  Nasional “Veteran” Yogyakarta Yogyakarta

Oleh

PAMANGKU AJI 112.06.0101

JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” YOGYAKARTA 2011

EVALUASI TEKNIS PRODUKSI  EXCAVATOR KOMATSU PC 1250 SP UNTUK PENGUPASAN LAPISAN PENUTUP PADA PENAMBANGAN BATUBARA  PIT  K,  K, SITE BINUNGAN, PT. BERAU COAL, KALIMANTAN TIMUR

SKRIPSI

Karya tulis sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Teknik dari Universitas Pembangunan  Nasional “Veteran” Yogyakarta Yogyakarta

Oleh

PAMANGKU AJI 112.06.0101

JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” YOGYAKARTA 2011

EVALUASI TEKNIS PRODUKSI  EXCAVATOR KOMATSU PC 1250 SP UNTUK PENGUPASAN LAPISAN PENUTUP PADA PENAMBANGAN BATUBARA  PIT  K,  K, SITE BINUNGAN, PT. BERAU COAL, KALIMANTAN TIMUR SKRIPSI

Oleh

PAMANGKU AJI 112.06.0101

Disetujui untuk Jurusan Teknik Pertambangan Fakultas Teknologi Mineral, Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Yogyakarta

Pembimbing I

Pembimbing II

Ir.Anton Sudiyanto, MT

Prof.Ir.D.Haryanto,MSc.Ph.D

RINGKASAN

PT. Beraucoal pada tahun 2010 mentargetkan produksi batubara untuk  pit  K, site Binungan, yaitu sebesar 750.700 ton. Nisbah pengupasan batubara untuk  pit  K, site  Binungan adalah 9,71, yang berarti untuk mengambil 1 ton batubara, harus mengupas 9,71 bcm lapisan penutup terlebih dahulu. Dengan demikian untuk memenuhi target produksi batubara 750.700 ton harus mengupas 7.290.000 bcm lapisan penutup. Agar target produksi batubara 750.700 ton tercapai, maka target  produksi lapisan penutup 7.290.000 bcm juga harus tercapai. Target produksi tersebut dibagi merata menjadi 3 armada dengan spesifikasi excavator   dan dumptruck   yang sama. Sedangkan jumlah truknya disesuaikan dengan jarak ke disposal. Target produksi tersebut harus dipenuhi dengan jam kerja yang ada. Pembagian jam kerja terdiri dari 2 shift . Sedangkan hari kerja efektif untuk tahun 2010 sebanyak 358,5 hari, sehingga total waktu kerja untuk memenuhi target  produksi lapisan penutup adalah 5327,81 jam. Dengan jumlah armada dan jam kerja yang ada maka target produksi per jam untuk satu armada seharusnya sebesar 456,10  bcm / jam. Pada kenyataannya produksi masing – masing excavator tidak mencapai target. Hal ini dikarenakan adanya hambatan – hambatan yang mengganggu jalannya  produksi. Hambatan tersebut adalah adanya waktu tunggu excavator   dikarenakan kurangnya jumlah dumptruck   dan sempitnya jalan angkut pada beberapa titik sehingga menyebabkan kinerja dumptruck   terhambat, yang pada akhirnya mengurangi produksi excavator . Solusi penambahan alat angkut harus disertai  perbaikan jalan. Apabila tidak dilakukan perbaikan jalan terlebih d ahulu maka hanya akan memperparah keadaaan. Dengan perbaikan jalan angkut ternyata target produksi 456,10 bcm/jam masih belum tercapai, sehingga perlu d ilakukan penambahan alat angkut. Armada 15 dengan penambahan 2 truk dapat berproduksi sebesar 479,65 bcm / jam, sedangkan armada 36 dengan penambahan 1 truk dapat berproduksi sebesar 479,69 bcm / jam. Armada 12 dengan penambahan jumlah truk ideal yaitu 2 truk hanya dapat mencapai  produksi sebesar 447,96 bcm / jam, sehingga tidak dapat memenuhi target produksi. Armada 12 tidak dapat mencapai produksi karena kondisi excavator   12 yang sudah tidak bagus.

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Adapun tujuan dari skripsi ini adalah sebagai syarat untuk dapat menyelesaikan program S-1 di Jurusan Teknik Pertambangan Fakultas Teknologi Mineral, Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran” Yogyakarta. Skripsi ini disusun berdasarkan data dan informasi yang terkait hasil  penelitian dari tanggal 4 Oktober sampai 29 Desember 2010 di PT Berau Coal,  Binungan  Mine Operation, Tanjung Redeb, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur.

Dalam penulisan skripsi ini, tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Nanang N.C selaku Pembimbing Lapangan, atas segala bimbingan, diskusi dan bantuannya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. 2. Prof. Dr. H. Didit Welly Udjianto, MS, selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta. 3. Bapak Ir.Anton Sudiyanto MT selaku Ketua Jurusan Teknik Pertambangan UPN “Veteran” Yogyakarta sekaligus Dosen Pembimbing I 4. Prof.Ir.D.Haryanto, MSc.Ph.D selaku Dosen Pembimbing II 5. Seluruh staf dan karyawan PT. Beraucoal Demikian skripsi ini, semoga dapat bermanfaat bagi penulis, serta bagi para  pembaca. Saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi  penyempurnaan penelitian di masa yang akan datang.

Yogyakarta, 29 September 2011

Penulis

Pamangku Aji

DAFTAR ISI

Halaman RINGKASAN ......................................................................................... iv KATA PENGANTAR ............. ........................................ ........... ............

v

DAFTAR ISI .........................................................................................

vi

DAFTAR TABEL ..................................................................................

viii

DAFTAR GAMBAR ..............................................................................

ix

DAFTAR LAMPIRAN...........................................................................

x

BAB I.

PENDAHULUAN 1.1. 1.2. 1.3. 1.4. 1.5. 1.6.

II.

Latar Belakang ........... ..................... ........... .............. ............. Tujuan ................................................................................... Identifikasi Masalah ..................... ........... ............ .................. Batasan Masalah ....................... ...................... ....................... Tahapan Penelitian ....................... ................................ ......... Manfaat Penelitian ........... ............................... ...................... .

TINJAUAN UMUM 2.1. Lokasi dan Kesampaian Daerah Penelitian .......... .................. 2.2. Iklim dan Curah Hujan ...................... .......... ............. ............. 2.3. Kondisi Geologi ...................... .......... ............ .................... ... 2.4. Stratigrafi .......... .............. ............................... ....................... 2.5. Hidrologi dan Hidrogeologi .......... ...................... .......... ......... 2.6. Vegetasi ................................................................................ 2.7. Keadaan Endapan dan Kualitas Batubara ............. .................. 2.8. Target Produksi .......... ...................... .......... ............. .......... .... 2.9. Metode Penambangan.......... ................................ .................. 2.10. Tahapan Penambangan .................... ............ ........... .............

III.

5 5 7 10 13 14 14 14 15 15

DASAR TEORI 3.1. Produksi  Excavator ............................................................... 3.2. Faktor Yang Memengaruhi Produksi  Excavator secara langsung 3.3. Faktor Yang Memengaruhi Produksi  Excavator  secara tidak langsung ............ ......................................... ........... .......

IV.

1 1 2 2 2 3

19 19 20

KEMAMPUAN PRODUKSI 4.1. Target Produksi .......... ...................... .......... ............. .......... .... 4.2. Kondisi Umum ........... ..................... ........... .............. ............. 4.3. Data waktu edar Excavator  dan Dumptruck ...........................

30 30 31

4.4. Efisiensi excavator ................................................................ 4.5. Geometri Jalan Angkut ..................... ........... ........... .............. 4.6. Kemampuan Produksi Excavator ........................................... V.

31 32 34

PEMBAHASAN 5.1. Analisis Faktor – Faktor Yang Memengaruhi Produksi  Excavator  38 5.2. Evaluasi dan Upaya Pemenuhan Target Produksi........... ......... 40

VI.

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ............. ......................................... .......... ............. 6.2. Saran .......................................................................................

51 51

DAFTAR PUSTAKA ............. ......................................... .......... .............

52

LAMPIRAN ...........................................................................................

53

DAFTAR TABEL

Tabel

Halaman

2.1. Kolom Cekungan Tarakan ........... .............. ................................ ....

10

2.2. Kualitas Batubara Binungan Mine Operation .................................

15

3.1

Angka RR Rata-rata Ban Karet dan Macam Jalan ....................... ....

22

4.1

Pembagian shift ..............................................................................

29

4.2. Target produksi lapisan penutup. ........... ..................... ........... .........

31

4.3. Pembagian jumlah  Excavator  dan  Dumptruck...................................

31

4.4. Waktu edar Excavator  dan Dumptruck di PIT K……………...……..

32

4.5. Efisiensi Excavator ........................................................................

32

4.6. Geometri Jalan Angkut …………………………………………...….

34

4.7. Produksi alat muat angkut ..................... ........... ............ ..................

37

5.1. Waktu edar PC 1250 SP ........... ............................... ...................... .

39

5.2. Perbandingan efisiensi aktual dengan target…....…….……………..

39

5.3. Waktu hambatan aktual tiap jam PC 1250 SP..…….……………..

40

5.4. Efisiensi excavator setelah perbaikan jalan angkut ........... ..............

42

5.5. Tambahan waktu kerja efektif tiap penambahan 1 truk .......... .........

46

5.6. Perbandingan Produksi  Excavator Sebelum dan Sesudah Evaluasi.

50

DAFTAR GAMBAR

Gambar

Halaman

1.1. Tahapan Penelitian ....................... ................................ ..................

3

2.1. Peta Konsesi kerja PT.Berau Coal ....................... ...................... .....

6

2.2. Grafik Curah Hujan Rata-Rata Bulanan Binungan ............. .............

7

2.3. Kegiatan Peledakan ............. ......................................... .......... ........

16

2.4. Kegiatan Pengupasan Tanah penutup ...................... .......... .............

16

2.5. Proses Produksi Batubara Binungan Mine Operation......................

17

2.6. Penimbunan Kembali .......... ...................... .......... ............. .......... ....

18

2.7. Reklamasi Lahan Bekas Tambang ....................... ...................... .....

18

3.1. Grade Jalan 1% ............. ......................................... .......... .............

23

3.2. Lebar Jalan Angkut Pada Jalan Lurus ..................... ........... ............

25

3.3. Lebar Jalan Angkut Pada Tikungan ............ ....................................

27

5.1. Jalan sempit (titik 1) ............ ......................................... ........... .......

41

5.2. Jalan sempit (titik 2) ............ ......................................... ........... .......

41

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN

Halaman

A.

JAM KERJA EFEKTIF.....................................................................

54

B.

PETA PEMBAGIAN KERJA ARMADA........................................

56

C.

SPESIFIKASI ALAT .......... ...................... .......... ............. .......... ....

57

D.

PERHITUNGAN WAKTU EDAR  EXCAVATOR DAN  DUMPTRUCK ...............................................................................

58

E.

PERHITUNGAN EFISIENSI EXCAVATOR ..................................

67

F.

PERHITUNGAN FAKTOR KETERISIAN BUCKET EXCAVATOR

71

G.

PERHITUNGAN WAKTU TUNGGU PADA JALAN ANGKUT .

75

H.

PERHITUNGAN PENINGKATAN EFISIENSI EXCAVATOR KARENA PERBAIKAN JALAN ANGKUT .......... ...................... .

78

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

PT. BERAU COAL merupakan perusahaan tambang batubara yang memiliki daerah operasi di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Dengan luas Ijin Usaha Pertambangan (IUP) 118.400 Ha. Pada saat ini telah beroperasi di tiga lokasi ( site), yaitu Lati  Mine Operation, Binungan   Mine Operation, dan Sambarata  Mine Operation.

Sistem penambangan batubara di PT. BERAU COAL termasuk sistem tambang terbuka (surface mining), yang kegiatannya meliputi : pembukaan lokasi tambang dan pembersihan lahan, pengupasan lapisan tanah pucuk ( top soil) dan lapisan  penutup (overburden), penggalian dan pengangkutan batubara dari tambang ke raw of material (ROM ) stockpile atau langsung ke coal processing plant (CPP). Untuk pengupasan lapisan penutup dilakukan dengan pemboran dan peledakan. Setelah itu lapisan penutup digali dengan menggunakan excavator   dan dipindahkan ke lokasi timbunan dengan menggunakan dump truck . Di samping alat-alat tersebut di atas, juga digunakan bulldozer   yang dilengkapi dengan ripper , motor grader   dan chainsaw untuk kegiatan pembukaan lahan, serta alat mekanis p endukung lainnya.

Tahun 2010 PT. BERAU COAL mempunyai target p roduksi batubara untuk  pit  K, site Binungan, yaitu sebesar 750.700 ton. Nisbah pengupasan batubara untuk  pit  K, site  Binungan adalah 9,71, yang berarti untuk mengambil 1 ton batubara, harus mengupas 9,71 bcm lapisan penutup terlebih dahulu. Dengan demikian untuk memenuhi target produksi batubara 750.700 ton harus mengupas 7.290.000 bcm lapisan penutup. Agar target produksi batubara 750.700 ton tercapai, maka target  produksi lapisan penutup 7.290.000 bcm juga harus tercapai. Untuk mengupas lapisan penutup di  pit   K, dioperasikan 3 excavator , yaitu excavator   Komatsu PC 1250 SP nomor 12, 15, dan 36. Masing – masing excavator   mengupas ± 2.430.000  bcm lapisan penutup.

1.2

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah mengevaluasi secara teknis kemampuan  produksi excavator Komatsu PC 1250 SP nomor 12, 15, dan 36 yang bekerja sama dengan dumptruck   untuk pengupasan lapisan penutup berdasarkan kondisi yang ada serta melakukan usaha untuk meningkatkan produksi sehingga target produksi  pengupasan lapisan penutup di  pit  K, site Binungan tercapai.

1.3

Identifikasi Masalah

Kegiatan pengupasan lapisan penutup terdiri dari kegiatan pemboran dan  peledakan yang kemudian dilanjutkan dengan pemuatan lalu pengangkutan. Target  penggalian lapisan penutup di  pit  K, site Binungan oleh excavator  Komatsu PC 1250 SP nomor 12, 15, dan 36 sebesar 7.290.000 bcm tidak tercapai. Oleh karena itu perlu dioptimalkan kerja excavator   dan dumptruck   agar target produksi lapisan penutup tercapai.

1.4

Batasan Masalah

1.

Perhitungan produksi  excavator   Komatsu PC 1250 SP nomor 12, 15, dan 36 untuk pengupasan lapisan penutup yang beroperasi di  pit  K, site Binungan pada  bulan Oktober 2010.

2.

Fragmentasi batuan hasil dari pemboran dan peledakan telah memenuhi syarat untuk kegiatan pemuatan dan pengangkutan.

1.5

Tahapan Penelitian

Kegiatan penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan (gambar 1.1), yaitu : 1.

Studi Literatur Studi literatur diperlukan untuk mengetahui dasar-dasar teori yang dapat menjadi acuan dalam evaluasi produksi

excavator , serta mempelajari

 penelitian-penelitian terdahulu. 2.

Orientasi Lapangan Mengenal secara umum kegiatan penambangan yang ada di Binungan   Mine Operation.

Studi Literatur

Orientasi Lapangan

Pengumpulan Data

Data Primer -Spesifikasi alat -Waktu edar -Faktor keterisian bucket  -efisiensi -Jarak disposal -Geometri jalan angkut

Data Sekunder -Data curah hujan -Data geologi -Peta

Pengolahan Data dan Pembahasan

Penyusunan Laporan Penelitian

Gambar 1.1 Tahapan Penelitian

3.

Pengumpulan data Data yang diambil terdiri dari dua jenis data, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diambil secara langsung, antara lain spesifikasi alat, waktu edar   , faktor keterisian bucket, efisiensi, jarak disposal, dan geometri jalan angkut. Sedangkan data sekunder diambil dari data yang sudah ada. Dalam hal ini mengambil dari data perusahaan, data tersebut antara lain data curah hujan, data geologi, dan peta lokasi.

4.

Pengolahan data Setelah data terkumpul baik itu data primer maupun sekunder, dilakukan  perhitungan produksi excavator , dan match factor , dan faktor – faktor lain yang memengaruhi produksi excavator  baik secara langsung maupun tidak langsung. Sehingga diketahui apakah produksi sudah optimal atau tidak

5.

Penyusunan laporan penelitian Hasil yang didapat dari analisis data kemudian disajikan dalam bentuk satu laporan.

1.6

Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari kegiatan penelitian ini adalah : 1. Menambah wawasan penulis dalam menerapkan ilmu yang telah diperoleh di  perkuliahan untuk dipraktekkan di lapangan. 2. Memberikan masukan kepada perusahaan untuk meningkatkan produksi excavator  Komatsu PC 1250 SP sehingga target produksi tercapai.

BAB II TINJAUAN UMUM

2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah Penelitian

Lokasi penambangan PT. BERAU COAL yang akan dijadikan sebagai daerah penelitian adalah di lokasi tambang BMO ( Binungan Mine Operation). Lokasi tambang Binungan ini secara administratif terletak di Desa Pegat Bukur, Kecamatan Sambaliung, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Berjarak 35 km dari Kota Tanjung Redeb. Sedangkan secara geografis terletak pada koordinat 117o 35’ 02” – 117 o 37’ 03” BT dan 02 o 02’ 35” – 02 o 04’ 37” LU (Gambar 2.1) Untuk menuju ke Site Binungan dapat di tempuh melalui dua jalur, yaitu  jalur darat dan jalur sungai. Untuk jalur sungai dapat di tempuh ± 45 menit dengan menggunakan speed boat dari d ermaga HO Tanjung Redeb melintasi Sungai Kelai. Sedangkan melalui jalur darat dapat ditempuh ± 1.5 jam dengan menggunakan kendaraan roda dua atau roda empat. Kegiatan penambangan di Binungan untuk saat ini telah beroperasi di 5  pit, yaitu : pit   H4, pit  K, pit  F, pit E , dan pit C3. Sedangkan untuk penelitian dilakukan pada Pit  K.

