EPISKLERITIS

March 26, 2019 | Author: Albukhari Subulussalam | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

x...

Description

BAB I PENDAHULUAN

Sklera adalah pembungkus fibrosa pelindung mata dibagian luar. Jaringan ini padat dan berwarna putih serta bersambungan dengan kornea di sebelah anterior dan duramater nervus optikus di belakang. Permukaan luar sklera anterior dibungkus oleh sebuah lapisan tipis dari jaringan elastik halus, episklera yang mengandung banyak pembuluh darah yang masuk ke sklera.  1,2 Episkleritis adalah suatu peradangan episklera dan sklera bagian superfisial. Sklera merupakan dinding bola mata yang paling keras dengan  jaringan pengikat yang tebal, yang tersusun oleh serat kolagen, jaringan fibrosa dan proteoglikan dengan berbagai ukuran. Sklera dibungkus oleh episklera yang merupakan jaringan tipis yang banyak mengandung pembuluh darah untuk memberi makan sklera. Di bagian depan mata, spisklera terbungkus oleh konjungtiva.1 Rasio antara perempuan dan laki-laki adalah wanita tiga kali lebih sering dari pada pria. Berdasarkan umur episkleritis biasanya terjadi pada wanita dengan usia antara 20 –  20 –  70  70 tahun, sedangkan pada pria antara 20 –  20  –  50  50 tahun. Etiologi dari episkleritis belum diketahui. Namun, terdapat beberapa kondisi kesehatan tertentu yang berhubungan dengan terjadinya episkleritis. Kondisi  –   kondisi tersebut adalah reumatoid arthritis, ankylosing spondylitis, tuberkulosis, gout, lupus, Inflamatory bowel, bacteial atau viral infection, sipilis atau herpes zoster. 1,3 Episkleritis dapat menimbulkan skleritis yang akan berlanjut jika tidak ditangani dengan baik berupa keratitis, uveitis, galukoma, granuloma subretina, ablasio retina eksudatif, proptosis, katarak, dan hipermetropia. Mengingat pentingnya pengetahuan tentang episkleritis ini maka inilah yang menjadi alasan penulis dalam menyusun referat ini. Penulisan referat ini hendaknya dapat memberikan pengetahuan kepada pembaca tentang definisi, epidemiologi,

etiologi,

patofisiologi,

manifestasi

klinis,

diagnosis,

 penatalaksanaan, komplikasi dan prognosis. prognosis.

1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Sklera Sklera yang juga dikenal sebagai bagian putih bola mata, merupakan kelanjutan dari kornea. Sklera berwarna putih buram dan tidak tembus cahaya, kecuali di bagian depan bersifat transparan yang disebut kornea. Sklera merupakan dinding bola mata yang paling keras dengan  jaringan pengikat yang tebal, yang tersusun oleh serat kolagen, jaringan fibrosa dan proteoglikan dengan berbagai ukuran. Pada anak-anak, sklera lebih tipis dan menunjukkan sejumlah pigmen, yang tampak sebagai warna  biru. Sedangkan pada dewasa karena terdapatnya deposit lemak, sklera tampak sebagai garis kuning.  3

Gambar 2.1

Anatomi Mata

2

Sklera dimulai dari limbus, dimana berlanjut dengan kornea dan berakhir  pada kanalis optikus yang berlanjut dengan dura. Enam otot ekstraokular disisipkan ke dalam sklera. Jaringan sklera menerima rangsangan sensoris dari nervus siliaris posterior. Sklera merupakan organ tanpa vaskularisasi, menerima rangsangan tersebut dari jaringan pembuluh darah yang berdekatan. Pleksus koroidalis terdapat di bawah sklera dan pleksus episkleral di atasnya. Episklera mempunyai dua cabang, yang pertama pada permukaan dimana pembuluh darah tersusun melingkar, dan yang satunya lagi yang lebih di dalam, terdapat pembuluh darah yang melekat pada sklera. 3 Sklera membentuk 5/6 bagian dari pembungkus jaringan pengikat pada  bola mata posterior. Sklera kemudian dilanjutkan oleh duramater dan kornea, untuk menentukan bentuk bola mata, penahan terhadap tekanan dari luar dan menyediakan kebutuhan bagi penempatan otot-otot ekstra okular. Sklera ditembus oleh banyak saraf dan pembuluh darah yang melewati foramen skleralis posterior. Pada cakram optikus, 2/3 bagian sklera berlanjut menjadi sarung dural, sedangkan 1/3 lainnya berlanjut dengan beberapa jaringan koroidalis yang membentuk suatu  penampang yakni lamina kribrosa yang melewati nervus optikus yang keluar melalui serat optikus atau fasikulus. Kedalaman sklera bervariasi mulai dari 1 mm  pada kutub posterior hingga 0,3 mm pada penyisipan muskulus rektus atau akuator. 3,4

Gambar 2.2 Struktur

Sklera dan Episklera

3

Sklera mempunyai 2 lubang utama yaitu: 6 

Foramen sklerasis anterior, yang berdekatan dengan kornea dan merupakan tempat meletaknya kornea pada sklera.



Foramen sklerasis posterior atau kanalis sklerasis, merupakan pintu keluar nervus optikus. Pada foramen ini terdapat lamina kribosa yang terdiri dari sejumlah membran seperti saringan yang tersusun transversal melintas



Foramen sklerasis posterior. Serabut saraf optikus lewat lubang ini untuk menuju ke otak.

Secara histologis, sklera terdiri dari banyak pita padat yang sejajar dan  berkas-berkas jaringan fibrosa yang teranyam, yang masing-masing mempunyai tebal 10-16 μm dan lebar 100-140 μm, yakni episklera, stroma, lamina fuska dan endotelium. Struktur histologis sklera sangat mirip dengan struktur kornea.

2.2 Fisiologi Sklera Sklera berfungsi untuk menyediakan perlindungan terhadap komponen intra okular. Pembungkus okular yang bersifat viskoelastis ini memungkinkan pergerakan bola mata tanpa menimbulkan deformitas otototot penggeraknya. Pendukung dasar dari sklera adalah adanya aktifitas sklera yang rendah dan vaskularisasi yang baik pada sklera dan koroid. Hidrasi yang terlalu tinggi pada sclera menyebabkan kekeruhan pada  jaringan sklera. Jaringan kolagen sklera dan jaringan pendukungnya  berperan seperti cairan sinovial yang memungkinkan perbandingan yang normal sehingga terjadi hubungan antara bola mata dan  socket . Perbandingan ini sering terganggu sehingga menyebabkan beberapa  penyakit yang mengenai struktur artikular sampai pembungkus sklera dan episklera. 3

4

2.3 Episkleritis 2.3.1. Definisi Episkleritis merupakan peradangan dari jaringan episklera. Kelainan ini  bersifat unilateral pada dua pertiga kasus, dan insidens pada kedua jenis kelamin wanita tiga kali lebih sering dari pada pria. Banyak terdapat  pada wanita dengan usia antara 20  –   70 tahun, sedangkan pada pria antara 20  –   50 tahun. Perjalanan penyakit mulai dengan episode akut dan terdapat riwayat berulang dan dapat berminggu-minggu atau  beberapa bulan. Terdapat dua jenis episkleritis, yaitu : 1. Episkleritis simpel Peradangan biasanya ringan dan terjadi dengan cepat. Hanya  berlangsung selama sekitar tujuh sampai sepuluh hari dan akan hilang sepenuhnya sudah dua sampai tiga minggu. Pasien dapat mengalami serangan dari kondisi tersebut, biasanya satu sampai tiga  bulan. Penyebabnya seringkali tidak diketahui. 2. Episkleritis simpel Peradangan biasanya terbatas pada satu bagian mata saja dan mungkin terdapat satu daerah penonjolan atau benjolan pada  permukaan mata. Gejala yang dirasakan lebih hebat daripada episkleritis simpel dan berlangsung lebih lama.

Gambar 2.3

Episkleritis Simpel

Gambar 2.4

Episkleritis Nodular

5

2.3.2. Etiogi Penyebab pasti dari episkleritis sampai sekarang masih belum diketahui. Namun, ada beberapa kondisi kesehatan tertentu yang  berhubungan dengan terjadinya episkleritis. Kondisi  –   kondisi tersebut adalah penyakit yang mempengaruhi tulang, tulang rawan, tendon atau  jaringan ikat lain dari tubuh, seperti : -

Reumatoid arthritis

-

Ankylosing spondylitis

-

Lupus

-

Inflamatory bowel, seperti : chorn’s disease and ulcerative colitis

-

Gout

-

Bacteial atau viral infection, seperti : lyme disease, syphilis atau herpes zoster.

2.3.3. Patofisiologi Degradasi enzim dari serat kolagen dan invasi dari sel-sel radang meliputi sel T dan makrofag pada sklera memegang peranan  penting terjadinya skleritis. Inflamasi dari sklera bisa berkembang menjadi iskemia dan nekrosis yang akan menyebabkan penipisan pada sklera dan perforasi dari bola mata.2 Inflamasi yang mempengaruhi sklera berhubungan erat dengan  penyakit

imun

sistemik

dan penyakit

kolagen

pada

vaskular.

Disregulasi pada penyakit auto imun secara umum merupakan faktor  predisposisi dari skleritis. Proses inflamasi bisa disebabkan oleh kompleks imun yang berhubungan dengan kerusakan vaskular (reaksi hipersensitivitas tipe III dan respon kronik granulomatous (reaksi hipersensitivitas tipe IV). Interaksi tersebut adalah bagian dari sistem imun aktif dimana dapat menyebabkan kerusakan sklera akibat deposisi kompleks imun pada pembuluh di episklera dan sklera yang menyebabkan perforasi kapiler dan venula post ka piler dan respon imun sel perantara.7

6

2.3.4. Manifestasi Klinis Gejala episkleritis meliputi : 

Sakit mata dengan rasa nyeri ringan, seperti ditusuk-tusuk



Fotofobia



Mata kering



Mata merah pada bagian putih mata



Kepekaan terhadap cahaya



Tidak mempengaruhi visus

Tanda objektif pada episkleritis : 

Kelopak mata bengkak.



Konjungtiva bulbi kemosis disertai dengan pelebaran pembuluh darah episklera dan konjungtiva.



Bila sudah sembuh, warna sklera berubah menjadi kebiru-biruan.



Pemeriksaan mata memperlihatkan hiperemia lokal sehingga bola mata tampak berwarna merah atau keunguan yang menunjukkan  pembuluh darah episklera yang melebar.



Pembuluh darah episklera dapat mengecil bila diberikan fenilefrin 2,5%.



Pada episkleritis noduler keadaannya lebih hebat dan disini terdapat tonjolan yang keras dan tidak dapat digerakkan dari dasarnya,  berwarna merah. Setelah satu minggu atau lebih tonjolan itu hilang, tidak pernah terbentuk ulkus. Letaknya biasanya lebih temporal.

Bentuk radang yang terjadi pada episkleritis nodular mempunyai gambaran khusus, yaitu berupa benjolan setempat dengan batas tegas dan warna merah ungu di bawah konjungtiva. Bila benjolan itu ditekan dengan kapas atau ditekan pada kelopak di atas benkolan, akan memberikan rasa sakit, rasa sakit akan menjalar ke sekitar mata.

7

2.3.5. Diagnosis Penegakan

diagnosis

didapatkan

dari

anamnesis

untuk

menanyakan beberapa gejala-gejala yang dialami pasien, menanyakan riwayat penyakit sistemik sebelumnya pada pasien, melakukan  pemeriksaan pada mata pasien, serta dilakukan pemeriksaan fisik pasien  bila dicurigai penyebabnya terkait penyakit sistemik. Pemeriksaan lebih lanjut sepeti melakukan beberapa tes lebih lanjut, seperti tes darah, untuk mengetahui apakah episkleritis terkait dengan penyakit sistemik lain yang mendasarinya.

Pemeriksaan fisik sklera 1.  Daylight Sklera bisa terlihat merah kebiruan atau keunguan yang difus. Setelah serangan yang berat dari inflamasi sklera, daerah penipisan sklera dan translusen juga dapat muncul dan juga terlihat uvea yang gelap. Area hitam, abu-abu dan coklat yang dikelilingi oleh inflamasi yang aktif yang mengindikasikan adanya proses nekrotik. Jika jaringan nekrosis berlanjut, area pada sklera bisa menjadi avaskular yang menghasilkan sekuester putih di tengah yang dikelilingi lingkaran coklat kehitaman. Proses pengelupasan bisa diganti secara bertahap dengan jaringan granulasi meninggalkan uvea yang kosong atau lapisan tipis dari konjungtiva.1,2,9 2. Pemeriksaan Slit Lamp Pada skleritis, terjadi bendungan yang masif di jaringan dalam episklera dengan beberapa bendungan pada jaringan superfisial episklera. Pada tepi anterior dan posterior cahaya slit lamp bergeser ke depan karena episklera dan sklera edema. Pada skleritis dengan  pemakaian fenilefrin hanya terlihat jaringan superfisial episklera yang  pucat tanpa efek yang signifikan pada jaringan dalam episklera.2

8

3. Pemeriksaan Red-free Light Pemeriksaan ini dapat membantu menegakkan area yang mempunyai kongesti vaskular yang maksimum, area dengan tampilan vaskular yang baru dan juga area yang avaskular total. Selain itu perlu pemeriksaan secara umum pada mata meliputi otot ekstra okular, kornea, uvea, lensa, tekanan intraokular dan fundus.

Pemeriksaan laboratorium Berdasarkan riwayat penyakit dahulu, pemeriksaan sistemik dan  pemeriksaan fisik dapat ditentukan tes yang cocok untuk memastikan atau menyingkirkan penyakit-penyakit yang berhubungan dengan skleritis. Adapun pemeriksaan laboratorium tersebut meliputi : 1,2,7 

Hitung darah lengkap dan laju endap darah



Kadar komplemen serum (C3)



Kompleks imun serum



Faktor rematoid serum



Antibodi antinukleus serum



Antibodi antineutrofil sitoplasmik



Imunoglobulin E



Kadar asam urat serum



Urinalisis



Rata-rata Sedimen Eritrosit



Tes serologis



HBs Ag

Pemeriksaan radiologi 2,3,7 Berbagai

macam

pemeriksaan

radiologis

yang

diperlukan

dalam

menentukan penyebab dari skleritis adalah sebagai berikut : 

Foto thorax



Rontgen sinus paranasal

9



Foto lumbosacral



Foto sendi tulang panjang



Ultrasonography ( Scan A dan B)



CT-Scan



MRI

Pemeriksaan lain yang diperlukan antara lain : 

Skin Test



Tes usapan dan kultur



PCR



Histopatologi

2.3.6. Diagnosis Banding Mata merah dengan visus normal a. Merah tidak merata 

Episkleritis



Skleritis



Pterigium



Konjungtivitis filkten



Pinguekula iritans

 b. Merah merata 

Konjungtivitas akut



Konjungtivitas kronik

2.3.7. Penatalaksanaan Episkleritis

adalah

penyakit

 self-limiting  

menyebabkan

kerusakan yang sedikit permanen atau sembuh total pada mata. Oleh karena itu, sebagian besar pasien dengan episkleritis tidak akan memerlukan pengobatan apapun. Namun, beberapa pasien dengan gejala ringan menuntut pengobatan.

10

1. Terapi pada mata Air mata buatan berguna untuk pasien dengan gejala ringan sampai sedang. Selain itu dapat juga diberikan vasokonstriktor. Pasien dengan gejala lebih berat atau berkepanjangan mungkin membutuhkan air mata buatan atau kortikosteroid topikal. Episkleritis

nodular

lebih

lama

sembuhdan

mungkin

memerlukan obat tetes kostikosteroid lokal atau agen anti-inflamasi. Topikal oftalmik prednisolon 0,5%, dexametason 0,1%, atau  bentametason 0,1% harian dapat digunakan.

2. Terapi sistemik Jika episkleritis nodular yang tidak responsif terhadap terapi topikal, sistemik agen antiinflamasi mungkin berguna. Flurbiforen 100 mg biasanya efektif sampai peradangan ditekan. Jika tidak ada respon terhadap flurbiprofen, indometasin harus digunakan, 100 mg setiap hari dan menurun menjadi 75 mg bila ada respon. Antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder. Untuk aktivitas sehari-hari,  sunglases berguna untuk pasien dengan sensivitas terhadap cahaya.

2.3.8. Komplikasai Sebuah komplikasi episkleritis yang mungkin terjadi adalah iritis. Selain iritis, bila peradangan lebih dalam pada sklera dapat menimbulkan skleritis.

2.3.9. Prognosis Prognosis umumnya baik, dapat sembuh sempurna tetapi dapat  bersifat residif yang dapat menyerang tempat yang sama ataupun  berbeda-beda dengan lama sakit umumnya 4 –  5 minggu.

11

BAB III KESIMPULAN

-

Episkleritis merupakan peradangan dari jaringan episklera.

-

Rasio antara perempuan dan laki-laki adalah 3: 1.

-

Berdasarkan umur episkleritis biasanya terjadi pada wanita dengan usia antara 20 –  70 tahun, sedangkan pada pria antara 20 –  50 tahun.

-

Etiologi dari episkleritis belum diketahui. Namun, terdapat beberapa kondisi

kesehatan

tertentu

yang

berhubungan

dengan

terjadinya

episkleritis. -

Episklera secara klinis dibagi menjadi episklera simple dan noduler.

-

Gejala yang sering dikeluhkan yaitu mata merah pada bagian putih mata, rasa nyeri ringan pada mata, seperti ditusuk-tusuk, fotofobia, mata kering, kepekaan terhadap cahaya, tidak mempengaruhi visus. Gejala semakin  berat pada episkleritis nodular.

-

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, riwayat penyakit sistemik sebelumnya pada pasien, pemeriksaan fisik pasien dan  pemeriksaan penunjang untuk mengetahui apakah episkleritis terkait dengan penyakit sistemik lain yang mendasarinya.

-

Pengobatan yang diberikan yaitu untuk menghilangkan sakitnya dengan dikompres air hangat, pemberian kortikosteroid dan antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder.

12

DAFTAR PUSTAKA

1. Eva PR. Sklera. Dalam:Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P, Suyono J, Editor. Oftalmologi Umum Edisi 14. Jakarta: EGC, 2000.169-73 2. Gaeta, TJ. Scleritis. http://www.emedicine.com. [diakses 30 November 2008] 3. Foulks GN, Langston DP. Cornea and External Disease. In: Manual of Ocular Diagnosis and Therapy. Second Edition. United States of America: Library of Congress Catalog. 1988; 111-6 4. Subramanian M. Eye. http://www.medlineplus.com [diakses 30 November 2008] 5. Bolumleri. Sklera. http://www.eyestar.com.tr/htm/sklera.htm [diakses 30  November 2008] 6. Galor A, Thorne J. Scleritis and Peripheral Ulcerative Keratitis. http://www.pubmed.com [diakses 30 November 2008] 7. Maza, MS. Scleritis. http://www.emedicine.com [diakses 30 November 2009] 8. Ilyas, S. Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2008. 118-20 9. Chern

KC.

Iridocyclitis

and

Traumatic

Iritis.

In:

Emergency

Ophthalmology. 10. PERDAMI. Ilmu penyakit Mata untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran. PERDAMI.2006. 11. Vaughan, D.G. Oftalmologi Umum Edisi 14 Cetakan 1. Jakarta : Widya Medika. 2000. Hal 165 –  167. 12. Watson PG, Hayreh SS. Scleritis dan Episkleritis. Br J Ophthalmol. 1976.

13

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF