E-Book Buku Saku Klinis
July 9, 2017 | Author: ahmed_9292 | Category: N/A
Short Description
Download E-Book Buku Saku Klinis...
Description
Pneumonia Infeksi Saluran Kemih Infeksi Tulang & Jaringan Lunak Kaki Diabetikum Mionekrosis Klostridium (Gas Ganggren) Osteomielitis Meningitis Meningitis Aseptik Endokarditis Bakterialis Tuberkulosis HIV / AIDS Penyakit Lyme Nyeri Abdomen Gangguan Esofagus & Gaster Penyakit Reflek Gastrotroensofagus (GERD) Gastropati & Gastritis Penyakit Ulkus Peptikum Perdarahan Gastrointestinal Diare Penyakit Divertikular Penyakit Radang Usus Iskemik Mesentrika Pankreas Akut Hepatitis Gagal Hati Akut Sirosis Asites Penyakit Traktus Billiaris Nyeri Dada Angina Piktoris Infark Miokardium Akut Kateter Arteri Pulmonaris (SWANGANZ) Gagal Jantung Kardiomiopati Penyakit Katup Jantung Penyakit Perikardium Diabetes Mellitus Tirotoksitosis Ketoasidosis Diabetikum Hipoglikemia Dislipidemia 1
Struma Nodosa Non Toksik Kista Tiroid Rematoid Artritis Artritis Deposisi Kristal Penyakit Deposit Kalsium Pirofosfat Dihidrat Spondiloartropati Seronegatif Artritis Infeksiosa Sindrom Muskuloskeletal Penyakit Jaringan Ikat Lupus Eritematosus Sistemik Vaskulitis Krioglobulemia Amiloidosis Gagal Ginjal Akut Sindrom Hipopituitari Sindrom Hiperpituitari Gangguan Tiroid Gangguan Adrenal Gangguan Kalsium Gangguan Lipid Geriatri & Gerontologi Indonesia Proses Menua Psikomatis Saluran Pernafasan Salesma Akut Penyakit – Penyakit Pada Lansia
· PNEUMONIA ∙
Keadaan klinis Dapat dari komunitas
Didapat di rumah sakit Gangguan kekebalan Aspirasi
Mikrobiologi Pneumonia Etiologi S. Pneumoniae, H. Influenzae, Mycolasma, Chamydia Legionella, M. catarrhalis, Klebsiell, batang gram negatif lainya, S. auereus, S, pyogenes, dan virus (namun tidak ada organisme yang dapat diindentifikasi pada 40%-60% kasus) Batang gram negative yang meliputi pseudomonas, klebsiella, enterobacter, serratia,acinetobacter, dan s.aureus Semua yan tersebut di atas + PCP, jamur , Nocardia, mikobakterium atipikal, SMV, HSV, Pasien rawat jalan : flora mulut ( anaerob) Pasien rawat inap atau sakit kronis: batang gram negatif dan S.auereus.
Manifestasi klinis: ‖Tipikal ‖: demam dengan onset akut, batuk produktif atau sputum purulen, konsolidasi pada foto rontgen toraks. ‖Atipikal‖: onset batuk kering yang tersembunyi, gejala ekstrapulmonal (mual, muntah, diare, nyeri kepala, mialgia, faringitis), pola interstisial dengan bercak-bercak pada foto rontgen toraks. Walaupun perbedaan manifestasi ini digunakan secara klinis, studi menunjukann bahwa hal ini tidak dapat dipercaya untuk menentukan penyebab patogen ‖tipikal‖ (S.pneumoniae,H.influensae) vs.‖atipikal‖(mycoplasma,chamydia) Pemeriksaan diagnostik Pewarnaan gram sputum : penggunanya masih duiperdebatkan, namun sensitivitas untuk pewarna gram yang baik adalah sebesar 85% . Apakah sempel sputumnya baik (cont:apakah sputum atau ludah)?→ sampel sputum yang baik seharusnya mengandung sel epitel 25 PMN/LPB Kultur sputum: (sampel harusnya dibawa ke laboratorium dalam waktu 1-2 jam setelah dikumpulkan) Kultur darah (sebelum antibiotik): + pada ~10% pasien rawat inap Foto rontgen toraks (PA dan lateral); efusi seharusnya diaspirasi! SaO2 atau PaO2 Evaluasi laboratorium lainnya : pemeriksaan darah perifer lengkap dengan hitungan jenis, elektrolit, BUN/kreatinin, glukosa, kadar fungsi hati. Pemeriksaan mikrobiologi khusus:
2
Patogen aptikal : uji sebelumnya untuk mycoplasma (aglutinin dingin, sensitivitas 3060% Chlamydia (titer akut dan konvalesen ), dan legionella (Ag urine, sensitivitasi 6 pengguna narkoba pascaoperasi) bulan narkoba intravena pascaoperasi) interavena 50% 10% 0,5-1,0 ml/menit dan
potensial untuk tindakan terapi (infus vasopresin intra arteri atau embolisasi) laparotomi ekspolari.
Penatalaksanaan Penatalaksanaan akut perdarahan saluran cerna adalah resusitasi hemodinamik dengan cairan IV dan darah Buatlah akses dengan 2 jalur intravena yang berdiameter besar (18 gauge atau lebih). Resusitasi cairan dengan salin normal atau larutab Ringer laktat Terapi transfusi (sampel bank darah untuk tipe dan crossmarch; dapat menggunakan golongan darah O negatif jika eksanguinis). Identifikasi dan perbaiki koagulopati (FFP untuk menormalkan PT, trombosit tetap > 50000/mm3). Lavase slang nasogastrik Penatalaksanaan jalan nafas bila diperlukan Konsultasi dengan ahli bedah digestif bila diperlukan.
Tanda-tanda prognosis buruk pada UGIB
18
Demografik : Usia > 60 tahun, komorbiditas Beratnya : darah merah segar pada aspirat NGT,
permintaan transfusi, hemodinamik tak
stabil. Etiologi : varises atau neoplastik Munculnya ulkus (dari prognosis yang terbaik hingga terburuk) : dasarnya bersih darah tanpa pembuluh yang terlihat Etiologi
Pilihan
Varises
Farmakologi
bekuan yang melekat erat
Octreotide 50 gram bolus IV
perdarahan aktif.
50 g/jam infus
(berhasil 84%, Lancet 342 : 637, 1993) Vasopresin atau vasopresin + nitrogliserin (kurang manjur dan lebih banyak komplikasi) Penyekat-β (non-selektif) dan nitrat apabila hemodinamik stabil Non-Farmakologi Skleroterapi endoskopi (berhasil 88%) atau band ligation (angka keberhasilan > 90%) Octreotide + terapi endoskopik (angka keberhasilan > 95% ; (N Eng J Med 333 : 555, 1995) Tamponade balon apabila perdarahannya berat Embolisasi atau TIPS apabila terapi endoskopik gagal (N Engl J Med 333 : 165, 1994) PUD
Farmakologi Penghambat pompa proton (N Egl J Med 336 : 1054, 1997) Octreotide 50 gram bolus IV Non-Farmakologi
19
50 gram/jam infus
keluar
Terapi endoskopi (injeksi, kontak termal, laser) Angiografi mesenterika dengan infus vasopresin atau embolisasi Reseksi gastrik apabila endoskopi dan terapi farmakologi gagal Mallory-Weiss
Biasanya berhenti secara spontan
Gastritis esofagus
Penghambat pompa proton, antagonis H2
Penyakit
Biasanya berhenti secara spontan
divertikuler
Terapi endoskopi (injeksi epinefrin), vasopresin arterial atau embolisasi, pembedahan
Angiodisplasia
Vasopresin arterial, terapi endoskopik, pembedahan
20
DIARE Keluarnya feses > 200 gram / hari ETIOLOGI Infeksi Akut Toksin yang belum terbentuk (seperti : ―keracunan makanan‖; berlangsung < 24 jam) : S. Aureus, C. Perfrigens, B. Cereus Virus : Rotavirus, Norwalk Bakteri non-invasif Menghasilkan enterotoksin (tidak ada darah atau leukosit di feses) : E. Col enterotoksigenik Vibrio cholera : menghasilkan sitotoksin (ada darah dan leukosit di feses) : E. Coli O157 : H7, C. Difficile. Bakteri invasif (leukosit di feses dan darah (+)) : E. Coli enteroinvasif (EIEC, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, V. Parahemolyticus Parasit : Giardia, E. Histolytica Oportunistik : Crystosporidia, Isopora, Microsporidia, Cyclospora, MAC, CMV. Kronis : Giardia, E. Histolytica, C. Difficile, organisme oportunistik. Malabsorpsi ( kesenjangan osmotik,
lemak feses,
diare dengan puasa, defisiensi vitamin
larut-lemak) Defisiensi garam empedu Pertumbuhan bakteri berlebihan (e.g., blind loop)
dekonjugasi garam empedu penyakit
ileum (seperti penyakit Crohn, reseksi pembedahan)
terhentinya sirkulasi enterohepatik.
Insufisiensi pankreas
Kelainan mukosa
21
Seliak sprue : karena reaksi usus terhadap
-gliadin dalam gluten
hilangnya vili dan
daerah absorpsi Pemeriksaan diagnostik : D-xylose (+); anti-gliadin (+) atau anti-endomisial absolut Penatalaksanaan : diet bebas gluten. Tropikal sprue : terjadi pada penghuni daerah tropis; penatalaksanaan dengan antibiotik, asam folat, B12. Penyakit Whipple : karena Trophyrema whippeli (basilus gram (+)); terlihat pada laki-laki kulit putih usia separuh baya. Manifestasi lainnya : demam, limfadenopati, edema, poliartritis, perubahan SSP, pigmentasi kulit abu-abu-ciklat Penatalaksanaan : pemberian antibiotik jangka panjang Limfoma usus
Osmotik ( gap / kesenjangan osmotik,
lemak feses normal,
diare dengan berpuasa)
Obat-obatan : antasid, laktulosa, sorbitol Intoleransi laktosa : kelainan mukosa primer atau sekunder, enterintis bakterial atau virus, reseksi usus sebelumnya Manifestasi klinis : kembung, flatus, rasa begah, diare Pemeriksaan diagnostik : uji napas hidrogen laktosa, atau diet bebas laktosa empiris. Penatalaksanaan : diet bebas laktosa, gunakan lactaid milk dan tablet enzim laktase.
Peradangan (demam, hematokezia, nyeri abdomen) Penyakit peradangan usus Enteritis radiasi Kolitis iskemik Sekretorius (Gap ostomik normal, cairan banyak, tidak ada perubahan diare setelah nothing by mounth / NPO) Hormonal : VIP (VIPoma, Verner-Morrison), Serotonin (karsinoid), Kalsitonin (karsinoma tiroid tipe medular), Gastrin (Zollinger-Ellison), Glukagon, Substansi P, Tiroksin (Hipertiroidisme).
22
Ketergantungan laksatif Adenoma vilosa Malabsorpsi garam empedu idiopatik Motilitas Sindroma iritabilitas usus Skleroderma (pseudoobstruktif) Endokrinopati : diabetes melitus, hipertiroidisme (hiperdefekasi) Langkah penanganan diare
Gambar 3-4. Rencana penanganan diare akut (durasi < 3 minggu) Diare akut
Dehidrasi berat, demam, lamanya > 5 hari mukus atau pus pada BM, diare berdarah, nyeri abdomen perjalanan sebelumnya, atau penggunaan antibiotik sebelumnya Ya ada salah satunya
23
Tidak ada kriteria di atas
Leukosit feses perdarahan samar toksin C difficile (terutama bila sebelumnya minum antibiotik
Observasi rehidrasi sesuai dengan kebutuhan
Toksin C. Difficile + Leukosit di feses + atau perdarahan samar +
Feses O & P x 3 O&P+
Metronidazol PO atau IV (Vankomisin PO bila metroidazol gagal)
Kultur feses sigmoidoskopi fleksibel
Terinduksi obat-obatan Parasitik virus, enterotoksin bakteri non-invasif
Kultur feses +
Kultur -, sigmoidoskopi fleksibel dan biopsi +
Antiparasitik Observasi, rehidrasi antibiotik bila gejala berat
Kolitis pseudomembranosa
Invasif atau sitotoksin bakteri non-invasif
IBD
Antibitoik
Gambar 3-5. Langkah penanganan diare kronis (durasi > 3 minggu) Diare kronis Obat-obatan culprit
Terinduksi obat-obatan
Fenolftain +
Ketergantungan laktasi
Uji laktosa +
Intoleransi laktosa
24
Data mikrobiologi +
Infeksi
Gas osmotik feses = Osmfeses (biasanya 290) – [2 x (Nafeses + Kfeses)] lemak feses Leukosit di feses dan perdarahan samar Respons terhadap NPO
Sekretorius Kadar hormon Kolonoskopi terhadap adenoma kolestiramin
Malabsorpsi Mukosa abnormal : uji D-xylose, biopsi usus halus Insufisiensi pankreas : uji sekretin Defisiensi garam empedu : 14Cxylose breath test
Peradangan Sigmoidoskopi fleksibel Kolonoskopi UGI dengan SBFT
PENYAKIT DIVERTIKULAR DIVERTIKULOSIS Definisi dan Patologi Herniasi akuisita (didapat) pada mukosa dan submukosa kolon ke dalam dinding kolon.
25
Lebih sering pada sisi kiri pada sisi kanan kolon Mungkin sebagai akibat diet rendah serat
muskulatur kolon berkontraksi terhadap feses
yang kecil dan keras. Epidemiologi 20-50 % pasien di atas usia 50 tahun Manifestasi klinis Biasanya asimtomatik, namun dapat mengalami komplikasi mikroperforasi (divertikulitis) atau perdarahan.
DIVERTIKULITIS Patofisiologi Retensi makanan yang tak tercerna dan bakteri di dalam divertikulum fekalit
obstruksi
Mikroperforasi (
pembentukan
asupan darah divertikulum terganggu, infeksi, perforasi. infeksi terlokalisir) atau makroperforasi (
pembentukan abses dan /
atau peritonitis). Manifestasi klinis Nyeri abdomen kuadran lateral kiri, demam, mual, muntah, konstipasi
Pemeriksaan fisik Ringan : Nyeri kuadran lateral kiri, massa dapat diraba ±, uji darah samar (FOBT) ± (- 25) Berat : peritonitis, syok septik Pemeriksaan diagnostik Foto polos abdomen untuk melihat adanya bebas, ileus, atau obstruksi CT abdomen apabila pasien gagal berespons terhadap terapi atau apabila dicurigai adanya abses perikolon
26
Sigmoidoskopi / kolonoskopi merupakan kontraindikasi pada waktu akut karena tingginya risiko perforasi yang membahayakan.
Penatalaksanaan NPO, cairan IV, NGT (jika ileus) Antibiotik (spektrumnya mencakup batang gram negatif dan anaerob) Drainase abses perkutaneus atau pembedahan Pembedahan apabila terapi medikamentosa gagal, abses besar yang tidak dapat didrainase perkutaneus, atau menjadi peritonitis.
Patofisiologi Erosi pembuluh divertikel oleh suatu fekalit Divertikula lebih sering di sebelah kiri (distal) kolon; namun perdarahan divertikula biasanya pada sisi kanan (proksimal) kolon
Manifestasi klinis Biasanya onset kram perut yang mendadak dan diikuti dengan hematokezia yang sangat banyak (masif). Biasanya berhenti secara spontan (90%) namun bisa juga muncul sekali-kali dalam hitungan jam hingga hari.
Pemeriksaan fisik Biasanya jinak Pemeriksaan diagnosis Kolonoskopi (setelah perdarahan akut terhenti dan mengikuti lavase oral) atau, pada perdarahan berat, arteriografi mesenterikus (biasanya setelah suatu sken perdarahan).
Penatalaksanaan Endoskopi
Injeksi epinefrin atau pengikatan; arteriografi
pembedahan
27
infus vasopresin intraarteri;
PENYAKIT RADANG USUS Definisi Kolitis ulserativa (UC) : inflamasi idiopatik pada mukosa kolon Penyakit Crohn (CD) : inflamasi transmural idiopatik pada saluran pencernaan. Pada 5-10% pasien yang menderita kolitis tidak dapat dibedakan dengan dengan jelas apakah UC atau CD walaupun dengan biopsi mukosa.
Diagnosis Banding Infeksi bakteri, pseudomembranosa, amuba, CMV, PMS Usus iskemik
28
Limfoma atau karsinoma usus Irritable bowel syndrome Obat-obatan (NSAID, pil kontrasepsi oral, preparat emas, alopurinol) KOLITIS ULSERATIVE Epidemiologi Onset pada kisaran usia 20-25 tahun, insiden
pada ras kaukasoid, terutama suku bangsa
Yahudi; 10% bersifat familial
Patologi Luasnya : meliputi rektum dan meluas ke proksimal dan organ-organ yang berdekatan; 50% pasien menderita proktosigmoiditis, 30% kolitis kolon sisi kiri, dan 20% kolitis ekstensif. Tampilan : mukosa granular, rapuh dengan ulkus kecil; terdapat pseudopolip Biopsi : Mikroulserasi superfisialis; abses kripta (PMN); tidak ada granuloma
Manifestasi klinis Diare berdarah yang menyolok, kram abdomen bagian bawah dan urgensi Kolitis fulminan : berjalan progresif cepat sekitar 1-2 minggu dengan
hematokrit,
LED,
demam, hipotensi, > 6 x BAB berdarah tiap hari, distensi abdomen dengan bising usus yang menghilang. Megakolon toksik : dilatasi kolon (> 6 cm pada KUB), atonia kolon, dan toksisitas sistemik. Perforasi Ekstrakolon (25%) Eritema nodosum, pioderma gangrenosum, ulkus aftosa, iritis, episkleritis, gangguan tromboembolik. Artritis seronegatif, hepatitis kronis, sirosis, kolangitis sklerotikans, kolangiokarsinoma. Komplikasi Striktur (jarang, muncul pada rektosigmoid)
29
Karsinoma kolon : setelah 10 tahun, risiko
1% / tahun; skrining dengan kolonoskopi tiap
tahunnya.
Prognosis Remisi pada 10%; eksaserbasi intermiten sebanyak 75%; penyakit aktif berlanjut sebanyak 10%. Mortalitas PENYAKIT CROHX Epidemiologi Bimodus dengan puncak pada usia 20 dan 50-70 tahun; insiden
pada ras kaukasoid,
terutama suku bangsa Yahudi.
Patologi Luasnya penyakit dapat mengenai bagian manapun dari slauran cerna, dari mulut hingga anus, skip lesions 30% pasien mengalami ileitis, 40% ileokolitis, dan 30% kolitis. Tampilan : ulkus > 1 cm, mukosa tidak rapuh, tampilan ―cobblestone‖, fisura panjang dan dalam. Biopsi : inflamasi trnasmural dengan infiltrasi sel mononuklear, granuloma non-kaseosa, fisura.
Manifestasi klinis Penyakit terkesan ringan dengan nyeri abdomen, diare berdarah non-makroskopik yang mengandung mukus. Demam, ,malaise, penurunan berat badan Albumin , ESR , Hematokrit
karena defisiensi Fe B12, asam folat, atau penyakit kronis.
Ekstrakolon : sama dengan kolitis ulserastiva, ditambah batu empedu (karena malabsorpsi garam empedu) dan batu ginjal (batu Ca oksalat karena malabsorpsi lemak yang menyebabkan peningkatan absorpsi oksalat)
30
Komplikasi Fisura perianal, abses perirektal Striktur : rasa kembung setelah makan, distensi, borborygmi Fistula : abses, pertumbuhan bakteri berlebihan dan malabsorpsi Abses : demam, menggigil, massa di abdomen yang nyeri bila ditekan, leukosit . Karsinoma : usus halus dan kolon; risiko sama dengan kolitis ulserativa apabila keseluruhan kolon terkena; skrining dengan kolonoskopi.
PENATALAKSANAAN Terapi simtomatik dan diet Suplemen serat (kecuali gejala obstruktif pada penyakit Crohn) Tidak mengkonsumsi kafein dan sayur yang menghasilkan gas Percobaan diet bebas laktosa pada penyakit Crohn Antidiare dan antispasmodik kecuali pada serangan akut Remisi Senyawa 5-ASA (formulasi yang cocok untuk mengobati daerah yang terkena) ± azatioprin atau 6- merkaptopurin.
Pembedahan Kolitis ulserativa (25% dari seluruh pasien) : terapi medikamentosa gagal, perdarahan, perforasi, striktur, kolitis fulminan atau megakolon toksik yang gagal berespons dalam 48-72 jam setelah diberikan terapi medikamentosa, displasia atau karsinoma. Penyakit Crohn (75% dari seluruh pasien) : terapi medikamentosa gagal, kebutuhan steroid kronis, striktur, fistula, abses, karsinoma.
31
Penatalaksanaan Serangan Akut Beratnya
Pilihan
Ringan
Senyawa 5-ASA Sulfasalazin (5-ASA + struktur yang berasal dari sulfa) : azoreduktase bakteri melepaskan 5-ASA dalam kolon. Mesalamin (5-ASA pada berbagai tingkat kesensitifannya terhadap pH atau kapsul-kapsul yang time-dependent) Asakol : larut pada pH 7,0
5-ASA yang dilepaskan pada usus
halus terminal dan kolon Pentasa : 5-ASA dilepaskan ke seluruh usus halus dan kolon Olsalazin (5-ASA dimer) : terpecah di dalam kolon + Metronidazol apabila terdapat penyakit Crohn perianal Sedang
Steroid oral + Azatioprin, 6-merkaptopurin, atau metotreksat pada penyakit Crohn
Berat
Steroid intravena + siklosporin + Ab anti TNF- (untuk penyakit Crohn yang refrakter) Usus diistirahatkan, obat pilihan anti-diare, TPN, antibiotik Pemeriksaan abdomen serial dan radiografi / CT untuk menentukan dilatasi, perforasi, atau abses. Dekompresi pada megakolon toksik (Pasien berguling dari sisi ke sisi dan ke arah abdomennya)
32
(Med Clin North Am78 : 1413, 1994)
ISKEMIK MESENTERIKA Etiologi akut pada usus halus Emboli arteri (50%) : dari LA (AF) atau LV ( EF) Trombosis Arteri (20%) : biasanya pada tempat aterosklerosis yang sebelumnya ada, sering berasal dari arteri. Iskemia mesenterikus non-oklusif (20%) : curah jantung yang rendah + agen -adrenergik dosis tinggi. Trombosis vena (10%) : keadaan hiperkoagulasi, hipertensi portal, keganasan, peradangan (pankreatitis, peritonitis), trauma, pembedahan.
Kolitis iskemik Non-oklusif, dengan curah jantung yang diperberat oleh aterosklerosis yang sebelumnya sudah ada.
Manifestasi klinis + Riwayat tanda-tanda iskemia mesenterikus kronis : nyeri perineumbikalis setelah makan, cepat kenyang.
33
Akut; onset mendadak nyeri abdomen, lebih nyeri dibandingkan saat pemeriksaan fisik pada abdomen. Subakut : onset mual yang meningkat bertahap, muntah, anoreksia, perubahan pola defekasi. GIB Pemeriksaan fisik Mungkin tidak ada tanda yang jelas Infark mesenterium yang dicurigai karena adanya nyeri tekan di abdomen pada peritoneum
tanda-tanda
distensi, hilangnya bising usus, nyeri tekan yang sangat hebat, uji darah
samar (+). Pemeriksaan diagnostik Evaluasi laboratorium : Hitung leukosit , amilase , LDH dan CPK; asidosis metabolik dan laktat (lambat). Pemeriksaan pencitraan Foto polos abdomen : ileus adinamik USG doppler (sering sulit karena distensi usus) : mungkin menunjukkan aliran mesenterikus yang abnormal. CT abdomen : penebalan dinding usus, pneumatosis dinding usus Angiografi : merupakan pemeriksaan baku (gold standar)
Penatalaksanaan Penggantian volume cairan dan mengoptimalkan hemodinamik, menghentikan agen adrenergik bila memungkinkan. Antibiotik Infus agen trombolitik intraarteri untuk emboli arteri akut Antikoagulan untuk trombosis vena Infus papaverin intraarteri untuk iskemia mesenterikus non-oklusif Pembedahan : embolektomi untuk emboli arteri akut; reseksi usus yang terkena infark mesenterikus.
34
-
Prognosis Mortalitas 20-70%
PANKREAS AKUT Etiologi Umumnya : Alkohol dan batu empedu Jarang Obstruksi (tumor pada ampula atau pankreas, divisum pankreas dengan stenosis papila minor). Metabolik (hipertrigliseridemia, hiperkalsemia) Obat-obatan (furosemid, tiazid, sulfa, didanosin, penghambat protease, estrogen, azatioprin). Infeksi (echovirus, Coxsackievirus, mumps, rubela, EBV, CMV, HIV, HAV, HBV). Trauma (trauma tumpul abdomen, pasca ERCP) Sengatan kalajengking (di Trinidad)
Manifestasi klinis Nyeri abdomen di midepigastrium, menyebar ke punggung, hilang bila posisi duduk condong ke arah depan. Mual dan muntah Demam Pemeriksaan fisik
35
Nyeri tekan dan nyeri lepas di daerah abdomen, bising usus
(ileus adinamik), massa
abdomen dapat dipalpasi +. Apabila berat : tanda Cullen (periumbilikalis) atau Grey Turner (bokong) menunjukkan adanya perdarahan retroperitoneum. Hipotensi atau syok +
Pemeriksaan diagnostik Laboratorium :
amilase dan
lipase
Bergantung tingkat keparahannya : leukosit , hematokrit , BUN , Ca , glukosa , uji fungsi hepar + . Pemeriksaan pencitraan : CT abdomen merupakan terpilih (namun akan tampak normal pada lebih dari 28% kasus ringan) Suntikan cepat kontraksi IV + (CT dinamik) untuk menilai integritas mikrosirkulasi dan mendeteksi nekrosis dapat menunjukkan kalsifikasi apabila terdapat pankreatitis kronis. Drainase abses yang dipandu CT atau aspirasi jarum halus pada nekrosis pankreas. Endoscopic retrograde cholangiopancreatograpgy (ERCP) : secara umum bukan indikasi kecuali pada pankreatitis karena batu empedu dengan obstruksi biliaris (lihat dibawah).
Penatalaksanaan Terapi suportif Resusitasi cairan (mungkin perlu hingga 10 L/hari apabila
terjadi pankreatitis yang
menyebabkan gangguan hemodinamika yang berat. Analgetik dengan meperidin Penggantian elektrolit Sisa pankreas NPO : penyedotan pada NG jika mual dan muntah proyektil; pemberian octreotide pada kasus-kasus yang berat. Antibiotik : imipenem pada pasien yang mengalami nekrosis ERCP apabila pankreatitis disebabkan batu empedu dengan obstruksi biliaris
36
Komplikasi Sistemik : syok, ARDS, gagal ginjal, perdarahan saluran cerna. Metabolik : hipokalsemia, hiperglikemia, hipertrigliseridemia Pseudokista (10-20%) Dicurigai bila terdapat nyeri persisten atau peningkatan enzim amilase atau lipase yang persisten kebanyakan sembuh secara respon spontan; apabila menetap > 6 minggu dan disertai rasa nyeri
drainase internal atau perkutaneus.
Pankreatik nekrotikans : tangani secara konservatif selama mungkin, pembedahan dilakukan apabila pasien tetap tidak stabil. Infeksi (5%) : demam peningkatan leukosit Abses pankreas : antibiotik + drainase (jika mungkin di pandu dengan CT) Pankreatik nekrotikans terinfeksi (aspirasi
kultur bakteri (+)) : antibiotik + debrideman
secara pembedahan (mortalitas 100% tanpa debrideman yang ekstensi / luas). Asites pankreatik atau efusi pleura : menunjukkan disrupsi duktus pankreatikus; pertimbangan ERCP dengan penempatan stent menyilang duktus. Kriteria Ranson Pada diagnosis
Pada 48 jam
Usia > 55 tahun
Hematokrit > 10 %
Jumlah leukosit > 16.000/mm3
BUN > 5 mg/dl
Glukosa > 200 mg/dl
Defisit basa > 4mEq/L
AST > 250 U/L
Ca < 8 mEq/L
LDH > 350 U/L
PO2 < 60 mmHg Sekuestrasi cairan > 6 L Prognosis
#Kriteria
Mortalitas
99 %
(Am J Gastroenterol 77 : 663, 1982) UJI HEPAR ABNORMAL Uji fungsi hepar Albumin : petanda umum untuk sintesis protein hepar. Menurun secara perlahan pada gagal hepar. Waktu protrombin (PT) : bergantung pada sintesis faktor pembekuan I, II, V, VII, X; karena waktu paruh beberapa faktor pembekuan ini pendek, peningkatan PT dapat terjadi dalam hitungan jam setelah terjadi disfungsi hepar. Bilirubin : produk metabolisme heme di dalam hepar; baik tak terkonjugasi (indirek) ataupun terkonjugasi (direk).
Uji hepar abnormal pada cedera Aminotransferase (AST, ALT) : enzim-enzim intraselular ALT spesifik terhadap hepar; AST ditemukan dalam hepar, jantung, muskulo skeletal, ginjal, dan otak; aminotransferase berupa LDH nonspesifik dilepaskan (dan menjadi meningkat kadarnya) pada nekrosis dan peradangan hepar. ALT > AST
hepatitis virus ; AST : ALT > 2 : 1
hepatitis alkoholik, LDH
hepatitis iskemik. Fosfatase alkali (AP) : enzim yang terikat pada membran kanikular hepar Selain di hepar, juga ditemukan di tulang, usus, dan plasenta Untuk menginformasikan enzim ini berasal dari hepar adalah dengan : fraksinasi panas : (―hepar hidup, tulang terbakar‖),
5‘-NT atau
GGT.
kadar terlihat pada obstruksi biliaris (seperti : batu) atau kolestasis intrahepatik (seperti : infiltrasi hepatik) Pola-pola pada cedera hepar Hepatoselular : aminotransferase
,
bilirubin atau AP +
aminotransferase (> 1000) : hepatitis virus, overdosis asetaminofen, dan iskemia.
38
Kolestasis :
AP dan bilirubin,
Hiperbilirubinemia terpisah :
aminotransferase + bilirubin, AP dan aminotransferase yang mendekati normal.
Infiltratif : AP , bilirubin atau aminotransferase + Gambar 3-6. Pendekatan uji hepar abnormal dengan pola hepatoselular Cedera hepatoselular (secara predominan AST dan ALT meningkat, bilirubin dan AP yang meningkat +) Petanda virus
Hepatitis virus
Autoantibodi
Skrining toksin
Autoimun
Hipotensi/CHF Penyakit sistemik
Obat dan toksin
Vaskular
Alkohol Asetaminofen Obat-obatan toksin
Iskemik Kongestif Budd-Chiari VOD
HAV, HBV, HCV, HDV, HEV, CMV, EBV, HSV, VZV
Herediter
Hemokromatosis Defisiensi alfa-1-AT penyakit Wilson
Gambar 3-7. Pendekatan uji hepar abnormal dengan pola kolestatik Kolestasis (secara predominan terdapat peningkatan AP dan bilirubin, AST dan ALT meningkat +) Tanpa dilatasi duktus biliaris pada USG
Dilatasi duktus biliaris pada USG +
Disfungsi hepatoselular
Kerusakan epitel biliaris
Hepatitis sirosis
Obstruksi
Koledokolitiasis Kolangiokarsinoma Karsinoma pankreas Pankreatitis Kolangitis sklerotikans
Kolestasis intrahepatik
Terinduksi obat Sepsis Pascaoperasi Sirosis biliaris primer
Gambar 3-8. Pendekatan uji hepar abnormal dengan hiperbilirubinemia yang terpisah Hiperbilirubinemia terisolasi (bilirubin meningkat, AP, AST, dan ALT mendekati normal
Tidak terkonjugasi (indirek)
Terkonjugasi (direk)
39
Defek pada sekresi empedu Hemolisis Eritropoiesis tidak efektif Reabsorpsi hematoma
Sindrom Dublin-Johnson Sindrom Rotor
Penyakit Gilbert Penyakit Crigler-Najjar
Gambar 3-9. Pendekatan uji hepar abnormal dengan pola infiltratif Infiltatif (secara predominan terdapat peningkatan AP, bilirubin, AST, ALT mendekati normal) Keganasan (HCC, metastatik, limfoma) Granuloma (TB, sarkoidosis, histopalasmosis) Abses (amuba, bakteri)
HEPATITIS Hepatitis A Penularan : rute orofekal; makanan, air, susu dan kerang yang tercemar; pusat perawatan harian dalam keadaan terjangkit wabah.
40
Inkubasi : 2-6 minggu Kronis : tidak ada Diagnosis : hepatitis akut = 1gM anti-HAV (+); pernah terpajan = anti-HAV (+), 1gM anti HAV-
Hepatitis B Penularan : perkutaneus, seksual, perinatal Inkubasi : 2-6 bulan Sindrom ekstrahepatik : poliartritis nodosa, glomerulonefritis membranosa Kronisitas : < 10% Serologi : HbsAg : muncul sebelum gejala; digunakan untuk skrining pendonor darah HbeAg : bukti replikasi virus dan
infektivitas
IgM anti-HBc : Antibodi yang pertama kali muncul : menunjukkan infeksi akut IgG anti-HBc : menunjukkan infeksi HBV sebelumnya (HbsAg-) atau infeksi HBV yang sedang berlangsung (HbsAG +) Anti-HBe : menunjukkan penghentian replikasi virus, infektivitas Anti-HBs : menunjukkan resolusi penyakit akut dan kekebalan (petanda tunggal setelah vaksinasi) HBV DNA : muncul dalam serum yang berhubungan dengan replikasi virus aktif di dalam hepar.
Gambar 3-10. Perjalanan serologik infeksi hepatitis virus B akut
Ikterus Gejala ALT
Anti-HBs Anti-HBc IgM anti-HBc
41
HBsAg Anti-HBe
HBeAg DNA p HBV DNA
BULAN SETELAH TERPAJAN
(Atas izin dari Hoofnage, J.H. dan Schafer, D.F. Serologic markers of hepatitis B virus Infection Semin Liver Dis 6 : 1-10, 1986) Diagnosis Diagnosis
HBsAG
Hepatitis akut Riwayat pajanan
Anti-HBc
-
IgM
-
Hepatitis kronis Imunisasi
Anyi-HBs
IgG +
-
IgG -
Penatalaksanaan untuk penyakit kronis (HbsAg (+), HBV DNA (+), ALT) IFN- -2b (N Engl J Med 323 : 295, 1990) atau lamuvidine (N Engl J Med 333 : 1657, 1995) hilangnya petanda replikasi virus dan normalisasi uji fungsi hepar pada 20-40%. Transplantasi hepar : 80-100% reinfeksi dan hasilnya sering buruk kecuali bila diberikan HBIG atau lamuvidine. Hepatitis C Penularan : perkutaneus > > seksual;
20% tanpa suatu pencetus yang jelas
Inkubasi : 1-3 bulan Sindrom ekstrahepatik krioglobulinemia, porfiria kutaneus tarda, MPGN (glomerulonefritis membranoproliferatif), limfoma. Perjalanan penyakit Infeksi akut : ikterus pada 25%, subklinis pada 75%, hepatitis fulminan pada < 1%.
42
Kronis : 80% berkembang menjadi hepatitis kronis, 20-30% dari yang berkembang menjadi sirosis (setelah
20 tahun), karsinoma hepatoselular berkembang menjadi 2-5% sirosis tiap
tahunnya (biasanya setelah 30 tahun). Serologi Anti-HCV (ELISA) :
dalam waktu 6 minggu hingga 6 bulan
HCV RIBA : digunakan untuk mengkonfirmasi anti-HCV-ELISA
pada pasien dengan
kemungkinan kecil infeksi HCV. HCV RNA : petanda infeksi aktif Diagnosis : hepatitis akut = HCV RNA
HCV RNA, anti HCV +; hepatitis kronis = anti-HCV dan
.
Penatalaksanaan : (pasien dengan
ALT dan peradangan aktif pada biopsi terhadap seluruh
pasien; JAMA 280 : 2088, 1998) IFN- -2b
20% laju respons bertahan (N Engl J Med 321 : 1501 dan 1506, 1989).
