Ekma4316 - Edisi 1

April 28, 2024 | Author: Anonymous | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Ekma4316 - Edisi 1...

Description

Hak Cipta  dan Hak Penerbitan dilindungi Undang-undang ada pada

Universitas Terbuka - Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tingggi Jalan Cabe Raya, Pondok Cabe, Pamulang, Tangerang Selatan – 15418

Banten – Indonesia Telp.: (021) 7490941(hunting); Fax.: (021) 7490147; Laman: www.ut.ac.id

Dilarang mengutip sebagian ataupun seluruh buku ini dalam bentuk apa pun tanpa izin dari penerbit Edisi Kesatu Cetakan pertama, Agustus 2012 Cetakan kedua, Januari 2013 Cetakan ketiga, Juni 2014 Cetakan keempat, September 2014 Penulis : Prof. Dr. Nindyo Pramono, S.H, M.S. Penelaah Materi : Prof. Dr. Jamal Wiwoho, S.H., M.Hum. Pengembang Desain Instruksional: Dra. Wiwin Siswantini, M.M. Desain Cover & Ilustrator Lay-outer Copy Editor

346.07 PRA m

: Aris Suryana : S. Supriantanto : Siti Nurhayati

PRAMONO, Nindyo Materi pokok hukum bisnis; 1 – 6/ EKMA4316 / 2 sks/ Nindyo Pramono. -- Cet.4; Ed.1 --. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka, 2014. 459 hal: ill.; 21 cm ISBN: 978-979-011-700-6 1. hukum dagang bisnis I. Judul

iii

Daftar Isi

TINJAUAN MATA KULIAH ...........................................................

vii

MODUL 1: MENGENAL HUKUM BISNIS Kegiatan Belajar 1: Pengenalan tentang Hukum ................................................................ Latihan …………………………………………............................... Rangkuman ………………………………….................................... Tes Formatif 1 ……………………………..……..............................

1.1 1.2 1.18 1.20 1.21

Kegiatan Belajar 2: Mengenal Hukum Bisnis ................................................................... Latihan …………………………………………............................... Rangkuman ………………………………….................................... Tes Formatif 2 ……………………………..……..............................

1.24 1.30 1.32 1.33

KUNCI JAWABAN TES FORMATIF.............................................. DAFTAR PUSTAKA.........................................................................

1.36 1.37

MODUL 2: HUKUM PERJANJIAN DAN ASURANSI Kegiatan Belajar 1: Hukum Perjanjian ............................................................................... Latihan …………………………………………............................... Rangkuman ………………………………….................................... Tes Formatif 1 ……………………………..……..............................

2.1 2.2 2.27 2.32 2.33

Kegiatan Belajar 2: Asuransi .............................................................................................. Latihan …………………………………………............................... Rangkuman ………………………………….................................... Tes Formatif 2 ……………………………..……..............................

2.38 2.81 2.82 2.83

iv

KUNCI JAWABAN TES FORMATIF.............................................. DAFTAR PUSTAKA.........................................................................

2.86 2.87

MODUL 3: HUKUM PERUSAHAAN DAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS ......................................... Kegiatan Belajar 1: Hukum Perusahaan ............................................................................. Latihan …………………………………………............................... Rangkuman ………………………………….................................... Tes Formatif 1 ……………………………..……..............................

3.2 3.28 3.32 3.33

Kegiatan Belajar 2: Hukum Perseroan Terbatas berdasarkan UU No. 40 Tahun 2007 ..... Latihan …………………………………………............................... Rangkuman ………………………………….................................... Tes Formatif 2 ……………………………..……..............................

3.38 3.71 3.75 3.77

KUNCI JAWABAN TES FORMATIF.............................................. DAFTAR PUSTAKA.........................................................................

3.81 3.82

3.1

MODUL 4: HUKUM HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DAN HUKUM PERBANKAN ................................... Kegiatan Belajar 1: Hukum Hak Kekayaan Intelektual ..................................................... Latihan …………………………………………............................... Rangkuman ………………………………….................................... Tes Formatif 1 ……………………………..……..............................

4.2 4.31 4.32 4.33

Kegiatan Belajar 2: Hukum Perbankan .............................................................................. Latihan …………………………………………...............................

4.36 4.75

4.1

v

Rangkuman ………………………………….................................... Tes Formatif 2 ……………………………..……..............................

4.79 4.80

KUNCI JAWABAN TES FORMATIF.............................................. DAFTAR PUSTAKA.........................................................................

4.83 4.84

MODUL 5: HUKUM PASAR MODAL DAN HUKUM SURAT BERHARGA ................................................................ Kegiatan Belajar 1: Hukum Pasar Modal ........................................................................... Latihan …………………………………………............................... Rangkuman ………………………………….................................... Tes Formatif 1 ……………………………..……..............................

5.3 5.50 5.53 5.55

Kegiatan Belajar 2: Hukum Surat Berharga ...................................................................... Latihan …………………………………………............................... Rangkuman ………………………………….................................... Tes Formatif 2 ……………………………..……..............................

5.59 5.93 5.96 5.97

KUNCI JAWABAN TES FORMATIF.............................................. DAFTAR PUSTAKA.........................................................................

5.102 5.103

MODUL 6: HUKUM PERSAINGAN USAHA DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN ............................... Kegiatan Belajar 1: Larangan Praktik Monopoli ................................................................ Latihan …………………………………………............................... Rangkuman ………………………………….................................... Tes Formatif 1 ……………………………..……..............................

5.1

6.1 6.2 6.25 6.28 6.29

vi

Kegiatan Belajar 2: Hukum Perlindungan Konsumen ....................................................... Latihan …………………………………………............................... Rangkuman ………………………………….................................... Tes Formatif 2 ……………………………..……..............................

6.32 6.44 6.46 6.47

KUNCI JAWABAN TES FORMATIF.............................................. DAFTAR PUSTAKA.........................................................................

6.50 6.51

vii

Tinjauan Mata Kuliah

H

ukum Bisnis merupakan salah satu mata kuliah baru di dalam kurikulum PS Manajemen, mata kuliah ini merupakan mata kuliah biasa yang mendukung dan memperkuat kompetensi mahasiswa dalam menempuh program studi Manajemen. Buku materi pokok ini mencoba memberikan pemahaman mengenai Hukum Bisnis. Modul 1 : Mengenal Hukum Bisnis, modul pertama ini merupakan dasar dari modul selanjutnya yang akan memberikan kemudahan kepada Anda dalam mempelajari aspek-aspek hukum dalam kegiatan bisnis. Modul 2 : Hukum perjanjian dan asuransi, memberikan pengetahuan mengenai dasar-dasar hubungan hukum yang timbul dalam kegiatan bisnis dan merupakan dasar dari modul selanjutnya. Modul 3 : Hukum perusahaan dan hukum Perseroan Terbatas, menjelaskan tentang hubungan hukum yang timbul dalam menjalankan perusahaan, sehingga akan memberikan pemahaman dan pengertian yang menyeluruh tentang perseroan terbatas dalam praktek yang berlaku dalam dunia usaha. Modul 4 : Hukum hak Kekayaan Intelektual dan Hukum Perbankan, menjelaskan tentang perlindungan hukum atas kekayaan intelektual di bidang ilmu pengetahuan, seni, sastra maupun teknologi yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan bangsa dan negara. Modul 5 : Hukum pasar Modal dan Hukum Surat Berharga, menjelaskan tentang pengetahuan mengenai hukum yang timbul dalam kegiatan pasar modal dan hubungan hukum yang timbul dalam lalu lintas pembayaran. Modul 6 : Hukum persaingan Usaha dan Perlindungan Konsumen, menjelaskan tentang aspek hukum persaingan usaha dan perlindungan konsumen dan larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat serta komisi pengawas.

viii

Peta Kompetensi Hukum Bisnis/EKMA4316/2 sks

Modul 1

Mengenal Hukum Bisnis Prof. Dr. Nindyo Pramono, S.H., M.S.

PE NDAHUL UA N

S

ebelum membahas lebih lanjut apa saja aspek-aspek hukum dalam kegiatan bisnis, ada baiknya kita mengetahui lebih dahulu apakah yang dimaksud dengan hukum, klasifikasi hukum, subjek hukum, objek hukum, dan sistematika KUH Perdata, sistematika KUHD dan pengertian hukum bisnis. Modul 1 ini merupakan dasar dari modul-modul selanjutnya yang akan memberikan kemudahan kepada Anda dalam mempelajari aspek-aspek hukum dalam kegiatan bisnis dalam kerangka BMP Hukum Komersial. Setelah mempelajari modul ini, diharapkan Anda dapat menjelaskan tentang: 1. pengertian hukum, 2. klasifikasi hukum, 3. subjek hukum, 4. objek hukum, 5. sistematika KUH Perdata, 6. sistematika KUHD, 7. hukum bisnis.

1.2

Hukum Bisnis 

Kegiatan Belajar 1

Pengenalan tentang Hukum A. PENGERTIAN HUKUM Hukum tidak lepas dari kehidupan manusia, maka untuk membicarakan hukum kita tidak dapat lepas membicarakannya dari kehidupan manusia. Setiap manusia mempunyai kepentingan, yaitu suatu tuntutan perorangan atau kelompok yang diharapkan untuk dipenuhi. Setiap manusia adalah pendukung atau penyandang kepentingan. Sejak dilahirkan manusia butuh makan, pakaian, tempat berteduh dan lain sebagainya. Menginjak dewasa makin bertambahlah jumlah dan jenis kepentingan manusia, seperti bersekolah, bekerja, berkeluarga dan sebagainya. Dengan demikian sejak kecil beranjak menjadi dewasa serta menjelang meninggal dunia kepentingan manusia selalu berkembang. Manusia dalam hidupnya dikelilingi pelbagai macam bahaya yang mengancam kepentingannya, sehingga sering kali menyebabkan kepentingannya tidak tercapai. Manusia menginginkan agar kepentingannya terlindungi dari bahaya yang mengancam. Untuk itu ia memerlukan bantuan dari manusia lainnya, karena kerja sama dengan manusia lain akan lebih mudah dalam mencapai dan melindungi kepentingannya. Lebih-lebih mengingat bahwa manusia itu termasuk makhluk yang lemah dalam menghadapi ancaman bahaya terhadap dirinya maupun kepentingannya. Sehingga dengan demikian ia akan lebih kuat menghadapi ancaman-ancaman terhadap kepentingannya, yang dengan demikian akan lebih terjamin perlindungannya apabila ia hidup dalam masyarakat. Masyarakat adalah salah satu kehidupan bersama yang anggotaanggotanya mengadakan pola tingkah laku yang maknanya dimengerti oleh sesama anggota. Masyarakat merupakan suatu kehidupan bersama yang terorganisir untuk mencapai dan merealisir tujuan bersama. Berapa jumlah manusia yang diperlukan untuk dapat disebut sebagai masyarakat tidaklah begitu penting. Kalau di sebuah pulau hanya terdapat seorang manusia saja belumlah dikatakan ada masyarakat, tetapi kalau kemudian datang manusia lain ke pulau tersebut akan terjadilah hubungan dan pengaturan-pengaturan. Selanjutnya yang mempertemukan atau mendekatkan manusia yang satu

 EKMA4316/MODUL 1

1.3

dengan lainnya adalah adanya kebutuhan dan kepentingan bersama di antara mereka. Tampaknya manusia dan masyarakat seakan-akan dapat dipisahkan, yaitu manusia sebagai individu dan manusia dalam kelompok. Manusia sebagai individu pada dasarnya bebas dalam perbuatannya, tetapi dalam perbuatannya itu ia dibatasi oleh masyarakat. Masyarakat tidak akan membiarkan manusia individual berbuat semaunya, sehingga merugikan masyarakat. Masyarakat itu merupakan tatanan psikologis, adanya sesama manusia di dalam suasana kesadaran individu mempengaruhi pikiran, perasaan serta perbuatannya. Ia harus mengingat dan memperhitungkan adanya masyarakat. Manusia individual akan berusaha dan akan merasa bahagia apabila ia dapat menyesuaikan diri dengan masyarakat. Sudah menjadi sifat pembawaannya bahwa manusia hanya dapat hidup dalam masyarakat. Manusia adalah zoon politikon atau makhluk sosial. Manusia dan masyarakat merupakan pengertian yang komplementer. Jadi untuk menghadapi bahaya yang mengancam dirinya dan agar kepentingankepentingannya lebih terlindungi maka manusia hidup berkelompok dalam masyarakat. Gangguan kepentingan atau konflik harus dicegah atau tidak dibiarkan berlarut-larut, karena akan mengganggu keseimbangan tatanan masyarakat. Manusia akan berusaha agar tatanan masyarakat dalam keadaan seimbang, karena keadaan tatanan masyarakat yang seimbang menciptakan suasana tertib, damai, dan aman, yang merupakan jaminan kelangsungan hidupnya. Jadi manusia di dalam masyarakat memerlukan perlindungan kepentingan. Perlindungan kepentingan itu tercapai dengan terciptanya peraturan hidup yang menentukan bagaimana manusia harus bertingkah laku dalam masyarakat agar tidak merugikan orang lain dan dirinya sendiri. Peraturan untuk berperilaku atau bersikap dalam kehidupan bersama ini disebut norma atau kaidah sosial. Salah satu dari kaidah sosial yang ada di dalam masyarakat adalah kaidah hukum. Kalau kita bicara tentang hukum pada umumnya yang dimaksudkan adalah keseluruhan kumpulan peraturan-peraturan atau kaidah-kaidah dalam suatu kehidupan bersama, keseluruhan peraturan tentang tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan bersama, yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi.

1.4

Hukum Bisnis 

Hukum mengatur hubungan hukum, yaitu hubungan yang menimbulkan akibat hukum. Hubungan hukum itu terdiri dari ikatan-ikatan antara individu dan masyarakat dan antara individu itu sendiri. Ikatan-ikatan itu tercermin pada hak dan kewajiban. Dalam mengatur hubungan-hubungan hukum itu caranya beraneka ragam. Kadang-kadang hanya dirumuskan kewajibankewajiban seperti pada hukum pidana, yang sebagian besar peraturanperaturannya terdiri dari kewajiban-kewajiban. Sebaliknya sering juga hukum merumuskan peristiwa-peristiwa tertentu yang merupakan syarat timbulnya hubungan hukum. Dalam usahanya untuk mengatur, hukum menyesuaikan kepentingan perorangan dengan kepentingan masyarakat dengan sebaik-baiknya, artinya berusaha mencari keseimbangan antara memberi kebebasan kepada individu dan melindungi masyarakat terhadap kebebasan individu. Mengingat bahwa masyarakat itu terdiri dari individu-individu yang menyebabkan terjadinya interaksi, maka akan selalu terjadi konflik atau ketegangan antara kepentingan perorangan dan antara kepentingan perorangan dengan kepentingan masyarakat. Hukum berusaha menampung ketegangan atau konflik ini sebaik-baiknya. Hukum sebagai kumpulan peraturan atau kaidah mempunyai isi yang bersifat umum dan normatif, umum karena berlaku bagi setiap orang dan normatif karena menentukan apa yang seyogianya dilakukan, apa yang tidak boleh dilakukan atau harus dilakukan serta menentukan bagaimana caranya melaksanakan kepatuhan pada kaidah-kaidah. Hukum harus dibedakan dari hak dan kewajiban, yang timbul kalau hukum itu diterapkan terhadap peristiwa konkret. Tetapi kedua-duanya tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Tatanan yang diciptakan oleh hukum itu baru menjadi kenyataan apabila kepada setiap subjek hukum diberi hak dan dibebani kewajiban. Setiap hubungan hukum yang diciptakan oleh hukum selalu mempunyai dua segi yang di satu pihak berisi hak, sedang di pihak lain berisi kewajiban. Tidak ada hak tanpa kewajiban, sebaliknya tidak ada kewajiban tanpa hak. Hak itu memberi kenikmatan dan keleluasaan kepada individu dalam melaksanakannya, sedangkan kewajiban merupakan pembatasan dan beban, sehingga yang menonjol ialah segi aktif dalam hubungan hukum itu, yaitu hak. Kita lihat juga bahwa yang pada umumnya ditonjolkan adalah hak-hak asasi, sedangkan mengenai kewajiban-kewajiban asasi dapatlah dikatakan tidak pernah disebut-sebut. Hak-hak asasi seorang terdakwa selalu mendapat

 EKMA4316/MODUL 1

1.5

perhatian, selalu ditonjolkan, selalu diperjuangkan, tetapi sebaliknya kewajiban asasinya terhadap masyarakat boleh dikatakan tidak pernah disinggung. Apakah dalam hal ini hak asasi korban kejahatan tidak perlu mendapat perhatian, sebaliknya apakah tidak ada kewajiban asasi dari pihak terdakwa. Hak dan kewajiban bukanlah merupakan kumpulan peraturan atau kaidah, melainkan perimbangan kekuasaan dalam bentuk hak individual di satu pihak yang tercermin pada kewajiban pada pihak lawan. Kalau ada hak maka ada kewajiban. Hak dan kewajiban ini merupakan kewenangan yang diberikan kepada seseorang oleh hukum. Kalau hukum itu sifatnya umum (berlaku bagi setiap orang), maka hak dan kewajiban itu sifatnya individual (melekat pada individu). Hukum melindungi kepentingan manusia dengan cara mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingannya tersebut. Pengalokasian kekuasaan ini dilakukan dengan teratur, dalam arti ditentukan keluasan dan kedalamannya. Kekuasaan yang demikianlah yang disebut sebagai hak. Dengan demikian tidak setiap kekuasaan dalam masyarakat itu dapat disebut sebagai hak, melainkan hanya kekuasaan tertentu saja, yaitu yang diberikan oleh hukum kepada seseorang. Antara hak dan kewajiban terdapat hubungan yang sangat erat, karena yang satu mencerminkan adanya yang lain. Kita dapat mengatakan bahwa si A mempunyai suatu kewajiban untuk melakukan sesuatu, apabila kewajiban si A itu ditujukan kepada orang tertentu, yaitu si B. Dengan melakukan suatu perbuatan yang ditujukan kepada si B itu, maka A telah menjalankan kewajibannya. Sebaliknya karena adanya kewajiban pada si B itulah, maka A mempunyai suatu hak. Hak itu berupa suatu kekuasaan yang dapat diterapkan terhadap B, yaitu suatu tuntutan untuk melaksanakan kewajiban itu. Hak ternyata tidak hanya mengandung unsur perlindungan dan kepentingan, melainkan juga kehendak. Sebagai ilustrasi misalnya apabila saya memiliki sebidang tanah, maka hukum memberikan hak kepada saya dalam arti bahwa kepentingan saya terhadap tanah tersebut mendapat perlindungan. Namun perlindungan itu tidak hanya ditujukan terhadap kepentingan saya saja, melainkan juga terhadap kehendak saya mengenai tanah itu. Saya dapat memberikan atau mewariskan tanah itu kepada orang lain dan hal itu pun termasuk ke dalam hak saya. Dalam hal ini bukan hanya kepentingan saya yang mendapat perlindungan, melainkan juga kehendak saya.

1.6

Hukum Bisnis 

Pendapat yang umum mengatakan bahwa hak pada seseorang senantiasa berkorelasi dengan kewajiban pada orang lain. Dengan demikian kemerdekaan hukum yang dimiliki seseorang juga ingin ditafsirkan secara demikian itu, sehingga kemerdekaan pada seseorang berkorelasi dengan kewajiban pada orang lain untuk tidak mengganggu kemerdekaan tersebut. Keadaannya di sini adalah tidak sepenuhnya tepat seperti itu. Sebetulnya di sini kita berhadapan dengan dua hak dan bukan satu seperti dilihat oleh tafsiran yang umum tersebut. Sebagai contoh, apabila seorang pemilik tanah (si A) memberikan izin kepada seseorang untuk memasuki tanah miliknya maka si A tersebut memiliki kemerdekaan hukum. Namun kita tidak dapat mengatakan bahwa hak si A itu berkorelasi dengan kewajiban yang timbul padanya. Jadi dengan demikian korelasi dari kemerdekaan pada si A bukanlah kewajiban pada si B, melainkan ketiadaan hak pada si B. Pengertian hak pada akhirnya juga dipakai dalam arti kekebalan terhadap kekuasaan hukum orang lain. Sebagaimana halnya kekuasaan itu adalah kemampuan untuk mengubah hubungan-hubungan hukum, kekebalan ini merupakan pembebasan dari adanya suatu hubungan hukum untuk dapat diubah oleh orang lain. Hak dari kawan sejawat untuk diadili oleh kawan sejawatnya sendiri tidak dapat dimasukkan ke dalam kategori hak dalam arti sempit, kemerdekaan maupun kekuasaan. Kekebalan ini mempunyai kedudukan yang sama dalam hubungan dengan kekuasaan, seperti antara kemerdekaan dengan hak dalam arti sempit. Kekebalan adalah pembebasan dari kekuasaan orang lain, sedangkan kemerdekaan merupakan pembebasan dari hak orang lain. Dalam fungsinya sebagai perlindungan kepentingan manusia, hukum mempunyai tujuan. Adapun tujuan pokok dari hukum adalah menciptakan tatanan masyarakat yang tertib, menciptakan ketertiban dan keseimbangan. Dalam mencapai tujuannya tersebut hukum bertugas membagi hak dan kewajiban antarperorangan di dalam masyarakat, membagi wewenang dan mengatur cara memecahkan masalah hukum serta memelihara kepastian hukum. Dalam literatur dikenal beberapa teori tentang tujuan hukum, yaitu teori etis, teori utilitis dan teori campuran. Menurut teori etis, hukum semata-mata bertujuan keadilan. Dengan kata lain hukum bertujuan merealisir atau mewujudkan keadilan. Dalam hal ini yang perlu dikaji lebih lanjut adalah apa yang dimaksud dengan keadilan. Untuk mengetahui keadilan dapat dilihat dari dua sisi yaitu hakikat keadilan dan isi keadilan. Hakikat keadilan adalah penilaian terhadap suatu perlakuan

 EKMA4316/MODUL 1

1.7

atau tindakan dengan mengkajinya dengan suatu norma yang menurut pandangan subjektif melebihi norma-norma lain. Dalam hal ini ada dua pihak yang terlibat, yaitu pihak yang memperlakukan dan pihak yang menerima perlakuan, misalnya orang tua dengan anaknya, majikan dan buruh, hakim dan yustisiabel, pemerintah dengan warganya serta antara kreditur dan debitur. Pada umumnya keadilan merupakan pernilaian yang hanya dilihat dari pihak yang menerima perlakuan saja, misalnya para yustisiabel menilai putusan hakim tidak adil, buruh yang di PHK merasa diperlakukan tidak adil oleh majikannya. Jadi pernilaian tentang keadilan ini pada umumnya hanya ditinjau dari satu pihak saja, yaitu pihak yang menerima perlakuan. Apakah pihak yang melakukan tindakan tidak dapat menuntut bahwa tindakannya adalah adil? Misalnya apabila buruh telah melakukan perbuatan-perbuatan yang merugikan perusahaan dan kemudian majikan memutuskan hubungan kerja terhadap buruh yang bersangkutan, apakah tindakan majikan itu tidak adil? Dengan demikian keadilan kiranya tidak harus hanya dilihat dari satu pihak saja tetapi harus dilihat dari dua pihak. Isi keadilan sangat sukar untuk diberikan batasannya. Aristoteles membedakan adanya dua macam keadilan yaitu justitia distributiva dan justitia commutativa. Justitia distributiva menuntut bahwa setiap orang mendapat apa yang menjadi hak atau jatahnya. Jatah ini tidak sama untuk setiap orangnya, tergantung pada kekayaan, kelahiran, pendidikan, kemampuan dan lain sebagainya. Dalam hal ini yang dinilai adil ialah apabila setiap orang mendapatkan hak atau jatahnya secara proporsional mengingat akan pendidikan, kedudukan, kemampuan dan sebagainya. Justitia distributiva merupakan tugas pemerintah terhadap warganya, menentukan apa yang dapat dituntut oleh warga masyarakat. Justitia commutativa memberikan kepada setiap orang sama banyaknya. Di dalam pergaulan masyarakat, justitia commutativa merupakan kewajiban setiap orang terhadap sesamanya. Dalam hal ini yang dituntut adalah kesamaan. Sehingga yang dikatakan adil adalah apabila setiap orang diperlakukan sama tanpa memandang kedudukan dan sebagainya. Kalau justitia distributiva itu merupakan urusan pemerintah maka justitia commutativa merupakan urusan hakim, karena hakim memperhatikan hubungan perorangan yang mempunyai kedudukan prosesuil yang sama tanpa membedakan orang. Kalau justitia distributiva itu sifatnya

1.8

Hukum Bisnis 

proporsional, maka justitia commutativa sifatnya mutlak karena memperhatikan kesamaan. Menurut teori utilitis, hukum ingin menjamin kebahagiaan yang terbesar bagi manusia dalam jumlah yang sebanyak-banyaknya. Pada hakikatnya menurut teori ini tujuan hukum adalah manfaat dalam menghasilkan kesenangan atau kebahagiaan yang terbesar bagi jumlah orang yang terbanyak. Selanjutnya menurut teori campuran, tujuan pokok dan pertama dari hukum adalah ketertiban. Kebutuhan akan ketertiban ini merupakan syarat pokok bagi adanya suatu masyarakat manusia yang teratur. Di samping ketertiban, tujuan lain dari hukum adalah tercapainya keadilan yang berbedabeda isi dan ukurannya menurut masyarakat dan zamannya. B.

KLASIFIKASI HUKUM

Untuk dapat mengadakan klasifikasi hukum harus ada kriterium. Berdasarkan kriterium fungsi hukum dibagi menjadi hukum materiil dan formil. Hukum materiil terdiri dari peraturan-peraturan yang memberikan hak dan membebani kewajiban-kewajiban. Setiap hari orang dapat dikatakan berhubungan dengan hukum materiil dalam memenuhi kebutuhannya, contoh: belanja membeli sesuatu yang dibutuhkan dan diinginkan manusia. Hukum materiil tetap memerlukan hukum formil. Apabila sistem hukum hanya mempunyai hukum materiil saja dan tidak ada hukum formil maka jika terjadi suatu pelanggaran hukum atau konflik hukum materiil akan terbuka kesempatan untuk melakukan perbuatan untuk menghakimi sendiri karena hukum formillah yang menentukan bagaimana caranya melaksanakan hukum materiil, artinya bagaimana caranya melakukan hak dan kewajiban dalam hal ada sengketa atau pelanggaran hukum (hukum formil merupakan aturan permainan hakim dalam memeriksa dan memutuskan perkara di pengadilan), contoh: bagaimana menuntut pelunasan hutang. Dengan menggunakan saat berlakunya hukum sebagai kriterium hukum dibagi menjadi 2 yaitu Ius constitutum dan Ius constituendum. Ius constitutum adalah hukum yang telah ditetapkan, artinya hukum yang sedang berlaku sekarang di suatu tempat atau Negara (hukum positif). Ius constituentum adalah hukum yang masih harus ditetapkan, hukum yang akan datang atau hukum yang dicita-citakan.

 EKMA4316/MODUL 1

1.9

Dari segi bentuk hukum dibagi menjadi hukum tidak tertulis (hukum kebiasaan) dan hukum tertulis (hukum yang dituang dalam undang-undang) Dari segi isinya hukum dibagi menjadi: 1. Lex Generalis, yaitu hukum umum yang berlaku umum dan merupakan dasar (terdapat di dalam BW). 2. Lex Spesialis: hukum khusus,yaitu yang menyimpang dari lex generalis (terdapat di dalam KUHD). 3. Lex generalisasi merupakan dasar dari lex spesialis, hubungan tersebut tertuang di dalam Pasal 1 KUHD. Pembagian klasifikasi yang sampai sekarang masih digunakan yaitu hukum publik dan hukum privat/perdata. Yang termasuk hukum publik yaitu hukum tata negara,hukum administrasi negara, hukum pajak, dan hukum pidana, sedangkan yang termasuk hukum perdata yaitu hukum dagang dan hukum adat, serta hukum Islam. Hukum adat terdiri dari 3 unsur yaitu: 1. hukum tidak tertulis, 2. unsur keagamaan, 3. ketentuan unlegislatif/unstatutair. C. SUBJEK HUKUM Subjek hukum adalah pendukung hak dan kewajiban. Pendukung hak dan kewajiban itu disebut orang. Dalam arti hukum, “orang” terdiri dari manusia pribadi dan badan hukum. Manusia pribadi adalah subjek hukum dalam arti biologis, sebagai gejala alam, sebagai makhluk budaya yang berakal, berperasaan, dan berkehendak. Badan hukum adalah subjek hukum dalam arti yuridis, sebagai gejala dalam hidup bermasyarakat, sebagai badan ciptaan manusia berdasarkan hukum, mempunyai hak dan kewajiban seperti manusia pribadi. Secara prinsipiil badan hukum berbeda dengan manusia pribadi. Perbedaan tersebut dapat dilihat sebagai berikut. 1. Manusia pribadi adalah makhluk hidup ciptaan Tuhan, mempunyai akal, perasaan, kehendak, dan dapat mati, sedangkan badan hukum adalah badan ciptaan manusia pribadi berdasarkan hukum, dapat dibubarkan oleh pembentuknya.

1.10

2. 3.

Hukum Bisnis 

Manusia pribadi mempunyai kelamin sehingga ia dapat kawin, dapat beranak, sedangkan badan hukum tidak. Manusia pribadi dapat menjadi ahli waris, sedangkan badan hukum tidak dapat.

Pada umumnya pengakuan manusia pribadi sebagai subjek hukum dimulai sejak ia dilahirkan dan berakhir setelah ia meninggal dunia. Akan tetapi menurut Pasal 2 KUH Perdata ditentukan bahwa pengakuan terhadap manusia pribadi sebagai subjek hukum dapat dilakukan sejak ia masih di dalam kandungan ibunya, asal ia dilahirkan hidup. Hal ini mempunyai arti penting apabila kepentingan anak itu menghendaki, misalnya dalam hal menerima warisan, menerima hibah. Dalam Pasal 3 KUH Perdata dinyatakan bahwa tidak ada satu hukuman pun yang dapat mengakibatkan kematian perdata atau kehilangan segala hak keperdataan. Ini berarti bahwa kesalahan seseorang betapa pun beratnya sehingga ia dijatuhi hukuman oleh hakim, maka hukuman hakim tersebut tidak boleh menghilangkan kedudukan sebagai subjek hukum atau sebagai pendukung hak dan kewajiban. Badan hukum adalah subjek hukum ciptaan manusia pribadi berdasarkan hukum, yang diberi hak dan kewajiban seperti manusia pribadi. Menurut ketentuan Pasal 1653 KUH Perdata ada tiga macam klasifikasi badan hukum berdasarkan eksistensinya, yaitu 1. badan hukum yang dibentuk oleh pemerintah, seperti badan-badan pemerintahan, perusahaan-perusahaan negara; 2. badan hukum yang diakui oleh pemerintah, seperti Perseroan Terbatas dan Koperasi; 3. badan hukum yang diperbolehkan atau untuk suatu tujuan tertentu yang bersifat idiil, seperti Yayasan. Badan hukum yang dibentuk oleh pemerintah adalah badan hukum yang sengaja diadakan oleh pemerintah untuk kepentingan negara, baik lembagalembaga negara maupun perusahaan-perusahaan negara. Badan hukum ini dibentuk oleh pemerintah dengan undang-undang atau peraturan pemerintah. Apabila dibentuk dengan undang-undang, berarti pembentuk badan hukum tersebut adalah Presiden bersama-sama Dewan Perwakilan Rakyat. Apabila dibentuk dengan peraturan pemerintah, maka pembentuk badan hukum itu adalah Presiden sebagai kepala pemerintahan.

 EKMA4316/MODUL 1

1.11

Badan hukum yang diakui oleh pemerintah adalah badan hukum yang dibentuk oleh pihak swasta atau pribadi warga negara untuk kepentingan pribadi pembentuknya sendiri. Tetapi badan hukum tersebut mendapat pengakuan dari pemerintah menurut undang-undang. Pengakuan itu diberikan oleh pemerintah karena isi anggaran dasarnya tidak dilarang oleh undangundang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan tidak bertentangan dengan kesusilaan. Pengakuan tersebut diberikan oleh pemerintah dengan cara pengesahan anggaran dasarnya. Badan hukum yang diperbolehkan adalah badan hukum yang tidak dibentuk oleh pemerintah dan tidak pula memerlukan pengakuan dari pemerintah, akan tetapi diperbolehkan oleh karena tujuannya yang bersifat idiil di bidang sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, kebudayaan dan keagamaan. Badan hukum yang diperbolehkan ini berbentuk Yayasan. Untuk mengetahui apakah anggaran dasar dari suatu badan hukum itu tidak bertentangan dengan UU, ketertiban umum dan kesusilaan, maka anggaran dasar tersebut harus dibuat secara otentik dengan akta Notaris. Ditinjau dari wewenang yang diberikan kepada badan hukum, maka badan hukum itu dapat diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu 1. badan hukum publik (kenegaraan), yaitu badan hukum yang dibentuk oleh pemerintah dan diberi wewenang menurut hukum publik, seperti departemen, provinsi, lembaga-lembaga negara dan sebagainya; 2. badan hukum privat (keperdataan), yaitu badan hukum yang dibentuk oleh pemerintah maupun swasta dan diberi wewenang menurut hukum perdata, seperti Perseroan Terbatas dan Koperasi. Selanjutnya ditinjau dari segi tujuan keperdataan yang hendak dicapai oleh badan hukum tersebut, maka badan hukum keperdataan dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam badan hukum, yaitu 1. badan hukum yang bertujuan memperoleh laba, yaitu terdiri dari Perusahaan Negara seperti Perusahaan Umum, Perusahaan Jawatan dan Perusahaan Perseroan; serta Perusahaan Swasta yang terdiri dari Perseroan Terbatas; 2. badan hukum yang bertujuan memenuhi kesejahteraan para anggotanya, yaitu Koperasi; 3. badan hukum yang bertujuan idiil di bidang sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, kebudayaan dan keagamaan, yaitu Yayasan.

1.12

Hukum Bisnis 

Dalam pendirian badan hukum harus dipenuhi syarat formal dan syarat materiil. Syarat formalnya adalah harus dibuat dengan akta Notaris. Syarat materiil yang harus dipenuhi berdasarkan doktrin adalah: 1. ada harta kekayaan sendiri; 2. ada tujuan tertentu; 3. ada kepentingan sendiri; 4. ada organisasi. Badan hukum itu memiliki harta kekayaan sendiri terpisah sama sekali dengan harta kekayaan pribadi pendiri, anggota atau pengurusnya. Harta kekayaan ini diperoleh dari pemasukan dari para pendiri atau para anggota badan hukum yang bersangkutan. Selanjutnya harta kekayaan tersebut dipergunakan untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai oleh badan hukum tersebut. Badan hukum itu harus mempunyai tujuan tertentu yang hendak dicapai, baik bersifat komersial maupun bersifat idiil. Badan hukum sebagai pendukung hak dan kewajiban dapat melakukan sendiri usaha-usaha untuk mencapai tujuannya. Selanjutnya badan hukum harus memiliki kepentingan sendiri, yaitu hak subjektif yang timbul dari suatu peristiwa hukum dan yang dilindungi oleh hukum. Badan hukum yang memiliki kepentingan sendiri dapat menuntut dan mempertahankan kepentingannya itu terhadap pihak ketiga di dalam pergaulan hukum. Badan hukum adalah suatu kesatuan organisasi yang diciptakan manusia berdasarkan hukum, dan hanya dapat melakukan perbuatan hukum melalui alat perlengkapannya. Alat perlengkapan yang dimaksud adalah pengurus dari badan hukum tersebut yang mempunyai tugas dan kewenangan yang diatur di dalam anggaran dasarnya. Dengan demikian badan hukum itu merupakan organisasi yang teratur. Selanjutnya subjek hukum, baik orang maupun badan hukum, pada umumnya dapat mempunyai hak dan kewajiban. Dikatakan pada umumnya oleh karena beberapa hak tertentu yang timbul dari hukum tentang orang dan hukum keluarga yang melekat pada manusia hanya dapat dimiliki oleh subjek hukum orang saja dan tidak dapat dimiliki oleh badan hukum. Di samping itu tidak setiap orang diberikan kewenangan hukum penuh, oleh karena adanya pembatasan-pembatasan khusus berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, misalnya untuk melangsungkan perkawinan, untuk bekerja dan sebagainya.

 EKMA4316/MODUL 1

1.13

Menyandang hak dan kewajiban tidak selalu berarti mampu atau cakap melaksanakan sendiri hak dan kewajibannya tersebut. Meskipun pada umumnya setiap orang mempunyai kewenangan hukum, akan tetapi ada golongan orang-orang tertentu yang dianggap tidak cakap melaksanakan beberapa hak atau kewajiban. Dengan demikian orang yang pada dasarnya mempunyai kewenangan hukum itu ada yang dianggap cakap bertindak sendiri dan ada yang dianggap tidak cakap bertindak sendiri. Ini merupakan anggapan hukum yang tidak memungkinkan adanya bukti lawan. Golongan orang yang dianggap tidak cakap bertindak ini disebut juga dengan istilah personae miserabile. Selanjutnya mereka yang tidak cakap bertindak ini terdiri dari mereka yang belum cukup umur, mereka yang diletakkan di bawah pengampuan dan seorang istri yang tunduk pada BW. Dalam pengertian undang-undang, yang dimaksud dengan “belum cukup umur” adalah mereka yang belum mencapai umur 21 tahun atau belum menikah (Pasal 330 BW jo. S 1931 No. 54 jo. UU No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak). Pada umumnya orang yang ditaruh di bawah pengampuan dianggap tidak cakap melaksanakan sendiri hak dan kewajibannya (Pasal 446 dan 452 BW), khususnya mereka yang ditaruh di bawah pengampuan karena sakit ingatan. Untuk mereka yang ditaruh di bawah pengampuan karena pemboros atau pemabuk, ketidakcakapan bertindak itu hanya terbatas pada perbuatanperbuatan hukum dalam lapangan harta kekayaan, sedangkan untuk perbuatan hukum lainnya adalah cakap. Mereka yang dianggap tidak cakap tersebut untuk melaksanakan hak dan kewajibannya diwakili oleh wakil yang ditetapkan oleh undang-undang atau yang ditunjuk oleh Hakim. Seorang istri menurut Pasal 108 dan 110 BW dianggap tidak cakap melaksanakan hak dan kewajibannya dalam lapangan hukum harta kekayaan. Pasal tersebut menurut SEMA No. 3 Tahun 1963 dianggap tidak sesuai lagi dengan kemajuan zaman dan rasa keadilan, sehingga pasal tersebut harap tidak dipergunakan lagi. Selanjutnya Pasal 31 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menentukan bahwa “hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan di rumah dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat”. Dengan demikian pada saat sekarang ini seorang istri cakap melakukan perbuatan hukum dalam lapangan hukum harta kekayaan tanpa harus mendapat izin terlebih dahulu dari suaminya.

1.14

Hukum Bisnis 

D. OBJEK HUKUM Di dalam lalu lintas hukum, yang menjadi objek dalam setiap aktivitasnya adalah benda (yang dalam bahasa Belanda disebut dengan istilah zaak). Menurut Pasal 499 KUH Perdata yang dimaksud dengan benda adalah setiap barang dan hak yang dapat dikuasai dengan hak milik. Barang sifatnya berwujud, sedangkan hak sifatnya tidak berwujud. Dalam literatur, zaak diterjemahkan dengan benda yang meliputi barang berwujud dan barang tidak berwujud (hak). Dalam sistematika KUH Perdata mengenai benda diatur di dalam Buku II tentang Benda. Pengaturan tersebut meliputi pengertian benda, pembedaan macam-macam benda dan hak-hak kebendaan. Pengaturan hukum benda menggunakan sistem tertutup, artinya orang tidak boleh mengadakan hak-hak kebendaan selain dari yang sudah diatur dalam Undang-undang. Selanjutnya hukum benda yang diatur di dalam KUH Perdata itu bersifat pemaksa, artinya harus dipatuhi, ditaati dan tidak boleh disimpangi dengan mengadakan ketentuan baru mengenai hak-hak kebendaan. Selain diatur di dalam Buku II KUH Perdata, tentang benda juga diatur di dalam peraturan perundang-undangan lain, yaitu 1. Undang-undang No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria (UUPA), beserta semua peraturan pelaksanaannya. UUPA ini mengatur tentang hak-hak kebendaan yang berkenaan dengan bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Dengan demikian UUPA mencabut semua ketentuan mengenai bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, kecuali hipotik, yang diatur dalam Buku II KUH Perdata. 2. Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek. UU ini mengatur tentang hak atas merek perusahaan dan perniagaan. Hak atas merek adalah benda tidak berwujud yang dapat dijadikan objek hak milik. 3. Undang-undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. UU ini mengatur tentang hak cipta sebagai benda tidak berwujud, yang dapat dijadikan objek hak milik.

 EKMA4316/MODUL 1

1.15

Benda itu sendiri dapat dibedakan macam-macamnya beserta arti pentingnya sehubungan dengan perbuatan terhadap benda yang bersangkutan, sebagai berikut. 1.

Benda Dapat Dibedakan Menjadi Benda Berwujud dan Benda Tidak Berwujud Benda berwujud adalah benda yang dapat dilihat dan diraba menurut panca indera manusia, sedangkan benda tidak berwujud adalah benda yang tidak dapat dilihat dan diraba dengan panca indera. Arti penting pembedaan ini terletak pada cara penyerahan benda tersebut apabila benda itu dipindahtangankan kepada pihak lain karena jual beli, pewarisan atau pembelian. Penyerahan benda berwujud yang bergerak dilakukan secara nyata dari tangan ke tangan. Penyerahan benda berwujud yang berupa benda tetap dilakukan dengan balik nama. Penyerahan benda tidak berwujud yang berupa piutang dilakukan berdasarkan ketentuan Pasal 613 KUH Perdata, sebagai berikut. a. Piutang atas nama dengan cara cessie. b. Piutang atas tunjuk dengan cara penyerahan suratnya dari tangan ke tangan. c. Piutang atas pengganti dengan cara endosemen dan penyerahan suratnya dari tangan ke tangan. 2.

Benda Dapat Dibedakan Menjadi Benda Bergerak dan Benda Tidak Bergerak Benda bergerak adalah benda yang dapat berpindah, baik berpindah karena digerakkan oleh manusia atau berpindah karena sendirinya atau karena alam, misalnya meja kursi dan lain-lainnya. Benda tidak bergerak atau benda tetap adalah benda yang tidak dapat dipindahkan, yaitu tanah dan/atau bangunan. Arti penting pembedaan ini terletak pada penguasaan (bezit), penyerahan (levering), daluarsa (verjaring) dan pembebanan (berzwaring). Mengenai penguasaan pada benda bergerak berlaku asas dalam Pasal 1977 KUH Perdata, yaitu orang yang menguasai benda bergerak dianggap sebagai pemiliknya, sedangkan pada benda tidak bergerak asas tersebut tidak berlaku. Mengenai penyerahan, pada benda bergerak dapat dilakukan penyerahan nyata, sedangkan pada benda tidak bergerak dilakukan dengan balik nama. Mengenai daluarsa, pada benda bergerak tidak dikenal adanya daluarsa,

1.16

Hukum Bisnis 

sebab yang menguasai benda bergerak dianggap sebagai pemiliknya. Untuk benda tidak bergerak dikenal daluarsa, yaitu a. dalam hal ada alas hak daluarsanya 20 tahun; b. dalam hal tidak ada alas hak daluarsanya 30 tahun. Mengenai pembebanan, pada benda bergerak dilakukan dengan gadai atau fidusia, sedangkan untuk benda tidak bergerak dilakukan dengan hak tanggungan. 3.

Benda Dapat Dibedakan Menjadi Benda Dipakai Habis dan Benda Tidak Dipakai Habis Benda dipakai habis adalah benda yang dapat habis karena dipakai atau dipergunakan. Benda tidak dipakai habis adalah benda yang tidak habis karena pemakaian atau penggunaan. Arti penting pembedaan ini terletak pada pembatalan perjanjian. Perjanjian yang objeknya benda dipakai habis apabila dibatalkan akan mengalami kesulitan untuk mengembalikan pada keadaan semula. Untuk hal ini dapat diselesaikan dengan cara penggantian dengan benda lain yang sejenis atau senilai. Contohnya adalah kayu bakar, beras dan lain sebagainya. Perjanjian yang objeknya benda tidak dipakai habis apabila dibatalkan tidak mengalami kesulitan karena bendanya masih ada dan dapat diserahkan kepada yang berhak. Contohnya kendaraan bermotor, perhiasan emas dan lain sebagainya. 4.

Benda Dapat Dibedakan Menjadi Benda Sudah Ada dan Benda Akan Ada Benda yang sudah ada artinya benda tersebut sudah ada pada saat hubungan hukum yang berkaitan dengan benda tersebut dibuat, sedangkan untuk benda yang akan ada artinya benda tersebut belum ada pada saat hubungan hukum berkaitan dengan benda tersebut diadakan. Arti penting pembedaan ini terletak pada pembebanan sebagai jaminan utang dan pelaksanaan perjanjian. Benda sudah ada dapat dijadikan jaminan utang dan pelaksanaan perjanjian dapat dipenuhi dengan penyerahan bendanya. Benda akan ada, tidak dapat dijadikan jaminan utang, dan perjanjian yang objeknya benda akan ada, dapat menjadi batal apabila pemenuhannya itu tidak mungkin dilaksanakan.

 EKMA4316/MODUL 1

1.17

5.

Benda Dapat Dibedakan Menjadi Benda dalam Perdagangan dan Benda di Luar Perdagangan Benda dalam perdagangan artinya benda tersebut dapat diperdagangkan secara bebas oleh siapa pun, sedangkan benda di luar perdagangan artinya benda yang tidak dapat diperdagangkan secara bebas, karena peruntukannya maupun karena dilarang oleh UU atau bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan. Arti penting pembedaan ini terletak pada pemindahtanganan dalam akta jual beli atau pewarisan. Benda dalam perdagangan dapat diperjualbelikan dengan bebas dan dapat diwariskan kepada para ahli waris, sedangkan benda di luar perdagangan tidak dapat diperjualbelikan atau diwariskan kepada ahli waris. 6.

Benda Dapat Dibedakan Menjadi Benda Dapat dibagi dan Tidak Dapat dibagi Benda dapat dibagi artinya benda yang dapat dipisahkan dengan tidak mengurangi hakikat, kemanfaatan dan nilai dari benda yang bersangkutan, sedangkan benda yang tidak dapat dibagi artinya benda tersebut apabila dibagi akan menghilangkan hakikat, kemanfaatan dan nilai dari benda yang bersangkutan. Arti penting pembedaan ini terletak pada pemenuhan prestasi suatu perikatan. Dalam perikatan yang objeknya benda dapat dibagi prestasi dapat dilakukan secara sebagian demi sebagian, sedangkan dalam perikatan yang objeknya benda tidak dapat dibagi, pemenuhan prestasinya tidak mungkin dilakukan sebagian demi sebagian, melainkan harus secara utuh. 7.

Benda Dapat Dibedakan Menjadi Benda Terdaftar dan Benda Tidak Terdaftar Benda terdaftar adalah benda-benda yang bukti kepemilikannya harus didaftarkan pada kantor register tertentu, sedangkan benda tidak terdaftar adalah benda yang kepemilikannya tidak memerlukan pendaftaran. Arti penting pembedaan ini terletak pada pembuktian kepemilikannya, untuk ketertiban umum dan kewajiban membayar pajak. Benda terdaftar dibuktikan dengan tanda pendaftaran atau sertifikat atas nama pemilik, pengaruhnya terhadap ketertiban umum adalah kewajiban bagi pemiliknya untuk membayar pajak dan kewajiban bagi masyarakat untuk menghormatinya. Untuk benda tidak terdaftar yang umumnya berupa benda bergerak, maka berlaku asas “yang menguasai dianggap sebagai pemiliknya”. Dengan demikian untuk benda tidak terdaftar ini tidak begitu berpengaruh terhadap ketertiban umum dan kewajiban membayar pajak bagi pemiliknya.

1.18

Hukum Bisnis 

LA TIH AN Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah latihan berikut! 1) Jelaskan secara singkat apa yang dimaksud dengan hukum itu dan apa pula tujuan dari hukum? 2) Jelaskan klasifikasi hukum berdasarkan fungsinya, saat berlakunya, bentuk dan isinya serta jelaskan masing-masing pengertiannya! 3) Jelaskan bahwa perbuatan hukum dari subjek hukum itu dapat dibagi menjadi perbuatan hukum sepihak dan perbuatan hukum ganda! 4) Sebutkan dan jelaskan perbedaan antara subjek hukum manusia pribadi dengan subjek hukum badan hukum! 5) Jelaskan secara singkat apa yang dimaksud dengan benda dan sebutkan macam-macam pembedaan benda beserta arti pentingnya! Petunjuk Jawaban Latihan 1) Hukum adalah keseluruhan peraturan tentang tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan bersama, yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Tujuan utama dari hukum adalah menciptakan tatanan masyarakat yang tertib, menciptakan ketertiban dan keseimbangan. Dalam mencapai tujuannya tersebut hukum bertugas membagi hak dan kewajiban antar perorangan di dalam masyarakat, membagi wewenang dan mengatur cara memecahkan masalah hukum serta memelihara kepastian hukum. 2) Berdasarkan fungsinya hukum dibagi menjadi hukum materiil dan formil. Hukum materiil terdiri dari peraturan-peraturan yang memberikan hak dan membebani kewajiban-kewajiban, sedangkan hukum formil yang menentukan cara melaksanakan hukum materiil. Berdasarkan saat berlakunya, hukum dikelompokkan menjadi ius constitutum (hukum yang telah ditetapkan, yaitu hukum yang sedang berlaku di suatu tempat atau Negara) dan ius constituendum (hukum yang masih harus ditetapkan, hukum yang akan datang atau hukum yang dicita-citakan). Berdasarkan bentuknya, hukum dibagi menjadi hukum

 EKMA4316/MODUL 1

1.19

tidak tertulis (hukum kebiasaan) dan hukum tertulis (hukum yang dituangkan dalam undang-undang). Berdasarkan isinya, hukum dibagi menjadi lex generalis (hukum umum yang berlaku umum dan merupakan dasar) dan lex spesialis (hukum khusus yang menyimpang dari hukum umum). 3) Perbuatan hukum dibagi menjadi perbuatan hukum sepihak dan perbuatan hukum ganda. Perbuatan hukum sepihak hanya memerlukan kehendak dan pernyataan kehendak untuk menimbulkan akibat hukum dari satu subjek saja. Sedangkan perbuatan hukum ganda memerlukan kehendak dan pernyataan kehendak dari dua subjek hukum yang ditujukan untuk adanya akibat hukum yang sama. 4) Secara prinsipiil badan hukum berbeda dengan manusia pribadi. Perbedaan tersebut dapat dilihat sebagai berikut. a) Manusia pribadi adalah makhluk hidup ciptaan Tuhan, mempunyai akal, perasaan, kehendak, dan dapat mati, sedangkan badan hukum adalah badan ciptaan manusia pribadi berdasarkan hukum, dapat dibubarkan oleh pembentuknya. b) Manusia pribadi mempunyai kelamin sehingga ia dapat kawin, dapat beranak, sedangkan badan hukum tidak. c) Manusia pribadi dapat menjadi ahli waris, sedangkan badan hukum tidak dapat. 5) Menurut ketentuan Pasal 1653 KUH Perdata ada tiga macam klasifikasi badan hukum berdasarkan eksistensinya, yaitu a) badan hukum yang dibentuk oleh pemerintah, seperti badan-badan pemerintahan, perusahaan-perusahaan negara; b) badan hukum yang diakui oleh pemerintah, seperti Perseroan Terbatas dan Koperasi; c) badan hukum yang diperbolehkan atau untuk suatu tujuan tertentu yang bersifat idiil, seperti Yayasan. Ditinjau dari wewenang yang diberikan kepada badan hukum, maka badan hukum itu dapat diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu a) badan hukum publik (kenegaraan), yaitu badan hukum yang dibentuk oleh pemerintah dan diberi wewenang menurut hukum publik, seperti departemen, provinsi, lembaga-lembaga negara dan sebagainya;

1.20

Hukum Bisnis 

b) badan hukum privat (keperdataan), yaitu badan hukum yang dibentuk oleh pemerintah maupun swasta dan diberi wewenang menurut hukum perdata, seperti Perseroan Terbatas dan Koperasi. Ditinjau dari segi tujuan keperdataan yang hendak dicapai oleh badan hukum tersebut, maka badan hukum keperdataan dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam badan hukum, yaitu a) badan hukum yang bertujuan memperoleh laba, yaitu terdiri dari Perusahaan Negara seperti Perusahaan Umum, Perusahaan Jawatan dan Perusahaan Perseroan; serta Perusahaan Swasta yang terdiri dari Perseroan Terbatas; b) badan hukum yang bertujuan memenuhi kesejahteraan para anggotanya, yaitu Koperasi; c) badan hukum yang bertujuan idiil di bidang sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, kebudayaan dan keagamaan, yaitu Yayasan. RA NGK UMA N Hukum adalah keseluruhan peraturan tentang tingkah laku yang berlaku dalam kehidupan bersama, yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Hukum berupa norma-norma yang jumlahnya banyak, sehingga untuk memahaminya diperlukan adanya pengelompokan norma-norma secara praktis, yang disebut klasifikasi hukum. Tujuan utama dari hukum adalah menciptakan tatanan masyarakat yang tertib, menciptakan ketertiban dan keseimbangan. Dalam mencapai tujuannya tersebut hukum bertugas membagi hak dan kewajiban antarperorangan di dalam masyarakat, membagi wewenang dan mengatur cara memecahkan masalah hukum serta memelihara kepastian hukum. Tatanan yang diciptakan oleh hukum itu menjadi kenyataan apabila kepada subjek hukum diberi hak dan dibebani kewajiban. Dengan demikian hukum mempunyai arti apabila dapat diterapkan terhadap peristiwa konkret. Konkretisasi hukum menjadi hak dan kewajiban itu terjadi dengan perantaraan peristiwa hukum, yaitu peristiwa yang mempunyai akibat hukum.

 EKMA4316/MODUL 1

1.21

Selanjutnya pendukung hak dan kewajiban itu adalah subjek hukum yaitu orang, yang dapat terdiri dari manusia pribadi maupun badan hukum.

TES FO RMA TIF 1 Pilihlah satu jawaban yang paling tepat! 1) Hukum mengatur hubungan hukum yang terdiri dari ikatan antarindividu dan antara individu dengan masyarakat. Ikatan-ikatan tersebut tercermin dalam …. A. ketertiban B. keadilan C. hak dan kewajiban D. kepastian hukum 2) Untuk memberikan perlindungan, hukum mempunyai tujuan yang hendak dicapai. Tujuan pokok dari hukum adalah …. A. ketertiban B. keadilan C. kepastian hukum D. kemanfaatan 3) Teori yang merumuskan bahwa hukum mempunyai tujuan menjamin kebahagiaan bagi manusia dalam jumlah yang sebanyak-banyaknya, adalah …. A. teori etis B. teori utilitis C. teori campuran D. teori Aristoteles 4) Di sebuah desa di Indonesia ada kasus tentang tuntutan masyarakat kepada pemerintah karena ketiadaan sekolah di desa tersebut, sehingga anak-anak tidak dapat menikmati haknya di bidang pendidikan. Tuntutan masyarakat tersebut termasuk jenis tuntutan keadilan .... A. justitia distributiva B. justitia comutativa C. justitia afialiatifa D. justitia asosiativa

1.22

Hukum Bisnis 

5) Bidang-bidang hukum yang termasuk dalam hukum perdata kecuali …. A. Hukum Dagang B. Hukum Adat C. Hukum Islam D. Hukum Agraria 6) Dalam lalu lintas hukum, yang merupakan perbuatan hukum sepihak adalah …. A. perjanjian jual beli mobil B. pembuatan surat wasiat C. perjanjian sewa-menyewa D. perjanjian perdamaian 7) Pendukung hak dan kewajiban adalah orang, yang dapat berupa …. A. manusia pribadi B. Perseroan Terbatas C. Koperasi D. sub. A, B dan C benar semua 8) Pembedaan badan hukum menjadi badan hukum publik dan badan hukum privat adalah pembedaan berdasarkan kriteria …. A. eksistensinya B. wewenangnya C. sifatnya D. tujuannya 9) Menurut ketentuan BW (KUH Perdata) mereka yang disebut di bawah ini tidak cakap melakukan perbuatan hukum tertentu, kecuali …. A. orang yang belum dewasa B. orang yang sakit ingatan C. orang yang ditaruh di bawah pengampuan D. wanita dewasa yang tidak bersuami 10) Hak Paten, Merek dan hak Cipta termasuk dalam jenis benda .... A. bergerak dan tidak berujud B. tidak bergerak dan tidak berujud C. bergerak dan berujud D. tidak bergerak dan berujud

1.23

 EKMA4316/MODUL 1

Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 1 yang terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar. Kemudian, gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 1.

Tingkat penguasaan =

Jumlah Jawaban yang Benar

 100%

Jumlah Soal Arti tingkat penguasaan: 90 - 100% = baik sekali 80 - 89% = baik 70 - 79% = cukup < 70% = kurang Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat meneruskan dengan Kegiatan Belajar 2. Bagus! Jika masih di bawah 80%, Anda harus mengulangi materi Kegiatan Belajar 1, terutama bagian yang belum dikuasai.

1.24

Hukum Bisnis 

Kegiatan Belajar 2

Mengenal Hukum Bisnis A. SISTEMATIKA KUH PERDATA Hukum Perdata adalah segala peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan lainnya. Berdasarkan definisi tersebut ada beberapa unsur yang harus dipenuhi untuk memberikan pengertian Hukum Perdata, adalah sebagai berikut. 1.

Peraturan Hukum Peraturan (baik tertulis maupun tidak tertulis) artinya rangkaian ketentuan mengenai ketertiban, sedangkan hukum artinya segala peraturan tertulis maupun tidak tertulis yang mempunyai sanksi yang tegas terhadap yang melanggarnya. 2.

Hubungan Hukum Hubungan hukum adalah hubungan yang diatur oleh hukum, yaitu hak dan kewajiban warga yang satu terhadap warga lainnya dalam hidup bermasyarakat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hubungan hukum adalah hak dan kewajiban hukum setiap warga dalam hidup bermasyarakat. Hak dan kewajiban tersebut apabila tidak dipenuhi dapat dikenakan sanksi menurut hukum yang berlaku. 3.

Orang Orang adalah subjek hukum, yaitu pendukung hak dan kewajiban. Pendukung hak dan kewajiban ini dapat berupa manusia pribadi (natuurlijk persoon) dan badan hukum (rechtspersoon). Manusia pribadi adalah gejala alam, makhluk hidup ciptaan Tuhan yang mempunyai akal, kehendak dan perasaan. Badan hukum adalah gejala yuridis, ciptaan manusia berdasarkan hukum. Berdasarkan definisi Hukum Perdata seperti tersebut di atas ada beberapa pembedaan hukum perdata, yaitu sebagai berikut.

 EKMA4316/MODUL 1

1.25

a.

Hukum perdata tertulis dan tidak tertulis Hukum Perdata tertulis adalah hukum perdata yang dibuat oleh pembentuk Undang-undang, dan diundangkan dalam Lembaran Negara. Hukum Perdata tidak tertulis adalah hukum perdata yang hidup dan berkembang dalam masyarakat, dan dibuat oleh masyarakat. Hukum perdata tidak tertulis ini biasa disebut dengan istilah “hukum adat”. b.

Hukum perdata dalam arti luas dan dalam arti sempit Hukum Perdata dalam arti luas meliputi hukum perdata, hukum dagang dan hukum adat, sedangkan Hukum Perdata dalam arti sempit hanya meliputi hukum perdata tertulis dikurangi hukum dagang. c.

Hukum perdata nasional dan internasional Hukum Perdata Nasional adalah hukum perdata yang pendukung hak dan kewajibannya memiliki kewarganegaraan yang sama yaitu warga negara Indonesia. Hukum Perdata Internasional adalah salah satu pendukung hak dan kewajibannya adalah warga negara asing. Hukum mengatur hak dan kewajiban dalam hidup bermasyarakat serta mengatur bagaimana cara melaksanakan dan mempertahankan hak dan kewajiban tersebut. Hukum Perdata yang mengatur hak dan kewajiban dalam hidup bermasyarakat disebut dengan hukum perdata materiil, sedangkan hukum perdata yang mengatur bagaimana cara melaksanakan dan mempertahankan hak dan kewajiban itu disebut dengan hukum perdata formal atau hukum acara perdata. Ruang lingkup hukum perdata materiil dibedakan antara pendapat pembentuk undang-undang dengan pendapat doktrin. Menurut KUH Perdata ruang lingkup hukum perdata materiil meliputi Buku I tentang Orang, Buku II tentang Benda dan Buku III tentang Perikatan. Menurut doktrin, ruang lingkup hukum perdata disesuaikan dengan siklus hidup manusia, yaitu 1) tentang orang Manusia adalah penggerak kehidupan bermasyarakat, karena manusia adalah pendukung hak dan kewajiban. Dengan demikian di dalam hukum perdata materiil, yang pertama kali ditentukan adalah siapa pendukung hak dan kewajiban itu. Dalam lalu lintas hukum, pendukung hak dan kewajiban itu dapat berupa manusia pribadi atau badan hukum, yang kesemuanya tercakup dalam pengertian hukum tentang orang.

1.26

Hukum Bisnis 

2) tentang keluarga Sesuai dengan kodratnya, manusia diciptakan dalam jenis kelamin pria dan wanita serta mereka selalu hidup berpasang-pasangan. Hubungan antara pria dan wanita itu terikat dalam suatu perkawinan, yang akibatnya dapat melahirkan keturunan atau anak. Dengan demikian hukum perdata materiil mengatur tentang hukum keluarga. 3) tentang harta kekayaan Dalam kehidupan ini manusia memiliki kebutuhan, di mana kebutuhan tersebut hanya dapat dipenuhi dengan bekerja dan berusaha melalui interaksi dengan manusia lainnya. Dengan demikian untuk mendapatkan harta benda manusia mengadakan perikatan dengan manusia lainnya, itu semua merupakan bagian dari hukum harta kekayaan. 4) tentang pewarisan Manusia hidup tidak abadi, pada suatu saat nanti ia akan mati. Dalam hal yang demikian akan ada peralihan harta kekayaan dari si mati kepada orang yang ditinggalkan. Dengan demikian hukum perdata materiil mengatur tentang pewarisan. Sumber hukum perdata dapat dibedakan menjadi sumber hukum dalam arti formal dan sumber hukum dalam arti materiil. Sumber hukum dalam arti formal berdasarkan sejarahnya, hukum perdata adalah peninggalan dari pemerintah kolonial Belanda yang termuat di dalam Burgerlijk Wetboek (BW), yang oleh Subekti diterjemahkan dengan Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Berdasarkan ketentuan Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945, maka BW masih terus berlaku sepanjang belum diganti dengan yang baru berdasarkan UUD 1945. Sumber hukum dalam arti formal berdasarkan pembentuknya, maka BW atau KUH Perdata dibentuk oleh pendiri Negara Republik Indonesia, karena Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 yang memberlakukan BW merupakan bentukan dari pendiri Negara RI. Sumber hukum perdata dalam arti materiil adalah tempat di mana Hukum Perdata itu dapat diketemukan, yaitu Staatsblad atau Lembaran Negara di mana ketentuan tentang Hukum Perdata dapat dibaca. Keputusan Hakim yang sudah mempunyai kekuatan yang pasti yang sering disebut dengan istilah Yurisprudensi termasuk sumber hukum perdata dalam arti materiil, karena memuat ketentuan-ketentuan hukum perdata.

 EKMA4316/MODUL 1

1.27

B. SISTEMATIKA KUHD Hukum Bisnis bersumber pada Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang diberlakukan sejak tahun 1948 berdasarkan asas konkordansi. Kedua kitab tersebut merupakan sumber hukum yang terkodifikasi. Sistematika KUHD terdiri dari: 1. dagang umumnya (10 bab); 2. hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang tertib dalam pelayaran (13 bab).

1.

Sumber hukum dari hukum bisnis di Indonesia meliputi: KUHD yang belum banyak berubah Ketentuan-ketentuan dalam KUHD yang masih berlaku adalah pengaturan tentang: a. keagenan dan distributor (makelar dan komisioner); b. surat berharga (wesel, cek dan aksep); c. pengangkutan laut.

2.

KUHD yang sudah banyak berubah Ketentuan-ketentuan dalam KUHD yang pada prinsipnya masih berlaku, telah banyak berubah adalah pengaturan mengenai: a. pembukuan dagang; b. asuransi.

3.

KUHD yang sudah diganti dengan peraturan perundang-undangan yang baru Ketentuan KUHD yang sudah diganti dengan peraturan perundangundangan yang baru meliputi: a. perseroan terbatas; b. pembukuan Perseroan.

4.

KUH Perdata yang belum banyak diubah. Ketentuan KUH Perdata yang pada prinsipnya masih berlaku meliputi pengaturan tentang: a. kontrak; b. hipotik atas kapal.

1.28

Hukum Bisnis 

5.

KUH Perdata yang sudah banyak diubah. Ketentuan dalam KUH Perdata yang masih berlaku, tetapi sudah banyak berubah adalah pengaturan mengenai perkreditan.

6.

KUH Perdata yang sudah diganti dengan peraturan perundang-undangan yang baru. Ketentuan yang mengatur tentang berbagai aspek dari hukum bisnis meliputi: a. hak tanggungan; b. perburuhan.

7.

Perundang-undangan yang tidak terkait dengan KUHD maupun KUH Perdata. Ketentuan yang tidak terkait dengan KUH Perdata atau KUHD antara lain ketentuan-ketentuan tentang: a. perusahaan go public; b. penanaman modal asing; c. kepailitan; d. akuisisi dan merger; e. pembiayaan; f. hak Kekayaan Intelektual; g. persaingan Usaha Tidak Sehat; h. perlindungan Konsumen.

C. PENGERTIAN HUKUM BISNIS Secara konvensional dalam ilmu hukum khususnya yang berkenaan dengan masalah bisnis, yang banyak dibicarakan orang hanyalah Hukum Dagang saja. Hal ini terbukti bahwa sejak duduk di bangku universitas mengenai istilah-istilah dan kegiatan bisnis yang diajarkan adalah Hukum Dagang sebagai terjemahan dari istilah Trade Law dan sesekali dipergunakan juga istilah Hukum Perniagaan sebagai terjemahan dari Commercial Law. Istilah Hukum Dagang biasanya hanya mengacu pada ketentuanketentuan yang ada di dalam Wetboek van Koophandel (WvK) yang di Indonesia diterjemahkan dengan Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD). Padahal di dalam kenyataannya banyak ketentuan-ketentuan yang tersebar di luar KUHD yang mengatur tentang kegiatan bisnis dan

 EKMA4316/MODUL 1

1.29

perdagangan pada umumnya, seperti ketentuan tentang Pasar Modal, perbankan, jual beli perusahaan, perdagangan internasional, penanaman modal asing, pajak dan lain sebagainya. Dengan demikian ketentuanketentuan yang mengatur tentang bisnis dan perdagangan sudah begitu luasnya sehingga tidak tercakup dalam pembahasan Hukum Dagang. Oleh karena itu dalam perkembangannya semua ketentuan tersebut dicakup dalam satu lingkup baru yaitu Hukum Bisnis yang merupakan terjemahan dari istilah Business Law. Mengenai ruang lingkup dari hukum bisnis, berdasarkan istilahnya itu sendiri sudah menjelaskan dengan sendirinya bahwa hukum bisnis itu tidak lain merupakan hukum yang berkaitan dengan suatu bisnis. Dalam hal ini yang dimaksud dengan kata bisnis adalah suatu usaha dagang, urusan dan lain sebagainya. Sehingga bisnis itu secara umum berarti suatu kegiatan dagang, industri atau keuangan. Semua kegiatan tersebut dihubungkan dengan produksi dan pertukaran barang atau jasa, dan urusan-urusan keuangan yang bertalian dengan kegiatan-kegiatan ini. Oleh karena itu, suatu perusahaan dalam salah satu cabang kegiatan, atau suatu pengangkutan atau urusan yang dihubungkan dengan kegiatan bisnis. Berdasarkan uraian di atas, maka yang dimaksud dengan Hukum Bisnis adalah Hukum Perikatan yang khusus timbul dalam lapangan bisnis atau lapangan perusahaan pada umumnya. Hubungan antara lapangan hukum bisnis dengan lapangan hukum perdata sama dengan hubungan antara KUH Perdata (Kitab Undang-undang Hukum Perdata) dengan KUHD (Kitab Undang-undang Hukum Dagang) dan peraturan perundang-undangan lainnya yang mengatur tentang hukum bisnis, misalnya: UU Perseroan Terbatas (PT), UU Pasar Modal, UU Perbankan, yang merupakan peraturan perundangundangan di bidang bisnis yang berada di luar KUHD. Mengenai hubungan antara KUH Perdata dengan KUHD dan peraturan perundangan di bidang bisnis yang lain berlaku adagium: Lex specialis derogat legi generali. Hukum khusus mengesampingkan hukum umum atau hukum khusus menghapuskan hukum umum. Hukum merupakan cermin yang memantulkan kepentingan masyarakat. Oleh karena kepentingan masyarakat selalu berubah, maka secara operasional hukum juga dituntut untuk selalu mengubah dirinya sesuai dengan perkembangan masyarakat. Apabila dilihat secara sosiologis perangkat aturan hukum telah menjelmakan dirinya menjadi responsive law. Selanjutnya

1.30

Hukum Bisnis 

hukum berkembang dari repressive law menjadi autonomous law dan kemudian berbentuk responsive law. Dalam merespons kepentingan masyarakat, hukum tidak selalu hanya menyediakan perangkatnya persis seperti apa yang terjadi dalam masyarakat. Hukum bahkan harus juga memberi bentuk kepada masyarakat, yaitu menyediakan platform ke arah tujuan pembangunan masyarakat itu sendiri. Dengan demikian hukum tidak semata-mata reaktif melainkan mesti juga pro aktif. Dalam konteks ini, hukum akan berperan secara tut wuri handayani, atau yang dikenal juga dengan istilah tool of social engineering. Fenomena yang berkembang dalam lapangan hukum bisnis, frekuensi perubahan hukum cukup tinggi, hal ini disebabkan karena kegiatan bisnis itu sendiri berkembang dengan pesat. Bahkan sedemikian pesatnya sehingga menyebabkan hukum bisnis sering kali harus tertinggal jauh di belakang dari kegiatan bisnis itu sendiri. Fenomena lain yang perlu untuk dikaji adalah kenyataan bahwa keluhan-keluhan para pelaku bisnis di dalam praktek yang terjadi tidak hanya terhadap bidang-bidang bisnis yang masih diatur oleh aturan zaman Hindia Belanda seperti KUHD atau KUH Perdata, ataupun terhadap aturan-aturan yang tergolong relatif baru seperti UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan atau UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. LA TIH AN Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah latihan berikut! 1) Jelaskan secara singkat apa yang dimaksud dengan benda dan sebutkan macam-macam pembedaan benda beserta arti pentingnya! 2) Sebutkan letak pengaturan dan luas lapangan Hukum Perdata Indonesia! 3) Sebutkan dan jelaskan apa saja yang merupakan sumber hukum perdata materiil di Indonesia! 4) Bagaimanakah hubungan antara Hukum Perdata dengan Hukum Bisnis? Dimanakah ketentuan-ketentuan Hukum Bisnis dapat diketemukan? 5) Jelaskan secara singkat apa bedanya penggunaan istilah Hukum Dagang dengan Hukum Bisnis!

 EKMA4316/MODUL 1

1.31

Petunjuk Jawaban Latihan 1) Menurut Pasal 499 KUH Perdata yang dimaksud dengan benda adalah setiap barang dan hak yang dapat dikuasai dengan hak milik. Benda itu sendiri dapat dibedakan macam-macamnya beserta arti pentingnya sehubungan dengan perbuatan terhadap benda yang bersangkutan, sebagai berikut. a) Benda dapat dibedakan menjadi benda berwujud dan benda tidak berwujud. b) Benda dapat dibedakan menjadi benda bergerak dan benda tidak bergerak. c) Benda dapat dibedakan menjadi benda dipakai habis dan benda tidak dipakai habis. d) Benda dapat dibedakan menjadi benda sudah ada dan benda akan ada. e) Benda dapat dibedakan menjadi benda dalam perdagangan dan benda di luar perdagangan. f) Benda dapat dibedakan menjadi benda dapat dibagi dan tidak dapat dibagi. g) Benda dapat dibedakan menjadi benda terdaftar dan benda tidak terdaftar. 2) Hukum Perdata yang mengatur hak dan kewajiban dalam hidup bermasyarakat disebut dengan hukum perdata materiil, sedangkan hukum perdata yang mengatur bagaimana cara melaksanakan dan mempertahankan hak dan kewajiban itu disebut dengan hukum perdata formal atau hukum acara perdata. Ruang lingkup hukum perdata materiil dibedakan antara pendapat pembentuk undang-undang dengan pendapat doktrin. Menurut KUH Perdata ruang lingkup hukum perdata materiil meliputi Buku I tentang Orang, Buku II tentang Benda dan Buku III tentang Perikatan. Menurut doktrin, ruang lingkup hukum perdata disesuaikan dengan siklus hidup manusia, yaitu a) tentang orang, b) tentang keluarga, c) tentang harta kekayaan, d) tentang pewarisan.

1.32

Hukum Bisnis 

3) Sumber hukum perdata dalam arti materiil adalah tempat di mana Hukum Perdata itu dapat diketemukan, yaitu Staatsblad atau Lembaran Negara di mana ketentuan tentang Hukum Perdata dapat dibaca. Keputusan Hakim yang sudah mempunyai kekuatan yang pasti yang sering disebut dengan istilah Yurisprudensi termasuk sumber hukum perdata dalam arti materiil, karena memuat ketentuan-ketentuan hukum perdata. 4) Mengenai hubungan antara KUH Perdata dengan KUHD dan peraturan perundangan di bidang bisnis yang lain berlaku adagium: Lex specialis derogat legi generali: Hukum khusus mengesampingkan hukum umum atau hukum khusus menghapuskan hukum umum. KUHD (Kitab Undang-undang Hukum Dagang) dan peraturan perundang-undangan lainnya yang mengatur tentang hukum bisnis, misalnya: UU Perseroan Terbatas (PT), UU Pasar Modal, UU Perbankan, yang merupakan peraturan perundang-undangan di bidang bisnis yang berada di luar KUHD. 5) Istilah Hukum Dagang biasanya hanya mengacu pada ketentuanketentuan yang ada di dalam KUHD. Padahal di dalam kenyataannya banyak ketentuan-ketentuan yang tersebar di luar KUHD yang mengatur tentang kegiatan bisnis dan perdagangan pada umumnya, seperti ketentuan tentang Pasar Modal, perbankan, jual beli perusahaan, perdagangan internasional, penanaman modal asing, pajak dan lain sebagainya. Dengan demikian ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang bisnis dan perdagangan sudah begitu luasnya sehingga tidak tercakup dalam pembahasan Hukum Dagang. Oleh karena itu, dalam perkembangannya semua ketentuan tersebut dicakup dalam satu lingkup baru yaitu Hukum Bisnis. RA NGK UMA N Objek dari hubungan hukum adalah benda, yaitu setiap barang atau hak yang dapat dikuasai dengan hak milik. Menurut sifatnya benda itu dibedakan menjadi benda berwujud atau barang dan benda tidak berwujud atau hak. Selanjutnya benda juga dapat dibedakan menjadi benda bergerak dan tidak bergerak, benda dipakai habis dan tidak dipakai habis, benda sudah ada dan benda akan ada, benda dalam

 EKMA4316/MODUL 1

1.33

perdagangan dan benda di luar perdagangan, benda dapat dibagi dan tidak dapat dibagi, benda terdaftar dan benda tidak terdaftar. Salah satu lapangan hukum yang mengatur hubungan-hubungan antara individu yang satu dengan lainnya adalah Hukum Perdata, yang mempunyai luas lapangan berdasarkan siklus hidup manusia yaitu, hukum tentang orang, hukum keluarga, hukum harta kekayaan (hukum benda dan hukum perikatan) dan hukum waris. Bagian dari Hukum Perdata yang khusus mengatur kegiatan dalam dunia perniagaan adalah Hukum Bisnis. Dengan demikian hubungan antara Hukum Perdata dengan Hukum Bisnis adalah hubungan antara hukum umum (Hukum Perdata) dan hukum khusus (Hukum Bisnis), sehingga di antara keduanya berlaku asas Lex specialis derogat legi generalis. TES FO RMA TIF 2 Pilihlah satu jawaban yang paling tepat! 1) Objek di dalam suatu hubungan hukum adalah benda, yang dapat berupa …. A. barang B. hak C. benda berwujud D. semua benar 2) Benda yang menurut sifatnya tidak dapat diraba dengan panca indera adalah …. A. barang B. hak C. benda bergerak D. benda tidak bergerak 3) Benda yang pembebanannya dengan menggunakan lembaga gadai adalah …. A. semua benda B. semua hak C. benda bergerak D. benda tidak bergerak 4) Benda yang penyerahannya dilakukan dengan balik nama adalah …. A. benda tidak berwujud B. benda tidak bergerak

1.34

Hukum Bisnis 

C. benda tidak dipakai habis D. benda tidak dapat dibagi 5) Hukum Perdata adalah semua peraturan yang mengatur hubungan hukum antara …. A. individu yang satu dengan lainnya B. individu dengan penguasa negara C. individu dengan negara D. semua benar 6) Hubungan antara orang tua dengan anak diatur di dalam lapangan hukum tentang …. A. orang B. keluarga C. harta kekayaan D. waris 7) Menemukan Hukum Perdata melalui Yurisprudensi berarti menemukan hukum melalui sumber hukum dalam arti …. A. formal B. sejarah asalnya C. pembentuknya D. tempatnya 8) Menemukan Hukum Perdata melalui Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 berarti menemukan hukum melalui sumber hukum dalam arti …. A. formal B. sejarah asalnya C. pembentuknya D. semua benar 9) Kegiatan-kegiatan berikut ini yang merupakan kegiatan bisnis adalah …. A. kegiatan perdagangan B. kegiatan perindustrian C. kegiatan keuangan D. semua benar 10) Hubungan antara Hukum Perdata dan Hukum Bisnis berlaku asas lex specialis derogat legi generalis, artinya …. A. hukum perdata bersifat umum dan Hukum Bisnis bersifat khusus B. hukum perdata mengalahkan Hukum Bisnis

1.35

 EKMA4316/MODUL 1

C. hukum bisnis mengalahkan Hukum Perdata D. hukum bisnis adalah Hukum Perdata khusus Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 2 yang terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar. Kemudian, gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 2.

Tingkat penguasaan =

Jumlah Jawaban yang Benar

 100%

Jumlah Soal Arti tingkat penguasaan: 90 - 100% = baik sekali 80 - 89% = baik 70 - 79% = cukup < 70% = kurang Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat meneruskan dengan modul selanjutnya. Bagus! Jika masih di bawah 80%, Anda harus mengulangi materi Kegiatan Belajar 2, terutama bagian yang belum dikuasai.

1.36

Hukum Bisnis 

Kunci Jawaban Tes Formatif Tes Formatif 1 1) C. 2) A. 3) B. 4) A. 5) D. 6) B . 7) D. 8) B. 9) D. 10) A.

Tes Formatif 2 1) D. 2) B. 3) C. 4) B. 5) A. 6) B. 7) D. 8) D. 9) D. 10) C.

1.37

 EKMA4316/MODUL 1

Daftar Pustaka Fuady, Munir. (1996). Hukum Bisnis dalam Teori dan Praktek. Bandung: Citra Aditya Bakti. ........................, (2005), Pengantar Hukum Bisnis, Menata Bisnis Modern di Era Global, Bandung, Citra Aditya Bakti. Mertokusumo, Sudikno. (1988). Mengenal Hukum. Yogyakarta: Liberty. Muhammad, Abdulkadir. (1990). Hukum Perdata Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti. Rahardjo, Satjipto. (1991). Ilmu Hukum. Jakarta: Citra Aditya Bakti. Subekti dan R. Tjitrosudibio. (1992). Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Jakarta: Pradnya Paramita.

Modul 2

Hukum Perjanjian dan Asuransi Prof. Dr. Nindyo Pramono, S.H., M.S.

PE NDAHUL UA N

D

alam kehidupan sehari-hari, terutama dalam dunia bisnis, kita tidak pernah lepas dari permasalahan perjanjian. Oleh karenanya, kita harus memiliki ilmu mendasar tentang perjanjian. Hukum Perjanjian yang akan dibahas dalam Modul 2 ini, adalah suatu pembahasan khusus tentang bagian hukum dari Hukum Perdata dan Hukum Asuransi. Modul 2 ini akan memberikan pengetahuan mengenai dasar-dasar hubungan hukum yang timbul dalam kegiatan bisnis dan merupakan dasar dari modul-modul selanjutnya. Setelah mempelajari modul ini, diharapkan Anda dapat menjelaskan tentang: 1. pengertian perjanjian; 2. asas-asas perjanjian; 3. syarat sahnya perjanjian; 4. jenis-jenis perjanjian; 5. wanprestasi dan akibatnya; 6. hapusnya perjanjian. 7. pengertian asuransi; 8. polis; 9. macam-macam asuransi.

2.2

Hukum Bisnis 

Kegiatan Belajar 1

Hukum Perjanjian A. PENGERTIAN DAN PENGATURAN PERJANJIAN Istilah perjanjian merupakan terjemahan dari kata overeenkomst, yang berasal dari kata kerja overeenkomen yang berarti setuju atau sepakat. Pengertian perjanjian menurut Pasal 1313 KUH Perdata “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. Perumusan tersebut oleh para sarjana dianggap kurang memuaskan, karena dianggap mengandung kelemahan-kelemahan yaitu berikut ini. 1. Kata “ …. Suatu perbuatan ….” dapat meliputi perbuatan hukum yaitu perbuatan yang dapat menimbulkan akibat hukum dan perbuatan biasa yaitu perbuatan yang tidak menimbulkan akibat hukum. Sedangkan perjanjian merupakan perbuatan hukum, karena akibat hukum yang timbul dari suatu perjanjian memang dikehendaki oleh para pihak. Oleh karena itu, kata perbuatan dalam Pasal 1313 KUH Perdata tersebut lebih tepat apabila diganti dengan kata “perbuatan hukum”, 2. Pasal 1313 KUH Perdata tersebut kurang lengkap, sebab hanya menggambarkan perjanjian sepihak saja. Hal ini dapat dilihat dari perumusan: “ ….. satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. Perumusan tersebut seolah-olah memberikan pengertian bahwa di satu pihak hanya ada kewajiban, sedangkan di pihak yang lain hanya ada hak saja. Perjanjian yang demikian merupakan perjanjian sepihak. Pada hal yang dimaksudkan oleh Pasal 1313 KUH Perdata termasuk perjanjian yang timbal balik. Oleh karena itu, agar dapat mencakup baik perjanjian sepihak maupun perjanjian timbal balik, maka sebaiknya perumusannya ditambah dengan kata-kata: “… atau kedua belah pihak saling mengikatkan dirinya ...”, 3. Perumusan Pasal 1313 KUH Perdata itu dianggap terlalu luas, karena dari perumusan pasal tersebut dapat termasuk di dalamnya perbuatanperbuatan dalam lapangan hukum keluarga. Sedangkan yang dimaksudkan adalah hanya perbuatan dalam lapangan hukum harta kekayaan saja.

 EKMA4316/MODUL 2

2.3

Berdasarkan kelemahan-kelemahan tersebut maka beberapa sarjana kemudian memberikan batasan pengertian perjanjian. Subekti memberikan pengertian perjanjian sebagai berikut. “Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal”. Menurut Sudikno Mertokusumo, ”Perjanjian adalah hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum”. Maksudnya bahwa dua pihak tersebut sepakat untuk menentukan peraturan atau kaidah atau hak dan kewajiban yang harus mereka laksanakan. Kesepakatan tersebut untuk menimbulkan akibat hukum yaitu hak dan kewajiban. Dan apabila hak dan kewajiban tersebut dilanggar maka akibat hukumnya bagi si pelanggar akan dikenakan sanksi. Kemudian R. Setiawan yang menerjemahkan overeenkomst sebagai persetujuan menyatakan bahwa ”persetujuan adalah suatu perbuatan hukum di mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.” Menurutnya penggunaan istilah persetujuan tersebut lebih tepat mengingat KUH Perdata menganut asas konsensualisme atau dengan kata lain overeenkomst pada asasnya terjadi dengan adanya kata sepakat dan kata sepakat itu timbul karena adanya kesesuaian kehendak di antara para pihak. Dari beberapa perumusan mengenai perjanjian di atas maka tersimpul adanya unsur-unsur perjanjian sebagai berikut. 1. Adanya dua pihak atau lebih. 2. Adanya kata sepakat di antara para pihak. 3. Adanya akibat hukum yang ditimbulkan berupa hak dan kewajiban atau melakukan suatu perbuatan. Berdasarkan unsur-unsur perjanjian tersebut, penulis berpendapat bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan hukum antara dua pihak atau lebih yang saling mengikatkan dirinya untuk menimbulkan hak dan kewajiban. Penggunaan istilah perbuatan hukum lebih tepat, hal ini disebabkan jika menggunakan istilah peristiwa hukum pengertiannya cenderung merupakan sesuatu hal yang tidak dikehendaki (walaupun ada kalanya sesuatu itu dikehendaki) oleh para pihak padahal dalam perjanjian hak dan kewajiban yang timbul memang dikehendaki oleh para pihak. Sedangkan apabila menggunakan istilah hubungan hukum maka pengertiannya terlalu luas sebab

2.4

Hukum Bisnis 

hak dan kewajibannya timbul selain karena perjanjian juga karena undangundang. Hukum perjanjian menganut sistem terbuka artinya bahwa setiap orang boleh mengadakan perjanjian mengenai apa saja baik yang sudah ada ketentuannya dalam undang-undang maupun yang belum ada ketentuannya, asalkan tidak melanggar undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan. Konsekuensi dari adanya sistem terbuka tersebut bahwa hukum perjanjian bersikap sebagai hukum pelengkap. Artinya bahwa pasal-pasal yang terdapat dalam buku III KUH Perdata boleh dikesampingkan berlakunya manakala para pihak telah membuat ketentuan sendiri. Dan sebaliknya apabila para pihak tidak menentukan lain maka berlakukah ketentuan yang terdapat dalam buku III KUH Perdata. Dikatakan sebagai hukum pelengkap karena pasalpasal dari hukum perjanjian itu dapat dikatakan melengkapi perjanjianperjanjian yang dibuat secara tidak lengkap. Biasanya para pihak yang mengadakan suatu perjanjian tidak mengatur secara terperinci semua persoalan yang bersangkutan dengan perjanjian itu karena para pihak hanya menyetujui hal-hal yang pokok saja dengan tidak memikirkan soal-soal lainnya. Di samping bersifat sebagai hukum pelengkap, hukum perjanjian juga bersifat konsensuil artinya perjanjian itu terjadi sejak saat terjadinya kata sepakat di antara para pihak mengenai pokok perjanjian. Maka dalam hal ini perjanjian itu dapat dibuat secara lisan saja dan dapat juga dalam bentuk tertulis berupa akta jika dikehendaki sebagai alat bukti. Sedangkan sifat hukum perjanjian yang lain adalah obligatoir maksudnya bahwa dengan adanya perjanjian tersebut hanya menimbulkan hak dan kewajiban saja bagi para pihak dan belum mengakibatkan berpindahnya hak milik tersebut. Hak milik baru berpindah setelah terjadinya penyerahan atau levering. Untuk mengetahui hubungan antara perjanjian dengan perikatan maka akan diuraikan sedikit mengenai perikatan. Perikatan berasal dari bahasa Belanda ”verbintenis.” Verbintenis sendiri berasal dari kata kerja verbinden yang berarti mengikat. Ada sarjana yang menerjemahkan verbintenis sebagai perikatan, perutangan. Dalam modul ini penulis setuju menggunakan istilah perikatan sebagai terjemahan verbintenis, karena untuk istilah perutangan sering kali memberikan kesan bahwa ada suatu utang-piutang uang antara para pihak. Mengenai perikatan diatur di dalam buku III KUH Perdata, tetapi tidak ada satu pasal pun di dalamnya

 EKMA4316/MODUL 2

2.5

yang memberikan definisi perikatan. Oleh karena itu, para sarjana memberikan definisi sendiri. Subekti mendefinisikan perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut suatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. Menurut Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, “perutangan adalah merupakan hubungan hukum yang atas dasar itu seseorang dapat mengharapkan suatu prestasi dari seseorang yang lain bila perlu dengan perantaraan hakim.”

Menurut Abdul Kadir Muhammad yang mendefinisikan perikatan sebagai suatu hubungan hukum yang terjadi antara orang yang satu dengan orang yang lain karena perbuatan, peristiwa, atau keadaan. Dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh para sarjana di atas, dapat disimpulkan bahwa perikatan adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih, dalam lapangan hukum harta kekayaan, di mana pihak yang satu berkewajiban untuk memberikan prestasi kepada pihak lain dan pihak yang lain berhak atas prestasi tersebut. Dengan demikian maka dapat diketahui bahwa suatu perjanjian mempunyai hubungan dengan perikatan karena perjanjian itu menerbitkan perikatan. Dengan diadakan suatu perjanjian maka akan menimbulkan hubungan hukum antara dua pihak yang dinamakan perikatan, di mana pihak yang satu berhak menuntut suatu hal dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Oleh karena itu, perjanjian merupakan salah satu sumber dari perikatan di samping sumber-sumber lain. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 1233 KUH Perdata yang menyatakan bahwa “tiaptiap perikatan dilahirkan baik karena perjanjian, baik karena undangundang.”

Mengenai hal ini Subekti berpendapat bahwa perikatan mempunyai pengertian yang abstrak sedangkan perjanjian merupakan suatu hal yang konkret atau merupakan suatu peristiwa. Beliau juga menyatakan bahwa perikatan yang lahir dari perjanjian memang dikehendaki oleh kedua belah pihak yang membuat perjanjian sedangkan perikatan yang lahir dari undangundang diadakan oleh undang-undang di luar kemauan para pihak yang bersangkutan.

2.6

Hukum Bisnis 

Mengenai perjanjian diatur di dalam Bab II Buku III KUH Perdata yang berjudul tentang Perikatan-perikatan yang Dilahirkan dari Kontrak atau Perjanjian. Buku III KUH Perdata tersebut memuat 18 titel. Titel I–IV memuat tentang perjanjian pada umumnya dan titel V–XVIII memuat tentang perjanjian-perjanjian khusus. B. ASAS-ASAS DALAM HUKUM PERJANJIAN Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang dimaksud dengan asas adalah hukum dasar atau dasar dari sesuatu yang menjadi tumpuan berpikir dan berpendapat atau cita-cita. Pada bagian lain disebutkan bahwa pengertian asas sama dengan pengertian Principle dalam bahasa Inggris, atau pengertian Leer dalam bahasa Belanda di mana keduanya mempunyai arti sebagai teori atau ajaran pokok. Sedangkan menurut Prof. Sudikno, yang dimaksud dengan asas hukum adalah suatu pikiran dasar yang bersifat umum yang melatarbelakangi pembentukan hukum positif. Dengan demikian asas hukum tersebut pada umumnya tidak tertuang di dalam peraturan yang konkret akan tetapi hanyalah merupakan suatu hal yang menjiwai atau melatarbelakangi pembentukannya. Hal ini disebabkan sifat dari asas tersebut adalah abstrak dan umum. Adapun asas-asas yang terdapat dalam hukum perjanjian adalah sebagai berikut. 1.

Asas Konsensualisme Asas ini berhubungan dengan saat lahirnya suatu perjanjian. Istilah konsensualisme berasal dari kata “konsensus” yang berarti kesepakatan atau persetujuan. Dengan kesepakatan dimaksudkan bahwa di antara para pihak yang bersangkutan telah tercapai suatu persesuaian kehendak, artinya apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu dikehendaki pula oleh pihak yang lain meskipun secara timbal balik. Kedua kehendak itu bertemu dalam “sepakat” tersebut. Mengenai asas konsensualisme dapat dijumpai dalam Pasal 1320 butir 1 jo Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang mengatakan bahwa “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Dari kedua pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya perjanjian telah lahir sejak saat tercapainya

 EKMA4316/MODUL 2

2.7

kesepakatan antara para pihak yang mengadakan perjanjian. Dengan kata lain, perjanjian itu lahir apabila sudah tercapai kesepakatan dari para pihak mengenai hal-hal pokok yang menjadi objek perjanjian dan tidak perlu adanya formalitas tertentu selain yang telah ditentukan undang-undang. Hukum perjanjian menganut asas konsensualisme karena asas tersebut dipandang sebagai puncak peningkatan martabat manusia artinya bahwa dengan diletakkannya kepercayaan pada perkataan orang maka orang tersebut ditingkatkan martabatnya setinggi-tingginya sebagai manusia. Terhadap asas konsensualisme itu ada perkecualiannya yaitu oleh Undang-undang ditetapkan formalitas tertentu untuk beberapa macam perjanjian dengan ancaman batalnya perjanjian tersebut apabila tidak memenuhi bentuk yang ditetapkan, seperti misalnya perjanjian: a. penghibahan yang berupa benda tak bergerak harus dengan akta notaris; b. perdamaian harus dengan bentuk tertulis; c. kerja di laut harus dengan akta. Perjanjian-perjanjian yang pembuatannya menggunakan formalitas tertentu disebut perjanjian formil. Di samping itu ada juga pengecualian dari asas konsensualisme yaitu pada perjanjian riil. Dalam perjanjian riil ini lahirnya perjanjian tidak pada saat adanya kata sepakat, tetapi pada saat barang atau objek diserahkan secara nyata, misalnya dalam perjanjian penitipan. 2.

Asas Kebebasan Berkontrak Asas kebebasan berkontrak ini erat sekali kaitannya dengan isi, bentuk dan jenis dari perjanjian yang dibuat. Asas ini terdapat dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang menyatakan bahwa “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Asas ini dapat disimpulkan dari kata ”semua” yang mengandung 5 makna yaitu setiap orang bebas: a. untuk mengadakan atau tidak mengadakan perjanjian; b. mengadakan perjanjian dengan siapa pun; c. menentukan bentuk perjanjian yang dibuatnya; d. menentukan isi dan syarat-syarat perjanjian yang dibuatnya; e. untuk mengadakan pilihan hukum, maksudnya yaitu bebas untuk memilih pada hukum mana perjanjian yang dibuatnya akan tunduk.

2.8

Hukum Bisnis 

Dengan adanya asas kebebasan berkontrak menyebabkan timbulnya berbagai macam perjanjian dalam masyarakat sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Bahkan perjanjian yang timbul dalam masyarakat (perjanjian tidak bernama) lebih banyak daripada perjanjian bernama yang ada dalam buku III KUH Perdata. Dengan adanya pertumbuhan ekonomi yang pesat timbullah perjanjianperjanjian yang bentuk dan isinya sudah dibakukan serta dibuat secara massal (standarisasi kontrak). Di dalam perjanjian-perjanjian standar ini pihak lawan hanya tinggal disodori dan diminta persetujuannya dan pihak lawan tidak mempunyai kebebasan untuk tawar-menawar. Apabila ia setuju berarti ia menerima seluruh isi kontrak dan jika ia tidak setuju berarti ia tidak menerima seluruh isi kontrak. Adanya kemajuan tersebut maka kebebasan berkontrak dibatasi dengan campur tangan penguasa yang bertindak sebagai pelindung terhadap pihak yang secara ekonomis lebih lemah kedudukannya, misalnya besarnya suku bunga sudah ditentukan oleh pemerintah. 3.

Asas Pacta Sunt Servanda Asas ini berhubungan dengan akibat suatu perjanjian dan diatur dalam Pasal 1338 ayat (1) dan (2) KUH perdata. Asas tersebut dapat disimpulkan dari kata “… berlaku sebagai Undang-undang bagi mereka yang membuatnya.” Dengan adanya asas pacta sunt servanda berarti para pihak harus menaati perjanjian yang telah mereka buat seperti halnya menaati undangundang, maksudnya yaitu apabila di antara para pihak ada yang melanggar perjanjian tersebut maka pihak tersebut dianggap melanggar Undangundang, yang tentunya akan dikenai sanksi hukum. Oleh karena itu, akibat dari asas pacta sunt servanda adalah perjanjian tidak dapat ditarik tanpa persetujuan pihak lain. Hal ini disebutkan dalam Pasal 1338 ayat (2) KUH Perdata yaitu “suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh Undangundang dinyatakan cukup untuk itu.” Adapun nama lain dari asas pacta sunt servanda yaitu asas kepastian hukum. Dengan adanya kepastian hukum maka para pihak yang telah menjanjikan sesuatu akan memperoleh jaminan yaitu apa yang telah diperjanjikan itu akan dijamin pelaksanaannya. Oleh karena itu, dalam asas ini tersimpul kewajiban bagi pihak ketiga (hakim) untuk menghormati

 EKMA4316/MODUL 2

2.9

perjanjian yang telah dibuat oleh para pihak, artinya hakim tidak boleh mencampuri yaitu tidak menambah dan mengurangi isi perjanjian dan juga tidak menghilangkan kewajiban-kewajiban kontraktual yang timbul dari perjanjian itu. 4.

Asas Itikad Baik Asas itikad baik berkaitan dengan pelaksanaan suatu perjanjian. Asas ini menghendaki bahwa apa yang diperjanjikan oleh para pihak tersebut harus dilaksanakan dengan memenuhi tuntutan keadilan dan tidak melanggar kepatutan. Kepatutan di dalam perjanjian dimaksudkan agar jangan sampai pemenuhan kepentingan salah satu pihak terdesak tetapi harus ada keseimbangan antara berbagai kepentingan pihak-pihak yang bersangkutan. Sedangkan keadilan maksudnya bahwa kepastian untuk mendapatkan apa yang sudah diperjanjikan namun untuk pemenuhan janji tersebut harus memperhatikan norma-norma yang berlaku. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata yaitu “suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.” Itikad baik mempunyai dua pengertian yaitu berikut ini. a.

Itikad baik dalam arti subjektif Itikad baik dalam arti subjektif dapat diketemukan dalam lapangan hukum benda dan dalam hukum perikatan. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1977 KUH Perdata mengenai kedudukan berkuasa dan dalam Pasal 531 KUH Perdata. Itikad baik di sini dapat diartikan sebagai kejujuran seseorang dalam melakukan suatu perbuatan hukum yaitu apa yang terletak pada sikap batin seseorang pada waktu diadakan perbuatan hukum. b.

Itikad baik dalam arti objektif Itikad baik dalam arti objektif yaitu bahwa pelaksanaan suatu perjanjian harus didasarkan pada norma kepatutan atau apa-apa yang dirasakan sesuai dengan yang patut dalam masyarakat. Dalam pelaksanaan perjanjian tersebut harus tetap berjalan dengan mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan serta harus berjalan di atas rel yang benar. Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata memberikan suatu kekuasaan pada hakim untuk mengawasi pelaksanaan perjanjian agar jangan sampai pelaksanaannya tersebut melanggar norma-norma kepatutan dan keadilan, namun, tentu saja ada batas-batasnya.

2.10

Hukum Bisnis 

5.

Asas Kepribadian Asas ini berhubungan dengan subjek yang terikat dalam suatu perjanjian. Salah satu asas dalam perjanjian yang berhubungan erat dengan asas pacta sunt servanda adalah asas kepribadian dalam perjanjian. Kedua asas ini dikatakan mempunyai hubungan erat karena dalam asas pacta sunt servanda menyatakan bahwa perjanjian yang dibuat para pihak mengikat mereka seperti undang-undang. Sedangkan pada asas kepribadian menyatakan bahwa yang terikat dalam perjanjian hanya para pihak yang membuat perjanjian saja, tidak termasuk pihak di luar perjanjian (pihak ketiga). Asas kepribadian dalam perjanjian ini dalam KUH Perdata diatur dalam Pasal 1340 ayat (1) yang menyatakan bahwa “Suatu perjanjian hanya berlaku antara pihak-pihak yang membuatnya.” Dengan demikian dapat dibenarkan bahwa dalam suatu perjanjian tidak boleh menimbulkan hak dan kewajiban terhadap pihak ketiga, juga tidak boleh mendatangkan keuntungan atau kerugian pada pihak ketiga kecuali telah ditentukan lain oleh undang-undang. Pernyataan ini diatur dalam Pasal 1340 ayat (2) yang menyatakan bahwa “suatu perjanjian tidak dapat membawa rugi kepada pihak-pihak ketiga; tak dapat pihak-pihak ketiga mendapat manfaat karenanya, selain dalam hal yang diatur dalam Pasal 1317 KUH Perdata. C. SYARAT SAHNYA PERJANJIAN Pasal 1320 KUH Perdata menentukan bahwa untuk sahnya suatu perjanjian harus memenuhi empat syarat yaitu: 1. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; 2. kecakapan untuk membuat suatu perjanjian; 3. suatu hal tertentu; 4. suatu sebab yang halal. Dari keempat syarat sahnya perjanjian tersebut, syarat pertama dan kedua disebut syarat subjektif karena menyangkut orang-orang atau subjek yang mengadakan perjanjian. Syarat subjektif ini apabila tidak dipenuhi dalam pembuatan perjanjian maka perjanjian tersebut dapat dimintakan pembatalan (vernietigbaar) oleh pihak yang lemah yaitu pihak yang tidak cakap atau pihak yang memberikan perizinan secara tidak bebas. Yang dapat meminta pembatalan dalam hal seorang anak yang belum dewasa adalah anak itu sendiri apabila ia sudah dewasa atau orang tua atau walinya dan untuk

 EKMA4316/MODUL 2

2.11

seseorang yang berada di bawah pengampuan maka yang meminta pembatalan perjanjian adalah pengampunya. Sedangkan untuk seseorang yang telah memberikan perizinannya secara tidak bebas maka orang itu sendiri yang dapat meminta pembatalan perjanjian. Pembatalan perjanjian ini tidak dapat selamanya dan menurut Pasal 1454 KUH Perdata ditentukan sampai batas waktu tertentu yaitu 5 tahun. Dalam hal ketidakcakapan suatu pihak, batas waktu tersebut dimulai sejak orang tersebut menjadi cakap menurut hukum. Sedangkan dalam hal paksaan dinyatakan mulai berlaku sejak hari paksaan itu telah berhenti, dan untuk kekhilafan atau penipuan mulai berlaku sejak hari diketahuinya kekhilafan atau penipuan tersebut. Namun demikian selama pembatalan tersebut belum dilaksanakan maka perjanjian itu masih tetap berlaku sebagai perjanjian yang sah dan mengikat kedua belah pihak yang membuatnya. Sedangkan syarat yang ketiga dan keempat disebut syarat objektif karena menyangkut objek yang menjadi isi perjanjian. Apabila syarat objektif ini tidak dipenuhi di dalam pembuatan suatu perjanjian maka perjanjian tersebut batal demi hukum, artinya perjanjian tersebut tanpa dimintakan pembatalannya oleh hakim sudah batal dengan sendirinya atau dengan kata lain perjanjian tersebut dianggap tidak pernah terjadi. Berikut ini akan diuraikan lebih lanjut mengenai syarat sahnya perjanjian. 1.

Sepakat Mereka yang Mengikatkan Dirinya Sepakat merupakan pertemuan antara dua kehendak di mana kehendak pihak yang satu saling mengisi dengan apa yang dikehendaki pihak yang lain. Sepakat atau yang dikehendaki pihak yang lain. Sepakat atau persetujuan kehendak di antara para pihak tersebut adalah mengenai hal-hal yang pokok dalam suatu perjanjian. Dengan demikian mereka menghendaki sesuatu yang berlainan satu sama lain secara timbal balik artinya pihak yang lain mempertemukan kehendak yang berbeda untuk mencapai suatu tujuan. Kata sepakat dari para pihak dalam perjanjian harus berupa kesepakatan yang bebas artinya benar-benar atas kemauan sukarela dari para pihak yang mengadakan perjanjian sehingga sepakat yang diberikannya bukan karena kekhilafan, paksaan atau penipuan. Apabila sepakat yang diberikan itu karena kekhilafan, paksaan atau penipuan maka dapat dikatakan bahwa perjanjian tersebut mengandung cacat kehendak.

2.12

Hukum Bisnis 

Mengenai kekhilafan ini Pasal 1322 KUH Perdata menyatakan bahwa kekhilafan tidak mengakibatkan batalnya suatu perjanjian selain apabila kekhilafan itu terjadi mengenai hakikat barang yang menjadi pokok perjanjian. Kekhilafan itu tidak menjadi sebab batalnya, jika kekhilafan itu hanya terjadi mengenai dirinya, orang dengan siapa seorang bermaksud membuat suatu perjanjian, kecuali jika perjanjian itu telah dibuat terutama karena mengingat dirinya orang tersebut. Berdasarkan Pasal 1322 KUH Perdata tersebut, ada 2 jenis kekhilafan yaitu a. kekhilafan mengenai orang dengan siapa seseorang mengikatkan dirinya (error in persona); b. kekhilafan mengenai hakikat bendanya (error in substantia). Selain kekhilafan, hal lain yang menyebabkan suatu kesepakatan tidak sah adalah karena adanya paksaan. Pasal 1324 ayat (1) KUH Perdata menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan paksaan ialah apabila perbuatan tersebut dapat menimbulkan rasa takut bagi orang yang berpikiran sehat, juga menimbulkan rasa takut dan ancaman bagi dirinya maupun harta kekayaannya. Dalam ayat duanya menyebutkan bahwa dalam hal paksaan maka faktor usia, jenis kelamin, dan kedudukan seseorang juga diperhatikan. Pembatalan perjanjian juga bisa didasarkan karena adanya penipuan terhadap salah satu pihak sehingga karena adanya penipuan tersebut pihak yang tertipu membuat perjanjian. Penipuan ini terjadi apabila salah satu pihak dengan sengaja memberikan keterangan yang palsu atau tidak benar disertai dengan tipu muslihat untuk membujuk pihak lawan agar memberikan perizinannya. Apabila tidak dilakukan tipu muslihat tersebut maka pihak yang lain tidak akan membuat perjanjian tersebut. Hal ini diterangkan dalam Pasal 1328 KUH Perdata. Sehubungan dengan adanya kemungkinan pernyataan kehendak yang tidak selalu sama dengan kehendak, maka timbul persoalan mengenai cara penentuan tercapainya kata sepakat. Cara yang sering digunakan untuk menentukan terjadinya kata sepakat adalah dengan menggunakan berbagai teori, yaitu berikut ini. 1) Teori kehendak (Wilstheorie) Teori ini lebih menekankan pada faktor kehendak. Menurut teori ini, jika ada pernyataan kehendak yang berbeda dengan kehendak yang

 EKMA4316/MODUL 2

2.13

sesungguhnya maka pihak yang menyatakan kehendak tersebut tidak terikat pada pernyataan tersebut. 2) Teori pernyataan (Verklaringstheorie) Yang menjadi patokan dalam teori ini adalah apa yang dinyatakan oleh para pihak. Dalam teori ini tidak memperhatikan apakah pernyataan kehendak tersebut sama dengan kehendak yang sesungguhnya ataupun tidak. 3) Teori kepercayaan (Vetrouwenstheorie) Teori ini menyatakan bahwa kata sepakat terjadi jika ada pernyataan kehendak yang secara objektif dapat dipercaya. Di samping adanya persoalan mengenai cara penentuan tercapainya kata sepakat, juga terdapat persoalan mengenai saat dan tempat terjadinya kesepakatan yang melahirkan perjanjian. Hal ini berhubungan dengan adanya kemungkinan terjadinya perjanjian tanpa hadirnya para pihak atau salah satu pihak yang membuat perjanjian. Maka untuk pemecahan persoalan ini digunakan berbagai teori yang ada di bawah ini. a) Teori pernyataan (Vitingstheorie) Menurut teori ini perjanjian terjadi pada saat pihak yang menerima penawaran (akseptor) telah menulis surat jawaban yang menyatakan bahwa ia menerima penawaran tersebut. Keberatan terhadap teori ini adalah orang tidak dapat menetapkan secara pasti saat lahirnya suatu perjanjian karena sulit untuk mengetahui dengan pasti dan sulit juga untuk membuktikannya mengenai saat penulisan surat jawaban tersebut. Di samping itu perjanjian sudah terjadi pada saat akseptor masih mempunyai penuh atas surat jawaban tersebut. Dalam hal ini akseptor dapat mengulur atau bahkan membatalkan akseptasinya, sedangkan pihak yang menawarkan sudah terikat. b) Teori pengiriman (Verzendingstheorie) Teori ini mengemukakan bahwa perjanjian terjadi pada saat dikirimkannya surat jawaban penerimaan penawaran oleh akseptor. Adapun kelemahan dari teori ini adalah salah satu pihak (pihak yang melakukan penawaran) tidak dapat mengetahui saat terjadinya perjanjian. c) Teori pengetahuan (Vernemingstheorie) Teori ini mengemukakan bahwa perjanjian terjadi setelah pihak yang menawarkan mengetahui bahwa penawarannya telah diketahui oleh

2.14

Hukum Bisnis 

pihak yang lain. Adapun kelemahan dari teori ini adalah akseptor sulit untuk mengetahui saat isi surat penerimaannya telah dibaca oleh pihak yang menawarkan sebab ada kemungkinan surat penerimaan penawaran (akseptasi) telah diterima tetapi belum dibaca isinya. d) Teori penerimaan (Ontvangstheorie) Menurut teori ini bahwa perjanjian terjadi pada saat diterimanya surat jawaban penerimaan penawaran oleh orang yang menawarkan. Namun teori ini masih ada kelemahannya yaitu apabila surat jawaban penerimaan penawaran tersebut sampainya pada hari minggu dan ditujukan pada kantor, berarti penerimaannya terlambat. Maka mengenai persoalan tersebut kemudian Pitlo mengembangkan teori sendiri yang menyatakan bahwa perjanjian itu terjadi pada saat pihak yang mengirimkan jawaban penerimaan penawaran secara patut dapat menduga bahwa pihak yang menawarkan telah mengetahui akan isi surat penerimaan tersebut. 2.

Kecakapan untuk Membuat Suatu Perjanjian Orang yang dianggap cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah orang yang telah dewasa yaitu orang-orang yang telah mampu untuk melakukan suatu perbuatan hukum atau cakap menurut hukum. Pasal 1329 KUH Perdata menyebutkan bahwa pada saatnya setiap orang adalah cakap untuk membuat suatu perjanjian, kecuali jika oleh undang-undang dinyatakan tidak cakap membuat perjanjian. Mereka yang oleh Undang-undang dinyatakan tidak cakap membuat perjanjian, sebagaimana diatur oleh Pasal 1330 KUH Perdata, adalah: a. orang yang belum dewasa; b. mereka yang ditaruh di bawah pengampuan; c. orang perempuan dalam hal-hal tertentu yang ditetapkan oleh undangundang. Orang yang belum dewasa menurut Pasal 330 KUH Perdata adalah mereka yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum pernah melangsungkan perkawinan. Tetapi apabila ia sebelum berumur 21 tahun telah kawin dan perkawinannya bubar pada waktu belum berumur 21 tahun, maka mereka tidak kembali dalam keadaan belum dewasa. Adapun pengertian mereka yang ditaruh di bawah pengampuan adalah orang-orang yang harus diwakili oleh seorang pengampu ataupun kuratornya

 EKMA4316/MODUL 2

2.15

apabila ia akan melakukan perbuatan hukum. Seseorang dapat ditaruh di bawah pengampunan dikarenakan gila, dungu, mata gelap, lemah akal, pemabuk, dan pemboros. Selain kedua golongan di atas, KUH Perdata menyebutkan bahwa seorang perempuan bersuami tidak boleh melakukan perbuatan hukum tertentu tanpa izin dari suaminya. Hal demikian telah diatur dalam Pasal 108 dan 110 KUH Perdata. Pasal tersebut menurut SEMA No. 3 Tahun 1963 dianggap tidak sesuai lagi dengan kemajuan zaman maupun rasa keadilan maka pasal tersebut tidak berlaku lagi. Sedangkan peraturan lain yang menyatakan bahwa seorang istri mempunyai kedudukan yang sama dengan suaminya di depan hukum maupun dalam pergaulan masyarakat. Hal ini ditentukan oleh Undangundang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, yaitu Pasal 31 ayat (1) yang menyatakan: ”hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan di rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat.” Kemudian ayat kedua menyebutkan: “masingmasing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum.” Dengan demikian

pada saat sekarang seorang wanita yang telah bersuami boleh melakukan perbuatan hukum tanpa harus mendapat izin terlebih dahulu dari suaminya. 3.

Suatu Hal Tertentu Adapun maksud suatu hal tertentu dalam suatu perjanjian adalah objek daripada perjanjian, suatu pokok di mana perjanjian diadakan. Di dalam suatu perjanjian objek perjanjian harus tertentu dan setidak-tidaknya dapat ditentukan. Pokok perjanjian ini tidak harus ditentukan secara individual tetapi cukup dapat ditentukan menurut jenisnya. Hal ini menurut ketentuan Pasal 1333 KUH Perdata yang menyatakan bahwa: “Suatu perjanjian harus mempunyai sebagai pokok suatu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya. Tidaklah menjadi halangan bahwa jumlah barang tidak tentu, asal saja jumlah itu kemudian dapat ditentukan atau dihitung”.

Dari pasal tersebut tergantung pengertian bahwa perjanjian atas suatu barang yang baru akan ada itu diperbolehkan. Kemudian dalam Pasal 1334 ayat (1) KUH Perdata menentukan bahwa “barang-barang yang baru akan ada di kemudian hari dapat menjadi pokok suatu perjanjian.” Barang-barang yang baru akan ada dapat dibedakan menjadi dua yaitu

2.16

a.

b.

Hukum Bisnis 

barang-barang yang baru akan ada dalam pengertian mutlak yaitu barang-barang yang pada saat lahirnya perjanjian, sama sekali belum ada; barang-barang yang baru akan ada dalam pengertian nisbi yaitu barangbarang yang sudah ada pada saat lahirnya perjanjian tetapi pada pihakpihak tertentu barang tersebut masih merupakan suatu harapan untuk dimiliki.

Namun pengertian barang-barang yang baru akan ada tersebut tidaklah termasuk di dalamnya barang-barang warisan yang belum terbuka. Terhadap suatu warisan yang belum terbuka itu tidak diperkenankan untuk dijadikan objek suatu perjanjian. Hal ini tercantum pada Pasal 1334 ayat (2) KUH Perdata. 4.

Suatu Sebab yang Halal Pembentuk Undang-undang tidak memberikan definisi tentang suatu sebab dalam pasal-pasal KUH Perdata. Menurut Yurisprudensi yang dimaksud dengan “sebab” adalah sesuatu yang akan dicapai oleh para pihak dalam perjanjian atau sesuatu yang menjadi tujuan perjanjian. Dalam Pasal 1336 KUH Perdata, disebutkan adanya perjanjian dengan macam sebab atau kausa yaitu a. perjanjian dengan sebab yang halal; b. perjanjian dengan sebab yang palsu atau terlarang; c. perjanjian tanpa sebab. Perjanjian dengan sebab yang halal di sini maksudnya bahwa isi dari perjanjian itu tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1337 KUH Perdata. Perjanjian dengan sebab yang palsu (terlarang) termasuk dalam pengertian dalam sebab yang tidak halal. Suatu sebab dikatakan palsu apabila sebab tersebut diadakan oleh para pihak untuk menutupi atau menyelubungi sebab yang sebenarnya. Sedangkan sebab yang terlarang maksudnya sebab yang bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum. Suatu perjanjian tanpa sebab dapat terjadi apabila tujuan yang dimaksudkan oleh para pihak pada saat dibuatnya perjanjian tidak akan tercapai. Dalam Pasal 1335 KUH Perdata disebutkan bahwa “suatu

 EKMA4316/MODUL 2

2.17

perjanjian tanpa sebab, atau yang telah dibuat karena sesuatu sebab yang palsu atau terlarang tidak mempunyai kekuatan.” Dengan demikian

perjanjian itu tidak pernah ada atau batal demi hukum. D. JENIS-JENIS PERJANJIAN Untuk dapat mengetahui jenis-jenis perjanjian maka dapat dilakukan dengan cara mengategorisasikan semua perjanjian yang terdapat dalam KUH Perdata, sebab dalam KUH Perdata tidak diketemukan adanya ketentuan yang mengatur mengenai jenis-jenis perjanjian. Ditinjau dari segi akibat hukum yang ditimbulkan dalam perjanjian maka perjanjian dibedakan menjadi beberapa macam di antaranya sebagai berikut. 1.

Perjanjian Obligatoir Merupakan perjanjian yang hanya menimbulkan hak dan kewajiban di antara para pihak. Dengan kata lain, perjanjian obligatoir merupakan perjanjian yang menimbulkan perikatan. Misalnya dalam perjanjian jual beli baru timbul hak dan kewajiban secara timbal balik antara penjual dan pembeli yaitu penjual berkewajiban untuk menyerahkan barang sekaligus memberikan hak kepadanya untuk menuntut pembayaran harga dan di sisi lain pembeli berkewajiban untuk membayar harga barang sekaligus ia mempunyai hak untuk menuntut penyerahan barang yang telah dibelinya. 2.

Perjanjian Liberatoir Merupakan perjanjian yang isinya bertujuan untuk membebaskan para pihak dari suatu kewajiban hukum tertentu. Perjanjian ini maksudnya adalah untuk menghapuskan perikatan yang ada di antara para pihak tersebut. 3.

Perjanjian Kekeluargaan Perjanjian ini merupakan perjanjian yang terdapat dalam lapangan hukum keluarga, misalnya perkawinan. Perkawinan termasuk perjanjian karena berdasarkan kata sepakat antara para pihak yang diadakan secara bebas tanpa paksaan dan menimbulkan hak serta kewajiban. Namun perjanjian tersebut hanya mempunyai akibat hukum dalam hukum keluarga saja dan akibat hukum tersebut ada di luar hukum kekayaan, kecuali yang ada dalam lapangan hukum harta perkawinan.

2.18

Hukum Bisnis 

4.

Perjanjian Pembuktian Dalam hal ini para pihak bebas dan berwenang untuk mengadakan perjanjian mengenai alat-alat bukti yang akan berlaku di antara mereka. Para pihak juga menentukan sendiri kekuatan pembuktian suatu alat bukti. Perjanjian yang demikian ini sering disebut sebagai perjanjian pembuktian dan termasuk dalam perjanjian di lapangan hukum acara. 5.

Perjanjian Kebendaan Perjanjian ini merupakan perjanjian yang bertujuan untuk mengalihkan atau menimbulkan, mengubah atau menghapuskan hak-hak kebendaan. Perjanjian kebendaan ini merupakan pelaksanaan dari perjanjian obligatoir. Sebagian besar perjanjian yang terdapat dalam KUH Perdata adalah perjanjian obligatoir. Yang termasuk dalam perjanjian ini adalah berikut ini. a.

Perjanjian sepihak dan perjanjian timbal balik Perjanjian sepihak yaitu perjanjian yang menimbulkan kewajiban pada satu pihak saja sedangkan pada pihak yang lain hanya terdapat hak saja, misalnya perjanjian hibah. Sedangkan perjanjian timbal balik yaitu perjanjian yang menimbulkan hak dan kewajiban di antara para pihak yang membuat perjanjian, misalnya perjanjian jual beli. b.

Perjanjian konsensuil, riil dan formil Perjanjian konsensuil yaitu perjanjian yang lahir pada saat tercapainya kata sepakat di antara para pihak yang membuat perjanjian. Perjanjian riil yaitu perjanjian yang lahir dengan diadakan penyerahan benda yang menjadi objek perjanjian, misalnya perjanjian penitipan barang. Sedangkan perjanjian formil yaitu perjanjian yang lahir dengan dipenuhinya formalitas-formalitas tertentu, misalnya dalam perjanjian pendirian perseroan terbatas harus dengan akta notaris. c.

Perjanjian bernama dan perjanjian tidak bernama Perjanjian bernama yaitu perjanjian yang pada umumnya sudah dikenal dengan nama-nama tertentu dan sudah diatur secara khusus dalam KUH Perdata dan KUH Dagang. Sedangkan perjanjian tidak bernama (perjanjian jenis baru), yaitu perjanjian yang belum dikenal dengan nama khusus dalam KUH Perdata dan KUH Dagang tetapi tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Perjanjian jenis baru ini dibedakan menjadi dua macam yaitu

 EKMA4316/MODUL 2

2.19

1) perjanjian jenis baru murni, yaitu perjanjian-perjanjian jenis baru yang timbul dalam masyarakat dan tidak diatur secara khusus dalam KUH Perdata maupun KUH Dagang; 2) perjanjian jenis baru campuran, yaitu perjanjian jenis baru yang di dalamnya mengandung unsur-unsur dari berbagai perjanjian bernama, misalnya perjanjian jual beli. E. WANPRESTASI DAN AKIBATNYA Suatu perjanjian dapat terlaksana dengan baik apabila para pihak telah memenuhi prestasinya masing-masing seperti yang telah diperjanjikan tanpa ada pihak yang dirugikan. Tetapi adakalanya perjanjian tersebut tidak terlaksana dengan baik karena adanya wanprestasi yang dilakukan oleh salah satu pihak atau debitur. Perkataan wanprestasi berasal dari bahasa Belanda, yang berarti prestasi buruk. Adapun yang dimaksud wanprestasi adalah suatu keadaan yang dikarenakan kelalaian atau kesalahannya, debitur tidak dapat memenuhi prestasi seperti yang telah ditentukan dalam perjanjian. Adapun bentukbentuk dari wanprestasi yaitu 1. tidak memenuhi prestasi sama sekali; 2. memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktunya; 3. memenuhi prestasi tetapi tidak sesuai atau keliru. Sehubungan dengan debitur yang tidak memenuhi prestasinya maka dikatakan bahwa debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali. Sedangkan apabila prestasi debitur masih dapat diharapkan pemenuhannya, maka debitur dianggap memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktunya. Kemudian untuk debitur yang memenuhi prestasi tetapi keliru, apabila prestasi tersebut dapat diperbaiki maka debitur dikatakan memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktunya dan apabila prestasi yang keliru tersebut tidak dapat diperbaiki lagi maka debitur dikatakan tidak memenuhi prestasi sama sekali. Menurut Subekti, bentuk wanprestasi ada empat macam yaitu 1. tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya; 2. melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak sebagaimana dijanjikannya; 3. melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat; 4. melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.

2.20

Hukum Bisnis 

Untuk mengatakan bahwa seseorang melakukan wanprestasi dalam suatu perjanjian, kadang-kadang tidak mudah karena sering kali juga tidak dijanjikan dengan tepat kapan sesuatu pihak diwajibkan melakukan prestasi yang diperjanjikan. Dalam hal bentuk prestasi debitur dalam perjanjian yang berupa tidak berbuat sesuatu, akan mudah ditentukan sejak kapan debitur melakukan wanprestasi yaitu pada saat debitur berbuat sesuatu yang tidak diperbolehkan dalam perjanjian. Sedangkan bentuk prestasi debitur yang berupa berbuat sesuatu yang memberikan sesuatu apabila batas waktunya ditentukan dalam perjanjian maka menurut Pasal 1238 KUH Perdata debitur dianggap melakukan wanprestasi dengan lewatnya batas waktu tersebut. Dan apabila tidak ditentukan mengenai batas waktunya maka untuk menyatakan seorang debitur melakukan wanprestasi, diperlukan adanya surat peringatan tertulis dari kreditur yang diberikan kepada debitur. Surat peringatan tertulis tersebut disebut dengan somasi. Somasi adalah pemberitahuan atau pernyataan dari kreditur kepada debitur yang berisi ketentuan bahwa kreditur menghendaki pemenuhan prestasi seketika atau dalam jangka waktu seperti yang ditentukan dalam pemberitahuan itu. Menurut Pasal 1238 KUH Perdata yang menyatakan bahwa: “Si berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya sendiri, ialah jika ini menetapkan bahwa si berutang harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan”.

Dari ketentuan pasal tersebut dapat dikatakan bahwa debitur dinyatakan wanprestasi apabila sudah ada somasi (in gebreke stelling). Adapun bentukbentuk somasi menurut Pasal 1238 KUH Perdata adalah berikut ini. a) Surat perintah Surat perintah tersebut berasal dari hakim yang biasanya berbentuk penetapan. Dengan surat penetapan ini juru sita memberitahukan secara lisan kepada debitur kapan selambat-lambatnya ia harus berprestasi. Hal ini biasanya disebut “exploit Juru Sita”. b) Akta sejenis Akta ini dapat berupa akta di bawah tangan maupun akta notaris. c) Tersimpul dalam perikatannya itu sendiri Maksudnya sejak pembuatan perjanjian, kreditur sudah menentukan saat adanya wanprestasi.

 EKMA4316/MODUL 2

2.21

Dalam perkembangannya, suatu somasi atau teguran terhadap debitur yang melalaikan kewajibannya dapat dilakukan secara lisan akan tetapi untuk mempermudah pembuktian dihadapan hakim apabila masalah tersebut berlanjut ke pengadilan maka sebaiknya diberikan peringatan secara tertulis. Menurut Surat Edaran Mahkamah Agung No. 3 Tahun 1963, wanprestasi yang tanpa didahului somasi dimungkinkan karena dengan diterimanya turunan surat gugat oleh tergugat yang bersangkutan dianggap sudah menerima somasi karena sebelum sidang pengadilan tergugat masih dapat berprestasi. Dalam keadaan tertentu somasi tidak diperlukan untuk menyatakan bahwa seorang debitur melakukan wanprestasi yaitu dalam hal: 1) adanya ketentuan batas waktu dalam perjanjian (fataal termijn); 2) prestasi dalam perjanjian berupa tidak berbuat sesuatu; 3) debitur mengakui dirinya wanprestasi. Apabila debitur melakukan wanprestasi maka ada beberapa sanksi yang dapat dijatuhkan kepada debitur, yaitu berikut ini. 1) Membayar kerugian yang diderita kreditur, disingkat ganti rugi Adapun wujud kerugian yang harus diganti oleh debitur dapat diperinci dalam tiga unsur: biaya (konsten) yaitu segala pengeluaran atau perongkosan yang nyata-nyata telah dikeluarkan oleh kreditur, rugi (schaden) yaitu kerusakan yang sungguh-sungguh menimpa barang atau harta benda kreditur yang diakibatkan oleh kelalaian debitur, dan bunga (interesten) yaitu kehilangan keuntungan yang akan didapat oleh kreditur jika debitur tidak lalai. Untuk mencegah agar kreditur tidak menuntut ganti rugi terlalu tinggi maka undang- undang memberi batasan tentang ganti rugi. Hal ini diatur dalam Pasal 1247, 1248, 1250 ayat (1), 1250 ayat (3) KUH Perdata. Dalam Pasal 1247 KUH Perdata menyatakan bahwa: “Si berutang hanya diwajibkan mengganti biaya, rugi, dan bunga yang nyata telah, atau sedianya harus dapat diduganya sewaktu perikatan dilahirkan kecuali jika hal tidak dipenuhinya perikatan itu disebabkan sesuatu tipu daya yang dilakukan olehnya”.

Dalam Pasal 1248 KUH Perdata menegaskan lagi bahwa: “Bahkan jika hal tidak dipenuhinya perikatan itu disebabkan tipu-daya si berutang,

2.22

Hukum Bisnis 

pengganti biaya, rugi, dan bunga sekadar mengenai kerugian yang dideritanya oleh si berpiutang dan keuntungan yang terhilang baginya, hanyalah terdiri atas apa yang merupakan akibat langsung dari tak dipenuhinya perikatan”.

Dari kedua pasal tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa kerugian yang harus diganti meliputi kerugian yang dapat diduga dan merupakan akibat langsung dari wanprestasi, artinya ada hubungan sebab dan akibat antara wanprestasi dengan kerugian yang diderita. Berkaitan dengan hal ini ada dua sarjana yang mengemukakan teori tentang sebab akibat yaitu sebagai berikut. a) Conditio Sine qua Non (von buri) Menyatakan bahwa suatu peristiwa A adalah sebab dari peristiwa B (peristiwa lain) dan peristiwa B tidak akan terjadi jika tidak ada peristiwa A. b) Adequate Veroorzaking (von Kries) Menyatakan bahwa suatu peristiwa A adalah sebab dari peristiwa B (peristiwa yang lain). Bila peristiwa A menurut pengalaman manusia yang normal diduga mampu menimbulkan akibat (peristiwa B). Dari kedua teori di atas maka yang lazim dianut adalah teori Adequate Veroorzaking karena pelaku hanya bertanggung jawab atas kerugian yang selayaknya dapat dianggap sebagai akibat dari perbuatan itu dan di samping itu teori inilah yang paling mendekati dengan keadilan. Pada Pasal 1250 ayat (1) dan ayat (3) KUH Perdata, disebutkan bahwa perikatan yang berwujud pembayaran sejumlah uang apabila terlambat bunganya maka penggantian kerugiannya adalah berujud pembayaran bunga. Cara pembayaran kerugian tersebut dihitung mulai digugat di muka pengadilan. Bunga yang harus dibayarkan menurut undang-undang yang dimuat dalam Lembaran Negara No. 22 Tahun 1848 ditetapkan 6 persen per tahun. Bunga ini disebut dengan bunga moratoir. Bunga moratoir tersebut mulai dihitung sejak dituntutnya ke pengadilan atau sejak dimasukkannya surat gugatan ke pengadilan.

 EKMA4316/MODUL 2

2.23

Oleh karena itu, seorang debitur yang dituduh lalai dapat mengajukan beberapa alasan untuk membela dirinya, yaitu a) mengajukan tuntutan adanya keadaan memaksa (overmach); b) mengajukan alasan bahwa kreditur sendiri telah lalai; c) mengajukan alasan bahwa kreditur telah melepaskan haknya untuk menuntut ganti rugi. 2) Pembatalan perjanjian Mengenai pembatalan perjanjian diatur dalam bagian kelima Bab I buku III KUH Perdata, karena berdasarkan anggapan Undang-undang bahwa terjadinya wanprestasi itu merupakan suatu syarat batal. Anggapan tersebut tidak benar sebab menurut Pasal 1266 ayat (1) dan ayat (2) KUH Perdata dapat disimpulkan bahwa syarat untuk pembatalan perjanjian adalah: a) adanya wanprestasi dari debitur; b) perjanjian harus timbal balik; c) pembatalan perjanjian berdasarkan putusan hakim. Hal ini ditegaskan lagi dalam Pasal 1266 ayat (3) KUH Perdata yaitu bahwa permintaan pembatalan kepada hakim ini juga harus dilakukan meskipun syarat batal mengenai tidak dipenuhinya kewajiban dinyatakan di dalam persetujuan. Apabila terjadi pembatalan perjanjian maka akibatnya menurut Pasal 1265 ayat (1) KUH Perdata yaitu dapat menghentikan perikatan; dan segala sesuatu kembali kepada keadaan semula, seolah-olah tidak pernah ada suatu perikatan. Akibat yang kedua ini tentunya akan menimbulkan kesulitan karena kedua belah pihak akan dibawa kembali kepada keadaan semula (berlaku surut). Akibatnya menurut keputusan HR tanggal 11 Maret 1926, penyelesaiannya berpedoman pada pemenuhan hal-hal yang telah terjadi dan pemutusan untuk hal-hal yang akan datang. 3) Peralihan risiko Yang dimaksud dengan risiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi suatu peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak, yang menimpa barang yang menjadi objek perjanjian.

2.24

Hukum Bisnis 

Dalam perjanjian untuk memberikan suatu barang tertentu maka sejak lahirnya perjanjian tersebut segala risiko akan ditanggung oleh si berpiutang yaitu pihak yang berhak menerima barang itu. Namun dalam hal si berutang lalai untuk menyerahkan barang yang menjadi objek perjanjian maka segala risiko atas barang tersebut akan ditanggung oleh pihak si berutang yaitu pihak yang akan memberikan barang. Jadi dalam hal ini terjadi peralihan risiko dari pihak si berpiutang kepada si berutang. Hal tersebut di atas tersimpul dari Pasal 1237 ayat (1) dan (2) KUH Perdata. Pasal 1237 KUH Perdata di atas hanya berlaku untuk perjanjian sepihak saja. Sedangkan mengenai peralihan risiko untuk perjanjian timbal balik, menurut Pasal 1460 KUH Perdata bahwa risiko dalam perjanjian jual beli barang tertentu dipikulkan kepada si pembeli, meskipun barangnya belum diserahkan. Namun apabila si penjual terlambat menyerahkan barangnya, maka segala risiko atas barang tersebut akan dialihkan dari si pembeli kepada si penjual. Jadi dengan lalainya si penjual, risiko tersebut akan beralih kepadanya. 4) Membayar biaya perkara apabila sampai diperkarakan di muka hakim Tentang pembayaran ongkos biaya perkara tersimpul dalam suatu peraturan hukum acara, yang menyatakan bahwa pihak yang dikalahkan diwajibkan membayar biaya perkara (Pasal 181 ayat I HIR). Maka untuk seorang debitur yang lalai tentu akan dikalahkan jika sampai terjadi suatu perkara di depan hakim, sebab dalam hal ini debitur berada di pihak yang kalah sehingga debitur tersebut harus membayar biaya perkara. Dari akibat-akibat wanprestasi di atas maka menurut Pasal 1267 KUH Perdata menyatakan bahwa: “Pihak yang merasa perjanjian tidak dipenuhi, boleh memilih apakah ia, jika hal itu masih dapat dilakukan, akan memaksa pihak yang lainnya untuk memenuhi perjanjian, ataukah ia akan menuntut pembatalan perjanjian itu disertai penggantian biaya, rugi dan bunga”.

Dari pasal tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa kreditur dapat memilih antara tuntutan-tuntutan sebagai berikut. a) Pemenuhan perjanjian; b) Pemenuhan perjanjian disertai ganti rugi;

 EKMA4316/MODUL 2

2.25

c) Ganti rugi saja; d) Pembatalan perjanjian; e) Pembatalan perjanjian disertai ganti rugi. F. HAPUSNYA PERJANJIAN Hapusnya perjanjian harus dibedakan dengan hapusnya perikatan karena suatu perikatan dapat dihapus sedangkan perjanjiannya yang merupakan sumbernya masih tetap ada. Misalnya dalam perjanjian jual beli; dengan dibayarnya harga maka perikatan mengenai pembayaran menjadi hapus, sedangkan perjanjiannya belum karena perikatan mengenai penyerahan barang belum terlaksana. Jika semua perikatan yang ditimbulkan dari perjanjian itu hapus seluruhnya, maka perjanjian tersebut juga berakhir dalam hal ini hapusnya perjanjian tersebut akibat dari hapusnya perikatanperikatannya. Sebaliknya hapusnya perjanjian dapat juga mengakibatkan hapusnya perikatan-perikatannya, yaitu apabila perjanjian hapus dengan berlakunya surut, misalnya sebagai akibat dari pembatalan berdasarkan wanprestasi (Pasal 1266 KUH Perdata), maka semua perikatan yang telah terjadi menjadi hapus dan perikatan itu tidak perlu lagi dipenuhi, begitu pula terhadap perikatan yang telah dipenuhi harus ditiadakan. Tetapi dapat juga terjadi bahwa perjanjian hapus untuk waktu selanjutnya sehingga kewajibankewajiban yang telah ada tetap ada. Misalnya dalam perjanjian sewamenyewa yaitu dengan pernyataan mengakhiri perjanjian maka perjanjian sewa-menyewa dapat diakhiri akan tetapi perikatan untuk membayar uang sewa atas sewa yang telah dinikmati tidak ikut berakhir atau hapus. Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas maka berikut ini akan diterangkan mengenai sebab-sebab hapusnya perjanjian. 1. Ditentukan dalam perjanjian oleh para pihak Maksudnya bahwa perjanjian tersebut hapus apabila para pihak telah menentukan saat berakhirnya perjanjian itu. Misalnya perjanjian akan berakhir tanggal 20 bulan yang akan datang. 2. Undang-undang menentukan batas berlakunya suatu perjanjian Misalnya menurut Pasal 1066 ayat (3) KUH Perdata yang menjelaskan bahwa para ahli waris dapat mengadakan perjanjian untuk selama waktu tertentu supaya tidak melakukan pemecahan harta warisan. Akan tetapi

2.26

3.

4.

5.

6.

7.

Hukum Bisnis 

waktu perjanjian tersebut oleh Pasal 1066 ayat (3) KUH Perdata dibatasi berlakunya hanya untuk lima tahun. Para pihak atau undang-undang dapat menentukan bahwa dengan terjadinya peristiwa tertentu maka perjanjian akan hapus Misalnya, jika salah satu pihak yang mengadakan perjanjian meninggal dunia maka perjanjian tersebut akan hapus, hal ini dapat dilihat dalam perjanjian pemberian kuasa (Pasal 1813 KUH Perdata), perjanjian kerja (Pasal 1603 j KUH Perdata). Pernyataan menghentikan perjanjian (opzegging) Opzegging dapat dilakukan oleh kedua belah pihak atau salah satu pihak. Opzegging hanya ada pada perjanjian-perjanjian yang bersifat sementara misalnya dalam perjanjian kerja, perjanjian sewa-menyewa. Perjanjian hapus karena putusan hakim Misalnya dalam perjanjian sewa-menyewa rumah, apabila pemilik rumah pada waktu menyerahkan rumah untuk disewa tidak menentukan jangka waktu berakhirnya sewa sehingga menimbulkan kesulitan untuk menghentikan sewa-menyewa tersebut maka hal ini dapat dilakukan dengan putusan Pengadilan Negeri (Pasal 10 ayat (3) PP No. 55 Tahun 1981). Tujuan perjanjian telah tercapai Apabila tujuan perjanjian tersebut telah tercapai maka perjanjian tersebut akan berakhir. Misalnya dalam perjanjian jual-beli sepeda, apabila pembeli sudah melunasi harga sepeda yang dibeli dan penjual telah menyerahkan sepeda tersebut kepada pembeli maka perjanjian tersebut telah berakhir. Dengan perjanjian para pihak Perjanjian akan hapus dengan adanya perjanjian antara para pihak yang membuatnya. Misalnya dalam perjanjian sewa-menyewa rumah dibuat perjanjian oleh para pihak yang menentukan bahwa sewa rumah tersebut berakhir 3 (tiga) tahun yang akan datang.

 EKMA4316/MODUL 2

2.27

LA TIH AN Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah latihan berikut! 1) Sebutkan rumusan perjanjian menurut Pasal 1313 KUH Perdata! Apa keberatan yang dapat dikemukakan terhadap rumusan tersebut? 2) Dalam Hukum Perjanjian, apa yang dimaksud dengan asas kebebasan berkontrak? Dimanakah asas tersebut dapat diketemukan dan adakah pembatasannya? 3) Menurut asas konsensualisme kapankah perjanjian itu lahir? Adakah pengecualiannya? 4) Sebutkan syarat-syarat sahnya perjanjian dan di mana hal itu diatur? 5) Kapankah seseorang itu dianggap cakap untuk membuat perjanjian? Apa akibatnya jika orang yang tidak cakap itu membuat perjanjian? 6) Ditinjau dari akibat hukum yang ditimbulkan, perjanjian dibedakan menjadi beberapa macam, sebutkan dan jelaskan secara singkat! 7) Apa yang dimaksud dengan wanprestasi? Apa syaratnya dan kapan seseorang itu dinyatakan wanprestasi? 8) Jelaskan bagaimanakah cara memperingatkan debitur agar ia memenuhi prestasinya? 9) Sebutkan dan jelaskan apa saja sanksi yang dapat dijatuhkan bagi debitur yang melakukan wanprestasi! 10) Sebutkan apa saja yang dapat menyebabkan perjanjian menjadi hapus! Petunjuk Jawaban Latihan 1) Menurut Pasal 1313 KUH Perdata adalah: “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. Perumusan tersebut oleh para sarjana dianggap kurang memuaskan, karena dianggap mengandung kelemahan-kelemahan yaitu a) Kata “…. Suatu perbuatan ….” dapat meliputi perbuatan hukum yaitu perbuatan yang dapat menimbulkan akibat hukum dan perbuatan biasa yaitu perbuatan yang tidak menimbulkan akibat hukum. Sedangkan perjanjian merupakan perbuatan hukum, karena

2.28

Hukum Bisnis 

akibat hukum yang timbul dari suatu perjanjian memang dikehendaki oleh para pihak. Oleh karena itu, kata perbuatan dalam Pasal 1313 KUH Perdata tersebut lebih tepat apabila diganti dengan kata “perbuatan hukum”. b) Pasal 1313 KUH Perdata tersebut kurang lengkap, sebab hanya menggambarkan perjanjian sepihak saja. Hal ini dapat dilihat dari perumusan: “….. satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. Perumusan tersebut seolah-olah memberikan pengertian bahwa di satu pihak hanya ada kewajiban, sedangkan di pihak yang lain hanya ada hak saja. Perjanjian yang demikian merupakan perjanjian sepihak. Padahal yang dimaksudkan oleh Pasal 1313 KUH Perdata termasuk perjanjian yang timbal balik. Oleh karena itu, agar dapat mencakup baik perjanjian sepihak maupun perjanjian timbal balik, maka sebaiknya perumusannya ditambah dengan kata-kata: “… atau kedua belah pihak saling mengikatkan dirinya ...”. c) Perumusan Pasal 1313 KUH Perdata itu dianggap terlalu luas, karena dari perumusan pasal tersebut dapat termasuk di dalamnya perbuatan-perbuatan dalam lapangan hukum keluarga. Sedangkan yang dimaksudkan adalah hanya perbuatan dalam lapangan hukum harta kekayaan saja. 2) Asas kebebasan berkontrak Asas kebebasan berkontrak ini erat sekali kaitannya dengan isi, bentuk dan jenis dari perjanjian yang dibuat. Asas ini terdapat dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang menyatakan bahwa “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Asas ini dapat disimpulkan dari kata ”semua” yang mengandung 5 makna yaitu setiap orang bebas: a) untuk mengadakan atau tidak mengadakan perjanjian; b) mengadakan perjanjian dengan siapa pun; c) menentukan bentuk perjanjian yang dibuatnya; d) menentukan isi dan syarat–syarat perjanjian yang dibuatnya; e) untuk mengadakan pilihan hukum, maksudnya yaitu bebas untuk memilih pada hukum mana perjanjian yang dibuatnya akan tunduk. Kebebasan berkontrak dibatasi dengan campur tangan penguasa yang bertindak sebagai pelindung terhadap pihak yang secara ekonomis lebih

 EKMA4316/MODUL 2

2.29

lemah kedudukannya, misalnya besarnya suku bunga sudah ditentukan oleh pemerintah. 3) Menurut asas konsensualisme, perjanjian itu lahir apabila sudah tercapai kesepakatan dari para pihak mengenai hal-hal pokok yang menjadi obyek perjanjian dan tidak perlu adanya formalitas tertentu selain yang telah ditentukan Undang-undang. Terhadap asas konsensualisme itu ada perkecualiannya yaitu oleh Undang-undang ditetapkan formalitas tertentu untuk beberapa macam perjanjian dengan ancaman batalnya perjanjian tersebut apabila tidak memenuhi bentuk yang ditetapkan, seperti misalnya: a) perjanjian penghibahan yang berupa benda tak bergerak harus dengan akta notaris; b) perjanjian perdamaian harus dengan bentuk tertulis; c) perjanjian kerja di laut harus dengan akta. 4) Pasal 1320 KUH Perdata menentukan bahwa untuk sahnya suatu perjanjian harus memenuhi empat syarat yaitu a) sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; b) kecakapan untuk membuat suatu perjanjian; c) suatu hal tertentu; d) suatu sebab yang halal. 5) Orang yang dianggap cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah orang yang telah dewasa yaitu orang-orang yang telah mampu untuk melakukan suatu perbuatan hukum atau cakap menurut hukum. Syarat sepakat mereka yang mengikatkan dirinya dan syarat kecakapan untuk membuat suatu perjanjian merupakan syarat subyektif dari syarat sahnya suatu perjanjian, karena menyangkut orang-orang atau subyek yang mengadakan perjanjian. Syarat subyektif ini apabila tidak dipenuhi dalam pembuatan perjanjian maka perjanjian tersebut dapat dimintakan pembatalan (vernietigbaar) oleh pihak yang lemah yaitu pihak yang tidak cakap atau pihak yang memberikan perizinan secara tidak bebas. Yang dapat meminta pembatalan dalam hal seorang anak yang belum dewasa adalah anak itu sendiri apabila ia sudah dewasa atau orang tua atau walinya dan untuk seseorang yang berada di bawah pengampuan maka yang meminta pembatalan perjanjian adalah pengampunya. Sedangkan untuk seseorang yang telah memberikan perizinannya secara tidak bebas maka orang itu sendiri yang dapat meminta pembatalan

2.30

Hukum Bisnis 

perjanjian. Namun demikian selama pembatalan tersebut belum dilaksanakan maka perjanjian itu masih tetap berlaku sebagai perjanjian yang sah dan mengikat kedua belah pihak yang membuatnya. 6) Ditinjau dari segi akibat hukum yang ditimbulkan dalam perjanjian maka perjanjian dibedakan menjadi beberapa macam yaitu sebagai berikut. a) Perjanjian obligatoir Merupakan perjanjian yang hanya menimbulkan hak dan kewajiban di antara para pihak. Dengan kata lain, perjanjian obligatoir merupakan perjanjian yang menimbulkan perikatan. b) Perjanjian liberatoir Merupakan perjanjian yang isinya bertujuan untuk membebaskan para pihak dari suatu kewajiban hukum tertentu. Perjanjian ini maksudnya adalah untuk menghapuskan perikatan yang ada di antara para pihak tersebut. c) Perjanjian kekeluargaan merupakan perjanjian yang terdapat dalam lapangan hukum keluarga, misalnya perkawinan. d) Perjanjian pembuktian Para pihak bebas dan berwenang untuk mengadakan perjanjian mengenai alat-alat bukti yang akan berlaku di antara mereka. Para pihak juga menentukan sendiri kekuatan pembuktian suatu alat bukti. Perjanjian yang demikian ini sering disebut sebagai perjanjian pembuktian dan termasuk dalam perjanjian di lapangan hukum acara. e) Perjanjian kebendaan Perjanjian ini merupakan perjanjian yang bertujuan untuk mengalihkan atau menimbulkan, mengubah atau menghapuskan hak-hak kebendaan. Perjanjian kebendaan ini merupakan pelaksanaan dari perjanjian obligatoir. 7) Wanprestasi adalah suatu keadaan yang dikarenakan kelalaian atau kesalahannya, debitur tidak dapat memenuhi prestasi seperti yang telah ditentukan dalam perjanjian. Adapun bentuk-bentuk dari wanprestasi yaitu a) tidak memenuhi prestasi sama sekali; b) memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktunya; c) memenuhi prestasi tetapi tidak sesuai atau keliru.

 EKMA4316/MODUL 2

2.31

Dalam hal bentuk prestasi debitur dalam perjanjian yang berupa tidak berbuat sesuatu, maka sejak kapan debitur melakukan wanprestasi yaitu pada saat debitur berbuat sesuatu yang tidak diperbolehkan dalam perjanjian. Sedangkan bentuk prestasi debitur yang berupa berbuat sesuatu yang memberikan sesuatu apabila batas waktunya ditentukan dalam perjanjian, maka menurut Pasal 1238 KUH Perdata debitur dianggap melakukan wanprestasi dengan lewatnya batas waktu tersebut. Dan apabila tidak ditentukan mengenai batas waktunya maka untuk menyatakan seorang debitur melakukan wanprestasi, diperlukan adanya surat peringatan tertulis dari kreditur yang diberikan kepada debitur. 8) Cara memperingatkan debitur agar ia memenuhi prestasinya, yaitu dengan surat peringatan tertulis yang disebut dengan somasi. Somasi adalah pemberitahuan atau pernyataan dari kreditur kepada debitur yang berisi ketentuan bahwa kreditur menghendaki pemenuhan prestasi seketika atau dalam jangka waktu seperti yang ditentukan dalam pemberitahuan itu. 9) Apabila debitur melakukan wanprestasi maka ada beberapa sanksi yang dapat dijatuhkan kepada debitur, yaitu a) membayar kerugian yang diderita kreditur, disingkat ganti rugi Adapun wujud kerugian yang harus diganti oleh debitur dapat diperinci dalam tiga unsur: biaya (konsten) yaitu segala pengeluaran atau perongkosan yang nyata-nyata telah dikeluarkan oleh kreditur, rugi (schaden) yaitu kerusakan yang sungguh-sungguh menimpa barang atau harta benda kreditur yang diakibatkan oleh kelalaian debitur, dan bunga (interesten) yaitu kehilangan keuntungan yang akan didapat oleh kreditur jika debitur tidak lalai. b) pembatalan perjanjian Mengenai pembatalan perjanjian diatur dalam bagian kelima Bab I buku III KUH Perdata, karena berdasarkan anggapan Undangundang bahwa terjadinya wanprestasi itu merupakan suatu syarat batal. Anggapan tersebut tidak benar sebab menurut Pasal 1266 ayat (1) dan ayat (2) KUH Perdata dapat disimpulkan bahwa syarat untuk pembatalan perjanjian adalah: 1) adanya wanprestasi dari debitur; 2) perjanjian harus timbal balik; 3) pembatalan perjanjian berdasarkan putusan hakim.

2.32

Hukum Bisnis 

c)

peralihan risiko Yang dimaksud dengan risiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi suatu peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak, yang menimpa barang yang menjadi obyek perjanjian. d) membayar biaya perkara apabila sampai diperkarakan di muka hakim Jika sampai terjadi suatu perkara di depan hakim, maka debitur sebagai pihak yang kalah harus membayar biaya perkara. 10) Yang dapat menyebabkan hapusnya perjanjian, yaitu a) ditentukan dalam perjanjian oleh para pihak; b) undang-undang menentukan batas berlakunya suatu perjanjian; c) para pihak atau undang–undang dapat menentukan bahwa dengan terjadinya peristiwa tertentu maka perjanjian akan hapus; d) pernyataan menghentikan perjanjian (opzegging); e) perjanjian hapus karena putusan hakim; f) tujuan perjanjian telah tercapai; g) dengan perjanjian para pihak.

RA NGK UMA N Perjanjian adalah suatu perbuatan hukum antara dua pihak atau lebih yang saling mengikatkan dirinya untuk menimbulkan hak dan kewajiban. Perjanjian merupakan salah satu sumber dari perikatan di samping sumber-sumber lain. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 1233 KUH Perdata yang menyatakan bahwa “tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena perjanjian, baik karena undang-undang”. Perikatan mempunyai pengertian yang abstrak sedangkan perjanjian merupakan suatu hal yang konkret atau merupakan suatu peristiwa. Perikatan yang lahir dari perjanjian, akibat-akibatnya memang dikehendaki oleh kedua belah pihak yang membuat perjanjian. Dalam Hukum Perjanjian dikenal adanya beberapa asas yang merupakan pedoman atau dasar aktivitasnya perjanjian. Asas-asas tersebut adalah asas konsensualisme, asas kebebasan berkontrak, asas pacta sunt servanda, asas itikad baik dan asas kepribadian. Di samping memperhatikan asas-asas tersebut, maka agar perjanjian yang dibuat itu sah harus memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian yang diatur di dalam Pasal 1320 KUH Perdata, yaitu 1. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;

 EKMA4316/MODUL 2

2. 3. 4.

2.33

adanya kecakapan untuk membuat perjanjian; suatu hal tertentu; suatu sebab yang halal.

Perjanjian yang terdapat di dalam KUH Perdata dapat diklasifikasikan menjadi beberapa macam, yaitu perjanjian obligatoir, perjanjian liberatoir, perjanjian kekeluargaan, perjanjian pembuktian dan perjanjian kebendaan. Perjanjian yang diatur dalam Buku III KUH Perdata adalah perjanjian obligatoir, yang dapat dibedakan lagi menjadi perjanjian sepihak dan perjanjian timbal balik, perjanjian konsensuil, formil dan riil, perjanjian bernama dan perjanjian tidak bernama atau jenis baru. Ada kalanya perjanjian itu tidak dapat dilaksanakan dengan sempurna karena adanya wanprestasi. Bentuk-bentuk wanprestasi itu meliputi tidak memenuhi prestasi sama sekali, memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktunya, memenuhi prestasi tetapi tidak sesuai dengan isi perjanjian. Akibat adanya wanprestasi tersebut kreditur dapat menuntut pemenuhan perjanjian dengan disertai ganti rugi atau tanpa ganti rugi, pembatalan perjanjian disertai ganti rugi atau tanpa ganti rugi, ganti rugi saja. Selanjutnya perjanjian itu dapat berakhir karena ditentukan dalam perjanjian oleh para pihak, Undang-undang menentukan batas berlakunya suatu perjanjian, para pihak atau undang-undang dapat menentukan bahwa dengan terjadinya peristiwa tertentu maka perjanjian akan hapus, pernyataan menghentikan perjanjian (opzegging), karena putusan hakim, karena tujuan perjanjian telah tercapai dan karena adanya perjanjian dari para pihak. TES FO RMA TIF 1 Pilihlah satu jawaban yang paling tepat! 1) Istilah perjanjian merupakan terjemahan dari istilah bahasa Belanda dari kata …. A. overeenkomst B. overeenkomen C. verbintenis D. verbinden

2.34

Hukum Bisnis 

2) Perjanjian merupakan salah satu sumber perikatan. Istilah perikatan itu merupakan terjemahan kata …. A. overeenkomst B. overeenkomen C. verbintenis D. verbinden 3) Rumusan perjanjian adalah hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum adalah pendapat dari …. A. Subekti B. Sudikno Mertokusumo C. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan D. Abdulkadir Muhammad 4) Sarjana yang menerjemahkan istilah verbintenis dengan istilah perutangan adalah …. A. Subekti B. Sudikno Mertokusumo C. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan D. Abdulkadir Muhammad 5) Pasal-pasal dalam Buku III KUH Perdata boleh disimpangi manakala para pihak telah membuat ketentuan sendiri, ini sesuai dengan sifat Hukum Perjanjian yang …. A. pemaksa B. pelengkap C. konsensuil D. obligatoir 6) Suatu perjanjian yang dibuat secara sah itu mengikat mereka yang membuatnya sebagaimana layaknya UU, ini merupakan cerminan dari asas …. A. konsensualisme B. kebebasan berkontrak C. pacta sunt servanda D. itikad baik 7) Perjanjian itu hanya berlaku bagi pihak-pihak yang membuatnya saja, kecuali ditentukan sebaliknya, ini merupakan cerminan dari asas …. A. asas konsensualisme B. kebebasan berkontrak

 EKMA4316/MODUL 2

2.35

C. pacta sunt servanda D. kepribadian 8) Agar suatu perjanjian yang dibuat menjadi perjanjian yang sah, maka harus memenuhi syarat .... A. ada sepakat mereka yang mengikatkan dirinya B. ada kecakapan untuk membuat perjanjian C. suatu hal tertentu D. semua benar 9) Suatu perjanjian yang penandatanganannya dilakukan karena adanya paksaan dari salah satu pihak, melanggar syarat sahnya perjanjian tentang …. A. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya B. kecakapan untuk membuat perjanjian C. suatu hal tertentu D. suatu sebab yang halal 10) Objek perjanjian harus merupakan barang-barang dalam perdagangan, ini sesuai dengan syarat sahnya perjanjian tentang …. A. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya B. kecakapan untuk membuat perjanjian C. suatu hal tertentu D. tidak bertentangan dengan UU 11) Perjanjian yang hanya menimbulkan hak dan kewajiban saja bagi para pihak adalah perjanjian …. A. obligatoir B. liberatoir C. kekeluargaan D. pembuktian 12) Perjanjian yang bertujuan untuk mengalihkan, mengubah menghapuskan hak-hak kebendaan adalah perjanjian …. A. obligatoir B. liberatoir C. kekeluargaan D. kebendaan

atau

2.36

Hukum Bisnis 

13) Perjanjian yang hanya menimbulkan kewajiban pada satu pihak dan hak pada pihak lainnya adalah perjanjian …. A. sepihak B. timbal balik C. riil D. formil 14) Perjanjian yang menimbulkan hak dan kewajiban pada masing-masing pihak adalah perjanjian …. A. sepihak B. timbal balik C. riil D. formil 15) Hal-hal berikut ini merupakan bentuk-bentuk wanprestasi, kecuali memenuhi prestasi …. A. lebih awal dari waktu yang ditentukan B. tetapi terlambat C. tetapi tidak sesuai dengan isi perjanjian D. sesuai isi perjanjian 16) Untuk dinyatakan wanprestasi perlu adanya somasi, tetapi ada bentuk wanprestasi yang tidak memerlukan somasi, yaitu …. A. memenuhi prestasi lebih awal dari waktu yang ditentukan B. memenuhi prestasi tetapi terlambat C. memenuhi prestasi tetapi tidak sesuai dengan isi perjanjian D. tidak memenuhi prestasi sama sekali 17) Dalam hal terjadi wanprestasi, kreditur dapat menuntut debitur …. A. pemenuhan perjanjian dengan ganti rugi atau tanpa ganti rugi B. pembatalan perjanjian dengan ganti rugi atau tanpa ganti rugi C. ganti rugi D. semua benar 18) Debitur dapat membela diri terhadap tuntutan karena wanprestasi dengan alasan …. A. debitur lalai B. debitur tidak di tempat C. kreditur tidak di tempat D. adanya keadaan memaksa

2.37

 EKMA4316/MODUL 2

19) Apabila dirumuskan bahwa perjanjian akan berakhir pada tanggal 31 Desember 2005, maka pada tanggal tersebut perjanjian berakhir karena …. A. ditentukan dalam perjanjian B. adanya opzegging C. adanya putusan hakim D. tujuan perjanjian telah tercapai 20) Suatu perjanjian yang hak dan kewajiban para pihak sudah dilaksanakan dengan sempurna, maka perjanjian tersebut akan berakhir. Ini merupakan cara berakhirnya perjanjian karena …. A. ditentukan dalam perjanjian B. adanya opzegging C. adanya putusan hakim D. tujuan perjanjian telah tercapai Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 1 yang terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar. Kemudian, gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 1.

Tingkat penguasaan =

Jumlah Jawaban yang Benar

 100%

Jumlah Soal Arti tingkat penguasaan: 90 - 100% = baik sekali 80 - 89% = baik 70 - 79% = cukup < 70% = kurang Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat meneruskan dengan Kegiatan Belajar 2. Bagus! Jika masih di bawah 80%, Anda harus mengulangi materi Kegiatan Belajar 1, terutama bagian yang belum dikuasai.

2.38

Hukum Bisnis 

Kegiatan Belajar 2

Asuransi

S

ejalan dengan cepatnya perkembangan peradaban manusia, risiko yang mengancam kehidupan di masyarakat kita dari suatu “peristiwa yang tidak tertentu” (onzeker voorval1atau evenement2) juga semakin beragam baik secara kualitas maupun secara kuantitas. Risiko-risiko tersebut dapat dikategorikan sebagai suatu ancaman kerugian atas harta benda dan juga kehilangan jiwa manusia. Dengan keadaan yang demikian maka kondisi yang akan datang (future condition) baik terhadap masyarakat secara individual maupun terhadap suatu badan usaha menjadi sulit untuk diprediksi karena suatu peristiwa yang tidak tertentu (onzeker voorval atau evenement) dapat saja terjadi setiap saat, pada hal di era modern ini segala sesuatu selalu dituntut dengan kalkulasi dan estimasi yang akurat dan profitable. Untuk mengatasi kondisi tersebut di atas dan dapat terhindar dari kerugian sebagai akibat dari terjadinya suatu peristiwa yang tidak diinginkan tersebut, maka masyarakat baik secara perorangan atau individual maupun sebagai badan hukum dapat melakukan pengalihan risiko (transfer of risk) kepada pihak lain yang mampu mengolah risiko tersebut serta mampu menanggung sejumlah kerugian apabila terjadinya suatu peristiwa yang tidak tertentu, yaitu kepada perusahaan asuransi. Dengan demikian maka diharapkan segala langkah dan rencana ke depan dalam kaitan dengan pengaturan financial baik untuk kebutuhan individual maupun terhadap suatu badan usaha dapat dibuat estimasi atas income projection yang lebih akurat dengan cara menganggarkan additional cost untuk biaya premi kepada perusahaan asuransi sehingga tanpa perlu lagi dibayangi oleh akibat dari ancaman risiko yang dapat timbul dari suatu peristiwa yang tidak tertentu dan dapat berakibat fatal dari segi financial.

1

H.M.N.Purwosutjipto, 2003, Pengertian Pokok Hukum Dagang Jilid 6, Hukum Pertanggungan, Cet. ke 5, Djambatan, Jakarta, hlm.1 2 Emmy Pangaribuan Simanjuntak, 1980, Hukum Pertanggungan (Pokok-pokok Pertanggungan Kerugian, Kebakaran, dan Jiwa, cet ke 4, Seksi Hukum Dagang Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, hlm. 519

 EKMA4316/MODUL 2

2.39

A. PENGERTIAN ASURANSI Asuransi dalam bahasa Belanda adalah “verzekering” yang berarti pertanggungan. Dalam suatu asuransi terlibat dua pihak, yaitu penanggung/ penjamin yang sanggup menanggung atau menjamin dan tertanggung, bahwa pihak lain akan mendapat suatu penggantian kerugian, yang mungkin akan diderita sebagai akibat peristiwa yang semula belum tentu akan terjadi atau semua belum dapat ditentukan kapan terjadinya. Pada hakikatnya dalam bahasa Indonesia kata asuransi dikenal dengan istilah “pertanggungan”. Namun demikian dalam kehidupan sehari-hari masyarakat lebih paham akan istilah asuransi daripada pertanggungan sehingga perkataan asuransi lebih banyak diucapkan daripada istilah bahasa Indonesianya. Pokok kata “Assecurars” (meyakinkan orang) berasal dari bahasa Latin/Romawi Purba dan melalui bahasa Perancis berbunyi “Asurance”, kata ini lalu diserap oleh bahasa Belanda menjadi “Assurantie”.3 Pengertian asuransi dapat dibaca dalam Pasal 246 KUHD yang selengkapnya berbunyi: “Pertanggungan adalah perjanjian dengan mana penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin dideritanya akibat dari suatu evenemen”.

Berdasarkan ketentuan Pasal 246 KUHD, ada lima unsur yang dimuat dalam asuransi, yaitu 1. perjanjian (contract) antara penanggung dan tertanggung yang muncul karena kesepakatan bebas; 2. penanggung (insurer) yang memberikan proteksi; 3. tertanggung (insured) yang menerima proteksi; 4. peristiwa (accident/evenement) yang tidak diduga atau tidak diketahui sebelumnya, peristiwa yang dapat menimbulkan kerugian; dan 5. Kepentingan (interest) yang diasuransikan, yang mungkin akan mengalami kerugian yang disebabkan oleh peristiwa tersebut.

3

Tambunan, 1988:1).

2.40

Hukum Bisnis 

Kelima unsur tersebut merupakan unsur dalam asuransi kerugian yang obyeknya adalah harta kekayaan. Salah satu unsur penting dalam asuransi yang terdapat dalam Pasal 246 KUHD adalah ganti kerugian. Sementara itu, menurut Pasal 1 butir 1 UU No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian.

“Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara 2 (dua) pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan”.

Ketentuan Pasal 1 butir 1 UU No. 2 Tahun 1992 mencakup dua jenis asuransi, yaitu 1. Asuransi kerugian (loss insurance), dapat diketahui dari rumusan: “untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung”. 2. Asuransi jumlah (sum insurance), yang meliputi asuransi jiwa dan asuransi sosial, dapat diketahui dari rumusan: “untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan”. Berdasarkan ada/tidaknya unsur persesuaian kehendak, terdapat dua jenis perjanjian pertanggungan atau asuransi adalah sebagai berikut. 1.

Pertanggungan atau Asuransi Sukarela Pengertian sukarela menunjukkan bahwa hubungan hukum antara pihak penanggung dan tertanggung yang mengikatkan diri dalam perjanjian pertanggungan harus memuat adanya unsur persesuaian kehendak yang bersifat sukarela, sehingga tidak ada paksaan maupun campur tangan dari pihak lain. Penanggung secara sukarela dengan persetujuannya sendiri mengikatkan diri untuk menanggung risiko, sedangkan pihak tertanggung dengan sukarela membayar premi sebagai imbalan memperalihkan risiko kepada pihak penanggung.

 EKMA4316/MODUL 2

2.41

2.

Pertanggungan atau Asuransi Wajib Pada pertanggungan wajib, hubungan hukum antara pembayar premi dan pemerintah sebagai penanggung diciptakan oleh Undang-undang. Berbeda dengan pertanggungan yang bersifat sukarela, terdapat unsur wajib yang dibebankan kepada salah satu pihak oleh pihak lain dengan tidak memperhatikan persesuaian kehendak. Dalam hubungan hukum pertanggungan wajib, pemerintah biasanya bertindak sebagai penanggung. Contoh dari pertanggungan wajib adalah UU No.33 Tahun 1964 mengenai pertanggungan wajib penumpang dan UU No.34 Tahun 1964 mengenai pertanggungan kecelakaan lalu lintas jalan. B. HUBUNGAN HUKUM PERUSAHAAN ASURANSI DENGAN TERTANGGUNG 1.

Para Pihak dalam Perjanjian Asuransi Setiap perjanjian pertanggungan atau asuransi terdapat pihak-pihak yang saling mengikatkan diri antara tertanggung dan penanggung. Tertanggung adalah pihak yang mengikatkan diri dengan membayar premi atas persesuaian kehendaknya sendiri terhadap kepentingan yang dipertanggungkan, yang dalam bahasa Belanda disebut dengan verzekerde, sedangkan penanggung adalah pihak yang mengikatkan diri dengan menerima premi asuransi untuk mengganti kerugian kepada tertanggung atas dasar persesuaian kehendaknya sendiri, yang dalam bahasa Belanda dikenal dengan verzekeraar. Selanjutnya, penggantian kerugian dari penanggung tergantung kepada terjadinya suatu peristiwa yang tidak tertentu. Pada penjabaran di atas, hubungan hukum pertanggungan timbul karena persesuaian kehendak antara tertanggung dan penanggung, ketika tertanggung membayar premi asuransi kepada penanggung, sehingga tertanggung berhak untuk memegang polis asuransi. Adanya persesuaian kehendak dalam perjanjian asuransi merupakan syarat mutlak dari asuransi sukarela. Lain halnya dengan hubungan hukum pertanggungan wajib, ketika hubungan hukum antara tertanggung yang membayar premi dengan penanggung (biasanya pemerintah) diciptakan oleh Undang-Undang, sehingga unsur wajib dibebankan kepada tertanggung, tanpa memperhatikan adanya persesuaian kehendak.

2.42

Hukum Bisnis 

Perjanjian asuransi bersifat timbal balik (causal/resiprocal) karena masing-masing pihak mempunyai hak dan kewajiban serta saling sepakat (konsensuil). Dalam hubungan hukum asuransi, penanggung mempunyai hak menerima sejumlah uang untuk dikelolanya yang disebut premi dari tertanggung, tetapi sebaliknya berkewajiban memberikan ganti rugi bila terjadi risiko yang menimpa tertanggung, sedangkan tertanggung berkewajiban membayar sejumlah uang yang disebut premi, tetapi berhak untuk menerima ganti rugi bila terjadi risiko yang menimpanya. Penanggung akan mengelola premi tersebut sebagai konsekuensi pengalihan risiko dari Tertanggung, sehingga apabila premi tersebut tidak/belum dibayar, maka pengalihan risiko tidak/belum efektif dalam arti proteksi asuransi juga tidak/belum berfungsi, hal tersebut sesuai dengan asas: “no premium, no insurance”, atau “no premium, no liability” tidak ada premi berarti tidak ada pertanggungan/asuransi4. 2.

Syarat-syarat Perjanjian Asuransi Sebagaimana pengertian yang diberikan oleh Undang-undang, asuransi atau pertanggungan pada dasarnya merupakan suatu perjanjian. Perjanjian merupakan salah satu sumber perikatan. Perjanjian merupakan suatu hubungan hukum di mana seorang berjanji pada orang lain untuk melaksanakan sesuatu, sedangkan perikatan merupakan suatu hubungan hukum antara dua pihak di dalam lapangan harta kekayaan, di mana pihak yang satu yaitu kreditur berhak atas prestasi dan pihak yang lain yaitu debitur berkewajiban memenuhi prestasi itu. Syarat-syarat perjanjian asuransi pada dasarnya juga tidak terlepas dari perjanjian pada umumnya. Batasan pengertian perjanjian asuransi secara formal terdapat dalam Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang yang menyebutkan bahwa: “Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, di mana penanggung dengan menikmati suatu premi mengikat dirinya terhadap tertanggung untuk membebaskannya dari kerugian karena kerusakan, kehilangan atau ketiadaan keuntungan yang diharapkan, yang akan dapat diderita olehnya karena suatu kejadian yang tidak pasti“.

4

Warsito Sanyoto, 2010, Implementasi Prinsip Dasar Asuransi Pada Polis Asuransi Kerugian Dalam Kaitannya Dengan Perlindungan Hukum Tertanggung dan Peranan Pialang Asuransi (The Essense Of Insurance Principles), hlm. 18.

 EKMA4316/MODUL 2

2.43

Batasan pengertian tentang asuransi juga dikembangkan oleh para ahli, seperti Emmy Pangaribuan. Dari batasan pengertian tersebut di atas Emmy Pangaribuan, yang dikutip oleh Sri Rejeki Hartono5, selanjutnya menjabarkan lebih lanjut bahwa perjanjian asuransi atau pertanggungan itu mempunyai sifat-sifat sebagai berikut. a. Perjanjian asuransi atau pertanggungan pada asasnya adalah suatu perjanjian penggantian kerugian atau shcadeverzekering atau indemniteits contract. penanggung mengikatkan diri untuk menggantikan kerugian karena pihak menderita kerugian dan yang diganti itu adalah seimbang dengan kerugian yang sungguh-sungguh diderita atau prinsip indemnitas. b. Perjanjian asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian bersyarat. Kewajiban mengganti rugi dari penanggung hanya dilaksanakan kalau peristiwa yang tidak tertentu atas mana diadakan pertanggungan itu terjadi. c. Perjanjian asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian timbal balik. f. Kewajiban penanggung mengganti rugi diharapkan dengan kewajiban tertanggung membayar premi. g. Kerugian yang diderita adalah sebagai akibat dari peristiwa yang tidak tertentu atas mana diadakan pertanggungan. Hukum perjanjian diatur dalam Buku III KUHPerdata yang bersifat terbuka. Hukum perjanjian sebagaimana diatur dalam KUHPerdata merupakan hukum pelengkap, artinya ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam hukum perjanjian merupakan ketentuan yang akan melengkapi perjanjian yang dibuat oleh para pihak. Mengingat sifatnya yang terbuka maka undang-undang memberikan kebebasan bagi para pihak untuk membuat perjanjian. Asalkan perjanjian tersebut tidak bertentangan dengan ketertiban, kesusilaan dan Undangundang. Kebebasan tersebut menyangkut obyek yang diatur dalam perjanjian. Salah satunya adalah mengenai asuransi sebagi perjanjian khusus yang diatur dalam KUHD. Sebagai suatu perjanjian maka ketentuan syarat sahnya suatu perjanjian dalam KUH Perdata berlaku juga bagi perjanjian asuransi. Mengingat 5

Sri Rejeki Hartono, 2001, Hukum Asuransi Dalam Perusahaan Asuransi, Sinar Grafika, Jakarta, hlm.84.

2.44

Hukum Bisnis 

asuransi merupakan perjanjian khusus maka selain syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam KUH Perdata juga diatur beberapa syarat khusus dalam KUHD. Tujuan Pasal 251 KUHD ialah untuk melindungi penanggung dari perbuatan tertanggung yang akan merugikannya. Dengan adanya pemberitahuan yang benar mengenai benda pertanggungan terhadap risiko yang dihadapi, penanggung dapat menentukan apakah dia akan mengadakan pertanggungan atau tidak.6 Berdasarkan Pasal 255 KUHD, suatu pertanggungan harus dibuat secara tertulis dalam suatu akta yang dinamakan polis, bahkan berdasarkan Pasal 256 KUHD polis harus menyatakan beberapa hal di antaranya nama dan hari ditutupnya suatu pertanggungan, suatu uraian mengenai apa yang dipertanggungkan dan lain-lain. Ini merupakan uraian mengapa perjanjian asuransi harus tertulis sedangkan Pasal 1320 KUHPerdata tidak mensyaratkan harus tertulis, demikian pula dalam praktik asuransi, karenanya perjanjian asuransi dapat dilakukan lisan.7 Perjanjian asuransi kadang-kadang cukup dengan cara lisan atau per telepon, sehingga bila suatu pertanggungan asuransi dapat dilakukan secara lisan/telepon terutama untuk periode asuransi (period of insurance) yang singkat (passenger liability) pertanggungan-pertanggungan dalam jarak dekat, dalam hal keduanya telah sepakat dan premi telah dibayar oleh tertanggung hal ini ditegaskan dalam Pasal 257 KUHD, maka ganti rugi sudah wajib dibayarkan penanggung kepada tertanggung, dengan catatan risiko yang terjadi dijamin polis. Khusus untuk kepentingan pembuktian (evidance claim) dalam hal terjadinya suatu claim, perlunya polis dibuat secara tertulis. Sebagaimana diatur pada Pasal 255 KUHD, bahwa suatu pertanggungan harus dibuat secara tertulis dalam suatu akta yang dinamakan polis, bahkan berdasarkan Pasal 256 KUHD polis harus menyatakan beberapa hal di antaranya nama dan hari ditutupnya suatu pertanggungan, suatu uraian apa yang dipertanggungkan dan lain-lain, yang merupakan pembuktian telah adanya perjanjian, khususnya bila terjadi Dispute Claim. Dengan demikian pada prinsipnya, berdasarkan salah satu prinsip dasar asuransi yaitu; utmost good faith, perjanjian asuransi memang dapat dilakukan secara lisan, namun karena untuk proses pengajuan klaim 6

Abdulkadir Muhammad, 1994, Pengantar Hukum Pertanggungan, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 45. 7 Warsito Sunyoto, Op. Cit, hlm. 20.

 EKMA4316/MODUL 2

2.45

diperlukan sebagai alat bukti telah terjadi/adanya suatu perjanjian asuransi, sebagai dokumen pendukung klaim (evidence claim). Untuk itulah Perjanjian Asuransi perlu dilakukan secara tertulis, tertuang dalam akta yang dinamakan polis sebagai tindak lanjut kesepakatan lisan.8 Berdasarkan dasar hukum tersebut maka syarat sahnya perjanjian asuransi adalah berikut ini. a. Kesepakatan. Tertanggung dan penanggung sepakat mengadakan perjanjian asuransi (konsensuil), kesepakatan tersebut pada pokoknya meliputi: 1) benda yang menjadi obyek asuransi; 2) pengalihan Risiko dan pembayaran premi; 3) evenemen dan ganti kerugian secara seimbang (indemnity); 4) syarat-syarat khusus asuransi; 5) dibuat secara tertulis yang disebut polis (255 KUHD). b. Cakap, kedua pihak baik tertanggung maupun penanggung cakap melakukan perbuatan hukum yang diakui oleh Undang-undang. c. Obyek tertentu atau fixed object, obyek tertentu dalam perjanjian asuransi adalah obyek yang diasuransikan, dapat berupa harta kekayaan dan kepentingan yang melekat pada harta kekayaan (Insurable Interst). d. Kausa yang halal, kausa yang halal maksudnya adalah isi perjanjian asuransi itu tidak dilarang Undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan tidak bertentangan dengan kesusilaan. e. Pemberitahuan, tertanggung wajib memberitahukan kepada penanggung mengenai keadaan obyek asuransi. Kewajiban ini dilakukan pada saat mengadakan asuransi (Penjabaran 251 KUHD).9 3.

Prinsip Dasar Asuransi Pelaksanaan perjanjian asuransi tidak terlepas dari asas atau prinsip dasar asuransi. Prinsip dasar atau asas hukum harus dapat diterapkan secara benar. Dalam asuransi dikenal beberapa prinsip dasar yang harus selalu ada. Prinsip ini diatur dalam peraturan perundang-undangan. Di Indonesia prinsip dasar asuransi diatur dalam KUHD. Prinsip dasar asuransi yang diatur dalam Buku I Bab IX KUH Dagang tersebut adalah10: 8

Ibid, hlm. 21. Abdulkadir Muhammad, Op. Cit, hlm. 49. 10 Sri Rejeki Hartono, Op. Cit, hlm. 49. 9

2.46

Hukum Bisnis 

a.

Prinsip Utmost Good Faith Prinsip Utmost Good Faith atau itikad yang sangat baik adalah calon tertanggung berkewajiban memberitahukan sejelas-jelasnya dan teliti mengenai segala fakta-fakta penting yang berkaitan dengan obyek yang diasuransikan.

b.

Prinsip Insurable Insurance Prinsip Insurable Interest atau kepentingan mengasuransi adalah prinsip adanya kepentingan tertanggung pada obyek yang dipertanggungkan, di sini perlu adanya pembuktian apabila terjadi suatu kerugian atas obyek yang dipertanggungkan akibat peristiwa yang dijamin dalam polis asuransi, bahwa si tertanggung benar-benar menderita kerugian dan mempunyai kepentingan atas obyek yang dipertanggungkan tersebut. Dalam perjanjian pertanggungan atau asuransi dipersyaratkan adanya kepentingan yang dipertanggungkan. Sesuai dengan ketentuan Pasal 250 KUHD, syarat sahnya perjanjian pertanggungan adalah adanya kepentingan, sehingga berlaku asas „pertanggungan mengikuti kepentingan‟. Asas „pertanggungan mengikuti kepentingan‟ dimaksudkan apabila kepentingan yang dipertanggungkan beralih kepada orang lain, maka pertanggungan tetap berjalan demi kepentingan orang lain tersebut. Terhadap kepentingan yang dipertanggungkan, maka timbul hubungan hukum antara tertanggung yang membayar premi dengan penanggung yang mengganti kerugian dari tertanggung. Dalam hukum pertanggungan orang yang menerima ganti kerugian haruslah orang yang berkepentingan. Orang yang berkepentingan biasanya adalah tertanggung yang membayar premi, tetapi ada kalanya bahwa faktor kepentingan ini jatuh kepada orang lain. Dalam pertanggungan kerugian, hal ini dikenal sebagai pertanggungan untuk pihak ketiga, sebagaimana dimungkinkan oleh Pasal 264 KUHD.11 Sementara itu, dalam pertanggungan jiwa atau pertanggungan kecelakaan pada umumnya, faktor kepentingan mungkin jatuh pada tertanggung sendiri atau kepada orang lain yang ditunjuk (biasanya ahli warisnya). Selanjutnya, suatu perjanjian pertanggungan atau asuransi tidak dapat dikesampingkan adanya motif ekonomi yang ditimbulkan dari adanya

11

Emmy Pangaribuan, 1980, Pertanggungan Wajib/Sosial UU No.33 dan No.34 Tahun 1964

 EKMA4316/MODUL 2

2.47

persesuaian kehendak antara tertanggung dan penanggung untuk melakukan peralihan maupun pembagian risiko berdasarkan kepentingan yang dipertanggungkan. Adanya motif ekonomi dari peralihan maupun pembagian risiko berdasarkan kepentingan yang dipertanggungkan mendorong diperlukannya penjabaran dari hubungan antara kepentingan yang dipertanggungkan dengan nilai ekonomi dari kepentingan tersebut yang menimbulkan kerugian keuangan bagi pihak tertanggung yang dikenal sebagai insurable interest. Insurable interest merupakan hak subyektif yang mungkin akan berkurang atau hilang nilainya, ketika terjadi evenement atau peristiwa yang menurut pengalaman normatif manusia tidak diharapkan terjadi atau kemungkinan kerugian harta yang ada untuk tertanggung sebagai akibat dari peristiwa yang tidak pasti. Dalam hal adanya persesuaian kehendak dari tertanggung dan penanggung yang terikat dalam perjanjian pertanggungan, maka diperlukan instrumen untuk melindungi kepada penanggung, sebagaimana telah diatur pada Pasal 251 KUHD yang menyatakan bahwa setiap keterangan yang keliru atau tidak benar, ataupun setiap tidak memberitahukan hal-hal yang diketahui oleh tertanggung, betapapun itikad baik ada padanya, yang demikian sifatnya, sehingga seandainya penanggung mengetahui keadaan yang sebenarnya, perjanjian itu tidak akan ditutup dengan syarat-syarat yang sama mengakibatkan batalnya pertanggungan. Pengertian di atas dikenal sebagai utmost good faith atau adanya itikad baik yang menjadi prasyarat untuk diberikannya konsensus oleh penanggung, ketika tertanggung mengungkapkan seluruh fakta material yang disadari atau paling tidak diketahui bahkan jika ada pertanyaan khusus diajukan pada formulir pengajuan asuransi, dan tidak membuat pernyataan menyimpang mengenai fakta-fakta material. Pembagian risiko merupakan mekanisme pembagian risiko yang timbul dari hubungan hukum antara tertanggung dan penanggung, ketika tertanggung melakukan prestasi dengan membayar premi asuransi berdasarkan persentase klaim pertanggungan yang diperjanjikan kepada penanggung yang menanggung risiko untuk membayar kerugian kepada tertanggung atas terjadinya suatu peristiwa yang tidak diharapkan.

2.48

Hukum Bisnis 

c.

Prinsip Indemnity Prinsip Indemnity atau Indemnitas adalah prinsip ganti rugi yang seimbang di mana seorang tertanggung tidak boleh menerima ganti rugi melebihi dari pada kerugian nyata yang dideritanya dari terjadinya peristiwa yang dijamin dalam polis asuransi.12

d.

Prinsip Subrogasi Prinsip subrogation atau subrogasi adalah apabila tertanggung telah menerima ganti rugi dari penanggung, maka hak menuntut ganti rugi pada pihak lain yang dianggap menimbulkan kerugian tersebut akan jatuh atau berpindah pada penanggung, demikian pula apabila tertanggung telah menerima ganti rugi dari pihak lain yang merugikannya maka tertanggung tidak berhak meminta ganti rugi dari penanggung.

Dalam perjanjian asuransi juga dipersyaratkan adanya peristiwa tidak tertentu atau evenement. Jenis pertanggungan yang timbul di dalam perjanjian pertanggungan haruslah memuat mengenai suatu pertanggungan yang ditimbulkan oleh suatu peristiwa yang tidak tertentu atau evenement. Peristiwa yang tidak tertentu merupakan suatu peristiwa yang menurut pengalaman normatif manusia tidak diharapkan akan terjadi. Misalnya, peristiwa yang tidak tertentu yang tidak diharapkan terjadi dalam pertanggungan kecelakaan lalu lintas jalan adalah terjadinya kecelakaan jalan yang mengakibatkan adanya korban dari kecelakaan tersebut. Apabila suatu kerugian adalah akibat dari peristiwa yang tidak tertentu atau evenement yang ditanggung dalam polis, maka penanggung harus wajib menepati untuk mengganti kerugian. Terkait adanya akibat hukum dari „terjadinya evenement’ adalah tanggung jawab hukum penanggung untuk mengganti kerugian kepada tertanggung, maka permasalahan hukum yang timbul adalah dibutuhkannya pembuktian terhadap sebab atau kausa dari timbulnya kerugian tersebut yang bersifat conditio sine qua non. Ada beberapa varian dari sebab timbulnya evenement di atas, yaitu a. causa proxima atau peristiwa dari yang menjadi sebab dari timbulnya kerugian adalah peristiwa terdekat;

12

Sonnydwiharsono, 1996, Prinsip-Prinsip dan Praktik Asuransi, Yayasan Pengembangan Ilmu Asuransi, Jakarta, hlm. 94.

 EKMA4316/MODUL 2

b. c.

2.49

causa remota atau peristiwa dari yang menjadi sebab dari timbulnya kerugian adalah peristiwa terjauh; adequate atau sebab yang paling layak atau yang menurut pengalaman manusia diketahui bahwa itulah yang paling memadai untuk menimbulkan akibat.

Selain prinsip-prinsip dasar asuransi yang diatur dalam KUHD, dikenal pula prinsip-prinsip dasar lainnya seperti13 berikut ini. 1.

Prinsip Kontribusi Prinsip kontribusi adalah prinsip yang menunjukkan apabila atas suatu objek yang diasuransikan pada lebih dari satu perusahaan asuransi.14 Apabila terjadi kerugian maka yang wajib memberi ganti rugi adalah jatuh pada perusahaan asuransi yang menutup asuransinya terlebih dahulu, kecuali jumlahnya belum sesuai dengan indemnitas, baru polis diterbitkan kemudian membayar sisanya, tetapi bila sudah sesuai dengan indemnitas, maka polis yang terbit belakangan tidak wajib memberi ganti rugi (ini dianggap tidak fair).

2.

Prinsip Proporsional Seseorang dapat mengasuransikan harta benda yang sama pada beberapa perusahaan asuransi. Namun bila terjadi kerugian atas obyek yang diasuransikan bila berlaku prinsip kontribusi, maka memungkinkan ada sama-sama penanggung lain, yang tidak wajib membayar ganti rugi walau menerima premi, sehingga prinsip kontribusi ini dianggap kurang adil, karena bila ganti rugi diberikan beberapa perusahaan asuransi yang telah mencapai indemnity, yang lain tidak wajib bayar ganti rugi padahal menerima premi. Prinsip Kontribusi dianggap tidak fair, yang lebih fair yaitu Prinsip Proporsional, semua yang menerima premi wajib memberi ganti rugi secara proporsional, sehingga lebih memenuhi keadilan sampai dengan ganti rugi mencapai indemnity dibayar secara bersamasama oleh para penerbit polis.

13 14

Warsito Sunyoto, Op. Cit, hlm. 35. Sonnydwiharsono, Op. Cit, hlm. 95

2.50

Hukum Bisnis 

3.

Prinsip Koasuransi/Reasuransi Prinsip koasuransi adalah penutupan pertanggungan atas suatu obyek asuransi yang dilakukan oleh lebih dari satu tertanggung atau perusahaan asuransi baik pada waktu yang bersamaan ataupun pada waktu yang berbeda.15 Prinsip ini dilakukan biasanya untuk obyek asuransi yang mempunyai nilai tinggi sehingga melibatkan lebih dari satu tertanggung atau penanggung.

4.

Prinsip Jumlah Bilangan Besar (the law of large number) Prinsip hukum jumlah bilangan besar adalah suatu prinsip di mana bertambah banyak jumlah obyek pertanggungan yang diterima untuk jenis pertanggungan yang sama adalah bertambah baik, karena adanya penyebaran risiko yang lebih luas, dan secara matematis kemungkinan menderita kerugian dapat diramalkan mendekati kenyataan dan hal ini juga akan mempengaruhi tarif premi asuransi yang dibebankan kepada tertanggung secara relatif cenderung akan lebih rendah.16

5.

Prinsip Proximate Cause Prinsip Proximate Cause adalah, jaminan yang terdekat dengan kondisi polis dan paling menguntungkan bagi tertanggung, dalam memberikan jaminan proteksi asuransi untuk memperoleh ganti rugi dengan catatan kejadian tersebut ada relevansinya dengan musibah/accident yang diproteksi asuransi.17

Perjanjian asuransi pada dasarnya berkaitan dengan asas kepribadian. Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan membuat atau melakukan perjanjian untuk kepentingan perorangan saja. Perjanjian asuransi merupakan suatu perjanjian yang mempunyai karakteristik yang dengan jelas akan memberikan suatu ciri khusus, apabila dibandingkan dengan jenis perjanjian yang lain. Dengan demikian secara jelas dapat dikatakan bahwa perjanjian asuransi adalah perjanjian yang bersifat pribadi atau personal, maksudnya adalah 15

Ibid, hlm. 96. Ibid, hlm. 99. 17 Warsito Sunyoto, Op. Cit, hlm. 35-37. 16

 EKMA4316/MODUL 2

2.51

kerugian yang timbul harus merupakan kerugian orang perorangan, secara pribadi, bukan kerugian kolektif ataupun kerugian masyarakat luas. Kerugian yang bersifat pribadi inilah yang nantinya akan diganti oleh penanggung.18 Asas kepribadian memang harus diterapkan dalam perjanjian asuransi. Perjanjian asuransi pada dasarnya memang dilakukan untuk kepentingan yang membuatnya, namun perjanjian ini juga dapat dilakukan untuk pihak ketiga. Menurut ketentuan Pasal 264 KUHD, pertanggungan tidak hanya dapat diadakan untuk kepentingan sendiri, tetapi juga untuk kepentingan pihak ketiga atau verzekering voor rekening van een derde, atau insurance for the liability of the third party, baik berdasarkan kuasa umum atau khusus, maupun di luar pengetahuan pihak ketiga itu. Jika pertanggungan itu diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, maka hal ini harus dicantumkan dalam polis. Polis harus secara jelas menyebutkan pihak yang akan menerima manfaat dari suatu perjanjian asuransi. Jika tidak demikian, tertanggung dianggap telah mengadakan pertanggungan untuk dirinya sendiri, hal ini diatur dalam Pasal 267 KUHD. Dalam perjanjian asuransi juga mengenal perkecualian sebagaimana diatur dalam Pasal 1317 KUHPerdata dan Pasal 1318 KUHPerdata. 4.

Reasuransi, Treaty dan Retrocessy Dalam teknik dan scheme asuransi terdapat mekanisme penyebaran risiko (Spreading of Risk) yang memungkinkan suatu perusahaan asuransi mampu menanggung dan memberikan ganti rugi berapapun besarnya kerugian yang ditanggungnya karena ganti rugi tersebut akan ditanggung secara bersama-sama dengan sesama perusahaan asuransi (tanggung renteng) dan perusahaan reasuransi atau secara Co Asuransi, Re Asuransi, dan Sistem Retrocessi yang diatur dalam suatu perjanjian (kontrak) yang lazim disebut Treaty.19 Reasuransi adalah perjanjian timbal balik antara seorang penanggung pertama dengan penanggung ulang (penanggung reasuransi), di mana penanggung reasuransi itu, dengan menerima uang premi yang telah ditetapkan lebih dulu jumlahnya, bersedia untuk mengganti rugi kepada penanggung pertama (tertanggung kedua), bilamana dia menurut hukum harus memberi ganti kerugian kepada tertanggung pertama, sebagai akibat

18 19

Sri Rejeki Hartono, Op. Cit, hlm.93. Ibid, hlm. 38

2.52

Hukum Bisnis 

dari perjanjian pertanggungan yang dibuat oleh penanggung pertama dengan pihak tertanggung pertama.20 Treaty merupakan suatu pernyataan tertulis dalam perjanjian reasuransi antara perusahaan reasuransi (penanggung ulang) dengan perusahaan asuransi (penanggung pertama). Treaty dibagi dalam 2 (dua) jenis yaitu, secara otomatis (automatically) dan fakultatif (facultative). Perjanjian tersebut merupakan perjanjian kerja sama antar ceding company atau perusahaan asuransi selaku penanggung pertama, sebagai pihak pertama dengan pihak reasuransi selaku penanggung ulang sebagai pihak kedua baik domestik atau luar negeri (overseas). Kerja sama tersebut biasa disebut retrosessi (retrocesion), dan untuk masa pertanggungan satu tahun ke depan dapat diperpanjang (renewal) guna mengeliminasi keterbatasan kapasitas pertanggungan risiko.21 Retrocesion atau Retrosessi ialah mereasuransikan kembali risiko yang telah direasuransikan. Retrosessi dilakukan karena perusahaan reasuransi tidak sanggup menerima/menanggung semua risiko yang dipindahkan padanya karena telah melebihi kapasitas daya tampung sendiri (own retention) dari perusahaan reasuransi tersebut, sehingga sebagian risiko dipertanggungkan kembali kepada reinsurer yang lain.22

a. b.

Hal ini disebabkan karena: batas retensi perusahaan terbatas (Own Retention); risiko-risiko terlalu tinggi (high risk) antara lain disebabkan country risk.

Untuk alasan tersebut di atas perlu diadakan retrosessi atau retrocession, di mana pihak retrocestor biasanya dari luar negeri (overseas) guna memperkecil kerugian atas risiko-risiko yang mungkin dideritanya, karena own retention (daya tampung risiko sendiri) perusahaan asuransi dan reasuransi domestik tidak mampu menampung seluruh risiko yang bernilai sangat besar (contoh asuransi satelit palapa). Perjanjian asuransi merupakan hubungan hukum antara dua pihak yang sama-sama sepakat (konsensuil) sebagaimana diatur dalam Pasal 257 KUHD bahwa, perjanjian pertanggungan diterbitkan seketika setelah ditutup hak dan 20

Abdulkadir Muhammad, Op. Cit, hlm. 102. Warsito Sunyoto, Op. Cit, hlm.39. 22 Abas Salim, 2007, Bancassurance Bank Asuransi Kemitraan Strategis Perbankan dan Perusahaan Asuransi, PPM, Jakarta, hlm. 110. 21

 EKMA4316/MODUL 2

2.53

kewajiban bertimbal balik (causal) dari si penanggung dan si tertanggung, yang mulai berlaku semenjak saat itu, bahkan sebelum polisnya ditandatangani (cover note). Persetujuan penutupan perjanjian asuransi menimbulkan kewajiban bagi si penanggung untuk menandatangani polis atas pertanggungan tersebut dalam waktu yang ditentukan dan segera menyerahkannya kepada si tertanggung. Suatu pertanggungan harus dibuat secara tertulis dalam suatu akta yang disebut polis, sebagaimana diatur dalam Pasal 255 KUHD dan sesuai Pasal 256 KUHD harus memuat pernyataan, bahwa setiap polis, kecuali yang mengenai suatu pertanggungan jiwa harus memuat keterangan-keterangan terperinci yang menyatakan Nama Tertanggung, Obyek Pertanggungan dan lain-lain. 5.

Polis sebagai Dokumen dalam Perjanjian Asuransi Sebagaimana yang telah dikemukakan bahwa asuransi adalah suatu perjanjian yang diadakan antara pihak penanggung dan tertanggung. Hubungan hukum antara penanggung dan tertanggung dapat dibuktikan dari dokumen perjanjian. Perjanjian asuransi harus diwujudkan dalam dokumen yang lazim disebut dengan polis. Perjanjian asuransi terjadi seketika setelah tercapai kesepakatan antara tertanggung dan penanggung, hak dan kewajiban timbal balik timbul sejak saat itu, bahkan sebelum polis ditandatangani. Berdasarkan ketentuan Pasal 255 KUHD, asuransi harus dibuat secara tertulis dalam bentuk akta yang disebut polis. Polis merupakan satu-satunya alat bukti tertulis untuk membuktikan bahwa asuransi telah terjadi. Di dalam polis tertuang perjanjian asuransi antara penanggung dan tertanggung serta segala persyaratan dari perjanjian asuransi tersebut. Meskipun pada hakikatnya persyaratan ini ditentukan secara sepihak oleh penanggung saja, namun tertanggung setelah memberikan persetujuan tentang ditutupnya perjanjian asuransi tersebut dianggap menyetujui segala persyaratan yang diajukan dalam polis tersebut. Oleh karena polis hanya ditandatangani oleh penanggung saja. Polis berfungsi sebagai alat bukti tertulis bahwa telah terjadi pertanggungan antara tertanggung dan penanggung. Asuransi merupakan perjanjian konsensuil. Hal ini berarti pula bahwa polis bukan merupakan syarat esensial dalam perjanjian asuransi tetapi hanya berfungsi sebagai alat

2.54

Hukum Bisnis 

bukti. Dalam polis disebutkan semua ketentuan dan persyaratan tentang pertanggungan yang telah dibuat. Sebagaimana suatu perjanjian, isi polis pada dasarnya terdiri dari sistematika tertentu. Sistematika polis pada dasarnya tidak berbeda dengan sistematika perjanjian pada umumnya, yang terdiri dari bagian awal, bagian isi dan bagian akhir. 23 6. a.

23

Asuransi Kerugian Asuransi Kebakaran 1) Pengaturan Asuransi Kebakaran Asuransi kebakaran diatur dalam Buku I Bab 10 Pasal 287 sampai Pasal 298 KUHD. Pengaturan ini sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan asuransi terkini, karena pengaturannya sangat sederhana. Oleh karena itu, dalam praktiknya kesepakatan yang dibuat antara penanggung dan tertanggung yang dituangkan dalam polis mempunyai fungsi yang penting.24 2) Polis Asuransi Kebakaran Polis asuransi kebakaran harus memenuhi syarat-syarat umum (Pasal 256 KUHD) dan menyebutkan syarat-syarat khusus yang berlaku bagi asuransi kebakaran sebagaimana diatur dalam Pasal 287 KUHD. Terhadap tambahan atas Pasal-pasal khusus sebagaimana tersebut di atas pada Pasal 287 KUH Dagang terhadap polis kebakaran yang dimaksud, Emmy Pangaribuan Simanjuntak mengatakan bahwa, pembentuk undang-undang memang sengaja menambahkan syarat-syarat khusus untuk perjanjian asuransi kebakaran, karena syarat tambahan itu mempunyai pengaruh dan membatasi risiko yang akan diambilalih oleh pihak penanggung.25 Syarat-syarat tersebut meliputi: a) hari dan tanggal asuransi kebakaran diadakan; b) nama tertanggung yang mengadakan asuransi kebakaran untuk diri sendiri atau untuk kepentingan pihak ketiga;

Warsito Sunyoto, Op. Cit, hlm. 41-42. Abdulkadir Muhamad, 2006, Hukum Asuransi Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 159. 25 Emmy Pangaribuan, 1980, Hukum Pertanggungan (Pokok pokok Pertanggungan Kerugian, Kebakaran, dan Jiwa, cet ke 4, Seksi Hukum Dagang Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, hlm. 80. 24

 EKMA4316/MODUL 2

c)

2.55

keterangan yang cukup jelas mengenai benda yang diasuransikan terhadap bahaya kebakaran; d) jumlah yang diasuransikan terhadap bahaya kebakaran; e) bahaya-bahaya penyebab kebakaran; f) waktu bahaya-bahaya mulai berjalan dan berakhir menjadi tanggungan penanggung; g) premi asuransi kebakaran yang dibayar oleh tertanggung; h) janji-janji khusus yang diadakan antara pihak-pihak dan keadaan yang perlu diketahui oleh dan untuk kepentingan penanggung; i) letak dan perbatasan benda yang diasuransikan; j) pemakaian benda yang diasuransikan; k) sifat dan pemakaian gedung yang berbatasan, sepanjang berpengaruh terhadap risiko kebakaran yang ditanggung oleh penanggung; l) harga benda yang diasuransikan terhadap bahaya kebakaran; m) letak dan perbatasan gedung dan tempat terdapat, tersimpan atau tertimbun benda bergerak yang diasuransikan.26 3) Objek Asuransi Kebakaran yang ditanggung oleh penanggung Objek yang dipertanggungkan adalah bangunan, misal rumah tinggal, maupun pabrik beserta isinya seperti mesin dalam pabrik, office equipment, perabotan rumah tangga. Penentuan harga obyek asuransi tidak menjadi syarat mutlak, walaupun dalam Pasal 287 KUHD dinyatakan sebagai salah satu syarat. Hal ini disebabkan oleh sulitnya menentukan harga objek asuransi. Justru hal yang penting dalam asuransi kebakaran adalah berapa jumlah asuransinya, mengingat ketentuan Pasal 289 ayat (1) KUHD yang membolehkan pengadaan asuransi dengan jumlah penuh dan hal ini harus tercantum secara tegas di dalam polis asuransi kebakaran.27 Letak obyek asuransi harus dijelaskan dengan tegas. Jika objek berbatasan dengan gedung-gedung, harus dijelaskan sifat dan pemakaian gedung-gedung tersebut dan pengaruhnya terhadap risiko kebakaran yang menjadi tanggungan penanggung. Jika objek asuransi adalah benda bergerak, maka harus dijelaskan letak dan 26 27

Abdulkadir Muhammad, Op. Cit, hlm. 160. Ibid, hlm. 161.

2.56

Hukum Bisnis 

perbatasan gedung dan tempat tersimpan benda bergerak tersebut. Pemakaian objek asuransi harus jelas, karena syarat pemakaian ini berhubungan dengan perubahan syarat pemakaian yang merupakan pemberatan risiko sebagaimana diatur dalam Pasal 293 KUHD, yang dapat mengakibatkan penanggung tidak berkewajiban membayar ganti kerugian. Adapun harta benda yang tidak dapat dijamin dalam asuransi kebakaran meliputi: a) barang antik/kesenian; b) barang yang disimpan atas dasar komisi/kepercayaan (barang titipan); c) emas batangan atau batu-batu permata/mulia yang belum dipasang; d) naskah, rencana, gambar atau disain, pola, model atau tuangan; e) Efek, obligasi, atau segala macam dokumen, prangko, cek, buku akuntansi atau buku usaha lainnya dan catatan sistem computer. Namun demikian, objek di atas tersebut masih dapat dipertanggungkan dengan syarat bahwa obyek dinyatakan secara tegas dalam polis. 4) Evenemen dan Ganti Kerugian Bahaya-bahaya (evenemen) penyebab timbulnya kebakaran yang menjadi beban penanggung diatur dalam Pasal 290 KUHD. Dalam Pasal 290 KUHD disebutkan sebab-sebab timbulnya kebakaran, yaitu a) petir, api timbul sendiri, kurang hati-hati, dan kecelakaan lainlain; b) kesalahan atau itikad jahat dari pelayan sendiri, tetangga, musuh, perampok, dan lain-lain; c) sebab-sebab lain, dengan nama apa saja, dengan cara bagaimanapun kebakaran itu terjadi, direncanakan atau tidak, biasa atau luar biasa, dengan tiada kecualinya. Disamakan dengan kerugian akibat kebakaran adalah kerugian yang timbul karena kebakaran gedung-gedung yang berdekatan dengan benda asuransi sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 291 KUHD, yaitu28 28

Ibid, hlm. 162-163.

 EKMA4316/MODUL 2

2.57

a)

benda asuransi menjadi rusak atau berkurang karena air atau alat lain yang dipakai untuk memadamkan kebakaran; b) benda asuransi hilang karena pencurian atau sebab lain selama dilakukan pemadaman kebakaran atau pertolongan; c) benda asuransi dirusakkan sebagian atau seluruhnya atas perintah penguasa dalam usahanya untuk memadamkan kebakaran. Kemudian Pasal 292 KUHD menyatakan bahwa disamakan dengan kerugian akibat kebakaran adalah kerugian yang timbul oleh ledakan mesiu, ledakan ketel uap, semburan petir, dan sebagainya, meskipun ledakan dan semburan itu tidak mengakibatkan kebakaran. Terjadinya evenemen penyebab kebakaran yang menjadi tanggungan penanggung mengakibatkan timbul kerugian bagi tertanggung. Untuk itu, penanggung wajib membayar klaim yang diajukan oleh tertanggung. Sebelum memenuhi kewajibannya, penanggung perlu membuktikan apakah kebakaran yang terjadi merupakan sebab dari kerugian yang menjadi tanggung jawabnya. Berdasarkan ketentuan Pasal 294 KUHD ditentukan bahwa: “penanggung dibebaskan dari kewajiban untuk membayar kerugian, apabila dia membuktikan bahwa kebakaran itu disebabkan oleh kesalahan atau kelalaian tertanggung sendiri yang sangat melampaui batas”. Kesalahan tertanggung sendiri yang membebaskan penanggung dari tanggung jawabnya diatur dalam Pasal 276 KUHD, yang selengkapnya berbunyi sebagai berikut. “Tidak ada kerugian yang disebabkan oleh kesalahan tertanggung sendiri menjadi beban penanggung. Bahkan, penanggung tetap memiliki atau menuntut pembayaran premi apabila dia telah mulai menjalani bahaya”. Penanggung dapat bebas dari tanggung jawabnya sepanjang penanggung dapat membuktikan bahwa: Kebakaran yang terjadi disebabkan oleh kesalahan atau kelalaian tertanggung sendiri yang sangat melampaui batas. Dalam hal obyek asuransi merupakan benda bergerak, maka untuk menentukan nilai benda sesungguhnya, tertanggung harus

2.58

Hukum Bisnis 

membuktikannya, agar dapat ditentukan jumlah ganti kerugian yang wajib diganti oleh penanggung, demikian ketentuan dalam Pasal 295 KUHD. 5) Janji-janji Khusus Pada asuransi kebakaran mengenai hak milik berupa gedung tertanggung dapat minta diperjanjikan: a) kerugian yang timbul pada gedung hak milik supaya diganti; atau b) gedung supaya dibangun kembali; atau c) gedung supaya diperbaiki. Menurut ketentuan Pasal 288 ayat (1) KUHD, pembangunan kembali atau perbaikan gedung ditentukan maksimum sebesar jumlah asuransi. Jika ada kesepakatan pembangunan kembali, tertanggung wajib membangunnya kembali atau memperbaiki gedung dengan biaya penanggung. b.

Asuransi Laut 1) Pengaturan Asuransi Laut Pengaturan asuransi laut dalam KUHD sangat lengkap. Asuransi laut berkembang dengan cepat karena pelaksanaan pengangkutan atau pelayaran melalui laut yang penuh dengan ancaman bahaya laut. Asuransi laut diatur dalam: a) Buku I Bab IX Pasal 246 sampai Pasal 286 KUHD tentang Asuransi pada umumnya sepanjang tidak diatur dengan ketentuan khusus. b) Buku II Bab IX Pasal 592 sampai Pasal 685 KUHD tentang Asuransi Bahaya Laut, Bab X Pasal 686 sampai Pasal 695 KUHD tentang Asuransi Bahaya Sungai dan Perairan Pedalaman. c) Buku II Bab XI Pasal 709 sampai Pasal 721 KUHD tentang Avarai. d) Buku II Bab XII Pasal 744 KUHD tentang Berakhirnya Perikatan dalam Perdagangan Laut. Bahaya yang ditanggung tidak hanya bahaya yang terjadi di laut, tetapi juga KUHD tentang Berakhirnya Perikatan dalam Perdagangan Laut bahaya-bahaya yang terjadi selama berlangsungnya angkutan, misal bahaya kebakaran di pelabuhan.

 EKMA4316/MODUL 2

2.59

Asuransi laut pada dasarnya meliputi unsur-unsur sebagai berikut. a) Objek asuransi yang diancam bahaya, selalu terdiri dari kapal dan barang muatan. b) Jenis bahaya yang mengancam objek asuransi, yang bersumber dari alam (badai, gelombang besar, hujan angin, kabut tebal, batu karang, gunung es, dan sebagainya) dan yang bersumber dari manusia (nakhoda, awak kapal dan pihak ketiga), seperti perompakan bajak laut, pemberontakan awak kapal, penahanan atau perompakan bajak laut, pemberontakan awak kapal, penahanan atau perampasan oleh penguasa negara, dan sebagainya. c) Bermacam jenis benda asuransi, yaitu tubuh kapal, muatan kapal, alat perlengkapan kapal, bahan keperluan hidup, dan biaya angkutan.29 2) Polis Asuransi Laut Polis asuransi laut harus memenuhi syarat-syarat umum (Pasal 256 KUHD) dan menyebutkan syarat-syarat khusus yang berlaku bagi asuransi laut sebagaimana diatur dalam Pasal 592 KUHD. Syaratsyarat khusus tersebut meliputi: a) nama nakhoda dan nama kapal dengan menyebutkan jenisnya. b) tempat pemuatan barang ke dalam kapal; c) pelabuhan pemberangkatan kapal; d) pelabuhan pemuatan atau pembongkaran; e) pelabuhan yang akan disinggahi kapal; f) tempat bahaya mulai berjalan atas tanggungan penanggung; g) nilai kapal yang diasuransikan. Polis asuransi laut merupakan akta yang harus ditandatangani oleh penanggung, oleh karenanya berfungsi sebagai alat bukti telah terjadi perjanjian asuransi laut antara tertanggung dan penanggung.30 3) Objek Asuransi Laut Berdasarkan Pasal 593 KUHD, yang dapat menjadi objek asuransi laut adalah sebagai berikut.

29 30

Ibid, hlm. 168. Ibid, hlm. 169.

2.60

Hukum Bisnis 

a)

Tubuh kapal (kasko) kosong atau bermuatan, dengan atau tanpa persenjataan, berlayar sendirian atau bersama-sama dengan kapal lain. b) Alat perlengkapan kapal. c) Alat perlengkapan perang. d) Bahan keperluan hidup bagi kapal. e) Barang-barang muatan. f) Keuntungan yang diharapkan diperoleh. g) Biaya angkutan yang akan diterima. Pada asuransi atas kapal tanpa penjelasan lebih lanjut, harus diartikan sebagai asuransi kapal kolong (kasko), alat perlengkapan, dan alat perlengkapan perang. Menurut Pasal 594 KUHD, asuransi laut dapat diadakan: a) atas seluruh atau sebagian barang-barang muatan, baik bersama-sama ataupun sendiri-sendiri; seluruh perjalanan atau untuk suatu waktu tertentu; b) untuk seluruh bahaya laut; c) untuk berita baik dan buruk. d) dalam waktu damai atau dalam waktu perang, sebelum atau selama perjalanan yang ditempuh kapal e) untuk perjalanan pergi atau pulang, untuk 4) Evenemen dan Ganti Kerugian Bahaya-bahaya laut yang digolongkan sebagai evenemen diatur dalam Pasal 637 KUHD. Semua kerugian dan kerusakan atas barang-barang asuransi karena bahaya-bahaya laut berikut ini menjadi beban penanggung: a) bahaya-bahaya laut yang bersumber dari alam, misal badai, gelombang besar, hujan angin, kabut tebal, batu karang, gunung es, sisa kapal karam, dan sebagainya; b) bahaya badai, guruh, karam, kandas melanggar kapal lain, menyenggol kapal, menabrak kapal, terdampar kapal, terpaksa mengubah jurusan, perjalanan atau kapal; c) bahaya pelemparan barang-barang ke laut; d) bahaya kebakaran, kekerasan, banjir, perampasan, bajak laut, penyamun, penahanan atas perintah penguasa, pernyataan perang, tindakan pembalasan;

 EKMA4316/MODUL 2

2.61

e)

bahaya karena kurang hati-hati, kealpaan atau kecurangan pihak nakhoda atau anak buah kapal; f) pada umumnya karena segala bahaya yang datang dari luar apapun namanya, kecuali oleh ketentuan undang-undang; atau g) janji-janji dalam polis penanggung dibebaskan dari bahayabahaya tersebut. Rincian bahaya dalam Pasal 637 KUHD di atas tidak bersifat limitatif. Hal ini ditunjukkan dengan kata-kata “pada umumnya karena segala bahaya yang datang dari luar apapun namanya”. Namun tidak semua bencana yang datang dari luar menjadi tanggungan penanggung karena Pasal 637 KUHD memberikan pengecualian, yaitu a) apabila dalam undang ditegaskan bahwa bencana-bencana tertentu tidak menjadi beban penanggung; b) apabila suatu janji dalam polis menentukan bahwa bencanabencana tertentu tidak menjadi beban penanggung.31 c.

31 32

Asuransi Tanggung Jawab 1) Asuransi dan Tanggung Jawab Asuransi merupakan upaya untuk mengatasi kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat terjadi peristiwa yang tidak pasti dan tidak diinginkan. Perjanjian asuransi pada hakikatnya merupakan pengalihan risiko yang mungkin terjadi akibat peristiwa yang menimbulkan kerugian yang mengancam kepentingan tertanggung kepada penanggung. Sebagai imbalannya, tertanggung bersedia membayar sejumlah premi yang telah disepakati.32 Tertanggung mempunyai kepentingan tertentu dalam menjalankan kegiatan usaha atau hubungan dengan pihak lain dalam masyarakat, yaitu tanggung jawab akibat perbuatannya terhadap pihak ketiga, misal perbuatan yang merugikan orang lain. Risiko tanggung jawab inilah yang dialihkan kepada penanggung, yang disebut dengan third party liability.

Ibid, hlm. 173. Ibid, hlm 177

2.62

Hukum Bisnis 

2) Polis Asuransi Tanggung Jawab Asuransi tanggung jawab tidak diatur dalam UU Asuransi, namun berkembang dalam praktik perasuransian. Dasar dari asuransi tanggung jawab adalah kesepakatan bebas antara tertanggung dan penanggung yang dibuat secara tertulis dalam bentuk akta yang disebut polis, yang ditandatangani penanggung sebagai alat bukti tertulis bahwa telah terjadi asuransi tanggung jawab antara tertanggung dan penanggung. Dalam asuransi tanggung jawab berlaku ketentuan Pasal 256 KUHD tentang persyaratan isi polis ditambah syarat-syarat khusus yang disepakati oleh tertanggung dan penanggung. Bentuk dan isi polis dibuat oleh Perusahaan Asuransi Kerugian dengan memperhatikan syarat-syarat umum dan khusus yang disepakati kedua pihak.33 3) Objek Asuransi Tanggung Jawab Wujud tanggung jawab seseorang adalah penggantian kerugian akibat perbuatan yang merugikan orang lain. Perbuatan tersebut timbul dalam hubungan hukum keperdataan yang dapat dinilai dengan uang. Berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata, orang yang melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan orang lain wajib mengganti kerugian yang timbul akibat perbuatannya.34 Dalam hubungan hukum perdata, berbagai kemungkinan perbuatan dapat merugikan orang lain. Dalam kegiatan pemasaran produk perusahaan, tidak diduga di perjalanan kendaraan perusahaan menabrak tembok rumah orang lain yang menimbulkan kerugian, baik kendaraan yang disewa maupun tembok rumah mengalami kerusakan berat yang menjadi tanggung jawab tertanggung untuk mengganti kerugian. Objek asuransi tanggung jawab adalah benda asuransi dan kepentingan yang melekat atas benda asuransi. Dalam contoh perbuatan melawan hukum di atas, benda asuransi adalah kendaraan sewaan dan tembok rumah yang menimbulkan kerugian, baik kendaraan yang disewa maupun tembok rumah mengalami kerusakan berat yang menjadi tanggung jawab tertanggung untuk mengganti kerugian, yang menjadi tanggung jawab tertanggung untuk mengganti kerugian kepada pihak ketiga.

33 34

Ibid, hlm. 178. Ibid

 EKMA4316/MODUL 2

2.63

4) Evenemen dan Ganti Kerugian Evenemen dalam asuransi tanggung jawab adalah perbuatan melawan hukum, yang berakibat menimbulkan kerugian bagi orang lain. Menurut Pasal 1365 KUH Perdata, pihak yang melakukan perbuatan yang merugikan orang lain wajib mengganti kerugian tersebut.35 Sesuai sifat evenemen, perbuatan melawan hukum tidak dapat diduga dan tidak diharapkan terjadinya. Tertanggung perlu berhatihati dan teliti melakukan perbuatan terhadap benda yang dikuasai. Dalam hal terjadi evenemen, maka kerugian yang timbul akibat perbuatannya wajib diganti. Menyadari kemungkinan terjadi perbuatan melawan hukum, maka tertanggung mengadakan asuransi guna mengalihkan risiko kerugian kepada penanggung. d.

35 36

Asuransi Kendaraan Bermotor 1) Pengaturan Asuransi Kendaraan bermotor Asuransi kendaraan bermotor tidak diatur secara khusus dalam KUHD. Oleh karenanya, semua ketentuan umum asuransi kerugian dalam KUHD berlaku terhadap asuransi kendaraan bermotor, selain kesepakatan bebas antara tertanggung dan penanggung yang dibuat secara tertulis dalam bentuk akta yang disebut polis, menjadi dasar hubungan asuransi kendaraan bermotor antara tertanggung dan penanggung. Polis ditandatangani penanggung, yang berfungsi sebagai alat bukti tertulis bagi tertanggung dan penanggung untuk memenuhi kewajiban dan memperoleh hak secara timbal balik.36 2) Polis Asuransi Kendaraan Bermotor. Polis asuransi kendaraan bermotor harus memenuhi syarat-syarat umum Pasal 256 KUHD dan memuat syarat-syarat khusus yang hanya berlaku bagi asuransi kendaraan bermotor. a) Hari dan tanggal serta tempat asuransi kendaraan bermotor diadakan. b) Nama tertanggung yang mengadakan asuransi kendaraan bermotor untuk diri sendiri atau untuk kepentingan pihak ketiga.

Ibid, hlm. 179. Ibid, hlm. 180.

2.64

Hukum Bisnis 

c)

Keterangan yang cukup jelas mengenai kendaraan bermotor yang diasuransikan terhadap bahaya (risiko) yang ditanggung. d) Jumlah yang diasuransikan terhadap bahaya (risiko) yang ditanggung. e) Bahaya-bahaya penyebab timbulnya kerugian yang ditanggung oleh penanggung. f) Waktu asuransi kendaraan bermotor mulai berjalan dan berakhir menjadi tanggungan penanggung. g) Premi asuransi kendaraan bermotor yang dibayar oleh tertanggung. h) Janji-janji khusus yang diadakan antara pihak-pihak dan keadaan yang perlu diketahui oleh dan untuk kepentingan penanggung.

3)

37

Selain syarat umum, dalam polis asuransi kendaraan bermotor juga dimuat syarat-syarat khusus, yang meliputi37: a) wilayah negara berlakunya asuransi kendaraan bermotor; b) pembayaran premi; c) pemberitahuan kecelakaan, tindakan pencegahan, tuntutan dari pihak ketiga, tuntutan pidana terhadap tertanggung; d) kerugian, ganti kerugian, asuransi rangkap, laporan tidak benar, subrogasi Pasal 284 KUHD, dan hilangnya hak ganti kerugian; e) perselisihan dan arbitrase; f) berakhirnya asuransi kendaraan bermotor. Premi dan Risiko a) Pembayaran Premi Untuk mengalihkan risiko kerugian kepada penanggung, maka tertanggung harus membayar uang premi lebih dahulu, kecuali diperjanjikan lain. Dalam hal premi tidak dibayar dalam waktu 10 hari kerja terhitung mulai tanggal permulaan asuransi atau tanggal perpanjangan asuransi, maka berlakunya asuransi ditunda oleh penanggung tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. Sebagai konsekuensinya, jika suatu saat terjadi kerugian/ kerusakan atas kendaraan bermotor yang diasuransikan, maka tertanggung tidak berhak atas suatu penggantian kerugian.

Ibid, hlm. 181-182.

 EKMA4316/MODUL 2

2.65

b) Risiko yang ditanggung oleh penanggung (1) Kerugian Atau Kerusakan Kendaraan Bermotor akibat: (a) tabrakan, benturan, terbalik, tergelincir dari jalan, termasuk juga akibat dari kesalahan material, konstruksi, cacat sendiri atau sebab-sebab lain dari kendaraan tersebut; (b) perbuatan jahat orang lain; (c) pencurian termasuk pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan/ancaman dengan kekerasan kepada orang dan/atau kendaraan bermotor yang dipertanggungkan untuk mempermudah pencurian tersebut; (d) kebakaran, termasuk kebakaran benda atau kendaraan bermotor lain yang berdekatan, tempat penyimpanan kendaraan bermotor yang dipertanggungkan, atau karena air dan/atau alat-alat lain yang dipergunakan untuk menahan atau memadamkan kebakaran: demikian juga karena dimusnahkannya seluruh atau sebagian atas perintah yang berwenang dalam upaya pencegahan menjalarnya kebakaran itu; (e) sambaran petir. (2) Kerugian atau kerusakan sebagaimana tersebut di atas selama penyeberangan dengan feri atau alat penyeberangan resmi lain yang berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat. (3) Kerusakan roda bila kerusakan tersebut mengakibatkan pula kerusakan kendaraan bermotor itu yang disebabkan oleh kecelakaan. (4) Biaya yang wajar yang dikeluarkan oleh Tertanggung untuk penjagaan atau pengangkutan ke bengkel atau tempat lain guna menghindari atau mengurangi kerugian atau kerusakan yang dijamin dalam Polis. Setinggi-tingginya sebesar setengah persen (0.5%) dari jumlah pertanggungan, tanpa diperhitungkan dengan risiko sendiri.38 38

Ibid, hlm. 182-183.

2.66

Hukum Bisnis 

Selain itu, penanggung juga memberikan penggantian kepada tertanggung atas: 1) Tanggung Gugat Tertanggung terhadap suatu kerugian yang diderita oleh pihak ketiga yang secara langsung disebabkan oleh Kendaraan Bermotor yang dipertanggungkan, setinggi-tingginya sejumlah yang tercantum dalam ikhtisar pertanggungan yang meliputi: a. kerusakan atas harta benda; b. cidera badan atau kematian. 2) Biaya perkara atau biaya bantuan para ahli yang berkaitan dengan tanggung gugat tertanggung yang telah terlebih dahulu disetujui oleh Penanggung secara tertulis.39 Adapun risiko yang tidak ditanggung oleh penanggung adalah: 1) kehilangan keuntungan, kehilangan upah, berkurangnya nilai atau kerugian keuangan lainnya, yang diderita Tertanggung sebagai akibat tidak dapat dipergunakannya kendaraan bermotor yang dipertanggungkan tersebut karena suatu kecelakaan atau sebab lain; 2) kerusakan atau kehilangan peralatan tambahan yang tidak disebutkan dalam Ikhtisar Polis ini sebagai akibat suatu kecelakaan atau sebab lain; 3) kerusakan atau kehilangan kendaraan bermotor yang dipertanggungkan baik sebagian maupun seluruhnya sebagai akibat kecelakaan; 4) kerugian atau kerusakan kendaraan bermotor yang dipertanggungkan sebagai akibat perbuatan jahat yang dilakukan oleh Tertanggung, suami atau istri atau anak tertanggung, orang yang disuruh Tertanggung, orang yang bekerja pada Tertanggung, orang yang sepengetahuan atau seizin Tertanggung, atau orang yang tinggal bersama Tertanggung; 5) Kerugian/kerusakan kendaraan bermotor yang dipertanggungkan disebabkan karena:

39

Ibid, hlm. 184.

 EKMA4316/MODUL 2

a)

2.67

Kendaraan bermotor tersebut dipergunakan untuk menarik atau mendorong kendaraan lain untuk turut serta dalam perlombaan kecakapan atau perlombaan kecepatan untuk memberi pelajaran mengemudi, menarik suatu trailer untuk karnaval atau pawai atau untuk melakukan tindak kejahatan atau untuk sesuatu maksud lain dari yang ditetapkan dalam polis ini. b) Kelebihan muatan atau dijalankan secara paksa. c) Kendaraan bermotor tersebut dengan sepengetahuan tertanggung, dijalankan dalam keadaan rusak, dalam keadaan tidak dapat dipertanggungjawabkan secara teknis atau dalam perbaikan. d) Kendaraan bermotor tersebut dikemudikan oleh seseorang yang pada saat terjadinya kecelakaan tidak memiliki surat izin mengemudi (SIM) yang sah atau oleh seorang yang berada di bawah pengaruh minuman keras atau sesuatu bahan lain yang memabukkan. e) Memasuki atau melewati jalan tertutup, terlarang atau tidak diperuntukkan untuk kendaraan bermotor yang dipertanggung-kan dengan Polis ini. f) Barang-barang yang sedang dimuat, ditumpuk, dibongkar atau diangkut dengan kendaraan bermotor tersebut. g) Reaksi atau radiasi nuklir, pencemaran radio aktif, reaksi inti atom bagaimana juga terjadinya, apakah terjadi di dalam maupun di luar kendaraan bermotor yang dipertanggungkan. 6) Kerugian atau kerusakan kendaraan bermotor yang dipertanggungkan baik langsung maupun tidak langsung disebabkan: a) gempa bumi, letusan gunung berapi, angin topan, badai, banjir, genangan air atau gejala geologi atau meteorologi lainnya; b) perang, penyerbuan, aksi musuh asing, permusuhan atau kegiatan yang menyerupai suasana perang (baik dengan pernyataan perang atau tidak), perang saudara,

2.68

Hukum Bisnis 

pemberontakan, pergolakan sipil (huru-hara) yang dianggap merupakan bagian atau menjurus pada pemberontakan umum, pemberontakan militer, pengacauan, terorisme, penggunaan kekerasan, revolusi, penggunaan kekuatan militer atau pengambilalihan kekuasaan atau perbuatan seseorang yang bertindak atas nama atau sehubungan dengan suatu organisasi dengan kegiatan-kegiatan yang bertujuan menggulingkan dengan kekerasan pemerintah yang sah de jure atau de facto; c) kerusuhan, pemogokan atau gangguan ketertiban umum lain dan semacamnya. 7) Kehilangan atau kerusakan di bagian atau material kendaraan bermotor yang dipertanggungkan karena aus, sifat kekurangan sendiri pada bagian itu atau pada mesinnya disebabkan oleh salah mempergunakannya. 8) Kerugian yang dialami oleh pihak ketiga yang secara langsung atau tidak langsung disebabkan kendaraan bermotor yang dipertanggungkan berupa: a) kerusakan harta benda milik atau dalam pengawasan Tertanggung, diangkut, dimuat atau dibongkar dari kendaraan bermotor yang dipertanggungkan. b) kerusakan jalan, jembatan, viaduct, bangunanbangunan yang terdapat di bawah, di atas atau di samping jalan sebagai akibat dari getaran, berat kendaraan bermotor, atau muatannya. c) cidera badan/kematian terhadap: (1) Penumpang di dalam kendaraan bermotor yang dipertanggungkan. (2) Tertanggung, suami atau istri dan anak Tertanggung bila Tertanggung adalah perorangan. (3) Pemegang saham atau pengurus bila Tertanggung merupakan CV (commanditaire vennootschap) atau Fa (Firma). (4) Pengurus bila Tertanggung adalah badan hukum berbentuk perseroan terbatas, yayasan atau usaha bersama dan bentuk lainnya.

 EKMA4316/MODUL 2

2.69

(5) Orang yang bekerja pada Tertanggung dengan menerima imbalan jasa. (6) Orang yang tinggal bersama Tertanggung. (7) Hewan milik atau dalam pengawasan Tertanggung, diangkut, dimuat, dibongkar dari kendaraan bermotor yang dipertanggungkan.40 4) Pemberitahuan Kecelakaan oleh Tertanggung Ada beberapa kewajiban pemberitahuan yang harus dilakukan oleh tertanggung kepada penanggung dengan rincian sebagai berikut:41 a) Tertanggung diwajibkan memberitahukan kecelakaan atau pencurian atas kendaraan bermotor yang dipertanggungkan kepada Penanggung selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja sejak terjadinya kecelakaan atau pencurian tersebut. Pemberitahuan di atas dilakukan secara tertulis atau secara lisan yang diikuti dengan laporan tertulis kepada Penanggung. Dalam hal pencurian atau kerusakan kendaraan bermotor yang dipertanggungkan yang dilakukan oleh pihak ketiga yang dapat dijadikan dasar untuk penuntutan penggantian dari kerugian atau adanya tuntutan dari pihak ketiga yang harus dipikul oleh Penanggung. Tertanggung wajib melaporkannya kepada dan mendapat surat keterangan dari serendah-rendahnya Pos Polisi (Pospol) setempat. Khusus untuk kerugian total (total loss) akibat pencurian, Tertanggung diwajibkan melaporkannya kepada dan mendapat surat keterangan dari Polisi Daerah (Polda) setempat. b) Jika tertanggung dituntut oleh pihak ketiga berkaitan dengan kerugian atau kerusakan yang disebabkan oleh kendaraan bermotor yang diasuransikan, maka tertanggung wajib memberitahukan kepada Penanggung tentang adanya tuntutan tersebut selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja sejak tuntutan tersebut diterima. Kemudian tertanggung harus segera menyerahkan dokumen yang ada sehubungan dengan tuntutan Pihak Ketiga tersebut. Tertanggung tidak diperbolehkan 40 41

Ibid, hlm. 184-187. Ibid, hlm.187-188.

2.70

Hukum Bisnis 

memberikan janji, keterangan atau melakukan tindakan yang menimbulkan kesan bahwa ia mengakui tanggung gugatnya. Tertanggung menguasakan kepada Penanggung untuk mengurus tuntutan ganti rugi pihak ketiga dan apabila diperlukan, Tertanggung diwajibkan memberikan surat kuasa kepada Penanggung. 5) Ganti Rugi Ganti rugi diberikan atas kerusakan atau kehilangan kendaraan bermotor yang dipertanggungkan berdasarkan harga yang sebenarnya sesaat sebelum terjadinya kerusakan/kehilangan tersebut atau atas tuntutan pihak ketiga, setinggi-tingginya sebesar jumlah, setelah dikurangi dengan risiko sendiri (retensi sendiri) dengan ketentuan sebagai berikut. a) Tertanggung wajib memberikan kesempatan kepada Penanggung untuk memeriksa kerusakan sebelum dilakukan perbaikan atau penggantian atas kendaraan bermotor yang dimaksud. b) Penanggung berhak menentukan pilihannya untuk memperbaiki di bengkel yang ditunjuk atau disetujuinya, mengganti dengan kendaraan bermotor yang sama atau mengganti dengan uang. c) Tertanggung berhak mengajukan ketidakpuasannya secara tertulis atas hasil perbaikan kendaraan bermotor dimaksud oleh bengkel dalam batas waktu 14 (empat belas) hari kalender sejak selesai diperbaiki dan diserahterimakan kepada Tertanggung apabila bengkel tersebut ditunjuk oleh Penanggung.42 Dalam melaksanakan ganti rugi Penanggung akan memperhitungkannya dengan premi yang masih terutang untuk masa pertanggungan yang masih berjalan atas kendaraan bermotor tersebut. Dalam hal terjadi kerugian total, kerusakan atau kerugian yang biaya perbaikannya diperkirakan sama dengan atau lebih dari 75% (tujuh puluh lima) dari harga sebenarnya kendaraan bermotor tersebut bila diperbaiki. Jika kendaraan bermotor hilang karena dicuri atau tidak

42

Ibid, hlm. 190.

 EKMA4316/MODUL 2

2.71

diketemukan dalam waktu 60 (enam puluh) hari sejak terjadinya pencurian atas kendaraan bermotor yang dipertanggungkan tersebut. 6) Berakhirnya Asuransi Ada beberapa hal yang dapat mengakhiri asuransi, yakni sebagai berikut. a) Pembatalan Polis Penanggung dan Tertanggung berhak setiap waktu menghentikan pertanggungan tanpa diwajibkan memberitahukan alasannya. Pemberitahuan penghentian dilakukan secara tertulis yang dikirim melalui pos tercatat oleh pihak yang menghendaki penghentian pertanggungan kepada pihak lainnya di alamat terakhir yang diketahui. Penanggung bebas dari segala kewajiban berdasarkan Polis, 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal pengiriman surat pemberitahuan tersebut, pukul 12.00 siang waktu setempat. Dalam hal Tertanggung yang membatalkan, Tertanggung wajib membayar premi untuk jangka waktu yang sudah dijalani, yang diperhitungkan menurut skala premi pertanggungan jangka pendek; bila Penanggung yang membatalkan, Penanggung wajib mengembalikan premi secara prorata untuk waktu pertanggungan yang belum berjalan. b) Peralihan Hak Pemilik Apabila kendaraan bermotor dan atau kepentingan yang dipertanggungkan pindah tangan, baik berdasarkan persetujuan maupun karena Tertanggung meninggal dunia, maka menyimpang dari Pasal 263 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, Polis ini batal dengan sendirinya 10 (sepuluh) hari kalender sejak pindah tangan tersebut, kecuali apabila Penanggung setuju melanjutkannya. c) Terjadi Kerugian Total Pertanggungan juga akan berakhir dengan sendirinya sesudah dilakukan penggantian kerugian atas dasar kehilangan/kerusakan seluruhnya (total loss) atau yang dapat dipersamakan dengan itu tanpa pengembalian premi walaupun pertanggungannya jangka panjang.

2.72

Hukum Bisnis 

d) Berakhirnya Jangka Waktu Pertanggungan Pertanggungan juga berakhir dengan sendirinya sesudah berakhirnya jangka waktu pertanggungan menurut Polis ini. e.

Asuransi Jiwa 1) Pengaturan asuransi jiwa Sebagaimana dijelaskan di atas, bahwa pengertian asuransi jiwa dapat disimpulkan dari ketentuan Pasal 1 butir 1 UU No. 2 Tahun 1992. Apabila difokuskan hanya pada asuransi jiwa, maka rumusannya menjadi: “Asuransi jiwa adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi, untuk memberikan sesuatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang diasuransikan”. Selain itu, asuransi jiwa juga dalam Buku I Bab X Pasal 302 sampai Pasal 308 KUHD. Menurut Pasal 302 KUHD: “Jiwa seseorang dapat diasuransikan untuk keperluan orang yang berkepentingan, baik untuk selama hidupnya maupun untuk waktu yang ditentukan dalam perjanjian”. Selanjutnya, dalam Pasal 303 KUHD diatur bahwa “Orang yang berkepentingan dapat mengadakan asuransi itu bahkan tanpa diketahui atau persetujuan orang diasuransikan jiwanya”. Setiap orang dapat mempertanggungkan jiwanya, bahkan dapat diadakan untuk kepentingan pihak ketiga. Asuransi jiwa dapat diadakan selama hidup atau selama jangka waktu tertentu yang ditetapkan dalam perjanjian”. 2) Polis asuransi jiwa Sesuai dengan ketentuan Pasal 255 KUHD, asuransi jiwa harus diadakan secara tertulis dengan bentuk akta yang disebut polis. Menurut Pasal 304. Polis asuransi jiwa memuat: a) harta diadakan asuransi; b) nama tertanggung; c) nama orang yang jiwanya diasuransikan; d) saat mulai dan berakhirnya evenemen; e) jumlah asuransi; f) premi asuransi.

 EKMA4316/MODUL 2

a)

2.73

Harta Diadakan Asuransi Dalam polis harus dicantumkan hari dan tanggal diadakan asuransi. Hal ini penting untuk mengetahui saat asuransi mulai berjalan dan sejak saat itu pula risiko menjadi beban penanggung.43 b) Nama Tertanggung Nama tertanggung sebagai pihak yang wajib membayar premi harus dicantumkan di dalam polis. Dalam hal evenemen terjadi atau jangka waktu asuransi berakhir, tertanggung berhak menerima sejumlah uang santunan atau pengembalian dari penanggung. Dalam praktik asuransi jiwa, tertanggung dapat menunjuk ahli warisnya, sebagai pihak ketiga, untuk menerima sejumlah uang tertentu. Nama ahli waris tersebut harus dicantumkan dalam polis. c) Nama Orang yang Jiwanya Diasuransikan Obyek asuransi jiwa adalah jiwa dan badan manusia sebagai satu kesatuan. Jiwa seseorang merupakan obyek asuransi yang tidak berwujud, yang dapat dikenal melalui wujud badannya. Orang yang yang punya badan itu mempunyai nama yang jiwanya diasuransikan, baik sebagai tertanggung atau pihak ketiga yang berkepentingan dan namanya harus dicantumkan dalam polis. d) Saat Mulai dan Berakhirnya Asuransi Saat mulai dan berakhirnya evenemen merupakan jangka waktu berlaku asuransi dan dalam jangka waktu itu pulalah risiko menjadi beban penanggung. Apabila dalam jangka waktu itu, evenemen terjadi, maka penanggung wajib membayar santunan kepada tertanggung atau ahli waris yang ditunjuk sebagai pihak ketiga yang berkepentingan. e) Jumlah Asuransi Jumlah asuransi adalah sejumlah uang yang diperjanjikan pada saat diadakan asuransi sebagai jumlah santunan yang wajib dibayar oleh penanggung kepada pihak ketiga yang berkepentingan atau pengembalian kepada tertanggung dalam 43

Ibid, hlm. 197.

2.74

Hukum Bisnis 

f)

f.

44 45

hal jangka waktu asuransi berakhir tanpa terjadi evenemen berakhir. Dalam Pasal 305 KUHD ditentukan bahwa perkiraan jumlah dan syarat-syarat asuransi ditentukan berdasarkan kesepakatan bebas antara tertanggung dan penanggung. Premi Asuransi Premi asuransi adalah sejumlah uang yang wajib dibayar oleh tertanggung kepada penanggung setiap jangka waktu tertentu. Biasanya jumlah asuransi bergantung pada jumlah asuransi yang disetujui oleh tertanggung pada saat diadakan asuransi.

Evenemen dan santunan 1) Evenemen dalam Asuransi Jiwa Dalam Pasal 304 KUHD tidak terdapat ketentuan yang mengharuskan mencantumkan evenemen dalam polis asuransi jiwa. Hal ini disebabkan dalam asuransi jiwa yang dimaksud dengan bahaya adalah meninggalnya orang yang jiwanya diasuransikan. Meninggalnya seseorang itu sudah pasti, setiap makhluk bernyawa pasti mengalami kematian. Kapan meninggalnya, tidak dapat dipastikan dan inilah yang disebut evenemen dalam asuransi jiwa. Karena evenemen dalam asuransi jiwa hanya satu, maka evenemen tidak perlu dicantumkan dalam polis.44 2) Uang Santunan dan Pengembalian Uang santunan adalah sejumlah uang yang wajib dibayar oleh penanggung kepada pihak ketiga yang berkepentingan dalam hal tertanggung meninggal dunia sesuai dengan kesepakatan yang tercantum dalam polis. Pihak ketiga yang berkepentingan yaitu orang ditunjuk atau ahli waris yang ditunjuk yang berhak menerima uang santunan yang dibayar oleh penanggung. Tetapi jika sampai jangka waktu asuransi berakhir tidak terjadi peristiwa meninggalnya tertanggung, maka tertanggung berhak mendapatkan pengembalian sejumlah uang dari penanggung yang jumlahnya telah ditetapkan berdasarkan kesepakatan.45

Ibid, hlm. 200. Ibid, hlm. 201.

 EKMA4316/MODUL 2

7. a.

2.75

Jenis-jenis Asuransi Sosial Asuransi sosial kecelakaan penumpang 1) Pengaturan Asuransi Sosial Kecelakaan Penumpang Seiring dengan kemajuan teknologi modern dalam kehidupan manusia terkandung bahaya yang semakin meningkat disebabkan oleh kecelakaan-kecelakaan di luar kesalahannya. Semakin meningkatnya jumlah kendaraan juga ikut mengakibatkan meningkatnya jumlah kecelakaan baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Pada dasarnya setiap warga negara harus mendapat perlindungan hukum terhadap kerugian yang diderita karena risiko-risiko tersebut. Korban dari suatu kecelakaan lalu lintas jalan yang disebabkan oleh kendaraan bermotor dan kereta api, pesawat terbang dan kapal dipandang oleh Pemerintah harus mendapatkan perlindungan hukum. Perlindungan hukum terhadap korban kecelakaan lalu lintas jalan diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan seperti Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang. istilah pertanggungan sama artinya dengan istilah asuransi dan seperti bahasan sebelumnya, dalam subbab ini akan digunakan istilah asuransi. Pelaksanaan dari Undang-Undang No. 33 Tahun 1964 diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 1965. Asuransi Sosial Kecelakaan Penumpang merupakan asuransi wajib, karena: a) pemberlakuan Asuransi Sosial Kecelakaan Penumpang diwajibkan oleh undang-undang; b) pihak penyelenggara Asuransi Sosial Kecelakaan Penumpang adalah Pemerintah yang didelegasikan kepada Badan Usaha Milik Negara; c) asuransi Sosial Kecelakaan Penumpang merupakan perlindungan masyarakat yang dananya dihimpun dari masyarakat dan digunakan untuk kepentingan masyarakat yang diancam bahaya kecelakaan;

2.76

Hukum Bisnis 

d) dana yang sudah terkumpul dari masyarakat, yang belum digunakan sebagai santunan kecelakaan, dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat melalui program investasi.46 2) Pihak-pihak dalam asuransi sosial kecelakaan penumpang Dalam Pasal 2 Undang-undang No. 33 Tahun 1964 diatur bahwa hubungan hukum pertanggungan wajib kecelakaan penumpang terjadi antara pembayar iuran dan penguasa dana. Dalam hal ini, pembayar iuran berkedudukan sebagai tertanggung dan penguasa dana berkedudukan sebagai penanggung. Penguasa dana, yaitu Perusahaan Negara Asuransi Kerugian Jasa Raharja, memikul risiko kecelakaan yang mungkin dialami oleh pembayar iuran, yaitu penumpang alat angkutan umum yang sah. Perusahaan Negara ini sekarang menjadi PT. Asuransi Kerugian Jasa Raharja (Persero). Dalam Pasal 3 Undang-undang No. 33 Tahun 1964 ditentukan bahwa setiap penumpang yang sah dari kendaraan bermotor umum,kereta api, pesawat terbang perusahaan nasional, dan kapal perusahaan perkapalan/pelayaran nasional wajib membayar iuran melalui pengusaha/pemilik perusahaan yang bersangkutan untuk menutup akibat kerugian yang disebabkan kecelakaan penumpang dalam perjalanan. Penumpang kendaraan bermotor umum dalam kota dibebaskan dari pembayaran iuran wajib. 3) Premi asuransi sosial kecelakaan penumpang Premi asuransi sosial kecelakaan penumpang adalah iuran wajib yang dibayar oleh setiap penumpang yang sah dari kendaraan bermotor umum,kereta api, pesawat terbang perusahaan nasional, dan kapal perusahaan perkapalan/pelayaran nasional, yang jumlahnya ditentukan oleh Menteri Keuangan menurut suatu tarif yang bersifat progresif.47 Iuran Wajib dan ganti kerugiannya diatur dalam SK Menteri Keuangan No. 415/KMK.06/2001 tentang penetapan ganti kerugian dan iuran wajib dana pertanggungan wajib kecelakaan penumpang alat angkutan penumpang umum di darat, sungai/danau, ferry/ penyeberangan, laut dan udara. Iuran wajib tersebut dibayar bersama dengan pembayaran biaya angkutan penumpang kepada pengusaha alat angkutan penumpang umum. Pengusaha/pemilik angkutan 46 47

Ibid, hlm. 205-206. Ibid, hlm. 207.

 EKMA4316/MODUL 2

2.77

penumpang umum wajib memberi pertanggungjawaban seluruh hasil pungutan iuran wajib para penumpangnya dan menyetorkannya kepada PT. Asuransi Kerugian Jasa Raharja (Persero) sebagai penanggung. 4) Evenemen Evenemen dalam Asuransi Sosial Kecelakaan Penumpang adalah kecelakaan penumpang alat angkutan penumpang umum, yang mengancam keselamatan penumpang. Kecelakaan penumpang alat angkutan umum mengakibatkan timbulnya kerugian yang disebabkan karena kematian, cacat tetap atau luka yang dialami penumpang sebagai tertanggung. Kerugian penumpang tersebut wajib diganti oleh PT. Asuransi Kerugian Jasa Raharja sebagai penanggung. Dalam Pasal 10 Peraturan Pemerintah No.17 Tahun 1965 diatur bahwa setiap penumpang yang sah dari kendaraan bermotor umum,kereta api, pesawat terbang perusahaan nasional, dan kapal perusahaan perkapalan/pelayaran nasional, juga penumpang angkutan kota yang dibebaskan dari kewajiban membayar iuran, diberi jaminan pertanggungan kecelakaan diri selama penumpang yang bersangkutan berada dalam angkutan tersebut yaitu saat naik dari tempat pemberangkatan sampai turun di tempat tujuan. Jaminan bagi penyelesaian ganti kerugian bagi korban yang mayatnya tidak diketemukan dan atau hilang didasarkan kepada putusan pengadilan negeri. Jaminan pertanggungan kecelakaan diri berupa pembayaran ganti kerugian, yang meliputi: a) korban meninggal dunia karena akibat langsung dari kecelakaan dalam waktu 365 hari setelah kecelakaan tersebut; b) korban mendapat cacat tetap akibat langsung dari kecelakaan, dalam waktu 365 hari setelah kecelakaan; c) ada biaya-biaya perawatan dan pengobatan dokter yang diperlukan korban akibat langsung dari kecelakaan, selama waktu paling lama 365 hari; d) korban meninggal dunia tidak mempunyai ahli waris kepada yang menyelenggarakan penguburannya diberikan ganti kerugian biaya penguburan.

2.78

Hukum Bisnis 

5) Ganti Kerugian Dalam Pasal 11 Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 1965 ditentukan bahwa pembayaran ganti kerugian pertanggungan dalam hal kematian, cacat tetap, maksimum penggantian biaya-biaya perawatan dan pengobatan dokter serta penggantian biaya penguburan ditentukan oleh Menteri Keuangan melalui SK Menteri Keuangan No. 415/KMK.06/2001 tentang penetapan santunan dan iuran wajib dana pertanggungan wajib kecelakaan penumpang alat angkutan penumpang umum di darat, sungai/danau, ferry/ penyeberangan, laut dan udara. Pembayaran ganti kerugian tersebut diberikan kepada penumpang sebagai tertanggung jika penumpang tidak meninggal dunia, tetapi jika penumpang meninggal dunia, pembayaran ganti kerugian diberikan kepada: a) janda/dudanya yang sah; atau b) jika ini tidak ada, anak-anaknya yang sah; atau c) jika ini tidak ada, orang tuanya yang sah. Menurut Pasal 12 Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 1965, hak untuk mendapatkan ganti kerugian tidak dapat diserahkan kepada pihak lain, digadaikan, atau dijadikan tanggungan pinjaman, dan tidak dapat disita untuk menjalankan putusan hakim atau menjalankan kepailitan. b.

Asuransi Sosial Kecelakaan Lalu Lintas Jalan 1) Pengaturan Asuransi Sosial Kecelakaan Lalu Lintas Jalan Asuransi sosial kecelakaan lalu lintas jalan diatur dalam Undangundang No. 34 Tahun 1964 tentang Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan. Pelaksanaan Undang-Undang ini diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1965. Asuransi kecelakaan lalu lintas jalan merupakan asuransi wajib. Pertanggungan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan tersebut di atas, termasuk pertanggungan wajib, karena ada salah satu pihak, yaitu Pemerintah, mewajibkan kepada pihak lain (pengusaha/pemilik alat angkutan dan pengendara) dalam mengadakan pertanggungan. Pemerintah dalam mengambil tindakan mewajibkan itu lazimnya didasarkan atas pertimbangan untuk melindungi golongan lemah, berbagai bahaya yang menimpa

 EKMA4316/MODUL 2

2.79

mereka atau memberi jaminan sosial. Selain itu, tujuan Pemerintah dalam mengumpulkan uang (premi) untuk memenuhi keperluan yang sangat penting, seperti keselamatan. Keselamatan nyawa merupakan hal yang tidak dapat dipermainkan, sehingga kesadaran terhadap pentingnya ketersediaan keselamatan dalam pelayanan transportasi dapat diwujudkan. 2) Pihak-Pihak dalam Asuransi Sosial Kecelakaan Lalu Lintas Jalan Ada tiga pihak yang terlibat dalam asuransi sosial kecelakaan lalu lintas, yaitu a) pihak pemilik/pengusaha kendaraan bermotor, yang dapat menjadi penyebab kecelakaan lalu lintas jalan. b) Pihak pengguna jalan raya bukan penumpang, yang dapat menjadi korban kecelakaan lalu lintas jalan. c) Pihak penguasa dana, yaitu pemerintah yang didelegasikan kepada BUMN, PT. Asuransi Jasa Raharja (Persero). Dalam Pasal 2 Undang-Undang No. 34 tahun 1964, ditentukan bahwa pengusaha/ pemilik alat angkutan lalu lintas jalan diharuskan memberi sumbangan wajib setiap tahun untuk memenuhi kebutuhan keuangan karena kecelakaan lalu lintas jalan, kepada korban atau ahli warisnya. Pengusaha/pemilik alat angkutan lalu lintas jalan ikut bertanggung jawab terhadap kerugian akibat kecelakaan yang diakibatkan oleh pemakaian alat angkutan yang dimilikinya. Kedudukan pengusaha/ pemilik alat angkutan lalu lintas jalan dalam asuransi sosial kecelakaan lalu lintas jalan adalah sebagai tertanggung, sedangkan korban lalu lintas adalah sebagai pihak ketiga yang berhak atas ganti kerugian yang diakibatkan kecelakaan lalu lintas. Adapun pengurusan dan penguasaan dana dilakukan oleh PT. Asuransi Jasa Raharja (Persero), yang dalam asuransi sosial kecelakaan lalu lintas jalan berkedudukan sebagai penanggung. 3) Premi Asuransi Sosial Kecelakaan Lalu Lintas Jalan Sumbangan-sumbangan wajib yang dikumpulkan menjadi dana tersebut kemudian diberikan sebagai ganti rugi bagi orang-orang yang menjadi korban kecelakaan lalu lintas jalan. Sumbangan wajib tersebut merupakan suatu sumbangan yang dibayar setiap tahun sebagaimana ditentukan di dalam Peraturan Pemerintah No. 18

2.80

Hukum Bisnis 

Tahun 1965. Sumbangan wajib berlaku sebagai premi. Dalam Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1965 ditentukan bahwa jumlah premi ditentukan oleh Menteri Keuangan menurut suatu tarif yang bersifat progresif. Sumbangan Wajib dan santunannya diatur dalam SK Menteri Keuangan No.416/KMK.06/2001 tentang penetapan santunan dan sumbangan wajib dana kecelakaan lalu lintas jalan. Pembayaran sumbangan wajib dilakukan ketika mengurus surat tanda nomor kendaraan bermotor. Sumbangan Wajib: pembayarannya dilakukan secara periodik (setiap tahun) di kantor Samsat pada saat pendaftaran atau perpanjangan SIM. 4) Evenemen Asuransi Sosial Kecelakaan Lalu Lintas Jalan Evenemen dalam Asuransi Sosial Kecelakaan Lalu Lintas jalan adalah kecelakaan lalu lintas jalan, yang mengancam keselamatan pihak ketiga yang berada di luar alat angkutan yang menyebabkan kecelakaan. Kecelakaan tersebut dapat mengakibatkan kerugian karena kematian, cacat tetap/cidera yang dialami oleh pihak ketiga di luar alat angkutan lalu dan kerugian tersebut yang wajib diganti oleh PT. Asuransi Jasa Raharja (Persero) sebagai penanggung. Asuransi Sosial Kecelakaan Lalu Lintas jalan berlangsung terus selama pengusaha/pemilik memiliki alat angkutan lalu lintas, sehingga tanggung jawab pemilik terhadap kecelakaan yang ditimbulkannya terus berlangsung. Evenemen Asuransi Sosial Kecelakaan Lalu Lintas Jalan bergantung pada adanya alat angkutan lalu lintas jalan, sehingga risiko yang menjadi beban penanggung berjalan terus dan pembayaran premi oleh tertanggung juga berjalan terus.48 5) Ganti Kerugian Dalam Pasal 11 Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1965 diatur bahwa besar jumlah dana dalam hal kematian atau cacat tetap dan penggantian maksimum biaya-biaya pengobatan dokter, serta biaya penguburan ditentukan oleh Menteri Keuangan. Pasal 1 butir (2) huruf a, huruf c, Pasal 2 dan Pasal 3 SK Menteri Keuangan Kepmenkeu tersebut, ganti kerugian bagi korban yang meninggal akibat kecelakaan lalu lintas sebesar Rp. 10.000.000,-. 48

Ibid, hlm. 218-219.

 EKMA4316/MODUL 2

2.81

Ketentuan berupa penggantian biaya perawatan dan pengobatan dokter maksimum sebesar Rp. 5.000.000,-. Dalam hal korban tidak meninggal dunia pembayaran dana di berikan kepada korban, tetapi jika penumpang meninggal dunia, pembayaran ganti kerugian diberikan kepada: a) janda/dudanya yang sah; atau b) jika ini tidak ada, anak-anaknya yang sah; atau c) jika ini tidak ada, orang tuanya yang sah. LA TIH AN Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah latihan berikut! 1) Apakah yang dimaksud dengan asuransi itu? Jelaskan. 2) Mengapa perjanjian asuransi merupakan perjanjian timbal balik? Jelaskan. 3) Mengapa perjanjian asuransi dalam praktiknya dapat dibuat secara lisan? Jelaskan. 4) Apakah fungsi polis? Jelaskan. 5) Berdasarkan ilmu pengetahuan dan ketentuan dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 2 Tahun 1992, asuransi dapat dikelompokkan menjadi berapa kelompok? Jelaskan. Petunjuk Jawaban Latihan 1) Asuransi adalah perjanjian antara 2 (dua) pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan. 2) Perjanjian asuransi merupakan perjanjian timbal balik karena baik penanggung maupun tertanggung memiliki hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan.

2.82

Hukum Bisnis 

3) Perjanjian asuransi dapat dibuat secara lisan, karena dalam pembuatan perjanjian asuransi berlaku asas kebebasan berkontrak sesuai Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata. 4) Polis berfungsi sebagai alat bukti tertulis bahwa asuransi telah terjadi. 5) Berdasarkan ilmu pengetahuan dan ketentuan Pasal 1 angka 1 UndangUndang No. 2 Tahun 1992, asuransi dikelompokkan menjadi 2, yaitu a. asuransi kerugian, dapat diketahui dari rumusan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 yang berbunyi: “untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan disertai oleh tertanggung”. b. asuransi jumlah, yang meliputi asuransi jiwa dan asuransi sosial, dapat diketahui dari rumusan dalam Pasal 1 angka 1 UndangUndang No. 2 Tahun 1992 sebagai berikut. “untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan”. RA NGK UMA N Asuransi adalah perjanjian antara 2 (dua) pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan. Perjanjian asuransi merupakan perjanjian yang mempunyai karakteristik yang khusus, karena pengaturannya selain tunduk pada KUH Perdata, tetapi juga pada Buku I Bab IX KUHD. Suatu asuransi diawali dengan suatu polis. Polis asuransi dalam bentuk perjanjian asuransi berisi hak dan kewajiban tertanggung dan penanggung. Dalam suatu perjanjian asuransi, kewajiban pihak tertanggung adalah membayar premi, sedangkan kewajiban pihak penanggung (perusahaan asuransi) adalah membayar sejumlah ganti kerugian jika peristiwa (evenemen) terjadi, misal kebakaran, kecelakaan lalu lintas, dan lain-lain.

 EKMA4316/MODUL 2

2.83

Prinsip-prinsip dasar asuransi tersebut sebagai pedoman bagi seluruh penyelenggaraan transaksi perasuransian. Prinsip-prinsip utama dalam asuransi meliputi: 1. prinsip utmost good faith; 2. prinsip insurable interest; 3. prinsip indemnity; 4. prinsip subrogation. Berdasarkan ilmu pengetahuan dan ketentuan dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 2 tahun 1992, asuransi dikelompokkan menjadi 2 kelompok yaitu 1. asuransi kerugian, berjenis antara lain: asuransi kebakaran, asuransi kendaraan bermotor, asuransi laut, dan asuransi tanggung jawab; 2. asuransi jumlah, berjenis antara lain: asuransi ABRI, asuransi jiwa kredit, asuransi dana haji dan asuransi pinjaman perumahan. TES FO RMA TIF 2 Pilihlah satu jawaban yang paling tepat! 1) Suatu asuransi akan diklasifikasikan sebagai asuransi kerugian, jika memenuhi unsur-unsur .... A. penanggung dan tertanggung. B. peristiwa yang terjadinya tidak dapat diduga sebelumnya. C. kepentingan yang diasuransikan. D. semua pernyataan di atas benar. 2) Manakah pernyataan berikut di bawah ini yang salah? A. Perjanjian asuransi merupakan perjanjian peralihan risiko. B. Perjanjian asuransi merupakan perjanjian bersyarat. C. Pernyataan A dan B benar. D. Pernyataan A dan B salah. 3) Prinsip-prinsip asuransi meliput kecuali .... A. utmost good faith B. indemnitas C. independen D. kontribusi

2.84

Hukum Bisnis 

4) Prinsip penutupan pertanggungan atas suatu obyek asuransi yang dilakukan oleh lebih dari satu tertanggung atau perusahaan asuransi baik pada waktu yang bersamaan ataupun pada waktu yang berbeda. Prinsip ini dilakukan biasanya untuk obyek asuransi yang mempunyai nilai tinggi sehingga melibatkan lebih dari satu tertanggung atau penanggung. disebut dengan .... A. prinsip jumlah bilangan besar B. prinsip proporsional C. prinsip proximate cause D. prinsip koasuransi 5) Ketentuan yang berlaku untuk reasuransi adalah kecuali .... A. Bentuk lisan B. Bersifat timbal balik C. Penanggung ulang D. Dapat diperpanjang. 6) Asuransi-asuransi berikut termasuk asuransi kerugian kecuali .... A. asuransi kebakaran B. asuransi kendaraan bermotor C. asuransi laut D. asuransi ABRI 7) Objek asuransi kebakaran meliputi .... A. rumah tinggal B. pabrik C. lukisan D. mesin 8) Asuransi laut dapat diadakan .... A. dalam waktu damai atau dalam waktu perang, sebelum atau selama perjalanan yang ditempuh kapal B. untuk perjalanan pergi atau pulang, untuk seluruh perjalanan atau untuk satu waktu tertentu C. untuk berita baik dan buruk D. semua benar 9) Evenemen dalam Asuransi Jiwa wajib memenuhi ketentuan berikut, kecuali .... A. harus dicantumkan dalam polis B. meninggalnya orang yang jiwanya diasuransikan

2.85

 EKMA4316/MODUL 2

C. meninggalnya seseorang itu sudah pasti D. kapan meninggalnya seseorang itu tidak pasti 10) Asuransi Sosial Kecelakaan lalu Lintas Jalan termasuk jenis asuransi wajib karena .... A. asuransi Sosial Kecelakaan Lalu Lintas Jalan diwajibkan oleh undang-undang B. pihak penyelenggara asuransi ini adalah Pemerintah, yang didelegasikan kepada BUMN C. asuransi Sosial Kecelakaan Lalu Lintas Jalan bermotif perlindungan masyarakat, yang dananya dihimpun dari masyarakat dan digunakan untuk kepentingan masyarakat yang diancam bahaya lalu lintas jalan D. semua benar Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 2 yang terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar. Kemudian, gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 2.

Tingkat penguasaan =

Jumlah Jawaban yang Benar

 100%

Jumlah Soal Arti tingkat penguasaan: 90 - 100% = baik sekali 80 - 89% = baik 70 - 79% = cukup < 70% = kurang Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat meneruskan dengan modul selanjutnya. Bagus! Jika masih di bawah 80%, Anda harus mengulangi materi Kegiatan Belajar 2, terutama bagian yang belum dikuasai.

2.86

Hukum Bisnis 

Kunci Jawaban Tes Formatif Tes Formatif 1 1) A. 2) C. 3) B. 4) C. 5) B. 6) C. 7) D. 8) D. 9) A. 10) C.

11) 12) 13) 14) 15) 16) 17) 18) 19) 20)

A. D. A. B. D. D. D. D. A. D.

Tes Formatif 2 1) D. 2) C. 3) C. 4) D. 5) A. 6) D. 7) C. 8) D. 9) A. 10) D.

2.87

 EKMA4316/MODUL 2

Daftar Pustaka Budiono, Herlien, (2006), Asas Keseimbangan bagi Hukum Perjanjian Indonesia, Hukum Perjanjian Berlandaskan Asas-asas Wigati Indonesia, Bandung, Citra Aditya Bakti. Masjchoen Sofwan, Sri Soedewi. (1980). Hukum Perutangan. Yogyakarta: Fakultas Hukum UGM. Mertokusumo, Sudikno. (1988). Mengenal Hukum. Yogyakarta: Liberty. Muhammad, Abdulkadir, (2006), Hukum Asuransi Indonesia, Bandung, Citra Aditya Bakti. Muhammad, Abdulkadir. (1990). Hukum Perikatan. Bandung: Citra Aditya Bakti. Nasution, Az., (1999), Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, Jakarta, Daya Widya. Pangaribuan, Emmy, (1990), Hukum Pertanggungan dan Perkembangannya, Yogyakarta, Seksi Hukum Dagang Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. Redjeki, Sri, (2001), Hukum Asuransi dalam Perusahaan Asuransi, Jakarta, Sinar Grafika. Sanyoto, W. 2010, Implementasi Prinsip Dasar Asuransi pada Polis Asuransi Kerugian dalam Kaitannya dengan Perlindungan Hukum Tertanggung dan peranan Pialang Asuransi (The Essence of Insurance Principles), Program Pascasarjana, Fakultas Hukum Universits Gadjah Mada, Yogyakarta. Satrio, J. (1992). Hukum Perjanjian. Bandung: Citra Aditya Bakti. Subekti. (1979). Hukum Perjanjian. Jakarta: Intermasa.

Modul 3

Hukum Perusahaan dan Hukum Perseroan Terbatas Prof. Dr. Nindyo Pramono, S.H., M.S.

PE NDAHUL UA N

M

odul 3 ini merupakan kelanjutan dari Modul 2 yang akan memberikan pengetahuan mengenai hubungan hukum yang timbul dalam menjalankan perusahaan, sehingga kita mempunyai pemahaman dan pengertian yang menyeluruh tentang perseroan terbatas dalam praktek yang berlaku dalam dunia usaha. Pada Kegiatan Belajar 1 akan dibahas tentang pengertian perusahaan dan Hukum Perusahaan, pengusaha, dan bentuk usaha bukan badan hukum, bentuk usaha badan hukum, Bentuk Usaha Milik Negara dan hal-hal yang berkaitan dengan urusan perusahaan. Sedangkan pada Kegiatan Belajar 2 akan dibahas mengenai pengertian perseroan, pendirian perseroan, modal perseroan, organ perseroan, penggabungan, peleburan dan pengambilalihan perseroan, pemeriksaan perseroan dan pembubaran perseroan. Setelah mempelajari modul ini, diharapkan Anda dapat menjelaskan tentang: 1. pengertian perusahaan dan hukum perusahaan; 2. pengertian pengusaha; 3. bentuk usaha bukan badan hukum; 4. bentuk usaha badan hukum; 5. bentuk usaha milik negara; 6. pengertian perseroan; 7. pendirian perseroan; 8. modal dan saham perseroan; 9. organ perseroan; 10. penggabungan, peleburan dan pengambilalihan; 11. pembubaran perseroan.

3.2

Hukum Bisnis 

Kegiatan Belajar 1

Hukum Perusahaan A. PENGERTIAN PERUSAHAAN DAN HUKUM PERUSAHAAN Perusahaan adalah istilah yang dipakai dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) dan perundang-undangan di luar KUHD. Tetapi dalam KUHD sendiri tidak dijelaskan pengertian resmi istilah perusahaan itu. Definisi perusahaan secara resmi dirumuskan dalam Undang-undang No. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan. Menurut Pasal 1 huruf b UU No. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan, yang dimaksud “perusahaan” adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terus-menerus dan didirikan, bekerja serta berkedudukan dalam wilayah negara Indonesia, untuk tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba. Berdasarkan ketentuan pasal tersebut, maka dalam pengertian perusahaan terdapat dua unsur pokok, yaitu 1. bentuk usaha yang berupa organisasi atau badan usaha, yang didirikan, bekerja dan berkedudukan dalam wilayah negara Indonesia; dan 2. jenis usaha yang berupa kegiatan dalam bidang perekonomian yang dijalankan oleh badan usaha secara terus-menerus. Mengenai pengertian perusahaan ini Molengraaff (dalam Purwosutjipto, 1985: 15) berpendapat bahwa: “perusahaan adalah keseluruhan perbuatan yang dilakukan secara terus-menerus, bertindak ke luar, untuk mendapatkan penghasilan, dengan cara memperniagakan barang-barang, menyerahkan barang-barang, atau mengadakan perjanjian-perjanjian perdagangan”. Berdasarkan pengertian tersebut maka Molengraaff memandang perusahaan dari sudut ekonomi, karena tujuannya memperoleh penghasilan dengan cara memperdagangkan barang, menyerahkan barang dan membuat perjanjian perdagangan. Polak (dalam Muhammad, 1999:8) memandang perusahaan dari sudut komersial, artinya baru dikatakan perusahaan apabila diperlukan perhitungan laba dan rugi yang dapat diperkirakan dan dicatat dalam pembukuan. Dalam hal ini Polak menambahkan unsur pembukuan, yang mutlak harus ada pada setiap perusahaan. Selanjutnya menurut Polak, laba adalah tujuan utama setiap perusahaan, karena jika tidak demikian maka itu bukanlah perusahaan.

 EKMA4316/MODUL 3

3.3

Apabila definisi Pasal 1 huruf b UU No. 3 Tahun 1982 dibandingkan dengan definisi Molengraaff dan Polak, ternyata definisi UU lebih sempurna, karena dengan adanya bentuk usaha yang menjalankan jenis usaha, maka unsur-unsur lain juga terpenuhi. Dalam undang-undang yang berlaku, walaupun kegiatan dalam bidang ekonomi dilakukan terus-menerus, terangterangan, terhadap pihak ketiga, dengan tujuan memperoleh keuntungan atau laba, jika tidak mempunyai bentuk usaha itu bukan perusahaan. Berdasarkan definisi perusahaan menurut UU No. 3 Tahun 1982, Molengraaff dan Polak, maka dapat dikemukakan unsur-unsur perusahaan sebagai berikut. 1. Ada badan usaha, yaitu badan usaha yang menjalankan kegiatan dalam bidang perekonomian itu mempunyai bentuk hukum tertentu seperti Perusahaan Dagang (PD), Firma (Fa), Persekutuan Komanditer (CV), Perseroan Terbatas (PT), Perusahaan Umum (Perum), Perusahaan Perseroan (Persero) dan Koperasi. Hal ini dapat diketahui melalui akta pendirian perusahaan yang dibuat di muka notaris, kecuali koperasi yang akta pendiriannya dibuat oleh para pendiri dan disahkan oleh Pejabat Koperasi. 2. Melakukan kegiatan dalam bidang perekonomian, yaitu kegiatan ini meliputi perindustrian, perdagangan, dan jasa yang dapat dirinci sebagai berikut. a. Perindustrian, meliputi kegiatan antara lain eksplorasi dan pengeboran minyak, usaha kerajinan, makanan dalam kaleng, obatobatan, kendaraan bermotor, percetakan dan penerbitan. b. Perdagangan, meliputi kegiatan antara lain jual beli, ekspor impor, bursa efek, toko swalayan, sewa-menyewa. c. Jasa, meliputi kegiatan antara lain transportasi, perbankan, perbengkelan, dan konsultasi. 3. Dilakukan terus-menerus, artinya kegiatan dalam bidang perekonomian itu dilakukan secara terus-menerus, artinya sebagai mata pencarian, tidak insidental, bukan pekerjaan sambilan. 4. Bersifat tetap, artinya kegiatan itu tidak berubah atau berganti dalam waktu singkat, melainkan untuk jangka waktu lama. Jangka waktu lama tersebut ditentukan dalam akta pendirian perusahaan, atau surat izin usaha.

3.4

5.

6. 7.

Hukum Bisnis 

Terang-terangan, artinya ditujukan kepada dan diketahui oleh umum, bebas berhubungan dengan pihak lain, diakui dan dibenarkan oleh pemerintah berdasarkan undang-undang. Bentuk terang-terangan ini dapat diketahui dari akta pendirian perusahaan, nama dan merek perusahaan, surat izin usaha, surat izin tempat usaha, akta pendaftaran perusahaan. Mencari keuntungan dan atau laba, yaitu nilai lebih yang diperoleh dari modal yang diusahakan dan merupakan tujuan utama setiap perusahaan. Adanya pembukuan, yaitu catatan mengenai hak dan kewajiban yang berkaitan dengan kegiatan usaha perusahaan.

Menurut Pasal 1 huruf b UU No. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan, perusahaan didefinisikan sebagai “setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap, terus-menerus, dan didirikan, bekerja serta berkedudukan dalam wilayah negara Indonesia dengan tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba”. Berdasarkan

pengertian tersebut, maka lingkup hukum perusahaan meliputi dua hal pokok, yaitu bentuk usaha dan jenis usaha. Dengan demikian yang dimaksud dengan Hukum Perusahaan adalah keseluruhan aturan hukum yang mengatur tentang bentuk usaha dan jenis usaha. Bentuk usaha adalah organisasi usaha atau badan usaha yang menjadi wadah penggerak setiap jenis usaha, yang disebut bentuk hukum perusahaan. Organisasi atau badan usaha tersebut diatur/diakui oleh undang-undang, baik bersifat perseorangan, persekutuan atau badan hukum. Bentuk hukum perusahaan perseorangan, misalnya Perusahaan Otobis (PO), Perusahaan Dagang (PD). Bentuk hukum perusahaan perseorangan belum ada pengaturannya dalam undang-undang, melainkan berkembang sesuai dengan kebutuhan masyarakat pengusaha, dalam prakteknya dibuat tertulis di muka notaris. Bentuk hukum perusahaan persekutuan dan badan hukum sudah diatur dengan undang-undang yaitu Firma (Fa) dan Persekutuan Komanditer (CV) diatur dalam KUHD, Perseroan Terbatas (PT) diatur dalam undang-undang No. 40 Tahun 2007, Perusahaan Umum (Perum) dan Perusahaan Perseroan (Persero) diatur dalam Undang-undang No. 9 Tahun 1969. Firma (Fa) dan Persekutuan Komanditer (CV) adalah bukan badan hukum, sedangkan Perseroan Terbatas (PT), Perusahaan Umum (Perum) dan Perusahaan

 EKMA4316/MODUL 3

3.5

Perseroan (Persero) adalah badan hukum, Perseroan Terbatas adalah Badan Usaha Milik Swasta (BUMS), sedangkan Perusahaan Umum dan Perusahaan Perseroan (Persero) adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Jenis usaha adalah berbagai macam usaha di bidang perekonomian, yaitu bidang perindustrian, bidang perdagangan dan bidang jasa. Usaha adalah setiap tindakan, perbuatan, atau kegiatan apa pun dalam bidang perekonomian, yang dilakukan oleh setiap pengusaha dengan tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba. Dengan demikian, suatu kegiatan dapat disebut usaha dalam arti hukum perusahaan apabila memenuhi unsurunsur: dalam bidang perekonomian; dilakukan oleh pengusaha; tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba. B. PENGERTIAN PENGUSAHA Pengusaha adalah orang yang menjalankan perusahaan atau menyuruh menjalankan perusahaan. Menjalankan perusahaan artinya mengelola sendiri perusahaannya, baik dilakukan sendiri maupun dengan bantuan pekerja. Ini umumnya terdapat pada perusahaan perseorangan. Apabila pengusaha menjalankan perusahaan dengan bantuan pekerja, maka dalam hal ini dia mempunyai dua fungsi, yaitu sebagai pengusaha dan sebagai pemimpin perusahaan. Mungkin juga pengusaha tidak menjalankan sendiri perusahaannya, melainkan menyuruh orang lain menjalankan perusahaan. Dalam hal ini dia tidak turut serta menjalankan perusahaan. Pengelolaan perusahaan dikuasakan kepada orang lain. Orang lain yang diberi kuasa ini menjalankan perusahaan atas nama pemberi kuasa, dia disebut pemimpin perusahaan atau direktur atau manajer. Umumnya pemberian kuasa semacam ini terdapat pada perusahaan persekutuan terutama badan hukum seperti Perseroan Terbatas. Dilihat dari segi fungsinya, ada tiga eksistensi pengusaha, yaitu 1. pengusaha yang bekerja sendiri; 2. pengusaha yang bekerja dengan bantuan pekerja; 3. pengusaha yang memberi kuasa kepada orang lain menjalankan perusahaan. Pada perusahaan persekutuan terutama badan hukum, pemimpin perusahaan adalah orang yang diberi kuasa oleh pengusaha untuk menjalankan perusahaan atas nama pengusaha. Dia menggantikan pengusaha

3.6

Hukum Bisnis 

dalam segala hal mengenai pengelolaan perusahaan. Pemimpin perusahaan berfungsi sebagai wakil pengusaha dan berkuasa dalam segala hal yang berkenaan dengan pengelolaan perusahaan yang dipimpinnya. Pemimpin perusahaan adalah pemegang kuasa tertinggi dalam menjalankan perusahaan. Pada perusahaan besar, pemimpin perusahaan berbentuk dewan pimpinan yang disebut Dewan Direksi yang diketuai oleh seorang Direktur Utama (Dirut). Di bawah Direktur Utama adalah Direktur yang diberi kuasa mengelola salah satu bidang usaha tertentu dalam perusahaan. Dalam hal pengusaha juga berfungsi sebagai pemimpin perusahaan (seperti terdapat pada perusahaan perseorangan), maka pemimpin perusahaan selalu diidentikkan dengan pengusaha. Timbul anggapan di kalangan masyarakat bahwa Direktur Utama dan Direktur adalah pengusaha karena kenyataannya mereka menjalankan perusahaan. Secara yuridis mereka sebenarnya bukan pengusaha, melainkan pemegang kuasa dari pengusaha. Kecuali pada perusahaan yang dijalankan sendiri oleh pengusahanya, maka dengan sendirinya pemimpin perusahaan itu adalah pengusaha. Dalam menjalankan kegiatannya, pengusaha dibantu oleh pembantu pengusaha yaitu setiap orang yang melakukan perbuatan membantu pengusaha dalam menjalankan perusahaan dengan memperoleh upah. Pemimpin perusahaan tidak termasuk dalam pembantu pengusaha karena dia memperoleh kuasa menjalankan perusahaan menggantikan kedudukan pengusaha, atau karena pemimpin perusahaan dirangkap oleh pengusaha sendiri. Dalam hal pengusaha memberi kuasa kepada pemimpin perusahaan untuk menjalankan perusahaan, maka pembantu pengusaha adalah mereka yang membantu pemimpin perusahaan dalam menjalankan perusahaan. Hal ini penting dari segi hubungan kerja. Apabila pengusaha menjalankan sendiri perusahaannya, maka pembantu pengusaha mempunyai hubungan kerja dengan pengusaha. Apabila pengusaha memberi kuasa kepada pemimpin perusahaan untuk menjalankan perusahaannya, maka pembantu pengusaha mempunyai hubungan kerja dengan pemimpin perusahaan atas nama pengusaha. Pembantu pengusaha dibedakan antara pembantu dalam lingkungan perusahaan dan pembantu luar perusahaan. Pembantu dalam lingkungan perusahaan mempunyai hubungan kerja tetap dan subordinatif dengan pengusaha dan bekerja dalam lingkungan perusahaan itu. Mereka yang termasuk dalam kelompok ini adalah:

 EKMA4316/MODUL 3

1.

2.

3.

4.

3.7

pemegang prokurasi adalah pemegang kuasa dari pengusaha untuk mengelola satu bagian besar/bidang tertentu dari perusahaan. Bagian besar/bidang tertentu itu misalnya produksi, pemasaran, administrasi, keuangan, sumber daya manusia, perbekalan dan perlengkapan; pengurus filial adalah pemegang kuasa yang mewakili pengusaha menjalankan perusahaan dengan mengelola satu cabang perusahaan yang meliputi daerah tertentu. Pengurus filial adalah pemimpin cabang yang bertanggung jawab mengelola cabang perusahaan yang bersangkutan; pelayan toko adalah setiap orang yang memberikan pelayanan membantu pengusaha di toko dalam menjalankan perusahaannya. Termasuk pelayan toko antara lain adalah penjual barang, pengepak barang, penyerah barang, pemegang buku, penerima pembayaran; pekerja keliling adalah pembantu pengusaha yang bekerja keliling di luar toko/kantor untuk memajukan perusahaan, dengan mempromosikan barang dagangan atau membuat perjanjian antara pengusaha dan pihak ketiga.

Selanjutnya yang termasuk pembantu luar perusahaan adalah sebagai berikut. 1. Agen perusahaan Agen perusahaan adalah orang yang mewakili pengusaha untuk mengadakan dan melaksanakan perjanjian dengan pihak ketiga atas nama pengusaha. Agen perusahaan adalah perusahaan yang berdiri sendiri yang mewakili kepentingan pengusaha yang diageninya di suatu daerah tertentu. Agen perusahaan mempunyai hubungan tetap dan koordinatif dengan pengusaha. 2. Bank Bank adalah lembaga keuangan berupa perusahaan yang mewakili pengusaha untuk melakukan: a. pembayaran kepada pihak ketiga; b. penerimaan uang dari pihak ketiga; c. penyimpanan uang milik pengusaha selaku nasabah. Pengusaha yang diwakili adalah nasabah bank di mana dia mempunyai rekening giro. Semua kegiatan pembayaran, penerimaan, dan penyimpanan uang dilakukan melalui bank dan dicatat dalam rekening gironya itu. Bank mempunyai hubungan tetap dan koordinatif dengan

3.8

3.

4.

5.

Hukum Bisnis 

pengusaha yang menjadi nasabahnya dan memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya. Makelar Menurut Pasal 67 KUHD, Makelar adalah orang yang menjalankan perusahaan dengan menghubungkan pengusaha dengan pihak ketiga untuk mengadakan berbagai perjanjian. Dalam perjanjian yang dibuat, makelar bukan pihak, sedangkan yang menjadi pihak adalah pengusaha yang diwakilinya. Makelar mengadakan hubungan dengan pihak ketiga atas nama pengusaha yang berkepentingan. Makelar mendapat pengangkatan dari Menteri Kehakiman dan sebelum menjalankan perusahaan, makelar harus mengangkat sumpah di muka Ketua Pengadilan Negeri yang berwenang. Dalam melakukan usahanya makelar mendapat upah dari pengusaha yang diwakilinya yang disebut provisi (courtage). Makelar yang diatur dalam KUHD ini tidak pernah dipraktekkan, karena yang dikenal dalam masyarakat adalah makelar menurut kebiasaan setempat tanpa pengangkatan dan penyumpahan. Komisioner Komisioner adalah orang yang menjalankan perusahaan dengan membuat perjanjian atas namanya sendiri berdasarkan perintah dan pembiayaan komiten dengan menerima upah atau provisi. Orang yang memberi perintah disebut komiten. Komisioner tidak wajib memberitahukan kepada pihak ketiga nama komitennya. Komisioner menjadi pihak dalam perjanjian yang dibuatnya itu. Komiten tidak berhak menuntut pihak lain dalam perjanjian dan pihak lain itu tidak dapat menuntut komiten. Notaris dan Pengacara Notaris dan pengacara adalah pembantu pengusaha dalam hubungan tidak tetap dan koordinasi. Bantuan jasa mereka diperlukan secara insidental saja apabila pengusaha memerlukannya. Notaris diperlukan dalam hal pembuatan perjanjian ataupun akta-akta lainnya bagi perusahaan. Pengacara diperlukan dalam hal mewakili pengusaha di muka pengadilan dan di luar pengadilan yang menyangkut segi hukum.

C. BENTUK USAHA BUKAN BADAN HUKUM Dilihat dari segi jumlah pemiliknya, perusahaan dapat diklasifikasikan menjadi perusahaan perseorangan dan perusahaan persekutuan. Perusahaan

 EKMA4316/MODUL 3

3.9

perseorangan didirikan dan dimiliki oleh satu orang pengusaha. Perusahaan persekutuan didirikan dan dimiliki oleh beberapa orang pengusaha yang bekerja sama dalam satu persekutuan (maatschap, partnership). Dilihat dari status pemiliknya, perusahaan diklasifikasikan menjadi perusahaan swasta dan perusahaan negara. Perusahaan swasta didirikan dan dimiliki oleh pihak swasta, sedangkan perusahaan negara didirikan dan dimiliki oleh negara dan biasa disebut Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Dilihat dari bentuk hukumnya, perusahaan diklasifikasikan menjadi perusahaan badan hukum dan perusahaan bukan badan hukum. Perusahaan badan hukum ada yang dimiliki oleh pihak swasta, yaitu Perseroan Terbatas (PT) dan ada pula yang dimiliki oleh negara, yaitu Perusahaan Umum (Perum) dan Perusahaan Perseroan (Persero), Perusahaan badan hukum Perseroan Terbatas selalu berupa persekutuan, sedangkan perusahaan bukan badan hukum dapat berupa perusahaan perseorangan dan perusahaan persekutuan, dan hanya dimiliki oleh pihak swasta. Berdasarkan klasifikasi tersebut, maka dapat ditentukan tiga jenis bentuk hukum perusahaan yaitu sebagai berikut. 1. Perusahaan perseorangan adalah perusahaan swasta yang didirikan dan dimiliki oleh pengusaha perseorangan, dan bukan badan hukum. Perusahaan perseorangan dapat mempunyai bentuk hukum menurut bidang usahanya, yaitu perusahaan industri, perusahaan dagang dan perusahaan jasa. Contoh perusahaan industri adalah perusahaan batik, kerajinan perak, perusahaan bata. Contoh perusahaan dagang adalah toko swalayan, toko barang elektronik, restoran. Contoh Perusahaan jasa adalah salon kecantikan, bengkel kendaraan bermotor, penjahit busana. 2. Perusahaan persekutuan bukan badan hukum adalah perusahaan swasta yang didirikan dan dimiliki oleh beberapa pengusaha secara kerja sama. perusahaan persekutuan bukan badan hukum dapat menjalankan usaha dalam semua bidang perekonomian, yaitu bidang industri, dagang, dan jasa. Perusahaan persekutuan dapat mempunyai bentuk hukum Firma dan Persekutuan Komanditer (CV). 3. Perusahaan badan hukum terdiri dari perusahaan swasta yang didirikan dan dimiliki oleh beberapa orang pengusaha secara kerja sama dan perusahaan negara yang didirikan dan dimiliki oleh negara. Perusahaan badan hukum dapat menjalankan usaha dalam semua bidang perekonomian. Perusahaan badan hukum mempunyai bentuk hukum Perseroan Terbatas (PT) dan Koperasi untuk yang dimiliki swasta, Perusahaan Umum (Perum) dan Perusahaan Perseroan (Persero) untuk yang dimiliki negara.

3.10

Hukum Bisnis 

1. a.

Persekutuan Firma Pengertian firma Firma adalah persekutuan perdata yang didirikan untuk menjalankan perusahaan dengan nama bersama (Pasal 16 KUHD). Yang dimaksud dengan persekutuan perdata adalah perjanjian dengan mana dua orang atau lebih mengikatkan diri untuk menyetorkan sesuatu kepada persekutuan dengan tujuan untuk memperoleh manfaat atau keuntungan (Pasal 1618 KUHPdt). Berdasarkan definisi tersebut, dapat dinyatakan bahwa persekutuan itu disebut firma apabila mengandung unsur-unsur pokok berikut ini. 1) Persekutuan perdata. 2) Menjalankan perusahaan. 3) Dengan nama bersama atau Firma. 4) Tanggung jawab sekutu bersifat pribadi untuk keseluruhan. Firma (Fa) artinya nama bersama. Penggunaan nama bersama untuk nama perusahaan dapat dilakukan dengan cara berikut ini. 1) Menggunakan nama seorang sekutu, misalnya Fa. Haji Mahmud. 2) Menggunakan nama seorang sekutu dengan tambahan yang menunjukkan anggota keluarganya, misalnya Firma Ibrahim Aboud and Brothers, disingkat Fa. Ibrahim Aboud & Bros. Artinya perusahaan persekutuan ini beranggotakan Ibrahim Aboud dan saudara-saudaranya (adik beradik). 3) Menggunakan himpunan nama semua sekutu secara singkatan, misalnya Fa. Astra (singkatan Ali, Sumarni, Tontowi, Rafiah, dan Astaman). 4) Menggunakan nama bidang usaha perusahaan, misalnya Fa. Ayam Buras yang kegiatan usahanya beternak ayam bukan ras. 5) Menggunakan nama lain, misalnya Fa. Serasan Sekate, Fa. Musi Jaya, Fa. Sumber Rejeki. Pada firma kepribadian para sekutu yang bersifat kekeluargaan sangat diutamakan. Hal ini dapat dimaklumi karena sekutu dalam persekutuan Firma adalah anggota keluarga, teman sejawat, yang bekerja sama secara aktif menjalankan perusahaan mencari keuntungan bersama dengan tanggung jawab bersama secara pribadi.

 EKMA4316/MODUL 3

3.11

b.

Cara mendirikan firma Menurut Pasal 22 KUHD, Firma harus didirikan dengan akta otentik yang dibuat di muka notaris. Akta pendirian tersebut memuat anggaran dasar Firma dengan rincian isi sebagai berikut. 1) Nama lengkap, pekerjaan, dan tempat tinggal para sekutu. 2) Penetapan nama bersama atau firma. 3) Firma bersifat umum atau terbatas pada menjalankan perusahaan bidang tertentu. 4) Nama-nama sekutu yang tidak diberi kuasa untuk menandatangani perjanjian bagi Firma. 5) Saat mulai dan berakhirnya Firma. 6) Ketentuan-ketentuan lain mengenai hak pihak ketiga terhadap para sekutu. Akta pendirian Firma harus didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Firma yang bersangkutan. Setelah itu akta pendirian harus diumumkan dalam Berita Negara atau Tambahan Berita Negara. Selama akta pendirian belum didaftarkan dan diumumkan, maka pihak ketiga menganggap Firma itu: 1) sebagai persekutuan umum yang menjalankan segala macam usaha; 2) didirikan untuk waktu yang tidak terbatas; 3) semua sekutu berwenang menandatangani surat untuk Firma itu. Berdasarkan ketentuan pasal-pasal tadi dapat disimpulkan bahwa Firma bukan badan hukum. Alasannya adalah: 1) tidak ada pemisahan harta kekayaan antara persekutuan dan pribadi sekutu-sekutu, setiap sekutu bertanggung jawab secara pribadi untuk keseluruhan; 2) tidak ada keharusan pengesahan akta pendirian oleh Menteri Kehakiman. c.

Tanggung jawab sekutu Sekutu yang ditunjuk atau diberi kuasa untuk menjalankan tugas pengurus ditentukan dalam anggaran dasar (akta pendirian) Firma. Jika belum ditentukan, pengurus harus ditentukan dalam akta tersendiri dan didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri setempat serta diumumkan dalam Tambahan Berita Negara. Hal ini penting supaya pihak ketiga dapat mengetahui siapa yang menjadi pengurus yang berhubungan dengannya.

3.12

Hukum Bisnis 

Dalam anggaran dasar atau akta pendirian pengurus ditentukan juga bahwa pengurus berhak bertindak keluar atas nama Firma. Jika tidak ada ketentuan maka setiap sekutu dapat mewakili Firma yang mengikat para sekutu lain sepanjang mengenai perbuatan bagi kepentingan Firma. Tetapi kekuasaan tertinggi dalam Firma ada di tangan semua sekutu. Mereka memutuskan segala masalah dengan musyawarah berdasarkan ketentuan yang ditetapkan dalam anggaran dasar Firma. Hubungan hukum ke dalam (internal) antara sesama sekutu Firma adalah sebagai berikut. 1) Semua sekutu memutuskan dan menetapkan dalam anggaran dasar sekutu yang ditunjuk sebagai pengurus Firma. 2) Semua sekutu berhak melihat atau mengontrol pembukuan Firma. 3) Semua sekutu memberikan persetujuan jika Firma menambah sekutu baru. 4) Penggantian kedudukan sekutu dapat diperkenankan jika diatur dalam anggaran dasar. 5) Seorang sekutu dapat menggugat Firma apabila dia berposisi sebagai kreditur Firma dan pemenuhannya disediakan dari kas Firma. Hubungan hukum ke luar (eksternal) antara sekutu Firma dan pihak ketiga adalah sebagai berikut. 1) Sekutu yang sudah keluar secara sah masih dapat dituntut oleh pihak ketiga atas dasar perjanjian yang belum dilunasi pembayarannya. 2) Setiap sekutu yang mengadakan perikatan dengan pihak ketiga bagi kepentingan Firma, kecuali jika sekutu itu dikeluarkan dari kewenangannya. 3) Setiap sekutu bertanggung jawab secara pribadi atas semua perikatan Firma, yang dibuat oleh sekutu lain, termasuk juga perikatan karena perbuatan melawan hukum. 4) Apabila seorang sekutu menolak penagihan dengan alasan Firma tidak ada karena tidak ada akta pendirian, maka pihak ketiga itu dapat membuktikan adanya Firma dengan segala macam alat pembuktian. d.

Berakhirnya firma Firma berakhir apabila jangka waktu yang ditetapkan dalam anggaran dasar (akta pendirian) telah berakhir. Firma juga dapat bubar sebelum berakhir jangka waktu yang ditetapkan dalam anggaran dasar akibat

 EKMA4316/MODUL 3

3.13

pengunduran diri atau pemberhentian sekutu. Pembubaran Firma harus dilakukan dengan akta otentik yang dibuat di muka notaris, didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Setempat dan diumumkan dalam Tambahan Berita Negara. Kelalaian pendaftaran dan pengumuman ini mengakibatkan tidak berlaku pembubaran Firma, pengunduran diri atau pemberhentian sekutu atau perubahan anggaran dasar terhadap pihak ketiga. Setiap pembubaran Firma memerlukan pemberesan. Untuk pemberesan tersebut, Firma yang sudah bubar itu masih tetap ada. Menurut ketentuan Pasal 32 KUHD, yang bertugas melakukan pemberesan adalah mereka yang ditetapkan dalam anggaran dasar. Apabila dalam anggaran dasar tidak ditentukan, sekutu pengurus harus membereskan atas nama Firma. Tetapi jika sekutu-sekutu dengan suara terbanyak menunjuk sekutu yang bukan pengurus untuk melakukan pemberesan, maka sekutu inilah yang bertugas melakukan pemberesan. Apabila suara terbanyak tidak tercapai, Pengadilan Negeri menetapkan pihak pemberesnya. Tugas pemberes adalah menyelesaikan semua utang Firma dengan menggunakan uang kas. Jika masih ada saldo, maka saldo itu dibagi antara para sekutu. Jika ada kekurangan, maka kekurangan itu harus dipenuhi dari kekayaan pribadi para sekutu. 2. a.

Persekutuan Komanditer Pengertian persekutuan komanditer Persekutuan komanditer (CV) adalah Firma yang mempunyai satu atau beberapa orang sekutu komanditer. Sekutu Komanditer (silent partner) adalah sekutu yang hanya menyerahkan uang, barang, atau tenaga sebagai pemasukan persekutuan, dan tidak turut campur dalam pengurusan atau penguasaan persekutuan. Dia hanya memperoleh keuntungan dari pemasukannya itu. Tanggung jawab terbatas pada jumlah pemasukannya itu. Persekutuan Komanditer mempunyai dua macam sekutu, yaitu 1) sekutu komplementer (complementary partner), yaitu sekutu aktif yang menjadi pengurus persekutuan; 2) sekutu komanditer (silent partner), yaitu sekutu pasif yang tidak ikut mengurus persekutuan. Dua macam sekutu ini menyerahkan pemasukan pada persekutuan secara bersama-sama untuk memperoleh keuntungan bersama, dan kerugian juga dipikul bersama secara berimbang dengan pemasukan masing-masing. Apabila dibandingkan dengan Firma, terlihat bahwa Persekutuan Komanditer

3.14

Hukum Bisnis 

adalah Firma dengan bentuk khusus. Kekhususannya itu terletak pada eksistensi sekutu komanditer yang tidak ada pada Firma. Firma hanya mempunyai sekutu aktif yang disebut firmant. b.

Cara mendirikan persekutuan komanditer Dalam KUHD tidak ada pengaturan secara khusus mengenai cara mendirikan Persekutuan Komanditer. Karena Persekutuan Komanditer adalah Firma, maka Pasal 22 KUHD dapat diberlakukan. Dengan demikian Persekutuan Komanditer didirikan dengan pembuatan anggaran dasar yang dituangkan dalam akta pendirian yang dibuat di muka notaris. Akta pendirian kemudian didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri setempat. Akta pendirian yang sudah didaftarkan itu diumumkan dalam Tambahan Berita Negara. Sama halnya dengan Firma, syarat pengesahan dari Menteri Kehakiman tidak diperlukan karena Persekutuan Komanditer bukan badan hukum. Praktek perusahaan yang berbentuk Persekutuan Komanditer di Indonesia membuktikan hal ini. Pada Persekutuan Komanditer tidak ada pemisahan antara harta kekayaan persekutuan dan harta kekayaan pribadi para sekutu komplementer. Karena Persekutuan Komanditer adalah Firma, maka tanggung jawab sekutu komplementer secara pribadi untuk keseluruhan. c.

Hubungan hukum dan tanggung jawab Seperti halnya pada Firma, pada Persekutuan Komanditer juga terdapat hubungan hukum ke dalam (internal) antara sesama sekutu dan hubungan hukum ke luar (eksternal) antara sekutu dan pihak ketiga. Hubungan hukum antara sesama sekutu komplementer sama seperti pada Firma. Hubungan hukum antara sekutu komplementer dan sekutu komanditer tunduk pada ketentuan Pasal 1624-1641 KUHPerdata. Menurut ketentuan Pasal 1633 KUHPdt, sekutu komanditer mendapat bagian keuntungan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar persekutuan. Jika dalam anggaran dasar tidak ditentukan, maka sekutu komanditer mendapatkan keuntungan sebanding dengan jumlah pemasukannya. Jika persekutuan menderita kerugian, sekutu komanditer hanya bertanggung jawab sampai jumlah pemasukannya itu saja. Bagi sekutu komplementer beban kerugian tidak terbatas, kekayaan pun ikut menjadi jaminan seluruh kerugian persekutuan. Dalam soal pengurusan persekutuan, sekutu komanditer dilarang melakukan pengurusan meskipun dengan surat kuasa. Dia hanya boleh

 EKMA4316/MODUL 3

3.15

mengawasi pengurusan jika ditentukan dalam anggaran dasar persekutuan. Apabila ketentuan dilanggar, Pasal 21 KUHD memberi sanksi bahwa tanggung jawab sekutu komanditer disamakan dengan tanggung jawab sekutu komplementer secara pribadi untuk keseluruhan. Dalam hal hubungan hukum ke luar, hanya sekutu komplementer yang dapat mengadakan hubungan hukum dengan pihak ketiga. Pihak ketiga hanya dapat menagih sekutu komplementer sebab sekutu inilah yang bertanggung jawab penuh. Sekutu komanditer hanya bertanggung jawab kepada sekutu komplementer dengan menyerahkan sejumlah pemasukan (Pasal 19 ayat (1) KUHD). Sedangkan yang bertanggung jawab kepada pihak ketiga hanya sekutu komplementer. Dengan kata lain, sekutu komanditer hanya bertanggung jawab ke dalam, sedangkan sekutu komplementer bertanggung jawab ke luar dan ke dalam. d.

Berakhirnya persekutuan komanditer Karena Persekutuan Komanditer pada hakikatnya adalah Firma, maka cara berakhirnya Firma juga berlaku pada Persekutuan Komanditer, yaitu dengan cara berikut. 1) berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam anggaran dasar; 2) sebelum berakhir jangka waktu yang ditetapkan akibat pengunduran diri atau pemberhentian sekutu; 3) akibat perubahan anggaran dasar (akta pendirian). Pembubaran Persekutuan Komanditer sama dengan Firma, yaitu harus dilakukan dengan akta otentik yang dibuat di muka notaris, didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri dan diumumkan dalam Tambahan Berita Negara. Kelalaian pendaftaran dan pengumuman ini mengakibatkan tidak berlaku pembubaran, pengunduran diri, pemberhentian, perubahan anggaran dasar terhadap pihak ketiga. Setiap pembubaran Persekutuan Komanditer memerlukan pemberesan, baik mengenai keuntungan maupun mengenai kerugian. Pembagian keuntungan dan pemberesan kerugian dilakukan menurut ketentuan dalam anggaran dasar. Apabila pemberesan sudah selesai dilakukan masih ada sisa sejumlah uang, maka sisa uang tersebut dibagikan kepada semua sekutu menurut perbandingan pemasukan masing-masing. Jika setelah pemberesan terdapat kekurangan (kerugian), maka pemberesan kerugian tersebut dilakukan menurut perbandingan pemasukan masing-masing, kecuali sekutu komanditer hanya bertanggung jawab sebatas pemasukannya.

3.16

Hukum Bisnis 

D. BENTUK USAHA BADAN HUKUM 1. a.

Karakteristik Badan Hukum Memiliki kekayaan sendiri Badan hukum sebagai pendukung hak dan kewajiban dapat mengadakan hubungan bisnis dengan pihak lain. Untuk itu dia memiliki kekayaan sendiri, yang terpisah dari kekayaan pengurus atau pendirinya. Segala kewajiban hukumnya dipenuhi dari kekayaan yang dimilikinya itu. Dalam Anggaran Dasar biasanya ditentukan jumlah dan rupa kekayaan badan hukum. Yang dapat digolongkan kekayaan itu dapat berupa sejumlah modal, barang bergerak dan tidak bergerak, dan tagihan kepada pihak ketiga milik badan hukum. Kekayaan badan hukum ini terpisah dari kekayaan pribadi pengurus atau pendirinya dan ini ditentukan secara tegas dalam Anggaran Dasar dan dicatat dalam pembukuan perusahaan. b.

Anggaran dasar disahkan oleh menteri Anggaran Dasar badan hukum harus mendapat pengesahan secara resmi dari Menteri. Bagi badan hukum Perseroan Terbatas Anggaran Dasarnya disahkan oleh Menteri Hukum dan HAM (Pasal 7 ayat (4) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007). Bagi badan hukum Koperasi Anggaran Dasarnya disahkan oleh Menteri Koperasi (Pasal 10 ayat (2) Undang-Undang No. 25 Tahun 1992). Bagi badan hukum Perusahaan Umum (Perum) Anggaran Dasarnya disahkan oleh Menteri Keuangan (Undang-Undang No. 19 Tahun 1960), dan bagi badan hukum Perusahaan Perseroan (Persero) Anggaran Dasarnya juga disahkan oleh Menteri Keuangan (PP No. 12 Tahun 1969). Sejak tanggal pengesahan itu diberikan, maka sejak itu pula badan usaha yang bersangkutan memperoleh status badan hukum dan dengan demikian memiliki harta kekayaan sendiri yang terpisah dari harta kekayaan pribadi pengurus atau pendirinya. c.

Ada pengurus Badan hukum merupakan subjek hukum buatan manusia berdasarkan hukum. Agar dapat berbuat menurut hukum, maka badan hukum diurus oleh pengurus yang ditetapkan dalam Anggaran Dasarnya, sebagai yang berwenang mewakili badan hukum. Perbuatan pengurus tersebut selalu mengatasnamakan badan hukum, bukan atas nama pribadi pengurus. Segala kewajiban yang timbul dari pengurus adalah kewajiban badan hukum, yang

 EKMA4316/MODUL 3

3.17

dibebankan pada harta kekayaan badan hukum, sebaliknya pula, segala hak yang diperoleh dari perbuatan pengurus adalah hak badan hukum yang menjadi kekayaan badan hukum. d.

Mempunyai tujuan sendiri Sebagai badan hukum yang melakukan kegiatan usaha, perseroan mempunyai tujuan sendiri. Tujuan tersebut ditentukan dalam Anggaran Dasar perseroan (Pasal 15 ayat (1) butir (b) UUPT). Karena perseroan menjalankan perusahaan, maka tujuan utama perseroan adalah mencari keuntungan dan atau laba. 2. a.

Perseroan Terbatas Pengertian perseroan terbatas Menurut Pasal 1 butir (1) UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini, serta peraturan pelaksanaannya. Berdasarkan definisi perseroan tersebut di atas, maka sebagai perusahaan badan hukum, perseroan memiliki unsur-unsur sebagai berikut. 1) Badan hukum Setiap perseroan adalah badan hukum, artinya badan yang memenuhi syarat sebagai pendukung hak dan kewajiban. Dalam UUPT secara tegas dinyatakan bahwa perseroan adalah badan hukum. 2) Merupakan persekutuan modal Persekutuan modal artinya bahwa perseroan terbatas merupakan kumpulan atau asosiasi modal. Apabila perseroan memerlukan dana, dana tersebut dapat diperoleh dengan cara perseroan menawarkan/ menjual saham kepada pihak lain. 3) Didirikan berdasarkan perjanjian Setiap perseroan didirikan berdasarkan perjanjian, artinya harus ada sekurang-kurangnya dua orang yang bersepakat mendirikan perseroan, yang dibuktikan secara tertulis yang tersusun dalam bentuk Anggaran Dasar, kemudian dimuat dalam akta pendirian yang dibuat di muka notaris.

3.18

Hukum Bisnis 

4) Melakukan kegiatan usaha Setiap perseroan melakukan kegiatan usaha, yaitu kegiatan dalam bidang perekonomian yang bertujuan mendapat keuntungan dan atau laba. 5) Modal dasar Setiap perseroan harus mempunyai modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham. Modal dasar merupakan harta kekayaan perseroan sebagai badan hukum, yang terpisah dari harta kekayaan pribadi pendiri, organ perseroan, pemegang saham. 6) Memenuhi persyaratan undang-undang Setiap perseroan harus memenuhi persyaratan undang-undang perseroan dan peraturan pelaksanaannya. b.

Cara mendirikan perseroan Untuk mendirikan suatu perseroan perlu dipenuhi syarat-syarat dan prosedur yang telah ditentukan oleh undang-undang perseroan. Syarat-syarat mendirikan perseroan adalah sebagai berikut. 1) Didirikan oleh dua orang atau lebih Menurut ketentuan Pasal 7 ayat (1) UUPT, perseroan didirikan oleh dua orang atau lebih. Yang dimaksud dengan “orang” adalah orang perseorangan atau badan hukum. Ketentuan sekurang-kurangnya dua orang menegaskan prinsip yang dianut oleh undang-undang bahwa perseroan sebagai badan hukum dibentuk berdasarkan perjanjian. 2) Didirikan dengan akta otentik Menurut ketentuan Pasal 7 ayat (1) UUPT, perjanjian pendirian perseroan harus dibuat dengan akta otentik di muka notaris. 3) Modal dasar perseroan Dalam Pasal 31 UUPT ditentukan bahwa modal dasar perseroan paling sedikit 50 (lima puluh) juta rupiah. Tetapi Undang-undang atau peraturan pelaksanaan yang mengatur bidang usaha tertentu dapat menentukan jumlah minimum modal dasar perseroan yang melebihi 50 (lima puluh) juta rupiah. Selanjutnya prosedur pendirian perseroan adalah: a) pembuatan akta pendirian di muka notaris; b) pengesahan oleh Menteri Kehakiman; c) pendaftaran perseroan dalam Daftar Perusahaan; d) pengumuman dalam Tambahan Berita Negara.

 EKMA4316/MODUL 3

3.19

c.

Organ perseroan Menurut ketentuan Pasal 1 butir (2) UUPT, organ perseroan adalah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi, dan Dewan Komisaris. RUPS adalah organ perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas undang-undang ini dan/atau Anggaran Dasar. RUPS terdiri dari RUPS tahunan dan RUPS lainnya. RUPS tahunan wajib diadakan dalam jangka waktu paling lambat enam bulan setelah tahun buku berakhir. Dalam RUPS tahunan harus diajukan semua dokumen dari laporan tahunan Perseroan, yang memuat sekurang-kurangnya: 1) laporan keuangan yang terdiri atas sekurang-kurangnya neraca akhir tahun buku yang baru lampau dalam perbandingan dengan tahun buku sebelumnya, laporan laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan, laporan arus kas, dan laporan perubahan ekuitas, serta catatan atas laporan keuangan tersebut; 2) laporan mengenai kegiatan perseroan; 3) laporan pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan; 4) rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang mempengaruhi kegiatan usaha Perseroan; 5) laporan mengenai tugas pengawasan yang telah dilaksanakan oleh Dewan Komisaris selama tahun buku yang baru lampau; 6) nama anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris; 7) gaji dan tunjangan bagi anggota Direksi dan gaji atau honorarium dan tunjangan bagi anggota Dewan Komisaris Perseroan untuk tahun yang baru lampau. 8) RUPS lainnya dapat diadakan setiap waktu berdasarkan kebutuhan untuk kepentingan Perseroan. Direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar. Perseroan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan menghimpun dan/atau mengerahkan dana masyarakat, Perseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang, atau Perseroan Terbuka wajib mempunyai paling sedikit dua orang anggota Direksi. Yang dapat diangkat menjadi anggota Direksi adalah orang perseorangan yang cakap melakukan perbuatan hukum, kecuali dalam waktu 5 tahun sebelum pengangkatan pernah:

3.20

Hukum Bisnis 

1) dinyatakan pailit; 2) menjadi anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit; atau 3) dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dan/atau yang berkaitan dengan sektor keuangan (Pasal 93 ayat (1) UUPT). Dewan Komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai anggaran dasar serta memberikan nasihat kepada Direksi. Perseroan yang bidang usahanya mengerahkan dana masyarakat, menerbitkan surat pengakuan utang, atau Perseroan Terbuka wajib memiliki paling sedikit dua orang Komisaris. Orang yang dapat diangkat menjadi Komisaris adalah orang perseorangan yang mampu melaksanakan perbuatan hukum, kecuali dalam waktu 5 tahun sebelum pengangkatannya pernah: a) dinyatakan pailit; b) menjadi anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu Perseroan dinyatakan pailit; atau c) dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dan/atau yang berkaitan dengan sektor keuangan (Pasal 110 ayat (1) UUPT). 3. a.

Koperasi Pengertian koperasi Kata “Koperasi” berasal dari bahasa Inggris cooperation atau bahasa Belanda cooperatie, artinya kerja sama yang terjadi antara beberapa orang untuk mencapai tujuan yang sulit dicapai secara perseorangan. Tujuan yang sama itu adalah kepentingan ekonomi berupa peningkatan kesejahteraan bersama. Kerja sama itu misalnya dalam kegiatan bidang produksi, konsumsi, jasa, perkreditan. Menurut Pasal 1 angka (1) UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.

 EKMA4316/MODUL 3

3.21

Untuk memahami pengertian Koperasi dengan baik; perlu dibedakan antara Koperasi dari segi ekonomi dan Koperasi dari segi hukum. Koperasi dari segi ekonomi adalah perkumpulan yang memiliki ciri-ciri khusus berikut ini. 1) Beberapa orang yang disatukan oleh kepentingan ekonomi yang sama. 2) Tujuan mereka baik bersama maupun perseorangan adalah memajukan kesejahteraan bersama dengan tindakan bersama secara kekeluargaan. 3) Alat untuk mencapai tujuan itu adalah badan usaha yang dimiliki bersama, dibiayai bersama, dikelola bersama. 4) Tujuan utama badan usaha itu adalah meningkatkan kesejahteraan semua anggota perkumpulan. Apabila Anggaran Dasar perkumpulan yang memiliki ciri-ciri khusus tersebut disahkan dan didaftarkan oleh Pejabat Koperasi setempat menurut ketentuan Undang-Undang Perkoperasian, maka perkumpulan itu disebut Koperasi dari segi hukum. Setiap Koperasi dari segi hukum, adalah badan hukum, dan ini diatur dalam Pasal 9 Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. b.

Cara mendirikan koperasi Sebagaimana yang diatur dalam UU Perkoperasian, pendirian koperasi dilakukan dengan prosedur sebagai berikut. 1) Rapat pembentukan Koperasi Sekurang-kurangnya 20 orang pendiri mengadakan rapat pembentukan Koperasi, dari rapat tersebut dibuat berita acara yang memuat catatan tentang hasil kesepakatan, jumlah anggota dan nama mereka yang diberi kuasa untuk menandatangani akta pendirian. Akta pendirian tersebut memuat Anggaran Dasar Koperasi. 2) Surat permohonan pengesahan Para pendiri mengajukan surat permohonan pengesahan pendirian Koperasi yang dilampiri dengan akta pendirian dan petikan berita acara rapat kepada Pejabat yang diangkat oleh dan mendapat kuasa khusus dari Menteri Koperasi. 3) Pengesahan dan pendaftaran akta pendirian Pengesahan akta pendirian diberikan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan setelah diterima permintaan pengesahan oleh pejabat yang berwenang. Akta pendirian yang telah disahkan itu didaftarkan dalam buku daftar umum yang disediakan untuk keperluan itu di kantor Pejabat

3.22

Hukum Bisnis 

dengan dibubuhi tanggal dan nomor pendaftaran serta tanda tangan pengesahan Pejabat. Tanggal pengesahan akta pendirian berlaku sebagai tanggal resmi berdirinya Koperasi. Sejak tanggal pengesahan itu, Koperasi yang bersangkutan memiliki status badan hukum. 4) Pengumuman dalam Berita Negara Setiap akta pendirian yang sudah disahkan diumumkan oleh Pejabat dengan menempatkan dalam Berita Negara. c.

Perangkat organisasi koperasi Menurut ketentuan Pasal 21 UU Perkoperasian, perangkat organisasi Koperasi terdiri dari Rapat Anggota, Pengurus, dan Pengawas. Rapat Anggota merupakan pemegang tertinggi dalam tata kehidupan Koperasi. Dalam Pasal 24 UU Perkoperasian ditentukan bahwa Rapat Anggota diambil berdasarkan musyawarah untuk mencapai mufakat. Apabila tidak diperoleh keputusan dengan cara musyawarah, pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan suara terbanyak. Dalam hal dilakukan pemungutan suara, setiap anggota mempunyai hak satu suara. Rapat Anggota diadakan paling sedikit sekali dalam 1 (satu) tahun. Rapat Anggota untuk mengesahkan pertanggungjawaban pengurus diselenggarakan paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku lampau. Menurut ketentuan Pasal 23 UU Perkoperasian, Rapat Anggota menetapkan: 1) anggaran dasar; 2) kebijaksanaan umum di bidang organisasi, manajemen, dan usaha Koperasi; 3) pemilihan, pengangkatan, pemberhentian pengurus dan pengawas; 4) rencana kerja, rencana anggaran pendapatan dan belanja Koperasi, serta pengesahan laporan keuangan; 5) pengesahan pertanggungjawaban pengurus dalam pelaksanaan tugasnya; 6) pembagian sisa hasil usaha; 7) penggabungan, peleburan, pembagian, pembubaran Koperasi. Menurut ketentuan Pasal 29 UU Perkoperasian, Pengurus dipilih dari dan oleh anggota Koperasi dalam Rapat Anggota. Pengurus merupakan pemegang kuasa Rapat Anggota. Untuk pertama kali susunan dan nama anggota pengurus dicantumkan dalam akta pendirian. Masa jabatan paling lama 5 (lima) tahun. Persyaratan untuk dipilih dan diangkat menjadi anggota pengurus ditetapkan dalam Anggaran Dasar.

 EKMA4316/MODUL 3

3.23

Pengurus Koperasi berwenang mewakili Koperasi di muka dan di luar pengadilan, memutuskan penerimaan dan penolakan anggota baru serta pemberhentian anggota sesuai ketentuan Anggaran Dasar. Di samping itu, pengurus juga berwenang melakukan tindakan dan upaya bagi kepentingan dan kemanfaatan Koperasi sesuai dengan tanggung jawabnya dan keputusan Rapat Anggota. Segala kegiatan pengelolaan Koperasi dan usahanya dipertanggungjawabkan oleh pengurus kepada Rapat Anggota. Untuk kepentingan pengelolaan Koperasi, pengurus dapat mengangkat Pengelola yang diberi wewenang dan kuasa untuk mengelola usaha. Dalam hal pengurus bermaksud untuk mengangkat Pengelola, maka rencana pengangkatan tersebut diajukan kepada Rapat Anggota untuk mendapat persetujuan. Pengelola bertanggung jawab kepada pengurus. Menurut ketentuan Pasal 38 UU Perkoperasian, Pengawas dipilih dari dan oleh anggota Koperasi dalam Rapat Anggota. Oleh karena itu, Pengawas bertanggung jawab kepada Rapat Anggota. Sedangkan persyaratan untuk dapat dipilih dan diangkat sebagai anggota Pengawas ditetapkan dalam Anggaran Dasar. Pengawas bertugas melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijaksanaan dan pengelolaan Koperasi, membuat laporan tertulis tentang hasil pengawasannya. Dalam pelaksanaan tugasnya itu Pengawas berwenang meneliti catatan yang ada pada Koperasi dan mendapatkan segala keterangan yang diperlukan. Pengawas harus merahasiakan hasil pengawasannya terhadap pihak ketiga. Untuk melaksanakan pengawasan, Koperasi dapat meminta jasa audit kepada akuntan publik. Permintaan jasa audit ini dilakukan dalam rangka peningkatan efisiensi, pengelolaan yang bersifat terbuka, dan perlindungan bagi pihak yang berkepentingan. E. BENTUK USAHA MILIK NEGARA 1. a.

Perusahaan Umum (Perum) Pengertian Menurut ketentuan Pasal 1 angka (1) PP No. 13 Tahun 1998, Perusahaan Umum (yang selanjutnya disebut Perum) adalah badan usaha milik negara sebagaimana diatur dalam Undang-undang No. 9 Tahun 1969 di mana seluruh modalnya dimiliki negara berupa kekayaan negara yang dipisahkan dan tidak terbagi atas saham.

3.24

Hukum Bisnis 

Menurut Ketentuan Pasal 2 ayat (1) PP No. 13 Tahun 1998, maksud dan tujuan Perum adalah menyelenggarakan usaha yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus memupuk keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan. Perum dibedakan dengan Persero karena sifat usahanya. Sifat usaha Perum lebih berat pada pelayanan demi kemanfaatan umum baik pelayanan maupun penyediaan barang dan jasa. Namun demikian, sebagai badan usaha diupayakan untuk tetap mandiri dan untuk itu Perum harus mendapat laba agar bisa hidup berkelanjutan. Untuk mendukung pembiayaan kegiatan dalam rangka mencapai maksud dan tujuan Perum, dengan persetujuan Menteri Keuangan Perum dapat melakukan kegiatan tertentu yang berkaitan dengan bidang usahanya dan/atau melakukan penyertaan modal dalam badan usaha lain (Pasal 2 ayat (2) PP No. 13 Tahun 1998). Dengan ketentuan ini Perum dapat melakukan kerja sama (joint venture) dengan badan usaha lain maupun membentuk anak perusahaan. b.

Pendirian perum Perum adalah badan usaha milik negara yang didirikan dengan peraturan pemerintah (Pasal 7 PP No. 13 Tahun 1998). Pengaturan pemerintah tentang pendirian Perum sekaligus menetapkan keputusan untuk melakukan pernyataan modal negara ke dalam Perum. Dengan ketentuan ini Perum memperoleh status badan hukum setelah peraturan pemerintah pendirian Perum berlaku. Peraturan pemerintah tersebut sekurang-kurangnya memuat: 1) penetapan pendirian perum; 2) penetapan besarnya kekayaan negara yang dipisahkan untuk pernyataan ke dalam modal perum; 3) anggaran dasar perum; 4) penunjukan menteri keuangan selaku wakil pemerintah dan pendelegasian wewenang Menteri Keuangan kepada Menteri dalam pelaksanaan pembinaan sehari-hari Perum. Di dalam peraturan pemerintah itu dicantumkan juga Anggaran dasar Perum. Menurut ketentuan Pasal 10 PP No. 13 Tahun 1998, Anggaran Dasar Perum memuat sekurang-kurangnya: 1) nama dan tempat kedudukan Perum; 2) maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perum;

 EKMA4316/MODUL 3

3.25

3) jangka waktu berdirinya Perum; 4) susunan dan jumlah anggota Direksi dan jumlah anggota Dewan Pengawas; dan 5) penetapan tata cara penyelenggaraan rapat Direksi, rapat Dewan Pengawas, rapat Direksi dan/atau Dewan Pengawas dengan Menteri Keuangan dan Menteri. 2. a.

Perusahaan Perseroan (Persero) Pengertian Perusahaan Perseroan, untuk selanjutnya disebut Persero, adalah Badan Usaha Milik Negara yang dibentuk berdasarkan Undang-undang No. 9 Tahun 1969 yang berbentuk Perseroan Terbatas sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1995 yang seluruh atau paling sedikit 51% saham yang dikeluarkannya dimiliki oleh negara melalui penyertaan modal secara langsung (Pasal 1 angka (2) PP No. 12 Tahun 1998). Sebagai Perseroan Terbatas, maka terhadap Persero berlaku prinsip-prinsip Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1995. Menurut ketentuan Pasal 4 ayat (1) PP No. 12 Tahun 1998 maksud dan tujuan pendirian Persero adalah: 1) menyediakan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing ketat, baik di pasar dalam negara ataupun internasional dan 2) memupuk keuntungan guna meningkatkan nilai perusahaan. Hal ini akan dicapai Persero yang bersangkutan dalam memenuhi permintaan pasar melalui penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat, baik di pasar dalam negeri maupun internasional. Jika keuntungan usaha sebagai hasil kinerja Persero dapat meningkatkan nilai Persero yang bersangkutan, maka hal ini akan memberikan manfaat bagi pemegang saham, karyawan dan kreditur. Persero dengan sifat usaha tertentu dapat melaksanakan penugasan khusus untuk menyelenggarakan fungsi kemanfaatan umum, dengan tetap memperhatikan maksud dan tujuannya. Meskipun Persero didirikan dengan maksud dan tujuan untuk mencari keuntungan namun dapat pula Persero didirikan untuk melaksanakan pelayanan khusus, yakni Persero yang sifat usahanya untuk melaksanakan pelayanan kepentingan masyarakat yang mendesak, pemerintah dapat pula menugaskan suatu Persero melaksanakan fungsi pelayanan kemanfaatan umum. Termasuk dalam fungsi tersebut

3.26

Hukum Bisnis 

adalah pelaksanaan program kemitraan dan pembinaan usaha kecil dan koperasi. b.

Pendiri perseroan Setiap penyertaan modal negara ke dalam modal saham Perseroan Terbatas ditetapkan dengan peraturan pemerintah yang memuat maksud penyertaan dan besarnya kekayaan yang dipisahkan untuk penyertaan modal tersebut (Pasal 2 ayat (1) PP No. 12 Tahun 1998). Penetapan dengan peraturan pemerintah ini dilakukan karena modal dalam Perseroan Terbatas itu adalah kekayaan negara. Jadi, peraturan pemerintah itu bukan mengesahkan berdirinya Perseroan Terbatas, melainkan mengesahkan penyertaan modal dalam Perseroan Terbatas. Pemisahan kekayaan negara untuk dijadikan penyertaan negara dalam modal Perseroan Terbatas hanya dapat dilakukan dengan cara penyertaan Langsung negara ke dalam modal Perseroan Terbatas tersebut. Pemisahan kekayaan negara untuk dijadikan modal suatu Perseroan Terbatas dilakukan antara lain untuk maksud sebagai berikut. 1) Pendirian suatu Perseroan Terbatas baru, atau turut serta dalam Perseroan Terbatas Yang bukan Persero yang telah berdiri. 2) Penambahan kapasitas suatu Perseroan Terbatas. 3) Restrukturisasi permodalan Perseroan Terbatas. Terhadap Persero berlaku prinsip-prinsip Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Ini berarti dalam hal pendirian Persero, Menteri Keuangan bertindak mewakili negara, atau dapat memberi kuasa kepada Menteri yang lain sesuai dengan sektor usaha Persero untuk menghadap notaris sebagai pendiri mewakili negara. Sebagai catatan, rancangan Anggaran Dasar Persero yang akan dituangkan dalam akta pendirian harus mendapat persetujuan lebih dahulu dari Menteri Keuangan. 3.

Perusahaan Daerah Menurut ketentuan Pasal 2 Undang-undang No. 5 Tahun 1962 (Selanjutnya disingkat UUPD) yang dimaksud dengan Perusahaan Daerah adalah semua perusahaan yang didirikan berdasarkan undang-undang ini yang modalnya untuk seluruh atau untuk sebagian merupakan kekayaan

 EKMA4316/MODUL 3

3.27

Daerah yang dipisahkan, kecuali jika ditentukan lain dengan atau berdasarkan undang-undang. Dalam Pasal 4 UUPD ditentukan, Perusahaan Daerah didirikan dengan peraturan daerah atas kuasa undang-undang ini. Perusahaan Daerah tersebut adalah badan hukum yang berkedudukan sebagai badan hukum diperoleh dengan berlakunya peraturan daerah yang bersangkutan. Peraturan daerah tentang pendirian Perusahaan Daerah itu mulai berlaku setelah mendapat pengesahan instansi atasan. Menurut ketentuan Pasal 1 angka (d) UUPD yang dimaksud dengan instansi atasan adalah Menteri Dalam Negeri bagi daerah Tingkat I, dan Kepala Daerah Tingkat I bagi daerah Tingkat II. Menurut ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan (2) UUPD Perusahaan Daerah merupakan badan usaha pemberi jasa, penyelenggara, kemanfaatan umum, dan memupuk pendapatan. Perusahaan Daerah bertujuan untuk turut serta melaksanakan pembangunan daerah khususnya dan pembangunan ekonomi nasional umumnya guna memenuhi kebutuhan rakyat dengan mengutamakan industrialisasi, ketenteraman dan kesenangan kerja dalam perusahaan. Modal Perusahaan Daerah terdiri atas seluruh atau sebagian dari kekayaan Daerah yang dipisahkan. Modal Perusahaan Daerah yang seluruhnya terdiri dari kekayaan satu Daerah yang dipisahkan tidak terdiri atas saham-saham. Apabila modal Perusahaan daerah terdiri atas kekayaan beberapa daerah yang dipisahkan, modal perusahaan itu terdiri atas sahamsaham. Modal Perusahaan Daerah yang untuk sebagian terdiri dari kekayaan Daerah yang dipisahkan terdiri atas saham-saham. Dalam Pasal 8 UUPD ditentukan bahwa saham-saham perusahaan daerah terdiri atas saham-saham prioritas dan saham-saham biasa. Sahamsaham prioritas hanya dapat dimiliki oleh Daerah, sedangkan saham-saham biasa dapat dimiliki oleh Daerah, warga negara Indonesia dan/atau badan hukum yang didirikan berdasarkan undang-undang Indonesia dan yang pesertanya terdiri dari warga negara Indonesia. Besarnya jumlah nominal saham-saham prioritas dan saham-saham biasa ditetapkan dalam peraturan pendirian Perusahaan Daerah. Pembayaran saham-saham dengan goodwill tidak dibolehkan.

3.28

Hukum Bisnis 

LA TIH AN Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah latihan berikut! 1) Jelaskan apa yang dimaksud dengan usaha, perusahaan dan pengusaha! Apakah setiap orang yang menjalankan usaha selalu pengusaha? 2) Apa yang dimaksud dengan Hukum Perusahaan? Di mana Hukum Perusahaan diatur? 3) Sebutkan dan jelaskan secara singkat siapa saja yang termasuk pembantu pengusaha! 4) Jelaskan apa yang dimaksud dengan Firma? Bagaimanakah tanggung jawab para sekutu dalam Firma? 5) Jelaskan apa yang dimaksud dengan Persekutuan Komanditer? Bagaimanakah tanggung jawab para sekutu dalam Persekutuan Komanditer? 6) Jelaskan secara singkat apa yang dimaksud dengan badan hukum dan sebutkan pula karakteristik dari suatu badan hukum! 7) Apa yang dimaksud dengan Perseroan Terbatas? Sebutkan pula apa saja unsur-unsurnya! 8) Siapakah yang merupakan organ dari Perseroan Terbatas dan apa tugasnya masing-masing? 9) Sebutkan dan jelaskan secara singkat apa saja yang termasuk Badan Usaha Milik Negara? 10) Apakah tujuan dari pendaftaran perusahaan di dalam Daftar Perusahaan? Petunjuk Jawaban Latihan 1) Definisi perusahaan secara resmi dirumuskan dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan. Menurut Pasal 1 huruf b UU No. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan, yang dimaksud perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terus menerus dan didirikan, bekerja serta berkedudukan dalam wilayah negara Indonesia, untuk tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba. Pengusaha adalah orang yang menjalankan perusahaan atau menyuruh menjalankan perusahaan. Apabila pengusaha menjalankan perusahaan

 EKMA4316/MODUL 3

2)

3)

4)

5)

3.29

dengan bantuan pekerja, maka dalam hal ini dia mempunyai dua fungsi, yaitu sebagai pengusaha dan sebagai pemimpin perusahaan. Mungkin juga pengusaha tidak menjalankan sendiri perusahaannya, melainkan menyuruh orang lain menjalankan perusahaan. Dalam hal ini dia tidak turut serta menjalankan perusahaan. Pengelolaan perusahaan dikuasakan kepada orang lain. Orang lain yang diberi kuasa ini menjalankan perusahaan atas nama pemberi kuasa, dia disebut pemimpin perusahaan atau direktur atau manajer. Umumnya pemberian kuasa semacam ini terdapat pada perusahaan persekutuan terutama badan hukum seperti Perseroan Terbatas. Yang dimaksud dengan Hukum Perusahaan adalah keseluruhan aturan hukum yang mengatur tentang bentuk usaha dan jenis usaha. Hukum Perusahaan diatur dalam UU No. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan. Pembantu pengusaha yaitu setiap orang yang melakukan perbuatan membantu pengusaha dalam menjalankan perusahaan dengan memperoleh upah. Pemimpin perusahaan tidak termasuk dalam pembantu pengusaha karena dia memperoleh kuasa menjalankan perusahaan menggantikan kedudukan pengusaha, atau karena pemimpin perusahaan dirangkap oleh pengusaha sendiri. Dalam hal pengusaha memberi kuasa kepada pemimpin perusahaan untuk menjalankan perusahaan, maka pembantu pengusaha adalah mereka yang membantu pemimpin perusahaan dalam menjalankan perusahaan. Hal ini penting dari segi hubungan kerja. Apabila pengusaha menjalankan sendiri perusahaannya, maka pembantu pengusaha mempunyai hubungan kerja dengan pengusaha. Apabila pengusaha memberi kuasa kepada pemimpin perusahaan untuk menjalankan perusahaannya, maka pembantu pengusaha mempunyai hubungan kerja dengan pemimpin perusahaan atas nama pengusaha. Firma adalah persekutuan perdata yang didirikan untuk menjalankan perusahaan dengan nama bersama (Pasal 16 KUHD). Setiap sekutu bertanggung jawab secara pribadi atas semua perikatan Firma, yang dibuat oleh sekutu lain, termasuk juga perikatan karena perbuatan melawan hukum. Persekutuan komanditer (CV) adalah Firma yang mempunyai satu atau beberapa orang sekutu komanditer.

3.30

Hukum Bisnis 

Tanggung jawab sekutu komanditer disamakan dengan tanggung jawab sekutu komplementer secara pribadi untuk keseluruhan. Dalam hal hubungan hukum ke luar, hanya sekutu komplementer yang dapat mengadakan hubungan hukum dengan pihak ketiga. Pihak ketiga hanya dapat menagih sekutu komplementer sebab sekutu inilah yang bertanggung jawab penuh. Sekutu komanditer hanya bertanggung jawab kepada sekutu komplementer dengan menyerahkan sejumlah pemasukan (Pasal 19 ayat (1) KUHD). Sedangkan yang bertanggung jawab kepada pihak ketiga hanya sekutu komplementer. Dengan kata lain, sekutu komanditer hanya bertanggung jawab ke dalam, sedangkan sekutu komplementer bertanggung jawab ke luar dan ke dalam. 6) Badan hukum merupakan subjek hukum buatan manusia berdasarkan hukum. Badan hukum sebagai pendukung hak dan kewajiban dapat mengadakan hubungan bisnis dengan pihak lain. Untuk itu dia memiliki kekayaan sendiri, yang terpisah dari kekayaan pengurus atau pendirinya. Segala kewajiban hukumnya dipenuhi dari kekayaan yang dimilikinya itu. Karakteristik dari badan hukum adalah sebagai berikut. a) Memiliki kekayaan sendiri. b) Anggaran Dasar disahkan oleh Menteri. c) Ada pengurus. d) Mempunyai tujuan sendiri. 7) Yang dimaksud dengan Perseroan Terbatas (perseroan) adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini, serta peraturan pelaksanaannya. Perseroan memiliki unsur-unsur sebagai berikut. a) Badan hukum. b) Didirikan berdasarkan perjanjian. c) Melakukan kegiatan usaha. d) Modal dasar. e) Memenuhi persyaratan undang-undang. 8) Menurut ketentuan Pasal 1 UUPT, organ perseroan adalah sebagai berikut. a) Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). b) Direksi. c) Komisaris.

 EKMA4316/MODUL 3

3.31

RUPS adalah organ perseroan yang memegang kekuasaan tertinggi dalam perseroan dan memegang segala wewenang yang tidak diserahkan kepada Direksi atau Komisaris. Direksi adalah organ perseroan yang bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar. Komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan atau khusus serta memberikan nasihat kepada Direksi dalam menjalankan perseroan. 9) Yang termasuk Badan Usaha Milik Negara a) Perusahaan Umum (Perum) Perum adalah badan usaha milik negara, di mana seluruh modalnya dimiliki negara berupa kekayaan negara yang dipisahkan dan tidak terbagi atas saham. b) Perusahaan Perseroan (Persero) Perusahaan Perseroan (Persero) adalah badan usaha milik negara yang berbentuk Perseroan Terbatas yang seluruh atau paling sedikit 51% saham yang dikeluarkannya dimiliki oleh negara melalui penyertaan modal secara langsung. Sebagai Perseroan Terbatas, maka terhadap Persero berlaku prinsip-prinsip Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1995. c) Perusahaan Daerah Perusahaan Daerah adalah semua perusahaan yang modalnya untuk seluruh atau untuk sebagian merupakan kekayaan Daerah yang dipisahkan, kecuali jika ditentukan lain dengan atau berdasarkan undang-undang. 10) Tujuan dari pendaftaran perusahaan di dalam daftar Perusahaan adalah: a) untuk melindungi perusahaan yang dijalankan secara jujur dan terbuka dari kemungkinan kerugian akibat praktik usaha yang tidak jujur, seperti persaingan curang, penyelundupan; b) untuk melindungi masyarakat atau konsumen dari kemungkinan akibat perbuatan yang tidak jujur atau insolvabel suatu perusahaan; c) untuk mengetahui perkembangan dunia usaha dan perusahaan yang didirikan, bekerja, serta berkedudukan di Indonesia melalui daftar perusahaan pada Kantor Pendaftaran Perusahaan; d) untuk memudahkan pemerintah melakukan pembinaan, pengarahan, pengawasan, dan menciptakan iklim dunia usaha yang sehat melalui

3.32

Hukum Bisnis 

data yang dibuat secara benar dalam daftar perusahaan, sehingga dapat dijamin perkembangan dunia usaha dan kepastian berusaha. RA NGK UMA N Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terus-menerus dan didirikan, bekerja serta berkedudukan dalam wilayah negara Indonesia, untuk tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba. Mengacu pada pengertian tersebut, yang dimaksud dengan Hukum Perusahaan adalah keseluruhan aturan hukum yang mengatur tentang bentuk usaha dan jenis usaha. Pengusaha adalah orang yang menjalankan perusahaan atau menyuruh menjalankan perusahaan. Menjalankan perusahaan artinya mengelola sendiri perusahaannya. Apabila pengusaha menjalankan perusahaan dengan bantuan pekerja, maka dalam hal ini dia mempunyai dua fungsi, yaitu sebagai pengusaha dan sebagai pemimpin perusahaan. Dalam menjalankan kegiatannya pengusaha dibantu oleh pembantu pengusaha. Pembantu pengusaha dibedakan antara pembantu dalam lingkungan perusahaan dan pembantu luar perusahaan. Pembantu dalam lingkungan perusahaan meliputi Pemegang Prokurasi, Pengurus Filial, Pelayan Toko, Pekerja Keliling. Selanjutnya yang termasuk pembantu luar perusahaan meliputi Agen Perusahaan, Bank, Makelar, Komisioner, Notaris dan Pengacara. Perusahaan dilihat dari segi jumlah pemiliknya, dapat diklasifikasikan menjadi perusahaan perseorangan dan perusahaan persekutuan. Perusahaan dilihat dari status pemiliknya, dapat diklasifikasikan menjadi perusahaan swasta dan perusahaan negara. Perusahaan dilihat dari bentuk hukumnya, dapat diklasifikasikan menjadi perusahaan yang berbadan hukum dan perusahaan bukan badan hukum. Perusahaan badan hukum ada yang dimiliki oleh pihak swasta, yaitu Perseroan Terbatas (PT) dan ada pula yang dimiliki oleh negara, yaitu Perusahaan Umum (Perum) dan Perusahaan Perseroan (Persero), sedangkan perusahaan bukan badan hukum dapat berupa perusahaan perseorangan dan perusahaan persekutuan, dan hanya dimiliki oleh pihak swasta. Dilihat dari bentuk hukumnya, perusahaan diklasifikasikan menjadi perusahaan yang berbadan hukum dan perusahaan bukan badan hukum. Perusahaan berbadan hukum yang dimiliki oleh swasta dapat berupa Perseroan Terbatas dan Koperasi, sedangkan yang dimiliki oleh negara adalah Perusahaan Umum (Perum) dan Perusahaan Perseroan (Persero).

 EKMA4316/MODUL 3

3.33

Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut perseroan adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini, serta peraturan pelaksanaannya. Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan. Pendirian koperasi dimulai dengan rapat pembentukan koperasi, mengajukan surat permohonan kepada Menteri Koperasi, pengesahan dan pendaftaran akta pendirian di dalam buku daftar umum serta pengumuman akta pendirian dalam Berita Negara Republik Indonesia. Perum adalah suatu badan usaha yang seluruh modalnya dimiliki oleh negara dan tidak terbagi atas saham, sedangkan Perusahaan Perseroan adalah Perseroan Terbatas yang 51% sahamnya atau lebih dimiliki oleh negara. Dalam menjalankan aktivitasnya suatu perusahaan harus memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan urusan perusahaan yang meliputi akta pendirian, nama perusahaan, surat izin usaha perdagangan, pendaftaran perusahaan dan dokumen-dokumen perusahaan. TES FO RMA TIF 1 Pilihlah satu jawaban yang paling tepat! 1) Hukum Perusahaan adalah keseluruhan peraturan hukum yang mengatur tentang …. A. perusahaan B. kegiatan usaha C. bentuk usaha dan jenis usaha D. pengusaha dan pembantu pengusaha 2) Pengertian perusahaan mengandung unsur-unsur berikut ini, kecuali …. A. kegiatannya dalam bidang perekonomian B. dilakukan secara terus-menerus C. bersikap tetap D. dilakukan oleh pengusaha 3) Suatu kegiatan yang dilakukan dalam jangka waktu yang lama, tidak mengalami perubahan atau berganti kegiatan lain, maksudnya adalah …. A. kegiatannya dalam bidang perekonomian B. dilakukan secara terus-menerus

3.34

Hukum Bisnis 

C. bersikap tetap D. dilakukan oleh pengusaha 4) Tujuan utama dalam menjalankan suatu perusahaan adalah …. A. mengembangkan usaha B. menyerap tenaga kerja C. menarik modal swasta D. mencari keuntungan 5) Orang yang menjalankan pekerjaan tetapi tidak dilakukan secara rutin dan terus-menerus adalah …. A. pengusaha B. pengusaha tidak tetap C. pembantu pengusaha D. pekerja 6) Orang yang mewakili pengusaha untuk mengadakan dan melaksanakan pekerjaan dengan pihak ketiga atas nama pengusaha adalah …. A. pemegang prokurasi B. pengawas filial C. makelar D. agen perusahaan 7) Orang yang menjalankan perusahaan dengan menghubungkan pengusaha dengan pihak ketiga untuk mengadakan berbagai perjanjian adalah …. A. pemegang prokurasi B. pengawas filial C. makelar D. agen perusahaan 8) Bentuk usaha yang menjalankan kegiatan usaha yang bukan merupakan badan hukum adalah …. A. Persekutuan Komanditer B. Perseroan Terbatas C. Badan Usaha Milik Negara D. Perusahaan Umum 9) Persekutuan Perdata yang didirikan dengan tujuan untuk menjalankan perusahaan dengan nama bersama adalah …. A. Perseroan Terbatas B. Persekutuan Komanditer

 EKMA4316/MODUL 3

3.35

C. Perusahaan Umum D. Firma 10) Dalam suatu Persekutuan Komanditer, apabila ada kerugian maka beban kerugian tersebut harus ditanggung oleh …. A. sekutu komplementer B. sekutu komanditer C. sekutu komplementer dan komanditer secara bersama-sama D. kekayaan persekutuan 11) Badan hukum sebagai pendukung hak dan kewajiban memiliki karakteristik adalah …. A. memiliki kekayaan yang mandiri B. anggaran dasarnya disahkan oleh menteri C. memiliki organisasi pengurus D. semua benar 12) Suatu Perseroan Terbatas memiliki semua unsur berikut ini, kecuali …. A. didirikan berdasarkan suatu perjanjian B. adanya modal dasar C. melakukan kegiatan usaha D. bertujuan untuk kesejahteraan anggota 13) Perseroan Terbatas memperoleh status sebagai badan hukum pada saat Akta Pendiriannya …. A. ditandatangani oleh Notaris B. disahkan oleh Menteri Kehakiman C. diumumkan dalam Tambahan Berita Negara D. didaftarkan dalam Daftar Perusahaan 14) Organ Perseroan Terbatas yang memegang kekuasaan dan kewenangan tertinggi adalah …. A. Rapat Umum Pemegang Saham B. Direksi C. Komisaris D. Direktur Utama 15) Tujuan utama dari badan usaha Koperasi adalah …. A. mencari keuntungan setinggi-tingginya B. mencari anggota sebanyak-banyaknya C. kesejahteraan anggota-anggotanya D. memperluas jaringan usaha

3.36

Hukum Bisnis 

16) Suatu badan usaha yang seluruh modalnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia adalah …. A. Perusahaan Umum B. Perusahaan Perseroan C. Perusahaan Daerah D. semua benar 17) Prinsip-prinsip yang diatur dalam UU No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas juga berlaku terhadap …. A. Perusahaan Umum B. Perusahaan Perseroan C. Perusahaan Daerah D. semua benar 18) Perbedaan yang paling utama antara Perusahaan Umum dengan Perusahaan Perseroan adalah pada …. A. kepemilikannya B. struktur modalnya C. tujuannya D. pengelolanya 19) Badan usaha yang diwajibkan untuk memiliki Surat Izin Usaha Perdagangan adalah …. A. Firma B. Perseroan Terbatas C. Koperasi D. memiliki nilai investasi di atas 200 juta di luar tanah dan bangunan 20) Badan usaha yang diwajibkan untuk didaftarkan dalam Daftar Perusahaan adalah …. A. Firma B. Persekutuan Komanditer C. Perseroan Terbatas D. semua benar Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 1 yang terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar. Kemudian, gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 1.

3.37

 EKMA4316/MODUL 3

Tingkat penguasaan =

Jumlah Jawaban yang Benar

 100%

Jumlah Soal Arti tingkat penguasaan: 90 - 100% = baik sekali 80 - 89% = baik 70 - 79% = cukup < 70% = kurang Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat meneruskan dengan Kegiatan Belajar 2. Bagus! Jika masih di bawah 80%, Anda harus mengulangi materi Kegiatan Belajar 1, terutama bagian yang belum dikuasai.

3.38

Hukum Bisnis 

Kegiatan Belajar 2

Hukum Perseroan Terbatas berdasarkan UU No. 40 Tahun 2007 A. PENGERTIAN PERSEROAN Kata “Perseroan” dalam pengertian umum adalah perusahaan atau organisasi usaha. Sedangkan “Perseroan Terbatas” adalah salah satu bentuk organisasi usaha atau badan usaha yang ada dan dikenal dalam sistem Hukum Dagang Indonesia. Bentuk-bentuk badan usaha yang dikenal dalam sistem Hukum Dagang Indonesia adalah Persekutuan Firma (Fa), Persekutuan Komanditer (CV yaitu Commanditaire Vennotschap), dan Perseroan Terbatas (PT). Bentuk-bentuk ini diatur dalam Buku Kesatu Bab III Bagian ke I Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD). Selain itu, masih ada bentuk usaha lain yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yang disebut Maatschap atau persekutuan (perdata), UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, UU No. 9 Tahun 1969 jo. PP No. 12 Tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan dan PP No. 13 Tahun 1998 tentang Perusahaan Umum. Bentuk perseroan terbatas atau PT merupakan bentuk yang lazim dan banyak dipakai dalam dunia usaha di Indonesia karena PT merupakan asosiasi modal dan badan hukum yang mandiri. Sebutan PT ini datang dari hukum dagang Belanda (Wetboek van Koophandel) dengan singkatan NV atau Naamloze Vennootschap, yang singkatannya juga lama digunakan di Indonesia sebelum diganti dengan singkatan PT. Dalam perkembangannya ketentuan yang mengatur tentang PT yang terdapat di dalam KUHD diganti dengan UU No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut dengan UU PT) yang mulai berlaku pada tanggal 7 Maret 1995. Menurut Pasal 1 angka (1) UU PT yang dimaksud dengan Perseroan Terbatas atau PT, yang selanjutnya disebut perseroan, adalah badan Hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undangundang ini serta peraturan pelaksanaannya.

 EKMA4316/MODUL 3

3.39

Di samping itu dalam UUPT tersebut juga disebutkan istilah Perseroan Terbuka yaitu perseroan yang modal dan jumlah pemegang sahamnya memenuhi kriteria tertentu atau perseroan yang melakukan penawaran umum sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal. Sehubungan dengan hal ini, UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal memberikan batasan mengenai perusahaan publik, yaitu perseroan yang sahamnya telah dimiliki sekurang-kurangnya oleh 300 pemegang saham dan memiliki modal disetor sekurang-kurangnya Rp.3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) atau suatu jumlah pemegang saham dan modal disetor yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Berdasarkan definisi perseroan tersebut di atas, maka sebagai perusahaan yang berbadan hukum, perseroan memiliki unsur-unsur sebagai berikut. 1. Berbentuk badan hukum Setiap perseroan adalah badan hukum, artinya badan yang memenuhi syarat sebagai pendukung hak dan kewajiban. Dalam UUPT secara tegas dinyatakan bahwa perseroan adalah badan hukum. 2. Didirikan berdasarkan perjanjian Setiap perseroan didirikan berdasarkan perjanjian, artinya harus ada sekurang-kurangnya dua orang yang bersepakat mendirikan perseroan, yang dibuktikan secara tertulis yang tersusun dalam bentuk Anggaran Dasar, kemudian dimuat dalam akta pendirian yang dibuat di muka notaris. 3. Melakukan kegiatan usaha Setiap perseroan melakukan kegiatan usaha, yaitu kegiatan dalam bidang perekonomian yang bertujuan mendapat keuntungan dan atau laba. 4. Modal dasar Setiap perseroan harus mempunyai modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham. Modal dasar merupakan harta kekayaan perseroan sebagai badan hukum, yang terpisah dari harta kekayaan pribadi pendiri, organ perseroan, pemegang saham. 5. Memenuhi persyaratan undang-undang Setiap perseroan harus memenuhi persyaratan undang-undang perseroan dan peraturan pelaksanaannya. Perseroan sebagai badan usaha menurut bentuknya merupakan badan usaha yang berbadan hukum. Di dalam lalu lintas hukum, suatu badan hukum memiliki karakteristik khusus yang berbeda dengan badan usaha lain yang bukan badan hukum. Karakteristik dari badan hukum adalah sebagai berikut.

3.40

Hukum Bisnis 

1.

Memiliki Kekayaan Sendiri Badan hukum sebagai pendukung hak dan kewajiban dapat mengadakan hubungan bisnis dengan pihak lain. Untuk itu dia memiliki kekayaan sendiri, yang terpisah dari kekayaan pengurus atau pendirinya. Segala kewajiban hukumnya dipenuhi dari kekayaan yang dimilikinya itu. Dalam Anggaran Dasar biasanya ditentukan jumlah dan rupa kekayaan badan hukum. Yang dapat digolongkan kekayaan itu dapat berupa sejumlah modal, barang bergerak dan tidak bergerak, dan tagihan kepada pihak ketiga milik badan hukum. Kekayaan badan hukum ini terpisah dari kekayaan pribadi pengurus atau pendirinya dan ini ditentukan secara tegas dalam Anggaran Dasar dan dicatat dalam pembukuan perusahaan.

2.

Anggaran Dasar disahkan oleh Menteri Anggaran Dasar badan hukum harus mendapat pengesahan secara resmi dari Menteri. Bagi badan hukum Perseroan Terbatas, Anggaran Dasarnya disahkan oleh Menteri Kehakiman (Pasal 7 ayat (6) Undangundang No. 1 Tahun 1995). Bagi badan hukum Koperasi, Anggaran Dasarnya disahkan oleh Menteri Koperasi (Pasal 10 ayat (2) Undangundang No. 25 Tahun 1992). Bagi badan hukum Perusahaan Umum (Perum), Anggaran Dasarnya disahkan oleh Menteri Keuangan (Undangundang No.19 Tahun 1960), dan bagi badan hukum Perusahaan Perseroan (Persero), Anggaran Dasarnya juga disahkan oleh Menteri Keuangan (PP No. 12 Tahun 1969). Sejak tanggal pengesahan itu diberikan, maka sejak itu pula badan usaha yang bersangkutan memperoleh status badan hukum dan dengan demikian memiliki harta kekayaan sendiri yang terpisah dari harta kekayaan pribadi pengurus atau pendirinya.

3.

Ada Pengurus Badan hukum merupakan subjek hukum buatan manusia berdasarkan hukum. Agar dapat berbuat menurut hukum, maka badan hukum diurus oleh pengurus yang ditetapkan dalam Anggaran Dasarnya, sebagai yang berwenang mewakili badan hukum. Perbuatan pengurus tersebut selalu mengatasnamakan badan hukum, bukan atas nama pribadi pengurus. Segala kewajiban yang timbul dari pengurus adalah kewajiban badan hukum, yang dibebankan pada harta kekayaan badan hukum, sebaliknya pula, segala hak yang diperoleh dari perbuatan pengurus adalah hak badan hukum yang menjadi kekayaan badan hukum.

 EKMA4316/MODUL 3

4.

3.41

Mempunyai Tujuan Sendiri Sebagai badan hukum yang melakukan kegiatan usaha, perseroan mempunyai tujuan sendiri. Tujuan tersebut ditentukan dalam Anggaran Dasar perseroan (Pasal 12 butir (b) UUPT). Karena perseroan menjalankan perusahaan, maka tujuan utama perseroan adalah mencari keuntungan dan atau laba.

Perseroan, selain memiliki unsur-unsur sebagaimana telah disebutkan di atas, juga memiliki ciri-ciri yang membedakan antara perseroan dengan badan usaha lainnya yaitu a. sebagai asosiasi modal; b. kekayaan dan utang perseroan adalah terpisah dari kekayaan dan utang dari para pemegang saham; c. tanggung jawab pemegang saham adalah terbatas pada yang disetorkan; d. adanya pemisahan fungsi antara pemegang saham dan Direksi; e. mempunyai komisaris yang berfungsi sebagai pengawas; f. kekuasaan tertinggi berada pada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS); g. pemegang saham perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan; dan h. pemegang saham tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan melebihi nilai saham yang telah diambilnya, dan tidak meliputi harta kekayaan pribadinya. Berdasarkan uraian di atas, apabila diperhatikan secara seksama, maka perseroan telah menjadi badan hukum atau berstatus badan hukum pada saat disahkan oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia. Dengan diperolehnya status sebagai badan hukum, maka tanggung jawab pemegang saham menjadi terbatas, artinya para pemegang saham perseroan tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan melebihi nilai saham yang telah diambilnya. Inilah salah satu karakteristik yang sekaligus sebagai ciri dasar dari perseroan. Menurut ketentuan Pasal 3 ayat (2) UUPT, ketentuan mengenai tanggung jawab terbatas dari pemegang saham, tidak berlaku apabila: a. persyaratan perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi; b. pemegang saham yang bersangkutan, baik langsung maupun tidak langsung, dengan itikad buruk memanfaatkan perseroan semata-mata untuk kepentingan pribadi;

3.42

c. d.

Hukum Bisnis 

pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh perseroan; atau pemegang saham yang bersangkutan, baik langsung maupun tidak langsung, secara melawan hukum menggunakan kekayaan perseroan, yang mengakibatkan kekayaan perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang perseroan.

Ketentuan sebagaimana diatur oleh Pasal 3 ayat (2) UUPT tersebut dikenal juga dengan istilah “piercing the corporate veil” yang secara harfiah artinya “membuka cadar perseroan‟ yang dalam Black‟s Law Dictionary dikatakan merupakan suatu proses peradilan di mana pengadilan akan mengabaikan kekebalan yang biasa dari pengurus perseroan (officers) atau badan (entities), dari tanggung jawab atau kesalahan atau pelanggaran dalam melakukan kegiatan perseroan, dan tanggung jawab pribadi dikenakan kepada pemegang saham para Direktur dan officers (para pejabat perseroan). Di Amerika ada tiga situasi yang menyebabkan pengadilan mengabaikan statuta perseroan, yang dikenal sebagai “piercing the corporate veil”, apabila: a. tujuan perseroan dan formalitas-formalitas diabaikan, pemegang saham memperlakukan aset perseroan sebagai harta mereka sendiri, serta para pejabat (officers) gagal menjaga catatan-catatan/dokumen yang perlu; b. perseroan tidak cukup modal (undercapitalized). Sedang peraturan umum menyebutkan bahwa para pemegang saham harus cukup modal awal untuk menutupi setiap pasiva yang terjadi dalam menjalankan usaha; c. perseroan diatur untuk tujuan-tujuan curang. Sebagai contoh, statuta perseroan secara curang dimanfaatkan oleh individu pemegang saham yang mengalihkan semua kekayaannya ke perseroan, untuk menghindari membayar utang-utang pribadi. Para pemegang saham atau pendiri mempunyai tanggung jawab yang terbatas setelah perseroan disahkan oleh Menteri Kehakiman, artinya, perseroan yang didirikan itu mempunyai atau memperoleh status sebagai badan hukum setelah Akta Pendiriannya disahkan oleh Menteri Kehakiman (Pasal 1 ayat (6) UUPT). Suatu persoalan muncul manakala ada perbuatan hukum yang dilakukan oleh pendiri/Direksi sebelum perseroan memperoleh status sebagai badan hukum. Apabila terjadi kasus yang demikian pertanggungjawabannya dilakukan dengan kemungkinan sebagai berikut.

 EKMA4316/MODUL 3

a.

b.

3.43

perbuatan hukum para pendiri tetap menjadi tanggung jawab pribadi masing-masing pendiri atas segala akibat yang timbul (Pasal 11 ayat 2 UU No. 1 Tahun 1995). perbuatan hukum pendiri tersebut mengikat perseroan setelah perseroan menjadi badan hukum, asalkan perseroan: 1) secara tegas menyatakan menerima semua perjanjian yang dibuat pendiri atau orang lain yang ditugaskan oleh pendiri, dengan pihak ketiga; 2) secara tegas menyatakan mengambil alih semua hak dan kewajiban yang timbul dari perjanjian yang dibuat pendiri atau orang lain yang ditugaskan oleh pendiri walaupun perjanjian itu tidak dilakukan atas nama perseroan; atau 3) mengukuhkan secara tertulis semua perbuatan hukum yang dilakukan atas nama perseroan (Pasal 11 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1995).

Kewenangan perseroan untuk mengukuhkan perbuatan hukum sebagaimana disebutkan di atas berada pada RUPS. Namun Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tersebut biasanya belum dapat diselenggarakan mengingat perseroan baru saja disahkan. Dengan demikian maka untuk maksud tersebut, pengukuhan dilakukan oleh seluruh pendiri, pemegang saham dan Direksi. Bila tidak, maka perseroan tidak terikat seperti apa yang telah diutarakan di atas. B. PENDIRIAN PERSEROAN 1.

Persyaratan Perseroan didirikan oleh dua orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia. Yang dimaksud dengan “orang‟ di sini adalah orang perseorangan atau badan hukum. Dalam undang-undang tentang perseroan ini berlaku prinsip bahwa pada dasarnya sebagai badan hukum, perseroan dibentuk berdasarkan perjanjian, dan karena itu mempunyai lebih dari satu orang pemegang saham. Setiap pendiri perseroan wajib mengambil bagian saham pada saat perseroan didirikan. Apabila setelah perseroan disahkan kemudian jumlah pemegang saham menjadi kurang dari dua orang, maka dalam waktu enam bulan terhitung sejak keadaan tersebut pemegang saham yang bersangkutan wajib

3.44

Hukum Bisnis 

mengalihkan sebagian sahamnya kepada orang lain. Pengertian “orang lain” di sini adalah orang yang tidak merupakan kesatuan harta dengan pemegang saham. Dalam hal ini seorang istri dan suaminya tidak bisa dianggap sebagai „„orang lain” apabila pada saat melangsungkan perkawinannya mereka tidak mempunyai atau tidak membuat perjanjian kawin, yang berarti bahwa mereka tidak memiliki harta terpisah atau dengan kata lain merupakan kesatuan harta. Persyaratan atau ketentuan yang mewajibkan suatu perseroan didirikan oleh dua orang atau lebih dan kewajiban untuk mengalihkan sebagian sahamnya kepada orang lain, tidak berlaku bagi perseroan yang merupakan Badan Usaha Milik Negara yang mempunyai status dan karakteristik yang khusus, sehingga persyaratan jumlah pendiri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) diatur dalam peraturan perundang-undangan tersendiri. Selanjutnya apabila ternyata jangka waktu enam bulan yang ditetapkan tersebut terlampaui, dan pemegang sahamnya tetap kurang dari dua orang dan belum mengalihkan sebagian sahamnya kepada orang lain, pemegang saham bertanggung jawab secara pribadi dan atas permohonan pihak yang berkepentingan pengadilan negeri dapat membubarkan PT atau perseroan tersebut. 2.

Akta Pendirian Dalam Pasal 8 ayat (1) UUPT ditentukan bahwa: “Akta Pendirian memuat Anggaran Dasar dan keterangan lain, sekurang-kurangnya: a. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaannya tempat tinggal dan kewarganegaraan pendiri. Pada dasarnya badan hukum Indonesia yang berbentuk perseroan didirikan oleh warga negara Indonesia, namun demikian kepada warga negara asing diberi kesempatan untuk mendirikan badan hukum Indonesia yang berbentuk perseroan sepanjang undang-undang yang mengatur badan usaha perseroan tersebut memungkinkan, atau pendirian perseroan tersebut diatur dengan undangundang tersendiri; b. susunan, nama lengkap, tempat dan tanggal lahir pekerjaan, tempat tinggal, dan kewarganegaraan anggota Direksi dan Komisaris yang pertama kali diangkat; c. nama pemegang saham yang telah mengambil bagian saham (jumlah saham, yang diambil oleh pemegang saham, dan nilai nominal atau nilai yang diperjanjikan dari saham yang telah ditempatkan dan disetor pada saat pendirian”.

 EKMA4316/MODUL 3

3.45

Lebih lanjut ayat (2) Pasal 8 UUPT tersebut menentukan bahwa Akta Pendirian tidak boleh memuat: a. ketentuan tentang penerimaan bunga tetap atas saham; dan b. ketentuan tentang pemberian keuntungan pribadi kepada pendiri atau pihak lain. Menurut Pasal 12 UUPT, Anggaran Dasar perseroan harus memuat sekurang-kurangnya: a. nama dan tempat kedudukan perseroan Menurut Pasal 13 UUPT, Perseroan tidak boleh menggunakan nama yang telah dipakai secara sah oleh perseroan lain atau mirip dengan nama perseroan lain dan tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum, dan atau kesusilaan. Nama perseroan harus didahului dengan perkataan “Perseroan Terbatas” atau disingkat PT, begitu juga halnya dengan Perseroan Terbuka, namun pada akhir nama perseroan ditambah singkatan kata “Tbk”, sebab bila tidak akan berarti Perseroan Tertutup. Mengenai tempat kedudukan, PT dapat memiliki tiga macam tempat kedudukan, yaitu 1) tempat kedudukan formal, yaitu tempat kedudukan PT sebagaimana ditetapkan dalam Anggaran Dasar; 2) tempat kedudukan usaha, yaitu tempat di mana PT menyelenggarakan usahanya; 3) tempat kedudukan kantor pengurus, yaitu tempat yang dipakai para pengurus sebagai pusat pengelolaan usaha PT. b. maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; Kegiatan usaha perseroan adalah kegiatan yang dilakukan perseroan dalam rangka mewujudkan maksud dan tujuan tersebut. Maksud dan tujuan PT dapat dilihat pada Akta Pendiriannya. Pasal 2 UUPT menentukan bahwa kegiatan perseroan harus sesuai dengan maksud dan tujuannya dan tidak boleh bertentangan dengan UU, ketertiban umum dan kesusilaan. Jika kegiatan usaha PT diselenggarakan di luar maksud dan tujuannya, maka apabila menimbulkan kerugian pihak ketiga yang harus bertanggung jawab adalah Direksi secara pribadi.

3.46

c.

d. e.

f. g. h. i. j.

Hukum Bisnis 

jangka waktu berdirinya perseroan pada dasarnya jangka waktu berdirinya perseroan tidak terbatas, tetapi bila ingin ditentukan hal tersebut harus ditegaskan dalam Anggaran Dasar; besarnya jumlah modal dasar, modal yang ditempatkan, dan modal yang disetor; jumlah saham, jumlah klasifikasi saham apabila ada berikut jumlah saham untuk tiap klasifikasi, hak-hak yang melekat pada setiap saham, dan nilai nominal setiap saham; susunan, jumlah, dan nama anggota Direksi dan Komisaris; penetapan tempat dan tata cara penyelenggaraan RUPS; tata cara pemilihan, pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Direksi dan Komisaris; tata cara penggunaan laba dan pembagian deviden; dan ketentuan-ketentuan lain menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1995.

Anggaran Dasar PT merupakan bagian integral dari Akta Pendirian PT dan Anggaran Dasar itu hanyalah salah satu unsur dari Akta Pendirian PT. Mengubah Anggaran Dasar berarti mengubah Akta Pendirian dan sebaliknya. Suatu PT dianggap telah berdiri atau dianggap telah ada manakala Akta Pendiriannya/Anggaran Dasarnya ditandatangani oleh para pendirinya, Notaris dan saksi-saksi. Perubahan Anggaran Dasar PT senantiasa dimungkinkan, baik sebelum PT disahkan maupun setelah PT disahkan oleh Menteri Kehakiman. Apabila hendak melakukan perubahan atas Anggaran Dasar perseroan harus memenuhi persyaratan tertentu. Perubahan Anggaran Dasar ditetapkan oleh RUPS dan usul adanya perubahan Anggaran Dasar dicantumkan dalam surat panggilan atau pengumuman untuk mengadakan RUPS. Perubahan atas Anggaran Dasar dibagi menjadi dua yaitu perubahan yang sifatnya mendasar dan perubahan lain. Perubahan mendasar adalah perubahan-perubahan tertentu yang telah ditetapkan oleh UU. Perubahan tertentu Anggaran Dasar harus mendapat persetujuan Menteri Kehakiman RI dan didaftarkan dalam Daftar Perusahaan serta diumumkan sesuai dengan ketentuan dalam UUPT. Perubahan tertentu tersebut menurut Pasal 15 ayat (2) UUPT meliputi: a. nama perseroan; b. maksud dan tujuan perseroan; c. kegiatan usaha perseroan;

 EKMA4316/MODUL 3

d. e. f. g.

3.47

jangka waktu berdirinya perseroan, apabila Anggaran Dasar menetapkan jangka waktu tertentu; besarnya modal dasar; pengurangan modal ditempatkan dan disetor; atau status Perseroan Tertutup menjadi Perseroan Terbuka atau sebaliknya.

Perubahan lain dalam Anggaran Dasar selain yang dimaksud di atas cukup dilaporkan kepada Menteri Kehakiman RI dalam waktu paling lambat empat belas hari terhitung sejak Keputusan RUPS, dan didaftarkan dalam Daftar Perusahaan sesuai dengan ketentuan Undang-undang No. 3 Tahun 1982, tentang Wajib Daftar Perusahaan. Setiap perubahan Anggaran Dasar, baik perubahan yang harus mendapat persetujuan maupun yang hanya cukup dilaporkan kepada Menteri Kehakiman RI sebagaimana disebutkan di atas, dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia. 3.

Pengesahan Untuk memperoleh pengesahan, para pendiri bersama-sama atau kuasanya (notaris atau orang lain yang ditunjuk berdasarkan surat kuasa khusus) mengajukan permohonan tertulis dengan melampirkan Akta Pendirian perseroan. Pengesahan diberikan dalam waktu paling lama enam puluh hari setelah permohonan diterima terhitung sejak permohonan yang diajukan dinyatakan telah memenuhi syarat dan kelengkapan yang diperlukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam hal permohonan ditolak, maka penolakan harus diberitahukan kepada pemohon secara tertulis beserta alasannya dalam waktu paling lama enam puluh hari setelah permohonan diterima. Beberapa alasan penolakan pengesahan PT oleh Menteri Kehakiman, menurut UUPT adalah: a. akta pendirian tidak dibuat oleh Notaris atau dibuat oleh Notaris tetapi tidak dalam bahasa Indonesia; b. modal dasar PT yang bersangkutan kurang dari Rp.20.000.000,00; c. modal dasar yang telah ditempatkan kurang dari 25% dan modal yang telah disetor kurang dari 50% dari modal yang ditempatkan; d. nama PT mirip dengan nama lain yang sudah ada; e. maksud dan tujuan bertentangan dengan UU, ketertiban umum atau kesusilaan; f. anggota pendiri PT ada yang WNA, kecuali PT PMA;

3.48

g. h. i.

Hukum Bisnis 

syarat perjanjian Pasal 1320 KUH Perdata tidak dipenuhi; tidak dilampiri tanda bukti pelunasan pembayaran pengesahan PT; tidak disertai NPWP atas nama PT.

4.

Pendaftaran dan Pengumuman Menurut Pasal 21 UUPT, Direksi perseroan wajib mendaftarkan dalam Daftar Perusahaan sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam UU No. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan. Hal-hal yang harus didaftarkan adalah sebagai berikut. a. Akta Pendirian beserta surat pengesahan Menteri Kehakiman RI. (Perseroan memperoleh status badan hukum setelah Akta Pendirian Perseroan disahkan oleh Menteri Kehakiman sesuai dengan Pasal 7 ayat (6) UUPT). b. Akta Perubahan Anggaran Dasar beserta surat persetujuan Menteri Kehakiman RI (Perubahan tertentu Anggaran Dasar sesuai dengan Pasal 15 ayat (3) UUPT). c. Akta Perubahan Anggaran Dasar beserta laporan kepada Menteri Kehakiman RI (Perubahan Anggaran Dasar yang cukup dilaporkan sesuai dengan Pasal 15 ayat (3) UUPT). Pendaftaran Akta Pendirian dan akta-akta perubahan tersebut di atas wajib dilakukan dalam waktu paling lambat 30 hari setelah pengesahan atau persetujuan diberikan atau setelah tanggal penerimaan laporan. Perseroan yang telah didaftarkan tersebut diumumkan dalam Tambahan Berita Negara RI yang permohonan pengumumannya dilakukan oleh Direksi dalam waktu tiga puluh hari terhitung sejak pendaftaran. Tata cara pengajuan permohonan pengumuman dilakukan sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Menurut Pasal 23 UUPT, selama pendaftaran dan pengumuman tersebut belum dilakukan, maka anggota Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas segala perbuatan hukum yang dilakukan perseroan. C. MODAL DAN SAHAM PERSEROAN 1.

Modal Modal perseroan terdiri atas modal dasar, modal ditempatkan dan modal disetor. Modal dasar adalah modal PT sebagaimana yang ditetapkan di dalam Anggaran Dasar. Modal dasar perseroan terdiri atas seluruh nilai nominal

 EKMA4316/MODUL 3

3.49

saham yang dapat dikeluarkan atas nama dan atau atas tunjuk. Menurut Pasal 25 UUPT modal dasar perseroan besarnya paling sedikit Rp.20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah). Namun undang-undang atau peraturan pelaksanaan yang mengatur bidang usaha tertentu, dapat menentukan jumlah minimum modal dasar perseroan yang berbeda dari ketentuan minimal tersebut di atas. Perubahan besarnya modal dasar tersebut dan penentuan besarnya modal dasar Perseroan Terbuka ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Penetapan besarnya modal dasar perseroan paling sedikit Rp.20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) tersebut tentunya disesuaikan dengan keadaan perekonomian dan nilai uang rupiah. Seandainya pada suatu waktu terjadi inflasi, dengan sendirinya akan diadakan perubahan atau penyesuaian. Modal yang ditempatkan adalah modal PT yang oleh para pendirinya disanggupi untuk disetor ke Kas PT yang didirikan. Besarnya jumlah modal yang ditempatkan menurut Pasal 26 ayat (1) UUPT adalah 25% dari modal dasar. Jika modal dasarnya Rp.20.000.000,00 maka modal yang ditempatkan adalah Rp.5.000.000,00. Modal yang disetor adalah modal PT yang berupa sejumlah uang tertentu yang telah diserahkan oleh para pendiri kepada kas PT. Modal yang disetor ini harus berupa uang tunai, oleh karena itu modal inilah yang benar-benar merupakan kemampuan finansial dari PT yang baru berdiri. Besarnya jumlah modal yang disetor menurut Pasal 26 ayat (2) UUPT adalah 50% dari modal yang ditempatkan. Apabila modal yang ditempatkan sebesar Rp.5.000.000,00 maka modal yang disetor adalah sebesar Rp.2.500.000,00. Pengeluaran saham lebih lanjut setiap kali harus disetor penuh. Ketentuan ini menegaskan bahwa sejak tanggal pengesahan, tidak dimungkinkan penyetoran atas saham secara mengangsur. Kemungkinan mengangsur saham hanya dilakukan sebelum pengesahan diberikan. Pada umumnya penyetoran atas saham adalah dalam bentuk uang. Namun demikian tidak tertutup kemungkinan penyetoran atas saham dalam bentuk lain. Jadi dapat dilakukan dalam bentuk uang dan atau dalam bentuk lainnya. Dalam bentuk lain bisa berupa benda berwujud atau benda tidak berwujud yang dapat dinilai dengan uang, dan penilaian harga ditetapkan oleh ahli yang tidak terikat pada perseroan. Maksudnya ialah orang perseorangan atau badan hukum yang disahkan oleh pemerintah, yang berdasarkan keahlian atau pengetahuannya mempunyai kemampuan untuk menilai harga benda tersebut.

3.50

Hukum Bisnis 

Penyetoran atas saham dilakukan pada saat pendirian atau sesudah perseroan memperoleh pengesahan sebagai badan hukum. Penyetoran atas saham dalam bentuk lain selain uang yang dilakukan pada saat pendirian dicantumkan dalam Akta Pendirian. Sedangkan penyetoran dalam bentuk lain yang dilakukan sesudah pengesahan perseroan sebagai badan hukum, dilakukan dengan persetujuan RUPS atau orang lain yang ditunjuk oleh RUPS. Penyetoran atas saham dalam bentuk lain selain uang harus disertai rincian yang menerangkan nilai atau harga jenis atau macam, status, tempat kedudukan, dan lain-lain yang dianggap perlu demi kejelasan mengenai penyetoran tersebut. Penyetoran atas saham dalam bentuk benda tidak bergerak harus diumumkan dalam dua surat kabar harian. Maksudnya adalah agar diketahui oleh umum dan memberi kesempatan kepada pihak yang berkepentingan untuk dapat mengajukan keberatan atas penyerahan benda tidak bergerak tersebut sebagai setoran saham. Pengumuman mengenai penyetoran tersebut dilakukan dalam surat kabar harian berbahasa Indonesia yang terbit atau beredar di tempat kedudukan perseroan dan surat kabar harian berbahasa Indonesia dengan peredaran nasional. Pengumuman tersebut memuat jumlah penyetoran saham dalam bentuk benda tidak bergerak serta rinciannya sebagaimana dimaksudkan di atas. Penyetoran saham dalam bentuk lain dicatat dalam Daftar Pemegang Saham. Pemegang saham yang mempunyai tagihan terhadap perseroan, tidak dapat menggunakan hak tagihannya sebagai kompensasi kewajiban penyetoran atas harga sahamnya. Bentuk-bentuk tagihan tertentu, selain tagihan terhadap perseroan tersebut di atas yang dapat dikompensasikan sebagai setoran saham, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1999 tanggal 25 Februari 1999. 2.

Saham Setiap saham yang telah dan akan dikeluarkan harus mempunyai nilai nominal tertentu. Nilai nominal saham harus dicantumkan dalam Rupiah (Rp). Saham tanpa nilai nominal tidak dapat dikeluarkan. Saham atas tunjuk hanya dapat dikeluarkan apabila nilai nominal saham atau nilai yang diperjanjikan disetor penuh. Keharusan mengeluarkan saham dengan nilai nominal tertentu dimaksudkan untuk membantu pemegang saham dalam melakukan penyetoran harga saham yang telah diambilnya. Di samping itu juga

 EKMA4316/MODUL 3

3.51

dimaksudkan untuk memastikan besarnya hak suara pemegang saham yang bersangkutan. Bagi pengurus PT, adanya nilai nominal atas semua saham yang telah dikeluarkan tetapi belum disetor harganya, akan sangat membantu dalam melakukan penagihan dan terhadap saham yang telah disetor akan sangat membantu dalam menentukan besarnya deviden yang harus diserahkan kepada pemegang saham. Perseroan wajib mengadakan dan menyimpan Daftar Pemegang Saham, yang sekurang-kurangnya memuat: a. nama dan alamat pemegang saham; b. jumlah, nomor, dan tanggal perolehan saham yang dimiliki pemegang saham dan apabila dikeluarkan lebih dari satu klasifikasi saham, tiap-tiap klasifikasi saham tersebut; c. jumlah yang disetor atas setiap saham; d. nama dan alamat dari orang perseorangan atau badan hukum yang mempunyai hak gadai atas saham dan tanggal perolehan hak gadai tersebut; dan e. keterangan penyetoran atas saham dalam bentuk lain baik berupa benda berwujud atau benda tidak berwujud yang dapat dinilai dengan uang. Penilaian harga ditetapkan oleh ahli yang tidak terikat pada perseroan yaitu orang perseorangan atau badan hukum yang disahkan oleh pemerintah yang berdasarkan keahlian atau pengetahuannya mempunyai kemampuan untuk menilai harga benda tersebut. Kepada pemegang saham diberikan bukti pemilikan saham untuk saham yang dimilikinya. Bukti pemilikan saham atas tunjuk berupa surat saham. Bukti pemilikan saham atas nama, diserahkan kepada para pihak pemegang saham dan ditetapkan dalam Anggaran Dasar sesuai dengan kebutuhan. Setiap saham memberi hak yang tidak dapat dibagi kepada pemiliknya. Para pemegang saham tidak diperkenankan membagi-bagi hak atas saham menurut kehendaknya sendiri. Dalam hal suatu saham dimiliki oleh lebih dari satu orang, maka hak yang timbul dari saham tersebut hanya dapat digunakan dengan cara menunjuk satu orang wakil bersama. Pembagian hak atas saham hanya dapat dilakukan dengan bantuan perseorangan yang dapat menentukan pecahan nilai nominal saham dalam Anggaran Dasar. Dalam Anggaran Dasar perseroan ditentukan cara pemindahan hak atas saham sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pemindahan hak atas saham atas nama, dilakukan dengan akta pemindahan

3.52

Hukum Bisnis 

hak, bisa akta yang dibuat dihadapan notaris maupun akta di bawah tangan. Akta pemindahan hak tersebut atau salinannya disampaikan secara tertulis kepada perseroan. Direksi wajib mencatat pemindahan hak tersebut dalam Daftar Pemegang Saham dan Daftar Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1) dan ayat (2) UUPT. Pemindahan hak atas saham atas tunjuk dilakukan dengan penyerahan surat saham. Bentuk dan tata cara pemindahan hak atas saham atas nama dan saham atas tunjuk yang diperdagangkan di pasar modal diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal. Selanjutnya menurut undang-undang, surat saham dipandang sebagai barang bergerak (Pasal 511 ayat (4) KUHPdt). Pemegang saham yang memiliki saham mempunyai hak kebendaan terhadap saham tersebut. Dalam hal ini sebagai subjek hukum, pemegang saham mempunyai hak dan kewajiban yang timbul atas saham mempertahankan haknya terhadap setiap orang. Hak dan kewajibannya terhadap perseroan dan pemegang saham lainnya berada dalam hubungan perikatan sebagaimana diatur dalam UUPT juga dinyatakan bahwa saham merupakan benda bergerak dan memberikan hak kepemilikan atas saham sebagai benda bergerak memberikan hak kebendaan kepada pemegangnya. Hak tersebut dapat dipertahankan terhadap setiap orang. D. ORGAN PERSEROAN 1.

Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Organ perseroan adalah RUPS, Direksi dan Komisaris. RUPS adalah organ perseroan yang memegang kekuasaan tertinggi dalam perseroan dan memegang segala wewenang yang tidak diserahkan kepada Direksi dan Komisaris. RUPS sebagai pemegang kedaulatan tertinggi dalam PT mempunyai kewenangan untuk menetapkan kebijaksanaan umum PT mengangkat dan memberhentikan Direksi dan Komisaris serta mengesahkan laporan tahunan Direksi atau Komisaris. Dalam Pasal 63 ayat (1) UUPT ditentukan bahwa: “Rapat Umum Pemegang Saham mempunyai segala wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Komisaris dalam batas yang ditentukan UUPT dan atau Anggaran Dasar”. Selanjutnya dalam ayat (2) ditentukan bahwa: “Rapat

 EKMA4316/MODUL 3

3.53

Umum Pemegang Saham berhak memperoleh segala keterangan yang berkaitan dengan kepentingan perseroan dari Direksi dan Komisaris”. RUPS diadakan di tempat kedudukan perseroan. Dalam Anggaran Dasar dapat ditetapkan bahwa RUPS dapat dilakukan di luar tempat kedudukan perseroan atau kecuali ditentukan lain dalam Anggaran Dasar tentang harus terletak di wilayah negara Republik Indonesia. RUPS terdiri atas RUPS tahunan dan RUPS lainnya. RUPS tahunan, diadakan dalam waktu paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku, dan dalam RUPS tahunan tersebut harus diajukan semua dokumen perseroan. RUPS lainnya dapat diadakan sewaktu-waktu berdasarkan kebutuhan. Menurut Pasal 66 UUPT Direksi menyelenggarakan RUPS tahunan dan untuk kepentingan perseroan, ia berwenang menyelenggarakan RUPS lainnya, atau dapat juga dilakukan atas permintaan satu pemegang saham atau lebih yang bersama-sama mewakili 1/10 bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah, atau suatu jumlah yang lebih kecil sebagaimana ditentukan dalam Anggaran Dasar perseroan yang bersangkutan. Permintaan tersebut diajukan kepada Direksi atau Komisaris dengan surat tercatat disertai alasannya. RUPS seperti itu hanya dapat membicarakan masalah yang berkaitan dengan alasan yang diajukan tersebut. Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan perseroan dapat memberikan izin kepada pemohon untuk melakukan sendiri pemanggilan RUPS tahunan atas permohonan pemegang saham apabila Direksi atau Komisaris tidak menyelenggarakan RUPS tahunan pada waktu yang telah ditentukan; atau melakukan sendiri pemanggilan RUPS lainnya atas permohonan pemegang saham yang mewakili 1/10 bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah, atau suatu jumlah yang lebih kecil sebagaimana ditentukan dalam Anggaran Dasar perseroan yang bersangkutan, apabila Direksi atau sejak permintaan tidak melakukan pemanggilan RUPS lainnya. Ketua Pengadilan Negeri dalam hal tersebut di atas dapat menetapkan bentuk, isi dan jangka waktu pemanggilan RUPS serta menunjuk ketua rapat tanpa terikat pada ketentuan UUPT atau Anggaran Dasar. Dalam hal RUPS diselenggarakan sebagaimana disebutkan di atas Ketua Pengadilan Negeri dapat memerintahkan Direksi dari atau Komisaris untuk hadir. Penetapan Ketua Pengadilan Negeri mengenai pemberian izin tersebut di atas merupakan penetapan instansi pertama dan terakhir, yang dimaksudkan agar pelaksanaan RUPS tidak tertunda.

3.54

Hukum Bisnis 

Untuk menyelenggarakan RUPS, Direksi melakukan pemanggilan kepada pemegang saham. Dalam hal-hal tertentu yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar, pemanggilan RUPS dapat dilakukan oleh Komisaris. Pemanggilan RUPS adalah kewajiban Direksi. Namun dalam hal Direksi berhalangan atau terdapat pertentangan kepentingan antara Direksi dan perseroan, pemanggilan RUPS dapat dilakukan oleh Komisaris. a. Pemanggilan RUPS dilakukan dengan surat tercatat paling lambat empat belas hari sebelum RUPS diadakan. Maksudnya untuk memastikan panggilan tersebut telah dilakukan dan ditujukan ke alamat pemegang saham. Pemanggilan RUPS untuk Perseroan Terbuka dilakukan dalam dua surat kabar harian. b. Dalam pemanggilan RUPS dicantumkan tanggal, waktu, tempat, dan acara rapat disertai pemberitahuan bahwa bahan yang akan dibicarakan dalam RUPS tersedia di kantor perseroan mulai hari dilakukan pemanggilan RUPS sampai dengan hari RUPS diadakan dan perseroan wajib memberikan salinan bahan yang akan dibicarakan kepada pemegang saham secara cuma-cuma. c. Dalam hal waktu dan cara pemanggilan tidak sesuai dengan ketentuan, keputusan tetap sah apabila RUPS dihadiri oleh seluruh pemegang saham yang mewakili saham dengan hak suara yang sah dan disetujui dengan suara bulat (Pasal 69 UUPT). RUPS dapat dilangsungkan apabila memenuhi kuorum yaitu dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili lebih dari setengah bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang menentukan lain. Penyimpangan atas ketentuan tersebut hanya dimungkinkan dalam hal yang ditentukan UUPT. Anggaran Dasar tidak boleh menentukan kuorum yang lebih kecil daripada kuorum yang ditentukan oleh UUPT sebagai berikut. a. Dalam hal kuorum sebagaimana dimaksudkan tersebut di atas tidak tercapai, maka diadakan pemanggilan RUPS kedua. Karena panggilan RUPS ini sebagai akibat dari tidak tercapainya kuorum dalam RUPS pertama, acara RUPS kedua harus sama seperti acara RUPS pertama dan pemanggilan harus dilakukan paling lambat tujuh hari sebelum RUPS kedua diselenggarakan. b. RUPS kedua diselenggarakan paling cepat sepuluh hari dan paling lambat 21 hari dari RUPS pertama. RUPS kedua sah dan berhak mengambil keputusan apabila dihadiri oleh pemegang saham yang

 EKMA4316/MODUL 3

3.55

mewakili paling sedikit 1/3 bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah. Apabila kuorum ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Negeri. Bila Ketua Pengadilan Negeri berhalangan, penetapan dilakukan oleh pejabat lain yang mewakili ketua Pasal 73 UUPT). Menurut Pasal 74 UUPT, keputusan RUPS diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat. Bila hal tersebut tidak tercapai, keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak biasa dari jumlah suara yang dikeluarkan secara sah, kecuali UUPT dan atau Anggaran Dasar menentukan bahwa keputusan harus diambil berdasarkan suara yang lebih besar daripada suara terbanyak biasa. Pada dasarnya semua keputusan RUPS harus dicapai melalui musyawarah untuk mufakat. Apabila setelah diusahakan musyawarah untuk mufakat tidak dapat dicapai, keputusan RUPS dapat diambil melalui pemungutan suara dengan suara terbanyak. Secara umum suara terbanyak yang diperlukan adalah suara terbanyak biasa yaitu jumlah suara yang lebih banyak daripada kelompok suara lain tanpa harus mencapai lebih dari setengah keseluruhan suara dalam pemungutan suara tersebut. Namun demikian, dalam hal-hal tertentu keputusan RUPS yang berkaitan dengan sesuatu yang sangat mendasar bagi keberadaan, kelangsungan atau sifat suatu perseroan, UUPT atau Anggaran Dasar dapat menetapkan suara terbanyak yang lebih besar daripada suara terbanyak biasa, yaitu suara terbanyak mutlak atau suara terbanyak khusus. Suara terbanyak mutlak adalah suara terbanyak yang lebih dari setengah dari seluruh jumlah suara dalam pemungutan suara tersebut. Sedangkan suara terbanyak khusus adalah suara terbanyak yang ditentukan secara pasti jumlahnya seperti 2/3, 3/4 atau 3/5. 2.

Direksi Di dalam UUPT yang dimaksud dengan Direksi adalah organ perseroan yang bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar. Selanjutnya berdasarkan Pasal 79 UUPT ditentukan bahwa kepengurusan perseroan dilakukan oleh Direksi. Suatu perseroan yang bidang usahanya mengerahkan dana masyarakat, seperti Bank, Asuransi; menerbitkan surat pengakuan utang seperti obligasi atau merupakan Perseroan Terbuka wajib mempunyai paling sedikit dua orang anggota Direksi.

3.56

Hukum Bisnis 

Yang dapat diangkat menjadi anggota Direksi adalah orang perseorangan yang mampu melaksanakan perbuatan hukum dan tidak pernah dinyatakan pailit, atau yang menjadi anggota Direksi, atau Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit atau yang pernah dihukum karena melaksanakan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatan. Dalam hal ini yang dimaksud dengan “orang perseorangan” dalam persyaratan anggota Direksi adalah individu (individual) dan bukan badan hukum. Selanjutnya yang dimaksud “mampu melaksanakan perbuatan hukum”, artinya orang itu harus “cakap” dalam pengertian hukum (bekwaan atau capable). Jadi memenuhi persyaratan hukum untuk membuat persetujuan-persetujuan tertentu. Undang-undang juga menyebutkan bahwa setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan-perikatan, jika ia oleh undang-undang tidak dinyatakan tak cakap (Pasal 1329 KUH Perdata). Anggota Direksi diangkat oleh RUPS. Untuk pertama kali pengangkatan anggota Direksi dilakukan dengan mencantumkan susunan dan nama anggota Direksi dalam Akta Pendirian. Anggota Direksi diangkat untuk jangka waktu tertentu dengan kemungkinan diangkat kembali. Direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan. Dalam hal anggota Direksi terdiri lebih dari satu orang maka setiap anggota Direksi berwenang mewakili perseroan kecuali ditentukan lain dalam UUPT atau Anggaran Dasar dan Anggaran Dasar dapat menentukan pembatasan berwenang anggota Direksi tersebut. Dijelaskan bahwa undang-undang ini memilih sistem perwakilan kolegial. Akan tetapi, untuk kepentingan praktis masing-masing anggota Direksi berwenang mewakili perseroan. Anggota Direksi tidak berwenang mewakili perseroan, yaitu apabila: a. terjadi perkara di depan pengadilan antara perseroan dengan anggota Direksi yang bersangkutan, atau b. anggota Direksi yang bersangkutan mempunyai kepentingan yang bertentangan dengan kepentingan perseroan. Apabila terdapat keadaan seperti tersebut di atas, dalam Anggaran Dasar ditetapkan siapa yang berhak mewakili perseroan. Apabila Anggaran Dasar tidak menetapkan, maka RUPS mengangkat satu orang pemegang saham atau lebih untuk mewakili perseroan. Direksi dapat memberi kuasa tertulis kepada

 EKMA4316/MODUL 3

3.57

satu atau lebih karyawan perseroan atau orang lain untuk dan atas nama perseroan melakukan perbuatan hukum tertentu. Setiap anggota Direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan. Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya. Atas nama perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri terhadap anggota Direksi yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada perseroan. Selanjutnya dalam melaksanakan tugasnya anggota Direksi masih mempunyai kewajiban-kewajiban sebagai berikut. a. Membuat dan memelihara Daftar Pemegang Saham, risalah RUPS dan risalah rapat Direksi; dan menyelenggarakan pembukuan perseroan yang semuanya disimpan di tempat kedudukan perseroan atas permohonan tertulis dari pemegang saham. Direksi memberi izin kepada pemegang saham untuk memeriksa dan mendapatkan salinan Daftar Pemegang Saham, risalah dan pembukuan seperti tersebut pada huruf a dan b di atas. b. Meminta persetujuan dari RUPS untuk mengalihkan atau menjadikan jaminan utang seluruh atau sebagian besar kekayaan perseroan dan tidak boleh merugikan besar kekayaan perseroan dan tidak boleh merugikan pihak ketiga yang beritikad baik serta mengumumkan dalam dua surat kabar paling lambat tiga puluh hari sejak perbuatan hukum tersebut dilakukan. Dan keputusan RUPS sah apabila dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili paling sedikit 3/4 bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara sah dan disetujui oleh paling sedikit 3/4 bagian dari jumlah suara tersebut. c. Direksi wajib mendaftarkan dalam Daftar Perusahaan sesuai dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan. 1) Akta Pendirian beserta surat pengesahan Menteri Kehakiman (yaitu setelah perseroan memperoleh status badan hukum). 2) Akta perubahan Anggaran Dasar beserta surat persetujuan Menteri Kehakiman atas perubahan tentang yang sifatnya mendasar seperti dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) Undang-undang PT.

3.58

d. e.

f.

g.

h.

Hukum Bisnis 

3) Akta perubahan Anggaran Dasar beserta laporan kepada Menteri Kehakiman atas perubahan selain yang dimaksud Pasal 15 ayat (2) Undang-undang PT. Dalam waktu paling lambat tiga puluh hari terhitung sejak pendaftaran, Direksi melakukan permohonan pengumuman perseroan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia. Selama pendaftaran dan pengumuman tersebut belum dilakukan, maka anggota Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas segala perbuatan hukum yang dilakukan perseroan. Selain itu, anggota Direksi juga bertanggung jawab secara tanggung renteng atas semua kerugian yang diderita pemegang saham yang beritikad baik, yang timbul akibat batal demi hukum karena perolehan saham oleh perseroan baik secara langsung maupun tidak langsung bertentangan dengan ketentuan Pasal 30 ayat (1) Undangundang Nomor 1 Tahun 1995. Melaporkan kepemilikan sahamnya, dan atau keluarganya (istri/suami dan anak-anaknya) kepada perseroan tersebut dan perseroan lain. Mencatat pemindahan hak atas saham atas nama, tanggal dan hari pemindahan hak tersebut dalam Daftar Pemegang Saham atau Daftar Khusus. Memberitahukan secara tertulis keputusan RUPS tentang pengurangan modal perseroan kepada semua Kreditor dan mengumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia serta dua surat kabar harian paling lambat tujuh hari terhitung sejak tanggal keputusan. Menyerahkan perhitungan tahunan perseroan kepada akuntan publik untuk diperiksa apabila: (1) bidang usaha perseroan berkaitan dengan pengerahan dana masyarakat (bank, asuransi, dan Reksa Dana); (2) perseroan mengeluarkan surat pengakuan utang (obligasi); atau (3) perseroan merupakan Perseroan Terbuka. Menyelenggarakan RUPS tahunan; dan untuk kepentingan perseroan, direksi berwenang menyelenggarakan RUPS lainnya.

Anggota Direksi dapat sewaktu-waktu diberhentikan berdasarkan keputusan RUPS dengan menyebutkan alasannya. Keputusan untuk memberhentikan anggota Direksi hanya dapat diambil setelah yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri dalam RUPS. Dengan keputusan pemberhentian tersebut maka kedudukannya sebagai anggota Direksi berakhir.

 EKMA4316/MODUL 3

3.59

3.

Komisaris Dalam UUPT yang dimaksud dengan Komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan atau khusus serta memberikan nasihat kepada Direksi dalam menjalankan perseroan. Perseroan memiliki Komisaris yang wewenang dan kewajibannya ditetapkan dalam Anggaran Dasar. Perseroan yang bidang usahanya mengerahkan dana masyarakat, perseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang atau perseroan terbuka wajib mempunyai paling sedikit dua orang Komisaris. Yang dapat diangkat menjadi Komisaris adalah orang perseorangan yang mampu melaksanakan perbuatan hukum dan tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi anggota Direksi atau Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit, atau orang yang pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dalam waktu lima tahun sebelum pengangkatan. Kata “Komisaris” di sini mengandung dua pengertian yaitu baik sebagai organ, yaitu Dewan Komisaris maupun sebagai orang perseorangan yaitu anggota Komisaris. Sebagai organ dalam undang-undang Perseroan Terbatas ini pengertian Komisaris termasuk juga badan-badan lain yang menjalankan tugas pengawasan khusus di bidang tertentu. Dalam melaksanakan tugasnya, maka kewajiban Komisaris adalah: a. komisaris bertugas mengawasi kebijaksanaan Direksi dalam menjalankan perseroan serta memberikan nasihat kepada Direksi; b. komisaris wajib dengan iktikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan; c. komisaris wajib melaporkan kepemilikan sahamnya dan atau keluarganya (suami istri dan anak-anaknya) kepada perseroan tersebut dan perseroan lainnya. Demikian juga setiap perubahan dalam kepemilikan saham tersebut wajib pula dilaporkan. Laporan mengenai hal ini dicatat dalam Daftar Khusus yang merupakan salah satu sumber informasi mengenai besarnya kepemilikan dan kepentingan pengurus perseroan lain, sehingga pertentangan kepentingan yang mungkin timbul dapat ditekan sekecil mungkin. Komisaris diangkat oleh RUPS untuk jangka waktu tertentu dengan kemungkinan diangkat kembali. Untuk pertama kali pengangkatan Komisaris dilakukan dengan mencantumkan susunan, nama lengkap, tempat dan tanggal

3.60

Hukum Bisnis 

lahir, pekerjaan tempat tinggal dan kewarganegaraan Komisaris dalam Anggaran Dasar. Selanjutnya anggota Komisaris dapat sewaktu-waktu diberhentikan berdasarkan keputusan RUPS dengan menyebutkan alasanalasannya dan setelah yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri dalam RUPS. E. PENGGABUNGAN, PELEBURAN DAN PENGAMBILALIHAN 1.

Penggabungan (merger) Perjalanan hidup suatu perusahaan yang berbentuk PT tergantung pada keuntungan yang diperolehnya. Semakin besar keuntungan yang diperoleh suatu PT, maka akan semakin besar pula harapan perusahaan tersebut tetap eksis dan mempertahankan usahanya. Sebaliknya apabila suatu PT tidak dapat memperoleh keuntungan yang memadai, maka akan menjadi tidak relevan lagi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Namun demikian ada beberapa alternatif untuk mempertahankan kehidupan PT yang bersangkutan, yaitu dengan jalan penggabungan, peleburan dan pengambilalihan. Penggabungan adalah penyatuan dua PT atau lebih dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah satu PT sebagai PT yang menerima penggabungan dan membubarkan PT-PT yang lainnya. Secara teoritis merger dapat dibedakan antara merger horizontal dan merger vertikal. Merger horizontal adalah penggabungan dari dua PT atau lebih uang memproduksi hasil yang sama atau sejenis dan menjual pada daerah yang sama. Merger vertikal adalah penggabungan dua PT atau lebih yang mempunyai hubungan bertingkat yaitu antara PT yang memproduksi barang dengan PT yang memasarkan barang. Langkah-langkah yang harus ditempuh oleh Direksi dari PT yang akan bergabung adalah: a. menyusun rancangan penggabungan yang berisi sekurang-kurangnya: 1) nama perseroan yang akan melakukan penggabungan; 2) alasan serta penjelasan masing-masing Direksi perseroan yang akan melakukan penggabungan; 3) tata cara konversi saham dari masing-masing perseroan yang melakukan penggabungan terhadap saham perseroan hasil penggabungan:

 EKMA4316/MODUL 3

b. c. d. e. f. g.

2.

3.61

(a) dalam tata cara konversi saham selain perbandingan penukaran saham termasuk juga penentuan jumlah pembayaran uang kepada para pemegang saham dari perseroan yang menggabungkan diri. (b) pembayaran uang kepada para pemegang saham dari perseroan yang menggabungkan diri adalah merupakan ganti rugi kepada para pemegang saham yang tidak menghendaki penggabungan tersebut. (c) dalam hal dilakukan pembayaran kepada para pemegang saham tersebut dengan uang, agar diperhitungkan harga sahamnya menurut nilai yang wajar. 4) rancangan perubahan Anggaran Dasar perseroan hasil penggabungan apabila ada; 5) secara dan perhitungan laba rugi yang meliputi tiga tahun buku terakhir dari semua perseroan yang akan melakukan penggabungan; dan 6) hal-hal lain yang perlu diketahui oleh pemegang saham masingmasing perseroan. mengumumkan dalam dua surat kabar harian tentang rencana penggabungan dalam tenggang waktu 14 hari sebelum panggilan RUPS; melakukan pemanggilan RUPS dengan surat tercatat paling lambat 14 hari sebelum RUPS diadakan; menyelenggarakan RUPS dengan syarat harus dihadiri 3/4 bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah; jika penggabungan disetujui RUPS, maka mengadakan perubahan Anggaran Dasar; mendaftarkan hasil penggabungan dalam sesuai dengan ketentuan UU Wajib Daftar Perusahaan; mengajukan permohonan ke kantor Percetakan Negara untuk mengumumkan perubahan Anggaran Dasar PT hasil penggabungan.

Peleburan (konsolidasi) Peleburan adalah penggabungan dari dua PT atau lebih dengan cara mendirikan suatu PT baru dan selanjutnya membubarkan PT-PT yang bergabung tadi. Langkah-langkah yang harus ditempuh oleh Direksi dari PT yang akan meleburkan diri adalah:

3.62

a.

b. c. d. e. f. g.

h.

Hukum Bisnis 

menyusun rancangan penggabungan yang berisi sekurang-kurangnya: 1) nama perseroan yang akan melakukan peleburan; 2) alasan serta penjelasan masing-masing Direksi perseroan yang akan melakukan peleburan; 3) tata cara konversi saham dari masing-masing perseroan yang melakukan peleburan terhadap saham perseroan baru: (a) dalam tata cara konversi saham selain perbandingan penukaran saham termasuk juga penentuan jumlah pembayaran uang kepada para pemegang saham dari perseroan yang meleburkan diri; (b) pembayaran uang kepada para pemegang saham dari perseroan yang meleburkan diri adalah merupakan ganti rugi kepada para pemegang saham yang tidak menghendaki peleburan tersebut; (c) dalam hal dilakukan pembayaran kepada para pemegang saham tersebut dengan uang, agar diperhitungkan harga sahamnya menurut nilai yang wajar. 4) rancangan Akta Pendirian perseroan baru hasil peleburan; 5) neraca dan perhitungan laba rugi yang meliputi tiga tahun buku terakhir dari semua perseroan yang akan melakukan peleburan; dan 6) hal-hal lain yang perlu diketahui oleh pemegang saham masingmasing perseroan. mengumumkan dalam dua surat kabar harian tentang rencana penggabungan dalam tenggang waktu 14 hari sebelum panggilan RUPS; melakukan pemanggilan RUPS dengan surat tercatat paling lambat 14 hari sebelum RUPS diadakan; menyelenggarakan RUPS dengan syarat harus dihadiri 3/4 bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah; jika rencana peleburan disetujui RUPS, maka membuat Akta Pendirian PT baru hasil peleburan; mengajukan permohonan pengesahan PT baru kepada Menteri Kehakiman untuk mendapatkan pengesahan sebagai badan hukum; mendaftarkan Akta Pendirian yang sudah mendapatkan pengesahan dari Menteri Kehakiman sesuai dengan ketentuan UU Wajib Daftar Perusahaan; mengajukan permohonan ke kantor Percetakan Negara untuk mengumumkan Akta Pendirian PT baru.

 EKMA4316/MODUL 3

3.63

3.

Pengambilalihan (akuisisi) Pengambilalihan adalah pengambilalihan suatu PT oleh PT yang lain, baik secara keseluruhan maupun hanya sebagian saja. Pengambilalihan PT dapat dilakukan oleh badan hukum atau orang perorangan. Sesuai dengan ketentuan Pasal 7 UUPT, pengambilalihan dapat dilakukan untuk seluruh atau sebagian besar saham yang dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap perseroan tersebut. Apabila pengambilalihan dilakukan oleh badan hukum berupa perseroan (PT), berlaku ketentuan sebagai berikut. a. Rencana pengambilalihan dituangkan dalam rancangan pengambilalihan yang disusun oleh Direksi perseroan yang akan mengambil alih dan yang akan diambil alih, yang memuat sekurang-kurangnya: 1) nama perseroan yang mengambil alih dan yang diambil alih; dan 2) alasan serta penjelasan Direksi masing-masing perseroan mengenai persyaratan serta tata cara pengambilalihan saham perseroan yang diambil alih. b. Pengambilalihan dilakukan dengan persetujuan RUPS masing-masing atas rancangan pengambilalihan yang diajukan oleh Direksi masingmasing perseroan. Dalam hal pengambilalihan dilakukan oleh badan hukum yang bukan perseroan, maka berlaku ketentuan sebagai berikut. a. Rencana pengambilalihan dituangkan dalam rancangan pengambilalihan yang disusun oleh Direksi perseroan yang akan diambil alih dan Badan Pengurus badan yang bukan perseroan yang akan mengambil alih yang memuat sekurang-kurangnya: (1) nama perseroan yang akan diambil alih dan nama badan hukum yang bukan perseroan yang akan mengambil alih; dan (2) alasan serta penjelasan Direksi perseroan yang akan diambil alih dan badan hukum yang bukan persyaratan serta tata cara pengambilalihan saham perseroan yang diambil alih. b. Pengambilalihan dilakukan dengan persetujuan RUPS perseroan yang diambil alih dan persetujuan Anggota atau Badan Pengurus dari badan hukum yang bukan perseroan yang mengambil alih.

3.64

Hukum Bisnis 

Selanjutnya dalam hal pengambilalihan dilakukan oleh orang perseorangan, maka berlaku ketentuan sebagai berikut. a. Rencana pengambilalihan dituangkan dalam rancangan pengambilalihan yang disusun oleh Direksi perseroan yang akan diambil alih dan orang perseorangan yang akan mengambil alih, yang memuat sekurangkurangnya: 1) nama perseroan yang akan diambil alih dan orang perseorangan yang akan mengambil alih; 2) alasan serta penjelasan Direksi perseroan yang akan diambil alih mengenai persyaratan dan tata cara pengambilalihan saham. b. Pengambilalihan dilakukan dengan persetujuan RUPS perseroan yang akan diambil alih atas rancangan yang diajukan Direksi perseroan yang akan diambil alih dan orang perseorangan yang akan mengambil alih. Pengambilalihan perseroan yang dapat dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan seperti disebutkan di atas, tidak membatasi badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih saham perseorangan lain langsung dari pemegang saham. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dalam perbuatan hukum penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan perseroan harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut. a. Memperhatikan kepentingan perseroan, pemegang saham minoritas, dan karyawan perseroan dan kepentingan masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha. Ketentuan ini menegaskan bahwa penggabungan, peleburan dan pengambilalihan tidak dapat dilakukan kalau akan merugikan kepentingan pihak-pihak tertentu. Selanjutnya harus pula dicegah kemungkinan terjadinya monopoli, atau monopsoni dalam berbagai bentuk yang merugikan masyarakat. b. Penggabungan, peleburan dan pengambilalihan perseroan tidak mengurangi hak pemegang saham minoritas untuk menjual sahamnya dengan harga yang wajar. Pemegang saham minoritas mempunyai hak untuk menjual sahamnya sesuai dengan harga yang wajar. Dalam hal hak-hak tersebut tidak dapat terlaksana, maka pemegang saham minoritas dapat tidak menyetujui rencana penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan yang diajukan oleh Direksi dan melaksanakan haknya sebagaimana dimaksud Pasal 55 UUPT, yaitu pemegang saham berhak meminta kepada perseroan agar sahamnya dibeli dengan harga yang wajar.

 EKMA4316/MODUL 3

c.

d.

e.

f.

g.

3.65

Keputusan RUPS mengenai penggabungan peleburan, dan pengambilalihan perseroan sah apabila diambil sesuai dengan ketentuan UUPT, yaitu keputusan RUPS diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat, dan keputusan RUPS sah apabila dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili paling sedikit 3/4 bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dan disetujui oleh paling sedikit 3/4 bagian dari jumlah suara tersebut. Direksi wajib mengumumkan dalam dua surat kabar mengenai rencana penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan perseroan paling lambat empat belas hari sebelum pemanggilan RUPS, yang maksudnya memberi kesempatan kepada pihak-pihak yang bersangkutan mengetahui adanya rencana tersebut. Apabila mereka merasa kepentingannya dirugikan jika rencana tersebut dilaksanakan, mereka dapat mengambil langkahlangkah tertentu guna membela kepentingannya. Rancangan penggabungan perseroan yang telah mendapatkan persetujuan RUPS, dilaporkan kepada Menteri Kehakiman RI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) UUPT. Rancangan peleburan perseroan yang telah mendapat persetujuan RUPS dilampirkan pada permohonan pengesahan Akta Pendirian perseroan hasil peleburan untuk mendapat pengesahan sebagai badan hukum oleh Menteri Kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (6) UUPT. Rancangan pengambilalihan perseroan yang telah mendapat persetujuan RUPS dilaporkan kepada Menteri Kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) UUPT. Dalam hal terjadi penggabungan atau peleburan, maka perseroan yang menggabungkan diri atau meleburkan diri menjadi bubar. Pembubaran tersebut dapat dilakukan dengan atau tanpa terlebih dulu mengadakan likuidasi. Dalam hal pembubaran perseroan tersebut tidak didahului dengan likuidasi, maka aktiva dan pasiva perseroan yang digabungkan atau yang meleburkan diri, beralih karena hukum kepada perseroan hasil penggabungan atau peleburan dan pemegang saham perseroan yang digabungkan atau yang meleburkan diri menjadi pemegang saham perseroan hasil penggabungan atau peleburan. Direksi perseroan hasil penggabungan atau peleburan wajib mengumumkan hasil penggabungan atau peleburan tersebut dalam dua surat kabar harian paling lambat tiga puluh hari terhitung sejak penggabungan atau peleburan selesai dilakukan. Ketentuan ini berlaku

3.66

Hukum Bisnis 

pula terhadap Direksi perseroan yang melakukan pengambilalihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 ayat (1) UUPT, yaitu pengambilalihan perseroan dapat dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan. Dalam hal ini pengumuman wajib dilakukan paling lambat tiga puluh hari terhitung sejak tanggal: 1) persetujuan Menteri Kehakiman atas perubahan Anggaran Dasar dalam hal terjadi penggabungan; 2) laporan diterima oleh Menteri Kehakiman RI dan apabila terjadi perubahan Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) UUPT, yaitu perubahan Anggaran Dasar yang cukup dilaporkan kepada Menteri Kehakiman RI dalam waktu paling lambat empat belas hari sejak keputusan RUPS dan didaftarkan dalam Daftar Perusahaan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 21 UUPT; 3) pengesahan Menteri Kehakiman RI atas Akta Pendirian perseroan dalam hal terjadi peleburan. E. PEMERIKSAAN DAN PEMBUBARAN PERSEROAN 1.

Pemeriksaan Perseroan Menurut Pasal 110 ayat (1) UUPT, pemeriksaan terhadap perseroan dapat dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan data atau keterangan apabila terdapat dugaan bahwa: a. perseroan melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan pemegang saham atau pihak ketiga; atau b. anggota Direksi atau Komisaris melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan perseroan atau pemegang saham atau pihak ketiga. Pemeriksaan dilakukan dengan mengajukan permohonan secara tertulis beserta alasannya ke Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan perseroan. Sebelum melakukan tindakan mengajukan permohonan tertulis ini, pemohon telah terlebih dulu meminta langsung kepada perseroan tentang data atau keterangan yang diperlukannya. Jika perseroan menolak atau tidak memperhatikan permintaan tersebut, undangundang memberikan upaya tersebut sebagai jalan keluar. Permohonan tersebut hanya dapat diajukan oleh:

 EKMA4316/MODUL 3

a.

b.

c.

3.67

pemegang saham atas nama diri sendiri atau atas nama perseroan apabila mewakili paling sedikit 1/10 bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah; pihak lain yang dalam Anggaran Dasar perseroan atau perjanjian dalam perseroan diberi wewenang untuk mengajukan permohonan pemeriksaan; atau kejaksaan dalam hal mewakili kepentingan umum.

Ketua Pengadilan Negeri berhak menolak permohonan tertulis yang ditujukan kepadanya apabila permohonan tersebut tidak berdasarkan alasan yang wajar, atau mengabulkan permohonan tersebut dengan mengeluarkan penetapan bagi pemeriksaan dan pengangkatan paling banyak tiga orang ahli untuk melakukan pemeriksaan. Jika permohonan untuk melakukan pemeriksaan dikabulkan, Ketua Pengadilan Negeri menentukan jumlah maksimum biaya pemeriksaan yang dibayar oleh perseroan. Dalam menetapkan biaya pemeriksaan bagi pemeriksa, Ketua Pengadilan Negeri mendasarkan atas keahlian pemeriksa dan dalam batas kemampuan perseroan. Atas permohonan perseroan, Ketua Pengadilan Negeri dapat menetapkan penggantian seluruh atau sebagian biaya pemeriksaan tersebut kepada pemohon, anggota Direksi, dan atau Komisaris. Pemeriksa berhak memeriksa semua dokumen (buku, catatan, dan surat yang berkaitan dengan kegiatan perseroan) dan kekayaan perseroan yang dianggap perlu untuk diketahui. Direksi/Komisaris dan semua karyawan perseroan wajib memberikan segala keterangan yang diperlukan untuk pelaksanaan pemeriksaan. Pemeriksa dilarang mengumumkan hasil pemeriksaan kepada pihak lain. Laporan hasil pemeriksaan disampaikan oleh pemeriksa kepada Ketua Pengadilan Negeri, dan Ketua Pengadilan Negeri memberikan salinan laporan hasil pemeriksaan hanya kepada pemohon dan perseroan yang bersangkutan. 2.

Pembubaran Perseroan Dalam Pasal 6 UUPT ditentukan bahwa perseroan didirikan untuk jangka waktu yang ditentukan dalam Anggaran Dasar. Berdasarkan pasal tersebut dapat ditafsirkan bahwa perseroan pada dasarnya didirikan untuk jangka waktu yang tidak terbatas, dan apabila para pendiri PT ingin membatasi jangka waktu berdirinya PT maka hal itu harus diuraikan secara

3.68

Hukum Bisnis 

jelas di dalam Akta Pendirian atau Anggaran Dasar. Meskipun di dalam Anggaran Dasar PT sudah ditetapkan jangka waktu pendiriannya, akan tetapi dimungkinkan bahwa PT dapat dibubarkan sebelum jangka waktu tersebut berakhir. Hal ini sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 114 UUPT bahwa perseroan bubar karena: keputusan RUPS; jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar telah berakhir; dan penetapan pengadilan. a.

Pembubaran perseroan karena keputusan RUPS Direksi dapat mengajukan usul pembubaran perseroan kepada RUPS. Keputusan RUPS tentang pembubaran perseroan sah apabila diambil sesuai dengan ketentuan Pasal 74 ayat (1) UUPT, yaitu berdasarkan musyawarah untuk mufakat, dan Pasal 76 yaitu dalam hal penggabungan, peleburan, pengambilalihan kepailitan, dan pembubaran perseroan, keputusan RUPS sah apabila dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili paling sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dan disetujui oleh paling sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah suara tersebut. Perseroan bubar pada saat ditetapkan dalam keputusan RUPS, diikuti dengan likuidasi oleh likuidator. b.

Pembubaran perseroan karena jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam anggaran dasar telah berakhir Dalam hal perseroan bubar karena jangka waktu berdirinya berakhir sebagaimana ditetapkan dalam Anggaran Dasar, maka Menteri Kehakiman atas permohonan Direksi dapat memperpanjang jangka waktu tersebut. Permohonan untuk memperpanjang jangka waktu tersebut hanya dapat dilakukan berdasarkan keputusan RUPS yang dihadiri oleh pemegang saham yang memiliki paling sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dan disetujui paling sedikit oleh 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah suara tersebut. Permohonan memperpanjang jangka waktu tersebut dan permohonan persetujuan perubahan Anggaran Dasar diajukan kepada Menteri Kehakiman paling lambat 90 (sembilan puluh) hari sebelum jangka waktu berdirinya perseroan berakhir. Keputusan Menteri Kehakiman atas permohonan tersebut di atas diberikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak permohonan diterima. Dalam hal jangka waktu berdirinya perseroan berakhir dan RUPS memutuskan tidak memperpanjang jangka waktu tersebut, maka proses likuidasinya dilakukan sesuai dengan ketentuan bab ini.

 EKMA4316/MODUL 3

3.69

c.

Pembubaran perseroan karena penetapan pengadilan Menurut Pasal 117 UUPT, maka Pengadilan Negeri dapat membubarkan perseroan atas: 1) permohonan kejaksaan berdasarkan alasan kuat perseroan melanggar kepentingan umum; 2) permohonan satu orang pemegang saham atau lebih yang mewakili paling sedikit 1/10 bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah; 3) permohonan kreditor berdasarkan alasan: a) perseroan tidak mampu membayar utangnya setelah dinyatakan pailit; b) harta kekayaan perseroan tidak cukup untuk melunasi seluruh utangnya setelah pernyataan pailit dicabut. 4) permohonan pihak yang berkepentingan berdasarkan alasan adanya cacat hukum dalam Akta Pendirian perseroan. Sebagai catatan bahwa di dalam penetapan pengadilan tersebut ditetapkan pula penunjukan likuidator. Selanjutnya di dalam Pasal 118 UUPT ditentukan bahwa dalam hal perseroan bubar, maka likuidator dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari wajib: 1) mendaftarkan dalam Daftar Perusahaan (Pasal 21 UUPT jo UU No. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan); 2) mengajukan permohonan untuk diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia; 3) mengumumkan dalam dua surat kabar harian; dan 4) memberitahukan kepada Menteri Kehakiman. Jangka waktu 30 (tiga puluh) hari tersebut dihitung: 1) apabila perseroan dibubarkan oleh RUPS, jangka waktu dihitung sejak tanggal pembubaran oleh RUPS; atau 2) apabila perseroan dibubarkan berdasarkan penetapan pengadilan, jangka waktu dihitung sejak tanggal penetapan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap.

3.70

Hukum Bisnis 

Selama pendaftaran dan pengumuman tersebut belum dilakukan, bubarnya perseroan tidak berlaku bagi pihak ketiga. Apabila likuidator lalai mendaftarkan dalam Daftar Perusahaan (UU No. 3 Tahun 1982), likuidator secara tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian yang diderita pihak ketiga. Dalam pendaftaran dan pengumuman sebagaimana dimaksud di atas, wajib disebutkan nama dan alamat likuidator. Dalam hal perseroan bubar, maka perseroan tidak dapat melakukan perbuatan hukum kecuali diperlukan untuk membereskan kekayaannya dalam proses likuidasi. Selama dalam proses likuidasi, Anggaran Dasar perseroan dengan segala perubahannya yang berlaku pada saat perseroan berakhir tetap berlaku sampai pada hari likuidator dibebaskan dari tanggung jawabnya oleh RUPS. Tindakan pemberesan tersebut meliputi: 1) pencatatan dan pengumpulan kekayaan perseroan; 2) penentuan tata cara pembagian kekayaan; 3) pembayaran sisa kekayaan hasil likuidasi kepada pemegang saham; dan 4) tindakan-tindakan lain yang perlu dilakukan dalam pelaksanaan pemberesan kekayaan. Dalam hal perseroan sedang dalam proses likuidasi, maka pada surat keluar dicantumkan kata-kata “dalam likuidasi” di belakang nama perseroan. Likuidator dari perseroan yang telah bubar wajib memberitahukan kepada semua kreditornya dengan surat tercatat mengenai bubarnya perseroan. Pemberitahuan tersebut memuat: 1) nama dan alamat likuidator; 2) tata cara pengajuan tagihan; dan 3) jangka waktu pengajuan tagihan yang tidak boleh lebih dari 120 hari terhitung sejak surat pemberitahuan diterima. Kreditor yang mengajukan tagihan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf b dan c di atas dan kemudian ditolak, dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri paling lambat sembilan puluh hari terhitung sejak penolakan. Kreditor yang tidak mengajukan tagihan sesuai dengan ketentuan huruf c di atas, dapat mengajukan tagihannya melalui Pengadilan Negeri dalam waktu dua tahun sejak bubarnya perseroan didaftarkan dan diumumkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 UUPT, yaitu

 EKMA4316/MODUL 3

1) 2) 3) 4)

3.71

didaftarkan dalam Daftar Perusahaan; diumumkan dalam Berita Negara RI; diumumkan dalam dua surat kabar harian; dan diberitahukan kepada Menteri Kehakiman.

Ketentuan ini hanya berlaku bagi kreditor yang tidak diketahui identitas maupun alamatnya pada saat proses likuidasi berlangsung. Tagihan yang diajukan kreditor tersebut di atas hanya dapat dilakukan terhadap sisa kekayaan perseroan yang belum dibagikan kepada pemegang saham. Ketentuan mengenai pengangkatan, pemberhentian sementara, pemberhentian, wewenang, kewajiban, tanggung jawab, dan pengawasan terhadap Direksi berlaku pula bagi likuidator. Apabila tidak ditunjuk likuidator, maka Direksi bertindak selaku likuidator. Atas permohonan satu orang atau lebih yang berkepentingan atau atas permohonan Kejaksaan, Ketua Pengadilan Negeri dapat mengangkat likuidator baru dan memberhentikan likuidator lama karena yang bersangkutan tidak melaksanakan tugas sebagaimana mestinya atau dalam hal utang perseroan melebihi kekayaan perseroan. Likuidator bertanggung jawab kepada RUPS atau likuidasi yang dilakukan. Sisa kekayaan hasil likuidator diperuntukkan bagi para pemegang saham. Likuidator wajib mendaftarkan dan mengumumkan hasil akhir proses likuidasi sesuai dengan ketentuan Pasal 21 dan 22 UUPT serta mengumumkan dalam dua surat kabar harian. LA TIH AN Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah latihan berikut! 1) Apakah yang dimaksud dengan Perseroan Terbatas (perseroan) dan di mana ketentuan tentang perseroan itu diatur? 2) Perseroan sebagai badan hukum mempunyai karakteristik yang berbeda dengan badan usaha lainnya, sebutkan karakteristik dari perseroan! 3) Jelaskan bahwa dalam perseroan dikenal adanya pertanggungjawaban terbatas dari pemegang saham! 4) Kapan pertanggungjawaban pemegang saham menjadi tidak terbatas?

3.72

Hukum Bisnis 

5) Jelaskan apa yang dimaksud dengan modal dasar, modal ditempatkan dan modal disetor dalam perseroan! 6) Dalam melaksanakan perseroan, apa saja kewajiban dari Direksi? 7) Apa yang dimaksud dengan penggabungan, peleburan dan pengambilalihan perseroan? 8) Kapan terhadap perseroan itu dapat dilakukan pemeriksaan dan siapa yang dapat mengajukan permohonan agar suatu perseroan itu diperiksa? 9) Sebutkan dan jelaskan hal-hal apa saja yang dapat mengakibatkan bubarnya perseroan! Petunjuk Jawaban Latihan 1) Menurut Pasal 1 angka (1) UU PT, yang dimaksud dengan Perseroan Terbatas atau PT yang selanjutnya disebut perseroan adalah badan Hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya. 2) Karakteristik dari perseroan adalah sebagai berikut. a) memiliki kekayaan sendiri; b) Anggaran Dasar disahkan oleh Menteri; c) ada pengurus; d) mempunyai tujuan sendiri. 3) Tanggung jawab pemegang saham adalah terbatas pada yang disetorkan. Pemegang saham perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan, dan pemegang saham tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan melebihi nilai saham yang telah diambilnya, dan tidak meliputi harta kekayaan pribadinya. 4) Menurut ketentuan Pasal 3 ayat (2) UUPT, ketentuan mengenai tanggung jawab terbatas dari pemegang saham, tidak berlaku apabila: a) persyaratan perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi; b) pemegang saham yang bersangkutan, baik langsung maupun tidak langsung, dengan itikad buruk memanfaatkan perseroan sematamata untuk kepentingan pribadi;

 EKMA4316/MODUL 3

c)

3.73

pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh perseroan atau d) pemegang saham yang bersangkutan, baik langsung maupun tidak langsung, secara melawan hukum menggunakan kekayaan perseroan, yang mengakibatkan kekayaan perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang perseroan. 5) Modal dasar adalah modal PT sebagaimana yang ditetapkan di dalam Anggaran Dasar. Modal dasar perseroan terdiri atas seluruh nilai nominal saham yang dapat dikeluarkan atas nama dan atau atas tunjuk. Modal yang ditempatkan adalah modal PT yang oleh para pendirinya disanggupi untuk disetor ke Kas PT yang didirikan. Besarnya jumlah modal yang ditempatkan menurut Pasal 26 ayat (1) UUPT adalah 25% dari modal dasar. Modal yang disetor adalah modal PT yang berupa sejumlah uang tertentu yang telah diserahkan oleh para pendiri kepada kas PT. Modal yang disetor ini harus berupa uang tunai, oleh karena itu modal inilah yang benar-benar merupakan kemampuan finansial dari PT yang baru berdiri. Besarnya jumlah modal yang disetor menurut Pasal 26 ayat (2) UUPT adalah 50% dari modal yang ditempatkan. 6) Dalam melaksanakan tugasnya Direksi mempunyai kewajiban-kewajiban sebagai berikut. a) Membuat dan memelihara Daftar Pemegang Saham, risalah RUPS dan risalah rapat Direksi; dan menyelenggarakan pembukuan perseroan yang semuanya disimpan di tempat kedudukan perseroan atas permohonan tertulis dari pemegang saham. Direksi memberi izin kepada pemegang saham untuk memeriksa dan mendapatkan salinan Daftar Pemegang Saham, risalah dan pembukuannya. b) Meminta persetujuan dari RUPS untuk mengalihkan atau menjadikan jaminan utang seluruh atau sebagian besar kekayaan perseroan dan tidak boleh merugikan besar kekayaan perseroan dan tidak boleh merugikan pihak ketiga yang beritikad baik serta mengumumkan dalam dua surat kabar paling lambat tiga puluh hari sejak perbuatan hukum tersebut dilakukan. c) Direksi wajib mendaftarkan dalam Daftar Perusahaan sesuai dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan.

3.74

Hukum Bisnis 

d) Melaporkan kepemilikan sahamnya, dan atau keluarganya (istri/suami dan anak-anaknya) kepada perseroan tersebut dan perseroan lain. e) Mencatat pemindahan hak atas saham atas nama, tanggal dan hari pemindahan hak tersebut dalam Daftar Pemegang Saham atau Daftar Khusus. f) Memberitahukan secara tertulis keputusan RUPS tentang pengurangan modal perseroan kepada semua Kreditor dan mengumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia serta dua surat kabar harian paling lambat tujuh hari terhitung sejak tanggal keputusan. g) Menyerahkan perhitungan tahunan perseroan kepada akuntan publik untuk diperiksa apabila: 1) bidang usaha perseroan berkaitan dengan pengerahan dana masyarakat (bank, asuransi, dan Reksa Dana); 2) perseroan mengeluarkan surat pengakuan utang (obligasi); atau 3) perseroan merupakan Perseroan Terbuka. h) Menyelenggarakan RUPS tahunan dan untuk kepentingan perseroan berwenang menyelenggarakan RUPS lainnya. 7) Penggabungan adalah penyatuan dua PT atau lebih dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah satu PT sebagai PT yang menerima penggabungan dan membubarkan PT-PT yang lainnya. Peleburan adalah penggabungan dari dua PT atau lebih dengan cara mendirikan suatu PT baru dan selanjutnya membubarkan PT-PT yang bergabung tadi. Pengambilalihan adalah pengambilalihan suatu PT oleh PT yang lain, baik secara keseluruhan maupun hanya sebagian saja. 8) Menurut Pasal 110 ayat (1) UUPT, pemeriksaan terhadap perseroan dapat dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan data atau keterangan apabila terdapat dugaan bahwa: a) perseroan melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan pemegang saham atau pihak ketiga; atau b) anggota Direksi atau Komisaris melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan perseroan atau pemegang saham atau pihak ketiga.

 EKMA4316/MODUL 3

3.75

Permohonan pemeriksaan pada suatu perseroan hanya dapat diajukan oleh: a) pemegang saham atas nama diri sendiri atau atas nama perseroan apabila mewakili paling sedikit 1/10 bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah; b) pihak lain yang dalam Anggaran Dasar perseroan atau perjanjian dalam perseroan diberi wewenang untuk mengajukan permohonan pemeriksaan; atau c) kejaksaan dalam hal mewakili kepentingan umum. 9) Pasal 114 UUPT bahwa perseroan bubar karena: keputusan RUPS; jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar telah berakhir; dan penetapan pengadilan. RA NGK UMA N Kata “terbatas” di dalam Perseroan Terbatas mempunyai makna bahwa pemegang saham tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan melebihi nilai saham yang telah diambilnya, dan tidak meliputi harta kekayaan pribadinya. Namun demikian pertanggungjawaban terbatas tersebut tidak berlaku apabila: 1. persyaratan perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi; 2. pemegang saham yang bersangkutan, dengan itikad buruk memanfaatkan perseroan semata-mata untuk kepentingan pribadi; 3. pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh perseroan; atau 4. pemegang saham yang bersangkutan, secara melawan hukum menggunakan kekayaan perseroan, yang mengakibatkan kekayaan perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang perseroan. Pendirian perseroan pada prinsipnya didasarkan atas suatu perjanjian, sehingga lebih dari satu pemegang saham. Setiap pendiri perseroan wajib mengambil bagian saham pada saat perseroan didirikan. Apabila setelah perseroan disahkan kemudian jumlah pemegang saham menjadi kurang dari dua orang, maka dalam waktu enam bulan terhitung sejak keadaan tersebut pemegang saham yang bersangkutan wajib mengalihkan sebagian sahamnya kepada orang lain.

3.76

Hukum Bisnis 

Akta Pendirian dibuat dihadapan Notaris dan akta pendirian memuat Anggaran Dasar perseroan. Selanjutnya Akta Pendirian tersebut dimohonkan pengesahannya kepada Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia. Selanjutnya didaftarkan dalam Daftar Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam UU No. 3 tahun 1983 tentang Wajib Daftar Perusahaan. Pada akhirnya perseroan yang sudah didaftarkan kemudian diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia. Modal perseroan terdiri atas modal dasar, modal ditempatkan dan modal disetor. Modal dasar adalah modal PT sebagaimana yang ditetapkan di dalam Anggaran Dasar. Modal dasar perseroan terdiri atas seluruh nilai nominal saham yang dapat dikeluarkan atas nama dan atau atas tunjuk. Modal yang ditempatkan adalah modal perseroan yang oleh para pendirinya disanggupi untuk disetor ke kas perseroan yang didirikan. Modal yang disetor adalah modal perseroan yang berupa sejumlah uang tertentu yang telah diserahkan oleh para pendiri kepada kas perseroan. Direksi adalah organ perseroan yang bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar. Selanjutnya berdasarkan Pasal 79 UUPT ditentukan bahwa kepengurusan perseroan dilakukan oleh Direksi. Suatu perseroan yang bidang usahanya mengerahkan dana masyarakat, seperti Bank, Asuransi; menerbitkan surat pengakuan utang seperti obligasi atau merupakan Perseroan Terbuka wajib mempunyai paling sedikit dua orang anggota Direksi. Komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan atau khusus serta memberikan nasihat kepada Direksi dalam menjalankan perseroan. Perseroan memiliki Komisaris yang wewenang dan kewajibannya ditetapkan dalam Anggaran Dasar. Perseroan yang bidang usahanya mengerahkan dana masyarakat, perseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang atau perseroan terbuka wajib mempunyai paling sedikit dua orang Komisaris. Apabila suatu perseroan tidak dapat memperoleh keuntungan yang memadai, maka akan menjadi tidak relevan lagi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Salah satu alternatif untuk mempertahankan kehidupan perseroan yang bersangkutan, adalah dengan jalan penggabungan, peleburan dan pengambilalihan. Penggabungan adalah penyatuan dua perseroan atau lebih dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah satu perseroan sebagai perseroan yang menerima penggabungan dan membubarkan perseroan yang lainnya. Peleburan adalah penggabungan dari dua PT atau lebih dengan cara mendirikan suatu PT baru dan selanjutnya membubarkan PT-PT yang bergabung

 EKMA4316/MODUL 3

3.77

tadi. Pengambilalihan adalah pengambilalihan suatu PT oleh PT yang lain, baik secara keseluruhan maupun hanya sebagian saja. Perseroan bubar karena keputusan RUPS, karena jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar telah berakhir dan karena Penetapan Pengadilan. TES FO RMA TIF 2 Pilihlah satu jawaban yang paling tepat! 1) Perseroan merupakan badan hukum mandiri yang mempunyai karakteristik …. A. sebagai asosiasi modal B. kekayaan perseroan terpisah dari kekayaan pemegang saham C. tanggung jawab pemegang saham terbatas pada yang disetor D. semua benar 2) Kata “terbatas” di dalam Perseroan Terbatas memiliki makna bahwa …. A. anggota pendiri dari perseroan jumlahnya terbatas B. kekayaan perseroan terbatas pada jumlah modal yang disetor C. tanggung jawab pemegang saham terbatas pada nilai saham yang diambil D. direksi perseroan terbatas hanya para pendiri 3) Tanggung jawab pemegang saham perseroan menjadi tidak terbatas apabila …. A. persyaratan sebagai badan hukum belum terpenuhi B. pemegang saham dihukum penjara selama 5 tahun atau lebih C. pemegang saham tidak menghadiri RUPS D. pemegang saham meninggal dunia sebelum mengalihkan sahamnya 4) Perseroan dibentuk berdasarkan suatu perjanjian artinya …. A. dibuat dengan akta Notaris B. dibuat dengan akta di bawah tangan C. dibuat dengan akta otentik D. dibuat oleh dua orang atau lebih 5) Setelah perseroan disahkan dan pemegang saham kurang dari dua orang, maka pemegang saham wajib mengalihkan sebagian sahamnya kepada orang lain dalam waktu …. A. 3 bulan B. 4 bulan

3.78

Hukum Bisnis 

C. 5 bulan D. 6 bulan 6) Akta pendirian berisi keterangan-keterangan berikut ini, kecuali .... A. anggaran dasar B. nama lengkap para pendiri C. susunan dan nama lengkap anggota Direksi D. ketentuan tentang pemberian keuntungan pribadi kepada pendiri 7) Nama perseroan yang pada akhir namanya ditambah singkatan kata “Tbk”, artinya .... A. perseroan tersebut sudah berstatus sebagai badan hukum B. perseroan tersebut adalah perseroan terbuka C. perseroan tersebut merupakan perseroan tertutup D. perseroan tersebut memiliki pemegang saham yang tidak terbatas 8) Status badan hukum dari perseroan diperoleh setelah Akta Pendirian yang berisi Anggaran Dasar itu telah .... A. selesai dibuat dihadapan Notaris B. mendapat pengesahan dari Menteri Kehakiman dan HAM C. didaftarkan dalam Daftar Perusahaan D. diumumkan dalam Tambahan Berita Negara RI 9) Modal perseroan yang telah ditetapkan dalam Anggaran Dasar disebut sebagai .... A. modal dasar B. modal ditempatkan C. modal disetor D. modal utama 10) Kewenangan tertinggi dari suatu perseroan ada pada .... A. organ perseroan B. RUPS C. direksi D. komisaris 11) Organ perseroan yang mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan adalah …. A. RUPS B. direksi C. komisaris D. direktur Utama

 EKMA4316/MODUL 3

3.79

12) Organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan terhadap jalannya perseroan adalah …. A. RUPS B. Direksi C. komisaris D. direktur Utama 13) Ada perseroan yang wajib memiliki paling sedikit dua orang anggota Direksi apabila …. A. bidang usahanya mengerahkan dana masyarakat B. menerbitkan surat pengakuan utang C. merupakan perseroan terbuka D. semua benar 14) Seseorang yang dapat diangkat menjadi anggota Direksi harus memenuhi syarat …. A. mampu melaksanakan perbuatan hukum B. sudah berusia 21 tahun atau lebih C. tidak ditaruh di bawah pengampuan D. tidak berada di dalam penjara 15) Dalam melaksanakan tugasnya Direksi mempunyai kewajiban antara lain untuk … A. membuat daftar pemegang saham B. memelihara daftar pemegang saham C. membuat risalah RUPS D. semua benar 16) Kewajiban Komisaris dalam suatu perseroan adalah …. A. mengawasi kebijaksanaan Direksi dalam menjalankan perseroan B. memberi nasihat kepada Direksi dalam menjalankan perseroan C. melaporkan kepemilikan sahamnya kepada perseroan D. semua benar 17) Akibat dari penggabungan dua perseroan adalah …. A. ada perseroan yang tetap eksis dan ada perseroan yang bubar B. kedua perseroan bubar dan mendirikan perseroan baru C. kedua perseroan tetap eksis, tetapi yang satu menguasai saham atas yang lainnya D. kedua perseroan tetap eksis, dan mereka mendirikan perseroan baru

3.80

Hukum Bisnis 

18) Akibat dari peleburan dari dua perseroan adalah …. A. ada perseroan yang tetap eksis dan ada perseroan yang bubar B. kedua perseroan bubar dan mendirikan perseroan baru C. kedua perseroan tetap eksis, tetapi yang satu menguasai saham atas yang lainnya D. kedua perseroan tetap eksis, dan mereka mendirikan perseroan baru 19) Pemeriksaan terhadap perseroan dapat dilakukan apabila terdapat dugaan bahwa …. A. anggota Direksi melakukan perbuatan melawan hukum B. anggota Direksi melakukan tindak kejahatan C. anggota Komisaris melakukan perbuatan melawan hukum D. perseroan melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan pemegang saham 20) Perseroan dapat bubar karena …. A. direksi tidak mampu menjalankan perseroan B. komisaris tidak melaksanakan tugasnya dengan baik C. penetapan Pengadilan D. perseroan melakukan perbuatan melawan hukum Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 2 yang terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar. Kemudian, gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 2.

Tingkat penguasaan =

Jumlah Jawaban yang Benar

 100%

Jumlah Soal Arti tingkat penguasaan: 90 - 100% = baik sekali 80 - 89% = baik 70 - 79% = cukup < 70% = kurang Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat meneruskan dengan modul selanjutnya. Bagus! Jika masih di bawah 80%, Anda harus mengulangi materi Kegiatan Belajar 2, terutama bagian yang belum dikuasai.

3.81

 EKMA4316/MODUL 3

Kunci Jawaban Tes Formatif Tes Formatif 1 1) C. 2) D. 3) C. 4) D. 5) D. 6) D. 7) C. 8) A. 9) D. 10) C.

11) 12) 13) 14) 15) 16) 17) 18) 19) 20)

D. D. B. A. C. A. B. B. D. D.

Tes Formatif 2 1) D. 2) C. 3) A. 4) D. 5) D. 6) D. 7) B. 8) B. 9) A. 10) B.

11) 12) 13) 14) 15) 16) 17) 18) 19) 20)

B. C. D. A. D. D. A. B. D. C.

3.82

Hukum Bisnis 

Daftar Pustaka Amanat, Anisitus. (1996). Pembahasan Undang-Undang Perseroan Terbatas 1995 dan Penerapannya dalam Akta Notaris. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Kansil, C.S.T. (1992). Hukum Perusahaan Indonesia. Jakarta: Pradnya Paramita. Muhammad, Abdulkadir. (1999). Hukum Perusahaan Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti. Purwosutjipto. (1986). Hukum Dagang Indonesia 2, Bentuk-bentuk Perusahaan. Jakarta: Djambatan. Rai Widjaya, I. G. (2000). Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas. Jakarta: Megapoin. Rudhi Prasetya. (1995). Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Modul 4

Hukum Hak Kekayaan Intelektual dan Hukum Perbankan Prof. Dr. Nindyo Pramono, S.H., M.S.

PE NDAHUL UA N

M

odul 4 ini merupakan kelanjutan dari Modul 3 yang akan memberikan pengetahuan mengenai perlindungan hukum atas kekayaan intelektual di bidang ilmu pengetahuan, seni, sastra maupun teknologi, yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan bangsa dan negara dan selanjutnya memberikan pengetahuan mengenai hubungan hukum yang timbul dalam menjalankan bank, sehingga kita mempunyai pemahaman dan pengertian yang menyeluruh tentang bank. Pada Kegiatan Belajar 1 akan dibahas tentang pengertian Hak Kekayaan Intelektual (HKI), sejarah HKI, dan bidang-bidang HKI. Sementara itu, pada Kegiatan Belajar 2 akan dibahas mengenai pengertian perbankan, jenis dan usaha bank dan kepemilikan bank umum. Setelah mempelajari modul ini, diharapkan Anda dapat menjelaskan tentang: 1. pengertian Hak Kekayaan Intelektual (HKI); 2. sejarah HKI; 3. hak Cipta; 4. hak Merek; 5. hak Paten; 6. pengertian Perbankan; 7. jenis dan Usaha Bank; 8. kepemilikan Bank Umum.

4.2

Hukum Bisnis 

Kegiatan Belajar 1

Hukum Hak Kekayaan Intelektual A. PENGERTIAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL (HKI) Hak Kekayaan Intelektual (selanjutnya disingkat HKI) atau yang sering diterjemahkan dengan Intellectual Property Rights (IPR) adalah hak yang timbul dari hasil olah pikir otak manusia, melalui daya cipta, karsa, dan rasanya, berupa karya-karya di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra ataupun teknologi yang berguna untuk manusia. Pada dasarnya HKI adalah hak untuk menikmati secara ekonomis hasil dari suatu kreativitas intelektual.1 HKI merupakan kekayaan pribadi yang dapat dimiliki dan diperlakukan sama dengan bentuk-bentuk kekayaan lainnya. Misal, kekayaan intelektual dapat diperjualbelikan seperti sebuah buku. HKI juga dapat disewakan selama jangka waktu tertentu, yang di dalamnya pihak penyewa wajib membayar sejumlah uang kepada pihak yang menyewakan hak tersebut untuk mempergunakan kekayaan intelektual tersebut. Hal-hal yang dapat dilindungi dengan HKI meliputi karya seni, fotografi, musik, rekaman suara, film, novel, piranti lunak dan piranti keras komputer, situs internet, desain untuk barang-barang yang diproduksi secara massal, makhluk hidup hasil rekayasa genetika, obat-obatan baru, rahasia dagang, pengetahuan teknik, karakter serta merek.2 B. SEJARAH HKI Pertama kali pada tanggal 20 Maret 1883 di Paris, Perancis, Negaranegara di dunia berhasil menyepakati perlindungan terhadap HKI yang bersifat Internasional, yaitu dengan disahkan Paris Convention or the Protection of Industrial Property (juga disebut dengan The Paris Union atau 1

Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual bekerja sama dengan EC-ASEAN Intellectual Property Rights Co-operation Programme, (2006), Buku Panduan Hak Kekayaan Intelektual, Jakarta, hlm.7 2

Tim Lindsey, et al. 2005, Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, Bandung: Alumni, hlm.3.

 EKMA4316/MODUL 4

4.3

Paris Convention). Pada dasarnya, Paris Convention mengatur perlindungan hak milik perindustrian yang meliputi hak invensi atau paten (inventions atau patents), model dan rancang bangun (utility models), desain industri (industrial design), merek dagang (trademarks), merek jasa (service mark), dan persaingan curang (unfair competition). Kemudian, pada tahun 1886, menyusul kesepakatan perlindungan hak cipta, dengan disahkan Bern Convention for the Protection of Literary and Artistic Works ( disebut pula dengan The Bern Union atau The Bern Convention). Secara prinsip, The Bern Conventin mengatur karya kesusasteraan dan kesenian (literary and artistic works), yang meliputi semua karya yang dihasilkan dalam bidang kesusasteraan, kesenian, dan ilmu pengetahuan.3 Untuk menangani dan mengurus hal-hal yang berkenaan dengan perlindungan hak milik perindustrian dan hak cipta tersebut, Perserikatan Bangsa-Bangsa membentuk lembaga internasional yang bernama World Intellectual Property Organization (WIPO), yang pembentukannya dilakukan pada tanggal 14 Juli 1967 di Stockholm berdasarkan Convention Establishing the World Intellectual Property Organization. Selain mengurus kerja sama administrasi pembentukan perjanjian atau traktat internasional dalam rangka perlindungan HKI, WIPO juga bertugas mengembangkan dan melindungi HKI di seluruh dunia, melakukan kerja sama di antara negara-negara di dunia dan organisasi internasional lainnya. Berkaitan dengan tugas terakhirnya, WIPO mendorong pembuatan perjanjian atau traktat internasional yang baru dan memordenisasi legislasi nasional, memberikan bantuan teknik kepada negara-negara berkembang, mengumpulkan dan menyebarluaskan informasi, memberikan bantuan pelayanan guna menyediakan fasilitas untuk memperoleh perlindungan terhadap paten, merek dan desain industri yang diperlukan oleh Negara-negara yang mengembangkan kerja sama administrative di antara Negara-negara anggota WIPO. Pada Desember 1974, WIPO ditetapkan sebagai lembaga khusus (specialized agency) dari PBB. Undang-Undang HKI yang pertama kali berlaku di Indonesia adalah produk hukum Belanda, yang dialihkan dan diterapkan di Indonesia oleh pemerintah kolonial Belanda selama masa penjajahan. Belanda kemudian juga menjadi anggota Konvensi Paris dan Konvensi Bern atas nama daerahdaerah jajahannya. Pemerintah kolonial Belanda menerapkan sistem hukum yang pluralistis di Indonesia. Hukum Belanda berlaku juga warga Eropa dan 3

Otto Hasibuan, 2008, Hak Cipta di Indonesia, Tinjauan Khusus Hak Cipta Lagu, Neighbouring Rigts, dan Collecting Society, Bandung: Alumni, hlm.22

4.4

Hukum Bisnis 

Asia. Sementara hukum adat sendiri digunakan bagi masyarakat pribumi kecuali beberapa hal yang mencakup mereka semua atau manakala hukum adat dianggap bertentangan dengan prinsip keadilan barat yang telah diakui. Hukum adat sendiri tidak mengakui keberadaan HKI, sehingga kebanyakan masyarakat Indonesia jarang atau sama sekali tidak berurusan dengan hukum HKI tersebut, kecuali UU Merek.4 Perangkat hukum tersebut serta keanggotaan dalam kedua konvensi internasional di atas tetap berlanjut setelah proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, konstitusi pertama dan paling lama digunakan di Indonesia hingga saat ini, mengatur bahwa seluruh lembaga dan peraturan perundangundangan tetap berlaku dan berfungsi sebagaimana mestinya sampai dibentuk lembaga atau dikeluarkan aturan yang baru. Tidak ada alternatif lain yang bisa dilakukan, Indonesia tidak bias begitu saja menghapus sistem hukum Belanda dan seluruh perangkat aturannya, sementara untuk melakukan penggantian secara cepat merupakan sesuatu mustahil khususnya mengingat situasi pada saat itu.5 Dengan demikian, pemberlakuan dan pewarisan hukum HKI Belanda di Indonesia tidak dilakukan dengan sengaja atau karena pilihan bangsa Indonesia sendiri, tetapi lebih disebabkan oleh campur tangan pemerintah kolonial dan kebutuhan praktis. Mengenai status UU Paten kolonial sendiri menimbulkan banyak perdebatan. Para pakar hukum banyak yang menganggap UU tersebut melanggar kedaulatan Indonesia karena mensyaratkan pemeriksaan paten hanya dapat dilaksanakan di Belanda, sehingga akhirnya UU tersebut tidak dapat diterima dan kemudian tidak diberlakukan lebih lama.6 Kembali mengenai WIPO, pemerintah Indonesia sudah meratifikasi Convention Establishing the World Intellectual Property Organization pada tahun 1979 dengan Keputusan Presiden No. 24 Tahun 1979. Keputusan Presiden tersebut telah diubah dengan Keputusan Presiden No. 15 Tahun 1997 dan dengan Keputusan Presiden ini pula pemerintah Indonesia meratifikasi Paris Convention. Jadi, sejak tahun 1979 Indonesia telah ikut serta sebagai anggota WIPO sehingga harus tunduk pada ketentuan-ketentuan yang disepakati oleh WIPO.

4

Tim Linsey, dkk., Op. Cit, hlm. 65. Ibid, hlm. 66. 6 Ibid. 5

 EKMA4316/MODUL 4

4.5

Permasalahan HKI telah diatur dalam Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan WTO) yang salah satu bagiannya membahas perumusan mengenai aspek-aspek perdagangan HKI, yang dikenal dengan Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights atau TRIPs Agreement tahun 1994. Perjanjian TRIPs dimaksudkan untuk menyeragamkan perlindungan terhadap HKI (asing) di suatu Negara. Sejak Indonesia menandatangani Persetujuan Pembentukan WTO yang mencakup pula Perjanjian TRIPs, Indonesia dituntut untuk segera meratifikasi berbagai konvensi internasional mengenai HKI serta memperbaharui peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan HKI. Pada tanggal 7 Mei 1197, Presiden RI mengeluarkan 5 Keputusan Presiden yang mengesahkan berbagai konvensi internasional. Selain Keputusan Presiden No. 15 Tahun 1997 tentang Perubahan Keputusan Presiden No. 24 Tahun 1979 tentang Pengesahan Paris Convention For The Protection of Industrial Property and Convention Establishing the World Intellectual Property Organization, sebagaimana telah diuraikan di atas, 4 Keppres lainnya adalah berikut ini. 1. Keputusan Presiden No. 16 Tahun 1997 tentang pengesahan Paten Cooperation Treaty (PCT) And Regulation Under The PCT; 2. Keputusan Presiden No. 17 Tahun 1997 tentang pengesahan Bern Convention For Protection of Literary And Artistic Works; 3. Keputusan Presiden No. 18 Tahun 1997 tentang pengesahan WIPO Copyright Treaty; 4. Keputusan Presiden No. 19 Tahun 1997 tentang pengesahan Trademark Law Treaty. 5. Untuk memenuhi tuntutan TRIPs, pada saat yang bersamaan dengan peratifikasian berbagai konvensi internasional tersebut, Presiden RI juga telah mengesahkan 3 undang-undang yang memperbaharui Undangundang sebelumnya di bidang HKI, yaitu Undang-Undang No. 12 Tahun 1997 tentang Hak Cipta, Undang-Undang No. 13 Tahun 1997 tentang Paten, Undang-Undang No. 14 Tahun 1997 tentang Merek. Akan tetapi, setelah beberapa tahun kemudian, ketiga Undang-undang tersebut telah mengalami perubahan, yaitu menjadi Undang-Undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten, Undang-Undang No. 14 Tahun 2001 tentang Merk, Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.

4.6

Hukum Bisnis 

C. BIDANG-BIDANG HKI Secara garis besar HKI dikelompokkan menjadi 2 bagian, adalah sebagai berikut. 1. Hak cipta (copyright); 2. Hak kekayaan industry (industrial property rights), yang meliputi: a) paten; b) merek; c) desain Industri; d) desain Tata Letak Sirkuit Terpadu; e) rahasia Dagang; f) varietas Tanaman. Dalam bab ini akan dibahas 3 (tiga) bidang HKI, yaitu hak cipta, merek dan paten, yang diuraikan di bawah ini. 1. a.

Paten Definisi paten Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 14 tahun 2001 tentang Paten, Paten ialah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya. Definisi serupa juga diberikan oleh WIPO sebagai berikut. A Patent is a legally enforceable right granted by virtue of a law to a person to exclude, for a limited time, others from certain acts in relation to describe a new invention; the privilege is granted by a government authority as a matter of right to the person who is entitled to apply for it and who fulfills the prescribed condition. Berdasarkan definisi di atas, terdapat 4 (empat) unsur utama dalam paten, yaitu: 1) hak eksklusif, 2) invensi di bidang teknologi, 3) selama waktu tertentu (terbatas), 4) hak untuk mengalihkan kepada pihak lain.

 EKMA4316/MODUL 4

4.7

b.

Lingkup paten Menurut Pasal 2 Undang-Undang No. 14 Tahun 2001, Paten diberikan untuk invensi yang baru dan mengandung langkah inventif serta dapat diterapkan dalam Industri. Ketentuan mengenai invensi yang baru diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang No. 14 Tahun 2001, yang berbunyi sebagai berikut. 1) Suatu invensi dianggap baru jika invensi yang diajukan paten tersebut tidak sama dengan teknologi yang diungkapkan sebelumnya. Dalam Penjelasan Pasal 3 ayat (1), yang dimaksud tidak sama di sini adalah bukan sekedar beda tetapi harus dilihat sama atau tidak samanya fungsi ciri teknis (features) invensi tersebut dengan ciri teknis invensi sebelumnya. 2) Teknologi yang dianggap sebelumnya, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah teknologi yang telah diumumkan di Indonesia atau di luar Indonesia dalam suatu tulisan, uraian lisan atau melalui peragaan, atau dengan cara lain yang memungkinkan seorang ahli untuk melaksanakan invensi tersebut sebelum: a) tanggal penerimaan; atau b) tanggal prioritas. 3) Teknologi yang diungkapkan sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup dokumen Permohonan yang diajukan di Indonesia yang dipublikasikan pada atau setelah Tanggal Penerimaan yang pemeriksaan substantifnya sedang dilakukan, tetapi Tanggal Penerimaan tersebut lebih awal dari pada Tanggal Penerimaan atau Tanggal Prioritas Permohonan. Selanjutnya, ketentuan mengenai invensi mengandung langkah inventif dijelaskan sebagai berikut. 1) Suatu invensi mengandung langkah inventif jika invensi tersebut bagi seseorang yang mempunyai keahlian tertentu di bidang teknik merupakan hal yang tidak dapat diduga sebelumnya. 2) Penilaian bahwa suatu invensi merupakan hal yang tidak dapat diduga sebelumnya harus dilakukan dengan memperhatikan keahlian yang ada pada saat Permohonan diajukan atau yang telah ada pada saat diajukan permohonan pertama dalam hal Permohonan itu diajukan dengan Hak Prioritas.

4.8

Hukum Bisnis 

Selain itu, invensi juga dapat diterapkan dalam industri. Suatu invensi dapat diterapkan dalam industri jika invensi tersebut dapat di produksi dalam jumlah yang besar, dengan kata lain berskala industri. Beberapa invensi yang tidak dapat diajukan permohonan patennya, antara lain: 1) proses atau produk yang pengumuman dan penggunaan atau pelaksanaannya bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, ketertiban umum, atau kesusilaan; 2) metode pemeriksaan, perawatan, pengobatan dan/atau pembedahan yang diterapkan terhadap manusia dan/atau hewan; 3) teori dan metode di bidang ilmu pengetahuan dan matematika; atau 4) semua makhluk hidup, kecuali jasad renik dan; proses biologis yang esensial untuk memproduksi tanaman atau hewan, kecuali proses nonbiologis atau proses mikrobiologis.7 Berdasarkan Pasal 4 Undang-undang No. 14 Tahun 2001, suatu invensi yang dipertunjukkan dalam suatu pameran internasional di Indonesia atau di luar negeri tidaklah dianggap sebagai hal yang telah diumumkan, juga dengan penggunaan invensi di Indonesia oleh inventornya dalam rangka percobaan dengan tujuan penelitian dan pengembangan. Hal itu tidak dianggap pengumuman sebagaimana dimaksud oleh Pasal 3 Undang-Undang No. 14 Tahun 2001, dengan syarat setelah mengadakan pameran atau menggunakan invensi tersebut untuk penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 6 bulan, inventor tersebut harus sudah mendaftarkan invensinya. Jangka waktu tersebut dihitung sebelum Tanggal Penerimaan. Selain itu, invensi juga tidak dianggap telah diumumkan apabila dalam jangka waktu 12(dua belas) bulan sebelum Tanggal Penerimaan, ternyata ada pihak lain yang mengumumkan dengan cara melanggar kewajiban untuk menjaga kerahasiaan invensi tersebut. c.

Subjek paten Yang berhak memperoleh Hak Paten adalah inventor atau yang menerima lebih lanjut hak inventor . Dengan kata lain, bahwa hanya inventor atau yang menerima lebih lanjut hak inventor berhak memperoleh Hak Paten 7

Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual bekerja sama dengan EC-ASEAN Intellectual Property Rights Co-operation Programme, Op. Cit, hlm. 25.

 EKMA4316/MODUL 4

4.9

atas invensi bersangkutan. Invensi lahir karena pekerjaan kedinasan, kontrak kerja, dan sebagainya. Penentuan yang menjadi pemilik Hak Paten telah diatur dalam Undang-undang No. 14 Tahun 2001 Pasal 11 sampai dengan Pasal 15 yang intinya adalah jika suatu invensi dihasilkan bersama-sama, maka yang berhak menerima Paten adalah mereka secara bersama-sama. Berkaitan dengan perjanjian kerja maka yang berhak memperoleh Paten atas suatu invensi adalah orang yang memberikan pekerjaan itu, kecuali jika ada perjanjian lain sebelumnya. Paten pada dasarnya merupakan perlindungan hukum bagi penemu atas invensinya yang diberikan untuk jangka waktu tertentu. Sebagai hak eksklusif, hak Paten melarang orang lain untuk tanpa persetujuan dari Pemegang Hak Paten melaksanakan atau melakukan tindakan lainnya yang bersifat pengambilan manfaat ekonomi dari suatu invensi. Oleh karenanya unsur yang terpenting terletak pada aspek perlindungan hukum terhadap pemanfaatan hak tersebut secara menyeluruh dan utuh. Mengacu kepada ketentuan Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001, jangka waktu perlindungan hak Paten ditentukan selama 20 (dua puluh) tahun terhitung sejak tanggal penerimaan pendaftaran paten dan jangka waktu itu tidak dapat diperpanjang. Sementara itu, jangka waktu Paten Sederhana sebagaimana diatur dalam Pasal 9, jangka waktu perlindungannya yaitu selama 10 (sepuluh) tahun dan juga tidak dapat di perpanjang. d.

Jenis paten Indonesia dalam ketentuan perundang-undangan ada 2 (dua) jenis Paten antara lain: 1) paten; dan 2) paten sederhana. Pasal 6 Undang-undang No. 14 Tahun 2001 menyebutkan bahwa setiap invensi berupa produk atau alat yang baru dan memiliki kegunaan praktis disebabkan oleh bentuk, konfigurasi, konstruksi, atau komponennya dapat memperoleh perlindungan hukum dalam bentuk Paten Sederhana. Suatu invensi diklasifikasikan ke dalam Paten Sederhana karena invensi yang di patenkan tersebut tidak melalui penelitian dan pengembangan yang mendalam.

4.10

e.

Hukum Bisnis 

Prosedur permohonan paten Paten diberikan berdasarkan permohonan dari satu atau beberapa orang penemu(inventors), demikian menurut Pasal 20. Negara memberikan Paten atas suatu penemuan setelah melalui pengujian bentuk penemuan tersebut, apakah penemuan itu patut diberikan Paten, apakah penemuan tersebut mempunyai suatu kebulatan, dan bagaimana hakikat dari penemuan tersebut untuk mendapatkan Paten, serta apakah Paten tersebut telah memenuhi syarat. Kemudian Pasal 21-nya menyatakan bahwa setiap permohonan hanya dapat diajukan untuk satu invensi atau beberapa invensi yang merupakan satu kesatuan invensi. Yang dimaksud dengan satu kesatuan invensi adalah beberapa invensi yang baru dan masih memiliki keterkaitan langkah inventif yang erat. Misalnya, suatu invensi berupa alat tulis yang baru dengan tinta baru. Dalam kasus tersebut jelas bahwa tinta tersebut merupakan satu invensi yang baru sehingga alat tulis dan tintanya tersebut dapat diajukan dalam satu Permohonan, demikian Penjelasan Pasal 21. Pada dasarnya, permohonan paten harus diajukan oleh inventor dan disertai dengan membayar biaya permohonan kepada Direktorat Jenderal HKI. Dalam hal permohonan tidak diajukan oleh inventor atau diajukan oleh pemohon yang bukan inventor, menurut Pasal 23, permohonan tersebut harus disertai pernyataan yang dilengkapi bukti yang cukup bahwa ia berhak atas invensi yang bersangkutan dan inventor dapat meneliti surat permohonan dimaksudkan untuk melindungi inventor dari kemungkinan yang merugikannya. Pemohon yang bukan inventor di sini adalah pihak lain yang menerima pengalihan invensi dari inventor. Sedangkan bukti yang cukup tersebut, misalnya dapat berupa pernyataan dari perusahaan bahwa inventor adalah karyawannya atau pengalihan invensi dari inventor kepada perusahaan tempat bekerja. Menurut Pasal 25 Undang-Undang Paten 2001, permohonan paten selain diajukan sendiri, dapat pula diajukan oleh kuasanya, yakni konsultan HKI yang telah terdaftar di Direktorat Jenderal HKI. Konsultan HKI tersebut berkewajiban untuk menjaga kerahasiaan invensi dan seluruh dokumen permohonan sampai dengan tanggal diumumkannya permohonan yang bersangkutan. Untuk permohonan yang diajukan oleh inventor yang berdomisili di luar negeri atau tidak berdomisili atau tidak berkedudukan tetap di wilayah Negara Republik Indonesia diatur dalam Pasal 26 juncto Pasal 25 ayat (2)

 EKMA4316/MODUL 4

4.11

Undang-Undang Paten 2001 yang menyatakan bahwa permohonan yang demikian harus diajukan melalui konsultan HKI yang telah terdaftar di Indonesia. Sehubungan dengan hal ini, inventor harus menyatakan dan memilih domisili atau kedudukan hukum di Indonesia untuk kepentingan permohonan tersebut. Pengajuan permohonan paten dapat juga melalui cara sebagai berikut. 1) Permohonan Paten dengan Hak Prioritas Pasal 27 menyatakan bahwa permohonan dengan menggunakan Hak Prioritas sebagaimana diatur dalam Paris Convention for Protection Of Industrial Property harus diajukan paling lama 12 (dua belas) bulan terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan Paten yang pertama kali diterima di negara manapun yang juga ikut serta dalam konvensi tersebut atau yang menjadi anggota Agreement Establishing the World Trade Organization. Dengan tetap memperhatikan ketentuan dalam Undang-undang ini mengenai syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam Permohonan, Permohonan dengan Hak Prioritas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilengkapi dokumen prioritas yang disahkan oleh pejabat yang berwenang di negara yang bersangkutan paling lama 16 (enam belas) bulan terhitung sejak tanggal prioritas. Hak Prioritas adalah hak Pemohon untuk mengajukan permohonan yang berasal dari negara yang tergabung dalam Paris Convention for the Protection of Industrial Property atau Agreement Establishing the World Trade Organization untuk memperoleh pengakuan bahwa tanggal penerimaan di negara asal merupakan tanggal prioritas di negara tujuan yang juga merupakan peserta konvensi.8 2) Permohonan Paten melalui PCT Pasal 109 Undang-undang Paten 2001 menyatakan bahwa permohonan paten dapat diajukan melalui Patent Cooperation Treaty (Traktat Kerja sama Paten), yang ketentuannya lebih lanjut diatur dengan Peraturan Pemerintah, ketentuan Pasal 109 ini dimaksudkan untuk memberikan kemudahan dan kecepatan kepada seorang pemohon di Indonesia dalam mengajukan permohonan patennya ke beberapa negara lain yang juga merupakan anggota atau peserta PCT, dan sebaliknya pemohon yang

8

Ibid, hlm. 23.

4.12

Hukum Bisnis 

berasal dari negara lain yang juga merupakan anggota atau peserta PCT dapat dengan mudah dan cepat mengajukan permohonannya ke Indonesia. f.

Persyaratan formal permohonan paten Persyaratan formal pengajuan permohonan paten diatur dalam Pasal 24, yang menyatakan bahwa permohonan paten harus diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia yang memuat: 1) tanggal, bulan, dan tahun permohonan; 2) alamat lengkap dan alamat jelas pemohon; 3) nama lengkap dan kewarganegaraan Inventor; 4) nama dan alamat lengkap kuasa apabila permohonan diajukan melalui kuasa; 5) surat kuasa khusus, dalam hal permohonan untuk dapat diberi paten; 6) pernyataan permohonan untuk dapat diberi paten; 7) judul invensi; 8) klaim yang terkandung dalam invensi. Klaim adalah bagian dari permohonan yang menggambarkan inti invensi yang dimintakan perlindungan hukum, yang harus diuraikan secara jelas dan harus didukung oleh deskripsi; 9) deskripsi tentang invensi, yang secara lengkap memuat keterangan tentang cara melaksanakan invensi; 10) gambar teknik yang disebutkan dalam deskripsi yang diperlukan untuk memperjelas invensi; dan 11) abstrak invensi, yaitu ringkasan dari deskripsi yang menggambarkan inti invensi. 2.

Merek Merek diatur dalam Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek yang menggantikan Undang-undang No. 14 Tahun 1997. Pengundangan Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 diperlukan untuk memberikan peningkatan layanan bagi masyarakat. Dalam era perdagangan global, sejalan dengan konvensi-konvensi internasional yang telah diratifikasi Indonesia, peranan Merek menjadi sangat penting, terutama dalam menjaga persaingan usaha yang sehat. Segala sesuatu mengenai merek akan diuraikan di bawah ini.

 EKMA4316/MODUL 4

4.13

a.

Definisi Merek Menurut Pasal 1 butir 1, merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. Tanda dianggap tidak memiliki daya pembeda apabila tanda tersebut terlalu sederhana seperti satu tanda garis atau satu tanda titik, ataupun terlalu rumit sehingga tidak jelas.

b.

Jenis Merek Menurut Pasal 2, merek meliputi merek barang dan merek jasa. Merek Dagang adalah Merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersamasama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya. Merek Jasa adalah Merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya.

c.

Hak atas Merek Hak atas Merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada pemilik Merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri Merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya.

d.

Persyaratan Itikad Baik Agar pemilik merek memperoleh hak eksklusif atas merek dan mendapatkan perlindungan hukum, maka pemilik merek yang beritikad baik dapat mendapatkan mereknya kepada pemerintah. Namun, merek tidak dapat didaftarkan, jika mengandung unsur-unsur: 1) bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban umum; 2) tidak memiliki daya pembeda; 3) telah menjadi milik umum; atau 4) merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya.

4.14

Hukum Bisnis 

Permohonan, menurut Pasal 6, harus ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila Merek tersebut: 1) mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek milik pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang dan/atau jasa yang sejenis; 2) mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis; 3) mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan indikasi- geografis yang sudah dikenal. 4) merupakan atau menyerupai nama orang terkenal, foto, atau nama badan hukum yang dimiliki orang lain, kecuali atas persetujuan tertulis dari yang berhak; 5) merupakan tiruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera, lambang atau simbol atau emblem negara atau lembaga nasional maupun internasional, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang; 6) merupakan tiruan atau menyerupai tanda atau cap atau stempel resmi yang digunakan oleh negara atau lembaga Pemerintah, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang. e.

Permohonan Pendaftaran Merek Syarat dan tata cara permohonan merek diatur dalam Pasal 7 dan Pasal 8, yang secara lengkap berbunyi sebagai berikut. Pasal 7 (1) Permohonan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Direktorat Jenderal dengan mencantumkan: a) tanggal, bulan, dan tahun; b) nama lengkap, kewarganegaraan, dan alamat Pemohon; c) nama lengkap dan alamat Kuasa apabila Permohonan diajukan melalui Kuasa; d) warna-warna apabila merek yang dimohonkan pendaftarannya menggunakan unsur-unsur warna; e) nama negara dan tanggal permintaan Merek yang pertama kali dalam hal Permohonan diajukan dengan Hak Prioritas. (2) Permohonan ditandatangani Pemohon atau Kuasanya.

 EKMA4316/MODUL 4

4.15

(3) Pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat terdiri dari satu orang atau beberapa orang secara bersama, atau badan hukum. (4) Permohonan dilampiri dengan bukti pembayaran biaya. (5) Permohonan diajukan oleh lebih dari satu Pemohon yang secara bersama-sama berhak atas Merek tersebut, semua nama Pemohon dicantumkan dengan memilih salah satu alamat sebagai alamat mereka. (6) Dalam hal Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Permohonan tersebut ditandatangani oleh salah satu dari Pemohon yang berhak atas Merek tersebut dengan melampirkan persetujuan tertulis dari para Pemohon yang mewakilkan. (7) Dalam hal Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diajukan melalui Kuasanya, surat kuasa untuk itu ditandatangani oleh semua pihak yang berhak atas Merek tersebut. (8) Kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (7) adalah Konsultan Hak Kekayaan Intelektual. Pasal 8 (1) Permohonan untuk 2 (dua) kelas barang atau lebih dan/atau jasa dapat diajukan dalam satu Permohonan. (2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menyebutkan jenis barang dan/atau jasa yang termasuk dalam kelas yang dimohonkan pendaftarannya. f.

9

Hak Prioritas untuk pemohon yang terdaftar di negara lain Sesuai perjanjian internasional, seseorang yang mengajukan permohonan untuk mendaftarkan sebuah merek di negara yang telah menandatangani perjanjian internasional dapat diberikan hak prioritas. Hal ini berarti bahwa orang tersebut diperbolehkan mendahului orang lain yang mendaftar merek tersebut di Indonesia dengan ketentuan bahwa pendaftar awal mengajukan pendaftaran merek itu di Indonesia dalam jangka waktu 6 bulan sejak permohonan awal di negara anggota yang lain, demikian ketentuan Pasal 11.9

Tim Lindsey, et al. Op. Cit, hlm. 143.

4.16

g.

Hukum Bisnis 

Pemeriksaan Substantif Direktorat Jenderal melakukan pemeriksaan substantif terhadap Permohonan Pendaftaran Merek dengan ketentuan sebagai berikut. Pasal 18 (1) Dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak Tanggal Penerimaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, Direktorat Jenderal melakukan pemeriksaan substantif terhadap Permohonan. (2) Pemeriksaan substantif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan ketentuan Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6. (3) Pemeriksaan substantif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselesaikan dalam waktu paling lama 9 (sembilan) bulan.

h.

Jangka Waktu Perlindungan Merek Merek terdaftar mendapat perlindungan hukum untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak Tanggal Penerimaan dan jangka waktu perlindungan itu dapat diperpanjang. Pemilik merek harus mengajukan perpanjangan 12 bulan sebelum merek tersebut berakhir (Pasal 35 ayat). Merek akan diperpanjang masa berlakunya hanya jika pemilik merek masih memakai merek tersebut dalam perdagangan barang dan/atau jasa (Pasal 36 huruf a dan huruf b).

i.

Pengalihan Merek Pasal 40 menyatakan bahwa merek dapat dialihkan dengan cara: 1) pewarisan; 2) wasiat; 3) hibah; 4) perjanjian; atau 5) sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundangundangan.

j.

Lisensi Merek Merek dapat dilisensikan kepada pihak lain dengan ketentuan sebagai berikut.

 EKMA4316/MODUL 4

4.17

Pasal 43 (1) Pemilik Merek terdaftar berhak memberikan Lisensi kepada pihak lain dengan perjanjian bahwa penerima Lisensi akan menggunakan Merek tersebut untuk sebagian atau seluruh jenis barang atau jasa. (2) Perjanjian Lisensi berlaku di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia, kecuali bila diperjanjikan lain, untuk jangka waktu yang tidak lebih lama dari jangka waktu perlindungan Merek terdaftar yang bersangkutan. (3) Perjanjian Lisensi wajib dimohonkan pencatatannya pada Direktorat Jenderal dengan dikenai biaya dan akibat hukum dari pencatatan perjanjian Lisensi berlaku terhadap pihak-pihak yang bersangkutan dan terhadap pihak ketiga. (4) Perjanjian Lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dicatat oleh Direktorat Jenderal dalam Daftar Umum Merek dan diumumkan dalam Berita Resmi Merek. Pasal 44 Pemilik Merek terdaftar yang telah memberikan Lisensi kepada pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1) tetap dapat menggunakan sendiri atau memberikan Lisensi kepada pihak ketiga lainnya untuk menggunakan Merek tersebut, kecuali bila diperjanjikan lain. Pasal 45 Dalam perjanjian Lisensi dapat ditentukan bahwa penerima Lisensi bisa memberi Lisensi lebih lanjut kepada pihak ketiga. k.

Pelanggaran Merek Pelanggaran merek diatur dalam Pasal 76 dan Pasal 77 Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 sebagai berikut. Pasal 76 (1) Pemilik Merek terdaftar dapat mengajukan gugatan terhadap pihak lain yang secara tanpa hak menggunakan Merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang atau jasa yang sejenis berupa:

4.18

Hukum Bisnis 

a) gugatan ganti rugi, dan/atau b) penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan Merek tersebut. (2) Gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Pengadilan Niaga. Pasal 77 Gugatan atas pelanggaran Merek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 dapat diajukan oleh penerima Lisensi Merek terdaftar baik secara sendiri maupun bersama-sama dengan pemilik Merek yang bersangkutan. 3.

Hak Cipta Seseorang telah menghabiskan waktu beberapa tahun untuk menghasilkan dan mengembangkan karya kreatif guna memperkaya kehidupan manusia, seperti karya seni klasik, sastra klasik atau patung). Karya para pencipta tersebut perlu diakui dan diberi penghargaan, agar mereka termotivasi untuk terus mencipta karya-karya yang adiluhung.10 Bangsa Indonesia perlu memberi pengakuan dan penghargaan terhadap penulis, artis, pencipta perangkat lunak dan ciptaan lain untuk kepentingan manusia. Atas kepemilikan tersebut, hukum menjamin pencipta untuk menguasai dan menikmati secara khusus atas ciptaan tersebut. Perlindungan hukum ini diberikan kepada pemilik hak cipta baik secara individu maupun kelompok. Untuk kepentingan masyarakat, hukum membatasi penonjolan kepentingan individu. Hal ini dibuktikan dengan pengaturan HKI yang semakin menyeimbangkan kepentingan antara pemilik hak cipta dan masyarakat. a.

Sifat hak cipta Apabila kita membeli sebuah lukisan, kita adalah pemilik atas lukisan tersebut. Kita bebas menikmati gambar yang ada pada lukisan tersebut. Dengan kata lain, kita adalah pemilik dari gambar yang berada dalam lukisan. Pertanyaan yang muncul adalah di mana hak cipta atas lukisan tersebut? Hak cipta itu ada tetapi tidak nyata. Hak cipta memiliki bentuk tetapi tidak berujud. Lukisan, lagu, drama, buku dan sebagainya memiliki bentuk nyata, yang dapat dilihat, dibaca dan didengar. Semua itu merupakan karya 10

Ibid, hlm. 89.

 EKMA4316/MODUL 4

4.19

cipta bukan hak cipta. Hak cipta lahir setelah ada karya cipta yang memiliki bentuk, nyata atau berujud. Benda yang berujud seperti CD, kaset dan buku dapat musnah terbakar atau hilang, tetapi sampai kapan pun hak cipta atas komposisi musik untuk full orchestra yang termasyhur dari Mozart Symphony No. 40 dalam G minor tetap pada Mozart meskipun hak ekonomi atas karyanya sudah berakhir. Hal inilah kekhususan dari hak cipta sebagai benda yang tidak berujud (intangible goods), namun memiliki nilai yang tinggi dan dapat dipindahtangankan dengan cara pewarisan, hibah, wasiat, sebab-sebab yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan maupun perjanjian baik melalui jual beli atau pun lisensi (Pasal 3) UU No. 19 Tahun 2002. Oleh karena hak cipta merupakan intangible dan transferable asset, maka hak cipta dapat dijaminkan. b.

Definisi hak cipta Menurut Pasal 1 butir 1 UU No. 19 Tahun 2002, hak cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberi izin dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sebagai hak eksklusif, hak cipta semata-mata diperuntukkan bagi pemegangnya sehingga pemegang hak cipta dapat mencegah orang lain untuk meniru atau memperbanyak karyanya tanpa seizinnya. Berdasarkan Pasal 2 ayat (1), hak cipta berfungsi untuk melindungi hak Pencipta, khususnya untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya. Sesuai Pasal 1 angka 5, pengumuman adalah pembacaan, penyiaran, pameran, penjualan, pengedaran atau penyebaran suatu ciptaan dengan menggunakan alat apapun, termasuk media internet, atau melakukan dengan cara apapun sehingga suatu ciptaan dapat dibaca, didengar atau dilihat orang lain. Selanjutnya dalam angka 6-nya, perbanyakan adalah penambahan jumlah suatu Ciptaan, baik secara keseluruhan maupun sebagian yang sangat substansial dengan menggunakan bahan-bahan yang sama ataupun tidak sama, termasuk mengalihwujudkan secara permanen atau temporer. Sebagai hak eksklusif dari pencipta, kegiatan mengumumkan atau memperbanyak mencakup pula kegiatan terjemahan, adaptasi, aransemen, pengalihwujudan (penjelasan Pasal 2 ayat (1). Pencipta karya adaptasi atau pengalihwujudan memperoleh hak cipta atas karya adaptasinya tersebut.

4.20

Hukum Bisnis 

Di samping itu, hak cipta juga berfungsi sosial, yang ditegaskan dalam Pasal 2 ayat (1) yang berbunyi pembatasan menurut undang-undang. Hal ini berarti bahwa untuk kepentingan negara dan masyarakat, pengumuman dan perbayakan Ciptaan oleh pihak lain bukan pencipta tidak dianggap pelanggaran hak cipta sekalipun tanpa izin dari pencipta. Pada dasarnya, tidak ada hak atas suatu benda yang benar-benar bersifat absolut, bilamana kepentingan negara atau masyarakat membutuhkannya, maka pemegang hak harus memberikan kesempatan untuk menikmati benda atau ciptaan. c.

Pencipta dan pemegang hak cipta 1) Pencipta Berdasarkan Pasal 1, butir 2, yang dimaksud pencipta adalah seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya lahir suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi kecekatan, keterampilan atau keahlian yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi. Ada beberapa kriteria untuk menentukan seseorang sebagai pencipta berdasarkan UU No. 19 Tahun 1992, yaitu berikut ini. Pasal 5 ayat (1) Kecuali terbukti sebaliknya, yang dianggap sebagai pencipta adalah: a) orang yang namanya terdaftar dalam Daftar Umum Ciptaan pada Direktorat Jenderal, atau b) orang yang namanya disebut dalam Ciptaan atau diumumkan sebagai Pencipta pada suatu Ciptaan. Pasal 6 Jika suatu Ciptaan terdiri atas beberapa bagian tersendiri yang Penciptanya dua orang atau lebih, yang dianggap sebagai Pencipta ialah orang yang memimpin serta mengawasi penyelesaian seluruh Ciptaan itu, atau dalam hal tidak ada orang tersebut, yang dianggap sebagai Pencipta adalah orang yang menghimpunnya dengan tidak mengurangi Hak Cipta masing-masing atas bagian Ciptaannya itu. Pasal 7 Jika suatu Ciptaan yang dirancang seseorang diwujudkan dua orang atau lebih dan dikerjakan oleh orang lain di bawah pimpinan dan pengawasan

 EKMA4316/MODUL 4

4.21

orang yang merancang, Penciptanya adalah orang yang merancang Ciptaan itu. Pasal 8 (1) Jika suatu Ciptaan dibuat dalam hubungan dinas dengan pihak lain dalam lingkungan pekerjaannya, Pemegang Hak Cipta adalah pihak yang untuk dan dalam dinasnya Ciptaan itu dikerjakan, kecuali ada perjanjian lain antara kedua pihak dengan tidak mengurangi hak Pencipta apabila penggunaan Ciptaan itu diperluas sampai keluar hubungan dinas. (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku bagi Ciptaan yang dibuat pihak lain berdasarkan pesanan yang dilakukan dalam hubungan dinas. (3) Jika suatu Ciptaan dibuat dalam hubungan kerja atau berdasarkan pesanan, pihak yang membuat karya cipta itu dianggap sebagai Pencipta dan Pemegang Hak Cipta, kecuali apabila diperjanjikan lain antara kedua pihak. Pasal 9 Jika suatu badan hukum mengumumkan bahwa Ciptaan berasal dari padanya dengan tidak menyebut seseorang sebagai Penciptanya, badan hukum tersebut dianggap sebagai Penciptanya, kecuali jika terbukti sebaliknya. 2) Pemegang Hak Cipta Pemegang Hak Cipta, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1 butir 4, adalah Pencipta sebagai Pemilik Hak Cipta atau pihak lain yang menerima hak tersebut dari Pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut. Menurut UU No. 19 Tahun 2002, pihak lain dianggap sebagai pemegang hak cipta adalah: Pasal 10 (1) Negara memegang hak cipta atas karya peninggalan prasejarah, sejarah, dan benda budaya nasional lainnya. (2) Negara memegang hak cipta atas folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama, seperti cerita, hikayat, dongeng,

4.22

Hukum Bisnis 

legenda, babad, lagu, kerajinan tangan, koreografi, tarian, kaligrafi, dan karya seni lainnya. Pasal 11 (1) Jika suatu Ciptaan tidak diketahui Penciptanya dan Ciptaan itu belum diterbitkan, Negara memegang Hak Ciptaan tersebut untuk kepentingan Penciptanya. (2) Jika suatu Ciptaan telah diterbitkan tetapi tidak diketahui Penciptanya atau pada Ciptaan tersebut hanya tertera nama samaran Penciptanya, Penerbit memegang Hak Cipta atas Ciptaan tersebut untuk kepentingan Penciptanya; (3) Jika suatu Ciptaan telah diterbitkan tetapi tidak diketahui Penciptanya dan/atau Penerbitnya, Negara memegang Hak Cipta atas Ciptaan tersebut untuk kepentingan Penciptanya. d.

Ciptaan yang dilindungi Ciptaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 butir 3 adalah hasil setiap karya Pencipta yang menunjukkan keaslian dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni atau sastra. Suatu karya akan mendapatkan perlindungan melalui hak cipta bilamana karya tersebut mempunyai wujud yang nyata, bukan sekedar ide atau gagasan. Selain itu, karya tersebut harus memiliki bentuk yang khas, bersifat pribadi dan menunjukkan keaslian sebagai Ciptaan yang lahir berdasarkan kemampuan, kreativitas atau keahlian sehingga Ciptaan itu dapat dilihat, dibaca atau didengar. Berdasarkan Pasal 12 ayat (1), Ciptaan yang dilindungi adalah Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni atau sastra, yang mencakup: 1) buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain; 2) ceramah, kuliah pidato dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu; 3) alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan; 4) lagu atau musik dengan atau tanpa teks; 5) drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim; 6) seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan; 7) arsitektur; 8) peta;

 EKMA4316/MODUL 4

9) 10) 11) 12)

4.23

seni batik; fotografi; sinematografi; terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari hasil pengalihwujudan.

Kemudian Penjelasan Pasal 12 ayat (1) memberikan penjelasan tentang berbagai Ciptaan sebagai berikut. 1) Perwajahan karya tulis sebagaimana dimaksud dalam huruf a adalah karya cipta yang dikenal dengan typhographical arrangement, yaitu aspek seni pada susunan dan bentuk penulisan karya tulis, yang mencakup antara lain format, hiasan, warna dan susunan atau tata letak huruf indah yang secara keseluruhan menampilkan wujud yang khas. 2) Yang dimaksud dengan ciptaan lain yang sejenis sebagaimana dimaksud dalam huruf b adalah ciptaan-ciptaan yang belum disebutkan, tetapi dapat disamakan dengan ciptaan-ciptaan seperti ceramah, kuliah dan pidato. 3) Yang dimaksud dengan alat peraga sebagaimana dimaksud dalam huruf c adalah ciptaan yang berbentuk 2 atau 3 dimensi yang berkaitan dengan geografi, topografi, arsitektur, biologi atau ilmu pengetahuan lain. 4) Lagu atau musik sebagaimana dimaksud dalam huruf d diartikan sebagai karya yang bersifat utuh, sekalipun terdiri atas unsur lagu atau melodi, syair atau lirik, dan aransemennya termasuk notasi. Utuh adalah lagu atau musik tersebut merupakan suatu karya cipta. 5) Yang dimaksud gambar sebagaimana dimaksud dalam huruf e antara lain meliputi motif, diagram, sketsa, logo dan bentuk huruf indah, dan gambar tersebut dibuat bukan untuk tujuan desain industri. 6) Kolase sebagaimana dimaksud dalam huruf f adalah komposisi artistik yang dibuat dari berbagai bahan (misal dari kain, kertas, kayu) yang ditempelkan pada permukaan gambar. 7) Seni terapan sebagaimana dimaksud dalam huruf g yang berupa kerajinan tangan sejauh tujuan pembuatannya bukan untuk diproduksi secara massal merupakan suatu Ciptaan. 8) Arsitektur sebagaimana dimaksud dalam huruf h antara lain meliputi seni gambar bangunan, seni gambar miniatur dan seni gambar maket bangunan.

4.24

Hukum Bisnis 

9) Peta sebagaimana dimaksud dalam huruf i adalah suatu gambaran dari unsur-unsur alam dan/atau buatan manusia yang berada di atas ataupun di bawah permukaan bumi yang digambarkan pada suatu bidang datar dengan skala tertentu. 10) Pengalihwujudan sebagaimana yang dimaksud dalam huruf j adalah pengubahan bentuk, misalnya dari bentuk patung menjadi lukisan, cerita roman menjadi drama, drama menjadi sandiwara radio, dan novel menjadi film. Di samping Ciptaan yang dilindungi, dalam Pasal 13 diatur pula karya yang tidak dilindungi hak cipta adalah: 1) hasil rapat terbuka lembaga-lembaga negara; 2) peraturan perundang-undangan; 3) pidato kenegaraan atau pidato pejabat pemerintah; 4) putusan pengadilan atau penetapan hakim; 5) keputusan badan arbitrase atau keputusan badan-badan sejenis lainnya. e.

Pembatasan hak cipta Tidak semua peniruan hak cipta orang lain dianggap sebagai pelanggaran hak cipta, karena hak cipta selain berfungsi melindungi hak ekonomi dan hak moral dari Pencipta, juga berfungsi sosial. Ada beberapa perbuatan berikut di bawah ini tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta. Pasal 14 menentukan bahwa tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta: 1) pengumuman dan/atau perbanyakan lambang negara dan lagu kebangsaan menurut sifatnya yang asli; 2) pengumuman dan/atau perbanyakan segala sesuatu yang diumumkan dan/atau perbanyakan oleh atau atas nama pemerintah, kecuali apabila Hak Cipta itu dinyatakan dilindungi, baik dengan peraturan perundangundangan maupun dengan pernyataan pada Ciptaan itu sendiri atau ketika Ciptaan itu diumumkan dan/atau diperbanyak; atau 3) pengambilan berita aktual baik seluruhnya maupun sebagian dari kantor berita, lembaga penyiaran, dan surat kabar atau sumber sejenis lain, dengan ketentuan sumbernya harus disebutkan secara lengkap.

 EKMA4316/MODUL 4

4.25

Pasal 15 Dengan syarat bahwa sumbernya harus disebutkan atau dicantumkan, tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta. 1) Penggunaan Ciptaan pihak lain untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta; 2) Pengambilan Ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan pembelaan di dalam atau di luar pengadilan; 3) pengambilan Ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan: a) ceramah yang semata-mata untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan; atau b) pertunjukan atau pementasan yang tidak dipungut bayaran dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta. c) perbanyakan suatu Ciptaan bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra dalam huruf braille guna keperluan para tunanetra, kecuali jika Perbanyakan itu bersifat komersial; d) perbanyakan suatu Ciptaan selain Program Komputer, secara terbatas dengan cara atau alat apa pun atau proses yang serupa oleh perpustakaan umum, lembaga ilmu pengetahuan atau pendidikan, dan pusat dokumentasi yang nonkomersial semata-mata untuk keperluan aktivitasnya; e) perubahan yang dilakukan berdasarkan pertimbangan pelaksanaan teknis atas karya arsitektur, seperti Ciptaan bangunan; f) pembuatan salinan cadangan suatu Program Komputer oleh pemilik Program Komputer yang dilakukan semata-mata untuk digunakan sendiri. f.

Isi hak cipta Hak cipta sebagai hak eksklusif berisikan hak ekonomi dan hak moral. Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas Ciptaan serta produk Hak terkait. Sementara itu, hak moral adalah hak yang melekat pada diri Pencipta atau Pelaku yang tidak dapat dihilangkan atau dihapus tanpa alasan apapun, walaupun Hak Cipta atau Hak terkait telah dialihkan. Dengan kata lain, hak ekonomi sebagai bagian dari Hak Cipta dapat dialihkan kepada orang lain. Di sisi lain, hak moral tidak beralih, karena hak

4.26

Hukum Bisnis 

moral selalu melekat pada diri Pencipta. Hak moral berkaitan dengan pencantuman nama Pencipta, judul, subjudul dan bentuk-bentuk distorsi, mutilasi atau perubahan lainnya telah diatur dalam Pasal 24, yang selengkapnya berbunyi sebagai berikut. 1) Pencipta atau ahli warisnya berhak menuntut Pemegang Hak Cipta supaya nama Pencipta tetap dicantumkan dalam Ciptaannya. 2) Suatu Ciptaan tidak boleh diubah walaupun Hak Ciptanya telah diserahkan kepada pihak lain, kecuali dengan persetujuan Pencipta atau dengan persetujuan ahli warisnya dalam hal Pencipta telah meninggal dunia. 3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku juga terhadap perubahan judul dan anak judul Ciptaan, pencantuman dan perubahan nama atau nama samaran Pencipta. 4) Pencipta tetap berhak mengadakan perubahan pada Ciptaannya sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat. Sesuai Penjelasan Pasal 24 ayat (2), hak moral melahirkan hak bagi Pencipta untuk: 1) dicantumkan nama atau nama samarannya di dalam Ciptaannya ataupun salinannya dalam hubungan dengan penggunaan secara umum; 2) mencegah bentuk-bentuk distorsi, mutilasi atau bentuk perubahan lainnya yang meliputi pemutarbalikan, pemotongan, perusakan, penggantian yang berhubungan dengan karya cipta yang pada akhirnya akan merusak apresiasi dan reputasi Pencipta. Selain itu tidak satu pun dari hak-hak tersebut di atas dapat dipindahkan selama Penciptanya masih hidup, kecuali atas wasiat Pencipta berdasarkan peraturan perundang-undangan. Hak Cipta atas suatu Ciptaan tetap berada di tangan Pencipta selama kepada pembeli Ciptaan itu tidak diserahkan seluruh Hak Cipta dari Pencipta itu. Pembelian hasil Ciptaan tidak berarti bahwa status Hak Ciptanya berpindah kepada pembeli, akan tetapi Hak Cipta atas suatu Ciptaan tersebut tetap ada di tangan Penciptanya. Misalnya, pembelian buku, kaset, dan lukisan.

 EKMA4316/MODUL 4

4.27

g.

Masa berlaku hak cipta Hak Cipta memiliki jangka waktu yang terbatas. Pasal 29 menyebutkan sebagai berikut. 1) Hak Cipta atas Ciptaan: a) buku, pamflet, dan semua hasil karya tulis lain; b) drama atau drama musikal, tari, koreografi; c) segala bentuk seni rupa, seperti seni lukis, seni pahat, dan seni patung; d) seni batik; e) lagu atau musik dengan atau tanpa teks; f) arsitektur; g) ceramah, kuliah, pidato dan Ciptaan sejenis lain; h) alat peraga; i) peta; j) terjemahan, tafsir, saduran, dan bunga rampai berlaku selama hidup Pencipta dan terus berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun setelah Pencipta meninggal dunia. 2) Untuk Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dimiliki oleh 2 (dua) orang atau lebih, Hak Cipta berlaku selama hidup Pencipta yang meninggal dunia paling akhir dan berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun sesudahnya. Pasal 30 1) Hak Cipta atas Ciptaan: a) program Komputer; b) sinematografi; c) fotografi; d) database; dan e) karya hasil pengalihwujudan, berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diumumkan. 2) Hak Cipta atas perwajahan karya tulis yang diterbitkan berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diterbitkan. 3) Hak Cipta atas Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) pasal ini serta Pasal 29 ayat (1) yang dimiliki atau dipegang oleh suatu badan hukum berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diumumkan.

4.28

Hukum Bisnis 

Ada pula ketentuan jangka waktu berlaku hak cipta yang tidak terbatas yaitu yang dipegang atau dilaksanakan oleh Negara, sebagaimana diatur dalam Pasal 31 secara lengkap berbunyi sebagai berikut. 1) Hak Cipta atas Ciptaan yang dipegang atau dilaksanakan oleh Negara berdasarkan: a) Pasal 10 ayat (2) berlaku tanpa batas waktu; b) Pasal 11 ayat (1) dan ayat (3) berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak Ciptaan tersebut pertama kali diketahui umum. 2) Hak Cipta atas Ciptaan yang dilaksanakan oleh penerbit berdasarkan Pasal 11 ayat (2) berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak Ciptaan tersebut pertama kali diterbitkan. Sementara itu, masa berlaku hak moral diatur dalam Pasal 33, yang menyebutkan: jangka waktu perlindungan bagi hak Pencipta sebagaimana dimaksud dalam: 1) Pasal 24 ayat (1) berlaku tanpa batas waktu; 2) Pasal 24 ayat (2) dan ayat (3) berlaku selama berlangsungnya jangka waktu Hak Cipta atas Ciptaan yang bersangkutan, kecuali untuk pencantuman dan perubahan nama atau nama samaran Penciptanya. Selanjutnya Pasal 34 menyebutkan tanpa mengurangi hak Pencipta atas jangka waktu perlindungan Hak Cipta yang dihitung sejak lahirnya suatu Ciptaan, penghitungan jangka waktu perlindungan bagi Ciptaan yang dilindungi: 1) selama 50 (lima puluh) tahun; 2) selama hidup Pencipta dan terus berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun setelah Pencipta meninggal dunia dimulai sejak 1 Januari untuk tahun berikutnya setelah Ciptaan tersebut diumumkan, diketahui oleh umum, diterbitkan, atau setelah Pencipta meninggal dunia. h.

Pendaftaran ciptaan Ciptaan tidak harus didaftarkan, karena tanpa pendaftaran hak cipta lahir sejak Ciptaan terwujud dalam bentuk nyata. Dengan kata lain, hak cipta lahir secara otomatis tidak karena pendaftaran. Berarti perlindungan hak cipta menggunakan sistem deklaratif. Pendaftaran Ciptaan merupakan bukti awal pemilikan hak cipta.

 EKMA4316/MODUL 4

4.29

Selengkapnya ketentuan mengenai pendaftaran Ciptaan diatur dalam Pasal 35 ayat (4) yang menyebutkan bahwa ketentuan tentang pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak merupakan kewajiban untuk mendapatkan Hak Cipta. Selanjutnya Pasal 36 menyebutkan bahwa pendaftaran ciptaan dalam Daftar Umum Ciptaan tidak mengandung arti sebagai pengesahan atas isi, arti, maksud, atau bentuk dari Ciptaan yang didaftar. i.

Lisensi dan royalti Lisensi sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 14 adalah izin yang diberikan oleh Pemegang Hak Cipta atau Pemegang Hak Terkait kepada pihak lain untuk mengumumkan dan/atau memperbanyak Ciptaannya atau Produk Hak Terkaitnya dengan persyaratan tertentu. Lisensi berkaitan dengan perlindungan hak ekonomi Pencipta atau pemegang hak cipta. Dengan adanya lisensi, orang lain dapat memanfaatkan hak cipta dengan persetujuan Pencipta atau pemegang hak cipta, dengan membuat perjanjian lisensi. Lazimnya, perjanjian lisensi diikuti dengan pemberian royalti. Royalti dibayarkan kepada Pencipta oleh penerima pengalihan sebagai kompensasi pemanfaatan hak cipta. Lisensi diatur dalam beberapa pasal berikut ini. Pasal 45 (1) Pemegang Hak Cipta berhak memberikan Lisensi kepada pihak lain berdasarkan surat perjanjian lisensi untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2. (2) Kecuali diperjanjikan lain, lingkup Lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi semua perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 berlangsung selama jangka waktu Lisensi diberikan dan berlaku untuk seluruh wilayah Negara Republik Indonesia. (3) Kecuali diperjanjikan lain, pelaksanaan perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disertai dengan kewajiban pemberian royalti kepada Pemegang Hak Cipta oleh penerima Lisensi. (4) Jumlah royalti yang wajib dibayarkan kepada Pemegang Hak Cipta oleh penerima Lisensi adalah berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak dengan berpedoman kepada kesepakatan organisasi profesi.

4.30

Hukum Bisnis 

Pasal 46 Kecuali diperjanjikan lain, Pemegang Hak Cipta tetap boleh melaksanakan sendiri atau memberikan Lisensi kepada pihak ketiga untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.

(1)

(2) (3) (4)

j.

Pasal 47 Perjanjian Lisensi dilarang memuat ketentuan yang dapat menimbulkan akibat yang merugikan perekonomian Indonesia atau memuat ketentuan yang mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Agar dapat mempunyai akibat hukum terhadap pihak ketiga, perjanjian Lisensi wajib dicatatkan di Direktorat Jenderal. Direktorat Jenderal wajib menolak pencatatan perjanjian Lisensi yang memuat ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Ketentuan lebih lanjut mengenai pencatatan perjanjian Lisensi diatur dengan Keputusan Presiden.

Ketentuan pidana hak cipta Ketentuan pidana hak cipta diatur dalam Pasal 72 yang selengkapnya berbunyi sebagai berikut. 1) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). 2) Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). 3) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu Program Komputer dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

 EKMA4316/MODUL 4

4.31

4) Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 17 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). 5) Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 19, Pasal 20, atau Pasal 49 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah). 6) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 24 atau Pasal 55 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah). 7) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 25 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah). 8) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 27 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah). 9) Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 28 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah). LA TIH AN Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah latihan berikut! 1) Apakah yang dimaksud dengan Hak Kekayaan Intelektual (HKI)? dan sebutkan rezim atau bidang-bidang HKI! 2) Kapan dan dimanakah pertama kali HKI yang bersifat Internasional diatur? Apakah Undang-Undang HKI yang pertama kali berlaku di Indonesia merupakan produk hukum Indonesia? 3) Kapankah suatu invensi mendapatkan hak Paten? 4) Kapankah suatu merek dapat didaftarkan? 5) Apakah yang dimaksud dengan hak Cipta dan kapan hak Cipta lahir?

4.32

Hukum Bisnis 

Petunjuk Jawaban Latihan 1) Hak Kekayaan Intelektual adalah hak yang timbul dari hasil olah pikir otak manusia, melalui daya cipta, karsa, dan rasanya, berupa karya-karya di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra ataupun teknologi yang berguna untuk manusia. Rezim atau bidang-bidang HKI adalah hak cipta, hak paten, hak merek, indikasi geografis, rahasia dagang, desain tata letak sirkuit terpadu dan perlindungan varietas tanaman. 2) Perlindungan terhadap HKI yang bersifat Internasional pertama kali diatur pada tanggal 20 Maret 1883 dalam Paris Convention. 3) Suatu invensi mendapatkan hak paten jika invensi tersebut mengandung kebaharuan, langkah inventif dan dapat diterapkan dalam industri. 4) Suatu merek dapat didaftarkan apabila memenuhi persyaratan: a) bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban umum; b) tidak memiliki daya pembeda; c) telah menjadi milik umum; atau d) merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya. 5) Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hak Cipta lahir dengan sendirinya setelah ciptaan itu ada dalam bentuk yang nyata. RA NGK UMA N Hak Kekayaan intelektual yang sering disebut dengan Intellectual Property Rights adalah hak yang timbul dari hasil olah pikir otak manusia, melalui daya cipta, karsa, dan rasanya, berupa karya-karya di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra ataupun teknologi yang berguna untuk manusia. HKI merupakan hak kebendaan yang sah dan diakui oleh hukum, dapat dipindahtangankan dan dapat dipertahankan terhadap siapa pun. Undang-Undang HKI yang pertama kali berlaku di Indonesia adalah produk hukum Belanda, yang dialihkan dan diterapkan di Indonesia oleh pemerintah kolonial Hindia Belada selama masa penjajahan. Sejak awal

 EKMA4316/MODUL 4

4.33

1980-an, pembaruan di bidang HKI terus dilakukan oleh pemerintah Indonesia, yang dimulai dari Hak Cipta, Merek dan Paten. Rezim atau bidang-bidang HKI adalah hak cipta, hak paten, hak merek, indikasi geografis, rahasia dagang, desain tata letak sirkuit terpadu dan perlindungan varietas tanaman. Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya. Suatu invensi mendapatkan hak paten jika invensi tersebut mengandung kebaharuan, langkah inventif dan dapat diterapkan dalam industri. Paten diberikan atas invensi yang berupa produk, proses atau alat. Hak merek adalah hak eksklusif yang diberikan negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu memakai sendiri merek tersebut atau memberi kepada seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk menggunakannya. Merek yang dapat didaftarkan adalah merek yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, moralitas agama, kesusilaan atau ketertiban umum, memiliki daya pembeda dan tidak telah menjadi milik umum serta tidak merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan. Hak cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ciptaan itu tidak harus didaftarkan karena hak cipta lahir dengan sendirinya setelah ciptaan itu ada dalam bentuk yang nyata. Pendaftaran hanya berfungsi sebagai alat bukti awal. TES FO RMA TIF 1 Pilihlah satu jawaban yang paling tepat! 1) Sifat-sifat HKI adalah .... A. benda bergerak B. benda tidak berujud C. dapat dipertahankan terhadap siapa pun D. semua benar 2) Bidang-bidang HKI meliputi .... A. Paten B. Merek nama

4.34

Hukum Bisnis 

C. A dan B salah D. A dan B benar 3) Beberapa invensi yang tidak dapat diajukan permohonan patennya, kecuali .... A. proses atau produk yang pengumuman dan penggunaan atau pelaksanaannya bersesuaian dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, ketertiban umum, atau kesusilaan B. metode pemeriksaan, perawatan, pengobatan dan/atau pembedahan yang diterapkan terhadap manusia dan/atau hewan C. teori dan metode di bidang ilmu pengetahuan dan matematika D. semua makhluk hidup, kecuali jasad renik, dan proses biologis yang esensial untuk memproduksi tanaman atau hewan, kecuali proses non-biologis atau proses mikrobiologis 4) Paten biasa wajib memenuhi unsur-unsur berikut kecuali .... A. alat B. perlindungan hukum selama 10 tahun C. kebaharuan D. dapat diperpanjang 5) Merek adalah .... A. gambar, kata, huruf. B. angka, susunan warna C. daya pembeda dalam perdagangan D. semua benar 6) Permohonan merek tidak dapat diterima jika mengandung unsurunsur .... A. persamaan pada pokoknya B. persamaan secara keseluruhan C. nama orang terkenal D. semua benar 7) Permohonan merek diajukan secara .... A. tertulis dan kuasa pemohon B. bukti pembayaran biaya dan kelas barang atau jasa C. A dan B benar D. A dan B salah

4.35

 EKMA4316/MODUL 4

8) Ciptaan yang dilindungi memenuhi unsur-unsur berikut kecuali .... A. asli B. ilmu pengetahuan C. ide D. bentuk nyata 9) Orang yang dianggap pencipta adalah .... A. atasan dalam dinas B. orang yang merancang C. orang yang namanya terdaftar dalam Daftar Umum Ciptaan D. semua benar 10) Lisensi Hak Cipta memenuhi unsur-unsur berikut kecuali .... A. tertulis B. dicatatkan di Ditjen HKI C. wajib D. eksklusif atau non-eksklusif Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 1 yang terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar. Kemudian, gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 1.

Tingkat penguasaan =

Jumlah Jawaban yang Benar

 100%

Jumlah Soal

Arti tingkat penguasaan: 90 - 100% = baik sekali 80 - 89% = baik 70 - 79% = cukup < 70% = kurang Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat meneruskan dengan Kegiatan Belajar 2. Bagus! Jika masih di bawah 80%, Anda harus mengulangi materi Kegiatan Belajar 1, terutama bagian yang belum dikuasai.

4.36

Hukum Bisnis 

Kegiatan Belajar 2

Hukum Perbankan

B

ank memiliki peran yang sangat penting dalam sistem perekonomian suatu Negara, artinya apabila sistem perbankan dalam suatu Negara itu sehat, maka sistem perekonomiannya akan sehat pula. Demikian pula sebaliknya apabila sistem perbankannya sakit, akan dapat mengakibatkan sistem perekonomian dalam Negara yang bersangkutan menjadi sakit dan terpuruk.11 Pernyataan ini diperkuat oleh J. Soedradjad Djiwandono yang menyatakan bahwa kondisi bank yang sehat dalam suatu Negara akan sangat menentukan efektivitas pengelolaan ekonomi makro dalam mencapai berbagai sasaran dalam pembangunan secara seimbang.12 1.

Pengertian Bank Dalam merumuskan pengertian bank, ada tiga cara untuk mendefinisikan bank, yaitu a. mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku (legal regulation within which institutional functions); b. mengacu kepada services bank kepada konsumen; c. mengacu kepada fungsi ekonomis (economic functions) dalam pelayanan kepada masyarakat.13 Dari sudut peraturan perundang-undangan, pengertian bank diatur dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang menyebutkan: “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”.

11

Rimsky K. Judisseno, 2002, Sistem Moneter dan Perbankan di Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hlm 3. 12 J. Soedradjad Djiwandono, 2001, Bergulat Dengan Krisis dan Pemulihan Ekonomi Indonesia, Cet.1, PT. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, hlm 139. 13 Macey and Miller, 1992, Macey, Jonathan, R and Miller, Geoffrey, P.,1992, Banking Law and Regulation, Litle Brown Company, Boston, Toronto, London, p. 36.

 EKMA4316/MODUL 4

4.37

Pengertian tersebut lebih luas dari pengertian Bank yang sebelumnya, yakni yang diatur dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan yang menyebutkan: “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”. Sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan, maka pengertian Bank mengandung segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank, menyangkut kelembagaan, kegiatan usaha serta cara dan proses dalam rangka melaksanakan kegiatan usahanya. Batasan pengertian bank dari sudut peraturan perundang-undangan mengandung kelemahan. Dari sudut legal, banyak lembaga lain yang juga melakukan hal yang sama dengan bank, tetapi tidak disebut bank, misal asuransi, dana pensiun. Dari sudut service atau produk yang ditawarkan kepada konsumen, bank adalah institusi yang menerima simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk pinjaman. Batasan pengertian bank dari aspek service juga mengandung kelemahan. Ada lembaga keuangan lain yang juga berfungsi demikian tapi tidak disebut bank, misal mortgage companies, pension fund, dan life insurance. Dilihat dari fungsi ekonomis, bank adalah lembaga yang menerima simpanan, menawarkan rekening dengan hak istimewa dan membuat pinjaman, sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari perannya sebagai financial intermediary atas jasa transaksi kepada konsumen. Dibandingkan dari ketiga pendekatan di atas terhadap pengertian bank, pendekatan fungsi ekonomis yang dianggap paling memuaskan. Sebagai financial intermediary, bank akan mengambil uang dari nasabah, mengumpulkan, dan menanamkan kembali dana tersebut pada perusahaan lain dalam bentuk kredit, saham, go public ke pasar modal, dll. Bank adalah institusi yang berada di antara investor (nasabah) awal dengan investor (nasabah) paling akhir.14 Industri perbankan mempunyai dua sifat khusus, yang pertama, bahwa industri perbankan merupakan salah satu subsistem industri jasa keuangan. Bank disebut sebagai jantung atau motor penggerak roda perekonomian suatu

14

Ibid, p. 38.

4.38

Hukum Bisnis 

negara, salah satu leading indicator kestabilan tingkat perekonomian suatu negara. Jika industri perbankan terpuruk hal ini merupakan indikator bahwa perekonomian negara yang bersangkutan sedang sakit. Industri perbankan adalah industri yang sangat bertumpu kepada kepercayaan masyarakat (fiduciary financial institution). Kepercayaan masyarakat adalah segala-galanya bagi bank. Begitu masyarakat tidak percaya pada bank, bank akan menghadapi “rush” dan akhirnya kolaps. Di AS pada abad 19-20, setiap 20 tahun sekali terjadi krisis perbankan sebagai akibat krisis kepercayaan, demikian menurut Lash.15 Karena dua sifat khusus tersebut, industri perbankan adalah industri yang sangat banyak diatur oleh pemerintah (most heavily regulated industries). Revisi serta penegakannya harus dilakukan sangat hati-hati dengan memperhatikan akibat ekonomi dan fungsi perbankan dalam perekonomian negara serta kepercayaan masyarakat yang harus dijaga. Menurut Lash, ada lima tujuan pengaturan industri perbankan yakni a. menjaga keamanan bank; b. memungkinkan terciptanya iklim kompetisi yang sehat; c. pemberian kredit untuk tujuan khusus; d. perlindungan terhadap nasabah; e. terciptanya suasana kondusif bagi pengambilan kebijakan moneter.16 2.

Jenis-jenis Bank di Indonesia Untuk menentukan jenis Bank di Indonesia dapat didasarkan sebagai berikut. a. Fungsinya Jenis Bank berdasarkan fungsinya dibagi: 1) Bank Sentral Yaitu Bank Indonesia yang keberadaannya didasarkan pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, yang tugasnya mengatur, menjaga dan memelihara kestabilan nilai rupiah dan meningkatkan kelancaran produksi dan pembangunan serta memperluas lapangan kerja guna meningkatkan taraf hidup rakyat.

15

Lash, 1987, Banking Law and Regulations: An Economis Perspentive, Prentice-Hall Inc, USA,p.8. 16 Ibid, p. 22.

 EKMA4316/MODUL 4

4.39

2) Bank Umum Menurut Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Bank Umum adalah: ”Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.” 3) Bank Perkreditan Rakyat Bank Perkreditan Rakyat yang selanjutnya disebut BPR menurut Pasal 1 butir 4 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan adalah: ”Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran”. b.

Jenis Bank berdasarkan kepemilikannya dapat dibagi: 1) Bank Umum Milik Negara Yaitu Bank yang hanya dapat didirikan berdasarkan undang-undang dan modalnya dimiliki oleh negara. 2) Bank Umum Milik Swasta Yaitu Bank yang didirikan dan dimiliki oleh warga negara Indonesia dan/atau Badan Hukum Indonesia serta menjalankan usahanya setelah mendapat izin pimpinan Bank Indonesia. 3) Campuran Yaitu Bank Umum yang didirikan bersama oleh satu atau lebih bank umum yang berkedudukan di Indonesia dan didirikan oleh Warga Negara Indonesia dan atau Badan Hukum Indonesia yang dimiliki sepenuhnya oleh Warga Negara Indonesia dengan satu atau lebih bank yang berkedudukan di luar Negeri. Hal ini disimpulkan dari ketentuan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. 4) Bank Milik Pemerintah Daerah atau Bank Pembangunan Daerah Yaitu bank-bank milik pemerintah daerah yang didirikan menurut ketentuan yang terdapat dalam Undang-undang No. 13 Tahun 1962. Dalam perkembangannya atau dewasa ini Bank Milik Pemerintah Daerah ini menjadi bank Umum, sesuai dengan Undang-Undang Perbankan.

4.40

Hukum Bisnis 

5) Bank Syariah Bank Syariah ini diperkenalkan pertama kali oleh Undang-Undang No. 7 Tahun 1992, dengan nama bank berdasarkan prinsip bagi hasil. Dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 disebutkan bahwa Bank Umum dan BPR menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip Syariah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Bank Syariah adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, yakni aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain: a) pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah); b) pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah); c) prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah); d) pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina). 3.

Kegiatan Usaha Bank Kegiatan usaha bank diatur dalam Pasal 6 sampai Pasal 15 UndangUndang No. 10 Tahun 1998. Ditinjau dari substansi pengaturannya, kegiatan usaha bank ditentukan sebagai berikut. a. Kegiatan usaha Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat. b. Kegiatan-kegiatan usaha yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan oleh bank. c. Bank umum dapat mengkhususkan diri untuk melaksanakan kegiatan usaha tertentu dan memilih jenis usaha yang sesuai dengan keahlian dan bidang usaha yang ingin dikembangkan. Bank yang menjalankan usahanya berdasarkan prinsip syariah wajib menerapkan prinsip syariah dalam kegiatan usahanya.

 EKMA4316/MODUL 4

4.41

Dalam Pasal 6 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 disebutkan bahwa usaha-usaha yang dijalankan oleh Bank Umum meliputi berikut ini.17 a.

Menghimpun dana dari masyarakat Bank Umum menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. Secara umum giro adalah simpanan pihak ketiga pada bank yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan mempergunakan cek, surat perintah pembayaran lainnya, atau dengan cara pemindahbukuan. Menurut ketentuan Pasal 1 butir 6 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 yang dimaksud dengan giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya, atau dengan pemindahbukuan. Dari pengertian tersebut, ada 2 (dua) hal yang perlu kita perhatikan tentang giro, yaitu 1) penarikan dapat dilaksanakan setiap saat, yang berarti bahwa penarikan simpanan dalam bentuk giro dapat dilakukan oleh si penyimpan, pemilik girant tersebut setiap saat selama kantor kas bank buka; 2) cara penarikan. Dalam hal ini yang paling banyak dipergunakan adalah penarikan dengan cek dan bilyet giro. Namun dengan batas-batas tertentu penarikan dalam bentuk lain seperti sarana perintah pembayaran lain dan pemindahbukuan dapat dilakukan. Selanjutnya dapat juga dikemukakan bahwa simpanan dalam bentuk giro ini mempunyai banyak kegunaan bagi si penyimpan, yaitu 1) dapat membayar transaksi jual-beli dengan mempergunakan cek, bilyet giro, atau sarana perintah pembayaran lainnya; 2) dapat mengirim transfer (kiriman uang atau delegasi kredit dengan jaminan rekening giro); 3) keamanan dan rahasia terjamin; 4) tidak perlu membawa uang dalam jumlah besar; 5) dapat diambil sewaktu-waktu. Secara umum deposito diartikan sebagai simpanan pihak ketiga pada bank yang penarikannya hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu 17

Rachmadi Usman, 2001, Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hlm. 208-211.

4.42

Hukum Bisnis 

menurut perjanjian antara pihak ketiga dan bank yang bersangkutan. Dalam ketentuan Pasal 1 butir 7 ditentukan bahwa deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan bank. Dari pengertian di atas kita melihat ada 2 (dua) unsur yang terkandung dalam deposito, yaitu 1) penarikan hanya dapat dilakukan dalam waktu tertentu, yang berarti bahwa penarikan simpanan dalam bentuk deposito hanya dapat dilakukan oleh si penyimpan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian antara nasabah penyimpan dengan bank; 2) cara penarikan. Dalam hal ini apabila batas waktu yang tertuang dalam perjanjian deposito tersebut telah jatuh tempo, maka si penyimpan dapat menarik deposito tersebut atau memperpanjang dengan suatu waktu yang diinginkannya. Mengenai jangka waktu deposito terdapat beberapa alternatif yang dapat dipilih oleh nasabah penyimpan, yaitu a) 1 (satu) bulan; b) 3 (tiga) bulan; c) 6 (enam) bulan; d) 12 (dua belas) bulan; e) 24 (dua puluh empat) bulan. Menurut ketentuan Pasal 1 butir 8 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan sertifikat deposito adalah simpanan dalam bentuk deposito yang sertifikat bukti penyimpanannya dapat dipindahtangankan. Sedangkan dalam pengertian lain dikatakan bahwa sertifikat deposito adalah simpanan berjangka atas pembawa atau atas tunjuk, yang dengan izin Bank Indonesia dikeluarkan oleh bank sebagai bukti simpanan yang dapat diperjualbelikan atau diperdagangkan kepada pihak lain. Dari pengertian yang ditentukan oleh Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tersebut di atas, menunjukkan bahwa suatu sertifikat deposito mempunyai 2 (dua) unsur yaitu 1) berbentuk deposito bersertifikat, yang berarti bahwa bentuknya berbeda dengan deposito berjangka. Deposito berjangka dikeluarkan atas nama, sedangkan sertifikat deposito dikeluarkan atas tunjuk; 2) dapat dipindahtangankan, yang berarti bahwa dengan dikeluarkannya sertifikat deposito dalam bentuk atas tunjuk, maka bukti penyimpanannya dapat dipindahtangankan kepada pihak lain.

 EKMA4316/MODUL 4

4.43

Tabungan dapat diartikan sebagai simpanan pihak ketiga pada bank yang penarikannya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu. Ketentuan Pasal 1 butir 9 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 mengemukakan bahwa tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan/atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu. Dari pengertian di atas, dapat dikemukakan bahwa tabungan mempunyai 2 (dua) unsur, yaitu 1) penarikannya dengan syarat tertentu. Dalam hal ini, nasabah penyimpan dapat menarik simpanan sesuai dengan persyaratan tertentu yang telah disepakati oleh nasabah penyimpan dan bank. Misalnya, nasabah penyimpan dapat melakukan penarikan simpanan setiap waktu baik dalam jumlah yang dibatasi atau tidak dibatasi, atau penarikannya hanya dapat dilakukan dalam suatu jangka waktu tertentu; 2) cara penarikannya. Dalam hal ini penarikan simpanan dalam bentuk tabungan dapat dilakukan secara langsung oleh si nasabah penyimpan atau orang lain yang dikuasakan olehnya dengan mengisi slip penarikan yang berlaku di bank yang bersangkutan. Namun demikian, penarikannya tidak dapat dilakukan dengan mempergunakan cek, bilyet giro, dan/atau lainnya yang dipersamakan dengan itu. b.

Memberikan kredit Kegiatan bank dalam memberikan kredit merupakan fungsi utama dari bisnis perbankan, yakni fungsi menyalurkan dana dari para deposan penyimpan dana. Fungsi ini juga memberikan return atau penghasilan yang paling besar sebanding dengan risiko yang dihadapi perbankan. c.

Menerbitkan surat pengakuan utang Bank Umum dapat menerbitkan surat pengakuan utang baik yang berjangka pendek maupun yang berjangka panjang. Surat pengakuan utang yang berjangka pendek adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 sampai Pasal 229 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, yang dalam pasar uang dikenal sebagai Surat Berharga Pasar Uang (SBPU), yaitu promes dan wesel maupun jenis lain yang mungkin dikembangkan di masa yang akan datang. Surat pengakuan utang berjangka panjang dapat berupa obligasi atau sekuritas kredit.

4.44

d. 1)

2) 3) 4)

5) 6) 7)

Hukum Bisnis 

Membeli, menjual atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya Surat-surat wesel termasuk wesel yang diakseptasi oleh bank yang masa berlakunya tidak lebih lama daripada kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud. Surat pengakuan utang dan kertas dagang lainnya yang masa berlakunya tidak lebih lama dari kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud. Kertas perbendaharaan negara dan surat jaminan pemerintah. Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Mengenai Sertifikat Bank Indonesia diatur dalam Keputusan Presiden No. 5 Tahun 1984 tentang Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia. Peraturan pelaksanaan dari Keputusan Presiden tersebut adalah Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 28/84/KEP/DIR tentang Penerbitan dan Perdagangan Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya diubah dengan Surat Keputusan direksi Bank Indonesia No. 31/67/KEP/DIR tentang Penerbitan dan Perdagangan Sertifikat Bank Indonesia serta Intervensi Rupiah tanggal 23 Juli 1998. Menurut Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 31/67/KEP/DIR, yang dimaksud dengan Sertifikat Bank Indonesia adalah surat berharga atas unjuk dalam rupiah yang diterbitkan Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek dengan sistem diskonto. Sistem diskonto adalah di mana pihak yang memberi Sertifikat Bank Indonesia menerima pembayaran bunganya di muka/seketika itu, dengan ketentuan bunga yang telah diterimanya itu akan diperhitungkan pada saat Sertifikat Bank Indonesia dibayarkan kembali tepat pada tanggal jatuhnya tempo. Yang dapat memiliki Sertifikat Bank Indonesia adalah perorangan atau perusahaan. Untuk memiliki Sertifikat Bank Indonesia tersebut diperoleh melalui bank atau perusahaan pialang pasar uang, baik dijual melalui pasar perdana maupun pasar sekunder. Sedangkan Bank Indonesia melakukan penjualannya melalui lelang, yang dapat diikuti oleh bank dan/atau pialang. Bank sebagai peserta lelang dapat mengajukan penawaran kuantitas dan tingkat diskonto menurut jangka waktu untuk kepentingan sendiri atau pihak lain. Obligasi. Surat dagang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun. Instrumen surat berharga lain yang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun.

 EKMA4316/MODUL 4

4.45

e.

Memindahkan uang (Transfer) Bank Umum menjalankan usaha memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah. Pengiriman uang (transfer) adalah salah satu pelayanan bank kepada masyarakat dengan bersedia melaksanakan amanat nasabah untuk mengirimkan sejumlah uang, baik dalam rupiah maupun dalam valuta asing yang ditujukan kepada pihak lain (perusahaan, lembaga, atau perorangan) di tempat lain baik di dalam maupun luar negeri. Berdasarkan pengertian di atas dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan pengiriman uang (transfer) adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh bank untuk mengirim sejumlah uang yang ditujukan kepada pihak tertentu dan di tempat yang tertentu. Pengiriman uang tersebut dilakukan atas permintaan nasabah atau untuk keperluan dari bank yang bersangkutan. f)

Menempatkan atau meminjamkan dana Bank Umum menjalankan usaha menempatkan dana pada, meminjamkan dana dari, atau meminjamkan dana kepada bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek atau sarana lainnya. g) Menerima pembayaran Bank Umum menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan atau antarpihak ketiga. Kegiatan ini mencakup antara lain inkaso dan kliring. Inkaso adalah pemberian kuasa pada bank oleh perusahaan atau perorangan untuk menagihkan, atau memintakan persetujuan pembayaran (akseptasi) atau menyerahkan begitu saja kepada pihak yang bersangkutan (tertarik) di tempat lain (dalam atau luar negeri) atas surat-surat berharga, dalam rupiah atau valuta asing seperti wesel, cek, kuitansi, surat aksep (promissorry notes), dan lain-lain. Inkaso dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu 1) inkaso berdokumen, yaitu apabila surat-surat berharga yang diinkasokan itu disertai (dilampiri) dengan dokumen-dokumen lain yang mewakili barang dagangan, seperti konosomen (bill of loading), faktur, polis asuransi, dan lain-lain; 2) inkaso tak berdokumen, yaitu apabila surat-surat berharga yang di inkasokan itu tidak disertai dokumen-dokumen yang mewakili barang.

4.46

Hukum Bisnis 

Setiap jasa yang diberikan oleh banyak tentu mempunyai manfaat, baik bagi pengguna jasa (nasabah) maupun bagi bank yang bersangkutan. Manfaat inkaso bagi nasabah adalah sebagai berikut. 1) Nasabah pengirim tidak perlu menagih sendiri atau mendatangi sendiri pihak yang ditagih, yang berada di tempat lain, cukup dengan menyerahkan surat tagihan tersebut kepada bank. 2) Nasabah dapat menghemat tenaga dan biaya serta keamanan pun terjamin.

1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8)

Sementara itu, yang menjadi objek inkaso adalah hal-hal sebagai berikut. Wesel. Cek. Surat undian. Money order. Kupon dan deviden. Surat aksep. Kuitansi. Nota-nota tagihan lainnya.

Menurut kamus perbankan yang disusun oleh Tim Penyusun Kamus Perbankan Indonesia 1980, kliring adalah perhitungan utang piutang antara peserta secara terpusat di satu tempat dengan cara saling menyerahkan suratsurat berharga dan surat-surat dagang yang telah ditetapkan untuk dapat diperhitungkan. Dalam pengertian lain, Bank Indonesia guna memperluas dan memperlancar lalu lintas pembayaran giral. Berdasarkan pengertian di atas dapat dikatakan bahwa tujuan pokok diadakannya kliring adalah untuk memperlancar lalu lintas pembayaran giral dan merupakan pelayanan kepada masyarakat yang menjadi nasabah bank. Kliring diselenggarakan oleh Bank Indonesia antara anak-bank di suatu wilayah kliring yang disebut kliring lokal. Wilayah kliring adalah suatu lingkungan tertentu yang memungkinkan kantor tersebut memperhitungkan warkat-warkatnya dalam jadwal kliring yang telah ditentukan. Berkaitan dengan hal itu, wilayah-wilayah yang tidak terdapat Kantor Bank Indonesia, maka penyelenggaraan kliring diserahkan kepada bank yang ditunjuk oleh Bank Indonesia. Tentu bank yang ditunjuk sebagai penyelenggara kliring harus memenuhi berbagai persyaratan, antara lain:

 EKMA4316/MODUL 4

4.47

kemampuan administrasi, tenaga pimpinan dan pelaksana, ruangan kantor, peralatan komunikasi, dan lain-lain. Menurut Thomas Suyatno dalam buku Lembaga Perbankan, bahwa selain persyaratan yang telah diuraikan di atas, ada ketentuan khusus bagi bank penyelenggara kliring, yaitu 1) berkewajiban untuk melaksanakan penyelenggaraan kliring sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 2) menyampaikan laporan-laporan tentang data-data kliring setiap minggu bersama-sama dengan laporan likuiditas mingguan kepada Bank Indonesia yang membawahi wilayah kliring yang bersangkutan; 3) untuk mempermudah bank penyelenggara kliring dalam penyediaan uang kartal, maka ditentukan bahwa hasil kliring hari itu dapat diperhitungkan pada rekening bank pada Bank Indonesia. Sementara itu, persyaratan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia bagi suatu bank untuk dapat ikut serta dalam kliring adalah sebagai berikut. 1) Bank-bank yang telah mendapat izin dari Menteri Keuangan dan mendapat persetujuan dari Bank Indonesia terlebih dahulu. 2) Bank tersebut telah menjalankan usahanya minimal 3 (tiga) bulan atas izin Menteri Keuangan. 3) Bank tersebut telah memenuhi penilaian sebagai bank yang sehat baik ditinjau di bidang administrasi, pimpinan, maupun keuangan. 4) Simpanan masyarakat dalam bentuk giro dan kelonggaran tari kredit yang diberikan oleh kantor tersebut telah mencapai sekurang-kurangnya 20% dari syarat modal disetor minimum bagi pendirian bank baru di wilayahnya. 5) Bank peserta kliring wajib membuka rekening koran di Bank Indonesia. 6) Bank yang tidak tercatat sebagai peserta dapat ikut serta secara tidak langsung melalui pengikutsertaannya dengan bank lain (peserta). Penyertaan secara tidak langsung tersebut bisa terjadi karena bank kemungkinan menghadapi asalah keuangan, jarak antara bank yang bersangkutan dengan penyelenggara kliring, dan lain-lain. 7) Menyetor jaminan kliring sebesar 50% rata-rata kewajiban 20 hari terakhir di kurang 40% rata-rata tagihan harian 20 hari terakhir. Kewajiban tersebut hanya berlaku bagi kantor bank yang baru menjadi peserta kliring atau yang baru direhabilitasi. Kewajiban menyetor

4.48

Hukum Bisnis 

jaminan kliring ini tidak berlaku bagi peserta tidak langsung atau peserta yang pindah wilayah kliring. 8) Bank peserta menentukan anggotanya sebagai wakil tetap pada lembaga kliring dan memberitahukan secara tertulis kepada Bank Indonesia. h.

Menyediakan tempat penyimpanan Bank Umum menyediakan tempat untuk penyimpanan barang dan surat berharga. Penyediaan tempat di sini adalah kegiatan bank yang semata-mata melakukan penyewaan tempat penyimpanan barang dan surat berharga (safety box) tanpa perlu diketahui mutasi dan isinya oleh bank. i.

Melakukan kegiatan penitipan Bank Umum melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak. Kegiatan penitipan dapat dilakukan baik dengan menerima titipan harta penitip maupun mengadministrasikannya secara terpisah dari kekayaan bank. Mutasi dari barang titipan dilaksanakan oleh bank atas perintah penitip. Jika bank yang menyelenggarakan kegiatan penitipan mengalami pailit, semua harta yang dititipkan pada bank tersebut tidak dimasukkan dalam harta kepailitan dan wajib dikembalikan kepada penitip yang bersangkutan. j.

Penempatan dari dalam bentuk surat berharga Bank Umum melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak tercantum dalam bursa efek. Dalam kegiatan ini bank berperan sebagai penghubung antara nasabah yang membutuhkan dana dengan nasabah yang memiliki dana. k.

Kegiatan anjak piutang, kartu kredit dan wali amanat Bank Umum melakukan penempatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan kegiatan wali amanat. Kegiatan anjak piutang merupakan kegiatan pengurusan piutang atau tagihan jangka pendek dari transaksi perdagangan dalam dan luar negeri, yang dilakukan dengan pengambilalihan atau pembelian piutang tersebut. Sementara itu, usaha kartu kredit adalah usaha dalam kegiatan pemberian kredit atau pembiayaan untuk pembelian barang atau jasa yang penarikannya dilakukan dengan kartu. Secara teknis kartu kredit berfungsi sebagai sarana pemindahbukuan dalam melakukan pembayaran suatu transaksi.

 EKMA4316/MODUL 4

4.49

l.

Menyediakan pembiayaan Bank Umum menyediakan pembiayaan dan/atau melakukan kegiatan lain berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. m. Menyediakan kegiatan lain Bank Umum dapat melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang ini dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank dalam hal ini adalah kegiatan-kegiatan usaha selain dari kegiatan tersebut di atas, yang tidak bertentangan dengan peraturan perundangundangan yang berlaku, misalnya memberikan bank garansi, bertindak sebagai bank persepsi, swap bunga, membantu administrasi usaha nasabah dan lain-lain. Bank Umum dapat melakukan sebagian atau seluruh kegiatan usaha sebagaimana dimaksud di atas dan masing-masing bank dapat memilih jenis usaha yang sesuai dengan keahlian dan bidang usaha yang ingin dikembangkannya. Dengan cara demikian, kebutuhan masyarakat terhadap berbagai jenis jasa bank dapat dipenuhi oleh dunia perbankan tanpa mengabaikan prinsip kesehatan dan efisiensi. Selanjutnya menurut Pasal 7 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998, selain melakukan kegiatan usaha pokok sebagaimana dimaksud di atas, Bank Umum dapat pula melakukan atau menjalankan usaha tambahan namun dengan izin khusus dari Menteri Keuangan. Usaha-usaha tambahan yang dapat dijalankan Bank Umum meliputi: 1) melakukan kegiatan dalam valuta asing dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia; 2) melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank atau perusahaan lain di bidang keuangan, seperti sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek, asuransi, serta lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan, dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia; 3) melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia; dan 4) bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus dana pensiun sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan dana pensiun yang berlaku.

4.50

Hukum Bisnis 

Selain itu, berdasarkan Pasal 12 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998, Pemerintah bersama Bank Indonesia dapat melakukan kerja sama dengan Bank Umum untuk menunjang pelaksanaan program peningkatan taraf hidup rakyat banyak melalui pemberdayaan koperasi, usaha kecil, dan menengah. Demikian pula, Bank Umum dapat membeli sebagian atau seluruh agunan untuk kepentingan banknya. Hal ini disebutkan dalam Pasal 12 A Undang-Undang No. 10 Tahun 1998, yang merupakan ketentuan baru yang ditambahkan pada Undang-Undang No. 7 Tahun 1992. Pembelian tersebut, baik melalui pelelangan maupun di luar pelelangan berdasarkan penyerahan secara sukarela oleh pemilik agunan atau berdasarkan kuasa untuk menjual di luar lelang dari pemilik agunan dalam hal Nasabah Debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada bank dengan ketentuan agunan yang dibeli tersebut, wajib dicairkan secepatnya. Pembelian oleh bank melalui pelelangan dimaksudkan untuk membantu bank agar dapat mempercepat penyelesaian kewajiban Nasabah Debiturnya. Dalam hal bank sebagai pembeli agunan Nasabah Debiturnya, status bank adalah sama dengan pembeli bukan bank lainnya. Bank dimungkinkan membeli agunan di luar pelelangan adalah dimaksudkan agar dapat mempercepat penyelesaian kewajiban Nasabah Debiturnya. Bank tidak diperbolehkan memiliki agunan yang dibelinya, dan secepat-cepatnya harus menjual kembali agar hasil penjualan agunan dapat segera dimanfaatkan oleh bank. Untuk usaha bank yang berjenis Bank Perkreditan Rakyat, usahanya lebih sempit jika dibandingkan usaha yang dijalankan Bank Umum. Di dalam Pasal 13 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 disebutkan bahwa usaha Bank Perkreditan Rakyat meliputi berikut ini. 1) Menghimpun dana masyarakat Bank Perkreditan Rakyat menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. Penyebutan atau “bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu” dimaksudkan untuk menampung kemungkinan adanya bentuk penghimpunan dana dari masyarakat oleh Bank Perkreditan Rakyat yang serupa dengan deposito dan tabungan tetapi bukan giro atau simpanan lain yang dapat ditarik dengan cek. 2) Memberikan kredit 3) Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana Bank Perkreditan Rakyat menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang

 EKMA4316/MODUL 4

4.51

ditetapkan oleh Bank Indonesia. Bank Perkreditan Rakyat yang melaksanakan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah tidak diperkenankan melaksanakan kegiatan secara konvensional dan Bank Perkreditan Rakyat yang berdasarkan prinsip konvensional tidak diperkenankan melakukan kegiatan berdasarkan Prinsip Syariah. 4) Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito, sertifikat deposito, dan/atau tabungan pada bank lain. Di samping rincian kegiatan usaha bank sesuai dengan jenis banknya, terdapat pula pembatasan bagi bank untuk menjalankan kegiatan usahanya tersebut sebagaimana disebutkan di dalam Pasal 10 dan Pasal 14 UndangUndang No. 10 Tahun 1998. Dalam Pasal 10 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 dinyatakan bahwa Bank Umum dilarang: 1) melakukan penyertaan modal, kecuali yang diizinkan oleh UndangUndang Perbankan yang Diubah sebagai usaha tambahnya; 2) melakukan usaha perasuransian; 3) melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7, antara lain melakukan kegiatan sebagai penjamin emisi efek (underwriter). Sama halnya dengan Bank Umum, Bank Perkreditan Rakyat usahanya juga dibatasi. Dalam Pasal 14 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 dinyatakan bahwa Bank Perkreditan Rakyat dilarang: 1) menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran; 2) melakukan kegiatan usaha dalam bentuk valuta asing; Larangan yang dimaksud di sini tidak termasuk kegiatan tukar-menukar valuta asing (money changer). Untuk melakukan usaha tukar-menukar valuta asing, Bank Perkreditan Rakyat harus memenuhi ketentuan Bank Indonesia; 3) melakukan penyertaan modal; 4) melakukan usaha perasuransian; 5) melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13.

4.52

Hukum Bisnis 

Larangan tersebut dimaksudkan untuk menyesuaikan diri dengan kegiatan usaha Bank Perkreditan Rakyat yang terutama ditujukan untuk melayani usaha-usaha kecil dan masyarakat di daerah pedesaan. Untuk itu, jenis-jenis pelayanan yang dapat diberikan oleh Bank Perkreditan Rakyat disesuaikan dengan maksud tersebut. 4. a.

Pemberian Kredit Dasar pemberian kredit Dalam pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, bank wajib memperhatikan ketentuan yang diatur dalam Pasal 8 ayat (1) dan (2) Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 yang selengkapnya berbunyi sebagai berikut. 1) Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atau itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan. 2) Bank Umum wajib memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan dan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia." Ketentuan Pasal 8 tersebut merupakan dasar hukum bagi untuk menyalurkan kreditnya kepada nasabah debitur. Pemberian kredit merupakan fungsi utama dari bank, untuk itu bank harus menerapkan prinsip kehati-hatian dalam memberikan kredit. Bank Indonesia membuat ketentuan batas maksimum pemberian kredit (BMPK) atau disebut dengan legal lending limit. Ketentuan pembatasan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah diatur dalam Pasal 11, yang selengkapnya berbunyi sebagai berikut. 1) Bank Indonesia menetapkan ketentuan mengenai batas maksimum pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, pemberian jaminan, penempatan investasi Surat Berharga atau hal lain yang serupa, yang dapat dilakukan oleh Bank kepada peminjam atau sekelompok peminjam yang terkait, termasuk kepada perusahaanperusahaan dalam kelompok yang sama dengan bank yang bersangkutan. 2) Bank Indonesia menetapkan ketentuan mengenai batas maksimum pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah,

 EKMA4316/MODUL 4

4.53

pemberian jaminan, penempatan investasi surat berharga, atau hal lain yang serupa yang dapat dilakukan oleh bank kepada: a) pemegang saham yang memiliki 10% (sepuluh perseratus) atau lebih dari modal disetor bank; b) anggota dewan komisaris; c) anggota direksi; d) keluarga dari pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c; e) pejabat bank lainnya; dan f) perusahaan-perusahaan yang di dalamnya terdapat kepentingan dari pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e. Pelaksanaan ketentuan dalam Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 wajib dilaporkan kepada Bank Indonesia. Ketentuan tentang BMPK ini sangat penting karena pemberian kredit dapat menimbulkan risiko kemacetan dalam pelunasannya yang berakibat terhadap kesehatan bank yang bersangkutan. Risiko yang dihadapi bank dapat mempengaruhi keamanan dana dari masyarakat yang disimpan pada bank, karena kredit bersumber dari dana masyarakat yang disimpan pada bank. Untuk itu, risiko wajib disebar dengan mengatur penyaluran kredit, pemberian jaminan maupun fasilitas lain, sehingga tidak terpusat pada debitur atau kelompok debitur tertentu. b.

Penyelamatan dan penyelesaian kredit bermasalah Kredit bermasalah merupakan risiko yang terdapat dalam setiap pemberian kredit oleh bank. Suatu kredit dikategorikan kredit bermasalah apabila kualitas kredit tergolong pada tingkat kolektibilitas kurang lancar, diragukan atau macet. Penyelesaian kredit bermasalah dapat dilakukan melalui penyelamatan dan penyelesaian kredit bermasalah. Penyelamatan kredit bermasalah dapat dilakukan dengan mendasarkan pada Surat Edaran Bank Indonesia No. 26/4/BPPP tanggal 29 Mei 1993. Penyelamatan kredit merupakan suatu upaya penyelesaian kredit bermasalah melalui perundingan kembali antara bank selaku kreditur dan peminjam selaku debitur. Pada prinsipnya Surat Edaran Bank Indonesia No. 26/4/BPPP tanggal 29 Mei 1993 mengatur penyelamatan kredit bermasalah melalui berikut ini.

4.54

Hukum Bisnis 

1) Rescheduling Upaya untuk melakukan perubahan terhadap beberapa syarat kredit yang berkenaan dengan jadwal pembayaran dan/atau jangka waktu kredit termasuk masa tenggang, baik meliputi perubahan jumlah angsuran maupun tidak. 2) Reconditioning Upaya melakukan perubahan atas sebagian atau seluruh persyaratan perjanjian kredit, yang tidak terbatas pada perubahan jadwal pembayaran, jangka waktu, dan/atau persyaratan lainnya, sepanjang tidak menyangkut perubahan maksimum saldo kredit, dan konversi atas seluruh atau sebagian dari pinjaman menjadi ekuitas perusahaan. 3) Restructuring Upaya untuk melakukan perubahan syarat-syarat perjanjian kredit berupa penanaman dana bank, dan/atau melakukan konversi atas seluruh atau sebagian tunggakan bunga menjadi pokok kredit baru, dan/atau konversi seluruh atau sebagian dari kredit menjadi penyertaan dalam perusahaan. Tindakan penyelamatan kredit bermasalah tersebut dapat dilakukan sepanjang syarat usaha debitur masih ada prospek. Namun, jika upaya penyelamatan kredit bermasalah tidak efektif, maka penyelesaian kredit macet dapat dilakukan melalui lembaga hukum, yakni 1) Mengalihkan penagihan kredit macet tersebut ke DJPLN Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara adalah lembaga yang dibentuk oleh pemerintah khusus untuk menyelesaikan hutang-hutang kepada negara atau hutang-hutang kepada badan-badan, baik secara langsung atau tidak langsung dikuasai negara. Lembaga ini dibentuk dengan tujuan utama untuk mempercepat, mempersingkat dan mengefektifkan penagihan piutang negara. Mekanisme penyelesaian piutang negara dilakukan melalui beberapa tahapan sebagai berikut. a) Setelah dirundingkan oleh panitia dengan penanggung hutang dan diperoleh kata sepakat tentang jumlah hutang yang asih harus dibayar, termasuk bunga, denda serta biaya-biaya yang berkaitan dengan piutang, maka oleh ketua panitia dan penanggung hutang atau penanggung hutang dibuat satu pernyataan bersama yang memuat jumlah tersebut dan memuat kewajiban penanggung hutang untuk melunasinya.

 EKMA4316/MODUL 4

4.55

b) Pelaksanaan dilakukan dengan surat paksa, melalui penyitaan, pelelangan barang-barang kekayaan penanggung hutang, penyanderaan terhadap penanggung hutang dan pernyataan lunas piutang negara. 2) Gugatan wanprestasi ke pengadilan negeri Apabila debitur tidak melunasi utang, setiap kreditur dapat mengajukan gugatan perdata untuk memperoleh keputusan pengadilan. Pengajuan gugatan ini diperlukan untuk menyita dan melelang harta milik debitur atau penanggung hutang yang tidak dilakukan pengikatan secara khusus atau terhadap harta ahli warisnya. Ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan untuk mengajukan gugatan, yakni a) memastikan pihak-pihak yang akan digugat; b) mempersiapkan dokumen sebagai alat bukti; c) menyelidiki harta debitur/penanggung hutang atau ahli warisnya dalam rangka menjamin nilai gugatan yang diajukan; d) permintaan kuasa dari direksi kepada Pejabat bank(staf pada grup legal dan pejabat cabang/unit terkait). Beberapa hal yang perlu diperhatikan menyangkut penyusunan dan pengajuan surat gugatan adalah: a) mendaftarkan gugatan dan membayar uang muka biaya perkara; b) mendapatkan nomor perkara; c) menghadiri sidang pengadilan; d) mengajukan permohonan sita jaminan, pelaksanaan putusan pengadilan kepada Ketua PN. c.

Permohonan Pailit terhadap Penanggung Hutang Untuk mendapatkan pelunasan atas kredit macet tersebut, maka bank selaku kreditur dapat mengajukan permohonan pailit ke Pengadilan Niaga setelah terlebih dahulu memenuhi persyaratan yang telah diatur dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Persyaratan yang harus dipenuhi sebelum mengajukan permohonan pailit adalah: 1) dalam keadaan tidak mampu membayar hutang yang sudah jatuh tempo terhadap satu atau lebih kreditur; 2) kewajiban/hutang tersebut berasal dari suatu transaksi dagang; 3) gugatan pailit diajukan tertulis oleh seorang pengacara praktek.

4.56

Hukum Bisnis 

Setelah semua persyaratan dipenuhi, maka: 1) gugatan pailit diajukan ke Pengadilan Niaga; 2) gugatan pailit tidak dapat dibanding ke Pengadilan Tinggi tapi langsung kasasi ke Mahkamah Agung RI; 3) proses pemeriksaan lebih cepat dari pada gugatan biasa. 5. a.

b.

Kepemilikan Bank Pasal 22 menentukan bahwa Bank Umum hanya dapat didirikan oleh: 1) Warga Negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia; atau 2) Warga Negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia dengan Warga Negara Asing dan/atau badan hukum asing secara kemitraan. Ketentuan mengenai persyaratan pendirian yang wajib dipenuhi pihakpihak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Bank Indonesia. Kemitraan tersebut juga berlaku dalam hal bank umum menjadi perusahaan publik yang tercatat di bursa efek.

Menurut Gunarto Suhardi, pemilik bank juga harus memiliki sejarah atau reputasi yang baik. Riwayat kepemilikan ini berkaitan erat dengan prinsip kepercayaan, yang menjadi pilar eksistensi sebuah bank. Dalam hal ini, Bank Indonesia seharusnya memiliki sumber informasi yang akurat dan up to date untuk menjaga kepercayaan sistem perbankan secara keseluruhan. Dalam ketentuan Pasal 25 disebutkan bahwa Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat yang berbentuk perseroan terbatas, sahamnya hanya dapat diterbitkan dalam bentuk saham atas nama. Hal ini dimaksudkan agar dapat diketahui perubahan kepemilikan saham dari bank yang bersangkutan. Menurut ketentuan Pasal 26, Bank Umum dapat melakukan emisi saham melalui bursa efek. Selain itu, warga negara Indonesia, warga negara asing, badan hukum Indonesia, dan atau badan hukum asing dapat membeli saham Bank Umum, secara langsung da atau melalui bursa efek. Sesuai ketentuan Pasal 27, perubahan kepemilikan bank wajib memenuhi ketentuan tentang kepemilikan bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3), Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, dan Pasal 26 dan perubahan tersebut dilaporkan kepada Bank Indonesia.

 EKMA4316/MODUL 4

4.57

6.

Pengertian Perbankan Syariah Bank syariah berkembang dengan pesat di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dengan keluarnya Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yang secara implisit membolehkan bank mempergunakan prinsip bagi hasil dalam sistem operasionalnya, undang-undang ini menganut “single banking system” (perbankan satu sistem), prinsip bagi hasil ini lebih tegas dituangkan dalam Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 1992. Pada peraturan pemerintah tersebut tidak membolehkan bank memakai dua prinsip sekaligus secara bersamaan, jadi bank hanya memakai satu prinsip dalam kegiatan operasionalnya, apakah secara konvensional berdasarkan bunga atau dengan cara bagi hasil. Selanjutnya berdasarkan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998, yang mengamandemen Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 diperkenankan sistem perbankan ganda yaitu “dual banking system”. Dengan adanya sistem perbankan ganda ini maka bank umum konvensional dalam kegiatan operasionalnya dapat memberikan layanan syariah kepada nasabahnya melalui Islamic Window (jendela syariah) dengan membentuk Unit Usaha Syariah (UUS). Pasal 10 Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/3/PBI/ 2006 menyatakan Oleh karena pengaturan mengenai perbankan syariah di dalam UndangUndang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 belum spesifik, maka dikeluarkanlah Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tanggal 16 Juli 2008, Lembaran Negara Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No.: 4867 tentang Perbankan Syariah. Pada Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 21 Tahun 2008, yang menyebutkan: “Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya”.

Adapun yang dimaksud dengan Bank Syariah menurut Pasal 1 angka 7 Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 adalah sebagai berikut.

“Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah”.

4.58

Hukum Bisnis 

7.

Kelembagaan Perbankan Syariah di Indonesia Kelembagaan perbankan syariah merupakan sesuatu yang penting untuk dipahami, karena berdasarkan peraturan perundang-undangan perbankan menunjukkan bahwa jasa perbankan syariah dapat diberikan oleh bank umum konvensional melalui mekanisme pembukaan jendela syariah (islamic window) dengan terlebih dahulu membentuk Unit Usaha Syariah (UUS). Di samping itu, mekanisme pembentukan perbankan syariah juga dapat dilakukan melalui akuisisi dan konversi serta pemisahan (spin off).18 Berdasarkan ketentuan Pasal 7 Undang-Undang No. 21 Tahun 2008, Bank Syariah hanya dapat dilaksanakan oleh badan hukum berupa Perseroan Terbatas. Pengertian Perseroan Terbatas diatur dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007, yang menyebutkan bahwa: “Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.”

Bank Syariah sebagai badan hukum memiliki beberapa karakteristik, yang meliputi berikut ini. a. Memiliki kekayaan tersendiri Bank syariah sebagai badan hukum, pendukung hak dan kewajiban, dapat mengadakan hubungan bisnis dengan pihak lain. Untuk itu dia memiliki kekayaan sendiri, yang terpisah dari kekayaan pengurus atau pendirinya. Segala kewajiban hukumnya dipenuhi dari kekayaan yang dimilikinya itu. b. Anggaran Dasar disahkan oleh Menteri Anggaran Dasar badan hukum harus mendapat pengesahan secara resmi dari Menteri. Bagi badan hukum Perseroan Terbatas Anggaran Dasarnya disahkan oleh Menteri Hukum dan HAM (Pasal 7 ayat (6) UndangUndang No. 40 Tahun 2007). Sejak tanggal pengesahan itu diberikan, maka sejak itu pula badan usaha yang bersangkutan memperoleh status badan hukum dan dengan demikian memiliki harta kekayaan sendiri yang terpisah dari harta kekayaan pribadi pengurus atau pendirinya. c. Ada pengurus Agar dapat berbuat menurut hukum, maka bank syariah yang berbentuk badan hukum diurus oleh direksi yang ditetapkan dalam Anggaran 18

Khotibul Umam, 2009, Trend Pembentukan Bank Umum Syariah, Pasca Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 (Konsep, Regulasi dan Implementasi), BPFE, Yogyakarta, hlm. 35.

 EKMA4316/MODUL 4

d.

4.59

Dasarnya, sebagai yang berwenang mewakili badan hukum. Direksi menjalankan pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan sebagaimana ditentukan dalam Anggaran Dasar. Dalam perbankan syariah, direksi wajib menjalankan pengurusan dan pengelolaan berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Selain direksi, bank syariah juga dapat memiliki Dewan Komisaris, sama dengan bank konvensional. Di samping itu, bank syariah juga memiliki Dewan Pengawas Syariah, yang bertugas mengawasi operasional bank dan produk-poduknya agar sesuai dengan prinsip syariah. Dewan Pengawas Syariah biasanya diletakkan pada posisi setingkat Dewan Komisaris pada setiap bank. Hal ini untuk menjamin efektivitas dari setiap opni yang diberikan oleh Dewan Pengawas Syariah. Oleh karena itu, biasanya penetapan anggota Dewan Pengawas Syariah dilakukan oleh Rapat Umum Pemegang Saham, setelah para anggota Dewan Pengawas Syariah mendapatkan rekomendasi Dari Dewan Syariah Nasional. Mempunyai tujuan sendiri Sebagai badan hukum yang melakukan kegiatan usaha, bank syariah mempunyai tujuan sendiri. Tujuan tersebut ditentukan dalam Anggaran Dasar bank syariah.

Kegiatan perbankan berdasarkan prinsip syariah secara kelembagaan dapat dilakukan melalui empat lembaga, yaitu sebagai berikut.19 a. Bank Umum Syariah Bank Umum Syariah adalah bank syariah yang mempunyai kegiatan memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Berdasarkan ketentuan Pasal 2 PBI No. 11/3/PBI/2009 tentang Bank Umum Syariah, bentuk hukum badan hukum bank adalah Perseroan Terbatas. Selanjutnya, dalam Pasal 5 PBI No. 11/3/PBI/2009 ditentukan bahwa modal disetor untuk mendirikan Bank ditetapkan paling sedikit Rp1.000.000.000.000,(satu triliun rupiah). b. Bank Perkreditan Rakyat Syariah Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

19 Ibid hlm. 40-44

4.60

Hukum Bisnis 

Berdasarkan Pasal 2 PBI No. 6/17/PBI/2004, BPRS dapat berbentuk Perseroan Terbatas, Koperasi atau Perusahaan Daerah. Sejak diundangkan Undang-Undang No. 21 Tahun 2008, Bank Perkreditan Rakyat Syariah disebut dengan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. Berdasarkan Pasal 1 angka 9 Undang-Undang No. 21 tahun 2008, Bank Pembiayaan Rakyat Syariah adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Modal disetor BPRS berbeda antara wilayah satu dengan wilayah lainnya. Dalam PBI No. 6/17/PBI/2004 tentang Bank Perkreditan Rakyat Syariah ditetapkan modal disetor sebagai berikut. Modal Disetor Rp.2 miliar Rp.1 miliar Rp.500 juta

c.

Wilayah DKI Jakarta, Kab./Kota Tangerang, Bogor, Depok dan Bekasi Ibukota provinsi di luar wilayah DKI Jakarta, Kab./Kota Tangerang, Bogor, Depok dan Bekasi Wilayah lain

Kegiatan usaha BPRS dan Bank Umum Syariah hampir sama, yaitu menghimpun dana, menyalurkan dana dan kegiatan di bidang jasa. Perbedaan terletak pada larangan bagi BPRS untuk memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Islamic Windows Jendela bagi Bank Umum Konvensional untuk pembukaan kantor bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah adalah perubahan Pasal 6 huruf m Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 oleh Undang-Undang No. 10 Tahun 1998. Pengaturan pembukaan kantor bank berdasarkan prinsip syariah ada dalam Pasal 13 ayat (1) PBI No. 8/3/PBI/2006, yang menetapkan pembukaan tersebut dapat dilakukan dengan cara: 1) membuka Kantor Cabang Syariah yang baru; 2) mengubah kegiatan usaha Kantor Cabang menjadi Kantor Cabang Syariah; 3) meningkatkan status Kantor di bawah Kantor Cabang menjadi Kantor Cabang syariah; 4) mengubah kegiatan usaha Kantor Cabang yang sebelumnya telah membuka Unit Syariah menjadi Kantor Cabang Syariah;

 EKMA4316/MODUL 4

4.61

5) meningkatkan status Kantor Cabang Pembantu yang sebelumnya telah membuka Unit Syariah menjadi kantor Cabang Syariah; dan/atau 6) membuka Kantor Cabang Syariah baru yang berasal dari Unit Syariah dari Kantor Cabang dan/atau Kantor Cabang Pembantu di lokasi yang sama atau di luar lokasi Kantor Cabang dan/atau Kantor Cabang Pembantu di mana Unit Syariah sebelumnya berada. Persyaratan untuk membuka Islamis Windows diatur dalam ketentuan Pasal 14-16 PBI No. 8/3/PBI/2006, yang meliputi: 1) menyisihkan modal kerja untuk kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah minimum untuk meng-cover biaya operasional awal, antara lain biaya sewa gedung, gaji karyawan, dan overhead cat; 2) memenuhi rasio Kewajiban Modal Minimum bagi Unit Usaha Syariah; 3) memiliki pencatatan dan pembukuan tersendiri untuk Kegiatan Usaha berdasarkan Prinsip Syariah; 4) menyusun laporan keuangan Kegiatan Usaha berdasarkan Prinsip Syariah; 5) memasukkan laporan keuangan tersebut di atas dalam laporan keuangan gabungan; 6) wajib mencantumkan kata “Syariah” pada setiap penulisan nama kantornya. Pengaturan terkini tentang Islamic Windows sebagai mekanisme pemberian layanan syariah dengan terlebih dahulu membentuk UUS adalah Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 dan sebagai peraturan pelaksanaannya diatur dalam PBI No.11/10/PBI/2009 tentang Unit Usaha Syariah. Maksud diundangkannya PBI adalah UUS harus berkembang secara sehat dan dikelola secara profesional sehingga diperlukan dukungan dari manajemen dan modal yang cukup agar dapat tumbuh secara sehat dan tangguh (sustainable). UUS sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 3 PBI No. 11/10/PBI/2009 adalah unit kerja dari BUK yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah atau unit kerja di kantor cabang dari suatu bank yang berkedudukan di luar negeri yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang

4.62

Hukum Bisnis 

pembantu syariah dan/atau unit syariah. UUS menjadi prasyarat bagi Bank Umum Konvensional (BUK) yang akan melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, di mana rencana pembukaan UUS harus dicantumkan dalam rencana bisnis BUK. Pembukaan UUS hanya dapat dilakukan dengan izin Bank Indonesia, dalam bentuk izin usaha. Modal kerja UUS ditetapkan dan dipelihara paling kurang sebesar (Rp. 100.000.000.000,- (seratus miliar rupiah) dan modal kerja harus disisihkan dalam bentuk tunai. Permohonan izin usaha UUS diajukan BUK disertai antara lain dengan: a) rancangan perubahan anggaran dasar yang paling kurang memuat kegiatan usaha UUS; b) identitas dan dokumen pendukung Direktur yang akan bertanggung jawab penuh terhadap UUS, calon anggota DPS dan calon Pejabat Eksekutif; c) studi kelayakan mengenai peluang pasar dan potensi ekonomi; dan d) rencana bisnis (business plan) UUS untuk tahun pertama dan jangka menengah. BUK yang telah mendapatkan izin usaha UUS wajib melakukan kegiatan usaha paling lambat 60 hari terhitung sejak tanggal izin usaha diberikan. Selanjutnya UUS berkewajiban membuat laporan pelaksanaan kegiatan paling lambat 10 hari setelah tanggal pelaksanaan kegiatan usaha dan apabila dalam jangka waktu 60 hari terhitung sejak tanggal izin usaha diberikan belum melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, maka izin usaha yang telah diberikan menjadi tidak berlaku. d.

Office Channeling Office Channeling merupakan istilah yang diberikan untuk menandai Kantor Cabang dan/atau Kantor Cabang Pembantu BUK diperbolehkan melakukan kegiatan usaha perbankan berdasarkan prinsip syariah. Sebelumnya, praktik ini tidak diperbolehkan berdasarkan prinsip Islamic Windows menurut PBI No.4/1/PBI/2002. Sebenarnya praktik perbankan syariah dilarang dilakukan bersama-sama dalam satu kantor yang menjalankan kegiatan usaha perbankan secara konvensional. Namun Pasal 38 ayat (2) PBI No. 8/3/PBI/2006 memberi kesempatan layanan syariah dibuka:

 EKMA4316/MODUL 4

4.63

1) dalam satu wilayah kerja Kantor Bank Indonesia dengan Kantor Cabang Syariah induknya; 2) dengan menggunakan pola kerja sama antara Kantor Cabang Syariah induknya dengan Kantor Cabang dan/atau Kantor Cabang Pembantu; 3) dengan mempergunakan sumber daya manusia sendiri bank konvensional yang telah memiliki pengetahuan mengenai produk dan operasional bank syariah. Praktik islamic windows dan office channeling tidak berjalan lama, karena dalam Pasal 68 Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 disebutkan bahwa Bank Umum Konvensional memiliki UUS yang nilai assetnya telah mencapai paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari total nilai aset bank induknya atau 15 (lima belas) tahun sejak berlakunya undangundang ini, maka Bank Umum Konvensional dimaksud wajib melakukan Pemisahan UUS tersebut menjadi Bank Umum Syariah. 8.

Kegiatan Usaha dan Produk Perbankan Syariah Tidak berbeda dengan perbankan konvensional, perbankan syariah juga merupakan lembaga intermediasi keuangan, yakni lembaga yang melakukan kegiatan usaha dengan menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya dalam bentuk kredit atau pembiayaan. Dengan demikian produk yang dikenal di perbankan syariah terdiri dari produk penghimpunan dana (funding), produk penyaluran dana (financing), serta ditambah dengan produk di bidang jasa (fee based income product). Menurut jenisnya, Bank Syariah terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. Perbedaan pokok di antara keduanya adalah terkait pemberian jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bank Umum Syariah adalah Bank Syariah yang dalam kegiatan usahanya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran, sedangkan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah adalah Bank Syariah yang dalam kegiatan usahanya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Di bawah ini akan dijelaskan kegiatan usaha dan produk dari berbagai jenis bank syariah yang ada di Indonesia.20

20 Ibid, hlm.45

4.64

a.

Hukum Bisnis 

Kegiatan Usaha dan Produk Bank Umum Syariah Menurut ketentuan Pasal 19 UU No. 21 Tahun 2008, kegiatan usaha Bank Umum Syariah meliputi: 1) menghimpun dana dalam bentuk simpanan berupa giro, tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan akad wadi’ah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah; 2) menghimpun dana dalam bentuk investasi berupa deposito, tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan akad mudharabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah; 3) menyalurkan pembiayaan bagi hasil berdasarkan akad mudharabah, akad musyarakah, atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah; 4) menyalurkan pembiayaan berdasarkan akad murabahah, akad salam, akad istishna, atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah; 5) menyalurkan pembiayaan berdasarkan akad qardh atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah; 6) menyalurkan pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada nasabah berdasarkan akad ijarah dan/atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah; 7) melakukan pengambilalihan utang berdasarkan akad hawalah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah; 8) melakukan usaha kartu debit dan/atau kartu pembiayaan berdasarkan prinsip syariah; 9) membeli, menjual, atau menjamin atas risiko sendiri surat berharga pihak ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata berdasarkan prinsip syariah, antara lain, seperti akad ijarah, musyarakah, mudharabah, murabahah, kafalah, atau hawalah; 10) membeli surat berharga berdasarkan prinsip syariah yang diterbitkan oleh pemerintah dan/atau Bank Indonesia; 11) menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan pihak ketiga atau antar pihak ketiga berdasarkan prinsip syariah; 12) melakukan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu akad yang berdasarkan prinsip syariah;

 EKMA4316/MODUL 4

4.65

13) menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga berdasarkan prinsip syariah; 14) memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah berdasarkan prinsip syariah; 15) melakukan fungsi sebagai wali amanat berdasarkan akad wakalah; 16) memberikan fasilitas letter of credit atau bank garansi berdasarkan prinsip syariah; 17) melakukan kegiatan yang lazim dilakukan di bidang perbankan dan di bidang sosial sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pada dasarnya, produk yang ditawarkan oleh bank syariah dapat dibagi menjadi tiga (3) bagian besar yaitu sebagai berikut.21 1) Produk penghimpunan dana (funding) Produk-produk penghimpunan dana pada bank syariah ditujukan untuk memobilisasi dan investasi tabungan untuk pembangunan perekonomian dengan cara yang adil dapat dijamin bagi semua pihak. Tujuan mobilisasi dana merupakan hal penting karena Islam secara tegas mengutuk penimbunan tabungan dan menuntut penggunaan sumber dana secara produktif dalam rangka mencapai tujuan sosial ekonomi Islam. Penghimpunan dana di bank syariah ini dapat berbentuk giro, tabungan dan deposito. Prinsip operasional syariah yang diterapkan dalam penghimpunan dana masyarakat ini tidak boleh mengandung unsur bunga sehingga dipakai prinsip titipan (wadiah) dan prinsip bagi hasil (mudharabah).22 Wadiah dapat diartikan sebagai penitipan dana atau barang dari pemilik dana atau barang pada penyimpan dana atau barang dengan kewajiban pihak yang menerima titipan untuk mengembalikan dana atau barang titipan sewaktu-waktu. Sementara itu, pengertian mudharabah menurut Pasal 1 angka 4 PBI Nomor 7/46/PBI/2005 tentang Akad Penghimpunan Dan Penyaluran Dana Bagi Bank Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah adalah penanaman dana dari pemilik dana (shahibul maal) kepada pengelola dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha tertentu dengan 21 Adiwarman A. Karim, 2006, Bank Islam, Analisis Fiqih dan kejuangan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm.97. 22 Abdul Ghofur Anshori, Tanya Jawab Perbankan Syariah, Op.Cit., hlm.44.

4.66

Hukum Bisnis 

pembagian menggunakan metode bagi untung dan rugi (profit and loss sharing) atau metode bagi pendapatan (revenue sharing) antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya. 2) Produk penyaluran dana (financing) Penyaluran dana yang dilakukan oleh bank syariah kepada masyarakat dikenal dengan istilah kredit atau pembiayaan. Istilah kredit banyak dipakai pada dalam sistem bank konvensional yang berbasis pada bunga, sedangkan dalam bank syariah dikenal dengan istilah pembiayaan (financing) yang berbasis pada keuntungan riil yang dikehendaki (margin) ataupun bagi hasil (profit sharing).23 Produk penyaluran dana (financing) kepada masyarakat adalah pembiayaan yang didasarkan pada akad jual beli, akad sewa menyewa, akad bagi hasil dan akad pelengkap.24 Produk pembiayaan yang didasarkan pada akad jual beli menghasilkan produk sebagai berikut. a) Bai’ al Murabahah Bai’ al Murabahah adalah transaksi jual beli dimana pihak bank syariah bertindak sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli, dengan harga jual dari bank merupakan harga beli dari pemasok (produsen) ditambah keuntungan dalam persentase tertentu bagi bank syariah sesuai dengan kesepakatan. Kepemilikan barang akan berpindah kepada nasabah segera setelah perjanjian jual beli ditandatangani dan nasabah akan membayar barang tersebut dengan cicilan tetap yang besarnya sesuai kesepakatan sampai dengan pelunasannya. Dalam hal ini penjual harus terlebih dahulu memberitahukan harga pokok barang ditambah keuntungan yang diinginkan. Kegiatan bai’ al murabahah baru dilakukan setelah ada kesepakatan dengan pembeli. b) Bai’ al Salam Bai’ al Salam merupakan jual beli barang dengan cara pemesanan dengan syarat-syarat tertentu sedangkan pembayaran dilakukan di muka secara tunai. Syarat utama dalam bai’al salam ini adalah barang yang akan diserahkan kemudian tersebut harus ditentukan 23

Abdul Ghofur Anshori, Perbankan Syariah Di Indonesia, Op.cit, hlm.99. Heri Sudarsono, 2007, Bank Dan Lembaga Keuangan Syariah, Deskripsi Dan Ilustrasi, Penerbit Ekonisia, Kampus Fakultas UII, Yogyakarta, hlm. 71. 24

 EKMA4316/MODUL 4

c)

25

4.67

spesifikasinya secara jelas seperti jenis, macam, ukuran, mutu dan jumlahnya. Bai’ al Istishna Bai’ al Istishna hampir sama dengan bai’ al salam di mana ini merupakan jual beli barang dengan cara memesan terlebih dahulu, sedangkan pembayarannya dapat dilakukan di muka secara tunai, secara angsuran ataupun membayar pada saat barang pesanan sudah siap. Pembiayaan berdasarkan akad sewa menyewa pada bank syariah akan menghasilkan produk-produk pembiayaan seperti berikut. (1) Ijarah Menurut fatwa Dewan Syariah Nasional, pembiayaan ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa/upah tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang.25 (2) Ijarah Muntahiya bitamlik (ijarah wa iqtina). Ijarah Muntahiya bitamlik (ijarah wa iqtina)merupakan akad sewa menyewa barang antara bank (muaajir) dengan penyewa (mustajir) yang diikuti janji bahwa pada saat yang ditentukan kepemilikan barang sewaan akan berpindah kepada mustajir (penyewa). Produk yang dihasilkan dari pembiayaan yang berdasarkan akad bagi hasil adalah berikut ini. (a) Al- Musyarakah Al- Musyarakah merupakan akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk melakukan suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Dalam praktik perbankan, al-musyarakah diaplikasikan dalam hal pembiayaan proyek. Nasabah yang dibiayai dengan bank sama-sama menyediakan dana untuk melaksanakan proyek tersebut. Keuntungan dari proyek tersebut dibagi sesuai dengan kesepakatan untuk bank setelah terlebih dahulu mengembalikan dana yang dipakai nasabah. Almusyarakah

Zainuddin. Ali, Op. cit, hlm.33.

4.68

Hukum Bisnis 

dapat pula dilakukan untuk kegiatan investasi seperti lembaga keuangan modal ventura. (b) Al-Mudharabah Al-Mudharabah merupakan akad kerja sama antara dua pihak di mana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh modal dan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha yang didapatkan dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak. Apabila rugi maka akan ditanggung pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat dari kelalaian si pengelola. Tetapi bila kerugian itu diakibatkan karena kelalaian pengelola maka si pengelola harus bertanggung jawab terhadap kerugian tersebut. Mudharabah ini terbagi dalam dua jenis yaitu mudharabah muthlaqah dan mudharabah muqayyadah. Pengertian mudharabah muthlaqah adalah kerja sama antara shahibul maal (penyedia dana) dan mudharib (pengelola dana) yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh waktu, spesifikasi usahanya dan daerah bisnis. Sementara itu, mudharabah muqayyadah dibatasi oleh waktu, spesifikasi usaha dan daerah bisnis. Al mudharabah ini biasanya diaplikasikan dalam dunia perbankan pada produk pembiayaan dan pendanaan. (c) Al-Muzara’ah Al-Muzara’ah merupakan kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dan penggarap. Pemilik lahan memberikan lahan pada penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan bagian tertentu dari hasil panen. (d) Al-Musaqah Al-Musaqah merupakan bentuk yang sederhana dari muzara’ah yaitu penggarap hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan dengan menggunakan dana dan peralatan mereka sendiri. Penggarap berhak atas nisbah tertentu dari hasil panen. Produk perbankan syariah berdasarkan akad pelengkap ini tidak ditujukan untuk mencari keuntungan tetapi ditujukan untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan. Bank syariah diperbolehkan untuk meminta penggantian biaya-biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan akad ini.

 EKMA4316/MODUL 4

4.69

Jenis-jenis pembiayaan berdasarkan prinsip akad pelengkap ini adalah: - Al-Hawalah Al-Hawalah merupakan pengalihan utang dari orang yang berutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya. Dengan kata lain, pemindahan beban utang dari satu pihak kepada pihak lain. Dalam dunia perbankan biasanya dikenal dengan kegiatan anjak piutang atau factoring. - Al- Kafalah Al-Kafalah merupakan jaminan yang diberikan oleh penanggung kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung. Dalam praktek perbankan dapat dilakukan dalam hal pembiayaan dengan jaminan seseorang. Sementara itu, praktik kafalah dalam bank syariah adalah dalam bentuk bank garansi di mana bank bertindak untuk menjamin seseorang dan bila orang tersebut tidak menunaikan kewajibannya maka bank sebagai pihak penjaminlah yang akan mengambil alih atau melaksanakan kewajiban tersebut. - Al-Wakalah. Al-wakalah adalah pelimpahan kekuasaan oleh seseorang sebagai pihak pertama kepada orang lain sebagai pihak kedua sebatas kuasa atau wewenang yang diberikan oleh pihak pertama. - Ar-Rahn Ar-rahn adalah kegiatan menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Rahn ini seperti jaminan utang atau gadai. - Al-Qardh Al-Qardh pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali. Dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan. Akad pelengkap ini diperlukan untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan. Akad pelengkap ini tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, misalnya dalam Akad pembiayaan murabahah diperlukan adanya akad wakalah untuk mempermudah jalannya pembiayaan murabahah tersebut.

4.70

Hukum Bisnis 

3) Produk Jasa (services) Bank syariah dapat melakukan berbagai pelayanan jasa perbankan kepada nasabah dengan mendapat imbalan berupa sewa atau keuntungan. Produk jasa ini adalah Sharf dan Ijarah. Dalam setiap transaksi pembiayaan ataupun jasa memerlukan adanya kesepakatan di antara para pihak yang saling mengikatkan diri. Setiap transaksi ataupun perjanjian yang diadakan di bank syariah, tidak setiap orang mempunyai kemampuan atau kesempatan untuk menyelesaikannya sendiri. Pada suatu kesempatan, seseorang perlu mendelegasikan suatu pekerjaan kepada orang lain untuk mewakili dirinya. Dalam perbankan syariah pemberian kuasa dikenal dengan istilah wakalah, yang dapat berupa pemberian kuasa dari nasabah kepada bank, misalnya L/C (Letter of Credit), dan pemberian kuasa dari bank kepada nasabah seperti yang terdapat dalam praktek pembiayaan murabahah. Di situ akan terlihat adanya pemberian kuasa membeli dari bank kepada nasabah. Pemberian kuasa ini tentu saja ada yang sifatnya sukarela, pun ada yang sifatnya profit, dengan pemberian semacam upah/fee kepada pihak yang menerima kuasa. Namun pada praktik biasanya pemberian kuasa dilaksanakan dengan cuma-cuma, kecuali diperjanjikan sebaliknya. Kadang setiap orang tidak selalu mempunyai waktu yang cukup dalam menyelesaikan semua urusannya dalam waktu yang telah ditetapkan, sehingga biasa orang memerlukan bantuan orang lain untuk menyelesaikan urusannya tersebut, melalui perwakilan ataupun pendelegasian. Dalam Islam pendelegasian atau penyerahan tugas dikenal dengan istilah wakalah. Wakalah atau Wikalah berarti pendelegasian atau perwakilan oleh seseorang kepada orang yang bisa menggantikan dirinya dalam hal-hal yang diperbolehkan di dalamnya, misalnya dalam jual beli dan sebagainya. Dalam jual beli atau yang implikasinya dalam perbankan Syariah lebih dikenal sebagai produk murabahah, juga diperlukan adanya akad wakalah sebagai akad awal sebelum terjadi akad murabahah itu sendiri. Dalam perjanjian murabahah, wakalah merupakan akad atau perjanjian yang bersifat assecoir (perjanjian tambahan) di dalam akad pembiayaan murabahah. Dalam hal ini akad wakalah dimaksudkan sebagai perjanjian yang mengikuti perjanjian pokok yakni perjanjian murabahah.

 EKMA4316/MODUL 4

4.71

Pada umumnya seorang nasabah yang membeli kendaraan/peralatan, secara cicilan mengajukan permohonannya ke bank. Secara konseptual bank membeli barang dari supplier/pemasok barang, kemudian menjualnya kembali kepada nasabah. Namun secara hukum nasabah yang menandatangani atau membeli barang semula. Dalam hal ini nasabah yang berdasarkan kedudukan sebagai wakil dari bank untuk membeli barang secara langsung kepada supplier/pemasok barang, jadi dalam hal ini kedudukan nasabah sebagai pemegang kuasa dari bank. Di samping kegiatan-kegiatan tersebut di atas, berdasarkan ketentuan Pasal 20 ayat (1) UUPS juga menyebutkan, bahwa Bank Umum Syariah dapat pula melakukan kegiatan: a) melakukan kegiatan valuta asing berdasarkan prinsip syariah; b) melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank umum syariah atau lembaga keuangan yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah; c) melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya; d) bertindak sebagai pendiri dan pengurus dana pensiun berdasarkan prinsip syariah; e) melakukan kegiatan dalam pasar modal sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal; f) menyelenggarakan kegiatan atau produk bank yang berdasarkan prinsip syariah dengan menggunakan sarana elektronik; g) menerbitkan, menawarkan, dan memperdagangkan surat berharga jangka pendek berdasarkan prinsip syariah, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui pasar uang; h) menerbitkan, menawarkan, dan memperdagangkan surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui pasar modal; dan i) menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha bank umum syariah lainnya yang berdasarkan prinsip syariah. Sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 2 PBI No.10/16/PBI/2008, pelaksanaan dari ketiga kegiatan usaha Bank Syariah di atas wajib memenuhi Prinsip Syariah, yakni prinsip keadilan dan keseimbangan

4.72

Hukum Bisnis 

(‘adl wa tawazun), kemaslahatan (maslahah), dan universalisme (alamiyah) serta tidak mengandung gharar, masyir, riba, zalim dan objek haram. Selanjutnya berdasarkan Pasal 3 PBI No.9/19/PBI/2007 ditegaskan bahwa Prinsip Syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dilakukan: a) dalam kegiatan penghimpunan dana dengan mempergunakan antara lain Akad Wadi’ah dan Mudharabah; b) dalam kegiatan penyaluran dana berupa Pembiayaan dengan mempergunakan antara lain Akad Mudharabah, Musyarakah, Murabahah, Salam, Istishna’, Ijarah, Ijarah Muntahiya Bitamlik dan Qardh; dan c) dalam kegiatan pelayanan jasa dengan mempergunakan antara lain Akad Kafalah, Hawalah, dan Sharf. b.

Kegiatan Usaha dan Produk Unit Usaha Syariah Bank Umum Konvensional Sehubungan dengan Indonesia menganut sistem perbankan ganda, BUK diberi kesempatan untuk memberikan layanan syariah dengan terlebih dahulu membentuk UUS yang berfungsi sebagai kantor pusat bank syariah. Berdasarkan Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang No. 21 Tahun 2008, kegiatan usaha dari UUS meliputi: 1) menghimpun dana dalam bentuk simpanan berupa giro, tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan ini berdasarkan Akad Wadi’ah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; 2) menghimpun dana dalam bentuk investasi berupa deposito, tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad Mudharabah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; 3) menyalurkan pembiayaan bagi hasil berdasarkan Akad Mudharabah, Akad Musyarakah, atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; 4) menyalurkan pembiayaan berdasarkan Akad Murabahah, Akad Salam, Akad Istishna’, atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; 5) menyalurkan pembiayaan berdasarkan Akad Qardh atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;

 EKMA4316/MODUL 4

4.73

6) menyalurkan pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada nasabah berdasarkan Akad ijarah dan atau sewa beli dalam bentuk Ijarah Muntahiya Bittamlik atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; 7) melakukan pengambil alihan hutang berdasarkan Akad Hawalah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; 8) melakukan usaha kartu debit dan atau kartu pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah; 9) membeli dan menjual surat berharga pihak ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata berdasarkan Prinsip Syariah, antara lain seperti Akad Ijarah, Musyarakah, Mudharabah, Murabahah, Kafalah, atau Hawalah; 10) membeli surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah yang diterbitkan oleh pemerintah dan atau Bank Indonesia; 11) menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan penghitungan dengan pihak ketiga atau antara pihak ketiga berdasarkan Prinsip Syariah; 12) menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah; 13) memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah berdasarkan Prinsip Syariah; 14) memberikan fasilitas Letter Of Credit atau Bank Garansi berdasarkan Prinsip Syariah; 15) melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan di bidang perbankan dan di bidang sosial sepanjang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang– undangan. Selain itu, Unit Usaha Syariah dapat pula: 1) melakukan kegiatan Valuta Asing berdasarkan Prinsip Syariah; 2) melakukan kegiatan dalam Pasar Modal sepanjang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah dan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pasar Modal; 3) melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya; 4) menyelenggarakan kegiatan atau produk bank yang berdasarkan Prinsip Syariah dengan menggunakan sarana elektronik;

4.74

Hukum Bisnis 

5) menerbitkan, menawarkan, dan memperdagangkan Surat Berharga Jangka Pendek berdasarkan Prinsip Syariah baik secara langsung maupun tidak langsung melalui Pasar Uang; 6) menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha Bank Umum Syariah lainnya yang berdasarkan Prinsip Syariah. Secara teknis operasional produk-produk dari kegiatan usaha UUS juga mendasarkan pada ketentuan Pasal 2 dan 3 PBI No. 9/19/PBI/2007 tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa Bank syariah sebagaimana telah diubah dengan PBI No.10/16/PBI/2008. c.

Kegiatan Usaha dan Produk Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Bank Pembiayaan Rakyat Syariah juga merupakan lembaga intermediasi, yang tidak diperbolehkan melakukan kegiatan usaha dalam lalu lintas pembayaran. Berdasarkan ketentuan Pasal 21 Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 kegiatan usaha Bank Pembiayaan Rakyat Syariah meliputi: 1) Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk: a) simpanan berupa tabungan atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad Wadi’ah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; b) investasi berupa Deposito atau tabungan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. 2) Menyalurkan dana kepada masyarakat dalam bentuk: a) Pembiayaan bagi hasil berdasarkan Akad Mudharabah atau Musyarakah; b) Pembiayaan berdasarkan Akad Murabahah, Salam, atau Istishna; c) Pembiayaan berdasarkan Akad Qardh; d) Pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada nasabah berdasarkan Akad Ijarah atau sewa beli dalam bentuk Ijarahiya Bittamlik; dan e) Pengambil alihan utang berdasarkan Akad Hawalah; 3) Menempatkan dana pada Bank Syariah lain dalam bentuk titipan berdasarkan Akad Wadi’ah atau investasi berdasarkan Akad Mudharabah dan atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;

 EKMA4316/MODUL 4

4.75

4) Memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun kepentingan nasabah melalui rekening Bank Umum Syariah, Bank Umum Konvensional, dan UUS; 5) Menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha Bank Syariah lainnya yang sesuai dengan Prinsip Syariah berdasarkan persetujuan Bank Indonesia. Seperti UUS, secara teknis operasional produk-produk dari kegiatan usaha Bank Pembiayaan Rakyat Syariah juga mendasarkan pada ketentuan Pasal 2 dan 3 PBI No.9/19/PBI/2007 tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa Bank syariah sebagaimana telah diubah dengan PBI No.10/16/PBI/2008. Bank syariah seperti halnya bank konvensional, juga menawarkan nasabah dengan beragam produk. Produk-produk yang ditawarkan oleh bank syariah ini sudah tentu sangat Islami, termasuk dalam memberikan pelayanan kepada nasabahnya yang mengacu kepada nilai-nilai yang terkandung dalam Islam. LA TIH AN Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah latihan berikut! 1) Apakah pengertian bank berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku? dan sebut jenis-jenis bank! 2) Jelaskan perbedaan antara Bank Umum dan BPR ditinjau dari kegiatan usahanya. 3) Tindakan apakah yang dapat dilakukan oleh Pemerintah untuk menyelamatkan bank yang bermasalah? 4) Jelaskan perbedaan pokok antara perbankan syariah dengan perbankan konvensional. 5) Jelaskan keunggulan komparatif Bank Syariah dibandingkan dengan perbankan konvensional.

4.76

Hukum Bisnis 

Petunjuk Jawaban Latihan 1) Menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentukbentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Sementara itu, dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan, yang dimaksud bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Adapun jenis bank berdasarkan fungsinya dikelompokkan menjadi tiga bank, yakni a) Bank Sentral Yaitu Bank Indonesia yang keberadaannya didasarkan pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, yang tugasnya mengatur, menjaga dan memelihara kestabilan nilai rupiah dan meningkatkan kelancaran produksi dan pembangunan serta memperluas lapangan kerja guna meningkatkan taraf hidup rakyat. b) Bank Umum Menurut pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Bank Umum adalah :” Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.” c) Bank Perkreditan Rakyat Bank Perkreditan Rakyat yang selanjutnya disebut BPR menurut Pasal 1 butir 4 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan adalah Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

 EKMA4316/MODUL 4

4.77

Sementara itu, jenis bank berdasarkan kepemilikannya dapat dibagi sebagai berikut. a) Bank Umum Milik Negara Yaitu Bank yang hanya dapat didirikan berdasarkan undang-undang dan modalnya dimiliki oleh negara. b) Bank Umum Milik Swasta Yaitu Bank yang didirikan dan dimiliki oleh warga negara Indonesia dan/atau Badan Hukum Indonesia serta menjalankan usahanya setelah mendapat izin pimpinan Bank Indonesia. c) Campuran Yaitu Bank Umum yang didirikan bersama oleh satu atau lebih bank umum yang berkedudukan di Indonesia dan didirikan oleh Warga Negara Indonesia dan/atau Badan Hukum Indonesia yang dimiliki sepenuhnya oleh Warga Negara Indonesia dengan satu atau lebih bank yang berkedudukan di luar Negeri. d) Bank Milik Pemerintah Daerah Bank-bank milik pemerintah daerah yang didirikan menurut ketentuan yang terdapat dalam Undang-undang No. 13 Tahun 1962. Dalam perkembangannya atau dewasa ini Bank Milik Pemerintah Daerah ini menjadi bank Umum, sesuai dengan Undang-Undang Perbankan. e) Bank Syariah Bank Syariah adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, yakni aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain: (1) pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah); (2) pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah); (3) prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah); (4) pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).

4.78

Hukum Bisnis 

2) Dibandingkan dengan Bank Umum, kegiatan usaha Bank Perkreditan Rakyat lebih sempit, yakni meliputi berikut ini. a) Menghimpun dana masyarakat Bank Perkreditan Rakyat menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. Penyebutan atau “bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu” dimaksudkan untuk menampung kemungkinan adanya bentuk penghimpunan dana dari masyarakat oleh Bank Perkreditan Rakyat yang serupa dengan deposito dan tabungan tetapi bukan giro atau simpanan lain yang dapat ditarik dengan cek. b) Memberikan kredit c) Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana; Bank Perkreditan Rakyat menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Bank Perkreditan Rakyat yang melaksanakan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah tidak diperkenankan melaksanakan kegiatan secara konvensional dan Bank Perkreditan Rakyat yang berdasarkan prinsip konvensional tidak diperkenankan melakukan kegiatan berdasarkan Prinsip Syariah; d) Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito, sertifikat deposito, dan/atau tabungan pada bank lain. 3) Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No. 26/4/BPPP tanggal 29 Mei 1993, tindakan Pemerintah untuk menyelamatkan kredit bermasalah melalui berikut ini. a. Rescheduling Upaya untuk melakukan perubahan terhadap beberapa syarat kredit yang berkenaan dengan jadwal pembayaran dan/atau jangka waktu kredit termasuk masa tenggang, baik meliputi perubahan jumlah angsuran maupun tidak. b. Reconditioning Upaya melakukan perubahan atas sebagian atau seluruh persyaratan perjanjian kredit, yang tidak terbatas pada perubahan jadwal pembayaran, jangka waktu, dan/atau persyaratan lainnya, sepanjang tidak menyangkut perubahan maksimum saldo kredit, dan konversi

 EKMA4316/MODUL 4

c.

4.79

atas seluruh atau sebagian dari pinjaman menjadi ekuitas perusahaan. Restructuring Upaya untuk melakukan perubahan syarat-syarat perjanjian kredit berupa penanaman dana bank, dan/atau melakukan konversi atas seluruh atau sebagian tunggakan bunga menjadi pokok kredit baru, dan/atau konversi seluruh atau sebagian dari kredit menjadi penyertaan dalam perusahaan.

4) Perbedaan pokok antara perbankan syariah dengan perbankan konvensional terletak pada jenis keuntungan yang diambil bank dari transaksi-transaksi yang dilakukannya. Perbankan konvensional mendasarkan keuntungannya dari pengambilan bunga. Sementara itu, perbankan syariah dari imbalan baik berupa jasa (fee based income) maupun profit margin, serta bagi hasil (loss and profit sharing). 5) Keunggulan komparatif Bank Syariah dibandingkan dengan perbankan konvensional terletak pada tujuan pengembangan sistem perbankan syariah antara lain: A) untuk memenuhi kebutuhan jasa perbankan bagi masyarakat yang tidak dapat menerima konsep bunga; B) peluang pembiayaan bagi pengembangan usaha berdasarkan prinsip kemitraan; C) kebutuhan akan produk dan jasa perbankan yang memiliki keunggulan yang unik dan berlandaskan kepada nilai-nilai moral. RA NGK UMA N Lembaga perbankan merupakan inti dari sistem keuangan dari suatu negara. Bank adalah lembaga keuangan yang menjadi tempat bagi orang perseorangan, badan-badan usaha milik negara maupun swasta, dan lembaga pemerintahan untuk menyimpan dana-dana yang dimiliki dan kemudian disalurkan oleh bank melalui kegiatan perkreditan dan berbagai jasa yang lainnya. Berdasarkan Undang-Undang Perbankan dikenal adanya Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat. Selain itu, juga dikenal jenis bank lainnya, berdasarkan fungsinya terdapat Bank Indonesia dan berdasarkan kepemilikannya dikenal Bank Umum Milik Negara, Bank Umum Milik Swasta, Bank Campuran, Bank Milik Pemerintah Daerah dan Bank Syariah.

4.80

Hukum Bisnis 

Bank Umum dapat melakukan berbagai macam kegiatan usaha yang sangat luas mulai dari menghimpun dan menyalurkan dana dari masyarakat, menjadi tempat penitipan dan penyimpanan dana dan kekayaan bergerak lainnya, memperdagangkan valuta asing dan suratsurat berharga serta menjadi penghubung untuk melakukan pembayaran dalam transaksi perdagangan antara eksportir dan importir. Dalam hal menjalankan kegiatan usahanya, bank menghadapi kredit bermasalah, maka upaya yang dapat dilakukan oleh adalah melakukan penyelamatan dan penyelesaian kredit bermasalah tersebut. Penyelamatan kredit bermasalah dapat dilakukan di luar lembaga hukum atau melalui lembaga hukum. Menurut jenisnya, Bank Syariah terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. Kebijakan hukum perbankan di Indonesia menganut sistem perbankan ganda (dual banking system), sehingga BUK dapat memberi layanan syariah melalui pembentukan UUS yang berfungsi sebagai kantor pusat syariah. Perbankan syariah merupakan lembaga intermediasi keuangan, yakni lembaga yang melakukan kegiatan usaha dengan menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya dalam bentuk kredit atau pembiayaan. Dengan demikian produk yang dikenal di perbankan syariah terdiri dari produk penghimpunan dana (funding), produk penyaluran dana (financing), serta ditambah dengan produk di bidang jasa (fee based income product). TES FO RMA TIF 2 Pilihlah satu jawaban yang paling tepat! 1) Bank yang dimiliki oleh warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia serta menjalankan usahanya setelah mendapatkan izin dari pimpinan Bank Indonesia disebut .... A. Bank Umum Milik Negara B. Bank Umum Milik swasta C. Bank Campuran D. Bank Syariah 2) Bank Umum menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk berikut, kecuali .... A. tabungan B. sertifikat deposito C. giro D. kartu kredit

 EKMA4316/MODUL 4

4.81

3) Jenis surat berharga yang dapat diperjualbelikan oleh bank kecuali .... A. wesel B. bilyet giro C. obligasi D. SBI 4) Unsur-unsur penyediaan safe dopit box yang diselenggarakan oleh bank adalah sebagai berikut kecuali .... A. penyimpanan barang B. penyimpanan surat berharga C. tidak perlu diketahui isi dan muatan D. leasing 5) Jenis penyertaan modal Bank Umum pada bank atau perusahaan lain adalah .... A. sewa guna usaha B. modal ventura C. lembaga penyimpanan dan penyelesaian D. semua pernyataan benar 6) Bank Umum dapat melakukan penempatan anjak piutang yang bercirikan .... A. pengurusan piutang B. tagihan jangka panjang C. perjanjian kredit D. semua pernyataan benar 7) Upaya untuk melakukan perubahan syarat-syarat perjanjian kredit berupa penanaman dana bank dan/atau konversi atas seluruh atau sebagian besar tunggakan bunga menjadi pokok kredit batu, dan/atau konversi seluruh atau sebagian dari kredit menjadi penyertaan dalam perusahaan disebut .... A. Rescheduling B. Reconditioning C. Restructuring D. Repositioning 8) Penagihan kredit macet oleh DJPLN dapat dilakukan melalui .... A. sita B. lelang C. sandera terhadap penanggung hutang D. semua pernyataan benar

4.82

Hukum Bisnis 

9) Produk perbankan di bidang pembiayaan berdasarkan prinsip syariah berupa .... A. pembiayaan bagi hasil berdasarkan Akad musyarakah B. pembiayaan penyewaan barang bergerak kepada nasabah berdasarkan sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik C. A dan B benar D. A dan B salah 10) Bank Umum Konvensional wajib melakukan Pemisahan UUS menjadi Bank Umum Syariah jika Bank Umum Konvensional memiliki UUS yang .... A. 5 tahun sejak berlakunya UU ini B. nilai asetnya sebesar 50% dari total nilai aset bank induknya C. memiliki izin usaha D. semua salah Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 2 yang terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar. Kemudian, gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 2.

Tingkat penguasaan =

Jumlah Jawaban yang Benar

 100%

Jumlah Soal Arti tingkat penguasaan: 90 - 100% = baik sekali 80 - 89% = baik 70 - 79% = cukup < 70% = kurang Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat meneruskan dengan Kegiatan Belajar 3. Bagus! Jika masih di bawah 80%, Anda harus mengulangi materi Kegiatan Belajar 2, terutama bagian yang belum dikuasai.

4.83

 EKMA4316/MODUL 4

Kunci Jawaban Tes Formatif Tes Formatif 1 1) D. 2) C. 3) A. 4) D. 5) D. 6) D. 7) C. 8) C. 9) D. 10) C.

Tes Formatif 2 1) B. 2) D. 3) B. 4) D. 5) D. 6) A. 7) C. 8) D. 9) C. 10) D.

4.84

Hukum Bisnis 

Daftar Pustaka Ais, Chatamarrasjid, (2006). Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Edisi Revisi, Jakarta: Kencana. Ali, Zainuddin, 2008, Hukum Perbankan Syariah, cetakan pertama Sinar Grafika, Jakarta. Anshori, Abdul Ghofur, 2006, Pokok-pokok Hukum Perjanjian Islam di Indonesia, Yogyakarta, Citra media. ......................................, 2007, Perbankan Syariah di Indonesia, Gajah Mada University Press, Yogyakarta. ......................................, 2008, Tanya Jawab Perbankan Syariah, UII Press, Yogyakarta. ......................................, 2009, Hukum Perbankan Syariah (UU No. 21 Tahun 2008), Yogyakarta, Refika Aditama. Antonio, Muhammad Syafii, 2007, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Jakarta, Gema Insani. Hasibuan, Otto, (2008), Hak Cipta di Indonesia, Tinjauan Khusus Hak Cipta Lagu, Neighbouring Rigts, dan Collecting Society, Bandung: Alumni. Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual bekerja sama dengan ECASEAN Intellectual Property Rights Co-operation Programme, (2006), Buku Panduan Hak Kekayaan Intelektual, Jakarta. Djiwandono, J. Soedradjad, (2001), Bergulat dengan Krisis dan Pemulihan Ekonomi Indonesia, Cet.1, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Judisseno, Rimsky K. (2002), Sistem Moneter dan Perbankan di Indonesia, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

 EKMA4316/MODUL 4

4.85

Karim, Adiwarman. A., 2006, Bank Islam, Analisis Fiqih dan Keuangan,PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm.97. Kusika, Selvi Sicilia, 2009, Arti Penting Akad Wakalah (Kuasa Membeli) Dalam Akad Pembiayaan Murabahah Di Bank Syariah Mandiri Cabang Palu, Yogyakarta, Program Pascasarjana UGM. Lash, Nicholas,A., (1987), Banking Law and Regulations: An Economis Perspentive, USA: Prentice-Hall Inc. Lindsey, Tim, et. al. (2005). Hak Kekayaan Intelektual suatu Pengantar, Bandung: Alumni. Macey, Jonathan, R and Miller,Geoffrey,P., (1992), Banking Law and Regulation, Boston, Toronto, London: Litle Brown Company. Muhammad, Abdulkadir, (2002). Hukum Perusahaan Indonesia. Cetakan Kedua Revisi, Bandung: Citra Aditya Bakti. Selvi Sicilia Kusika, 2009, Arti Penting Akad Wakalah (Kuasa Membeli) Dalam Akad Pembiayaan Murabahah di Bank Syariah Mandiri Cabang Palu Sudarsono, Heri, 2007, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Deskripsi dan Ilustrasi, Ekonisia, Yogyakarta. Suhardi, Gunarto, (2003), Usaha Perbankan dalam Perspektif Hukum, Yogyakarta: Kanisius. Umam Khotibul, 2009, Trend Pembentukan Bank Umum Syariah Pasca UU No. 21 Tahun 2008 (Konsep, Regulasi dan Implementasi, Yogyakarta, BPFE-YOGYAKARTA. Usman, Rachmadi, (2001), Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Modul 5

Hukum Pasar Modal dan Hukum Surat Berharga Prof. Dr. Nindyo Pramono, S.H.,M.S.

PEN D A HU L UA N

P

asar Modal merupakan salah satu alternatif yang baik untuk kebutuhan pendanaan perusahaan. Dengan adanya pasar modal maka kebutuhan dana perusahaan, baik untuk pengembangan ataupun kebutuhan lainnya, akan dapat tercukupi. Sedangkan bagi investor, pasar modal merupakan alternatif investasi yang dapat mendatangkan keuntungan. Untuk memperlancar lalu lintas pembayaran, pelaku usaha sangat memerlukan surat-surat berharga seperti wesel, surat sanggup, cek, dan bilyet giro. Modul 5 tentang Pasar Modal ini merupakan kelanjutan dari Modul 4 yang akan memberikan pengetahuan mengenai hubungan hukum yang timbul dalam kegiatan pasar modal dan hubungan hukum yang timbul dalam lalu lintas pembayaran. Pada kegiatan Belajar 1 akan dibahas tentang sejarah pasar modal, Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya, Bursa Efek Indonesia, pelaku pasar modal, persyaratan pasar modal, go public dan lembaga kliring dan penjaminan, sedangkan pada kegiatan Belajar 2 akan dibahas mengenai pengertian surat-surat berharga dan hubungan hukum yang menjadi alas haknya, surat Wesel dan tatacara penggunaannya, Surat Sanggup dan tatacara penggunaannya, serta surat Cek dan tatacara penggunaannya, Bilyet Giro dan tatacara penggunaannya. Setelah mempelajari modul ini, diharapkan Anda dapat menjelaskan tentang berikut ini. 1. Sejarah Pasar Modal BEJ dan BES. 2. BEI. 3. Pelaku Pasar Modal. 4. Persyaratan Pasar Modal.

5.2

5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.

Hukum Bisnis 

Go Public. LKP. Pengertian Surat-surat Berharga. Surat Wesel. Surat Sanggup. Surat Cek. Bilyet Giro.

5.3

 EKMA4316/MODUL 5

Kegiatan Belajar 1

Hukum Pasar Modal

A. SEJARAH PASAR MODAL, BURSA EFEK JAKARTA DAN BURSA EFEK SURABAYA Tidak terlalu berlebihan bila dikatakan bahwa pengembangan ekonomi secara keseluruhan harus pula diukur dari seberapa jauh perkembangan pasar modal dan industri sekuritas pada negara tersebut. Suatu negara yang berada pada suatu tahap awal industrialisasinya memang belum memerlukan pasar modal yang canggih. Dalam suatu perekonomian yang primitif di mana unitunit ekonomi memenuhi kebutuhan dasar mereka melalui barter terbatas, tentu tidak memiliki dorongan untuk mengembangkan suatu sistem keuangan. Setelah suatu perekonomian menapak jenjang yang lebih tinggi dalam pembangunan ekonomi, para warga negara mulai mengambil spesialisasi masing-masing dalam bidang produksi dan jasa, kecenderungan untuk menyimpan kekayaan dalam aktiva fisik (real assets) pelan-pelan hilang dan bergeser ke arah aktiva keuangan (financial assets). Pada tahap pertama perkembangan perekonomian, muncul uang sebagai alat tukar yang menggantikan sistem barter. Apabila pembangunan ekonomi berkembang lebih jauh, rumah tangga mulai mampu menyisihkan sebagian dari pendapatannya dalam bentuk tabungan. Peningkatan arus tabungan ini, dimobilisir ke dalam sistem perbankan, asuransi, mutual fund atau investasi langsung ke dalam efek-efek. Perkembangan perekonomian lebih jauh telah mendorong pula tumbuhnya spesialisasi bidang keuangan yang pada gilirannya mendukung kemajuan bidang-bidang lainnya seperti industri perdagangan dan pertanian. Karena itu, sektor keuangan pada umumnya dan di pasar modal pada khususnya, telah menjadi salah satu indikator dalam mengukur perkembangan ekonomi pada umumnya. Sebagaimana diketahui bahwa perekonomian Indonesia adalah berlandaskan kepada asas kekeluargaan sebagaimana ditegaskan dalam pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945. Asas ini mengandung makna bahwa perekonomian nasional harus diarahkan untuk mencapai kemakmuran

5.4

Hukum Bisnis 

masyarakat yang berkeadilan sosial. Dengan demikian para pelaku ekonomi dituntut untuk selalu bekerja sama guna mencapai tujuan tersebut. Kalau dikaji lebih lanjut, pasar modal sebagai bagian dari sektor keuangan bukanlah merupakan barang baru bagi Indonesia. Sejarah pasar modal Indonesia sebenarnya dimulai sejak Pemerintah Hindia Belanda mendirikan bursa efek di Batavia pada tanggal 14 Desember 1912 yang diselenggarakan oleh Vereniging Voor de Effectenhandel. Dengan mendasarkan pada pengalaman di negeri Belanda, pendirian bursa efek di Batavia adalah dalam rangka memupuk sumber pembiayaan bagi perkebunan milik Belanda yang tumbuh secara besar-besaran di Indonesia. Efek yang diperjualbelikan merupakan saham dan obligasi perusahaan-perusahaan Belanda yang beroperasi di Indonesia, obligasi yang diterbitkan oleh Pemerintah Hindia Belanda, serta efek-efek Belanda lainnya. Dalam perkembangannya, pada tanggal 11 Januari 1925 dibuka Bursa Efek Surabaya, kemudian disusul dengan pembukaan bursa efek di Semarang pada tanggal 1 Agustus 1925. Aktivitas pasar modal di Indonesia terpaksa seluruhnya terhenti karena terjadi Perang Dunia II. Pada zaman pemerintahan Republik Indonesia Serikat, Bursa Efek Indonesia tersebut diaktifkan kembali. Diawali dengan diterbitkan Obligasi Pemerintah Republik Indonesia Tahun 1950. Kemudian disusul dengan diundangkannya Undang-undang Darurat No. 13 Tahun 1951 Tentang Bursa. Undang-Undang Darurat tersebut kemudian ditetapkan sebagai UndangUndang dengan Undang-undang No. 15 Tahun 1952. Pada saat itu penyelenggaraan Bursa diserahkan kepada Perserikatan Perdagangan Uang dan Efek-efek (atau biasa disebut PPUE) dan Bank Indonesia ditunjuk sebagai penasihat. Sejak diberlakukannya undang-undang tersebut sampai dengan tahun 1976, pasar modal tidak menunjukkan perkembangan yang berarti. Untuk lebih memacu pertumbuhan ekonomi nasional, dengan persiapan yang matang, Pemerintah mengaktifkan kembali beroperasinya pasar modal pada tahun 1977. Pada dasarnya pengaktifan kembali pasar modal dilandasi oleh adanya kebutuhan dana pembangunan yang semakin meningkat sebagaimana telah dijelaskan di atas. Melalui pasar modal, dunia usaha akan dapat memperoleh sebagian atau seluruh pembiayaan jangka panjang yang diperlukan. Selain itu, pengaktifan ini juga dimaksudkan untuk meratakan hasil-hasil pembangunan melalui pemilikan saham-saham perusahaan serta penyediaan lapangan kerja dan pemerataan kesempatan berusaha. Dalam

 EKMA4316/MODUL 5

5.5

hubungannya dengan pemilik saham melalui pasar modal masyarakat dapat ikut menikmati keberhasilan perusahaan melalui pembagian deviden dan peningkatan harga saham yang diharapkan. Keikutsertaan masyarakat ini juga memberikan pengaruh positif terhadap pengelolaan perusahaan melalui mekanisme pengawasan langsung oleh masyarakat. Hal ini akan mendorong pimpinan perusahaan untuk menerapkan manajemen secara lebih profesional sehingga tercipta aktivitas usaha yang efisien. Selanjutnya, keberadaan pasar modal dapat membuka kesempatan berusaha baru, baik bagi emiten maupun lembaga penunjang pasar modal. Dengan diberikannya kesempatan bagi pihak swasta untuk mendirikan bursa efek di daerah-daerah dan bursa paralel, maka unsur pemerataan akan semakin nampak terutama bagi tumbuhnya sentra ekonomi baru di luar Jakarta. Hal tersebut didukung dengan dikeluarkannya UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM), yang diundangkan pada tanggal 10 November 1995. Walaupun perkembangan pasar modal menunjukkan perkembangan yang cukup berarti, namun pengerahan dana yang dihimpun oleh pasar modal relatif masih kecil bila dibandingkan dengan dana yang dihimpun melalui perbankan. Akan tetapi optimisme kesuksesan pasar modal di masa mendatang akan menjadi kenyataan dengan melihat potensi yang besar baik dari segi demand maupun segi supply. B. BURSA EFEK INDONESIA Bertepatan dengan peringatan 30 tahun diaktifkannya kembali Pasar Modal Indonesia di tahun 2007, industri Pasar Modal Indonesia memasuki babak baru dalam perjalanan Bursa Efek di Indonesia, yaitu adanya penggabungan Bursa Efek Surabaya (BES) ke dalam Bursa Efek Jakarta (BEJ), yang kemudian menjadi Bursa Efek Indonesia (Indonesia Stock Exchange). Perubahan dalam perjalanan kegiatan Pasar Modal tersebut mencerminkan adanya kepentingan nasional yang semakin meningkat pada industri Pasar Modal di Indonesia. Para pemegang saham di PT Bursa Efek Jakarta dan PT Bursa Efek Surabaya dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang diselenggarakan tanggal 30 Oktober 2007 oleh masing-masing PT Bursa Efek Jakarta maupun PT Bursa Efek Surabaya, telah menyetujui Rancangan Penggabungan Bursa Efek Surabaya ke dalam Bursa Efek Jakarta yang kemudian menjadi PT Bursa Efek Indonesia (BEI).

5.6

Hukum Bisnis 

Selanjutnya, dalam rangka persiapan penggabungan kedua Bursa Efek tersebut telah dilakukan berbagai kegiatan, khususnya yang menyangkut aspek legal termasuk proses pengesahan Anggaran Dasar Perseroan dari Departemen Hukum dan HAM Republik Indonesia. Terhitung mulai tanggal 1 Desember 2007 secara resmi Bursa Efek Indonesia telah menjadi efektif. Bursa Efek Indonesia merupakan satusatunya Bursa Efek di Indonesia yang akan memfasilitasi perdagangan saham (equity), surat hutang (fixed income), maupun perdagangan derivatif (derivative instruments). Hadirnya Bursa Efek Indonesia sebagai Bursa Efek tunggal diharapkan dapat meningkatkan efisiensi operasional industri Pasar Modal di Indonesia serta dapat menambah daya tarik bagi pemodal dalam melakukan investasinya. Melalui penggabungan Bursa Efek Surabaya ke dalam Bursa Efek Jakarta, diharapkan juga dapat menjadikan Pasar Modal di Indonesia semakin kuat dan efisien. Untuk itu, para pelaku pasar hanya akan mengenal satu Bursa Efek yang dapat memfasilitasi seluruh segmen pasar. Efisiensi diharapkan tercapai, karena Perusahaan Efek cukup menjadi anggota di satu Bursa Efek saja, yaitu Bursa Efek Indonesia. Demikian pula bagi emiten, cukup mencatatkan efeknya pada satu Bursa Efek Indonesia. Hal lain yang tidak kalah penting sebagai dampak dari adanya penggabungan Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya adalah terwujudnya infrastruktur perdagangan yang menjadi terintegrasi, sehingga dapat memfasilitasi seluruh instrumen yang diperdagangkan. Sinergi penggabungan Bursa Efek Surabaya ke dalam Bursa Efek Jakarta, dapat meningkatkan pertumbuhan kapitalisasi pasar yang mampu bersaing dalam skala regional, termasuk peningkatan para pemodal baik asing maupun domestik, sehingga Bursa Efek Indonesia sebagai salah satu institusi di bidang Pasar Modal di Indonesia tidak saja sebagai alternatif bagi pendanaan dan sarana berinvestasi, namun mampu menjadi cermin dari suatu pergerakan ekonomi nasional. Aspek penting lain dari peran yang dijalankan oleh Bursa Efek Indonesia adalah penyebaran informasi kepada para pelaku pasar serta bagi masyarakat luas. Jika sebelum dilakukannya penggabungan BEJ – BES informasi tersebut berasal dari dua Bursa Efek, maka dengan adanya satu Bursa Efek Indonesia penyebaran informasi kepada khalayak pelaku pasar menjadi dilakukan secara sentral yaitu dari satu sumber di Bursa Efek Indonesia. Adanya penggabungan BEJ – BES, disadari berdampak juga pada suatu perubahan yang harus disesuaikan antara lain perlu tindak lanjut terhadap

 EKMA4316/MODUL 5

5.7

penyatuan infrastruktur, sistem perdagangan, peraturan pencatatan, peraturan perdagangan, peraturan keanggotaan, data base penyesuaian content aktivitas perdagangan saham eks BEJ dan eks BES, penambahan feature-feature baru dan berbagai perubahan lainnya termasuk sumber daya manusia yang ada. Pasar Modal (capital market) merupakan pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik surat hutang (obligasi), equity (saham), reksa dana, instrumen derivatif maupun instrumen lainnya. Pasar Modal merupakan sarana pendanaan bagi perusahaan maupun institusi lain (baik swasta maupun pemerintah), dan sebagai sarana bagi kegiatan berinvestasi. Instrumen keuangan yang diperdagangkan di Pasar Modal merupakan instrumen jangka panjang (jangka waktu lebih dari satu tahun) seperti saham, obligasi, waran, right, reksa dana, dan berbagai instrumen derivatif seperti option, futures dan lain-lain. Dengan demikian, Pasar Modal merupakan wadah yang memfasilitasi berbagai sarana dan prasarana kegiatan jual beli efek serta kegiatan terkait lainnya. Pasar Modal memiliki peran penting bagi perekonomian suatu negara karena Pasar Modal menjalankan dua fungsi, yaitu pertama sebagai sarana bagi pendanaan usaha atau sebagai sarana bagi perusahaan untuk mendapatkan dana dari masyarakat pemodal (investor) dan dana yang diperoleh dari Pasar Modal dapat digunakan untuk pengembangan usaha, ekspansi, penambahan modal kerja dan lain-lain. Kedua, Pasar Modal menjadi sarana bagi masyarakat untuk berinvestasi pada instrumen keuangan seperti saham, obligasi, reksa dana, dan lain-lain. Untuk itu, masyarakat dapat menempatkan dana yang dimilikinya guna diinvestasikan sesuai dengan karakteristik keuntungan dan risiko masing-masing instrumen. 1 Desember 2007 terjadi penggabungan Bursa Efek Surabaya ke dalam Bursa Efek Jakarta dilaksanakan. Tanggal ini merupakan tonggak sejarah sebagai hari efektif dilakukannya pengabungan BEJ dan BES dan sejak tanggal tersebut BEJ berubah nama menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI). Dari catatan sejarah mengenai perkembangan Bursa Efek di Indonesia tersebut di atas, memperlihatkan bahwa Bursa Efek di Indonesia sudah dikenal sejak masa penjajahan Belanda sampai dengan saat ini. Menurut pasal 1 butir 4 UUPM, Bursa Efek didefinisikan: Bursa Efek adalah Pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan beli Efek Pihak-pihak lain dengan tujuan memperdagangkan Efek di antara mereka.

5.8

Hukum Bisnis 

Dalam Penjelasan dari UUPM atas pasal dimaksud, disebutkan bahwa pengertian Bursa Efek mencakup pula sistem dan atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan beli Efek, meskipun sistem dan atau sarana tersebut tidak mencakup sistem dan atau sarana untuk memperdagangkan Efek. Selanjutnya, Pasal 1 butir 5 UUPM, memberikan pengertian mengenai Efek, sebagai berikut. Efek adalah surat berharga, yaitu surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang, Unit Penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas Efek, dan setiap derivatif dari Efek. Kegiatan Bursa Efek pada dasarnya adalah menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan atau sarana perdagangan Efek bagi para anggotanya. Mengingat perdagangan dimaksud menyangkut dana masyarakat yang diinvestasikan dalam Efek, perdagangan tersebut harus dilaksanakan secara teratur, wajar dan efisien. Seperti apakah bentuk badan hukum Bursa Efek di Indonesia dan bagaimana pengertian perdagangan Efek itu harus dilakukan secara teratur, wajar dan efisien serta bagaimana gambaran mengenai operasional Bursa Efek? Mengenai hal-hal tersebut di atas, dijabarkan dalam pasal 6 sampai dengan pasal 12 UUPM berikut penjelasannya, dengan materi uraian sebagaimana tertuang di bawah ini. Pihak yang dapat menyelenggarakan kegiatan usaha sebagai Bursa Efek adalah Perseroan yang telah memperoleh izin usaha dari Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam). Persyaratan dan tata cara perizinan Bursa Efek diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1995 Tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal. Bursa Efek didirikan dengan tujuan menyelenggarakan perdagangan Efek yang teratur, wajar dan efisien. Perdagangan Efek secara teratur, wajar dan efisien adalah suatu perdagangan yang diselenggarakan berdasarkan suatu aturan yang jelas dan dilaksanakan secara konsisten. Dengan demikian, harga yang terjadi harus mencerminkan mekanisme pasar berdasarkan kekuatan permintaan dan penawaran. Perdagangan Efek yang efisien tercermin dalam penyelesaian transaksi yang cepat dengan biaya yang relatif murah. Dalam rangka mencapai tujuan menciptakan perdagangan yang teratur, wajar dan efisien, Bursa Efek wajib menyediakan sarana pendukung dan mengawasi kegiatan para anggotanya. Penyelenggaraan dan penyediaan sistem dan atau sarana perdagangan Efek tersebut harus dilakukan oleh Bursa

 EKMA4316/MODUL 5

5.9

Efek secara baik, sehingga memungkinkan Bursa Efek dapat melakukan pula tindakan pengawasan kepada para pelaku pasar. Dalam menyusun rencana anggaran tahunan dan penggunaan laba, Bursa Efek wajib berpedoman pada prinsip efisiensi Pasar Modal dan memperhatikan ketentuan yang ditetapkan oleh Bapepam, yang antara lain harus menyangkut upaya: 1. meningkatkan sistem atau sarana perdagangan Efek; 2. meningkatkan sistem pembinaan dan pengawasan terhadap Anggota Bursa Efek; 3. mengembangkan sistem pencatatan Efek yang efisien; 4. mengembangkan sistem kliring dan penyelesaian Transaksi Bursa dan hal-hal lain yang berkaitan dengan Bursa Efek; 5. meningkatkan sistem pelayanan informasi; 6. melakukan kegiatan pengembangan Pasar Modal melalui kegiatan promosi dan penelitian; dan 7. meningkatkan kemampuan sumber daya manusia. Rencana anggaran tahunan dan penggunaan laba Bursa Efek diputuskan oleh Rapat Umum Pemegang Saham dan diajukan kepada Bapepam. Apabila berdasarkan hasil penelitian Bapepam, rencana anggaran tahunan dan penggunaan laba Bursa Efek tidak sesuai dengan hal-hal tersebut di atas, Bapepam dapat menolak rencana anggaran tahunan dan penggunaan laba tersebut. Dalam hal Bapepam menolak rencana anggaran tahunan dan penggunaan laba dimaksud, direksi Bursa Efek wajib melakukan penyesuaian dan meminta persetujuan komisaris Bursa Efek sebelum diajukan kembali kepada Bapepam untuk memperoleh persetujuan. Rencana anggaran tahunan dan penggunaan laba tersebut, baru dapat dilaksanakan oleh Bursa Efek setelah memperoleh persetujuan Bapepam. Tujuan didirikannya Bursa Efek adalah untuk menyediakan sistem dan atau sarana perdagangan Efek dan yang dapat melakukan perdagangan Efek di Bursa Efek hanya perusahaan efek yang melakukan kegiatan sebagai perantara Pedagang Efek. Oleh karena itu, pemegang saham Bursa Efek dibatasi hanya pada Perusahaan Efek yang telah memperoleh izin usaha dari Bapepam sebagai Perantara Pedagang Efek. Bursa Efek wajib menetapkan peraturan mengenai keanggotaan, pencatatan, perdagangan, kesepadanan Efek, kliring dan penyelesaian Transaksi Bursa, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan kegiatan Bursa Efek. Kesepadanan Efek adalah sifat dari Efek yang dapat dipertukarkan dengan Efek sejenis yang mempunyai nilai

5.10

Hukum Bisnis 

sama dan diterbitkan oleh Emiten yang sama. Pengertian mengenai kesepadanan Efek tersebut sering dikenal dengan istilah bahwa Efek dimaksud adalah setara atau tanpa warkat atau fungible. Bursa Efek merupakan lembaga yang diberi kewenangan oleh UUPM untuk mengatur pelaksanaan kegiatannya, sehingga ketentuan yang dikeluarkan oleh Bursa Efek mempunyai kekuatan mengikat dan wajib ditaati oleh Anggota Bursa Efek, Emiten yang Efeknya tercatat di Bursa Efek tersebut, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, kustodian dan pihak lain yang mempunyai hubungan kerja secara kontraktual dengan Bursa Efek. Bursa Efek menetapkan tata cara peralihan atas Efek yang telah ditransaksikan. Dalam rangka menetapkan ketentuan mengenai tata cara peralihan Efek tersebut, Bursa Efek wajib memperhatikan kelaziman praktek yang berlaku di Pasar Modal. Saat ini, BEI telah mengimplementasikan penyelesaian transaksi tanpa warkat (scripless trading) dengan jangka waktu penyelesaian transaksi (settlement date) T+3 pada Pasar Reguler. Hal dimaksud telah menjadi kelaziman secara internasional pada penyelesaian transaksi di Bursa Efek, yang termasuk sudah diberlakukan juga oleh mayoritas Bursa Efek di Negara lain. Pendapatan Bursa Efek pada dasarnya berasal dari pungutan berupa iuran anggota, biaya transaksi, dan biaya pencatatan Efek. Penggunaan atas pendapatan Bursa Efek tersebut diprioritaskan untuk membiayai pelaksanaan perdagangan di Bursa Efek oleh para anggotanya agar dapat melaksanakan perdagangan secara teratur, wajar dan efisien. Besarnya biaya dan iuran yang ditetapkan oleh Bursa Efek harus didasarkan pada kebutuhan bagi penyelenggaraan dan pengembangan Bursa Efek. Dalam hal dana yang dibutuhkan untuk penyelenggaraan dan pengembangan Bursa Efek sudah mencukupi, maka biaya dan iuran yang berupa pungutan dari Anggota Bursa Efek, biaya transaksi dan biaya pencatatan Efek dapat diturunkan. Bursa Efek tidak diperkenankan membuat ketentuan yang menghambat anggotanya menjadi Anggota Bursa Efek lain atau menghambat adanya persaingan yang sehat. Larangan dimaksud ditujukan guna menghindari timbulnya persaingan yang tidak sehat di antara Bursa Efek sehingga suatu perusahaan Efek dapat menjadi anggota lebih dari satu Bursa Efek. Kondisi sebagaimana tersebut di atas, khususnya pada saat ini pasca dilakukannya merger BEJ dan BES sudah menjadi tidak relevan bagi industri Pasar Modal di Indonesia. Hal yang demikian terjadi, karena saat ini

 EKMA4316/MODUL 5

5.11

pemerintah Indonesia justru menghendaki adanya penyatuan BEJ dan BES menjadi satu lembaga saja, yaitu Bursa Efek Indonesia sehingga kemungkinan dilakukannya persaingan sehat antara BEJ dan BES sudah tidak memiliki peluang kembali. Peraturan yang dikeluarkan oleh Bursa Efek, baru mulai berlaku setelah melalui suatu proses rule making rule dengan meminta pendapat terlebih dahulu dari para stake holder Bursa Efek dan sudah mendapatkan persetujuannya dari Bapepam. Hal yang demikian adalah sesuai dengan amanat UUPM bahwa ketentuan yang diciptakan oleh Bursa Efek akan mengikat dan wajib ditaati oleh Anggota Bursa Efek, Emiten yang Efeknya tercatat di Bursa Efek tersebut, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, kustodian dan pihak lain yang mempunyai hubungan kerja secara kontraktual dengan Bursa Efek. Bursa Efek wajib mempunyai satuan pemeriksa yang bertugas menjalankan pemeriksaan berkala atau pemeriksaan sewaktu-waktu terhadap anggotanya serta terhadap kegiatan Bursa Efek. Pimpinan dari satuan pemeriksa harus melaporkan secara langsung kepada direksi, dewan komisaris Bursa Efek dan Bapepam mengenai masalah-masalah material yang ditemuinya serta yang dapat mempengaruhi suatu perusahaan Efek Anggota Bursa Efek atau dari Bursa Efek itu sendiri. Pembentukan satuan pemeriksa pada Bursa Efek tersebut, dimaksudkan agar pengawasan terhadap Anggota Bursa Efek dan manajemen Bursa Efek dapat dilaksanakan secara terus menerus untuk memastikan bahwa setiap Anggota Bursa dan manajemen Bursa Efek dapat melakukan kegiatannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang Pasar Modal. Selanjutnya, dengan adanya pelaporan yang diterbitkan oleh satuan pemeriksa tersebut dimaksudkan agar direksi dan dewan komisaris Bursa Efek serta Bapepam dapat mengambil tindakan atau langkah yang perlu dilakukan dalam mengatasi masalah-masalah yang mungkin terjadi, baik pada Anggota Bursa Efek maupun Bursa Efek itu sendiri. Agar pelaporan yang dikeluarkan oleh satuan pemeriksa pada Bursa Efek setiap saat dapat tersedia apabila diminta oleh Bapepam, maka setiap laporan dari satuan pemeriksa tersebut harus diadministrasikan secara baik sehingga bisa selalu tersedia apabila sewaktu-waktu diperlukan oleh Bapepam. Dari uraian sebagaimana tersebut di atas, terminologi mengenai Pasar Modal serta Bursa Efek sebagai salah satu barometer kegiatan perekonomian negara memperlihatkan gambaran perkembangan yang semakin dinamis dan

5.12

Hukum Bisnis 

signifikan keberadaannya baik sebagai barometer perekonomian negara maupun dalam kerangka suatu produk yuridis. Pasal 1 butir 13 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal (UUPM). Pasar Modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran Umum dan perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek. Prof. DR. Nindyo Pramono, S.H., M.S. dalam bukunya berjudul Sertifikasi Saham PT Go Public dan Hukum Pasar Modal Indonesia penerbit Citra Aditya Bakti, Bandung 1997 halaman 132 – 133. Pasar Modal dalam bahasa Inggris disebut Capital Market pada hakikatnya adalah suatu kegiatan mempertemukan penjual dan pembeli dana. Dana yang diperdagangkan tersebut biasanya akan digunakan untuk tujuan jangka panjang yaitu pengembangan usaha. Pasar Modal pada hakikatnya adalah pasar dalam pengertian abstrak, yang sekaligus juga merupakan pasar konkrit. Dikatakan pasar abstrak sebab yang diperdagangkan dalam Pasar Modal adalah dana-dana jangka panjang yang merupakan benda abstrak. Konkritisasi perdagangan terwujud dalam bentuk jual beli surat-surat berharga atau sekuritas di tempat perdagangan. Tempat penawaran atau mempertemukan penjual dan pembeli dana atau tempat untuk memperdagangkan dana tersebut sering disebut dengan istilah Bursa Efek. Bursa Efek itu sendiri sering disebut dengan istilah bursa sekuritas yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah stock exchange. United State Securities and Exchange Commission (selanjutnya disebut SEC sebagai lembaga pengawas pasar modal di Amerika) dalam peraturan yang dikeluarkannya pada Sec. 78c (1) Securities Exchange Act of 1934 hasil revisi September 2004 halaman 4: The term “exchange” means are organization, association, or group of persons, whether incorporated or unincorporated, which constitutes, maintains, or provides a market place or facilities for bringing together purchasers and sellers of securities the functions commonly performed by a stock exchange as that term is generally understood, and includes the market place and the market facilities maintained by such exchange. Steven H. Gifis (Former Associate Professor of Law Rutgers University School of Law – Newark) (1983: 472) Stock Exchange a place where the business of buying and selling securities is transacted.

 EKMA4316/MODUL 5

5.13

Dalam bukunya yang sama seperti tersebut di atas Steven H. Gifis mendefinisikan securities sebagai berikut. Securities means are stock certificates, bonds, or other evidence of a secured indebtedness or of a right created in the holder to participate in profit or assets distribution of a profit-making enterprise; more generally, written assurances for the return or payment of money; instruments giving to their legal holders the right to money or other property. As such, securities have value and are used in regular channels of commerce. The basic purpose of the sale of securities is to raise capital for business and government. Historically, securities have been an area of major investment and speculation by banks and individuals. Unbridled trading by unscrupulous speculators that led to inflated securities markets and contributed to the great financial crash of the late 1920’s resulted in the passage of the Securities Act of 1933, and the Securities Exchange Act of 1934, both of which strictly regulate the buying and selling of securities. Securities are also regulated by the state laws known as Blue Sky laws. Keputusan Direksi PT Bursa Efek Indonesia (d/h Bursa Efek Jakarta) Nomor Kep-318/BEJ/12/2004 Tentang Perubahan/Penambahan Peraturan Nomor II-A Tentang Perdagangan Efek tanggal 7 Desember 2004 angka I butir I.32: Bursa (PT Bursa Efek Indonesia d/h PT Bursa Efek Jakarta) adalah perseroan yang berkedudukan di Jakarta yang telah memperoleh izin usaha dari Bapepam sebagai pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan permintaan beli Efek pihak-pihak lain dengan tujuan memperdagangkan Efek di antara mereka, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 butir 4 UUPM. Dari uraian mengenai beberapa pengertian Pasar Modal serta Bursa Efek tersebut di atas, secara singkat dalam terminologi bahasa Inggris sering dijumpai pula penyebutan Pasar Modal serta Bursa Efek ke dalam istilah Stock Exchange atau Stock Market, yaitu An organized market or exchange where shares (stocks) are trade, terjemahannya adalah suatu pasar yang terorganisir di mana berbagai jenis efek-efek diperdagangkan. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal(selanjutnya disebut UUPM) mulai diberlakukan sejak tanggal 1 Januari 1996. Dengan berlakunya UUPM tersebut, terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan oleh Bursa Efek Indonesia untuk menyesuaikan kerangka-kerangka dasar yang telah diatur dalam UUPM dimaksud, antara lain Sistem Kelembagaan Bursa,

5.14

Hukum Bisnis 

Peraturan yang dimiliki Bursa dan sistem operasional Bursa Efek Indonesia. Terhadap kelembagaan Bursa Efek, UUPM memberi kewenangan kepada Bursa Efek Indonesia untuk menetapkan pengaturan sendiri pada setiap pelaksanaan kegiatannya. Sebagai suatu organisasi yang dapat mengeluarkan peraturannya sendiri (Self Regulatory Organization), ketentuan-ketentuan yang dikeluarkan oleh Bursa Efek Indonesia tersebut dapat diberlakukan secara mengikat serta wajib ditaati oleh para pihak yang mempunyai kontribusi hubungan kerja dengan Bursa Efek Indonesia atau pihak-pihak yang melakukan kegiatannya di Bursa Efek Indonesia, seperti Anggota Bursa, Emiten yang efeknya tercatat di Bursa, Lembaga Kliring Penjaminan, Lembaga Penyimpanan Penyelesaian, Kustodian maupun pihak lain yang mempunyai hubungan kerja secara kontraktual dengan Bursa Efek Indonesia. Berdasarkan pasal 9 UUPM, peraturan-peraturan yang dapat dikeluarkan oleh Bursa Efek Indonesia adalah: 1. peraturan mengenai keanggotaan, pencatatan, perdagangan, kesepadanan Efek, kliring dan penyelesaian transaksi Bursa, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan kegiatan Bursa Efek Indonesia; 2. peraturan mengenai tata cara peralihan efek sehubungan dengan transaksi bursa; 3. peraturan mengenai biaya pencatatan efek, iuran keanggotaan serta biaya transaksi berkenaan dengan jasa yang diberikan oleh Bursa Efek Indonesia. Kendatipun Bursa Efek Indonesia telah diberikan kewenangan untuk menetapkan peraturan-peraturan tersebut, namun setiap peraturan yang dikeluarkan oleh Bursa Efek Indonesia termasuk perubahan-perubahan yang harus dilakukan, wajib terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) sebelum diberlakukan. Pada lingkup peraturan, lembaga Bursa Efek Indonesia memiliki 3 (tiga) jenis peraturan yang memberikan kewenangan dalam mengambil tindakan kepada setiap institusi yang aktivitas kegiatannya telah diatur dalam peraturan yang dikeluarkan oleh Bursa Efek Indonesia. Ketiga jenis peraturan yang dikeluarkan atau dimiliki oleh Bursa Efek Indonesia tersebut, adalah: 1. peraturan Pencatatan; 2. peraturan Perdagangan; 3. peraturan Keanggotaan.

 EKMA4316/MODUL 5

5.15

Peraturan Pencatatan memuat ketentuan yang mengatur tentang syarat, kondisi serta hal-hal yang merupakan hak dan kewajiban Emiten yang tercatat di Bursa Efek. Peraturan Pencatatan dapat dianalogikan sebagai syarat suatu barang yang akan dapat masuk dan dijual di pasar swalayan. Apabila barang tersebut tidak layak masuk untuk dijual di pasar swalayan karena tidak memenuhi syarat yang telah ditentukan, maka perdagangan atas barang dimaksud perlu dicoret atau dipertimbangkan kembali. Demikian pula, dalam hal Emiten yang telah dan/atau akan mencatatkan efeknya di Bursa Efek Indonesia tidak dapat memenuhi kriteria pencatatan yang telah ditetapkan, maka pencoretan atau pengeluaran dari daftar Emiten di Bursa Efek Indonesia (delisting) perlu dipertimbangkan untuk dilakukan. Peraturan Perdagangan mengatur mengenai ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan tata cara pelaksanaan perdagangan efek di Bursa Efek Indonesia. Ketentuan yang diatur dalam Peraturan Perdagangan antara lain meliputi jam pelaksanaan perdagangan, efek-efek yang dapat diperdagangkan, cara perdagangan dan jenis-jenisnya, cara penyelesaian transaksi yang terjadi serta hal-hal lain yang wajib dilakukan oleh Anggota Bursa berkaitan dengan aktivitas transaksinya di Bursa Efek Indonesia. Peraturan Keanggotaan dibuat untuk mengatur mengenai tata cara menjadi Anggota Bursa di Bursa Efek Indonesia serta hak dan kewajiban yang dapat dimiliki oleh Anggota Bursa tersebut. Melalui ketentuanketentuan yang dimuat dalam Peraturan Keanggotaan diharapkan integritas maupun kemampuan tenis para Anggota Bursa dapat semakin meningkat, sehingga dapat diciptakan suatu iklim pelaksanaan transaksi yang lebih kondusif dalam menunjang peningkatan bisnis Anggota Bursa sendiri. Dari sudut sistem operasional, terdapat 3 (tiga) faktor utama yang perlu disesuaikan oleh Bursa Efek Indonesia dengan diberlakukannya UUPM. Pertama adalah sistem transaksi perdagangan. Kedua adalah sistem penyelesaian transaksi dan ketiga adalah sistem pengawasan transaksi (market surveillance system). Ketiga faktor utama dimaksud merupakan suatu kesatuan prosedur atau tata cara yang dapat dimasukkan dalam satu program aplikasi komputer. Sejak tanggal 22 Mei 1995 Bursa Efek Indonesia (d/h Bursa Efek Jakarta), telah mengimplementasikan sistem perdagangan saham secara otomatis yang dikenal dengan istilah Jakarta Automated Trading System (JATS). Seluruh order atau pesanan jual-beli saham dikoordinir serta dipertemukan ke dalam suatu sistem komputer berdasarkan prioritas harga

5.16

Hukum Bisnis 

dan prioritas waktu (price priority - time priority). Artinya, harga jual terendah dan harga beli tertinggi menjadi prioritas untuk terjadinya transaksi dan apabila suatu penawaran jual atau permintaan beli diajukan pada harga dan/atau jumlah yang sama besarnya, maka sistem akan memberlakukan pembedaan pesanan berdasarkan prioritas waktu yaitu pesanan jual atau beli yang dimasukkan terlebih dahulu dalam JATS akan diprioritaskan untuk terjadinya transaksi. Dengan telah diterapkannya sistem perdagangan secara otomatis (JATS) tersebut dapat diharapkan proses pelaksanaan transaksi di Bursa Efek Indonesia dapat dilakukan semakin tertib, likuid, wajar serta transparan. JATS telah memasuki era generasi baru yang diimplementasikan di Bursa Efek Indonesia pasca pelaksanaan penggabungan BEJ dan BES, yaitu pada tanggal 2 Maret 2009 dengan mengganti penyebutan istilah sistem otomasi tersebut dari JATS menjadi JATS Next G sebagai singkatan dari JATS Next Generation. Pada tanggal 24 Januari 1994, transaksi yang terjadi di Bursa Efek Indonesia diselesaikan melalui PT Kliring Deposit Efek Indonesia (KDEI). Melalui proses penyelesaian transaksi yang terorganisir di KDEI tersebut dapat dicapai hasil penyelesaian transaksi (settlement) yang lebih terkendali serta tertib. KDEI merupakan embrio dari berdirinya lembaga back office yang menyelesaikan proses penyelesaian transaksi yang terjadi di Bursa Efek Indonesia. Saat ini proses penyelesaian transaksi dimaksud telah dilakukan secara terpisah oleh lembaga penyimpanan dan penyelesaian (PT Kustodian Sentral Efek Indonesia atau KSEI) serta lembaga kliring dan penjaminan (PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia atau KPEI). Dengan beroperasinya JATS, pelaksanaan pengawasan perdagangan efek di Bursa Efek Indonesia juga tidak lagi dilakukan secara langsung di lantai perdagangan tetapi cukup dilaksanakan dengan memantau layar monitor komputer yang terintegrasi dengan sistem perdagangan efek para Anggota Bursa. Sistem pengawasan perdagangan efek yang terintegrasi dengan JATS tersebut memungkinkan Bursa Efek Indonesia dapat melihat seluruh kegiatan yang berkaitan dengan aktivitas setiap saham (stock watch) termasuk pergerakan harga, kedalaman pasar (market depth), frekuensi pelaksanaan transaksi (market activity) sehingga dapat diupayakan terjadinya transaksi yang fair sesuai dengan kondisi pasar yang sebenarnya. Dengan berlakunya UUPM, dapat diketahui adanya 5 (lima) konsep penting yang telah diamanatkan oleh UUPM tersebut untuk dijadikan dasar

 EKMA4316/MODUL 5

5.17

perubahan sistem perdagangan efek pada industri Pasar Modal di Indonesia, yaitu 1. pendirian Lembaga Kliring Penjaminan (LKP) dan Lembaga Penyimpanan Penyelesaian (LPP); 2. konsep penyimpanan kolektif; 3. kesepadanan efek (fungibility); 4. konsep transaksi efek dan pengalihan hak yang diakibatkan oleh transaksi; 5. konsep penyelesaian transaksi melalui sistem pemindahbukuan (book entry settlement) atau disebut juga penyelesaian transaksi tanpa warkat (scripless trading). LKP adalah suatu lembaga yang ditujukan untuk melakukan kliring dan menjamin kelancaran proses penyelesaian transaksi yang terjadi di Bursa Efek Indonesia. LPP adalah suatu lembaga yang dapat melaksanakan fungsi penyelesaian transaksi dan fungsi penyimpanan efek. Persiapan pendirian LKP maupun LPP telah dilakukan secara intensif oleh para pelaku pasar modal di bawah koordinasi Bapepam sehingga status LKP dan LPP tersebut telah memperoleh izin usaha dari Bapepam serta pengesahan dari Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RI. LKP dan LPP yang telah terbentuk tersebut, masing-masing memiliki nama sebagai berikut. a. PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI). b. PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI). Penitipan kolektif adalah suatu konsep baru yang diperkenalkan oleh UUPM. Implementasi dari konsep penitipan kolektif menyangkut aspek kelembagaan, peraturan dan sistem perdagangan di Bursa Efek Indonesia. Sebagai contoh, suatu Perusahaan Efek dapat menjalankan fungsinya sebagai lembaga yang melaksanakan aktivitas penitipan kolektif atas efek milik nasabahnya, seperti halnya dengan kegiatan yang dilakukan oleh bank kustodian. Selanjutnya, semua aset di Pasar Modal Indonesia dititipkan secara kolektif di LPP, sehingga dari sudut peraturan perdagangan dimungkinkan terjadinya pemindahan hak antarsubrekening nasabah di bank kustodian dan perusahaan efek. Pengaturan atas transaksi efek di Bursa Efek Indonesia menjadi lebih luas, tidak hanya mengatur hubungan antar nasabah dengan Anggota Bursa, Bursa Efek Indonesia dengan anggotanya tetapi juga terkait dengan para pelaku pasar lainnya seperti misalnya terhadap kegiatan

5.18

Hukum Bisnis 

bank kustodian. Kesepadanan efek (fungibility) sebenarnya bukanlah merupakan suatu permasalahan baru dalam peraturan perundangan Pasar Modal di Indonesia, karena dalam ketentuan angka 10 huruf d keputusan Ketua Bapepam Nomor Kep-87/PM/1991 pernah diatur mengenai materi kesepadanan efek tersebut dengan menyebutkan “Perantara Pedagang Efek mempunyai wewenang untuk menganggap sepadan semua sertifikat saham atau dokumen yang berhubungan dengan saham yang sejenis dari denominasi yang sama yang dikeluarkan oleh emiten yang sama”. Dengan adanya sifat fungibility, setiap surat kolektif saham tidak lagi menjadi sesuatu hal yang harus “melekat” pada si pemiliknya, artinya pemegang saham A yang mempunyai jumlah 100 saham tidak harus mempunyai nomor saham dari 101 – 200, karena dengan adanya penomoran saham yang demikian menjadikan saham tidak leluasa “bergerak”. Oleh karena itu, melalui fungibility saham akan lebih bersifat fleksibel seperti halnya dengan nilai uang, misalnya sejumlah 100 saham PT Astra Internasional (dalam penitipan kolektif) yang memiliki nomor 00101 - 00200 dapat dipertukarkan dengan 100 saham Astra lainnya tanpa harus memperhatikan nomor surat kolektif saham yang semula tercantum tersebut. Saham PT Astra Internasional yang berjumlah sama, walaupun nomornya berbeda, dapat dikatakan sepadan atau merupakan saham sejenis dan memiliki nilai yang sama. Dengan menyamakan saham terhadap uang seperti tersebut di atas, maka proses penyelesaian transaksi melalui sistem pemindahbukuan (book entry settlement) akan menjadi sangat mudah karena proses yang dilakukan hanya akan mengkredit rekening efek pembeli dan mendebet rekening efek penjual seperti layaknya bank mendebet dan mengkredit rekening nasabah. C. PELAKU PASAR MODAL Lembaga yang dikelompokkan sebagai pelaku pasar modal, sebenarnya adalah juga lembaga terkait dalam pasar modal. Keterlibatan para pelaku pasar modal bersifat terus-menerus, dan merupakan kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dengan hidup matinya lembaga itu sendiri. Kegiatan lembaga terkait di pasar modal bersifat formal dan hanya merupakan sebagian kecil dari kegiatan mereka secara keseluruhan. Secara mudah dapat dikatakan tanpa para pelaku pasar modal, pasar modal tidak dapat hidup. Demikian pula sebaliknya tanpa pasar modal para

 EKMA4316/MODUL 5

5.19

pelaku itu kehidupannya tidak tumbuh dengan wajar, tidak berkembang dengan baik. Lembaga-lembaga yang menjadi pelaku dan masing-masing peranannya di pasar modal, akan dibahas di bawah ini. 1.

Emiten Melalui pasar modal, perusahaan dapat memperoleh dana jangka panjang, baik berupa modal sendiri maupun modal pinjaman. Apabila ingin memperoleh modal sendiri, perusahaan akan menjual saham, dan bila ingin memperoleh pinjaman perusahaan akan menjual obligasi. Apabila perusahaan mengambil dana pinjaman dari Bank, maka perusahaan yang meminjam itu dinamakan “debitur”, dan bank yang bersangkutan sebagai kreditornya. Dengan cara lain perusahaan dapat pula memperoleh modal dengan cara leasing. Perusahaan yang mau memperoleh modal dengan cara leasing ini dinamakan “lessee”, sedangkan perusahaan yang menyediakan modal (barang-barang modal) tadi dinamakan “lessor”. Perusahaan yang memperoleh dana melalui pasar modal, dinamakan “emiten”. Dananya bukan diperoleh dari Bapepam, melainkan dari masyarakat, baik perorangan maupun lembaga. Jadi perusahaan-perusahaan yang memperoleh dana melalui Pasar Modal dengan menerbitkan saham atau obligasi dan menjualnya secara umum kepada masyarakat dinamakan “emiten”. Masyarakat yang memberikan dana kepada perusahaan dengan membeli saham atau obligasi yang diterbitkan dan dijual oleh perusahaan dinamakan “pemodal atau investor”. Perusahaan memanfaatkan pasar modal untuk menarik dana umumnya didorong oleh beberapa tujuan berikut ini. a.

Untuk perluasan usaha Perusahaan-perusahaan untuk dapat bertahan terhadap pesaing-pesaing harus tumbuh dan berkembang. Dalam perjalanan hidupnya suatu perusahaan pasti mengalami perluasan dalam aktivitas operasinya. Perluasan itu dapat berarti peningkatan kapasitas produksi, perluasan dengan menganekaragamkan jenis produksi, atau dengan kedua-duanya. Untuk mengadakan perluasan selain harus ditunjang oleh manajemen yang profesional, perluasan itu memerlukan modal, baik untuk investasi maupun untuk modal kerja. Peningkatan modal yang paling mudah adalah yang bersumber dari laba yang ditahan, apabila tidak dapat dipenuhi melalui cara itu, biasanya manajemen perusahaan menengok kepada para pemegang saham. Para pemegang saham diminta untuk meningkatkan modal yang

5.20

Hukum Bisnis 

disetor, baik dari saham-saham yang ditempatkan, maupun terhadap modal dasar yang belum ditempatkan. Tidak jarang para pemegang saham itu tidak dapat memenuhi permintaan untuk meningkatkan modal yang disetor itu, sementara perusahaan sudah sangat mendesak memerlukan tambahan modal untuk perluasan. Dalam situasi demikian perusahaan akan mengambil keputusan untuk memperoleh modal dari luar perusahaan, dengan meningkatkan pinjaman atau menjual saham baru kepada pihak lain, di luar pemegang saham yang sudah ada. Jika tambahan modal ingin ditempuh dengan meningkatkan pinjaman, alternatif yang ada ialah dengan menarik pinjaman dari bank atau menerbitkan obligasi melalui pasar modal. Apabila perusahaan ingin meningkatkan modal dengan meningkatkan modal sendiri, itu dapat dilakukan dengan menjual saham. Jadi perusahaan-perusahaan yang memerlukan sejumlah modal untuk investasi dalam rangka meningkatkan kapasitas maupun penganekaragaman hasil produksi dapat menjual saham atau obligasi melalui pasar modal. b.

Untuk memperbaiki struktur modal Modal perusahaan terdiri dari modal sendiri dan modal pinjaman. Setiap pinjaman memerlukan pembayaran bunga. Adakalanya perusahaan menderita rugi hanya karena beban pinjaman. Terutama bila pinjaman itu berasal dari mata uang asing yang nilainya selalu naik terhadap nilai uang rupiah. Dalam hal demikian perusahaan akan selalu dibebani pembayaran bunga dan cicilan yang selalu meningkat dalam mata uang rupiah. Bila hal itu berlangsung lama perusahaan dapat menjadi bangkrut. Salah satu tindakan penyelamatan dengan mengurangi jumlah utang, diganti dengan modal saham. Ini berarti perusahaan akan menjual saham baru untuk membayar utang yang membawa beban tadi. Tindakan demikian dinamakan restrukturisasi modal, mengubah komposisi modal, bagian modal saham menjadi besar dan bagian modal pinjaman menjadi kecil. Atau ekstrimnya semua modal menjadi modal saham. Dalam situasi bisnis yang menguntungkan tingkat keuntungan perusahaan lebih tinggi dari beban bunga pinjaman yang dibayar. Bila keadaan itu yang dijumpai penambahan modal pinjaman akan meningkatkan tingkat keuntungan modal sendiri.

 EKMA4316/MODUL 5

5.21

c.

Untuk melaksanakan pengalihan pemegang saham. Perusahaan-perusahaan yang go public adalah perusahaan yang sudah ada. Dengan perkataan lain perusahaan-perusahaan itu secara hukum dan nyata sudah beroperasi. Karena itu sudah ada pemiliknya, atau pemegang sahamnya. Dengan pertimbangan tertentu suatu ketika pemegang saham berkeinginan untuk mengalihkan saham yang sudah dimilikinya kepada pihak lain. Pengalihan kepada pihak lain itu dapat dilakukannya dengan mudah apabila ada pihak yang bersedia untuk membelinya, dan pemegang saham lain menyetujui hal itu. Dapat juga pemilik saham memilih pasar modal sebagai tempat mengalihkan sahamnya itu. Dalam hal demikian maka pemilik saham melalui perusahaan dapat menawarkan sahamnya secara umum melalui pasar modal. Pengalihan saham dari pemegang saham lama kepada pemegang saham baru sering disebut divestasi (divestment). Perusahaan-perusahaan yang go public untuk melakukan pengalihan saham dari pemegang saham lama ke pemegang saham baru, tidak memperoleh pemasukan dana. Dana hasil penjualan saham itu seluruhnya hak pemegang saham tadi. Bila diinginkan, suatu perusahaan yang go public, dapat sekaligus melaksanakan ketiga tujuan di atas. Perusahaan go public untuk memperoleh tambahan dana, atau sekaligus memperbaiki struktur modal, dan juga melakukan pengalihan pemegang saham bila ada pemegang saham yang bermaksud untuk itu. Secara mudah dapat dikatakan dalam kehidupan pasar modal, perusahaan adalah pembawa barang ke dalam pasar. Barang yang dibawa (ditawarkan) itu adalah surat-surat berharga jangka panjang, yang tiada lain adalah saham dan obligasi. Salah satu faktor untuk terselenggaranya pasar adalah adanya barang yang ditawarkan itu. Dalam pasar modal barang yang ditawarkan itu adalah saham dan obligasi, dengan beberapa variasinya. Tindakan menjual saham oleh perusahaan melalui pasar modal, berarti pemegang saham perusahaan mengundang orang lain untuk turut memasukkan modal ke dalam perusahaan. Pemegang saham lama atau pendiri mengajak pihak lain itu untuk bersama-sama secara berpatungan memiliki dan membangun perusahaan itu. 2.

Pemodal (Investor) Dalam perusahaan yang sudah berdiri pemodal pertama adalah pemegang saham pendiri. Dialah pionir pemodal dalam perusahaan itu. Apabila mereka memerlukan modal untuk perluasan perusahaan yang mereka

5.22

Hukum Bisnis 

sendiri tidak dapat memenuhinya, maka datanglah kesempatan untuk menawarkan kepada pihak lain untuk ikut menanamkan modalnya dalam perusahaan mereka. Pihak lain yang baru datang menyerahkan modalnya untuk perluasan perusahaan itu juga dinamakan pemodal, seperti halnya pemodal pendiri. Orang-orang atau badan yang tertarik berpatungan modal sesuai dengan kemampuan masing-masing kepada perusahaan, dengan membeli saham perusahaan itu juga adalah pemodal (investor). Pendiri adalah pemodal, pembeli saham perusahaan juga pemodal. Sama-sama pemodal karena mereka sama-sama menanamkan modal, sekalipun ada perbedaan waktu. Melalui pasar modal ada dua kesempatan untuk menjadi pemodal, yaitu a. kesempatan pada pasar perdana (primary market), yakni kesempatan antara saat izin go public diberikan sampai dengan waktu tertentu sesuai dengan perjanjian emiten dengan penjamin emisinya. Pada masa itu saham ditawarkan di luar Bursa dengan harga yang disepakati emiten dan penjamin emisinya; b. kesempatan pada pasar sekunder (secondary market), yakni kesempatan setelah saham perusahaan didaftarkan di Bursa. Setelah masa pasar perdana ditutup, perusahaan mendaftarkan sahamnya di Bursa, setelah itu pasar sekunder dimulai. Para pemodal yang masuk ke pasar modal berasal dari macam-macam kalangan masyarakat. Begitu banyak pemodal, banyak pula tujuan dari pemodal itu. Pendek kata mereka menjadi pemodal di pasar modal membawa tujuan atau harapan sendiri-sendiri. Tetapi yang pasti mereka datang sebagai pemodal di pasar modal bukan untuk membuang-buang uang atau mencari kerugian. Mereka mencari keuntungan, paling tidak mempertahankan kekayaan mereka. Walaupun demikian banyak pemodal di pasar modal, apabila ditinjau dari tujuan mereka menjadi pemodal, maka pemodal itu dapat dikelompokkan menjadi 4 kelompok, yaitu sebagai berikut. a.

Pemodal yang bertujuan memperoleh deviden Kelompok ini mengincar perusahaan-perusahaan yang sudah sangat stabil. Keadaan perusahaan yang demikian menjamin kepastian adanya keuntungan yang relatif stabil. Dari keuntungan yang stabil itu diharapkan pula adanya deviden yang relatif stabil. Pokoknya harapan utama kelompok ini adalah memperoleh deviden yang cukup, dan terjamin setiap tahun. Bagi

 EKMA4316/MODUL 5

5.23

kelompok ini pembagian deviden lebih penting daripada keinginan untuk memperoleh kenaikan harga saham (capital gain). Dilatarbelakangi keinginan yang demikian, maka pemodal dari kelompok ini tidak aktif dalam perdagangan saham Bursa. b.

Pemodal yang bertujuan berdagang. Harga saham-saham di Bursa tidak tetap, dapat bergerak naik atau turun, tergantung pada kekuatan permintaan dan penawaran. Perubahan harga itu menarik bagi beberapa kalangan pemodal untuk mengambil posisi sebagai pedagang, dengan memperjualbelikan saham-saham di Bursa. Kelompok ini membeli saham dengan tujuan utamanya untuk memperoleh keuntungan dari selisih positif harga beli dengan harga jual. Pendapatan mereka bersumber dari keuntungan jual beli saham itu. Mereka membeli saham pada saat harga saham menurun, dan akan menjualnya kembali pada saat harga meningkat kembali. Kelompok ini aktif dalam kegiatan berdagang di Bursa. c.

Kelompok yang berkepentingan dalam pemilikan perusahaan. Bagi kelompok ini yang penting adalah ikut sertanya mereka sebagai pemilik perusahaan. Pemodal ini cenderung memilih saham perusahaanperusahaan yang sudah punya nama baik. Perubahan-perubahan harga saham yang kurang berarti, tidak membuat mereka gelisah untuk menjualnya. Mereka tidak akan begitu mudah menjual sahamnya hanya berdasarkan pertimbangan deviden atau harga saja. Oleh karena itu, kelompok ini juga tidak aktif dalam perdagangan di Bursa. d.

Kelompok spekulator Kelompok ini lebih menyukai saham-saham perusahaan yang belum berkembang, tetapi diyakini akan berkembang dengan baik. Umumnya pada setiap kegiatan pasar modal spekulator mempunyai peranan untuk meningkatkan aktivitas pasar, dan meningkatkan likuiditas saham. Dalam arti sempit ada kalangan yang menganggap spekulator sebagai perusak pasar karena mirip dengan judi. Pada dasarnya spekulator bukan semata-mata bertindak tanpa rasional, mereka bertindak dengan menggunakan informasiinformasi tentang saham, ekonomi maupun politik untuk memperhitungkan risiko yang dihadapi. Jadi mereka mengambil keputusan dengan berdasarkan informasi. Kalau mereka sama sekali tidak memperhatikan informasi, maka akan cenderung bersifat judi.

5.24

Hukum Bisnis 

3.

Lembaga Penunjang Keberadaan lembaga penunjang merupakan salah satu faktor penting untuk dapat berkembangnya pasar modal. Aturan-aturan main dan beberapa sifat yang berlaku khusus di pasar modal membutuhkan adanya lembaga penunjang khusus pasar modal. Dalam UUPM yang termasuk lembaga penunjang pasar modal adalah Kustodian, Biro Administrasi Efek dan Wali Amanat. Termasuk dalam kelompok lembaga penunjang adalah Penjamin Emisi (underwriter) dan Perantara Pedagang Efek (PPE). a.

Kustodian Menurut Pasal 1 angka 8 UUPM, yang dimaksud dengan Kustodian adalah pihak yang memberikan jasa penitipan Efek dan harta lain yang berkaitan dengan Efek serta jasa lain, termasuk menerima deviden, bunga dan hak-hak lain, menyelesaikan transaksi Efek dan mewakili pemegang rekening yang menjadi nasabahnya. Selanjutnya di dalam Pasal 43 UUPM ditentukan bahwa yang dapat menyelenggarakan kegiatan usaha sebagai Kustodian adalah Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, Perusahaan Efek, atau Bank Umum yang telah mendapat persetujuan Bapepam. Kegiatan penitipan adalah salah satu kegiatan Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam perundang-undangan di bidang perbankan. Oleh karena itu, Bank Umum tidak lagi memerlukan izin untuk melakukan kegiatan penitipan. Namun untuk melakukan kegiatan sebagai Kustodian yang merupakan kegiatan yang lebih luas dari kegiatan penitipan dan terkait dengan kegiatan lembaga lainnya seperti Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, Perusahaan Efek dan Reksa Dana, maka Bank Umum tetap memerlukan persetujuan Bapepam. Sedangkan Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian atau Perusahaan Efek tidak memerlukan izin atau persetujuan secara terpisah untuk melakukan kegiatan sebagai Kustodian karena izin yang telah diberikan sebagai Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian atau Perusahaan Efek sudah mencakup kegiatan Kustodian. Kustodian yang menyelenggarakan kegiatan penitipan bertanggung jawab untuk menyimpan Efek milik pemegang rekening dan memenuhi kewajiban lain sesuai dengan kontrak antara Kustodian dan pemegang rekening. Kustodian hanya dapat mengeluarkan Efek atau dana yang tercatat pada rekening Efek atas perintah tertulis dari pemegang rekening atau pihak yang diberi wewenang untuk bertindak atas namanya.

 EKMA4316/MODUL 5

5.25

Kustodian wajib memberikan ganti rugi kepada pemegang rekening atas setiap kerugian yang timbul akibat kesalahannya. Oleh karena Efek dalam rekening Efek dititipkan dan diadministrasikan pada Kustodian, sudah sepatutnya pemegang rekening perlu mendapat perlindungan dari kerugian yang timbul akibat kesalahan Kustodian, antara lain karena: 1) hilang atau rusaknya harta atau catatan mengenai harta dalam penitipan; 2) keterlambatan dalam penyerahan harta keluar dari penitipan; atau 3) kegagalan pemegang rekening menerima keuntungan berupa deviden, bunga atau hak-hak lain atas harta dalam penitipan. Dalam melakukan kegiatannya, Kustodian atau pihak terafiliasinya dilarang memberikan keterangan mengenai rekening Efek nasabah kepada pihak manapun, kecuali kepada: 1) pihak yang ditunjuk secara tertulis oleh pemegang rekening atau ahli waris pemegang rekening; 2) polisi, Jaksa atau Hakim untuk kepentingan peradilan perkara pidana; 3) pengadilan untuk kepentingan peradilan perkara perdata atas permintaan pihak yang berperkara; 4) pejabat pajak untuk kepentingan perpajakan; 5) bapepam, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Emiten, Biro Administrasi Efek, atau Kustodian lain dalam rangka melaksanakan fungsinya masing-masing; 6) pihak yang memberikan jasa kepada Kustodian, termasuk Konsultan, Konsultan Hukum, dan Akuntan. b.

Biro Administrasi Efek Perusahaan-perusahaan yang telah melakukan emisi akan menghadapi kegiatan yang lebih banyak dibandingkan dengan sebelum ia menjadi perusahaan go public. Sebelum go public, boleh dikatakan sangat jarang terjadi perubahan pemegang saham. Karena itu Buku Daftar Pemegang Saham jarang pula dikutak-katik. Pemegang sahamnya terbatas dan gampang dikenal sehingga penyampaian sesuatu yang bersifat administrasi atau deviden kepada pemegang saham tidak menemui kesukaran. Setelah perusahaan go public, mutasi pemegang saham sering sekali, lebih-lebih lagi bagi perusahaan yang sering mengalami transaksi sahamnya di bursa. Para pemegang sahamnya tersebar di mana-mana, baik di dalam negeri maupun di luar negeri.

5.26

Hukum Bisnis 

Akibatnya makin banyaknya pekerjaan yang akan dilakukan oleh emiten maupun pemodal dalam rangka penerbitan dan pemilikan saham itu, mendorong emiten dan pemodal untuk memiliki unit khusus yang menangani kegiatan-kegiatan tersebut. Pertimbangan lain adalah, apabila mengadakan unit khusus jangan sampai menimbulkan biaya yang relatif besar, sehingga tidak menggerogoti keuntungan emiten atau pemodal. Maka datanglah orangorang untuk menawarkan jasa, untuk melaksanakan kegiatan tambahan bagi emiten dan pemodal di atas. Mereka mendirikan “Biro Administrasi Efek” untuk melaksanakan aktivitas yang dimintai oleh emiten maupun pemodal. Menurut Pasal 1 angka 3 UUPM yang dimaksud dengan Biro Administrasi efek adalah pihak yang berdasarkan kontrak dengan Emiten melaksanakan pencatatan pemilikan Efek dan pembagian hak yang berkaitan dengan Efek. Selanjutnya dalam Pasal 48 UUPM ditentukan bahwa yang dapat menyelenggarakan kegiatan usaha sebagai Biro Administrasi efek adalah Perseroan yang telah memperoleh izin usaha dari Bapepam. Adapun kegiatan Biro Administrasi Efek antara lain: 1) membantu emiten dan penjamin emisi dalam rangka emisi efek. Bantuan ini dapat dalam bentuk misalnya mencetakkan sertifikat saham emiten, atau mencatat permohonan pembelian efek pasar perdana; 2) melaksanakan kegiatan menyimpan dan pengalihan hak atas saham para pemodal. Pemodal dapat menitipkan sahamnya di Biro Administrasi Efek. Bila terjadi penjualan atau pembelian atas suatu saham milik pemodal, maka Biro Administrasi Efek akan melakukan pengalihan dan memindahbukukan atas saham-saham yang telah dijual/beli tersebut; 3) menyusun Daftar Pemegang Saham dan perubahannya untuk melakukan Pembukuan Pemegang Saham (pembuatan Daftar Pemegang Saham) dapat diserahkan oleh emiten kepada Biro Administrasi Efek. Setiap ada mutasi saham akibat perdagangan di bursa, tidak lagi dibuat langsung oleh emiten, tetapi oleh Biro Administrasi Efek yang telah diberi kuasa olehnya; 4) menyiapkan korespondensi emiten kepada pemegang saham, misalnya menyampaikan panggilan Rapat Umum Pemegang Saham termasuk pemberitahuan pembayaran deviden, yang dilakukan atas nama emiten; 5) membuat laporan-laporan bila diminta oleh instansi berwenang. Laporan itu misalnya menyangkut pelaksanaan pembayaran deviden, pencatatan saham, dan lain-lain. Kegiatan Biro Administrasi Efek menyangkut administrasi terhadap hak-hak/kewajiban emiten dan pemodal. Sebagai

 EKMA4316/MODUL 5

5.27

lembaga yang bekerja untuk pihak lain (nasabah), Biro Administrasi Efek harus menjaga kerahasiaan para nasabahnya. Atas jasa-jasanya itu Biro Administrasi Efek mendapat fee dari nasabahnya. Besarnya fee tergantung dari kesepakatan mereka. c.

Wali amanat Menurut Pasal 1 angka 30 UUPM, yang dimaksud dengan Wali Amanat adalah pihak yang mewakili kepentingan pemegang Efek yang bersifat utang. Selanjutnya di dalam Pasal 50 UUPM ditentukan bahwa kegiatan usaha sebagai Wali Amanat dapat dilakukan oleh Bank Umum dan Pihak lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Untuk dapat menyelenggarakan kegiatan usaha sebagai Wali Amanat, Bank Umum atau Pihak lain tersebut wajib terlebih dahulu terdaftar di Bapepam. Berdasarkan pengertian di atas, maka Wali Amanat hanya diperlukan pada emisi obligasi. Lembaga ini akan bertindak sebagai wali dari si pemberi amanat. Dalam hubungan penerbitan obligasi, pemberi amanat adalah pemodal. Jadi Wali Amanat mewakili kepentingan pemodal. Perbedaan itu antara lain: pemodal yang membeli saham dapat menghadiri RUPS dan mempunyai hak suara (satu saham satu suara), dalam RUPS tersebut. Pemodal yang membeli obligasi semata-mata sebagai pihak yang memberikan pinjaman kepada perusahaan, tidak berhak menghadiri RUPS dan memberikan hak suara. Dalam kaitan itu maka kepentingan pemodal tidak ada yang mewakilinya untuk diteruskan kepada perusahaan. Pemodal obligasi pada dasarnya berkepentingan pula dengan tumbuh dan majunya emiten, karena dengan keadaan emiten yang baik itu pemodal merasa aman menanamkan dananya pada obligasi emiten. Meskipun dalam emisi obligasi ada penanggung yang akan membayar bunga dan pinjaman pokok obligasi bila emiten cidera janji, namun itu merupakan bentuk penyelamatan terakhir. Kesanggupan penanggung itu sendiri tidak terpisahkan dengan kemampuan emiten, baik dilihat dari kemampuan operasional maupun kemampuan seluruh aktiva (kekayaan)nya yang dijadikan jaminan obligasi. Penunjukan penanggung dimaksudkan untuk meningkatkan kepercayaan pemodal pada emiten. Dengan perkataan lain penanggung itu berada pada sisi emiten sebagai pendukung kemampuannya. Obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan melalui pasar modal selama ini adalah obligasi dengan jaminan. Artinya pinjaman obligasi itu dijamin oleh kekayaan perusahaan itu sendiri. Kekayaan perusahaan yang menjadi

5.28

Hukum Bisnis 

jaminan semestinya berada dalam pengawasan pemodal yang memberikan pinjaman. Hal itu seperti harta perusahaan yang menjadi jaminan kredit bank, berada dalam pengawasan bank yang memberikan kredit. Oleh karena itu, maka dalam emisi obligasi harus juga ada hak pemodal untuk mengawasi perusahaan (emiten). Untuk keperluan itu maka emiten obligasi harus pula menunjuk Wali Amanat selain penanggung. Tugas Wali Amanat adalah mewakili dan melindungi kepentingan pemodal. Jadi Wali Amanat berada pada sisi pemodal. Berkaitan dengan tugasnya, itu maka Wali Amanat melakukan beberapa kegiatan antara lain sebagai berikut. 1) Menganalisis kemampuan dan kredibilitas emiten. Apakah secara operasional perusahaan (emiten) mempunyai kemampuan menghasilkan dan membayar obligasi beserta bunganya. Selain itu Wali Amanat harus pula mengetahui apakah perusahaan mempunyai reputasi baik dalam membayar utang. 2) Menilai kekayaan emiten yang akan dijadikan jaminan. Wali Amanat harus mengetahui dengan pasti apakah nilai kekayaan emiten yang menjadi jaminan, setara nilai obligasi yang diterbitkannya. 3) Melakukan pengawasan terhadap kekayaan emiten. Apabila harta yang menjadi jaminan tadi dialihkan pemanfaatan atau pemilikannya haruslah sepengetahuan Wali Amanat. 4) Mengikuti terus-menerus perkembangan perusahaan emiten dan memberikan nasihat kepada emiten. 5) Melakukan monitoring dan pengawasan terhadap pembayaran bunga dan pinjaman pokok obligasi. Wali Amanat harus mengikuti apakah emiten telah membayarkan bunga maupun pokok pinjaman yang menjadi hak pemodal tepat pada waktunya. 6) Sebagai agen utama pembayaran. Untuk menunjang kegiatan pengawasan terhadap pembayaran bunga dan pinjaman pokok, maka Wali Amanat, dapat bertindak sebagai agen utama pembayaran. d.

Penjamin Emisi Efek (underwriter) Perusahaan-perusahaan yang menjual saham atau obligasi menginginkan penerimaan dana dari hasil penjualan itu dalam waktu yang telah ditentukan dan sesuai jumlah tertentu pula. Untuk dapat menguasai pasar, suatu proyek harus selesai pada waktu yang tepat untuk berproduksi. Penjadwalan selesainya proyek, tidak terpisahkan dari penjadwalan kapan proyek itu dimulai, dan untuk memulai suatu proyek harus tersedia dana. Dana yang

 EKMA4316/MODUL 5

5.29

dibutuhkan pun harus mencukupi untuk membiayai proyek tersebut. Jika dana tidak mencukupi maka proyek tidak dapat diselesaikan, dan harapan untuk berproduksi dan memasarkan hasilnya tidak menjadi kenyataan. Untuk menjamin lakunya penjualan saham/obligasi dalam waktu tertentu dan dapat menerima seluruh dana hasil penjualan tadi, maka dalam proses penjualan saham/obligasi biasa dimanfaatkan jasa Penjamin Emisi Efek, yang juga dikenal dengan nama underwriter, akan mengambil risiko untuk menjualkan saham/obligasi emiten dengan mendapat suatu imbalan. Kesepakatan emiten untuk mempercayakan penjamin emisi, dan kesediaan penjamin emisi menjualkan saham/obligasi emiten akan diikat dalam suatu perjanjian yang mereka buat bersama. Menurut Pasal 1 angka 17 UUPM, yang dimaksud dengan Penjamin Emisi Efek adalah pihak yang membuat kontrak dengan Emiten untuk melakukan Penawaran Umum bagi kepentingan Emiten dengan atau tanpa kewajiban untuk membeli sisa Efek yang tidak terjual. Kesanggupan penjamin emisi itu mengandung risiko, maka sebelum menyatakan kesanggupannya, penjamin emisi harus mempelajari dulu kemampuan emiten, dan juga memperkirakan kemampuan pemodal yang bakal tertarik pada saham/obligasi perusahaan yang dijaminnya itu. Atas dasar kemampuan dua pihak itu, maka laku tidaknya penjualan saham/ obligasi itu akan sangat tergantung dengan harga berapa saham/obligasi perusahaan dijual. Ditinjau dari kepentingan perusahaan, makin tinggi harga jual saham/obligasi makin untung bagi dia. Dari kepentingan penjamin emisi makin tinggi harga saham/obligasi, makin terbatas pemodalnya, berarti makin sulit menjualnya. Maksimum risiko yang dihadapi penjamin itu tidak laku dijual. Dalam keadaan demikian maka penjamin emisilah yang membeli sendiri semua saham/obligasi yang tidak laku itu. Perusahaan pokoknya terima beres saja, ada dana dari penjamin emisi, entah dari hasil penjual kepada pemodal, atau berasal dari kantongnya sendiri. Hal itu dilakukan sesuai dengan perjanjian yang mereka buat dan disetujui bersama. Dalam praktik penjaminan emisi, umumnya dikenal 4 macam tipe penjaminan emisi adalah sebagai berikut. 1) Full Commitment (kesanggupan penuh) Penjamin emisi menyatakan kesanggupan penuh (full commitment). Dalam hal saham/obligasi terjual sebagian maupun seluruhnya, penjamin emisi akan membeli seluruh saham/obligasi yang tidak laku itu dengan harga yang sama dengan harga penawaran kepada pemodal secara

5.30

Hukum Bisnis 

umum. Misalkan emiten mengadakan emisi sejumlah 2 juta saham dengan harga penawaran Rp10.000,00 per saham. Dalam pasar perdana itu saham tersebut hanya berlaku 1,5 juta saham. Dalam hal demikian maka penjamin emisi akan membeli sisanya yang tidak laku (500.000,00 saham) itu dengan harga Rp10.000,00 per saham. 2) Best Efforts Commitment (kesanggupan terbaik) Emiten hanya menuntut penjamin emisi agar berusaha sebaik mungkin menjual saham/obligasi emiten supaya banyak atau semuanya laku. Bila pada akhirnya masa penjualan masih ada saham/obligasi yang tidak laku, saham/obligasi itu akan dikembalikan kepada emiten. Tidak ada kewajiban bagi penjamin emisi untuk membeli saham-saham yang tidak laku itu. 3) Standby Commitment (kesanggupan siaga) Menurut kesanggupan siaga ini, bila ada saham/obligasi yang tidak laku sampai batas waktu penjualan yang telah ditentukan, penjamin emisi akan bersedia pula membeli saham/obligasi yang tidak laku itu. Hanya saja harga pembelian oleh penjamin emisi itu tidak sama dengan harga penawaran umum. Harga pembelian bagi saham/obligasi yang tidak laku telah di perjanjian sebelumnya, tentunya berada di bawah harga penawaran umum. 4) All or None Commitment (kesanggupan semua atau tidak sama sekali) Penjamin emisi akan berusaha menjual saham/obligasi emiten sampai laku semua. Bila saham-saham/obligasi yang ditawarkan itu tidak laku semua, maka saham-saham/obligasi yang telah dipesan oleh pemodal, transaksinya dibatalkan. Jadi semua saham/obligasi tidak jadi dijual, dikembalikan kepada emiten, dan emiten tidak mendapat sedikit dana pun. Komitmen ini timbul dengan latar belakang bahwa perusahaan membutuhkan modal dalam skala tertentu. Bila jumlah itu tidak tercapai berarti investasi perusahaan kurang bermanfaat. Oleh karena itu lebih baik tidak jadi sekalian. e.

Perantara Pedagang Efek (Pialang, Broker) Perdagangan surat-surat berharga di pasar modal mempunyai tata cara tersendiri yang jauh berbeda dengan jual beli barang dan jasa pada umumnya. Di pasar yang menjual barang-barang, pihak-pihak yang berkepentingan untuk menjual barang dan pihak yang membeli barang dapat bertemu, langsung melakukan tawar-menawar. Ada kalanya pula suatu barang yang

 EKMA4316/MODUL 5

5.31

telah disepakati harganya oleh penjual dan pembeli tidak jadi ditransaksikan karena mungkin si pembeli tiba-tiba berubah pikiran, atau uang tunai yang dibawanya tidak cukup. Transaksi dapat dibatalkan penuh pengertian dan damai. Pembeli dapat langsung melihat dan menilai barang yang akan dibeli, sehingga memerlukan datang sendiri ke pasar untuk memilih. Jual beli saham/obligasi wujudnya jual beli kertas yang bernama saham dan obligasi itu yang sering dinamakan surat berharga jangka panjang. Kertas berharga itu adalah wujudnya, tetapi makna sebenarnya yang diperjualbelikan adalah hak pembeli (pemodal) yang melekat pada saham atau obligasi itu. Pemodal saham misalnya mempunyai hak suara dalam RUPS, memperoleh deviden dan menikmati capital gain bila ada. Hak itu akan menjadi nyata, bukan khayalan semata, bila perusahaan yang mengeluarkan/menjual saham itu benar-benar mampu beroperasi secara baik dan tumbuh semakin kuat dan besar. Orang akan tertarik untuk membeli saham/obligasi apabila ia percaya pada perusahaan bahwa harapan atas hakhak tersebut akan dapat dipenuhi oleh perusahaan. Oleh karena itu pada hakikatnya jual beli saham adalah jual beli hak atas perusahaan yang mengeluarkan saham yang bersangkutan. Pemegang saham mempunyai hak sebagai pemilik perusahaan. Untuk menjadikan saham-saham yang telah dibeli pada pasar perdana sewaktu-waktu dapat diperjualbelikan dengan mudah serta untuk menghindari calon pembeli saham/obligasi berduyun-duyun datang ke perusahaan maka disediakan suatu tempat untuk memperdagangkan saham/obligasi. Tempat itu dinamakan “Bursa Efek”. Bagi calon pembeli (pemodal) disediakan informasi perusahaan. Informasi perusahaan disajikan dalam prospektus, pada waktu mengadakan emisi, atau disajikan dalam gambaran singkat mengenai perusahaan (company profile) bagi perusahaanperusahaan yang tercatat di bursa. Kalau hendak memilih saham perusahaan bacalah informasi mengenai perusahaan itu, tidak perlu menengok dulu perusahaannya. Suatu pertanyaan muncul, apakah setiap calon pemodal harus datang sendiri di Bursa Efek dan ikut langsung jual beli di lantai bursa? Jika hal itu terjadi pasti lantai Bursa tidak mencukupi. Perusahaan-perusahaan yang menjual saham banyak, belum lagi calon-calon pembeli dan penjual saham yang datang pasti lebih banyak lagi. Keadaan serupa itu pasti tidak dapat menjamin terselenggaranya perdagangan yang tertib. Dalam perdagangan saham/obligasi di bursa dituntut suatu kode etik tersendiri, disiplin dalam

5.32

Hukum Bisnis 

prosedur, tanggung jawab dalam tindakan dan perkataan. Jual beli yang telah disepakati walaupun satu detik yang lalu, tidak dapat dibatalkan apabila telah berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Awal persetujuan jual atau persetujuan beli di dalam bursa cukup dengan lisan, kode angkat tangan atau penulisan harga yang diinginkan pada papan tulis. Karena itu di antara mereka yang turut menjual atau membeli menganut istilah: “perkataan saya adalah jaminan saya (my word is my bond)”. Oleh karena itu, orang-orang yang dapat masuk ke lantai bursa untuk melakukan perdagangan haruslah tertentu. Mereka yang diperkenankan masuk ke lantai bursa adalah Perantara Pedagang Efek, yang sering dikenal dengan sebutan Broker atau Pialang. Menurut Pasal 1 angka 18 UUPM, Perantara Pedagang Efek (PPE) adalah pihak yang melakukan kegiatan usaha jual beli Efek untuk kepentingan sendiri atau pihak lain. Pemodal yang ingin membeli atau menjual saham/obligasi harus menyampaikan amanat jual atau belinya kepada pialang yang ia percayai. Pemodal sendirilah yang menentukan saham/obligasi apa yang ingin dibeli atau dijual dan dengan harga berapa. Keinginan itu cukup disampaikan kepada pialang dengan mengisi suatu formulir yang disebut formulir pesanan. Untuk membeli juga dilakukan dengan cara yang sama. Pesanan pemodal itu akan dicarikan penjual atau pembelinya di bursa. Setiap pialang dapat membawa amanat jual maupun amanat beli. Karena pemodal banyak, maka amanat jual atau beli yang disampaikan kepada para pialang juga banyak, sehingga kemungkinan besar akan ada pesanan jual atau beli yang berakhir pada harga tertentu untuk terjadinya transaksi. Harga jual atau beli yang dipesankan pada pialang bukanlah satu-satunya tingkat harga yang boleh dilaksanakan oleh pialang. Pialang boleh saja menjual atau membeli di luar harga yang dipesan oleh pemodal, asalkan lebih menguntungkan bagi pemodal. Demikian pula dalam pesan jual, apabila pialang mendapat kesempatan menjual dengan harga yang lebih tinggi, daripada harga yang telah ditentukan oleh pemodal, akan dilakukan penjualan. Atas jasanya menjualkan maupun membelikan saham/obligasi bagi pemodal, pialang mendapat balas jasa (fee), yang besarnya ditentukan oleh pemodal dan pialang. Melihat fungsinya semata-mata hanya sebagai perantara, maka dalam jual beli saham/obligasi pialang tidak menanggung risiko apa-apa bila harga suatu saham/obligasi menurun. Risiko dan hak atas suatu saham/obligasi seluruhnya berada pada pihak pemodal sendiri. Tetapi sebagai pihak yang

 EKMA4316/MODUL 5

5.33

menawarkan jasa, yakni jasa untuk membelikan atau menjualkan, pialang perlu memberikan pelayanan yang baik kepada pemodal. Pelayanan itu dapat berupa penyampaian saham/obligasi kepada pembeli dan penyampaian uang hasil penjualan kepada penjual, tepat pada waktu yang ditentukan. D. INSTRUMEN PASAR MODAL Surat-surat berharga jangka panjang yang diperjualbelikan di pasar modal sering pula disebut dengan Efek. Menurut Pasal 1 angka 5 UUPM, yang dimaksud Efek adalah surat berharga, yaitu surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang, unit penyetoran kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas Efek, dan setiap derivatif dari Efek. Umumnya instrumen atau surat-surat berharga yang diperdagangkan di pasar modal dapat dibedakan menjadi surat berharga yang bersifat utang dan surat berharga yang bersifat pemilikan. Surat berharga yang bersifat utang umumnya dikenal dengan nama obligasi, dan surat berharga yang bersifat pemilikan dinamakan saham. 1.

Instrumen Utang (Obligasi) Obligasi dapat dibedakan dalam beberapa jenis, tergantung sudut mana kita melihatnya. Misalnya dari sudut pengalihannya, jangka waktu, dan jaminan atas obligasi, bunga yang dibayarkan, dan lain-lain. a.

Cara peralihan Ditinjau dari cara beralihnya obligasi dapat dibedakan menjadi obligasi atas unjuk (bearer bonds) dan obligasi atas nama (registered bonds). Beberapa ciri penting dari obligasi atas unjuk adalah sebagai berikut. 1) Nama pemilik tidak tercantum dalam sertifikat obligasi. 2) Setiap sertifikat obligasi disertai dengan kupon bunga yang dilepaskan setiap waktu apabila bunga itu dibayarkan. 3) Sangat mudah untuk diperalihkan karena mirip dengan uang. 4) Kertas sertifikat obligasi dibuat dari bahan yang berkualitas tinggi seperti halnya kertas untuk pembuat uang. 5) Bunga dan pokok obligasi hanya dibayarkan kepada orang yang dapat menunjukkan kupon bunga dan sertifikat obligasi.

5.34

Hukum Bisnis 

6) Kupon bunga dan sertifikat obligasi yang hilang tidak dapat dimintakan penggantian. Bagi obligasi atas nama untuk pokok pinjaman, nama pemilik tercantum dalam sertifikat obligasi dan kupon bunga dilekatkan padanya. Sedangkan bagi obligasi atas nama untuk bunga, nama pemilik tidak tercantum dalam sertifikat obligasi. Nama dan alamat pemilik dicatat di perusahaan emiten untuk memudahkan dalam pengiriman bunga. Kemudian, bagi obligasi atas nama untuk pokok dan bunga, nama pemilik tercantum dalam sertifikat obligasi, akan tetapi tidak ada kupon bunga. Pembayaran pokok dan bunga langsung disampaikan kepada pemilik yang namanya tercantum di perusahaan emiten. b.

Jaminan yang diberikan/hak klaim Ditinjau dari segi jaminannya pada dasarnya penggolongan obligasi dapat dibedakan menjadi Obligasi Dengan Jaminan (Secured Bonds) dan Obligasi Tanpa Jaminan (Unsecured Bonds). Obligasi dengan jaminan itu penerbitannya dijamin dengan kekayaan perusahaan atau dijamin oleh pihak lain. Oleh karena banyaknya ragam kekayaan atau faktor yang dapat menjadi jaminan, maka obligasi jaminan dapat pula dibedakan sebagai berikut. 1) Guaranted Bond (obligasi dengan garansi) Perusahaan-perusahaan kecil yang belum terkenal atau tidak mempunyai harta yang mencukupi biasanya sulit untuk menerbitkan obligasi. Sering kali perusahaan-perusahaan itu berafiliasi atau merupakan anak perusahaan dari perusahaan yang besar. Perusahaan besar inilah yang memberikan jaminan terhadap pelunasan pokok dan bunga obligasi dalam bentuk garansi. Dengan demikian apabila perusahaan yang menerbitkan obligasi ini tidak memenuhi kewajibannya untuk membayar pokok dan bunga, maka induk perusahaan yang akan membayar. 2) Mortgage Bonds (obligasi yang dijamin dengan real estate) Nilai jaminan yang diberikan sudah tentu melebihi nilai obligasi yang diterbitkan. Sehingga kalau emiten atau penerbit dari obligasi ini tidak mampu untuk memenuhi kewajibannya, pemilik obligasi dapat menuntut supaya harta yang dijaminkan itu dijual dan hasil penjualannya cukup untuk membayar pokok, bunga, biaya pelelangan dan biaya-biaya lainnya.

 EKMA4316/MODUL 5

5.35

3) Colleteral Trust Bonds Obligasi ini dijamin dengan efek yang dimiliki emiten dalam bentuk portofolio. Kemungkinan pula emiten menjamin saham-saham anak perusahaannya sendiri. Misalnya, American Telephone and Telegraph Corporation menerbitkan obligasi dengan menjaminkan saham Western Electric Corporation, anak perusahaannya. 4) Equipment Trust Bonds Jaminan yang diberikan kepada pemegang obligasi ini adalah berupa equipment yang dimiliki oleh emiten dan dipergunakan usahanya seharihari, misalnya, pesawat untuk perusahaan penerbangan, kereta api untuk perusahaan perkeretaapian, dan truk-truk untuk perusahaan angkutan. Selanjutnya obligasi tanpa jaminan dapat dibedakan menjadi berikut ini. 1) Debenture Bonds Tidak ada aset yang diagunkan secara khusus. Obligasi pemerintah biasanya memiliki sifat ini. Bila suatu perusahaan menerbitkan debenture, perusahaan seakan berkata pada kreditor “Saya berjanji untuk membayar kembali uang yang telah Anda pinjamkan kepada saya, tapi saya tidak mengagunkan suatu aset secara khusus untuk itu, kecuali kejujuran, nama baik, credit standing dan pernyataan kesediaan saya untuk membayar”. 2) Subordinate Debenture Biasanya memiliki tingkat klaim yang lebih rendah dari semua obligasi emiten yang beredar, juga lebih yunior dari utang jangka pendek dan pinjaman perbankan. Jelas merupakan obligasi yang tingkat keamanannya paling rendah, karena itu biasanya bunganya lebih tinggi, sering kali pula dikaitkan dengan hak penukaran (convertible). c.

Cara penetapan dan pembayaran bunga dan pokok obligasi Ditinjau dari cara penetapan dan pembayaran bunga dan pokok pinjaman, dikenal adanya berbagai jenis obligasi di antaranya. 1) Obligasi dengan bunga tetap, obligasi ini memberikan bunga tetap yang dibayar setiap periode tertentu. 2) Obligasi dengan bunga tidak tetap. Cara penetapan bunga obligasi ini bermacam-macam, misalnya bunga yang dikaitkan dengan index atau dengan tingkat bunga deposito atau tingkat bunga yang berlaku di pasaran luar negeri.

5.36

Hukum Bisnis 

3) Obligasi dengan tanpa bunga. Obligasi ini tidak mempunyai kupon bunga dan konsekuensinya pemilik tidak memperoleh pembayaran bunga secara periodik. Keuntungan yang diperoleh dari pemilikan obligasi ini adalah selisih antara nilai pada waktu jatuh tempo yaitu sebesar nilai dan atau nilai nominal dan bunga pembelian. d.

Badan penerbit/emiten Melihat kepada pihak yang menerbitkan (emiten) obligasi dapat dibedakan atas: (1) obligasi pemerintah pusat; (2) obligasi pemerintah daerah; (3) obligasi badan pemerintah; (4) obligasi perusahaan/badan swasta. Setiap obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah adalah obligasi tanpa jaminan. 2.

Instrumen Penyertaan (Saham) Sebelum membicarakan jenis dan karakteristik saham sebagai salah satu instrumen pasar modal, ada baiknya dijelaskan terlebih dahulu status modal saham dalam perseroan terbatas. Dalam anggaran dasar perseroan dijumpai tiga tingkat status modal saham sebagai berikut. a.

Pengertian modal dasar, ditempatkan dan disetor Modal dasar dicantumkan dalam setiap Anggaran Dasar PT yang mencerminkan ancer-ancer modal yang diperlukan oleh perusahaan. Modal dasar ini dibagi dalam sejumlah saham dengan nilai nominal tertentu misalnya PT X mempunyai modal dasar Rp10.000.000.000,00 terbagi menjadi 10 juta saham dengan nilai nominal masing-masing Rp1.000.00 Tidak semua modal dasar harus dikeluarkan dan diambil oleh para pendiri pada waktu PT pertama kali didirikan. Para pendiri PT diizinkan untuk mengambil sebagian saja dari modal dasar PT dengan ketentuan tidak lebih kecil dari 25% dari 10 juta saham atau sejumlah 2,5 juta saham. Dengan demikian nilai nominal 2,5 juta saham ini adalah 2,5 juta  Rp1.000,00 = Rp2,5 miliar. Jumlah 2,5 juta saham atau senilai Rp2,5 miliar ini disebut modal ditempatkan. Sedangkan 7,5 juta saham yang tidak diambil merupakan saham yang masih dalam simpanan.

 EKMA4316/MODUL 5

5.37

Para pendiri PT bertanggung jawab untuk seluruh modal yang telah ditempatkan. Namun realisasi penyetoran tidak harus dilakukan seluruhnya pada waktu PT mulai berjalan. UUPT memungkinkan untuk menyetor sebagian saja dengan ketentuan tidak boleh lebih kecil dari 50% dari setiap saham yang ditempatkan. Ini berarti kalau saham yang ditempatkan adalah 2,5 juta saham, maka jumlah seluruhnya yang harus disetor pertama kali agar PT bisa berjalan adalah 50%  2,5 juta saham  Rp1.000,00 = Rp1.250.000.000,00. Kekurangannya harus disetor menurut batas waktu yang ditentukan masing-masing anggaran dasar PT Sebelum sisa ini disetor, maka pemegang saham ini berutang kepada PT. b.

Jenis-jenis saham Di dalam praktik, dikenal adanya beraneka ragam jenis saham. Dapat dibedakan melalui cara peralihan dan manfaat yang diperoleh para pemegang saham. Ditinjau dari cara peralihannya, saham dibedakan menjadi saham atas unjuk dan saham atas nama. 1) Saham atas unjuk (bearer stocks) Di atas sertifikat saham ini tidak dituliskan nama pemiliknya. Dengan pemilikan saham atas unjuk, seseorang pemilik sangat mudah untuk mengalihkan atau memindahkannya kepada orang lain karena sifatnya mirip dengan uang. Untuk itu siapa saja yang memegang sertifikat saham atas unjuk, dialah dianggap sebagai pemilik dan berhak untuk memperalihkannya, berhak atas pembagian deviden, dan berhak untuk ikut hadir dan mengeluarkan suara dalam rapat umum pemegang saham (RUPS). Oleh karena itu, sifatnya mirip dengan uang, maka sertifikat saham ini tentunya dibuat dengan kertas uang guna menghindari pemalsuan. Pemilik saham atas unjuk harus hati-hati membawa dan menyimpannya, karena kalau kecurian atau kehilangan pemilik yang bersangkutan tidak dapat memintakan duplikat/ penggantinya. 2) Saham atas nama (registered stocks) Di atas sertifikat saham ditulis nama pemiliknya. Cara peralihannya harus memenuhi suatu prosedur tertentu yaitu dengan dokumen peralihan dan kemudian nama pemiliknya dicatat dalam buku perusahaan yang khususnya memuat daftar nama pemegang saham. Kalau sertifikat saham ini hilang, pemilik dapat memintakan pengganti karena namanya sudah ada dalam buku perusahaan.

5.38

Hukum Bisnis 

Selanjutnya apabila ditinjau dari segi manfaat, pada dasarnya saham dapat digolongkan menjadi saham biasa dan saham preferen. 1) Saham biasa (common stocks) Saham biasa selalu muncul dalam setiap struktur modal saham PT, namun saham preferen tidak demikian halnya. Saham biasa menempatkan pemiliknya paling yunior terhadap pembagian deviden dibandingkan dengan saham preferen. Demikian pula terhadap hak atas harta kekayaan perusahaan setelah dilikuidasi. 2) Saham preferen (prefered stocks) Praktek di Amerika, pemegang saham preferen adalah merupakan partner yang diam karena mereka tidak mempunyai hak suara dalam menentukan manajemen perusahaan. Sedangkan praktek di Indonesia, semua pemegang saham memiliki hak suara tidak saja untuk pemegang saham biasa tetapi juga untuk pemegang saham preferen. Dengan demikian, untuk keadaan di Indonesia, setiap kesempatan untuk mengadakan rapat umum para pemegang saham misalnya untuk mengangkat atau memberhentikan anggota Direksi dan Dewan Komisaris, maka suara pemegang saham preferen ikut menjadi pertimbangan. E. PERSYARATAN PASAR MODAL Untuk setiap emisi atau penerbitan surat berharga melalui pasar modal, ada persyaratan-persyaratan tertentu yang harus dipenuhi oleh emiten. Persyaratan emisi yang harus dipenuhi setiap emiten akan tergantung dari jenis efek yang akan diterbitkan, jenis bursa di mana efek tersebut akan didaftarkan serta jenis usaha dari emiten. Sampai dengan saat ini pemberian izin untuk registrasi dan listing diberikan oleh Bapepam. Dalam hal ini perusahaan yang akan menawarkan efeknya melalui pasar modal, setelah registrasi ke Bapepam secara otomatis harus listing di Bursa setelah izin registrasi diberikan. Penerbitan surat berharga melalui bursa efek harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sebagai berikut. 1. Bertempat kedudukan di Indonesia. 2. Memenuhi batas minimal modal yang disetor. 3. Dalam 2 (dua) tahun buku terakhir secara berturut-turut memperoleh laba.

 EKMA4316/MODUL 5

4.

5.39

Laporan keuangan dan telah diperiksa oleh Akuntan Publik/Akuntan Negara untuk 2 (dua) tahun buku terakhir secara berturut-turut dengan pernyataan pendapat wajar tanpa syarat untuk tahun terakhir.

F. GO PUBLIC Suatu kesan bahwa proses emisi memakan waktu yang panjang dan melelahkan kini dihilangkan dengan adanya semangat baru deregulasi. Dengan telah diberlakukannya serangkaian paket kebijaksanaan deregulasi beberapa tahun belakangan ini proses emisi menjadi lebih sederhana dan Bapepam pun menanganinya secara cepat. Hal ini misalnya dapat terlihat dari adanya ketentuan bahwa izin Bapepam akan dikeluarkan dalam waktu 90 hari sejak permohonan diajukan secara lengkap disertai dengan lampirannya. Apabila izin belum dikeluarkan setelah lewatnya waktu tersebut maka izin dengan sendirinya dianggap telah dikeluarkan. Cepatnya penanganan perusahaan yang go public tidaklah berarti meninggalkan faktor ketelitian dalam penilaian keadaan perusahaan yang bersangkutan. Walaupun Bapepam tidak melakukan penelitian on the spot, penilaian terhadap keadaan perusahaan masih tetap dilakukan berdasarkan dokumen-dokumen yang disampaikan kepada Bapepam dari berbagai aspek, di antaranya hukum, keuangan, manajemen, pemasaran dan produksi. Penilaian ini merupakan tindak lanjut dari penilaian yang telah dilakukan oleh lembaga penunjang pasar modal seperti penjamin emisi, akuntan, konsultan hukum dan notaris dan penilai. Secara rinci tahapan atau proses emisi efek melalui pasar modal dapat dijelaskan dalam uraian berikut: 1.

Tahapan Persiapan Dalam tahap persiapan ini calon emiten akan melakukan berbagai persiapan yang diperlukan untuk suksesnya emisi yang telah direncanakan. Pada tingkat persiapan ini, ada beberapa kegiatan penting yang mutlak harus dilaksanakan antara lain, konsultasi antara Dewan Komisaris/Direksi dengan pemegang saham. Pada tahapan ini Direksi dan atau Dewan Komisaris Perusahaan akan mendiskusikan berbagai alternatif yang tersedia bagi perusahaan untuk memenuhi kebutuhan dananya. Apabila dari hasil konsultasi tersebut terlihat bahwa penerbitan efek merupakan salah satu alternatif yang akan dipilih, maka langkah berikutnya adalah mengadakan

5.40

Hukum Bisnis 

RUPS. Pada dasarnya keputusan untuk melakukan perubahan struktur permodalan merupakan tindakan yang sangat mendasar karena dapat mempengaruhi hak dan kewajiban dari pemegang saham. Mengingat pentingnya keputusan penerbitan efek, maka keputusan atas masalah tersebut biasanya dilakukan melalui RUPS. 2.

Penyampaian Pernyataan Pendaftaran Berdasarkan tanggapan yang diberikan oleh Bapepam, perusahaan kemudian melakukan tindakan-tindakan yang meliputi penunjukan lembaga penunjang serta mempersiapkan surat Pernyataan Pendaftaran Emisi Efek. Surat pernyataan pendaftaran emisi efek ditujukan kepada Menteri Keuangan Cq. Ketua BAPEPAM. Surat pernyataan pendaftaran emisi efek ini memuat informasi-informasi penting tentang perusahaan yang antara lain meliputi: a. data tentang emiten, yang meliputi nama lengkap, alamat, nomor dan tanggal anggaran dasar, nomor dan tanggal pengesahan Anggaran Dasar oleh Departemen Kehakiman, kedudukan emiten apakah sebagai induk perusahaan atau anak perusahaan dan izin usaha; b. data tentang Manajemen dan Komisaris, yang antara lain meliputi nama Direksi dan Komisaris, jabatan Direksi dan Komisaris, Warga Negara, tempat tinggal/kedudukan; c. data mengenai modal saham dan utang perusahaan, yang meliputi jumlah modal dasar, modal yang ditempatkan dan modal yang disetor penuh. Selanjutnya jenis saham juga harus dijelaskan apakah saham yang ada merupakan saham istimewa atau saham biasa dan apakah saham yang ada merupakan saham atas nama atau atas unjuk. Mengenai jumlah utang yang dimiliki oleh perusahaan, perlu juga diungkapkan khususnya utang obligasi serta utang jangka panjang lainnya. Untuk utang obligasi informasi penting yang perlu dikemukakan adalah jumlah nominal obligasi, tingkat bunga, tanggal penerbitannya, jangka waktu peredarannya, cara pelunasannya, jaminan dan keterangan-keterangan lainnya; d. kegiatan usaha emiten yang meliputi informasi tentang kegiatan usaha yang antara lain mencakup jenis produk yang dihasilkan atau jasa yang diberikan oleh perusahaan. Hal ini merupakan informasi yang sangat penting untuk memberikan gambaran tentang sifat usaha emiten sebelum evaluasi dapat dilaksanakan dan izin emisi diberikan oleh Bapepam;

 EKMA4316/MODUL 5

e.

f.

3.

5.41

rencana emisi, yaitu rencana secara garis besar dari emisi efek. Informasi mengenai rencana emisi tersebut meliputi antara lain: tujuan emisi, apakah untuk perluasan, refinancing, divestasi atau tujuan lainnya, jumlah dana yang diperlukan mencakup besarnya dana yang direncanakan untuk diperoleh melalui emisi efek tersebut, jenis efek yang akan ditawarkan, apakah saham istimewa, saham biasa, saham atas nama atau saham atas unjuk, jumlah nominal saham dan keterangan lainnya; penjamin Pelaksana Emisi, yaitu siapa yang menjadi penjamin emisi untuk setiap emisi efek. Informasi tersebut paling tidak mencakup: Nama penjamin emisi, alamat penjamin emisi dan nomor dan tanggal izin usaha.

Evaluasi oleh Bapepam Setelah penyampaian surat pernyataan pendaftaran emisi kepada Bapepam, proses selanjutnya adalah pelaksanaan evaluasi yang dilaksanakan Bapepam yang pada garis besarnya menyangkut kelengkapan dokumen emisi, kesesuaian materi dokumen yang disampaikan dengan berbagai ketentuan yang berlaku, kemampuan emiten untuk memenuhi ketentuan yang berlaku, kemampuan emiten untuk memenuhi persyaratan utama emisi, dan aspek lainnya untuk melindungi kepentingan pemodal dalam rangka keterbukaan perusahaan. Untuk melakukan penelaahan terhadap kelengkapan dokumen emisi, Bapepam akan menyiapkan Check List yang memuat jenis dokumen yang diperlukan yang terdiri dari: a. pernyataan pendaftaran beserta lampirannya yang meliputi: Anggaran Dasar Perusahaan, Draft Prospektus dan Laporan Keuangan; b. berbagai Jenis Perjanjian yang terdiri dari Perjanjian penjaminan emisi efek, Perjanjian antar penjamin emisi, Perjanjian agen penjual, Perjanjian Wali Amanat (dalam hal emisi obligasi) dan Perjanjian penanggung (dalam hal emisi obligasi); c. pernyataan Pendapat dari segi hukum; d. surat Pernyataan Manajemen di bidang akuntansi (representation letter); e. jadwal waktu emisi dari penjamin emisi; f. laporan dari perusahaan penilai; g. laporan Hasil Evaluasi yang dilaksanakan oleh penjamin emisi.

5.42

Hukum Bisnis 

4.

Dengar Pendapat Terbatas Setelah dilaksanakan evaluasi oleh Bapepam, maka tahap proses emisi selanjutnya adalah dengar pendapat terbatas, antara Emiten, Lembaga penunjang dan Bapepam. Dalam tahap ini pihak emiten akan mengadakan presentasi dihadapan para lembaga penunjang dan Bapepam tentang kelengkapan dokumen, proyeksi dan operasi/usaha emiten. Tahap ini merupakan tahap terakhir dalam rangka evaluasi yang dilaksanakan sebelum izin diberikan oleh Ketua Bapepam. Apabila pada tahap dengar pendapat terakhir tidak ditemukan masalah lagi, maka Bapepam kemudian akan menyerahkan emisi kepada emiten. 5.

Pasar Perdana Pemberian izin emisi oleh Ketua Bapepam merupakan tahap yang sangat menentukan apakah efek yang akan diterbitkan oleh perusahaan dapat ditawarkan kepada masyarakat. Penawaran efek tersebut kepada masyarakat setelah pemberian izin emisi sampai dengan saat pencatatan di Bursa disebut Pasar Perdana (Primary Market). Proses penawaran efek melalui pasar perdana akan meliputi beberapa tahapan sebagai berikut: a.

Pengumuman dan pendistribusian prospektus Sebelum penawaran umum dimulai, emiten mempunyai kewajiban untuk mengumumkan prospektus ringkas kepada masyarakat melalui surat kabar. Di samping itu emiten masih mempunyai kewajiban untuk menyediakan prospektus lengkap yang harus disebarluaskan kepada pemodal melalui penjamin emisi dan agen-agen penjual. Pengumuman prospektus ringkas di surat kabar dan pendistribusian prospektus lengkap merupakan suatu keharusan untuk memberikan informasi yang layak kepada para pemodal dalam rangka pengambilan keputusan investasi. Prospektus ringkas pada dasarnya memuat informasi minimum yang harus diketahui oleh pemodal yang antara lain memuat: Tujuan penawaran umum, Direksi/Dewan Komisaris Perusahaan, Masa Penawaran, Tanggal penjatahan, Tanggal pengembalian dana, Tanggal pencatatan di Bursa, Harga saham, Penjamin emisi, Laporan keuangan ringkas, Bidang usaha emiten, Nomor dan tanggal izin emisi, Struktur permodalan emiten. b.

Masa penawaran Sebagai tindak lanjut dari pemberian izin emisi dan penyebarluasan prospektus, tahap selanjutnya dalam rangka pasar perdana adalah masa penawaran. Jangka waktu minimum ditetapkan 3 hari kerja dan jangka waktu

 EKMA4316/MODUL 5

5.43

antara pemberian izin emisi dan saat pencatatan di Bursa ditetapkan maksimum selama 90 hari. Dalam masa penawaran ini pemodal dapat melakukan pemesanan efek dengan cara mengisi formulir pesanan yang telah disediakan oleh penjamin emisi atau para agen penjual. Pengisian formulir pesanan ini harus disertai dengan tanda tangan dari pemodal yang bersangkutan serta dilampirkan dengan photo copy Kartu Tanda Penduduk sebanyak 1 (satu) lembar. Formulir pemesanan saham memuat informasi tentang: Harga saham, Jumlah saham yang dipesan, Identitas pemesan, Tanggal penjatahan dan pengembalian dana, Jumlah uang yang dibayarkan, Agen penjual yang dihubungi, Tata cara pemesanan. Setelah formulir pesanan saham telah diisi dan ditandatangani, pemodal masih mempunyai kewajiban untuk menyiapkan dana sejumlah pesanan yang dilakukan. Dana tersebut harus disetorkan kepada agen penjual atau penjamin emisi pada saat penyampaian formulir pesanan. c.

Masa penjatahan Penjatahan terhadap efek yang ditawarkan perlu dilaksanakan apabila jumlah efek yang diminta oleh pemodal jauh melebihi jumlah efek yang ditawarkan oleh emiten. Ini berarti bahwa ada kemungkinan pihak pemodal yang telah melakukan pesanan efek dalam jumlah tertentu tidak memperoleh efek sejumlah yang dipesan atau dapat dikatakan jumlah yang akan diperoleh oleh pemodal yang bersangkutan lebih kecil atau sama dengan saham yang dipesan. d.

Masa pengembalian dana Sebagai kelanjutan daripada masa penjatahan di mana tidak semua pesanan dapat dipenuhi, maka masa pengembalian dana juga merupakan masa yang sangat penting dan dalam banyak hal sering menjadi perhatian para pemodal. Pemodal sangat berkepentingan terhadap pengembalian dana ini, karena semakin cepat dana yang tidak terpakai dibayar kembali oleh penjamin emisi, semakin baik karena akan dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan investasi dari pemodal. Peraturan yang berlaku menetapkan bahwa batas maksimum daripada masa pengembalian dana ini adalah empat hari terhitung mulai berakhirnya masa penjatahan. e.

Penyerahan efek Tahap berikutnya dalam rangkaian proses emisi efek adalah penyerahan efek yang telah dipesan pemodal kepada yang bersangkutan. Efek yang telah

5.44

Hukum Bisnis 

dipesan dan telah memperoleh kepastian untuk dipenuhi harus diserahkan oleh penjamin emisi kepada pemodal melalui agen penjual. Sesuai dengan peraturan yang berlaku, maka maksimum waktu untuk penyerahan efek tersebut adalah 12 hari kerja terhitung mulai tanggal berakhirnya penjatahan. Untuk mengambil saham yang telah dipesan, pemodal harus menunjukkan bukti pesanan kepada agen penjual atau penjamin emisi. f.

Pencatatan efek di bursa Setelah melewati serangkaian tahapan proses emisi efek, maka langkah terakhir yang harus ditempuh dalam rangka pasar perdana adalah pencatatan efek yang bersangkutan di Bursa. Begitu efek tersebut dicatatkan di Bursa berarti secara resmi sudah dapat diperdagangkan di Bursa Sekunder secara terus-menerus di mana harga efek tersebut akan ditentukan oleh mekanisme pasar artinya penentuan harga efek yang bersangkutan tergantung pada kekuatan pasar yaitu permintaan dan penawaran. 6.

Pasar Sekunder Pasar sekunder dalam sistem pasar kita, dimulai dengan dicatatkan dan diperdagangkannya suatu efek di Bursa. Pengertian sekunder di sini adalah karena yang melakukan perdagangan adalah para pemegang saham dan calon pemegang saham. Uang yang berputar dalam pasar sekunder, tidak lagi mengalir ke dalam perusahaan yang menerbitkan efek tapi berpindah dari pemegang saham yang satu ke tangan pemegang saham yang lain. Karena itu banyak yang mengajukan pendapat bahwa perusahaan emiten tidak memiliki kepentingan atas naik-turunnya harga saham di pasar sekunder memang berada di luar kontrol perusahaan, tapi baik perusahaan sebagai entity maupun manajemen sangat berkepentingan terhadap harga sahamnya di pasar sekunder. Perusahaan publik di pasar modal yang telah maju sering kali dimiliki oleh masyarakat luas tanpa unsur mayoritas dalam komposisi pemilikan saham. Dalam keadaan ini, pemegang saham lebih berkepentingan terhadap harga saham daripada performa perusahaan itu sendiri. Kalau seorang pemegang saham ingin tahu beberapa nilai klaim atas pemilikannya pada satu perusahaan, maka indikator yang paling representatif adalah nilai pasar dari seluruh saham yang dimilikinya. Jumlah itulah yang sungguh-sungguh diperolehnya apabila ia melepas pemilikannya. Perusahaan di Indonesia pada umumnya, secara historis berkembang dari perusahaan keluarga. Walaupun telah menjadi perusahaan publik, perusahaan

 EKMA4316/MODUL 5

5.45

yang demikian mayoritas sahamnya tetap dimiliki oleh keluarga pendiri yang sekaligus mengelola perusahaan. Penurunan harga saham dari perusahaan jenis ini, memang tidak mengakibatkan pergantian manajemen. Namun demikian, manajemen sebagai pemilik tetap sangat berkepentingan terhadap harga saham, karena harga saham merupakan nilai pasar dari pemilikannya. a.

Bursa efek di Indonesia Pencatatan efek di Bursa efek di Indonesia ditandai oleh pengumuman tentang pencatatan setelah perusahaan (emiten) membayar biaya pencatatan pertama (initial listing fee). Pada saat ini Bursa Efek yang beroperasi di Indonesia yaitu Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan Bursa Efek Surabaya (BES). Pada saat mengajukan izin emisi perusahaan terlebih dahulu sudah harus menetapkan di Bursa mana efeknya akan dicatatkan. Penelitian terhadap kondisi dan prospek perusahaan sepenuhnya dilakukan pada saat emisi. Perusahaan yang telah memperoleh izin emisi akan otomatis dicatatkan di Bursa yang telah ditetapkan tanpa dikenakan persyaratan tambahan. Bursa efek pada dasarnya adalah satu pasar. Seperti juga pasar-pasar yang lain, Bursa menyediakan sarana bagi bertemunya permintaan dan penawaran. Namun demikian bila kita bandingkan pasar barang dan jasa di suatu pihak dengan Bursa Efek di pihak lain, kita menemukan beberapa perbedaan yang cukup mendasar seperti berikut ini. 1) Pada pasar barang dan jasa produk atau manfaatnya dapat digunakan secara langsung dalam memenuhi kebutuhan/memperoleh kepuasan. Kalau kita membeli sebungkus nasi atau selembar baju maka kepuasan bisa kita peroleh dari kegiatan mengonsumsikan nasi tersebut untuk mengurangi rasa lapar dan memakai baju tersebut untuk melindungi tubuh atau memperbaiki penampilan. Pada perdagangan efek tidak dimaksudkan untuk memperoleh kepuasan seketika tapi dimotifisir oleh usaha menyimpan daya beli yang lebih besar di kemudian hari apabila nilai pasar aktiva keuangan yang diperdagangkan di Bursa Efek hanya berbentuk kertas, maka pertanyaan tentang berapa nilai wajar dari suatu efek tidak dapat dijawab secara sederhana. 2) Karena karakteristik instrumen perdagangan sebagaimana diuraikan di atas, maka dalam perdagangan efek, informasi memegang peranan yang sangat penting. Setiap bentuk perdagangan tentu membutuhkan informasi. Tapi dalam perdagangan efek informasi, memiliki peranan

5.46

Hukum Bisnis 

yang dominan dan krusial. Aktiva keuangan, khususnya saham merupakan instrumen yang mewakili aktiva yang lain. Sebagai komoditi perdagangan harga saham dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran, tapi sebagai bukti pemilikan harga saham secara fundamental ditentukan pula oleh nilai aktiva yang diwakilinya. 3) Bursa Efek pada dasarnya adalah suatu club organization. Walaupun dalam batasan geografis, mungkin bisa disebut “special club”. Karakteristik demikian harus dimaklumi karena akan lebih ekonomis memiliki satu bursa efek saja pada suatu kota tertentu. 4) Bursa efek adalah self-regulator body, karena ia berhak mengorganisasi dirinya sendiri, menetapkan aturan main sepanjang tidak bertentangan dengan pedoman yang ditetapkan pemerintah. Karakteristik perdagangan efek sebagaimana diuraikan sebelumnya mengharuskan Bursa memiliki aturan yang lengkap, terinci, jelas dan adil. Karena itu Bursa Efek merupakan suatu pasar yang memiliki aturan paling banyak. Dalam aturan main tersebut termasuk standarisasi besaran perdagangan seperti satuan perdagangan, variasi harga, cara tawar-menawar, waktu pembayaran, penyerahan fisik, bentuk dan isi dokumen yang digunakan sistem penyampaian laporan dan sebagainya. b.

Mekanisme perdagangan Uraian berikutnya mencoba memberikan gambaran deskript tentang mekanisme perdagangan di Bursa Efek Jakarta. Sebelumnya perlu diketahui bahwa efek yang tercatat di Bursa Efek Jakarta prinsipnya hanya bisa diperdagangkan di Bursa. Pengecualian tentu saja berlaku untuk efek atas unjuk yang perdagangannya dapat dilakukan secara langsung antara pembeli dan penjual. Semua saham yang tercatat di Bursa Efek Jakarta, saat ini semuanya atas nama sedangkan obligasi seluruhnya atas unjuk. Peraturan yang berlaku saat ini memungkinkan penerbitan saham atas unjuk. Dalam mekanisme Bursa Efek Jakarta, izin keanggotaan diberikan kepada Badan Hukum. Untuk memperoleh izin usaha Badan Hukum tersebut harus memenuhi dua persyaratan utama, menyangkut segi keuangan (permodalan) dan segi personil. Anggota Bursa Efek Jakarta menyelenggarakan dua fungsi utama: 1) fungsi Perantara Pedagang Efek. Sebagai PPE anggota bursa bertindak selaku agent, dan melakukan transaksi untuk dan atas nama nasabah; 2) fungsi Pedagang Efek PE bertindak sebagai principal, melakukan transaksi untuk kepentingan perusahaan anggota. Dengan demikian

 EKMA4316/MODUL 5

5.47

sebagai pedagang, anggota bursa mengambil posisi sebagai investor dengan segala potensi untung dan ruginya. Fungsi ganda yang digambarkan di atas harus diakui, membawa potensi terjadinya konflik kepentingan. Untuk mengatasi hal tersebut ada dua pengaturan yang saat ini ditetapkan pemerintah. 1) Setiap anggota yang merangkap fungsi perantara dan pedagang sekaligus, diwajibkan untuk mengutamakan kepentingan nasabah. 2) Kuasa anggota, yaitu orang yang melaksanakan transaksi di Bursa, tidak diperkenankan untuk melakukan transaksi untuk kepentingan pribadi. PROSES PERDAGANGAN SAHAM DI BURSA EFEK JAKARTA

3) Seorang investor yang ingin membeli atau menjual saham, pertama-tama harus menghubungi salah satu anggota Bursa, untuk mengisi formulir pesanan. Formulir pesanan selain memuat jati diri pemesan, juga nama efek yang ingin dibeli/dijual, jumlahnya, limit harga dan batas waktu pesanan. Selain mengisi surat pesanan, nasabah beli harus menyetor uang pembelian, sedang nasabah jual menyerahkan surat sahamnya.

5.48

Hukum Bisnis 

4) Pesanan-pesanan tersebut kemudian dicatat dalam Buku Bursa. Buku bursa dengan demikian mencerminkan rencana kegiatan harian perantara perdagangan efek. 5) Pada setiap hari bursa, anggota bursa diwakili oleh kuasa anggota. Yang disebut terakhir adalah pegawai tetap anggota bursa yang telah memenuhi kriteria yang ditetapkan, dengan tugas pokok melaksanakan transaksi, menandatangani dan menyelesaikan dokumen-dokumen. 6) Setelah bursa dibuka, kuasa anggota menyerahkan slip order kepada petugas bursa di pos perdagangan masing-masing. Slip order memuat keterangan tentang nama efek yang mau dibeli/dijual, jumlah, harga dan keterangan tentang apakah pesanan tersebut untuk nasabah atau untuk perusahaan sendiri. Dalam hal pesanan berasal dari nasabah dibutuhkan keterangan apakah nasabah tersebut domestik atau asing. 7) Setelah menyerahkan slip order, kuasa anggota dapat langsung melakukan tawar-menawar untuk efek yang bersangkutan. 8) Pada setiap transaksi yang terjadi, anggota bursa penjual mengisi formulir Nota Transaksi. Nota Transaksi memuat penegasan tentang waktu terjadinya transaksi, jumlah efek, kurs dan nilai transaksi. Setelah dibubuhi meterai, Nota Transaksi ditandatangani dan dicap oleh pembeli dan penjual, kemudian diserahkan kepada petugas bursa untuk diberi nomor. Nota Transaksi dibuat rangkap empat masing-masing untuk Emiten, pembeli, penjual dan Bapepam. Nota Transaksi merupakan dokumen resmi perdagangan. Dokumen ini merupakan manifestasi ketentuan yang menetapkan bahwa segala untung rugi yang melekat pada suatu efek menjadi hak dan tanggungan pihak pembeli terhitung sejak terjadinya transaksi efek yang bersangkutan. 9) Untuk efek atas nama, berdasar Nota Transaksi dan Surat Pesanan, anggota bursa penjual mengisi formulir Surat Pemberitahuan Pemindahan Hak atas Saham (SPPH). SPPH merupakan pemberitahuan kepada Emiten. Lembaga Transfer untuk melakukan balik nama dari pemilik semula kepada pemilik baru. SPPH dibuat rangkap empat masing-masing untuk Emiten/Lembaga Transfer, Pembeli, Penjual dan Bapepam. 10) Penyerahan fisik surat saham dilakukan dengan dua cara: a) dengan proses endosemen apabila saham yang diwakili terjual seluruhnya;

 EKMA4316/MODUL 5

5.49

b) menerbitkan Surat Saham baru dalam hal saham terjual sebagian atau terjual kepada lebih dari satu pembeli. 11) Pembayaran, pemindahan hak dan penyerahan fisik surat efek harus dilakukan selambat-lambatnya 4 (empat) hari bursa terhitung sejak terjadinya transaksi. G. LEMBAGA KLIRING DAN PENJAMINAN Sebagaimana telah dikemukakan di atas, bahwa Lembaga Kliring dan Penjaminan (LKP) adalah lembaga`penyedia fasilitas kegiatan pasar modal. Dengan perkataan lain, Lembaga Kliring dan Penjaminan (LKP) ini didirikan dengan tujuan menyediakan jasa kliring dan penjaminan penyelesaian transaksi bursa yang teratur, wajar, dan efisien. Lembaga Kliring dan Penjaminan (LKP) adalah pihak yang menyelenggarakan jasa kliring dan penjaminan penyelesaian transaksi bursa. Lembaga Kliring dan Penjaminan (LKP) berbentuk perseroan terbatas, yaitu PT Kliring Penjamin Efek Indonesia (KPEI). Menurut ketentuan Pasal 15 dan 16 Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1995 ditentukan bahwa: Lembaga Kliring dan Penjaminan harus memperoleh izin dari Bapepam dan memiliki modal disetor sekurang-kurangnya Rp.15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah). Keberadaan PT Kliring Penjamin Efek Indonesia (KPEI) tersebut sangat penting dalam kegiatan pasar modal, karena merupakan kelanjutan dari kegiatan bursa efek dalam rangka penyelesaian transaksi bursa. Oleh karena dalam kegiatannya PT KPEI ini berkaitan dengan dana masyarakat yang diinvestasikan dalam efek, maka tentu PT KPEI haruslah memenuhi persyaratan teknis tertentu agar penyelesaian transaksi bursa dapat dilakukan secara teratur, wajar, dan efisien. Berkaitan dengan apa yang telah dikemukakan di atas, pada dasarnya kegiatan kliring merupakan suatu proses yang digunakan untuk menetapkan hak dan kewajibannya para Anggota Bursa Efek atas transaksi yang mereka lakukan sehingga mereka mengetahui hak dan kewajiban masing-masing. Kliring Transaksi bursa adalah proses penentuan hak dan kewajiban yang timbul dari transaksi bursa. Sedangkan penjaminan penyelesaian transaksi bursa adalah pemberian kepastian dipenuhinya hak dan kewajiban bagi anggota Bursa Efek yang timbul dari transaksi bursa.

5.50

Hukum Bisnis 

Sebagaimana telah dikemukakan di atas, bahwa yang dapat menyelenggarakan kegiatan usaha sebagai Lembaga Kliring dan Penjaminan adalah perseroan yang telah memperoleh izin usaha dari Bapepam. Kegiatan Lembaga Kliring dan Penjaminan ini pada dasarnya merupakan kelanjutan dari kegiatan Bursa Efek dalam rangka penyelesaian transaksi bursa. Mengingat kegiatan tersebut menyangkut dana masyarakat yang diinvestasikan dalam efek, maka Lembaga Kliring dan Penjaminan harus memenuhi persyaratan teknis tertentu agar penyelesaian transaksi bursa dapat dilaksanakan secara teratur, wajar, dan efisien. Transaksi bursa adalah kontrak yang dibuat oleh Anggota Bursa Efek sesuai dengan persyaratan yang ditentukan oleh Bursa Efek mengenai jual beli efek, pinjam-meminjam efek, atau kontrak lain mengenai efek atau harga efek. Pinjam-meminjam efek dapat terjadi dalam hal anggota Bursa efek tidak memiliki efek yang mencukupi untuk menyelesaikan kewajibannya yang timbul akibat jual beli efek yang dilakukannya di Bursa Efek. Kontrak lain mengenai harga efek mencakup antara lain opsi terhadap indeks harga saham. LAT IH A N Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah latihan berikut! 1) Jelaskan arti pentingnya Pasar Modal dalam mendorong pertumbuhan perekonomian suatu negara! 2) Apa tujuan dari suatu perusahaan yang menjual sahamnya melalui Pasar Modal? 3) Apa pula tujuan dari pemodal (investor) yang menginvestasikan uangnya di Pasar Modal? 4) Sebutkan dan jelaskan secara singkat siapa saja yang termasuk lembaga penunjang Pasar Modal! 5) Apa yang dimaksud dengan efek atau surat berharga? Surat berharga mana yang bersifat utang dan yang bersifat penyertaan? 6) Apa saja persyaratan yang harus dipenuhi bagi penerbit surat berharga yang dijual di Bursa Efek? 7) Data apa saja yang harus dimuat dalam Surat Pernyataan Pendaftaran Emisi Efek?

 EKMA4316/MODUL 5

5.51

8) Kegiatan apa saja yang dilakukan dalam Pasar Perdana? 9) Apa yang dimaksud dengan Pasar Sekunder dan kapan Pasar Sekunder itu dimulai? 10) Jelaskan secara singkat proses perdagangan saham di Bursa Efek Jakarta! Petunjuk Jawaban Latihan 1) Pada dasarnya pengaktifan kembali pasar modal dilandasi oleh adanya kebutuhan dana pembangunan yang semakin meningkat sebagaimana telah dijelaskan di atas. Melalui pasar modal, dunia usaha akan dapat memperoleh sebagian atau seluruh pembiayaan jangka panjang yang diperlukan. Selain itu, pengaktifan ini juga dimaksudkan untuk meratakan hasil-hasil pembangunan melalui pemilikan saham-saham perusahaan serta penyediaan lapangan kerja dan pemerataan kesempatan berusaha. 2) Perusahaan memanfaatkan pasar modal untuk menarik dana umumnya didorong oleh beberapa tujuan: a) untuk perluasan usaha; b) untuk memperbaiki struktur modal; c) untuk melaksanakan pengalihan pemegang saham. 3) Tujuan pemodal (investor) yang menginvestasikan uangnya di Pasar Modal adalah: a) untuk memperoleh dividen; b) untuk berdagang; c) ikut serta sebagai pemilik perusahaan yang sudah mempunyai nama baik; d) Spekulasi. 4) Dalam UUPM yang termasuk lembaga penunjang pasar modal adalah sebagai berikut. a) Kustodian Kustodian adalah pihak yang memberikan jasa penitipan Efek dan harta lain yang berkaitan dengan Efek serta jasa lain, termasuk menerima deviden, bunga dan hak-hak lain, menyelesaikan transaksi Efek dan mewakili pemegang rekening yang menjadi nasabahnya. b) Biro Administrasi Efek Menurut Pasal 1 angka 3 UUPM yang dimaksud dengan Biro Administrasi efek adalah pihak yang berdasarkan kontrak dengan

5.52

Hukum Bisnis 

Emiten melaksanakan pencatatan pemilikan Efek dan pembagian hak yang berkaitan dengan Efek. Selanjutnya dalam Pasal 48 UUPM ditentukan bahwa yang dapat menyelenggarakan kegiatan usaha sebagai Biro Administrasi efek adalah Perseroan yang telah memperoleh izin usaha dari Bapepam. c) Wali Amanat Menurut Pasal 1 angka 30 UUPM, yang dimaksud dengan Wali Amanat adalah pihak yang mewakili kepentingan pemegang Efek yang bersifat hutang. d) Penjamin Emisi (underwriter) Menurut Pasal 1 angka 17 UUPM, yang dimaksud dengan Penjamin Emisi efek adalah pihak yang membuat kontrak dengan Emiten untuk melakukan Penawaran Umum bagi kepentingan Emiten dengan atau tanpa kewajiban untuk membeli sisa Efek yang tidak terjual. e) Perantara Pedagang Efek (PPE). Menurut Pasal 1 angka 18 UUPM, Perantara Pedagang Efek (PPE) adalah pihak yang melakukan kegiatan usaha jual beli Efek untuk kepentingan sendiri atau pihak lain. 5) Surat berharga yang bersifat hutang adalah obligasi, sedangkan Surat berharga yang bersifat penyertaan adalah saham. 6) Penerbitan surat berharga melalui bursa efek harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, adalah: a) bertempat kedudukan di Indonesia; b) memenuhi batas minimal modal yang disetor; c) dalam 2 (dua) tahun buku terakhir secara berturut-turut memperoleh laba; d) laporan keuangan dan telah diperiksa oleh Akuntan Publik/Akuntan Negara untuk 2 (dua) tahun buku terakhir secara berturut-turut dengan pernyataan pendapat wajar tanpa syarat untuk tahun terakhir. 7) Surat pernyataan pendaftaran emisi efek ini memuat informasi-informasi penting tentang perusahaan yang antara lain meliputi: a) data tentang emiten; b) data tentang Manajemen dan Komisaris; c) data mengenai modal saham dan hutang perusahaan; d) kegiatan usaha emiten; e) rencana emisi; f) penjamin Pelaksana Emisi.

 EKMA4316/MODUL 5

5.53

8) Kegiatan yang dilakukan di Pasar Perdana: a) pengumuman dan Pendistribusian Prospektus; b) masa Penawaran; c) masa Penjatahan; d) masa Pengembalian Dana; e) penyerahan Efek; f) pencatatan Efek di Bursa. 9) Pasar sekunder dimulai dengan dicatatkan dan diperdagangkannya suatu efek di Bursa. Pengertian sekunder di sini adalah karena yang melakukan perdagangan adalah para pemegang saham dan calon pemegang saham. 10) Gambar bagan seperti halaman 5.40. R A NG KU M AN Pengembangan ekonomi secara keseluruhan harus pula diukur dari seberapa jauh perkembangan pasar modal dan industri sekuritas pada negara tersebut. Melalui pasar modal, dunia usaha akan dapat memperoleh sebagian atau seluruh pembiayaan jangka panjang yang diperlukan. Selain itu, pasar modal dapat digunakan untuk meratakan hasil-hasil pembangunan melalui pemilikan saham-saham perusahaan serta penyediaan lapangan kerja dan pemerataan kesempatan berusaha. Dalam hubungannya dengan pemilik saham melalui pasar modal masyarakat dapat ikut menikmati keberhasilan perusahaan melalui pembagian deviden dan peningkatan harga saham yang diharapkan. Keikutsertaan masyarakat ini juga memberikan pengaruh positif terhadap pengelolaan perusahaan melalui mekanisme pengawasan langsung oleh masyarakat. Pasar Modal akan berjalan dengan baik apabila didukung oleh pelaku Pasar Modal yang baik pula. Secara mudah dapat dikatakan bahwa tanpa para pelaku Pasar Modal, maka Pasar Modal tidak dapat hidup. Demikian pula sebaliknya tanpa Pasar Modal para pelaku itu kehidupannya tidak tumbuh dengan wajar, tidak berkembang dengan baik. Lembaga-lembaga yang menjadi pelaku Pasar Modal adalah Emiten, Pemodal (investor), Penunjang Pasar Modal (Kustodian, Wali Amanat, Biro Administrasi Efek) Penjamin Emisi Efek (underwriter) dan Perantara Pedagang Efek (broker). Surat-surat berharga jangka panjang yang diperjualbelikan di Pasar Modal sering pula disebut dengan istilah Efek, yang meliputi surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti

5.54

Hukum Bisnis 

utang, unit penyetoran kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas Efek, dan setiap derivatif dari Efek. Umumnya surat berharga yang diperdagangkan di pasar modal dibedakan menjadi surat berharga yang bersifat utang umumnya dikenal dengan nama obligasi dan surat berharga yang bersifat pemilikan biasa dinamakan saham. Setiap emisi atau penerbitan surat berharga melalui pasar modal, ada persyaratan-persyaratan tertentu yang harus dipenuhi oleh Emiten. Persyaratan emisi yang harus dipenuhi setiap emiten akan tergantung dari jenis efek yang akan diterbitkan, jenis bursa di mana efek tersebut akan didaftarkan serta jenis usaha dari emiten. Sampai dengan saat ini pemberian izin untuk registrasi dan listing diberikan oleh Bapepam. Dalam hal ini perusahaan yang akan menawarkan efeknya melalui pasar modal, setelah registrasi ke Bapepam secara otomatis harus listing di Bursa setelah izin registrasi diberikan. Proses emisi efek melalui Pasar Modal meliputi kegiatan yang terdiri dari tahap persiapan yang meliputi kegiatan konsultasi antara Dewan Komisaris/Direksi dengan pemegang saham. Apabila hasil konsultasi tersebut terlihat bahwa penerbitan efek merupakan salah satu alternatif yang akan dipilih, maka langkah berikutnya adalah mengadakan RUPS. Setelah itu kemudian diikuti penyampaian pernyataan pendaftaran kepada Menteri Keuangan Cq. Ketua Bapepam. Selanjutnya akan diadakan evaluasi oleh Bapepam, yang dilanjutkan dengar pendapat terbatas antara Emiten, Lembaga Penunjang dan Bapepam. Selanjutnya diputuskan oleh Ketua Bapepam apakah akan diberi izin ataukah tidak. Pemberian izin emisi oleh Ketua Bapepam merupakan tahap yang sangat menentukan apakah efek yang akan diterbitkan oleh perusahaan dapat ditawarkan kepada masyarakat. Penawaran efek tersebut kepada masyarakat setelah pemberian izin emisi sampai dengan saat pencatatan di Bursa disebut Pasar Perdana (Primary Market). Proses penawaran efek melalui pasar perdana akan meliputi beberapa tahapan sebagai berikut: Pengumuman dan pendistribusian prospektus; Penawaran; Penjatahan; Pengembalian dana; Penyerahan efek; Pencatatan efek di bursa. Pasar sekunder dalam sistem pasar kita, dimulai dengan dicatatkan dan diperdagangkannya suatu efek di Bursa. Pengertian sekunder di sini adalah karena yang melakukan perdagangan adalah para pemegang saham dan calon pemegang saham. Uang yang berputar dalam pasar sekunder, tidak lagi mengalir ke dalam perusahaan yang menerbitkan efek tapi berpindah dari pemegang saham yang satu ke tangan pemegang saham yang lain. Di dalam prakteknya kegiatan Pasar Sekunder

 EKMA4316/MODUL 5

5.55

dilakukan melalui Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan Bursa Efek Surabaya (BES). LKP, yang bernama PT. Kliring Penjamin Efek Indonesia, adalah suatu lembaga yang ditujukan untuk melakukan kliring dan menjamin kelancaran proses penyelesaian transaksi yang terjadi di Bursa Efek Indonesia. TES F OR M AT IF 1 Pilihlah satu jawaban yang paling tepat! 1) Persamaan antara Pasar Modal dengan Pasar Tradisional terletak pada .... A. tempat bertemunya penjual dan pembeli B. semua orang dapat masuk ke dalam pasar C. objek transaksinya semua kebutuhan hidup D. pembayarannya dengan uang tunai 2) Pelaku Pasar Modal terdiri dari .... A. emiten B. pemodal/investor C. Kustodian D. semua benar 3) Perusahaan yang melakukan penawaran umum dan memperoleh dana dari Pasar Modal disebut .... A. Emiten B. Pemodal/investor C. Kustodian D. Wali Amanat 4) Perusahaan yang bidang usahanya melakukan penyimpanan efek disebut .... A. emiten B. pemodal/investor C. Kustodian D. wali amanat 5) Orang/perusahaan yang tugasnya mewakili kepentingan dari para pemegang obligasi disebut .... A. emiten B. pemodal/investor

5.56

Hukum Bisnis 

C. Kustodian D. wali amanat 6) Tujuan perusahaan memperoleh dana melalui Pasar Modal adalah .... A. untuk perluasan usaha B. untuk memperbaiki struktur modal C. untuk pengalihan pemegang saham D. semua benar 7) Tujuan pemodal (investor) melakukan kegiatan di Pasar Modal adalah .... A. memperoleh deviden B. melakukan perdagangan C. memiliki perusahaan D. semua benar 8) Perusahaan yang tugasnya menjualkan saham Emiten pada Pasar Perdana adalah .... A. wali amanat B. penjamin Emisi C. Kustodian D. perantara Pedagang Efek 9) Berikut ini termasuk dalam pengertian Efek, kecuali…. A. saham B. obligasi C. bilyet Giro D. surat pengakuan utang 10) Instrumen Pasar Modal yang merupakan surat berharga yang bersifat utang adalah …. A. saham B. obligasi C. surat pengakuan utang D. tanda bukti utang 11) Berikut ini merupakan persyaratan untuk menerbitkan efek melalui bursa efek, kecuali …. A. bertempat kedudukan di Indonesia B. memenuhi batas minimum modal yang ditentukan C. dua tahun terakhir berturut-turut memperoleh laba D. telah diumumkan pada dua Surat Kabar Harian Nasional

 EKMA4316/MODUL 5

5.57

12) Surat Pernyataan Pendaftaran Emisi Efek ditujukan kepada …. A. Menteri Perekonomian B. Ketua Bapepam C. Menteri Perindustrian dan Perdagangan D. Dirjen Anggaran 13) Pejabat yang memberikan izin emisi adalah .... A. Menteri Perekonomian B. Ketua Bapepam C. Menteri Perindustrian dan Perdagangan D. Dirjen Anggaran 14) Lembaga-lembaga berikut ini terlibat dalam kegiatan Pasar Perdana, kecuali …. A. emiten B. penjamin Emisi C. biro Administrasi Efek D. makelar 15) Kegiatan jual beli surat berharga yang terjadi di Bursa Efek Jakarta merupakan .... A. pasar perdana B. pasar sekunder C. pasar primer D. pasar uang 16) Kegiatan jual beli di bursa dilakukan oleh .... A. investor sendiri B. wali amanat C. perantara pedagang efek D. makelar efek 17) Pembeli efek melalui Bursa Efek Jakarta harus melakukan pembayaran paling lambat .... A. hari transaksi sebelum bursa tutup B. satu hari setelah transaksi C. tiga hari setelah transaksi D. empat hari setelah transaksi 18) Penjual efek melalui Bursa Efek Jakarta harus menyerahkan efeknya paling lambat .... A. hari transaksi sebelum bursa tutup

5.58

Hukum Bisnis 

B. dua hari setelah transaksi C. tiga hari setelah transaksi D. empat hari setelah transaksi 19) Dalam kegiatan Bursa Efek Jakarta yang dimaksud sebagai anggota bursa adalah .... A. emiten B. investor C. perantara Pedagang efek D. wali amanat 20) Keuntungan investor yang diperoleh karena selisih antara harga jual dengan harga beli saham disebut .... A. deviden B. capital Gain C. diskonto D. premium Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 1 yang terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar. Kemudian, gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 1.

Tingkat penguasaan =

Jumlah Jawaban yang Benar

 100%

Jumlah Soal Arti tingkat penguasaan: 90 - 100% = baik sekali 80 - 89% = baik 70 - 79% = cukup < 70% = kurang Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat meneruskan dengan Kegiatan Belajar 2. Bagus! Jika masih di bawah 80%, Anda harus mengulangi materi Kegiatan Belajar 1, terutama bagian yang belum dikuasai.

 EKMA4316/MODUL 5

5.59

Kegiatan Belajar 2

Hukum Surat Berharga

S

uatu kenyataan bahwa pada zaman sekarang ini di dalam perkembangan lalu lintas perdagangan terdapat suatu kemajuan dalam cara-cara pembayaran dengan menggunakan alat-alat kredit dan alat pembayaran kontan selain dengan mata uang. Semakin lama di dalam masyarakat Indonesia sendiri semakin banyak orang yang mengenal dan mengerti gunanya alat-alat pembayaran semacam itu. Mereka mempergunakannya baik untuk keperluan perdagangan di dalam negeri maupun di luar negeri, tidak lagi memilih mempergunakan pembayaran dengan mata uang tunai. Alat-alat pembayaran tersebut dikenal dengan istilah Surat Berharga. Di dalam lalu lintas perdagangan tidak semua surat itu diklasifikasikan sebagai surat berharga, karena untuk adanya surat berharga itu harus memenuhi syarat-syarat tertentu yang menjadi syarat mutlak untuk adanya surat berharga. Syarat mutlak untuk adanya surat berharga adalah adanya akta yang berisi tagihan sejumlah uang yang terdapat di dalam perikatan dasar yang menimbulkan hubungan hukum antara kedua belah pihak. Jadi akta tentang tagihan sejumlah uang di dalam perikatan dasar itulah yang disebut dengan surat berharga. Suatu surat agar dapat disebut sebagai surat berharga, maka di dalam surat itu harus tercantum sejumlah nilai yang sama dengan nilai dari perikatan dasarnya. Perikatan dasar inilah yang menjadi kausa atau sebab dari diterbitkannya surat berharga tersebut. Dengan perkataan lain bahwa sepucuk surat itu dapat disebut surat berharga karena di dalam surat itu tercantum nilai yang sama dengan nilai perikatan dasarnya. Perikatan dasar antara dua orang adalah yang menjadi sebab diterbitkannya surat berharga seperti wesel, cek, surat sanggup dan sebagainya. Di dalam perikatan dasar itulah terdapat hubungan asli antara penerbit dari sepucuk surat wesel dengan pihak pemegang pertama dari wesel tersebut. Sebagai contoh perikatan dasar yang menimbulkan terbitnya surat berharga dapat diberi gambaran sebagai berikut: Dua orang mengadakan perjanjian jual beli. Pada waktu mereka mengadakan perjanjian jual beli tersebut diadakan kesepakatan bahwa cara pembayarannya tidak dilakukan dengan cara pembayaran biasa yaitu secara kontan. Mereka bersepakat bahwa pembayaran dalam jual beli itu dilakukan dengan cara lain, yaitu dengan cara

5.60

Hukum Bisnis 

penerbitan surat berharga misalnya wesel. Caranya pembeli akan menerbitkan sepucuk wesel yang diperintahkannya untuk dibayar oleh seseorang yang disebut dengan “tersangkut”. Wesel tersebut merupakan perintah untuk membayar sejumlah uang kepada pemegang dari wesel tersebut oleh tersangkut. Jadi di sini yang diperintahkan untuk membayar adalah tersangkut dan yang memerintahkan adalah si pembeli atau disebut “penerbit”. Dalam hal ini jumlah uang yang disebutkan di dalam wesel tersebut sama dengan jumlah harga pembelian dalam perjanjian jual beli yang telah diadakan. Selanjutnya wesel yang diterbitkan oleh penerbit (pembeli dalam perikatan dasar) itu kemudian diserahkan kepada pemegang pertama (penjual dalam perikatan dasar). Pemegang pertama ini berhak menuntut pembayaran dari tagihan itu kepada tersangkut jika sudah tiba waktu pembayaran yang ditentukan di dalam wesel itu, yang biasa disebut dengan istilah hari gugur atau tanggal jatuh tempo. Praktisnya penggunaan wesel atau cek sebagai alat pembayaran sudah semakin dirasakan. Maka dengan mengenal bentuk-bentuk wesel, cek dan aksep di dalam praktek itu berarti bahwa masyarakat semakin mengenal peranan penting dari Surat-surat Berharga. Salah satu fungsi utama dari Surat-surat Berharga adalah dapat diperdagangkan, atau dapat dipindahtangankan dari satu tangan ke tangan lain. Faktor atau syarat yang menjadikan adanya fungsi dapat diperdagangkan itu ialah dengan adanya klausula-klausula pada surat itu yang bertujuan justru untuk memperalihkan kedudukan hukum dari orang yang berhak atas isi dari surat tersebut kepada orang lain. Dengan perkataan lain, klausula tersebut menyatakan bahwa sifat sebagai penagih dari pemegang surat itu dapat diperalihkan kepada orang lain dengan cara-cara yang telah ditentukan oleh klausula itu sendiri. Sehubungan dengan itu dalam bidang Surat-surat Berharga kita mengenal dua jenis klausula yaitu klausula atas tunjuk (aan toonder) dan klausula atas pengganti (aan order). Karena kedua jenis klausula tersebut mengandung perbedaan di dalam cara memperalihkan hak atas tagihan yang tercantum dalam surat berharga maka seyogianya pemakaian istilah yang tepat dan seragam sudah waktunya untuk dipikirkan dan dilaksanakan. Terutama hal ini perlu sekali mendapat perhatian di antara Bank, karena menyangkut kepastian hukum bagi akibat hukum yang akan berpengaruh pada masyarakat luas terutama yang memakai surat berharga dalam usaha dagangnya sebagai alat pembayaran.

 EKMA4316/MODUL 5

5.61

Dengan adanya suatu klausula atas tunjuk pada sepucuk surat maka surat tersebut dinamakan surat atas tunjuk, sedangkan surat yang mengandung klausula atas pengganti disebutkan surat atas pengganti. Akibat-akibat hukum dari klausula atas tunjuk dan atas pengganti terletak pada cara memperalihkan surat tersebut atau dengan perkataan lain terletak dalam cara diperdagangkannya surat-surat tersebut. Klausula atas tunjuk pada sepucuk surat berharga berarti surat tersebut dapat diperalihkan dari tangan ke tangan, sedangkan kalau surat berharga mengandung klausula atas pengganti akan berarti, bahwa surat berharga tersebut hanya dapat diperalihkan kepada orang pengganti dari orang yang disebut namanya pada surat berharga itu dengan cara endosemen dan menyerahkan surat tersebut. Maka dapatlah lebih lanjut dikatakan bahwa surat atas pengganti dan surat atas tunjuk itu mempunyai fungsi untuk dapat diperdagangkan, oleh karena itu kedua-duanya adalah termasuk Surat Berharga. Fungsi dapat diperdagangkan itulah merupakan fungsi utama dari setiap Surat Berharga. Selanjutnya jika kita membicarakan “surat berharga” apakah yang sebenarnya diartikan dengan itu? Untuk mengetahui pengertian yang sebenarnya, kita harus berpegang teguh kepada perikatan yang menyebabkan diterbitkannya surat berharga itu. Surat itu memegang peranan penting sebagai alat bukti dari perikatan tersebut yang kita namakan “perikatan dasar”. Ini bukan berarti bahwa dengan menerbitkan surat berharga dan kemudian menyerahkannya kepada orang lain, akan menciptakan suatu perjanjian yang menimbulkan perikatan baru. Penerbitan sepucuk surat berharga itu hanyalah bermaksud untuk melakukan pembayaran dari suatu utang yang telah ada sebelumnya dengan suatu cara yang khusus atau cara yang lain. Dengan demikian utang yang terwujud di dalam surat berharga itu adalah utang yang asli di dalam hubungan hukum sebelumnya, tetapi di dalam bentuk yang telah diubah. Dan untuk itulah surat berharga tersebut memegang peranannya sebagai alat bukti. Pandangan dari para penulis di zaman dahulu khusus mengenai surat wesel, telah bertitik pangkal pada kontrak wesel, yang berarti suatu perjanjian di mana satu pihak mengikatkan diri untuk membayar sejumlah uang kepada pihak lain di tempat lain dengan menikmati suatu nilai tertentu. Bagi mereka itu surat wesel itu hanyalah merupakan suatu pelaksanaan dari kontrak-wesel tersebut. Perwujudan kontrak wesel itu dapat terlihat berbeda-beda, misalnya sebagai tukar-menukar atau pinjam-meminjam atau pemberian kuasa, namun

5.62

Hukum Bisnis 

acap kali dipandang sebagai suatu perjanjian jual beli dari sejumlah uang yang harus diserahkan di tempat lain. Kepada pihak yang berdasarkan kontrak tersebut akan menerima sejumlah uang di tempat lain itu diserahkanlah sepucuk surat yang disebut namanya wesel. Maksud penyerahan surat wesel tersebut tidak lain daripada untuk mempermudah pelaksanaan dari kontrak wesel tersebut, sehingga dapat juga terjadi kontrak-kontrak wesel tanpa surat wesel. Selanjutnya bahwa tentang arti kedudukan dari penerbitan surat wesel itu terhadap perikatan dasarnya tidak dipersoalkan. Sebab mereka menganggap bahwa dasar hukum dari adanya kewajiban dari pengutang wesel untuk menjamin supaya jumlah uang yang diperjanjikan itu harus dibayar di tempat yang telah ditentukan tepat pada waktunya, kepada penagih utang, bukanlah terletak pada perbuatan penyerahan dan penerimaan dari surat wesel tersebut melainkan terletak di dalam perjanjian jual beli yang diadakan antara mereka sebelumnya. Sebagai contoh misalnya si A mempunyai utang kepada si B berdasarkan suatu perjanjian jual-beli, dan karena dia belum membayar harga pembelian, dia lalu menyerahkan sepucuk surat pengakuan utang kepada si B, surat tersebut tidak menimbulkan suatu perikatan baru. Bagaimana misalnya kalau di dalam contoh yang sama si A untuk utang pembeliannya itu ia menyerahkan sepucuk surat kepada si B, misalnya menyerahkan sepucuk surat sanggup atau yang dikenal dengan istilah aksep. Jika dibandingkan dua contoh di atas maka dari segi hubungan hukumnya kedua-duanya adalah sama, akan tetapi jika ditinjau lebih lanjut dari sifat atau kedudukan dari dua jenis surat yang dapat diserahkan oleh si A maka dapatlah kita lihat perbedaannya sebagai berikut. Surat pengakuan utang, hanya berfungsi sebagai alat bukti saja terhadap utang yang ada. Lain halnya dengan surat berharga, seperti surat sanggup dalam contoh di atas, sebab tujuan dari pembuatan surat berharga itu bukanlah hanya sebagai alat bukti saja, melainkan supaya surat tersebut dapat diperalihkan atau diperdagangkan. Tujuan ini hanya dapat dicapai apabila si penandatanganan dari surat berharga itu mengikat dirinya kepada beberapa kewajiban yang memungkinkan fungsi dapat diperdagangkan itu terlaksana. Kewajiban-kewajiban si penandatanganan surat berharga itu tidak hanya terhadap orang yang menerima surat berharga tersebut melainkan juga terhadap orang-orang lain yang kemudian menerima surat tersebut.

 EKMA4316/MODUL 5

5.63

Kewajiban seperti itulah yang tidak kita jumpai pada seseorang yang menyerahkan surat pengakuan utang. Sebaliknya tidaklah dapat disangkal bahwa surat berharga yang dibuat dan diserahkan oleh si A kepada si B dalam contoh di atas, juga merupakan suatu alat bukti terhadap utang yang ada, sehingga dapat dikatakan bahwa di dalam surat berharga itu mempunyai 2 fungsi, yaitu sebagai alat untuk dapat diperdagangkan dan sebagai alat bukti terhadap utang yang telah ada. Berdasarkan uraian di atas terlihat bahwa surat berharga itu memiliki sifat tidak hanya sebagai alat bukti hak dari si penagih utang, melainkan juga untuk mempermudah penagih utang menuntut haknya terhadap pengutang di luar proses. Dengan demikian surat berharga itu merupakan suatu surat legitimasi, yaitu surat yang menunjuk pemegangnya sebagai orang yang berhak khususnya di luar suatu proses. Surat berharga yang diatur di dalam Wetboek van Koophandel yang diterjemahkan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) ialah surat-surat seperti: wesel, cek, surat sanggup, promes serta kuitansi-kuitansi atas tunjuk, sistematika peraturannya ialah: 1. wesel diatur dalam BUKU I Titel ke enam dari bagian pertama sampai dengan bagian kedua belas; 2. surat sanggup diatur di dalam BUKU I Titel ke enam bagian ke tiga belas; 3. cek diatur di dalam BUKU I Titel ke tujuh dalam bagian pertama sampai dengan bagian ke sepuluh; 4. kuitansi-kuitansi dan promes atas tunjuk diatur di dalam BUKU I Titel ke tujuh dalam bagian ke sebelas. Jadi pengaturan surat-surat berharga itu semuanya adalah di dalam BUKU I Titel 6 dan 7. Semua peraturan-peraturan tentang cek, wesel dan surat sanggup di dalam KUHD ini, adalah sebagai hasil dari adanya Konferensi di Jenewa oleh negara-negara yang mengikutinya. Hasil dari konferensi itu mempunyai sifat internasional, yang kemudian atau sekarang ini kita jumpai di dalam KUHD kita. Konferensi di Jenewa itu diadakan justru supaya terdapat unifikasi mengenai peraturan-peraturan wesel dan cek di lapangan internasional. Sehingga aturan-aturan wesel yang terdapat di dalam KUHD sekarang ini baik dari sudut formal maupun materiil mempunyai hubungan yang erat dan

5.64

Hukum Bisnis 

ada persamaannya dengan hukum wesel dan cek di negara lain dalam lapangan internasional. Begitulah di dalam tahun 1930 dan 1931 di Jenewa diadakan Konferensi mengenai unifikasi peraturan wesel dan cek di antara negara-negara peserta. Mengenai wesel dan surat sanggup ialah pada tahun 1930, dan mengenai cek pada tahun 1931. Konferensi Jenewa itu berhasil mewujudkan 2 golongan perjanjian masing-masing berisi 2 hal, golongan pertama mengenai wesel dan surat sanggup dan golongan kedua mengenai cek. Masing-masing akan kita lihat di bawah ini isi dari perjanjian itu. Perjanjian mengenai wesel dan surat sanggup meliputi: 1. perjanjian untuk memakai peraturan yang sama atas surat–surat wesel dan surat sanggup; 2. perjanjian tentang pengaturan mengenai perselisihan–perselisihan undang-undang tertentu atas surat wesel dan surat sanggup; 3. perjanjian mengenai peraturan segel dari segi surat wesel dan surat sanggup.

1. 2. 3.

Selanjutnya perjanjian mengenai cek meliputi: Perjanjian mengenai pelaksanaan kesatuan dalam perundang-undangan atas cek. Perjanjian tentang pengaturan mengenai perselisihan undang-undang tertentu atas cek. Perjanjian mengenai peraturan segel dari segi cek.

Pada akhirnya untuk mengetahui sifat dari surat berharga berupa wesel dan cek itu, maka haruslah diketahui lebih dahulu pembagian-pembagian surat berharga itu. Surat-surat yang termasuk atau disebut surat atas tunjuk atau surat atas pengganti, mempunyai satu sifat yang khusus, yaitu bahwa hak dari si penagih (pemegang) dari surat itu dapat diperalihkan kepada orang lain. Jadi posisi sebagai penagih atas tagihan yang tercantum di dalam surat itu dapat diperalihkan. Hak penagih dari sepucuk surat atas tunjuk dapat diperalihkan dengan menyerahkan surat itu begitu saja kepada orang lain. Hak penagih dari sepucuk surat atas pengganti dapat terjadi yaitu dengan adanya endosemen dan penyerahan dari surat itu. Surat-surat atas tunjuk dan atas pengganti pada umumnya, merupakan suatu alat bukti tentang adanya suatu perikatan yang

 EKMA4316/MODUL 5

5.65

mempunyai sifat bahwa hak penagihnya dapat diperalihkan kepada orang lain. A. WESEL 1.

Pengertian Istilah wesel berasal dari istilah dalam bahasa Belanda wissel, dalam bahasa Jerman “wechsel”. Di dalam KUHD maupun perundang-undangan lainnya tidak terdapat perumusan atau definisi tentang surat wesel. Hanya saja di dalam Pasal 100 KUHD diatur tentang syarat-syarat formal sepucuk surat wesel. Atas dasar pasal tersebut dapat disimpulkan pengertian dari surat wesel adalah surat yang memuat kata wesel, yang diterbitkan pada tanggal dan tempat tertentu, dengan mana penerbit memerintahkan tanpa syarat kepada tersangkut untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada pemegang atau penggantinya, pada tanggal dan tempat tertentu. Dalam penerbitan wesel tersebut ada beberapa personil atau orang yang terlibat di dalamnya, yaitu a. penerbit, yang di dalam bahasa Belanda disebut dengan istilah trekker, dalam bahasa Inggris drawer, adalah orang yang mengeluarkan surat wesel; b. tersangkut, yang di dalam bahasa Belanda disebut dengan istilah betrokkene, dalam bahasa Inggris drawee, adalah orang yang diberi perintah tanpa syarat untuk membayar; c. akseptan, yang di dalam bahasa Belanda disebut dengan istilah acceptant, dalam bahasa Inggris acceptor, adalah tersangkut yang telah menyetujui untuk membayar surat wesel pada hari bayar dengan memberikan tanda tangannya; d. pemegang pertama, yang di dalam bahasa Belanda disebut dengan istilah nemer, dalam bahasa Inggris holder, adalah orang yang menerima surat wesel pertama kali dari penerbit; e. pengganti, yang di dalam bahasa Belanda disebut dengan istilah geendosseerde, dalam bahasa Inggris endorsee, adalah orang yang menerima peralihan surat wesel dari pemegang sebelumnya; f. endosan, yang di dalam bahasa Belanda disebut dengan istilah endosant, dalam bahasa Inggris indorser, adalah orang yang memperalihkan surat wesel kepada pemegang berikutnya.

5.66

Hukum Bisnis 

Sebagaimana telah dikemukakan di muka bahwa penerbitan surat berharga itu karena adanya perikatan dasar antara penerbit dengan penerima surat berharga. Demikian juga halnya dengan penerbitan surat wesel itu juga karena adanya perikatan dasar atau perjanjian antara penerbit dengan penerima surat wesel. Di dalam perjanjian tersebut penerbit berkewajiban melakukan pembayaran dengan surat wesel, sedangkan penerima atau pemegang berhak atas pembayaran sejumlah uang yang disebutkan di dalam surat wesel tersebut. Sebagai contoh misalnya dalam perjanjian jual beli barang antara penjual dengan pembeli. Dalam perjanjian tersebut disepakati bahwa harga pembelian barang tersebut tidak dibayar dengan cara biasa yaitu dengan uang tunai, melainkan dengan cara lain yaitu dengan menerbitkan surat wesel sejumlah harga pembelian, yang dapat ditagih kepada pihak ketiga pada waktu yang telah ditentukan. Dengan demikian di dalam surat wesel tersebut penerbit memerintahkan tanpa syarat kepada pihak ketiga (tersangkut) untuk melakukan pembayaran kepada pemegang surat wesel itu. Dalam hukum wesel apabila pemegang surat wesel memerlukan uang sebelum surat wesel itu dapat diuangkan atau surat wesel itu belum jatuh tempo, maka pemegang dapat menjual surat wesel tersebut kepada pihak lain (pemegang berikutnya). Selanjutnya pemegang berikutnya ini dapat menjual lagi surat wesel tersebut kepada pemegang selanjutnya, dan seterusnya, sampai hari bayarnya (hari jatuh tempo pembayaran harus dilakukan). Peralihan dari pemegang pertama kepada pemegang berikutnya adalah dari tangan ke tangan dengan cara endosemen, yaitu dengan membuat pernyataan di belakang surat wesel dan kemudian ditandatangani oleh pemegang yang menyerahkan surat wesel. Selanjutnya apabila pemegang berikutnya juga akan memperalihkan kepada pemegang selanjutnya juga harus membuat endosemen baru di belakang surat wesel. Penerbit dan tersangkut yang diperintahkan untuk membayar dapat berupa manusia pribadi atau badan hukum atau bank. Dalam prakteknya kebanyakan pelaku bisnis menggunakan jasa bank dalam menerbitkan surat wesel. Dengan demikian apabila tersangkut itu adalah bank, berarti penerbit mempunyai dana yang tersedia pada bank tersangkut. Apabila penerbit mengadakan transaksi dengan pemegang surat wesel, maka pemegang surat wesel tersebut dapat menerima pembayarannya dari bank tersangkut. Demikian juga surat wesel dapat diterbitkan oleh bank dan tersangkutnya adalah bank yang sama. Dengan demikian surat wesel yang diterbitkan oleh bukan bank dan tersangkutnya adalah bank disebut surat wesel biasa,

5.67

 EKMA4316/MODUL 5

sedangkan surat wesel yang diterbitkan oleh bank dan tersangkutnya adalah bank disebut sebagai surat wesel bank. Contoh surat wesel biasa: Yogyakarta, 10 Oktober 2003 Pada tanggal 10 Desember 2003 bayarlah surat wesel ini kepada tuan Gatot kaca atau penggantinya di Yogyakarta uang sejumlah Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Meterai Rp6.000 Kepada BANK NEGARA INDONESIA CABANG YOGYAKARTA YOGYAKARTA

CV. KURNIA KASIH

Contoh surat wesel bank: Yogyakarta, 10 Oktober 2003 Atas penunjukan dan penyerahan WESEL LEMBAR PERTAMA ini (jika LEMBAR KEDUA belum dibayar) diperintahkan untuk membayar kepada tuan BROTOSENO atau order uang sejumlah Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Jumlah harganya telah diterima dan diperhitungkan pada rekening menurut advis. Meterai Rp6.000 Kepada BANK NEGARA INDONESIA CABANG SEMARANG

BANK NEGARA INDONESIA YOGYAKARTA

Suatu surat wesel harus memenuhi syarat yang telah ditentukan oleh Undang-undang, yang disebut dengan syarat-syarat formal. Di dalam Pasal 100 KUHD telah ditentukan bahwa setiap surat wesel harus memuat syarat-syarat formal sebagai berikut.

5.68

a. b. c. d. e. f. g. h. 2.

Hukum Bisnis 

Nama “surat wesel” dimasukkan dalam teksnya sendiri dan disebutkan dalam bahasa yang dipergunakan untuk surat wesel itu. Perintah tidak bersyarat untuk membayar sejumlah uang tertentu. Nama orang yang harus membayarnya (tersangkut). Penunjukan hari gugur. Penunjukan tempat, di mana pembayaran harus dilakukan. Nama orang, kepada siapa atau kepada penggantinya pembayaran itu harus dilakukan. Penyebutan tanggal, demikian pula tempat di mana surat wesel itu diterbitkan. Tanda tangan orang yang menerbitkan surat wesel (penerbit).

Kewajiban Penerbit Berdasarkan undang-undang, seorang penerbit yang menandatangani sepucuk wesel dan memperalihkan/memperedarkan kemudian, dibebankan kewajiban-kewajiban tertentu. Kewajiban-kewajiban tersebut ialah sebagai beriku. a. Menjamin adanya akseptasi atas wesel itu yang dilakukan oleh tersangkut: Pasal 108 ayat 1: Penerbit menanggung atas akseptasi dan pembayaran. Kewajiban ini juga terlihat di dalam Pasal 142 ayat 2 no. 1 yaitu bahwa penerbit dapat dituntut pembayaran wesel oleh pemegang, kalau terjadi penolakan akseptasi oleh tersangkut. Jadi pemegang menuntut pembayaran tagihan atas wesel itu kepada penerbit, dengan perkataan lain: pemegang meregres penerbit itu, dan penerbit disebutkan: diregres oleh pemegang. Menjamin adanya pembayaran yang seharusnya dilakukan oleh tersangkut atau akseptan. b. Tersangkut yang telah mengakseptir wesel itu, artinya: ia telah memberikan pernyataan di atas wesel bahwa ia sanggup membayar pada hari gugur, tersangkut seperti itu disebutkan namanya: Akseptan (tersangkut akseptan). Kewajiban ini juga disebutkan di dalam Pasal 108 KUHD dan dilanjutkan di dalam Pasal 142 ayat 1: Bahwa pemegang dapat melakukan hak regresnya pada endosan-endosan, penerbit, dan pengutang-pengutang wesel lainnya pada hari gugur bilamana tidak terjadi pembayaran.

 EKMA4316/MODUL 5

5.69

Tidak terjadi pembayaran, ini juga disebutkan ditolak pembayaran atau istilah lainnya ialah non pembayaran. Kalau akseptasi ditolak oleh tersangkut, maka itu disebutkan non akseptasi. 3.

Endosemen Menurut Pasal 613 ayat 3 BW, bahwa penyerahan dari tagihan-tagihan atas pengganti pada umumnya terjadi dengan penyerahan surat itu dan endosemen yaitu: menempatkan suatu keterangan pada surat berharga itu. Seorang pemegang yang mempunyai tagihan terhadap penerbit atau akseptan (jika wesel itu telah diakseptir) dapat menyerahkan tagihannya itu kepada seorang ketiga dengan jalan mengendoser wesel itu dan menyerahkannya. Dengan demikian maka orang ketiga itu menjadi geendosseerde, yaitu orang yang menerima peralihan. Dan orang ketiga itu pun (geendosseerde) selanjutnya dapat mengendosernya lagi kepada seorang lain: Pasal 110 ayat 3 kalimat terakhir. Menurut Pasal 110 ayat 3 KUHD endosemen itu bahwa dapat ditentukan untuk keuntungan tersangkut yang telah akseptan atau bukan, untuk kepentingan penerbit atau setiap pengutang lainnya. Jadi ternyata bahwa endosemen dan penyerahan surat wesel adalah suatu cara yang normal dari penyerahan tagihan yang diwujudkan di dalam wesel itu. Akan tetapi ada juga wesel dengan cara penyerahan itu tidak berlaku terhadapnya. a. Termasuk golongan ini pertama-tama ialah menurut Pasal 110 ayat 2 KUHD yaitu rekta wesel. Rekta wesel ini adalah suatu wesel yang mengandung rekta klausula. Artinya mengandung kata-kata “tidak atas pengganti” (niet aan order) atau kata yang berarti serupa itu (Pasal 110 ayat 2). Penerbit dari wesel yang demikian itu tidak menghendaki penyerahan dalam bentuk endosemen. Jadi pemegang pertama hanyalah dapat menyerahkan tagihannya yang di dalam wesel itu dengan cara cessie, dan pemegang yang baru mempunyai posisi yang seluruhnya sama dengan pemegang pertama. b. Yang kedua ialah: menurut Pasal 119 ayat 1 bahwa wesel tidak dapat lagi diendoser setelah ada protes dari non pembayaran atau setelah lampaunya tenggang yang ditentukan untuk mengajukan protes. Artinya: bahwa penerbit hanyalah menghendaki cara penyerahan khusus dengan endosemen itu sampai kepada hari pembayaran wesel, setelah itu maka pembayaran wesel hanyalah boleh dengan cara cessie.

5.70

Hukum Bisnis 

Tetapi oleh karena menurut Pasal 143 ayat (3) protes non pembayaran itu dilakukan pada salah satu dari dua hari kerja yang mengikuti hari gugur, maka hari terakhir dari dapatnya suatu wesel diendoser ialah hari kerja kedua yang mengikuti hari gugur atau mungkin hari kerja yang pertama, apabila pada hari itulah protes dilakukan. Selanjutnya dalam Pasal 114 KUHD, ditentukan bahwa kecuali ditentukan sebaliknya, maka endosan menanggung atas akseptasi dan pembayaran. Ia dapat melarang endosemen baru, dalam hal ini terhadap orang-orang kepada siapa surat wesel itu kemudian diendosir, ia tidak menanggung atas wesel akseptasi dan pembayaran. 4.

Akseptasi Seorang tersangkut yang terhadapnya diterbitkan suatu wesel tidaklah menyebabkan ia sekaligus menjadi pengutang (schuldenaar) yang dikuasai Hukum Wesel. Untuk menjadi seorang schuldenaar yang bertanggung jawab atas perikatan wesel, maka ia harus lebih dahulu melakukan akseptasi yaitu suatu pernyataan bahwa ia akan melaksanakan perintah membayar. Pasal 127 KUHD menentukan bahwa dengan akseptasi tersangkut mengikatkan dirinya untuk membayar surat wesel pada hari gugurnya. Bilamana pembayaran tidak dilakukan, maka pemegang meskipun ia penerbit, terhadap akseptan mempunyai penagihan langsung yang timbul dari surat wesel, untuk semuanya yang dapat ditagih. Jadi akseptasi itu adalah suatu pernyataan kesanggupan dari tersangkut untuk membayar wesel itu nanti pada hari gugur, atau dengan kata lain ia mengikat dirinya untuk membayar wesel itu pada hari gugurnya. Menurut Pasal 120 KUHD, akseptasi itu dimintakan atau ditawarkan pemegang atau oleh orang yang hanya menyimpannya saja kepada tersangkut. Dalam hal ini yang dimaksud dengan orang yang menyimpannya saja ialah siapa saja yang menguasai wesel tersebut. Akseptasi itu dapat dimintakan pada segala waktu dalam batas-batas menurut Pasal 120 KUHD, yaitu: sampai pada hari gugurnya. Jadi hari terakhir di mana akseptasi itu dimintakan ialah pada hari sebelum hari gugur itu. Aturan khusus untuk tenggang penawaran akseptasi terdapat dalam Pasal 122 KUHD, yaitu surat-surat wesel yang dapat dibayar dalam waktu tertentu setelah penglihatan, harus ditawarkan untuk akseptasi dalam waktu satu tahun setelah hari penanggalannya. Penerbit dapat memperpanjang atau

 EKMA4316/MODUL 5

5.71

memperpendek tenggang waktu ini. Endosan-endosan dapat juga memperpendek tenggang waktu ini. Menurut Pasal 123 ayat (1) KUHD maka tersangkut yang dimintakan akseptasi itu dapat memohon supaya akseptasi itu dimintakan kedua kalinya pada hari berikutnya kepada dia. Undang-undang memberikan kesempatan waktu untuk berpikir, artinya ia dapat memakai waktu itu untuk berhubungan dengan penerbit dan menanyakan kebenaran dari wesel itu. Akan tetapi ia tidak menyerahkan wesel itu menurut Pasal 123 ayat (2) KUHD. Apabila permintaan pertama untuk akseptasi itu terjadi pada hari terakhir sebelum hari gugur dan tersangkut meminta adanya penawaran kedua maka protes non akseptasi yang menurut undang-undang harus dilakukan di dalam tenggang yang ditentukan untuk akseptasi masih dapat dilakukan pada hari berikutnya. Kewajiban meminta untuk akseptasi, pada umumnya tidaklah ada. Suatu akseptasi itu dapat dimintakan, jadi bukan satu keharusan memintanya, karena tidak ada ketentuan yang mewajibkan untuk meminta akseptasi. Namun demikian, meskipun tanpa akseptasi, tagihan di dalam wesel itu dapat dimintakan pembayaran pada hari gugur, dan kalau terjadi non pembayaran maka penerbit dan endosan-endosan menjadi berwajib regres, sehingga pemegang selalu terjamin. Hanya saja dengan akseptasi itu jaminan akan adanya pembayaran menjadi dipertinggi, karena akseptan sudah berjanji secara resmi bahwa ia akan membayar. Dalam Pasal 124 ayat (1) KUHD ditentukan bahwa akseptasi itu harus ditempatkan pada wesel dan ditandatangani oleh tersangkut. Jadi tidak dapat ditempatkan pada alonge, sebagaimana aval dan endosemen. Akseptasi yang disebut pada suatu tulisan khusus tidaklah merupakan akseptasi menurut hukum wesel, artinya semua akibat-akibat hukum yang diikatkan oleh undang-undang pada akseptasi di atas wesel, tidak diberikan kepadanya dan khususnya tuntutan yang menurut Pasal 127 ayat (2) KUHD tidak dapat dilakukan dalam hal ini. Menurut Pasal 127 ayat (2) KUHD bilamana pembayaran tidak dilakukan maka pemegang meskipun ia penerbit, terhadap akseptan mempunyai penagihan langsung yang timbul dari surat wesel, dan sebagainya. Pasal 128 ayat (1) KUHD menetapkan bahwa apabila tersangkut pada mulanya telah memberi akseptasinya, atau pada waktu sebelum wesel itu dikembalikan pada pemegang, telah mencoret kembali akseptasinya itu, maka akseptasi itu dianggap sebagai ditolak. Pernyataan kehendak dari tersangkut barulah sempurna, apabila ia telah menyerahkan wesel yang telah

5.72

Hukum Bisnis 

diakseptasinya itu kepada pemegang. Apabila ia menarik kembali perikatan sebelum wesel itu diserahkan maka perjanjian pembayaran antara dia, dengan pemegang itu sama sekali belum terjadi. Pencoretan dari akseptasi dianggap sebagai dilakukan sebelum dikembalikan, kecuali ada bukti sebaliknya. Apabila pencoretan itu dilakukan sebelum pengembalian, maka wesel itu berlaku sebagai tidak diakseptir dan karena itu dapat dilakukan regres nonakseptasi. Menurut Pasal 128 ayat (2) KUHD, apabila tersangkut secara tertulis membuktikan akseptasinya kepada pemegang atau kepada orang yang tanda tangannya terdapat pada surat wesel, terhadap orang ini ia diwajibkan memenuhi kewajibannya sesuai dengan isi akseptasinya. 5.

Hak Regres Sebelum Hari Gugur Kewajiban-kewajiban yang timbul dari Hukum Wesel bagi seorang penerbit dan endosan-endosan ialah menanggung atas akseptasi dan atas pembayaran. Kewajiban ini diatur dalam Pasal 108 ayat 1 KUHD untuk penerbit dan di dalam Pasal 114 ayat 1 KUHD bagi endosan. Hak regres yang ada pada seorang pemegang wesel memberikan wewenang kepadanya untuk menuntut pembayaran berdasarkan penolakan akseptasi atau penolakan pembayaran pada hari gugur. Meregres artinya menuntut pembayaran berdasarkan keadaan yang tidak biasa, yaitu menuntut pembayaran berdasarkan hal-hal yang merupakan penghalang untuk memperoleh pembayaran sebagaimana seharusnya. Pembayaran wesel itu seharusnya terjadi pada hari gugur oleh akseptan tersangkut. Akan tetapi apabila terjadi penolakan pembayaran maka pemegang mempergunakan hak regresnya, yaitu menuntut pembayaran wesel itu kepada pengutang-pengutang wesel lainnya, seperti penerbit dan endosanendosan yang berkewajiban memenuhi tuntutan pembayaran regres dari pemegang tersebut. Penerbit dan endosan-endosan ini adalah pengutangpengutang wesel yang berkewajiban regres, artinya mereka itu barulah berwajib membayar wesel apabila terjadi penolakan pembayaran dari pengutang yang diperintahkan membayar seperti yang kelihatan dalam syarat formal Pasal 100-sub 2. Selain daripada penerbit dan endosan-endosan, maka avalis-avalis dari mereka ini pun adalah pengutang wesel yang wajib regres. Dalam Pasal 142 KUHD ditentukan bahwa pemegang dapat melakukan hak regresnya pada endosan-endosan, penerbit dan pengutang-pengutang wesel lainnya pada hari gugur, bilamana tidak terjadi pembayaran. Bahkan

 EKMA4316/MODUL 5

5.73

hak regres dapat dilakukan sebelum hari gugur bilamana akseptasinya seluruhnya atau sebagian ditolak; atau dalam hal kepailitan dari tersangkut akseptan atau bukan, dan semenjak saat berlakunya penundaan pembayaran yang diberikan kepadanya; atau dalam hal kepailitan penerbit dari surat wesel yang tidak dapat dikenakan akseptasi. Akan tetapi hak regres dari pemegang itu, tidak hanya dapat dilakukan berdasarkan penolakan pembayaran yang terjadi pada hari gugur melainkan juga dapat dilakukan sebelum hari gugur. Regres yang dilakukan sebelum hari gugur ini, terjadinya bukanlah karena adanya penolakan pembayaran, akan tetapi karena kejadian lain yaitu karena penolakan akseptasi. Di dalam Hukum Wesel dikenal adanya lembaga aval yang bertujuan untuk menambah jaminan bahwa pembayaran atas wesel itu akan terlaksana, dengan menambah seorang pengutang wesel lagi kepada pengutangpengutang wesel yang telah ada. Kalau dibandingkan dengan Hukum Perdata Umum, maka dapat diajarkan sama dengan borgtoct. Hanya ada perbedaannya yaitu aval itu adalah berdiri sendiri terlepas dari perikatan pokoknya, sedangkan borgtoct adalah assessor terhadap perikatan pokoknya. Di dalam Pasal 129 KUHD ditentukan bahwa aval itu dapat diberikan baik untuk sebagian maupun untuk seluruhnya dari jumlah wesel. Yang dapat memberikan aval menurut Pasal 129 ayat (2) KUHD ialah oleh seorang ketiga dan oleh seorang yang tanda tangannya telah terdapat pada surat wesel. Dalam hal aval diberikan oleh orang yang tanda tangannya telah terdapat pada surat wesel, ini berarti dapat diberikan akseptan oleh penerbit dan juga oleh endosan. Bilamana aval itu diberikan oleh akseptan, maka sebenarnya tidak begitu penting jika ditinjau dari kedudukan pemegang, karena aval yang diberi akseptan itu tidak akan mempertinggi lagi jaminan bagi pemegangnya, atau akseptan itu sebenarnya tidak lagi menerima kewajiban yang baru. Dengan kelalaian membuat protes non pembayaran itu, pemegang menjadi kehilangan hak regres terhadap penerbit tetapi tidak terhadap akseptan, karena berdasarkan Pasal 152 ayat 1 KUHD, kelalaian membuat protes non pembayaran tidak membebaskan akseptan. Tetapi di samping itu pemegang tersebut dapat menuntut pada penerbit dalam kedudukannya sebagai avalis dari akseptan.

5.74

Hukum Bisnis 

6.

Pembayaran Tentang pembayaran dari surat wesel diatur di dalam bagian ke enam dari titel ke-6 Buku I, yaitu Pasal 137 s/d Pasal 140 KUHD. Surat wesel itu adalah suatu surat tagihan utang, yang memberikan hak kepada pemegang untuk menagih tagihan yang terwujud di dalamnya. Selain bahwa surat wesel itu berfungsi sebagai suatu alat bukti utang yang telah ada, maka surat itu juga berfungsi dapat diperdagangkan. Surat wesel sebagai alat bukti juga memberikan kepada pemegangnya suatu legitimasi bahwa pemegang surat itu adalah orang yang berhak atas tagihan yang terwujud dalam surat itu. Surat wesel itu adalah juga suatu surat legitimasi, yaitu mensahkan pemegangnya atas tagihan surat itu pada hari gugur, atau dengan perkataan lain melegitimir sebagai orang yang berhak atas pembayaran dari surat wesel itu. Dalam Pasal 137 KUHD ditentukan bahwa pembayaran atau surat wesel itu diharuskan untuk diminta oleh orang yang memegang wesel tersebut. Keharusan meminta pembayaran itu telah ditentukan oleh undang-undang sendiri saatnya, dengan menyebutkan dalam Pasal 137 ayat (1) KUHD, yaitu saat pada hari gugur atau pada salah satu dari dua hari kerja berikutnya. Akan tetapi, saat-saat yang disebutkan di dalam Pasal 137 ayat (1) KUHD ini hanya berlaku untuk: a. jenis-jenis wesel yang dapat dibayar pada suatu hari tertentu; b. jenis-jenis wesel yang dapat dibayar pada waktu tertentu setelah hari penanggalan; c. wesel setelah penglihatan (nazicht wissel). Untuk jenis wesel yang hari gugurnya adalah pada waktu penglihatan (zichtwissel), saat pembayarannya telah ditentukan di dalam Pasal 133 ayat (1) yaitu saat penawaran, yang tenggangnya berjalan dalam waktu satu tahun dihitung sejak hari penanggalan. Dengan adanya ketentuan mengenai saat-saat pembayaran di dalam Pasal 137 dan 133 itu, maka tidaklah mungkin pembayaran itu langsung diminta sebelum saat-saat tersebut. Dan tersangkut yang membayar sebelum hari gugur, membayar atas tanggung jawab sendiri. Sebaliknya bagi pemegang tidak ada satu keharusan, menerima pembayaran sebelum hari gugur. Hal-hal di atas ini diatur tegas-tegas dalam Pasal 139 ayat 1 dan 2.

 EKMA4316/MODUL 5

5.75

Mengenai tempat pembayaran ditentukan bahwa pembayaran itu harus terjadi di tempat tinggal tersangkut, demikian ditentukan oleh Pasal 143a ayat (1). Utang wesel itu adalah merupakan utang yang harus diambil (utang ambilan) bukan utang yang harus diantarkan (utang antaran). Ketentuan undang-undang yang seharusnya tempat pembayaran pada tersangkut itu adalah sudah sesuai dengan sifat-sifat surat wesel sebagai surat yang dimaksudkan untuk diperdagangkan. Oleh karena wesel itu beralih dari satu tangan ke tangan lain, maka tidaklah mungkin bagi si tersangkut yang diperintahkan membayar nanti pada hari gugur untuk mengetahui dengan pasti siapakah dan di manakah tempat dari si pemegang terakhir dari wesel tersebut yang berhak atas pembayaran pada hari gugur. Pengaturan seperti dalam Pasal 143a ayat (1) itu adalah penyimpangan dari aturan umum Hukum Perdata Pasal 1393 KUH Perdata, yang menentukan bahwa pembayaran harus dilakukan di tempat yang ditetapkan dalam perjanjian. Dalam hal wesel yang diberi domisili, pembayaran harus diminta di tempat yang ditunjuk itu, ini diatur di dalam Pasal 143a ayat (2). Lebih lanjut Pasal 143a ayat (3) mengatur mengenai tempat tinggal dari orang yang harus membayar itu tidak diketahui (tidak diketemukan). Dalam keadaan demikian maka pemegang harus melakukan protes pada kantor pos di tempat kediaman yang ditunjuk untuk pembayaran. Kalau di tempat itu tidak ada kantor pos maka harus dibuat protes kepada kepala pemerintah setempat. C. SURAT SANGGUP 1.

Pengertian Surat sanggup, juga disebut promesse atas pengganti, mempunyai sifat yang sama seperti sifat dari surat wesel, ditinjau dari sudut isi perikatannya, yaitu termasuk surat tagihan utang (schuldvorderingspapier), akan tetapi ada kriteria “janji untuk membayar” (betalingsbelofte). Sedangkan wesel memiliki kriteria “perintah untuk membayar” (betalingsopdracht). Istilah Surat Sanggup berasal dari istilah bahasa Belanda orderbriefje, yang dalam Bahasa Inggris disebut promissory note. Surat sanggup juga disebut surat aksep, yang artinya setuju. Kata sanggup atau setuju itu mengandung suatu janji untuk membayar, yaitu kesediaan dari pihak yang menandatangani untuk membayar sejumlah uang kepada pemegang atau penggantinya pada waktu tertentu. Jadi Surat Sanggup adalah surat tanda sanggup atau setuju membayar sejumlah uang kepada pemegang atau penggantinya pada hari

5.76

Hukum Bisnis 

tertentu. Oleh karena suatu janji sanggup atau setuju membayar, maka kedudukan dari penanda tangan surat sanggup itu sama seperti kedudukan akseptan pada surat wesel. Hal ini dapat dilihat dari ketentuan Pasal 177 ayat (1) KUHD yang menyatakan bahwa penanda tangan suatu surat sanggup sama terikatnya seperti akseptan suatu surat wesel. Dalam Surat Sanggup tidak ada tersangkut, karena penanda tangan sebagai penerbit mengikatkan diri untuk membayar kepada penerima atau pemegangnya, dengan demikian ia berposisi seperti akseptan pada surat wesel. Oleh karena itu, kedudukan dari si penanda tangan berbeda dengan kedudukan penerbit surat wesel. Jika penerbit surat wesel adalah debitur wajib regres, maka penanda tangan surat sanggup bukanlah debitur wajib regres, melainkan debitur yang wajib membayar sama seperti akseptan pada surat wesel. Undang-undang tidak memberikan definisi secara tegas mengenai Surat Sanggup ini, akan tetapi di dalam Pasal 174 KUHD dimuat syarat-syarat formal sepucuk surat sanggup. Berdasarkan syarat-syarat tersebut dapat dirumuskan pengertian dari surat sanggup adalah surat yang memuat kata surat sanggup atau promesse aan order, yang ditandatangani pada tanggal dan tempat tertentu, dengan mana penandatanganan menyanggupi tanpa syarat untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada pemegang atau penggantinya pada tanggal dan tempat tertentu. Bentuk surat sanggup: Yogyakarta, 5 Januari 2003 Pada tanggal 5 Maret 2003 yang bertanda tangan di bawah ini sanggup membayar kepada tuan SULARTO atau penggantinya di Yogyakarta uang sejumlah Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) Meterai Rp6000 BROTOSENO

 EKMA4316/MODUL 5

2.

5.77

Pengaturan Sebagai hasil dari Konferensi Jenewa pada tahun 1930 mengenai wesel, yang juga mengatur tentang Surat Sanggup, pembentuk undang-undang di dalam KUHD menganut sistem “penunjukan” untuk mengatur surat sanggup. Mengingat keputusan yang diambil dalam Konferensi Jenewa tahun 1930, di mana diputuskan 2 cara mengenai pengaturan surat sanggup yang diserahkan kepada negara-negara peserta konferensi untuk memakai cara yang mana di antara 2 cara itu, yaitu pengaturan secara mendetail dan pengaturan yang menunjuk kepada aturan-aturan wesel. Dengan dasar formal dari Konferensi Jenewa ini, maka KUHD kita menganut sistem penunjukan, yang dimaksudkan dalam Pasal 176 yang menentukan bahwa sekedar ketentuan-ketentuan tentang surat-surat wesel tidak bertentangan dengan sifat surat sanggup maka, atas surat sanggup berlaku ketentuan-ketentuan tentang surat-surat wesel mengenai antara lain: endosemen, hari gugur, pembayaran dan sebagainya. Surat sanggup di dalam KUHD diatur di dalam bagian ke-13 dari titel 6 Buku I. Dalam perundang-undangan kita, surat sanggup atau Orderbrief itu dikenal juga dengan istilah lain yaitu promesse atas pengganti (promesseaan order). Akan tetapi di dalam praktek untuk surat sanggup juga dipakai istilah lain yang disebut Aksep. Apakah pemakaian istilah aksep ini tidak menyimpang daripada sifat atau hakikat dari surat sanggup? Untuk menjawab itu, sebelumnya harus kita pahami lebih dulu apa yang diartikan dengan aksep itu. Aksep itu sebelumnya ialah dari perkataan accept yang berarti “menerima”. Lebih Lanjut perkataan itu dipakai dalam hukum wesel dalam lembaga akseptasi. Jadi aksepteren atau mengaksep berarti: “menerima kewajiban untuk membayar” pada hari gugur, atau dengan perkataan lain, menyanggupi untuk membayar pada hari gugur. Kemudian dalam praktek dipakai istilah “Aksep” untuk surat sanggup. Setelah kita pahami pengertian dari kata aksep yang sebetulnya berintikan sebagai suatu akseptasi pada wesel, maka sebutan aksep yang dipakai untuk surat sanggup di dalam praktek, adalah tidak menyimpang dari sifat surat sanggup di mana penerbitnya “menerima suatu kewajiban untuk membayar” pada hari gugur, yang berarti juga “berjanji sanggup membayar” pada hari gugur. Sebagaimana pengaturan untuk surat wesel, undang-undang mengharuskan adanya beberapa syarat-syarat yang harus terdapat pada sepucuk surat wesel supaya surat itu dapat disebutkan surat dalam pengertian

5.78

Hukum Bisnis 

undang-undang, demikian juga halnya surat sanggup. Undang-undang mengatur syarat-syarat yang formal harus terdapat pada surat wesel di dalam Pasal 100 KUHD, sedang untuk Surat Sanggup diatur di dalam Pasal 174 KUHD. Syarat-syarat tersebut dalam Pasal 174 ialah: a. baik klausula sanggup, maupun nama “surat sanggup”, yang dimuatkan di dalam teks sendiri dan dinyatakan dalam bahasa dengan mana surat itu disebutkan; b. janji yang tidak bersyarat untuk membayar suatu jumlah tertentu; c. penunjukan hari gugur; d. penunjukan tempat, di mana pembayaran harus terjadi; e. nama orang, kepada siapa atau kepada penggantinya pembayaran itu harus dilakukan; f. penyebutan hari penanggalan, beserta tempat, di mana surat sanggup itu ditandatangani; g. tanda tangan orang yang mengeluarkan surat itu. Klausula order, surat sanggup, promesse aan order tidak perlu ketiganya harus dimuat semuanya dalam surat sanggup. Syarat formal ini mengandung alternatif, artinya boleh memuat salah satu dari ketiga macam klausula itu. Apabila klausula order telah dimuat, maka klausula lainnya tidak lagi bersifat keharusan. Sebab di dalam klausula order tersebut telah tersimpul klausula surat sanggup yang disebut orderbriefje. Sebaliknya jika klausula order tidak dimuat, tetapi ada penyebutan klausula surat sanggup atau promesse aan order, maka surat itu tetap disebut surat sanggup. Sebab surat sanggup itu selalu bersifat atas pengganti. Cara memperalihkannya harus dengan endosemen. Klausula ini ditulis dalam teks dan dalam bahasa surat itu dipakai. Kesanggupan membayar merupakan suatu janji penanda tangan surat sanggup yang harus dipenuhinya. Dengan demikian penanda tangan tidak berwajib regres, melainkan berkewajiban membayar. Janji membayar ini membedakan surat sanggup terhadap surat wesel. Dalam surat wesel penanda tangan disebut penerbit, yang memerintahkan kepada pihak lain untuk membayar bukan janji untuk membayar, karena itu penerbit termasuk debitur yang berwajib regres. Kesanggupan membayar itu harus berupa sejumlah uang tertentu dan harus dilakukan tanpa syarat.

 EKMA4316/MODUL 5

5.79

Dalam surat sanggup penetapan hari bayar perlu dicantumkan, meskipun tidak dicantumkannya hari bayar tidak mengakibatkan surat sanggup itu tidak bisa dibayar. Menurut Pasal 175 ayat (2) KUHD ditentukan bahwa jika dalam surat sanggup tidak ditentukan hari bayarnya, maka dianggap harus dibayar pada hari diperlihatkan. Selanjutnya karena ketentuan hari bayar menunjuk kepada ketentuan surat wesel, maka pada surat sanggup juga dikenal empat macam penentuan hari bayar yaitu pada waktu diperlihatkan, pada waktu tertentu sesudah diperlihatkan, pada waktu tertentu sesudah tanggal penerbitan dan pada waktu yang ditentukan. Penyebutan tempat pembayaran dalam surat sanggup adalah sangat penting, karena utang surat sanggup termasuk utang yang harus diminta atau ditagih di tempat debitur. Akan tetapi jika di dalam teks surat sanggup tidak dituliskan tempat pembayaran, tidak akan mengakibatkan surat sanggup itu tidak sah karena tidak diketahui tempat pembayarannya. Pasal 175 ayat (3) KUHD menjelaskan bahwa dalam hal tidak ada penetapan khusus, tempat penanda tangan surat itu dianggap sebagai tempat pembayaran. Apabila tempat penandatanganan tidak disebutkan, maka surat sanggup yang tidak menerangkan tempat surat itu ditandatangani, dianggap ditandatangani di tempat yang tertulis di samping nama penandatangan. Dalam surat sanggup harus disebutkan nama orang kepada siapa pembayaran itu harus dilakukan atau penggantinya. Orang yang harus menerima pembayaran itu adalah orang yang menerima surat sanggup dari penanda tangan. Di belakang nama penerima ini disebutkan juga klausula “atau pengganti”. Hal ini menunjukkan bahwa penerima surat sanggup itu dapat mengendosemenkannya kepada pemegang berikutnya. Penentuan tanggal penandatanganan itu penting untuk menentukan hari bayar suatu surat sanggup. Dengan adanya penentuan tanggal penanda tangan itu maka hari bayar suatu surat sanggup dapat diketahui dengan berdasarkan jangka waktu yang dihitung sejak tanggal penandatanganan itu. Selain itu juga untuk mengetahui apakah penanda tangan ketika menandatangani surat sanggup sudah dewasa atau belum. Hal ini akan menentukan kewenangan melakukan perbuatan hukum. Tanda tangan di dalam surat sanggup itu sangat penting, karena merupakan syarat mutlak suatu akta, dan surat sanggup adalah suatu akta. Dengan tanda tangan itu orang yang menandatangani surat sanggup itu terikat untuk membayar kepada penerima atau pemegangnya. Tanda tangan pada

5.80

Hukum Bisnis 

surat sanggup itu sama kekuatannya dengan tanda tangan seorang akseptan pada surat wesel. Kalau kita bandingkan syarat-syarat yang disebutkan dalam Pasal 100 untuk wesel dengan syarat-syarat surat sanggup dalam Pasal 174, maka pada umumnya syarat-syarat itu adalah sama saja, hanya berbeda mengenai beberapa hal yaitu: a. syarat nomor satu pada Pasal 100 adalah penyebutan klausula wesel, sedang pada Pasal 174, penyebutan klausula “sanggup”; b. tidak merupakan syarat “perintah membayar” melainkan “janji membayar atau kesanggupan membayar”; c. Pada Pasal 174, syarat penyebutan nama dari tersangkut tidak ada, sedang untuk wesel dalam Pasal 100 ada. Mengenai Pasal 176 ayat (3), ketentuan-ketentuan mengenai aval untuk wesel berlaku juga terdapat surat sanggup. Ketentuan-ketentuan yang dimaksud ialah Pasal-pasal 129, 130, 131 dan 131. Walaupun demikian, di dalam Pasal 176 ayat 3 itu juga terdapat aturan khusus mengenai bilamana aval itu tidak menyebutkan untuk siapa ia diberikan, maka dianggap diberikan untuk tanggungan si penanda tangan surat sanggup. Mengapa hal itu diatur khusus lagi, dan tidak memakai Pasal 130 ayat 3 saja yang berlaku untuk wesel? Untuk menjawab pertanyaan ini, kita harus mengerti lebih dulu kedudukan dari avalis dari penerbit sepucuk surat wesel dan kedudukan avalis dari penerbit surat sanggup. Walaupun kedua-duanya adalah sama-sama sebagai avalis dari penerbit, akan tetapi kedudukannya adalah berbeda. Perbedaan kedudukan ini adalah sebagai akibat lebih lanjut dari perbedaan sifat surat wesel dan sifat surat sanggup. Penerbit dari surat sanggup adalah berkedudukan sebagai akseptan pada surat wesel (Pasal 177 ayat 1). Dengan demikian, avalis dari penerbitan surat sanggap adalah kedudukannya sebagai avalis dari akseptan pada surat wesel (hubungkan dengan Pasal 131 ayat (1)). Akibat lebih lanjut dari hal ini adalah avalis dari penerbit surat sanggup itu dapat diregres tanpa membuat protest non pembayaran sebelumnya terhadap penerbit dari surat sanggup. Avalis yang demikian, jika ia membayar, hanya memperoleh hak-hak berdasarkan surat sanggup terhadap penerbit dari surat sanggup, demikian berdasarkan Pasal 131 ayat (3) KUHD.

 EKMA4316/MODUL 5

5.81

Dalam Surat Sanggup harus ada penunjukan tempat pembayaran. Yang dimaksud dalam hal penunjukan tempat pembayaran di sini ialah penentuan “domisili” pada Surat Sanggup. Berdasarkan Pasal 176 ayat 2, ketentuan pemberian domisili pada wesel juga berlaku untuk surat sanggup. Ketentuanketentuan yang dimaksud ialah Pasal-pasal 103 dan Pasal 126. Akan tetapi tidak seluruhnya ketentuan wesel mengenai penunjukan domisili itu dapat diperlakukan. D. SURAT CEK Istilah “cek” berasal dari istilah aslinya dalam bahasa Perancis cheque. Dalam perundang-undangan tidak terdapat perumusan atau definisi tentang surat cek. Dalam Pasal 178 KUHD hanya diatur tentang syarat-syarat formal sepucuk surat cek. Atas dasar pasal tersebut dapat disimpulkan pengertian surat cek yaitu surat yang memuat kata cek, yang diterbitkan pada tanggal dan tempat tertentu, dengan mana penerbit memerintahkan tanpa syarat kepada bankir untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada pemegang atau pembawa, di tempat tertentu. Dari pengertian tersebut dapat diketahui beberapa personil yang terlibat di dalam lalu lintas pembayaran dengan surat cek, yaitu 1. penerbit, yaitu orang yang mengeluarkan surat cek; 2. tersangkut, yaitu bankir yang diberi perintah tanpa syarat untuk membayar sejumlah uang tertentu; 3. pemegang, yaitu orang yang diberi hak untuk memperoleh pembayaran yang namanya tercantum dalam cek; 4. pembawa, yaitu orang yang ditunjuk untuk menerima pembayaran tanpa menyebutkan namanya dalam surat cek; 5. pengganti, yaitu orang yang menggantikan kedudukan pemegang surat cek dengan jalan endosemen. Cek adalah surat tagihan utang (schuldvorderingspapier) yang bersifat suatu “perintah untuk membayar”, sebagaimana halnya sepucuk wesel yang juga termasuk surat tagihan utang yang bersifat perintah untuk membayar. Mengenai dasar terjadinya atau sebab penerbitan dari sepucuk cek adalah mempunyai persamaan seperti pada wesel yaitu terletak pada “perikatan dasarnya”.

5.82

Hukum Bisnis 

Walaupun antara wesel dan cek ada persamaan, namun dalam banyak hal ada juga perbedaannya. Perbedaan-perbedaan yang pokok adalah sebagai berikut. 1. Ditinjau dari sudut lalu lintas ekonomi atau perdagangan, maka wesel itu adalah merupakan suatu alat kredit, sedangkan cek itu adalah merupakan suatu alat pembayaran kontan (cash). 2. Sebagai konsekuensi dari perbedaan nomor satu di atas maka cek itu harus dapat diuangkan segera setelah cek itu diterbitkan. Ini hanya dapat tercapai, kalau cek tersebut dapat diuangkan oleh pemegangnya pada setiap saat cek itu diperlihatkan guna meminta pembayarannya. Dengan perkataan lain, bahwa hari gugur dari cek itu tidak boleh dipastikan atau ditetapkan pada satu hari tertentu di atas cek, karena pembayaran dari sepucuk cek selalu dapat diminta pada waktu diperlihatkan. Hal ini ditegaskan dalam undang-undang yaitu dalam Pasal 205 ayat 1. 3. Pada cek tidak diperlakukan akseptasi, karena setiap saat cek dapat diperlihatkan, pemegang dapat memperoleh pembayaran. Bahwa akseptasi tidak boleh atas cek diatur dalam Pasal 181 ayat 1. Setiap pernyataan akseptasi yang ditempatkan pada cek, dianggap tidak ada (Pasal 181 ayat 1 kalimat ke 2). 4. Cek dapat diterbitkan kecuali atas pengganti juga dapat diterbitkan atas tunjuk. Dalam sistem perundang-undangan kita, tidak mengenal wesel atas tunjuk, tetapi hanya mengenal wesel atas pengganti. Pengaturan cek di dalam KUHD sekarang ini adalah sebagai hasil dari traktat yang dibuat dalam Konferensi Jenewa pada tahun 1931. Dengan St. 1934 no. 562 jo St. 1935 no. 531 KUHD di Indonesia diubah berdasarkan persesuaian dengan KUHD di negeri Belanda khusus mengenai titel 6 yang mengatur tentang “wesel dan surat sanggup”, sedang mengenai titel 7 dengan St. 1935 no. 77 jo 562 diatur tentang cek dan kuitansi-kuitansi dan promespromes atas tunjuk. Ketentuan-ketentuan mengenai cek diatur dalam titel 7 mulai dari Pasal 178 sampai dengan Pasal 229d.

5.83

 EKMA4316/MODUL 5

Bentuk dari cek adalah sebagai berikut.

CEK No. 0000000

BANK NEGARA INDONESIA

A/C No. ………………

Yogyakarta, … Januari 2003 Atas penyerahan cek ini bayarlah kepada …………………………....atau pembawa Pay against this cheque to or bearer Uang sejumlah …………………………………………………………………………………………….…. The sum of ………………………………………………………………………………………………………………………

Rp.

……………… Bea … meterai dilunasi dengan skum no. ……….

tanggal ……….. (Cap Perusahaan dan Tanda Tangan)

Di dalam Pasal 178 KUHD, ditentukan syarat-syarat yang harus dipenuhi pada sepucuk cek sebagai berikut. 1. Nama “cek” yang dimuat dalam teks sendiri dan dinyatakan dalam bahasa, dalam mana cek itu disebutkan. Syarat “klausula cek” ini adalah seperti syarat “klausula wesel” pada sepucuk wesel merupakan syarat yang penting. 2. Perintah tidak bersyarat untuk membayarkan suatu jumlah tertentu. Sebagaimana ditentukan dalam Pasal 100 ayat (2) KUHD, perintah yang tercantum dalam surat wesel itu tidak boleh digantungkan pada suatu syarat tertentu, berlaku juga sepucuk cek. 3. Nama orang yang harus membayar, syarat ini adalah mengenai penyebutan dari nama “tersangkut”. Tersangkut dari sepucuk cek, berdasarkan Pasal 180 haruslah seorang bankir, yang mempunyai Bonds untuk dipergunakan penerbit. Dalam bagian kesepuluh dari titel ke-7 yang mengatur tentang “Ketentuan-ketentuan umum”, yaitu dalam Pasal 299 bisa dipersamakan dengan bankir-bankir, itu adalah semua orang atau lembaga–lembaga

5.84

4.

5.

6.

1.

Hukum Bisnis 

yang di dalam pekerjaannya secara terus-menerus memegang uang untuk penguasaan langsung bagi orang-orang lain. Penunjukan tempat, di mana pembayaran harus terjadi. Pengaturan lebih lanjut mengenai tempat pembayaran ini ialah dalam Pasal 179 ayat 2 dan ayat 3. Pada pokoknya menurut pasal-pasal tersebut bilamana tempat pembayaran tidak ditunjuk khusus maka tempat yang disebutkan di samping nama tersangkut dianggap sebagai tempat pembayaran. Bilamana disebutkan banyak tempat di samping nama tersangkut, maka cek dapat dibayar di tempat yang disebutkan pertama. Bilamana penunjukan-penunjukan itu tidak terdapat, maka cek dapat dibayarkan di tempat di mana terdapat kantor pos pusat si tersangkut. Penyebutan hari penanggalan beserta tempat, di mana cek diterbitkan. Mengenai penanggalan itu, memang merupakan syarat yang penting bagi sepucuk cek, seperti halnya pada wesel. Dengan mengetahui penanggalan pada cek, dapatlah ditentukan tenggang penawaran pembayaran yang lamanya 70 hari (Pasal 206 ayat 1). Tenggang itu mulai berjalan sejak hari penanggalan penerbitan (Pasal 206 ayat 2). Mengenai tempat penerbitan cek yang tidak disebutkan pada cek, diatur lebih lanjut dalam Pasal 179 ayat 4, yang menentukan bahwa cek yang tidak menunjuk tempat, di mana itu diterbitkan, dianggap ditandatangani di tempat yang disebut di samping nama si penerbit. Tanda tangan dari orang yang menerbitkan cek. Syarat ini adalah mengenai tanda tangan penerbit, yang merupakan syarat penting bagi sahnya suatu cek, yang juga adalah suatu akta.

Endosemen Cara peralihan dengan endosemen ini hanya berlaku atas cek yang diterbitkan atas pengganti (aan order). Ketentuan mengenai endosemen untuk cek pada umumnya adalah sama saja dengan ketentuan endosemen wesel, kecuali dalam beberapa hal. Endosemen untuk cek diatur dalam bagian kedua titel 7. Buku I KUHD di dalam Pasal-pasal 191 sampai dengan Pasal 201. Endosemen adalah cara memperalihkan tagihan yang terwujud dalam sepucuk cek yang ditentukan dapat dibayar kepada seorang yang disebut namanya, dengan atau tidak dengan klausula atas pengganti (Pasal 191 ayat 1).

 EKMA4316/MODUL 5

5.85

Dari bunyi Pasal 191 ayat 1 itu, berarti bahwa cek itu adalah juga praesumptif order papier (dianggap selalu sebagai surat atas pengganti). Akan tetapi cek yang tidak menyebut nama pemegang pertama, dianggap sebagai cek atas tunjuk (aan toonder) (lihat ketentuan Pasal 182 ayat 3), cek dengan klausula rekta (tidak atas pengganti) tidak boleh diperalihkan dengan endosemen, melainkan harus dengan cessie biasa (lihat Pasal 191 ayat 2). Perbedaan mengenai endosemen pada cek dengan wesel, terdapat dalam Pasal 191 ayat 3, yang harus kita bandingkan dengan Pasal 110 ayat 3, endosemen dapat ditentukan untuk keuntungan dan oleh tersangkut dari wesel, sedang dalam Pasal 191 ayat 3 untuk cek, endosemen tidak dapat ditentukan untuk keuntungan dan oleh tersangkut (Pasal 192 ayat 3). Ratio dari tidak dapat endosemen untuk tersangkut dari cek adalah karena cek itu adalah alat pembayaran kontan, sehingga tersangkut harus membayar setiap saat cek yang diperlihatkan. Berdasarkan Pasal 192 ayat 3, endosemen tidak boleh dari tersangkut. Dan endosemen kepada tersangkut hanya berlaku sebagai pembebasan, kecuali dalam beberapa hal yaitu bilamana tersangkut mempunyai lebih dari satu kantor dan bilamana endosemen ditentukan untuk keuntungan kantor lain daripada kantor di mana cek itu diterbitkan. Berdasarkan Pasal 193 ayat 1 endosan dari sepucuk cek mempunyai kewajiban untuk menjamin atas pembayaran. Lain halnya pada wesel, dalam Pasal 114 ayat 1, endosan mempunyai wajib menjamin akseptasi dan pembayaran. Kewajiban yang kita bicarakan ini adalah mengenai wajib regres. Sebab perbedaan di atas, karena pada cek tidak dibolehkan akseptasi, sehingga kewajiban endosan tidak ada untuk menjadi akseptasi. 2.

Penawaran dan Pembayaran Mengenai penawaran dan pembayaran diatur dari Pasal 205 sampai Pasal 213. Berdasarkan Pasal 205 cek itu hanya dapat dibayar atas penglihatan. Dan setiap penyebutan yang berlawanan dianggap tidak ada. Ketentuan ini adalah mengandung prinsip mengenai sifat dari cek sebagai alat pembayaran kontan. Mengenai sifat dari cek sebagai alat pembayaran kontan. Mengenai hal ini juga telah diuraikan di muka dalam uraian yang menyinggung syarat formal dari sepucuk cek, di mana syarat hari gugur tidak ada, karena cek itu adalah alat pembayaran kontan. Karena itu, mengenai waktu pembayaran cek ini, harus melihat pada uraian mengenai syarat formal cek. Bilamana cek ditawarkan untuk pembayaran sebelum hari yang

5.86

Hukum Bisnis 

disebutkan sebagai tanggal pengeluaran, dapat dibayar pada hari penawaran (Pasal 205 ayat 3). Cek seperti ini biasanya disebut dengan istilah gepostaturde cheque (Belanda) atau postdared cheque (Inggris). Terhadap cek yang sudah diterbitkan itu, penerbit dapat melakukan pencabutan atau penarikan kembali cek yang sudah diterbitkan. Pencabutan atau penarikan kembali suatu cek adalah tidak lain daripada “penarikan kembali perintah membayar dari penerbit kepada tersangkut”. Apakah penarikan kembali seperti itu diperbolehkan kepada tersangkut dan apakah penarikan kembali seperti itu diperbolehkan oleh undang-undang, dapat kita lihat dalam Pasal 209 KUHD yang bunyinya sebagai berikut: “Penarikan kembali sepucuk cek hanya berkekuatan setelah akhir tenggang penawaran. Bilamana tidak terjadi penarikan kembali, tersangkut bahkan dapat membayar setelah akhir tenggang itu. Pasal tersebut seharusnya kita tinjau baik dari segi kedudukan si pemegang cek maupun dari segi kedudukan tersangkut. Bilamana pada waktu pemegang penawaran cek untuk pembayaran pada waktu yang tepat, sedang dari tersangkut tidak ada keberatan apa-apa untuk membayar, maka segala sesuatu mengenai cek itu dalam fungsinya sebagai alat pembayaran kontan, sudah berjalan baik dan selesai. Akan tetapi apabila terjadi penolakan pembayaran dari tersangkut walaupun penawaran terjadi tepat pada waktunya. Pemegang yang menghadapi penolakan pembayaran itu, setidak-tidaknya berada atau merasa dalam keadaan yang tidak pasti mengenai haknya atas pembayaran dari tagihan yang tercantum dalam cek itu. Untuk mencegah timbulnya keadaan yang menyebabkan pemegang tidak terjamin, maka pembentuk undang-undang mengadakan peraturan, yang memberikan wewenang kepada pemegang untuk menuntut orang lain yang juga bertanggung jawab atas pembayaran utang cek itu. Orang ini, yang juga kedudukannya adalah sebagai pemegang cek itu, pada asasnya adalah sama dengan hak yang diberikan pada seorang pemegang wesel, yaitu hak regres. Suatu hak menuntut dari pemegang terhadap pengutang-pengutang cek lainnya yang berwajib regres (pengutang regres). Mengenai hak regres pemegang cek diatur dalam Pasal 217 sampai dengan Pasal 225, yang pada umumnya adalah sama dengan aturan mengenai hak regres untuk wesel. Hak regres ini diberikan pada pemegang jika telah memenuhi syarat berikut ini. a. Penawaran pembayaran yang tepat waktunya (tenggang 70 hari sejak hari penerbitan berdasarkan Pasal 206 ayat 1 dan ayat 2).

 EKMA4316/MODUL 5

b.

5.87

Sebelum melaksanakan hak regresnya, seorang pemegang harus lebih dulu menetapkan adanya penolakan pembayaran itu dengan memenuhi salah satu syarat yang disebutkan dalam Pasal 217 yaitu 1) baik dengan akta otentik (protest); 2) Maupun dengan pernyataan tersangkut, diberi tanggal dan ditulis pada cek dengan pemberian hari penawaran; 3) Ataupun dengan pernyataan yang diberi tanggal dari suatu lembaga perhitungan, di mana ditetapkan bahwa cek telah ditawarkan tepat pada waktunya dan tidak dibayar.

E. BILYET GIRO Bilyet Giro adalah surat perintah nasabah yang telah distandarisir bentuknya kepada Bank penyimpanan dana untuk memindahbukukan sejumlah dana dari rekening yang bersangkutan kepada pihak penerima yang disebutkan namanya pada bank yang sama atau pada bank lainnya. Dengan demikian pembayaran dana bilyet giro tidak dapat dilakukan dengan uang tunai dan tidak dapat dipindahtangankan melalui endosemen. Istilah bilyet giro berasal dari kata bilyet bahasa Belanda yang artinya surat, dan kata giro juga berasal dari bahasa Belanda yang artinya simpanan nasabah pada bank yang pengambilannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek atau dengan pemindahbukuan. Jadi bilyet giro itu adalah surat perintah pemindahbukuan sejumlah dana, dan pemindahbukuan tersebut berfungsi sebagai pembayaran. Oleh karena itu, bilyet giro merupakan alat pembayaran, sehingga termasuk surat berharga. KUHD tidak mengatur mengenai Bilyet Giro, secara operasional Bilyet Giro diatur di dalam Surat Edaran Bank Indonesia (S E B I) No. 4/670/UPPB/Pb B tanggal 24 Januari 1972 yang sampai sekarang masih berlaku. Surat Edaran itu bermaksud khusus untuk mengatur prosedur pemakaian alat pembayaran giral dalam bentuk bilyet giro untuk seluruh Bank Umum dan Bank Pembangunan di Indonesia. Terutama hal ini ditujukan pada bentuk bilyet giro itu beserta syarat-syarat formalnya sehingga terdapat kesamaan untuk semua bank yang dimaksud di seluruh Indonesia. Surat Edaran Bank Indonesia itu dikeluarkan karena alasan-alasan berikut ini. 1. Sampai tahun 1972, belum ada pengaturan secara tegas baik dengan Undang-undang maupun dengan peraturan lain mengenai bilyet giro.

5.88

2. 3. 4.

Hukum Bisnis 

Pemakaian bilyet giro yang semakin lama semakin berkembang di dalam masyarakat. Mengingat pentingnya dan manfaat bilyet giro sebagai sarana perbankan. Menghindari pemakaian bilyet giro yang berbeda-beda persyaratanpersyaratan di dalamnya yang dapat menimbulkan kesulitan-kesulitan, pemalsuan dan memudahkan pengawasan.

Sebelum S E B I No. 4/670/UPPB/Pb B dibuat, sudah pernah ada peraturan yang menyangkut bilyet giro akan tetapi peraturan tersebut hanyalah mengenai bilyet giro kosong, yaitu melarang Bank untuk tetap mempertahankan sebagai relasi-giro setiap orang atau badan yang menarik atau menerbitkan bilyet giro pada hal fonds untuk itu tidak cukup tersedia pada Bank bersangkutan. Peraturan tersebut adalah dari Dewan Moneter yang berbentuk suatu Keputusan dengan No. 53 dan mulai berlaku tanggal 23 Februari 1962. Sehubungan dengan adanya Keputusan Dewan Moneter ini keluarlah Surat Edaran dari Bank Indonesia No. 10/69 U M /P U tanggal 25 April 1962, sebagai peraturan pelaksanaan dari Keputusan Dewan Moneter tersebut. Peraturan pelaksanaan yang terakhir atas Keputusan Dewan Moneter ini diatur di dalam S E B I No. 4/437/UPPB/Pb B tanggal 5 Oktober 1971 mengenai: “Penolakan pembayaran atas cek (bilyet giro) yang diajukan pada Bank karena tidak cukup/tidak ada dananya”. Sebelum S E B I No. 4/670 itu dibuat, pemakaian bilyet giro di Indonesia adalah tidak seragam dan dikenal dengan bentuk “Surat Amanat” dari nasabah yang mempunyai rekening giro pada suatu Bank tertentu kepada Bank tersebut untuk memindahbukukan sebagian dari rekeningnya sesuai dengan yang disebut di dalam surat amanat itu. Bentuk dan semua persyaratan-persyaratan formal dalam surat amanat itu adalah bebas, artinya dapat berbeda pada Bank yang satu dengan yang lainnya, tidak ada ketentuan yang harus dipatuhi mengenai hal itu. Tetapi setelah adanya S E B I No. 4/670, mulailah diharuskan memakai bentuk bilyet giro dengan keseragaman dalam semua persyaratanpersyaratannya. Hal ini terutama dimaksudkan untuk menghindari perselisihan yang ditimbulkan persyaratan-persyaratan tersebut, pemalsuan atas surat amanat itu dan memudahkan pengawasan. Secara singkat dapat dikemukakan bahwa isi dari S E B I No. 4/670 adalah mengatur hal-hal sebagai berikut. 1. Pengertian Bilyet Giro. 2. Syarat-syarat formal bilyet giro. 3. Tenggang waktu penawaran bilyet giro. 4. Tanggal mulai efektif berlakunya perintah dalam bilyet giro.

 EKMA4316/MODUL 5

5. 6. 7. 8. 9.

5.89

Pengisian bilyet giro. Kewajiban penyediaan dana dan bilyet giro kosong. Pembatalan bilyet giro. Tata cara perhitungan bilyet giro antara Bank setempat. Masa peralihan.

Dari pengertian mengenai bilyet giro yang disebut di dalam S E B I No. 4/670 itu dengan jelas dapat kita ketahui bahwa pembayaran yang dilakukan dengan bilyet giro adalah dengan pemindahbukuan, jadi bukan dengan uang kontan. Di sinilah kita lihat peranan Bank yang sangat dibutuhkan, peranan teknis administratif dari Bank khusus mengenai pemindahbukuan suatu jumlah tertentu dari rekening giro orang yang berutang kepada rekening giro penagih utang, pada Bank yang sama atau Bank yang berlainan. Pembayaran dengan cara ini lazim dikenal dengan pembayaran secara giral. Pembayaran suatu transaksi perdagangan dipandang sudah lunas atau selesai bilamana pemindahbukuan yang dimaksud di dalam bilyet giro sudah selesai dilaksanakan oleh Bank. Di dalam suatu bilyet giro, orang yang menarik atau menerbitkan adalah pihak yang harus membayar di dalam transaksi perdagangan. Menarik atau menerbitkan bilyet giro mengandung pengertian bahwa penerbit itu memerintahkan Banknya di mana ia menjadi nasabah untuk memindahbukukan sejumlah uang dari rekeningnya ke dalam rekening orang lain (si penagih) yang disebut namanya. Pihak yang menerima bilyet giro itu disebut pemegang atau penerima, sedangkan Bank sebagai pihak yang diperintah melakukan pemindahbukuan, dari sudut pandangan hukum surat berharga dapat disebut tersangkut. Pembayaran bilyet giro oleh Bank tidak dapat dilakukan dengan uang tunai dan tidak dapat dipindahtangankan dengan endosemen. Jadi dengan demikian Bilyet Giro itu tidak dapat diperdagangkan. Diterbitkannya suatu bilyet giro atas nama seorang pemegang berarti melakukan pembayaran dari suatu transaksi jual-beli yang sebelumnya telah ada antara penerbit dan pemegang. Jadi penerbitan bilyet giro itu adalah karena suatu “sebab” dan sebab ini ialah transaksi yang telah dilakukan tadi. Di dalam transaksi jual-beli itu telah disepakati bersama antara pembeli dan penjual bahwa pembayaran atas transaksi akan dilakukan dengan bilyet giro. Nilai dari transaksi itulah yang dibayar dengan cara menerbitkan bilyet giro. Dengan demikian jelas bagi kita bahwa nilai dari transaksi itu harus diwujudkan secara sama jumlahnya pada bilyet giro. Dengan perkataan lain, bahwa nilai dari bilyet giro itu adalah sama dengan nilai perikatan dasarnya.

5.90

Hukum Bisnis 

Dalam hal Bilyet Giro ini, yang diperintah memindahbukukan dari rekening penerbit ke rekening pemegang ialah Bank. Perintah ini harus dilandasi adanya suatu alasan, karena bank hanya akan mau melaksanakan perintah itu apabila dana atau fonds untuk itu sudah tersedia dalam bentuk giro yang dimasukkan dalam rekening giro nasabah. Giro ini sewaktu-waktu dapat diambil dengan cara menerbitkan bilyet giro, cek atau wesel. Di dalam S E B I No. 4/670 ditentukan bentuk dari suatu bilyet giro seperti berikut. P E R H A T I A N: 1. Guna Mencegah Hal-Hal Yang Merugikan Saudara maka hendaknya mengisi bilyet giro ini secara lengkap dan sejelasjelasnya. Risiko kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat pengisian bilyet giro yang tidak jelas dan/tidak lengkap menjadi tanggung jawab Saudara. Dalam hal nama bank penerima tidak dicantumkan, maka hal ini diartikan bahwa Saudara setuju dananya dipindahkan ke bank mana saja atas nama si penerima. 2. Penarik bilyet giro kosong dapat dikenakan sanksi administratif antara lain penutupan rekening dan pengumuman nama yang bersangkutan dalam daftar hitam.

BILYET GIRO A No. 00000 (bebas bea meterai) BANK............................ Diminta kepada Saudara supaya pada tanggal....................2003 memindahkan dana atas beban rekening kami kepada rekening...................................…................ ...................................... Pada Bank......................................................... dengan permintaan supaya bank ini mengkreditkan rekening nasabah tersebut di atas sejumlah Rupiah....................................................... (dalam huruf). Yogyakarta,................... 2003 Rp.

(Cap Perusahaan dan) Tanda tangan

Do

Dibalik Bilyet Giro terdapat kata-kata: TIDAK DAPAT DIBAYAR TUNAI ENDOSEMEN/PENYERAHAN TIDAK DIAKUI

 EKMA4316/MODUL 5

5.91

Mengisi suatu bilyet giro haruslah dengan cermat, karena dari pengisian yang tidak jelas atau tidak lengkap adalah menjadi tanggung jawab penerbit. Hal ini menjadi salah satu anjuran penghati-hati di dalam formulir bilyet giro itu yang ditempatkan di sebelah kiri. Selanjutnya dapat kita lihat di sisi belakang bilyet giro itu dicantumkan kata-kata “Tidak dapat dibayar tunai” dan “Endosemen/penyerahan tidak diakui”. Suatu bilyet giro harus memenuhi syarat formal sebagai berikut. 1. Nama bilyet giro dan nomor seri harus tercantum pada formulir bilyet giro. Hal ini berbeda pada cek dan wesel, sebab nama cek dan wesel dimasukkan dalam teks surat itu sendiri. 2. Perintah yang jelas tanpa syarat untuk memindahbukukan sejumlah dana atas beban saldo penerbit, yang harus sudah tersedia cukup pada saat berlakunya amanat yang terkandung di dalam bilyet giro tersebut. 3. Nama dan tempat bank kepada siapa perintah termaksud ditujukan. Hal ini menunjukkan bahwa penerbit adalah nasabah dari bank tersebut, pada bank mana dana telah tersedia paling lambat pada saat amanat itu berlaku. Demikian juga tempat bank tersangkut harus disebutkan karena mungkin bank tersangkut memiliki beberapa kantor cabang, sehingga mudah diketahui pada kantor cabang mana penerbit itu memiliki rekening giro. 4. Nama pihak yang harus menerima pemindahbukuan dana, dan jika perlu beserta alamatnya. Syarat ini menunjukkan dengan jelas bahwa bilyet giro itu diterbitkan atas nama. Terutama hal ini juga ditegaskan lagi dengan penempatan kata-kata yang di belakang bilyet giro yang menentukan bahwa “endosemen/penyerahan tidak diakui”. Tentunya sudah kita ketahui bahwa endosemen adalah suatu pernyataan memperalihkan suatu hak menagih atas surat piutang dari orang yang disebut dalam surat sebagai berhak menagih kepada penggantinya. Jadi penerima pembayaran melalui pemindahbukuan itu hanya orang yang disebut namanya di dalam bilyet giro. Apabila nama si penerima dana tidak tercantum di dalam suatu bilyet giro maka warkat atau surat tersebut ditolak/dikembalikan. Demikianlah ditentukan dalam ketentuan No. 5 S E B I No. 4/670. Oleh karena itulah dapat kita simpulkan lebih lanjut bahwa penyebutan nama orang yang menerima dana di atas suatu bilyet giro adalah bersifat mutlak. 5. Jumlah dana yang dipindahbukukan baik dalam angka maupun dalam huruf.

5.92

6. 7. 8. 9.

Hukum Bisnis 

Tanda tangan penerbit dan cap/stempel badan usaha jika si penerbit merupakan suatu perusahaan berbentuk badan usaha. Tempat dan tanggal penerbitan. Tanggal mulai efektif berlakunya perintah di dalam bilyet giro. Nama Bank di mana pihak penerima bilyet giro mempunyai rekening giro, sepanjang nama Bank penerima diketahui oleh penerbit.

Sebagaimana telah diuraikan di muka bahwa surat tagihan atas utang digolongkan ke dalam kategori Surat Berharga apabila ia memenuhi syaratsyarat pokok tertentu yaitu bahwa nilai surat tagihan atas utang tersebut adalah sesuai dengan nilai perikatan dasarnya dan bahwa surat tagihan atas utang itu dapat diperalihkan. Bilyet giro adalah perwujudan dari suatu transaksi dagang yang harus dibayar. Nilai yang harus dibayar menurut transaksi diperjanjikan dibayar melalui suatu bilyet giro. Dengan demikian nilai bilyet giro itu harus sama dengan nilai transaksi. Jadi syarat pertama memang telah dipenuhi oleh bilyet giro. Mengenai syarat kedua, jelas hal ini tidak dipenuhi oleh bilyet giro. Sebab menurut ketentuan No. 1 dan ketentuan mengenai syarat formal dari bilyet giro di dalam S E B I No. 4/670, secara tegas melarang memperalihkan, memindahtangankan bilyet giro itu melalui endosemen dan nama pihak yang harus menerima pemindahbukuan yang diperintahkan dalam bilyet giro itu harus disebut pada bilyet giro, bahkan jika dianggap perlu, juga dengan alamatnya. Jelas, di sinilah letak perbedaan antara cek dan wesel di satu pihak dan bilyet giro di pihak lain. Cek dapat diperalihkan baik dengan cara penyerahan dari tangan ke tangan maupun dengan endosemen, sedangkan peralihan dari wesel terjadi dengan endosemen dan penyerahan surat itu. Orang yang memegang surat wesel dan cek dianggap sebagai pemegang yang sah asal saja ia dapat membuktikan haknya dengan rangkaian endosemen yang tidak terputus. Bilyet giro tidak dapat diperalihkan baik dengan cara penyerahan dari tangan ke tangan maupun dengan cara endosemen. Bilyet giro hanya memberi hak menagih atas jumlah yang disebut di dalam bilyet giro dan kepada si pemegang yang namanya disebut dalam bilyet giro.

 EKMA4316/MODUL 5

5.93

LAT IH A N Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah latihan berikut! 1) Dalam Hukum Surat-surat Berharga, apa yang dimaksud dengan klausula atas tunjuk dan klausula atas pengganti? 2) Apa yang dimaksud dengan Surat Wesel dan apa syarat formal dari Surat Wesel? 3) Siapa saja yang terlibat di dalam lalu lintas pembayaran dengan Surat Wesel? 4) Jelaskan apa yang dimaksud dengan hak regres? Siapa yang memiliki dan kapan hak regres muncul? 5) Apa yang dimaksud dengan Surat Sanggup? Apa perbedaannya dengan Surat Wesel? 6) Apa yang dimaksudkan dengan Surat Cek dan apa saja syarat formal untuk adanya Surat Cek? 7) Sebutkan persamaan dan perbedaan Surat Cek dengan Surat Wesel! 8) Apa yang dimaksud dengan istilah Endosemen? Apakah Endosemen juga berlaku untuk Surat Cek? 9) Apa yang dimaksud dengan Bilyet Giro dan di mana Bilyet Giro diatur? 10) Apakah Bilyet Giro dapat diperalihkan kepada pihak ketiga? Petunjuk Jawaban Latihan 1) Klausula atas tunjuk pada sepucuk surat berharga berarti surat tersebut dapat diperalihkan dari tangan ke tangan, sedangkan kalau surat berharga mengandung klausula atas pengganti akan berarti, bahwa surat berharga tersebut hanya dapat diperalihkan kepada orang pengganti dari orang yang disebut namanya pada surat berharga itu dengan cara endosemen dan menyerahkan surat tersebut. 2) Surat wesel adalah surat yang memuat kata wesel, yang diterbitkan pada tanggal dan tempat tertentu, dengan mana penerbit memerintahkan tanpa syarat kepada tersangkut untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada pemegang atau penggantinya, pada tanggal dan tempat tertentu. Di dalam Pasal 100 KUHD telah ditentukan bahwa setiap surat wesel harus memuat syarat-syarat formal sebagai berikut.

5.94

Hukum Bisnis 

Nama “surat wesel” dimasukkan dalam teksnya sendiri dan disebutkan dalam bahasa yang dipergunakan untuk surat wesel itu. b) Perintah tidak bersyarat untuk membayar sejumlah uang tertentu. c) Nama orang yang harus membayarnya (tersangkut). d) Penunjukan hari gugur. e) Penunjukan tempat, di mana pembayaran harus dilakukan; f) Nama orang, kepada siapa atau kepada penggantinya pembayaran itu harus dilakukan. g) Penyebutan tanggal, demikian pula tempat di mana surat wesel itu diterbitkan. h) Tanda tangan orang yang menerbitkan surat wesel (penerbit). 3) Dalam penerbitan wesel tersebut ada beberapa personil atau orang yang terlibat di dalamnya, yaitu a) penerbit; b) tersangkut (drawee); c) akseptan; d) pemegang pertama (holder); e) pengganti; f) endosan. 4) Hak regres hak untuk menuntut pembayaran berdasarkan penolakan akseptasi atau penolakan pembayaran pada hari gugur. Dengan kata lain, hak menuntut pembayaran berdasarkan hal-hal yang merupakan penghalang untuk memperoleh pembayaran sebagaimana seharusnya. Yang memiliki hak regres adalah pemegang wesel. Hak regres muncul pada saat pembayaran wesel yang jatuh tempo ditolak pembayarannya. 4) Pengertian dari surat sanggup adalah surat yang memuat kata surat sanggup atau promesse aan order, yang ditandatangani pada tanggal dan tempat tertentu, dengan mana penandatanganan menyanggupi tanpa syarat untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada pemegang atau penggantinya pada tanggal dan tempat tertentu. a)

Persamaan dan perbedaan Surat Sanggup dengan Surat Wesel Surat sanggup, juga disebut promesse atas pengganti, mempunyai sifat yang sama seperti sifat dari surat wesel, ditinjau dari sudut isi perikatannya, yaitu termasuk surat tagihan hutang (schuldvorderingspapier), akan tetapi ada kriteria “janji untuk

 EKMA4316/MODUL 5

5.95

membayar” (betalingsbelofte). Sedangkan wesel memiliki kriteria “perintah untuk membayar” (betalingsopdracht). 6) Cek adalah surat tagihan hutang (schuldvorderingspapier) yang bersifat suatu “perintah untuk membayar”, sebagaimana halnya sepucuk wesel yang juga termasuk surat tagihan hutang yang bersifat perintah untuk membayar. Di dalam Pasal 178 KUHD, ditentukan syarat-syarat yang harus dipenuhi pada sepucuk cek a) nama “cek” yang dimuat dalam teks sendiri dan dinyatakan dalam bahasa, dalam mana cek itu disebutkan. b) perintah tidak bersyarat untuk membayarkan suatu jumlah tertentu. c) nama orang yang harus membayar. d) penunjukan tempat, di mana pembayaran harus terjadi. f) penyebutan hari penanggalan beserta tempat, di mana cek diterbitkan. g) tanda tangan dari orang yang menerbitkan cek. 7) Perbedaan-perbedaan yang pokok adalah sebagai berikut. a) Ditinjau dari sudut lalu lintas ekonomi atau perdagangan, maka wesel itu adalah merupakan suatu alat kredit, sedangkan cek itu adalah merupakan suatu alat pembayaran kontan (cash). b) hari gugur dari cek itu tidak boleh dipastikan atau ditetapkan pada satu hari tertentu di atas cek, karena pembayaran dari sepucuk cek selalu dapat diminta pada waktu diperlihatkan. c) Pada cek tidak diperlakukan akseptasi, karena setiap saat cek dapat diperlihatkan, pemegang dapat memperoleh pembayaran. d) Cek dapat diterbitkan kecuali atas pengganti juga dapat diterbitkan atas tunjuk. Dalam sistem perundang-undangan kita, .kita tidak mengenal wesel atas tunjuk, kita hanya mengenal wesel atas pengganti. 8) Endosemen adalah cara memperalihkan tagihan yang terwujud dalam sepucuk cek yang ditentukan dapat dibayar kepada seorang yang disebut namanya, dengan atau tidak dengan klausula atas pengganti (Pasal 191 ayat 1). Cara peralihan dengan endosemen ini hanya berlaku atas cek yang diterbitkan atas pengganti (aan order). Ketentuan mengenai endosemen untuk cek pada umumnya adalah sama saja dengan ketentuan endosemen wesel, kecuali dalam beberapa hal. Endosemen untuk cek diatur dalam

5.96

Hukum Bisnis 

bagian kedua titel 7. Buku I KUHD di dalam Pasal-pasal 191 sampai dengan Pasal 201. 9) Bilyet Giro adalah surat perintah nasabah yang telah distandarisir bentuknya kepada Bank penyimpanan dana untuk memindahbukukan sejumlah dana dari rekening yang bersangkutan kepada pihak penerima yang disebutkan namanya pada bank yang sama atau pada bank lainnya. Bilyet Giro diatur di dalam Surat Edaran Bank Indonesia ( S E B I) No. 4/670/UPPB/Pb B tanggal 24 Januari 1972. 10) Bilyet giro tidak dapat diperalihkan baik dengan cara penyerahan dari tangan ke tangan maupun dengan cara endosemen. Bilyet giro hanya memberi hak menagih atas jumlah yang disebut di dalam bilyet giro dan kepada si pemegang yang namanya disebut dalam bilyet giro. R A NG KU M AN Dalam lalu lintas pembayaran terjadi perkembangan yang menarik dengan digunakannya alat-alat pembayaran selain alat pembayaran tunai berupa uang kontan. Alat pembayaran yang demikian dikenal dengan istilah Surat Berharga. Surat berharga mempunyai dua klausula yaitu klausula atas tunjuk dan klausula atas pengganti. Dengan adanya klausula atas tunjuk berarti surat tersebut dapat diperalihkan dari tangan ke tangan, sedangkan kalau surat berharga mengandung klausula atas pengganti berarti bahwa surat berharga tersebut hanya dapat diperalihkan kepada pengganti dari orang yang disebut namanya pada surat berharga itu dengan cara endosemen dan menyerahkan surat tersebut. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa surat atas pengganti dan surat atas tunjuk itu mempunyai fungsi dapat diperdagangkan. Surat Wesel adalah surat yang memuat kata wesel, yang diterbitkan pada tanggal dan tempat tertentu, dengan mana penerbit memerintahkan tanpa syarat kepada tersangkut untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada pemegang atau penggantinya, pada tanggal dan tempat tertentu. Surat Sanggup adalah surat tanda sanggup atau setuju membayar sejumlah uang kepada pemegang atau penggantinya pada hari tertentu. Oleh karena suatu janji sanggup atau setuju membayar, maka kedudukan dari penandatanganan surat sanggup itu sama seperti kedudukan akseptan pada surat wesel. Surat Cek yaitu surat yang memuat kata cek, yang diterbitkan pada tanggal dan tempat tertentu, dengan mana penerbit memerintahkan tanpa

 EKMA4316/MODUL 5

5.97

syarat kepada bankir untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada pemegang atau pembawa, di tempat tertentu. Dengan demikian Surat Cek adalah surat tagihan utang (schuldvorderingspapier) yang bersifat suatu “perintah untuk membayar”. Dasar terjadinya penerbitan dari sepucuk cek adalah karena adanya “perikatan dasar” yang terjadi sebelumnya. Surat Cek dapat diperalihkan dengan cara endosemen, akan tetapi cara ini hanya berlaku atas Surat Cek yang diterbitkan atas pengganti. Ketentuan mengenai endosemen untuk cek pada umumnya adalah sama dengan ketentuan endosemen Surat Wesel. Endosemen adalah cara memperalihkan tagihan yang terwujud dalam sepucuk Surat Cek yang ditentukan dapat dibayar kepada seorang yang disebut namanya, dengan atau tidak dengan klausula atas pengganti. Bilyet Giro adalah surat perintah nasabah yang telah distandarisir bentuknya kepada Bank penyimpanan dana untuk memindahbukukan sejumlah dana dari rekening yang bersangkutan kepada pihak penerima yang disebutkan namanya pada bank yang sama atau pada bank lainnya. Dengan demikian pembayaran dana bilyet giro tidak dapat dilakukan dengan uang tunai dan tidak dapat dipindahtangankan melalui endosemen. Diterbitkannya suatu bilyet giro atas nama seorang pemegang berarti melakukan pembayaran dari suatu transaksi jual-beli yang sebelumnya telah ada antara penerbit dan pemegang. Jadi penerbitan bilyet giro itu adalah karena suatu “sebab” dan sebab ini ialah transaksi yang telah dilakukan tadi. Dengan demikian jelas bagi kita bahwa nilai dari transaksi itu harus diwujudkan secara sama jumlahnya pada bilyet giro. Dengan perkataan lain, bahwa nilai dari bilyet giro itu adalah sama dengan nilai perikatan dasarnya. TES F OR M AT IF 2 Pilihlah satu jawaban yang paling tepat! 1) Dalam lalu lintas perdagangan, pembayaran dapat dilakukan dengan alat pembayaran yang berupa .... A. uang tunai B. surat Wesel C. surat Sanggup D. semua benar

5.98

Hukum Bisnis 

2) Salah satu karakteristik dari surat berharga adalah .... A. mempunyai nilai B. dapat diperdagangkan C. mudah digunakan D. tidak diperlukan uang tunai 3) Peralihan surat berharga yang mempunyai klausula atas tunjuk dapat dilakukan dengan cara .... A. endosemen B. cessie C. dari tangan ke tangan D. penyerahan yuridis 4) Dalam Hukum Surat-surat Berharga, yang tidak termasuk dalam pengertian surat berharga adalah surat .... A. wesel B. sanggup C. pengakuan utang D. cek 5) Surat tanda setuju membayar sejumlah uang kepada pemegang atau penggantinya pada hari tertentu adalah pengertian dari surat .... A. wesel B. sanggup C. pengakuan utang D. cek 6) Surat yang memuat kata “wesel” disebut sebagai surat .... A. wesel B. sanggup C. pengakuan utang D. cek 7) Di dalam wesel, suatu pernyataan bahwa seseorang akan melakukan perintah membayar disebut .... A. endosemen B. regres C. akseptasi D. cessie

 EKMA4316/MODUL 5

5.99

8) Salah satu cara untuk memperalihkan Surat Wesel adalah dengan cara …. A. endosemen B. regres C. akseptasi D. cessie 9) Hak yang memberi kewenangan kepada pemegang wesel untuk menuntut pembayaran karena penolakan pembayaran pada hari gugur disebut hak .... A. endosemen B. regres C. akseptasi D. cessie 10) Dalam hal isi, ada persamaan antara Surat Wesel dengan Surat Sanggup yaitu sama-sama merupakan surat .... A. kesanggupan untuk membayar B. perintah untuk membayar C. tagihan utang D. pengakuan utang 11) Dalam Hukum Surat-surat Berharga, surat yang merupakan alat pembayaran kontan adalah surat .... A. wesel B. sanggup C. aksep D. cek 12) Surat berharga yang tidak diperbolehkan mencantumkan hari gugur pada suatu hari tertentu adalah surat .... A. wesel B. sanggup C. aksep D. cek 13) Perbedaan antara Surat Wesel dengan Surat Cek adalah .... A. surat Wesel merupakan alat kredit, sedang Cek merupakan alat pembayaran kontan B. surat Wesel hanya dapat diuangkan pada hari gugur, sedang Cek dapat diuangkan pada setiap saat

5.100

Hukum Bisnis 

C. surat wesel perlu adanya akseptasi, sedang Cek tidak perlu akseptasi D. semua benar 14) Syarat-syarat formal dari Surat Cek diatur dalam ketentuan .... A. Pasal 100 KUHD B. Pasal 174 KUHD C. Pasal 178 KUHD D. Pasal 179 KUHD 15) Syarat-syarat berikut ini merupakan syarat formal dari Surat Cek, kecuali .... A. nama “Cek” yang dimuat dalam teks B. perintah tidak bersyarat untuk membayar suatu jumlah tertentu C. nama orang yang harus membayar D. penunjukan hari gugur jatuh pada tanggal tertentu 16) Surat Cek yang diterbitkan atas pengganti dapat diperalihkan dengan cara .... A. endosemen B. cessie C. dari tangan ke tangan D. penyerahan nyata 17) Hak pemegang Cek untuk menuntut pembayaran karena adanya penolakan pembayaran dari tersangkut disebut .... A. hak preferensi B. hak regres C. hak menuntut D. hak mendahului 18) Pembayaran yang dilakukan dengan cara pemindahbukuan adalah pembayaran dengan .... A. surat Wesel B. surat Cek C. bilyet Giro D. surat Sanggup 19) Surat berharga yang tidak dapat diperalihkan kepada pihak ketiga adalah .... A. surat Wesel B. surat Cek

5.101

 EKMA4316/MODUL 5

C. bilyet Giro D. surat Sanggup 20) Di dalam perundang-undangan kita, Bilyet Giro diatur dalam .... A. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang B. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata C. UU Perbankan D. Surat Edaran Bank Indonesia Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 2 yang terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar. Kemudian, gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 2.

Tingkat penguasaan =

Jumlah Jawaban yang Benar

 100%

Jumlah Soal Arti tingkat penguasaan: 90 - 100% = baik sekali 80 - 89% = baik 70 - 79% = cukup < 70% = kurang Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat meneruskan dengan modul selanjutnya. Bagus! Jika masih di bawah 80%, Anda harus mengulangi materi Kegiatan Belajar 2, terutama bagian yang belum dikuasai.

5.102

Hukum Bisnis 

Kunci Jawaban Tes Formatif

Tes Formatif 1 1) A 11) 2) D 12) 3) A 13) 4) C 14) 5) D 15) 6) D 16) 7) D 17) 8) B 18) 9) C 19) 10) B 20)

D B B D B C D D C B

Tes Formatif 2 1) D 11) 2) B 12) 3) C 13) 4) C 14) 5) B 15) 6) A 16) 7) C 17) 8) A 18) 9) B 19) 10) C 20)

D D D C D A B C C D

 EKMA4316/MODUL 5

5.103

Daftar Pustaka Fuady, Munir. (1996). Hukum Bisnis dalam Teori dan Praktek. Bandung: Citra Aditya Bakti. Fuady, Munir. (1999). Pasar Modal Modern (Tinjauan Hukum). Bandung: Citra Aditya Bakti. Gifis, Steven H., (1983), Dictionary of Legal Terms edisi ketiga, New York: Barron’s Educational Series, Inc. Isharsaya, (2009), Aspek Hukum Perdagangan Saham di Bursa Efek Indonesia Pasca Penggabungan Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya, Yogyakarta, Program Studi Magister Hukum Bisnis Universitas Gadjah Mada. Muhammad, Abdul Kadir. (1989). Hukum Dagang tentang Surat-surat Berharga. Bandung: Citra Aditya Bakti. Pramono, Nindyo. (1997). Sertifikasi Saham PT Go Public dan Hukum Pasar Modal di Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti. Simanjuntak, Emmy Pangaribuan. (1993) Hukum Dagang Surat-surat Berharga. Yogyakarta: Seksi Hukum Dagang Fakultas Hukum UGM. Usman, Marzuki, dkk. (1990). ABC Pasar Modal Indonesia. Jakarta: Kerja sama Antara Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia dengan Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia.

Modul 6

Hukum Persaingan Usaha dan Perlindungan Konsumen Prof. Dr. Nindyo Pramono, S.H., M.S.

PEN D A HU L UA N

M

odul 6 ini merupakan kelanjutan dari Modul 5 yang akan memberikan pengetahuan mengenai aspek hukum persaingan usaha dan perlindungan konsumen. Pada Kegiatan Belajar 1 akan dibahas larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Pada Kegiatan Belajar 2 akan dibahas pengertian perlindungan konsumen, hak dan kewajiban para pihak, perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha dan klausula baku. Setelah mempelajari modul ini, diharapkan Anda dapat menjelaskan tentang: 1. larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat; 2. komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU); 3. pengertian perlindungan konsumen; 4. hak dan kewajiban para pihak; 5. perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha; dan 6. klausula baku.

6.2

Hukum Bisnis 

Kegiatan Belajar 1

Larangan Praktik Monopoli

P

ersaingan bisnis di antara pelaku usaha semakin hari semakin keras sehingga usaha Pemerintah dan DPR melahirkan UU No. 5 Tahun 1999 tentang praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat telah mencapai sasarannya. Dengan hadirnya UU No. 5 Tahun 1999 dan KPPU diharapkan para pelaku usaha dapat bersaing secara sehat sehingga seluruh kegiatan ekonomi dapat berlangsung lebih efisien dan memberi manfaat bagi konsumen.1 Undang-undang No. 5 Tahun 1999 dapat menjadi instrumen penting dalam mendorong terciptanya iklim persaingan usaha yang sehat, karena undang-undang ini menyediakan peraturan-peraturan dan petunjuk pelaksanaannya, berkaitan dengan masalah-masalah prosedural serta memiliki ciri-ciri umum seperti pencantuman praktik-praktik yang diizinkan baik berdasarkan rule of reason maupun perse ilegal. Undang-undang ini juga mencakup perjanjian-perjanjian dan kegiatan-kegiatan yang dilarang, posisi dominan dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Menurut Fukuyama, prinsip-prinsip liberal dalam ekonomi "pasar bebas", telah menyebar dan berhasil memproduksi kesejahteraan material yang belum pernah dicapai sebelumnya. Hal tersebut terjadi baik di negaranegara maju maupun berkembang. Untuk memastikan terselenggaranya pasar bebas tersebut, rambu-rambu dalam bentuk aturan hukum, tetap perlu dipatuhi oleh para pelaku pasar. Salah satu esensi penting bagi terselenggaranya pasar bebas tersebut adalah persaingan para pelaku pasar dalam memenuhi kebutuhan konsumen. Dalam hal ini persaingan usaha merupakan sebuah proses di mana para pelaku usaha dipaksa menjadi perusahaan yang efisien dengan menawarkan pilihan-pilihan produk dan jasa dalam harga yang lebih rendah. Persaingan hanya dimungkinkan bila ada dua pelaku usaha atau lebih yang menawarkan produk dan jasa kepada para pelanggan dalam sebuah pasar. Untuk merebut hati konsumen, para pelaku usaha berusaha menawarkan produk dan jasa yang menarik, baik dari segi harga, kualitas, dan pelayanan.

1

Binoto Nadapdap, 2009, Hukum Acara Persaingan Usaha, Jala Permata Aksara, Jakarta, hlm. 1

 EKMA4316/MODUL 6

6.3

Kondisi tersebut dapat diperoleh melalui inovasi, penerapan teknologi yang tepat, serta kemampuan manajerial untuk mengarahkan sumber daya perusahaan dalam memenangkan persaingan. Jika tidak, pelaku usaha akan tersingkir secara alami dari arena pasar. Tujuan hukum persaingan usaha adalah: 1. agar persaingan antar pelaku usaha tidak mati; 2. agar persaingan antar pelaku usaha dilakukan secara sehat; 3. agar konsumen tidak dieksploitasi oleh pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha. Persaingan yang kompetitif merupakan syarat mutlak bagi setiap komunitas bisnis dalam suatu negara untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang efisien, termasuk dalam proses industrialisasi. Dalam pasar yang bersaing secara sehat, perusahaan-perusahaan akan saling bersaing untuk menarik lebih banyak konsumen dengan menjual produk mereka dengan harga yang serendah mungkin, meningkatkan mutu produk dan memperbaiki pelayanan kepada konsumen. Agar ekonomi pasar berjalan dengan baik dan memberi kemaslahatan kepada semua pihak, persaingan haruslah efektif, melibatkan sejumlah besar pesaing bebas sehingga mencegah terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. 2 Persaingan sehat diyakini sebagai cara yang paling baik untuk mencapai pendayagunaan sumber daya secara optimal guna memenuhi kebutuhan masyarakat. Adapun manfaat dari persaingan sehat, antara lain berikut ini. 1. Adanya persaingan sehat akan menghindarkan terjadinya konsentrasi kekuatan pasar (market power) pada satu atau beberapa perusahaan. Ini berarti konsumen mempunyai banyak alternatif dalam memilih barang dari produsen sehingga harga benar-benar ditentukan oleh pasar permintaan dan penawaran, bukan oleh hal-hal yang lain. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa adanya persaingan memungkinkan tersebarnya kekuatan pasar yang menyebabkan kesempatan berusaha menjadi terbuka lebih lebar dan memberi peluang bagi pengembangan serta peningkatan kewiraswastaan (entrepreneurship) yang akan menjadi modal utama bagi kegiatan pembangunan ekonomi bangsa. 2. Dari segi makro ekonomi, persaingan yang sehat akan menghindarkan masyarakat terhadap adanya bobot hilang (deadweight loss) yang 2

Ibid, hlm. 4.

6.4

3.

Hukum Bisnis 

umumnya disebabkan kebijaksanaan pembatasan produksi yang biasa dipraktekkan oleh perusahaan monopoli untuk menjaga agar harga-harga tetap tinggi dalam pasar persaingan sempurna (perfect competition). Dengan demikian, persaingan yang sehat akan mengarah pada penggunaan sumber daya ekonomi secara efisien sehingga bermanfaat juga untuk memaksimalkan kesejahteraan konsumen (consumer welfare). Persaingan dapat memberikan andil dalam memajukan keadilan karena harga-harga yang bersaing secara wajar dapat menambah pilihan untuk para pembeli maupun para penjual. Karena apabila persaingan dibatasi, pembeli dipaksa untuk membeli meski tidak sesuai dengan keinginannya. Demikian pula penjual tidak dapat masuk dengan leluasa dalam pasar untuk mengekspresikan kreasinya untuk bersaing secara wajar.3

1.

Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Adapun yang di maksud dengan praktik monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan/atau pemasaran atas barang dan/atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. Istilah praktik monopoli secara inheren mengandung makna negatif, karena praktik monopoli selalu menghasilkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. Istilah ini sebenarnya merupakan kombinasi dari istilah monopoli dan pemusatan kekuatan ekonomi yang diberi label negatif. 4 Definisi pemusatan kekuatan ekonomi yang dituangkan dalam Pasal 1 butir 3 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 yaitu penguasaan yang nyata atas suatu pasar bersangkutan oleh satu atau lebih pelaku usaha sehingga dapat menentukan harga barang dan/ atau jasa. Dalam ketentuan pasal ini, istilah pemusatan kekuatan ekonomi lebih ditekankan pada penguasaan nyata atas pasar bersangkutan yang disertai dengan kekuatan untuk menentukan harga (pricing power). Melalui istilah ini pula salah satu syarat bagi terpenuhinya definisi hukum praktik monopoli yang termuat dalam Pasal 1 butir 2 didefinisikan lebih lanjut. Selain itu pemusatan kekuatan ekonomi dengan 3 4

Johnny Ibrahim, (2009), Hukum Persaingan Usaha, Malang: Bayumedia, hlm.102-104 Arie Siswanto, (2009), Hukum Persaingan Usaha, Ghalia Indonesia, Bogor Selatan, hlm. 77

 EKMA4316/MODUL 6

6.5

menunjuk kepada kemampuan untuk menentukan harga barang dan/ atau jasa, telah mempertegas suatu ciri utama untuk memeriksa ada tidaknya posisi dominan.5 Sementara itu, pengertian dari persaingan usaha tidak sehat yaitu persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa persaingan usaha tidak sehat ditandai dengan adanya 3 (tiga) alternatif kriteria, yaitu persaingan usaha yang dilakukan dengan cara tidak jujur, melawan hukum,dan menghambat persaingan usaha. 6 Adapun yang dimaksud dengan persaingan tidak jujur adalah: a. perbuatan menjual sesuatu kepada orang lain dengan menipu tidak hanya melalui pemakaian merek barang dari perusahaan lain tetapi juga dengan cara menipu melalui menyubstitusi, mengubah, mengganti barang yang dipesan langganan dengan barang lain. b. perbuatan bersaing menyangkut penggelapan atau misappropriation dari nilai-nilai yang tidak dapat diraba yang kemampuan memilikinya belum jelas. c. termasuk perbuatan curang adalah perbuatan yang sifatnya jahat atau malicious perusahaan-perusahaan dalam melakukan merger, akuisisi, joint venture dan mendirikan perusahaan-perusahaan anak. Suatu persaingan usaha dikategorikan persaingan yang melawan hukum menurut Pasal 1365 KUH Perdata, jika memenuhi unsur-unsur: a. perbuatan yang melawan hukum; b. kerugian; c. hubungan kausal; d. kesalahan. Unsur ketiga persaingan usaha tidak sehat, yaitu menghambat persaingan adalah tindakan pelaku usaha yang mengakibatkan tidak dapat berfungsinya persaingan secara wajar pada pasar bersangkutan. 5

Nunung Priastutik, (2009), Eksistensi KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) Terhadap Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Oleh Pelaku Usaha dalam Penetapan Harga Sembako di Hypermarket Ditinjau Dari Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta, hlm. 17. 6 Knud Hansen, (2002), Monopoli- Undang-undang dan Peraturan Katalis, Jakarta, hlm. 61.

6.6

Hukum Bisnis 

Monopoli harus dilarang jika menimbulkan dampak negatif terhadap harga barang dan/atau jasa, kualitas barang dan/atau jasa serta kuantitas barang dan/atau jasa. Dalam melarang kegiatan yang mengakibatkan munculnya monopoli, hukum memakai dua pendekatan Per Se Illegal dan Rule of Reason. Yang dimaksud dengan pendekatan Per Se Illegal adalah penentuan pelanggaran tanpa pemeriksaan yang rumit (tanpa harus dibuktikan dulu apakah tindakan tersebut mengurangi persaingan atau tidak. Sementara itu, pendekatan Rule of Reason adalah penentuan pelanggaran berdasarkan pemeriksaan yang rumit (dilarang jika secara substansial mengurangi persaingan). Sebagaimana telah disebut di atas, ada tiga rezim yang diatur dalam UU No. 5 Tahun 1999, yaitu perjanjian yang dilarang, kegiatan yang dilarang dan posisi dominan, secara berturut-turut akan diuraikan di bawah ini. Adapun berbagai jenis perjanjian yang dilarang meliputi berikut ini. a.

Oligopoli Yang dimaksud dengan oligopoli adalah penguasaan pangsa pasar yang besar yang dilakukan secara bersama-sama oleh beberapa pelaku pasar. Pasal 4 UU ini melarang pelaku usaha membuat perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Dalam hal ini, pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa, sebagaimana dimaksud ayat (1), apabila 2 (dua) atau 3 (tiga) pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75% (tujuh puluh lima persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu. Misal, Perusahaan X, Perusahaan Y, dan Perusahaan Z, masing-masing memproduksi barang A. Oligopoli terjadi apabila ketiga perusahaan itu menguasai produksi/pemasaran barang A dan penguasaan itu menghasilkan penguasaan pangsa pasar sebesar 75% oleh dua atau tiga perusahaan.7

7

Arie Siswanto, Op. Cit, hlm. 82.

 EKMA4316/MODUL 6

6.7

Berdasarkan sifat-sifatnya tersebut, dari segi ekonomi perjanjian oligopoli ini dilarang sebab berikut ini.8 1) Merugikan Konsumen Praktik oligopoli akan menghasilkan suatu kinerja pasar (market performance) di bawah optimal yang sama seperti keadaan monopoli. Pelaku bisnis akan diuntungkan dengan laba di atas normal, tetapi konsumen akan membayar mahal terhadap barang karena segala biaya tambahan produksi serta praktik inefisiensi dalam produksi (high cost economy) dibebankan kepada harga barang atau jasa tersebut. 2) Meniadakan Persaingan dan Menimbulkan Praktik Usaha Tidak Sehat Perjanjian oligopoli biasanya juga akan menimbulkan serangkaian perbuatan yang saling berkaitan satu sama lainnya, yaitu meniadakan persaingan harga antarpelaku usaha dengan cara membentuk kartel sebagai wadah bersama untuk menetapkan harga (price fixing) pada tingkat tertentu. b.

Penetapan harga Perjanjian untuk menetapkan harga antara satu pelaku usaha dengan pelaku usaha pesaingnya juga dapat mengakibatkan persaingan tidak sehat,oleh karenanya hukum anti monopoli melarang perjanjian ini. Akibat dari perbuatan price fixing tersebut dapat berdampak buruk dalam dunia usaha karena tidak hanya merugikan para pesaing lainnya, tetapi juga konsumen.9 Perjanjian Price Fixing dapat berupa:10 1) Horizontal Price Fixing Horizontal Price Fixing adalah perjanjian penetapan harga umum yang terjadi antarsesama pelaku usaha yang selevel seperti produsen (produsen dengan produsen) terhadap produk barang jasa yang sama yang diberlakukan pada pasar bersangkutan (relevant market) yang sama.

8

Elyta Ras Ginting, 2001, Hukum Anti Monopoli Indonesia, Bandung, Citra Aditya Bakti. hlm. 3.3 9 Aidil Akbar, 2009, Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Atas Tindakan Kartel Operator Seluler Dalam Menentukan Tarif SMS (short message service), Yogyakarta, Fakultas Hukum UGM, hlm. 39. 10 Elyta Ras Ginting, Op. Cit, hlm. 35.

6.8

Hukum Bisnis 

2) Vertikal Price Fixing Vertikal Price Fixing adalah perjanjian penetapan harga umum yang terjadi antara pelaku usaha yang tidak selevel, misalnya antara produsen dan distributor (whoseller) atau dengan pengecer (retailer). Akibat dan tujuan diadakannya vertikal price fixing oleh produsen ini adalah mengurangi atau meniadakan persaingan antara sesama pengecer atau meniadakan persaingan antar sesama distributor. Dalam hal ini hukum melarang perjanjian yang menetapkan harga sebagai berikut. 1) Penetapan harga yang sama antara pelaku usaha dengan pesaingnya, kecuali (Pasal 5): a) suatu perjanjian yang dibuat dalam suatu usaha patungan; atau b) suatu perjanjian yang didasarkan undang-undang yang berlaku. 2) Penetapan harga yang berbeda terhadap barang dan/atau jasa yang sama (Pasal 6). Perjanjian penentuan harga yang berbeda terhadap beberapa pembeli tetap mengakibatkan harga barang dan jasa itu tidak diserahkan kepada kekuatan pasar dan masuk ke dalam persaingan usaha tidak sehat. Misal, Perusahaan pengangkutan X membuat perjanjian dengan perusahaan pengangkutan Y untuk menetapkan harga tiket untuk penumpang asing 25% lebih tinggi dari harga tiket penumpang domestik untuk tujuan yang sama. 3) Penetapan harga di bawah harga pasar dengan pelaku usaha lain (Pasal 7). Larangan pembuatan perjanjian yang berisikan penetapan harga barang atau jasa di bawah harga pasar atau yang dikenal dengan istilah “anti dumping” atau banting harga. Perjanjian dumping dilarang oleh Pasal 7 karena alasan dari sudut ekonomi yaitu: 11 a) dumping potensial, mematikan pelaku usaha kecil atau pelaku usaha pemula yang mencoba berusaha di bidang produk yang sama. b) pelaku dumping yang sengaja melakukan penurunan harga di bawah harga pasar untuk mematikan pesaingnya pada akhirnya akan menjadi pelaku usaha yang dominan dan cenderung dapat mengontrol harga (price fixing) dan juga dapat menimbulkan oligopoli.

11

Ibid, hlm. 40-41.

 EKMA4316/MODUL 6

6.9

4) penetapan minimum harga jual kembali (Pasal 8). Misal, PT. SG telah menerapkan pola pemasaran semen yang disebut vertical marketing system. Dampaknya adalah terjadi pengelompokan distributor (10) yang membentuk konsorsium distributor pada area pemasaran tertentu. Melalui konsorsium tersebut, PT. SG memiliki kemampuan mengontrol harga dan memberlakukan larangan kepada para distributor anggota konsorsium untuk memasok yang bukan anggota jaringan pemasarannya. c.

Pembagian wilayah

Pasal 9 Pembagian wilayah adalah membagi wilayah untuk memperoleh atau memasok pasar terhadap barang dan atau jasa memperoleh atau memasok barang dan/atau jasa. Akibat dari keadaan monopolistik tersebut sangat potensial akan timbul penyalahgunaan kekuatan pasar (missuse market power) sehingga konsumen dirugikan karena tidak mempunyai pilihan lain terhadap barang atau jasa. Pembagian wilayah tersebut jelas dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat. Misal, perusahaan X dan perusahaan Y memproduksi sepatu, di mana kedua pabrik tersebut terletak di Tangerang. Konsumen sepatu dari kedua produsen tersebut berada di wilayah Jawa dan Sumatra. Kedua perusahaan membuat perjanjian, di mana perusahaan X akan memasarkan sepatunya di Jawa dan perusahaan Y akan memasarkan produknya di Sumatra. d.

Pemboikotan

Pasal 10 Perjanjian pemboikotan yang dilarang oleh hukum adalah: 1) perjanjian yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri. 2) perjanjian untuk menolak menjual setiap barang dan/atau jasa dari pelaku usaha lain. Pemboikotan dianggap menghambat persaingan usaha karena menghalangi pesaing atau pihak ketiga membeli atau menjual barang dan atau jasa. Boikot menghalangi kebebasan pasar, yang merupakan salah satu syarat persaingan usaha. Misal, X & Y adalah pedagang besar dari produsen A & B untuk produk minyak goreng di pasar “C” dengan pangsa pasar 78%. X&Y membuat perjanjian untuk tidak membeli minyak goreng dari A agar dapat mengendalikan harga pembelian dari B.

6.10

e.

Hukum Bisnis 

Kartel

Pasal 11 Kartel adalah suatu kerja sama di antara produsen/pedagang, yang bertujuan untuk mengawasi produksi, penjualan harga, untuk melakukan monopoli terhadap komoditas atau industri tertentu. Kartel yang dilarang adalah perjanjian dengan pelaku usaha pesaing dengan tujuan untuk mempengaruhi harga dengan cara mengatur produksi dan pemasaran. Dalam hal ini, jelas bahwa kartel dan penetapan harga dalam persaingan usaha adalah merugikan masyarakat yang menggunakan produk dari pelaku usaha tersebut yang tentunya terkait dengan perlindungan konsumen untuk mendapatkan barang dan jasa yang sesuai. Dalam suatu industri seringkali hanya terdapat beberapa pelaku usaha yang mendominasi pasar. Keadaan yang demikian dapat mendorong mereka untuk mengambil tindakan bersama dengan tujuan untuk memperkuat kekuatan ekonomi mereka dan mempertinggi keuntungan. Kerja sama antarpelaku usaha dalam industri atau pasar sejenis tersebut seringkali diwujudkan dalam bentuk asosiasi-asosiasi. Melalui asosiasi inilah, pelaku usaha yang tergabung di dalamnya dapat mengatur harga, produksi dan sebagainya. Asosiasi inilah yang dikenal sebagai kartel.12 Perjanjian kartel dapat membatasi persaingan, sehingga dilarang oleh hukum. Misal: asosiasi perusahaan taksi dapat mengatur suatu perjanjian penetapan harga yang berlaku bagi semua para pengusaha taksi anggotanya. f.

Trust

Pasal 12 Trust adalah kerja sama dengan membentuk gabungan perusahaan atau membentuk perusahaan yang lebih besar, tetapi dengan tetap mempertahankan eksistensi dari masing-masing perusahaan anggota tersebut, dengan tujuan untuk mengontrol produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa. Perjanjian trust hampir sama dengan perjanjian kartel hanya saja perjanjian trust dilakukan antara pelaku usaha dengan pelaku usaha lain yang bukan pesaingnya, dan perjanjian tersebut dimaksudkan untuk membentuk gabungan yang lebih besar sehingga dapat mengontrol produksi barang dan/atau jasa. Kerja sama beberapa perusahaan tersebut akan menjadi penghambat bahkan dapat meniadakan persaingan usaha apabila gabungan 12

Usman, 2004, hlm. 55.

 EKMA4316/MODUL 6

6.11

perusahaan digunakan untuk mengontrol produksi atau pemasaran. Hukum melarang trust yang berakibat terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat. Misal perusahaan X,Y,&Z bergabung membentuk perusahaan tunggal untuk menentukan produksi dan pemasaran, sehingga perusahaan lain sukar untuk menjual pasar yang dikuasai perusahaan X,Y,&Z. g.

Oligopsoni

Pasal 13 Pada oligopsoni, pasar hanya dikuasai oleh dua atau tiga pembeli. Perjanjian oligopoli yang dilarang oleh hukum adalah perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk menguasai pembelian atau penerimaan pasokan barang dan/atau jasa agar dapat mengendalikan harga atas barang dan/atau jasa dalam pasar bersangkutan. Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-sama menguasai pembelian atau penerimaan pasokan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila 2 (dua) atau 3 (tiga) pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75% (tujuh puluh lima persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu. h.

Integrasi Vertikal

Pasal 14 Integrasi vertikal adalah penguasaan serangkaian proses produksi mulai dari hulu sampai hilir, atau proses yang berlanjut atas suatu layanan jasa tertentu oleh seorang pelaku usaha tertentu. Perjanjian integrasi vertikal yang dilarang oleh hukum adalah perjanjian yang bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan/atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengolahan atau proses lanjutan, baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat dan/atau merugikan masyarakat. Dampak yang merugikan dialami oleh pelaku usaha lainnya yang tidak dapat ikut berpartisipasi dalam bisnis tersebut sebab dapat menimbulkan barrier to entry, penekanan harga (price squeeze) dan meniadakan persaingan. Misal: Perusahaan X memproduksi tas, di mana bahan kulit untuk pembuatan X dan perusahaan lain dipasok oleh Perusahaan Y. Kemudian X&Y bersepakat untuk merger & tidak akan menjual kulitnya kepada perusahaan lain.

6.12

i.

Hukum Bisnis 

Perjanjian Tertutup

Pasal 15 Perjanjian tertutup adalah perjanjian yang dapat membatasi kebebasan pelaku usaha tertentu untuk memilih sendiri pembeli, penjual atau pemasok. Perjanjian tertutup yang dilarang adalah perjanjian dengan pelaku usaha lain yang klausulanya memuat salah satu di antara tindakan sebagai berikut. 1) Penerima barang dan/atau jasa hanya akan memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak tertentu lainnya. 2) Penerima barang dan/atau jasa tidak akan memasok kembali barang dan/atau jasa kepada pihak tertentu. 3) Penerima barang dan/atau jasa hanya akan memasok kembali barang dan atau jasa tersebut pada tempat tertentu. 4) Penerima barang dan/atau jasa tidak akan memasok kembali barang dan atau jasa tersebut pada tempat tertentu. 5) Penerima barang dan/atau jasa harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok. 6) Penerima barang dan/atau jasa diberikan potongan harga jika bersedia membeli barang dan atau jasa dari pelaku usaha pemasok. 7) Penerima barang dan/atau jasa diberikan potongan harga jika tidak membeli barang dan/atau jasa dari pelaku usaha pesaing dari pelaku usaha pemasok. Menurut Collins dari sudut ekonomi, yang dimaksud dengan exclusive dealing adalah suatu praktik di mana seorang pemasok mengontrak distributor untuk memasarkan hanya produk pemasok tersebut tanpa memasarkan produk saingannya. Transaksi yang eksklusif dalam beberapa hal dapat memberikan manfaat, yaitu dengan mengurangi biaya distribusi. Akan tetapi jika transaksi khusus ini dilakukan oleh beberapa perusahaan besar dalam suatu pasar, akses dari perusahaan-perusahaan kecil atau perusahaan yang baru untuk masuk dan membangun jaringan pemasaran akan dibatasi. Dalam exclusive dealing terdapat unsur-unsur price squeezing (penekanan harga), refusal to supply (menolak untuk menyalurkan, aggregated rebates (potongan harga), resale price maintenance dan price discrimination.13

13

Elyta Ras Ginting, Op. Cit, hlm. 53.

 EKMA4316/MODUL 6

6.13

j.

Perjanjian dengan Pihak Luar Negeri Pasal 16 Perjanjian dengan pihak di luar negeri yang dilarang adalah apabila perjanjian dengan pihak di luar negeri memuat ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yaitu melakukan perjanjian-perjanjian untuk melakukan tindakan sebagai berikut. 1) Oligopoli. 2) Penetapan harga. 3) Pembagian wilayah. 4) Pemboikotan. 5) Kartel. 6) Trust. 7) Oligopsoni. 8) Integrasi vertikal. 9) Perjanjian tertutup. 10) Monopoli. 11) Monopsoni. 12) Penguasaan pasar-pasar yang besar. 13) Persekongkolan yang dilarang. 14) Pencegahan konsumen untuk memperoleh barang dan/atau jasa yang bersaing. 15) Pembatasan pasar dan pengembangan teknologi. 16) Menghambat pesaing untuk bisa masuk pasar. 17) Jabatan rangkap yang dilarang. 18) Pemilikan saham yang dilarang. 19) Merger, akuisisi dan konsolidasi yang di arang. 2.

Kegiatan yang dilarang Di bawah subjudul kegiatan yang dilarang, Undang-Undang Larangan Praktek Monopoli menentukan ada empat aktivitas yang tidak diperbolehkan. Masing-masing tindakan tersebut akan diuraikan di bawah ini. 14 a. Monopoli (Pasal 17) Pasal 17 melarang pelaku usaha melakukan monopoli yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha 14

Arie Siswanto, Op. Cit, hlm. 88-90.

6.14

Hukum Bisnis 

tidak sehat. Dari isi Pasal 17 itu dapat ditafsirkan bahwa tidak setiap monopoli dilarang. Monopoli dilarang apabila mengakibatkan terjadinya praktik dan/atau persaingan usaha tidak sehat. Persyaratan bahwa monopoli yang dilarang adalah yang mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat sebenarnya berlebihan. Dengan mengacu pada definisi peristilahan yang ada pada Pasal 1, sesungguhnya cukup disyaratkan praktik bahwa monopoli yang dilarang adalah yang mengakibatkan praktik monopoli. Di dalam pengertian praktik monopoli telah terkandung pengertian menimbulkan persaingan usaha tidak sehat (lihat pengertian istilah praktik monopoli), sehingga persaingan tidak sehat sebenarnya tidak perlu dinyatakan tersendiri berdampingan dengan praktik monopoli sebagai syarat monopoli yang tidak diperbolehkan. Dalam Pasal 17 ayat (2) dimuat indikator yang bisa menjadi dasar dugaan terjadinya monopoli yang dilarang. Menurut Pasal 17 ayat (2) tersebut, seorang pelaku usaha patut diduga melakukan monopoli yang dilarang apabila terjadi hal-hal berikut. 1) Barang dan atau jasa yang dimonopoli belum ada substitusinya. 2) Mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam persaingan usaha barang dan/atau jasa yang sama. Penjelasan Pasal 17 ayat (2) Pasal ini menyebutkan bahwa pelaku usaha lain yang dimaksud adalah pelaku usaha yang mempunyai kemampuan usaha bersaing yang signifikan dalam pasar yang bersangkutan. 3) Satu atau sekelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu. b.

Monopsoni (Pasal 18) Definisi yang tegas mengenai monopsoni tidak didapati di manapun dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1995. Meskipun demikian, dari ketentuan Pasal 18 dapat ditarik kesimpulan bahwa monopsoni adalah penguasaan penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan/atau jasa dalam pasar yang bersangkutan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat. Seperti telah disebutkan dalam bagian awal, monopsoni sebenarnya adalah monopoli dari sisi pembeli (monopoly of demand). Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 juga melarang monopsoni sepanjang tindakan itu mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan tidak sehat. Mengingat di dalam istilah praktik monopoli

 EKMA4316/MODUL 6

6.15

telah terkandung pengertian persaingan usaha tidak sehat, sebenarnya dua hal ini tidak perlu disejajarkan sebagai syarat monopsoni yang tidak diperbolehkan. Berbeda dari Pasal 17 tentang monopoli, Pasal 18 tentang monopsoni hanya mencantumkan satu indikator yang bisa mendasari dugaan terjadinya monopsoni yang dilarang. Berdasarkan ketentuan Pasal 18 ayat (2), pelaku usaha patut diduga melakukan monopsoni yang dilarang apabila satu atau dua kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50 % pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu. Tidak ada kejelasan mengapa dua indikator lain di dalam monopoli tidak diadopsi sekalian ke dalam tindakan monopsoni yang dilarang. c.

Penguasaan Pasar (Pasal 19 – Pasal 24) Di bawah judul “Penguasaan Pasar” Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 melarang pelaku usaha, baik sendiri ataupun secara bersama-sama melakukan kegiatan-kegiatan yang diuraikan dalam Pasal 19 – Pasal 24. Menurut pasal-pasal tersebut, kegiatan yang dilarang di bawah judul “penguasaan pasar” meliputi hal-hal sebagai berikut. 1) Menolak dan/atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan (Pasal 19 huruf a). 2) Menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaing untuk melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya (Pasal 19 huruf b). 3) Membatasi peredaran bahan atau penjualan barang dan atau jasa pada pasar yang bersangkutan (Pasal 19 huruf c). 4) Melakukan praktik diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu (Pasal 19 huruf d). 5) Melakukan pemasokan barang dan atau jasa dengan cara melakukan jual rugi atau menetapkan harga yang rendah untuk menyingkirkan atau mematikan usaha pesaing. Predatory pricing ini diatur di dalam Pasal 20. 6) Melakukan kecurangan dalam menetapkan biaya produksi dan biaya lainnya yang menjadi bagian dari komponen harga barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat (Pasal 21).

6.16

d.

Hukum Bisnis 

Persekongkolan (Pasal 22) Mengingat bahwa persekongkolan (conspiracy) selalu dilakukan oleh lebih dari satu pelaku, sebenarnya tindakan ini bisa diatur di dalam kategori “perjanjian yang dilarang”. Persekongkolan yang dilarang oleh Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 mencakup persekongkolan untuk: 1) mengatur atau menentukan pemenang tender atau tindakan bidrigging (Pasal 22); 2) mendapatkan informasi kegiatan usaha pesaing yang dapat diklasifikasikan sebagai rahasia perusahaan (Pasal 23); 3) menghambat produksi dan atau pemasaran barang dan/atau jasa pelaku usaha pesaingnya dengan tujuan agar barang dan/atau jasa itu berkurang kualitas maupun kuantitasnya serta terganggunya ketepatan waktu yang dipersyaratkan (Pasal 24).

3.

Posisi Dominan Dalam posisi dominan ada empat tindakan yang dilarang UndangUndang No. 5 Tahun 1999, yang masing-masing posisi dominan akan dikemukakan sebagai berikut.15 a. Penyalahgunaan posisi dominan (Pasal 25) Istilah penyalahgunaan posisi dominan bukan istilah baku yang ada di dalam Pasal 25, yang secara formal berjudul “Umum”. Meskipun demikian, dari isi Pasal 25 dapat diketahui adanya larangan untuk menggunakan posisi dominan untuk maksud tertentu. Tindakan penyalahgunaan posisi dominan yang tercantum di dalam Pasal 25 adalah sebagai berikut. 1) Menetapkan syarat perdagangan guna mencegah dan/atau menghalangi konsumen mendapatkan barang dan/atau jasa yang bersaing, baik dari segi harga maupun kualitas (Pasal 25 ayat (1) huruf a). 2) Membatasi pasar dan pengembangan teknologi (Pasal 25 ayat (1) huruf b. 3) Menghambat pelaku usaha lain yang berpotensi menjadi pesaing untuk memasuki pasar bersangkutan (Pasal 25 ayat (1) huruf c).

15

Ibid, hlm. 90-92.

 EKMA4316/MODUL 6

6.17

Pasal 25 selanjutnya menentukan bahwa pelaku usaha memiliki posisi dominan jika satu atau satu kelompok pelaku usaha menguasai 50% atau lebih pangsa pasar satu jenis arang atau jasa tertentu. Dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha yang menguasai 75% atau lebih pangsa pasar barang/jasa tertentu pun dianggap memiliki posisi dominan. b.

Jabatan rangkap (Pasal 26) Jabatan rangkap atau “interlocking directorate” secara eksplisit diatur di dalam Pasal 26. Menurut Pasal tersebut, seseorang yang memegang jabatan direksi atau komisaris suatu perusahaan dilarang memegang jabatan serupa pada perusahaan lain jika perusahaan-perusahaan tersebut: 1) berada dalam pasar bersangkutan yang sama; 2) memiliki keterkaitan erat dalam bidang dan/atau jenis usaha; 3) secara bersama dapat menguasai pangsa pasar barang dan atau jasa tertentu; 4) yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan tidak sehat. Secara logis perangkapan jabatan ini dilarang karena posisi demikian akan membuka peluang bagi perusahaan-perusahaan terkait untuk menghindari persaingan.

c.

Pemilikan saham (pasal 27) Pasal 27 pada dasarnya melarang pemilikan saham yang bisa berdampak negatif terhadap persaingan. Pasal tersebut melarang pemilikan saham mayoritas pada perusahaan-perusahaan sejenis yang melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar yang bersangkutan yang sama pula atau pendirian perusahaan-perusahaan yang menjalankan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan yang sama. Pemilikan saham dan pendirian perusahaan-perusahaan seperti tersebut di atas menjadi dilarang apabila membawa akibat: 1) satu orang atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% pangsa pasar atau jasa tertentu, 2) dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok-kelompok usaha menguasai lebih dari 75% pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.

6.18

d.

Hukum Bisnis 

Penggabungan, peleburan, atau pengambilalihan (Pasal 28 – Pasal 29) Secara substansial ada dua hal yang diatur di dalam Pasal 28 UndangUndang No. 5 Tahun 1999, yaitu 1) penggabungan dan peleburan badan usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat (Pasal 28 ayat (1)), 2) pengambilalihan saham perusahaan lain yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat (Pasal 28 ayat (2). Dalam Pasal 28 ayat (3) dinyatakan bahwa ketentuan tentang penggabungan, peleburan, maupun pengambilalihan saham akan diatur lebih lanjut di dalam peraturan pemerintah. Penjelasan Pasal 28 menjelaskan tentang apa yang dimaksud badan usaha. Menurut penjelasan pasal tersebut , pengertian badan usaha di dalam Pasal 28 meliputi baik bentuk usaha yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum. Berlainan dengan Pasal 28 yang lebih substantif, Pasal 29 mengatur aspek proseduralnya. Pasal ini membebankan kewajiban pada pelaku usaha untuk melakukan penggabungan, peleburan, atau pengambilalihan seperti yang dimaksud dalam Pasal 28 untuk selambat-lambatnya dalam waktu 30 hari memberitahukan penggabungan, peleburan, atau pengambilalihan itu jika tindakan tersebut menyebabkan nilai aset dan/atau nilai penjualannya melebihi jumlah tertentu. Ketentuan tentang jumlah tertentu dan tata cara pemberitahuan akan diatur tersendiri di dalam peraturan pemerintah.

4.

Hal-hal yang Dikecualikan Undang-undang No. 5 Tahun 1999 mengecualikan beberapa hal, sehingga terhadap hal tersebut meskipun dapat mengakibatkan timbulnya praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat, tetapi oleh hukum tidak dilarang. Beberapa hal yang dikecualikan adalah sebagai berikut. a. Perbuatan dan atau perjanjian yang bertujuan melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku. b. Perjanjian yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual seperti lisensi, paten, merek dagang, hak cipta, desain produk industri,

 EKMA4316/MODUL 6

c. d.

e. f. g. h. i.

5. a.

6.19

rangkaian elektronik terpadu, dan rahasia dagang, serta perjanjian yang berkaitan dengan waralaba. Perjanjian penetapan standar teknis produk barang dan atau jasa yang tidak mengekang dan atau menghalangi persaingan. Perjanjian dalam rangka keagenan yang isinya tidak memuat ketentuan untuk memasok kembali barang dan atau jasa dengan harga yang lebih rendah daripada harga yang telah diperjanjikan. Perjanjian kerja sama penelitian untuk peningkatan atau perbaikan standar hidup masyarakat luas. Perjanjian internasional yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia. Perjanjian dan atau perbuatan yang bertujuan untuk ekspor yang tidak mengganggu kebutuhan dan atau pasokan pasar dalam negeri. Pelaku usaha yang tergolong dalam usaha kecil. Kegiatan usaha koperasi yang secara khusus bertujuan untuk melayani anggotanya. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)

Tugas dan kewenangan KPPU Di Indonesia, esensi keberadaan UU No. 5 Tahun 1999 ini adalah sebagai landasan kebijakan persaingan (competition policy). Undang-undang No. 5 tahun 1999 sudah pasti memerlukan pengawasan dari lembaga khusus yang memperoleh kewenangan dari negara dalam rangka implementasinya. Karena berdasarkan pengalaman di beberapa negara maju, praktik monopoli dan persaingan sehat dapat terwujud karena adanya intervensi dari lembaga negara yang bertugas untuk menangani hal tersebut. Di Indonesia, lembaga negara yang dibentuk secara khusus untuk mengawasi Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 serta menangani praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat adalah Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Berdirinya lembaga pengawas persaingan usaha tersebut, guna melakukan pengawasan serta memastikan terhadap dipatuhinya ketentuan dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tersebut. Dengan kewenangan itu, diharapkan lembaga pengawas dapat menjalankan tugas dan fungsinya dengan sebaik-baiknya serta mampu bertindak secara independen.

6.20

Hukum Bisnis 

KPPU adalah sebuah lembaga yang bersifat independen, di mana dalam menangani, memutuskan atau melakukan penyelidikan suatu perkara monopoli dan persaingan usaha tidak dapat dipengaruhi oleh pihak manapun, baik pemerintah maupun pihak lain yang memiliki conflict of interest, walaupun dalam pelaksanaan wewenang dan tugasnya bertanggung jawab kepada presiden. Dengan independensi ini, diharapkan KPPU dapat melaksanakan amanat Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 secara optimal. Dengan demikian, KPPU adalah lembaga quasi judicial yang mempunyai wewenang eksekutorial terkait kasus persaingan usaha. Dalam rangka mengatur independensi dan integritas anggota Komisi Pengawas Persaingan Usaha, persyaratan keanggotaan telah dirumuskan dalam Pasal 31 sampai dengan Pasal 34 UU No. 5 tahun 1999 yang menghendaki anggota komisi berasal dari anggota-anggota terpilih dan terpercaya (credible). Komisi terdiri atas seorang ketua merangkap anggota, seorang wakil merangkap anggota, dan sekurang-kurangnya 7 (tujuh) orang anggota. Anggota komisi diangkat dan diberhentikan oleh presiden atas persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Masa jabatan anggota komisi adalah 5 (lima) tahun dapat diangkat kembali untuk satu kali masa jabatan berikutnya. Apabila karena berakhirnya masa jabatan akan terjadinya kekosongan dalam anggota komisi, maka masa jabatan anggota dapat diperpanjang sampai pengangkatan anggota baru. KPPU sebagai independent self regulatory body merupakan wujud dari produk demokrasi yang dibentuk dalam tatanan negara Republik Indonesia. Sebagaimana telah di ketahui, KPPU melalui Pasal 35 huruf e UndangUndang No. 5 Tahun 1999, telah diberi amanat untuk memberikan saran dan pertimbangan terkait kebijakan pemerintah yang berpotensi menimbulkan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Biasanya pemberian saran dan pertimbangan tersebut dilakukan secara tertulis kepada pembuat kebijakan. Hingga kurun waktu 7 (tujuh) tahun KPPU telah menyampaikan lebih dari 40 (empat puluh) saran dan pertimbangan kepada pemerintah yang mencakup berbagai kebijakan instansi pemerintah. Secara garis besar saran dan pertimbangan KPPU tersebut telah memberikan manfaat antara lain, tersedianya harga barang atau jasa yang wajar dengan kualitas terbaik, tersedianya pilihan, terfasilitasinya inovasi, dan tersedianya kepastian hukum.16 16 Deswin Nur, 2008, Advokasi Persaingan Usaha, Jakarta, Majalah KPPU, Kompetisi edisi 10, hlm. 11.

 EKMA4316/MODUL 6

6.21

Tugas dan wewenang KPPU sebagaimana yang ditentukan dengan jelas dan tegas, baik dalam UU No. 5 tahun 1999 maupun Keputusan Presiden RI No. 75 tahun 1999 merupakan instrumen hukum yang mempunyai peranan penting dalam rangka mewujudkan sistem ekonomi pasar yang mendorong efisiensi produksi, konsumsi, dan alokasi. Tugas Komisi Pengawas Persaingan Usaha, meliputi: 1) melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 16; 2) melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 17 sampai dengan Pasal 24; 3) melakukan penilaian terhadap ada atau tidak adanya penyalahgunaan posisi dominan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 25 sampai dengan Pasal 28; 4) mengambil tindakan sesuai dengan wewenang Komisi sebagaimana diatur dalam Pasal 36; 5) memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat; 6) menyusun pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan Undangundang ini; 7) memberikan laporan secara berkala atas hasil kerja Komisi kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat. Wewenang Komisi Pengawas Persaingan Usaha diatur dalam Pasal 36 Undang-undang No. 5 tahun 1999, yang meliputi: 1) menerima laporan dari masyarakat dan atau dari pelaku usaha tentang dugaan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat; 2) melakukan penelitian tentang dugaan adanya kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat; 3) melakukan penyelidikan dan/atau pemeriksaan terhadap kasus dugaan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang dilaporkan

6.22

4) 5) 6)

7)

8)

9) 10) 11) 12)

Hukum Bisnis 

oleh masyarakat atau oleh pelaku usaha atau yang ditemukan oleh Komisi sebagai hasil penelitiannya; menyimpulkan hasil penyelidikan dan atau pemeriksaan tentang ada atau tidak adanya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat; memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang ini; memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli, dan setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang ini; meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap orang sebagaimana dimaksud huruf e dan huruf f, yang tidak bersedia memenuhi panggilan Komisi; meminta keterangan dari instansi Pemerintah dalam kaitannya dengan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan undang-undang ini; mendapatkan, meneliti, dan atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna penyelidikan dan atau pemeriksaan; memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak pelaku usaha lain atau masyarakat; memberitahukan putusan Komisi kepada pelaku usaha yang diduga melakukan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat; menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan Undang-undang ini.

Melihat tugas dan wewenang sebagaimana tersebut dalam Pasal 35 dan Pasal 36 tersebut di atas, menarik untuk dibahas, karena KPPU diberikan oleh undang-undang Antimonopoli berupa kewenangan dan tugas yang sangat luas yang meliputi wilayah eksekutif, yudikatif, legislatif serta konsultatif. Kewenangan-kewenangan di atas menyebabkan KPPU dapat dikatakan memiliki fungsi menyerupai lembaga konsultatif, yudikatif, legislatif, maupun eksekutif,sehingga seringkali lembaga ini dikatakan memiliki fungsi dan wewenang yang tumpang tindih karena bertindak sebagai investigator (investigation function), penyelidik, pemeriksa, penuntut (prosecuting fiction), pemutus (adjudication function), maupun fungsi konsultatif (consultative function). Walaupun demikian, beberapa pihak juga berpendapat bahwa meskipun KPPU bukan lembaga judicial ataupun penyidik, tetapi KPPU adalah lembaga penegak hukum yang dapat

 EKMA4316/MODUL 6

6.23

menyelesaikan masalah persaingan usaha karena para multifunction serta keahlian yang dimilikinya akan mampu mempercepat proses penanganan perkara. b. Tata cara penanganan perkara di KPPU 1) Menerima Laporan KPPU melakukan tugas dan wewenangnya berdasarkan laporan yang diterimanya dari masyarakat yang mengetahui terjadinya Praktik usaha tidak sehat maupun dari laporan tertulis dari pihak yang dirugikan akibat dari perbuatan tersebut (Pasal 38 ayat (1) dan (2)). Selain itu, KPPU juga dapat melakukan penelitian maupun pemeriksaan tanpa adanya laporan, yaitu jika KPPU menduga telah terjadi pelanggaran Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 (Pasal 39). Laporan adanya pelanggaran dibuat secara tertulis dan dilengkapi dengan keterangan tentang peristiwa pelanggaran serta kerugian yang ditimbulkannya. Pelapor juga harus memberikan identitas dirinya dan sifatnya adalah rahasia. 2) Penilaian Tindakan penilaian dilakukan KPPU terhadap perjanjian, kegiatan usaha maupun terhadap posisi dominan yang diduga disalahgunakan yang dapat mengakibatkan terjadinya Praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Pasal 35 huruf d dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 mengindikasikan bahwa proses penilaian adalah sama dengan proses penelitian. Dalam melakukan penilaian, KPPU juga melakukan pemeriksaan saksi maupun bukti surat-surat lainnya atau melakukan pemanggilan terhadap pelaku usaha yang diduga telah melanggar ketentuan Undang-undang ini. Proses monitoring dilakukan dalam jangka waktu 90 hari dan dapat diperpanjang hingga 60 hari. Laporan dapat dihentikan karena kurang lengkap dan tidak jelas. Setelah dilakukan proses monitoring akan dilakukan proses pemberkasan yaitu menilai layak tidaknya untuk diteruskan ke gelar laporan dilakukan dalam waktu 30 hari. Proses pemberkasan dapat dihentikan apabila dokumen pendukung kurang lengkap. Setelah proses pemberkasan akan dilanjutkan atau diteruskan ke gelar laporan yaitu menilai layak tidaknya untuk diteruskan ke pemeriksaan pendahuluan dilakukan dalam waktu 14 hari yang dilaksanakan oleh pimpinan dan anggota komisi serta sekretariat komisi/tim.

6.24

Hukum Bisnis 

3) Penelitian Tahap pertama dari tindakan KPPU terhadap laporan yang diterimanya atau terhadap adanya dugaan dari KPPU sendiri tentang telah dilanggarnya ketentuan dalam undang-undang ini adalah melakukan penelitian. Penelitian tersebut dalam undang-undang ini disebut juga pemeriksaan pendahuluan (Pasal 39 ayat (1)). Selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah menerima laporan tersebut KPPU wajib membuat penetapan apakah perlu atau tidak dilakukan pemeriksaan lanjutan. Apabila terlapor tidak terbukti bersalah atau tidak cukup bukti maka pemeriksaan dihentikan dan berkas laporan hasil pemeriksaan pendahuluan diarsipkan. Apabila terlapor terbukti bersalah maka laporan hasil pemeriksaan pendahuluan dilanjutkan, namun apabila terlapor bersalah dan menerima saran dari KPPU maka pemeriksaan dihentikan dengan dilakukan monitoring untuk melihat perubahan perilaku terlapor. Apabila terlapor keberatan atas laporan hasil pemeriksaan pendahuluan maka diperbolehkan untuk menolak dan melakukan pembelaan. Dalam proses monitoring ternyata terlapor tidak berubah maka proses dilanjutkan pada pemeriksaan lanjutan. 4) Penyelidikan dan Pemeriksaan Berdasarkan pemeriksaan pendahuluan yang telah diperoleh, jika ada penetapan KPPU untuk melakukan pemeriksaan lanjutan, maka dilakukanlah tindakan penyelidikan dan pemeriksaan. Pada tahap pemeriksaan lanjutan, terlapor dapat mengajukan pembelaan dengan menunjukkan saksi, ahli, dan bukti-bukti lain. Pemeriksaan lanjutan dilakukan dalam jangka waktu yang paling lama 60 hari dan dapat diperpanjang sebanyak 30 hari. Pemeriksaan ini dilakukan dalam satu sidang majelis yang beranggotakan 3 (tiga) orang anggota komisi dan dilakukan selambat-lambatnya dalam waktu 30 hari sejak berakhirnya jangka waktu pemeriksaan lanjutan. Setelah itu akan dihasilkan putusan apakah akan menerima atau keberatan. Apabila menerima pelaku usaha wajib melaksanakan putusan dalam waktu 30 hari sejak pelaku usaha menerima pemberitahuan putusan dan melaporkan pelaksanaannya kepada komisi dan akan dilakukan monitoring pelaksanaan putusan. Apabila ada keberatan dapat diajukan ke Pengadilan Negeri selambatlambatnya 14 hari setelah pemberitahuan putusan. Pengadilan Negeri harus memberikan putusan dalam waktu 30 hari sejak dimulainya pemeriksaan, apabila menerima terlapor/pelaku usaha akan

 EKMA4316/MODUL 6

6.25

melaksanakan putusan KPPU secara sukarela atau melalui eksekusi Pengadilan Negeri, jika belum menerima hasil putusan terlapor dapat melakukan kasasi yang diajukan ke Mahkamah Agung selambatlambatnya 14 hari. Mahkamah Agung harus memberikan putusan dalam waktu 30 hari sejak permohonan kasasi diterima. LAT IH A N Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah latihan berikut! 1) Mengapa hukum persaingan usaha perlu diatur? 2) Mengapa pemusatan kekuatan ekonomi oleh pelaku usaha dengan penguasaan produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa dilarang? 3) Jelaskan perbedaan antara perjanjian kartel dan perjanjian trust! Dan sebutkan jenis-jenis kartel. 4) Apakah setiap monopoli dilarang? 5) Apakah yang dimaksud dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha? Sebutkan tugas dan kewenangan KPPU. Petunjuk Jawaban Latihan 1) Hukum persaingan usaha perlu diatur dengan tujuan: a) agar persaingan antar pelaku usaha tidak mati; b) agar persaingan usaha antar pelaku usaha dilakukan secara sehat; c) agar konsumen tidak dieksploitasi oleh pelaku usaha. 2) Karena pemusatan kekuatan ekonomi oleh pelaku usaha dengan penguasaan produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa dapat mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. 3) Perjanjian trust dilakukan antara pelaku usaha dengan pelaku usaha lain yang bukan pesaingnya dan perjanjian tersebut dimaksudkan untuk membentuk gabungan yang lebih besar, sehingga dapat mengontrol produksi barang dan/atau jasa, sedangkan perjanjian kartel tidak demikian. Jenis-jenis kartel meliputi: a) kartel harga, yaitu perjanjian yang menetapkan harga jual produk, baik yang berbeda dengan harga pasar maupun di bawah harga pasar;

6.26

Hukum Bisnis 

b) kartel produksi, yaitu perjanjian yang menetapkan jumlah atau volume produksi atau distribusi dengan mempengaruhi harga jual produk barang atau jasa tersebut. 4) Tidak setiap monopoli dilarang. Monopoli dilarang jika mengakibatkan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat. 5) Yang dimaksud dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha adalah lembaga yang bersifat independen, di mana dalam menangani, memutuskan atau melakukan penyelidikan suatu perkara monopoli dan persaingan usaha tidak dapat dipengaruhi oleh pihak manapun, baik pemerintah maupun pihak lain yang memiliki conflict of interest, walaupun dalam pelaksanaan wewenang dan tugasnya bertanggung jawab kepada presiden. Tugas Komisi Pengawas Persaingan Usaha, meliputi: a) melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 16; b) melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 17 sampai dengan Pasal 24; c) melakukan penilaian terhadap ada atau tidak adanya penyalahgunaan posisi dominan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 25 sampai dengan Pasal 28; d) mengambil tindakan sesuai dengan wewenang Komisi sebagaimana diatur dalam Pasal 36; e) memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat; f) menyusun pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan Undang-undang ini; g) memberikan laporan secara berkala atas hasil kerja Komisi kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat.

 EKMA4316/MODUL 6

6.27

Wewenang Komisi Pengawas Persaingan Usaha diatur dalam Pasal 36 Undang-undang No. 5 tahun 1999, yang meliputi: a) menerima laporan dari masyarakat dan atau dari pelaku usaha tentang dugaan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat; b) melakukan penelitian tentang dugaan adanya kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat; c) melakukan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap kasus dugaan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang dilaporkan oleh masyarakat atau oleh pelaku usaha atau yang ditemukan oleh Komisi sebagai hasil penelitiannya; d) menyimpulkan hasil penyelidikan dan atau pemeriksaan tentang ada atau tidak adanya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat; e) memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang ini; f) memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli, dan setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap ketentuan undangundang ini; g) meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap orang sebagaimana dimaksud huruf e dan huruf f, yang tidak bersedia memenuhi panggilan Komisi; h) meminta keterangan dari instansi Pemerintah dalam kaitannya dengan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan undang-undang ini; i) mendapatkan, meneliti, dan atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna penyelidikan dan atau pemeriksaan; j) memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak pelaku usaha lain atau masyarakat; k) memberitahukan putusan Komisi kepada pelaku usaha yang diduga melakukan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat; l) menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan Undang-undang ini.

6.28

Hukum Bisnis 

R A NG KU M AN Dalam menjalankan kegiatan ekonomi, pelaku usaha senantiasa menghadapi persaingan dengan pelaku usaha lainnya. Persaingan usaha dapat berdampak positif dan negatif. Persaingan yang tidak sehat dapat merugikan perekonomian negara yang merugikan masyarakat. Monopoli harus diatur oleh hukum, karena perjanjian yang dilakukan antara pelaku usaha dan kegiatan monopoli dapat memberikan dampak negatif terhadap: 1. harga barang/atau jasa; 2. kualitas barang dan/atau jasa; 3. kuantitas barang dan/atau jasa. Dalam melarang perjanjian dan kegiatan yang mengakibatkan timbulnya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, hukum menggunakan dua pendekatan, yakni perse illegal dan rule of reason. Praktik monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan/atau pemasaran atas barang dan/atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. Persaingan usaha tidak sehat yaitu persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha. Dalam rangka penegakan hukum larangan monopoli, dibentuklah suatu lembaga yang disebut Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), yang mempunyai kewenangan di bidang penyelidikan alat bukti, penyidikan dan pemeriksaan perkara. Di samping itu, KPPU juga mempunyai tugas memberikan saran dan rekomendasi, membuat laporan kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah, serta melakukan penilaian terhadap kegiatan dan perjanjian yang mengandung unsur praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

6.29

 EKMA4316/MODUL 6

TES F OR M AT IF 1 Pilihlah satu jawaban yang paling tepat! 1) Praktik monopoli adalah …. A. penguasaan pasar dan menentukan harga B. penguasaan pasar, menentukan harga dan konsumen dirugikan C. penguasaan pasar, menentukan harga dan posisi dominan D. penguasaan pasar, menentukan harga, konsumen dirugikan dan tidak ada persaingan 2) Perjanjian oligopoli dilarang karena …. A. meniadakan persaingan B. merugikan konsumen C. menimbulkan persaingan usaha tidak sehat D. semua benar 3) Perjanjian penetapan harga antar sepanjang …. A. penetapan harga yang berbeda B. joint venture C. penetapan harga yang sama D. jual rugi

pelaku

usaha

diperbolehkan

4) Perjanjian antar pelaku usaha yang bertujuan untuk menguasai pembelian atau penerimaan pasokan barang dan/atau jasa agar dapat mengendalikan harga atas barang dan/atau jasa dalam pasar bersangkutan disebut dengan .... A. oligopoli B. oligopsoni C. pemboikotan D. semua salah 5) Perjanjian integrasi vertikal dilarang jika menimbulkan .... A. penguasaan produksi, proses lanjutan dan merugikan konsumen B. barrier to entry, penekanan harga dan meniadakan persaingan C. produksi hulu hilir, barrier to entry dan praktik monopoli D. semua benar 6) Unsur-unsur monopoli adalah .... A. pembeli tunggal, praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat B. banyak pembeli, praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat

6.30

Hukum Bisnis 

C. penjual tunggal dan praktik monopoli D. semua salah 7) Penguasaan pasar meliputi .... A. pembatasan peredaran barang B. diskriminasi C. jual beli D. semua benar 8) Jabatan rangkap dilarang jika perusahaan-perusahaan bersangkutan .... A. berada dalam pasar bersangkutan yang sama B. keterkaitan erat dalam bidang usaha C. A dan B benar D. A dan B salah

yang

9) Hal-hal yang dikecualikan oleh Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 adalah .... A. Badan Usaha Milik Negara yang mengelola bidang usaha yang menguasai industri strategis B. lisensi eksklusif C. A dan B benar D. A dan B salah 10) Kewenangan KPPU adalah .... A. penyelidikan, pemeriksaan dan menjatuhkan sanksi B. menerima saran, menerima laporan dan melakukan penilaian C. menyusun pedoman, melakukan penilaian dan menerapkan sanksi D. semua salah Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 1 yang terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar. Kemudian, gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 1.

Tingkat penguasaan =

Jumlah Jawaban yang Benar Jumlah Soal

 100%

 EKMA4316/MODUL 6

6.31

Arti tingkat penguasaan: 90 - 100% = baik sekali 80 - 89% = baik 70 - 79% = cukup < 70% = kurang Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat meneruskan dengan Kegiatan Belajar 2. Bagus! Jika masih di bawah 80%, Anda harus mengulangi materi Kegiatan Belajar 1, terutama bagian yang belum dikuasai.

6.32

Hukum Bisnis 

Kegiatan Belajar 2

Hukum Perlindungan Konsumen A. PENGERTIAN PERLINDUNGAN KONSUMEN Di dalam konsep pemasaran modern ternyata konsumen mempunyai arti penting bagi kelangsungan hidup perusahaan. Pengertian konsumen dalam bidang ilmu ekonomi merupakan bagian dari sebuah mekanisme perdagangan dan bagian dari sebuah alur peredaran barang dalam suatu pasar. Konsumen hanyalah sebatas obyek pengguna barang dan jasa bagi orang-orang dalam perusahaan. Menurut Philip Kotler bahkan konsumen dimasukkan ke dalam sebuah himpunan yang disebut pasar konsumen, di mana pasar konsumen terdiri dari semua individu dan rumah tangga yang membeli dan memperoleh barang dan jasa untuk konsumsi pribadi.17 Konsumen berasal dari bahasa Inggris “to consume” yang berarti memakai atau menggunakan barang dan jasa, sedangkan orang melakukan kegiatan tersebut disebut konsumen. Di samping itu, Nasution juga memberikan pengertian konsumen menurut ilmu ekonomi adalah: 1. pemakai/pengguna (konsumen) barang/jasa dengan tujuan memproduksi (membuat barang/jasa lain); atau mendapatkan barang/jasa itu untuk dijual kembali (tujuan komersial) 2. pemakai/pengguna barang atau jasa (konsumen) untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri, keluarga atau rumah tangganya (untuk tujuan non komersial). Konsumen sebagai penerjemahan dari istilah asing, Inggris consumer, dan Belanda consument, secara harfiah diartikan sebagai “orang atau perusahaan yang membeli barang tertentu atau menggunakan jasa tertentu “atau” sesuatu atau seseorang yang menggunakan suatu persediaan atau sejumlah barang”.18

17

Aidil Akbar, Op. Cit, hlm. 23. Abdul Halim Barkatullah, 2008, Hukum Perlindungan Konsumen: Kajian Teoritis dan Perkembangan Pemikiran, FH UNLAM Press, Banjarmasin. hlm.7 18

 EKMA4316/MODUL 6

6.33

Berlakunya Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 pengertian konsumen menjadi lebih jelas. Pengertian konsumen dalam Pasal 1 Angka 2 Undangundang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Sementara itu, yang dimaksud dengan produsen atau pelaku usaha adalah setiap perorangan atau badan usaha yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai kegiatan ekonomi. Ada beberapa asas dari perlindungan konsumen adalah: 1. asas keadilan; 2. asas manfaat; 3. asas keseimbangan; 4. asas keamanan dari keselamatan; 5. asas kepastian hukum.

1. 2. 3. 4.

5.

6.

Tujuan dari perlindungan konsumen adalah sebagai berikut. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari akses negatif pemakaian barang dan atau jasa Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam usaha. Meningkatkan kualitas barang dan atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen.

6.34

Hukum Bisnis 

B. HAK DAN KEWAJIBAN PARA PIHAK Menurut mantan Presiden Amerika Serikat, John F. Kennedy, hak dasar yang dimiliki konsumen adalah terdiri dari 4 (empat) macam, yaitu sebagai berikut.19 1. The right to safe products; 2. The right to be informed about products; 3. The right to definite choices in selecting products; 4. The right to be heard regarding consumer interest. Jika dicermati dari substansi Undang-Undang No. 8 Tahun 1999, keempat hak dasar dari konsumen tersebut juga telah diatur di dalamnya. Di samping itu, dalam Pasal 4 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 selain 4 (empat) hak dasar seperti tersebut di atas, ditambahkan beberapa hak lagi bagi konsumen yang dapat disebut sebagai Hak Tambahan bagi konsumen, yaitu sebagai berikut. 1. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa konsumen. 2. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen. 3. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar, jujur dan tidak diskriminatif. 4. Hak untuk mendapatkan kompensasi yang layak atas pelanggaran haknya. 5. Hak-hak yang diatur dalam berbagai perundang-undangan lainnya. Sebagai imbangannya, kewajiban konsumen menurut Pasal 5 UndangUndang No. 8 Tahun 1999 adalah sebagai berikut. 1. Membaca atau mengikuti petunjuk, informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan atau jasa demi keamanan dan keselamatan. 2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan atau jasa. 3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang telah disepakati. 4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum tentang sengketa konsumen secara patut.

19

Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, 2003, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hlm.27

 EKMA4316/MODUL 6

6.35

Kemudian, yang menjadi hak pelaku usaha sebagaimana diatur dalam Pasal 6 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 adalah sebagai berikut. 1. Menerima pembayaran sesuai kesepakatan. 2. Mendapatkan perlindungan hukum dari perlakuan konsumen yang tidak beritikad baik. 3. Melakukan pembelaan diri sepatutnya dalam penyelesaian sengketa konsumen. 4. Merehabilitasi nama baik apabila ternyata dalam penyelesaian sengketa dengan konsumen, ternyata kerugian konsumen bukan disebabkan oleh barang dari pelaku usaha tersebut. 5. Hak-hak lain yang diatur dalam berbagai perundang-undangan. Sementara itu, kewajiban pelaku usaha sebagaimana diatur dalam Pasal 7 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 adalah sebagai berikut. 1. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya. 2. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur tentang kondisi dan penggunaan barang dan jasa. 3. Memberlakukan dan melayani konsumen secara benar, jujur dan tidak diskriminatif. 4. Menjamin mutu barang/jasa sesuai standar mutu yang berlaku. 5. Memberi kesempatan yang masuk akal kepada konsumen untuk menguji atau mencoba barang/jasa tertentu, serta memberikan garansi atau barang yang diperdagangkan. 6. Memberikan ganti rugi manakala terjadi kerugian bagi konsumen dalam hubungan penggunaan barang/jasa. 7. Memberikan ganti kerugian manakala terjadi kerugian bagi konsumen jika ternyata barang/jasa tidak sesuai dengan yang diperjanjikan. 8. Menyediakan suku cadang dan/atau fasilitas purnajual oleh produsen minimal untuk jangka waktu 1 (satu) tahun. 9. Memberikan jaminan atau garansi atau barang yang diproduksikannya. C. PERBUATAN YANG DILARANG BAGI PELAKU USAHA Untuk melindungi pihak konsumen dari ketidakadilan, peraturan perundang-undangan memberikan larangan-larangan tertentu kepada pelaku usaha dalam hubungan dengan kegiatannya sebagai pelaku usaha. Larangan-

6.36

Hukum Bisnis 

larangan tersebut diatur dalam Pasal 8 sampai dengan Pasal 18 UndangUndang No. 8 Tahun 1999 dan dapat dikategorikan sebagai berikut. 1. Larangan yang berhubungan dengan barang dan atau jasa yang diperdagangkan. 2. Larangan yang berhubungan dengan promosi/iklan yang menyesatkan. 3. Larangan dalam hubungan dengan penjualan barang secara obral atau lelang yang menyesatkan. 4. Larangan yang berhubungan dengan waktu dan jumlah yang tidak diinginkan. 5. Larangan terhadap tawaran dengan iming-iming hadiah. 6. Larangan terhadap tawaran dengan paksaan. 7. Larangan terhadap tawaran dalam hubungan dengan pembelian melalui pesanan. 8. Larangan yang berhubungan dengan pelaku usaha periklanan. Berikut ini penjelasannya bagi masing-masing kategori tersebut, yaitu sebagai berikut. a. Larangan yang berhubungan dengan barang dan atau jasa yang diperdagangkan. Oleh perundang-undangan yang berlaku, kepada produsen atau pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan atau jasa dan wajib menarik dari peredaran barang yang: 1) tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan; 2) tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih (neto) dan jumlah dalam hitungan seperti tercantum dalam label; 3) tidak sesuai dengan ukuran, takaran dan timbangan; 4) tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran seperti tertera dalam label; 5) tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana tertera dalam label; 6) tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket atau iklan atau promosi penjualan; 7) tidak mencantumkan kadaluwarsa atas barang tertentu; 8) tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal jika dalam label dicantumkan kata “halal”;

 EKMA4316/MODUL 6

6.37

9) tidak memasang label atau memuat penjelasan tentang barang tersebut. 10) tidak mencantumkan informasi dan atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia; 11) memperdagangkan barang yang rusak, cacat, tercemar atau barang bekas tanpa pemberian informasi yang lengkap; 12) memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat, tercemar atau bekas tanpa pemberian informasi yang lengkap. b.

Larangan yang berhubungan dengan promosi/ikatan yang menyesatkan, dalam hal ini, pelaku usaha oleh perundang-undangan dilarang untuk menawarkan, mempromosikan, mengiklankan, atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai: 1) harga atau tarif suatu barang atau jasa; 2) kegunaan suatu barang atau jasa; 3) kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang atau jasa; 4) tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan; 5) bahaya penggunaan suatu barang atau jasa. Selain itu, pelaku usaha juga dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar, dan/atau seolah-olah: 1) barang tersebut telah memenuhi potongan harga, harga khusus, standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau guna tertentu; 2) barang tersebut dalam keadaan baik dan/atau baru; 3) barang dan atau jasa tersebut telah mendapatkan dan/atau memiliki sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciri-ciri kerja atau aksesori tertentu; 4) barang dan atau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai sponsor, persetujuan atau afiliasi; 5) barang dan atau jasa tersebut tersedia; 6) barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi; 7) barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu; 8) barang tersebut berasal dari daerah tertentu;

6.38

Hukum Bisnis 

9) secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan atau jasa lain; 10) menggunakan kata-kata yang berlebihan, seperti aman, tidak berbahaya, tidak mengandung risiko atau efek sampingan tanpa keterangan lengkap; 11) menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti. c.

Larangan dalam hubungan dengan penjualan barang secara obral atau lelang yang menyesatkan. Dalam hubungan dengan penjualan barang secara obral atau lelang, pelaku usaha dilarang menyesatkan konsumen dengan jalan sebagai berikut. 1) Menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah telah memenuhi standar mutu tertentu. 2) Menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah tidak mengandung cacat yang tersembunyi. 3) Tidak berniat untuk menjual barang yang ditawarkan,tapi untuk menjual barang yang lain. 4) Tidak menyediakan barang dalam jumlah tertentu dan/atau jumlah yang cukup dengan maksud untuk menjual barang yang lain. 5) Tidak menyediakan jasa dalam kapasitas tertentu dan/atau jumlah yang cukup dengan maksud untuk menjual jasa yang lain. 6) Menaikkan harga atau tarif barang dan/atau jasa sebelum melakukan obral.

d.

Larangan yang berhubungan dengan waktu dan jumlah yang tidak diinginkan. Pelaku usaha dilarang untuk menawarkan, mempromosikan, atau mengiklankan suatu barang dan/atau jasa dengan harga atau tarif khusus dalam waktu dan jumlah tertentu, manakala pelaku usaha tersebut tidak bermaksud untuk melaksanakannya sesuai dengan waktu dan jumlah yang ditawarkan, dipromosikan, atau diiklankan.

e.

Larangan terhadap tawaran dengan iming-iming hadiah. Pelaku usaha dilarang untuk menawarkan, mempromosikan, atau mengiklankan suatu barang dan/atau jasa dengan cara menjanjikan pemberian suatu hadiah berupa barang dan atau jasa secara cuma-cuma

 EKMA4316/MODUL 6

6.39

dengan maksud tidak memerikannya, atau memberikan tidak sebagaimana yang dijanjikan. Juga, pelaku usaha dilarang untuk menawarkan, mempromosikan, atau mengiklankan obat, obat tradisional, suplemen makanan, alat kesehatan, dan jasa pelayanan kesehatan dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan/atau jasa lain. Di samping itu, pelaku usaha dilarang menawarkan barang dan/atau jasa dengan memberikan hadiah melalui undian, jika: 1) tidak melakukan penarikan hadiah setelah batas waktu yang dijanjikan; 2) mengumumkan hasilnya tidak melalui media massa; 3) memberikan hadiah yang tidak sesuai dengan yang diperjanjikan; 4) menggantikan hadiah yang tidak setara dengan nilai hadiah yang diperjanjikan. f.

Larangan terhadap tawaran dengan paksaan. Dalam menawarkan barang dan atau jasa, pelaku usaha dilarang untuk melakukannya dengan cara pemaksaan atau cara lain yang dapat menimbulkan gangguan, baik fisik maupun psikis dari konsumen.

g.

Larangan terhadap tawaran dalam hubungan dengan pembelian melalui pesanan. Dalam hubungan dengan pembelian barang melalui pesanan dilarang: 1) untuk tidak menepati pesanan dan atau kesepakatan waktu penyelesaian sesuai dengan yang dijanjikan; 2) tidak menepati janji atas suatu pelayanan dan atau prestasi.

h.

Larangan yang berhubungan dengan pelaku usaha periklanan Dilarang pelaku usaha di bidang periklanan untuk: 1) mengelabui jaminan atau garansi terhadap barang dan atau jasa; 2) memuat informasi yang keliru, salah, atau tidak tepat mengenai barang dan atau jasa; 3) tidak memuat informasi mengenai risiko pemakaian barang dan atau jasa; 4) mengeksploitasi kejadian dan atau seseorang tanpa izin yang berwenang atau persetujuan yang bersangkutan; 5) melanggar etika dan atau ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

6.40

Hukum Bisnis 

D. KLAUSULA BAKU Klausula baku perlu diatur dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999, karena posisi tawar dari konsumen tidak cukup tinggi dibandingkan dengan pelaku usaha. Pengertian klausula baku dituangkan dalam Pasal 1 butir 10 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999, yang berbunyi: Klausula baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen. Klausula baku diatur dalam Pasal 18 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999, yang pada prinsipnya memuat dua larangan yang berlaku bagi pelaku usaha, yakni larangan pencantuman klausula baku dan letak serta bentuk klausula baku. Ketentuan dari kedua larangan tersebut dituangkan dalam Pasal 18 ayat (1) dan (2), yang selengkapnya berbunyi sebagai berikut. Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku dalam dokumen dan/atau perjanjian apabila: 1. letak dan bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti; 2. menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha; 3. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen; 4. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak pembayaran kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen; 5. menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha secara langsung atau tidak langsung untuk melakukan segala tindakan hukum sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran; 6. mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen; 7. memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa; 8. menyatakan tunduknya konsumen terhadap aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha;

 EKMA4316/MODUL 6

9.

6.41

menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk membebankan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.

Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti. Akibat hukum dari pencantuman klausula baku dalam suatu dokumen atau perjanjian adalah perjanjian antara pelaku usaha dan konsumen yang memuat ketentuan mengenai klausula baku dianggap tidak pernah ada atau dikenal dengan istilah batal demi hukum, demikian ketentuan Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang No. 8 Tahun 1999. Konsekuensi hukumnya adalah pelaku usaha diwajibkan untuk menyesuaikan klausula baku yang bertentangan dengan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999. E. PENEGAKAN HUKUM KONSUMEN 1.

Konsekuensi Yuridis terhadap Pelanggaran Peraturan Perundangundangan tentang Perlindungan Konsumen Pelaku usaha yang melanggar ketentuan perundang-undangan tentang perlindungan konsumen melahirkan konsekuensi-konsekuensi hukum sebagai berikut. a. kewajiban pelaku usaha/importir/penjual untuk menghentikan kegiatannya atau menarik barangnya dari peredaran, dan atau b. memberikan ganti kerugian kepada konsumen dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah transaksi dengan beban pembuktian di pihak pelaku usaha/importir/penjual, dan/atau c. tuntutan pidana kepada pelaku usaha/importir/penjual, dengan beban pembuktian pada pelaku usaha/importir/penjual tersebut. 2.

Badan perlindungan Konsumen Nasional Untuk mengembangkan upaya perlindungan konsumen, dibentuk Badan Perlindungan Konsumen Nasional yang berkedudukan di ibukota negara dengan anggotanya diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usulan menteri setelah dikonsultasikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Bila perlu, Badan Perlindungan Konsumen Nasional dapat membentuk perwakilan di daerah tingkat propinsi.

6.42

Hukum Bisnis 

Badan Perlindungan Konsumen Nasional mempunyai tugas-tugas sebagai berikut. a. Memberikan saran dan rekomendasi kepada pemerintah dalam rangka menyusun kebijaksanaan di bidang perlindungan nasional. b. Melakukan penelitian dan pengkajian terhadap perundang-undangan. c. Melakukan penelitian terhadap barang dan atau jasa yang menyangkut keselamatan konsumen. d. Mendorong berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat. e. Memasyarakatkan prinsip perlindungan konsumen. f. Menerima pengaduan tentang perlindungan konsumen. g. Melakukan survei yang menyangkut dengan kebutuhan konsumen. h. Bekerja sama dengan organisasi konsumen internasional. 3.

Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat Lembaga perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat yang memenuhi syarat,diakui oleh pemerintah. Lembaga ini mempunyai tugas-tugas sebagai berikut. a. Menyebarluaskan informasi untuk meningkatkan kesadaran tentang perlindungan konsumen. b. Memberi nasihat kepada konsumen yang memerlukannya. c. Bekerja sama dengan instansi terkait dalam upaya mewujudkan perlindungan konsumen. d. Membantu konsumen dalam memperjuangkan haknya, termasuk menerima keluhan atau pengaduan dari konsumen. e. Melakukan pengawasan bersama dengan pemerintah dan masyarakat terhadap jalannya upaya perlindungan konsumen ini. 4.

Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Penyelesaian sengketa konsumen dapat dilakukan di dalam pengadilan (peradilan umum) maupun di luar pengadilan. Gugatan dapat dilakukan oleh seorang konsumen yang dirugikan atau gugatan kelompok (class action), yang dilakukan oleh: a. sekelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama; b. lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat; c. pemerintah atau instansi terkait apabila menyangkut dengan kerugian yang besar atau menyangkut korban yang banyak.

 EKMA4316/MODUL 6

6.43

Penyelesaian sengketa di luar pengadilan dapat ditempuh oleh Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen yang dibentuk oleh Pemerintah di Daerah Tingkat II. Putusan dari Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen merupakan bukti permulaan yang cukup bagi penyidik untuk melakukan penyidikan, dan dapat dimintakan eksekusinya kepada Pengadilan Negeri di wilayah tempat konsumen yang bersangkutan. Adapun yang merupakan tugas dari Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen adalah sebagai berikut. a. Menangani penyelesaian sengketa konsumen dengan cara mediasi, konsolidasi dan arbitrase. b. Memberikan konsultasi perlindungan konsumen. c. Melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku. d. Melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran ketentuan perundang-undangan di bidang perlindungan konsumen. e. Menerima pengaduan konsumen. f. Melakukan penelitian dan pemeriksaan atas sengketa perlindungan konsumen. g. Memanggil pelaku usaha yang diduga melakukan pelanggaran. h. Memanggil dan menghadirkan saksi-saksi. i. Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau pihak-pihak lainnya. j. Mendapatkan, meneliti dan menilai alat bukti dokumen atau alat bukti lain. k. Menetapkan ada atau tidaknya kerugian konsumen. l. Memberikan pemberitahuan putusan kepada pelaku usaha yang bersangkutan. m. Menjatuhkan sanksi administrasi kepada pelaku usaha, berupa ganti rugi maksimum Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). 6.

Pengenaan Sanksi Sanksi-sanksi yang dapat dijatuhkan kepada konsumen adalah sebagai berikut. a.

Sanksi pidana Sanksi pidana dapat dijatuhkan oleh pengadilan setelah melalui proses pidana biasa, yaitu melalui proses penyidikan, penuntutan dan pengadilan. Proses penyidikan dilakukan oleh Polisi Negara atau Pejabat Pegawai Negeri

6.44

Hukum Bisnis 

Sipil tertentu di lingkungan instansi pemerintah. Sementara itu, yang melakukan proses penuntutan adalah badan penuntut umum (jaksa) dan, proses pengadilan dilakukan oleh badan pengadilan umum yang berwenang. Sanksi pidana berupa pidana pokok, yaitu 1) penjara maksimum 5 (lima) tahun atau denda Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) untuk perbuatan tertentu, atau 2) penjara maksimum 2 (dua) tahun atau denda Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) untuk perbuatan tertentu, atau Pidana penjara umum atau denda umum yang berlaku. Di samping itu, terdapat juga pidana tambahan berupa: a) perampasan barang tertentu; b) pengumuman putusan hakim; c) pembayaran ganti rugi; d) penghentian kegiatan tertentu; e) kewajiban penarikan barang dari peredaran; f) pencabutan izin usaha. b.

Sanksi perdata Sanksi perdata kepada pihak pelaku usaha yang telah merugikan konsumen mungkin diberikan dalam bentuk kompensasi atau ganti rugi perdata, yang dijatuhkan oleh Peradilan Perdata yang berwenang. c.

Sanksi administrasi Selain itu, tersedia juga sanksi administrasi bagi pelaku usaha yang melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku, berupa: 1) sanksi administrasi berupa ganti rugi yang dapat dijatuhkan oleh Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen atau oleh pengadilan umum; 2) sanksi administrasi lainnya yang dijatuhkan oleh pengadilan atau pejabat pemerintah yang berwenang. LAT IH A N Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah latihan berikut! 1) Mengapa kepastian hak konsumen perlu dilindungi oleh UndangUndang?

 EKMA4316/MODUL 6

6.45

2) Dilihat dari hak-hak konsumen, hak-hak utama apakah yang diberikan Undang-Undang kepada konsumen? 3) Apakah klausula baku itu? dan apakah setiap klausula dilarang untuk dicantumkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian dalam perdagangan barang dan/atau jasa? 4) Bagaimanakah tanggung jawab pelaku usaha atas kerusakan barang yang dibeli konsumen? 5) Upaya hukum apakah yang dapat dilakukan konsumen terhadap pelaku usaha yang tidak membayar ganti kerugian atas tuntutan konsumen? Petunjuk Jawaban Latihan 1) Kepastian hak konsumen perlu diatur dengan Undang-Undang adalah untuk: a) meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri; b) mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari akses negatif pemakaian barang dan atau jasa; c) meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen; d) menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi; e) menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam usaha; f) meningkatkan kualitas barang dan atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen. 2) Dari kesembilan hak konsumen yang telah diatur dalam Pasal 5, hak-hak utama yang diberikan kepada konsumen adalah kenyamanan, keamanan dan keselamatan. 3) Klausula baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.

6.46

Hukum Bisnis 

4) Berdasarkan Pasal 19 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999, pelaku usaha bertanggung jawab atas kerusakan barang yang dibeli konsumen dengan memberikan ganti kerugian berupa pengembalian atau penggantian barang yang sejenis atau setara nilainya. 5) Upaya hukum yang dapat dilakukan konsumen terhadap pelaku usaha yang tidak membayar ganti kerugian atas tuntutan konsumen adalah dengan mengajukan gugatan di dalam atau di luar pengadilan. Konsumen dapat mengajukannya sendiri atau secara kelompok kepada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, untuk penyelesaian di luar pengadilan. Kemungkinan lainnya, konsumen dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri setempat. R A NG KU M AN Konsumen merupakan pihak yang rentan dirugikan kepentingannya oleh pelaku usaha. Oleh karena itu, perlu disusun peraturan perundangundangan yang melindungi kepentingan konsumen, yaitu UndangUndang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen. UndangUndang No. 8 Tahun 1999 selain mengatur hak dan kewajiban konsumen, juga mengatur hak dan kewajiban pelaku usaha. Dari pengaturan tersebut, hak yang diberikan kepada konsumen jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan hak pelaku usaha. Dilihat dari kesembilan hak konsumen yang diatur dalam Pasal 5, kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen menjadi hal yang utama dalam perlindungan konsumen. Sebagai imbangannya, konsumen juga dibebani kewajiban, demikian pula pelaku usaha. Kewajiban pelaku usaha jumlahnya lebih banyak daripada konsumen. Di sini tampak, bahwa pembentuk undangundang benar-benar ingin memberikan perlindungan terhadap hak-hak konsumen.

 EKMA4316/MODUL 6

6.47

TES F OR M AT IF 2 Pilihlah satu jawaban yang paling tepat! 1) Hak dasar konsumen berupa …. A. hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan/atau jasa B. hak untuk memilih barang dan/atau jasa, serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi, serta jaminan yang dijanjikan C. hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa D. semua benar 2) Hak pelaku usaha adalah …. A. menerima pembayaran B. pembelan diri C. rehabilitasi nama baik D. semua benar 3) Hal-hal berikut merupakan kewajiban pelaku usaha kecuali …. A. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur B. memperlakukan konsumen secara diskriminatif C. menjamin mutu barang D. memberi kesempatan untuk mencoba barang 4) Pelaku usaha dilarang memproduksi barang dan wajib menarik dari peredaran barang jika …. A. tidak sesuai dengan standar B. tidak sesuai dengan mode sebagaimana tertera dalam label C. tidak sesuai dengan keistimewaan D. semua pernyataan benar 5) Pelaku usaha dilarang membuat pernyataan menyesatkan mengenai beberapa hal berikut ini, kecuali …. A. tarif barang atau jasa B. kegunaan barang atau jasa C. kondisi barang atau jasa D. asal barang atau jasa

6.48

Hukum Bisnis 

6) Dalam penjualan barang secara obral, pelaku usaha dilarang …. A. menaikkan harga barang sebelum diobral B. menyatakan barang seolah-olah tidak mengandung tersembunyi C. menyatakan barang seolah-olah memenuhi standar tertentu D. semua pernyataan benar

cacat

7) Penawaran barang dengan hadiah dilarang, kecuali …. A. tidak melakukan penarikan hadiah setelah batas waktu yang dijanjikan B. mengumumkan hasilnya tidak melalui media massa C. menggantikan hadiah yang sama nilainya dengan hadiah yang diperjanjikan D. semua pernyataan benar 8) Pencantuman klausula baku dilarang jika …. A. huruf terlalu kecil B. meniadakan tanggung jawab C. menyatakan barang yang dibeli tidak dapat diserahkan kembali D. semua pernyataan benar 9) Konsekuensi hukum atas pelanggaran ketentuan dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 adalah …. A. menghentikan kegiatan usaha B. menarik barang dari peredaran C. tuntutan pidana D. semua benar 10) Penuntutan pidana dapat dilakukan terhadap …. A. pelaku usaha dan/atau pengurusnya B. pelaku usaha dan/atau karyawannya C. pelaku usaha, pengurus dan karyawannya D. semua benar Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 2 yang terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar. Kemudian, gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 2.

Tingkat penguasaan =

Jumlah Jawaban yang Benar Jumlah Soal

 100%

 EKMA4316/MODUL 6

6.49

Arti tingkat penguasaan: 90 - 100% = baik sekali 80 - 89% = baik 70 - 79% = cukup < 70% = kurang Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat meneruskan dengan modul selanjutnya. Bagus! Jika masih di bawah 80%, Anda harus mengulangi materi Kegiatan Belajar 2, terutama bagian yang belum dikuasai.

6.50

Hukum Bisnis 

Kunci Jawaban Tes Formatif Tes Formatif 1 1) D. 2) D. 3) B. 4) B. 5) B. 6) A. 7) D. 8) C. 9) C. 10) A.

Tes Formatif 2 1) D. 2) D. 3) B. 4) D. 5) D. 6) D. 7) C. 8) D. 9) A. 10) A.

 EKMA4316/MODUL 6

6.51

Daftar Pustaka Barkatullah, Abdul Halim, (2008). Hukum Perlindungan Konsumen: Kajian Teoritis dan Perkembangan Pemikiran. Banjarmasin, FH UNLAM Press. Fuady, Munir, (2005). Pengantar Hukum Bisnis. Bandung: Citra Aditya Bakti. Ginting, Elyta Ras, (2001). Hukum Anti Monopoli Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti. Hansen, Knud, (2002). Law Concerning Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition. GTZ dan PT. Katalis Mitra Plaosan, Federal Republic of Germany. Ibrahim, Johnny, (2009). Hukum Persaingan Usaha. Malang: Bayumedia. Kristiyanti, Celina Tri Siwi, (2008). Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Sinar Grafika. Nadapdap, Binoto, (2009). Hukum Acara Persaingan Usaha. Jakarta: Jala Permata Aksara. Nur, Deswin, (2008). Advokasi Persaingan Usaha. Jakarta: Majalah KPPU, Kompetisi edisi 10. Priastutik, Nunung, (2009), Eksistensi KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) terhadap Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Oleh Pelaku Usaha Dalam Penetapan Harga Sembako di Hypermarket Ditinjau Dari Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Yogyakarta, Fakultas Hukum UGM. Saliman, Abdul R., Hermansyah, Jalis, Ahmad, (2005). Hukum Bisnis untuk Perusahaan. Jakarta: Prenada Media.

6.52

Hukum Bisnis 

Siswanto, Arie, (2002). Hukum Persaingan Usaha. Bogor: Ghalia Indonesia. Sitompul, Asril, (1999). Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Bandung: Citra Aditya Bakti. Widjaja, Gunawan dan Ahmad Yani, (2003). Hukum tentang Perlindungan Konsumen. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Yani, Ahmad dan Gunawan Widjaja, (2000). Seri Hukum Bisnis: Anti Monopoli. Jakarta: Raja Grafindo.

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF