e. Pendekatan Metodologi Dan Program Kerja
March 3, 2018 | Author: Hendra Hafid | Category: N/A
Short Description
Download e. Pendekatan Metodologi Dan Program Kerja...
Description
BAGIAN – E PENDEKATAN UMUM, METODOLOGI DAN PROGRAM KERJA
E.1
PENDEKATAN PEMBANGUNAN BERBASIS MASYARAKAT Realita menunjukkan bahwa sering terjadi bahwa prasarana dan sarana yang dibangun kadangkala tidak
sesuai
dengan
kebutuhan
masyarakat
setempat, hal ini terjadi karena proses dan perencanaannya tidak melibatkan masyarakat di lokasi tersebut, sehingga terjadi apa yang di bangun oleh Pemerintah tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat.
Konsep pembangunan yang berbasis kepada pemberdayaan masyarakat adalah dimana masyarakat dilibatkan secara aktif mulai dari tahap perencanaan, pembangunan dan pemanfaatan dari prasarana dan sarana tersebut.
Keikutsertaan masyarakat pada tahap-tahap tah tahap perencanaan, pembangunan dan pemanfaatan tadi disesuaikan dengan kondisi masyarakat tersebut, dengan kata lain keikutsertaan masyarakat tidak mengorbankan kualitas dari prasarana dan sarana tersebut.
E.2
RENSTRADA DAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR
Perencanaan Strategik (Renstra) Dinas Pengelolaan Sumberdaya Air Provinsi Sulawesi Selatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari rencana strategis Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Selatan. Dalam kaitan itu, maka visi Dinas Pengelolaan Sumberdaya Air Propinsi Sulawesi Selatan untuk lima tahun kedepan adalah:
Terwujudnya pendayagunaan SDA yang berhasil guna dan berdaya guna melalui peningkatan kualitas pelayanan secara adil, merata dan berkelanjutan sampai dengan tahun 2020 untuk menuju kemandirian dan kesejahteraan masyarakat. Visi di atas mengandung pengertian: E-1
(a) Pendayagunaan sumberdaya air, suatu kondisi yang ingin dicapai dalam pemanfaatan secara efektif dan efisien, merata serta berkecukupan; (b) Peningkatan kualitas litas pelayanan, peningkatan pemanfaatan sumberdaya air, peningkatan peran serta masyarakat dalam mengelola sumberdaya air, kemampuan personil Dinas Pengelolaan Sumberdaya Air Provinsi Sulawesi Selatan, peningkatan koordinasi dengan instansi-instansi instansi yang membina organisasi penerima manfaat sumberdaya air; (c) Tahun 2020, waktu yang dipilih atas pertimbangan bahwa tahun tersebut pendayagunaan sumberdaya air dapat dicapai seiring akan dilaksanakan penyerahan pengeololaan sumberdaya air kepada masyarakat secara seca selektif dan demokratis; (d) Adil, berarti pemberian air sesuai dengan skala prioritas, merata berarti untuk seluruh masyarakat, berkelanjutan berarti berkesinambungan/pemberian terus menerus; (e) Kemandirian masyarakat, kondisi di mana masyarakat melalui melalui suatu organisasi penerima manfaat sumberdaya air telah dapat mengelola sendiri suatu pemanfaatan sumberdaya air, utamanya dalam hal operasi dan pemeliharaan SDA untuk kesejahteraan kehidupannya.
E.3
MAKSUD , TUJUAN DAN KELUARAN
E.3.1
Maksud
Maksud yang hendak dicapai dari kegiatan ini adalah mengidentifikasi sumber-sumber sumber air yang potensi untuk dikembangkan guna memenuhi kebutuhan kebutuhan akan air baku di wilayah studi serta menentukan alternatif atau solusi dalam penyediaan air baku bagi kawasan-kawasan k permukiman yang rawan air/kekeringan utamanya pada musim kemarau sehingga akan menjamin ketersediaan air baku bagi kehidupan penduduk di masa yang akan datang.
Maksud yang hendak dicapai dari kegiatan ini sesuai dengan yang tercantum dalam Kerangka Acuan Kerja (KAK) adalah sebagai berikut : a.
Mengidentifikasi lokasi sumber-sumber sumber sumber air yang mempunyai potensi untuk dikembangkan guna menunjang ketersediaan air baku di Kabupaten Luwu Timur dan sekitarnya khususnya pada wilayah studi, sehingga diharapkan diharapkan memperoleh suatu besaran debit sepanjang tahun dan disesuaikan dengan besarnya kebutuhan.
b.
Melaksanakan perencanaan teknis jaringan pipa air baku untuk memenuhi kebutuhan air baku pada wilayah study
E.3.2
Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dari kegiatan ini adalah : a. Menjamin kebutuhan air baku bagi masyarakat; E-2
b. Mengurangi jumlah penduduk yang kekurangan air baku pada musim kemarau; c.
Meningkatkan pelayanan air bersih dalam mengurangi dampak perkembangan penyakit menular yang bersumber dari air baku; baku
d. Memperoleh contoh upaya mendapatkan air bersih pada daerah studi;; serta e. Meningkatkan taraf hidup dan kegiatan ekonomi masyarakat pada daerah studi khususnya pada musim kemarau.
i, kasus-kasus kasus kasus kesulitan air bersih pada musim kemarau dapat ditangani Dengan adanya kegiatan ini, secara bertahap, sistematis, fundamental dan efektif.
E.3.3
Keluaran
Keluaran yang dihasilkan dari kegiatan ini adalah menetapkan solusi dan rekomendasi teknis dalam penyediaan air baku untuk Kabupaten Luwu Timur khususnya pada kawasan rawan air/kekeringan pada musim kemarau dan menetapkan prioritas program pembangunan dan pengembangan pelayanan air baku, yang berupa : a.
Produk/dokumen gambar perencanaan bangunan pengambilan dan jaringan pipa air baku termasuk anggaran biaya, dokumen tender serta spesifikasi yang nantinya dijadikan pegangan untuk pelaksanaan pekerjaan konstruksi.
b.
Konsepsi pola pemikiran dan dasar pengembangan, kriteria perencanaan, sampai ke estimasi biaya pelaksanaan ksanaan dengan jasa yang meliputi : • Identifikasi dan inventarisasi sumber s daya air ir dan berbagai permasalahan mengenai : kekeringan, ketersediaan, dan kebutuhan air proyeksi periode tertentu di wilayah studi, termasuk semua potensi sumber daya air eksisting yang dapat dikembangkan sebagai sumber daya air yang dapat dikembangkan untuk penyediaan air baku. • Program jangka menengah dan jangka panjnag berupa usulan-usulan usulan pekerjaan SID menurut status penanganan yang telah dilakukan terhadap obyek prasarana prasarana dan sarana dasar (PSD) pengairan, disusun dalam suatu konfigurasi dalam bentuk rencana sistem pengembangan sumber daya air di wilayah tersebut.
E.4
PENDEKATAN UMUM DAN TEKNIS
Agar diperoleh h hasil yang maksimal, maka perlu dilakukan langkah-langkah langkah langkah pendekatan dalam melaksanakan kegiatan sebagai berikut : a. Pendekatan umum dalam perencanaan menyangkut potensi sungai, sumber air lainnya, pengelolaan pemanfaatan air dan pengembangan sumber daya air.
E-3
b. Pendekatan teknis meliputi kebijakan dan peraturan-peraturan peraturan yang berlaku untuk umum dan khusus pada daerah setempat terakait dengan sungai, perngairan dan sumber daya air lainnya, serta menyusun suatu rumusan perencanaan.
E.5
LINGKUP KEGIATAN KONSULTAN
Untuk menentukan tugas dan lingkup kegiatan yang akan dilakukan oleh konsultan, perlu dilakukan pembatasan masalah,, hal ini dimaksudkan untuk memperjelas arah kegiatan dan program kerja untuk pelaksanaan studi potensi sumber air yang ada sesuai dengan diharapkan.
Batasan-batasan masalah yang diambil dalam pekerjaan ini sebagai berikut : a. Wilayah studi pada pekerjaan ini adalah Kabupaten Luwu Timur. b. Lingkup kajian adalah indentifikasi potensi air serta permasalahan perm salahan pengembagan sumber air di daerah tersebut. c. Pekerjaan ini berisikan survey investigasi investigasi dan desain jaringan air baku dari potensi sumber air di wilayah study dan desain jaringan air bakunya, berdasarkan hasil identifikasi yang dilakukan dengan menggunakan data-data data yang ada (data sekunder). d. Perencanaan dilaksanakan sesuai kebutuhan prasarana dan sarana dasar yang dibutuhkan berdasarkan indentifikasi daerah study. e. Pekerjaan-pekerjaan pekerjaan lapangan yang dilakukan serta analisa laboratorium yang berkaitan dengan pekerjaan tersebut antara lain : pengukuran topografi, penyelidikan geoteknik dan d analisa laboratorium, pengambilan sampel kualitas air dan penelitian kualitas air. f. Data-data data sekunder yang digunakan dalam pekerjaan ini diambil dari instansi-instansi instansi yang berwenang yang menerbitkan.
Dalam melaksanakan pekerjaan Survey Investigasi dan Desain Jaringan Air Baku di Kabupaten Luwu Timur,, akan dilaksanakan oleh Konsultan pelaksana yang akan didampingi oleh Direksi Pekerjaan yang dibentuk oleh Kepala Satuan Kerja Non Vertikal Tertentu Penyediaan Air Baku Jeneberang. Jeneberang
Tugas dan fungsi Konsultan an Pelaksana adalah : -
Melaksanakan pengumpulan data/tinjauan lapangan.
-
Melaksanakan penyusunan Buku Laporan dan album gambar yang telah ditetapkan pada Kerangka Acuan Kerja (KAK).
-
Melakukan asistensi kepada Direksi Pekerjaan untuk setiap produk laporan dan gambar-gambar perencanaan.
-
Melaksanakan kegiatan sosialisasi pada masyarakat di sekitar lokasi sumber air yang akan dikembangkan potensinya tentang kegiatan yang dilakukan oleh Konsultan.
-
Melaksanakan diskusi pembahasan pembahas setiap Laporan. E-4
Selanjutnya agar pekerjaan ini dapat berhasil guna dan berdayaguna, maka konsultan perlu melakukan koordinasi, konsultasi dan konsolidasi dengan instansi-instansi instansi instansi yang terkait baik di tingkat provinsi maupun kabupaten.
Beberapa kegiatan an dan aktivitas yang diperlukan dalam melaksanakan pekerjaan survey identifikasi dan desain jaringan air baku di Kabupaten Luwu Timur khususnya pada wilayah study agar didapatkan hasil pekerjaan yang sesuai dengan yang diharapkan dalam Kerangka Acuan Kerja, maka diperlukan secara detail tentang lingkup pekerjaan yang meliputi : a. Pekerjaan persiapan/pendahuluan /pendahuluan b. Pekerjaan inventarisasi dan Indentifikasi c. Pekerjaan pengukuran d. Indentifikasi geologi e. Pekerjaan analisa hidrologi f. Pekerjaan kualitas air dan parameter-parameternya parameter g. Sosio Ekonomi dan Tata Guna Lahan h. Pekerjaan planning dan desain i. Rencana Anggaran Biaya dan Spesifikasi Teknik j. Penyusunan laporan.
E.5.1
Azas dan Prinsip
Azas yang digunakan didalam upaya penyediaan air baku di Kabupaten Luwu Timur khususnya wilayah studi ini adalah kepedulian, keadilan, kemanusiaan, kebersamaan, kesehatan, keberlanjutan, keterbukaan dan keterjangkauan. Oleh karena itu prinsip-prinsip prinsip yang harus dianut adalah upaya agar masyarakat dapat dengan mudah dan murah dalam mendapatkan air baku dengan cara: a. mendekatkan lokasi pengambilan air baku, b. Memudahkan akses mendapatkan air baku berdasarkan kebutuhan masyarakat, c. Mendorong kemandirian masyarakat dan pemerintah Kabupaten/Kota, dan d. Menyadarkan masyarakat akan arti pemanfaatan air bersih yang sehat tetapi hemat.
E.5.2 Kegiatan 1
Tugas dan Kegiatan Konsultan :
Pendahuluan
Kegiatan ini merupakan tahap awal yang akan dilaksanakan oleh Konsultan. Pada tahap ini kegiatan yang akan dilakukan oleh Konsultan meliputi antara lain :
Mobilisasi tenaga ahli dan peralatan lainnya. lainnya
Pendalaman pemahaman kerangka acuan kerja (KAK).
E-5
Pemantapan metodologi yang terdiri dari : rencana kerja, penyiapan organisasi kerja dan jadwal pelaksanaan.
