Ekstropi Buli-buli
Short Description
Referat Bedah...
Description
EKSTROPI BULI-BULI
I.
Pendahuluan Ekstrofi vesika urinaria merupakan suatu kelainan kongenital dimana bayi lahir dengan
vesika urinaria yang terekspos. Kelainan ini dapat terlihat dengan jelas dan terjadi karena gagal menutupnya dinding abdominal infraumbilikus anterior. Walaupun penyebab ekstrofi masih belum jelas, namun faktor genetik kemungkinan memilki peran. Kelainan ini bermula kira-kira antara minggu keempat hingga kesepuluh kehamilan dimana berbagai organ, jaringan dan otot mulai membentuk lapisan yang terpisah.Sebelum penanganan bedah ditemukan, penderita ekstrofi vesika urinaria harus berhadapan dengan masalah jangka panjang pada inkontinensia urin kronik, fungsi seksual yang tidak adekuat, meningkatnya resiko adenokarsinoma, dan penurunan fungsi ginjal. Penatalaksanaan pada penderita ekstrofi vesika urinaria bertujuan mempertahankan fungsi ginjal dan mempertahankan atau menciptakan alat genitalia eksternal yang berfungsi normal1.
II. Anatomi dan Fisiologi Buli-buli Vesica urinaria adalah sebuah kantong yang dibentuk oleh jaringan ikat dan otot polos, berfungsi sebagai tempat penyimpanan urine. Apabila terisi sampai 200 – 300 cm maka timbul keinginan untuk melakukan miksi. Miksi adalah suatu proses yang dapat dikendalikan, kecuali pada bayi dan anak-anak kecil merupakan suatu reflex2. Bentuk, ukuran, lokalisasi dan hubungan dengan organ-organ di sekitarnya sangat bervariasi, ditentukan oleh usia, volume dan jenis kelamin. Dalam keadaan kosong bentuk vesica urinaria agak bulat. Terletak di dalam pelvis. Pada wanita letaknya lebih rendah daripada pria. Dalam keadaan terisi penuh vesica urinaria dapat mencapai umbilicus. Perubahan bentuk mengikuti tahapan pengisian, mula-mula diameter transversal yang bertambah, lalu dikuti peningkatan diameter longitudinal. Dalam kondisi terisi penuh, maka kedua ukuran tadi adalah sama. Dalam keadaan kosong vesica urinaria mempunyai empat buah dinding, yaitu facies superior, fascies infero-lateralis (dua buah) dan facies posterior. Facies superior berbentuk segitiga dengan sisi basis menghadap ke arah posterior. Facies superior dan facies inferolateralis bertemu di bagian ventral membentuk apex vesicae. Antara apex vesicae dan umbilicus terdapat ligamentum umbilicale medium, yang merupakan sisa dari urachus. Facies infero-lateral satu sama lian
bertemu di bagian anterior membentuk sisi anterior yang bulat, dan di bagian inferior membentuk collum vesicae. Collum vesicae dapat bergerak dengan bebas dan difiksasi oleh diphragma urogenitale. Facies posterior membentuk fundus vesicae (= basis vesicae). Sudut inferior dari fundus berada pada collum vesicae. Bagian yang berada di antara apex vesicae, di bagian ventral, dan fundus vesicae di bagian dorsal, disebut corpus vesicae. Facies superior dan bagian superior dari basis vesicae ditutupi oleh peritoneum, yang membentuk reflexi (lipatan, lengkungan) dari dinding lateral dan dari dinding ventral abdomen, di dekat tepi cranialis symphysis osseum pubis. Dalam keadaan vesica urinaria terisi penuh maka peritoneum ditekan ke arah cranial sehingga reflexi tadi turut terangkat ke cranialis. Di sisi lateral vesica urinaria reflexi peritoneum membentuk fossa para vesicalis. Di sebelah dorsal vesica urinaria peritoneum membentuk reflexi ke arah uterus pada wanita dan rectum pada pria. Facies superior vesica urinaria mempunyai hubungan dengan organ-organ di sekitarnya,melalui peritoneum, yaitu dengan intestinum tenue dan colon sigmoideum. Pada wanita, vesica urinaria dalam keadaan kosong berada di sbelah caudal corpus uteri2.
Di antara symphysis osseumpubis dan vesica urinaria terdapat spatium retopubis (= spatium praevesicale Retzii ), berbentu huruf U, dan berisi jaringan ikat longgar, jaringan lemak dan plexus venosus. Spatium ini dibatasi oleh fascia prevesicalis dan fascia transversalis abdominis. Facies infero-lateral vesicae dipisahlan dari m.levator ani dan m.obturator internus oleh fascia pelvis. Di sebelah dorsal dari vesica urinaria feminina terdapat uterus dan vagina. Reflexi peritoneum dari permukaan superior vesica urinaria meluas sampai pada facies anterior uterus setinggi isthmus, sehingga corpus uteri terletak di sebelah cranial dari vesica yang kosong. Celah yang terdapat di antara corpus uteri dan facies superior vesica yang kosong. Celah yang terdapat di antara corpus uteri dan facies superior vesica urinaria dinamakan spatium uterovaginalis. Di antara basis vesica urinaria dengan vagina dan corpus uteri terdpat jaringan ikat longgar. Collum vesica urinaria difiksasi oleh penebalan fascia pelvis, disebut ligamentum pubovesicalis, pada facies dorsalis symphysis osseum pubis, dan melanjutkan diri menjadi ligamentum pubocervicale yang memfiksasi cervix uteri serta bagian cranial vagina pada symphysis osseum pubis2. Pada pria peritoneum yang menutupi facies superior vesica urinaria meluas ke posterior membungkus ductus deferens dan bagian superior vesicula seminalis, lalu melengkung pada permukaan anterior rectum, membentuk spatium retrovesicalis, suatu celah yang berada di antara rectum dan vesica urinaria, berisi interstinum tenue. Ke arah postero-lateral peritoneum membentuk plica sacrogenitalis, yang berjalan ke dorsal mencapai tepi lateral os sacrum. Basis vesica urinaria terletak menghadap ke dorsal dan agak ke caudal. Bagian caudalnya dipisahkan dari rectum oleh vesicula seminalis dan bentuk
ductus deferens. Collum vesicae mempunyai hubungan dengan facies superior atau basis prostat, difiksasi oleh ligamentum puboprostaticum mediale dan ligamentum puboprostaticum laterale. lIgamentum puboprostaticum mediale melekat pada pertengahan symphysis osseum pubis dan pada pihak lain melekat pada capsula prostatica, membentuk lantai spatium retropubicum. Ligamentum puboprostaticum laterale melekat pada ujung anterior arcus tendineus fascia pelvis dan meluas ke arah medial dan dorsal menuju ke pars superior capsula prostatica.