2.2 Iklim dan Curah Hujan

Daerah Binungan beriklim tropis, musim hujan dan musim kemarau o saling bergantian sepanjang tahun. Suhu udara di Binungan berkisar antara 25 o 32 . Rata-rata curah hujan bulanan tahun 2001 sampai dengan tahun 2010 adalah 6.92 mm dengan curah hujan tertinggi pada bulan November yaitu 9,27 mm dan curah hujan terendah pada bulan Agustus sebesar 4,48 mm (gambar 2.2).

   L    A    O    C    1  .    U    2    A    R   r   a    E    b    B  .   m   a    T    G    P    i   s   a    k   o    L   a    t   e    P

Sumber : Record data curah hujan – Binungan Mine Operation 2010

Gambar 2.2 Grafik Curah Hujan Rata-rata Bulanan Binungan 2.3 Kondisi Geologi 7) 2.3.1

Geologi Regional

Daerah Binungan terletak pada Cekungan Tarakan, salah satu dari 3 cekungan utama di Mandala Kalimantan Timur yang terbentuk pada kurun Tersier. Cekungan Tarakan terdiri dari empat cekungan (sub-basin) yaitu : Tidung, Tarakan, Muras dan Berau Daerah Binungan termasuk dari Cekungan Berau yang merupakan anak cekungan (sub basin) dari Cekungan Tarakan, yang terletak pada pantai timur laut Kalimantan Timur dan sebagian kecil berada di

bagian tenggara Sabah. Luas

2

cekungan seluas 300 km  arah utara-selatan dan 150 km

2

arah timur-barat. Bagian

selatan dibatasi oleh Tinggian Mangkalihat yang merupakan pemisah antara Cekungan Tarakan dan Cekungan Kutai, di bagian utara dibatasi oleh Tinggian Kalimantan Utara (Malaysia), di sebelah barat oleh Tinggian Sekatak (lihat gambar 2.3). Cekungan Tarakan termasuk Berau, didominasi oleh batuan sedimen klastik halus sampai kasar dengan beberapa endapan karbonat. Lingkungan pengendapan dimulai dari proses pengangkatan (transgresi) pada kala Eosen sampai Miosen Awal,  bersamaan dengan Tinggian Kuching. Pada kala Miosen Tengah terjadi penurunan (regresi) dan dilanjutkan dengan pengendapan progradasi kearah timur dan membentuk endapan delta yang menutupi Prodelta dan Bathyal. Cekungan ini mengalami penurunan secara aktif pada kala Miosen sampai Pliosen. 7

) Nomor dalam kurung menunjukkan urutan dalam daftar pustaka

Urutan sedimentasi delta yang tebal terus berlanjut sampai sekarang dan  pusat cekungan (depocenters) relatif bergerak ke arah timur.

2.3.2

Geologi Daerah Penelitian

Secara umum, geologi daerah Binungan terbentuk dari bebatuan Formasi Lati. Batuannya berupa sedimen deltaik yang terdiri dari fraksi klastik halus serta lapisan batubara, dengan ketebalan bervariasi. Data hasil pemboran eksplorasi menunjukkan : dominasi batuan sedimen secara berturutan adalah batulanau, batulempung, batupasir, dan batubara. Pada  beberapa lokasi yang realatif sempit, kadang terbentuk channel system,

yakni

hilangnya lapisan fraksi halus batubara digantikan oleh lapisan batupasir.

2.3.3

Struktur Geologi

Analisis struktur geologi diperoleh dari rangkuman hasil penelitian PT. Indera Geodia tahun 1996 dan hasil pengamatan pola struktur terhadap daerah yang  baru dibuka, khususnya di daerah kupasan rencana jalan ke Suaran.

2.3.3.1 Struktur Lipatan

Struktur lipatan yang terbentuk di daerah Binungan terdiri dari: 1. Sinklin Binungan Dengan arah utara yang membentuk sayap (timur dan barat) relatif simetris dengan kemiringan 10 -12º, mendekati Sungai Binungan, sinklin ini menunjam secara landai. 2. Antiklin Rantau Arah utara – barat laut, dimulai dari sebelah utara Sungai Berau sampai Binungan Selatan. Sayap barat daya dengan kemiringan 50 ˚-70˚ sedangkan sayap timur laut dengan memiliki kemiringan 10 ˚-12˚. 3. Sinklin Suaran

Sama halnya dengan sinklin binungan, sinklin Suaran membentuk lipatan terbuka dengan bentuk sayap relatif simetris dan menunjam ke arah barat-laut dengan kemiringan 10˚-30˚.

2.3.3.2 Struktur Sesar

Terdapat dua struktur sesar yang terjadi di daerah Binungan ini, yaitu Sesar Binungan dan Sesar Kelai yang merupakan sesar ikutan ( secondary fault ). Sesar Binungan merupakan sesar utama memanjang 5 km dengan arah barat laut-tenggara, sesar ini merupakan tipe sesar gunting ( scissors-type fault ). Daerah barat diinterpretasi sebagai sesar naik relatif terhadap bagian timur, hal ini didasarkan data sebagai berikut : -Pengulangan berupa lapisan datar dari formasi pembawa batubara ( coal measures) dengan penampakan kedua kemiringan lapisan kearah barat

dengan batas bagian selatan dari sesar. -Adanya kenampakan pelurusan ( liniament ). -Ditemukan material terbreksi dengan komponen batu gamping dan batu pasir  pada jalur sesar. -Terdapat kemiringan relatif besar dekat zona sesar. Sesar Kelai merupakan arah timur-barat dengan pergeseran ( throw) sekitar 30m. Sesar ini diintepretasikan sebagai sesar naik dimana daerah utara sesar bergerak naik terhadap daerah selatan.

2.4

7

Stratigrafi )

Secara regional, daerah Anak Cekungan Berau merupakan bagian dari Cekungan Tarakan dan tersusun oleh batuan sedimen, batuan vulkanik dan batuan  beku dengan kisaran umur dari Tersier sampai Kwarter. Formasi yang menyusun stratigrafi Anak Cekungan Berau terdiri dari 4 formasi utama. Urutan dari yang tertua yaitu Formasi Birang (Formasi Glogigerina Marl), Formasi Latih (Formasi Batubara Berau), Formasi Labanan (Formasi Domaring) dan Formasi Sinjin (Tabel 2.1).

Tabel 2.1 Kolom Stratigrafi Cekungan Tarakan 7)

2.4.1

Formasi Birang

Formasi Birang tersusun dari perselang-selingan antara napal, batu gamping, tufa hablur di bagian atas, serta perselang-selingan antara napal, rijang, konglomerat,  batu pasir kwarsa, dan batu gamping di bagian bawah.  Napal kelabu, kompak, mengandung foraminifera besar terutama orbituid . Konglomerat kompak, tersusun dari batuan beku, kwarsa dan kwarsit berukuran

kerikil, membulat tanggung sampai menyudut tanggung dengan matriks berupa pasir  berbutir halus sampai kasar. Batupasir kwarsa, kelabu – coklat kekuningan, berbutir halus – sedang, membundar tanggung, kompak, berlapis baik dari beberapa senwaktuter sampai dua meter, mengandung mineral kwarsa, mineral bijih, fragmen batuan dan mineral hitam. Batugamping, putih, sangat kompak, berlapis baik dan berselang-seling dengan batupasir kwarsa yang mengandung foraminifera besar dan kecil yang sangat  berlimpah. Formasi ini disebut juga Formasi Globigerina Marl dan menunjukkan kisaran umur Oligo – Miosen dan diendapkan di lingkungan laut dangkal. Ketebalan formasi ini lebih dari 110 meter (Klompe, 1941).

2.4.2. Formasi Latih

Formasi Latih tersusun dari perselang-selingan antara batupasir kwarsa,  batulempung, batulanau dan batubara di bagian atas, dan bersisipan dengan serpih  pasiran dan batugamping di bagian bawah. Batu pasir kwarsa, kelabu muda, coklat kekuningan, hingga ungu, berbutir halus hingga kasar, membulat tanggung hingga menyudut, berlapis baik, selangseling dengan batulempung berwarna kelabu hingga kehitaman, megandung sisa tumbuhan. Batulanau, kelabu kekuningan, berselingan dengan batupasir kwarsa, umumnya tidak gampingan. Batubara, coklat – hitam, selang-seling dengan batupasir kwarsa dan batulempung, tebal dari beberapa cenwaktuter hingga 5,5 meter. Serpih

pasiran,

coklat

kemerahan,

berbutir

halus

sampai

sedang.

Batugamping merupakan sisipan di bagian bawah, putih, sangat kompak dan ber lapis  baik. Ketebalan Formasi Latih kurang lebih 600 m (Klompe, 1941). Umur Miosen Tengah dan diendapkan pada lingkungan delta, estuarin dan laut dangkal. Formasi ini menjemari dengan atas Formasi Birang. Nama lain dari formasi ini adalah Formasi Batubara Berau (Klompe, 1941). Sebagai lapisan pembawa batubara ( coal bearing), Formasi Latih cukup luas sebarannya, meliputi sebagian besar wilayah KP. PT Berau Coal, termasuk daerah

Binungan. Berdasarkan kedudukan posisi stratigrafinya Formasi Latih dibagi menjadi dua yaitu : 1.

Formasi Latih bagian atas yang terbentuk dari pengulangan pengendapan (selang seling) yang terdiri dari satuan ; batupasir (kwarsa), batu lanau, batu lempung dan batubara

2.

Formasi Latih bagian bawah (Klompe, 1941), terbentuk dari sisipan serpih  pasiran dan batu gamping. Batu gamping berwarna putih, sangat kompak dan  berlapis baik dengan ketebalan 600 meter, berumur Miosen Tengah. Umumnya  bebatuan tersebut diendapakan pada lingkungan delta, estuarin sampai laut dangkal. Formasi Latih bagian bawah ini menjemari dengan bagian atas Formasi Birang.

2.4.3. Formasi Labanan

Formasi Labanan tersusun dari perselingan konglomerat, batu pasir, batu lanau, batu lempung dan sisipan batu gamping dan batubara. Konglomerat, terdiri dari fragmen batuan beku (andesit, basal) kwarsa, kwarsit, berukuran kerikil, membundar tanggung – menyudut tanggung, matriks tersiri dari pasir halus – kasar. Batupasir, kelabu, coklat, kompak, berbutir halus sampai sedang, gampingan, fragmen terdiri dari batuan beku, kwarsa dan mineral bijih. Batulanau, kelabu kotor, kompak, mengandung sisa tumbuhan, perlapisan kurang baik. Batulempung, kelabu kehijauan, mengandung sisa tumbuhan dan fosil moluska. Batugamping, putih – kecoklatan, pasiran, kompak, berlapis baik Batubara, coklat - kehitaman, tebal di bagian atas hanya beberapa senwaktuter, sedangkan di bagian bawah mencapai 1,5 meter. Tebal Formasi Labanan lebih kurang 450 meter, umur Miosen Akhir dan terletak secara tidak selaras di atas Formasi Latih. Lingkungan pengendapannya adalah fluviatil. Nama lain dari Formasi Labanan ini adalah Formasi Domaring.

2.4.4. Formasi Sinjin

Formasi ini tersusun dari perselingan tuf, aglomerat, tuf lapili, lava andesit  piroksen, tuf terkersikan, batulempung tufaan dan kaolin.

Tuf berwarna putih kecoklatan – ungu, berbutir halus, lunak – kompak,  berselingan dengan aglomerat dan tuf lapili, berwarna kelabu kehijauan, kehitaman, mengandung andesit dan basalt. Lava andesit piroksen menunjukkan struktur aliran. Tuf terkersikan berwarna coklat muda – ungu, berlapis baik, berbutir sangat halus, mengandung mineral kwarsa, feldspar d an mineral hitam. Batulempung tufaan, kelabu kotor – kelabu kecoklatan, kompak, berlapis  buruk, mengandung sisa tumbuhan.Tebal formasi ini lebih dari 500 meter (Llewly, 1941), umurnya diduga Pliosen dan terletak secara tidak selaras di atas Formasi Labanan.

2.5

7

Hidrologi dan Hidrogeologi )

2.5.1. Hidrologi

Sungai yang mengalir didaerah binungan termasuk pola dendritik dengan sungai utama adalah Sungai Kelai yang mempunyai beberapa anak sungai yaitu Sungai Inaran, Sungai Suaran, Sungai Binungan. Sungai-sungai tersebut akhirnya  bergabung menjadi sungai yang lebih besar yaitu Sungai Berau. Sungai Kelai dibagian hilir dimanfaatkan untuk berbagai keperluan penduduk yang hidup disepanjang aliran sungai, antara lain sebagai air mandi. Kedalaman Sungai Kelai  bervariasi dari mulai 1 meter pada bagian tepi hingga mencapai 12 meter dibagian tengah. Lebar sungai rata-rata 50 meter dibagian hulu dan sekitar 300 meter dibagian hilir.

2.5.2. Hidrogeologi

Batuan dilokasi rencana tambang merupakan sedimen Tersier dan Kuarter yang relatif lunak dan tingkat sedimentasinya agregat rendah. Sebagian besar air tanah terdapat dilapisan batu pasir, tersimpan dan mengalir melalui pori-pori antar  butiran sedimen (permeabilitas primer). Sedangkan pada lapisan batu bara, air tanah tersimpan dan mengalir melalui retakan-retakan (permeabilitas sekunder). Air tanah dangkal yang berada pada kedalaman 10 - 20 meter hanya dijumpai pada musim hujan, karena air tanah ini berasal dari p eresapan air permukaan. Pada musim kemarau tetap dijumpai adanya aliran air tanah. Aliran air sungai yang relatif sejajar dengan lokasi dan arah penambangan menyebabkan peluang

terjadinya resapan akibat air sungai relatif tidak ada. Namun lain halnya dengan lokasi penelitian dimana elevasi pada endapan rawa mencapai 4m sehingga jika terjadi banjir 5 tahunan aliran dari sungai Kelai d apat mencapai elevasi 5,8 m.

2.6

7

Vegetasi )

Vegetasi yang tumbuh secara alami sebelum adanya kegiatan penambangan  batubara adalah  Dipterocarpus sp  (keruing) , Shorea sp (meranti) , Ficus Benzamina (beringin) , Eusideroxylon zwageri (ulin) , Kompassia exelsa (kempas) , Durio oxeleyanus (durian) , Macaranga triloba (mahang)  , shorea pinanga (tengkawang) ,

dan Parkia speciosa (petai).

2.7.

Keadaan Endapan dan Kualitas Batubara

Di area penambangan batubara Binungan terdapat blok utama daerah  penambangan yang berproduksi sekarang, yaitu blok 1-4, blok 5-6, dan blok 7, terdapat 5 buah  pit  (K, F, H4, C3 dan E) kemiringan ( dip) batubara di Binungan yaitu antara 10°-62°. Ketebalan batubara secara umum 2 sampai dengan 15 meter, dengan  jarak interburden antara 20 – 75 meter. Secara umum, nilai kalori yang terkandung dalam lapisan batubara tersebut antara 5500 – 6100 kcal/kg ( adb) (Tabel 2.1). 2.8.

Target Produksi

Kriteria yang harus dipenuhi dalam rangka untuk mencapai target produksi  pit K, Site Binungan 750.700 ton batubara untuk tahun 2010 adalah sebagai berikut : -

Nisbah kupas (stripping ratio ) 9,71 : 1.

-

Kualitas batubara mempunyai nilai kalor rata-rata di atas 5.500 kkal per kilogram (Tabel 2.2).

-

Ketebalan batubara yang diambil minimum 0,67 meter, untuk cleaning 0.07 meter sedangkan yang ditinggalkan ( bottom) setebal 0.1 meter, jadi  batubara yang benar-benar diambil 0.5 meter. Untuk pengambilan  batubara digunakan excavator yang lebih kecil, yaitu PC 200 dan PC 400.

Tabel. 2.2 5

Kualitas Batubara Binungan ) Parameter

Units

Value

Kcal/kg

5537

 Inherent Moisture (adb)

%

16,70

Total Moisture (arb)

%

21,67

 Ash (adb)

%

5,28

Total Sulphur (adb)

%

0,66

o

1,077

Calorific Value (adb)

 AFT IDT

2.9.

Metode Penambangan

Berdasarkan pertimbangan faktor-faktor teknis seperti kondisi e ndapan  batubara dan kondisi lapisan penutup serta pertimbangan ekonomis, yaitu :  besaran nisbah pengupasan lapisan lapisan penutup, maka penambangan batubara di Binungan dipilih metode tambang terbuka ( surface mining). Dengan mempertimbangkan kondisi endapan batubara yang akan d itambang pada  beberapa lokasi tambang ( pit ), maka lebih spesifik dipilih metode open pit mining dimana digunakan sistem in pit dump dalam pemindahan lapisan  penutupnya.

2.10.

Tahapan Penambangan

Dalam

prakteknya,

penambangan

dilakukan

dalam

beberapa

tahap

 penambangan seperti berikut: 2.10.1  Land clearing

Merupakan aktivitas yang bertujuan untuk membersihkan daerah yang akan ditambang dari semak-semak, pepohonan dan tanah maupun bongkah-bongkah batu yang menghalangi pekerjaan-pekerjaan selanjutnya. Pekerjaan ini dilakukan dengan menggunakan bulldozer D-85ESS, dan yang dapat menjalankan fungsi gali-dorong dengan memanfaatkan bilah dan tenaga dorong dari alat tersebut. Semak, perdu dan  pohon-pohon kecil yang sudah dibabat tersebut didorong ke daerah-daerah tepi  penambangan ( mineout).

2.10.2 Pengupasan Lapisan penutup

Lapisan penutup dibongkar dengan cara peledakan (Gambar 2.3) untuk kemudian dimuat ke truk dengan mempergunakan excavator  (Gambar   (Gambar 2.4). Lapisan  penutup tersebut diangkut menuju tempat pembuangan Lapisan penutup dengan menggunakan menggunakan truk berkapasitas ber kapasitas 10-32 m 3.

Gambar 2.3 Kegiatan peledakan

Gambar 2.4 Kegiatan Pengupasan Lapisan penutup 2.10.3 Coal cleaning dan coal mining Maksud dari pembersihan batubara ( coal cleaning) adalah untuk membersihkan material non batubara sebelum dilakukan penambangan. Oleh karena itu digunakan

alat gali yang spesifik yaitu alat gali yang memiliki cutting edge  pada bucket nya. nya. Sedangkan pengambilan batubara adalah kegiatan lanjutan dari proses coal cleaning sampai pengangkutan batubara. Untuk lapisan batubara yang keras, maka dilakukan  penggaruan  penggaruan terlebih dahulu sebelum dilakukan dilakukan coal getting. 2.10.4 Coal hauling

Batubara ditambang ditambang juga mempergunakan excavator  dan  dan dimuat ke dalam truk angkut jenis dump truck  seperti  seperti Hino untuk kemudian dibawa menuju CPP. 2.10.5 CPP

Batubara yang telah ditambang sebelum dapat dimuat ke dalam kapal untuk dipasarkan terlebih dahulu diangkut untuk diproses di unit-unit fasilitas pengolahan  batubara. Tahapan pengolahan pengolahan batubara ini meliputi (Gambar 2.5): -

Proses penghancuran penghancuran batubara di CPP Binungan

-

Pengangkutan batubara menuju Suaran Coal Terminal

-

Penumpukan dan pemuatan batubara di Suaran Coal Terminal.

Gambar 2.5 Proses Produksi Batubara  Binungan Mine Operation Operation

2.10.6 Penimbunan Kembali

Lubang bukaan  pit   yang telah habis ditambang ditimbun kembali dengan lapisan penutup (Gambar 2.6), kemudian ditutup tanah pucuk.

Gambar 2.6 Penimbunan Kembali 2.10.7 Reklamasi

Kegiatan reklamasi meliputi : 1.

Pengamanan lahan bekas tambang.

2.

Pengaturan bentuk lahan.

3.

Pengelolaan tanah pucuk.

4.

Pengendalian erosi

5.

Revegetasi

Regevetasi merupakan proses penanaman area bekas tambang yang telah diratakan kembali, agar lapisan tanah pucuknya tidak mudah tererosi (Gambar 2.7).

Gambar 2.7 Reklamasi lahan bekas tambang

BAB III DASAR TEORI

3.1

Produksi Excavator

Pada penelitian ini produksi menyatakan banyaknya volume lapisan penutup yang dapat dikupas / dipindahkan oleh excavator , satuan yang digunakan adalah bcm / jam. Produksi dirumuskan sebagai berikut : Produksi = kapasitas bucket  x faktor keterisian bucket  x 3600 x efisiensi…….…(3.1) Waktu edar excavator  3

Produksi dinyatakan dalam bcm/jam, sedangkan kapasitas bucket   dalam m , efisiensi dalam persen, faktor keterisian bucket   dalam persen, dan waktu edar dalam detik. Angka 3600 merupakan faktor konversi untuk merubah satuan waktu edar dari  jam ke detik. Dari rumusan diatas dapat kita ketahui bahwa kapasitas bucket , faktor keterisian bucket , efisiensi, dan waktu edar adalah faktor utama yang memengaruhi  produksi exvacator. Ada pula faktor faktor lain yang memengaruhi produksi excavator   secara tidak langsung, seperti match  factor , jumlah alat angkut, dan

geometri jalan angkut.

3.2

Faktor yang Memengaruhi Produksi  Excavator secara langsung

3.2.1

Kapasitas  bucket

Besarnya kapasitas bucket excavator  akan memengaruhi volume material yang dapat digali, semakin besar kapasitas bucket excavator  semakin besar pula  produksinya. Satuan untuk menyatakan kapasitas bucket excavator  adalah m 3.

3.2.2

Faktor keterisian  bucket

Material yang digali adalah material hasil p eledakan yang bentuk dan ukurannya tidak seragam, sehingga ketika dimuat dalam bucket  akan membentuk rongga-rongga udara. Hal ini menyebabkan bucket  tidak dapat terisi penuh, sehingga  perlu adanya faktor koreksi untuk menyatakan volume dari bucket excavator   yang

 benar-benar terisi oleh material. Faktor koreksi ini disebut faktor keterisian bucket  atau faktor keterisian bucket . Semakin besar nilai faktor keterisian bucket , maka semakin besar produksinya.

3.2.3

Efisiensi

Efisiensi atau efisiensi kerja disini menyatakan seberapa efektif suatu  produksi berjalan selama waktu terjadwal, dirumuskan sebagai berikut : Efisiensi = waktu kerja efektif x 100% ...........................................….…(3.2) Waktu kerja terjadwal Waktu kerja efektif adalah waktu yang benar – benar digunakan excavator  untuk menggali dan memuat material, sedangkan waktu kerja terjadwal adalah lamanya waktu excavator   bekerja dalam sekali pengamatan. Dalam sekali  pengamatan tidak semua waktu dapat digunakan untuk produksi, ada saat dimana seharusnya excavator   dapat menggali dan memuat material, namun karena suatu sebab tidak dapat dilakukan contohnya adalah ketika excavator   menunggu alat angkut datang. Semakin besar efisiensi, berarti kinerja excavator   semakin efisien, dan produksi semakin besar.

3.2.4

Waktu edar

Untuk excavator , yang disebut satu kali edar adalah waktu dari mulai bucket  excavator   menggali material, kemudian mengayun ketika bucket nya penuh, lalu

menumpahkan material, kemudian mengayun ketika bucket nya kosong. Besarnya waktu edar dipengaruhi oleh sudut ayunan dan kemampuan dari excavator   itu sendiri. Semakin kecil waktu edarnya, maka semakin b esar produksinya.

3.3

Faktor yang Memengaruhi Produksi  Excavator secara tidak langsung

Untuk mengupas dan memindahkan lapisan penutup dari  pit  ke disposal, excavator   Komatsu PC 1250 SP berpasangan dengan dumptruck   Komatsu HD 465.

Dengan demikian produksi excavator   sangat dipengaruhi oleh kinerja dumptruck , apabila kinerja dumptruck   terhambat, maka produksi excavator   juga ikut terhambat. Faktor – faktor yang memengaruhi kinerja dumptruck  antara lain :

3.3.1  Rimpull  dumptruck  Rimpull adalah suatu gaya tarik maksimum yang bisa disediakan oleh mesin.  Rimpull  ini suatu istilah yang hanya diterapkan pada peralatan yang beroda ban

(rubber tired equipment ). Besar kecilnya  Rimpull  bergantung pada kecepatan atau Gear   yang dipakai. Jika pada spesifikasi mesin, belum tersedia daftar  Rimpull, pada

setiap Gear , maka bisa di hitung dengan rumus :

 Rimpull (lb)



375  HP  efficiency speed (mph)

………………….……..……(3.3)

Keterangan : 375

= faktor konversi

HP

= horse power 

Angka 375 merupakan faktor konversi yang digunakan untuk mengubah satuan HP dan mph menjadi lb. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada perhitungan berikut: 1 HP

= 550 ft lb / detik

1 mph = 5280 ft / 3600 detik Rimpull (lb)



Rimpull (lb)



3.3.2

 HP  efisiensi  kecepa tan(mph)



550 ft lb / dtk  effisiensi  5280 ft / 3600dtk 

375  HP  efisiensi  kecepa tan(mph)

Tahanan Gelinding/Gulir ( rolling resistance)

Tahanan gulir adalah jumlah segala gaya-gaya luar ( external forces) yang  berlawanan dengan arah gerak kendaraan yang berjalan d iatas jalur jalan (jalan raya atau kereta api) atau permukaan tanah. Dengan sendirinya yang mengalami tahanan gulir ini secara langsung adalah  bagian luar bannya. Tahanan gulir tegantung dari banyak hal, diantaranya yang terpenting adalah : a. Keadaan jalan, yaitu kekerasan dan kemulusan permukaannya, semakin kecil tahanan gulirnya. Macamnya tanah atau material yang dipergunakan untuk membuat jalan tidak terlalu berpengaruh.  b. Keadaan bagian jalan yang bersangkutan dengan permukaan jalur jalan :

Jika memakai ban karet yang akan berpengaruh adalah ukuran ban, tekanan

-

dan keadaan permukaan bannya, apakah masih baru atau sudah gundul, dan macam kembangan pada ban tersebut. Jika memakai crawler track , maka keadaan dan macam track   kurang

-

 berpengaruh, tetapi yang lebih berpengaruh adalah keadaan jalan. Berdasarakan tahanan gulir dinyatakan dalam pounds (lbs) dari tractive pull yang diperlukan untuk menggerakkan tiap gross ton berat kendaraan beserta isinya  pada jalur jalan yang mendatar dengan kondisi jalur jalan tertentu. Besarnya tahanan gulir dapat didefinisikan sebagai berikut : RR =

P W 

………………………………………………………………………(3.4)

Keterangan : RR

= tahanan gulir, lb/ gross ton

P

= gaya tarik pada kabel penarik, lb

W

= berat kendaraan, gross ton Yang dimaksud dengan gaya tarik pada kabel penarik adalah kabel penarik

yang dipasang sebuah dynamometer   untuk mengukur gaya tarik ( tension) rata-rata  pada kabel tersebut ketika menarik sebuah kendaraan dengan berat yang sudah diketahui pada jalur jalan yang tetap. Gaya tarik tersebut tidak lain adalah jumlah tahanan gulir yang diderita oleh kendaraan tersebut. Selain dengan persamaan diatas, ada cara lain untuk menyatakan tahanan gulir tersebut, yaitu dengan persentase berat kendaraan yanag beratnya dinyatakan dalam satuan  pound  ( Tabel 3.1 ) Tabel 3.1 3

Angka RR rata-rata untuk jenis roda ban karet dan macam jalan ) Jenis Jalan

RR (lb/ton)

 Hard, Smooth Surface, Well Maintained

40

Furm but flexible surface, well maintained

65

 Dirt road, average construction road, little maintenance

100

 Dirt road, soft or rutted

150

 Deep, muddy surface, or loose sand

250-400

3.3.3

Tahanan Kemiringan ( grade resistance)

Tahanan kemiringan adalah besarnya gaya berat yang melawan atau membantu gerak kendaraan karena kemiringan jalur jalan yang dilalui. Jika jalur  jalan itu naik, disebut kemiringan positif ( plus slope), maka tahanan kemiringan akan melawan gerak kendaraan, sehingga memperbesar  Rimpull (tractive effort ) yang diperlukan. Sebaliknya jika jalur jalan itu turun, disebut kemiringan negatif ( minus slope), maka tahanan kemiringannya akan membantu gerak kendaraan, artinya

mengurangi rimpul yang dibutuhkan. Tahanan kemiringan tergantung dari dua faktor, yaitu : 1. Besarnya kemiringan yang biasanya dinyatakan dalam persen. Kemiringan 1%  berarti jalur jalan itu naik atau turun 1 meter setiap jarak 100 meter mendatar (Gambar 3.1) 2. Berat kendaraan itu sendiri yang dinyatakan dalam gross ton. Besarnya tahanan kemiringan rata-rata dinyatakan dalam 20 lbs dari  Rimpull tiap kemiringan 1 %.

1m 100 m Gambar 3.1 Grade jalan 1%

Kemiringan negatif selalu membantu mengurangi  Rimpull  kendaraan itu, maka sedapat mungkin harus diusahakan agar pada waktu alat itu mengangkut muatan melalui jalur yang turun, sedangkan pada waktu kosong menaiki jalur itu. Sehingga dengan demikian pada waktu berisi muatan dapat bergerak lebih cepat dan membawa muatan lebih banyak karena  Rimpull  yang diperlukan sudah dikurangi dengan kemiringan negatif. Ini berarti sedapat mungkin tempat penimbunan material harus dipilihkan yang letaknya lebih rendah dari tempat penggaliannya sendiri. 3.3.4

Percepatan ( acceleration)

Percepatan adalah waktu yang diperlukan untuk mempercepat kendaraan dengan memakai kelebihan  Rimpull  yang tidak dipergunakan untuk menggerakkan

kendaran. Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk mempercepat kendaran tergantung dari beberapa faktor, yaitu :

-

Berat kendaraan, semakin berat, semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk mempercepat kendaraan pada keadaan pada keadaan menanjak dan lurus.

-

Kelebihan  Rimpull  yang ada, semakin besar  Rimpull  yang ada, maka semakin cepat kendaraan itu dapat dipercepat. Jadi kalau kelebihan  Rimpull itu tidak ada, maka percepatan pun tidak akan

timbul, artinya kendaraan tersebut tidak dapat dipercepat. Untuk menghitung  percepatan itu secara tepat memang sulit, namun dapat dipergunakan pendekatan sebagai berikut : F  

W  a g

……………………………………………………………...…(3.5)

Keterangan:

3.3.5

F

= kelebihan Rimpull, lbs

g

= percepatan karena gaya gravitasi, 32,2 ft/s2

W

= berat alat yang harus dipercepat, lbs

a

= percepatan, ft/s

2

Geometri dan Kondisi Jalan Angkut

Geometri jalan angkut yang tidak sesuai standar akan menyebabkan terhambatnya laju alat angkut. Laju alat angkut yang terhambat pada akhirnya akan menyebabkan efisiensi excavator  berkurang karena menunggu alat angkut. Geometri jalan yang memenuhi syarat adalah bentuk dan ukuran dari jalan tambang

sesuai

dengan

spesifikasi

alat

angkut

yang

digunakan

dengan

memperthitungkan kodisi medan yang ada sehingga dapat menjamin keamanan dan keselamatan operasi pengangkutan. Geometri jalan yang sesuai merupakan hal mutlak yang harus dipenuhi. Geometri / dimensi jalan angkut yang harus dipenuhi antara lain : a. Lebar Jalan Angkut

-

Lebar pada Jalan Lurus Penentuan lebar jalan angkut minimum untuk jalan lurus didasarkan pada rule of thumb  yang dikemukakan oleh  AASHTO Manual Rural Highway Design

(Gambar 3.2). Dengan persamaan sebagai berikut :

L = (n  Wt )  (n  1)(0,5  Wt ) ; meter……………………………………..…(3.7) Keterangan: L

= lebar jalan angkut

n

= jumlah jalur

Wt

= lebar alat angkut total, meter

 parit

½ Wt

Wt

½ Wt

Wt

½Wt

L

Gambar 3.2

-

Lebar Jalan Angkut Pada Jalan Lurus Lebar pada jalan tikungan Lebar jalan angkut pada tikungan selalu lebih besar daripada lebar pada jalan lurus (Gambar 3.3). Untuk jalur ganda, lebar minimum pada tikungan dihitung dengan mendasarkan pada :

1. Lebar jejak ban. 2. Lebar juntai atau tonjolan ( overhang) alat angkut bagian depan dan belakang  pada saat belok. 3. Jarak antara alat angkut yang bersimpangan. 4. Jarak (spasi) alat angkut terhadap tep i jalan. Perhitungan terhadap lebar jalan angkut pada tikungan atau belokan dapat menggunakan persamaan : W = n ( U + Fa + Fb + Z ) + C………………………………………………...…(3.8) C = Z = ½ ( U + Fa + Fb ) ……………………………………………………....(3.9)

sin

=

U  radius putar 

……………………………………………………........(3.10)

Keterangan : W

= Lebar jalan angkut pada tikungan, m

 N

= Jumlah jalur

U

= Jarak jejak roda kendaraan

Fa

= Lebar juntai depan

Fb

= Lebar Juntai belakang

Ad = Jarak as roda depan dengan bagian depan truck , m Ab = Jarak as roda belakang dengan bagian belakang truck , m C

= Jarak antara dua truck   yang akan bersimpangan

Z

= Jarak sisi luar truck  ke tepi jalan, m

 

= Sudut penyimpangan roda depan, derajat

Gambar 3.3 Lebar Jalan Angkut Pada Jalan Tikungan  b. Kemiringan Jalan ( grade)

-

Kemiringan jalan angkut Kemiringan atau grade  jalan angkut merupakan satu faktor penting yang harus diamati secara detil dalam kajian terhadap kondisi jalan angkut. Hal ini dikarenakan kemiringan jalan angkut b erhubungan langsung dengan kemampuan alat angkut, baik dari pengereman maupun dalam mengatasi tanjakan. Kemiringan jalan angkut biasanya dinyatakan dalam persen (%). Dalam

 pengertiannya, kemiringan 1 % berarti jalan tersebut naik atau turun 1 meter atau 1 ft untuk jarak mendatar 100 m atau 100 ft. Kemiringan jalan dapat dihitung dengan  persamaan : Grade (%) =

Keterangan: ΔH

 H   x

……………………………………………………………..…(3.11)

:

= beda tinggi antara 2 titik yang diukur

Δx

= jarak datar antara dua titik yang diukur Secara umum kemiringan jalan maksimum yang dapat dilalui dengan baik

oleh alat angkut besarnya berkisar antar 10% - 18%. Akan tetapi untuk jalan naik maupun turun pada bukit, lebih aman kemiringan jalan maksimum sebesar 8% atau 4,5o.

3.3.6

Jumlah Alat Angkut

Jumlah alat angkut secara tidak langsung akan memengaruhi efisiensi kerja excavator , apabila jumlah alat angkut kurang, maka akan terjadi waktu tunggu bagi excavator   yang akan mengurangi efisiensi kerja excavator   dan pada akhirnya

mengurangi produksi. Perhitungan jumlah alat a ngkut dirumuskan sebagai berikut : Jumlah alat angkut =

waktu edar truk

..……(3.12)

Jumlah pemuatan tiap truk x waktu edar excavator 

3.3.7

Faktor Keserasian Alat ( match factor)

Keseimbangan atau sinkronisasi kerja antara truk dengan alat muat, dapat diukur dengan menggunakan faktor keserasian atau match factor  ( MF ). Adapun  persamaannya adalah sebagai berikut :  MF  =

nH   Ct  alat  muat untuk  memuati 1 alat  angkut  nL  Ct  alat  angkut 

………………………(3.13)

Keterangan : nH

= jumlah alat angkut

nL

= jumlah alat muat

Ct

= waktu edar (menit)

Dari persamaan (3.13) akan menghasilkan tiga kemungkinan, yaitu : - MF < 1 , artinya alat muat bekerja kurang dari 100%, sedang alat angkut bekerja 100% sehingga terdapat waktu tunggu bagi alat muat karena menunggu alat angkut yang belum datang. - MF = 1 , artinya alat muat dan angkut bekerja 100%, sehigga tidak terjadi waktu tunggu dari kedua jenis alat tersebut.

- MF > 1 , artinya alat muat bekerja 100%, sedangkan alat angkut bekerja kurang dari 100%, sehingga terdapat waktu tunggu bagi alat angkut.

BAB IV KEMAMPUAN PRODUKSI

4.1

Target Produksi

Target produksi lapisan penutup tahun 2010 pit K, site Binungan sebesar 7.290.000 bcm, target produksi tersebut dibagi merata menjadi 3 armada dengan spesifikasi excavator   dan dumptruck   yang sama. Sedangkan jumlah truknya disesuaikan dengan jarak ke disposal. Target produksi tersebut harus dipenuhi dengan jam kerja yang ada. Pembagian jam kerja terdiri dari 2 shift   (Tabel 4.1). Sedangkan hari kerja efektif untuk tahun 2010 sebanyak 358,50 hari (Lampiran A), sehingga total waktu kerja untuk memenuhi target produksi lapisan penutup adalah 5327,81 jam. Dengan jumlah armada dan jam kerja yang ada maka target produksi  per jam untuk satu armada seharusnya sebesar 456,10 bcm / jam (Tabel 4.2). Target  produksi tersebut dalam kenyataannya belum dapat tercapai. Untuk pembagian area kerja masing – masing armada dapat dilihat pada Lampiran B.

Tabel 4.1 Pembagian shift SHIFT  I waktu ( WITA ) 07.00 - 12.30 12.30 - 13.00 13.00 - 17.30

keterangan Jam kerja Istirahat, makan siang Jam kerja

SHIFT  II waktu ( WITA ) 18.30 - 24.00 24.00 - 01.00 01.00 - 06.00

keterangan Jam kerja istirahat Jam kerja Total

Lama (jam) 5.5 0.5 4.5 10.5

5.5 1 5 11.5 22

Tabel 4.2 Target produksi lapisan penutup Target  produksi Lapisan  penutup (bcm) 7290000

 jumlah armada

Target  produksi/armada (bcm)

 jam kerja yang tersedia (jam)

Target produksi armada /jam (bcm/jam)

3

2430000.00

5327.81

456.10

Berikut ini langkah – langkah dalam menghitung produksi aktual dari alat muat dan alat angkut.

4.2

Kondisi Umum

4.2.1

Jumlah dan Jenis Peralatan yang Digunakan Dalam Pengupasan Lapisan penutup

Pengupasan lapisan penutup digunakan kombinasi alat berat excavator  Komatsu PC 1250 SP dan dumptruck   Komatsu HD 465 (Tabel 4.3). Sedangkan  pembagian jumlah excavator   dan dumptruck   yang digunakan di Pit   K untuk  pengupasan lapisan penutup adalah sebagai berikut : Tabel 4.3 Pembagian jumlah  Excavator  dan Dumptruck 

4.2.2

 Nomor armada

Jumlah excavator  

Jumlah dumptruck 

12

1

5

15

1

6

36

1

6

Spesifikasi Peralatan

Sebelum melakukan perhitungan produksi peralatan, perlu diketahui jenis atau spesifikasi dari peralatan yang digunakan. Hal ini untuk mengetahui keteranganketerangan teknis atau mekanis yang terdapat pada peralatan yang digunakan. Misalnya untuk mengetahui kapasitas alat, tenaga, kecepatan kendaraan, untuk menghitung  Rimpull dan lain sebagainya. ( Lampiran C )

4.2.3

Kondisi Material

Selanjutnya perlu diketahui pula kondisi material, dalam hal ini adalah lapisan penutup yang akan dikupas dan dipindahkan. Material lapisan penutup  berupa b atuan hasil peledakan. Dari data hasil pengujian material oleh perusahaan, diperoleh densitas rata-rata OB dalam adalah 2,25 gr/cm 3, dengan swell factor   0,74.

4.3

Data Waktu Edar  Excavator dan Dumptruck

Data waktu edar excavator dan  dumptruck   diperoleh dari hasil pengamatan langsung di lapangan. Data waktu edar   excavator   digunakan untuk menghitung  produksi excavator   yang aktual, sedangkan data waktu edar   dumptruck   digunakan untuk menghitung match factor .  Match factor   dapat digunakan sebagai acuan sesuai tidaknya jumlah excavator   dan dumptruck   (Tabel 4.4). Rincian perhitungan waktu edar excavator  dan dumptruck  dapat dilihat pada Lampiran D.

Tabel 4.4 Waktu edar  Excavator  dan Dump truck  di Pit  K

4.4

no armada

 jarak ke disposal (m)

Waktu edar  excavator  (detik)

Waktu edar  dumptruck  (detik)

12

2600

27.70

1096,03

15

2830

25.17

1093,57

36

2850

23,33

1115,00

Efisiensi excavator

Untuk perhitungan kemampuan produksi excavator , data efisiensi didapat dari pengamatan langsung di lapangan (Tabel 4.5). Perhitungan efisiensi   excavator  dapat dilihat pada Lampiran E.

Tabel 4.5 Efisiensi Excavator

   P    S    0    5    2    1    C    P    U    S    T    A    M    O    K

 No excavator 

Efisiensi (%)

12

61

15

59

36

52

4.5 Geometri Jalan Angkut 4.5.1

Lebar Jalan Angkut

Disini yang menjadi dasar perhitungan geometri jalan angkut adalah alat angkut yang terbesar yaitu HD 465, sehingga untuk unit-unit yang lebih kecil tidak  jadi masalah. 1. Lebar jalan pada jalan lurus > Lebar alat angkut keseluruhan (Wt) = 4.82 m > Jumlah jalur

(n)

=2

Maka ; Lebar jalan angkut

= n.Wt + (n+1)(1/2 . Wt)………………….(3.7) = 2 x 4.82 + (2+1) (1/2 x 4.82) = 16.9 m  17 m.

2. Lebar jalan tikungan Lebar jalan angkut pada tikungan untuk 2 jalur d apat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : W = n (U + Fa + Fb + Z) + C…………………………………….……….(3.8) C = Z= (

U  Fa  Fb 2

)………………………………………………..….(3.9)

Dimana : W

= lebar jalan angkut pada tikungan atau belokan, m

U

= lebar jejak roda ( center to center tire) = 3.515 m

n

= jumlah jalur = 2

Fa

= Jarak as roda depan dengan bagian depan truk x sin α, m

Fb

= Jarak as roda belakang dengan bagian belakang truk x sin α, m

C

= jarak antara dua truk yang akan bersimpangan, m

Z

= jarak sisi luar truk ke tepi jalan, m

Diketahui : Sudut penyimpangan roda depan (   ) sin

 

Wheelbase

=

= sin

turning radius 1

……………………………………………….…....….(3.10)

3.515m 8.5m 1

 

= sin  0.41

 

= 24,20

0

Jarak as roda depan dengan bagian depan truk = 1.985 m Jarak as roda belakang dengan bagian belakang truk = 3.07 m Maka : Fa

= 1.985 x sin 27.14

0

= 0.82 m Fb

= 3.07 x sin 27.14 0 = 1.27

Maka : C = Z = (

U  Fa  Fb 2

)

= 0.5 x (3.515 + 0.82 + 1.27) =3m W

= {2 x (U + Fa + Fb + Z)} + C = ( 2 x ( 3.515 + 0.82 + 1.27 + 3 ) + 3 = 20,21 m  21 m

4.5.2

Kemiringan Jalan ( Grade)

Untuk memudahkan menghitung kemiringan jalan angkut dari front ke disposal, jalan angkut dibagi menjadi beberapa bagian / segmen (Tabel 4.6).

Pembagian segmen jalan dapat dilihat pada Lampiran B.

Tabel 4.6 Geometri jalan angkut

segmen

jarak (m)

jarak datar (m)

elevasi awal (m)

1 2 3 4 5 6 7

130.7013 82.0844 122.4321 764.8962 153.3717 231.6726 585.9800

130.5137 81.7854 122.2318 763.1266 152.9767 231.2492 583.8429

4 11 18 25 77 88 102

elevasi akhir (m)

 beda tinggi (m)

grade (%)

11 18 25 77 88 102 52

7 7 7 52 11 14 -50

5.36 8.56 5.73 6.81 7.19 6.05 -8.56

Sumber : Peta Topografi Pit K, Site Binungan, PT. Berau Coal, 2010

Perhitungan Grade dilakukan dengan menggunakan rumus : Grade (%) =

 H   x

………………………………………………………...…..….(3.11)

Keterangan : ΔH

= beda tinggi antara 2 titik yang diukur

Δx

= jarak datar antara dua titik yang diukur

4.6

Kemampuan Produksi Excavator

Kemampuan produksi dihitung berdasarkan data dan kondisi aktual yang ada dilapangan. Perhitungan faktor keterisian bucket dan jumlah pemuatan tiap truk dapat dilihat pada Lampiran F. 4.6.1

Kemampuan Produksi Excavator Komatsu PC 1250 SP nomor 12

Lokasi

: Pit  K

Waktu

: Shift  I

 Excavator 

: Komatsu PC 1250 SP nomor 12

Kapasitas bucket 

: 6,70 m3

Jumlah pemuatan/truk : 6 Faktor keterisian bucket : 0.88 Waktu edar excavator  : 27,70 detik Efisiensi

: 0.61

Swell factor 

: 0,74

 Dumptruck 

: Komatsu HD 465-7

Kapasitas Kapasit as

: 34,20 m3

Waktu edar dumptruck  :  : 1096,03 detik Jumlah DT

:5

Jarak Angkut

: 2600 meter

Material

: Lapisan penutup

a. Produksi Excavator  Produksi = kapasitas bucket  x  x faktor keterisian bucket  x  x 3600 x efisiensi...…….(3.1) Waktu edar excavator  = (6,70 m3 x 0.88 x 3 600 detik/jam x 0,61) /27,70 detik = 467,42 lcm/jam = 467,42 lcm/jam x 0.74 = 345,89 Bcm/jam  b. Match Factor MF = (jumlah truk x jumlah pemuatan satu truk x waktu edar excavator ) …(3.13) (jumlah excavator  x  x waktu edar truk) = ((5 x 6 x 27,70 detik)/(1 x 1096,03 detik)) = 0,76 4.6.2

Produksi Excavator Komatsu PC 1250 SP nomor 15

Lokasi

: Pit  K  K

Waktu

: Shift  I  I

 Excavator 

: Komatsu PC 1250 SP nomor 15

Kapasitas bucket 

: 6,70 m3

Jumlah pemuatan/truk : 6 Faktor keterisian bucket : 0,89 Waktu edar excavator  : 25,17 detik Efisiensi

: 0,59

Swell factor 

: 0,74

 Dump truck 

: Komatsu HD 465-7

Kapasitas Kapasit as

: 34,20 m3

Waktu edar  dumptruck   : 1093,57 detik  dumptruck  : Jumlah DT

:6

Jarak Angkut

: 2830 meter

Material

: Lapisan penutup

a. Produksi Excavator  Produksi = kapasitas bucket  x  x faktor keterisian bucket  x  x 3600 x efisiensi...…….(3.1) Waktu edar excavator  = (6,70 m3 x 0,89 x 3600 x 0,59) /25,17 detik = 503,19 lcm/jam = 503,19 lcm/jam x 0.74 = 372,36 Bcm/jam b. Match Factor

MF = (jumlah truk x jumlah pemuatan satu truk x waktu edar excavator ) ...(3.13) (jumlah excavator  x  x waktu edar truk) = ( (6 x 6 x 25,17 detik)/(1 x 1093,57 detik)) = 0,83 4.6.3

Produksi Excavator Komatsu PC 1250 SP nomor 36

Lokasi

: Pit  K  K

Waktu

: Shift  I  I

 Excavator 

: Komatsu PC 1250 SP nomor 36

Kapasitas bucket 

: 6,70 m3

Jumlah pemuatan/truk : 5 Faktor keterisian bucket : 0,95 Waktu edar excavator  : 23,33 detik Efisiensi

: 0,52

Swell factor 

: 0,74

 Dump truck 

: Komatsu HD 465-7

Kapasitas Kapasit as

: 34,20 m3

Waktu edar  dumptruck   : 1115,00 detik  dumptruck  : Jumlah DT

:6

Jarak Angkut

: 2850 meter

Material

: Lapisan penutup

a. Produksi Excavator  Produksi = kapasitas bucket  x  x faktor keterisian bucket  x  x 3600 x efisiensi...…….(3.1) Waktu edar excavator  = (6,70 m3 x 0,95 x 3600 x 0,52) /23,33 detik = 510,73 lcm/jam = 510,73 lcm/jam x 0.74 = 377.94 Bcm/jam

b. Match Factor

MF = (jumlah HD x jumlah pemuatan satu HD x waktu edar excavator ) ...(3.13) (jumlah excavator  x  x waktu edar HD) = ( (6 x 5 x 23,33 detik)/(1 x 1115,00 detik)) = 0,63 Tabel 4.7 Produksi alat muat angkut

   P    S  No    0 excavator     5    2    1    C    P 12    U    S    T    A 15    M    O    K 36

Jumlah  Dumptruck aktual

MF

5

0,76

345,89

6

0,83

372,36

6

0,63

377,94

 produksi aktual (bcm/jam)

BAB V PEMBAHASAN

5.1

Analisis Faktor – Faktor Yang Memengaruhi Produksi  Excavator

Berdasarkan teori yang ada, pengamatan di lapangan, serta perhitungan dapat diketahui bahwa faktor – faktor yang secara langsung menyebabkan tidak tercapainya target produksi excavator   adalah waktu edar, dan efisiensi. Sedangkan faktor yang secara tidak langsung menyebabkan produksi tidak tercapai adalah geometri jalan. Waktu edar excavator   yang lama menyebabkan produksi tidak tercapai. Efisiensi yang kecil berarti waktu yang digunakan untuk produksi lebih sedikit daripada waktu hambatannya, sehingga target produksi tidak tercapai. Geometri jalan memengaruhi pergerakan dari dumptruck . Apabila geometri  jalan tidak sesuai dengan standar, baik lebarnya maupun kemiringan jalannya, maka dapat berakibat pada terhambatnya pergerakan dumptruck . Apabila laju dumptruck  terhambat, maka waktu edarnya menjadi besar dan rawan kecelakaan. Hal inilah yang secara tidak langsung memengaruhi efisiensi   excavator . Lamanya waktu edar  dumptruck   menyebabkan waktu tunggu bagi excavator   yang berakibat mengurangi

efisiensi excavator . 5.1.1

Analisis waktu edar excavator

Satu waktu edar   excavator   dihitung dari waktu penggalian – mengayun saat bucket nya penuh - waktu pemuatan truk – mengayun saat bucket nya kosong.

Besarnya waktu edar  excavator  dipengaruhi oleh jenis material yang digali, besarnya sudut ayunan, dan kemampuan excavator  itu sendiri. Jenis material yang digali ketiga excavator   sama, yaitu material lapisan  penutup yang telah diledakkan. Sudut a yunan excavator   juga sama, yaitu 90˚. Secara teoritis dengan kondisi tersebut seharusnya excavator   yang masih bagus kondisinya hanya membutuhkan waktu edar 23,5 detik saja (Komatsu  Performance Handbook , 24th  Edition 2003). Hal ini dapat dibuktikan pada excavator   nomor 36 dengan

kondisi masih baru mampu mencapai waktu edar 23,33 detik. Waktu edar excavator  12 dan 15 yang lebih dari 23,5 detik dapat dimungkinkan karena kondisi excavator  yang sudah tidak bagus ( Tabel 5.1 ) Tabel 5.1 Waktu edar PC 1250 SP aktual waktu edar (dtk)    P total no  jenis    S waktu    0 excavator  material waktu    5 waktu mengayun mengayun edar    2  pemuatan    1  penggalian  penuh kosong (dtk)    C truk    P    U    S OB 15.07 4.10 4.87 3.67 27,70    T 12    A    M OB 13.37 4.17 4.37 3.27 25,17    O 15    K 36

5.1.2

OB

11.90

3.90

4.33

3.20

23.33

Analisis efisiensi

Efisiensi menyatakan waktu kerja efektif yang digunakan untuk berproduksi excavator  dalam 1 jam produksi dibanding dengan total waktu kerjanya dalam 1 jam.

Dalam 1 jam produksi, tidak mungkin seluruhnya waktu yang ada digunakan untuk  produksi. Hal ini dikarenakan dalam 1 jam produksi, ada waktu – waktu hambatan yang memang diperlukan agar produksi dapat tetap berlangsung seterusnya. Namun ada juga waktu hambatan yang seharusnya dapat dihilangkan sehingga target  produksi dapat tercapai. Dari kondisi aktual di lapangan dapat dilihat bahwa efisiensi yang ada masih kurang untuk mencapai target produksi (Tabel 5.2). Perhitungan efisiensi aktual excavator  dapat dilihat pada Lampiran E. Tabel 5.2 Perbandingan efisiensi aktual dengan target

   C    P    U   P    S   S    T   0    A   5    2    1    M    O    K

armada

efisiensi aktual

12

0.62

15

0.59

36

0.52

Tabel 5.3 Waktu hambatan aktual tiap jam Excavator PC 1250 SP

   P    S    0    5    2    1    C    P    U    S    T    A    M    O    K

aktual Waktu hambatan (detik)

 No excavator  Manuver dumptruck 

Manuver excavator 

Waktu tunggu excavator 

Unit support 

12

616

97

670

30

15

621

116

608

119

36

558

154

832

176

Tabel 5.3 memperlihatkan detil waktu hambatan aktual excavator   dalam satu  jamnya. Manuver   dumptruck   adalah waktu hambatan excavator   karena menunggu dumptruck   bermanuver / memposisikan diri di  front . Manuver excavator   adalah

waktu yang digunakan excavator   untuk memposisikan diri mengikuti kemajuan  penggalian. Waktu tunggu excavator   adalah ketika excavator   sudah siap memuat namun dumptruck   belum datang. Waktu hambatan unit support   adalah waktu hambatan ketika unit support   seperti grader, dozer   atau water truck   masuk memperbaiki  front . Dari waktu hambatan tersebut ada waktu hambatan excavator  karena menunggu dumptruck . Waktu hambatan ini seharusnya dapat dihilangkan. Waktu tunggu excavator   terjadi karena geometri jalan angkut yang tidak sesuai standar, sehingga laju truk terhambat dan waktu edarnya semakin besar. Selain itu  juga faktor keserasian alat gali muat dan alat angkut rendah (MF
View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF