Etbis Sap 10 Fix

April 6, 2019 | Author: Prabandhana | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Erika bisnis...

Description

ETIKA BISNIS ETIKA LINGKUNGAN HIDUP

Oleh : Kelompok 13

 Nama Anggota Kelompok:

 Nim/No. Absen:

Clara Yunneke Tanadi

1607532037 / 33

Kadek Gita Amdika Putri

1607532038 / 34

I Gede Prabandhana Ariantaka

1607532048 / 35

JURUSAN AKUNTANSI PROGRAM STUDI NON REGULER FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2017

I.

PENDAHULUAN

Dalam menjaga hubungan dengan sumber daya alam, terdapat “Etika Lingkungan”. Di

Indonesia sendiri sebenarnya etika lingkungan bukanlah merupakan hal yang baru, etika lingkungan sebenarnya telah ada sejak dahulu kala, karena leluhur kita sebenarnya telah menyebarkan hal ini melalui tembang, legenda ataupun mitos. Contoh suku yang masih mempertahankan kearifan tradisional ini adalah masyarakat Dayak, Asmat, Badui, Nias, Kampung Naga ataupun Tengger. Seharusnya etika lingkungan yang penuh warna kearifan dan kebenaran tradisional ini dapat dikembangkan untuk penyelamatan lingkungan yang lebih luas di negara kita. Bisnis yang etis adalah bisnis yang dapat memberi manfaat maksimal pada lingkungan,  bukan sebaliknya, menggerogoti keserasian lingkungan. Kerusakan lingkungan pada dasarnya  berasal dari dua sumber yaitu polusi dan penyusutan sumber daya. Dalam kasus PT Lapindo Brantas misalnya, bencana memaksa penduduk harus ke rumah sakit, bahkan sudah menelan korban jiwa dengan meledaknya pipa gas Pertamina akibat pergerakan tanah. Perusahaan pun terkesan lebih mengutamakan penyelamatan aset-asetnya daripada mengatasi soal lingkungan dan sosial yang ditimbulkan, walaupun korban jiwa sudah terjadi. Atau kasus pembukaan lahan gambut dan rawa untuk pembangunan Pantai Indah Kapuk yang mengakibatkan banjir bagi wilayah Jakarta. Ataupun krisis air yang berkepanjangan yang menimpa hampir seluruh wilayah di Indonesia. Juga mencemaskan adalah penyedotan air tanah melebihi kemampuan alam untuk mengisinya kembali sehingga volume air dalam tanah kian berkurang. Maka dari pada itu, dalam  pembahasan ini kita akan membahas topik sebagai berikut: 1. Dimensi polusi dan penyusutan sumber daya; 2. Etika pengendalian polusi; 3. Etika konservasi sumber daya yang bisa habis;dan 4. Meningkatnya perhatian bisnis terhadap etika lingkungan.

II.

PEMBAHASAN

1. DIMENSI POLUSI DAN PENYUSUTAN SUMBER DAYA a. Polusi

Menurut SK Menteri Kependudukan Lingkungan Hidup No 02/MENKLH/1988, polusi atau pencemaran adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam air, udara, tanah dan/atau berubahnya tatanan (komposisi) air, udara, tanah, oleh kegiatan manusia dan proses alam, sehingga kualitas air, udara, tanah menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya. Polusi mengacu pada kontaminasi yang tidak diinginkan terhadap lingkungan oleh pembuatan atau penggunaan komoditas. Polusi dapat dikategorikan menjadi polusi udara, air, dan tanah. 1. Polusi Udara Polusi udara adalah kehadiran satu atau lebih substansi fisik, kimia, atau biologi di atmosfer dalam jumlah yang dapat membahayakan kesehatan manusia, hewan, dan tumbuhan, mengganggu estetika dan kenyamanan, atau merusak properti. Polusi udara dapat ditimbulkan oleh sumber-sumber alami misalnya, gunung meletusdan kebakaran hutan, kegiatan manusia seperti transportasi, industri, pembangkit listrik, dan anke kegiatan pembakaran, dan sumber lain seperti kebocoran gas. Yang dapat digolongkan dalam polusi udara antara lain : a. Pemanasan Global Gas-gas rumah kaca adalah gas-gas yang menyerap dan menahan panas matahari, mencegahnya kembali ruang angkasa, mirip dengan rumah kaca yang menyerap dan menahan panas matahari. Gas-gas hijau terbentuk secara alami dalam atmosfer yang  bertugas menjaga agar suhu bumi 330C lebih hangat dari seharusnya sehingga memungkinkan kehidupan berkembang. Kenaikan suhu bumi (global warming) telah menjadi perhatian dunia sejak beberapa dekade belakangan. Industralisasi dituding sebagai penyebab utama. Salah satu akibatnya ialah mencairnya es di kutub yang  berakibat naiknya pemukaan laut, yang pada gilirannya menyebabkan abrasi kawasan  pantai. El-Nino, Badai Katrina dan Badai Rita yang menggulung Amerika baru-baru ini di duga sebagai sebagai akibat global warming. Menurut aktivis Greenpeace Grant Rosoman, Hutan Surgawi (paradise forest), yang membentang dari Asia Tenggara,

melintasi Indonesia hingga Papua Nugini dal Kepulauan Solomon, kini mengalami kerusakan tercepat di dunia. Sekitar 72% terjadi di Indonesia.  b. Penyusutan Ozon Lapisan ozon yang berada di statosfer (ketinggian 20-35 km ) merupakan perlindungan alami bumi yang berfungsi memfilter radiasi ultraviolet B dari matahari. Pembentukan dan penguraian molekul-molekul ozon (O3) terjadi secara alami di statosfer. Penyusutan

lapisan

ozon

secara

bertahap

disebabkan

oleh

pelepasan

gas

klorofluorocarbon (CFC) ke udara. Kerusakan lapisan ozon menyebabkan sinar UV-B matahari tidak terfilter dan dapat mengakibatkan kanker kulit serta penyakit pada tanaman. c. Hujan Asam Keasaman atau pH normal air hujan adalah 5,6 karena adanya CO2 di atmosfer. Dampak dari hujan asam ini antara lain mempengaruhi kualitas air permukaan, merusak tanaman, melarutkan logam-logam berat yang terdapat dalam tanah sehingga mempengaruhi kualitas air tanah dan air permukaan, bersifat korosif sehingga merusak material dan bangunan. d. Racun Udara Ancaman

racun

udara

memang

tidak

terlalu

berbahaya,

namun

cukup

mengkhawatirkan. Dalam beberapa tahun belakangan terjadi kenaikan beberapa jenis racun karsinogen. Diperkirakan 20 dari 329 zat beracun yang sudah masuk ke udara sudah mampu menyebabkan lebih dari 2.000 kasus kanker stiap tahun dan bahwa kasus kanker sangat tinggi ditemukan di dekat-dekat pabrik di sejumlah negara. e. Kualitas Udara Bentuk polusi udara yang paling umum adalah gas dan partikel-partikel yang keluar dari kendaraan dan proses industri, yang berpengaruh pada kualitas udara. Beberapa  partikel racun dapat meninggalkan noda pada pakaian, jendela, mengaburkan  pandangan, dan dapat menjadi katalisator dalam pembentukan bahan pencemar lainnya. Partikel yang mengandung racun membawa gas-gas pengganggu ke dalam  paru-paru secara bertahap dan baru terasa setelah terakumulasi beberapa tahun.



Dampak Polusi Udara a. Terhadap Kesehatan Dampak kesehatan yang paling umum dijumpai adalah infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), termasuk di antaranya, asma, bronkitis, dan gangguan pernapasan lainnya.  b. Terhadap Tanaman Tanaman yang tumbuh di daerah dengan tingkat polusi udara tinggi dapat terganggu  pertumbuhannya dan rawat penyakit, antara lain klorosis, nekrosis, dan bintik hitam. Partikulat yang terdeposisi di permukaan tanaman dapat menghambat proses fotosintesis.

