Ensefalitis

February 23, 2022 | Author: Anonymous | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Ensefalitis...

Description

REFERAT ENSEFALITIS

Oleh: Radian Adi Arya Kusuma 2011730083

Pembimbing: dr. Djati Sulastono, Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK STASE NEUROLOGI RSUD CIANJUR 2017

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Infeksi susunan saraf pusat atau ensefalitis, secara umum dapat diartikan sebagai terjadinya proses inflamasi pada sel parenkim otak. Sindroma ensefalitis bisa bersifat akut atau sub akut berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu, sedang yang kronis bisa berlangsung  bertahun-tahun.1 Ensefalitis adalah suatu peradangan parenkim otak, muncul sebagai disfungsi neuropsikologi difus dan/atau fokal. Meskipun terutama melibatkan otak, meninges juga sering ikut terlibat (meningoencephalitis). Dari epidemiologi dan patofisiologi, ensefalitis berbeda dari meningitis, meskipun pada evaluasi klinis keduanya bisa hadir, dengan tanda-tanda dan gejala peradangan meningeal, seperti fotofobia, sakit kepala, atau leher kaku. Meskipun gangguan bakteri, jamur, dan autoimun dapat menghasilkan ensefalitis, sebagian besar kasus disebabkan oleh virus. 2 Secara umum angka kematian ensefalitis masih cukup tinggi, demikian pula dengan gejala sisa yang terjadi. Salah satu factor yang  berpengaruh terhadap tingginya angka mortalitas dan morbiditas ini adalah masalah diagnosis untuk mencari virus penyebab. Insiden ensefalitis adalah 1 kasus per 200.000 populasi di Amerika Serikat, virus herpes simpleks (HSV) menjadi penyebab paling umum. 1,2 Standar diagnosis untuk suatu ensefalitis hingga kini adalah identifkasi agen penyebab. Harus diakui dibanding kuman, mencari  penyebab virus ini memang relatif lebih sulit. Hal ini tidak terlepas dari  beberapa faktor antara lain: pemeriksaan laboratorium yang lebih rumit dan minimnya sumber daya manusia dibelakang pemeriksaan yang rumit tersebut.

1.2 Tujuan Tujuan dari dibuatnya referat ini adalah untuk mengetahui definisi, epidemiologi, penyebab, klasifikasi, patofisiologi, gejala klinis dan  penanganan pada pasien ensefalitis terutama yang disebabkan oleh virus.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi

Dalam keadaan normal Susunan Saraf Pusat (SSP) terlindung dengan baik terhadap serangan dari organisme yang dapat menyebabkan radang, dan kebanyakan peradangan pada SSP merupakan komplikasi yang tidak lazim dari infeksi yang didapat sehari-hari. Salah satu peradangan dari SSP adalah ensefalitis yang merupakan inflamasi pada otak (Encephalon). Ensefalitis virus adalah  peradangan pada ensefalon yang penyebabnya berasal dari virus. Ensefalitis yang disebabkan oleh infeksi virus menyebabkan kerusakan parenkim bervariasi dari ringan sampai dengan sangat berat. 3 Ensefalitis terjadi dalam dua bentuk, yaitu bentuk primer dan bentuk sekunder.Ensefalitis Primer melibatkan infeksi virus langsung dari otak dan sumsum tulang belakang. Sedangkan ensefalitis sekunder, infeksi virus pertama terjadi di tempat lain di tubuh dan kemudian ke otak. 3

3.2 Epidemiologi

Insiden ensefalitis di seluruh dunia sulit untuk ditentukan. Dalam sebuah studi dari Finlandia, kejadian ensefalitis virus pada orang dewasa adalah 1,4 kasus  per 100.000 orang per tahun. Herpes Simplex Virus adalah organisme yang paling sering diidentifikasi sebagai penyebab (16%), diikuti oleh Varicella Zooster Virus (5%), dan virus influenza A (4%). 2 Menurut statistik dari 214 ensefalitis, 54% (115 orang) dari penderita ensefalitis adalah anak-anak. Virus yang paling sering ditemukan adalah virus herpes simpleks (31%).4