Pengumpulan data sekunder dan buku studi dan mempelajari semua data yang berkaitan dengan pekerjaan ini.
Survey atas topografi lokasi pengembangan : embung, reservoir, bendung, lokasi rencana daerah pelayanan air baku, irigasi irigas dan lain-lain.
Kegiatan ini sesungguhnya merupakan penyempurnaaan dan pemantapan metodologi/ rencana kerja maupun isu/masalah yang ada dalam Dokumen Usulan Teknis berdasarkan hasil konsultasi dan masukan tambahan dari Pemberi Tugas serta Instansi terkait terkai lainnya.
Kegiatan 2
:
Inventarisasi dan Identifikasi
Dalam kegiatan ini Konsultan akan melakukan pengumpulan data dan informasi melalui serangkaian serang kegiatan survei dan juga wawancara.
Adapun survei dan pengumpulan data yang akan dilakukan mencakup : •
Wilayah studi dan wilayah pelayanan
•
Melakukan inventarisasi terhadap semua lokasi sumber daya air pada lokasi studi
•
Menyusun semua bangunan keairan yang ada dalam wilayah studi
•
Memperkirakan besarnya potensi ketersediaan sumber air (hidrologi)
•
Geoklilmatologi dan topografi
•
Demografi
•
Merencanakan kemungkinan pemanfaatan untuk air baku, irigasi dan lainlain-lain.
Dalam Kegiatan ini tercakup pula menyiapkan menyiap bahan untuk sosialisasi dan kuesioner ( jika diperlukan) .
Kegiatan 3
:
Pengukuran dan Pemetaan Topografi
Setelah ditentukan lokasi-lokasi lokasi sumber air yang akan dikembangkan untuk jangka pendek dan menengah serta berdasarkan skala prioritas, maka kegiatan selanjutnya yang akan dilakukan oleh Konsultan adalah melakukan survey topografi. Kegiatan Kegiatan tersebut akan meliputi sebagai berikut :
Pengumpulan peta topografi skala 1 : 50.000 dan atau 1 : 25.000 pada daerah pekerjaan
Pengukuran situasi sungai atau sumber air lainnya skala 1 : 1.000 dengan profil memanjang dan melintang sejauh 500 m yaitu 300 m ke hulu dan 200 m ke hilir
Pengukuran situasi jalur pipa skala 1 : 1.000 dengan profil memanjang dan melintang sepanjang rencana jalur dengan jarak pengukuran setiap 50 m pada daerah lurus, sedang pada daerah belokan 25 m.
E-6
Pengukuran jalur pipa dari bangunan pengambilan ke bangunan penjernihan dengan skala situasi 1 : 1.000 ; memanjang V = 1 : 1000 dan H = 1 : 1.000
Laporan penunjang bidang topografi dan survey.
Kegiatan 4
:
Survey Geologi Teknik dan Penyelidikan Mekanika Tanah
Survey mengenai kondisi geologi geo teknik dan penyelidikan mekanika tanah dalam kegiatan ini meliputi antara lain :
Indentifikasi dengan peta geologi regional dan pemetaan geologi pondasi site dengan skala 1 : 1.000 000 dan area genangan dengan skala 1 : 5.000.
Analisa bahan timbunan meliputi ys, yd, C, φ, dan K masing-masing masing minimung 3 (tiga) set pit dengan 2 (dua) sample dari tiap rencana bangunan.
Kegiatan 5
:
Analisis Hidrologi
Pekerjaan Analisa Hidrologi meliputi antara lain : a.
b.
Pengumpulan data hidrologi antara lain : -
Data karakteristik daerah tangkapan hujan
-
Data hidroklimatologi, dimana data diambil dari stasiun curah hujan terdekat.
Analisa Hidrologi meliputi : -
Perhitungan Evaportransprasi dengan metode “Penman Modifikasi”.
-
Hujan bulanan rata--rata rata dipakai cara Aljabar atau yang lain diambil dari stasiun yang mempengaruhi daerah h tangkapan.
-
Debit bulanan dihitung dengan cara analisa lengkung debit berdasarkan data yang tersedia kemudian dilanjutkan dengan metode perbandingan DAS pada sub DAS D bagian hulu dan metode empiris lainnya berdasarkan data yang tersedia (misalnya “FJ. Mock atan NRECA).
-
Kebutuhan air.
-
Potensi tampungan an dan volume tampungan rencana.
-
Perhitungan ngan debit banjir rencana (Q50).
Kegiatan 6
:
Analisis Kualitas Air
Pekerjaan jaan Analisa Kualitas Air meliputi : a.
Kualiatas air untuk domestik domesti sangat diperlukan dalam rangka menjamin kesehatan yang mungkin terjadi akibat pencemaran air sungai yang disebabkan oleh kotoran manusia, hewan maupun kotoran lainnya.
b
Persyaratan untuk kebutuhan air minum penduduk seperti adanya unsur fisika dan kimia untuk penyediaan air bersih.
c.
Penelitian tersebut untuk dapat diketahui bahwa air baku layak dikonsumsi diko sumsi penduduk, ternak, maupun untuk tanaman dengan mengadakan penelitian penelitian kualitas air di laboratorium E-7
d.
e.
Parameter kualitas air sebagaimana yang diteliti di laboratorium antara lain meliputi : -
Parameter fisika
-
Parameter kimia (kimia, anorganik, kimia organik, organi mikrobiologi dan radio radi aktif)
Hasil analisis di laboratorium rium dibandingkan dengan standar baku mutu air yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan melalui Keputusan Gubernur Propinsi Sulawesi Selatan Nomor : 465 Tahun 1995.
f.
Pengambilan sample masing-masing masing masing lokasi rencana diambil 2 (dua) titik sample.
Kegiatan 7
:
Survey dan Analisis Kondisi Sosio Ekonomi dan Tata Guna Lahan
Pekerjaan sosio ekonomi dan tata guna lahan meliputi : •
Data sosio agro ekonomi dan lingkungan sekitar rencana bangunan berdasarkan laporan studi terdahulu (jika ada).
•
Tataguna lahan dan status kepemilikan tanah serta cara pembebasan tanah dan pemindahan penduduk yang kemungkinan terkena bangunan.
•
Analisa ekonomi/kelayakan.
Kegiatan 8
:
Planning dan Desain
Kriteria perencanaan yang digunakan mengacu m ngacu pada buku Pedoman Kriteria Desain jaringan pipa, pip bangunan pengambilan dan bangunan pelengkap lainnya, meliputi :
Penentuan lokasi
Pengukuran / pemetaan
Penentuan tata letak bangunan
Analisis hidrologi
Perencanaan bangunan intake dan fasilitasnya
Perencanaan bangunan penjernihan
Sistem distribusi
Kegiatan 9
:
Penyusunan Rencana Anggaran Biaya Detail Desain
Dalam perhitungan biaya disesuaikan dengan desain akhir (desain final) dan dengan harga terbaru sesuai yang berlaku di daerah setempat.
Perhitungan rencana anggaran biaya, meliputi : Perhitungan volume pekerjaan berdasarkan hasil perencanaan Rencana anggaran biaya Menggunakan koefisien standard dalam perhitungan harga satuan.
E-8
Kegiatan 10
:
Pelaporan
Laporan pekerjaan yang diserahkan konsultan antara lain sebagai berikut : Laporan bulanan Laporan n Awal (Pendahuluan) Laporan Sisipan Draft Laporan Akhir Draft Laporan Penunjang Laporan Akhir terdiri : a. Laporan Utama ( Buku I ) b. Laporan Penunjang : Hidrologi ( Buku II ) Pengukuran dan Diskripsi BM ( Buku III ) Geoteknik ( Buku IV ) Perhitungan Planning dan Desain ( Buku V ) Sosio Agro Ekonomi ( Buku VI ) Evaluasi Kelayakan/Ekonomi ( Buku VII ) Rencana Anggaran Biaya ( Buku VIII ) Dokumen Tender ( Buku IX ) c. Laporan Ringkasan ( Executive Summary Report) ( Buku X ) d. Gambar-Gambar e. Album Foto Lokasi
E.6
KRITERIA UMUM
Dalam melaksanakan pekerjaan ini beberapa kegiatan pengumpulan data / peta yang akan dilakukan oleh konsultan antara lain : -
Peta Topografi Skala 1: 50.000 50
-
Peta Tataguna lahan
-
Peta Geologi Regional
-
Peta Tata Ruang Pengembangan Wilayah Kecamatan / Kabupaten
-
Foto Udara (jika ada)
-
Peta Citra Satelit (jika ada)
-
Peta Tata Guna Hutan Kesepakatan
-
Peta Jenis Tanah
-
Peta Kemampuan dan Kesusuaian Tanah
-
Peta Potensi Banjir (jika ada)
-
Peta Penyebaran Penduduk
-
Peta Kemiringan Lereng E-9
-
Data kejadian bajir
-
Data curah hujan
-
Data Tinggi Muka Air Sungai
-
Data Klimatologi
-
Data pengukuran Debit Sungai
-
Hasil perhitungan debit Banjir rencanan (Study Terdahulu jika ada)
-
Data produksi pertanian
-
Data pola tanam
-
Data jumlah penduduk
-
Data penyebaran penduduk
-
Perkiraan proyeksi Jumlah penduduk
-
Data / Program Konservasi Dari Dinas Kehutanan
-
Data rencana pembukaan Hutan dll.
Dalam melakukan pekerjaan tersebut diatas konsultan akan menggunakan menggunaan beberapa referensi yang umum digunakan dalam pekerjaan antara lain: A.
B.
C.
Kriteris Perencanaan -
KP-03 03 : Bagian Saluran
-
KP-04 04 : Bagian Bangunan
-
KP-06 06 : Bagian Parameter Bangunan
-
KP-07 07 : Bagian Standart Penggambaran
Bangunan Irigasi -
01 Tipe Bangunan Irigasi BI-01
-
BI-02 02 Standart Bangunan Irigasi
Persyaratan Teknis -
PT-01 Bagian agian Perencanaan Jaringan Irigasi
-
PT-02 02 Bagian Pengukuran Topografi
-
PT-03 03 Bagian Penyelidikan Geologi Teknik & mekTan & Batuan
D.
Pedoman Kriteria Desain Embung Kecil Untuk Daerah Semi Kering di Indonesia
E.
Standart Nasional Indonesia (SNI) Beberapa Standart Nasional Indonesia untuk bidang pekerjaan PU yang akan digunakan sebagai referensi dalam pelaksanaan antara lain:
E - 10
Tabel E-1 Daftar Standar Nasional Indonesia (SNI) Yang Digunakan ) Judul Standart
No. SNI/ SK. SNI
Tata cara perencanaan umum bendung
SNI 03-2401-1991 SK SNI T-02-1990-F
Tata cara perencanaan hidrologi dan hidraulik untuk Bangunan di sungai
SNI 03-1724-1989 SKBI - 1.3.10.1987
Metode perhitungan debit banjir
SNI 03-2415-1991 SK SNI M-18-1989-F
Metode pembuatan lengkung debit dan tabel sungai/saluran sun terbuka dengan analisa grafis
SNI 03-2822-1992 SK SNI M-07-1991-03
Metode pengujian lapangan tentang kelulusan air bertekanan
SNI 03-2411-1991 SK SNI M-01-1989-F
Metode pengujian laboratorium tentang kelulusan air untuk contoh tanah
SNI 03-2435-1991 SK SNI M 22-1990-F
Tata cara pemetaan geologi teknik lapangan
SNI 03-2849-1992 SK SNI T-17-1991-03
Metode pengujian kuat geser langsung tanah tidak terkonsolidasi tanpa drainase
SNI 03-3420-1994 SK SBNI M-20-199303
Metode pengujian batas susut s tanah
SNI 03-3422-1994 SK SNI M-22-1993-03
Metode pengujian analisis ukuran butir tanah dengan alat hidrometer
SNI 03-3423-1994 SK SNI M-23-1993-03
Tata cara pemantauan tekanan air pori dengan alat pisometer penumatik
SNI 03-3453-1994 SK SNI T-11-1993-03
Metode pengujian berat isi tanah berbutir halus dengan cetakan benda uji
SNI 03-3637-1994 SK SNI M-07-1993-03
Metode pengujian kuat tekan bebas tanah kohesif
SNI 03-3638-1994 SK SNI M-08-1993-03
Metode pengujian laboratorium untuk menentukan parameter sifat fisika pada contoh batu
SNI 03-2437-1991 SK SNI M-24-1990-F
Spesifikasi beton siap pakai
Pd. S-02-1996-03 SNI 03-4433-1997
Tatacara perhitungan beton tidak bertulang struktural
Pd T-01-1997-03
Dan Lain-Lain
E - 11
E.7
KRITERIA PERENCANAAN PENGEMBANGAN JARINGAN AIR BAKU
E.7.1
Umum
Tujuan dari pengembangan penyediaan jaringan air baku adalah mengidentifikasi dan merumuskan pemecahan yang efektif berdasarkan semua informasi terkait yang tersedia, menganalisis kelayakannya secara umum dan menyajikannya dalam suatu bentuk yang dapat ditindak lanjuti oleh pihak-pihak pihak lain yang berkepentingan. berkepentingan. Rencana tersebut merupakan alat perencanaan dan koordinasi kunci dalam upaya pengembangan penyediaan air baku yang ada. Rencana yang disusun tersebut haruslah memiliki konsep yang jelas, dapat dipertanggung jawabkan dan diterima oleh banyak pihak.
Dengan gan memperhatikan perkembangan wilayah Kabupaten, maka dapat disusun alternatif-alternatif alternatif pengembangan penyediaan air baku. Aspek lain yang perlu diperhatikan dalam pengembangan penyediaan air baku adalah masalah-masalah masalah masalah kependudukan, kondisi topografi, geologi, g hidrologi dan sosial ekonomi.
Untuk mendapatkan gambaran lokasi yang berpotensi dikembangkan sebagai lokasi prasarana dan sarana dasar pengairan, dilakukan analisis peta topografi skala 1 : 50.000. Dari hasil analisis peta topografi yang ada diperoleh oleh sejumlah lokasi yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai lokasi prasana dan sarana dasar pengairan untuk penyediaan air baku, dimana lokasi-lokasi lokasi tersebut dapat berupa lokasi bendung, bendungan, embung dan lain-lain. lain lain. Untuk mempertinggi ketersediaan air baku sepanjang waktu, air permukaan perlu dipertahankan laju alirannya ke laut, sehingga dimusim kemarau airnya dapat dipergunakan untuk kebutuhan air bersih dan kebutuhan air tanaman dan dimusim hujan dapat mengurangi resiko banjir.
E.7.2
Formulasi Pengembangan
Formulasi pengembangan yang dimaksud adalah pengembangan potensi sumber daya air yang dikembangkan sebagai pendukung penduku pusat-pusat pusat pertumbuhan sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang yang ada. Potensi pengembangan sumber daya air tersebut akan digunakan di untuk menentukan prioritas pengembangan dan rekomendasi, meskipun demikian hasil tersebut masih perlu ditindak lanjuti dalam tahap survey selanjutnya guna mendapatkan gambaran yang lebih jelas.
Berdasarkan potensi pengembangan prasarana dan sarana dasar pengairan untuk penyediaan jaringan air baku di Kabupaten Luwu Timur,, formulasi pengembangan di bagi dalam tiga tahap yaitu jangka pendek, menengah dan jangka panjang. Penyusunan formulasi pengembangan didasarkan pada sejumlah kriteria sebagai berikut berik : •
Jangka pendek adalah jenis kegiatan yang sudah ada dan dirintis oleh PU-Pengairan, PU penduduk E - 12
setempat atau instansi lain yang terkait. Proyek tersebut dapat diselesaikan dalam waktu kurang dari atau 5 tahun dan perlu mendapat segera. •
Jangka menengah adalah alah kegiatan yang bernilai ekonomi dan sosial besar, dan dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat tetapi tidak perlu mendapatkan penanganan segera dan dapat dilaksanakan mulai sekarang, dana dapat diselasaikan dalam waktu 10 tahun.
•
Jangka panjang adalah jenis kegiatan proyek yang pelaksanaannya dapat dimulai sekarang dan dampaknya akan mulai dirasakan dalam jangka waktu 10 tahun sampai dengan 25 tahun.
E.7.3
Rencana Pengembangan Penyediaan Air Baku Kabupaten
Berdasarkan lokasi yang sudah didapatkan dari alternatif pengembangan penyediaan jaringan air baku serta formulasi pengembangan yang dipakai, maka rencana pengembangan ini didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan pertimbangan yang ada.
Rencana pengembangan jangka pendek pendek lebih diarahkan untuk menangani masalah kesulitan air di berbagai lokasi yang tersebar dalam daerah studi dan mencari cara melakukan upaya konservasi air dalam bentuk embung skala kecil.
Rencana pengembangan jangka menengah adalah kegiatan yang dapat dimulai saat ini dan pelaksanaannya dapat dilakukan dalam kurun waktu 5 tahun sampai 10 tahun. Fokus utama masih tetap diarahkan menangani masalah kekurangan air diberbagai lokasi yang tersebar dalam daerah studi yang tidak dapat dilaksanakan dalam rencana rencana pengembangan jangka pendek.
Dalam rencana pengembangan jangka panjang ini dilakukan upaya pengembangan penyediaan air baku dalam skala cukup besar. Rencana jangka panjang ini sebaiknya dilaksanakan setelah rencana jangka pendek dan menengah berfungsi dengan baik.
E.7.4
Aspek-Aspek Aspek Yang Mempengaruhi
Beberapa aspek fisik lingkungan dan sosial budaya yang berkaitan dengan potensi maupun kendala atau hambatan dalam rangka Survey identifikasi dan desain jaringan air baku antara lain meliputi : •
Aspek Hidrologi
•
Aspek Sosioekonomi
•
Aspek Geologi
•
Aspek Topografi
•
Aspek Tanah
Secara keseluruhan komponen tersebut berinteraksi sehingga muncul suatu kondisi baik yang
E - 13
mengakibatkan potensi atau pendukung dan kendala dalam rangka usaha penyediaan air baku.
E.7.5 (1)
Potensi Ketersediaan Air Potensi Air / Ketersediaan Air
Potensi air/debit andalan merupakan debit yang tersedia guna keperluan tertentu (irigasi, air minum industri maupun PLTA dan lain-lain) lain lain) dengan resiko kegagalan yang telah diperhitungkan. Dalam study ini perhitungan potensi air digunakan untuk mengetahui potensi potensi sumber daya air secara makro di wilayah Kabupaten/DPS (salah satu parameter dalam penentuan karakteristik DPS.) dan untuk menghitung besaran debit air yang bias dimanfaatkan.
(2)
Karakteristik Wilayah atau Daerah Pengaliran Sungai (DPS.)
Sebagai gambaran mbaran praktis untuk mengetahui karakteristik suatu wilayah yang terdiri atas satu atau beberapa DPS. , digunakan suatu grafik radar yang merupakan hubungan antara empat (4) parameter pokok yaitu : luas hutan, curah hujan, luas lahan irigasi dan populasi penduduk. p Tabel E-2 Karakteristik Daerah Pengaliran Sungai Parameter
Rincian
Range
1. Hutan
Perbandingan antara luas hutan dengan luas DPS
12,5 % - 80 %
2. Curah hujan
Curah hujan tahunan
1.500 - 3.000 mm/tahun
3. Irigasi
Perbandingan antara luas daerah irigasi dengan luas sub DPS
0 % - 15 %
4. Populasi
Kerapatan penduduk
0 - 250 orang/km2
Selanjutnya keempat parameter tersebut dibagi dalam lima kelas seperti Tabel berikut ini: Tabel E-3 Pembagian kelas Parameter DPS Kelas
Hutan (%)
Irigasi (%)
Populasi (orang/km2)
Hujan (mm/tahun)
1
12,5 – 30,0
0 – 2,5
0 - 25
< 1.500
2
30,0 - 46,0
2,5 - 5,0
25 - 75
1.500 - 2.000
3
46,0 - 63,0
5,0 – 10,0
75 - 150
2.000 - 2.500
4
63,0 - 80,0
10,0 - 15,0
150 - 250
2.500 - 3.000
5
> 80,0
> 15,0
> 250
> 3.000
Dengan menggunakan keempat parameter tadi diperoleh tujuh (7) jenis klasifikasi DPS. sebagai mana disajikan seperti pada Gambar berikut:
E - 14
Hutan
Penduduk
Irigasi
Hujan Gambar E – 1 Klasifikasi DPS Jenis Rerata Tipe vertikal mempunyai potensi air besar
Gambar E – 2 Klasifikasi DPS Jenis Tidak Berkembang
Gambar E – 3 Klasifikasi DPS Jenis Rural A
Gambar E – 4 Klasifikasi DPS Jenis Urban U A
Tipe horisontal mempunyai potensi air kecil
Gambar E – 5 Klasifikasi DPS Jenis Berkembang
Gambar E – 6 Klasifikasi DPS Jenis Rural A
Gambar E – 7 Klasifikasi DPS Jenis Urban U A
Untuk mengetahui kondisi suatu wilayah dan sub DPS (tingkat kemajuan sosial ekonomi), masingmasing masing kelas tersebut diberi penilaian. Nilai untuk paramater hujan, irigasi dan populasi mempunyai rentang dari 1 untuk kelas terendah (1) sampai 5 untuk kelas tertinggi tertinggi (5), hal ini mengingat bahwa semakin tinggi kelas semakin baik pula kondisi DPS tersebut. Sedangkan nilai hutan adalah –1 untuk kelas terendah (1) dan –5 5 untuk kelas tertinggi (5).
Berdasarkan Tabel diatas maka dibuat predikat berdasarkan jumlah nilainya. Pemberian predikat nilai ini seperti terlihat pada Tabel berikut :
E - 15
Tabel E-4 Klasifikasi Predikat DPS
(3)
Jumlah Nilai
Predikat
≥ 12
Sangat Berkembang
10 < nilai ≤ 12
Berkembang
8 < nilai ≤ 10 6 < nilai ≤ 8
Sedang Berkembang Kurang Berkembang
≤6
Belum Berkembang
Kebutuhan Air baku
Analisis kebutuhan akan air dimaksudkan untuk menghitung kebutuhan air di wilayah Kabupaten secara makro dan kebutuhan air di lokasi rencana bangunan penyediaan air baku. baku Dalam perhitungan kebutuhan air hal-hal hal yang akan dikaji meliputi : •
Kebutuhan air untuk domistik dan non domistik
•
Kebutuhan air untuk untuk pemeliharaan sungai
•
Kebutuhan air untuk peternakan
•
Kebutuhan air untuk perikanan
•
Kebutuhan air untuk industri
•
Kebutuhan air untuk irigasi
Dalam perhitungan kebutuhan air di lokasi rencana bangunan penyediaan air ( untuk rencana pengembangan jangka pendek/rencana konstruksi) , hal-hal hal hal yang akan dikaji meliputi : •
Kebutuhan air untuk domistik dan non domistik
•
Kebutuhan air untuk peternakan
•
Kebutuhan tuhan air lainnya (resapan, perkolasi dan lain-lain), lain
Menimbang luasnya wilayah kajian dan luasnya bahasan tentang kebutuhan air, maka analisis kebutuhan air akan dilakukan dengan pendekatan-pendekatan pendekatan pendekatan empiris dan penyederhanaan analisis sejauh tidak bersifat sifat esensial dan masih bersifat normal.
Keseimbangan air di wilayah DPS didasarkan atas kondisi kebutuhan air dan keterdiaan air pada saat ini serta kebutuhan air dan ketersediaan air pada proyeksi dimasa yang akan datang.
E - 16
E.8
METODOLOGI PELAKSANAAN
E.8.1
Pekerjaan Hidrologi Dan Keseimbangan Air
E.8.1.1
Umum
Kegiatan analisis hidrologi dengan tujuan untuk pengembangan potensi sumber air meliputi tiga hal, yaitu : •
Aliran masuk (inflow)
•
Tampungan
•
Banjir Desain untuk menentukan kapasitas dan dimensi bangunan pelimpah (spillway)
Dan untuk menghitung besaran tersebut di atas, lokasi dari rencana sumber air permukaan yang akan dikembangkan ditentukan dan digambarkan pada peta.
Hal ini dilakukan karena dalam
melakukan perhitungan hujan rata-rata rata rata dan evapotranspirasi sangat bergantung dari lokasi rencana tersebut. Di samping itu luas daerah tadah hujan atau cekungan harus dihitung. Luas genangan harus diperkirakan dan elevasi dasar alur di tempat bangunan air (embung) serta elevasi tertinggi di daerah cekungan juga harus ditentukan.
Untuk menentukan debit banjir dan aliran masuk diperlukan : •
Data hujan harian maksimum, hujan bulanan dan hujan setengah bulanan dari pos hujan yang terdekat.
•
Data evapotranspirasi dan evaporasi eva yang berlaku untuk wilayah studi.
•
Peta topografi daerah lokasi dengan skala 1 : 500 sampai 1 : 2.000
•
Posisi lokasi rencana embung dalam bujur dan lintang geografik
•
Kondisi penutup lahan di daerah tadah hujan.
E.8.1.2
Analisis Potensi Air
Potensi air atau debit andalan merupakan debit yang tersedia guna keperluan tertentu dengan resiko kegagalan yang telah diperhitungkan. rhitungkan.
Dalam studi ini perhitungan potensi air digunakan untuk
mengetahui potensi sumber air secara makro di lokasi studi.
Ketersedia Ketersediaan air untuk embung
diperhitungkan dari aliran air yang sudah ada (base flow) ditambah dengan cara curah hujan yang jatuh di catchment area yang kemudian diolah untuk menghitung debit andalan.
Ada berbagai cara yang dipakai dalam menganalisa debit andalan. Masing-masing M masing cara mempunyai cirii khas tersendiri, pemilihan metode yang sesuai, umumnya didasarkan atas pertimbanganpertimbangan pertimbangan antara lain : data yang tersedia, jenis kepentingan dan pengalaman pengalaman-pengalaman. E - 17
Tabel E - 5 Beberapa Metode Perhitungan Debit Andalan No
Catatan Debit
Metode
Parameter Perencanaan
1a
Data cukup ( 20 th atau lebih )
Analisis frekuensi distribusi frekuensi normal
Debit rata2 tengah bulanan dg kemungkinan tak terpenuhi 1%
1b
Data terbatas
Analisis frekuensi Rangkaian debit dihubungkan dengan rangkaian curah hujan yang mencakup waktu lebih lama
Seperti pada 1a dg ketelitian kurang dari itu
2
Data minimal atau tidak ada
a. Model simulasi perimbangan air NRECA, Dr. Mock atau sejenisnya. Curah hujan di daerah aliran sungai, evapotranspirasi, vegetasi, tanah dan karakteristik geologis daerah aliran sebagai data masukan b. Perbandingan dengan daerah aliran sungai di dekatnya
Seperti pada 1b dg ketelitian kurang dari itu
3
Data tidak ada
Metode Kapasitas Saluran Aliran rendah dihitung dari muka air rendah, pot. Melintang sungai & kemiringan yg sudah diketahui. Metode tidak tepat ; hanya sebagai pembanding
Seperti pada 1b dg ketelitian kurang dari itu
Sumber : KP-01
I.
Data yang digunakan
Data yang digunakan untuk perhitungan debit andalan/potensi ari meliputi : peta DPS, peta stasiun hujan, data pencatatan hujan, data pencatatan tinggi muka air, dan data pencatatan debit.
II. Uji Konsistensi Data Hujan Yang Digunakan Digunaka Data yang tercatat pada stasiun pencatat hujan adalah merupakan hujan titik (point rainfall). Dalam analisis selanjutnya yang perlu diketahui adalah besarnya hujan rerata DAS. Sebelum data hujan digunakan terlebih harus melewati pengujian untuk konsistensi konsistensi data, karena hal ini dapat mempengaruhi ketelitian hasil analisis.
Data hujan yang tidak konsisten dapat terjadi karena beberapa hal yang meliputi : •
Penggantian jenis alat yang memiliki spesifikasi berbeda
•
Pemindahan lokasi alat
•
Perubahan lingkungan mendadak.
E - 18
Cara pengujian yang digunakan , yaitu : a. Metode Lengkung kurva massa ganda b. Metode RAP’S
A. Metode Lengkung Kurva Massa ( Double Mass Analysis ) Cara pengujian sederhana dapat dilakukan untuk mendeteksi penyimpangan ini. Metode umum yang dilakukan adalah lengkung massa ganda ( double mass analysis ) dengan menggambarkan besaran hujan komulatif stasiun yang diuji dengan besaran komulatif rata-rata rata hujan ujan dari beberapa stasiun acuan di sekitarnya. Ketidaksesuaian data ditunjukkan oleh penyimpangan garisnya dari garis lurus.
Lengkung massa ganda yaitu komulatif hujan tahunan stasiun yang ditinjau, dibandingkan dengan kurva komulatif hujan tahunan referensi. refe Pengujian dilakukan dari tahun data terkecil sampai dengan data tersebar. Rumus yang dipakai adalah :
Xt
=
I=1 Σ N=t
R. At
Yt
=
I=1 Σ N=t
Ri
DMCt = ( Xt , Yt ) Dimana : Xt
=
Komulatif hujan stasiun A pada tahun ke t
Yt
=
Komulatif hujan stasiun referensi pada tahun ke t
Ri
=
Rata-rata rata curah hujan tahunan stasiun referensi pada tahun ke t
RAt
=
Curah hujan tahunan di stasiun A
DMCt
=
Titik koordinat kurve lengkung massa ganda tahun ke t
Metode ini masih sering menimbulkan keraguan karena masih terdapat kemungkinan tidak konsistennya stasiun-stasiun stasiun referensi. Untuk mengatasi hal tersebut digunakan metode pembanding yang menguji ketidaksesuaian data suatu stasiun dengan data dari stasiun itu sendiri, dengan mendeteksi penggeseran geseran nilai rata-rata rata (mean).
B. Metode RAP’S Salah satu cara klasik yang digunakan adalah metode RAPS ( Rescaled Adjusted Partial Sums ) yaitu pengujian dengan menggunakan data dari stasiun itu sendiri yaitu pengujian dengan komulatif penyimpangan kuadrat rat terhadap nilai reratanya.
E - 19
Persamaan-persamaan persamaan yang digunakan adalah : So*
=
0
Sk**
=
K Σ i=1
( Yi – Yr ) ,
Sk**
=
Sk* -----DY
Dengan k = 0 , 1 , 2 , … n
DY2
=
n Σ i=1
( Yi – Yr )2
k = 1,2,3, … n
Nilai Statistik
Q
Q
=
Maks Sk** 0 sama dgn Air tanah tdk dianjurkan
E - 67
Parameter Bakteriologi Coliform group Coliform tinja Radioaktifitas Aktifitas beta-total Strontium – 90 Radium – 225 Pestisida Aldrit Chlordane Dieldrin Endrine Heptachlor Heptachlor epoxide Lindane Metoxy Chlor Organophosphat dan Carbamate Toxaphene
Satuan
Maksimum Yg Dianjurkan
MPN/100 ml MPN/100 ml
10.000 2.000
PCl/l PCl/l PCl/l
Nihil Nihil Nihil
Mg/l Mg/l Mg/l Mg/l Mg/l Mg/l Mg/l Mg/l
Nihil Nihil Nihil Nihil Nihil Nihil Nihil Nihil
Mg/l
Nihil
Mg/l
Nihil
E.8.5
Sistem Planning dan Desain
E.8.5.1
Tata Letak Jaringan Air Baku
Maksimum Yg Diperbolehkan
Keterangan
Dalam perencanaan jaringan trase air baku, maka langkah pertama yang akan dilakukan adalah penyusunan tata letak jaringan air baku. Sebelum tata letak jaringan air baku difinalkan perlu dibuatkan tkan usulan lay out tersebut, mulai dari bangunan utama(pengambilan), jaringan pipa air baku dan peletakan bangunan-bangunan bangunan sepanjang jalur pengukuran. Dari hasil akhir tata letak jaringan setelah dicek di lapangan kemudian segera dilakukan pekerjaan selanjutnya mengenai perhitungan hidrolika dan detail design. Kegiatan ini dimulai setelah pekerjaan lapangan (pengukuran) khususnya peta situasi walaupun dalam lam bentuk milimeter telah ada. Pekerjaan ini berisi mengenai dimana letak dan posisi-posisi posisi bangunan berada.
Sistim tata letak (lay out) bangunan dan rencana jalur jaringan pipa air baku selalu memperhatikan kondisi lapangan (kondisi existing) dengan mempertimbangkan mempertimbangkan faktor teknis, biaya, kehilangan tekanan, rencana lokasi pemakaian air baku serta kemudahan dan effisiensi dalam pelaksanaan konstruksi. Dalam penentuan tata letak bangunan ini tentunya sangat diperlukan bantuan Pemerintah
E - 68
Kabupaten untuk membantu bantu dalam penentuan jalur trase jaringan air baku di lapangan serta penempatan-penempatan penempatan bangunannya. Tahap I
:
Pembuatan tata letak pendahuluan (preliminary lay out) mencakup perencanaan semua prasarana yang diperlukan untuk jaringan pipa air baku berdasarkan berd peta topografi skala 1 : 50.000, atau peta dasar yang ada atau berdasarkan informasi studi terdahulu dan pemerintah setempat atas persetujuan Direksi saat dilakukan survey pendahuluan.
Tahap II
:
Mencakup penelusuran trase jalur pipa dan penyesuaian penyesuaian hasil-hasil hasil dari Tahap I dengan jalan melakukan pengukuran topografi.
Sebelum Tahap II dilaksanakan juga dilakukan pengecekan di lapangan bersama-sama dengan Direksi untuk menetapkan lay out jalur air baku.
Perencanaan sistem jaringan air baku (yang dilengkapi fasilitas jaringan air bersih) terdiri atas :
Bangunan angunan utama yang berupa bangunan embung atau bangunan lain yang sejenisnya
Bangunan-bangunan bangunan pelengkap dan acessorisnya yang antara lain adalah : 1. Bangunan intake / bangunan pengambilan 2. Jaringan transmisi (air baku dan air bersih), jaringan penghantar air bersih serta jaringan distribusi 3. Bangunan pengumpul sementara / bak prasedimen / grit chamber 4. Bangunan IPA (instalasi pengolahan air) atau WTP 5. Bangunan reservoir / tampungan 6. Bak pelepas tekan (dalam pekerjaan ini tidak perlu) 7. Perlengkapan pipa dan accessorisnya (di semua jaringan) 8. Perlengkapan operasi dan pemeliharaan 9. Pompa, hidran umum dan lain-lain lain (disesuaikan dengan kebutuhan) 10. Dan lain-lain
Tata letak jaringan air baku yang telah disepakati untuk selanjutnya dituangkan dalam peta ikhtisar yang terdiri atas skematisasi jalur dan lokasi bangunan-bangunan bangunan bangunan tertentu pada jaringan air baku. baku
E.8.4.2
Perencanaan Bangunan Utama
Bangunan utama yang akan direncanakan untuk setiap setiap sumber air yang akan dikembangkan potensi airnya bias berupa bangunan embung atau bangunan pengambilan (intake) yang dilengkapi dengan bangunan broncaptering ( penangkap air). 1. Bangunan Intake/Broncaptering • Sesuai fungsinya bangunan intake digunakan untuk menyadap air baku dari sungai/danau dan E - 69
broncaptering digunakan untuk menangkap air baku dari mata air. • Bangunan intake ditempatkan pada lokasi dimana pinggir sungai/danau relatif lurus, tidak pada daerah belokan/lengkungan. lokan/lengkungan. • Lokasi intake mempunyai kedalaman air sumber yang cukup dalam,setelah diperhitungkan terhadap kebutuhan air pada hari maksimum diakhir periode perencanaan, terhadapa kedalaman minimum air sumber pada musim kemarau dan terhadap kedalaman minimum m yang tidak boleh diganggu (diijinkan). • Lokasi dari intake mempunyai kemiringan lereng sungai/danau yang relatif tidak landai. • Dilihat dari jenis/tipe bangunan intake yang umum diterapkan, maka :
Untuk bangunan intake yang dapat dibangun langsung di atas lokasi pinggir sungai/danau lebih sesuai untuk kondisi : * Fluktuasi debit air sumber pada musim hujan dan musim kemarau perbedaannya besar sekali. * Aliran air relatif tenamg tidak ada turbelensi. * Tidak banyak mengandung kotoran/sampah dan Lumpur. Lumpu * Kemiringan tebing terhadap dasar sungai/danau tidak landai. * Beda tinggi antara muka air maksimum dan relatif besar.
Untuk bangunan intake yang tidak dapat dibangun langsung di atas lokaasi pinggir sungai/danau, tetapi harus dialirkan dulu melalui saluran sebelum air baku terkumpul di sump well, maka lebih sesuai untuk kondisi : * Beda tinggi muka air maksimum dan minimum tidak besar. * Fluktuasi debit air sepanjang musim tidak ada perbedaan, relatif kecil. * Aliran air minumnya tidak tenang. * Banyak mengandung kotoran kasar/sampah dan Lumpur. * Kedalaman air tidak cukup menjamin pemompaan langsung.
2. Bangunan Embung
a. Lebar Puncak Tubuh Embung Lebar puncak tubuh embung diambil sebagai berikut : Tabel E - 27 Lebar Puncak Tubuh Embung Tipe 1. Urugan
2. Pasangan batu/beton
Tinggi (m)
Lebar Puncak (m)
1.
< 5,00
2,00
2.
5,00 – 10,00
3,00
Sampai maksimal 7,00
1,00
Sumber : Pedoman Kriterian Desain Embung Kecil untuk Daerah Semi Kering di Indonesia, 1994
E - 70
Apabila puncak urugan akan digunakan untuk lalu lintas umum, maka di kiri dan kanan badan jalan diberi bahu jalan masing-masing masing selebar 1,00 m
b. Kemiringan Lereng Tubuh Embung Sedangkan kemiringan lereng urugan harus ditentukan sedemikian rupa agar stabil terhadap longsoran. Hal ini sangat tergantung pada jenis material urugan yang hendak dipakai. Kestabilan urugan harus diperhitungkan terhadap surut cepat muka air kolam, rembesan rembesan langgeng, dan harus tahan terhadap gempa. Tabel E - 28 Kemiringan Lereng Urugan Untuk Tinggi Maksimum 10,00 m No
Material Urugan
1
Urugan Homogen
2 2.1
Urugan Majemuk Urugan batu dg inti lempung atau dinding diaprama.
2.2
Kerikil-kerakal kerakal dg inti lempung atau dinding diaprama
Sumber :
Material Utama
Kemiringan Lereng V:H Hulu
Hilir
CH CL SC GC GM SM
1:3
1 : 2,25
Pecahan batu
1 : 1,50
1 : 1,25
Kerikil-kerakal
1 : 2,50
1 : 1,75
Pedoman Kriterian Desain Embung Kecil untuk Daerah Semi Kering di Indonesia, 1994
c. Tinggi Jagaan Tinggi jagaan ditentukan dari tipe tubuh embung yang dipilih. Tinggi jagaan untuk berbagai tipe dapat dilihat pada Tabel berikut di bawah ini. Tabel E - 29 Tinggi Jagaan Embung No
Tipe Tubuh Embung
Tinggi Jagaan (m)
1
Urugan homogen dan majemuk
0,50
2
Pasangan batu/beton
0,00
3
Komposit
0,50
Sumber : Pedoman Kriterian Desain Embung Kecil untuk Daerah Semi Kering di Indonesia, 1994
E - 71
d. Tinggi Tubuh Embung Tinggi tubuh embung harus ditentukan dengan mempertimbangkan kebutuhan tampungan air, dan keamanan tubuh embung terhadap peluapan oleh banjir.
Sehingga tinggi tubuh embung dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan berikut : Hd = Hk + Hb + Hf Dimana : Hd
=
tinggi tubuh embung desain d (m)
Hk
=
tinggi muka air kolam pada kondisi penuh (m)
Hb
=
tinggi tampungan banjir (m)
Hf
=
tinggi jagaan (m)
Untuk tubuh embung tipe urugan diperlukan cadangan untuk penurunan yang secara praktis dapat diambil 0,25 m. Cadangan penurunan ini perlu ditambahkan pada puncak embung di bagian lembah terdalam, sedangkan untuk tipe pasangan beton hal ini tidak diperlukan.
e. Stabilitas Tubuh Embung Terhadap Aliran Filtrasi Syarat-syarat syarat kestabilan tubuh embung salah satunya adalah besarnya kapasitas filtrasi filtr dan kecepatan aliran air dalam tubuh embung dan dalam tanah pondasi dalam batas yang diijinkan. ♦
Formasi Garis Depresi Formasi garis depresi di zone kedap air tubuh embung dapat diperoleh dengan metode Cassagrande. Jika angka permeabilitas vertikalnya vertikalnya berbeda dengan angka permeabilitas horisontalnya, maka akan terjadi deformasi garis depresi dengan mengurangi koordinat horisontalnya sebesar ♦( ♦( kv/kh) kali. Hal ini juga berpengaruh terhadap nilai k, sehingga k =♦(kv.kh).
Gambar E - 12 Garis Depresi Pada Tubuh Embung Tipe Urugan Homogen Pada gambar di atas ujung tumit hilir embung dianggap sebagai titik permulaan koordinat dengan sumbu-sumbu sumbu x dan y,
maka garis depresi dapat diperoleh dengan persamaan
parabola bentuk dasar sebagai berikut : E - 72
y = ♦ ( 2y0 . x + y02 ) y0 = ♦ (h2 + d2 – d ) dimana : h
=
jarak vertikal antara titik A dan B
d
=
jarak horisontal antara titik A dan B
l1
=
jarak horisontal antara titik B dan E
l2
=
jarak horisontal antara titik B dan A
A
=
ujung tumit hilir embung
B
=
titik perpotongan antara permukaan air waduk dan lereng hulu embung
B1
=
titik perpotongan antara parabola bentuk dasar garis depresi dengan garis vertikal melalui titik B
B2 ♦
=
titik yang terletak sejauh horisontal ke arah hulu dari titik B
Kapasitas Aliran Filtrasi Perhitungan kapasitas aliran filtrasi dihitung berdasar pada jaringan trayektori aliran filtrasi. Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut : Qr
=
Nr ------Np
K.H.L
Dimana : Qr
=
kapasitas filtrasi
Nr
=
angka pembagi garis trayektori aliran filtrasi
Np
=
angka pembagi garis equipotensial
k
=
koefisien filtrasi
H
=
tinggi tekanan air total
L
=
panjang profil melintang tubuh embung
Kapasitas filtrasi sebaiknya tidak melebihi antara 2 – 5 % dari debit rata-rata rata yang masuk ke dalam waduk.
♦
Stabilitas Terhadap Bahaya Piping Rembesan air melalui tubuh embung mempunyai batas-batas batas batas tertentu, maka perlu adanya kontrol keamanan tubuh embung terhadap bahaya piping.
Untuk mengontrol keamanan
terhadap piping dipakai ketentuan ket sebagai berikut : i < ic i = (h/L) ic = ( Gs-1 )/( 1+e ) dimana : i
=
gradien hidrolis
E - 73
ic
=
gradien hidrolis kritis
H
=
perbedaan tinggi tekan pada titik peresapan air di lereng hulu dengan titik keluarnya pada lereng hilir
L
=
panjang aliran liran filtrasi
Gs
=
berat jenis material timbunan
e
=
angka pori material timbunan
Untuk keamanan tubuh embung kecepatan aliran filtrasi harus lebih kecil dari kecepatan kritis yang diijinkan. Kecepatan aliran filtrasi dapat diperoleh dengan persamaan sebagai seb berikut : V = ( k. i ) / n Dimana : V
=
kecepatan aliran filtrasi (m/det)
k
=
koefisien permiabilitas
i
=
gradien hidrolis
n
=
porositas
Untuk kecepatan kritis digunakan rumus yang dikembangkan oleh Yustin sebagai berikut : Vc
=
♦[
( W1. g ) -----------( F . γw )
]
Dimana : Vc
=
kecepatan kritis aliran rembesan (cm/det)
W1
=
berat butiran dalam air (gram)
d
=
diameter butiran terkecil ( cm )
g
=
gravitas (cm/det2)
F
=
luas permukaan butiran ( cm2 )
γw
=
berat isi air ( gr/cm3 )
3. Perencanaan Bangunan Pelimpah
a. Kapasitas Pengaliran Bangunan Pelimpah Untuk menentukan besarnya debit yang melalui pelimpah digunakan rumus sebagai berikut : Q = C . L . H1.5 Dimana : Q
=
debit yang melewati pelimpah (m3/det)
L
=
lebar/panjang mercu pelimpah (m)
H
=
tinggi tekanan air di atas mercu pelimpah (m)
C
=
koefisien aliran untuk ambang lebar
Koefisien debit ( C ) dari tipe standar suatu pelimpah diperoleh dengan rumus Iwasaki :
E - 74
Hd
Cd
=
2,20
---- 0,0416 W h --] Hd -----------------------h 1 + a [ ---- ] Hd
1 + 2a C
=
1,60
0.99
[
Dimana : C
=
koefisien debit
Cd
=
koefisien debit pada saat h = Hd
h
=
tinggi air di atas mercu pelimpah (m)
Hd
=
tinggi tekanan rencana di atas mercu pelimpah ( m )
W
=
tinggi pelimpah dari dasar saluran pengarah ( m )
A
=
konstanta ( diperoleh pada saat h/Hd dan c = cd )
Lebar efektif pelimpah adalah lebar air yang melimpah di atas pelimpah. Air tidak dapat melimpah selebar pelimpah sebagai akibat kibat adanya kontraksi pada dinding atau akibat adanya pilar pada pelimpah. Rumus yang digunakan untuk menghitung lebar efektif pelimpah adalah : Leff = L’ – 2 ( N. kp + ka ) . Hd Dimana : Leff
=
lebar efektif pelimpah ( m )
L’
=
lebar pelimpah sesungguhnya sesungguhn ( m )
N
=
jumlah pilar
kp
=
koefisien kontraksi pilar
ka
=
koefisien kontraksi dinding samping
Hd
=
tinggi tekanan total di atas mercu ( m )
Elevasi mercu pelimpah merupakan elevasi tampungan efektif yang dida[at dari perhitungan tampungan efektif wadukk untuk memenuhi kebutuhan air untuk penduduk yang dihitung dari simulasi tampungan waduk.
E - 75
: Tumpuan Pilar Bersudut
: Tumpuan Pilar Berbentuk bulat
Gambar 5 - 13 Koefisien Pilar Sesuai dengan Bentuk Tumpuannya
Gambar E - 14 Koefisien Kontraksi Pilar Sesuai dengan Bentuk Depan Masing-masing Masing
b
Penelusuran Banjir
Penelusuran banjir lewat waduk digunakan untuk mendapatkan hubungan antara debit keluar dari pelimpah dengan elevasi muka air waduk.
Pada prinsipnya penelusuran penelusuran banjir pada waduk
berdasarkan persamaan kontinuitas : I + O = ( ds/dt) Dimana : I
=
debit yang masuk ke waduk ( m3/det) E - 76
O
=
debit kelaur dari waduk (m3/det)
S
=
volume tampungan (m3)
T
=
waktu
(ds/dt)
=
perubahan tampungan tiap periode waktu penelusuran (m3/det)
Jika periode penelusurannya diubah dari dt menjadi ∆t, maka : I
=
I1 + I 2 --------2
I1 + I 2 ---------2
Q
Q1 + Q 2 ----------2
=
I1 + I 2 --------2
∆t + S1 -
I1 + I 2 --------2
+
Jika
S1 --∆t
-
=
Q1 --2
dS
=
S2 - S1
S2 – S1
=
Q1 ---2
Q1 + Q 2 ----------2
∆t = S2 +
=
S2 --∆t
+
Q2 ---2
∆t
Q2 --2
: S1 --∆t
Q1 --2
= Ψ
Q2 + --2
= ϕ
-
Dan : S2 --∆t Maka : I1 + I 2 --------2
+
Ψ
= ϕ
Dimana : I1
=
Inflow pada awal ∆t
I2
=
Inflow pada akhir ∆t
Q1
=
Outflow pada awal ∆t
Q2
=
Outflow pada akhir ∆t
∆t
=
Periode penelusuran banjir ( 3600 detik )
E - 77
Penelusuran banjir dilakukan dengan menganggap bahwa muka air waduk pada waktu bajir tiba (original level) berada setinggi mercu pelimpah.
c. Perencanaan Bentuk Ambang Pelimpah Bentuk ambang pelimpah direncanakan menggunakan bentuk standar tipe ogee, yang dikembangkan oleh Civil Departement US Army. Metode yang dipakai untuk menentukan bentuk penampang sebelah hilir dari titik tertinggi mercu pelimpah adalah lengkung Harold :
Gambar E - 15 Bentuk Ambang Pelimpah Tipe Ogee X1,85 = 2 . Hd0.85 . Y Dimana : Hd
=
tinggi tekan rencana (m)
X
=
jarak horizontal dari titik tertinggi mercu bendung ke titik permukaan mercu di sebelah hilirnya (m)
Y
=
jarak vertikal dari titik tertinggi mercu bendung ke titik di mercu di sebelah hilirnya (m)
Sedangkan untuk profil di bagian hulu dapat diperoleh dipero dengan persamaan : X1
=
0,282 Hd
X2
=
0,175 Hd
R1
=
0,2 Hd
R2
=
0,5 Hd
d. Tinggi Muka Air di Atas Pelimpah Untuk menentukan tinggi muka air di atas ambang pelimpah dipergunakan rumus sebagai berikut : Vz
=
♦[2g ( z + Hd – Yz)]
(Q/L)
=
Vz . Yz E - 78
Fz
=
( Vz / ♦ [ g . Yz ] [♦2g(Z 2g(Z + Hd – Yz)] – [ Q / ( Yz . L )] = 0
Dimana : Q
=
debit banjir rencana ( m3/det)
L
=
lebar pelimpah (m)
Vz
=
kecepatan pada titik sejauh z ( m/det)
Yz
=
kedalaman air pada titik sejauh Z (m)
Z
=
tinggi pelimpah dihitung dari dari mercu pelimpah sampai dengan lereng hilir pelimpah (m)
Fz
=
bilangan froude pada titik sejauh z
Hd
=
tinggi kecepatan di sebelah hulu (m)
e
Saluran Peluncur
Dalam merencanakan saluran peluncur (floodway) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : -
Agar air yang melimpah di saluran peluncur mengalir dengan lancar tanpa hambatan hidrolis
-
Agar konstruksi saluran peluncur cukup kokoh dan stabil serta menampung semua beban yang timbul
-
Agar biaya konstruksinya diusahakan seekonomis mungkin
Guna memenuhi persyaratan tersebut di atas maka harus diperhatikan : -
Diusahakan agar tampak atasnya selurus mungkin
-
Penampang lintang saluran peluncur sebagai patokan supaya diambil bentuk persegi empat
-
Kemiringan dasar saluran diusahakan sedemikian rupa sehingga pada bagian b hulu berlereng landai dan ke arah hilir semakin curam.
Rencana teknis saluran peluncur didasarkan pada perhitungan hidrolika untuk memperoleh gambaran kondisi pengaliran melalui saluran tersebut pada debit tertentu.
Metode yang dipakai untuk
mendapatkan atkan garis permukaan aliran di dalam saluran peluncur didasarkan pada Teori Bernaulli : Z1
+ Y1
V12 + ---2g
= Y2
V22 + ---2g
+ hf
+ he
Untuk rumus Manning : Sf
hf
Vrata2 x n2 = ----------Rrata4/3 = Sf . ∆x
E - 79
Dimana : Y1,2
=
kedalaman air di bidang 1 dan 2 ( m )
V1,2
=
kecepatan aliran di bidang 1 dan 2 ( m/det)
Sf
=
kemiringan garis energi
g
=
percepatan gravitasi
hf
=
kehilangan tekan karena gesekan (m)
he
=
kehilangan tekan karena pusaran (m)
n
=
koefisien kekasaran Manning
R
=
jari-jari jari hidrolis (m)
∆X
=
jarak horizontal antara bidang 1 dan 2 ( m )
f.
Peredam Energi
Sebelum aliran yang melintasi bangunan pelimpah dikembalikan lagi ke dalam sungai, maka aliran yang tinggi dalam kondisi superkritis tersebut harus diperlambat dan diubah pada kondisi subkritis. Ada beberapa tipe peredam energi untuk embung urugan, antara lain : -
Tipe loncatan ( water jump type )
-
Tipe kolam olakan ( stilling basin type )
-
Tipe bak pusaran ( ruller bucket type )
Gambar E - 16 Peredam Energi Tipe Loncatan (Water Jump Type)
Gambar E - 17 Peredam Energi Tipe Kolam Olakan (Stilling Basin Type)
E - 80
Gambar E - 18 Peredam Energi Tipe Bak Pusaran (Roller Bucket Type)
g. Tebal Lantai Ketebalan lantai saluran transisi, peluncur dan peredam energi dihitung agar dapat menahan gaya up-lift, dengan persamaan : dx
>
Px
=
Fs .
Hx
Px – Wx ---------γb Lx - --L
H
Dimana : dx
=
tebal lantai pada titik yang ditinjau ( m )
Fs
=
faktor keamanan ( 2,5 )
γb
=
berat jenis konstruksi ( t. m-1 )
Px
=
gaya angkat di titik x (t. m-1 )
Wx
=
kedalaman air di titik x ( m )
Hx
=
tinggi energi di hulu sampai titik x ( m )
H
=
beda tinggi pada hilir ( m )
L
=
panjang rayapan total ( m )
Lx
=
panjang rayapan dari titik yang ditinjau ( m )
h
Stabilitas Ambang Pelimpah
Dalam merencanakan suatu konstruksi yang kokoh dan baik, maka harus diperhitungkan semua beban yang bekerja pada konstruksi tersebut, sehingga perlu dilakukan kontrol-kontrol kontrol stabilitas yang meliputi : -
Stabilitas terhadap guling
-
Stabilitas terhadap geser
-
Stabilitas terhadap daya dukung tanah E - 81
♦
Stabilitas terhadap guling Kontrol stabilitas terhadap momen guling digunakan rumus : Keadaan normal : SF = (Mt / Mq ) > 1,5 Keadaan gempa : SF = (Mt / Mq ) > 1,1 Dimana :
♦
SF
=
Angka keamanan
Mt
=
Momen tahan ( kN.m )
Mq
=
Momen guling ( kN. m )
Stabilitas terhadap geser Untuk menentukan stabilitas geser, maka dipergunakan persamaan :
c . A’ + Σ V . tg θ = ----------------------ΣH
SF
Dimana :
♦
SF
=
angka keamanan
ΣV
=
jumlah gaya-gaya gaya vertikal
ΣH
=
jumlah gaya-gaya gaya horizontal
θ
=
sudut geser antara pondasi dengan tanah pondasi
c
=
kohesi antara pondasi dan tanah pondasi
A’
=
luas pembebanan efektif ( m2 )
Stabilitas terhadap daya dukung tanah Untuk menentukan stabilitas terhadap daya dukung tanah biasanya berdasarkan anggapan bahwa tanah pondasi merupakan bahan elastis dan dihitung dengan persamaan sebagai berikut : E
Σ Mv - Σ MH = ---------------V
-
L --2
Jika E < ( L/6 ), maka : σmaks -----σmin
ΣV = ---A
(1+
6E --- ) B
< σijin
Jika E > ( L/6 ), maka : σmaks
2. Σ V = -------LX
< σijin
E - 82
X
=
3 [ (B/2) – e ]
Dimana : σ
=
besar reaksi daya dukung tanah ( t.m-2 )
E
=
eksentrisitas pembebanan ( m )
σijin
=
daya dukung ijin tanah ( t.m-2 )
ΣV
=
jumlah gaya vertikal ( ton )
B
=
lebar pondasi ( m )
A
=
luas dasar pondasi permeter ( m-2 )
X
=
lebar efektif dari kerja reaksi pondasi ( m )
Daya dukung tanah ah ijin beban maksimum yang dapat ditahan oleh tanah tanpa mengalami keruntuhan. Untuk memperkirakan besarnya daya dukung ijin tanah pondasi dangkal dengan pembebanan tak sentris. Pendekatan yang digunakan yaitu dengan konsep lebar efektif : B’
=
B = 2 eb
L’ = L
σ
=
( qbatas / SF )
qbatas
=
C λCS . λCd . NC + q . λqS . λqd . Nq + 0,5 λγS . λqd . γ . B’ . Nγ
Dimana : C
=
kohesi tanah
Nc ,Nq ,Nγ
=
koefisien daya dukung tanah
λCS ,λqS ,λγS =
faktor bentuk
λCd ,λqd ,λγd =
faktor kedalaman
5.8.4.3
Perencanaan Jaringan Transmisi
Sistem distribusi air dari bangunan pengambilan sampai dengan bak penampungan (reservoir) sebisa mungkin dilakukan dengan menggunakan jaringan pipa dengan sistem gravitasi, yang didesain sebagai pipa bertekanan. Hal ini dimaksudkan dimaksudkan agar kehilangan selama pendistribusian kecil dan air didistribusi secara tidak menerus (tidak kontinyu) tetapi sesuai dengan keinginan pemakai mengingat sangat terbatasnya sumber air yang tersedia.
1. Jaringan Pipa Transmisi Syarat-syarat dan ketentuan tentuan yang harus diperhatikan pada saat perencanaan jaringan pipa transmisi adalah sebagai berikut : 1. Pengaliran dalam pipa sedapat mungkin dilakukan secara gravitasi. 2. Jalur pipa trasnmis selurus dan sependek mungkin. 3. Pemakaian bend dan syphon diusahakan seminimum mungkin. 4. Kesulitan pelaksanaan konstruksi, sekecil mungkin. 5. Mudah dalam pengoperasiaan dan pemeliharaan. 6. Untuk keamanan, sedapat mungkin jalur transmisi tidak melaluli daerah yang tidak stabil (labil). E - 83
2. Perlengkapan Pipa Syarat-syarat syarat yang harus diperhatikan adalah : 1. Valve/katup a. Berfungsi untuk membuka/menutup aliran dalam pipa. b. Dipasang pada : -
Ujung pipa tempat aliran air masuk atau aliran air keluar.
-
Pipa penguras (Wash Out/Blow Off).
-
Persimpangan/percabangan pipa.
-
Pipa outlet pompa.
-
Bagian awal dari jembatan pipa.
c. Dimensi sesuai dengan dimensi pipa. 2. Check Valve a. Berfungsi mencegah aliran balik. b. Dipasang pada : -
Pipa outlet pompa.
-
Tempat-tempat lain dimana diharapkan tidak terjadi aliran balik.
c. Dimensi sesuai dengan dimensi pipa. 3. Air Valve/Katup Udara a. Berfungsi untuk mengeluarkan udara yang terperangkap dalam pipa. b. Dipasang pada : -
Titik tertinggi disepanjang jalur pipa.
-
Jembatan pipa dengan perletakan ¼ L (L adalah panjang bentang jembatan), dari arah aliran.
c.
Harus dilengkapi dengan stop valve yang dipasang diantara air valve dan pipa.
4. Wash Out/Blow Off a. Berfungsi untuk mengeluarkan Lumpur/endapan yang terperangkap dalam pipa, yaitu bagian yang mengendap didasar pipa. b. Dipasang pada : -
Tempat-tempat yang relative rendah sepanjang jalur transmisi yaitu tempat-tempat tempat dimana Lumpur/kotoran terakumulaasi dan memungkinkan pengurasan dilakukan secara gravitasi.
c.
-
Ujung jalur pipa yang mendatar/menurun. mendatar/menu
-
Titik awal jembatan pipa.
Diameternya adalah (1/4 – 1/2) diameter pipa transmisi.
d. Dilengkapi dengan valve. 5. Pressure Reducing Valve a. Berfungsi untuk mengurangi tekanan yeng berlebuh secara otomatic, dan dapat diatur
E - 84
pengurangannya sampai dengan tekanan yang dikehendaki. b. Dipasang pada titik-titik titik tertentu pada jalur pipa yang mempunyai tekanan antara 60 sampai 100 meter. c.
3.
Dimensi sesuai dengan dimensi pipa.
Sistem Pengaliran (Hidrolis)
Hal-hal hal yang perlu diperhatikan adalah : 1. Sistem gravitasi Kedudukan titik awal pipa transmisi lebih tinggi dari titik akhir pipa transmisi. Tetapi beda tinggi statis yang tersedia lebih besar dari kehilangan tekanan sepanjang pipa transmisi (berlaku disetiap titik sepanjang jalur pipa pipa transmisi). Sedangkan tekanan akhir pipa transmisi memenuhi kriteria yang ditentukan. 2. Sistem pemompaan a. Bila kedudukan titik awal pipa transmisi lebih rendah dari titik akhir pipa transmisi atau hampir mendatar. pipa trasnmisi lebih tinggi dari pada titik akhir pipa trasnmisi, tetapi b. Bila kedudukan titik awal pipa beda tinggi tekanan statis yang tersedia lebuh kecil dari kehilangan tekanan air sepanjang pipa transmisi. c.
Bila kedudukan titik awal pipa transmisi lebih tinggi dari pada titik akhir pipa transmisi, tetapi pada jalur pipa transmisi tersebut terdapat lokasi yang lebih tinggi dari titik awal pipa transmisi.
d. Bila kedudukan titik awal pipa transmisi lebih tinggi dari pada titik akhir pipa transmisi, tetapi pada jalur pipa transmisi tersebut tersebut terdapat lokasi/titik yang mempunyai sisa tekanan air lebih kecil dari syarat minimum dalam kriteria perencanaan.
Hukum-hukum hukum kekekalan yang berlaku pada aliran pipa adalah kukum kekekalan massa, kukum k kekekalan momentum dan hukum kekekalan energi. Perlu Perlu dibedakan antara hukum kekekalan energi pada aliran pipa dengan persamaan bernoulli, karena persamaan Bernoulli untuk aliran dengan kondisi tidak ada turbulensi, tidak ada berviskositas, aliran tunak dan aliran tidak berotasi. Persamaan hidrolika aliran pada jaringan pipa adalah : H1 = V12 ----2g
+
H2 + HL Z1
P1 + ----γ
V22 = ----29
+
Z2
P1 ----γ
f L V2 ------2gD
dimana : H
=
HL =
total energi pada suatu titik (m) kehilangan energi (m) E - 85
V
=
kecepatan aliran pada suatu titik (m/dtk)
z
=
titik berat pipa terhadap suatu datum (m)
P
=
tekanan air pada suatu titik (t/m2)
G
=
gravitasi bumi (9.81 m/dt2)
γ
=
berat jenis air (1,00 t/m3)
f
=
koefisien kekasaran pipa
L
=
panjang pipa (m)
D
=
diameter pipa (m)
Persamaan kehilangan HL tersebut di atas berdasarkan persamaan Darcy Weisbach, Kehilangan tekanan pada perhitungan pipa transmisi dapat juga ditentukan dengan memanfaatkan rumus HazenHazen William : L x Q1,85 HL = 10,666 x
Ch1,85 x D4,87
dimana: HL
=
Kehilangan Tekanan (m)
L
=
Panjang pipa (m)
Q
=
Debit air (m3/det)
D
=
Diamater pipa (m)
Ch
=
Koefisien kekasaran pipa
Sedangkan untuk menghitung kecepatan rata-rata rata rata pada aliran pipa digunakan persamaan Hazen Willeams sebagai berikut :
V
=
1.318 ch R0.63 S0.54
dimana : V
=
Kecepatan rata-rata rata pada pipa (m/dtk)
ch
=
koefisien geseran Hazen Williems (bergantung pada kekasaran pipa) seperti ditunjukkan pada Tabel 4-4 4 untuk jenis pipa baru.
R
=
jari-jari jari hidroulik (m)
S
=
HL/L (kemiringan geser/garis energi)
L
=
Jarak yang ditinjau (m)
Kecepatan aliran maksimum yang digunakan adalah 2,00 m/det dan kecepatan minimum 0,30 m/det. Pengecekan kecepatan ini akan dilakukan setelah terjadi keseimbangan tekanan di dalam jaringan distribusi. Pada jalur transmisi, batasan kecepatan tersebut diatas ditetapkan saat menentukan diameter pipa yang akan digunakan. E - 86
Tabel 5 - 30 Koefisien Kekasaran Pipa Baru (ch) No.
Jenis Pipa
Nilai Ch
1.
Cast iron
130 – 140
2.
Concrete or concrete limid
120 – 130
3.
Galvanized iron
4.
Plastic
140 – 150
5.
Steel
140 – 150
6.
Vitrified clay
120
110
Untuk jaringan distribusi yang tertutup, perataan tekanan didalam jaringan dilakukan dengan metode hardy cross. Perhitungan perataan dihentikan bilamana jumlah kehilangan energi didalam loop sudah mencapai angka ≤ 0,005 m. Tekanan sisa minimum pada jaringan jaringan induk distribusi sebaiknya adalah 20 m kolam air. Pengecekan terhadap tekanan sisa tersebut akan dilakukan setelah perataan tekanan dan akan turut diperhitungkan didalamnnya elevasi muka tanah dari titik tersebut. Angka sebesar 20 m kolom air bertujuan, setelah pipa disambung masuk kedalam rumah penduduk air akan bisa keluar dengan baik pada kran dan tidak diperlukan lagi pompa di rumah-rumah. rumah rumah. Tetapi dalam perencanaan ini perhitungan dilakukan pada jaringan pipa tunggal.
Dalam menentukan tekanan sisa tersebut, selain tersebut di atas tentunya akan bergantung pada posisi kolam air (ketinggian) serta dipengaruhi oleh besarnya pipa dan jenis pipa yang akan dipakai yang berkaitan dengan besarnya biaya konstruksi.
Kehilangan tekanan pada aliran dalam pipa terdiri dari : 1. Minor losses yaitu pemasukan (hi), lengkung atau belokan (hl), sambungan antara pipa dengan diameter yang berbeda (hs), pengeluaran, akibat adanya bends dan fittings (acessoris pipa). 2. Mayor losses yaitu geseran sepanjang pipa (hg). Secara ringkas ngkas kehilangan tekanan pada jaringan pipa diuraikan sebagai berikut : 1. Kehilangan tekanan pada pemasukan
hi
= 0,50 V2/g
dimana : hi
=
Kehilangan tekanan pada pemasukan (m)
V
=
Kecepatan aliran pada pipa (m/dt)
g
=
Gravitasi (9.81 m/dt2)
E - 87
2. Kehilangan tekanan pada sambungan pipa dengan diameter berbeda.
(Vt2 - Vr2)/2g
hs = dimana : hs =
Kehilangan tekanan pada sambungan pipa
Vt =
Kecepatan aliran yang tinggi pada pipa (m/dt)
Vr =
Kecepatan aliiran yang rendah pada pipa (m/dt)
g
Gravitasi (9.81 m/dt2)
=
3. Kehilangan tekanan pada lengkungan/belokan
hl
fi V2/g
=
dimana : hi
=
Kehilangan tekanan pada lengkungan (m)
fi
=
Faktor kehilangan tekanan pada lengkung/belokan yang bergantung dari sudut lengkungan, seperti Tabel 4-5 4
V
=
Kecepatan aliran pada pipa (m/dt)
g
=
Gravitasi (9.81 m/dt2) Tabel 5 - 31 Hubungan Antara Sudut Lengkungan Dengan f1. α ( 0)
f1
5 10 15 20 25 30 35 40 45 90
0.013 0.030 0.048 0.067 0.080 0.115 0.146 0.184 0.234 0.250
Sketsa Pejelasan
α
4. Kehilangan tekanan pada pengeluaran
hi
= 1,00 V2/g
dimana : hi
=
Kehilangan tekanan pada pengeluaran (m)
V
=
Kecepatan aliran pada pipa (m/dt)
g
=
Gravitasi (9.81 m/dt2)
5. Kehilangan tekanan akibat fittings
hL = K V2/2g E - 88
dimana : hL =
Kehilangan tekanan akibat fittings (m)
K
=
Koefisien minor losses pada fittings
V
=
Kecepatan aliran pada pipa (m/dt)
g
=
Gravitasi (9.81 m/dt2) Tabel 5 - 32 Minor losses Coefisients for Selectid Fittings Fittings
Loss Coefficients
Globe valve, fully open
10.0
Angle valve, fully open
5.0
Swing check valve, fully open
2.5
Gate valve, fully open
0.2
Short radius elbow
0.9
Medium radius elbow
0.8
Long radius elbow
0.6
45 degree elbow
0.4
Clossed return bend
2.2
Standart tee – flow throught run
0.6
Standart tee – flow throught branch
1.8
Square entrance
0.5
Exit
1.0
6. Kehilangan tekanan akibat geseran
hg
f L V2 = D 2g
dimana : hg =
Kehilangan tekanan akibat geseran (m)
f
=
Koefisien kekasaran pipa (seperti pada Tabel 5.1)
D
=
Diameter pipa (m)
L
=
Panjang pipa (m)
V
=
Kecepatan aliran dalam pipa (m/dt)
g
=
Gravitasi (9.81 m/dt2)
Beberapa paket program yang dapat dipakai untuk memperlancar perhitungan hidrolis pipa air transmisi dan distribusi antara lain adalah : 1. Program Loop, Program ini diberikan oleh UNDP Untuk membantu engineer dalam menghitung hidraulis perpipaan terutama dalam jaringan pipa tertutup (Loop), selain untuk menghitung distribusi perpipaan air baku juga disertai program sewerage perkotaan. Untuk proyek jaringan pipa cukup menggunakan program sistim bercabang ( branch ).
E - 89
2. Program Epanet, Program ini khusus untuk menghitung keseimbangan hidraulis di jaringan pipa transmisi dan pipa distribusi dengan jumlah jumlah loop lebih dari 2000 loop. Program ini terlalu boros untuk diterapkan dalam menghitung hidraulik pipa transmisi dengan satu jalur (pipa tunggal). 3. Lain-lain lain seperti program Waterned, Watercad atau perhitungan secara manual (microsoft excel atau pakai lotus).
Perhitungan dapat juga dilakukan dengan menggunakan microsoft excel atau lotus, khususnya untuk pipa tunggal maupun bercabang, kecuali loop. Program Epanet 2 adalah suatu model perhitungan dengan alat bantu software yang dikeluarkan oleh Lewis A. Rossman Rossman dari National Risk Management Research Laboratory pada bulan September Tahun 2000. Dalam program software Epanet 2 tersebut selain paramater-parameter parameter bangunan dan perpipaan (sumber air, persimpangan, reservoir, tangki, valve, pompa), elevasi, debit, t, kualitas air dan lain-lain lain lain sudah memperhitungkan nilai koordinat dan durasi waktu serta beberapa alternatif penutupan atau pembukan valve dll dengan fasilitas perhitungan lewat komputer berfasilitas windows.
4.
Bahan Pipa
Bahan pipa untuk jaringan air baku tersebut diatas akan dipilih berdasarkan faktor keadaan tanah/topografi, tekanan, diameter, kualitas air, tersedianya bahan di pasaran dan kemudahan pada saat pemasangan.
Pada kondisi tanah yang bisa dibuktikan sangat korosive, penggunaan pipa Galvanized Galvan Iron Pipe (GIP) tidak akan dipilh. Pada kasus tanah tersebut diusulkan pemanfaatan pipa Polivinyl Chloride pipe (PVC) untuk diameter ≤ 400 mm, dan Ductive Cast Iron Pipe (DCIP) untuk diameter yang lebih besar. Dengan kondisi topografi daerah studi maka maka pipa yang akan digunakan adalah pipa PVC S10. Dari segi tekanan yang terjadi dalam pipa, pipa jenis manapun dapat digunakan sepanjang tekanan yang terjadi tersebut masih dalam batas-batas batas batas yang diizinkan. Hal yang sama dengan kualitas air sepanjang air yang ng akan diangkut telah memenuhi syarat kualitas sebagaimana disebut di depan, maka jenis pipa manapun yang dipilh tidak akan jadi masalah.
Faktor kemudahan pada saat pemasangan ditentukan oleh kesulitan pencapaian dan transportasi pipa. Untuk daerah yang terpencil yang memerlukan perjalanan untuk membawa pipa, pipa yang ringan (misalnya pipa PVC) akan lebih menguntungkan. Kesemua faktor disebut diatas akan ditinjau satu persatu pada saat pemilihan jenis pipa dilakukan. Faktor lain yang tidak kalah pentingnya penting adalah faktor harga dan ketersediaan jenis pipa dipasaran.
E - 90
Tabel 5 - 33 Jenis-jenis Pipa Jenis Tanah Korosive
Cara Pemasangan Ditanam Tidak tertanam
Tidak korosive
φ mm
Tekanan Maks (atm)
Ditanam Tidak tertanam
≤ 400
≥ 400
10 > 10 10
PVC DCIP GIP
DCIP DCIP DCIP
10 > 10 10
PVC GIP GIP
GIP DCIP DCIP
Keterangan : Walaupun demikian, saat ini sudah banyak beberapa jenis pipa PVC yang mempunyai tekanan kerja di atas 10 atm. 5.
Kedalaman Pemasangan Pipa
Baik pipa transmisi maupun pipa distribusi sedapat mungkin ditanam dalam tanah. hal ini dimaksudkan untuk menghindari menghindar adanya kerusakan pipa yang disebabkan faktor alam (pohon tumbang, longsor), atau hewan dan manusia. Untuk pemasangan pipa dalam tanah beberapa bebe hal perlu diperhatikan antara lain lebar galian, dalamnya penanaman pipa serta perlu tidaknya lapisan pasir sebagai alas dan penutup.
Lebar galian dimaksudkan untuk memudahkan pelaksanaan pekerjaan. Untuk jenis pipa kecil dimana memungkinkan
penyambungan ngan
setelah
pemasangan,
lebar
galian
tersebut
tidak
terlalu
dipermasalahkan. Untuk pipa dengan diameter yang lebih besar, lebar galian adalah φ pipa ditambah ruang kerja secukupnya ke kiri atau ke kanan pipa atau sesuai dengan kebutuhan desain. Kondisi pipa pa sangat menentukan kedalaman pipa. Kedalaman diukur dari bagian atas pipa sampai muka tanah asal. Pada tabel dibawah ini diperlihatkan persyaratan kedalaman dengan kondisi lahan yang berbeda-beda. Tabel 5 - 34 Kedalaman Penanaman Pipa No
Jenis Pipa
Kondisi Lahan Yang Dilalui
Kedalaman (cm)
1
Transmisi
Sawah, Lapangan Terbuka Jalan Desa Jalan Raya
80 100 120
2
Distribusi
Sawah, Lapangan Terbuka Trotoar
80 100
Pada jaringan pipa sebaiknya digunakan lapisan pasir sebagai lapisan dasar sebelum pemasangan pipa. Lapisan pasir tersebut juga disisikan disis kiri dan kanan pipa dan bagian atas pipa. Tebal lapisan pasir pada bagian bawah pipa adalah 10 cm pada sisi pipa dan pada bagian atas pipa 10 cm
E - 91
atau disesuaikan dengan diamater pipa, untuk pipa-pipa pipa pipa transmisi khususnya tebal lapisan pasir sebaiknya direncanakan lebih tebal. Ketebalan ini bervariasi dari 10 cm – 25 cm. Namun dalam menentukan tebal lapisan pasir bergantung bergantung juga dalam penentuan lebar galian dalam memudahkan pelaksanaan.
0,80 m
0,15 m Dpipa 0,15 m Dpipa 0,25 m
0,25 m
Gambar 5 - 19 Kedalaman Bahan Material Yang Digunakan Untuk Pemasangan Pipa
6. a.
Perlengkapan Pipa Katup pelepas udara (Air Released Valve) Katup pelepas udara berfungsi membuang udara yang sempat masuk kedalam sistim perpipaan. Untuk mencapai maksud tersebut, maka katup tersebut ditempatkan pada titik tertinggi dari jalur pipa yang bersangkutan. Untuk keperluan pemeliharaan, katup pelepas udara ini dipasang berdampingan dengan katup penutup (Gate Valve atau Stop Valve) bilamana didekatnya belum ada katup sejenis. Untuk pipa dengan diameter ≤ 400 mm, dipasang katup pelepas udara jenis lubang tunggal (Single Orifice). Katup lubang ganda (Double Orifice) dipasang untuk pipa diameter ≥ 400 mm. Baik katup lubang tunggal maupun maupun katup lubang ganda dipasang lebih tinggi dari muka air tanah, untuk menghindari masuknya air tanah kedalam jaringan melalui lubang pelepas udara.
b.
Pencucian (Blow Off) Perlengkapan jenis ini bukanlah suatu perlengkapan yang khusus dibuat dari pabrik, pabrik tetapi merupakan perlengkapan yang dapat dibuat setempat. Kegunaannya untuk mencuci pipa dari kotoran yang mengendap dalam jaringan. Oleh karena itu perlengkapan ini harus ditempatkan pada tititk terendah. Pada keadaan topografi yang datar, penempatan perlengkapan pe pencucian pada setiap jarak 2.000 000 m. Perlengkapan berupa katup penutup diperlukan dua buah, masingmasing masing pada arah pipa utama satu buah dan pada arah pipa penguras satu buah. Diameter pipa
E - 92
pencucian diambil mbil antara ¼ - ½ diamater pipa yang akan dikuras. Pada jaringan distribusi, hidran pemadam kebakaran (Fire Hidrant) dapat difungsikan sebagai peralatan pencucian, sehingga perlengkapan khusus pencucian tidak diperlukan lagi.
c.
Katup Penutup (Stop Valve) Pada pipa transmisi, katup penutup diperlukan pada setiap jarak maksimum 2.000 m. hal ini dimaksudkan untuk membatasi bagian pipa yang tidak difungsikan, bilamana perlu perbaikan pada bagian tersebut. Letak katup penutup yang digunakan sebagai bagian dari katup pelepas tekan, perlengkapan ngkapan pencucian, atau pada jembatan/siphon pipa harus dipertimbangkan, sehingga jumlah katup yang dipasang bisa dibatasi. Pada jaringan distribusi, katup penutup dipasang pada pertemuan jaringan, sehingga memungkinkan isolasi suatu blok pelayanan. Hal ini in dimaksudkan untuk memungkinkan perbaikan jaringan, bilamana terjadi kebocoran/ kerusakan pada blok tersebut, tanpa harus menghentikan pelayanan kepada blok yang lain. Yang perlu diperhatikan disini adalah jika dilakukan penutupan stop valve adalah tekanan tekanan yang bekerja pada pipa.
d.
Peralatan Pipa Lainnya Peralatan pipa lainnya adalah peralatan-peralatan peralatan peralatan penyambungan pipa (fitting) antara lain: bend, tee, dan coupling. Peralatan bend diperlukan pada arah vertikal (naik turun) maupun pada arah horizontal (belokan belokan kekiri dan belokan kekanan). Tee diperlukan pada percabangan pipa apakah itu untuk memasang perlengkapan pipa, ataukah percabangan karena penyambungan pelayanan. Coupling digunakan pada penyambungan pipa yang lurus yang dipotong atau yang terpotong karena suatu alasan. Pada pemasangan peralatan bend dan tee, angker blok selalu harus dipasang, untuk menahan energi tumbukan air terhadap peralatan tersebut. Ukuran anker blok disesuaikan dengan diameter diam ter pipa. Angker blok dibuat dari beton tidak bertulang bertulan untuk diameter yang kecil dan beton bertulang untuk diameter yang lebih besar.
7.
Bangunan Penunjang Perpipaan
a. Bak Pelepas Tekanan (BPT) a. Berfungsi untuk menghilangkan tekanan lebih yang terdapat pada aliran pipa, yang dapat mengakibatkan pipa pecah. b. Ditempatkan pada : -
Titik-titik titik tertentu pada pipa transmisi, yang mempunyai beda tinggi antara 60 meter sampai 100 meter, terhadap titik awal transmisi.
-
Beda tinggi yang dimaksud sangat tergantung pada jenis pipa. Biasanya untuk jenis PVC dan ACP, beda tinggi maksimum untuk penempatan BPT adalah 70 meter. Untuk pipa jenis baja atau DCIP, beda tinggi maksmum unyuk penempatan BPT adalah 100 meter.
c. Waktu detensi (td) adalah (1 – 5) menit.
E - 93
b. Booster Stasiun a. Berfungsi untuk menambah tekanan tekanan air dalam pipa dengan menggunakan pemompaan. b. Cara penerapan penambahan tekanan :
c.
-
Langsung dipasang pompa pada pipa.
-
Menggunakan reservoir penampungan.
Ditempatkan pada : tempat dimana air dalam pipa kurang dari kriteria tekanan air minum. Tempat-tempat
c. Jembatan Pipa a. Merupakan bagian dari pada transmisi yang meyeberang sungai/saluran atau sejenis,diatas permukaan tanah/sungai. b.
Pipa yang digunakan untuk jembatan pipa disarankan menggunakan pipa baja atau pipa Ductile Cast Iron (DCIP).
c.
Sebelum bagian pipa masuk dilengkapi gate valve dan wash out.
d. Dilengkapi dengan air valve yang diletakkan pada jarak 1/4 bentang dari titik masuk jembatan pipa.
d. Syphon a. Merupakan bagian dari pipa transmisi yang menyeberang di bawah dasar sungai/saluran. sungai/sa b. Pipa yang digunakan untuk siphon disarankan menggunakan pipa baja tau pipa Ductile Cast Iron (DCIP). c.
Bagian pipa masuk dan keluar siphon dibuat miring terhadap pipa transmisi membentuk sudut 45 derajat dan dieri blok penahan sebagai pondasi.
d. Bagian pipa yang menyeberang/berada di bawah sungai/saluran harus diberi pelindung.
e. Manhole/Box a. Manhole/Box diperlukan untuk ispeksi dan perbaikan terhadap perlengakapan-perlengkapan perlengakapan tertentu pada jaringan transmisi. b. Ditempatkan pada tempat-tempat tempat tempat pemasangan water meter. Pemasangan valves/katup dan sebagainya.
f.
Thrust Block a. Berfungsi sebagai pondasi bantalan/dudukan perlengkapan pipa seperti bend, tee, katup valve yang berdiameter lebuh besar dari 40 mm. b. Dipasang pada tempat-tempat tempat tempat dimana perlengkapan pipa dipasang, yaitu pada : -
Belokan pipa.
E - 94
c. 5.8.4.3
-
Persimpangan/percabangan pipa.
-
Sebelum dan sesudah jembatan pipa syphon.
-
Perletakan valve/katup.
Dibuat dari pasangan batu atau beton bertulang. Perencanaan Bangunan Penunjang Lainnya
1. Bak Pra Sedimen / Grit Chamber Bak pra sedimen berfungsi untuk mengurangi kekeruhan air sebelum masuk pada jaringan air baku. Ukuran dan dimensi bak pra sedimen ini direncanakan dalam bentuk tipikal yang disesuaikan dengan kondisi lapangan. lapa
2. Reservoir Reservoir direncanakan untuk mengatur keseimbangan antara kapasitas produksi yang relatif konstan dengan pemakaian air yang bervariasi selama 24 jam. Kapasitas reservoir akan direncanakan sesuai dengan pedoman Perencanaan Sektor Air Bersih Bersih yang berlaku secara Nasional yaitu sebesar 12 – 15 % dari kebutuhan jam puncak. Disamping itu dalam menentukan dimensi reservoir juga akan disesuaikan dengan kapasitas standar dari Direktorat Air Bersih (DAB) yaitu 50, 100, 200, 300, 500, 750, dan 1000 m3 yang disesuaikan dengan kondisi lapangan (untuk perhitungan galian dan timbunan serta keamanan bangunan).
Penempatan reservoir hendaknya ditempatkan pada lokasi yang tinggi, sehingga memungkinkan distribusi bisa berlangsung dengan gravitasi. Disamping itu, juga akan diusahakan agar reservoir ditempatkan sedekat mungkin ke daerah pelayanan untuk memudahkan pengontrolan dan penghematan pipa penghantar air bersih maupun pipa distribusi serta sedekat mungkin dengan akses jalan masuk.
Reservoir dapat dibuatt dari beton atau baja. Pilihan bahan untuk membuat reservoir bergantung pada ketersedian bahan dan harganya. Dengan demikian, analisis harga yang paling ekonomis dapat dilakukan.
Untuk keamanan, reservoir harus tertutup dan dilengkapi dengan lobang kontrol kontr (man hole) untuk pemeriksaan dan pemeliharaan reservoir. Di dekat lobang kontrol dipasang tangga untuk memungkinkan seorang masuk ke dalam reservoir.
Perlengkapan perpipaan pada reservoir antara lain pipa inlet, pipa outlet, pipa peluap, dan pipa penguras ras serta ventilasi. Bagian atas pipa inlet ditempatkan 20 cm dibawah penutup dan bagian bawah pipa outlet ditempatkan minimum 1 cm dari lantai reservoir. Bagian atas pipa peluap ditempatkan kurang lebih 5 cm dibawah penutup dengan diameter yang sama besarnya besar dengan E - 95
pipa pemasukan. Pipa penguras diletakkan pada bagian terendah dari reservoir. Bila digunakan reservoir beton, maka akan disediakan lobang berukuran 30 X 30 cm sedalam ± 10 cm pada sudut reservoir untuk memungkinkan kotoran terkumpul untuk dibuang dibuang keluar.
3. Bak Pembagi ( Hidran Umum) Bak pembagi yang berfungsi bangunan SIPAS ( Sistem penyaringan air sederhana) atau Bak penampung sementara letaknya diusahakan dekat dengan pemakai (tetapi tidak terlalu panjang atau tidak melebihi 500 m) untuk memenuhi memenuhi kebutuhan air penduduk. Struktur bak dapat dibuat dari beton atau pasangan batu kalu atau bata dengan plesteran kedap air. Dalam perencanaan ini bak penampungan sementara direncanakan dengan ukuran 3,00 x 3,00 m dengan ketinggian 1,50 m yang diisi dengan dengan perlapisan saringan pasir lambat dan bagian kedua berukuran sama dengan bak pertama, tetapi pada bak kedua ini dibagi dua bagian yang berisi air yang telah disaring. Atau perencanaan bak tersebut disesuaikan dengan kondisi yang ada, misalnya bak penampungan ungan tersebut menjadi satu dengan bangunan lain asal keamanan dan elevasi yang dibutuhkan dapat dipenuhi. Instalasi saringan pasir lambat dapat menggunakan standar SKSNI No. T-09-1992-03. T Untuk standar ini tinggi bak minimal 1,50 dengan rincian sebagai berikut be : •
Tinggi bebas
:
0,20 m
•
Tinggi air di atas media pasir
:
0,30 m
•
Tebal pasir penyaring
:
0,40 m
•
Tebal kerikil penahan
:
0,20 m
•
Drain bawah
:
0,25 m
5.9
Penyusunan Rencana Anggaran Biaya
Beberapa referensi yang akan digunakan dalam rencana anggaran biaya, analisa harga satuan dan evaluasi proyek antara lain : -
Basic price yang dikeluarkan oleh instansi kabupaten setempat yang masih berlaku.
-
Katalog spesifikasi alat-alat alat berat dan harga
-
Daftar harga pipa, peralatan mekanik, elektrik dan instrumentasi dll. d
E - 96
View more...
Comments