2. Polusi Air Kontaminasi sumber air adalah masalah klasik yang telah dihadapi semenjak peradaban manusia mulai menggunakan air untuk membuang sampah dan kotoran. Polusi air disebabkan oleh : a. Limbah Pemukiman Limbah pemukiman mengandung limbah domestik berupa sampah organik dan sampah anorganik serta deterjen. Sampah organik adalah sampah yang dapat diuraikan atau dibusukkan oleh bakteri, seperti sisa sayuran, buah-buahan, dan daun-daunan. Sedangkan sampah anorganik seperti kertas, plastik, gelas atau kaca, kain, kayukayuan, logam, karet, dan kulit. Sampah-sampah ini tidak dapat diuraikan oleh bakteri (non biodegrable). Deterjen merupakan limbah pemukiman yang paling potensial mencemari air.  b. Limbah Pertanian Pupuk dan pestisida biasa digunakan para petani untuk merawat tanamannya. Limbah  pupuk mengandung fosfat yang dapat merangsang pertumbuhan gulma air sperti ganggang dan eceng gondok. Pestisida mempunyai sifat relatif tidak larut dalam air, tetapi mudah larut dan cenderung konsentrasinya meningkat dalam lemak dan sel-sel tubuh makhluk hidup disebut Biological Amplification, sehingga apabila masuk dalam rantai makanan konsentrasinya makin tinggi dan yang tertinggi adalah pada konsumen  puncak.

c. Limbah Industri Limbah industri sangat potensial sebagai penyebab terjadinya pencemaran air. Pada umumnya limbah industri mengandung limbah B3, yaitu bahan berbahaya dan beracun. Karakteristik limbah B3 adalah korosif/ menyebabkan karat, mudah terbakar dan meledak. Bersifat toksik/beracun dan menyebabkan infeksi/penyakit. Limbah industri yang berbahaya antara lain yang mengandung logam dan cairan asam. Limbah ini  bersifat korosif, dapat mematikan tumbuhan dan hewan air. Pada manusia menyebabkan iritasi pada kulit dan mata, mengganggu pernafasan dan menyebabkan kanker. Logam yang paling berbahaya dari limbah industri adalah merkuri atau yang dikenal juga sebagai air raksa (Hg) atau air perak. Limbah yang mengandung merkuri selain berasal dari industri logam juga berasal dari industri kosmetik, batu baterai,  plastik dan sebagainya. d. Limbah Pertambangan Limbah pertambangan seperti batubara biasanya tercemar asam sulfat dan senyawa  besi, yang dapat mengalir ke luar daerah pertambangan. Limbah pertambangan yang  bersifat asam bisa menyebakan korosi dan melarutkan logam-logam sehingga air yang dicemari bersifat racun dan dapat memusnahkan kehidupan akuatik. 3. Polusi Tanah Polusi atau pencemaran tanah adalah keadaan dimana bahan kimia buatan manusia masuk dan merubah lingkungan tanah alami. Pencemaran ini biasanya terjadi karena kebocoran limbah

cair

atau

bahan

kimia

industri

atau

fasilitas

komersial.

Ketika

suatu

zat

 berbahaya/beracun telah mencemari permukaan tanah, maka ia dapat menguao, tersapu air hujan dan atau masuk ke dalam tanah. Pencemaran yang masuk ke dalam tanah kemudian terendap sebagai zat kimia beracun di tanah. Zat beracun di tanah tersebut dapat berdampak langsung kepada manusia ketika bersentuhan atau dapat mencemari air tanah dan udara di atasnya. Dampak pencemaran tanah terhadap kesehatan tergantung pada tipe polutan, jalur masuk ke dalam tubuh dan kerentanan populasi yang terkena. Kromium, berbagai macam pestisida dan herbisida merupakan bahan karsinogenik untuk semua populasi. Timbal sangat berbahaya pada anak-anak, karena dapat menyebabkan kerusakan otak, serta kerusakan ginjal pada seluruh  populasi.

Pencemaran tanah dapat juga memberikan dampak terhadap ekosistem. Perubahan kimiawi tanah yang radikal dapat timbul dari adanya bahan kimia beracun/berbahaya bahkan  pada dosis yang rendah sekalipun. Perubahan ini dapat menyebabkan perubahan metabolisme dari mikroorganisme endemik dan antropoda yang hidup di lingkunga tanah tersebut. Dampak pada pertanian terutama perubahan metabolisme tanaman yang pada akhirnya dapat menyebabkan penurunan hasil pertanian. Hal ini dapat menyebabkan dampak lanjutan  pada konservasi tanaman di mana tanaman tidak mampu menahan lapisan tanah dari erosi. Bahan-bahan kimia derivatif akan terbentuk dari bahan pencemaran tanah utama.  b. Penyusutan Sumber Daya Pembangunan kawasan industri di daerah-daerah pertanian dan sekitarnya menyebabkan  berkurangnya luas areal pertanian, terganggunya kenyamanan dan kesehatan manusia atau makhluk hidup lain. Sedangkan kegiatan pertambangan menyebabkan kerusakan tanah, erosi dan sedimentasi, serta kekeringan. Kerusakan akibat kegiatan pertambangan adalah berubah atau hilangnya bentuk permukaan bumi (landscape), terutama pertambangan yang dilakukan secara terbuka (opened mining) meninggalkan lubang-lubang besar di permukaan bumi. Kerusakan lingkungan selain disebabkan oleh polusi, juga disebabkan oleh susutnya sumber daya alam. Penyusutan sumber daya mengacu pada konsumsi sumber daya yang terbatas atau langka. Penyusutan sumber daya alam sering disebut dengan istilah deplisi. Penyusutan sumber daya alam dapat merupakan penyusutan spesies dan habitat, bahan bakar fosil, dan mineral. 1.

Penyusutan Spesies dan Habitat Kekayaan alam seringkali ditentukan oleh banyaknya jenis-jenis kehidupan (spesies). Pencemaran udara, air, dan tanah dapat menyebabkan perubahan metabolisme dari mikroorganisme endemik dan antropoda yang hidup di lingkungan tersebut. Akibatnya  beberapa spesies terancam musnah. Industri kayu telah merusak hutan sebagai habutat yang menjadi tempat tinggal berbagai spesies. Menyusutnya hutan dan adanya  pengaruh polusi udara akan mengakibatkan kepunahan sejumlah besar spesies tumbuhan dan hewan.

2.

Penyusutan Bahan Bakar Tingkat penggunaan bahan bakar fosil yang meningkat hampir 2 kali lipat mengakibatkan terjadinya penyusutan. Jika terus dibiarkan, penyusutan ini akan

 berakhir dengan punahnya semua suber daya dalam waktu yang relatif singkat. Diperkirakan cadangan batubara dunia akan habis dalam waktu 100 tahun, minyak akan habis dalam waktu 40 tahun, dan gas alam akan habis dalam waktu 25 tahun. 3.

Penyusutan Mineral Jika perkiraan penyusutan mengenai cadangan mineral benar, maka konsekuensikonsekuensi ekonomi akan sangat fatal karena habisnya mineral-mineral tersebut dalam jangka waktu yang relatif singkat, ini akan mengakibatkan hancurnya berbagai industri yang bergantung padanya. Jadi, ada batas-batas fisik dari sumber daya daya alam kita, meskipun banyak yang masih berlimpah, namun semuanya tidak bisa dieksploitas secara terus menerus.

2. ETIKA PENGENDALIAN POLUSI

Selama berabad-abad, lembaga bisnis diperbolehkan mengakibatkan akibat-akibat kegiatan mereka terhadap lingkungan alam, satu pemanjangan yang muncul karena beberapa sebab. 1) Para pelaku bisnis menganggap udara dan air adalah barang gratis atau dengan kata lain, tidak ada yang memiliki dan masing masing, bisa menggunakannya tanpa perlu mengeluarkan biaya. Misalnya: pabrik DuPont di West Virginia membuat 10.000 ton limbah kimia setiap  bulan ke Teluk Mesiko sampai dipaksa berhenti. 2) Bisnis melihat lingkungan sebagai barang tak terbatas. Dengan kata lain “dsaya tampung” air dan udara sangat besar, dan subangan polusi dari masing-masing perusahaan pada sumber daya ini relatif kecil dan tidak signifikan. Contohnya, jumlah bahan kimia yang dibuang DuPont ke Teluk Mesiko mungkin relatif kecil bila dibandingkan dengan ukuran teluk, dan pengaruh-pengaruhnya dianggap tidak  berarti, apabila semua perusahaan berpikir seperti itu, maka seperti itu, maka pengaruh penaruh yang tidak berarti dari masing-masing perusahaan akan menjadi sangat fatal. 3) Penggunaan produk oleh konsumen dan produk sampah manusia. Satu sumber polusi udara, misalnya penggunaan kendaraan bermotor, sumber utama  polusi air adalah kotoran. A. Etika Ekologi

Sebuah sistem ekologi adlah rangkaian organisme dan lingkungan yang saling terkait dan saling bertangung jawab, seperti danau dimna ikan bergantung pada organisme air kecil dan organisme-organisme ini bergantung pada tanamanan air yang mati dan kotoran ikan. Karena ada  banyak sistem ekologi yang slaing terkaid, maka aktivitas dari salah satu bagiannya akan  berpengaruhan pada bagian lain. Usha bisnis da juga lembaga-lembaga sosial merupakan bagian dari sistem ekologi yang lebih besar. Usaha bisnis bergantung pada lingkungan alam dalam memperoleh energi, sumber daya material, dan pembuangan limbah, dan sebaliknya, alam dipengaruhi oleh aktivitasaktivitas bsisnis dari perusahaan. Sebagai contoh, aktivitas pabrik-pabrik topi kulit dari kulit berang-berang di Eropa abad ke-18, telah menghancurkan populasi berang Amerika, selanjutnya mengarah pada keringnya sejumlah besar daerah rawa yang dihasilkan dari bendungan berang-berang. Penegasan atas apa yang kadang disebut etika ekologi atau ekologi dalam tidak didasarkan pada gagasan-gagasan bahwa lingkungan perlu dilindungi demi kepentingan manusia. Tetapi, etika eologi didasarkan pada gagasan bahwa bagian-bagian lingkungan yang bukan manusia perlu dijaga demi bagian-bagian itu tersendiri tidak masalah apakah itu menguntungan manusia atau tidak. Etika ekologi adalah sebuah etika yang mengklaim bahwa sejahteraan dari bagian-bagian non manusia dibumi ini secara intrinsik memiliki nilai tersendiri dan bahwa, karena adanya nilai intrinsik ini, kita manusia memiliki tugas untuk menghargai dan mempertahankan. Etika ekologi mencakup tugas-tugas kita tidak hanya pada binatang tapi juga tumbuhan. Dan sejumlah pakar etika mengklaim bahwa dalah hal yang sewenang-wenang, dan hedonistik  bila kita hanya membatasi tugas kita pada makhluk-makhluk yang bisa merasa sakit. Sebaliknya, mereka menyatakan kita perlu mengakui bahwa semua makhluk hidup, termasuk tumbuhan, memiliki “kepentingan untuk tetap hidup” dan bahwa pada akhirnya mereka berhak

mendapatkan pertimbangan moral demi meeka sendiri. Etika ekologi adalah sebuah etika yang mengklaim bahwa kesejahteraan dari bagian bagian non-manusia di bumi ini secara intrinsik memiliki nilai tersendiri dan bahwa, karena

adanya

nilai

intrinsik

mempertahankannya.

ini,

Paul

kita

Taylor

manusia “sifat

memiliki

karakter

tugas

secara

untuk

moral

menghargai

adalah

baik

dan ketika

mengekspresikan atau mewujudkan sikap moral dasar, yang saya sebut sebagi penghargaan terhadap alam”. Pengahragaan alam didasarkan pada fakta bahwa masing-masing makhluk

hidup berusaha mencari yang baik bagi dirinya dan demikian pula sebuah “pusat teleologi kehidupan”. B. Hak Lingkungan Dan Pembatasan Mutlak

Dalam sebuah artikel yang cukup penting, William T. Blaackstone menyatakan bahwa kepemilikan atas lingkungan yang nyaman tidak hanya sangat diinginkan namun merupakan hak  bagi setiap manusia. Menurut Blackstone seseorang memiliki hak moral atas suatu ojek bila kepemilikan atas objek tersebut sifatnya “penting karena memungkinkan dia untuk bisa

menjalani kehidupan sebagaimana layaknya manusia” (dengan kata lain memungkinkannya untuk mengembangkan kapasitasnya sebagai makhluk rasional dan bebas). Dengan demikian, manusia punya hak moral untuk memperoleh lingkungan yang laya dan ini harus menjadi hak hukum yang sah. Tambah Blackstone, hak moral dan hukum lebih diutamakan dari pada hak kepemilikian secara hukum. Konsep lain yang mirip dengan konsep hak lingkungan Blackstone disebutkan dalam undang-undang fedral. Bagian 101(b) dari  National Environmental Policy Act (1996), misalnya, menyatakan bahwa salah satu tujuannya adalah untuk “menjamin lingkungan yang aman, sehat, produktiv, dan secara estetis dan kultural menyenangka”.

Undang-Undang selanjutnya merusaha mewujudkan tujuan tersebut. Water Pollution Control Act (1972)  pada tahun 1977 mewajibkan perusahaan untuk menggunakan “teknologi  praktis terbaik” untuk mengatasi polusi (misalnya tenologi yang dipakai oleh beberpa pabrik

yang paling sedikit menghasilkan polusi dalam suatu industri), Clean Water Act 1977  pada tahun 1984 mewajibkan perusahan untuk membersihkan semua limbah beracun dan limbah no konvensional dengan menggunakan “teknolohi terbaik yang ada” (misalnya terkologi yang

dipakai oleh perusahaan yang paling sedikit menghasilkan polusi.)

C. Utilitarianisme Dan Pengendalian Persial

Utilitarianisme memberikan suatu cara guna menjawab pertanyaan yang tidak bisa dijawab oleh teori hak-hak lingkungan Blackstone. Pendekatan secara fundamental bersifat utilitarian terhadap masalah lingkungan adlah dengan melihat masalah-masalah tersebut sebagai cacat pasar. Jika suatu industri mencemari lingkungan, harga pasar dari komoditasnya tidak lagi mencerminkan biaya sesungguhnya dalam proses produksi komoditas tersebut, hasilnya dalah kesalahan alokasi sumber daya peningkatan jumlah limbah, dan distribusi komunitas yang tidak memadai. Konsekuensi, seluruh masyrakat dirugikan saat kesejahteraan ekonomi secara keseluruhan menurun. Jadi, pendekatan utilitarian menyatakan bahwa seseorang perlu berusaha menghindari polusi karena dia juga tidak ingin merugikan kesejahteraan masyarakat. D. Biaya Pribadi Dan Biaya Sosial

Para pakar ekonomi sering membedakan antara apa yang diperlukan oleh perusahaan untuk membuat sebuah produk dan apa yang diberikan oleh masyarakat terhadap perusahaan yang memproduksikannya. Misalkan sebuah perusahaan listrik mengonsumsi bahan bakar, tenaga kerja, dan peralatan tertentu untuk menghasilkan kilowatt listrik. Biaya dari sumber daya ini adalah biaya pribadi atau harga harus mereka bayar untuk memproduksi satu kilowatt listrik  juga melibatkan biaya-biaya ekternal dimana perusahaan tidak membayarnya. Saat membakar  bahan bakar, misalnya, perusahaan mungkin menghasilkan asap dan jelaga yang selanjutnya, menempel dirumah-rumah sekitarnya, dan para pemilik rumah menanggung biaya pembersihan dan mungkin juga biaya berobat yang diakibatkan olhe asab. Jadi, dari sudut pandang masyarakat secara keseluruhan, biaya untuk menghasilkan satu kilowatt listrik tidak hanya mencangkup biaya-biaya internal seperti bahan bakar, tenaga kerja, perlatan, namun juga mencangkup biaya-biaya eksternal untuk pembersihan dan perawatan kesehatan yang harus dibayar oleh orang-orang yang tinggal disekitar pabrik. Jumlah biaya total (biaya internal ditambah biaya eksternal) adalah yang disebut biaya sosial untuk memproduksi satu kilowatt listrik. Biaya total yang harus dibayar masyarakat untuk memproduksi satu kilowatt listrik. Tentu saja, biaya pribadi dan biaya sosial tidak selalu sedekimian berbeda seperti dalam contoh ini, kadang keduanya bergabung. Jika suatu perusahaan membayar semua biaya untuk menghasilkan sebua produk, misalnya, atau jika proses produksi suatu barang tidak melibatka adanya biaya eksternal, maka biaya produsen dan biaya sosial adalah sama.

Ketika suatu perusahaan mencemari lingkungan dalam cara apapun juga, maka biaya  pribadi selalu lebih kecil dibandingkan biaya sosial totalnya. Baik itu pencemaran yang sifatnya lokal dan langsung seperti contoh di atas dan polusi merupakan satu masalah dasar dalam  perbedaan antara biaya pribadi dan biaya sosial. Karena saat biaya pribadi untuk menghasilkan suatu produk berbeda dari biaya sosial yang terkait dengan proses produksinya, maka pasar tidak lagi memberikan harga yang tepat atas komunitas yang dihasilkan. Konsekuensinya pasar tidak lagi mampu mengalokasikan sumber daya yang dimiliki secara efisiesn. Akibatnya, kesejahteraan mas yarakat menurun. Ada tida kelemahan yang bisa dicatat disini yaitu: 1) Alokasi sumber daya di pasar-pasar yang tidak memperhitungkan semua biaya adalah tidak optimal karena dari sudut pandang masyarakat secara keseluruhan, lebih banyak komunitas yang di produksi dibandingkan permintaannya jika masyarakat memiliki gambaran

yang

akurat

tentang

apa

yang

sesungguhnya

diperlukan

untuk

memproduksi komoditas tersebut. Karena komoditas ini diproduksi secara berlebihan, maka semakin banyak sumber daya masyarakat yang digunakan untuk menghasilkan komoditas tersebut di bandingkan dengan produksi yang optimal. Sumber daya yang digunakan untuk kelebihan produksi atas komoditas ini adalah sumber daya yang sebenarnya bisa digunakan untuk menghasilkan komoditas-komoditas lain yang  permintaannya lebih tinggi jika harga yang ditetapkan mencerminkan biaya yang sesungguhnya. Jadi, alokasi sumber daya tersebut salah. 2) Apabila biaya eksternal tidak dihitung oleh produsen, maka mereka cenderung mengabaikannya dan tidak berusaha meminimalkannya. Sejauh tidak wajib membayar biaya eksternal, perusahaan juga tidak akn tertarik untuk menggunakna teknologi yang mungkin mampu mengurangi atau menghapuskan biaya tersebut. Jadi, sumber daya yang digunakan oleh biaya eksternal ini (misalnya udara bersih) menjadi terbuang sia-sia. Dalam kaitannya dengan teknologi, mungkina da cara-cara yang bisa dugunakan untuk memproduksi komonditas-komoditas yang sama tanya perlu membebankan biaya ekternal, namu perusahaan kemungkinan besar tidak kan  berusaha menemukan atau menggunakannya.

3) Saat proses produksi sebuah komoditas membebankan biaya eksternal pada pihak ketiga, maka barang-barang tidak lagi didistribusikan secara efisien kepada konusmen. Biaya eksternla memberikan diferensial harga yang efektif pada pasar. Semuaorang tidak membayar harga yang sam untuk komoditas yang sama. Orangorang yang tinggal di dekat perushaan listrik dalam contoh sebelumnya, tidak hnaya menbayar harga yang ditetapkan oleh perusahaan listrik untuk komoditas yang diproduksinya, namun juga biaya yang diakibatkan oleh asap pabrik dalam bentuk  biaya pembersihan, biaya kesehatan, biaya untuk beli cat, dan sebagainya. Karena mereka harus membayra biaya-biaya eksternal tambahan, tentu saja dana mereka untuk komoditas-komodita pasar lain nya menjadi berkurang. Konsekuensinya, kepemilikan mereka atas barang-barang tidak proporsional dengan keinginan dan kebutuhan mereka dibandingkan dengan orang-orang yang tidak perlu membayar  biaya ekternal. Jadi, polusi membebankan biaya ekternal, dan hal ini selanjutnya berarti biaya-biaya  produksi (biaya pribadi atau internal) lebih kecil dibandingkan biaya sosial. Sebagai akibatnya,  pasar tidak menetapkan disiplin optimal pada produsen, dan hasilnya adalah penurunan utilitas sosial. Jadi, polsi lingkungan merupakan suatu pelanggaran atas prinsip-prinsip utilitarian yang merupakan sistem pasar. E. Penyelesaian: Tugas-Tugas Perusahaan

Penyelesaian untuk masalah biaya-biaya eksternal, menurut argumen utilitarian yang disebutkan sebelumnya, adalah dengan memasukkan biaya polusi atau pencemaran ke dalam  perhitungan atau dengan kata lain, biay-biaya ini ditanggung oleh produsen dan diperhitungkan untuk menentukan harga komunitas mereka. Ada berbagai cara menginternalisasi biaya eksternal dari polusi yaitu: 1) Salah satunya meminta pihak yang menyebabkan polusi untuk membayar ganti rugi, secara sukarela atau secara hukum, pada pihak-pihak dirugikan. Misalnya, saat Union Oil melalukan penggalian kanal Santa Barbara dipantai California dan mengakibatkan minyak tumbah, biaya total yang diakibatkan dari peristiwa ini pada penduduk lokasl, negara, dan lembaga federal diperkirakan sekitar $ 16,400,000 ( termasuk biaya

 pembersihan,

penanganan,

aministrasi,

kerugian

pada

industri

pariwisata

dan

 pemancingan, kerusakan properti dan saranan rekreasi, sertanya rusaknya habitan air). 2)  Namun demikian, satu persoalan proses internalisasi biaya semacam ini adalah apabila ada beberapa pihak yang menjadi sumber polusi, maka tidak selalu jelas siapa yang dirugikan oleh siapa. Biaya administrasi dan biaya hukum untuk menilai tingkat kerusakan untuk masing-masing sumber polusi dan penetapan kompensasi pada masingmasing penggugat, bisa menjadi sangat besar. 3) Dengan mewajibkan perusahaan yang menjadi sumber polusi untuk menghentikan polusi dengan memasang alat-alat pengendali polusi. Biaya ekternal dari polusi lingkungan  berarti memasang peralatan pengendalian. F. Keadilan

Cara utilitarian menangani polusi (dengan menginternalisasikan biaya) tampak kosistem dengan persyaratan keadilan distribusi sejauh keadilan distribusi tersebut mendukung kesamaan hak. Dengan demikian, pihak-pihak yang mendapatkan keuntungan dari polusi kemungkinan  besar adalah orang-orang yang mampu memberi saham dan produk perusahaan. Namun demikian, saat ini biaya-baiaya eksternal polusi sebagaian besar ditanggung oleh kaum miskin sebuah fenomena yang ada beberapa pihak tersebut ketidak adilan lingkungan. Jadi, polusi bisa mengakibatkan menjauhnya keuntungan dari kaum miskin dan menuju orang-orang kaya sehingga menambah ketidak adilan. Internalisasi biaya eksternal juga terlihat konsistem dengan persyaratan ke adilan retributif dan kompensatif. Keadilan retributif menyatkan bahwa pihak-pihak yang bertanggung jawab dan memperoleh keuntungan dari suatu yang merugikan wajib menanggung semua beban untuk memperbaikinya, sementara keadilan kopensatif menyatakan bahwa pihak-pihak yang dirugikan  berhak memperoleh kompensasi dari pihak-pihak yang mengakibatkan kerugian tersebut kedua  pandangan ini mengimplikasikan bahwa: a) Biaya pengendalian polusi harus ditanggung oleh pihak yang menyebabkan polusi dan yang memperoleh keuntungan darinya,  b) Keuntungan pengendalian polusi wajib diberikan kepada pihak-pihak yang menanggung biaya eksternal polusi. Internalisasi biaya eksternal juga terlihat memenuhi dua syarat berikut:

a) Biaya pengendalian polusi ditanggung oleh pemengng saham dan konsumen, yang keduanya dapat keuntungan dari perusahaan yang menyebabkan polusi.  b) Keuntungan dari pengendalian polusi harus diberikan kepada pihak-pihakyang sebelumnya terkena pengaruh polusi perusahaan yang bersangkutan biaya dan keuntungan.

G. Biaya Dan Keuntungan

Agar perusahaan bisa melakukan analisis biaya keuntungan semacam itu, para peneliti telah mengembangkan serangkaian metode teoritis serta teknik-teknik menghitung biaya dan keuntungan untuk menangani polusi. Metode dan teknik-teknik ini memanfaatkan perkiraan surplus konsumen, nilai sewa, harga pasar dan  shadow prices,  penyesuaian tranfer, perkiraan nilai masa mendatang, dan perhitungan faktor-faktor risiko. Thomas Klein memberikan ringkasan prosedur analisis biaya-keuntungan sebagai berikut: 1) Mengidentifikasi biaya dan keuntungan dari usulan program dan juga orang-orang atau sektor yang mengusulkan atau menerimanya. Mencatat tranfer. 2) Mengevaluasi biaya dan keuntungan dalam kaitannya dengan nilainya terhadap pihak yang memberikan dan menerma. Tolak ukurnya adalah nilai masing-masing unit marjinal terhadap pihak yang meminta atau memberikan seperti ditunjukan dalam harga kompetitif. Penambhan yang berguna yang termasuk : a) Memasukan nilai waktu melalui penggunaan discount rate.  b) Memperhitungkan risiko dengan pemfaktoran hasil-hasil yang mungkin terjadi sesuai dengan tingkat probilitas dan bila perlu pohon probilitas. 3) Menambahkan biaya dan keuntungan untuk menentukan keuntungan sosial bersih dari suatu proyek atau program.  Namun, ada hambatan yang sangat besar untuk menilai risiko-risiko tersebut akurat. Sebagai contoh kita tidak dapat menggunakan metode trial and error (metode yang biasa dipakai untuk mengetahui apa saja kemungkinan-kemungkinan dari suatu peristiwa). Masalah yang hampir tidak bisa ditangani dalam kaitannya dengan penilaian polusi secara akurat digambarkan dalam sejumlah perkiraan pemerintah federal atas keuntungan yang

diperoleh dari aktivitas pengendalian polusi. Biaya  finansial   pertama dari pengendalian polusi cukup mudah diperoleh, yaitu dengan memperlajari laporan-laporan pengeluaran untuk membeli  peralatan pengendalian polusi. Akan tetapi, keuntungan yang dihasilkan dari pengeluaran ini tidak bisa dinilai secara akurat. Masalah memperoleh penilaian yang akurat atas keuntungan-keuntungan dari usaha  pengendalian polusi juga ditunjukkan dalam hambtan-hambatan yang dihadapi oleh bisnis dalam upaya melakukan audit sosial (laporan tentang biaya dan keuntungan sosial atas aktivitas  perusahaan). Hasil dari ketidak mampuan menilai keuntungan ini, atau yang disebut audit sosial ,  biasanya tidak lebih dari deskripsi kualitatif tentang apa yang dilakukan perusahaan. Tanpa adanya penilaian kuantitatif yang pasti atas keuntungan yang diperoleh dari usaha mengurangi  polusi, sebuah perusahaan tidak akan pernah tahu apakah usaha-usaha yang dilakukaan efektif dimata masyarakat. H. Ekologi Sosial, Ekofeminisme, Dan Kewajiabn Untuk Memelihara

Banyak pemikir menyatakan bahwa krisis lingkungan yang kita hadapi berakar bahwa dalam sistem-sistem hierarki dan domisili sosial yang menjadi karakteristik masyarakat kita. Pandangan ini yang sekarang disebut ekologi sosial, menyatakan bahwa apabila pola-pola hierarki dan dominasi tersebut belumberubah, maka ita tidak akan bisa menghadapi krisis lingkungan. Dalam sistem hierarki, satu kelompok berkuasa atas kelompok lain dan anggota kelompok yang berkuasa anggota kelompok lain dan memanfaatkan mereka sebagai sarana untuk mencpai tujuan. Contoh-contoh sistem hierarki semancam ini termasuk sejumlah kebiasaan sosial seperti rasisme, sexisme, serta kelas-kelas sosial, dan juga lembaga sosial seperti hak-hak properti, kapitalisme, birokrasi, dan mekanisme pemerintah. Sistem hierarki dan dominasi terseut berjalan bersama-sama dengan tingkat kerusakan lingkungan yang terjadi disekitar kita serta dengan cara-cara ekonomi untuk menangani lingkungan. Sistem hierarki dan dominasi, menurut Bokchin, mendorong munculnya mentalitas  budaya yang mendukung dominasi dalam segala bentuk, termasuk dominasi atas alam. Kaum ekofeminis menyatakan bahwa akar dari krisis ekologi yang terjadi ada pada pola dominasi atas alam yang berkaitan erat dengan prakti-praktik sosial dan lembaga-lembaga dimana perempuan memiliki posisi lebih rendah dibandingkan kaum pria. Sebagian kaum ekofominim menyatakan  bahwa perempuan perlu berusaha memperjuangkan budaya androgen, yang menghapuskan peran

gender tradisional dan juga menghapuskan perbedaan antara fiminim dan maskulin yang membenarkan dominasi atas alam yang sifatnya merusak. Meskipun pendekatan ekofeminis terhadap lingkungan cukup menarik, namum masih belum jelas apa saja implikasi-implikasi yang mungkin muncul. Pendektan-pendekatan itu masih terlalu baru untuk bisa di artikulasikan sepenuhnya. Kekurangan pendekatan lingkungan utilitarian dan pendekatan yang didasarkan  pada hak mungkin mampu mendorong pendektaan tersebut untuk berkembang lebih utuh dimasa mendatang.

3. ETIKA KONSERVASI SUMBER DAYA YANG BISA HABIS

 Konservansi mengacu pada penghematan sumber daya alam untuk digunakan di masa

mendatang. Jadi, konservansi sebagian besar mengacu pada masa depan: kebutuhan untuk membatasi konsumsi saat ini agar cukup untuk besok. Dalam satu artian tertentu, pengendalian polusi merupakan salah satu bentuk konservansi Polusi "mengonsumsi” udara dan air bersih, dan pengendalian polusi “mempertahankannya”

untuk kebutuhan masa mendatang. Namun demikian, ada sejumlah perbedaan dasar antara masalah polusi dengan masalah habisnya sumber daya yang menjadikan istilah konservasi lebih tepat dipakai pada masalah yang kedua dibandingkan degan masalah yang pertama. Namun habisnya sebagian besar sumber daya akan terjadi di masa depan dan pengaruhnya sebagian  besar juga akan dirasakan oleh generasi masa depan, bukan generasi sekarang. Jadi,  pertimbangan kita atas masalah habisnya sumber daya merupakan pertimbangan terhadap generasi mendatang dan demi keuntungan bagi mereka. Tetapi penyusutan atau habisnya sumber daya yang tidak bisa diperbaharui. Satu-satunya sumber daya yang terbatas dan tidak bisa diperbarui yang masih akan ada besok adalah apa yang merupakan sisa-sisa dari hari ini. Jadi, konservansi merupakan satu-satunya cara untuk menjamin persediaan bagi generasi mendatang. A. Hak Generasi Mendatang

Mungkin tampak bahwa kita berkewajiban melakukan konservasi sumber daya bagi generasi mendatang karena mereka memiliki hak yang sama atas sumber daya terbatas. Jika generasi mendatang sama-sama punya hak atas sumber daya bumi, maka tindakan menghabiskan sumber daya berarti mengambil apa yang sebenarnya menjadi milik mereka dan melanggar hakhak mreka atas sumber daya tersebut.

1.

Generasi mendatang tidak bisa dikatakan memiliki hak karena mereka saat ini belum ada dan mungkin juga tidak akan pernah ada. Orang-orang masa depan hanya ada dalam imajinasi, dan mahluk imajinatif tidak dapat dikenai tindakan dalam bentuk apapun juga kecuali juga dalam imajinasi. Demikian juga, kita tidak bisa mengatakan  bahwa orang-orang masa depan memiliki sesuatu pada saat ini karena kenyataannya mereka saat ini belum ada untuk bisa memilikinya.

2.

Jika generasi masa depan memunyai hak, kita mungkin akan diarahkan menuju kesimpulan yang tidak masuk akal bahwa kita harus mengorbankan seluruh peradaban demi mereka. Misalkan bahwa masing-masing individu masa depan memiliki hak yang sama atas sumber daya minyak: untuk kita harus membagi minyak tersebut sama rata, dan jatah untuk kita paling banyak hanya beberapa liter. Selanjutnya kita akan berada dalam posisi yang tidak masuk akal karena harus mengakhiri peradaban manusia agar masing-masing individu di masa mendatang memperoleh jatah minyak mereka, yang  juga beberapa liter.

3.

Kita bisa mengatakan bahwa seseorang memiliki hak tertentu hanya jika kita tau bahwa dia memiliki kepentingan tertentu yang dilindungi oleh hak tersebut. Lagi pula, tujuan dari hak adalah untuk melindungi kepentingan yang punya hak, namun kita sama sekali tidak tau apa kepentinganyang akan dimiliki oleh generasi mendatang. Ilmu  pengetahuan mungkin muncul dengan teknologi-teknologi untuk menciptakan produk dari bahan baku yang berlimpah saat ini : mineral dalam air laut, misalnya menemukan sumber energy yang tak terbatas seperti fusi nuklir. Karena kita tidak tau pasti tentang masalah-masalah tersebut, bahkan kita juga tidak tau kepentingan-kepentingan apa yang ingin dilindungi oleh generasi mendatang. Demikian juga, kita tidak bisa mengatakan apa saja hak yang mungkin dimiliki oleh orang-orang di masa mendatang. Jika argument-argumen itu benar, dalam arti kita tidak tau pasti apakah generasi masa

depan benar-benar akan ada atau bagaimana penampilan mereka, maka berarti mereka tidak  punya hak. Namun demikian, ini tidak berarti kita tidak punya kewajiban sama sekali terhadap generasi masa depan karena kewajiban kita bisa jadi didasarkan pada alasan-alasan lain.

B. Keadilan Bagi Generasi Mendatang  John Rawls mengatakan bahwa, meskipun tidak adil bila memberika bebena yang berat

 bagi generasi sekarang demi generasi mendatang, namun juga tidak adil bila generasi sekarang tidak meninggalkan apa-apa sama sekali bagi generasi mendatang. Secara umum John Rawls, mengatakan bahwa metode ini, memastikan apa yang

diberikan oleh generasi sebelumnya pada generasi selanjutnya, akan mengarahkan pada kesimpulan bahwa apa yang disyaratkan oleh keadilan pada kita hanyalah kepastian bahwa generasi selanjutnya tidak menerima yang lebih buruk dari yang kita terima dari generasi sebelumnya : Masing-masing generasi tidak hany wajib melestarikan hasil-hasil budaya dan  perdaban, serta memepertahankan institusi-institusi yang telah terbentuk, namun juga menyisihkan akumulasi modal dalam jumlah yang memadai. Jadi keadilan mewajibkan kita untuk menyerahkan dunia ini pada generasi mendatang dalam kondisi yang tidak lebih buruk dibandingkan dengan yang kita terima dari generasi sebelumnya. Kewajiban untuk memberikan perhatian yang berasal dari etika member perhatian juga menyarankan kebijakan-kebijakan konservasi serupa dengan yang diusulkan dalam pandangan  Rawls tentang keadilan. Meskipun hampir semua orang setuju bahwa mereka memiliki

hubungan, perhatian dan pertimbangan yang relative langsung pada generasi yang akan menggantikan kita, namun hubungan langsung semacam ini tidak ada dalam generasi masa depan yang lebih jauh dan lebih abstrak. Kesimpulan  Rawls  juga didukung oleh sejumlah penalaran utilitarian.  Robin Attfield , seorang utilitarian , misalnya menyatakan bahwa utilitarianisme mendukung apa yang disebutnya  prinsip Locke bahwa “masing-masing individu wajib memberikan hak warisan yang cukup dan  baik bagi yang lain.” Interpretasi  Attfield atas prinsip ini adalah masing-masing generasi

 berkewajiban mewariskan dunia dengan kemampuan produksi yang tidak lebih buruk dibandingkan dengan yang mereka warisi. Attfield menyatakan bahwa mewariskan dunia dengan kapasitas output yang sama tidak berarti mewariskan dunia dengan sumberdaya yang sama. Sebaliknya, mempertahankan kapasitas output bisa dicapai melalui konservasi, pengolahan kembali, atau inovasi teknologi. Pendukung ultilitarianisme lainnya juga memberikan kesimpulan bahwa masing-masing generasi mempunyai tugas untuk memaksimalkan keuntungan-keuntungan masa depan dari

tindakan mereka dan meminimalkan kerugian masa depan. Namun mereka, juga menyatakan  bahwa konsekuensi masa depan perlu dipotong karena adanya ketidakpastian dan jarak dengan masa depan. Secara keseluruhan, prinsip-prinsip ultilitarian ini mengimplikasikan bahwa kita setidaknya punya kewajiban untuk menghindari tindakan-tindakan yang akibat buruknya lebih  besar bagi generasi setelah kita dibandingkan dengan kebutuhan-kebutuhan yang diperoleh dari generasi kita. Kebutuhan dan permintaan generasi masa depan, serta kemungkinan terjadinya kelangkaan sumber daya yang terjadi jauh di masa depan, banyak “dipotong” oleh pasar

sehingga hamper tidak ada pengaruhnya sama sekali terhadap harga. William Shepherd dan Clair Wilcox memberikan sebuah ringkasan alasan-alasan yang direpresentasikan oleh pilihan dalam

 pasar dan gagalnya harga pasar untuk memperhitungkan kelangkaan sumber daya di masa mendatang : 1.  Akses Beragam. Jika suatu sumberdaya bisa digunakan oleh beberapa pihak, maka akses bersama ini akan mengarah kepada penyusutan sumberdaya yang sanagt cepat seperti halnya beberapa orang yang membawa sedotan dan minum dari satu gelas yang sama, masing-masing pihak akan berusaha mengambilnya secepat mungkin. 2.  Preferensi waktu dan Myopia.  Perusahaan sering memiliki rentang waktu yang singkat, dibawah tekanan kompetensi komersial. Hal ini bisa jadi akan menekan kepentingan-kepentingan dari generasi mendatang. 3.  Perkiraan yang tidak memadai.  Para pemakai saat ini secara umum gagal memperkirakan perkembangan masa depan. 4.  Pengaruh khusus.  Pajak dan insentif khusus lainnya kemungkinan mendorong  penggunaan sumber daya yang terlampau cepat. 5.  Pengaruh eksternal.  Ada beberapa eksternalitas penting dalam penggunaan  berbagai sumberdaya sehingga pemakai cenderung mengabaikan masalah polusi dan biaya-biaya eksternal lain. 6.  Distribusi.  Terakhir, keputusan pasar swasta didasarkan pada pola distribusi kekayaan dan penghasilan yang sudah. Jadi, satu-satunya cara melakukan konservasi demi masa depan adalah dengan menggunakan kebijakan konservasi sukarela (atau diperkuat secara politik).

C. Pertumbuhan Ekonomi?

Sejumlah penulis menyatakan bahwa jika kita ingin menghemat sumber daya alam yang langka agar generasi mendatang bisa memperoleh kualitas kehidupan yang memuaskan, maka kita perlu mengubah system perekonomian secara substansial, khususnya dengan menekan usaha-usaha untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.  E.F. Schumacher, misalnya mengklaim  bahwa negara-negara industri harus beralih dari teknologi padat modal yang berorientasi pada  pertumbuham menuju teknologi padat karya di mana manusia melakukan pekerjaan-pekerjaan yang sekarang dilakukan oleh mesin. Yang lain menyatakan bahwa system ekonomi harus  bersedia mengubah tujuan peningkatan produksi dan menggantikannya dengan pengurangan  produksi hingga sampai pada titik dimana populasi total dan jumlah kekayaan fisik total dipertahankan agar tetap berada di tingkat yang diinginkan dengan tingkat biaya minimal (yaitu dengan angka kelahiran dan kematian yang setara dengan tingkat paling rendah). Kesimpulan  bahwa pertumbuhan ekonomi harus ditinggalkan jika masyarakat ingin mampu menangani masalah penyusutan sumber daya telah banyak mendapat tantangan. Jika perekonomian dunia terus didasarkan pada tujuan pertumbuhan ekonomi, maka  permintaan akan sumber daya yang tidak dapat diperbarui akan terus meningkat. Karena sumber daya dunia terbatas, maka pada titik tertentu persediaannya akan habis. Dan jiika Negara-negara seluruh dunia masih menekankan pada usaha pertumbuhan ekonomi, maka diperkirakan institusi-institusi ekonomi besar mereka akan hancur (misalnya perusahaan dan lembaga keuangan,jaringan komunikasi, industri jasa), yang selanjutnya juga akan menghancurkan institusi politik dan social. Standar kehidupan selanjutnya akan turun dengan tajam disertai munculnya bencana kelaparan di seluruh dunia dan dislokasi politik. Yang paling terkenal dan  paling tua adalah penelitian-penelitian dari Club of Rome yang selama dua dekade memproyeksi akibat-akibat mengerikan dari pola-pola pertumbuhan ekonomi yang terus berlanjut dalam kaitannya dengan semakin menipisnya cadangan sumber daya alam. Salah satu contoh salinan  proyeksi computer dari Club of Rome.

Model dunia “standar” mengasumsikan tidak ada perubahan besar dalam hubungan fisik,

ekonomi, atau social yang secara historis memengaruhi perkembangan sistem dunia. Bahan  pangan, hasil industri, dan populasi naik secara eksponensial sampai sumber daya dunia yang menyusut dengan cepat mendorong terjadinya penurunan angka pertumbuhan industri. Karena adanya penundaan alami dari sistem ini , populasi dan polusi terus naik selama beberapa waktu setelah puncak industrialisasi. Pertumbuhan populasi akhirnya terhenti oleh kenaikan angka kematian yang disebabkan turunnya jumlah bahan pangan dan pelayanan kesehatan. Grafik komputer menunjukkan sumbu horizontal mewakili waktu , saat kita amati dari tahun 1900 pada sisi kiri sampai tahun 2100 pada sisi kanan, kita meihat apa yang akan terjadi  pada populasi dunia, output industri, bahan pangan, tingkat polusi, sumber daya yang tidak dapat diperbarui dan sebagainya sejalan dengan waktu. Selama paruh pertama tahun 1900-an populasi, output, bahan pangan, dan jasa terus naik, namun angka kematian ,kelahiran, dan sumber daya menurun. Pada sekitar tahun 2050, output industri dan jasa mengalami bencana karena sumber daya dunia habis. Populasi terus naik, namun angka kematiannya juga naik dan turunnya  persediaan pangan dengan cepat akan menekannya. Turunnya output industri menyebabkan  penurunan tingkat polusi, namun persediaan pangan, output industri, dan populasi menjelang tahun 2100 akan berada di bawah level tahun 1900. Program-program komputer dan persamaan yang digunakan untuk membuat prediksi ini membuat asumsi-asumsi yang tidak pasti tentang tingkat pertumbuhan populasi masa depan, tidak ada kenaikan output per unit di masa depan, ketidakmampuan kita menemukan bahan  pengganti dari sumber daya yang sudah habis, dan teknologi daur ulang yang tidak efektif. Meskipun generasi masa depan bisa dipastikan memiliki sumber daya alam yang terbatas, sumber daya yang menjadi tumpuan hidup, namun kita tidak bisa mengetahui dengan pasti apa

akibat-akibatnya bagi mereka. Mungkin pengaruhnya tidak semengerikan seperti apa yang diramalkan Club of Rome. Dalam kutipan Laporan Worldwatch Institute tahun 2000 bahwa Club of Rome mungkin secara substansial benar sekalipun rentang waktu dan asumsi-asumnya keliru.

Semakin tingginya tingkat kepunahan spesies, kenaikan suhu global akibat semakin banyaknya gas rumah kaca, semakin sempitnya lahan hutan, dan semakin tingginya populasi, semuanya menunjuk pada sebuah masa depan yang cukup sulit bagi kita. Masalah lain yang cukup merisaukan juga adalah persoalan-persoalan moral yang muncul dari distribusi persediaan energi yng semakin kecil di antara penduduk dunia. Enam persen  penduduk dunia yang tinggal di Amerika mengonsumsi 35% persediaan energi tahunan dunia, sementara 50% penduduk dunia yang tinggal di Negara-negara kurang berkembang hanya menerima 8% persediaan energi dunia. Pada kenyataannya, tiap orang Amerika hanya mengonsumsi 15 energi lebih banyak dibandingkan penduduk asli Amerika Selatan, 24 kali lebih  banyak dibandingkan penduduk Asia, dan 31 lebih banyak dibandingkan penduduk asli Afrika. Kenyataannya konsumsi energi di Amerika disubsidi oleh negara-negara lain, khususnya negara-negara kepulauan Karibia, Timur Tengah, dan Afrika. Orang Amerika menggunakan sebagian besar energi yang tersedia untuk hal-hal yang tidak penting (seperti : produk-produk yang tidak perlu, perjalanan yang tidak perlu, kenyamanan rumah dan peralatan untuk kesenangan), sementara negara-negara yang lebih hemat menggunakan persediaan energi untuk memenuhi kebutuhan pokok (makanan,pakaian,rumah). Kesimpulannya adalah perbandingan-perbandingan di atas mau tidak mau memunculkan  pertanyaan apakah negara dengan tingkat konsumsi energi yang tinggi secara moral dibenarkan untuk menggunakan terus menerus sesuai selera mereka atas sumber daya energi yang tidak dapat diperbarui negara lain, yang secara ekonomis terlalu lemah memanfaatkan sumber daya ini atau terlalu lemah secara militer untuk melindunginya 4. MENINGKATNYA PERHATIAN BISNIS TERHADAP ETIKA LINGKUNGAN

Meningkatnya perhatian bisnis terhadap etika lingkungan dikarenakan persepsi bahwa : 1) Lingkungan Hidup Sebagai

“The Commons” 

Sebelumnya kita lihat bahwa bisnis modern mengandaikan begitu saja status lingkungan hidup sebagai ranah umum. Dianggapnya disini tidak ada pemilik dan tidak ada kepentingan

 pribadi. Pengandaian ini adalah keliru. Kekeliruan itu dapat kita mengerti dengan lebih baik jika kita membandingkan lingkungan hidup dengan the commons. The commons adalah ladang umum yang dulu dapat ditemukan dalam banyak daerah pedesaan di Eropa dan dimanfaatkan secara bersama - sama oleh semua penduduknya. Sering kali the commons adalah padang rumput yang dipakai oleh semua penduduk kampung tempat pengangonan ternaknya.Dijaman modern dengan bertambahnya penduduk sistem ini tidak dipertahankan lagi dan ladang umum itu dengan menjualnya

kepada

penduduk

perorangan.

Masalah

lingkungan

hidup

dan

masalah

kependudukan dapat dibandingan dengan proses menghilangnya the commont. Jalan keluarnya adalah terletak pada bidang moralnya yakni dengan membatasi kebebasan. Solusi ini memang  bersifat moral karena pembatasan harus dilaksanakan dengan adil. Pembatasan kebebasan itu merupakan suatu tragedi karena kepentingan pribadi harus dikorbankan kepada kepentingan umum. Tetapi tragedi ini tidak bisa dihindari. Membiarkan kebebasan semua orang justru akan mengakibatkan kehancuran bagi semua. 2) Lingkungan Hidup Tidak Lagi Eksternalitas

Dengan demikian serentak juga harus ditinggalkan pengandaian kedua tentang lingkungan hidup dalam bisnis modern yakni bahwa sumber-sumber daya alam itu tak terbatas. Mau tak mau kita perlu akui lingkungan hidup dan komponen - komponen yang ada didalamnya tetap terbatas& walaupun barangkali tersedia dalam kuantitas besar. Sumber daya alam pun ditandai dengan kelangkaan. Jika para peminat berjumlah besar maka air, udara, dan komponen komponen yang ada didalamnya akan menjadi barang langka dan karena itu tidak dapat dipergunakan lagi secara gratis. Akibatnya faktor lingkungan hidup pun merupakan urusan ekonomi karena ekonomi adalah usaha untuk memanfaatkan barang dan jasa yang langka dengan efisien sehingga dinikmati oleh semua peminat.

III.

SIMPULAN

1) Kerusakan lingkungan dapat diidentifikasikan menjadi dua sumber yaitu polusi dan  penyusutan sumber daya. Polusi mengacu pada pencemaran atau kontaminasi yang tidak diinginkan terhadap lingkungan dan penyusutan sumber daya mengacu pada penggunaan atau konsumsi pada sumber daya yang terbatas. 2) Lembaga bisnis mengabaikan akibat kegiatan mereka terhadap lingkungan sebab: a) Para pelaku bisnis menganggap udara dan air itu barang gratis. b) Bisnis melihat lingkungan sebagai barang tak terbatas. c) Penggunaan produk oleh konsumen dan produk sampah manusia.

Selain itu, lembaga bisnis juga mengabaikan pentingnya etika ekologi   dalam menjaga lingkungan; hak lingkungan dan pembatasan mutlak   yang menyatakan kepemilikan atas lingkungan yang nyaman tidak hanya sangat diinginkan, namun merupakan hak bagi setiap manusia; utilitarianisme dan pandangan parsial   yang menyatakan bahwa seseorang perlu berusaha menghindari polusi karena dia juga tidak ingin merugikan kesejahteraan masyarakat; biaya pribadi dan biaya sosial   seperti misalnya polusi membebankan biaya eksternal, dan hal ini selanjutnya berarti biaya-biaya produksi (biaya  pribadi atau internal) lebih kecil dibandingkan biaya sosial; penyelesaian tugas-tugas perusahaan  dalam penyelesaian untuk masalah biaya-biaya eksternal, menurut argumen

utilitarian yang disebutkan sebelumnya, adalah dengan memasukkan biaya polusi atau  pencemaran ke dalam perhitungan atau dengan kata lain, biaya-biaya ini ditanggung oleh  produsen dan diperhitungkan untuk menentukan harga komoditas mereka; keadlian menurut

para

pengamat

mencatat

bahwa

polusi

sering

berpengaruh

terhadap

meningkatnya ketidakadilan. Internalisasi biaya eksternal juga terlihat konsiten dengan  persyaratan keadilan retributif dan kompensatif; biaya dan keuntungan menurut Thomas Klein adanya prosedur dalam menganalisis biaya dan keuntungan dimulai dari identifikasi, evaluasi, dan tambahan biaya dan keuntungan; dan ekologi sosial, ekofeminisme, dan kewajiban untuk memelihara   menyatakan kaum ekofeminis

meyakini bahwa meskipun konsep utilitarianisme, hak, dan keadilan memiliki peran

terbatas

dalam

etika

lingkungan,

namun

etika

lingkungan

yang

baik

harus

memperhitungkan perspektif-perspektif etika memberi perhatian. 3) Konservansi mengacu pada penghematan sumber daya alam untuk digunakan di masa mendatang. Jadi, konservansi sebagian besar mengacu pada masa depan: kebutuhan untuk membatasi konsumsi saat ini agar cukup untuk besok. Jadi, pertimbangan kita atas masalah habisnya sumber daya merupakan pertimbangan terhadap generasi mendatang dan demi keuntungan bagi mereka. Tetapi penyusutan atau habisnya sumber daya yang tidak bisa diperbaharui. Jadi, konservansi merupakan satu-satunya cara untuk menjamin  persediaan bagi generasi mendatang. 4) Meningkatnya perhatian bisnis terhadap etika lingkungan dikarenakan persepsi bahwa lingkungan hidup sebagai “ The Commons” yang menyatakan bahwa masalah

lingkungan hidup dan masalah kependudukan dapat dibandingan dengan proses menghilangnya the commons. Jalan keluarnya adalah terletak pada bidang moralnya yakni dengan membatasi kebebasan. Persepsi kedua lingkungan hidup tidak lagi eksternalitas yang menyatakan bahwa faktor lingkungan hidup pun merupakan urusan

ekonomi karena ekonomi adalah usaha untuk memanfaatkan barang dan jasa yang langka dengan efisien sehingga dinikmati oleh semua peminat.

IV.

REFRENSI

Velasquez, Manuel G. 2005. Etika Bisnis; Konsep dan Kasus; Edisi 5. Yogyakarta: Penerbit Andi. Sutrisna Dewi. 2010. Etika Bisnis; Konsep Dasar Implentasi & Kasus; Cetakan Pertama. Denpasar: Udayana University Press. Vinobay,”Makalah Etika Lingkungan.”

http://elvinabarus1110.blogspot.co.id/2016/02/makalah-etika-lingkungan.html (diakses  pada hari Kamis, 9 November 2017) Ari Suhartawan,”Dimensi Polusi dan Penyusutan Sumber Da ya.”

http://arisuhartawan.blogspot.co.id/2013/11/dimensi-polusi-dan-penyusutan-sumber.html (diakses pada hari Kamis, 9 November 2017) Ari Suhartawan,”Etika Pengendalian Polusi.”

http://arisuhartawan.blogspot.co.id/2013/11/etika-pengendalian-polusi.html (diakses pada hari Sabtu, 11 November 2017) M Ridwan Satrio,”Meningkatnya Perhatian Bisnis Pada Lingkungan dan Peraturannya.”

https://www.scribd.com/mobile/doc/193059848/Menigkatnya-Perhatian-Bisnis-PdLingkungan-Dan-Peraturannya (diakses pada hari Sabtu, 11 November 2017) Uchank Mardita,”Makalah Etika Lingkungan Hidup.”

http://smakhzmusthafasukamanah.blogspot.co.id/2014/04/contoh-makalah-etikalingkungan-hidup.html (diakses pada hari Sabtu, 11 November 2017)

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF