Esai Antara Makanan Cepat Saji Dan Obesitas
March 22, 2018 | Author: Jeremy Kerr | Category: N/A
Short Description
esai makanan cepat saji...
Description
ANTARA MAKANAN CEPAT SAJI DAN OBESITAS Oleh : Hermawan (0902005129) Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
Seiring dengan bertambahnya umur dunia, hal yang berada di dalamnya pun juga ikut berubah. Mode pakaian, kendaraan, gaya hidup, minuman, dan makanan berkembang secara terus menerus dan berkelanjutan. Dan yang paling vital dari semua perubahan tersebut adalah makanan.
Sejak abad ke-19, saat dimulainya babak baru indusri AS, masyarakat tradisional memasuki dunia kerja industri dengan kebiasaan baru. Mereka harus bekerja 8 10 jam sehari, sehingga waktu harus dimanfaatkan secara efisien. Masalah waktu istirahat dan makanan harus terjadi secara tepat sasaran. Masalah waktu memaksa mereka untuk mengkonsumsi makanan cepat saji. Makanan cepat saji kala itu hanya sebatas snack bar yang dijual di kios-kios kecil.
Memasuki abad ke-20, barulah muncul restoran-restoran fast food seperti yang ada sekarang. Kehadiran makanan cepat saji atau fast food langsung menjadi idola masyarakat. Masalah waktu makanan terpikir dapat teratasi, terutama oleh makhluk super sibuk yang menginginkan segala sesuatu harus terjadi secara instan. Para manusia dengan kesibukan ini bahkan dapat bersantap siang di dalam mobil yang melaju dengan kecepatan 60 km/jam. Para ibu rumah tangga tangga tak lagi menyiapkan makan yang menghabiskan waktu dan tenaga, semua di tumpahkan pada restoran fast food yang berada di seberang rumah tinggalnya. Situasi yang memaksa suami dan anak-anak mondar-mandir dari restoran cepat saji yang satu ke yang lainnya. Dan akhirnya hampir semua kota di Amerika memiliki rantai makanan cepat saji seperti KFC, McDonalds dan Taco Bell yang terletak di lokasi perumahan utama dan terus memperbanyak diri. Rantai ini bagaikan rantai DNA double helix yang dapat menggandakan diri melalui reaksi replikasinya. Televisi sebagai media penyalur informasi utama, juga memainkan peran besar mempromosikan iklan untuk berbagai restoran dan produk-produk terbaru mereka
Akan tetapi ada harga yang harus dibayar dari segala kepraktisan dan kemudahan ini. Penyakit-penyakit berkembang seiring dengan bertambahnya restoran fast food. Kentang goreng, milkshake, burger dari beberapa restoran cepat saji dilansir berhubungan dengan jantung koroner, diabetes, hipertensi, yang berakar dari obesitas.
Ketua Umum Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI), Prof .Dr. Herdinsyah MS, mengatakan saat ini jumlah penderita obesitas di Indonesia untuk populasi remaja dewasa sudah mencapai angka 18 persen. Angka ini bahkan lebih tinggi lagi di kelompok dewasa, yaitu bisa mencapai 25 persen dari total populasi seluruh Indonesia.
Penelitian dari Framingham Heart Study di Amerika Serikat menemukan bahwa pria maupun wanita dengan usia lebih dari 40 tahun dan berat badan berlebihan atau BMI lebih dari 30, diperkirakan umurnya 7 tahun lebih pendek daripada orang dengan berat badan normal. Begitu pula dengan hasil penelitian WHO barubaru ini yang memperkirakan obesitas bertanggung jawab terhadap timbulnya kanker payudara, usus besar, endometrium, dan esofagus.
Obesitas atau kelebihan berat badan patut diwaspadai karena dapat menimbulkan berbagai penyakit serius. Menurut Scientific Laboratory for Food Intolerance, ada 20 jenis penyakit atau kondisi yang berhubungan dengan obesitas, di antaranya PJK, Stroke, penyakit hati, ginjal, paru-paru, kanker, dll.
Kasus kematian salah satu aktor komedi Ngelenong Nyok yang kondang dengan sebutan “Big Dicky” adalah salah satu contoh kasus obesitas. “Big Dicky” yang menderita kegemukan itu dikabarkan meninggal akibat gagal jantung. Salah satu dokter spesialis jantung di RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita dr. Adnil Basha menjelaskan penderita obesitas sangat berpotensi mengidap penyakit jantung karena tingginya beban kerja pada jantung mereka.
Selain menimbulkan gangguan fungsional, obesitas juga dapat merusak penampilan. Seperti pada pria asal South Carolina, Tillmon Webb yang merasa malu akibat berat badannya yang mencapai 250 kg. Pria 33 tahun ini tetap tinggal di kursi dalam rumah kesayangannya selama delapan bulan terakhir, bahkan sampai ajalnya tiba. Pasalnya ia enggan keluar rumah karena takut diejek. Tentunya kita tidak ingin tampak seperti pria gemuk dalam lukisan karya Alessandro Del Borro.
Belum lama ini Badan Pengawasan Makanan dan Obat Amerika Serikat (USFDA) dan British Nutrition Foundation (BNF) mempersoalkan kembali soal lemak trans. Lemak trans merupakan minyak yang diolah melalui proses hidrogenasi parsial (yakni dengan menambahkan hidrogen ke dalamnya) yang sering terdapat pada makanan fast food. Lemak trans diduga menjadi penyebab utama obesitas dan jantung koroner, yang kini banyak diderita oleh golongan usia muda, antara 30-40 tahun. Karena efek negatif yang merugikan bagi kesehatan itulah US-FDA mengharuskan produsen makanan di sana mencantumkan label lemak trans dalam produk pangannya.
Brennan Davis dari Azusa Pacific University di California, yang studinya dipublikasikan di American Journal of Public Health mempelajari hubungan antara restoran fast-food yang terletak dalam radius satu setengah mil (80 km) dari sekolah dan mengenai obesitas diantara siswa sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas di California. Davis mengatakan, “Pada dasarnya kami menemukan bahwa anak-anak yang bersekolah di dekat restoran fast-food memiliki kesempatan menderita kelebihan berat badan lebih tinggi dibandingkan anak-anak yang bersekolah di tempat yang jauh dari restoran fast-food,” Morgan Spurlock dalam film dokumenternya yang berjudul “Super Size Me” menelanjangi produk-produk makanan cepat saji ala McD. Dalam film eksperimen ini, Spurlock menjadi relawan sekaligus aktor utama mengkonsumsi makanan
fast
food
secara
terus
menerus
selama
30
hari.
Setelah
mengkonsumsinya, didapat hasil berat badannya naik 11,25 kg, disertai badan cepat lelah, kepala pusing, dan jantung berdebar.
Film ini berawal ketika Spurlock menonton acara televisi yang menayangkan 2 remaja putri yang tengah menggugat makanan cepat saji Mc Donald’s. Remaja tersebut mengatakan bahwa berat badannya naik dengan cepat dan sering merasa sakit-sakitan. Timbulah ide untuk melakukan eksperimen dalam diri Spurlock yang merasa penasaran dengan makanan cepat saji.
Film Super Size Me telah menayangkan akibat fast food terhadap obesitas langsung ke jantungnya. Film ini secara tidak langsung telah menggambarkan perhatian dunia terhadap makanan cepat saji dan obesitas. Fast food dan segala ke’instan’annya telah melahirkan masalah global baru. Seperti layaknya pada global warming yang menambah jumlah air dengan pencairan es kutubnya, fast food menambah jumlah kolesterol dan lemak pada penyuka makanan siap santap yang berujung pada obesitas.
Makanan cepat saji yang semula bertujuan memenuhi kebutuhan para orang sibuk yang sering dikejar waktu, telah menjadi trend dalam kehidupan modern ini. Para remaja dengan bangganya duduk-duduk di dalam restoran fast food dengan menyantap makanan sampah yang berada di tangannya, tanpa menyadari obesitas dan para anak buahnya akan menyerang 15 tahun kemudian. Trend dan rasa telah mengalahkan upaya hidup sehat yang sering didambakan orang. Hidup sehat yang nilainya jauh lebih mahal dari permata termahal sekalipun. Dirinya telah dimakan oleh usaha menimbulkan citra diri yang modern dalam komunitasnya. Fast food telah keluar sebagai pemenang dalam olimpiade makanan favorit manusia yang dengan pelan tapi pasti telah menjadi life style di kalangan orang-orang kota.
Pengkonsumsi fast food tak ada ubahnya dengan pemakai narkoba yang telah kecanduan dengan opium, ekstasi, maupun ganja yang dengan muka adiktif menyuntikan zat berbahaya tersebut ke dalam pembuluh vena yang selanjutnya akan mengalir ke dalam jantung. Kecanduan makanan cepat saji yang telah
menjadi life style secara diam-diam mengundang maut yang membahayakan. Nikmat sesaat ternyata akan membawa dampak buruk bagi penyantapnya. Makanan ini kongruen dengan bom waktu yang kapan saja dapat meledak dengan pemicu yang dapat disamakan dengan kolesterol-kolesterol yang terdapat di dalamnya. Ketika meledak, bom ini akan menimbulkan suatu penyakit yang dinamakan obesitas.
Seperti pada AIDS yang telah lama menjadi sorotan dunia, fast food dan obesitasnya lambat laun ikut pula terseret dalam high light lampu panggung dunia, bak artis pendatang yang baru naik daun di dunia infotainment. Baru-baru ini anggota dewan kota pemerintah Los Angeles telah melarang kehadiran gerai baru makanan cepat saji di South Los Angeles. Alasannya, penggemar fast food dan penderita obesitas di area miskin itu terus meningkat. Selain itu pemerintah AS juga mengurangi iklan fast food. Dari pengurangan iklan makanan cepat saji di televisi didapat hasil dapat mengurangi jumlah anak yang kegemukan sebanyak 18 persen, kata beberapa peneliti. Selain itu di awal 2007 di AS juga terdapat larangan penggunaan minyak goreng trans fat dalam semua restoran, pajak bagi makanan fast food. Sama halnya dengan di Australia yang memungut pajak dan larangan reklame fast food. Uang pajak tersebut dipergunakan untuk promosi makanan sehat seperti sayur-sayuran dan buah-buahan.
Fast food yang juga dikenal dengan sebutan junk food atau makanan sampah perlahan-lahan mulai ditinggalkan masyarakat di negara-negara barat. Informasi mengenai pemanis buatan, pewarna, penyedap dan aroma yang telah gencargencarnya diinformasikan oleh pemerintah ternyata memberikan hasil. Selain itu, krisis ekonomi yang melanda dunia memaksa brand-brand besar fast food membanting harga jual mereka. Kemudian orang-orang menjadi sadar, harga tidak akan berbohong mengenai kualitas yang terkandung di dalamnya. "Ini adalah situasi ekonomi yang sangat sulit, dan makanan cepat saji telah menyusut," kata Ron Paul, presiden Technomic, sebuah perusahaan konsultan. Karena pengangguran tinggi, katanya, konsumen semakin menyerbu toko grosir dan menyalakan oven dan kompor mereka lagi. Sementara di negri asalnya sendiri fast
food mulai ditinggalkan, di Indonesia orang dengan bangga mengkonsumsi makanan cepat saji yang tidak sehat itu.
Terlepas dari semua itu, kita sebagai manusia hendaknya dapat menghargai sesuatu yang bersifat natural atau alami. Makanan cepat saji yang mengandung berbagai pengawet dan bersifat buatan jauh dari kata alami. Trend dan lifestyle dalam pengkonsumsian makanan modern bukannya mendongkrak gengsi, malah menimbulkan penyakit yang dampaknya jauh lebih besar dari usaha menimbulkan pencitraan diri yang modern di mata orang lain. Memang ada harga yang harus di bayar dari kepraktisan, instan, dan gengsi yang tertanam dalam masyarakat berperadaban maju, yaitu masalah kesehatan dalam hal ini masalah obesitas. Mungkin kita harus meminjam mesin waktu dari Doraemon untuk kembali ke masa 1000 tahun silam untuk belajar kepada nenek moyang kita bagaimana mengkonsumsi makanan yang sehat dan alami.
View more...
Comments