Pada kedua jenis kelamin masih terdapat ligamentum lateral
yang merupakan penebalan dari fascia pelvis, yang meluas dari sisi laterale vesica urinaria menuju ke arcus tendineus fasciae pelvis. Pembuluh-pembuluh darah vena dari plexus venosus vesicalis berjalan ke dorsal dari basis vesicae menuju ke vena iliaca interna, dibungkus oleh jaringan ikat longgar dan disebut ligamentum posterior. Dari apex vesicae sampai ke umbilicus terdapat ligamentum umbilicale medianum, yang merupakan sisa dari urachus. Sisa arteria umbilicalis membentuk ligamentum umbilicale laterale. Ketiga ligamenta tersebut dibungkus oleh peritoneum parietale, membentuk plica umbilicalis media dan plica umbilicalis lateralis, tetapi tidak berfungsi untuk memfiksasi collum vesicae2. Struktur vesica urinaria terdiri atas jaringan ikat dan otot-otot polos. Mucosa vesica urinaria berwarna agak kemerah-merahan, dan bervariasi sesuai dengan tingkat volumenya. Dalam keadaan kosong mucosa membentuk lipatan-lipatan yang disebabkan oleh karena perlekatannya pada lapisan otot menjadi longgar. Mucosa pada fundus vesicae melekat erat pada lapisan otot dan membentuk sebuah segitiga dengan permukaan yang licin, berwarna lebih gelap, disebut trigonum vesicae Lieutaudi. Sisasisa dari segitiga ini berukuran 2,5 – 5 cm dan bertambah panjang mengikuti volume vesica urinaria. Pada sudut craniodorsal dari trigonum vesicae terdapt ostium ureteris, yang adalah muara ureter berbentuk elips, dan pada sudut di sebelah caudal (apex) terdapat ostium urethrae internum,. Yang merupakan pangkal dari urethra. Di sebelah dorsal ostium uretrae internum terdapat penonjolan yang disebut uvula vesicae, yang dibentuk oleh lobus medius prostat. Di sebelah superior trigonum vesicae, berada diantara kedua muara ureter, terdapat plica interurterica, berwarna pucat, dibentuk oleh serabutserabut transversal otot polos dinding vesica urinaria. Serabut-serabut otot ini adalah lanjutan dari stratum longitudinale internum dari ureter. Muara ureter pada vesica urinaria membentuk lipatan pada dinding vesica, berada di sebelah lateralnya, dan disebut plica ureterica2.
Mekanisme micti dipengaruhi oleh lantai pelvis, dinding abdomen dan diaphragma thoracis. Ssebelum micti berlangsung, terjadi kontraksi otot-otot dinding abdomen dan diaphragma thoracis sehingga tekanan intra abdominal meningkat dan diikuti oleh relaksasi m.pubococcygeus. selanjutnya collum vesicae bergarak turun dan dengan segera diikuti oleh kontraksi m.detrusor. pada saat yang sama terjadi kontraksi serabut-serabut longitudinal otot dinding urethra (berhubungan dengan m.detrusor) yang membuat urethra menjadi lebih pendek
serta membuka ostium urethrae internum, lalu urine mengalir kelua. Apabila m.pubococcygeus berkontraksi maka collum vesicae terangkat kembali ke cranial, diikuti oleh relaksasi m.detrusor dan serabut longitudinal otot dinding urethra, dengan demikian urerthra menjadi panjang kembali (bentuk semula), ostium urethrae internum menutup dan urine berhenti mengalir keluar2.
Gambar 1. Anatomi Vesica Urinaria (dikutip dari kepustakaan 3)
III.Definisi
Etimologi Yunani, ekstrephein, membalik keluar. Merupakan sebuah malformasi kongenital dimana organ berongga dindingnya berbalik dari dalam-keluar, membuat hubungan dengan dunia luar. Exstropi adalah suatu kelainan congenital yang menghasilkan defek pada urogenital dan system musculoskeletal terhadap membrane cloaca. Terdapat tiga macam kelompok dengan tingkat keparahan dari defek yang berbeda yaitu4 : •
Cloacal Exstropi (10%). Cloacal exstropi adalah defek yang paling parah yang melibatkan dinding anterior yang menyebabkan tereksposnya buli-buli, usus besar (ileocecal), dan segmen dari colon dengan imperforate anus. Myelomeningoceles biasa terjadi pada 50%.
•
Classic Bladder Exstropi (60%) Bladder extrophy merupakan suatu kelainan bawaan dimana kandung kemih terletak pada bagian luar dari dinding abdomen. Permukaan bagian dalam dinding belakang kandung kemih berada pada bagian tengah dinding perut bagian bawah dengan pinggir mukosa yang bersatu dengan kulit.
•
Epispadia (30%) Epispadia adalah kelainan defek yang paling ringan dimana hanya uretra yang terbuka pada dorsum penis. Sekitar 90% mengalami vesicoureteral reflux dan 75% mengalami inkontinensia.
Gambar 2. Bayi baru lahir dengan classic bladder exstrophy (dikutip dari kepustakaan 5) IV. Insidens
Ekstrofi vesika urinaria marupakan suatu kelainan yang sangat jarang terjadi. Angka kejadiannya hanya berkisar 1:10.000 hingga 1:50.000 kelahiran hidup. Kelainan ini terjadi 3 hingga 6 kali lebih sering pada laki-laki dari pada perempuan. Adanya kemungkinan terkait genetik didukung peningkatan angka kejadian menjadi berkiras 1:275 kelahiran pada orangtua yang memiliki anak dengan kelainan ini akan memiliki anak dengan kelainan yang sama. Sebagai tambahan, seorang ibu dengan kelainan ini memiliki resiko 500 kali lebih besar untuk memiliki anak dengan kelainan yang sama5. V. Etiopatogenesis Penyebab pasti exstrophy bladder tidak diketahui, namun dipercaya telah terjadi gangguan pembentukan dan perkembangan organ janin selama kehamilan. Pada perkembangan normal, pertumbuhan mesodermal antara lapisan ektoderm dan endoderm dari membran kloaka bilaminar menghasilkan suatu formasi otot abdomen bagian bawah dan tulang pelvis. Setelah berlangsungnya pertumbuhan mesenkim, pertumbuhan ke bawah dari septum rektal membagi kloaka menjadi vesika urinaria di bagian depan dan rektum di bagian belakang.Pada tahap awal perkembangan, tidak ada pemisah antara saluran kemih dan saluran pencernaan. Membran kloaka membentuk regio kaudal dari fetus. Pada ujung kaudal dari kloaka, terdapat ektoderm tepat di atas endoderm membentuk membran kloaka yang tipis. Seiring pertumbuhannya, sebuah septum terbentuk (lipatan Toureux’s) yang membagi usus bagian belakang dengan ruang anterior, yang merupakan sinus urogenital. Septum ini terbentuk ke arah kaudal. Dua jaringan melipat terbentuk dari bagian lateral dari kloaka (plika Rathke’s). Lipatan ini bergerak ke medial saling mendekati untuk melengkapi pemisahan usus bagian belakang dari sinus urogenital. Lipatan Tourneux’s dan plika Rathke’s bersama membentuk septum uro-rektal. Pada gestasi hari kesepuluh, vesika urinaria berbentuk silinder. Bagian kranial silinder tersebut meruncing membentuk kanalis vesiko-alantoik, yang kemudian menutup sempurna, meninggalkan ligamen umbilikus di medial6. Duktus mesonefrik (Wolfian) turun dari mesonefros bergabung dengan sinus urogenital. Setelah terhubung, urin janin mengalir ke dalam sinus urogenital. Pucuk ureter terbentuk dari duktus mesonefrik dan berkembang ke lateral, menuju metanefrogenik blastema (prekusor dari ginjal matang). Seiring perkembangan ginjal, bagian kaudal dari duktus mesonefrik (saluran pembuangan umum) bergabung ke dalam sinus urogenital. Penggabungan ini pada akhirnya
menyebabkan saluran yang terpisah antara ureter dan duktus mesonerfik ke dalam sinus urogenital. Pada hari ke 37 gestasi, ureter mengosongkan ke sinus urogenital ke arah atas ke duktus mesonefrik. Sinus urogenital dibagi antara orifisium dari dua saluran ini. Bagian atas dari sinus ini akan menjadi vesika urinaria, dan bagian kaudalnya akan menjadi urethra.Ujung kaudal dari vesika urinaria yang sedang berkembang ini menebal, membentuk otot halus di pertigaan antara dua orificium ureterik dan urethra.Walau terdapat beberapa teori tentang perkembangan ekstrofi vesika urinaria, namun tak satu pun yang dapat menjelaskan secara lengkap tentang penyebab kelainan yang terdapat pada ekstrofi vesika urinaria. Salah satu teori menjelaskan adanya ketidakstabilan serta ruptur lanjut pada membran kloaka. Pada teori ini dijelaskan adanya pertumbuhan abnormal yang mengakibatkan menebalnya membran kloaka. Hal ini disebabkan oleh terpotongnya proses migrasi mesenkimal yang normal antara lembaran membran kloaka. Menurut teori ini, ruptur lanjutan dari membran kloaka tanpa penguatan lapisan mesoderm, menyebabkan terjadinya ekstrofi. Pemisahan vesika urinaria dari rektum dan perkembangan otototot abdominal bagian anterior biasanya terjadi sebelum terjadi regresi pada membran kloaka. Proses ini menghasilkan dua ruangan yaitu vesika urinaria dan rektum. Jika membran kloaka ruptur sebelum mesoderm memisahkan bagian anterior vesika urinaria dengan dinding abdomen, maka dapat terjadi ekstrofi vesika urinaria.Membran kloaka normalnya ruptur dan hanya meninggalkan sinus urogenital terbuka. Jika mesoderm (yang akan menjadi otot-otot abdomen) belum memisahkan ektoderm dari endoderm antara alantois dan tuberkel genital, maka rupturnya mebran kloaka meninggalkan urethra dan vesika urinaria terbuka sebagai suatu lapisan mukosa di bagian bawah abdomen. Pada ekstrofi vesika urinaria, ruptur terjadi setelah septum uro-rektal memisahkan sinus urogenital dari rektum6.
Gambar 3.
Pembagian kloaka menjadi sinus urogenital dan rectum. A. pada akhir minggu kelima. B minggu ke tujuh. C.minggu ke delapan (dikutip dari kepustakaan 7)
VI. Gejala Klinis Pada pasien dengan ekstropi buli-buli akan terjadi inkontinensia total namun umumnya tidak terjadi infeksi saluran kemih selama pengaliran urin tidak terganggu. Biasanya pertumbuhan bayi juga tidak terganggu walaupun kelainannya berat dan luka di dinding perut basah oleh urin dari muara ureter. Sebaiknya diberikan vaselin di pinggir kulit untuk mencegah terjadinya dermatitis karena basah kemih. Iritasi kronis dapat menyebabkan fibrosis sisa kandung kemih dan metaplasia yang mungkin dapat menjadi dasar karsinoma di kemudian hari8. Pada orang dewasa biasanya ereksi dan produksi sperma normal. Pembengkokan penis yang pendek dengan epispadia tidak memungkinkan koitus berlangsung seperti biasa sedangkan pada perempuan bentuk dan faal vagina serta alat kelamin tidak terganggu8. Ekstropi bladder merupakan bagian dari anomali yang melibatkan traktur urinarius, traktus genital, system musculoskeletal, dan beberapa traktus intestinal9. •
Defek pada tulang. Data oleh Sponsoller dan beberapa rekan menunjukkan bahwa pasien dengan ekstropi bladder klasik memiliki eksternal rotasi pada aspek posterior dari pelvis sebesar 12 derajat, retroversi dari acetabulum, dan rotasi eksternal sebesar 18 derajat pada aspek anterior pelvis, pemendekan 30% dari ramus pubis, dan adanya diastasis simpisis pubis. Deformitas pada struktur tulang pelvis akan memberikan manifestasi pada pemendekan pendular penis. Rotasi eksterna dan pergeseran ke lateral akan menghasilkan jarak antara pinggul, gaya berjalan seperti bergoyang-goyang, dan terjadi rotasi ke luar dari tungkai bawah. Hal ini menyebabkan akan terjadi kelainan dalam gaya berjalan ketika anak sudah mulai belajar jalan. Namun, hal ini masih dapat dibantu dengan rotasi internal dari tulang panjang tungkai bawah9.
•
Defek pada dinding pelvis Pada pasien ekstropi, musculus levator ani lebih posterior, dimana 68% berada di posterior rectum dan 32% berada di anterior. Levator juga mengalami rotasi 15,5 derajat
dan pada aspek coronal 31,7 derajat lebih datar dari normal. Deviasi ini menyebabkan musculus puborectal akan lebih datar dibandingkan pada orang normal. Namun, tidak ada perbedaan mengenai panjang dan ketebalan otot9. •
Defek pada dinding abdominal Pada defek bagian akhir atas di fascia triangular adalah umbilicus. Pada ekstropi bladder, jarak antara umbilicus dan anus menjadi lebih pendek. Karena umbilicus berada di bawah garis horizontal dari puncak iliaka, maka terjadi perluasan hingga ke kulit abdominal. Walaupun hernia umbilical selalu terjadi, namun dengan ukuran yang tidak significan. Frekuensi terjadinya hernia inguinal indirek sesuai dengan persisten processus vaginalis, cincin inguinal interna dan eksterna yang luas, dan kemiringan canalis inguinalis yang kurang. Connely melaporkan bahwa dari 181 anak dengan ekstropi bladder, dilaporkan 81,8% laki-laki dan 10,5% perempuan yang menderita hernia inguinal9.
•
Defek anorektal Perineum pada pasien ekstropi akan lebih pendek dan berada langsung di belakang diafragma urogenital. Selain itu, perineum juga bergeser ke anterior dan berhubungan dengan batas posterior dari defej fascia triangular. Perbedaan levator ani dan muskulus puborektal dan kelainan anatomi dari spinkter external akan memberikan manifestasi pada incontinence anal dan prolaps rectal. Prolaps rectal lebih sering terjadi pada pasien ekstropi yang tidak diterapi. Jika prolaps rectal terjadi beberapa waktu setelah penutupan ekstropi, maka obstruksi dari uretra posterior harus dicurigai dan segera dievalusasi dengan cystoscopy9.
•
Defek pada genital pria Defek pada alat genital pria merupakan hal yang cukup berat. Diameter dari segmen posterior dari corpus lebih besar dibandingkan normal. Diastasis simpisis pubis menyebabkan peningkatan jarak intrasympisheal dan intracorporal, namun sudut antara corpus cavernosa tidak berubah. Hal ini akan membuat penis akan tampak pendek karena diastasis dan defisiensi jaringan pada corpus anterior5.
•
Defek pada genital wanita
Pada wanita, mons, klitoris, dan labia akan terpisah sedangkan orificum vagina akan bergeser ke anterior dan stenotic. Uterus dan tuba fallopi akan normal. Karena dinding pelvis pada ekstropi terbatas maka semua pasien dengan bladder ekstropi akan mengalami prolaps uterine sampai penutupan anterior dilaksanakan7. •
Defek pada system urinarius Adanya mukosa buli-buli yang terekspos maka dapat memicu perubahan metaplasia. Oleh karena itu, harus rutin diirigasi dengan salin dan dilindungi dari trauma serta ekspos yang berlebihan hingga dilakukan operasi penutupan buli-buli. Namun, biasa terjadi polip buli-buli yang terbagi menjadi dua tipe yaitu fibrotic dan edematous. Keduanya terjadi karena metaplasia skuamosa. Pada ekstropi, kantung peritoneum dari Douglas diantara buli-buli dan rectum menjadi lebar dan dalam, ureter tergeser ke lateral bawah dan melintasi pelvis. Segmen distal mendekati inferior dari buli-buli dan lateral ke orificium. Hal ini menyebabkan terjadinya vesicoureteral reflux pada 100% kasus ekstropi bulibuli5.
VII.
Diagnosis
1. Diagnosis Prenatal Ekstropi bladder jarang didiagnosis dari pemeriksaan ultrasound pada masa prenatal. Diagnosis prenatal biasa dicurigai jika pada pemeriksaan berulang USG tidak ditemui pengisian buli-buli, letak umbilikus yang lebih rendah dari biasanya, pelebaran ramus pubis, alat genital yang mengecil, peningkatan massa abdomen bagian bawah yang tidak sesuai masa kehamilan, dan kesulitan untuk mengetahui jenis kelamin bayi10.
Gambar 4. Gambaran USG pada bladder ekstropi yaitu penampakan abnormal dari dinding anterior abdomen dan tidak adanya gambaran vesica (minggu ke-25) (Dikutip dari kepustakaan 10) Pada negara maju telah dikembangkan suatu metode MRI pada fetus. MRI pada fetus ini diambil dengan metode single-shot rapid acquisition sequence dengan echo yang difokuskan kembali. Dengan demikian proses pengambilan ini meminimalisir efek dari gerakan fetus dengan menghasilkan gambar dalam waktu kurang dari sedetik. Gambaran MRI pada ekstrofi buli-buli mencakup adanya massa jaringan lunak yang memanjang dari suatu defek yang besar di bagian dinding anterior infra umbilikus. Tidak adanya vesika urinaria yang normal, dan insersi tali pusat letak rendah juga mengindikasikan diagnosis tersebut. 2. Diagnosis Pascanatal Ekstrofi vesika urinaria dapat terlihat jelas di kamar bersalin. Keadaan umum bayi yang lahir dengan kelainan ini tampak sebagai bayi yang lahir aterm. Vesika urinaria biasa terbuka pada bagian bawah abdomen, dengan mukosa yang seluruhnya tampak keluar melalui suatu defek fascia triangular. Dinding abdomen tampak memanjang disebabkan oleh umbilikus letak rendah pada pinggir atas vesika urinaria. Jarak antara umbilikus dan anus memendek. Otot-otot rektus bercabang ke distal, bersambung dengan tulang pubis yang terpisah lebar. Sering dijumpai hernia inguinalis indirek (>80% pada laki-laki, >10% pada perempuan) karena lebarnya cincin inguinalis dan kurangnya kanalis oblikus inguinalis. Pada alat genitalia laki-laki, phallus memendek dan lebar, dengan lengkungan ke atas (chordee dorsal). Glands penis terbuka dan mendatar seperti sekop, komponen dorsal dari preputium penis menghilang. Duktus ejakulatorius tampak antara lapisan prostat-urethra. Anus terletak lebih ke anterior, dengan fungsi sphingter normal. Pada alat genitalia wanita, klitoris menjadi bifida dengan labia yang bercabang di bagian superior. Lapisan urethra yang terbuka berhubungan langsung dengan lapisan vesika urinaria. Vagina terletak lebih anterior. Letak anus sama dengan letak anus pada laki-laki dengan kelainan ini. Simphisis ossis pubis terpisah jauh. Otot-otot rektus yang bercabang tetap melekat pada pubis. Rotasi eksternal dari tulang-tulang innominatus menyebabkan posisi
kaki-kaki saling menjauh di bagian distal (waddling gait/toe off) namun pada perkembangannya tidak memberikan kelainan orthopedik5,9.
VIII. Pemeriksaan Penunjang Setelah
lahir,
pemeriksaan
fisik
secara
menyeluruh
harus
dilakukan
untuk
mempersiapkan untuk pelaksanaan perbaikan defek. Pemeriksaan ini untuk menilai ukuran dari defek pada kandung kemih dan evaluasi defek genital nya. Renal Ultrasonografi juga dibutuhkan untuk mengevaluasi apakah ada hidronefrosis atau abnormalitas dari traktus urinarius bagian atas. Selain itu, pemeriksaan berupa darah rutin juga dibutuhkan untuk pasien dengan anomali pada system organ. Pada bayi dengan premature, evaluasi untuk kematangan pulmo juga diperlukan. Pada pasien yang akan melakukan rekonstruksi buli-buli dan traktus urinarius bagian bawah harus dilakukan pemeriksaan renal US, voiding cystourethrography (VCUG), dan radionuclide serta pemeriksaan urodinamik7.
IX. Tata Laksana 1.
Non-bedah Penatalaksanaan diawali dengan menangani keadaan umum pasien. Tutupi vesika urinaria yang terbuka dengan menggunakan penutup plastik yang bersih. Hindari dari keadaan lembab dan munculnya titik-titik air yang dapat mengiritasi mukosa vesika urinaria yang tipis. Terapi antibiotik dapat dimulai segera setelah pesalinan, dan dilanjutkan segera setelah tindakan bedah dilaksanakan. Antibiotik profilaksis diberikan tiap hari setelah tindakan penutupan vesika urinaria 2. Bedah Bedah rekonstruksi dibutuhkan untuk memperbaiki ekstrofi vesika urinaria. Jenis penalaksanaan bergantung kepada tipe dan tingkat kelainan yang terjadi. Saat ini penatalaksanaan yang tersedia mencakup beberapa jenis tindakan bedah yang dilakukan dalam jangka waktu beberapa tahun. Tindakan ini dikenal sebagai rekonstruksi fungsional bertahap. Tujuan dari penatalaksanaan terhadap bayi yang lahir dengan ekstrofi vesika urinaria yaitu
tertutupnya vesika urinaria, rekonstruksi dinding abdomen, rekonstruksi genital, dan pada akhirnya kontinensia urin. Tindakan ini sebaiknya dimulai sejak periode neonatus. Pada awalnya penutupan dianggap belum tepat jika ukuran vesika urinaria berdiameter kurang dari 2,5 cm. Namun jika vesika urinaria menonjol saat menangis atau dapat didorong masuk ke rongga abdomen dengan bantuan jari, maka kemungkinan memiliki volume yang lebih besar dibanding yang terlihat dan dapat berkembang seiring waktu. Lebih jauh lagi, penutupan vesika urinaria yang sangat kecil sekalipun akan menghemat jaringan, dan selanjutnya vesika urinaria tersebut dapat ditambah dengan menggunakan potongan usus. Keuntungan lain dari penutupan yang dilakukan segera adalah tulang iliaka yang masih fleksibel, yang memungkinkan penutupan pubis tanpa melakukan osteotomi7. Penatalaksaanan rekonstruksi fungsional bertahap terdiri dari tiga tahap. Tahap I, dilakukan saat kelahiran untuk melindungi saluran urinarius bagian atas dan mendukung rekonstruksi tahap lanjut. Penutupan awal vesika urinaria diselesaikan dalam jangka waktu 72 jam setelah kelahiran. Jika ditunda, maka akan diperlukan suatu tindakan osteotomi untuk memungkinkan penutupan yang baik, dan untuk memungkinkan vesika urinaria diletakkan di dalam cincin pelvis yang tertutup dan terlindung. Tahap II, dimulai kira-kira pada umur 1 tahun, memperbaiki struktur genital, dan meningkatkan tahanan saluran keluar untuk mendukung perkembangan vesika urinaria, melalui perbaikan epispadia. Pada akhirnya tahap III, setelah kira-kira umur 4 tahun. Pada tahap ini dilakukan rekonstruksi leher vesika urinaria, untuk memungkinkan kontinensia urin dan koreksi refluks vesikoureteral. Rekonstruksi bertujuan untuk mencapai kontinensia sosial, dan mendukung kepercayaan diri. Kontinensia diartikan sebagai kemampuan untuk tetap kering sampai setidaknya 3 jam7. Pada tahap I, rekonstruksi dari vesika harus dilakukan dalam 72 jam pertama karena pada saat ini merupakan waktu yang tepat untuk kelenturan dari cincin pelvis. Selain itu, rekonstruksi yang dilakukan setelah bayi baru lahir akan menghindari kerusakan dan pembentukan scar dari vesica dimana akan terjadi jika vesika dibiarkan terekspos. Dan juga, kolonisasi bakteri dari gastrointestinal dan genitourinary lebih minimal pada saat dimana resiko infeksi postoperasi akan lebih rendah. Persiapan preoperasi melibatkan penilaian keseluruhan system organ untuk meyakinkan bahwa tidak ada kelainan lain. Pemberian antibiotic juga diperlukan baik sebelum atau sesudah operasi7.
Insisi dilakukan disekitar dasar ekstropi dan diperhatikan agar tidak mengenai kulit abdomen. Insisi kemudian diperluas ke distal ke kedua sisi veromuntanum dari uretra prostatica, dan meninggalkan dasar yang luas dari bladder neck dan uretra posterior. Tali umbilicus dipotong untuk menurunkan resoko dari infeksi luka dan biasanya umbilicoplasty dilakukan selama atau setelah prosedur awal. Pada beberapa prosedur juga dibuat flap agar mobilisasi vesika dapat lebih dalam ke pelvis setelah memisahkan dasar vesika dari penis. Vesika harus dapat mobilisasi dengan baik dan tetap memperhatikan aliran darahnya. Corpus cavernosum dipotong dari ramus pubic inferior sejauh mungkin dan tetap memperhatikan neurovascularnya. Corpus kemudian secara hati-hati kearah midline untuk membentuk elongati penis. Flap paraexstropi mobile, dan meluas ke sisi uretra proximal. Vesika dan neurouretra kemudian berbentuk tubular setelah ekstoriosasi dari stent ureteral dan penempatan pipa suprapubic dan stent uretral yang kecil. Setelah penutupan vesika, pubis diarahkan ke anterior untuk melindungi penutupan vesika dan rekonstruksi uretra dari tekanan dan disrupsi. Setelah ramus pubis berada di midline, penutupan vesika dan uretra juga didukung oleh rectus fascia dan kulit dan kadanngkadang flap fascia. Bagaimanapun, bayi yang lebih dari 3-4 hari memerlukan osteotomi karena fleksibiltas dari cincin pelvis kemudian menghilang seiring waktu7.
Gambar 5. Rekonstruksi ekstropi vesika Perbaikan exstropi vesika pada laki-laki. (A) insisi di sekitar vesica dan dasar uretra. (B) inversi dasar vesika dan corpus sebagai tahap awal untuk perbaikan epispadia. (C) penutupan corpus dengan kulit dan dari pubis. (D) penempatan suprapubic drainase tube. (E) penutupan kulit kea rah inferior dan mendekata dasar uretra. (F) dasar uretra dipersiapkan untuk
tubularisasi kateter. (G) dasar uretra sedang ditublarisasi dan kateter ureter ditempatkan bilateral. (H) tubularisasi vesika dan uretra telah selesai dan ditempatkan drainase tube. (I) setelah penutupan vesika dan dasar uretra, vesika diturunkan ke pelvis dan difiksasi dengan sutura. (J) sutura ditempatkan untuk mendorong pubis untuk terbagi dua. (K) drainase tube diarahkan ke superior dan fascia, jaringan subkutan dan kulit. Perkiraan dari pubis membantu untuk melindungi penutupan vesika dan dinding abdomen. (dikutip dari kepustakaan 7) Penutupan dari cincin pelvis merupakan suatu hal yang penting untuk mencapai kontinensia urin dan sebagai suatu kosmetik pada dinding abdomen. Jika operasi dapat dilakukan 72 jam setelah kelahiran, maka penutupan cincin pelvis dapat menutup secara efektif tanpa memerlukan suatu osteotomi. Namun, ketiks terjadi diastasis dari pubis lebih dari 4 cmatau kondisi dimana terjadi kegagalan dalam penutupan maka osteotomi diperlukan untuk penutupan cincin pelvis dan harus dilakukan bersamaan dengan penutupan kandung kemih. Teknik osteotomi pelvis yang banyak digunakan di dunia adalah transversal dari tulang pinggul dan osteotomi vertical iliaca dan dilakukan dari anterior dan memisahkan tulang pinggul dari acetabulum. Insisi dilakukan pada hubungan antara trunkus dan kaki, kedua sisi dari tulang pinggul diekspos secara simultan dan osteotomi horizontal dilakukan dengan menggunakan gergaji Gigli. Osteotomi meluas dari 5 mm dari anterior inferior spina iliaca ke bagian cranial dari cekukan tulang pinggul. Pasien diposisikan pada supine dan dipersiapkan agar penutupan kandung kemih dapat segera dilakukan. Pin digunakan untuk fiksasi eksternal yang dimasukkan setelah kandung kemuh namun sebelum penutupan luka. Hal ini untuk memperbaiki jarak simpisis, membuat midline tertutup dengan mudah. Setelah operasi, fiksasi eksternal dilepas setelah 4 hingga 6 minggu11.
Gambar 6. Kombinasi antara osteotomi tulang panggul transversal anterior dan anterior vertical iliaca dengan penempatan pin dan perlindungan posterior periosteum dan kortex. (dikutip dari kepustakaan 12) Pada tahap 2, dimulai kira-kira pada umur 1 tahun, memperbaiki struktur genital, dan meningkatkan tahanan saluran keluar untuk mendukung perkembangan vesika urinaria, melalui perbaikan epispadia. Ada lima hal yang harus diperhatikan adalah fungsional dan kosmetik penis, perbaikan dari chorda dorsal, rekonstruksi uretra, dan penutupan kulit penile dan rekonstruksi glandular. Pada pasien dengan perbaikan atau penutupan yang terlambat, maka kombinasi antara perbaikan epispadia dan ekstropi dapat dilakukan dengan modifikasi Cantwella Ransley12. Modifikasi Cantwella-Ransley dapat memobilisasi uretra penil ke ventrum dan mengoreksi chorda dengan resiko fistel yang rendah. Pada prosedur ini, corporal body dimobilisasi ke pubis dan dasar uretra yang intak dimobilisasi dari dorsum dan secara ventral diantara dua corporal body. Jika dasar uretra tidak memperlihatkan phallus setelah dimobilisasi maka ini intak. Jika phallus dapat terlihat dan menghasilkan chordae persisten, ini dipisahkan,
dan preputium dalam atau graft dapat ditambahkan ke uretra. Uretra dimasukkan ke dalam tube, dan corporal body diinsisi transversal di midphallus, dan uretra kemudian berada di ventral. Cavernocavernistimy dilakukan di atas uretra. Ini menyebabkan corpus berputar internal dan mencakup uretra yang baru7. Gambar 7. Langkah-langkah dalam metode cantwell-Ransley. Prosedur ini membuat
perpanjangan uretra di sekitar corpus dengan memperhatikan aliran darah dan mencakup seluruh uretra. (dikutip dari kepustakaan 7) Tahap akhir dari rekonstruksi ekstropi melibatkan konstruksi dari mekanisme kontinensia yaitu rekonstruksi bladder neck. Hal biasa dilakukan pada umur 4 tahun. Kapasitas vesika yang adekuat merupakan suatu indikasi absolute untuk keberhasilan operasi ini. Dibawah anestesi, kapasitas vesika diukur setelah pasien berumur 4 tahun. Jika kapasitasnya 85 ml atau lebih, maka rekonstruksi bladder neck dapat dilakukan. Jika kapasitasnya tidak mencapai setelah repair epispadia, injeksi di sekitar bladder neck atau cytoplasty augmentasi dapat dilakukan. Sebagian besar anak akan menunjukkan vesicoureteral reflux dan prosedur antirefluks dapat disarankan pada perbaikan bladder neck11. Beberapa prosedur dapat dilakukan namun teknik Young-Dees-Leadbetter yang paling sering digunakan. Pada prosedur ini, ureter dimobilisasi dan diimplantasi pada posisi cephal di vesika. Dasar vesika posterior diberi tanda seluas 1,5 dan 2 cm. segitiga vesika lateral ke posterior dibersihkan dari mukosa dan posterior dipindahkan ke tube. Segitiga dari otot vesika kemudian dimobilisasi secara lateral pada bladder neck yang baru dan menutup seluruh
neurouretra. Hal ini menyebabkan mukosa pada tube dengan dibungkus oleh musculus di seluruh intraabdominal. Vesika ditutup jika kapasitasnya cukup atau penggunaan intestinal augmentasi dapat memperbaiki kapasitas. Akhirnya, rekonstruksi bladder neck ditinggikan dengan membagi bladder neck dan uretra ke pubis secara anterior7 .
Gambar 8. Prinsip dari prosedur Young-Dees-Leadbetter untuk rekonstruksi ekstropi. Prosedur ini membuat ureter ini direimplant intuk mencegah reflux dan dasar vesika diperbaiki untuk pemnjangan uretra dan memperkuat bladder neck. Hal ini menyebabkan adanya tekanan yang cukup untuk mendorong pembesaran vesica tanpa prosedur obstruksi uretra. (dikutip dari kepustakaan 7) Suatu metode terbaru dalam perbaikan ekstrofi vesika urinaria yaitu Perbaikan Primer Komplit. Melalui metode ini penutupan awal vesika urinaria, ureteroplasti dan rekonstruksi genital dilakukan pada satu tahap, pada neonatus. Prosedur ini mencakup perbaikan penis pada laki-laki. Tujuan dari tindakan ini yaitu untuk memperoleh siklus urin yang lebih awal. Hasil dari tindakan ini cukup berhasil, dan pada beberapa pasien bahkan tidak memerlukan rekonstruksi lanjutan7 X. Komplikasi
Komplikasi dapat terjadi pada penderita ekstrofi vesika urinaria yang tidak dirawat. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain abnormalitas fungsi ginjal yang lebih banyak disebabkan abnormalitas sekunder (90%) dimana refluks vesikoureteral menyebabkan refluks nefropati yang menyebabkan gagal ginjal sekunder, yang juga di sebabkan tingginya tekanan pada vesika urinaria. Komplikasi lain yaitu gangguan fungsi vesika urinaria dimana akan terjadi inkontinensia uri. Abnormalitas pada bentuk dan ukuran alat genitalia juga dapat terjadi6. Keganasan merupakan komplikasi yang sangat jarang terjadi pada kelainan ini. Namun pada penderita yang tidak dirawat, komplikasi ini menjadi lebih sering terjadi. Adenokarsinoma menjadi jenis keganasan yang paling sering dilaporkan. Selain itu pernah juga ditemukan squamous sel karsinoma maupun rhabdomyosarkoma5. Pada pasien yang telah menjalani terapi, komplikasi pasca bedah juga dapat terjadi. Komplikasi pada perbaikan ekstrofi vesika urinaria antara lain kegagalan penutupan vesika urinaria, cidera pada alat genitalia, penurunan keadaan traktus urinarius bagian atas, fungsi vesika urinaria yang abnormal yang menyebabkan pengosongan vesika urinaria menjadi tidak adekuat, dan prolapsus vesika urinaria13. XI. Prognosis Prognosis pasien dengan ekstrofi vesika urinaria setelah pembedahan sangat baik. Fungsi vesika urinaria dan/atau kontinensia uri dilaporkan bervariasi bergantung dari tipe rekonstruksi. Bukti objektif maupun subjektif memperlihatkan bahwa vesika urinaria dengan ekstrofi pada kebanyakan pasien, tidak berfungsi normal setelah rekonstruksi dan dapat memburuk seiring waktu. Kembalinya fungsi kontinensia dapat kembali sampai 75-90% setelah melalui rekonstruksi
bertahap,
namun
biasanya
dibutuhkan
lebih
dari
satu
prosedur.
Fungsi seksual pada pria secara umum poten, namun beberapa kasus dilaporkan tidak adekuat karena kelainan kurvatura. Pada pria dilaporkan memiliki kemampuan seksual yang normal. Ejakulasi rertograd atau obstruksi iatrogenik pada duktus ejakulatoris atau vas deferens setelah suatu tindakan pembedahan sering menunjukkan hasil yang abnormal pada analisis semen. Namun demikian, fertilisasi dengan menghasilkan kehamilan yang viabel dimungkinkan pada pria pasca ekstrofi. Wanita pasca ekstrofi juga dapat hamil. Disarankan untuk bersalin secara Cesarean Section, untuk menghindari cidera terhadap mekanisme kontinensia. Prolapsus uteri pasca salin sering terjadi karena kondisi obnormal pelvis yang sudah ada sebelumnya13.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Tanagho, Emil A. Congenital Anomali of the Bladder . In Smiths’s General Urology. Sixteenth Edition. Lange : San Fransisco. 2003 : hal.1.
2.
Luhulima JW. Urogenitalia. Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Makassar. Indonesia. 2002
3. Netter, Frank H dkk. Atlas of Anatomy. Comtan. USA. 2002 4. Macfarlane, Michael. Anomalies of Genitourinary Tract .In Urology. Fourth Edition. Lippincolt Willliam & Wilkins : California. 2006. Hal.12 5. Palmer
Blake,
dkk. Bladder
Exstrophy.
University of Oklahoma.
Available
http://www.pediatricurologybook.com/bladder exstrophy. htm. Acessed on Februari 2012 6. Husmann DA. Surgery Insight: Advantages and Pitfalls of Surgical Techniques for the
Correction
of
Bladder
Exstrophy.
Avaliable
at
http://www.medscape.com/viewarticle/523390. Accessed on Februari 2012 7. O’Neill JA, Rowe MI, Grosfeld JL, Fonkaisrud EW, Coran AG. Pediatric Surgery. Mosby. USA. 1998: Hal.1841-59 8. Sjamsuhidajat R, Jong WD. Buku Ajar Ilmu Bedah. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Indonesia. 2005. Hal.859-60. 9. Gearhart , John P. Exstrophy, Epispadia, and Other Bladder Anomalies. In Campbell Urology. Lippincolt William and Wilkins : California. 2005. 10. Shah AK, Joshi MA, Kumar S. Bladder exstrophy – A case report. Avaliable at http://www.ijri.org/article.asp?issn=0971-3026;year=2006; volume=16;issue=1;spage=103;epage=106;aulast=Shah. Accessed on Februari 2012 11. Gearhart John. Bladder/ Cloacal Exstrophy and Prine Bell Syndrome. In Principles and Practice of Pediatric Surgery. Lippincolt William and Wilkins : California. 2005.
12. Frimbeger Dominique & John P.Gearhart. Bladder Exstrophy and Epispadia. In Glenn’s Urologic Surgery. Lippincolt William and Wilkins : California. 2005 13. Yerkes
EB,
Rink
RC.
Extrophy
and
Epispadias.
http://www.medscape.com/ped/topic704.htm. Accessed on may 2007
Avaliable
at
View more...
Comments