Kasus ensefalitis herpes simpleks sekitar 2.000 kasus terjadi di Amerika Serikat, dan merupakan 10% dari seluruh kasus ensefalitis di negara tersebut. Sekitar 30 sampai 70 persen berakhir fatal, dan tidak sedikit yang berakhir dengan kecacatan neurologis. Insidensi tertinggi terjadi pada usia neonatus, 5-30 tahun, dan di atas 50 tahun, dengan masa inkubasi 4-6 hari. 5 Penyakit ini endemik di daerah Asia, mulai dari Jepang, Filipina, Taiwan, Korea, China, Thailand, Malaysia, sampai ke Indonesia serta India. Diperkirakan ada 35.000 kasus Japanese encephalitis di Asia setiap tahun. Angka kematian  berkisar 20-30%. Anak usia 1-15 tahun paling sering terinfeksi. 6

3.3 Etiologi

Penyebab ensefalitis yang paling sering adalah infeksi karena virus. Beberapa contoh termasuk: a. Herpes simplex virus (HSV-1, HSV-2)  b. Selain virus herpes: varicella zoster virus (VZV), cytomegalovirus (CMV), Epstein-Barr (EBV), virus herpes manusia 6 (HHV6) c. Adenovirus d. Influenza A e. Enterovirus c, virus polio f.

Campak, gondongan dan virus rubella

g. Rabies h. Arbovirus misalnya, Ensefalitis Jepang B, St Louis Ensefalitis virus, West Nile ensefalitis virus, Timur, Barat, dan Virus ensefalitis equine Venezuela, i.

Bunyaviruses misalnya, La Crosse strain virus California

 j.

Reoviruses misalnya, Colorado tick fever virus

k. Arenaviruses misalnya, virus choriomeningitis limfositik. l.

Retrovirus misalnya Human Immunodeficiency Virus. 7

Tabel 1. Etologi ensefalitis virus.10

Tabel 2 . Etologi ensefalitis virus.10

Penyebab ensefalitis yang lainnya adalah : a. Bakteri  b. Parasit c. Fungus d. Riketsia.14

E nsefalitis Supurativa Bakteri penyebab ensefalitis supurativa adalah : staphylococcus aureus, streptococcus, E.coli dan M.tuberculosa.

E nsefalitis Siphylis Disebabkan oleh Treponema pallidum. Infeksi terjadi melalui permukaan tubuh umumnya sewaktu kontak seksual.

E nsefalitis karena parasit a. Malaria serebral Plasmodium falsifarum penyebab terjadinya malaria serebral.  b. Toxoplasmosis Toxoplasma gondii pada orang dewasa biasanya tidak menimbulkan gejala-gejala kecuali dalam keadaan dengan daya imunitas menurun. c. Amebiasis Amuba genus Naegleria dapat masuk ke tubuh melalui hidung ketika  berenang

di

air

yang

terinfeksi

dan

kemudian

menimbulkan

meningoencefalitis akut. d. Sistiserkosis Cysticercus cellulosae ialah stadium larva taenia. Larva menembus mukosa dan masuk kedalam pembuluh darah, menyebar ke seluruh badan. Larva dapat tumbuh menjadi sistiserkus, berbentuk kista di dalam ventrikel dan parenkim otak.

E nsefalitis karena fungus Fungus yang dapat menyebabkan radang antara lain : candida albicans, Cryptococcus

neoformans,Coccidiodis,

Aspergillus,

Fumagatus

dan

Mucor mycosis.

Riketsiosis Serebri Riketsia dapat masuk ke dalam tubuh melalui gigitan kutu dan dapat menyebabkan Ensefalitis. 14

Ensefalitis mempunyai dua bentuk, yang dikategorikan oleh dua cara virus dapat menginfeksi otak: a. Ensefalitis primer. Hal ini terjadi ketika virus langsung menyerang otak dan saraf tulang belakang. Hal ini dapat terjadi setiap saat (ensefalitis sporadis), sehingga menjadi wabah (epidemik ensefalitis).

 b. Ensefalitis sekunder. Hal ini terjadi ketika virus pertama menginfeksi  bagian lain dari tubuh kemudian memasuki otak.

Berikut ini adalah beberapa penyebab yang lebih umum pada ensefalitis: 

Virus herpes

Beberapa virus herpes yang menyebabkan infeksi umum juga dapat menyebabkan ensefalitis. Ini termasuk: Herpes simpleks virus. Ada dua jenis virus herpes simpleks (HSV) infeksi. HSV tipe 1 (HSV-1) lebih sering menyebabkan cold sores lepuh demam atau sekitar mulut Anda. HSV tipe 2 (HSV-2) lebih sering menyebabkan herpes genital. HSV-1 merupakan penyebab dari ensefalitis sporadis yang fatal di Amerika Serikat, tetapi juga langka. Varicella-z oster virus. Virus ini bertanggung jawab untuk cacar air dan herpes zoster. Hal ini dapat menyebabkan ensefalitis pada orang dewasa dan anakanak, tetapi cenderung ringan. Virus Epstein -Barr. Virus herpes yang menyebabkan infeksi mononucleosis. Jika ensefalitis berkembang,  biasanya ringan, tetapi dapat beraki bat fatal pada sejumlah kecil kasus. 5

3.4 Patofisiologi

Infeksi virus pada sistem saraf pusat dapat melalui beberapa cara: 1. Invasi langsung melalui barier anatomi. a. Scalp, tengkorak dan duramater membentuk barrier yang efektif terhadap infeksi yang langsung dari lingkungan sekitar. Infeksi dengan jalan langsung biasanya karena trauma atau akibat luka operasi. 2. Transport axonal oleh neuron dari perifer. a.  Neuron dapat menjadi jalan lalu lintas dari dan ke “Cell Body” dan sistem transpor antegrade dan retrograde, misalnya transpor retrograde yang cepat rata-rata 200-300 mm/hari, misalnya pada virus herpes simpleks dan varisela zozter ditransportasinya dari replikasi di kulit dan mukosa oleh serabut sensorik ke akar saraf dorsalis. 3. Jalan masuk dari traktus respiratorius melewati epitel olfaktorius. a. Cara masuk organism pada mukosa olfaktorius melalui proses apical dari sel reseptor saraf yang menonjol keluar di tepi epitel sebagai “olfactory rads”, sehingga partikel diletakkan pada mukosa olfaktorius

dapat

diambil

oleh

vesikel

pinositik

dan

ditransportasikan ke bulbus olfaktorius. 4. Infeksi melalui pembuluh darah melewati endothelium kapiler atau epitel  pleksus choroideus. 3 Bila kuman patogen masuk ke sistem saraf akan terjadi perlawanan unik. Otak tidak memiliki sistem intrinsik untuk menghasilkan antibodi, tidak mempunyai sistem limfatik yang baik, dan hanya mempunyai sedikit sel fagosit. Sawar darah otak (BBB) yang mencegah masuknya kuman, juga menghambat masuknya

leukosit

dan

bahan-bahan

terapeutik.

Kurangnya

antigen

“Histocompatibility complex” membatasi keefektifan dari respon imun seluler. Hal-hal tersebut membuat system saraf pusat menjadi tempat untuk infeksi yang

 bersifat laten. Organisme yang masuk ke otak tidak semua dapat mempengaruhi SSP. Virus dapat mengenai hampir semua sel neuron, tepai tergantung pula pada macam virusnya. Beberapa virus hanya menyerang sel-sel neurogen yang menyebabkan nyeri kepala, panas, dan kaku kuduk. Sedangkan virus yang lain menyerang neuron dan sel glia yang menyababkan fokal infeksi di otak, seperti halnya Herpes Simpleks ensefalitis pada orang dewasa. 3 Infeksi yang disebabkan oleh virus menyebabkan respon sel moninuklear. Komponen dasar dari reaksi imunologis terdiri dari sel T, sel B dan antigen  presenting cells  (sel seperti makrofag dan sel dendritik) yang berada di jaringan limfoid perifer. Fase awal aktifasi sel T terjadi di perifer, mungkin di limfo nodi di dekat tempat masuknya virus dan replikasi virus. Di dalam SSP, sel T dapat menstimulais untuk menghasilkan sitokin. Sitokin akan merangsang proliferasi sel dan diferensiasi dan melepaskannya ke SSP selama terjadinya keradangan. Kemampuan sel T di dalam SSP yang berinteraksi dengan antigen presenting cell menyebabkan munculnya antigen MMC kelas II (CD4-T) atau di dalam sel yang terinfeksi timbul pula antigen MMC kelas I (CD8+ T). baik antigen kelas I dan II secara normal ada di SSP. Keduanya dapat timbul pada microglia dana kadangkadang di sel endothelial, oligodendrosit, dan artrosit pada waktu terjadinya infeksi virus. Pada minggu ke-2 dari peradangan sel B menjadi komponen yang  penting dari peradangan lokal karena sel B menghasilkan immunoglobulin. Antiibodi yang terdapat pada SSP normal berasal dari serum dan kadar dari IgA dan IgG yang berada di cairan serebrospinal berkisar 0,2-0,4% dari kadar dalam  plasma. IgM juga dijumpai meskipun kadarnya lebih rendah karena masuknya  protein ke dalam cairan serebrospinal tergantung dari ukuran dan muatannya. Produksi intratekal antibodi terhadap organisme yang menyebabkan radang adalah keadaan umum yang dijumpai pada infeksi virus pada SSP. 3 Pada ensefalitis terdapat kerusakan neuron dan glia dimana terjadi intraceluler inclusion bodies, peradangan otak dan medulla spinalis serta edema otak. Juga terdapat peradangan pada pembuluh-pambuluh darah kecil, thrombosis dan proliferasi astrosit dan microglia. Neuron-neuron yang rusak dimakan oleh

makrofag atau mikroglia, disebut sebagai neuronofagia yaitu sesuatu yang khas  bagi ensefalitis primer. Didalam medulla spinalis, virus menyebar melalui endoneurium dalam ruang intersisial pada saraf-saraf seperti yang terjadi pada rabies dan herpes simpleks. Pada ensefalitis sel-sel neuron dan glia mengalami kerusakan. Kerusakan neurologis pada ensefalitis disebabkan oleh: 1. Invasi langsung dan destruksi jaringan saraf oleh virus yang berproliferasi akti f 2. Reaksi jaringan saraf terhadap antigen-antigen virus. ENSEFALITIS PRIMER VIRUS HERPES SIMPLEKS Terdapat dua jalur utama (port d’entree) untuk memasuki pejamu (host), yaitu dari mukosa oral dan mukosa vagina. Setelah memasuki tubuh pejamu, virus  bermultiplikasi secara lokal dan di tempat sekunder lainnya, menyebabkan viremia. Secara eksperimen telah dibuktikan bahwa penyebaran HSV ke susunan saraf pusat (SSP) melibatkan neuron olfaktorius di mukosa nasal, dan proses sentral sel-sel neuron tersebut akibat celah pada lempeng kribriformis dan sinapsis dengan bulbus olfaktorius. Jalur potensial lain yaitu melalui nervus trigeminalis dan ganglion Gasseri. Penyebaran hematogen juga dapat terjadi, virus melewati sawar darah otak dan plexus choroideus, bersamaan dengan migrasi limfosit menuju daerah glial dan vaskular, yang harusnya steril. Dalam mekanisme infeksi virus secara selular, terdapat nekrosis substansia alba dan grisea, khususnya di inferomedial dari lobus temporal. Di tingkat jaringan, terjadi kongesti meningeal dan infiltrasi mononuklear, nekrosis perivaskular dengan kerusakan mielin dan gangguan transmisi sel neuron. Beberapa literatur juga mengatakan dapat terjadi kerusakan ganglia basalis, talamus, dan nukleus subtalamus, menyebabkan gangguan gerak permanen. 5 Pada anak-anak dan orang dewasa, ensefalitis virus herpes simpleks merupakan manifestasi re-aktivasi dari infeksi yang laten. Dalam hal ini, virus herpes herpes simpleks berdiam di dalam jaringan otak secara endosimbiotik,

mungkin di ganglion Gasseri dan hanya ensefalitis saja yang bangkit. Reaktivitas virus herpes simpleks dapat disebabkan oleh faktor  –   faktor yang pernah disebut diatas, yaitu penyinaran ultraviolet, dan gangguan hormonal. Penyinaran ultraviolet dapat terjadi secara iatrogenic atau sewaktu berpergian ke tempattempat yang tinggi letaknya. 8

Gambar 3. transmisi dari ensefalitis herpes simpleks.8

Kerusakan pada jaringan otak berupa nekrosis di substansia alba dan grisea serta infark iskemik dengan infiltrasi limpositer sekitar pembuluh darah intraserebral. Di dalam nucleus sel saraf terdapat “inclusion body” yang khas bagi virus herpes simpleks. Gambaran penyakit ensefalitis virus herpes simpleks tidak  banyak berbeda dengan ensefalitis primer lainnya lainnya. Tetapi yang menjadi ciri khas bagi ensefalitis virus herpes simpleks ialah progresivitas perjalanan  penyakitnya. Mulai dengan sakit kepala, demam dan muntah-muntah. Kemudian timbul ”acute organic brain syndrome” yang cepat memburuk sampai koma. Sebelum koma dapat ditemukan hemiparesis atau afasia. Dan kejang epileptik dapat timbul sejak permulaan penyakit. Pada pungsi lumbal ditemukan  pleiositosis limpositer dengan eritrosit.4

3.5 Manifestasi Klinis

Ensefalitis dapat merupakan bagian dari penyakit sistemik seperti varisela atau measles dengan sendirinya manifestasi awalnya adalah gejala dari penyakit awalnya. Bila ensefalitis tidak merupakan bagian dari penyakit virus yang sistemik maka kemungkinan dapat dijumpai keluhan yang mendahului sindroma neurologi yang berupa nyeri kepala, kelemahan atau malaise, mialgia, keluhan gangguan saluran nafas bagian atas dan demam. Dapat dijumpai adanya mual, muntah dan kaku kuduk. Pengaruh langsung pada otak ditandai dengan letargi, kebingungan, atau stupor yang dapat menjurus ke koma. Bila penderita tidak mengalami gangguan tingkat kesadaran dapat dijumpai kebingungan, halusinasi dan disorientasi dan dapat pula terjadi kejang, baik fokal maupun kejang umum, dan gejala-gejala/tanda-tanda gangguan neurologi lain seperti hemiplegic, nistagmus, ataksia, anisokoria, disfasia, diplopia, disartria dan hemianopsia. Gejala-gejala tersebut dapat disebabkann oleh karena kenaikan intracranial yang meningkat dan atau akibat herniasi serebri dari pada akibat pengaruh langsing dari virus. Karena terutama menyerang bangtang otak, maka dapat terjadi gangguan dapa reflek pupil dan oculovestibular. Gangguan pada pernafasan dan saraf cranial dapat pula terjadi. Terjadinya ataksia, tremor, dan gangguan koordinasi dapat disebabkan oleh karena disfungsi pada jaras penghubung serebelum. Bila infeksi terjadi pada mielum , terjadi pula paraplegia, gangguan rasa raba dan juga gangguan spingter. Sedangkan gangguan pada sel cornu anterior dapat menyebabkan kelumpuhan flaksid, hipotonia dan hilangnya reflek tendon tanpa adanya gangguan sensorik. 3 Gejala trias ensefalitis adalah demam, kejang dan kesadaran menurun. Gejala-gejala ensefalitis viral beraneka ragam, bergantung pada masing-masing kasus, epidemi, jenis virus dan lain-lain. Pada umumnya terdapat 4 jenis bentuk manifestasi kliniknya yaitu : a. Bentuk asimtomatik: gejala ringan sekali, kadang ada nyeri kepala ringan atau demam tanpa diketahui sebabnya. Diplopia, vertigo dan parestesi juga

 berlangsung sepintas saja. Diagnosis hanya ditegakkan atas pemeriksaan CSS.  b. Bentuk abortif: Gejala-gejala berupa nyeri kepala, demam yang tidak tinggi dan kaku kuduk ringan. Umumnya terdapat gejala-gejala seperti infeksi saluran pernafasan bagian atas atau gastrointestinal. c. Bentuk fulminan: bentuk ini beberapa jam sampai beberapa hari yang  berakhir dengan kematian. Pada stadium akut: demam tinggi, nyeri kepala difus yang hebat, apatis, kaku kuduk, disorientasi, sangat gelisah dan dalam waktu singkat masuk ke dalam koma yang dalam. Kematian  biasanya terjadi dalam 2-4 hari akibat kelainan bulbar atau jantung d. Bentuk khas ensefalitis: bentuk ini mulai secara bertahap, gejala awal nyeri kepala ringan, demam, gejala ISPA atau gastrointestinal selama  beberapa hari. muncul tanda radang SSP (kaku kuduk, tanda Kernig  positif, gelisah, lemah dan sukar tidur). Defisit neurologik yang timbul  bergantung pada tempat kerusakan. Penurunan kesadaran menyebabkan koma, dapat terjadi kejang fokal atau umum, hemiparesis, gangguan koordinasi, kelainan kepribadian, disorientasi, gangguan bicara, dan gangguan mental.

Pada ensefalitis herpes simpleks gejala berlangsung akut selama beberapa hari. Dua keadaan klinis ensefalitis HSV yaitu 1) Sindrom meningitis aseptik; disebut aseptik karena hasil kultur negatif, sebagian besar disebabkan virus, Sindrom ini menandakan keterlibatan meninges pada ensefalitis HSV, umumnya disebut meningoensefalitis; dan 2) Sindrom Ensefalitis Akut yang umum terlihat  pada ensefalitis HSV. Sindrom Aseptic Meningitis, antara lain: a. Demam 38-40 °C, biasanya akut.  b.  Nyeri kepala - biasanya lebih berat dibandingkan nyeri kepala saat demam sebelumnya. c. Fotofobia dan nyeri pada gerakan bola mata.

d. Kaku kuduk sebagai pertanda rangsang meningeal, biasanya tidak terdeteksi pada fase awal. e. Pemeriksaan Kernig dan Brudzinski sering negatif pada meningitis viral. Gejala sistemik infeksi virus, seperti radang tenggorokan, mual dan muntah, kelemahan tubuh, rasa pegal punggung dan pinggang, konjungtivitis, batuk, diare, bercak kemerahan (eksantema). f.

Jika disertai penurunan kesadaran serta perubahan kualitas kesadaran, mungkin ke arah diagnosis ensefalitis.

g. Pemeriksaan LCS (Liquor Cerebrospinalis): nilai glukosa normal, dan  pleositosis limfositik.5

3.6 Pemeriksaan Penunjang

Adapun pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain: 1. Pemeriksaan cairan serebrospinal. Hendaknya dilakukan secara hati-hati, karena infeksi yang terjadi di SSP dapat menyebabkan edema otak yang menyebabkan kenaikan tekanan intrkranial sehingga pengambilan dapat menyebabkan herniasi otak. Hasil pemeriksaan berupa: Warna jernih, terdapat  pleocytosis berkisar antara 50-200 sel dengan dominasi sel mononuklear. Protein agak meningkat sedangkan glukosa dalam batas normal.

Tabel 3. Perbedaan tipe cairan serebrospinal pada infeksi system saraf pusat.12

2. Pemeriksaan EEG. Biasanya dijumpai kelainan non spesifik. Memperlihatkan  proses inflamasi yang difuse “bilateral” dengan aktivitas rendah. 3. Brain Imaging. Adanya kelainan fokal didaerah temporal mungkin dapat dijumpai akibat adanya HSE, tetapi sayangnya tidak dijumpai pada awal  penyakit. Gambaran kalsifikasi intrakranial mungkin dapat disebabkan oleh karena cytomegalovirus atau toxoplasmosis, tapi mungkin juga gambaran dari tuberculosis atau sistiserkosis. 4. Pemeriksaan virus. Ditemukan virus pada CNS didapatkan kenaikan titer antibodi yang spesifik terhadap virus penyebab.3

Gambar 4. Brain imaging berupa MRI dari ensefalitis herpes simpleks. Terlihat keterlibatan dari lobus temporal.8

Gambar 5. Brain imaging berupa MRI dari ensefalitis herpes simpleks. A. tampak keterlibatan bilateral dari lobus temporal medial dan region orbitofrontal kanan (panah). B. gambaran normal sebagai pembanding. 10

Gambar 6. Algoritma Liverpool Tahun 2007 Investigasi Dan Terapi Ensefalitis Viral.12

3.7 Diagnosis Banding

Diagnosis banding dari ensefalitis antara lain: 

Infeksi CNS yang lain: meningitis, cerebritis, abcess



Tumor : karsinoma, lymphoma



Subdural hematoma



Penyakit pembuluh darah (stroke) 1

3.8 Penatalaksanaan

a. Terapi Umum: 1. Tirah baring total. 2. Bila diperkirakan infeksi akibat enterovirus hendaknya hygiene  perorangan diperhatikan. 3.  Nyeri kepala dan panas yang tinggi perlu penanganan dengan  pemberian antipiretik untuk dapat diberikan parasetamol. 4. Jika terdapat kenaikan intracranial dapat dilakukan: i. Kepala penderita dielevasi ± 300 ii. Batasi pemberian cairan iii. Lakukan hiperventilasi sampai PCO2 mencapai 25 mmHg iv. Berikan: 1. Manitol  diberikan intravena dengan dosis 1,5-2,0 g/kgBB selama 30-60 menit, diulang setiap 8-12  jam.Gliserol, melalui pipa nasogastrik, 0,5-1,0 ml/kgbb diencerkan dengan dua bagian sari jeruk, dapat diulangi setiap 6 jam untuk waktu lama 2. Deksametason dalam 3 dosis. 5. Bila kejang, dapat diberikan: i. Phenytoin

 0,15-1,0

mg/kgBB/hari i.v dibagi

ii. Fenobarbital 5-8 mg/kgBB/24 jam. Jika kejang sering terjadi, perlu diberikan Diazepam (0,1-0,2 mg/kgBB) IV, dalam bentuk infus selama 3 menit.

Gambar 7. Algoritma Kejang Akut dan Status Konvulsi.5

6. Memperbaiki homeostatis dan pemberian oksigen. 3  b. Pengobatan khusus. 1. Pengobatan kausatif. Sebelum berhasil menyingkirkan etiologi  bakteri

diberikan

antibiotik

parenteral.

Pengobatan

untuk

ensefalitis karena infeksi virus herpes simplek adalah Acyclovir intravena, 10 mg/kgbb sampai 30 mg/kgbb per hari selama 10 hari. 2. Interferon Zat ini menghambat replikasi virus. Dapat diberikan secara intravena, intratekhal atau intraventrikuler pada rabies.

Tabel 4. Pilihan terapi pada ensefalitis virus.12

c.  Non farmakologis 1. Fisioterapi dan upaya rehabilitatif 2. Makanan tinggi kalori protein

3.9 Pencegahan

1. Imunisasi, seperti MMR atau HiB 2. Status gizi juga harus baik 3. Melindungi diri dari organisme vektor. Vektor utama nyamuk Culex dengan memusnahkan nyamuk dewasa dan tempat pembiakannya. Operasi Seksio sesaria pada ibu dengan infeksi HSV. 4,5,7,9

3.10 Komplikasi

a. Susunan saraf pusat: kecerdasan, motoris, psikiatris, epileptik, penglihatan dan pendengaran.  b. Sistem kardiovaskuler, intraokuler, paru, hati dan sistem lain dapat terlibat secara menetap c. Gejala sisa berupa defisit neurologik (paresis/paralisis, pergerakan koreoatetoid), hidrosefalus maupun gangguan mental sering terjadi. d. Komplikasi pada bayi biasanya berupa hidrosefalus, epilepsi, retardasi mental karena kerusakan SSP berat.

3.11 Prognosis

Perjalanan penyakit pada ensefalitis tergantung dari macam virus, umur  penderita dan keadaan umum penderita. Infeksi in utero sering mempengaruhi  pertumbuhan otak dan menyebabkan gejala sisa atau sekuel yang permanen seperti gangguan motorik dan mental, kebutaan, tuli dan epilepsi. Warren dan Mettews menyebutkan gejala sisa neurologi berkisar antara 5-75% pada penderita yang terserang  Japanese encephalitis  dan HSE terutama pada anak-anak. Mortalitas akibat infeksi virus cukup tinggi. Rabies dapat mencapai 100%, HSE 40-75%,  Japanese encephalitis 10-40%, measles 10-20%, varisela 10-30%, Mumps < 1%.4 Prognosis sukar diramalkan tergantung pada kecepatan dan ketepatan  pertolongan dan penyulit yang muncul. 1. Sembuh tanpa gejala sisa 2. Sembuh dengan gangguan tingkah laku/gangguan mental 3. Kematian

bergantung

pada

etiologi

penyakit

dan

usia

penderit

BAB 3 PENUTUP

IV. Kesimpulan

1. Ensefalitis virus adalah peradangan pada ensefalon yang penyebabnya  berasal dari virus. Ensefalitis yang disebabkan oleh infeksi virus menyebabkan kerusakan parenkim bervariasi dari ringan sampai dengan sangat berat. 2. Ensefalitis virus dapat disebabkan oleh berbagai macam virus antara lain: Herpes simplex virus (HSV-1, HSV-2), Selain virus herpes: varicella zoster virus (VZV), cytomegalovirus (CMV), Epstein-Barr (EBV),dan lain-lain. 3. Infeksi virus pada sistem saraf pusat dapat melalui beberapa cara invasi langsung melalui barier anatomi, transport axonal oleh neuron dari perifer,  jalan masuk dari traktus respiratorius melewati epitel olfaktorius, dan infeksi melalui pembuluh darah melewati endothelium kapiler atau epitel  pleksus choroideus. 4. Gejala trias ensefalitis adalah demam, kejang dan kesadaran menurun. Gejala-gejala ensefalitis viral beraneka ragam, bergantung pada masingmasing kasus, epidemi, jenis virus dan lain-lain. 5. Adapun pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain:  pemeriksaan cairan serebrospinal, pemeriksaan EEG, brain imaging , dan  pemeriksaan virus. 6. Pengobatan ensafilitis viral terdiri dari pengobatan umum bertujuan untuk merawat

keadaan

umum

penderita

seoptimal

mungkin

dikatakan

memperbaiki dan mengurangi mortalitas pada penderita dengan ensefalitis akut, pengobatan khusus bertujuan untuk mengeliminasi agen penyebab, dan rehabilitasi.

7. Prognosis sukar diramalkan tergantung pada kecepatan dan ketepatan  pertolongan dan penyulit yang muncul. Faktor yang mempengaruhi antara

lain: Sembuh tanpa gejala sisa, sembuh dengan gangguan tingkah laku/gangguan mental dan kematian bergantung pada eti ologi penyakit dan usia penderita.

DAFTAR PUSTAKA

1. Machfoed, Moh Hasan. 2000.  Infeksi Virus Susunan Saraf Pusat dan Beberapa Masalah  Diagnosis. Surabaya, Aksona 0854-7815: 12-19. 2. Gondim,

Francisco

de

Assis

Aquino.

2011.

Viral

Encephalitis.

Medscape.

http://emedicine.medscape.com/article/1166498-overview#showall [14 Juli 2012] 3. Poerwadi, Troboes. 1992. Encephalitis. Surabaya, Aksona VI: 3-19. 4. Mardjono, Mahar, Prof, dr. 2004. Neurologi klinis dasar. Jakarta: Dian Rakyat. 5. Parinding, Imanuel Taba. 2012. Diagnosis dan Tata Laksana Ensefalitis Herpes Simpleks. CDK-193/

vol.

39

no.

5:

355-357.

http://www.kalbemedical.org/Portals/6/11_193Diagnosis%20dan%20Tata%20Laksana%20E nsefalitis%20Herpes%20Simpleks.pdf [14 Juli 2012] 6. Maha, Masri Sembiring.

 Japanese Encephalitis. CDK-193/ vol. 39 no. 5: 349-350.

http://www.kalbemedical.org/Portals/6/09_193Japanese%20Encephalitis.pdf [14 Juli 2012] 7. Kennedy. 2004. Viral Encephalitis: Causes, Differential Diagnosis, And Management . J  Neurol

Neurosurg

Psychiatry

75:

i10 – i15.

http://jnnp.bmj.com/content/75/suppl_1/i10.full.pdf [14 Juli 2012] 8. McQuillen, Daniel P. Craven, Donald E. dan Jones, H. Royden Jr. 2012. Netter’s Neurology 2nd Edition. Philadelpia: Elsevier 9. Suharso, Darto. 2005. Ensefalitis Herpes Simpleks. Surabaya. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK Unair RSU dr. Soetomo. http://www.pediatrik.com/pkb/20060220-ed4ayk-pkb.pdf  [14 Juli 2012] 10. Ferrari1, Sergio et al . 2009. Viral Encephalitis: Etiology, Clinical Features, Diagnosis and  Management .

The

Open

Infectious

Diseases

Journal

3:

1-12.

http://benthamscience.com/open/toidj/articles/V003/1TOIDJ.pdf [14 Juli 2012] 11. Iqbal, Kiki Mohammad. Ritarwan, Kiking. dan Zein, Umar.  Ensefalitis pada Infeksi HIV . Majalah

Kedokteran

Nusantara

Volume

40,

No.

1:

67-73.

27

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19070/1/mkn-mar2007-40%20(9).pdf 

[14

Juli 2012] 12. Solomon , Tom. Hart, Ian J. Clinician’s

Beeching , Nicholas

Guide.

J. 2007. Viral

Pract

Encephalitis: A

Neuro

l7:288 – 305.

http://www.encephalitis.info/images/iPdf/Research2/algorithmTomSolomon.pdf

[14

Juli

2012] 13. Rohkamm, Reinhard. 2004. Color Atlas of Neurology. Stuttgart: Thieme. 14. Fransisca

SK.

Ensefalitis.

Diakses

pada

tanggal

24

maret

2013

dari:

http://last3arthtree.files.wordpress.com/2009/02/ensefalitis2.pdf 15. Faller A, Schuenke M, Schuenke G. The central and peripheral nervous systems. In : The human body - an introduction to structure and function. New York : Thieme ; 2004. p.538-53

28

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF