Ekstraksi Pigmen dan Analisa TLC-nya.docx

November 20, 2017 | Author: Ratna Wahyu Noviasari | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Praktikum Kimia Organik: Ekstraksi Pigmen dan Analisa TLC-nya...

Description

Paraf Asisten

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK Judul

: Ekstraksi Pigmen dan Analisa TLC-nya

TujuanPercobaan

:

1. Mempelajari teknik pemisahan senyawa pigmen (karotenoid) dari sampel padatan. 2. Mempelajari teknik analisa thin layer chromatography (TLC). Pendahuluan Pemisahan dan pemurnian adalah proses pemisahan dua zat atau lebih yang saling bercampur serta untuk mendapatkan zat murni dari suatu zat yang telah tercemar atau tercampur. Campuran adalah setiap contoh materi yang tidak murni, yaitu bukan unsur atau sebuah senyawa. Susunan suatu campuran tidak sama dengan sebuah zat, dapat bervariasi, dan campuran dapat berupa homogen dan heterogen (Petrucci, 1996). Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan substansi zat dari campurannya dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Prinsip metode ini didasarkan pada distribusi zat terlarut dengan perbandingan tertentu antara dua pelarut yang tidak saling bercampur seperti eter, kloroform, karbon tetraklorida, dan karbon disulfida. Ekstraksi merupakan metode yang paling baik dan paling banyak digunakan, alasan utamanya karena metode ini dapat dilakukan baik dalam tingkat makro maupun mikro. Pemisah tidak memerlukan alat khusus atau canggih melainkan hanya memerlukan corong pisah. Pemisahan yang dilakukan sangat sederhana, bersih, cepat dan mudah (Syukri, 1999). Pigmen adalah warna yang beredar di masyarakat merupakan zat warna yang dibuat secara kimia (warna sintetis) dan warna yang dihasilkan oleh makhluk hidup yang biasa. Penentuan bahan makanan pada umumnya sangat bergantung pada beberapa faktor diantaranya cita rasa, warna, tekstur, dan nilai gizinya, disamping itu masih ada faktor lainnya,

yaitu

sifat

mikrobiologis,

tetapi

sebelum

mempertimbangkan

ataupun

memperhatikan faktor-faktor lainnya, secara visual faktor warna sangat menentukan. Pewarna alami kini telah banyak digantikan dengan pewarnabuatan yang memberikan lebih banyak kisaran warna yang telahdibakukan. Hal ini karena zat pewarna alami kurang stabil dan mudah mengalami perubahan baik fisik maupun kimiawi. Stabilitas warna dari zat pewarna dipengaruhi oleh cahaya, pH, oksidator, reduktor, dan surfaktan. Warna dapat berfungsi sebagai indikator penentuan terhadap kesegaran dan kematangan sayuran atau

buah-buahan (Winarno, 1997). Karotenoid adalah suatu kelompok pigmen yang berwarna kuning, orange, atau merah orange yang sering ditemukan pada tumbuhan, kulit, cangkang atau kerangka luar (eksoskeleton) hewan air serta hasil laut lainnya seperti molusca (calm, oyster, scallop), crustacea (lobster, kepiting, udang), dan ikan (salmon, trout, sea beam, kakap merah dan tuna). Karotenoid juga banyak ditemukan pada kelompok bakteri, jamur, ganggang, dan tanaman hijau (Desiana, 2000). Pigmen karotenoid mempunyai struktur alifatik atau alisiklik yang pada umumnya disusun oleh delapan unit isoprena, dimana kedua gugus metil yang dekat pada molekul pusat terletak pada posisi C1 dan C6, sedangkan gugus metil lainnya terletak pada posisi C1 dan C5 serta diantaranya terdapat ikatan ganda terkonjugasi.

Gambar 1. Rumus Struktur β-karoten Semua senyawa karotenoid mengandung sekurang-kurangnya empat gugus metil dan selalu terdapat ikatan ganda terkonjugasi diantara gugus metil tersebut. Adanya ikatan ganda terkonjugasi dalam ikatan karotenoid menandakan adanya gugus kromofora yang menyebabkan terbentuknya warna pada karotenoid. Semakin banyak ikatan ganda terkonjugasi, maka makin pekat warna pada karotenoid tersebut yang mengarah ke warna merah (Herianto, 2008). Karotenoid mempunyai sifat-sifat tertentu, diantaranya tidak larut dalam air, larut sedikit dalam minyak, larut dalam hidrokarbon alifatik dan aromatik seperti heksana dan benzene serta larut dalam kloroform dan metilen klorida. Karotenoid harus selalu disimpan dalam ruangan gelap (tidak ada cahaya) dan dalam ruangan vakum, pada suhu -200C. Karotenoid yang terbaik disimpan dalam bentuk padatan kristal dan didalamnya terdapat pelarut hidrokarbon seperti petroleum, heksana atau benzena. Hal ini bertujuan untuk meminimalkan resiko kontaminasi dengan air sebelum dianalisa lebih lanjut. Berdasarkan unsur-unsur penyusunnya karotenoid dapat digolongkan dalam dua kelompok pigmen yaitu karoten dan xantofil. Karoten mempunyai susunan kimia yang hanya terdiri dari C dan H seperti αkaroten, β-karoten dan γ-karoten sedangkan xantofil terdiri dari atom-atom C, H dan O. (Gama, 2005).

Kromatografi merupakan suatu teknik untuk menganalisis atau memisahkan campuran gas, cairan atau zat-zat terlarut. Semua jenis kromatografi melibatkan dua fase yang berdeda, yaitu fase stasioner dan fase gerak. Pemisahan bergantung pada persaingan berbagai molekul dalam cuplikan di antara fase stasioner dan fase gerak ( Daintith, 1994). Kromatografi melibatkan pemisahan terhadap campuran berdasarkan perbedaanperbedaan tertentu yang dimiliki oleh senyawanya. Perbedaan yang dapat dimanfaatkan meliputi kelarutan dalam berbagai pelarut serta sifat polar. Kromatografi biasanya terdiri dari fase diam (fase stasioner) dan fase gerak (fase mobil). Fase gerak membawa komponen suatu campuran melalui fase diam dan fase diam akan berikatan dengan komponen tersebut dengan afinitas yang berbeda-beda. Jenis kromatografi yang berlainan bergantung pada perbedaan jenis fase, namun semua jenis kromatografi tersebut berdasar pada asas yang sama. Kromatografi dapat digunakan sebagai alat analitik untuk memantau reaksi atau untuk mengenali hasil reaksi. Kromatografi juga dapat digunakan sebagai alat sintesis untuk memurnikan sejumlah besar zat (Bresnick, 2004). Teknik kromatografi lapis tipis (TLC) menggunakan suatu absorben yang disaalutkan pada suatu lempeng kaca sebagai fase stasionernya (fase diam) dan pengembangan kromatogram terjadi ketika fase mobil (fase gerak) tertapis melewati absorben itu, seperti dikenal baik kromatografi lapis tipis mempunyai kelebihan yang nyata dibandingkan kromatografi kertas karena nyaman dan cepatnya, ketajaman pemisahan yang lebih besar dan kepekaannnya yang lebih tinggi (Basset et al., 1994). Kromatografi lapis tipis atau TLC seperti kromatografi kertas tidaklah mahal dan sederhana menjalankannya dibandingkan kromatografi kertas lebih cepat. Proses itu mungkin hanya memerlukan sekitar setengah jam, sedangkan pemisahan yang lazim pada kertas memerlukan waktu beberapa jam. TLC (Thin Layer Chromatography) sangat popular dan secara rutin digunakan dalam banyak laboratorium. Medium pemisahannya berupa lapisan barangkali setebal 0,1-0,3 mm zat pada absorban pada lempeng kaca, plastic dan aluminium. Lempeng yang lazim berukuran 20 x 5 cm. Zat padat yang lazim adalah alumina, gel silica dan selulosa. Lempeng kaca dan lembar plastic maupun aluminium yang telah dilapisi sebelumnya dapat dipotong-potong dengan gunting ke ukuran yang diminati (Day dan Underwood, 1992). Pemilihan system pelarut dan komposisi lapisan tipis ditentukan oleh prinsip kromatografi yang akan digunakan untuk menetapkan sampel yang akan dipisahkan digunakan suatu mikro-syringe (penyuntik berukuran mikro). Sampel diteteskan pada salah

satu bagian tepi pelat kromatografi (sebanyak 0,01-10

zat). Pelarut harus non polar dan

mudah menguap. Kolom-kolom dalam pelat harus diciptakan dengan mengerok lapisan vertikal searah gerakan pelarut. Teknik ascending digunakan untuk melaksanakan pemisahan yang dilakukan pada temperatur kamar sampai permukaan pelarut mencapai tinggi 15-18 cm. Waktu yang diperlukan antara 20-40 menit dan semua teknik yang digunakan untuk kromatografi kertas dapat dipakai juga untuk kromatografi lapis tipis. Resolusi KLT jauh lebih tinggi daripada kromatografi kertas karena laju difusi yang luar biasa kecilnya pada lapisan pengadsorpsi (Khopkar, 1990). Kromatogram yang dihasilkan diuraikan dan zona-zona dicirikan oleh nilai-nilai Rf. Nilai Rf didefinisikan oleh hubungan: Rf =

( (

)

)

Harga Rf mengukur kecepatan bergeraknya zona relatif terhadap garis depan pengembang. Pengukuran ini dilakukan dengan mengukur jarak dari titik pemberangkatan (pusat zona campuran awal) ke garis depan pengembang dan pusat rapatan tiap zona, jadi untuk zona 1, Rf=L1/Lf. Nilai Rf akan menunjukkan identifikasi asam-asam amino dan intensitas zona itu dapat digunakan sebagai ukuran konsentrasi dengan membandingkan noda-noda standar. Komponen-komponen campuran yang akan dipisahkan yang paling mudah larut dalam fase mobil organik itu akan mempunyai nilai Rf dekat atau sama dengan satu. Komponenkomponen yang kelarutannya dalam fase organik lebih rendah akan mempunyai nilai Rf hampir nol. Nilai Rf bersifat karakteristik dari spesi-spesi khusus dalam macam pemisahan apapun yang diketahui dan kadang-kadang digunakan untuk identifikasi kualitatif dari spesi yang tidak diketahui (Basset et al., 1994). Prinsip Kerja Proses ekstraksi merupakan pemisahan suatu zat berdasarkan perbedaan kelarutannya terhadap dua cairan tidak saling larut yang berbeda, biasanya air dan yang lainnya pelarut organik. Ekstraksi senyawa pigmen ini dilakukan dengan menggunakan analisa kromatografi lapis tipis yang menampilkan sejumlah sebaran komponen dalam pelat kromatografi lapis tipis yang umumnya membentuk bercak warna yang mudah untuk diamati. Kromatografi lapis tipis disini didefinisikan sebagai pemisahan campuan oleh dua atau lebih senyawa yang berbeda melalui distribusi antara dua fasa yaitu fasa stationer dan fasa gerak. Metode ini bergantung

pada

perbedaan

kelarutan

dari

substansi.

Teknik

ini

biasanya

menggunakan fase diam dari bentuk pelat silika dan fase geraknya disesuaikan dengan jenis

sampel yang ingin dipisahkan atau fase geraknya berupa sistem pelarut organik dengan perilaku kapiler akan terus bergerak ke atas melewati pelat silika. Alat Mortar, pestle, spatula, tabung reaksi, chamber TLC, gelas ukur, pipet tetes, pinset, penggaris, lampu UV. Bahan Aseton, kertas saring, pelarut aseton:heksana (3:7), lempeng silika.

Prosedur Kerja Preparasi sampel. Sampel (daun, buah atau umbi) yang sudah bersih dan kering (dengan jumlah air minimum) dipotong kecil-kecil sebanyak 5 gram. Digerus sampel menggunakan mortar dan pestle dengan menambahkan aseton sebanyak 3 mL. Didekantasi larutan ekstrak sambil peras padatan yang tersisa menggunakan spatula (pada dinding mortar) hingga ekstrak aseton maksimum yang diperoleh atau digunakan bantuan kertas saring untuk memeras pasta tersebut. Dimasukkan ekstrak dalam tabung reaksi 5 mL (sampel 1). Disiapkan kolom kromatografi dengan melarutkan atau membentuk bubur silika terlebih dahulu. Kemudian bubur silika dimasukkan kedalam kolom (pipet Pasteur yang telah disumbat dengan kapas pada bagian ujung bawahnya). Dialirkan eluen atau pelarut aseton:heksana (3:7) kedalam kolom silika sehingga penampakan packing kolom baik dan rapat. Dimasukkan sampel 1 sebanyak 1 mL kedalam kolom, lalu dilewatkan eluen jika sampel sudah tersisa sedikit diatas kolom. Ditampung isolat pigmen (sampel 2) dalam gelas ukur sesuai dengan warna pita ekstrak yang lewat dalam kolom. Disiapkan chamber TLC dan tempatkan pelarut aseton:heksana (3:7) kira-kira setinggi 0.5 cm. Ditempatkan lempeng silika ukuran tertentu yang sebelumnya telah ditotolkan sedikit sampel ekstrak: sampel 1 dan sampel 2 ( 1 cm dari batas bawah kertas) pada TLC chamber. Lalu ditutup chamber dan ditunggu pergerakan pelarut hingga sampai batas atas ( 0.5 cm dari batas atas kertas). Diambil lempeng dengan menggunakan pinset dan keringanginkan dan jika sudah kering, diamati pemisahan pigmen yang terjadi pada lempeng menggunakan sinar UV. Diukur jarak yang ditempuh senyawa dan pelarut tersebut. Dihitung faktor retensi (Rf) untuk masing-masing komponen.

Alokasi Waktu No

Kegiatan

Jam

Waktu

1.

Persiapan praktikum

13.00 – 13.05

5 menit

2.

Pembuatan sampel

13.05 – 13.15

10 menit

3.

Pembuatan kolom

13.15 – 13.45

30 menit

4.

Mengekstrak sampel

13.45 – 14.50

65 menit

5.

Proses KLT

14.50 – 15.15

25 menit 135 menit

Total waktu

Hasil a. Hasil Pengamatan No.

Perlakuan

Hasil

1.

Sampel bayam

5 gram

2.

Penambahan aseton pada sampel

3 mL

3.

Larutan ekstrak

Berwarna hijau Fraksi I: berwarna kuning pekat (kuning ++)

4.

Hasil kromatografi kolom

Fraksi II: berwarna hijau Fraksi III: berwarna kuning muda (kuning+) Fraksi I: 1,1 cm

5.

Jarak yang ditempuh senyawa

Fraksi II: 1 cm Fraksi III: 0,7 cm

6.

Jarak yang ditempuh pelarut

b. Perhitungan  Fraksi I (kuning pekat)

3,6 cm

 Fraksi II (hijau)

 Fraksi III (kuning muda)

c. Gambar Hasil Pengamatan

Gambar c.1: Kolom awal Gambar c.2: Eluen berjalan Gambar c.3: Sampel, fraksi I, fraksi II

Gambar c.4: Fraksi I, fraksi II, fraksi III

Gambar c.5: KLT

Pembahasan Hasil Ekstraksi adalah proses pemisahan suatu bahan dari campurannya, biasanya dengan menggunakan pelarut. Ekstraksi dapat dilakukan dengan berbagai cara. Ekstraksi menggunakan pelarut didasarkan pada kelarutan komponen terhadap komponen lain dalam campuran. Pelarut polar akan melarutkan solut yang polar dan pelarut non polar akan melarutkan solut yang non polar atau disebut dengan “like dissolve like”. Teknik ekstraksi lainnya misalnya menggunakan air untuk mengambil pigmen alami dari tumbuhan seperti daun. Ekstraksi pigmen adalah proses pemisahan pigmen dari suatu bahan campurannya dalam jaringan tumbuhan menggunakan suatu pelarut. Pemisahan pigmen dari tumbuhan, dapat dilakukan dengan kromatografi kolom dan dalam proses pemisahan dengan kromatografi kolom, adsorben bubur silika harus senantiasa basah karena, jika dibiarkan kering, kolom yang terbentuk dari bubur silika bisa retak, sehingga proses pemisahan zat tidak berjalan optimal. Selain itu, kondisi yang basah berperan untuk memudahkan proses elusi (larutan melewati kolom) dalam kolom. Kromatografi kolom bertujuan untuk mengisolasi komponen dari campurannya. kromatogarfi kolom ini menggunakan kolom dengan adsorben bubur sillika karena kolom yang dibentuk dengan bubur silika memiliki tekstur dan struktur yang lebih kompak dan teratur. Bubur silika memadat dalam bentuk tetrahedral raksasa, sehingga ikatannya kuat dan rapat, dengan demikian adsorben silika gel mampu menghasilkan proses pemisahan yang lebih optimal. Metode pembuatan kolom terbagi menjadi 2 yaitu untuk metode kering, kolom pertama diisi dengan kering fase diam bubuk, diikuti dengan penambahan fase mobile. Metode basah, sebuah bubur disiapkan dari eluent dengan fase diam dan kemudian dengan hati-hati dituangkan ke dalam kolom. Lapisan ini biasanya ditutupi dengan kapas untuk melindungi bentuk lapisan organik dari kecepatan baru ditambahkan eluent. Eluen perlahan-lahan melewati kolom untuk memajukan bahan organik. Langkah pertama yang dilakukan adalah preparasi sampel, dimana sampel yang digunakan dalam praktikum ini adalah daun bayam. Daun bayam yang akan digunakan ditimbang sebanyak 5 gram kemudian ditumbuk dan ditambahkan pelarut aseton sebanyak 3 mL. Penumbukan ini bertujuan menghaluskan daun sehingga senyawa yang terkandung di dalamnya mudah larut dalam pelarut aseton, sebab semakin halus daun maka semakin luas permukaan untuk terjadi kontak dengan pelarut maka semakin banyak zat yang dapat terekstrak. Penambahan aseton ini berfungsi untuk melarutkan klorofil. Aseton efektif untuk mengekstrak pigmen tumbuhan karena sebagian besar pigmen tumbuhan seperti klorofil,

karoten dan xantofil memiliki sifat diantara polar dan non polar, setelah itu dilakukan penyaringan agar diperoleh filtrat yang mengandung pigmen tanaman, sedangkan residunya dibuang. Langkah kedua adalah menyiapkan kolom yang akan digunakan untuk pemisahan pigmen tersebut dengan menimbang silika sebanyak 2 gram, kemudian silika dilarutkan dengan pelarut aseton sehingga terbentuk bubur silika. Setelah itu dimasukkan bubur silika tersebut ke dalam kolom yang sebelumnya kolom tersebut sudah disumbat dengan kapas pada bagian ujungnya. Pelarut aseton:heksana (3:7) dialirkan ke dalam kolom silika dan diketukketuk bagian dinding kolom agar bubur silika tersebut tertata rapi atau padat hingga tidak ada udara yang menempati kolom tersebut, kolom harus bebas dari gelembung udara karena bila ada gelembung udara maka proses pemisahan yang terjadi tidak akan sempurna sehingga akan terjadi penyebaran noda ketika hasil kromatografi kolom di uji KLT. Pelarut aseton:heksana (3:7) ini berfungsi sebagai fase geraknya. Proses pemisahan dengan kromatografi kolom, bubur silika harus basah karena apabila dibiarkan kering, kolom yang terbentuk dari bubur silika bisa retak, sehingga proses pemisahan zat tidak berjalan optimal. Selain itu, kondisi yang basah berperan untuk memudahkan proses elusi (larutan melewati kolom) dalam kolom. Setelah kolom kromatografi siap dipakai, ekstrak sampel daun dimasukkan ke dalam kolom, lalu memasukkan pelarut ke dalam kolom dan membuka krannya, dan terlihat pigmen dari sampel daun mulai bergerak turun dan mulai menetes. Fraksi-fraksi yang keluar dari kolom ini ditampung dalam tabung reaksi dan mengganti tabung reaksinya ketika warna yang keluar dari kolom berubah. Larutan berawarna ini adalah pigmen dari daun sampel. Fraksi yang diperoleh tersebut kemudian di uji dengan KLT, mengamati jenis pigmen apa saja yang terdapat pada tiap fraksi yang didapat. Langkah ketiga adalah persiapan plat (lempeng silika)

untuk kromatografi, harus

dibuat garis atas dan garis bawah dengan ukuran 1 cm pada lempeng silika untuk mempermudah menghitung jarak noda yang terelusi sehingga Rf noda dapat dihitung dan komponen senyawa dari noda bayam dapat di analisis. Garis-garis ini harus dibuat dengan menggunakan pensil, tidak boleh menggunakan bulpoin atau alat tulis lain yang menggunakan tinta karena apabila menggunakan tinta maka tinta dari alat tulis akan ikut terelusi pada saat kromatografi berlangsung sehingga dapat mempengaruhi proses kromatografi dan apabila menggunakan pensil, karbon dari pensil tidak akan ikut terelusi karena karbon bersifat inert sehingga tidak mempengaruhi proses kromatografi. Langkah berikutnya yaitu ditempatkan plat (lempeng silika) yang sebelumnya telah ditotolkan sedikit

sampel fraksi I, sampel fraksi II, dan sampel fraksi III pada TLC chamber yang sudah terisi pelarut aseton:heksana (3:7) setinggi 0,5 cm. pelarut aseton:heksana (3:7) ini berfungsi sebagai fasa geraknya. Sampel ditutup dalam chamber yaitu untuk menghindari penguapan dan untuk menjenuhkan chamber agar proses penyerapan lebih mudah. Setelah pelarut mencapai tanda batas yang telah ditentukan. Lempeng silika tersebut diangkat dan dikeringkan, kemudian diamati pemisahan pigmen yang terjadi pada lempeng menggunakan sinar UV. Hasil yang didapatkan yaitu berupa noda-noda pada lempeng silica tersebut, dimana pada fraksi I berwarna kuning ++, fraksi II berwarna hijau, dan fraksi III berwarna kuning +. Warna-warna noda ini menunjukkan senyawa tertentu karena senyawa-senyawa tertentu memiliki warna yang tertentu pula. Noda yang berwarna kuning pekat (kuning ++) kemungkinan adalah senyawa β-karoten, warna hijau kemungkinan senyawa klorofil a, dan warna kuning muda (kuning+) kemungkinan klorofil b. Berdasarkan literatur bahwa βkaroten berwarna kuning-merah, klorofil a berwarna hijau kebiruan, dan klorofil b kuning kehijauan. Namun noda-noda ini belum pasti senyawa β-karoten, klorofil a, dan klorofil b, karena banyak senyawa yang memiliki warna yang sama dan untuk mengetahui dengan pasti jenis noda-noda ini merupakan senyawa β-karoten, klorofil a dan klorofil b maka harus dihitung harga Rf nya, karena harga Rf merupakan identitas dari suatu senyawa. Harga Rf merupakan parameter karakteristik kromatografi lapis tipis. Harga ini merupakan ukuran kecepatan migrasi suatu senyawa pada kromatogram. Harga Rf dihitung dengan menggunakan persamaan:

dimana jarak yang ditempuh oleh senyawa yang didapatkan dari masing-masing fraksi pada percobaan ini yaitu sebesar 1,1 cm; 1 cm; 0,7 cm; dan untuk jarak yang ditempuh pelarut didapatkan hasil sebesar 3,6 cm. Setelah dihitung didapatkan nilai Rf dari masing-masing fraksi adalah fraksi I sebesar 0,31, fraksi II sebesar 0,28, dan fraksi III sebesar 0,19. Harga Rf ini menunjukkan noda-noda tersebut bukan senyawa β-karoten, klorofil a, dan klorofil b karena berdasarkan literatur harga Rf klorofil a, klorofil b dan β-karoten masing-masing sebesar 0,4; 0,38; dan 0,625. Namun bisa saja noda-noda tersebut merupakan senyawa yang dimaksud mengingat warna-warna dari noda tersebut hampir sama dengan warna noda yang ada dalam literatur dan sering kali harga Rf berbeda dari satu kertas ke kertas lainnya (Basset, 1994). Kemungkinan harga Rf dari literatur menggunakan kertas yang berbeda dengan kertas yang digunakan saat praktikum sehingga nilai Rf yang diperoleh juga berbeda. Jenis pigmen

pada sampel bayam dilihat dari warna nodanya antara lain fraksi I adalah β-karoten, fraksi II adalah klorofil a, dan fraksi III adalah klorofil b.

Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diperoleh dari percobaan ekstraksi pigmen dan analisa TLC-nya ini antara lain: - Teknik pemisahan senyawa pigmen (karotenoid) dari sampel padatan dilakukan dengan metode ekstraksi pigmen dengan menggunaan suatu pelarut. Pemisahan pigmen juga dapat dilakukan dengan kromatografi kolom. Proses dalam kromatografi kolom ini menghasilkan larutan dengan warna yang berbeda-beda. Larutan berawarna ini adalah pigmen dari daun sampel. Larutan yang diperoleh tersebut kemudian di uji dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) sehingga diketahui jenis pigmen yang terdapat pada setiap larutan yang didapat. Jenis pigmen yang terdapat pada sampel bayam antara lain βkaroten, klorofil a, dan klorofil b. - Teknik analisa thin layer chromatography (TLC) ini digunakan untuk mengidentifikasi larutan yang diperoleh dari hasil kromatografi kolom dengan radiasi menggunakan sinar UV sehingga noda pada lempeng silica terlihat dan dihasilkan nilai Rf pada masingmasing fraksi. Referensi Basset, J, dkk. 1994. Buku Ajar Vogel: Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta: EGC. Bresnick, S. 2004. Intisari Kimia Organik. Jakarta: Hipokrates. Daintith, J. 1994. Kamus Lengkap Kimia. Jakarta: Erlangga. Desiana. 2000. Ekstraksi Pigmen Karotenoid dari Limbah Udang Windu. Bogor: IPB. Gama, J.J.T dan Stylos, C.M. 2005. Major carotenoid composition of Brazilian Valencia orange juice: Identification and quantification by HPLC Department of Food and Nutrition. FCF-UNESP. pp. 14801-14902. Harianto, E. 2008. Pertumbuhan Produksi Minyak Sawit Indonesia 1964 – 2007. Jakarta: Ekonomi Kelapa Sawit. Basset, J et al. 1994. Buku Ajar Vogel: Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta: EGC. Day, R.A dan Underwood, A.L. 1992. Analisis Kimis Kuantitatif Edisi Keempat. Jakarta: Erlangga. Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI-Press. Syukri, S. 1999. Kimia Dasar I. Bandung : ITB.

Petrucci, Ralph H. 1996. Kimia Dasar Jilid I. Jakarta: Erlangga. Winarno, F.G . 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka. Saran Saran untuk percobaan distilasi minyak atsiri ini yaitu sebaiknya sebelum melakukan praktikum, praktikan harus mengetahui dan memahami dengan baik prosedur kerja terlebih dahulu agar tidak terjadi kesalahan saat melakukan praktikum.

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF