Evaluasi Cp
July 10, 2019 | Author: Adriana Roswita Arisanti Waruwu | Category: N/A
Short Description
gggh...
Description
Evaluasi Clinical Pathway A. Definisi Clinical Pathway
Clinical Pathways (CP) adalah suatu konsep perencanaan pelayanan terpadu yang me rangkum
setiap langk ah
yang
diberikan
kepada
pasien
be b e r d a s a r k a n standar pelayanan medis dan asuhan keperawatan yang berbasis bukti dengan hasil yang terukur dan dalam jangka waktu tertentu selama di rumah sakit. Clinical Pathway adalah gambaran algoritma perawatan pasien dan tujuan mengurangi variasi dan biaya perawatan, meningkatkan efisiensi dan memperbaiki kualitas perawatan pasien. Sesuai dengan defenisi diatas, bahwa Clinical Pathway adalah suatu konsep pelayanan terpadu dan menyeluruh dengan tujuan mengurangi variasi dan biaya perawatan, meningkatkan efisiensi dan memperbaiki kualitas perawatan pasien.
B. Alasan memilih & area prioritas Clinical Pathway
Beberapa
Alasan
memilih
dan
area
prioritas
Clinical
pathway
adalah
sebagai
berikut : 1.
High Cost (Biaya mahal)
2.
High Risk (Risiko tinggi)
3.
High Volume (Banyaknya kejadian)
C. Tujuan
Beberapa tujuan dari Clinical Pathway 1. Mengurangi variasi dalam pelayanan medik 2. Meramalkan lama rawat di Rumah Sakit dan jumlah pemeriksaaan 3. Sebagai panduan bagi seluruh staf Rumah Sakit yang terkait dalam pemberian pelayanan pasien 4. Meningkatkan kepuasan pasien dengan memberikan edukasi tentang rencana rencana perawatan pasien Clinical Pathway (CP) digunakan sebagai mekanisme evaluasi penilaian risiko untuk mendeteksi kesalahan aktif (active errors) dari laten (laten system errors) maupun nyaris terjadi (near miss) dalam manajemen risiko klinis dalam rangka menjaga dan meningkatkan keamanan dan keselamatan pasien (patient safety). safety). Juga digunakan sebagai alat (entry (entry point ) untuk melakukan
perbaikan dan revisi Panduan Praktik Klinis dan Asuhan Keperawatan yang bersifat dinamis dan berdasarkan Evidence Based Medicine (EBM) di Rumah Sakit dr. Bratanata. a. Clinical Pathway (CP) yang berlaku di Rumah Sakit Metta Medika Sibolga adalah : 1.
Akut Miocard Infark (AMI)
2.
Stroke Haemorragic
3.
Stroke Non Haemorragic
4.
DHF Grade I atau II
5.
Apendiktomy Cito
6.
Sectio Caesarea Cito
Kasus-kasus di Clinical Pathway yang dievaluasi antara lain : 1.
Kardiologi
Kasus
Acute Myocardial Infarction (AMI)
Alasan dan
Acute Myocardial Infarction (AMI) adalah suatu kematian jaringan
Implikasi (Latar
Miokard akibat oklusi akut pembuluh darah koroner. AMI terbagi
Belakang
atas ST Elevasi Myocard Acute (STEMI) dan Non ST Elevasi
Masalah)
Myocard Acute (NSTEMI). Laporan badan kesehatan dunia (WHO), September 2009,
AMI
merupakan penyebab kematian pertama sampai saat ini. Pada tahun 2004 diperkirakan 17,1 juta orang meninggal karena AMI, angka ini merupakan 29 % dari penyebab kematian global. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 kematian akibat AMI sebesar 9,3 % dan akibat Stroke sebesar 25,9 % dan apabila keduanya digabung sebagai penyakit Kardiovaskular, maka tetap sebagi penyebab kematian utama di Indonesia sebesar 35,2 %. Tujuan
1. Mengurangi variasi dalam pelayanan medik 2. Meramalkan lama rawat di Rumah Sakit dan jumlah pemeriksaaan 3. Sebagai panduan bagi seluruh staf Rumah Sakit yang terkait dalam pemberian pelayanan pasien 4. Meningkatkan kepuasan pasien dengan memberikan edukasi tentang rencana perawatan pasien
Evidence (data
1. WHO : 2004, terdapat kematian akibat AMI 17,1 juta orang di Dunia
dasar)
2. RISKESDAS : 2007, terdapat kematian akibat AMI sekitar 9,3 % di Indonesia Ukuran Kinerja
Penatalaksanaan AMI sesuai dengan guideline
Klinis Kasus yang
Lama rawat
dievaluasi
Penggunaan Streptase
1. Lama Perawatan pada kasus Acute Myocard Infark Sebelum CP
Triwulan I
Triwulan II
80% 60% 60%
65%
49%
51%
40%
40% 35%
20% 0% Kurang dari 5 hari Lebih dari 5 hari
Lama Perawatan Pada kasus AMI Kurang dari 5 hari Lebih dari 5 hari
Sebelum CP
Triwulan I
Triwulan II
49% 51%
60% 40%
65% 35%
Analisa & Tindak lajut
1. Terjadi penurunan presentase lama rawat setelah Clinical Pathway digunakan 2. Sosialisasi hasil di rapat tentang kasus kardio dan komite medik 3. Pendekatan persuasif kepada dokter yang merawat tidak sesuai berdasarkan ppk 2. Penggunaan Streptase
Sebelum CP
Triwulan I
Triwulan II
100%
100% 80%
100%
75%
60% 40%
25%
20%
0%
0%
0% Menggunkan Streptase Tidak Menggunakan Streptase
Lama Perawatan Pada kasus AMI Menggunkan Streptase Tidak Menggunakan Streptase
Sebelum CP
Triwulan I 0% 100%
Triwulan II 0% 25% 100% 75%
Analisa & Tindak lanjut
1. Terjadi penurunan dan pengawasan dalam penggunaan streptase setelahn clinical pathway diguanakan 2. Sosialisasi hasil di rapat cardiologi dan komite medik 3. Pendekatan persuasif kepada dokter yang merawat tidak sesuai berdasarkan ppk
2.
Neurologi
Kasus
Stroke Haemorragic dan Stroke Non Hemoragik (Tanpa Komplikasi)
Alasan dan Implikasi
Stroke merupakan salah satu masalah kesehatan utama.
(latar belakang
Stroke merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah
masalah)
penyakit jantung dan kanker. Stroke menjadi penyebab kecacatan nomor satu di seluruh dunia. Laporan WHO (2011) memperlihatkan bahwa penyakit tidak menular saat ini merupakan penyebab kematian utama di seluruh dunia. Penyakit pembuluh darah (stroke dan penyakit kardiovaskuler), kanker, dan penyakit paru kronik merupakan penyebab kematian utama, dan
bertanggung jawab pada 53% dari seluruh kematian. Stroke menjadi penyebab kematian peringkat ketiga setelah penyakit jantung dan kanker, bahkan di Indonesia menjadi penyebab kematian peringkat pertama dirumah sakit sejak tahun 1995 hingga 1999. Peningkatan kejadian kematian akibat penyakit pembuluh darah dijumpai di negara maju dan negara berkembang (WHO, 2011). Hasil Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) 2007 menyebutkan bahwa angka kematian akibat infark serebral adalah 11,2% pada pasien yang dirawat di RS. Stroke merupakan penyebab kematian tertinggi pada pasien yang dirawat di RS (5,24% dari seluruh kematian) (Depkes, 2008). Meningkatnya usia harapan hidup didorong oleh keberhasilan pembangunan
nasional
dan
berkembangnya
modernisasi
menyebabkan usia lanjut bertambah dan terjadi perubahan pola hidup yang berpotensi meningkatkan resiko stroke. Penatalaksanaan stroke menjadi masalah yang sangat penting karena memerlukan pengorbanan baik dari aspek moril maupun materiil, dan akhirnya mengakibatkan biaya yang sangat besar, maka diperlukan penatalaksanaan komprehensif stroke yang lebih efektif dan efisien sehingga mendapatkan perbaikan kualitas hidup, mencegah kematian dan kecacatan. Tujuan
1. Mengurangi variasi dalam pelayanan medik 2. Meramalkan lama rawat di Rumah Sakit dan jumlah pemeriksaaan 3. Sebagai panduan bagi seluruh staf Rumah Sakit yang terkait dalam pemberian pelayanan pasien 4. Meningkatkan kepuasan pasien dengan memberikan edukasi tentang rencana perawatan pasien
Penatalaksanaan stroke sesuai dengan guideline
Ukuran Kinerja Klinis Kasus yang
Lama Perawatan pada Stroke Haemoragik dan Stroke Non
dievaluasi
Haemoragik
1. Lama Perawatan pada kasus Stroke Haemoragik Sebelum CP 73%
80%
Triwulan I
Triwulan II
80%
55% 60%
45% 40% 27%
20%
20%
0% Kurang dari 7 hari Lebih dari 7 hari
Lama Perawatan pada kasus Stroke Haemoragik Kurang dari 7 hari Lebih dari 7 hari
Sebelum CP
Triwulan I
Triwulan II
55% 45%
73% 27%
80% 20%
Analisa & Tindak lanjut
1. Terjadi penurunan presentase lama rawat setelah clinical pathway digunakan 2. Sosialisasi hasil di rapat neurologi dan komite medik 3. Pendekatan kepada dokter terkait yang tidak sesuai lama rawat berdasarkan ppk
2. Lama perawatan pada kasus Stroke Non Haemoragik
Sebelum CP
Triwuan I
Triwulan II
100% 80%
69%
81% 66%
60% 40%
19%
34% 31%
20% 0% Kurang dari 5 hari Lebih dari 5 hari
Lama Perawatan pada kasus Stroke Non Haemorogik Kurang dari 5 hari Lebih dari 5 hari
Sebelum CP
Triwuan I
Triwulan II
19% 81%
34% 66%
69% 31%
Analisa & Tindak lanjut
1. Terjadi penurunan presentase lama rawat setelah Clinical Pathway digunakan 2. Sosialisasi hasil di rapat neurologi dan komite medik 3. Pendekatan kepada dokter terkait yang tidak sesuai lama rawat berdasarkan ppk
5.
Penyakit Dalam
Kasus
DHF ( Dengue Haemorragic Fever )
Alasan dan Implikasi
Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit demam akut
(latar belakang
dengan manifestasi perdarahan dalam berbagai stadia yang
masalah)
disebabkan oleh virus Dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypty dan Aedes albopictus sesuai kriteria WHO untuk Demam Berdarah Dengue (DBD). Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan
endemis di sebagian kabupaten/kota di Indonesia. Hampir setiap tahun terjadi KLB (Kejadian Luar Biasa) di beberapa daerah yang biasanya terjadi pada musim penghujan, namun sejak awal tahun 2011 ini sampai bulan Agustus 2011 tercatat jumlah kasus relative menurun sebagaimana tampak pada grafik di bawah. DBD pertama kali dilaporkan pada tahun 1958 di Jakarta dan Surabaya, dengan 48 penderita dan angka kematian (CFR) sebesar 41,3%. Dewasa ini DBD telah tersebar di seluruh provinsi di Indonesia ( Subdirektorat Pengendalian Arbovirosis – Dit PPBB -Ditjen PP dan PL – Kementerian Kesehatan RI ). WHO melaporkan lebih dari 2,5 milyar orang dari 2/5 populasi dunia saat ini beresiko terinveksi virus dengue. 1. Mengurangi variasi dalam pelayanan medik
Tujuan
2. Meramalkan lama rawat di Rumah Sakit dan jumlah pemeriksaaan 3. Sebagai panduan bagi seluruh staf Rumah Sakit yang terkait dalam pemberian pelayanan pasien 4. Meningkatkan kepuasan pasien dengan memberikan edukasi tentang rencana perawatan pasien Ukuran Klinis
Kinerja
Penatalaksanaan DHF sesuai dengan guideline (terlampir ) Non formakologis : tirah baring, makanan lunak. Farmakologis : a. Simtomatis : antipiretik parasetamol bila demam. b. Tatalaksana terinci dapat dilihat pada lampiran protokol tatalaksana DBD. 1)
Cairan intravena: Ringer laktat atau ringer asetat 4-5 jam/kolf; koloid / plasma ekspander pada DBD stadium III dan IV bila diperlukan.
2)
Transfusi trombosit dan komponen darah (optional).
3)
Pertimbangan heparinisasi pada DBD stadium III dan IV dengan koagulasi intravaskular diseminata (KID).
4)
Kortikosteroid (optional).
5)
Antibiotik bila diperlukan.
Kasus yang
Pengguanaan Antibiotik
dievaluasi
Lama rawat penggunaan
1. Persentase penggunaan Antibiotik pada kasus DHF Sebelum CP
Triwulan I
Triwulan II
100% 80% 60% 40%
75%
85%
62% 38% 25% 15%
20% 0%
Dengan Antibiotik Tanpa Antibiotik
Penggunaan Antibiotik pada DHF DHF Dengan Antibiotik DHF Tanpa Antibiotik
Sebelum CP
Triwulan I
Triwulan II
38% 62%
25% 75%
15% 85%
Analisa & Tindak lanjut
1.
Terjadi penurunan presentase penggunaan antibiotik setelah Clinical Pathway digunakan
2.
Sosialisasi hasil di rapat internist dan komite medik
3.
Penyegaran ilmu tentang DHF dengan melibatkan dokter internist sebagai narasumber saat rapat
2. Persentase Lama Perawatan pada kasus DHF
Sebelum CP 100%
Triwulan I
Triwulan II
86% 71%
65%
80% 60% 40%
35% 29%
20%
24%
0% Kurang dari 3 hari Lebih dari 3 hari
Lama Perawatan DHF Kurang dari 3 hari Lebih dari 3 hari
Sebelum CP 65% 35%
Triwulan I 71% 29%
Triwulan II 86% 24%
Analisa & Tindak lanjut
1. Terjadi penurunan presentase lama rawat setelah Clinical Pathway digunakan 2. Sosialisasi hasil di rapat internist dan komite medik 3. Penyegaran ilmu tentang DHF dengan melibatkan dokter internist sebagai narasumber saat rapat berikutnya
3. Penggunaan Koloid Sebelum CP
Triwulan I 94%
100%
triwulan II 96%
98%
80% 60% 40% 20%
6%
4%
2%
0% Penggunaan Koloid Tidak Menggunakan Koloid
Pengguanaan Koloid pada DHF Penggunaan Koloid Tidak Menggunakan Koloid
Sebelum CP
Triwulan I
triwulan II
6%
4%
2%
94%
96%
98%
Analisa & Tindak lanjut
1. Terjadi penurunan presentase penggunaan cairan koloid setelah Clinical Pathway digunakan 2. Sosialisasi hasil di rapat internist dan komite medik 3. Penyegaran ilmu tentang DHF dengan melibatkan dokter internist sebagai narasumber saat rapat berikutnya
5.
Bedah
Kasus
Appendictomy
Alasan dan Implikasi
Appendiksitis adalah peradangan dari appendiks v ermiformis dan
(latar belakang
merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit
masalah)
ini dapat mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia antara 10 sampai 30 tahun. Penatalaksanaan appendiksitis dilakukan dengan appendictomy yaitu suatu tindakan pembedahan dengan mengangkat appendiks. Hal ini harus segera dilakukan tindakan bedah karena setiap keterlambatan akan berakibat meningkatkan morbiditas dan mortalitas, yaitu dapat menyebabkan terjadinya perforasi atau ruptur pada dinding appendiks. Bedah appendiks juga memiliki dampak yang dapat membahayakan bagi pasien pasca operasi khususnya
pada
appendisitis
yang
sudah
perforasi
dan
menyebabkan sepsis rongga abdomen. Pada appendisitis yang sudah perforasi dapat menimbulkan komplikasi infeksi luka operasi, bocornya (leakage) jahitan appendiks dan kematian karena sepsinya yang berat. Namun demikian, bahaya tersebut dapat
dicegah
dengan
penatalaksanaan
yang
menggunakan antibiotik profilaksis spektrum luas.
cepat
dan
Tujuan
1. Mengurangi variasi dalam pelayanan medik 2. Meramalkan lama rawat di Rumah Sakit dan jumlah pemeriksaaan 3. Sebagai panduan bagi seluruh staf Rumah Sakit yang terkait dalam pemberian pelayanan pasien 4. Meningkatkan kepuasan pasien dengan memberikan edukasi tentang rencana perawatan pasien
Ukuran Kinerja
Apendisitis
Klinis
disesuaikan jadwal elektif Apendisitis
kronis:
akut:
direncanakan
direncanakan
apendektomi
apendektomi
segera
elektif,
(cito
emergency) Periapendikuler abses: insisi, drainase Periapendikuler
infiltrate:
pertama
dirawat
konservatif,
medikamentosa yang adekwat, bila massa mengecil ukuran < 3cm atau menghilang, dilakukan apendektomi dengan insisi paramedian Apendisitis perforata disertai tanda-tanda peritonitis local: dilakukan apendektomi dengan insisi gradiron atau transversal pada appendsitis anak Bila ditemukan tanda-tanda peritonitis umum, dilakukan laparatomi dengan insisi median. Kasus yang
Lama Perawatan
dievaluasi
1. Lama Perawatan pada Kasus Appendictomy
Sebelum CP
80%
60% 67%
Triwulan I
Triwulan II
75%
60%
40%
40%
33% 25%
20% 0% Kurang 4 hari Lebih 4 hari
Lama Perawatan pada kasus Appendictomy Kurang 4 hari Lebih 4 hari
Sebelum CP
Triwulan I
Triwulan II
60% 40%
67% 33%
75% 25%
Analisa & Tindak lanjut
1. Terjadi penurunan presentase lama rawat setelah Clinical Pathway digunakan 2. Sosialisasi hasil di rapat dokter spesialis bedah dan komite medik 3. Pendekatan kepada dokter terkait yang tidak sesuai lama rawat berdasarkan ppk
5.
Obsgyn
Kasus
Seksio Caesarea-Hamil Aterm-KTG Patologis.
Alasan dan Implikasi
Seksio sesarea adalah tindakan operasi untuk melahirkan janin
(latar belakang
melalui insisi dinding perut dan uterus.
masalah)
dilakukan secara primer (berencana) ataupun darurat. Terdapat
Seksio sesarea dapat
sejumlah indikasi untuk melakukan seksio sesarea, yaitu indikasi Ibu (CPD, kemacetan persalinan), bekas seksio >2 kali,
perdarahan antepartum, kegagalan induksi, atau bekas operasi lain pada uterus) dan indikasi janin (gawat janin, malpresentasi, pertumbuhan janin terhambat, makrosomia). Gawat janin dalam persalinan adalah keadaan yang menunjukkan hipoksia (kurang oksigen) pada janin. Tanpa oksigen yang adekuat, denyut jantung janin kehilangan variabilitas dasarnya dan menunjukkan deselerasi (perlambatan) lanjut pada kontraksi uterus. Bila hipoksia menetap, glikolisis (pemecahan glukosa) anaerob menghasilkan asam laktat dengan pH janin yang menurun. Pada keadaan gawat janin yang menetap diperlukan tindakan segera untuk melahirkan janin. Seksio sesaria yang dilakukan di Instalasi Kamar Operasi umumnya adalah seksio sesarea darurat, dan indikasi gawat janin merupakan 3 besar penyebab dilakukannya seksio sesaria. Tujuan
1. Mengurangi variasi dalam pelayanan medik 2. Meramalkan lama rawat di Rumah Sakit dan jumlah pemeriksaaan 3. Sebagai panduan bagi seluruh staf Rumah Sakit yang terkait dalam pemberian pelayanan pasien 4. Meningkatkan kepuasan pasien dengan memberikan edukasi tentang rencana perawatan pasien
Ukuran Kinerja Klinis
Kasus yang
Hasil yang diharapkan adalah :
-
Pasien didorong ke OK dalam waktu 8 menit.
-
Operasi selesai dalam 1 jam
-
Perdarahan kurang dari 1000 cc
-
Tidak ada komplikasi tindakan.
Lama Perawatan
dievaluasi
1. Lama Perawatan pada kasus Sectio Caesarea cito
Sebelum CP
100% 80%
70%
80%
Triwulan I
Triwulan II
85%
60% 40%
30%
20%
20% 15%
0% Kurang dari 4 hari Lebih dari 4 hari
Lama Perawatan pada kasus SC Cito Kurang dari 4 hari Lebih dari 4 hari
Sebelum CP
Triwulan I
Triwulan II
70% 30%
80% 20%
85% 15%
Analisa & Tindak lajut
1. Terjadi penurunan presentase lama rawat setelah clinical pathway digunakan 2. Sosialisasi hasil di rapat obgyn dan komite medik 3. Pendekatan persuasif kepada dokter yang merawat tidak sesuai berdasarkan ppk
View more...
Comments