IFN + ribavirin
- 40% laju respons bertahan (N Engl J Med 339 : 11485 dan 1493, 1998)
transplantasi hepar : 100% terinfeksi kembali, namun biasanya ringan. Hepatitis D Penularan : perkutaneus atau seksual Patogenesis : memerlukan fungsi pembantu infeksi HBV untuk menimbulkan baik infeksi spontan maupun superimposisi. Perjalanan penyakit : hepatitis yang lebih berat, perubahan ke arah sirosis yang lebih cepat Diagnosis : anti-HDV Hepatitis E Penularan : oro-fekal; wisatawan ke Pakistan, India, Asia Tenggara, Afrika, dan Meksiko. Perjalanan penyakit : hepatitis akut dengan mortalitas yang meningkat (10-20%) selama kehamilan. Diagnosis : IgM anti-HEV (melalui CDC) Virus-virus lain : (CMV, EBV, HSV, VZV)
43
AUTOIMUN Klasifikasi (N Engl J Med 334 ; 897, 1996) Tipe 1 : Antibodi anti-otot polos (ASMA), ANA; 2/3 perempuan; penyakit tiroid autoimun +, atau RA. Tipe 2 : mikrosom tipe 1 anti-hepar/ginjal (anti-LKM1) Tipe 3 : antigen hepar anti-larut (anti-SLA) Sindrom Tumpang-tindih Hepatitis autoimun + sirosis biliaris primer atau kolangitis sklerosis primer Penatalaksanaan Prenison + azatioprin
80% remisi; 50-90% relaps saat penghentian, memerlukan terapi
jangka panjang.
PENYEBAB LAIN HEPATITIS ATAU HEPATOTOKSISITAS Hepatitis alkoholik Kadar aminotransferase biasanya < 300-500 dengan rasio AST : ALT > 2 : 1, sebagian karena adanya defisiensi B6 yang terjadi bersamaan. Pengobatan : diindikasikan jika fungsi diskriminan > 32 atau ensefalopati (tanpa GIB atau infeksi) Fungsi diskriminan = [4,6 x (PT-kontrol)] + bilirubin total (mg/dl) Prednison 40 mg per oral 4 kali sehari selama 1 bulan (N Engl J Med 326 : 507, 1992).
Hepatotoksisitas asetaminofen Patofisiologi : metabolisme normal melalui glukuronidasi dan sulfasi Over dosis
hidroksilasi N oleh sitokrom P450
disimpan oleh glutation sampai jenuh
hepatotoksisitas.
44
metabolit nontoksis;
senyawa reaktif elektrofilik yang
Pengobatan : N-asetilsestein : diberikan sampai 36 jam setelah konsumsi obat jika kadar asetaminofen sudah
(sehingga kadar puncak tidak diketahui).
Regimen : dosis pembebanan 140 mg/kg setiap 4 jam sebanyak 17 kali dosis tambahan. Obat-obat dan toksin lain yang dapat menyebabkan hepatitis Amidaron, azol, statin, INH, metildopa, fenitoin, sulfonamid, tetrasiklin Halotan, CCI4 Jamur racun (Amanita phalloides) Hepatitis iskemik : ―syok hepar‖ dengan aminotrasferase > 1000 dan LDH Stetohepatitis non-alkoholik (NASH) Perubahan lemak dan peradangan dalam hepar bukan pada waktu penggunaan alkohol. Berhubungan dengan obesitas, hiperlipidemia, diabetes melitus, dan sindrom Cushing. Gambar 3-11. Nomogram toksisitas asetaminofen
300
Konsentrasi asetaminofen plasma ( g/ml)
Garis Rumack-Matthew 100
Garis 10
1
0
4
8
12
16
20
24
28
32
Jam setelah mengkonsumsi
(Apabila kadar asetaminofen didapatkan > 4 jam setelah lajak takar (over dosis) turun hingga di atas garis pengobatan, berikan asetilsistein untuk keseluruhan waktu pemberian. Diadaptasi dari
45
Arch Int Med 141 : 382, 1981 dan Guidelines for the Management of Acute Acetaminophen Overdose atas izin McNeil, 1999)
GAGAL HATI AKUT Definisi Penyakit hepar akut + koagulopati + ensefalopati Fulminan = berkembang dalam 8 minggu; subfulminan = berkembang antara 8 minggu hingga 6 bulan.
Etiologi Virus ( 60%) HAV (0,35% infeksi akut), HBV (1%), HCV (< < 1%), HDV (10%), HEV (jika hamil). HSV (penjamu mengalami gangguan kekebalan), EBV, CMV, adenovirus, paramiksovirus, parvovirus B19. Obat-obatan / Toksin ( 20%) Asetaminofen Obat lain : fenitoin, INH, rifampin, sulfonamid, tetrasiklin, amidaron, propiltiourasil. Toksin : hidrokarbon terfluorinasi, CCI4 Amanita phalloides Vaskular : hepatitis iskemik, sindrom Budd-Chiari, VOD hepatik, infiltrasi malignan. Hepatitis autoimun
46
Lain-lain : penyakit Wilson, perlemakan hepar akut pada kehamilan, sindrom HELLP, sindrom Reye. Idiopatik ( 20%) Manifestasi klinis Neurologik Asteriksis Ensefalopato : Derajat I = perubahan status mental; derajat II = letargi, konfusi, derajat III = stupor, derajat IV = koma. Edema serebral
refleks Cushing (hipetensi + bradikardi), dilatasi pupil, posisi deerebrasi,
apnu. Kardiovaskular : hipotensi dengan SVR yang rendah Paru : alkalosis respiratorik, asupan O2, perifer yang terganggu, ARDS Saluran cerna : GIB, pankreatitis Ginjal : nekrosis tubular akut (ATN), sindrom hepatorenal, hiponatremia, hipokalemia, hipofosfatemia. Hematologi : koagulopati (karena
sintesis faktor pembekuan darah + DIC)
Infeksi : terlihat pada 90% pasien; SBP pada 32% pasien; demam dan leukositosis mungkin tidak dijumpai. Endokrin : hipoglikemia Rencana penanganan Serologi virus Skrining toksikologi (kadar asetaminofen tiap 1-2 jam hingga puncaknya ditentukan) Pemeriksaan pencitraan (USG pada abdomen kuadran kanan atas atau CT abdomen, pemeriksaan doppler terhadap vena porta dan hepatika). Uji lainnya : serologi autoimun, seruloplasmain dan tembaga dalam urin Biopsi hepar (kecuali ada koagulopati) Penatalaksanaan
47
Perawatan setingkat ICU yang potensial meliputi pengawasan dan perawatan ICP, hemodinamik dan alat bantu ventilator, anti-koagulopati, pengawasan dan penanganan secara agresif terhadap infeksi, tetesan D10 untuk hipoglikemia, dan lain-lain. Penatalaksanaan penyebab spesifik (N-asetilsistein untuk asetaminofen, kortikosteroid terhadap hepatitis autoimun, terapi khelasi terhadap penyakit Wilson, dan lain-lain) Transplantasi hepar jika prognosisnya buruk (lihat dibawah) Prognosis Kelangsungan hidup 10-50% Perkiraan hasil akhir yang buruk (Gastroenterology 97 : 439, 1989) Usia > 40 tahun; penyebabnya selain asetaminofen, HAV dan HBV Ensefalopati derajat III atau IV (onset > 7 hari setelah onset ikterus), PT > 50, bilirubin > 17,5. Daya tahan hidup 1 tahun setelah transplantasi hepar adalah > 60%.
48
SIROSIS Definisi Definisi : regenerasi fibrosis dan nodular yang berasal dari cedera hepatoselular. Etiologi Alkohol Hepatitis virus (Infeksi HBV, HCV, HDV kronis) Hepatitis autoimun (perempuan, IgG , ANA
, Ab-otot polos)
Penyakit metabolik : hemokromatosis, penyakit Wilson, defisiensi
1-antitripsin.
Penyakit traktus biliaris : sirosis biliaris primer, sirosis biliaris sekunder (kalkulus, neoplasma, striktura, atresia biliaris), kolangitis sklerosis primer. Penyakit vaskular : sindrom Budd-Chiari, gagal jantung sisi kanan atau perikarditis konstriktif
Manifestasi klinis Mungkin subklinis akan muncul sebagai disfungsi hepar yang progesif, hipertensi portal, atau keduanya.
Pemeriksaan fisik Hepar : membran, dapat dipalpasi, berbatas tegas, nodular
menyusut dan nodular.
Tanda gagal hepar : ikterus, telangiektaris, eritema plamaris, kontraktur Dupuytren, bantalan kuku proksimal berwarna putih (kuku Terry), ginekomastia, atrofi testis, asteriksis, ensefalopati, fetor hepatikus. Tanda hipertensi portal : splenomegali, asites, vena abdominal superfisialis yang berdilatasi (kaput medusa).
Langkah Penanganan
49
USG abdomen : ukuran hepar, melihat adanya karsinoma hepatoselular, asites, menilai patensi vena porta, splenikus dan hepatika. Serologi hepatitis (HbsAg, anti HBs, anti-HCV), pemeriksaan hepatitis autoimun (IgG, ANA, Ab anti-otot polos), pemeriksaan Fe (saturasi Fe, feritin), seruloplasmin, tembaga urine,
1AT,
Ab anti-mitokondrial, ekokardiogram (jika berkenaan dengan gagal jantung sisi
kanan). Biopsi hepar (perkutaneus atau transjugularis) AFP Komplikasi Hipertensi portal : aasites, peritonitis bakterialis spontaneus, varises, UGIB Ensefalopati hepatik : kegagalan hepar melakukan detoksifikasi bahan-bahan beracun (NH, dan sejenisnya) yang dicetuskan dengan
kadar NH3 yang terlihat dengan asupan protein
yang berlebihan, konstipasi, GIB, infeksi, azotemia, hipokalemia, gagal hepar, HCC, pirau portosistemik, hipotensi, alkalosis. Penatalaksanaan : pembatasan asupan protein, laktulosa (pengawasan kolon yang menjadikan NH3
NH4+; perubahan flora usus
organisme yang menghasilkan NH3), neomisin,
flumazenil. Sindrom hepatorenal : azotemia dan oluguria progesif, UNa < 10 mEq/L, tidak ada respons terhadap pemberian cairan intravena (IVF). Pencetus : GIB, diuresis berlebihan, parasentesis, aminoglikosida, NSAID Sindrom hepatopulmonal : hipoksemia )+ plapnu-ortodeoksia) karena pirau AV paru. Gagal hepar : dicetuskan karena kerusakan hepar yang lebih lanjut atau stresor sistemik (infeksi, pembedahan). Infeksi Karsinoma hepatoselular : pertimbangkan apabila ukuran hepar , asites dan nyeri abdomen , ensefalopati , berat badan , AFP , atau nodul hepatik pada USG atau CT. Klasifikasi Modifikasi Child-Pugh Nilai Skor 1
2
50
3
Asites
Tidak ada
Mudah diatasi
Sulit diatasi
Ensefalopati
Tidak ada
Derajat I atau II
Derajat III atau IV
Bilirubin (mg/dl)
< 2,0
2, 0-3,0
> 3,0
Albumin (g/dl)
> 3,5
2, 8-3,5
< 2,8
6
PT (memanjang)
Klasifikasi Jumlah keseluruhan
A
B
C
5–6
7–9
10 – 15
(Birt J surg 60 : 646, 1973) Tranplantasi Hati Indikasi : ensefalopati berat atau rekurens, asites reprakter, peritonitis bakterial spontan (SBP), perdarahan varises rekurens, bilirubin > 10 mg/dl, albumin < 3 g/dl, PT > 3 detik di atas kontrol. Kontraindikasi : HIV, penyalahgunaan substansi akut, sepsis, keganasan (ekstrahepatik), komorbiditas berat. Daya tahan hidup 1 tahun hingga lebih dari 90%, daya tahan hidup 5 tahun mencapai lebih dari 80%.
ETIOLOGI SIROSIS YANG KURANG SERING Hemakromatosis Definisi : gangguan kelebihan tembaga yang diturunkan secara resesif autosomal. Epidemiologi : 1 dalam 300, biasanya pada laki-laki usia pertengahan Manifestasi klinis tambahan : kulit berwarna perunggu, diabetes melitus, artritis, gagal jantung. Pemeriksaan diagnostik : saturasi zat besi
(> 60% pada laki-laki, > 50% pada perempuan),
feritin, indeks besi hepar > 1,9, mutasi gen HFE. Penatalaksanaan : flebotomi, deferoksamin, konseling genetik. Penyakit Wilson
51
Definisi : gangguan kelebihan tembaga yang diturunkan secara resesif autosomal. Epidemiologi : 1 dalam 30000-50000, biasanya manifestasi dimulai sebelum usia 30 tahun. Manifestasi klinis tambahan : gangguan neuropsikiatrik, cincin Kayser-Fleischer. Pemeriksaan diagnostik : tembaga di urine, seruloplasmin serum , kandungan tembaga di hepar > 250 gram/g berat kering. Penatalaksanaan : terapi khelasi dengan penisilinamin, trientin; seng oral apabila preimtomatik atau hamil.
Defisien 1-AT
1-antitripsin
( 1-AT)
yang abnormal
polimerisasi di hepar (sirosis) & protase yang tak terkontrol di paru
(emfisema). Manifestasi klinis tambahan : emfisema Pemeriksaan diagnostik : tidak ada globulin
1-AT
pada SPEP, badan inklusi
dengan
pewarnaan PAS pada biopsi hepar.. Penatalaksanaan : transplantasi hepar (untuk penyakit hepar) dan penggantian
1-AT
(terhadap penyakit paru). Sirosis biliaris primer (PBC, Primary Biliary Cirrhosis) Definisi : destruksi autoimun atau duktus biliaris intrahepatik Epidemiologi : perempuan usia pertengahan, familial, bersamaan dengan penyakit autoimun. Manifestasi klinis tambahan : fatigue, pruritus, malabsorpsi lemak Pemeriksaan diagnostik : AP
, bilirubin
, An anti-mitokondrial (AMA)
pada 95%,
kolesterol . Penatalaksanaan : asam ursodeoksikolat; vitamin yang larut dalam lemak; kolestiramin untuk pruritus, transplantasi. Kolangitis sklerosis primer (PSC, Primary Sclerosing Cholangitis) Definisi : kolestatis idiopatik dengan fibrosis pada duktus biliaris intra dan ekstrahepatik.
52
Epidemiologi : laki-laki muda (usia 20-50 tahun), berhubungan dengan IBD pada 70% kasus (UC > > CD). Manifestasi klinis : pruritus, demam, keringat malam, nyeri kudran kanan atas, kolangiokarsinoma. Pemeriksaan diagnostik : bilirubin , AP , p-ANCA
pada 70%, ERCP
striktur duktus
biliaris berbercak multifokal. Penatalaksanaan : asam ursodeoksikolat, kolestiramin, vitamin yang larut dalam lemak, pemasangan stent pada striktur duktus biliaris yang dominan, transplantasi hepar (risikonya adalah adanya kemungkinan terjadi striktur duktus biliaris pasca transplantasi).
ASITES Etiologi Yang berhubungan dengan hipertensi portal (SAAG > 1,1) Sinusoid Sirosis (81% kasus) Peritonitis bakterial spontan (SBP) Hepatitis Metastasis masif pada hepar Karsinoma hepatoseluler Pasca-sinusoid Perikarditis konstriktif Gagal jantung kongestif sisi kanan
53
Insufisiensi trikuspid Budd-Chiari (trombosis vena hepatika) Penyakit oklusi vena Pre-sinusoid (kadang-kadang menyebabkan asites) Trombosis vena spenikus atau porta Skistosomiasis Yang tidak berhubungan dengan hipertensi portal (SAAG < 1,1) Peritonitis TB, ruptur viskus (amilase ) Karsinomatosis peritonii Pankreatitis (amilase
)
Vaskulitis Lain-lain : sindrom Meig, miksedema, sindrom nefrotik, enteropati akibat kehilangan protein. Chylous : limfoma, TB, trauma Patofisiologi Teori ―Underfill‖ : hipertensi portal plasma
retensi Na di ginjal.
transudasi cairan ke dalam peritoneum
volume
retensi Na
Teori ―Overflow‖ : refleks hepatorenal Teori vasodilatasi perifer : hipertensi portal oksida)
efektivitas volume arteri
Hipoalbuminemia
vasodilatasi sistemik (karena lepasnya nitrat
retensi Na di ginjal.
penurunan tekanan onkotik serum
produksi limfe hepatik Langkah-langkah penatalaksanaan Deteksi : pemeriksaan fisik (pekak alih, gelombang cairan) memiliki sensitivitas 60%; USG mendeteksi apabila > 100 cc. Gradien albumin serum asites (SAAG); akurasi > 95%; Ann Intern Med 117 : 215, 1992) > 1,1 g/dl
berhubungan dengan hipertensi portal ; < 1,1 g/dl
hipertensi portal.
tidak berhubungan dengan
54
Protein total cairan asites (AFTP, akurasi 50%); < 2,5 g/dl
―transudat‖; > 2,5 g/dl
―eksudat‖ SBP (proses ―eksudasi‖) : SAAG < 1,1 namun AFTP < 2,5 g/dl Asites karena jantung (proses-proses transudatif) : SAAG > 1,1 tapi AFTP > 2,5 g/dl sehingga AFTP berguna apabila SAAG > 1,1 untuk membedakan sirosis ( AFTP) dengan asites karena jantung (AFTP ) Apabila terdapat hipertensi portal pikirkan uji fungsi hepar, USG di abdomen kuadran kanan atas, pemeriksaan doppler pada vena porta, splenikus dan hepatikus, ekokardiogram + kateterisasi jantung kanan (apabila tanda-tanda gagal jantung sisi kanan), biopsi hepar. Singkirkan infeksi : hitung jenis (perlakukan seperti pada peritonitis apabila neutrofil > 220 – 500/ l), pewarnaan gram dan kultur (+ BTA) + inokulasi bangsal terhadap botol-botol kultur darah (hasil 85%). Uji lain sesuai indikasi (seperti : amilase, sitologi)
Penatalaksanaan Asupan Na
(1-2 g/hari); tirah baring, pembatasan cairan bila hiponatremik
Diuretik (efektif pada 90% kasus) Spironolakton (mulai dengan 100 mg PO 4 x 1) + furosemid (mulai dengan 40 mg PO 4 x 1) Tujuan : membuat diuresis
1 L/hari (biasanya tubuh tidak mampu mereabsorpsi asites
dengan kecepatan > 1 L/hari). Parasentesis terapeutik Indikasi bila pasien dispnu atau merasa sangat tidak nyaman Keluarkan 4-6 liter; + albumin pengganti (sedikit abnormalitas kimiawi asimtomatik; tidak ada perubahan mortalitas). Parasentesis terapeutik pasien rawat jalan Pirau portosistemik intrahepatik transjugular (TIPS) : > 75% resolusi asites, namun > 15% menjadi ensefalopati.
55
Transplantasi hepar, bila memenuhi syarat. Peritonitis bakterial Definisi Tipe
Hitung sel asites/mm
Steril
< 250 PMN
Peritonitis bakterial spontan
> 250 PMN
3
Kultur asites (satu organisme)
Asites neutrositik kultur negatif
> 250 PMN
-
(CCNA) Bakterasites
non-neutrositik
< 250 PMN
(NNBA)
organisme)
Sekunder Berhubungan dengan dialisis
(satu
> 250 PMN
(polimikroba)
> 100 dengan predominan
peritoneum
PMN
Peritonitis Bakterial Spontan Epidemiologi : terjadi pada 19% sirosis; faktor risiko : AFTP < 1,0 g/dl, serum bilirubin > 2,5 mg/dl. Manifestasi klinis : demam, nyeri abdomen, nyeri tekan dan nyeri lepas, perubahan status mental, tanda klinis mungkin kurang dipercaya, karena memiliki ambang yang rendah dalam parasentesis diagnostik. Patogen : 70% batang gram negatif (E. Coli, Klebsiella), 30% kokus gram positif (S. Penumococus, golongan streptococci lainnya,Enterococcus). Pengobatan : sefalosporin generasi III (pemberiannya berdasarkan kultur dan sensitivitas data) selama 5 hari profilaksis (apabila ada riwayat SBP, GIB, atau albumin asites < 1,0 g/dl) : norfloksasin 400 mg PO 4 x 1. CNNA : varian dari peritonitis bakterial spontan dengan perjalanan penyakit yang serupa, juga diterapi dengan sefalosporin generasi III selama 5 hari. NNBA : obati hanya jika simtomatik Sekunder (abses intraabdominal atau viskus yang mengalami perforasi)
56
Polimikroba Biasanya AFTP > 1,0 g/dl, glukosa cairan asites < 50 mg/dl, atau LDH cairan asites > 225 U/L. Penatalaksanaan : sefalosporin generasi III + metronidazol Yang berhubungan dengan dialisis peritoneum Patogen : 70% kokus gram positif, 30% batang gram negatif Penatalaksanaan : vankomisin + gentamisin (bolus IV kemudian berikan saat dialisis peritoneum)
PENYAKIT TRAKTUS BILIARIS KOLELITIASIS (―BATI EMPEDI‖) Epidemiologi > 10% orang dewasa menderita batu empedu, prevalensi
pada perempuan dan sejalan
dengan penambahan usia, obesitas, dan kehamilan. Patogenesis Empedu = gram empedu, fosfolipid, kolesterol, pembentukan batu empedu. Jenis batu empedu
57
saturasi kolesterol dalam empedu
Campuran (80%) : batu multipel, kebanyakan kolesterol, dapat berkalsifikasi (15-20%). Kolesterol (10%) : biasanya batu tunggal, besar, tidak mengalami kalsifikasi Pigmen (10%) : bilirubin tak terkonjugasi (karena itu terlihat pada hemolisis kronis) dan kalsium.
Manifestasi klinis Anamnesis : mungkin asimtomatik (gejala pada
2% tahun) ―kolik‖ biliaris serangan di
kuadran kanan atas atau nyeri di epigastrium yang mulainya mendadak, terus-menerus, menghilang perlahan, dan berlangsung selama 30 menit hingga 3 jam. Berhubungan dengan nausea. Bisa dicetuskan oleh makanan berlemak. Pemeriksaan fisik : tidak demam, nyeri tekan pada abdomen kuadran kanan atas. Pemeriksaan diagnostik USG abdomen kuadran kanan atas : sensitivitas dan spesifisitas > 90-95%; dapat memperlihatkan komplikasi (kolesistitis dan kolangitis) Penatalaksanaan Kolesistektomi (biasanya laparoskopi) jika simtomatik Terapi disolusi oral (ursodiol) pada pasien yang menolak atau yang tidak memenuhi syarat untuk dilakukannya tindakan pembedahan.
Komplikasi Kolesistitis (30% kolik biliaris simtomatik
kolesistitis dalam 2 tahun)
Kolangitis pankreatitis KOLESISTITIS Definisi Peradangan pada kandung empedu (vesika felea) Patogenesis Obstruksi duktus sistikus oleh batu empedu
58
Manifestasi klinis Anamnesis : mual, muntah, demam, nyeri di abdomen kuadran kanan atas dan midepigastrium yang berat dan menetap. Pemeriksaan fisik : nyeri tekan di abdomen kuadrah kanan atas, tanda Murphy =
rasa nyeri
di kuadran kanan atas pada saat inspirasi, palpasi vesika felea bisa +. Evaluasi laboratorium : jumlah leukosit , bilirubin dan AP
+, amilase
+ (bahkan tanpa
adanya pankreatitis) Pemeriksaan diagnostik USG abdomen kuadran kanan atas : sensitivitas dan spesifisitas tinggi untuk batu empedu; tanda spesifik kolesistitis meliputi cairan perikolesistik, edema dinding vesika felea, dan tanda Murphy pada sonografi. Koleskintigrafi (HIDA-scan) : uji paling sensitif terhadap kolesistitis akut. Prosedurnya meliputi injeksi HID intravena yang berlabel radioaktif, yang secara selektif melakukan sekresi ke dalam percabangan biliaris. Pada kolesistitis akut, HIDA memasuki duktus kolekodus (CBD), tapi tidak ke vesika felea.
Penatalaksanaan NPO, cairan IV, antibiotik (E. Coli, Klebsiela, enterokokus, dan Enterobacter adalah kuman patogen yang sering). Kolesistektomi semidarurat (biasanya dalam 72 jam) Kolesistostomi dan drainase perkutaneus pada pasien yang keadaan umumnya sangat lemah sehingga belum bisa dilakukan tindakan pembedahan. ERCP atau eksplorasi duktus koledokus untuk melihat koledokolitiasis pada pasien yang ikterik atau terlihat batu di duktus koledokusnya pada USG.
Komplikasi Perforasi Empiema Vesika felea emfisematosa karena infeksi oleh organisme yang membentuk gas.
59
Fistula kolesisenterik (ke duodenum, kolon, atau gaster) : dapat terlihat udara pada percabangan biliaris. Ileus batu empedu : obstruksi usus (biasanya pada ileum terminalis) karena batu dalam usus yang melewati suatu fistula.
KOLEDOKOLITIASIS Definisi Batu empedu bersarang di duktus koledokus (CBD)
Epidemiologi Terjadi pada 15% pasien dengan batu empedu Manifestasi klinis Asimtomatik (50%) Kolik biliaris Ikterik Pemeriksaan diagnostik USG abdomen kuadran kanan atas : tampak dilatasi duktus (namun sensitivitas hanya 33% untuk mendeteksi batu di duktus koledokus). Kolangiogram (ERCP, perkutaneus atau operasif) Penatalaksanaan ERCP dan papilotomi dengan ekstraksi batu Komplikasi Kolangitis Pankreatitis Kolesistitis Striktur
60
KOLANGITIS Definisi Obstruksi duktus koledokus (CBD)
infeksi proksimal dari lokasi obstruksi (―pus di bawah
tekanan‖) Etiologi Batu duktus koledokus Striktur Neoplasma (biliaris atau pankreatik) Infiltrasi dengan parasit (cacing) (Clonorchis sinensis, Opisthorchis viverrini) Manifestasi klinis Trias Charcot : Nyeri kuadran kanan atas, ikterik, demam / menggigil Panca Reynold : Trias Charcot + syok dan perubahan status mental Pemeriksaan diagnostik USG abdomen kuadran kanan atas ERCP Penatalaksanaan Antibiotik Dekompresi cabang biliaris dengan ERCP atau tindakan pembedahan.
― ELEKTROKARDIOGRAFI (EKG) ― Pendekatan (pendekatan yang sistematis merupakan hal yang vital) Kecepatan dan irama Interval (? BBB) dan aksis (? LAD / RAD) Pembesaran ruang jantung (? LAE / RAE, ? LVH / RVH)
61
Perubahan kompleks QRST (? Gelombang Q, progresi gelombang R buruk, elevasi atau depresi segmen ST, atau inversi gelombang T) Aksis Mengidentifikasi sadapan ekstremitas dengan kompleks isoelektrik → pertengahan (mean) aksis QRS tegak lurus dengannya Periksa sadapan yang tegak lurus untuk menentukan apakah pertengahan aksis QRS adalah +900 atau -900 dari sadapan isoelektrik Gambar 1 – 1. Determinasi aksis QRS
Deviasi aksis ke kiri (LAD) Definisi : aksis > -300
0 0
-120 AVR
-90
Determinasi : S > R pada sadapan II
0
-60 AVL
0
0
Etiologi
-30
-150
Hemiblok anterior kiri (LAHB) +180
0
0
10
Left bundle branch block (LBBB) Hipertrofi ventrikel kiri (LVH)
0
0
+30
+150 III
II 0
+120
AVP
Infark miokardium (IM) inferior
0
+60
Diafragma yang mengalami elevasi
0
+90
Deviasi aksis ke kanan (RAD) Definisi : aksis > +900 Determinasi : S > R pada sadapan I Etiologi Hipertrofi ventrikel kanan (RVH) Hemiblok posterior kiri (LPHB) IM lateral Penyakit paru obstruktif menahun / PPOM (biasanya tidak pada > + 1100)
Left Kriteria
bundle
branch
block Right
bundle
branch
(LBBB)
(RBBB)
1. QRS ≥ 120 mdet
1. QRS ≥ 120 mdet
62
block
2. Gelombang R monofasik,
2. Terdapat pola rsR‘ pada
menghilang danmelebar
sadapan prekordial kanan 3. Gelombang S melebar pada
pada sadapan I, V5 & V4 (± gelombang S apabila
sadapan I, V5 dan V6
kardiomegali) 3. Tidak ada Q pada sadapan I, V5 & V6 4. Kelainan posisi ST dan gelombang
T
yang
berlawanan dengan defleksi mayor kompleks QRS 5. ± Progresi gelombang R buruk
(PRWP),
LAD,
gelombang Q‘ pada sadapan inferior Kompleks
V
1
QRS
V
1
V
V6
6
EKG Etiologi
Penyakit jantung koroner (PJK),
PJK,
hipertensi, CMP, degenerasi
pulmonale, CMP, degenerasi
sistem konduksi
sistem konduksi
Left
Left anterior hemiblock (LAHB) Kriteria
hipertensi,
posterior
kor
–
hemiblock
(LPBH)
1. LAD (aksis > -300 dan biasanya 1. RAD (aksis > +1000) >- 600)
2. Kompleks rS pada sadapan I
2. Kompleks qR pada sadapan I,
; kompleks qR pada sadapan
kompleks rS pada sadapan III
III 3. QRS < 120 mdet
3. QRS < 120 mdet Etiologi Varian normal, PJK,
hipertensi, Jarang normal ; PJK, hipertensi,
63
CMP, stenosis aorta (AS)
CMP, AS
Interval QT yang memanjang CAD, kardiomiopati, prolapsus katup mitral Bradikardia berat atau blok AV derajat tinggi Obat – obatan jantung : antiaritmia kelas IA (contoh : kuinidin atau prokainamid), kelas IC (QRS memanjang : QT memanjang, namun ST tidak memanjang) , dan kelas III (contoh : sotasol, amiodaron) Obat – obatan psikotropik : fenotiazin, antidepresan trisiklik Obat – obat lain : antihistamin non-sedatif, makrolid, antijamur derivat azol Gangguan elektrolit : hipolaksemia, ? hipokalemia, ? hipomagnesemia Disfungsi sistem saraf otonom : perdarahan intrakranial (biasanya disertai gelombang T terbalik yang dalam), stroke, diseksi leher radikal, endarterektomi karotis Lain – lain : hipotiroidisme, hipotermia Kongenital (Sindrom Jervell-Lange-Nielson dan Romano-Ward) Pembesaran atrium kiri (LAE) Kriteria Gelombang P EKG
> 120 mdet II
Pembesaran atrium kanan (RAE)
> 40 mdet
atau
V1
> 1 mm
V1
> 25 mm II
> 15 mm
atau
Sistem penilaian LVH Romhilt – Estes Kriteria
Nilai
Amplitudo (adanya hal – hal berikut)
3
Gelombang R atau S terbesar pada sedapan ekstremitas ≥ 20 mm S pada V1 atau V2 ≥ 30 mm R pada V5 atau V6 ≥ 30 mm Perubahan ST-T Δs (kelainan posisi berlawanan dengan defleksi mayor kompleks QRS)
64
Tanpa digoskin
3
Dengan digoskin
1
Pembesaran atrium kiri
3 0
Deviasi aksis ke kiri (≥ -30 )
2
Durasi QRS ≥ 90 mdet
1
Defleksi intrinsik pada V5 atau V6 ≥ 50 mdet
1
Nilai 4 = kemungkinan LVH
Sensitifitas 30 – 54 %
Nilai 5 = LVH definitif
Spesifisitas 83 - 97 %
(Am ∫ Heart 75 : 752, 1968)
Spesifikasi
Spesifikasi
pada PPOM
tanpa PPOM
28 – 70 %
25 %
67 – 76 %
Deviasi aksis ke kanan (≥ + 100 )
12 – 55 %
87 – 95 %
≥ 96%
Rasio R/S pada V1 > 1
6 – 42 %
89 %
98 %
R pada V1 ≥ 7 mm
2 – 23 %
94 %
≥ 94%
Kriteria RVH Penurunan
Sensitivitas rasio
R/S
di
prekordium 0
(Am ∫ Cardiol 7 : 481, 1961 : Chest 65 : 622, 1974 ; dan Chau, th
Elektrocardiography in Clinical Practice. 4 ed, 1996) Gelombang O patologis Definisi : tinggi gelombang R ≥ 40 mdet atau > 25 % tinggi pada kompleks QRS yang bersangkutan Gelombang q kecil (septum) pada sadapan I, aVL, V5 dan V6 normal Gelombang Q tersendiri pada sadapan III, aVR, dan V1 bisa juga normal Progresi gelombang R buruk (PRWP) (Arch Intern Med 142 : 1145, 1982) Definisi : Hilangnya gaya anterior tanpa gelombang Q yang jelas ; gelombang R pada sadapan V3 ≤ 3mm Etiologi
65
Infark miokardium anteroseptal lama (biasanya gelombang R pada sadapan V3 ≤ 1,5 mm, ± ST ↑ persisten atau inversi gelombang T (TWI) pada sadapan V2 dan V3) Kardiomiopati LVH (RWP yang terlambat dalam voltase prekordial kiri prominen) RVH / PPOM (gelombang R kecil dan gelombang S prominen pada sadapan I) LBBB Rotasi jantung searah jarum jam Pemasangan sadapan di tempat yang salah Elevasi ST Infark miokardium akut (IMA) : kecembungan bertambah, ± inversi gelombang T / TWI) atau riwayat IM dengan elevasi ST persisten Spasme koroner (angina Prinzmetal) Perikarditis (difus, kecekungan bertambah segmen ST ↑ ; berhubungan dengan PR ↓ ; gelombang T biasanya tegak lurus sementara segmen ST ↑ ), miokarditis, kontusio jantung Repolarisasi awal yang normal : paling sering terlihat pada sadapan V2 - V3 dan pada dewasa muda. Titik ∫ ↑ 1 - 4 mm, takik pada penurunan tajam gelombang R kecekungan bertambah pada segmen ST; Gelombang T yang besar, perbandingan elevasi ST / amplitudo gelombang T < 25% Pola mungkin hilang dengan olahraga Repolarisasi abnormal yang berhubungan dengan LBBB atau LVH (biasanya hanya pada sadapan V1 - V2)
Depresi ST Iskemia miokardium (± abnormalis gelombang T) Efek digitalis (bukan tanda intoksida digoksin ; kenyataanya, sangat kurang berkorelasi dengan kadar digoksin) Hipokalemia (± gelombang U) Repolarisasi abnormal yang berhubungan dengan LBBB atau LVH (biasanya hanya pada sadapan V5, V6, I, aVL)
66
Inversi gelombang T (TWI) Iskemik atau infark miokardium Perikarditis Kardiomiopati Repolarisasi abnormal yang berhubungan dengan LBBB atau LVH Pasca takikardia atau pasca pacu jantung Elektrolit PaO2, PaCO2, pH, atau gangguan suhu tubuh inti Perdarahan intrakranial (biasanya dengan ↑ QT) Varian normal pada sadapan yang kompleks QRS-nya predominan negatif (contoh : sadapan III, aVF, V1, aVL, aVR) Sindrom gelombang T Juvenil (TWI persisten pada sadapan prekordial di atas dan meliputi V4)
67
― NYERI DADA ― PENYEBAB YANG BERASAL DARI JANTUNG Gangguan
Karakteristik tipikal
Pemeriksaan diagnostik
Angina
Tekanan
EKG s (ST , ST , dan atau
substermal leher,
rahang, lengan, durasi 30 menit
TWI CPK-MB atau troponin
Nyeri tajam menyekam kebahu
Suara gesekan pericardium
diperberat oleh respirasi hilang
(pericardial friction rub) EKG
bila duduk kearah depan
s (ST
yang cekung dan
difusi) efusi pericardium Diseksi aorta
Nyeri mendadak, seperti teriris
Tekanan darah atau nadi
atau tersayat pisau, dipertengahan
asimetris, Al kasus baru
skapula posterior atau anterior
pelebaran mediastinum pada rontgen toraks lumen palsu pada tomografikomputer (CT), ekotransesopagus (TEE), angiografi, atau MRI
PENYEBAB YANG BERASAL DARI PARU Gangguan
Karakteristik tipikal
Pemeriksaan diagnostik
Pneumonia
Pleuritik,
Demam,
dispnu,
takipnu,
krepitasi
dan
demam, batuk, sputum konsolidasi, infiltrat pada rontgen toraks Pleuritis
Nyeri tajam, pleuritik
Suara gesekan pleura (pleural friction rub)
68
Pneumotoraks
Unilateral
tajam,
Hipersonol unilateral,
pleuritik
onset
pneumotoraks pada rontgen toraks
onset
Takipnu, takikardia, hipoksemia, Scan
bunyi nafas,
mendadak Edema paru
Pleiritik, mendadak
ventilasi/perfusi atau angiogram paru
Hipertensi
Dipsnu, beban latihan
Hipoksemia, P2 ‘d,S3&S4 di sisi kanan
pulmonal
fisik
PENYEBAB YANG BERASAL DARI SALURAN CERNA Gangguan
Karakteristik tipikal
Pemeriksaan diagnostik
Refluks esofagus
Rasa terbakar substemal, rasa
Pemeriksaan pH esofagus,
asam dimulut ; kombinasi
uji perfusi asam bemstein
hipersaliva dan regurgitasi asam
EGD
diperberat oleh makan, posisi berbaring
hilang
dengan
antasida Spasme esofagus
Nyeri substermal yang hebat
Pemeriksaan serial saluran
diperberat saat menelan hilang
cerna atas manometri
dengan nitrogliserin atau CCB Ruptur Mallory-Weiss
Tercetus karena muntah
EGD
Penyakit
Nyeri epigastrik yang hilang
EGD, uji H. pylori
ulkus
peptikum
dengan antasida hematemesis, menelan
Penyakit empedu
Nyeri perut kuadran kanan atas,
USG kuadran kanan atas,
mual/muntah diperberat oleh
uji fungsi hati
makanan berlemak Pankreatitis
Rasa
tidak
nyaman
dipunggung/epigastrium
69
amilase dan lipase, CT abdomen yang abnormal
PENYEBAB YANG BERASAL DARI MUSKULOSKELETAL DAN YANG LAINNYA Gangguan
Karakteristik tipikal
Pemeriksaan diagnostik
Kostokondritis
Nyeri tumpul atau tajam yang
Nyeri tekan ketika dipalpasi
terlokalisir Penyakit
Tercetus
karena
gerakan,
servikal/OA
berlangsung dalam hitungan detik
Rontgen foto
hingga jam Herpes zoster
Nyeri unilateral yang hebat
Ruam
dematomal
temuan sensorik Ansietas
―rasa sesak‖
-
70
dan
― EVALUASI NON-INVASIF PADA PJK ― Kemungkinan Pra Uji PJK Nyeri nonangina = 0 atau
Angina atipikal = 2 dari 3
Angina tipilak = 3
1dari 3 gejala
gejala
dari 3 gejala
Usia
Pria
Wanita
Pria
Wanita
Pria
Waniat
30-39
5%
1%
22 %
4%
70 %
26 %
40-49
14 %
3%
46 %
13 %
87 %
55 %
50-59
22 %
8%
59 %
32 %
92 %
80 %
60-69
28 %
19 %
67 %
54 %
94 %
91 %
Gejala: (1) nyrti pada substernal, (2) tercetus karena pengerahan tenaga, (3) hilang dengan istirahat atau nitrogliserin (N Engl J Med 300:1350, 1979)
Uji toleransi latihan Indikasi : mendiagnosis PJK, mengevaluasi pasien yang diketahui PJK dan mengubah status klinisnya, resiko peningkatan pasien terhadap sindrom koroner akut, melokalisasi iskemia (diperlukan pencitraan radionuklir) Kontraindikasi : IMA dalam 48 jam, angina tak stabil yang tidak berespon dengan terapi, diketajui terdapat stenosis koroner cabang utama, stenosis aorta berat, gagal jantung kongestif simtomatik, artimia yang tak erkontrol Pilihan latihan : protokol baku Bruce atau modifikasinya, subaksimal, atau terbatas-gejala Pilihan obat : (untuk pasien yang tidak bisa melakukan latihan). Vasodilatasi koroner : dipiridamol atau adenosin (mungkin mencetuskan bradikardia dan bronkospasme). Kronotropil/inotropik : dobutamin (mungkin mencetuskan takiaritmia) Pilihan pencitraan : (untuk pasien yang pemeriksaan EKG, uji farmakologi, atau lokalisasi iskemianya tidak dapat dinilai. EKG tak dapat dinilai = terpacu, LBBB, ST saat istirahat sensitivitas,
spesifisitas), radionuklir WPW (thallium-201 atau
ekokardiografi
71
>1mm, digoksin? LVH(= 99m
Tc-sestaMIB) atau
Uji
Sensitivitas
ETT
Spesifisitas
-60
Keterangann
-80
Sensitivitas –90 % untuk 3VD, namun 65 tahun Pemeriksaan
Regurgiatsi mitral (MR)
baru
/
perburukan Edema paru, bising paru, atau S3 Hipotensi EKG
Δ ST ≥ 1 mm
Gelombang T Δs
Normal atau tidak
; gelombang Q
ada Δ‘ d
atau ST
saat
istirahat ↓ Petanda
Troponin jantung +
Troponin jantung -
Triase
ICU / CCU /
Monitor jantung
Evaluasi
monitor di tempat
di tempat tidur
rawat jalan dalam
tidur
pasien
72 jam
( ∫ACC 11 : 20, 1988; ∫ACC 16 : 304, 1990;Am ∫ Med 91 : 493, 1991;Clinical Cardiology 16 : 397, 1993;Braunwald etal. Unstable Angina : Diagnosis and Management. AHCPR Pub No 94-0602, 1994;N Engl ∫ Med 335 : 1333 dan 1342, 1996;Circulation 93 : 1651, 1996 dan 97 : 1195, 1998)
75
Penatalaksanaan Obat
Dosis
Keterangan
Aspirin
325 mg Po qd
50 - 70 % ↓ kematian
Dosis pertama digerus
atau infark miokardium
atau dikunyah
(N Engl ∫ Med 319 : 1105, 1998;RISC, Lancet 336 : 827, 1990)
Heparin IV
80 U/ kg IVB (maksimal
24 % ↓ kematian atau
(tanpa fraksi)
5000 U) → 14 U/ kg /
infark miokard (∫AMA
jam (maksimal 1000 U /
276 : 811, 1996)
jam)
titrasi
untuk
mencapai aPTT 50 - 70 Nitrogliserin IV Penyekat beta
10 - 1000 mikrogram /
↓ gejala angina, tanpa ↓
menit
mortalitas
Metoprolol 5 mg IV tiap
↓ gejala angina
5 x 3 jam, kemudian 25
Kontraindikasi terhadap
mg per oral (PO) tiap 6
gagal jantung kongestif
jam, titrasi hingga denyut jantung 55 - 60 LWMH
Enoxaparin 1 mg / kg SC
15 - 20 % ↓ kematian,
2x sehari selama 2-8 hari
IM, iskemia
± pemberian awal 30 mg
Pertimbangkan
IV bolus dalteparin 120
penggunaan
IU / kg SC 2x sehari
heparin tanpa fraksi pada
selama 5-6 hari
pasien yang berisiko
selain
tinggi (ESSENCE, N Engl ∫ Med
337
:
447,
1997;Circulation 96 : 61, 1997;FRISC-II, Lancet 354 : 701, 1999;TIMI-
76
IIB, Circulation 100 : 1593, 1999) Penghambat GP IIb / IIIa Abciximab
Eptifibatide
Tirofiban
10 - 20 % ↓ kematian 0,25 mg / kg IVB → 10
atau MI
mikrogram
Pertimbangkan
/
menit
pada
selama 18-24 jam
pasien yang berisiko
180 mikrogram / kg IVB
tinggi, menjalani PTCA,
→ 2 mikrogram / kg /
atau sulit disembuhkan
menit selama 72 jam
(PURSUIT, N Engl ∫
0,4 mikrogram / kg /
Med 339 : 436, 1998
menit selam 30 menit →
PRISM – PLUS N Engl ∫
0,1 mikrogram / kg /
Med 338 : 1488, 1998)
menit selama 48-108 jam
Invasif Dini vs. Pendekatan Konservatif Pendekatan invasif dini : angiografi dalam 24 – 48 jam → revaskularisasi (PTCA atau CABG) apabila anatominya sesuai Pendekatan konservatif : angiografi ± revaskularisasi hanya jika terjadi iskemia rekurens atau ETT submaksimal positif atau suatu ETT tingkat penuh positif yang bermakna Tidak ada konsensus yang jelas pendekatan mana yang paling penting ; terdapat 3 percobaan utama secara acak : TIMI IIIB (Circulation 89 : 1545, 1994) : perbedaan kecil dalam hal kecepatan intervensi antara kelompok invasif dan konservatif selama 6 minggu (61 % vs. 49 %), tidak ada perbedaan pada angka kematian maupun yang terkena IM
VANQWISH (N Engl ∫ Med 338 : 1785, 1998) : pada populasi jumlah penderita PJK-nya lebih banyak (50 % dengan 3VD atau penyakit cabang utama kiri), terdapat angka kematian atau terkena IM yang lebih tinggi pada kelompok invasif, namun ini dibatasi pada pasien yang menjalani CABG awal
77
FRISC – II (Lancet 354 : 708, 1999) : dengan perbedaan yang besar dalam hal kecepatan intervensi antar kelompok invasif dan konservatif selama 30 hari (~ 75 % vs. ~ 20 %) dan penggunaan stent intrakoroner, terdapat 22 % ↓ kematian atau IM pada kelompok invasif.
Keuntungan terbesar tampak pada pasien berisiko tinggi dengan ↓ ST pada entri atau suatu troponin +.
Gambar 1 – 3. Penatalaksanaan pendekatan terhadap angina tak stabil Penatalaksanaan UAP
Stabilisasi medis awal
Tidak m enstabilkan
Angiografi + inter vensi
Menstabilkan
Atau
Pendekatan Konservatif
Pendekatan Invasif ? Pertimbangkan pada risiko tinggi, pasca infark, dan troponin + angina
Terapi medis selama 48 - 72 jam Angina Bukan angina
ETT submaksimal
Positif Angiografi + intervensi
Negatif
Obat pilihan di rumah
Angina
Bukan angina
ETT tingkat penuh dalam 4 - 6 minggu
Positif bermakna
Negatif atau positif ringan
Terapi medis dilanjutkan
Prognosis Lebih dari 30 – 50 % pasien yang dirawat dengan UAP memiliki prognosis yang sama dengan pasien IM ~ 10 % kemungkinan meninggal atau reinfark nonfatal dalam 30 hari berurutan Perkiraan ↑ mortalitas : UAP pascainfark, tampak ST ↓, troponin jantung +, usia > 65 tahun
― INFARK MIOKARDIUM AKUT (IMA) ― Etiology
78
Aterosklerosis → ruptur plak → trombosis arteri koronia Spasme arteri koronaria (termasuk yang terinduksi kokain) Diseksi aorta yang meluas ke dalam arteri koronaria (biasanya RCA → IMI) Emboli pada arteri koronaria (seperti : pada pasien dengan endokarditis, katup jantung prostetik, trombus muralis, miksoma) Vaskulitis (seperti : penyakit Takayasu, sindrom Kawasaki) Miokarditis (nekrosis miokardium, walaupun tidak disebabkan oleh penyakit arteri koronaria) Manifestasi Klinis Angina (secara tipikal adanya tekanan di retrosternal ± menyebar ke leher, mandibula, bahu atau lengan ) x > 30 menit Gejala yang berhubungan : dispnu, diaforesis, nausea, muntah, palpitasi, kepala pusing ~ 23 % dari IM awalnya tidak dikenal karena bisa tanpa gejala atau muncul dengan nyeri dada yang atipikal atau gejala yang tidak spesifik seperti malaise atau seperti ―flu‖ (Am ∫ Cardiol 32 : 1, 1973)
Pemeriksaan Fisik Tanda iskemik : S4, murmur Mr baru derajat 2, disfungsi muskulus papilaris sekunder, paradoksikal S2 Tanda gagal jantung : ∫ VP ↑ , krepitasi di lapangan paru, S3 + Tanda di daerah lain dari penyakit aterosklerosis : bruit karotis atau femoralis, denyut distal ↓
Pemeriksaan Diagnostik EKG Petanda Serum : ↑ CPK-MB ;↑ troponin jantung menunjukan nekrosis miokardium derajat kecil sehingga berguna untuk mendiagnosis mikroinfark bila CPK – MB negatif pada pasien
79
dengan UAP (lihat diatas), untuk mendiagnosis kecurigaan IM yang telah berlangsung lebih kurang 2 - 10 hari yang lalu, dan apabila curiga terjadi ↑ CPK-MB positif palsu Ekokardiogram : gerakan abnormal dinding yang baru terjadi (namun sangat tergantung operator dan kecermatan pembacaan)
Gambar 1 - 4. Perubahan EKG pada IMA Normal
Hiperakut
Akut
Beberapa jam Kemudian
Beberapa Hari
Beberapa Minggu
Gambar 1 – 5. Pelepasan petanda jantung ke dalam darah yang mengikuti IM akut
(Diadapatsi atas izizn dari Wu, A, H, B. Introduction to coronary artery disiase (CAD) dan biochemical markers In : Wu, A, H, B, ed Cardiac Markers. Totowa : Humana Press, 1998 : 12)
Sensitivitas CPK – MB dan troponin dalam mendeteksi IM tanpa elevasi ST Petanda serum
Saat tiba
≥ 6 jam setelah onset nyeri
CPK – MB > 4,7 ng / ml
53 %
91 %
Troponin T ≥ 0,18 ng /
51 %
94 %
66 %
100 %
ml Troponin I ≥ 0,1 ng / ml
80
(N Engl ∫ Med 337 : 1648, 1997) Trombolis Indikasi
Kontraindikasi
Gejala IM selama ≥ 30 menit dan < 12 jam
Absolut
Dan juga
Riwayat
ST ↑ ≥ 1 mm dalam ≥ 2 sadapan
stroke hemoragik dalam 1 tahun
Yang berdekatan
Neoplasma
Atau
aneurisma, atau malformasi
LBBB yang sudah lama tetapi tidak
arteri – vena (AVM)
diketahui
Perdarahan internal aktif
ICH
sebelumnya, intrakranial,
Kecurigaan diseksi aorta Batasan usia : Pasien > 75 tahun
Relatif
mengalami sedikit ↓ relatif pada
Tekanan sistolik > 180 mmHg
mortalitasnya, tapi karena sangat tingginya
saat datang
mortalitas pada usia ini, dalam pengalaman
INR > 2 atau diketahui adanya
lebih banyak ↓ absolut pada moralitasnya
gangguan perdarahan
sehingga masuk akal bila dilakukan
Trauma atau bedah mayor dalam
trombolisis pada pasien > 75 tahun, namun
2 – 4 minggu
↑ risiko perdarahan intra kranial ↑
RJP yang lama (> 10 menit) Perdarahan internal yang terjadi
Batasan waktu : semakin awal trombolitik
dalam 2 – 4 minggu terakhir
dimulai, semakin baik hasilnya. Manfaat
Fungsi vaskular yang tidak
setelah 12 jam kurang jelas namun
dapat dikompresi
trombolisis sebaiknya dipertimbangkan
Pajanan streptokinase (SK)
pada pasien yang datang pada 12 – 24 jam
sebelumnya
setelah onset nyeri dan masih terdapat
pertimbangan SK)
elevasi ST↑.
(apabila
Kehamilan
Trombolitik
Dosis
81
ada
Alteplase (TPA)
15 mg IV bolus, kemudian 0,75 mg / kg (maks. 50 mg) selama 30 menit, kemudian 0,5 mg / kg (maks. 35 mg) selama 60 menit
Streptokinase (SK)
1,5 MU IV selama 30 – 60 menit
Reteplase (RPA)
10 U IV, ulangi dalam 30 menit x 1
Angioplasti primer Manfaat angioplasti primer vs. trombolisis masih menjadi perdebatan Meta – analisis menyatakan ~ 20 % ↓ kematian atau IM dan 65 % ↓ stroke apabila dapat dilakukan oleh operator yang mahir dalam 60 – 120 menit sejak kedatangan pasien (∫AMA 278 : 2093, 1997) Dapat dipertimbangkan sebagai suatu alternatif apabila terdapat seorang ahli dan tersedia laboratorium kateterisasi jantung terutama apabila ada kontraindikasi terhadap trombolisis, syok kardiogenik, IM, anterior yang luas, atau CABG sebelumnya Namun demikian, jangan biarkan keputusan yang berkenaan dengan metode revaskularisasi menunda waktu untuk melakukan revaskularisasi
Terapi antitrombotik Obat
Keterangan
Asam asetil salisilat (aspirin / ASA)
23 % ↓ mortalitas vaskular
162 hingga 325 mg PO 4x1
49 % ↓ re – infark nonfatal
Dosis pertama digerus atau dikunyah
(ISIS – 2, Lancet 2 : 349, 1988)
Heparin IV
Tidak menunjukan perbaikan pada
60 U / kg (maks. 4000 U)
mortalitas ↑ infark yang berhubungan
12 U / kg / jam infus (maks. 1000 U /
dengan patensi arteri dengan alteplase
jam)
Sehingga
Titrasi aPTT 50 – 70 detik
bersamaan dengan alteplase
diindikasikan
hanya
(BM∫ 313 : 652, 1996 dan A∫C 77 : 551,
82
1996) Penghambat GP II b / III a
Data menunjukan keuntungan saat angioplasti primer data awal yang berhubungan dengan menurunnya dosis trombolisis (TIMI – 14, Circulation 99 : 2720, 1999) menjanjikan
Terapi Adjuvan Obat
Keterangan
Penyekat beta
15 % ↓ mortalitas vaskular (ISIS – 1,
Metoprolol 5 mg IV tiap 3x5 menit
Lancet 2 : 57, 1986)
Kemudian
Kontraindikasi apabila denyut jantung
25 mg PO tiap 6 jam, titrasi sesuai
< 60, sistolik < 100 mmHg, gagal
toleransi
jantung kongestif sedang atau berat, blok AV derajat 2 atau 3, penyakit bronkospatik berat
Nitrat
Penggunaan TNG IV dalam 24 – 48
IV TNG 10 – 1000 mikrogram / menit
jam pertama berdasarkan pada meta – analisis yang mengarahkan 35 % ↓ mortalitas (lancet 1 : 1088, 1988) Kontraindikasi pada infark ventrikel kanan dan hipovolemia
Penghambat ACE
~ 10 % ↓ mortalitas pada 4 – 6 minggu,
Kaptopril 6,25 mg 3x1 atau lisinopril
19 % ↓ pada 4 tahun
5 mg 4x1
(SAVE, N Engl ∫ Med 327 : 669, 1992 ;
Kemudia titrasi sesuai toleransi
GISSI – 3, Lancet 343 : 1115, 1994 ; ISIS – 4, Lancet 345 : 669, 1995) Keuntungan terbesar pada pasien dengan IM anterior, EF < 40 %, atau pernah IM sebelumnya
83
Kontraindikasi pada hipotensi atau gagal ginjal berat Oksigen Morfin
Menghilangkan nyeri ↓ kecemasan, Venosilitasi → ↓ preload
Komplikasi Mekanik pasca IM Komplikasi
Gambaran klinis
Penatalaksanaan
Syok kardiogenik
Insiden < 5 %, tipikalnya
Kateter
< 48 jam pasca – MI
inotropik, pressor, IABP,
PA,
obat
revaskularisasi Ruptur dinding bebas
Insiden < 6 %, tipikalnya
Resusitasi cairan, obat
dalam 2 – 3 hari pasca -
inotropik,
MI, ↓ tekanan darah dan
perikardiosentesis,
denyut
pembedahan
jantung
sesaat(robekan epikardium)
→
tamponade atau mati mendadak (EMD) VSD
Insiden 2 – 4 % ;
Obat inotropik, pompa
tipikalnya dalam 5 hari
balon intra aorta (IABP),
pasca – MI 90 % dengan
vasodilator,
mumur baru yang kasar ±
pembedahan
diuretik,
thrill Ruptur papilaris
muskulus
Insiden 1 % ; tipikalnya
Vasodilator,
dalam 5 hari pasca – MI
IABP, pembedahan
50 % dengan murmur baru, jarang terjadi thrill
Antiaritmia Pasca – MI
84
diuretik,
Aritmia
Penatalaksanaan
Fibrilasi atrium
Kardioversi apabila hemodinamik tidak
(Insiden 10 – 16 %)
stabil atau iskemik penyekat – β dan / atau digoksin, prokainamid ± atau amiodaron heparin
Takikardi / fibrilasi
Antiaritmia dan kardioversi / defibrilasi
Ventrikel (VT / VF)
menurut ACLS infus lidokain selama 6
Monomorfik dini (< 48 jam pasca –
– 24 jam, kemudian nilai kembali ↑
MI) bukan berarti prognosis buruk
dosis penyekat – β sesuai toleransi, penggantian ion K dan MG, nilai iskemiknya
Sinus bradikardi
Jika sistomatik → atropin, jika sistomatik dan menetap → pasang pacu jantung
Asistol
Atropin dan epinefrin → pasang pacu jantung
Blok AV derajat 1
Tidak ada
Blok AV derajat 2 tipe I
Jika sistomatik → atropin, jika sistomatik dan menetap → pasang pacu jantung
Blok AV derajat 2 tipe II atau derajat 3
Pasang pacu jantung
Blok bifasikular
Pertimbangkan
(LBBB, RBBB + baik LPBH atau
jantung
pemasangan
pacu
LAHB) Alternating BBB atau blok trifasikular
Pasang pacu jantung
(bifasikular dengan blok AV derajat 1) (Apabila ada indikasi pemasangan pacu jantung, pacu jantung transkutaneus sebaiknya dicoba terlebih dahulu sebagai suatu penghubung pacu jantung transvenosa. Apabila menggunakan pacu jantung transkutanesus sebagai ―cadangan‖ pada jenis yang siap pakai, Anda harus memastikan bahwa pacu tersebut secara elektris menangkap dan menimbulkan denyutan seperti halnya
85
aktivitas otot rangka yang menimbulkan depolarisasi ventrikular pada monitor. Pacu jantung transvenosa paling baik dipasang dengan panduan fluoroskopi)
Komplikasi pasca – MI lainnya Komplikasi
Gambaran Klinis
Penatalaksanaan
Trombus LV
Insiden 20 – 40 %
Antikoagulan selama 3 –
Faktor Risisko : IM
6 bulan
anteroapikal luas Aneurisma
Tonjolan nonkontraktil
Pembedahan
Ventrikular
dari ventrikel kiri ;
gagal jantung kongestif
insiden 8 – 15 % elevasi
berulang, tromboemboli,
ST yang menetap tidak
aritmia
selalu
apabila
menunjukan
aneurisma Pseudoaneurisma
Ruptur → ditambal oleh
Ventrikular
trombus dan perikardium
Perikarditis
Insiden 10 – 20 % ;
Aspirin dosis tinggi,
tipikalnya terjadi 1 – 4
antiinflamasi nonsteroid
hari pasca – Mi
(NSAID),
Gesekan perikardium +
Antikoagulan
Perubahan EKG jarang
diminimalkan
Sindrom Dressler
Pembedahan
Insiden < 4 % ; tipikalnya Aspirin dosis tinggi, terjadi 2 – 4 minggu
NSAID
pasca – MI Muncul berupa demam, malaise,
perikarditis,
pleuritis
Prognosis Secara umum, dalam 30 hari angka kematian 6, 0 – 7, 5 %
86
Kelas killip Kelas
Definisi
Mortalitas
I
Tanpa gagal jantung kongestif
6%
II
S, + dan / atau bising basilaris
17 %
III
Edema paru
30 – 40 %
IV
Syok kardiogenik
60 – 80 %
(N Engl ∫ Cardiol 20 : 457, 1967) Kelas Forrester 3
Kelas
CI (L / menit / m )
Tekanan
baji
Mortalitas
kapiler pulmonal / PCWP (mmHg) I
> 2, 2
< 18
3%
II
> 2, 2
> 18
9%
III
< 2, 2
< 18
23 %
IV
< 2, 2
> 18
51 %
(N Engl ∫ Med 295 : 1356, 1976)
― KATETER ARTERI PULMONALIS (SWAN – GANZ) ― Pertimbangan Teoretis Prinsip Frank Starling : isi sekuncup jantung bergantung sebagai bagian dari preload atau volume akhir diastolik ventrikel kiri (LVEVD) Sehingga optimalisasi curah jantung (isi sekuncup x frekuensi denyut jantung) dan minimalisasi edema paru dapat dicapai dengan memanipulasi LVEDV
87
Ketika balon dari ujung kateter diinflasikan (digembungkan), balon tersebut akan mengambang ke dalam posisi ―baji‖, sekumpulan darah akan menyebar dari ujung kateter, melalui arteri pulmonalis, kapiler dan vena, dan ke suatu titik tepat di proksimal dari atrium kiri. Pada keadaan tanpa aliran, seluruh tekanan akan sama dan untuk itu PCWP sebanding dengan tekanan di atrium kiri dan sebanding dengan LVEDP, yang proporsional dengan LVEDV Situasi yang mengagalkan asumsi dasar di atas : 1) Ujung kateter tidak berada pada zona paru bagian barat 3 (seperti : PCWP setara dengan tekanan alveolar namun tidak setara dengan tekanan atrium kiri) 2) PCWP > tekanan atrium kiri (seperti pada fibrosis mediastinum, penyakit veno – oklusif paru) 3) Rata – rata tekanan atrium kiri > LVEDP (seperti : stenosis katup mitral, regurgitasi katup mitral) 4) Perubahan hubungan LVEDP – LVEDV (seperti : komplians abnormal) Indikasi (∫ACC 32 : 840, 1998) Diagnosis Diagnosis banding syok Diagnosis banding edema paru Evaluasi fungsi ventrikel kiri dan curah jantung (melalui termodilusi atau metode Fick) Tamponade jantung, VSD, MR Hipertesi pulmonal Terapeutik : terapi yang disesuaikan untuk mengoptimalkan WP, isi sekuncup (SV), SvO2 Penggunaan suatu kateter arteri pulmonalis belum menunjukan perbaikan hasil akhir dan bahkan ? ↑ mortalits pada satu studi (∫ AMA 276 : 889, 1996). Namun demikian, beberapa literatur menunjukan bahwa kurang lebih 50 % penilaian klinis curah jantung dan PCWP ternyata tidak benar pada waktu dilakukannya penelitian tersebut, sehingga mesuk akal menggunakan kateter arteri pulmonal untuk menjawab pertanyaan spesifik yang tidak dapat di jawab dengan metode non – invasif dan kemudian cabut dengan segera untuk meminimalkan komplikasi
88
Kontraindikasi Absolut : endikarditis pada sisi kanan, trombus, atau katup jantung mekanik Relatif : koagulopati (berlawanan), PPM atau implantasi defibrilator jantung (ICD) yang baru saja dipasang (ditempatkan dengan bantuan fluoroskopi), LBBB (lebih kurang 3 % risiko blok jantung komplet, tempatkan dengan bantuan fluoroskopi), katup bioprostetik pada sisi kanan
Penempatan Sebaiknya hanya dilakukan oleh seorang yang berpengalaman Tempat pemasagan pilihan boleh di vena jugularis inerna kanan atau di vena subklavia kiri, karena posisi ini adalah posisi termudah sebagai pegangan kateter ke dalam arteri pulmonalis Kembangkan balon bila sudah jauh atau jika mengukur PCWP Hindari inflasi yang berlebihan dengan menggunakan tahanan terhadap inflasi dan pengatur tekanan guna memandu banyaknya inflasi Kempeskan balon pada saat menarik dan melakukan setiap tindakan lainnya Foto rontge toraks seharusnya diperiksa setelah penempatan untuk menilai posisi kateter dan adanya pneumotoraks Apabila kateter tidak berhasil di pasang (tipikalnya pada pasien dengan regurgitasi trikuspid yang berat atau dilatasi atrium kanan) atau apabila pasien mengalami LBBB, pertimbangkan untuk menggunakan bantuan fluoroskopi
Bentuk Gelombang Kateter Arteri Pulmonalis Lokasi
Atrium kanan
Ventrikel
PA
PCWP
Sistolik 15 –
Rata – rata ≤
30
30
12
diastolik 1 - 8
Rata – rata 9 –
kanan Tekanan (mmHg)
Rata – rata ≤ 6 Sistolik 15 –
18 Diastolik 6 12
89
Bentuk gelombang
EK G S im ultan
30 25 20 MmHg 15 10
A
5 0
C V X Y
Keterangan
a = Kontraksi
Tekanan akhir
Bentuk
Sama seperti
atrium,
diastolik
gelombang
bentuk
terjadi
ventrikel
seharusnya
gelombang
pada
kanan
memuat takik.
atrium kanan
interval
(RVEDP)
Puncak
kecuali
PR
terjadi tepat
selama
tertinggal dan
gelombang T
terlambat
sistolik arteri
gelombang a
kembali ke dari rata – rata
pulmonal
setelah QRS,
dalam
tekanan
setara dengan
gelombang c
atrium
atrium kanan
sistolik
berbeda
kanan
kecuali
ventrikel
gelombang v
v = Masuknya
terdapat
kanan kecuali
setelah
darah ke
stenosis atau
terdapat suatu
gelombang T
atrium
regurgitasi
gradien
dan biasanya
kanan,
trikuspid (TS
(seperti PS)
> gelombang
muncul
atau TR)
c = Penonjolan sebelum garis TV
naik dan lebih
a
puncak gelombang T (mid T wave) x = Relaksasi atrium dan penurunan basis jantung
90
±,
y = Darah yang keluar atrium kanan setelah TV membuka pada awal diastolik
Hubungan dengan siklus pernafasan Tekanan intratorakal (biasanya sediki ngatif) dilanjutkan ke pembuluh darah dan ke jantung Tekanan transmural (= preload) sama dengan tekanan intrakardiak terukur – tekanan intratorakal Selalu mengukur pada akhir ekspirasi sebab tekanan intratorakal paling dekat ke nol (―angka tertinggi‖ pada pasien yang bernafas spontan dan ―angka terendah‖ pada pasien dengan ventilator) Apabila tekanan intratorakal ↑ (penyakit paru, tekanan positif akhir – ekspirasi / PEEP, auto – PEEP). PCWP terukur akan meninggikan tekanan transmural yang sebenarnya. Dapat mencoba untuk memperkirakan tekanan transmural dengan cara mengurangi ½ PEEP
Curah jantung Termodilusi : tetapkan jumlah NaCl yang disuntikan pada proksimal tempat masuk suntikan (biasanya atrium kanan). Perubahan suhu melebihi waktu terukur pada termistor (di dalam arteri pulmonalis) digunakan untuk menghitung curah jantung. Mungkin tidak akurat jika keadaan outputnya rendah, TR berat atau ada pirau intrakardiak Metode Fick : konsumsi O2 (L / menit) setara dengan curah jantung (L / menit) x perbedaan oksigen arteri – vena dengan mengukur konsumsi O2 dan menghitung perbedaan AV O2 (arteri – vena campuran), dapat memperoleh curah jantung
91
Pewarnaan hijau indosianin : tetapkan jumlah zat warna yang disutikan ke dalam jalur sentral. Konsentrasi zat warna hijau di dalam sebuah jalur arteri diambil sebagai sampel, setelah sejangka waktu dan curah jantung dihitung dari data ini. Mungkin tidak akurat apabila keadaan output rendah, regurgitasi katup yang berat, atau ada pirau intrakardiak
Komplikasi Kanulasi vena sentralis : pneumo dan hemotoraks (1 – 3 %), punksi arteri, emboli udara Terlalu jauhnya kateter : aritmia atrium atau ventrikel, blok jantung komplet (~ 3 % pada pasien yang sudah ada LBBB sebelumnya), lubang kateter, perforasi dan tamponade jantung, ruptur arteri pulmonalis Pemeliharaan kateter : infeksi (terutama apabila kateter dibiarkan selama > 3 hari ), trombus, infark paru (≤ 1,3 %), ruptur PA, ruptur balon
― GAGAL JANTUNG ― Definisi (Braunwald, Heart Disease, 5th ed., 1997) Kegagalan jantung memompa darah pada suatu kecepatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik jaringan perifer atau kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hanya pada tekanan pengisian jantung yang abnormal. ―Output rendah‖ (curah jantung ↓) vs. ―Output tinggi‖ (curah jantung ↑) ―Gagal jantung kiri‖ (edema paru) vs. ―Gagal jantung kanan‖ (∫ VP ↑ hepatomegali kongestif edema porifer) ―Backward‖ (↑ tekanan pengisian dan kongestif) vs. ―Forward‖ (kegagalan untuk melakukan perfusi jaringan sistemik) ―Sistolik‖ (kegagalan memompa darah dalam jumlah yang cukup) vs. ―Diastolik‖ (kegagalan untuk berelaksasi dan mengisi secara normal)
92
Etiology Penyakit jantung iskemik Penyakit jantung hipertensif (sistemik → gagal jantung kiri, paru → gagal jantung kanan) Kardiomiopati (dilatasi, hipertrofi dan restriktif) Penyakit katup jantung Penyakit perikardium (tamponade, konstriksi, efusi- konstriktif) Kegagalan output tinggi : infusiensi aorta (AI), regurgitasi mitral (MR), defek septum ventrikel (VSD), fistula AV, anemia berat, sepsis, tirotoksikosis, beri – beri
Pendekatan pada gagal jantung kiri Petunjuk terhadap disfungsi sistolik : riwayat IM sebelumnya, perubahan waktu iktus kordis, S3 +, gelombang Q pada EKG, kardiomegali pada rontgen toraks
Gambar 1 – 6. Pendekatan pada gagal jantung sisi kiri Gagal jantung kiri
Peningkatan LVEDP
LVEDP Normal
Peningkatan LVEDP
Peningkatan SV
Kegagalan Output tinggi
Disfungsi Diastolik
Peningkatan ESV
Disfungsi sistolik (Kegagalan Output rendah)
LVH
Penyakit Perikardium
Iskemik
Hipertensi Stenosis aorta Kardiomiopati Peningkatan afterload Stenosis aorta Krisis hipertensi Koartasio
Penurunan kontraktilitas Iskemik / infaks Dilatasi kardiomiopati AI / MR kronik Sepsis
(Diadaptasi dari Wilkins, ed Emergency Medicine, 3th ed, 1989) Factor Pencetus
93
Kardiomiopati restriktif
Iskemia atau infark miokardium Hpertensi, kelebihan volume, emboli paru Ketidak patuhan dalam mengonsumsi obat atau diet Obat (penyekat – β, CCB) atau toksin (EtOH, kemoterapi) Miokarditis, endokarditis Aritmia Anemia, infeksi, kehamilan, tiroksikosis Manifestasi klinis Output rendah : fatigue, lemah, perubahan status mental, azotemia prerenal Kongestif Gagal jantung kiri : dispnu, ortopnu, dispnu noktural paroksimal Gagal jantung kanan : edema perifer, rasa tidak nyaman di kuadran kanan atas
Pemeriksaan fisik Gagal jantung akut : hipo atau hipertensi, takikardi, diaforesis, sianosis, dingin dan pucat pada ekstremitas Gagal jantung kiri Ronki paru, pekak pada basalis (efusi pleura sekunder) takipnu, pernafasan Cheyne – Stokes ± iktus kordis abnormal (difus, menetap, atau bertambah bergantung pada penyebab gagal jantung tersebut) S3 ± (disfungsi sistolik), S4 ± (disfungsi diastolik) Murmur jantung ± (karena penyakit katup jantung, distorsi anulus katup mitral, atau pergeseran muskulus papilaris) Gagal jantung kanan :↑ ∫VP, efusi pleura, hepatomegali kongestif ± asites dan ikterus, edema perifer
Pemeriksaan Diagnostik Foto rontgen toraks : edema paru, efusi pleura bilateral (biasanya kanan > kiri), kardiomegali ±
94
Ekokardiogram EF ↓ dan ukuran ruang jantung ↑ → disfungsi sistolik Hipertrofi dan / atau aliran abnormal yang melewati katup mitral → disfungsi diastolik Kateterisasi arteri pulmonalis : PCWP ↑, CO ↓, dan resistensi vaskular sistemik / SVR ↑ (gagal jantung output rendah) Tanda penurunan perfusi terhadap organ vital dari pemeriksaan laboratorium : UOP ↓, ureanitrogen darah (BUN) ↑, kreatinin ↑, Na ↓, uji fungsi hati abnormal Klasifikasi fungsional Kelas I : sistomatik hanya pada aktivitas yang lebih dari biasanya Kelas II : sistomatik dengan aktivitas seperti biasa Kelas III : sistomatik dengan aktivitas yang minimal Kelas IV : sistomatik pada saat beristirahat Penatalaksanaan Gagal Jantung Obat / intervensi
Keterangan
Diet
Na < 2 gr / hari
Diuretik
Diuretik loop ± tiazid ± diuretik hemat kalium
ACEI
40 % ↓ mortalitas pada NYHA kelas IV (CONSENSUS, N Engl ∫ Med 316 : 1429, 1987) 16 % ↓ mortalitas pada NYHA kelas II atau III (SOLVD, N Engl ∫ Med 325 : 293, 1991) 37 % ↓ gagal jantung kongestif pada pasien asimtomatik dengan EF ≤ 35 % (SOLVD, N Engl ∫ Med 327 : 685, 1992)
Digoksin
23 % ↓ gagal jantung kongestif di Rumah Sakit tidak ada perubahan mortalitas (DIG trial, N Engl ∫ Med 336 : 525, 1997)
Penyekat – β
~ 40 % ↓ motralitas, ↓ gejala, EF ↑ (MDC, Lancet 342 : 1441, 1993 ; U. S. Carvedilol , N Engl ∫ Med 224 : 134, 1996 ; CIBIS – II, lancet 353 : 9, 1999 ; MERIT, Lancet
95
353 : 2001, 1999) Harus dititrasi sangat hati – hati dan kontraindikasi terhadap gagal jantung kongestif dekompensata Spironolakton
30 % ↓ mortalitas pada NYHA kelas III atau IV (RALES, Engl ∫ Med 341 : 709, 1999)
Penyekat
reseptor
ATII (ARBs)
Studi kecil menunjuk obat ini sama manjurnya dengan ACEI, menunggu uji klinis yang lebih besar Pertimbangkan apabila tidak dapat menoleransi ACEI atau mengalami hipertensi meskipun dosis ACEI maksimal
Hidrazalin + nitrat
25 % ↓ motalitas (V – HeFT I, N Engl ∫ Med 314 : 1547, 1986) Tidak sebaik seperti ACEI (V – HeFT – II, N Engl ∫ Med 325 : 303, 1991)
Amiodaron atau ICD
Pertimbangkan ICD untuk V atau VF simtomatik atau rekuren Keuntungan amiodaron profilaktif (GESICA, lancet 334 : 493, 1994 dan STAT – CHF, N Engl ∫ Med 337 : 72, 1995) atau ICD masih belum jelas
Antikoagulan
Pertimbangkan apabila terdapat fibrilasi atrium (AF), trombus mural, atau reksi ejeksi (EF) < 30 %
Perihal penatalaksanaan spesifik Edema paru kardiogenik akut : ―LMNOP‖ = Lasiks, Morfin, Nitrat, Oksigen, Posisi Gagal jantung refrakter / berat Terapi penyesuain dengan kateter arteri pulmonalis (PA) dengan tujuan tekanan arteri rata – rata MAP > 60, CI > 2,2, SVR < 800, PCWP < 18 Vasolidator dan inotropik intravena (seperti : nitroprusid dan dobutamin) Bantuan sirkulasi mekanik : pompa balon intraaorta (IABP), alat bantu ventrikel (VAD) Transplantasi jantung : daya tahan hidup 1 tahun 85 % ; 5 tahun 65 – 70 % Disfungsi diastolik : perhatikan diuresis, kendalikan hipertensi dan takikardia dengan penyekat β atau penyekat kanal kalsium (CCB)
96
― KARDIOMIOPATI ‖ Disfungsi miokardium yang bukan karena iskemia katup, hipertensi, atau penyakit jantung kongersif KARDIOMIOPATI DILATASI Definisi dan Epidemiologi Dilatasi ventrikel, ketebalan dinding normal hingga menurun, dan
kontraktilitas
Insiden : 5-8 kasus/100.000 populasi tiap tahun; prevalensi : 36 kasus/100.000 populasi Etiologi Iskemia, penyakit kelainan katup (MR atau Al kronis), hipertensi (stadium terminal tak diobati): Secara teknis bukan merupakan kardiomiopati karena tidak secara primer mengenai otot jantung, tetapi merupakam penyebab umum
EF dan dilatasi VL.
Toksik : alkohol, adriamisin Infeksius (campuran DCM + RCM): hemokromatosis, sarkoidosis, amiloidosis,(biasanya RCM) Idiopatik (? Infeksi subklinis) dan familial
97
Terinduksi takikardi ( frekuensi denyut jantung > 140-160 selama berminggu-minggu) Terinduksi katekolamin : kokain, feokromositoma Peripartum (usia kehamilan bulan terakhir
3-4 bulan pasca melahirkan)
Endokrin/metabolik : hipotiroidisme, akromegali, defisiensi tiamin/selenium Penyakit kalogen-vaskular (jarang) : skleroderma, SLE Manifestasi klinis Gagal jantung : baik gejala kongestif atau fatigue Kejadian emboli ( 10%) Aritmia Nyeri dada pada saat beraktivitas, terdapat sampai pada sepertiga kasus (bahkan tanpa PJK) Pemeriksaan fisik Tanda gagal jantung kongestif kiri (ronki paru) dan kanan( JVP, edema perifer) (―lihat gagal jantung‖) dan fatingue tergantung pada derajat kardiomiopati Jantung : difusi, iktus kordis bergeser ke lateral, S4
; S3
, MR dan RT (pergeseran
muskulus papilaris) Pemeriksaan diagnostik Rontgen foto toraks : kardiomegali, edema paru, efusi pleura EKG : dapat menunjukan PRWP, gelombang Q atau bundle branvh, voltase rendah, fibrilasi atrium Ekokardiogram : dilatasi ventrikel kiri, EF, LVKH regional atau global, disfungsi ventrikel kanan , trombus mural Langkah untuk diagnostik dan penatalaksanaan Anamnesis : faktor resiko terhada PJK, hipertensi, pajanan obat atau toksin, virus yang tersembunyi, tanda atau gejala penyakit autoimun Uji stres : Uji negatif lengkap berguna untuk menentukan etiolagi iskemik (jumlah positif palsu tinggi) Kateterisasi jantung untuk mengetahui PJK apabila terdapat faktor resiko angina, gelombang Q pada gambaran EKG Evaluasi laboratorium : uji fungsi hati, pemeriksaan Fe, HIV, uji lain sesuai indikasi dan kecurigaan klinis
98
? Biopsi endomiokardium : (Circulation 79:971, 1989) hasil 10% (dari 10% ini, 75% menunjukan miokarditis, 25% menunjukan penyakit sistemik) Penatalaksanaan Terapi gagal jantung standar : ACEI, diuretik, digoksin, penyekat-
(jika tidak dalam
keadaan gagal jantung kongestif dekompensata) Antikoagulan
(pertimbangkan apabila EF
30%); antiaritmia/CD
Jika perlu; terapi hemodinamik yang disesuaikan, bantuan sirkulasi mekanik, transplantasi jantung Imunosupresan untuk miokarditis ; belum terbukti bermanfaat; pertimbangkan pada miokarditis fulminan atau progresif
KARDIOMIOPATI HIPERTENSI (HCM) Definisi dan epidemiolagi Hipertrofi ventrikel kanan dan/ ventrikel kiri yang tidak seharusnya Prevalensi : 1 kasus/500 sporadis, 50% familial Patologi Mutasi yang diketahui pada gen yang mengkodekan protein sarkomer jantung Bisanya berupa hipertrofi septum asimetris dan gangguan pada susunan serat miokardium Patofisiolagi Obstruksi aliran keluar subaorta : penyempitan aliran sekunder karena hipertrofi septum +, gerakan anterior sistolik (SAM) daun anterior pada katup mitral, skunder akibat gaya-gaya Venturi (mungkin tetap, berubah-ubah atau tidak ada) dan pergeseran muskulus palpitasi; sejalan dengan
kontraksi (digoksin, agonis- ),
preolad atau
afterload
Regurgitasi mitral SAM (mid-to-late, aliran regurgitasi yang langsung keposterior), daun katup mitral dan mukulus palpilaris yang abnormal (pansistolik, pancaran regurgitasi yang langsung ke anterio Disfungsi diastolik :
kekakuan rongga + gangguan relaksasi
99
Iskemia : penyakit pembuluh darah kecil, kompresi arteri perforans, penurunan perfusi koroner Sinkop : beban bergantung curah jantung, aritmia Manifestasi klinis Dipsnu : karena
LVEDP, MR, dan disfungsi diastolik
Angina Sinkop atau pra-sinkop atau palpitasi Pemeriksaan fisik Jantung : iktus kardis tetap, spilt paradoksikal S2; S4 sistolik ( dengan Valsava dan berdiri,
, murmur kresendo-dekresendo
saat jongkok), murmur holosistolik atau mid-to-
late akibat MR Denyut karotis : bisferis Pemeriksaan diagnostik Foto rontgen toraks : kardiomegali (ventrikel dan atrium kiri) EKG : LVH, gelombang pseudo-Q di anterorateral dan inferior; gelombang T besar diapeks (varian apeks) Ekokardiogram : septum dinding/posterior > 1,3; septum > 15mm, obstruksi aliran keluar dinamik, SAM, MR , Tanda Brockenbrought =
Kateterisasi jantung : tekanan subaorta
tekanan nadi
pascaekstrasistol Penatalaksanaan (N Engl J Med 336 : 775, 1997) Gagal jantung Terapi obat = penyekat beta, CCB (perapamil atau diltiazem), disopiramid hindari digoksin, diuretik, vasodilator Jika sulit disembuhkan dengan terapi obat dan ada patofisiologinya obstruktif Ablasi septal alkohol (Lanncet 346:211, 1995 dan JACC 31:252, 1998) Pembedahan (seperti : miotomi-miektomi; irculation 52:88, 1975) ? Pacu jantung, namun perbaikan simtomatik mungkin efek dari plasebo (Lancet 339:1318, 1992; Circulation 90:2731, 1994; JACC 29:435, 1997; Circulation 99:2927, 1999)
100
Jika sulit disembuhkan dengan terapi obat dan patologinnya tanpa obstrruksi transplantasi Fibrilasi atrium : kendalikan laju nadi dengan penyekat- , pertahankan SR dengan disopiramid, amiodaron atau satolol Kematian akibat henti jantung mendadak : amiodaron vs MCI. Faktor resiko : mutasi spesifik, riwayat VT/VF atau sinkop,
riwayat keluarga yang mati mendadak, Holter
LVH berat, usia yang lebih muda
KARDIO RESTRRUKTIF Definisi Gangguan pengisian ventrikel karena
komplians
Etiologi Penyakit infiltratif : amiloidosis, hemokromatosis, sarkoidosis Fibrosis endomiokardial, sindrrom hipereosinofilik Penyakit metastatik, terapi radiasi Idiopattik Skleroderma Patologi Ketebalan dinding normal atau
infiltrasi atau deposisi yang abnormal
Patofisiologi Komplians miokardium (EDP)
volume akhir diastolik (EDV) normal namun tekanan akhir
tekanan vena pulmonaris dan sistemik
Ukuran kapasitas ventrikel
isi sekuncup
dan curah jantung
Manifestasi klinis Gagal jantung kanan > kiri dengan edema perifer > dipsnu Diuretik ―refraktorius‖ Terjadinya tromboembolik Takiaritmia yang toleransinya buruk Pemeriksaan fisik JVP, tanda kusmual (secara klasik terlihat pada Perikarditis konstruktif)
101
,
Jantung : S3 dan S4
murmur MR dan TR
Hepatomegali kongestif, asiter dan ikterus , edema perifer Pemeriksaan diagnostik Foto rontgen toraks : ukuran ruang ventrikular normal, pembesaran atrium, kongesti paru EKG : voltase rendah, atritmia Ekokardoigram : penebalan dinding simetrrik, diastolik awal (E) lambat,
dan pengisian atrium (A)
E/A, waktu deselerasi (penghentian mendadak pengisian ventrikel kanan karena
komplians ), tekstur granular berkilauan pada amiloidosis Kateterisasi jantung Atrium : M atau W (penurunan x dan y yang prominen) Ventrikel : dip dan plateau atau tanda akar kuadrat (tekanan diastolik,
dengan cepat pada onset
dengan cepat pada awal plateau)
Kardiomiopati restriktif vs perikarditis konstriktif; lihat ―Penyakit Perikardium‖ Penatalaksanaan Tangani penyakit yang mendasarinya Diuresis dengan hati-hati Penyekat kanal kalsium (CCB) ? Pertahankan irama sinus (penting untuk pengisian) Antikoagula
102
― PENYAKIT KATUP JANTUNG ― STENOSIS AORTA Etiologi Penyakit jantung kongetinal (seperti: kelainan katup aorta biskuspid) : merupakan penyebab pada 50% pasien usia 70 tahun Penyakit jantung rematik (PJR) (AS biasanya disertai dengan AI) Menyerupai = kardiomiopati hipertonik Patofisiologi Tekanan yang berlebihan
LVH Konsentrik
Manifestasi klinis (biasanya menunjukan daerah katup aorta 12
45 mm) (Circulation 81:1173, 1990) IABP : stabilitas, jembatan pada pembedahan Prognosis Asimtomatik : daya tahan hidup 5 tahun dengan terapi medis = 80% Simtomatik : daya tahan hidup 5 tahun dengan terapi medis = 45% PROLAPS KATUP MITRAL Definisi Pergeseran bagaian
balik daun katup (kuspid) mitral maupun titik temunya diatas bidang
katup mitral, dilihat pada sumbu panjang parasternal Pada salah diagnosis pada gambaran ke empat ruang jantung Klasik : daun katup yang berlebihan , tidak klasik : tanpa kelebihan kuspid Epidemiologi Prevalensi 2-4% dari keseluruhan populasi Etiologi Keterlibatan miksomatosa pada apparatus katup mitral Berhubung dengan penyakit jaringan penyambung (sewperti : Marfan, Ehlers-Danlos) Manifestasi klinis Asimtomatik Nyeri dada, AF, sinkop atau stoke (tapi tidak didukung oleh data terkini N Engl J Med 34:1, 1999) Pemeriksaan fisik Klik midsistolik
murmur sistolik mid-to-late
Penatalaksanaan Profilaksis endoksrditis apabila terdengar murmur atau penebalan pada kuspid Aspirin atau antikoagulan apabila terdapat keluhan neurulogis sebelumnya
110
Penyekat- pada pasien simtomatik KATUP JANTUNG PROSTETIK Katup mekanik Caged-ball (Starr-Edwards) Single-tilting disk (Bjork-Shiley, Medtronic-Hall) Bileaflet-tilting-disk (st.jude Medical) Karakteristik : bertahan lama, orifisiumnya besar, namun bersifat trombogenik Bioprostetik Heterograft (Carpentier-Edwards) Perikardial Karakteristik : kurang tahan lama, orifisiumnya kecil, namun kejadian trombogenik minimal Pemeriksaan fisik Normal : CRISP,
murmur halus selama aliran ke depan (normal memilki gradien kecil
yang melintasi katup) Abnormal : murmur regurgitasi, bunyi penutupan katup mekanik tidak terdengar Antikoagulan dengan katup prostetik Katup
Tujuan antikoagulan
Katup Caged-ball
INR 4,0-4,9
Katup Single-tilting disk
INR 3,0-3,9
Katup blileaflet-tilting disk
INR 2,5-2,9
Keadaan mekanik beresiko tinggi
INR 3,0-4,5
(katup multipel, sebelumnya pernah emboli, EF , AF, ukuran LA Katup bioprostetik
? INR 2,0-3,0 x 2-3 bulan (kecuali resiko tinggi indefinitif)
Prosedur minor (seperti: tindaakan
Biasanya dapat melanjutkan antikoagulan
pada gigi) Prosedur pembedahan)
mayor
(seperti:
Pilihan obat earfarin sebelum pembedahan dan dimulai kembali setelahnya
111
Prosedur mayor namun
Praoperatif : pilihan obat warfarin dimulai
Beresiko
pemberian haparin
tinggi
terhadap
2-4 jam sebelum operasi: pilihan obat heparin
tromboemboli (seperti: katup Caged-
pascaoperasi : mulai lagi heparin dan walfarin
ball, prostesis mitral, AF, pernah
sesegera mungkin
(emboli N englsebelumnya) J Med 335:407, 1996; Mayo Clin proc 73:665, 1998) Komplikasi Trombosis katup (terutama dengan katup caged-ball ) Embolisasi (endokarditis) Kegagalan struktural Katup mekanik : jarang sekali pada Bjorg-Shliey Katup bioprostetik : rata-rata 30% gagal dalam 10-15 tahun Hemolisis (terutama dengan katup caged-ball) Kebocoran pravalvular (endokarditis) Endokarditis
― PENYAKIT PERIKARDIUM ― PERIKARDITIS DAN EFUSI PERIKARDIUM Etiologi Infeksi Virus : Coxsackie B, echovirus, adenovirus, EBV, VZV, HIV Bakteri : (dari endokarditis, pneumonia, atau pasca bedah jantung): S. pneumokokus, S. aureus tuberkulosis (penyebaran dari paru atau hematogenik) Non infeksi
112
Idiopatik Uremia Ml transmural akut (10-15%), pasca Ml yang terlambat (sindrom Dessrel), neoplasitk pascaperikardiotomi (paru, payudara, limfoma, sel ginjal), terinduksi radiasi (> 4000 cGy) Penyakit vaskular-kolagen, terinduksi obat (sindrom yang menyerupai SLE karena prokainamid atau hidralazin) Trauma (trauma toraks, pasca prosedur bedah jantung) Efusi perikardial tanpa perikarditis : gagal jantung kongestif, sirosis, dan sindrom nefrtik Manifestasi klinik pada perikarditis Nyeri dada : pleuritik, posisional (berkurang dengan duduk kearah depan), menjalar ke travezius Demam Pemeriksaan fisik Pericardial friction rub (lebih dari 3 komponen: kontraksi atrium, kontraksi ventrikel, relaksasi ventrikel) yang dikenal berubah-rubah dan bersifat sementara Apabila kontraksi perkardium : suara jantung jauh (dan gesekan mungkin lebih redup); pekak diatas lapangan paru posterior sinistra (tanda Ewart) karena atelektasi kompersif Pemeriksaan diagnostik EKG : elevasi ST difusi (konkaf), depresi PR, gelombang T terbalik; 4 staduim yang berkembang dalam hitungan jam hingga minggu; voltase rendah dan perubahan elektris mungkin terlihat pada efusi yang terjadi luas CPK-MB atau troponin
apabila mioperikarditis
Foto rontgen toraks: jika muncul efusi, akan tampak kardiomegali atau jantung ―seperti botol-air‖ (> 250 cccairan); tanda seperti ―biskuit Oreo‖ (rediolusen antara jantung dengan perikardium anterior pada foto toraks posisi lateral) Ekokardiogram : mungkin normal atau terlihat efusi perikardium tumor)
113
terpisah (fibrin atau
Perikardiosentesis : lakukan pemeriksaan hitung sel, protein total (TP), LDH, glukosa, pewarnaan gram, kultur, sitologi Kriteria untuk ―eksudat‖ adalah TP >3 g/dl, TP
eff/TP serum
>0,5 atau LDH
eff/LDH serum
>0,6
atau glukosa sisi kiri
116
JVP
Pemeriksaan fisik JVP dengan penurunan gelombang y yang menonjol, tanda Kussmaul
(diagnosis
banding = TS kor pulmonale akut, infark ventrikel kanan, RCM) Hepatomegali, asites, edema perifer Iktus kordis biasanya tidak dapat dipalpasi, terdapat pericardial knock, biasanya tidak ada pulpus paradokus Pemeriksaan diagnosis Foto rontgen toraks: klasifikasi, terutama pada tampilan lateral (walaupun tidak perlu = konstriksi secara fisiologis) EKG: tidak spesifik Ekokardiogram: penebalan perikardium , ―septum mengembang‖ = pergeseran mendadak septum selama fase pengisian cepat pada awal diastolik Kateterisasi jantung Artium : gelombang M atau W (penurunan gelombang x dan y yang menonjol) Ventrikel : perubahan dan plateau atau tanda akar kuadrat (penurunan yang cepat tekanan pada onset diastolik,
cepat pada awal plateau)
CT atau MRI : penebalaan perikardium dngan tambatan Penatalaksanaan Perikardiektomi Perikarditis Konstruktif vs Kardiomiopati Restruktif Evaluasi
Perikarditis konstruktif
Kardiomiopati restriktif
Pemeriksaan fisik
Tanda Kussmaul
Tanda Kussmaul
Iktus kordis tidak ada, pericardial
Iktus kordis jelas, S3 dan S4
knock
Murmur regurgitasi karena MR dan RT
EKG
Voltase rendah
Voltase rendah
Abnormalitas hantaran Ekokardiogram
Ketebalan dinding normal
Penebalan dinding
Septum mengembang saat awal
Pembesaran kedua atrium
diastolik
Inspirasi
117
aliran melalui
Inspirasi
trikuspid
aliran melalui TV dan
dan
mitral
kecepatan
aliran melalui MV
pengisia
maksimal yang
lambat
waktu
memanjang
pada
kecepatan
pengisian
maksimal Perikarditis Konstruktif vs Kariomiopati Restruktif Evaluasi
Perikarditis konstriktif
Kardiomiopati restruktif
CT/MRI
Perikardium menebal
Perikardium normal
Kateterisasi jantung
Penurunan gelombang x dan
Penurunan gelombang x dan y
y yang menonjol
yang menonjol
Tanda penuruan dan plateau
Tanda penurunan dan plateau LVEDP >
LVEDP = RVEDP
RVEDP
(khususnya pada volume) RVSP > 60 mHg
RVSP < 50 mmHg
RVEDP < 1/3 RVSP
RVEDP > 1/3 RVSP Biopsi endomiolardium
Biasanya normal
Etiologi
spesifik
kardiomiopati
restriktif
(RCM)
DIABETES MELITUS PENGERTIAN Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia yang ditandai oleh defek pada : 1. kerja insulin ( resistensi insulin ) di hati (peningkatan produksi glukosa hepatik ) dan jaringan perifer (otot dan lemak). 2. sekresi insulin oleh sel beta pankreas 3. atau keduanya
118
klasifikasi diabetes melitus (DM) 1. DM tipe 1 ( destruksi sel ß, umumnya di ikuti defesiensi insulin absolut ): Immune-mediated Idiopatik II. DM tipe 2 ( bervariasi mulai dari predominan resistensi insulin dengan defesiensi insulin relatif sampai predominan defek sekrotik dengan resistensi insulin ) III Tipe spesifik lain : Defek genetik pada fungsi sel ß Defek genetik pad akerja insulin Penyakit eksokrin pankreas Endokrinopati Diinduksi obat atau zat kimia Infeksi Bentuk tidak lajim dari immune mediated DM Sindrom genetik lain, yang kadang berkaitan dengan Dm IV DM gestosional DIAGNOSIS Terdiri dari : Diagnosis DM Diagnosis komplikasi DM Diagnosis penyakit penyerta Pemantauan pengendalian DM Anamnesis Keluhan khas DM : poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan berat badan yang tidak dapat dilelaskan penyebabnya Keluhan tidak khas Dm : lemah, keemutan, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi pada pria, pruritus vulvae pada wanita Faktor risiko DM tipe 2 : Usia >45 tahun Berat badan lebih: > 110% berat badan idaman atau indeks massa tubuh (IMT) > 23 kg/m² Hipertensi ( TD > 140/90 mmHg) Riwayat Dm dalam garis keturunan Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat, atau BB lahir bayi> 4.000 gram Riwayat Dm gestasinal Riwayat toleransi gula terganggu (TGT) atau glukosa darah glokosa terganggu (GDPT) Penderita penyalit jantung koroner, tuberkolosis, hipertiroidisme Kolesterol HDL , 35 mg/dL dan atau trigliserida . 250 mg/dL Pemerikasaan fisik lengkap,termasuk: Tinggi badan, berat badan, tekanan darah, lingkar pinggang Tanda neuropati
119
Mata ( visus, lensa mata dan retina ) Gigi mulut Keadaan kaki ( termasuk rabaan nadi kaki ), kulit dan kuku Kriteria diagnostik DM dan gangguan toleransi glukosa 1. kadar glukosa darah sewaktu ( plasma vena )> 200 mg/dL, atau 2. kadar glukosa darah puasa ( plasma vena ) > 126 mg/dL, atau 3. kadar glukosa plasma . 200 mg/dL pada 2 jam setelah beban glukosa 75 gram pada TTGO DIAGNOSIS BANDING Hiperglikemia reaktif, toleransi glukosa terganggu (TGT ), glukosa darah puasaterganggu TTGO PEMERIKSAAN DARAH PENUNJANG Pemerikasaan laboratorium Hb, leukosit, hiting jenis leukosit, laju endap darah Glukosa darah puasa dan 2 jam sesudah makan Urinalisis rutin, protenuria 24 jam, CCT ukur, kreatinin SGPT, albumin/globulin Kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL, trigliserida, A,C Albuminuri mikro Pemeriksaan penunjang lain: EKG, foto toraks, funduskopi TERAPI Edukasi peliputi pemahaman tentang: Penyakit DM, makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan Dm, penyulit Dm, intervensi farmakologis dan non- farmakologis, hipoglikemia, dan masalah khusus yang di hadapi, cara mengembangkan sistem pendukung dan mengajarkan keterampilan, cara menggunakan fasilitas perawatan kesehatan. Perencanaan makan Standar yang dianjurkan adalah makana dengan komposisi : Karbohidrat 60 – 70%, protein 10-15%, dan lemak 20- 25 % Jumlah kandungan kolesterol disarankan , 300 mg/hari. Diusahakan lemak berasal dari sumber asam lemak tidak jenuh (MUFA= mono unsaturated fatyi acid )dan mambatasi PUFA (poly unsaturated fatty acid ) dan asam lemak tak jenuh. Jumlah kandungan serat + 25 gr/hari, diutamakan serat larut. Jumlah kalori basal perhari: Laki – laki: 30 kal/kg BB idaman Wanita : 25 kal/kg BB idaman Penyesuaian ( terhadap kalori basal / hari ): Status gizi:
120
- BB gemuk - BB lebih - BB kurang Umur . 40 tahum Stres metabolik ( infeksi, operasi,dll ) Aktivitas - Ringan - Sedang - Berat Hamil: - Trimester I, II - Trimester III
-20% -10% - +20% -5% + ( 10 s/d 30 % ) + 10% + 20% + 30% +300kal +500kal
Rumus Brosca: Berat badan idaman = ( tinggi Badan- 100 ) -10% Pria < 160 cm dan Wanita < 150 cm, tidak dikurangi 10% lagi BB kurang : < 90% BB idaman BB normal : 90 – 110 % BB idaman BB lebih : 110-120% BB idaman Gemuk : > 120 % BB idaman Latihan Jasmani Latihan jasmani sehari – hari dan latihan teratur ( 3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit), prnsip : continuous- Rythmical-interval-proggressive-Endurance Intervensi Farmakologis Obat Hipoglikemia oral (OHO): pemicu sekresi insulin ( insulin seckretagogue): sulfonilurea, glinid penambah sensitifitas terhadap insulin terhadap insulin : metromin, tiazolindindiaon penghambat absorpsi glukosa ; penghambat glukosidase alfa insulin indikasi penurunan berat badan yang cepat hiperglikemia berat yang disertai ketosis ketoasidosis diabetik hiperglikemia hiperosmolar non ketotik gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal sters berat (infeki sistemik,operasi besar,IMA,strok) kehamilan dengan Dm gestasional yang tidak terkendali dengan perencanaan makan gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO terapi kombinasi pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah ,untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah ,kalau dengan OHO tunggal sasaran
121
kadar glukosa darah belum tercapai ,perlu kombinasi dua kelompok obat hipoglikemik oral yang berbeda mekanisme kerjanya . pengelola DM tipe 2 gemuk ; non-farmakologis evaluasi 2-4 minggu ( sesuai keadaan klinis ); sasaran tidak tercapai penekanan kembali tata laksana non-famakologis . evaluasi 2-4 minggu ( sesuai keadaan klinis ) sasaran tidak tercapai ; + 1 macam OHO biguanid / penghambat glukosidase/glitazon evaluasi 2 – 4 minggu ( sesuai keadaan klinis ): sasaran tidak tercapai: kombinasi 2 macam OHO, antara: biguanid + penghambat glukosidase / glitazon evaluasi 2 – 4 minggu ( sesuai keadaan klinis ) sasaran tidak tercapai: kombinasi 3 macam OHO: biguanid + penghambat glukosidase /glitazon atau terapi kombinasi OHO siang hari + insulin malam evaluasi 2 – 4 minggu ( sesuai keadaan klinis ) sasaran terapi kombinasi 3 OHO tidak tercapai : kombinasi 4 macam OHO: biguanid + penghambat glukosidase + glitazon + secretagugoe atau terapi kombinasi OHO siang hari + insulin malam evaluasi 2 – minggu ( sesuai keadaan klinis ): sasaran kombinasi 4 OHO tidak tercapai: insulin atau terapi kombinasi OHO siang hari + insulin malam sasaran terapi kombinasi OHO + insulin tidak tercapai: insulin bila sasaran tercapi : teruskan terapi terakhir. Pengelolaan DM tipe 2 tidak gemuk: Non- farmakologis evaluasi 2 – 4 minggu (sesuai keadaan klinis) Sasaran tidak tercapai:
non-farmakologis + secretagugoe evaluasi 2 – 4 minggu ( sesuai kaeadaan klinis )
sasaran tidak tercapai:
kombinasi 2 macam OHO,antara: secretatogugoe + penghambat glukosidase + biguanid/ glitazon evaluasi 2 – 4 minggu (sesuai keadaan klinis)
sasaran tidak tercapai:
kombinasi 3 macam OHO:
122
secretagogue+ penghambat glukosidase + biguanid/ glitazon, atau terapi kombinasi OHO siang hari + insulin malam evaluasi 2 – 4 minggu (sesuia keadaan klinis) sasaran terapi kombinasi 3 OHO tidak tercapai: kombinasi 4 macam OHO: secretagogue + penghambat glokosidase + biguanid + glitazon, atau terapi kombinasi OHO siang hari + insulin malam evaluasi 2 – 4 minggu (sesuai keadaan klinis) sasaran terapi kombinasi 4 OHO tidak tercapai: insulin, atau: terapi kombinasi OHO siang hari + insulin malam sasaran terapi kombinasi OHO + insulin tidak tercapai: insulin bila sasaran tercapai: teruskan terapi terakhir penilaian hasil terapi: 1. pemerikasaan glukosa darah 2. pemerikasaan A1C 3. pemeriksaan glukosa mandiri 4. pemeriksaan glukosa urin 5. penmentuan benda kriteria keton pengendalian DM (lihat tabel) Tabel: Kriteria Pengendalian DM Baik GD puasa (mg/dL) 80-109 GD 2 jam pp (mg/dL) 80-144 A,C (%) < 6,5 Kolesterol total ( mg/dL ) < 200 Kolesterol LDL ( mg/dL ) < 100 Kolesterol HDL ( mg/dL ) > 45 Trigliserida ( mg/dL ) < 150 IMT ( Kg/m² ) 185-22,9 Tekanan darah tinggi ( mmHg ) < 130 / 80
Sedang 110-125 145-179 6,5-8 200-239 100-129 150 – 199 23 – 25 130-140/80-90
KOMPLIKASI A. Akut : ketoasidosis diabetik Hiperosmolar non kitetik Hiperglikemia B. Kronik:
123
Buruk 126 180 >8 240 130 200 > 25 > 140 /90
Makroangiopati : - pembuluh koroner - Vaskilar perifer - Vaskular otak Mikroangiopati : - Kapiler retina - Kapiler renal Neoropati Gabungan: - Kardiopati: penyakit jantung koroner, kardiomiopati Rentan infeksi Kaki diabetik Disfungsi ereksi PROGNOSIS Dubia WEWENANG RS pendidikan : dokter spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam RS non pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam UNIT YANG MENANGANI RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam – Divisi Metabolik Endokologi RS non Pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam UNIT TERKAIT RS Pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam Divisi Ginjal – Hipertensi,Divisi kardiologi, dan bagian Neorologi, Patologi klinik, Mata dan Gizi RS Non Pendidiakan : Bagian Neorologi, patologi klinik, Mata Dan Gizi
TIROTOKSITOSIS
124
PENGERTIAN Tiroktosikosis merupakan suatu keadaan di mana didapatkan kelebihan hormon tiroid karena ini berhubungan dengan suatu kompleks fisiologis dan biokimiwi yang ditemukan bila suatu jaringan memberikan hormon tiroid berlebihan. Tirotoksikosis di bagi dalam 2 Kategori: 1. Kelainan yang berhubungan dengan Hipertiroidisme 2. kelainan yang tidak berhubungan dengan Hipertiroidisme hipertiroidisme adalah keadaan tirotoksikosis sebagai akibat dari produksitiroid, yang merupakan akibat dari fungsi tiroid yang berlebihan. Etiologi tersering dari tirotoksikosis ialah hipertiroidisme karena penyakit Graves, struma multinodosa toksik ( plumer ) dan adenoma toksik. Penyebab lain adalah tiroiditis, penyakit tropoblastis, pemakaian yodium yang berlebihan, obat hormon tiroid,dll. Krisis tiroid merupakan suatu keadaan klinis hipertiroidisme ytang paling berat mengancam jiwa, umumnya keadaan ini timbul pada pasien dengan dasar penyakit Graves atau Struma multinodular toksik, dan berhubungan dengan faktor pencetus: infeksi, operasi, trauma, zat kontras beriodium, hipoglikemia, partus, stress emosi, penghentian obat anti tiroid, terapi I ,ketoasidosis diabetikum, tromboemboli paru, penyakit serebrovaskular/strok, palpasi tiroid terlalu kuat. DIAGNOSIS Gejala dan tanda tirotoksikosis: hiperaktivitas,palpatasi, berat badan turun, nafsu makan meningkat, tidak tahan panas, banyak karingat, mudah lelah, sering buang air besar, oligomenore /aminore dan libido turun, takikardia,fibrilasi atrial, tremor halus repleksi meningkat, kulit hangat dan basah, rambut rontok dan bruit. Gambaran klinis penyakit Graves: Struma difus, tirotoksikosis, oftalmopati/ ekso ftalmus, dermopati lokal, akropaki. Laboratorim: TSHs rendah, T4 atau fT4 tinggi pada T3 toksikosis: T3 atau fT3 meningkat. Penderita yang dicurigai krisis tiroid Anamnesis: riwayat penyakit hipertiroidisme dengan gejal khas, berat badan turun, perubahan suasana hati, bingung, diare, amenorea Pemeriksaan fisik: - Gejala dan tanda khas hipertiroidisme, karena penyakit Graves tu penyakit lain - Sistem syarap pusat terganggu: delirium.koma - Demam tinggi sampai 40°C - Takikardia sampai 130-200 x/menit - Dapat terjadi gagal jantung kongestif, ikterus Laboratorium: TSHs sangat rendah, T4 / fT4/T3 tinggi, anemia tormositik normokrom, limfositosis, hiperglikemia, enzim transaminase hati meningkat, azotemia prerenal EKG: sinus takikardia atau fibrilasi, atrial dengan respon ventrikuler cepat
125
DIAGNOSIS BANDING Hipertiroidisme primer: penyakir Graves, struma multinudosa toksik, adenoma toksik, metastasisi karsinoma tiroid fungsional, struma ovari,mutasi reseptor TSH, obat: kelebihan iodium, ( fenomena Jod Basedow ) Tirotoksikosis tanpa tiroidisme: tiroiditis sub akut, tiroiditis silent, destruksi tiroid, (karena aminoidarone,radiasi, infark adenoma )asupan hormon tiroid berlebihan (tiritoksikosis factitia ) Hipertiroidisme sekunder: adenoma hipofisis yang mensekresi TSH, sindrom resistensi hormon tiroid, tumor yang emnsekresi HCG, tirotoksikosis gestasional. PEMERIKSAAN MENUNJANG Laboratorium : TSHs, T4 atau fT4, T3, atau fT3, TSH Rab, kadar leukosit (bila timbul infeksi pada awal pemakaian obat antitiroid) Sidik tiroid/ thyroid scan : terutama membedakan penyakit plummer dari penyakit Graves dengan komponen nodosa EKG Foto toraks TERAPI Tata laksana penyakit Graves: Obat anti tiroid Propiltiourasil PTU) dosis awal 300 – 600 mg/hari, dosis maksimal 2.000 mg/hari. Metimazol dosis awal 20 -30 mg/hari Indikasi: - mendapat remisi yang menetap atau memperpanjang remisi pada pasien muda dengan struma ringan –sedang dan tiroktosikosis - untuk mengendalikan tiroktosikosis pada fase sebelum pengobatan atau sesudah pengobatan yodium radioaktif - persiapan tiroidektomi - pasien hamil, usia lanjut - krisis tiroid penyekat adinergik ß pada awal terapi diberikan, sementaramenunggu pasien menjadi eutiroid setelah 6-12 minggu pemberian anti tiroid. Propanolol dosis 40-200 mg dalam 4 dosis pada awal pengobatan, pasien konrol setelah 4-8 minggu. Setelah eutiroid, pemantauan setiap 36 bulan sekali: memantau gejala dan tanda klinis, serta Lab.FT4/T4/T3 dan TSHs. Setelah tercapai eutiroid, obat anti tiroid, obat anti tiroid dikurangi dosisnya dan di pertahankan dosis terkecil yang masih memberikan keadaan eutiroid selama 12-24 bulan. Kemudian pengobatan dihentikan , dan di nilai apakah tejadi remisi. Dikatakan remisi apabila setelah 1 tahun obat antitiroid di hentikan, pasien masih dalam keadaan eutiroid, walaupun kemidian hari dapat tetap eutiroid atau terjadi kolaps. Tindakan Bedah Indikasi: pasien usia muda dengan struma besar dan tidak respons dengan antitiroid wanita hamil trimester kedua yang memerlikan obat dosis tinggi
126
alergi terhadap obat antitiroid, dan tidak dapat menerima yodium radio aktif adenoma toksik, struma multinodosa toksik graves yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul Radioablasi Indikasi : pasien usia 35 tahun hipertiroidisme yang kambuh setelah dioprasi gagal mencapai remisi setalah pemberian antitiroid tidak mamopu at5au tidak mau terapi obat antitiroid adenoma toksik, struma multinodosa toksik Tata laksana krisis tiroid: ( terapi segela mulai bila di curigai krisis tiroid) 1. perawatan suportif: kompres dingin, antipiretik (asetaminofen ) memperbaiki gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit: infus dextros 5% dan NaCl 0,9% mengataasi gagal jantung: O2,diuretik,digitalis 2. Antagonis aktivitas hormon tiroid: Blokade produksi hormon tiroid: PTU dosis 300 mg tiap 4-6 jam PO Alternatif : metimazol 20-30 mg tiap 4 jam PO. Pada keadaan sangat berat : dapat diberikan melalui pipa nasogastrik (NGT) PTU 600 – 1.000 mg atau metinazole 60-100 mg Blokade ekskresi hormon tiroid: soluti lugol ( saturated solustion of potasium iodida ) 8 tetes tiap 6 jam Penyekat ß : propanoolol 60 mg tiap 6 jam PO, dosis disesuaikan respons ( target: frekuensi jantung < 90 x/m) Glukokortikoid: Hidrokortison 100-500 mg IV tiap 12 jam Bila refrakter terhadap reaksi di atas: plasmaferesis, dialisis peritoneal. 3. pengobatan terhadap faktor presipitasi: antibiotik, dll. KOMPLIKASI Penyakit Graves: penyakit jantung Hipertiroid, oftalmopati Graves, dermopati Graves, infeksi karena agranulositosis pada pengobatan denan obat antitiroid Krisis tiroid: mortalitas
127
KETO-ASIDISIS DIABETIKUM PENGERTIAN Ketoasidosis diabetikum adalah dekompensasi metabolik akibat defesiensi insulin absolut atau relatif dan merupakan komplikasi akut diabetes melitus yang serius. Gambaran klinis utama ketoasidosis diabetikum ( KAD) adalah hiperglikemia, ketosis, dan asidosis metabolik, faktor pencetus: infeksi, infark miokard akut, pankrealitis akut, penggunaan obat golingan steroid, penghentian atau pengurangan dosis insulin. DIAGNOSIS Klinis ; Keluhan poliuri,polidipsi Riwayat berhenti menyuntik insulin Demam /infeksi Muntah Nyeri perut Kesadaran ;kompos mentis,delirium ,koma Pernapasan cepat dan dalam (kussnaul) Dehidrasi (turgor kulit menurun ,lidah dan bibir kering) Dapat disertai syok hipovolemik kriteria diagnosis :
128
kadar glukosa pH HCO 3Anion gap Keton serum
: >250 mg / dl : < 7,35 ;rendah :tinggi : positf dan atau ketonuria
DIAGNOSIS BANDING Ketosis diabetic,hiperglikemi hiperosmolar non ketotik /hyperglycemic,hyperosmolar state,ensefalopati uremikum,asidosis uremikum ,minum alcohol,ketosis alkoholik ,ketosis hipoglikemia ,ketosis starvasi ,asidosis laktat,asidosis hiperkloremik,kelebihan asisilat ,drug – induced acidosis ,ensepalopati karena infeksi,trauma kapatis, Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan cito ; gula darah ,elektrolit,ureum ,kreatinin ,aseton darah urin rutin,analisis gas darah ,EKG Pemantauan : Gula darah ; tiap jam Na+,K+,CI- ; tiap 6 jam selama 24 jam ,selanjutnya sesuai keadaan. Analisis gas darah : bila pH 7,1 selanjutnya setiap hari sampai setabil Pemeriksaan lain ( sesuai indikasi );kultur darah ,kultur urin ,kultur pus TERAPI Akses intravena (iv)2 jalur ,salah satunya dicabang dengan 3 way ; I.cairan ; NaCI 0,9% diberikan kr,lbh1-2 pada jam pertama ,lalu 1 L pada jam kedua ,lalu 0,5 L pada jam ketiga dan keempat ,dan 0,25 L pada jam kelima dan keenam ,selanjutnya sesuai kebutuhan . Jumlah cairan yang diberikan dalam 15 jam sekitar 5 L Jika Na+>155 mEq/L – ganti cairan dengan NaCI 0,45 % Jika GD 200 mg/dL – pertimbangkan mengganti infuse dengan dekstrosa 5 % atau NaCI 0,9 % 6) Bila GDs >100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut- turut ,pemantauan GDs setiap 4 jam ,dengan protocol sesuai diatas .bila GDs > 200 mg/dL – pertimbangkan mengganti infuse dengan dekstrosa 5 % atau NaCI 0.9 % 7) Bila GDs > 100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut-turut ,slinding scale setiap 6 jam : GD ( mg/dL ) 350
15 20
8) bila hipoglikemia belum teratasi ,dipertimbangkan pemberian antagonis insulin seperti ; adrenalin ,kortison dosis tinggi ,atau glikagon 0,5-1 mg IV / IM ( bila penyebabnya insulin ) 9) bila pasien belum sadar ,GDs sekitar 200 mg / dL .hidrokortison 100 mgper 4 jam selama 12 jam atau deksametason 10 mg IV bolus dilanjutkan 2 mg tiap 6 jam dan manitol 1,5 - 2 g/kgBB IV setiap 6-8 jam ,cari penyebab lain penurunan kesadaran KOMPLIKASI Kerusakan otak ,koma ,kematian PROGNOSIS Dubia DISLIPIDEMIA PENGERTIAN Dislipidemia merupakan kelaianan metabolisme lipid yang ditandai oleh kelainan ( peningkatan atau penurunan ) Fraksi lipid dalam plasma ,kelaianan fraksi lipid yang utama adalah kenaikan kadar kolesterol total,kenaikan kadar trigliserid serta penurunan kadar kolsterol HDL.dalam proses terjadinya aterosklerosis ketiganya mempunyai peran penting dan berkaitan ,sehingga dikenal sebagai triad lipid ,secara klinis dislipidemia diklasifikasikan menjadi 3 yaitu: hiperkolesteromia ,hipertrigliseridemia ,dan campuran hiperkolesteromia dan hipertrigliseridemia. DIAGNOSIS Klasifikasi kadar kolesterol : klasifikasi Kolesterol LDL 190 mg/dL sangat tinggi Kolesterol total 240 mg/dl tinggi Kolesterol HDL 60 mg/dL tinggi Untuk mengevaluasi resiko penyakit jantung koroner (PJK) ,perlu diperhatikan faktor-faktor risiko lainnya : 1, faktor resiko fositif - merokok - umur (pria 45 thn, wanita 55 thn ) - kolesterol HDL rendah - hipertensi (TD 140 /90 atau dalam terapi antihipertensi ) - riwayat penyakit jantung koroner dini dalam keluarga ( fist degree :pria , 55 t
133
Tahun ,wanita < 65 thn,) 2, faktor resiko negatif. - kolesterol HDL tinggi ;mengurangi 1 faktor risiko dari perhitungan total . ATP III menggunakan Framingham Risk Score (FRS) untuk menghitung besarnya risiko penyakit jantung korpner (PJK) pada pasien dengan 2 faktor risiko ,meliputi ; umur,kadar kolesterol total ,kolesterol HDL ,kebiasaan merokok ,dan hipertensi penjumlahan skor pada FRS akan menghasilkan angka persentase risiko PJK dalam 10 tahun, Ekivalen risiko PJK mengandung risiko kejadian koroner mayor yang sebanding dengan kejadian PJK ,yakni > 20 % dalam 10 tahun ,terdiri dari ; bentuk klinis lain dari aterosklerosis ;penyakit arteri perifer ,aneurisma aorta abdominalis ,penyakit arteri karotis yang simptomatis‘ diabetes Faktor risisko multiple yang mempunyai resiko PJK dalam 10 tahun > 20% Peningkatan kadar trigliserida juga merupakan faktor resiko indefenden untuk terjadinya PJK,faktor yang mempengaruhi tingginya trigliserida; Obesitas ,berat badan lebih Inaktivitas fisik Merokok Asupan alcohol berlebihan Diet tinggi karbohidrat ( >60 % asupan energi) Penyakit DM tipe 2 , gagal ginjal kronik ,sindrom nefrotik Obat,kortikosteroid,estrogen ,retinoid ,penghambatan adrenergic-beta dosis tinggi Kelainan genetic( riwayat keluarga ) Kalsifikasi derajat hipertrigliseridemia Normal ; ,150 mg/dL Borderline –tinggi : 150 – 199 mg/dL Tinggi : 200 – 499 mg/dL Sangat tinggi : 500 mg/dL DIAGNOSIS BANDING Hiperkolesterolemia sekunder,karena hipotirodisme,penyakit hati obstruksi,sindrom nefrotik,anoreksia nervosa,porfiria intermiten akut ,obat (progestin,siklosporin,thiazide) Hipertrgliseridemia sekunder,karena obesitas ,DM,penyakit ginjal kronik,lipodistrofi,glycogen strorage disease,alcohol,bedah bypass ileal,stress,sepsis,kehamilan ,obat ( estrogen, isotretinoin, penghambat beta ,glukokortikoid,resin pengikat bile-acid,thiazide),hepatitis akut,lupuseritematosus sistemik,gammopali monoclonal ;myeloma multiple ,limpoma AIDS ;inhibitor protease. HDL rendah sekunder,karena malnutrisi,obesitas,merokok ,penghambatan beta steroid anbolik PEMERIKSAAN PENUNJANG
134
Skirining dianjurkan pada semuah pasien berusia 20 tahun ,setiap 5 tahun sekali ;kadar kolesterol total, LDL, HDL, trigliserida , glukosa darah ,tes fungsi hati ,urin lengkap, tes fungsi ginjal , TSH < EKG. TERAPI Untuk hiperkolesteromia; Penatalaksanaan non-farmakologis (perubahan gaya hidup Diet, dengan komposis : o Lemak jenuh 190 > 160 ( 160 – 189 ; opsional ) Terapi hiperkolestrolemia untuk pencegahan primer ,dimulai dengan statin atau bile acid sequestrant atau nicotinic acid, Pemantauan profil lipid dilakukan setiap 6 minggu ,bila target sudah tercapai ( lihat tabel diatas ) ,pemantauan setiap 4—6 bulan ,bila setelah 6 minggu terapi ,target belum tercapai ;intensifkan /naikan dosis statin atau kombinasi dengan yang lain,bila setelah 6 minggu berikutnya terpi non farmakologis tidak berhasil menurunkan kadar kolesterol LDL ,maka terapi famakologis diintensifkan Pasien dengan PJK ,kejadian koroner mayor atau dirawat untuk prosedur koroner,diberi terapi obat saat pulang dari RS jika kolesterol LDL > 100 mg / dL Pasien dengan hipertrigliseridemia : Penatalaksanaan non- farmakologis sesuai diatas Penatalaksanaan farmakologis o Target terapi : Pasien dengan trigliserida borderline tinggi atau tinggi ;tujuan utama terapi adalah mencapai target kolesterol LDL -
Pasien dengan trigliserida tinggi ; target sekunder adalah kadar kolesterol non HDL ,yakni sebesar 30 mg /dL lebih tinggi dari target kadar kolesterol LDL Pendekatan terapi obat ; Obat penurun kadar kolesterol LDL ,atau Ditambahkan dengan obat fibrat atau nicotinic acid.golongan fibrat terdiri dari o Gemfibrozil 2 x600 mg 1 x 900 mg, o Fenofibrat 1 x 200 mg
Penyebab primer dari dislipidemia sekunder ,juga harus ditatalaksana KOMPLIKASI Aterosklerosis,penyakit jantung koroner ,strok ,pankreatitis akut PROGNOSIS Dubia ad bonam
136
STRUMA NODOSA NON TOKSIK PENGERTIAN Struma nodosa non toksik merupakan pembesaran kelenjar tiroid yang teraba sebagai suatu nodul ,tanpa disertai tanda – tanda hipertiroidisme,berdasarkan jumlah nodul ,dibagi : Struma mononodosa non toksik Struma multinodosa nontoksik Berdasarkan kemampuan menangkap iodium radioaktif,nodul dibedakan menjadi : nodul dingin ,nodul hangat,nodul panas, Sedangkan berdasarkan konsistensinya ,nodul dibedakan menjadi ;nodul lunak ,nodul kistik, nodul keras,nodul sangat keras,
DIAGNOSIS Anamnesis : Sejak kapan benjolan timbul Rasa nyeri spontan atau tidak spontan ,berpindah atau tetap Cara membesarkanya : cepat atau lambat Pada awalnya berupa satu benjolan yang membesar menjadi beberapa benjolan atau hanya pembesaran leher saja Riwayat keluarga Riwayat penyinaran daerah pada waktu kecil/muda Perubahan suara Gangguan menelan ,sesak nafas Penurunan berat badan Keluhan tirotoksikosis Pemeriksaan fisik ; Umum Local ; o Nodul tunggal atau majemuk,atau difus o Nyeri tekan o Konsistensi o Permukaan o Perlekatan pada jaringan sekitarnya o Pendesakan atau pendorongan trakea o Pembesaran kelenjar getah bening regional o Pemberton’s sign Penilaian risiko keganasan : Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang mengarahkan diagnostic penyakit tiroid jinak ,tetapi tak sepenuhnya menyingkirkan kemungkinan kanker tiroid :
137
Riwayat keluarga dengan struma nodosa atau difusi jinak Riwayat keluarga dengan tiroiditis hashimoto atau penyakit tiroid autoimun, Gejala hipo atau hipertiroidisme Nyeri berhubungan dengan nodul Nodul lunak, mudah degerakan Multinodul tanpa nodul yang dominant ,dan konsistensi sama.
Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang meningkatkan kecurigaan kearah keganasan tiroid : Umur < 20 tahun atau > 70 tahun Gender laki- laki Nodul disertai disfagi ,serak atau obstruksi jlan napas Pertumbuhan nodul cepat ( beberapa minggu – bulan ) Riwayat radiasi daerah leher waktu usia anak – anak atau dewasa ( juga meningkatkan insiden penyakit nodul tiroid jinak ) Riwayat keluarga kanker tiroid meduler Nodul yang tunggal ,berbatas tegas ,keras,irregular dan sulit digerakan Paralysis pita suara Temuan limpadenofati servikal Metastasis jauh ( paru-paru ),DLL Langkah diagnosis I :TSHs FT4 Hasil : non –toksis – langkah diagnostic H :BAJAH nodul tiroid Hasil ; A ganas B curiga C jinak D tak cukup /sediaan tak representative DIAGNOSIS BANDING Struma nodosa yang terjadi pada peningkatan kebutuhan terhadap tiroksin saat masa pertumbuhan ,pubertas laktasi,menstruasi,kehamilan menopause,infeksi,stes lain . Tiroiditis akut Tiroiditis subakut Tiroiditis kronis,limpositik (hashimoto),fibrous-invasif ( riedel ) Simple goiter Struma endemic Kista tiroid,kista degenerasi Adenoma Karsinoma tiroid primer,metastatik Limfoma
138
PEMEIKSAAN PENUNJANG Laboratorium : T4 atau T3, dan TSHs Biosi aspirasi jarum halus ( BAJAH ) nodul tiroid o Bila hasil laboratorium; non –toksik o Bila hasil lab,(awal ) toksik,tetapi hasil scan : cold nodule – syrat sudah menjadi eutiroid, USG tiroid o Pemantau kasus nodul yang tidak diopersi o Pemendu pada BAJAH Sidik tiroid : o Bila klinis ganas,tetapi hasil sitologi dengan BAJAH ( 2 X );jinakm , o Hasil sitologi dengan BAJAH : curiga ganas Petanda keganasan tiroid ( bila ada riwayat keluarga dengan karsinoma tiroid medular,diperiksakan kalsitonik) Pemeriksaaan antitiroglobulin bila TSHs meningkat,curiga penyakit hashimoto TERAPI Sesuai hasil BAJAH ,maka terapi : A, Ganas ;------- operasi tirodektomi near total ; B, curiga ;-------- operasi dengan lebih dulu melakukan potong beku (VC) Bila hasil = ganas ---- operasi tiroidektomi near total Bila hasil = jinak ----- operasi lobektomi,atau tiroidektomi near Total. --- alternatif ; sidik tiroid,bila hasil = cold nodule --- operasi C, tak cukup / sediaan tak representatif Jika nodul solid ( saat BAJAH ); ulang BAJAH. Bila klinis curiga ganas tinggi ----- operasi lobektomi Bila klinis curiga ganas rendah ----- observasi Jika nodul kistik (saat BAJAH ) ;aspirasi Bila kista regresi ---- observasi Bila kista rekurens,klinis curiga ganas rendah ---- observasi Bila kista rekurens, klinis curiga ganas tinggi ----- operasi lobektomi D,jinak * terapi dengan levo-tiroksin ( LT 4) dosis subtoksis . Dosis dititrasi mulai 2 x 25 ug ( 3 hari ) Dilanjutkan 3 x 25 ug ( 3 – 4 hari ) Bila tidak ada efek samping atau tanda toksis ; dosis - menjadi 2 x 100 ug sampai 4 --- 6 minggu , kemudian evaluasi TSH ( target 0,1 - 0,3 ulU /L) Supresi TSH dipertahankan selama 6 bulan Evaluasi dengan USG : apakah nodul berhasil mengecil atau tidak ( berhasil bila mengecil > 50 % dari volume awal ) o Bila nodul mengecil atau tetap --- L – tiroksin dihentikan dan diobservasi; o Bila setelah itu struma membesar lagi ,maka L-tiroksin dimulsi lagi ( target TSH 0,1 – 0,3 ul U/L ) o Bila setelah 1- tiroksin dihentikan ,struma tidak berubah ,diobservasi saja.
139
o Bila nodul membesar dalam 6 bulan atau saat terapi supresi --- obat dihentikan dan operasi tiroidektomi dan dilakukan pemeriksaan histopatologi --- hasi PA : Jinak teapi dengan L_tiroksin ; target TSH 0,5 – 3,0 ul U/L Ganas terapi L-tiroksin lndividu dengan risiko ganas tinggi :target TSH < 0,01 – 0,05 ul U/L lndividu dengan risiko ganas rendah : target TSH 0,05 – 0,1 ul U /L KOMPLIKASI Umumnya tidak ada ,kecuali ada infeksi seperti pada tiroiditis akut /subakut PROGNOSIS Tergantung jenis nodul ,tipe histologis. KISTA TIROID
PENGERTIAN Kista tiroid adalah nodul kistik pada jaringan tiroid ,merupakan 10 – 25 % dari seluruh nodul tiroid,insidens keganasan pada nodul kistik kurang dibandingkan nodul solid,pada nodul kistik komplek masih mungkin merupakan suatu keganasan ,sebagian nodulkistik mempunyai bagian yang sulid. DIAGNOSIS Anamnesis Sejak kapan benjolan timbul Rasa nyeri spontan atau tidak spontan ,berpindah atau tetap Cara membesarnya:cepat atau lambat Pada awalnya berupa satu benjolan yang membesar ,menjadi beberapa benjolan atau hanya pembesaran leher saja. Riwayat keluarga Riwayat penyinaran daerah leherb pada waktu kecil/muda Perubahan suara Gangguan menelan Sesak napas Penurunan berat badan Keluhan tirotoksikosis Pemeriksaan fisik : Umum Local o Nodus tungggal atau majemuk ,atau difus o Nyeri tekan o Konsistensi :kistik ; o Permukaan o Perlekatan pada jaringan sekitarnya
140
o Pendesakan atau pendorongan trakea o Pembesaran kelenjar getah bening regional o Pemberton’s sign Penilaian risiko keganasan : Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang mengarahkan diagnostic penyakit tiroid jinak,tetapi tak sepenuhnya menyingkirkan kemungkinan kanker tiroid : Riwayat keluarga dengan struma nodosa atau difusa jinak Riwayat keluarga dengan tiroiditis hashimoto atau penyakit tiroid autoimun Gejala hipotiroidisme atau hipertiroidisme, Nyeri berhubungan dengan nodul, Nodul lunak ,mudah digerakan Multinodul tanpa nodul yang dominan ,dan konsistensi sama. Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang meningkat kecurigaan kearah keganasan tiroid : Umur 70 tahun Gender laki – laki Nodul disertai disfagia,serak,atau obstruksi jalan napas Pertumbuhan nodul cepat ( beberpa minggu – bulan ) Riwayat radiasi daeah leher waktu usia anak – anak atau dewasa (jga meningkatkan insiden penyakit nodul tiroid jinak ) Riwayat keluarga kanker tiroid medular Nodul yang tunggal ,berbatas tegas,keras,irregular,dan sulit digerakan paralysis pita suara Temuan limpadenopati servikal Metastasis jauh ( paru – paru , dLL ) Langkah diagnosis awal : TSHs,FT4 Bila hasil non ; toksis --- lankang diagnosis ll: ---- fungsi aspirasi kista dan BAJAH bagian solid dari kista tiroid DIAGNOSIS BANDING Kista tiroid ,kista degenerasi,karsinoma tiroid. PEMERIKSAAN PENUNJANG USG tiroid ; o Dapat membedakan bagian padat dan cair o Dapat untuk memandu BAJAH; menemukan bagian solid, o Gambaran USG kista =kurang lebih bulat,seluruhnya sonolusen,dinding tipis, Sitologi cairan kista dengan prosedur sitospin , Biopsy aspirasi jarum halus (BAJAH ) ; pada bagian yang solid TERAPI Pungsi aspirasi seluruh cairan kista ; Bila kista regresi --- observasi
141
hipoekoik
Bila kista rekurens , klinis kecurigaan ganas rendah , ---- fungsi aspirasi dan observasi Bila kista rekurens ,klinis kecurigaan ganas tinggi ---- operasi lobektomi KOMPLIKASI Tidak ada. PROGNOSIS Dubia ad bonam , tergantung tipe dan jenis histopatologinya ARTRITIS-TINJAUAN Gambar 8-1. pendekatan terhadap artritis Artritis Monoartikular lnfeksi Trauma/hemartrosis Deposit kristal Oligo/poliartikular dini
Gambaran Onset lnflamasi Patologi Jumlah sendi Jenis sendi Lokasi Perubahan artikular khusus Perubahan tulang Gambaran ekstra-artikular
oligoartikular infeksi deposit kristal seronegatif oliartikular dini
poliartikular osteoartritis artritis reumatoid
Perbandingan Artritis Mayor OA RA Kristal Bertahap Bertahap Akut Degenerasi Pannus Mikrotofi Poli Poli Mono Besar Kecil Kecil atau besar DlP MCP pergelangan MTP kaki, penyangga tangan pergelangan berat badan kaki Nodus Deviasi ulna Kristal Bouchard leher angsa Nodus bountonniere Heberden Osteofit Osteoporosis Erosi Erosi Nodul subakut Tofi Paru Nefrolitiasis Jantung Nefritis Splenomegali
142
Seronegatif Bervariasi Entesitis Oligo atau poli Besar Sakroiliaka Spina, perifer Blok spina Entesopati Erosi Ankilosis Uveitis Konjungtivitis Jantung Paru
Data laboratorium
Normal
RF , ESR
asam urat
Psoriasis lBD HLA-B27
Analisis Cairan Sendi Uji Normal Non-inflamasi lnflamasi Septik Tampilan Jernih Jernih, kuning Jernih hingga buram Buram Putih-kekuningan Leukosit/mm3 < 200 200-3000 > 3000 Biasanya > 50.000 PMN < 25% < 25% 50% 75% Kultur Glukosa = serum = serum 25 < glukosa < serum Glukosa < 25 Kondisi OA, trauma RA lnfeksi Kristal Seronegatif (diadaptasi dari Tierney, McPhee, dan Papadakis, eds, Current Medical Diagnosis and Treatment, ed. 34, 1995)
REUMATOID ARTRITIS (RA) Definisi dan Epidemiologi Poliartritis destruktif yang memburuk secara kronis Etiologi yang mendasari tidak diketahui. Faktor genetik berperan penting. DR4 kelas ll Prevalensi = 1% orang dewasa; predominan pada perempuan.
MHC DR1 dan
Kriteria (perlu 4 dari 7 kriteria; sensitivitas dan sfesifisitas 90%; Arthritis Rheum 31 : 315, 1988) Kekakuan sendi pada pagi hari 1 jam selama 6 minggu Artritis 3 sendi secara bersamaan selama 6 minggu Artritis sendi tangan selama 6 minggu Terkenanya sendi yang simetris selama 6 minggu Nodul Reumatoid (nodul subkutan diatas permukaan ekstensor) Faktor Reumatoid (RF, rheumatoid factor) Perubahan radiografik yang menetap disertai RA (seperti; erosi dan dekalsifikasi periartikular) Manifestasi klinis Sinovitis sendi yang kronis, simetris, steril, erosif (khususnya PlP, MCP, pergelangan tangan, lutut, pergelangan kaki, MTP, dan spina servikalis) lmobilisasi sendi, spasme dan pemendekan otot, destruksi tulang dan kartilago, serta deformitas sendi Deviasi ulna Deformitas leher angsa (swan neck deformity) (fleksi MCP, hiperekstensi PlP, fleksi DlP)
143
Deformitas Boutonniere (fleksi PlP, hiperekstensi DlP) Deformitas cock-up dan subluksasi bagian atas metatarsal Instabilitas C1-C2; dapat menyebabkan mielopati sehingga harus dibuat foto servikal sebelum melakukan intubasi elektif. Nodul reumatoid (biasanya pada pasien dengan RF ); nodul subkutaneus sepanjang selubung tendon dan didalam bursa, dan bisa juga terdapat di paru, pleura, perikardium, dan sklera Malaise, demam, penurunan berat badan Paru : penyakit paru intersisialis (intersitial lung disease), efusi pleura (secara karakteristik terjadi penurunan hebat glukosa) Jantung : perikarditis, efusi perikardium, aortitis Carpal tunnel syndrome Fenomena Raynaud, infark lipatan kuku kecil, purpura yang dapat dipalpasi, vaskulitis leukositoklastik Amiloidisis sekunder (AA) dengan RA aktif yang berjalan lama Sindrom Felty: RA aktif, splenomegali, dan neutropenia Laboratorium dan pemeriksaan radiologi RF (Ab lgM anti-lgG) pada 85% pasien RA, namun juga terlihat pada 3% populasi sehat dan karena itu menjadi tidak spesifik; kadarnya hanya berhubungan secara kurang bermakna dengan aktivitas penyakit ESR dan CRP; globulin dan kadar komplemen selama masa penyakit aktif Anemia karena penyakit kronis Radiografi tangan dan pergelangan tangan erosi, deformitas dan ―dekalsifikasi‖ tulang juksta-artikular Terapi (N Engl J Med 330:1368, 1994; Ann Intern Med 124:699, 1996; Med Clin North Am 1:57, 1997) NSAID/glukokortikoid + terapi fisik Obat anti-reumatik kerja lambat (slow-acting anti-rheumatic drugs, SAARD) = obat antireumatik yang mampu memodifikasi penyakit (disease-modifying anti rheumatic drugs, DMARD) Pertimbangkan penggunaan awal SAARD (Ann Intern Med 124:699, 1996) dan pertimbangkan kombinasi SAARD pada pasien yang gagal 1 SAARD (N Engl J Med 334:1287, 1996) Obat lini pertama : hidroksiklorokuin (plakuenil), sulfasalazin, metotreksat Obat lini kedua : penghambat TNF (N Engl J Med 337:141, 1997 dan 340:253, 1999), preparat emas lM, azatioprin, siklosporin lngat bahwa sendi reumatoid dapat mengalami superinfeksi
ARTRITIS DEPOSISI KRISTAL Definisi
144
Penyakit metabolik yang disebabkan deposisi urat yang abnormal (monosodium urat monohidrat) ―Artritis gout‖ = serangan hebat artritis artikular dan peri-artikular yang akut atau rekuren karena ―mikrotofi‖ ―tofi‖ = defosit nodular kristal urat reaksi benda asing; khususnya setelah 10 tahun mengalami artritis gout Patogenesis Akut : fagositosis kristal urat melepaskan mediator peradangan Kronis : granuloma benda asing yang mengelilingi sebuah inti kristal urat; peradangan tofaseus kronis pada jaringan artikular dan periartikular Epidemiologi Lebih sering pada laki-laki dibandingakan perempuan; puncak insiden pada dekade ke-5 Penyebab artritis inflamatorik paling sering pada laki-laki berusia lebih dari 30 tahun Jarang pada perempuan pramenopause (estrogen meningkatkan eksresi asam urat di ginjal), sehingga untuk mengkonfirmasi diagnosis gout, tentukan penyebab hiperurisemia sekunder (lihat di bawah) Faktor predisposisi : obesitas, hipertrigliseridemia, diabetes melitus Etiologi Asam urat (uric acid, UA) merupakan produk akhir katabolisme purin dan diksresi melalui ginjal. Kadar serum menunjukkan keseimbangan antara produksi dan eksresi asam urat. Kelebihan produksi Hiperurisemia primer (kelainan metabolisme asam urat yang diturunkan) Hiperurisemia sekunder ( asam urat karena proses yang didapati)
ldiopatik Defisiensi enzim yang jarang (HGPRT, PRPP) Diet purin atau alkohol yang berlebihan Kelainan mielo-dan limfoproliteratif Karsinoma yang meluas Anemia hemolotik kronis Obat sitotoksik, psoriasis Kerja otot yang berat
Kekurangan produksi ldiopatik
Dehidrasi atau diuretik fungsi ginjal Obat : PZA, ETM, CSA Keto- atau asidosis laktat
Manifestasi klinis Artritis akut : onset mendadak, sering pada malam hari (nokturnal), artritis monoartikular yang nyeri lokasi : MTP ibu jari (―podagra‖), kaki, pergelangan kaki, lutut Kadang-kadang poliartikular (pada perempuan lebih sering daripada laki-laki) kulit diatasnya hangat, tegang, merah kehitaman, demam Pencetus : perubahan UA cepat; kelebihan purin atau alkohol; infeksi; diuretik, dehidrasi Pemulihan : hilang dalam 3-10 hari dengan deskuamasi dan pruritus menutupi daerah yang terkena
145
Gout interkritikal : interval diantara serangan selama kristal urat dapat diaspirasi dari sendi Tofi : nodul subkutan pada nodus Heberden, sinovium, tulang subkondral, atau tendon Achilles; lebih jarang pada dinding aorta, katup jantung, kelopak mata, kartilago nasal dan pinna aurikularis. Bursitis : olekranon, patela Artritis kronis : deformitas nyata, kehilangan fungsi, kecacatan Ginjal : batu asam urat; nefritis gout (deposit interstisial)
Pemeriksaan diagnosis asam urat, namun bisa salah dan tidak membuat diagnosis serangan akut Artrosentesis Mikroskop polarisasi kuning terang, berbentuk jarum, kristal birefringent pada sisi negatif (negatively birefringent crystals) (paralel terhadap sumbu yang ditandai pada polarisasinya), intra- atau ekstraselular Hitung leukosit 20.000-100.000/mm3, > 50% PMN lnfeksi dapat ditemukan bersamaan dengan serangan akut, jadi selalu periksa kultur dan pewarnaan gram. Radiografi Awal menunjukkan pembengkakan jaringan lunak; bermanfaat untuk menyingkirkan kondrokalsinosis atau perubahan septik Lambat erosi tulang dengan tepi yang sklerotik, kalsifikasi
Obat NSAlD Kolkisin (PO atau lV)
Kortikosteroid (PO atau intraartikular) atau ACTH (M)
Terapi Akut untuk Gout Mekanisme Keterangan Efek samping pada saluran peradangan pencernaan; dosis pada insufisiensi ginjal Menghambat Mual, muntah dan diare pada dosis polimerisasi efektif Dengan lV dan dosis tinggi PO, mikrotubulus berhubungan dengan toksisitas berat pencegahan kemotaksis termasuk supresi sumsum tulang, dan fagositosis gagal ginjal, hipokalsemia, kelemahan neuromuskular, DlC, miopati dan rabdomiolosis Dosis pada insufisiensi ginjal Sangat efektif, terutama terhadap peradangan kasus rekalsifikasi Jangan dipergunakan secara intraartikular apabila dicurigai ada infeksi sendi. Kortikosteroid lebih disukai daripada ACTH
146
(N Engl J Med 334:445, 1996) Penatalaksanaan kronis Gout interkritikal : produksi asam urat dengan menghindari makanan yang tinggi purin (seperti : daging, buncis, kacang-kacangan, bayam, bir); alkohol; hindari dehidrasi; hindari obat hiperurisemik (seperti : diuretik, ASA) Profilaksis : kolkisin atau NSAlD apabila serangan sering terjadi Menurunkan kadar serum asam urat dengan alopurinol (penghambat oksidase xantin) namun, jangan memulai terapi hingga 2-4 minggu setelah serangan akut karena perubahan konsentrasi serum asam urat dapat memicu terjadinya serangan. Komplikasi Nefrolitiasis urat : insiden terbentuknya kembali batu rendah. lnsiden meningkat dengan peningkatan eksresi asam urat, PH urine menurun, riwayat keluarga atau diri sendiri pernah memiliki batu asam urat. Profilaksis dengan dilusi pada saluran kemih dan alkalinisasi serta alopurinol. Gagal ginjal akut : dapat terjadi setelah pelepasan massif asam urat yang berlangsung pada pasien yang telah menjalani pengobatan karena kelainan mielo- atau limfoproliferatif (seperti : sindrom lisis tumor). Profilaksis dengan dilusi pada saluran kemih dan alkalinisasi serta allopurinol.
147
PENYAKIT DEPOSIT KALSIUM PIROFOSFAT DIHIDRAT Definisi Deposit kristal CPPD (Calcium Pyrophosphate Dihydrate) dalam tendon, ligamentum, kapsul sendi, sinovium dan kartilago Kondrokalsinosis : tampilan radiologi kalsifikasi kartilago akibat deposit CPPD Patogenesis kadar cairan sinovial dan sendi pirofosfat inorganik, yang dihasilkan oleh kondrosit artikular dari hidrolisis ATP sebagai respons terhadap berbagai defek atau cacat yang diturunkan peradangan Epidemiologi Lebih sering pada usia lanjut; 4% populasi orang dewasa pada usia 72 mengalami deposit kristal CPPD Etiologi Metabolik : hiperparatiroidisme, hipotiroidisme, hiperkalsemia hipokalsiurik familial, gout, DM Penyakit deposit : hemokromatosis, amiloidosis Trauma Herediter : autosomal dominan, mewariskan defek produksi pirofosfat Sporadik/idiopatik Manifestasi klinis ―pseudogout‖ : akut, biasanya simetris, artritis mono- atau oligoartikular Lokasi : lutut, pergelangan tangan, sendi MCP; dipicu oleh pembedahan atau penyakit berat ―PseudoRA‖ : artritis poliartikular kronis dengan kekakuan sendi pada pagi hari; RF ―PseudoOA‖ : destruksi kartilago artikular dan perkembangan tulang yang berlebihan degenerasi sendi Pemeriksaan diagnostik Artrosentesis Mikroskop polarisasi bentuk jajaran genjang, kristal birefringent pada sisi positif lemah (weakly positively birefringent crystals) (tegak lurus terhadap sumbu yang ditandai pada polarisasinya) Hitung leukosit 20.000-100.000/mm3, < 50% PMN lnfeksi dapat bersamaan dengan serangan akut, sehingga selalu periksa pewarnaan gram dan kultur Skrining penyakit metabolik bila mendiagnosis kasus baru : Ca, Mg, TSH, pemeriksaan zat besi, glukosa, asam urat Radiografi : densitas pungtata dan linear pada hialin artikular, klasifikasi kartilago Terapi
148
Terapi akut : sama dengan gout Terapi kronis : tangani penyakit yang mendasarinya
SPONDILOARTROPATI SERONEGATIF UMUM Definisi Artritid peradangan multisistem yang mengenai tulang belakang, sendi perifer dan struktur periartikular Meliputi : spondilitis ankilosa, artritis reaktif, sindrom reiter, artritis psoriatik, artritis yang berhubungan dengan penyaikit peradangan usus, dan spondiloartropati yang tak berdiferensiasi Terutama tidak adanya faktor reumatoid atau autoantibodi; ESR dan anemia karena penyakit kronis prevalensi HLA-B27 ( pada 50-90% vs. 6-8% populasi umum) Cairan sinovial sendi yang terkena menunjukkan suatu gambaran peradangan non-septik SPONDILITIS ANKILOSA Epidemilogi Onset pada usia belasan atau pertengahan 20-an; onset setelah usia 40 tahun sangat jarang; perbandingan laki-laki : perempuan = 3 : 1; HLA-B27 pada 90% Manifestasi klinis Onset kronis bertahap, serangan nyeri pada punggung bawah dan kekeakuan yang intermiten Kekakuan pada pagi hari yang membaik dengan mandi air panas dan olahraga Gejala konstitusional ringan pada stadium dini Progresivitas sefalik lambat akibat pergerakan punggung dan ekspansi dada yang terbatas Uji Wright-Schober ( < 4 cm pada jarak antara satu titik 5 cm dibawah dan suatu titik 10 cm di atas pertemuan lumbosakral apabila berpindah dari posisi berdiri hingga fleksi maksimal ke depan ) Entesitis ( peradangan pada tempat insersio ligamentumke tulang ) menyebabkan rasa sakit pada pertemuan kostokondral, prosesus spinosus, skapula, krista iliaka, tumit Artritis akut sementara pada sendi perifer (panggul, bahu, lutut), kadang-kadang menetap Uveitis anterior akut ( 25-30% terjadi beberapa waktu selama proses penyakit): ditandai dengan pandangan kabur unilateral, lakrimasi, dan fotofobia. Menghilang dalam 4-8 minggu Penyakit kardiovaskular (3-5%): aortitis asendes, insufisiensi aorta, abnormalitas sistem hantaran Gejala neurologik : karena fraktur atau dislokasi spinal Radiografi Penyakit sendi sakroiliaka dengan erosi dan sklerosis Klasifikasi ligamentum spinal dengan jembatan sindesmofit (bridging syndesmophytes) Bamboo spine = berbentuk persegi dan terjadi demineralisasi umum corpus vertebra
149
Terapi Terspi fisik, NSAlD, sulfasalasin untuk artritis perifer SINDROM REITER Epidemiologi Penyebaran di seluruh dunia, namun jarang pada Afrika-Amerika; perbandingan laki-laki : perempuan = 5 : 1 Patogenesis Respons pada pejamu yang rentan secara genetik terhadap infeksi genitourinarius atau gastrointestinal Dianggap sekunder terhadap infeski Chlamydia dan Ureaplasma urealyticum demikian pula dengan Shigella, Salmonella, Yersinia, Campylobacter, Klebsiella, C. difficile, Trophyrema whippelii, HIV Penampilan klinis Semula digambarkan sebagai trias artritis, uretritis, non-gonokokus, dan konjungtivitis Artritis : 10-30 hari pasca infeksi yang mengancam gejala konstitusional ringan, nyeri punggung bawah, asimetris, artritis mono- atau oligiartikular yang terutama mengenai sendi besar ( lutut, pergelangan kaki, kaki, pergelangan tangan), entesopati, dan sakrolitis. Dapat berkembang menjadi ―jari sosis‖ pada ekstremitas Uretritis : biasanya infeksi klamida yang mendahului artritis, namun dapat juga terlihat uretritis streril pada pasca-disentri sindrom reiter Konjungtivitis non-infeksiosa : unilateral atau bilateral dan uveitis, iritis dan keratitis Manifestasi kutaneus Balantitis sirsinata : ulkus tanpa nyeri yang dangkal pada glans penis dan meatus uretra Keratoderma blenoragika : lesi kulit hiperkeratosis pada telapak kaki, skrotum, telapak tangan, batang tubuh, kulit kepala, stomatitis dan ulkus oral superfisialis Traktus gastrointestinal : diare dan nyeri abdomen baik dengan atau tanpa agen infeksius Kardiovaskular : Al dari peradangan dan jaringan parut pada aorta dan katup aorta; defek konduksi Pencitraan Sakroilitis akhirnya mengenai 70% pasien Pembengkakan jaringan lunak sekitar sendi yang terkena Penyempitan rongga sendi pada sendi-sendi kecil Pemeriksaan diagnostik Bukti adanya infeksi bakteri : Klamidia dengan ELlSA atau serat DNA atau kultur feses Terapi dan prognosis NSAlD, steroid topikal dan suntikan untuk keratoderma blenoragika Antibiotik bila terbukti infeksi Artritis mungkin menetap selama beberapa bulan hingga tahunan dan frekuensi sering terjadi
150
ARTRITIS PSORIATIK Epidemiologi 15% pasien psoriasis berkembang menjadi artritis dan bukan hanya pada mereka yang menderita penyakit kulit yang berat Artritis mungkin mendahului onset penyakit kulit 40% pasien artritis psoriatik mengalami suatu spondiloartropati yang berkaitan Perbandingan laki-laki dan perempuan yang terkena sama dan sebagian besar pasien berusia 30-an dan 40-an. Manifestasi klinis Beberapa pola klinis artritis : Oligo- atau poliartritis asimetris ( > 70% ): terutama sendi-sendi kecil ( jari sosis ) Kuku jari : pitting, depresi terbalik, onikolisis, hiperkeratosis subungual Poliartritis simetris ( 15% ): lebih menyerupai artritis reumatoid seronegatif, mengenai sendisendi besar Artritis mutilans ( 5% ): berat, artritis resorptif destruktif Keterlibatan spinal dan sakroilitis ( 5% ): serupa dengan spondilitis ankilosa artritis perifer Peradangan mata ( 30% ): konjungtivitis, iritis, episkleritis, dan keratokonjungtivitis sicca Lesi kulit psoriatik Radiografi Deformitas ―pencil-in-cup‖ terlihat pada sendi DlP Keterlibatan spinal, sakroilitis Terapi NSAlD, terapi fisik, suntikan steroid intra artikuler Preparat emas lM, hidroksiklorokuin, metotreksat Supresi penyakit kulit dengan cahaya matahari, PUVA, petroleum topikal, atau steroid mungkin mengakibatkan revolusi peradangan sendi. BERHUBUNGAN DENGAN IBD ( INFLAMMATORY BOWEL DISEASE ) Epidemiologi 20% pasien lBD berkembang menjadi artritis; lebih sering terlihat pada penyakit Crohn daripada kolitis ulserativa Manifestasi klinis Oligoartritis non-deforming, asimetris, perifer : onset mendadak, sendi-sendi besar, berjalan seiring penyakit saluran cerna Spondilitis : dihubungkan lebih kuat dengan HLA-B27, tidak berjalan seiring penyakit saluran cerna ARTRITIS INFEKSIOSA NONGONOKOKUS
151
Epidemiologi Pejamu abnormal atau mengalami imunosupresi (seperti pada diabetes, HlV, usia lanjut) Bakteremia sekunder karena lVDA, endokarditis, atau infeksi kulit; juga dapat terjadi karena inokulasi langsung atau penyebaran dari sebuah fokus yang berdampingan (seperti pada selulitis, bursitis septik, osteomielitis) Sendi yang rusak akibat RA, OA, gout, atau trauma Mikrobiologi Kokus gram positif : S. aureus (paling sering), S. epidermidis (pasca-tindakan, sendi-sendi prostetik), streptokokus Batang gram negatif : E. Coli, Pseudomonas dan Serratia (terutama pada lVDA) Manifestasi klinis Onset akut artritis monoartikular (>80%) dengan rasa nyeri, pembengkakan, dan hangat pada sendi Lokasi : lutut (paling sering), panggul, pergelangan tangan, bahu, pergelangan kaki, pada lVDA, cenderung untuk melibatkan daerah lain seperti sendi sakroiliaka, simfisis pubis, sternoklavikular dan sendi manubrium sterni Pada lutut, bursitis pra-patela septik harus dibedakan dengan efusi lutut intra-artikular septik lnfeksi intra-artikular nyeri ekstrem bila fleksi dan jangkauan gerak Bursitis pra-patela pembengkakan berbentuk kubah diatas patela, tanpa efusi intra-artikular Gejala konstitusional : demam, menggigil, berkeringat, malaise, mialgia, nyeri lnfeksi dapat dilacak dari tempat awal untuk membentuk fistula, abses, osteomielitis. Pemeriksaan diagnostik Leukositosis dengan pergeseran ke kiri Artrosentesis sebaiknya dilakukan secepatnya bila dicurigai Hati-hati untuk tudak melakukan punksi melalui daerah yang terinfeksi karena dapat memasukkan infeksi ke dalam rongga sendi Cairan sinovial: hitung sel Leukosit biasanya >50.000, >90% PMN (catatan : kristal tidak menyingkirkan artritis septik) Pewarnaan gram pada 75% infeksi stafilokokus, 50% infeksi batang gram negatif kultur >90% kasus Kultur darah : pada >50% kasus Radiografi konvensional seperti biasanya jarang membantu sampai 2 minggu setelah infeksi, pada saat itu dapat melihat erosi tulang, penyempitan rongga sendi, osteomielitis, periositisis CT dan MRl berguna terutama terhadap infeksi panggul yang dicurigai atau abses epidural
GONOKOKUS Epidemiologi Prevalensi 0,5-3% di Amerika Serikat. Tipe infeksi artritis yang paling sering pada orang muda Pejamu normal dan pasien, dengan defisiensi jika komplemen C5-C8 adalah komponen terminal
152
Perbandingan laki-laki : permpuan =4 : 1. insiden sewaktu mens, kehamilan dan periode pasca melahirkan. lnsiden pada laki-laki homoseksual, jarang setelah usia 40 tahun Manifestasi klinis Dimulai dengan infeksi mukosa (seperti : endoserviks, uretra atau faring) yang sering asimtomatik Prodormal : poliartralgia migrans 1-4 hari (pergelangan tangan, lutut, pergelangan kaki, siku) Onset akut tenosinovitis (60%) pada pergelangan tangan, jari tangan, pergelangan kaki, jari kaki Monoartritis purulenta (40%) biasanya lutut, pergelangan tangan, atau pergelangan kaki Ruam kulit (>50%): papula nekrotik, makula dan pustula pada dasar yang eritematosus di ekstremitas dan tubuh Demam (30.000, predominan PMN (catatan : kristal tidak menyingkirkan artritis septik!) Pewarnaan gram pada 25% kasus Kultur pada lebih dari 50% kasus bila dilakukan kultur anaerobik pada media Thayer-Martin PCR terhadap DNA gonokokus Kultur darah : lebih mungkin pada tenesinovitis; jarang pada monoartritis Pewarnaan gram dan kultur lesi kulit yang kadang-kadang positif. Kultur servikal, uretra, tenggorokan, dan rektum menggunakan PCR PENATALAKSANAAN Terapi Antibiotik yang sesuai dipandu berdasarkan pewarnaan gram Pewarnaan gram Regimen Antibiotik Kokus gram positif Nafsilin 2 g lV setiap 4 jam atau Vankomisin 1 g lV setiap 12 jam bila dicurigai MRSA (seperti: pasien yang dirawat di Rumah Sakit) Kokus gram negatif Seftriakson 1-2 g lV 4 x sehari Batang gram negatif Seftriakson 1-2 g lV 4 x sehari + aminoglikosida antipseudomonas bila curiga lVDA Tidak tampak Nafsilin + seftriakson + aminoglikosida anti pseudomonas organisme bila curiga lVDA Regimen antibiotik kemudian disesuaikan berdasarkan pada data kultur dan sensitivitas serta respons klinis
153
Apirasi lokal atau drainasa/lavase pembedahan Bila artritis gonokokus uji terhadap HlV, sifilis, dan klamidia Prognosis : bila sepsis poliartikular non-gonkokkus, mortalitas = 30%
SINDROM MUSKULOSKELETAL UMUM Tenosinovitis DeQuervain
Carpal Tunnel Syndrome
Sindrom Tangan dan Pergelangan Tangan Tenosinovitis pada pergelangan tangan sisi radial dengan rasa nyeri dan sakit di sekitar stiloideus radialis, Uji Finkelstein = deviasi ulna pada pergelangan tangan dengan tangan terkapal dan ibu jari di dalam nyeri melalui tendon yang meradang dan sinovium Terjepitnya nervus medianus pada pergelangan tangan dengan parestesia, baal dan rasa nyeri pada distribusi nervus medianus di tangan. Uji Phalen = fleksi maksimal pergelangan tangan selama 45 detik baal dan nyeri, tanda tinel =perkusi nervus medianus pada pergelangan tangan rasa kesemutan pada jari-jari
Bursitis olekranon Epikondilitis Medialis (siku pemain golf golfer’s elbow ) Epikondilitis Lateralis ( siku pemain tenis tennis elbow )
Sindrom Siku Dapat menjadi kronis dan steril atau akut serta terinfeksi ( aspirasi dan kirim untuk dilakukan kultur ) Rasa nyeri bila daerah di sekitar epikondilus medialis dipalpasi Rasa nyeri bila daerah di sekitar epikondilus lateralis dipalpasi
154
Bursitis subakromial Tendonitis bisipital Tendonitis pada tendon rotatur
Sindrom Bahu Pergeseran akromion, ligamentum korakoakromial, sendi akromoiklavikular, atau sendi korakoid pada bursa subakromial di bawahnya, tendon biseps atau tendon rotator. Onset rasa nyeri bertahap pada bahu lateral atau anterior, yang memburuk dengan aktivitas dan berhubungan dengan krepitasi, atau perasaan seperti ―dicengkeram‖. Tangani
Ruptur tendon rotator
lnstabilitas glenohumeral (dislokasi bahu)
Polimialgia reumatika Terpisahnya akromioklavikular Kapsulitis adesiva (frozen shoulder)
Sindrom sendi temporomandibularis Artritis temporalis Artritis servikalis (spondilosis servikalis) Kostokondritis
dengan NSAlD, istirahat, latihan peregangan, atau suntikan kortikosteroid pada bursa subakromial. Tendon rotator terdiri atas 4 otot ‖SlTS‖ (supraspinatus, infraspinatus, teresminor, dan subskapularis); biasanya tendon supraspinatus robek. Rasa nyeri bila mengangkat lengan melewati kepala, kelemahan, atropi otot. MRl untuk mengkonfirmasi. lnstabilitas glenohumeral disebabkan kelemahan menyeluruh atau trauma yang berulang. Rasa nyeri bila abduksi dan rotasi eksternal (posisi melempar). Tampilan radiografi AP lateral dan lateral aksilaris atau transkapular untuk mengkonfirmasi. Penonjolan bahu dan malgia panggul serta rasa nyeri, namun tanpa proses intraartikular yang sebenarnya. Biasanya akibat jatuh pada akromion dengan lengan terselip ke bagian dalam. Rasa nyeri pada sendi akromioklavikular yang dipalpasi. Adanya pelebaran sendi akromioklavikular pada film AP bahu sebagai konfirmasi. Onset rasa nyeri tersembunyi dan jangkauan gerakan , biasanya pada bahu yang tidak dominan. Berhubungan dengan diabetes melitus dan hipotiroidisme dan paling sering pada perempuan berusia 40-65 tahun. Ditangani dengan NSAlD dan terapi fisik.
Sindrom Kepala, Leher dan Dada Artralgia dan nyeri miofasial pada sendi yang berhubungan dengan bruksisme, menggeretakkan gigi pada malam hari Arteri temporalis yang nyeri, dengan sakit kepala, kehilangan penglihatan, dan klaudikasio mandibula Sering terlihat pada OA dan RA. Nyeri bila bergerak, kaku dan sering terjadi spasme muskulus paraspinalis. Dapat menyebabkan sakit kepala dan penyebaran rasa nyeri ke lengan Sakit dan nyeri pada pertemuan kostokondral
Sindrom Punggung
155
Spondilosistesis degenerativa
Stenosis spinalis
Radikulopati lumbalis (skiatika)
Sakroilitis
Nyeri punggung oseosa
Osteoartritis
Terselipnya suatu korpus vertebra (sering L4-L5 atau L5S1) ke dalam satu korpus dibawahnya yang menyebabkan penyempitan dan degenerasi diskus tersbut. Nyeri punggung bawah dipicu dengan membungkuk, memutar dan mengangkat beban, singkirkan defek neurologik dengan pemeriksaan dan konfirmasi dengan foto AP dan spina lumbosakralis Penyempitan kanalis spinalis yang menyebabkan nyeri pada bokong, paha (klaudikasio neurogenik) posterior dan betis, memburuk setelah berdiri atau berjalan, dan nyeri hilang dengan duduk atau berhenti melakukan fleksi pada spina. Refleks lutut dan pergelangan kaki pada pemeriksaan dengan denyut arteri yang masih ada. MRl untuk mengkonfirmasi diagnosis. lritasi yang sering pada radiks saraf L5 atau S1 melalui suatu hemiasi nukleus pulposus, nyerinya bersifat dermatornal, menyebar dari bokong ke posterior atau bagian posteolateral tungkai, pergelangan kaki atau kaki dan memburuk dengan fleksi. Menaikkan tungkai lurus menyebabkan gejala pada 80-90%. Puncak insiden pada usia 40 tahun. MRl mengkonfirmasi diagnosis. Onset biasanya sebelum usia 30 tahun. Berhubungan dengan spondilo-artropati seronegatif, muncul bersamaan dengan penyakit nyeri punggung bawah yang rekuren dan kekakuan sepanjang waktu yang menyebabkan osifikasi, sindesmofit pecah, dan fusi komplet kolumna vertebralis (“bamboo spine”) Nyeri punggung oseosa dapat disebabkan oleh tumor metastatik, osteomielitis, bakterial atau tuberkulosis. Muncul sebagai nyeri menetap yang tidak berhubungan dengan posisi. Titik nyeri tekan meliputi daerah di sekeliling vertebra. Defisit neurologik mungkin menunjukkan kompresi medula spinalis atau sindrom kauda ekuina. Foto polos mungkin menunjukkan destruksi, fraktur, massa dan seharusnya dinilai pada seluruh pasien yang berusia lebih dari 50 tahun yang baru menderita nyeri punggung.
Sindrom panggul Onset nyeri bertahap yang menjalar ke inguinal dan terjadi pertama kali hanya ketika melakukan aktivitas. Berhubungan dengan obesitas, infeksi sebelumnya, trauma usia. Yang pertama kali terjadi ialah kehilangan posisi rotasi internal panggul, kemudian kehilangan kemampuan fleksi dan ekstensi serta cara berjalan menjadi antalgik.
156
Bursitis trokanterika Nekrosis avaskular
Fraktur panggul
Titik nyeri diatas panggul lateral dengan ketidaknyamanan pada malam hari dan setelah tidak beraktivitas. Nekrosis tulang tuberkular pada kaput femoralis. Faktor resiko meliputi kortikosteroid, alkohol, RA, SLE, trauma sebelumnya, penyakit mieloproliferatif, dan penyakit sel sabit, muncul dengan nyeri tumpul pada daerah inguinalis ataupun bokong. Ketidaknyamanan pada posisi rotasi dan abduksi serta cara berjalan menjadi antalgik. MRl untuk mrngkonfirmasi osteonekrosis. Muncul dengan rasa nyeri dan ketidakmampuan untuk berjalan setelah terjatuh. Tungkai berotasi ke eksternal, abduksi dan memendek.
Kista Poplitea (Kista Baker) Bursitis prapatela (lutut pembantu rumah tangga) (housemald‘sknee)
Ruptur ligamentum krusiatum anterior
Ruptur meniskus Penyakit Osgood-Schlatter (tendonitis patela) Patela kondromalasia
Sindrom patela Nyeri dan rasa penuh pada daerah poplitea. Pada RA, kista mungkin ruptur dan cairan mendiseksi secara distal ke dalam otot betis. Kronis dan steril, sekunder terhadap trauma berulang seperti (lutut bekerja dengan lutut, atau akut dan septik terutama pada cedera tembus). Harus dibedakan dengan bursilis prapatela (pembengkakan berbentuk kubahdi atas patela namun tanpa efusi intra-artikular dan jangkauan geraknya tetap) dari infeksi lutut intraartikular. Uji drawer anterior = pasien berbaring dengan posisi supinasi dan lutut fleksi pada posisi 90 , pemeriksa menduduki kaki pasien dan meraih tibia proksimal dan menariknya ke anterior. Kejadian akut yang diikuti oleh onset pembengkakan dan dan kekakuan yang tersembunyi dengan sensasi ―terpukul‖ atau ―berbunyi‖ saat digunakan. Nyeri lutut anterior dengan rasa nyeri pada satu titik. Sindrom tercetus karena penggunaan yang berlebihan seperti naik tangga, jongkok, meloncat. Nyeri lutut anterior yang memburuk setelah duduk lama atau naik tangga. Lebih sering mengenai perempuan daripada laki-laki dan berhubungan dengan penambahan berat badan. Krepitasi dan sensasi tertusuk, juga rasa nyeri, disebabkan oleh kerusakan pada permukaan sendi patela.
157
Tendonitis Achilles
Sindrom Kaki dan Pergelangan Kaki Terjadi baik pada perekatan tulang-tendon kalkaneus atau 4-5 cm proksimal dan insersio. Pasien mengeluh nyeri yang tersembunyi pada daerah Achilles yang menjadi makin buruk bila berolahraga dan terasa sakit bila dipalpasi. Kadang-kadang, tendon Achilles
Fasitis plantaris Sendi Charcot (kaki diabetikum) Pergelangan kaki terkilir
dapat ruptur dengan stres akut. Nyeri pada daerah insersio fasia plantaris hingga ke dalam tuberositas kalkaneus medialis. Fasitis plantaris bilateral berhubungan dengan spondiloartropi seronegatif. Polineuropati sensoris menyebabkan kerusakan dan destruksi sendi dengan fraktur multipel yang tidak bisa sembuh, kerusakan kulit, infeksi dan deformitas ireversibel. Cedera inversi akut yang paling sering dengan kerusakan pada kolateralis lateral ligamentum oergelangan kaki disertai rasa nyeri, pembengkakan, ekimosis, dan kehilangan fungsi.
PENYAKIT JARINGAN IKAT Gambar 8-2. Diagram Venn penyakit jaringan ikat
SLE
PM-DM
Sjorgen‘s
MCDT Skleroderma
RA
CERST Raynaud‘s
Penyakit SLE RA Sjogren Dif sklero Lim sklero PM-DM MTCD
Autoantibodi pada Penyakit Jaringan Ikat (%) ANA Pola RF dsDNA Sm Ro La Scl70 95- P,D,S,N 20 50-70 30 35 15 0 99 15D 85 90 D,S 75 90 S,N,D 25-33 0 0 5 1 40 >90 7595 95-
S,N,D
S,D
centr
Jo-1
RNP
0
0
0
0
3050 10
0 100 g Mungkin sindrom Cushing (positif palsu karena stres depresi, etanol, pil kontrasepsi oral, obesitas)
Bukan sindrom Cushing
Kortisol serum jam 8 pagi < 5 g/dl Uji supresi deksametason dosis rendah 48 jam (0,5 mg setiap 6 jam x 2 hari) Kortisol serum jam 8 pagi
5 g/dl
Sindrom Cushing Serum ACTH ACTH normal atau tinggi
ACTH rendah
Uji supresi deksametason dosis tinggi 48 jam (2,0 mg setiap 6 jam x 2 hari) Steroid 17-0H pada urine 24 jam tersupresi Penyakit Cushing Pemeriksaan konfirmatif MRl pituitari, pemeriksaan CRH dengan vena petrosal, sampling ACTH
Tumor adrenal
Steroid 17-0H pada urine 24 jam tidak tersupresi ACTH ektopik Pemeriksaan konfirmatif CT toraks, oktreotid berlabel (terkait pada tumor neuroendo)
191
Pemakaian konhrmatif CT adrenal atau MRl
HIPERALDOSTERONISME Etiologi Primer : ↑ aldosteron karena hiperplasia adrenal, adenoma (sindrom Conn), atau karsinoma Sekunder : stimulasi ekstra-adrenal dari aldosteron (cont :
perfusi ginjal, tumor penyekresi
renin) Manifestasi Klinis Hipertensi diastolik ringan hingga sedang, sakit kepala, kelemahan otot, poliuria, polidipsia Tanpa edema perifer karena fenomena ‗meloloskan diri‘ dari retensi Na Hipokalemia, hipernatremia, alkalosis metabolik
Gambar 4. Langkah kerja penanganan hiperaldosteronisme Hiperaldosteronisme Kadar aldosteron dan renin Renin rendah Aldosteron rendah Kelebihan mineralokortikoid non-aldosteron
ingesti licorice sindrom Cushing sindrom Liddle
Renin rendah Aldosteron rendah
Renin rendah Aldosteron rendah
Hiperaldosteronisme primer
Hiperaldosteronisme sekunder
CT atau MRl adrenal lesi
Tidak ada lesi Vena adrenal sampling aldosteron
Terlokalisasi Tidak terlokalisasi Adenoma atau karsinoma
Hiperplasia
192
hipoperfusi ginjal stenosis arteri renalis tumor pensekresi renin primer
Penatalaksanaan Adenoma atau karsinoma Hiperplasia
pembedahan
spironolakton INSUFISIENSI ADRENAL
Etiologi Primer = penyakit adenokortikal = Penyakit Addison Autoimun (paling sering pada negara industri) Terisolasi Sindrom autoimun poliglandular PGA l = kandidiasis mukokutaneus kronis + hipoparatiroidisme + penyakit Addison PGA ll = penyakit Addison + penyakit tiroid + lDDM Infeksi (penyebab paling sering di seluruh dunia); tuberkulosis, CMV, histoplasmosis Perdarahan, trombosis, dan trauma Penyakit metastatik (90 % adrenal harus dihancurkan agar terjadi insufisiensi) Penyakit deposit : hemokromatosis, amiloid, sarkoid 0bat : ketokonazol, rifampin, antikonvulsan Sekunder = kegagalan pituitari menyekresi ACTH (sekresi aldosteron intak karena dikendalikan oleh sumbu renin-angiotensin) Adanya penyebab hipopituitarisme primer atau sekunder (lihat *Gangguan Pituitari*) Terapi glukokortikoid (terjadi setelah
2 minggu dosis supresif; memerlukan
8-12 minggu
untuk memperbaiki fungsi) Megestrol Manifestasi Klinis (N Engl J Med 335 : 1206, 1996) Primer atau sekunder : kelemahan dan mudah fatigue (99 %), hipotensi ortostatik (90 %), mual (86 %), muntah (75 %), hiponatremia (88 %), hipoglikemia, eosinofilia, limfositosis, ± neutropenia
193
Hanya primer (tanda dan gejala tambahan karena kekurangan aldosteron dan ↑ ACTH) : hipotensi, ortostatik yang bermakna (karena deplesi cairan), hiperpigmentasi (terlihat pada lipatan tubuh, daerah yang tertekan, puting susu), hiperkalemia Hanya sekunder : manifestasi lain dari hipopituitarisme (lihat bab Pituitari) Pemeriksaan diagnostik Uji stimulasi dosis tinggi (250 g) kortikotropin : normal = sebelum atau 60‘ setelah kortisol 18 g/dL Abnormal pada primer karena kelenjar adrenal terganggu dan tidak mampu memberikan output yang adekuat Abnormal pada sekunder kronis karena adrenal yang atrofi dan tidak mampu berespons Uji stimulasi dosis rendah (1
g) kortikotropin : dapat mendeteksi insufisiensi adrenal
sekunder yang ringan Uji diagnostik lainnya : hipoglikemia terinduksi insulin; gagal untuk ↑ 11 – deoksikortisol setelah metirapon Abnormalitas laboratorium lainnya : hipoglikemia, eosinofilia, limfositosis ± neutropenia ACTH : ↑ pada primer, ↓ pada sekunder Pencitraan : CT
: adrenal kecil, tak berkalsifikasi pada autoimun, pembesaran pada penyakit metastatik, perdarahan, infeksi atau deposit (walaupun mungkin tampaknya normal)
MRl : untuk mendeteksi abnormalitas pituitari Penatalaksanaan lnsufisiensi adrenal akut Hidrokortison 100 mg IV setiap 8 jam Resusitasi cairan dengan larutan salin normal Kronis Hidrokortison : biasanya 20-30 mg P0 empat kali sehari (2/3 pada pagi hari, 1/3 pada malam hari) atau prednison 5-7,5 mg P0 empat kali sehari Fludrokortison (tidak perlu pada insufisiensi adrenal sekunder) : 50-100 g P0 empat kali sehari pada pagi hari
194
FEOKROMOSITOMA Manifestasi Klinis (SP) Pressure (hipertensi) Pain (sakit kepala, nyeri dada) Palpitations Perspiration Pallor Pemeriksaan Diagnostik Urine 24 jam untuk memeriksa katekolamin, VMA, metanefrin ( palsu pada penyakit berat, gagal ginjal, labetalol, obat kontrasepsi oral yang mengandung simpatomimetik) Uji klonidin (gagal untuk menekan katekolamin) CT atau MRl adrenal; MlBG scan Penatalaksanaan Penyekat- golongan pertama ± penyekat-
pembedahan
INSIDENTALOMA ADRENAL Epidemiologi Pada dua persen pasien yang menjalani CT scan dapat ditemukan massa di adrenal secara kebetulan
Diagnosis Banding Adenoma korteks adrenal, hiperplasia, atau karsinoma Tumor medula adrenal (seperti : feokromositoma, ganglioneuroma, dll)
195
Massa adrenal lainnya : kista, abses, granuloma, perdarahan, lipoma, mielolipoma Metastasis : dari payudara, paru, ginjal, melanoma Langkah kerja (N Engl J Med 323 : 1401, 1990) Menyingkirkan sindrom Cushing secara klinis (tidak ada hipertensi atau obesitas memiliki nilai prediksi negatif 99 %) dan/atau dengan uji supresi deksametason (walaupun hanya memiliki nilai prediksi positif kira-kira 3 % pada keadaan insidentaloma adrenal) Menyingkirkan feokromositoma dengan pemeriksaan hormon : tidak adanya hipertensi dan gejala klasik memiliki nilai prediksi negatif 99 %, namun morbiditas yang dihubungkan dengan feokromositoma yang tak diobati menyebabkan penyingkiran hormonal melalui pemeriksaan kadar katekolamin di dalam urine harus dilakukan dengan hati-hati (nilai prediksi positif kira-kira 51%) Menyingkirkan karsinoma metastatik dan infeksi melalui anamnesis Karakteristik CT scan dan MRl akan menunjukkan adenoma vs. karsinoma Apabila ukuran < 4 cm, ukuran stabil, pencitraan tidak menunjukkan keganasan kemungkinan adenoma, sehingga dapat diikuti dengan pemeriksaan scan berkala Apabila ukuran > 4 cm, ↑ ukuran, riwayat keganasan, pencitraan menunjukkan keganasan reseksi setelah menyingkirkan kemungkinan sindrom Cushing dan feokromositoma
● GANGGUAN KALSIUM ● Gambar 5. Etiologi gangguan kalsium berdasarkan pada serum Ca dan kadar PTH
Gagal ginjal hiperparatiroidisme sekunder pseudohipoparatiroidisme defisiensi vitamin D
Hiperparatiroidisme primer
196
PTH
Normal Keganasan kelebihan vitamin D
Hipoparatiroidisme Kadar Ca di serum
Temuan Laboratorium pada Gangguan Kalsium yang Beragam Keadaan sakit Ca P04 PTH 1,25-(0H)2D3 Hiperparatiroidisme
↑
Keganasan
↑
Kelebihan vitamin D
↑
↑
↓
↑↑
Hipoparatiroidisme
↓
↑
↓
↓
Pseudohipoparatiroidisme
↓
↑
↑↑
↓
Gagal ginjal
↓
↑
↑
↓
Defisiensi vitamin D
↓
↑↑
Bervariasi
Normal/↓
↓
Normal/↑ ↓
↑
↓
↓
Kekurangan dalam pengukuran Ca Ca yang secara fisiologis aktif adalah kalsium bebas atau terionisasi (lCA). Kadar Ca di serum menggambarkan kalsium total (yang terikat + yang bebas) dan karena itu dipengaruhi oleh konsentrasi albumin (protein pengikat Ca utama). Ca terkoreksi (mg/dL) = Ca yang terukur (mg/dL) + (0,8 x (4,0-albumin (mg/dL))] Alkalosis akan menyebabkan banyak Ca yang terikat dengan albumin sehingga Ca total mungkin bisa normal namun lCA ↓
HIPERKALSEMIA
Etiologi Hiperkalsemia Kategori Hiperparatiroidisme
Etiologi Primer : adenoma (80 %, hiperplasia (15-20 %), spontan vs
197
neoplasia multipel pada endokrin), karsinoma (< 1 %) (Cat., hiperparatiroidisme sekunder adalah ↑ PTH sebagai respons terhadap hipokalsemia ? Tertier : setelah lama menderita hiperparatiroidisme sekunder berkembang nodul autonom Keganasan
Hiperkalsemia osteolitik lokal (mis., kanker paru, melanoma) Tumor solid yang mensekresi PTH-yang berhubungan dengan peptida (PTHrP) (seperti : karsinoma paru sel skuamosa dan karsinoma sel renal) Keganasan hematologik melalui 1,25 D dan sitokin yang ↑ (mis., limfoma sel-B)
Kelebihan vitamin D
↑ 1,25-(0H)2D3 (penyakit granulomatosa; seperti : sarkoidosis, TB, histoplasmosis) intoksikasi vitamin D
↑ pertukaran tulang
Hipertiroidisme, imobilisasi, penyakit Paget
Lain-lain
Tiazid, litium, vitamin A, antasid yang mengandung kalsium (sindrom milk-alkali)
Manifestasi Klinis (―tulang, batu, rintihan abdomen, dan mengerang kesakitan‖, biasanya apabila CA > 12) Krisis Hiperkalsemik (biasanya bila Ca 13-15) : poliuria, dehidrasi, perubahan status mental Kalsium toksik terhadap tubulus renal dan ↓ LFG
menghambat ADH, menyebabkan vasokonstriksi
poliuria namun reabsorbsi Ca ↑
0steopenia dan osteitis hiperparatiroidisme)
kalsium serum ↑
fibrosa kistik (yang terakhir aktivitas osteoklas ↑
nefrotoksisitas ↑
ini dijumpai hanya pada
degenerasi, kista, nodul fibrosa, gambaran
rontgen foto, seperti garam dan lada Nefrolitiasis, nefrokalsinosis, diabetes insipidus nefrogenik Nyeri abdomen, anoreksia, mual, muntah, konstipasi, pankreatitis, penyakit ulkus peptikum Fatigue, depresi, terlihat seperti orang bingung DTR menurun lnterval QT memendek
198
Pemeriksaan diagnostik Kalsium, albumin, lca, PTH, P04, fosfatase alkalin, ± vitamin D dan 1,25-(0H)2-D3
Penatalaksanaan Hiperkalsemia Penatalaksanaan Salin normal
Onset Jam
(4-6 L/hari) Furosemid
Jam
(lV tiap 6 jam)
Durasi Selama
Keterangan Pada ginjal, Ca mengikuti Na, sehingga
reaksi
natriuresis ekskresi Ca ↑
Selama
Mulailah hanya setelah pasien diberikan
reaksi
cairan pengganti intravaskuler Membantu meningkatkan natriuresis dan menjadikan eksresi Ca ↑
Bisfosfanat
1-2 hari
10-14 hari Menghambat osteoklas, berguna pada keganasan, Demam pada 20 % kasus
Kalsitonin
Jam
2-3 hari
Dengan cepat menyebabkan takifilaksis
Glukokortikoid
Hari
hari
? berguna pada beberapa keganasan & intoksikasi vitamin
(Endocrinology and Metabolism Clinics of North America 22 : 343, 1993) HIPOKALSEMIA Etiologi Hipokalsemia Kategori Hipoparatiroidisme
Etiologi Terisolasi PGA tipe l (mukokutan kronis, kandidiasis +
199
hipoparatiroid + penyakit Addison Keadaan setelah tiroidektomi, hipomagnesemia (sekresi dan efek ↓) Pseudohipoparatiroidisme Resistensi PTH pada end-organ (sehingga serum PTH ↑) + abnormalitas skeletal & retardasi (Pseudopseudohipoparatiroidisme = sindrom namun Ca normal) Defisiensi vitamin D Gagal ginjal
↓ produksi 1,25-(0H)2D3 + ↑ P04 deposit kalsium pada jaringan lunak ↑
Lain-lain
Pankreatitis, kelebihan sitrat (seperti : setelah transfusi darah multipel)
Manifestasi klinis Iritabilitas neuromuskular : parestesia perioral, kram, Chvostek fasialis) darah
kontraksi muskulus fasialis), Trousseau
(ketukan pada nevus
(inflasi manset pengukur tekanan
spasme karpal), laringospasme
lritabilitas, depresi, psikosis, TlK ↑, kejang QT ↑ Osteodistrofi renal (↓ vitamin D dan ↑ PTH pada gagal ginjal) : osteomalasia (↓ mineralisasi tulang), osteitis fibrosa kistik, dan osteoporosis
Pemeriksaan Diagnostik Kalsium dan albumin, lca, PTH, vitamin D, 1,25-(0H)2D3, BUN, Cr, Mg, P04, fosfatase alkalin
Penatalaksanaan Simtomatik : Ca glukonat intravena Asimtomatik : suplementasi kalsium oral dan vitamin D Pada gagal ginjal perlu diberikan 1,25-(0H)2D3 (seperti, kalsitriol) Pada hipoparatiroidisme, bila suplementasi PTH tidak tersedia, berikan 1,25-(0H)2D3
200
● DIABETES MELITUS ● Definisi (Diabetes Care 20 : 1183, 1997) Glukosa puasa > 126 mg/dL atau glukosa sewaktu > 200 mg/dL atau glukosa 2 jam > 200 mg/dL setelah uji toleransi glukosa oral sebanyak 75 gram ↑ HbATC (kriteria yang tidak disepakati) Kategori Tipe 1 (bergantung insulin atau DMTl) : cenderung ketosis, memerlukan insulin prevalensi 0,4 %; onset umumnya pada masa anak-anak; ↑ risiko apabila terdapat riwayat dalam keluarga; diketahui adanya hubungan HLA pada defisiensi insulin absolut dengan autoantibodi (anti-GAD & anti-insulin) dan atrofi sel langerhans. Tipe 2 (tidak bergantung insulin atau DMTTl) : resisten ketosis, insulin bisa diperlukan bisa tidak, prevalensi 7 %; onset pada uji yang lebih lanjut; ↑↑ risiko apabila terdapat riwayat dalam keluarga; tidak terdapat asosiasi HLA pada resistensi insulin; massa sel langerhans normal, obesitas Penyebab
sekunder
:
glukokortikoid
eksogen,
sindrom
Cushing,
akromegali,
feokromositoma, glukogonoma (3D : diabetes, DVT, diare), diabetes pankreatikus (pankreatitis, hemokromatosis)
Manifestasi Klinis Poliuria, polidipsia, polifagia dengan penurunan berat badan yang tidak diketahui sebabnya
201
Pilihan Penatalaksanaan Diabetes Pilihan Diet
Keterangan Tipe 1 : diet ADA; Tipe 2 : diet untuk menurunkan berat badan + olahraga
Agen Oral Sulfonilurea
↑ sekresi insulin
Metformin
↓ glukoneogenesis hepatik, ↑ sensitivitas insulin; kontraindikasi pada gagal hati atau ginjal
Tiazolidinedion
↑ sensitivitas insulin pada otot, kontraindikasi pada penyakit hati, pantau fungsi hepar
Akarbose Insulin
merubah absorpsi karbohidrat di usus Secara umum gunakanlah kombinasi insulin kerja-lama (seperti : NPH) dan kerja-singkat (seperti : reguler). Keefektifan regimen seharusnya dipantau ketat dengan terus mengikuti kadar glukosa darah pasien
Lain-lain
Pompa insulin, transplantasi sel langerhans atau pankreas
Pasien sebaiknya memantau kadar glukosa darah nya. Dokter seharusnya memeriksa HbATC setiap 3-4 bulan, tujuannya adalah mempertahankan kadarnya dalam batasan normal Komplikasi (dapat dikurangi hingga lebih dari 50 % melalui pengendalian kadar gula darah secara ketat dan mempertahankan kadar HbATC dalam batas normal) Retinopati Non-proliferatif : ‗bercak dan noda‘ perdarahan, eksudat protein dan cotton wool, perdarahan retina proliferatif : neovaskularisasi, perdarahan vitreus, jaringan parut, ablasio retina, buta Penatalaksanaan : fotokoagulasi Nefropati : Mikroalbuminuria
proteinuria ± sindrom nefrotik
gagal ginjal
Penebalan difus pada membran basal glomerulus atau pola nodular (Kimmelstiel-Wilson) biasanya terjadi bersamaan dengan retinopati, jika tidak ditemukan retinopati penyebab lain nefropati
202
cari
Penatalaksanaan : kontrol tekanan darah secara ketat, penghambat ACE (N Engl J Med 329 : 1456, 1993 dan Lancet 349 : 1787, 1997), diet rendah protein, dialisis, atau transplantasi Neuropati Polineuropati perifer simetrik : kehilangan sensorik distal yang simetris, parestesia, ± kehilangan kekuatan motorik Neuropati autonomik : gastroparesis, kandung kemih mengalami neurogenik, impotensi, hipotensi ortostatik Mononeuropati : defisit saraf kranial atau perifer dengan onset cepat (wristdrop, footdrop, nervus kranialis lll > Vl > lV) Akselerasi aterosklerosis Infeksi (termasuk mukormikosis) Dermatologi; diabetikorum lipoidika nekrobiosis, lipodistrofi) KETOASIDOSIS DIABETIKUM Pencetus (51) Defisiensi insulin (insulin deficiency) (yaitu, kegagalan memperoleh dalam jumlah cukup) lnfeksi atau inflamasi (infection or inflammation) lskemia atau infark (Ischemia or Infarction) Proses intraabdominal : pankreatitis, kolesistitis, usus iskemik, dll (Intra-abdominal process) Latrogenik : pemberian glukokortikoid (latrogenesis) Patofisiologi Terjadi pada diabetes tipe 1 (dan sangat jarang pada diabetes tipe 2 yang berat) ↑ glukagon dan ↓ insulin hiperglikemia karena : ↑ glukoneogenesis, ↑ glikogenolisis, ↓ ambilan glukosa ke dalam sel ketosis karena : ketidakmampuan menggunakan glukosa
mobilisasi dan oksidasi asam
lemak, ↑ substrat untuk ketogenesis, ↑ keadaan ketogenik pada hepar, ↓ bersihan keton
Manifestasi Klinis Poliuria dan polidipsia
203
Dehidrasi
↑ denyut jantung, hipotensi, membran mukosa kering, turgor kulit ↓
Mual, muntah, nyeri abdomen (baik pada proses intra-abdominal atau Ketoasidosis Diabetikum itu sendiri), ileus Pernapasan Kussmaul = cepat dan dalam (untuk mengkompensasi asidosis metabolik) dengan bau aseton Perubahan status mental
somnolen, stuppor, koma
Pemeriksaan Diagnostik ↑ anion gap asidosis metabolik (dapat berkembang kemudian menjadi asidosis non-anion gap karena hilangnya keton dalam urine = keseimbangan HC03 dan karena penatalaksanaan dengan larutan yang mengandung Cl ketosis :
urine dan keton serum (asetoaseton terukur, namun keton yang predominan
adalah -0H-butirat, keton urine mungkin
pada individu normal saat berpuasa)
↑ glukosa serum ↑ BUN dan kreatinin (dehidrasi ± artefak karena ketosis mengganggu beberapa pemeriksaan kreatinin) pseudohiponatremia : Na terkoreksi = Na terukur + [1,6 x (glukosa terukur-100] ↓ atau ↑ K (bahkan walaupun kadar kalium di dalam serum meningkat, biasanya K tubuh total mengalami deplesi; ↓ P04 leukositosis, ↑ amilase (sekalipun tidak ada pankreatitis)
Penatalaksanaan DKA Intervensi Singkirkan kemungkinan
Keterangan lnfeksi, proses intra-abdominal, infark miokardium, dll
pencetus Hidrasi yang agresif
Awali dengan salin normal 10-14 ml/kg/jam, bergantung pada status dehidrasi dan kardiovaskularnya
Insulin
10 U lV disuntikkan bolus 0,1 U/kg/jam teruskan drip insulin hingga AG normal Apabila glukosa < 250 dan AG masih tinggi
204
tambahkan dekstrosa ke dalam cairan lV dan teruskan insulin Apabila AG sudah normal mulailah pemberian insulin subkutan, lakukan pemberian lV dan subkutan berselingan selama 2-3 jam Penggantian elektrolit
K : tambah 20-40 mEq/L cairan lV apabila serum K < 4,5 insulin akan meningkatkan masuknya K ke dalam sel ↓ K dalam serum Pemberian K harus cermat pada pasien gagal ginjal HC03 : ganti apabila pH < 7,0 atau jantung tidak stabil P04 : ganti apabila < 1,0
Susunan ―Lembar Pencatatan‖ Tipikal DKA Waktu
VS UOP
pH HCO3 AG Keton Glukosa K PO4 IVF Insulin Catatan : keton utama dihasilkan -0H-butirat ( 0HB), namun keton yang terukur adalah asetoasetat (Ac-Ac) Apabila DKA ditangani, 0HB Ac-Ac, sehingga AG dapat menurun sementara keton yang terukur dapat meningkat
Definisi Hiperglikemia ekstrem tanpa ketoasidosis + hiperosmolalitas + perubahan status mental
Pencetus Sama untuk DKA + dehidrasi dan gagal ginjal. Pencetus yang mendasari terjadinya koma non-ketotik hiperosmolar mungkin lebih berat dibanding DKA
Patofisiologi Terjadi pada diabetes tipe 2 Hiperglikemia
diuresis osmotik
dehidrasi
205
azotemia prerenal
↑ glukosa, dll
Manifestasi Klinis Dehidrasi dan perubahan status mental
Pemeriksaan diagnostik ↑ glukosa serum (biasanya > 600 mg/dL) ↑ Osmolalitas serum (biasanya > 350 m0sm/L) Tanpa ketoasidosis ↑ BUN dan kreatinin; Na mungkin ↑, ↓, atau normal bergantung pada derajat hiperglikemia dan derajat dehidrasi
Penatalaksanaan Hidrasi agresif : baik salin normal atau ½ salin normal bergantung pada derajat volume dan deplesi H20 bebas Insulin dosis rendah (misal, 0,05 U/kg/jam)
HIPOGLIKEMIA Etiologi pada diabetikum Kelebihan insulin, obat per oral, lupa makan, gagal ginjal (↓ bersihan insulin), hipotiroidisme Etiologi pada non-diabetikum ↑ insulin : insulin eksogen, sulfonilurea, insulinoma, antibodi reseptor insulin atau antiinsulin ↓ produksi glukosa : hipopituitarisme, insufisiensi adrenal, defisiensi glukagon, gagal hati, alkoholisme Postprandial (setelah makan) Manifestasi Klinis (glukosa < ~ 55 mg/dl) SSP : sakit kepala, perubahan penglihatan dan status mental, kelemahan 0tonom : diaforesis, palpitasi, tremor
206
Langkah kerja 72 jam puasa dan dengan glukosa darah yang terpantau BUN, kreatinin, uji fungsi hepar, uji fungsi tiroid Pada saat hipoglikemik : insulin, peptida C (↑ pada insulinoma dan sulfonilurea, insulin eksogen), kadar sulfonilurea, dan lGF-ll Antibodi anti-insulin
● GANGGUAN LIPID ●
Hiperlipidemia Primer Gangguan Hiperlipidemia
Keterangan ↑ TG dan/atau kolesterol karena ↑ apo B dan ↑ VLDL yang
gabungan familial
berhubungan dengan obesitas dan diabetes
Hipertrigliseridemia
↑ sintesis TG, berhubungan dengan obesitas dan diabetes
familia Hiperkolesterolemia
↑ kolesterol karena reseptor LDL yang rusak
familial Disbetalipoproteinemia ↑ TG dan kolesterol karena apo E yang rusak familial
Hiperpilidemia Sekunder Kategori
Gangguan
Endokrinopati
Hipotiroidisme (↑ LDL, ↑ TG) Diabetes (↑ TG, ↓ HDL) Sindrom Cushing (↑ LDL)
Penyakit Ginjal
Uremia (↑ TG) Sindrom Nefrotik (↑ LDL)
207
dengan
Risiko klinis 1 Faktor risiko terhadap PJK
Pedoman NCEP Mengawali Mengawali terapi Diet obat > 160 mg/dL > 190 mg/dL
Tujuan terapi < 160 mg/dL
2 faktor risiko terhadap > 130 mg/dL > 160 mg/dL < 130 mg/dL PJK > 100 mg/dL > 130 mg/dL < 100 mg/dL PJK Pedoman diet, obat, dan tujuan terapi berdasarkan pada LDL. Faktor risiko : laki-laki 45 atau perempuan 55, merokok, hipertensi, diabetes, fungsi hati terganggu, HDL < 35. Apabila HDL > 60 kurangi 1 faktor risiko (JAMA 269 : 3015, 1993)
Penatalaksanaan Obat
LDL
Statin
20-60 % ↑ 5-10 %
Resin
20 %
Fibrates
↓ 5%
HDL
↑ 5%
TG
Efek Samping
↓ 10-20 % Hepatitis Miopati ↑? Distres saluran cerna
↑ 10-20 %
↓ 30 %
Asam Nikotinik ↓ 10-20 % ↑ 15-20 %
↓ 40 %
Distres saluran cerna Miopati (apabila dengan statin) Faushing (kemerahan), pruritus Distres saluran cerna, ↑ glukosa, gout, hepatitis
GERIATRI DAN GERIONTOLOGI DI INDONESIA PENDAHULUAN
208
Penyakit Hati
Hepatitis akut (↑ TG) Sirosis biliaris primer (↑ LDL)
Gaya Hidup
0besitas (↑ TG, ↓ HDL) Alkoholisme (↑ TG) Merokok (↓ HDL) Pil kontrasepsi oral (↑ TG) Gaya hidup yang menetap (↓ HDL)
Kata geriatrics utuk pertama kali diberikan oleh seorang dokter Amerika, lgnaz Leo Vaschers pada tahun 1909. geriatric (geriatrics= geriatric medicine) berasal dari kata – kata geros (usia lanjut) dan iateria (=mengobati). Geriatri merupakan cabang gerotologi. Gerontology ini dibagi menjadi : A. Biology of aging B. Social gerontology dan C. Geriatric medicine, yang mengupas problem – problem klinis orang – orang usia lanjut. : Definisi Geriatri medicine yang banyak dipakai adalah sebagai berikut : Geriatrics is the branch of general (internal) medicine concerned with the clinical, preverentive, remedial and social aspects of illiness in the elderly. DEMOGRAFI Menurut laporan data penduduk internasional yang dikeluarkan oleh Bureau of the Census USA (1993) dilaporkan bahwa lndonesia pada tahun 1990 sampai 2025 akan mempunyai kenaikan jumlah usia lanjut sebesar 414%, suatu angka paling tinggi diseluruh dunia. Sebagai perbandingan. Kenya 347%, brasil 255%, lndia 242%, cina 220%, jepang 129%, jerman 66%, dan swedia 33%. Pertambahan penduduk usila di lndonesia dan brasil diproyeksikan naik masing – masing melebihi 20 juta orang, sedangkan kenaikan kira – kira setengah jumlah tersebut terjadi masing – masing di Meksiko, Nigeria dan Pakistan. lndonesia diharapkan beranjak dari urutan ke-5 atau ke-6 pada tahun 2020 sebagai Negara yang banyak populasi usilanya (WH0, 1989). Bahkan dengan terpecahnya USSR, indnesia akan menduduki urutan ke-4 atau ke-5 KESEHATAN GOLONGAN USIA LANJUT Golongan usia lanjut menggunakan dana perawatan kesehatan lebih banyak dibandingkan dengan orang – orang muda, sehingga mengakibatakan kenaikan biaya pelayanan kesehatan, baik berupa perawatan kesehatan di rumah sakit ataupun perawatan mereka dip anti – panti rawat usia lanjut bagi yang mengidap penyakit kronik. Kesehatan dana status fungsional seorang usia lanjut ditentukan oleh resultante factor – factor fisis, psikologis dan social-ekonomis orang tersebut. Penting kiranya dicatat pula saebanyak 13 l yang dikemukakan oleh Solomon dkk (UCLA conference, 1988) yaitu kemunduruan dan kelemahan yang biasanya diderita oleh kaum usila, seperti yang terlihat pada table 1 yang ditulis menurut aslinya dalam bahasa inggris. Tabel 1. kemunduran dan kelemahan yang diderta usila (13 i) 1 immobility 2 instability (falls) 3 intellectual impaiment (dementia) 4 isolation (depression) 5 incontinence 6 impotence 7 immuno-defeciency 8 infection 9 inanion (malnutrition) 10 impaction (constipation) 11 latrogenesis 12 insomnia 13 impairment of: vision
209
hearing taste smell communication convalescence skin integrity DATA PENYAKIT PADA USIA LANJUT DI INDONESIA Pola penyakit pada orang berusia ≥55 tahun : Penyakit Per 100 pasien - Penyakit kardiovaskular 15,7 - Penyakit muskuloskeletal 14,5 - Tb paru 13,6 - Bronkitis, asma 12.1 - lnfeksi saluran napas akut 10,2 - Gigi, mulut dan saluran cerna 10,2 - Penyakit syaraf 5,9 - lnfeksi kulit 5,2 - Malaria 3,3 - lnfeksi lain 2,4 Dari penelitian bersama WH0-SEAR, laporan lndonesia menyatakan mengenai macam penyakit dan kesehatan orang lanjut usia (60 tahun keatas) sebanyak 1203 orang yang dipilih secara random didesa dan kota. Hasil evaluasi activity of daily living (ADL) fisik menunjukan bahwa lebih dari 95 % responden dapat dan mampu menolong diri sendiri. Hal ini tak terbedakan antara pria dan wanita, tetapi bertambahnya usia berpengaruh nyata terhadap kemampuan tersebut.
210
GERIATRI DAN GERIONTOLOGI PENCEGAHAN
Geriontologi adalah ilmu yang mempelajari proses menua yang lahir dari kesadarn manusia atas adanya fenomen kelahiran, kemunduran dan kematian. Upaya pencegahan primer ditunjukan pada timbulnya risiko untuk mendrita sakit, misalnya dengan jalan imunisasi; pencegahan sekunder berupa upaya deteksi dini yang diikuti dengan terapi yang sesuai misalnya pada, hipertensi; pencegahan tersier dimaksudkan untuk memperlambat jalan penyakit agar dapat mengurangi hendaya (disability) yang timbul, memerlukan uji penyaringan (screening test) dan uji pengkajian (assesment test) untuk identifikasi masalah.uji penyaringan adalah suatu prosedur uji pemeriksaan untuk identifikasi secara cepat resico – resico ke arah kondisi kronik dari yang ringan sampai kepada yang berat. Sebagai contoh, pemeriksaan mamografi untuk mengtahui apakah diperlukan tindakan biopsi. Pengkajian adalah pemeriksaan yang lebih menyeluruh dan terinci untuk penyusnan diagnosis, rencana pengobatan yang rasional dan saran – saran lain yanng diperluakan baik dibidang psikologi, sosial, ekonomi, maupun lingkungan serta perawatan lanjutan. Kondisi kronik Upaya Pencegahan Hipertensi Kurangi konsumsi garam dan kurangi kelebihan berat badan Penyakit jantung koroner dan strok Pengobatan hipertensi Hentikan merokok Kurangi kelebihan berat badan Kurangi kosumsi lemak jenuh/kolesterol Latihan aerobic Kanker Hentikan merokok Kurangi konsumen lemak Kurangi konsumen makanan pengawet garam/asap Penyakit paru – paru obstruktif kronik
Hentikan merokok
Diabetes melitus tipe-2
Turunkan kelebihan barat badan Kurangi konsumen lemak jenuh/kolesterol lkuti diet DM dengan teratur
0steoporosis
0lah raga teratur Hentikan merokok Hindari konsumsi alcohol berlebihan Makanan tinggi kalsium
0steoartritis Kolelitiasis
Turunkan kelebihan berat badan Turunkan kelebihan berat badan
1. Imunisasi
211
lmunisasi merupakan pencegahan primer dan sangat penting dalam menurunkan angka morbiditas usia lanjut. Bebrapa penyakit yang perlu vaksinasi antara lain tetanus dengan menggunakan toksoid tetanus, influenza bagi mereka yang mempunyai kondisi kesehatan risikp tinggi seperti pasien penyakit paru kronik, penyakit jantung, ginjal, dan penyakit – penyakit metabolik1 2. Pencegahan Beberapa Penyakit a. Hipertensi Pengobatan hipertensi yang terdapat pada usia lanjut dapat menurunkan komplikasi hipertensi secara nyata, misalnya strok. Bahkan penurunan tekanan darah sampai 160/90 mmHg sudah dapat menurunkan angka kematian sampai dengan 27%. b. Kanker payudara Deteksi ini adanya kanker payudara dapat dilakukan dengan cara yang lazim dipergunakan yaitu mulai dengan perabaan sendri, pemeriksaan oleh tenga medis, ataupun melalui mamografi. c. Kanker leher rahim Diperkirakan sekitar 40% kematian akibat kanker keher rahim diderita oleh usia lanjut. Tingginya angka tersebut kemungkinan disebabkan oleh kebiasaan melakukan Pap Smear secara berkala pada usia yang lebih muda belum atau tidak pernah dikerjakan. d. kanker kolon deteksi dini kanker jenis ini termasuk tidak mahal yaitu dengan pemeriksaan adanya darah pada tinja. Anjuran pencegahan dapat melalui diet dengan konsumsi rendah lemak, banyak serat, buah – buahan cukup, ada menghindari rokok. 3. Kelemahan Organik Untuk mengetahui adanya kelemahan organic (impairment) dilakukan pemeriksaan petugas medis dan secara subyektif menurut pengalaman yang bersangkutan sendiri. Kelemahan pendengaran dapat menyebabkan pasien berperilaku mirip demensia atau depresi. Kelemahan umum pada usia lanjut yang tidak spesifik pada satu organ lazim disebabkan oleh kondisi malnutrisi yang berlarut – larut, kemungkinan karena penyakit kronik, keganasan atau perawatan yang tidak memadai. Kebalikan dari kurang energi kronik adalah obesitas atau kegemukan yang dapat mengundang factor risiko yang nyata seperti hipertensi, diabetes mellitus tipe 2, kolelitiasis,dll. 4. Faktor – factor risiko karena Pengaruh Lingkungan Sosial e. Merokok Telah banyak diteliti akibat yang merugikan kesehatan karena merokok, tercatat bebrapa kondisi seperti penyakit kanker paru kronik, penyakit jantung koroner, kanker paru berhubungan dengan kegiatan merokok. f. Alkohol Ketergantungan pada minuman beralkohol di kalangan usia lanjut disebut kurang dari 5% dari pada kelompok usia muda.kampanye untuk menhindari minuman tersebut perlu ditigkatkan karena adanya problem fisis dan psikiatrik yang ditimbulkan seperti antara lain malnutrisi, sirosis hati, kardiomiopati, gastritis atrofikatrikan dan dana untuk yang berat dapat menurunkan kemampuan kognitif. g. Jatuh (Falls) Penyebab jatuh sangat kompleks mulai dari gangguan system visual, auditif-
212
vestibular, saraf, kardiovaskular, metabolic, psikologis, efek samping obat dan lain – lain.
musculoskeletal,
gangguan
PROSES MENUA, TEORI DAN IMPLIKASI KLINISNYA PENDAHULUAN Proses menua adalah sebuah proses yang mengubah orang dewasa sehat menjadi rapuh disertai dengan menurunya cadangan hampir semua sistem fisiologis dan disertai pula dengan meningkatnya kerentanan terhadap penyakit dan kematian. Proses menua normalnya merupakan suatu proses yang ringan (benign), ditandai dengan turunya fungsi secara bertahap tetapi tidak ada penyakit sama sekali sehingga kesehatan tetap terjaga baik. Sebaliknya proses menua patologis ditandai dengan kemunduran fungsi organ sejalan engan umur tetapi bukan akibat umur tua, melainkan akibat penyakit yang muncul pada umur tua. Tiga hal fundamental yang berkaitan dengan kesamaan dalam pola proses menua pada hampir semua spesies mamalia. Kedua, laju (rate) proses menua ditentukan oleh gen yang bervariasi antarspesies. Ketiga, laju proses menua tersebut dapat diperlambat oleh restriksi kalori, paling tidak pada hewan tikus. Banyak hal dimasa lalu yang diduga merupakan akibat proses menua ternyata berhubungan dengan proses penyakit yang faktor – faktor risikonya sebenarnya dapat dimodifikasi seperti diet, merokok, alkohol, dan pajanan lingkungan. TEORI PROSES MENUA Dari berbagai teori yang dikemukakan untuk menjelaskan proses menua, sebagian besar dapat dikelompokan ke dalam 2 kelompok, yakni, teori genetik dan teori akumulasi kerusakan. Teori genetika mengasumsikan bahwa rentang hidup (life span) dan laju proses menua dikontrol oleh informasi di dalam meolekul DNA di dalam gen. Teori akumulasi kerusakan menyatakan bahwa laju proses menua ditentukan oleh kerusakan dalam molekul DNA, RNA, dan sintesis protein spesifik, enzim, dan juga mutasi somatik akibat terpajan terhadap berbagai pengaruh yang merusak seperti radiasi ion. Toeri proses menua dapat pula dikelompokan berdasarkan tingkat organisasi biologi didalam suatu organisme. Teori organ didasarkan pada fakta bahwa perubahan fungsi organ sejalan dengan usia tua. lde dasar teori ini adalah sebuah organ tunggal bertanggung jawab terhadap proses menua organisme secara keseluruhan. Diusulkan bahwa sistem imun atau saraf sentral mungkin memainkan peran penting.
213
PROSES MENUA BIOLOGIS
Proses Menua Organisme
PERUBAHAN BERBAGAI ORGAN AKIBAT PROSES MENUA NORMAL Perubahan yang berhubungan dengan proses menua normal sebagian besar merupakan akibat kehilangan atau penurunan secara bertahap. Kehilangan tersebut sebenarnya sudah dimulai sejak awal usia muda, tetapi padfa sebagian besar system organ, kehilangan tersebut baru bermakna secara fungsional setelah terjadi kehilangan yang besar. Perubahan fungsi kardiovaskular juga berkaitan dengan meningkatnya usia. Respons terhadap latihan jasmani berubah bersamaan dengan usia, meliputi denyut jantung yang menurun, volume ventrikel kiri akhir sistolik menigkat, dan berkurangnya ejection fraction ventrikel kiri. Presbiesofagus adalah berkurangnya
214
motilitas esophagus akibat proses menua yang menyebabkan menurunya peristaltic usus. Namun, gangguan motilitas yang berat hanya terdapat pada pross yang patologis. IMPLIKASI KLINIS PROSES MENUA Berbagai perubahan fisiologis terkait usia tentu memberikan implikasi klinis yang penting untuk dipahami. Adanya variasi antara individu merupakan gambaran penting proses menua yang perlu mendapat perhatian secara menua yang perlu mendapat perhatian secara seksana. Akibatnya, pendekatan algoritma, teknik triase, dan strategi pemeriksaan diagnostic tidak mungkin ditentukan hanya berdasarkan usia semata. lmplikasi kedua proses menua adalah bahwa system biologi sangat sedikit dipengaruhi oleh usia semata, melainkan lebih sering dipengaruhi oleh gaya hidup seperti meokok, aktivitas fisis, asupan nutrisi, dan kondisi ekonomi. Melalui pengkajian yang holistic akan dapat ditetapkan berbagai factor predisposisi dan factor pencetus, serta hendaya yang dapat merupakan masalah utama atau pemberatan yang harus segera diselesaikan karena dapat menimbulkan berbagai komplikasi serius dan fatal pada pasien usia lanjut. Dalam pengelolaan pasien geriatric, perlu diingat bahwa kemampuan individu usila untuk befungsi tergantung pada kombinasi karakteristik usila ( misalnya motivasi, toleransi terhadap nyeri ) dan tempat di mana usila diharapkan berfungsi. Tidak kalah pentingnya adalah berbagai upaya pencegahan seperti gaya hidup yang baik dan benar, nutrisi yang baik dan seimbang, tidak merokok, lingkungan yang sehat, yang seyogyanya sudah dimulai sendiri mungkin sebelum seseorang memasuki usia lanjut, bahkan sejak kanan – kanan agar proses menua dapat berlangsung dengan normal. Bila kondisi tersebut dimungkinkan dapat diharapkan seseorang dapat menjalani masa tuanya dengan kualitas hidup yang lebih baik. ( Ilmu Penyakit Dalam UI )
PSIKOMATIS SALURAN PERNAPASAN KELAINAN DIFUSI Sebab-sebab berkurangnya kapasitas difusi 1. Blok kapiler-alveolus: - Edema paru - Fibrosis paru - Lesi infiltrtaif misalnya sarkoidosis 2. Berkkurangnya daerah tempat berdifusi - Emfisema - Emboli paru multipel
215
Daya penyesuaian paru Merupakan ukuran terhadap elastisitas paru. Daya penyesuaian paru menjadi berkurang bila paru-paru menjadi kaku abnormal karena kongesti vena paru atau terdapatnya lesi infiltratif atau fibrotik pada paru. ANALISA GAS DARAH Nilai-nilanya mesti disesuaikan dengan nilai normal yang diharapkan pada masing-masing subjek misalnya pada bayi, orang tua, wanita hamil. Hipoksia, adalah defisiensi oksigen pada suatu tempat tertentu. Hipoksemia adalah defisiensi oksigen dalam darah.
Sebab-sebab hipoksemia 1. Kelainan paru-jantung - Hipoventilasi - Rasio ventilasi/perfusi abnormal - Gangguan difusi - Shunt vena ke arteri 2. Berkurangnya p02 dalam darah udara yang diinspirasikan misalnya pada tempat yang tinggi. 3. Berkurangnya hemoglobin aktif misalnya pada keracunan gas arang batu. Dispnea adalah kesadran seseorang akan perlunya pertambahan usasaha untk bernafas. Hipoventilasi adalah berkurangnya ventilasi paru menyebabkan hiperkapnia. Pernapasan kussamaul (lapar akan udara): Terjadi pada asidosis (uremia, diabetes militus) karena rangsangan terhadap pusat pernapasan.
DEFISIENSI-EFISIENSI PADA PENYAKIT PARU YANG SERING DIJUMPAI Bronkhitis kronis simpleks Pertambahan volume sekresi bronkial yang bersifat seperti lendir secara kronis atau berulang dan cukup unutk menyebabkan ekspektorasi.
216
Bronkitis kronis obstriktif Bronkitis yang disertai penyempitan ang luas dan menetap dari saluran napasintrapulmonar, paling tidak pada saat ekspirasi, yang menyebabkan bertambahnya hambatan terhadap alian udara.
Asma Ditandai oleh berbagai tingkat dispnea, sering mendadak, disebabkan oleh penyempitan yang luas dari bronkiolus.
Emfisema Ditandai oleh membesarnya rongga udara distal dari bronkiolus terminal, dengan destruksi dinding alveoli.
SALESMA AKUT (THE COMMON COLD = ACUTE CORYZA) lnfeksi virus akut oleh salah satu dari 30 rhinovirus yang berbeda maupun leh banyak tipe dari adenovirus. Karena itu imunitas sulit diperoleh karena besarnya varian organisme. Selain dari itu, virus-virus juga berubah status antigenitasnya sewaktu menular kepada penjamu (host) lain. Ditandai oleh: Pembengkakan mukosa hidung dan nasofarings Demam Sakit kepala Bersin-bersin
217
Pengeluaran ingus dan hiddung tersumabat Batuk Malaise Mata merah dan berair lnfeksi bakteri sekunder terjadi setelah beberapa hari, merubah sekret yang tadinya bening menjadi muko-purulen. Komplikasi yang sering terjadi adalah laringitis, trakeobronkitis dan otitis media. Pengobatan Tirah baring, minum-minuman hangat, antiseptik-analgesik (misalnya aspirin), dapat meringankan. Antihistamin denagn pseodoefedrin (misalnya Aktifed) ntuk meringankan sekresi hidng kadang-kadang berguna.
SINUSITIS AKUT Sering merupakan kelanjutan dari selesma. Disebabkan karena infeksi lapisan mukosa dari sinus paranasal. Sekresi muko-purulen yang kental memenuhi rongga-rongga itu yang memang tidak memiliki saluran yang baik. Timbul rasa nyeri pada sinus yang terkena dan demam yang tidak begitu tinggi. Pada sinusitis maklsilaris, gigi molar maksilaris mungik mensderitaa periodontitis.
Pengobatan Antibiotik, untuk membrantas infeksi sekundr. Antipiretik-analgesik, sedotan hidung yang mengandung obat, dan tetes hidung yang mengandung efedrin untuk mengkerutkan selaput lendir yang bengakak dan untuk mempermudah pembuangan lendir dari sinus. Kadang-kadang diperlukan tindakan bedah.
SINUSITIS KRONIS Biasanya didahului oleh sinusitis akut. Terrdapat pengeluaran lendir yang muko-purulen terus menerus ke dalam hidung atau nasofarings (post-nasal drip) dan sering disertai sakit kepala.
Pengobatan
218
Antibiotik efedrin tetes hidng dan mugkin, tindakan operatif untuk mempermudah pengeluaran sekret dari sinus-sinus.
DEMAM SERBUK SARI (Hay Fever = Rinitis Alergik) Respon peradangan yang bersifat alergik pada mukosa hidng. Biasanya yang menjadi antigen adalah serbuk-serbuk sari rumput, bunga-bungaan atau dari pohin-pohonan. Jadi kejadian penyakit akan lebih tinggi pada musim semi dan pada awal musim panas.
Pengobatan Antihistamin per oral atau sodium cromoglycate yang dihisap. Program desensitisasi denagn suntikan-suntikan intra-dermal dari ekstrak serbuk sari kadang-kadang bermanfaat pada kasus-kasus tertentu. TONSILITIS lnfeksi pada tonsil (kumpulan jaringan limfoid yang dilapisi epitel dalam tenggorokan). Terdapat demam yang bervariasi, sakit tenggorokan dengan rasa nyeri pada waktu menelan, mungkin sakit kepala dan muntah, terutama pada anak-anak. Tonsil membesar dengan eksudat seperi krim dan kelenjar getas\h bening leher anterior membesarf. Sering disbabkanoleh virus. Penyebab infeksi bakteri yang penting adlah oleh streptokok beta-hemolitik grup A dari Lancefield, yang juga dapat menyebabkan skarlatina (scarlet fever), glomerulonefritis akut dan demam rematik. Diagnosis dibuat dengan biakan dan tes kepekaan anti biotik dari bakteri yang diperoleh dari sediaan apus tenggorokan.
Pengobatan Untuk infeksi oleh sterptokok beta-hemolitik, suntikan intra muskular penisilin digunakann untuk sredikasi organisme dan untuk mencegah komplikasi-komplikasi seperti nefritis dan demam rematik. Tirah baring, obat kumur-kumur, dan antipiretik analgesik dapat meringankan rasa sakit.
SAKIT TENGGOROKAN (Sore Throat)
219
lni adalah gejal umum dari infeksi saluran napas bagian atas. Penyakit-penyakit khusus yang penting adalah: 1. tonsilitis virus atau streptokok 2. Demam kelnjar (Glandular fever = Mononukleosis infektil) Penyakit virus ini ditandai oleh demam yang tidak terlalu tinggi, malaise, sakit tenggorokan dan limfadenopati yang nyata. Terdapat sel-sel darah putih yang abnormal yang khas pada sediaan apus darah. Fase akut berlangsung selama 2-3 minggu tetapi mungkin masa penyembuhannya agak lama. Pembesaran hati dengan ikterus dapat terjadi, demikian pula pembesaran limpa dan ruam kulit. Penyakit ini dapat memberikan reaksi serologi WR positip palsu. 3. Diskrasia darah Terdapat gangguan fungsi atau kekurangan jumlah sel-sel darah putih yang menyebabkan terjadinya infeksi dimana-mana. Tenggorokan sering menjadi sasaran pertama seperi misalnya pada lekemia akut, anemia aplastik, dan agranulositosis. 4. Angina Vincent Suatu bentuk yang jarang dari faringitis ulserartif yang disebabkan oleh Borellia vincent dan Bacillus fusiformis yang terdapat diintifikasi dari sedian apus tenggorokan yang diwarnai. Tetapi yang efektif adlah dengan metronidazole per oral. Bila terjadi obstruksi jalan napas, perlu perawatan segera dirumah sakit.
5. Difteria Tenggorokan dan tonsil terinfeksi oleh Corynebacterium diptheriae, yang dapat diidentifikasi dari sediaan apus tenggorok yang diwarnai. Terdapat selaput kelabu yang lengket, menutupi tonsil (membran difterik). Jika menngenai laring, dapat terjadi kematian akibat tercekik. Penyakit yang serius ini sekarang jarang terlihat di inggris oleh karena adanya program imunisasi.
220
LARINGITIS Laringitis akut sering menyertai infeksi saluran napas bagian atas termasuk selsma. Batuk kering yang terasa nyeri dengan suara parau dan hilangnya suara. Laringitis kronik: lnfeksi kronik pada laring misalnya oleh tuberkulosis atau sifilis jarang terjadi. Penyebab suara yang serak adalah karisnoma laring atau kelumpuhan pita suara. Untuk menegakan diagnosism, diperlukan pemriksaan dengan laringoskop.
Pengobatan Mengistirahtkan pita suara dan dengan pemberian obat antinyeri biasanya telah mencukupi. Pada infeksi bakteri, antibiotik yang tepat harus diberikan.
OBSTRUKSI LARING Lebih sering pada anak-anak karean laringnya sempit. 1. lnhalasi benda asing misalnya gigi, permen,. 2. Spasme laring—karena adanya iritasi dari misalnya gas yang bersifat merangsang. Beberapa obat cenderung dapat menyebabkan spasme laring misalnya eter atau golongan barbiturat yang disuntikan intra vena. 3. edema—baik ole3h peradangan atau alergi (angio edema). 4. Difteria
Pengobatan Mengeluarkan benda asing. Tindakan segera mungkin dibutuhkan untuk melancarkan jalan napas di sebelah bawah tempat terjadinya obstruksi (trakeostomi). Untuk spasme laring, berikan oksigen dan jika mungkin menghilangkan penyebabnya. Pada peradangan, hilangkan edeam dengan steroid dan terapi antibiotik jika perlu. PENYAKIT-PENYAKIT PADA BRONKUS
221
BATUK Gejala yang umum terapat pada penyakit bronkus dan trakea. Sifat-sifat dan kwalitas dahak yang dihasilkan, berguna untuk menegakan diagnosis. Batuk kering Mungkin karean gelisah atau kebanyakan m,erokok. Juga terdapat pada radang paru atau tuberkulosis dini, bronkitis akut karena virus, misalnya influenza atau salesma. Batuk produktif Mungkin menunjukan adanya infeksi. Terdapat campuran berbagai lendir dan nanah. Hal ini merupakan tanda bronkitis kronik atau fase akhir dari bronkitis akut. Bronkiektasis sering menghasilkan sputum muko-purulen yang berbau. Pada semua keadaan radang ini, pembuluh-pembuluh darah dapat menjadi rusak dan pada dahak akan ada bercak-bercak darah,(hemoptisis) . Penyakit jantung pada sebelah kiri (misalnya stenisis mitral dan gagal jantung) sering pula menyebabkan batuk. Edema paru disebabkan oleh karena gagal jantung kiri, dihubungkan dengan banyak sputum berbusa dan berwarna merah jambu oleh adanya darah. Bronkitis akut Merupakan penyakit yang umum dan dapat menyerang segala umur. Sering setelah influenza, selesma, campak atau batuk rejan. Batuk mula-mula kering dan tidak produktif.lama kelamaan batuk menjadi produktif disertai dengan sputum muko-purulen berwarna kuning. 0bstruksi bronkus yang terjadi menyebabkan suara napas seperti bunyi siulan. Ronki kering atau basah dapat terdengar denagn stetoskop. Pada orang tua atau lemah, dapat berkembanng menjadi bronkopneumonia. Hal ini dapat menyebabkan hipertensi pulmonal dan selanjutnya kegagalan jantung kanan.
Pengobatan Tirah baring, obat yang mengandung kodein untuk mengatasi batuk-batuk dan antibiotik seperti trimetoprim—sulfametoksazol untuk membrantas infeksi bakteri sekunder.
Bronkitis Kronik
222
Disebabkan oleh merokok, polusi udara, dan hawa yang dingin serta lembab. Biasanya yang terkena adalah orang pada usia pertengahan atau orang-orang tua. Terdapat gejala batuk, dan cepat lelah dengan dispne (sesak napas). Sering terjadi eksaserbasi akut. Dahak mungkin bersifat mukoid pada tahap kronik tetapi pada fase akut disertai nanah. Jelas terdapat 'wheezing' yang disebabakan oleh obstruksi bronkus dan spasme bronkus (asma). Ronki kering dan ronki basah terdengar dengan stetoskop. Bronkopneumonia dan penyakit jantung-paru merupakan komplikasi-komplikasi yang paling sering terjadi.
Pengobatan Ekspektoan ntuk menghilangkan sekret yang kentalo, disertai dengan bronkodilator (misalnya aminofilin) per oral atau melalui inhalasi untuk menghilangkan spasme bronkus. Sputum yang purulen merupakan indikasi untuk pemberian antibiotik (misalanya ampisilin atau amoksisilin). Fisioterapi untuk mempermudah pengeluaran sekret dapat membantu. Penyakit kronik dan sepsis pada rongga mulut harus dihilangkan.
Asma Asma ditandai oleh serangan-serangan sesak napas (dispne) hebat yang disertai 'wheezing'. Spasme dari bronkus menyebabkan ekspirasi menyebabkan ekspirasi sukar tetapi inspirasi realtif tidak berpengaruh. Jadi paru-paru penuh denagn udara, dan menyebabkan dada berbentuk seperti tong (barel-shaped). Usaha sekuat-kuatnya yang dilakukaan pasien untuk mengosongkan paru-paru, membuat pasien menjadi lelah. Serangan-serangan timbul secara mendadak dan dapat berlangsung selama 1jam atau lebih. Diantaa waktu serangan pasien mungkin merasa sehat, tetapi bila penyakitnya tealh lama mungkin terjadi infeksi atau emfisema. Penyakit ini sering telah mulai sejak masa anak-anak. Faktor-faktor yang mungkin amat mempengaruhi: 1. lnfeksi cabang-cabang bronkus 2. Alergi terhadap debu, serbuk sari atau bulu binatang dapat merupakan faktor pencetus pada orang-orang yang peka. Suntikan desensitisasi mungkin ada gunanya.
223
3. Faktor psikologik seperti ansietas atau sters. Serangan-serangan yang hebat dan berlangsung lama (satatus asmatikus) dapat menyebabkan sianosis. Mungkin terjadi penurunan kesadaran bahkan kematian. Seranganserangan akut semacam itu diobati denagn steroid atua bronkodilator intra vena, seperti aminofilin.
EMPISEMA Disini paru-paru kehilangan elastisitasnya akiabt infeksi yang berulang dan terjadinya jaringan fibrotik dari epitel paru yang mengalami kerusakan. Dinding alveoli memcah dan membentuk rongga udara yang lebar. Sering kali dihubungkan dengan bronkitis kronis dan asma.akibat dari fibrosis dan hilangnya epitel alveoli, maka masuknya oksigen dari paru-paru kepembuluh darah paru, terganggu. Jadi terdapat pengurangan kapasitas paru dari pasien disertai dengan sesak napas. Bronkopneumonia sering terjadi pada paru-paru yang rusak seperti itu.
Pengbatan Fisioterapi untuk memperbaiki ventilasi paru-paru dan mengeluarkan benda-benda mukoid. lnfeksi saluran napas akut memerlukan pengobatan denagn antibiotik. Emfisema sering menjadi progresif dan rentan terhadap pengobatan.
Penyebab emfisema Setempat 1. Kongenital 2. sebagai kompensasi akibat adanya paru, jaringan parut atau reseksi paru 3. oklusi bronkus sebagian: - benda asing - neolasma - limfadenopati peribronkial menyeluruh
224
1. idiopatik ('primer') 2. sekunder dari bronkitis kronik---- asma kronik atau pneomokoniosis 3. senil (fisiologis) 4. jarang-jarang bersifat fanilial (kadang-kadang disebabkan oleh defisiensi anti-tripsin). SUMBATAN PADA BRONKUS Dapat terjadi melalui salah satu dari 3 kemungkinan (seperti pada saluran obstruksi pada oragan berongga): 1. Sumbatan pada lumen Dapat karena terhirupnya benda asing misalnya gigi, permen, atua darah. Makanan atau muntahan dapat terhirup oleh pasien yang tidak sadar. Benda asing seperti gigi biasanya tersangkut pada bronkus sebelah kanan karena bronkus kanan lebih vertiakl posisinya dibanding dengan yang kiri. 2. Pembengkakan dinding bronkus Penyebab paling sering adalah kerisnoma bronkus 3. Lesi desak ruang (space accupying lesion) diluar bronkus misalnya pembesaran kelanjar getah bening atau aneurisma aorta.
Komplikasi sumabtan pada bronkus 1. kolaps sebagian paru Udara pada bagian distal dari obstruksi diabsorpsi ke dalam darah, dan bagian paru itu tidak terisi udara kembali pada waktu bernapas. Jiak bagian tersebut cukup besar, maka akan terjadi dispne dan sianosis. Jika kecil, mingkin tanpa gejala. 2. Infeksi mungkin timbul pada bagian paru yang tidak mendapat ventilasi 3. Pembentuakan abses dapat terjadi setelah terjadinya infeksi, karena tidak memungkinkan drainase. 4. Bronkietasis terjadi sebagai akibat campuran dari obstruksi dengan infeksi yang menyebabkan bronkus kecil yang menjadi lemah, berdilatasi membentuk tonjolan seperi kantung.
Pengobatan
225
Menghilangkan obstruksi dengan pembedahan. Terapi dengan antibiotik diberikan dan apabila ada abses diperlukan drainase dengan tindakan bedah.
BRONKIEKTASIS Dilatasi bronkus, biasnya disertai dengan pernanahan bronkus yang terjadi berulang-ulang.
Patogenesis Tarikan yang kuat kearah luar terhadap bronkus dan melemahnya dinding bronkus karena peradangan, merupakan sebab yang terpenting.
Penyebab 1. lnfeksi -Bronkiolitis pada bayi -Campak atau batuk rejan pada anak-anak -Setelah kolaps bronko-pneumonik pada orang dewasa -Sering terjadi pada TB post-primer, tetapi di apeks, karena itu infeksi sekunder jarang terjadi. 2. Stenosis atau okulasi bronkus -Adenoma atau karisnoma -Benda asing atua serangan asma -Limfadenopati 3. Aspergilosis 4. Mukovisidosis 5. Bawaan 6. Banyak kasus yang idiopatik
Gambaran klinik 1. Gejala kalsik—batuk dengan banyak sputum yang purulen, terutama pada perubahan posisi.
226
2. Tanda kalisk—krepitasi kasar setempat yang menetap. 3. Mungkin asimotomatik 4. Malaise, demam intermiten, halitosis 5. Kehilangna berat badan atua k egagalan pertumbuhan. 6. Dispne, sianosis atua 'clubbing' 7. Batuk darah (bronkiektasis kering') 8. Tanda-tanda kolaps atau fibrosis 9. Sering terjdi bersamaan dengan sinusitis. Komplikasi 1. Radang par-paru yang terjadi berulang-ulang sete;ah infeksi saluran napas bagian atas. 2. Radang selaput paru (pleuritis) kering yang timbul berulang 3. Batuk darah berat 4. Abses paru, empiema atua abses otak 5. Kor pulmonale 6. Amiloidosis RADANG PARU-PARU (PNEUMONIA) Klasifikasi anatomik 1. Lobar (lobus) Disebabkan oleh organisme virulen seperti pneumokokus epidemik (misalnya tipe 3) stafilokokus aureus atau friedlander (klebsiela) 2. Segmental (pneumonia aspirasi benigna) Disebabkan oleh organisme bervirulensi rendah. Sering terjadi setelah infeksi saluran napas bagian atas.
3. Lobullar ('bronkopneumonia' jika nilateral)
227
Terjadi pada bayi-bayi dan orang-orang tua atau penderita yang lemah. Disebakan oeh Haemophilus influenzae, 'carrier' pneumokok, sterptokok, TBC.
Klasifikasi etiologik 1. infeksi 2. alergi 3. zat kimia 4. agen fisik Dalam mencari penyebab radang paru-paru, harus diingat kemungkinan akan: 1. Adanya penyakit paru-paru sebelumnya misalnya karsinoma bronkus, bronkiekatsis 2. Radang paru karena inhalasi 3. Adanya penyakit sistemik yang merupakan predisposisi seperti diabetes, sirosis atau agranulositosis 4. Benda asing yang tak tampak pada sinar tembus (isalnya kacang) Tanda-tanda obstruksi disfus saluran napas dan distensi paru 1. Inspeksi -Bertambahnya diameter AP dada -Pencekungan fosa supra-kalvikular selama inspirasi -Vena jugularis terisi selama ekspirasi 2. Palpasi -Terpakainya otot-otot tambahan (selama bernapas) -Waktu inspirasi trakea menurun -Gerakan paradoks dari tepi tulang iga 3. Perkusi Keredupan jantung dan hati berkuang 4. Auskultasi
228
Berkurangnya suara napas dan waktu ekspirasi paksa melebihi 4 detik TUBERKULOSIS Bakteriologi Disebabkan olehorganisme berbentuk batang, Mycobacterium tuberkulisis. Bakteri itu dapat idup untuk jangka waktu yang lama dalam keadaan kering karena memiliki sarung sperti lilin. Patologi Kontak pertama ddengan kuman ini menyebabkan reaksi radang—folikel tuberkular. lni terdiri dari kuman sel-sel retikulo-endotelial yang diinfiltrasi dengan sel-sel raksasa dan dikelilingi oleh limfosit. Nekrosis (perkijuan) terjadi pada pusat folikel. Penyatuan daari folikel-folikel seperti benjolan kecil, yang merupakan gambaran khas tuberkel, dari mana nam apenyakit ini di ambil.
TUBERKULOSIS PRIMER lni adalah reaksi yang terlihat pada seseorang yang sebelumnya tidak pernah kontak dengan kuman itu. Di paru-paru, bentuk lesi primer terdapat tepat dibawah pleura. Penyebaran limfatik membuat kelenjar getah bening regional terkena dan menyebabkan perkijuan. Lesi asal tetap tidak tampak. Lesi primer yang diusus, akan menyebabkan hal yang sama pada kelenjar getah bening regionalnya, yang akan mengalami perkijuan..
Gambaran klinik Seringkali tidak berarti walau mungkin terjadi gejala seperti 'flu' atau menurunnya berat badan. Juga, TBC primer tidak tampak pada foto sinar tembus abdomen kecuali jika telah terjadi perkapuran. Efusi pleura mungkin telah terjadi, dan pada anak-anak sering terdapat pembesaran yang cukup menyolok dari kelenjar getah bening mediastium yang dapat menyebabkan obstruksi bronkus.
229
Nasib dari lesi primer 1. Sembuh, melalui proses fibrosis dan perkapuran. Di paru fokus Ghon ini (suatu parut dalam lapangan paru, tepat di bawah pleura) dapat dilihat pada foto sinar tembus. lni adalah paling sering terjadi. 2. Terjadi bronkopneumonia tuberkulosa, jika suatu folikel memecah masuk ke dalam suatu bronkus, dan menyebabkan infeksi pada bagian lain dari paru. Timbul demam, keluar banyak keringat dan batuk. Sebelum ada onat antituberkulosis yang efektif, keadaan ini biasnya fatal. Dahaknya menyevbarluaskan penyakit. 3. Terjadi tuberkulosis miliar yang disebabkan oleh isi sebuah folikel masuk kedalam pembuluh darah. Dengan demikian kuman menyebar keseluruh tubuh. Timbul turbekelturbekel kecil yang multipel, menyerupai biji jawawut. Jika mengenai otak, terjadilah miningitis tuberkulosis. Dahulu tuberkulosis miliar juga fatal. 4. Menjadi tuberkulosis soliter yang juga karena penyebarluasan oleh darah, tetapi hanya sedikit kuman yang terlibat. Terjadi lesi soliter yang jauh letaknya dan pembedahn merupakan satu-satunya pengobatan. Misalnya tuberkulosis tulang atua tuberkulosis ginjal.
TUBERKULOSIS PASCA PRIMER Setelah pernah terinfeksi sekali, kontak berikutnya dengan tuberkulosis, menyebabkan reaksi yang berbeda yang disebabkan karena reaksi alergi maupaun reaksi imun. Alergi terhadap protein yang terdapat didalam sarungkukan, berkembang kira-kira 6 minggu setelah infeksi primer. lnfeksi dikemudian hari dengan tuberkulosis atau pada pecahnya suatu lesi primer yang telah menyembuh (misalnya setelah suatu pengobatan jangka lama dengan steroid) akan menghasilkan suatu lesi yang berbeda.
Gambaran klinik Bertambahnya frekuensi denyet nadi, kehilangan berat badan dan demam (sering pasien berkringat pada malam hari). Kemudaian timbul batuk-batuk dan sesak napas. Foto sinar tembus
230
dada memperlihatkan bayangan pada apeks paru yang disebabkan adanya kavitasi. Jika kavitasi merusak pembuluh darah, maka timbulah batuk darah.
Nasib dari lesi pasca primer 1. Dapat sembuh. 2. Dapat menyebar secara lokal dengan menimbulkan kavitasi dan pengkijuan 3. Jarang-jaang dapat merusak pembuluh darah dan menyebabkan tuberkulosis miliar.
Pengobatan Ada kemoterapi ang efektif, tetapi yang menjadi masalah adalah bila pasien merasa gagal minum obat. 0bat-obat yang berguna adalah PAS (para-amino-salicylic acid), isoniazid (isonoacotinic acid hydrazide), rifampicin, etambutol dan ethionamide.
Sebab-sebab kolapsnya paru 1. Kolaps absorpsi (disebabkan obstruksi bronkial komplit) -lntraluminal, misalnya karena benda asing, mukus atau bekuan darah -Mural, misalnya karisnoma bronkial atau adenoma -Ekstamural, misalnya karena limfadenopati peribronkial atau aneurisma aorta 2. Pneumatoraks atau efusi pleura. Sebab-sebab efusi pleura A. Transudat (cairan yang mengandung protein kurang dari 2g/100ml): 1. gagal jantung 2. sindroma nefrotik 3. kegagalan fungsi hati B Eksudat (kadar protein lebih dari 2g/100ml): 1. Radang paru-paru 2. Kegansan (karisnoma bronkial, karisnoma sekunder atau Hodgkin) 3. Tuberkulosis
231
4. lnfrak paru-paru 5. Penyakit kolagen-vaskular (terutama SLE) 6. Abses subdiafragma
Sebab-sebab pneumotoraks 1. Trauma 2. latrogenik misalnya karena torakosentesis atau pembedahan 3. Spontan (bulla subpleura, Emifisema, Asma, Tuberkulosis, Abses paru-paru, Pneumokoniosis)
Sebab-sebab edema paru akut 1. Gagal jantung kiri: Artial, misalnya karena stenosis katup mitral. Ventrikular, misalnya karena hipertensi atau infrak miokardium. 2. Cairan intra vena yang berlebih (overload) 3. Inhalasi gas yang bersifat iritan misalnya klorin 4. Radang paru-paru karena virus atua bakteri yang ganas 5. Emboli lemak.
Sebab-sebab yang paling banyak dari batuk darah Singkirkan kemungkinan hemp[otisis (perdarahan hidng dan sebagainya) Pernapasan 1. Karisnoma bronkus 2. Tuiberkulosis paru 3. Bronkitis 4. Bronkitiektasis 5. Abses paru-paru Kardiovaskular 1. lnfark paru-paru
232
2. Stenosis katup mitral 3. Kegagalan ventrikel kiri akut
Yang lebih jarang 1. Radang paru-paru, terutama karena pneumokok 2. Penyakit kolagen-vaskular, terutama poliarrteritis nodosa 3. Hemosiderosis paru idiopatik FIBROSIS PARU-PARU Disebabkan oleh infeksi kronik yang telah berlangsung lama atau karena inhalasi debudebu tertentu. lnfeksi kronik menyebabkan fibrosis, yang apabilacukup luas, dapat menggantikan sebagian besar jaringan paru normal. Seringkali berhubungan dengan bronkiektasis. Akibatnya, fibrosis itu menyebabkan paru-paru, mediastinum, bahkan dinding dada dapat mengalami distorsi. lnhalasi debu dapat menyebabkan peradangan kronik dan fibrosis. Debu terpenting adalah silika, yang menyebabkan silikosis. Tukang batu dan mereka yang menggunakan gerinda, paling sering terkena, juga penambang batu bara terutama yang mengandung antrasit. Pekerjaan absestos mempunyai resiko tambahan terhadap sejenis karisnoma (mesotelioma). Gambaran klinik Sesak napas dan sianosis yang makin lama makin bertambah hebat. Ada kecenderungan untuk sering terkena infeksi saluran napas.
Pengobatan Pengobatan terhadap keadaan yang telah tejadi, sulit. Yang penting adalah tindakan pencegahan. Apabila diperlukan beri antibiotik untuk mengatasi infeksi sekunder.
TUMOR-TUMOR PARU GANAS 1. Primer Karisinoma bronkus
233
Salah satu bentuk kanker yang paling sering. Lebih sering mengenai laki-laki walaupun insiden pada wanita kini makin bertambah. lnsiden terbanyak adalah pada kelompok umur 50-60 tahun. Lebih sering lagi pada perokok. Perubahanmaligna pada sel-sel epitel bronkus menimbulkan tumor yang berdiferensiasi rendah. Bronkus biasnya tersumabt dan bagian paru distal dari tempat obstruksi menjadi kolaps.
Gambaran klinis Bentuk yang menetap dan sesak napas yang makin bertambah. Bila terjadi ada sebagian paru yang kolaps, mungkin dapat menyebabkan infeksi, dan timbul rasa nyeri yang berasal dari pleura (menusuk) disertai radang dari paru kolaps. Keadaan ini tidak akan pernah sembuhsempurna kembali. Bentuk darah adalah gejala yang penting yang disebabkan oleh terjadinya perdarahan dari permukaan tumor yang luka. Metastasis sekunder mungkin merupakan tanda pertama yang dijumpai, dan mengenai tulang-tulang (termasuk mandibula), hati, kelenjar getah bening, otak atau dimana saja. Pengobatan Adalah dengan jalan pembedahan, kemoterapi dan radioterapi, tetapi umumnya prognosisnya buruk.
2. Tumor-tumor paru maligna sekunder Mungkin berasal dari jaringan epitel (karisnoma) atau jaringan ikat (sarkoma). Keadaan ini tidak jarang terdapat diparu dan biasnya lokasi primernya adalah di buah dada, ginjal, kelenjar tiroid, ataudi paru sendiri. Sarkoma, terutama dari tulang, paling sering bermetastasis ke paruparu. Metastasis-metastasis itu membentuk deposit-seposit yang dengan sinar tembus terlihat berbentuk seperti 'cannonball'. Pengobatan Pembedahan yang bersifat paliatif. Juga denagn kemoterapi dan radioterapi.
234
SINDROM VENA KAVA SUPERIOR Suatu tumor yang besar di mediastinum yang dapat menekan vena cava superior. Bendungan yang terjadi, dapat dilihat sebagai pelebaran vena di leher, sianosis dan edema pada separuh bagian atas tubuh. Vena-vena supervisial pada dinding dada melebar dan dapat terlihat jelas, karena mereka membentuk sirkulasi kolateral untuk mengatasi obstruksi pada vena cava. Masa desak ruang lainnya dalam dada dapat pula menyebabkan obstruksi vena kava, seperti misalnya pada pembesaran kelnjar getah bening pada penyakit Hodgkin.
Terapi oksigen Pada hipoksia menahun yang disebabkan oleh hipoventilasi (misalnya bronkitis kronik, asma), pC02 arteri meningkat dan bila mengobati dalam keadaan ini dengan oksigen dengan konsentrasi tinggi, dapat menyebabkan pusat pernapasan kehilangan kepekaan terhadap keadaan anoksia, dan akan menyebabkan narkosis dengan C02. 0leh karena itu haruslah digunakan oksigen yang berkadar rendah dengan 'mask'misalnya Venti-mask atau Edinburgh mask, disertai dengan analisis gas darah yang dilakukan berkali-kali (secara seri). Pada hipoksia karena gangguan pertukaran gas (misalnya pada radang paru-paru atau edema paru), diperlukan topeng (mask) dengan oksigen berkadar tinggi seperti misalnya Polymask.
*ALGORITME ACLS* Bagan 9-1. Algoritme ACLS VF, VT tanpa pulpus, PEA dan asistolik VT ATAU TANPA PULSE AKTlVlTAS ELEKTRlS ASISTOLIK TANPA PULSE Termasuk: EMD, irama RJP, intubasi, akses lV ABC dan RJP hingga tersedia ldioventriular dan defibrilator bradiasistolik Konfirmasi pada lebih dari 1 lead Defribrilasi sampai 3 kali RJP, intibasi, Akses lV (200J,330J,360J) periksa irama dan tanda vital setiap selesai Pikiran penyabab – dilakukan defrilasi penyebab yang Pikiran penyebab – revesible: penyebab yang revesible: Hipoksia, hiperkalemia, RJP, intubasi, akses lV Hipovolemia, Hipoksia, tamponade, tension hipokalemia, asidosis,
235
Epinefrin 1 mg IV setiap 3-5 menit Defibrilasi 360 J dalam 30-60 detik Obat lini kedua lihat di bawah Defibrilasi 360J dalam 30-60 detik Pola seharusnya drug-shock, drug-schock
Pneumotoraks, Ml masif, PE, hiperkalemia, asidosis, overdosis obat, hiporemia Epinefrin 1 mg IV Setiap 3-5 menit pertimbangkan dosis yang lebih tinggi pada protokol VF/VT lini kedua Atropin 1 mg IV Setiap 3-5 menit untuk bradikardi hingga mencapai dosis totalnya 0,04 mg/kg
overdosis obat, hipotermia Pertimbangkan pacu Transkutaneus segera Epinefrin 1 mg IV Setiap 3-5 menit untuk pertimbangkan dosis yang lebih tinggi pada protokol VF/VT lini kedua Atropin 1 mg Setiap 3-5 menit untuk bradikardi hingga mencapai dosis totalnya 0,04 mg/kg
OBAT LINI KEDUA VF/VT TANPA PULSE Urutan Standar: Lidokain 10-15mg/kg (dosis rata – rata 100 mg), ulangi dalam 3-5 menit Bretilium 5 mg/kg (dosis rata – rata 300-350 mg), ulangi dalam 5 menit dengan 10mg/kg (dosis rata – rata 700 mg) Magnesium sulfat 1-2 gram lV Prokainamid 30 mg/menit dengan dosis total 17mg/kg (dosis rata – rata 1 gram) Pada Ml akut pertimbangkan pula: Amiodaron 150 mg lV sekitar 10 menit Pilihan tambahan epinefrin: Dosis Epinefrin pada intyermediat (2-5 mg), meningkat (1 mg, 3mg,5mg) atau tinggi (0,1 mg/kg) NATRIUM BIKARBONAT Dosis: NahCo3 1 mg/kg lndikasi: Asidosis yang responsive-bikarbonat, overdosis TCA, alkalinisasi urine, waktu henti yang panjang PENATALAKSANAAN YPENYEBAB YANG REVESIBEL Hipovolemi: infuse volume Ml massif: terapi reperfusi, lABP Hipoksia: Ventilasi PE masif: trombolisis Tamponade:Perikardiosentesis Hiperkalime:NAHC03, kalsium,insulin Tension pneumotoraks: dekompresi Asidosis: NAHC03 jarum (diadaptasi atas izin dari Emergancy Cardiac Care Commitee and Subcommitees, American Heart Association, pedoman terhadap perawatan Jantung Darurat dan Resusitasi Kardiopulmonal.JAMA 268:2171, 1992,1992 America Medical Association.
236
Bagan 9-2. Algoritme Takikardia ACLS TAKlKARDl ABC akses lV, oksigen, tanda vital, EKG 12 lead, H&P,CXR Tidak stabil dengan BP rendah, neri dada, AMl dispnua, CHF atau perubahan pada setatus mental? -ya Takikardi Sinus tersingkirkan Kardioversi (lihat dibawah) jaringan diperlukan selama HR 150 Tidak atau borderline
Diotiazem Penyakit Beta hingga (beta-blockers) Vrapamil Digoksin Prokainamid Kuinidin Antikoagulan
Lidokain 1-1,5mg/kg lidokain 1-1,5 mg/kg ulangi0,5-0,75mg/kg ulangi 0,5-0,75 mg/kg setiap 5-10menit
Maneuver Vegal Adenosin 6mg,12mg,12mg pemberian lV secara cepat
setiap 5-10 menit hingga dosis maksimum 3mg/kg
dosis maksimum 3mg/kg
adenosin 6mg,12mg,12mg pemberian lV secara cepat
Kompleks PQR melebar? menyempit
melabar
prokkan
amid tekanan darah mg/mnt rendah atau tak setabil? maksimal tidak
ya
lidokain 1-1,5mg/kg
20-30 Dosis beban
prokalnamid 20-30mg/menit dosis beban maksimal 17mg/kg
17 mg/kg Bretilium 5-10 mg/kg sekitar 8-10 mg/menit dosis maksimal 30 mg/kg/hari
verapamil 2,5-5,0 mg lV Ulangi5-10mg lV Dalam 15-30 menit
237
digoksin penyekat beta (beta-blockers) diltiazem
KARDl0VERSl TERSlNK0NlSASl Apabila pasien terbangun dari waktu mengizinkan, berikan sedasi AF: 100,200,300,360 J AFL: 50,100,200,300,360 J PSVT: 50,100,200,300,360 J VT: 100,200,300,360 J (diadaptasi atas izin dari Emergancy Cardiac Care Commitee and Subcommitees, American Heart Association, pedoman terhadap perawatan Jantung Darurat dan Resusitasi Kardiopulmonal.JAMA 268:2171, 1992,1992 America Medical Association) Bagian 9- 3.Algoritme Bradikardia ACLS BRADlKARDl Pasien tidak dalam keadaan henti jantung ABC, akses lV, oksigen, tanda vital, EKG 12-lead, H & P, roentgen toraks Tidak stabil dengan tekanan darah rendah, nyeri dada, AMl, dispenu, CHF, atau perubahan pada status mentalis? tidak
ya atropine 0,5-1,0mg lV setiap 3-5 menit Hingga mencapai dosis
blok AV derajat dua tipe ll atau blok AV derajat tiga? total
0,04 mg/kg tidak g/kg/menit observasi
ya
pacu transkutaneus
pacu traskutaneus
dopamin 2-20
(menggunakan pacu transkutaneus sebagai stu hubungan)
epinefrin 2-10
g/menit isoprotenol?
238
(diadaptasi atas izin dari Emergancy Cardiac Care Commitee and Subcommitees, American Heart Association, pedoman terhadap perawatan Jantung Darurat dan Resusitasi Kardiopulmonal.JAMA 268:2171, 1992,1992 America Medical Association) Bagan 9-4. Algoritme ACLS syok, edema paru atau hipotensi EDEMA PARU AKUT, HIPOTENSI, ATAU SYOK ABC, akses lV, oksigen, tanda vital, EKG 12-lead, H&P, rontgen toraks Apa penyebab masalah tersebut?
Cairan, transfuse darah takikardi Pertimbangan Vasopresor
bagaimana tekanan darahnya? (setelah pemberian bolus emperis 250-5—ml NS kecuali pada edema paru
239
Lihat algoritme atau bradikardi
(diadaptasi atas izin dari Emergancy Cardiac Care Commitee and Subcommitees, American Heart Association, pedoman terhadap perawatan Jantung Darurat dan Resusitasi Kardiopulmonal.JAMA 268:2171, 1992,1992 America Medical Association) * OBAT – OBAT DI ICU * Per kg Pressor, inotropik, dan kronotropik Dopamine
Norepinefrin Fenilefrin Dobutamin Epinefrin lsoproterenol Amrinon Milrinon
Kardiak Lidokain Prokainamid Amilodaron Bretilium lbutilid Nitrogliserin Nitroprusid
D ,D , ,D 1
0,5-2 g/kg/menit 50-150 g/menit 2-10 g/kg/menit 200-500 g/menit 10 g/kg/menit 500-1000 g/menit 1-40 g/menit 10-300 g/menit 2-20 g/kg/menit 50-1000 g/menit 2-20 g/menit 0,1 – 10 g/menit 0,75 mg/kg sekitar 3 40-50 mg sekitar 3 menit, lalu 5-10 menit, lalu 250-900 g/kg/menit g/menit 3-4 mg sekitar 10 50 g sekitar 10 menit, lalu 20-50 menit, lalu 0,375g/menit 0,75 g/kg/menit
1 1
1
DOSIS Dosis rata - rata
2
1, 2, 1, 2 1, 2
PDE PDE
Kanal Na (na channel) (golongan lB) Kanal Na (Na channel) (golongan lA) Na, K, penyekat , CCB (golongan lll) Kanal K (K channel) (golongan lll) Kanal K (K channel) (golongan lll) N0 N0
240
1-1,5 mg/kg, lalu 1-4 70-100 mg lalu 1-4 mg/menit mg/menit 17 mg/kg sekitar 60 1 gram sekitar 10 menit, lalu 1-4 menit lalu 1-4 mg/menit mg/menit 150 mg sekitar 10 menit, lalu 1 mg/menit selama 6 jam, lalu 0,5 mg/menit selama 18 jam 5-10 mg/kg, lalu 1-4 350-700 mg lalu 1-4 mg/menit mg/menit 1 mg selama 10 meni, dapat diulang 1 kali 10-1000 g/menit 0,1-10 g/kg/menit 5-800 g/menit
Epoprostenol Propranolol Esmolol Labetalol
Vasodilator direk Penyekat Penyekat 1 2 Penyekat
1, 1, 2
Verapamil
CCB
Diltiazem
CCB
Adenosin
Reseptor Purinergik pada AVN
2-20 g/kg/menit 0,5-1,0 mg setiap 5 menit, lalu 1-10 mg/jam 20-40 mg sekitar 1 500 g/kg, lalu 25menit, lalu 2-20 300 g/kg/menit mg/menit 20 mg sekitar 2 menit, lalu 20-80 mg setiap 5 menit, lalu 1-10 mg/jam 2,5-5 mg sekitar 1-2 menit diulang 5-10 mg dalam 15-30 menit prn 5-20 mg/jam 0,25 mg/kg sekitar 2 20 mg sekitar 2 menit menit pemberian pemberian ulang 25 ulang prn 0,35 mg/kg mg satu kalli PRn satu kali lalu 5-15 lalu 5-15 mg/jam mg/jam Pemberian cepat 6 mg jika tak berespons 12 mg 12-18 mg
DOSIS Per kg Kardiak Enalaprilat
ACE
Hidralazin
Vasodilator direk
Morfin Fentanil Thiopental
Reseptor opioid Reseptor opioid Barbiturate
Dosis rata – rata
0,625-25 mg sekitar 5 menit, lalu 0,625-5 mg setiap 6 jam 5-20 mg setiap 20-30 menit
Sedasi
Etomidat Propofol
Anesteti Anestetik
Diazepam Midzolam
Benzodiazepine Benzodiazepine
Ketamin Haloperidol Paralitikum Suksinilkolin Tubokurare Pankuronium Vakuronium
1 tak terbatas mg/jam 50-100 g lalu 50 tak terbatas g/jam 3-5 mg/kg sekitar 2 200-400 mg sekitar 2 menit menit 0,2-0,5 mg/kg 100-300 mg 1-3 mg/kg lalu 0,3-5 50-200 mg lalu 20-400 mg/kg/jam mg/jam 1-5 mg setiap 1-2 jam, lalu setiap 6 jam prn 0,5-2 mg setiap 5 menit prn atau 0,5-4 mg, lalu 1-10 mg/jam 1-2 mg/kg 60-150 mg 2-5 mg setiap 20-30 menit
Anestetik Antipsikotik Paralysis, depolarisasi nACh nACh nACh
241
0,6-1,1 mg/kg 170-100 mg 10 mg, lalu 6-20 mg/jam 0,08 mg/kg 2-4 mg setiap 30-90 menit 0,08 mg/kg lalu 0,055-10 mg sekitar 1-3 0,1 mg/kg/jam menit, lalu 2-8 mg/jam
Kisatrakurium Lain – lain Aminofilin
nACh
5-10 g/kg/menit
PDE
5,5 mg/kg sekitar 20 250-500 mg alu 10-80 menit,, lalu 0,5-1 mg/jam mg/kg/jam 10U, lalu 0,1 U/kg/jam 5-10 mg, lalu 1-5 mg/jam 0,1-0,4 U/jam 50 g lalu 50 g/jam 20 mg/kg pada 50 1-1,5 gram sekitar 20mg/menit 30 menit 20 mg/kg pada 150 1-1,5 gram sekitar 10 mg/menit menit 20 mg/kg pada 50-75 1-1,5 gram sekitar 20 mg/menit menit 1,5-2 gram/kg sekitar 30-60 menit ulangi setiap 6-12 jam untuk memperhatikan osmolaritas 310320
lnsulin Glukagon Vasopressin 0ktreotid Fenitoin
Reseptor V1 Analog somatostatin Antiepilepsi
Fosfenitain
Antiepilepsi
Fenobarbital
Barbiturate
Manitol
* ANTIBIOTIK * Dosis pada gagal jantung LFG > LFG 10-50 50 NC 1-2 gram setiap 16-24 jam
Sefalosporin generatif lV Sefalim 1-2 gram lM/lV setiap 12 jam Aminoglikosida Gentamisin 1,0-1,7 mg/kg setiap 8 jam
Tobramisin
Amikasin
LFG < 10 1-2 gram setiap 24-48 jam
60-90% Setiap 8-12 jam
30-70% 20-30% setiap setiap 2412-18 48 jam jam Atau1,0-1,7mg/kg setiap(8XserumCr)jam 60-90% 30-70% 20-30% Setiap 8-12 jam setiap 12- setiap 2418 jam 48 jam
1,0-1,7 mg/kg setiap 8 jam
Atau1,0-1,7mg/kg setiap(8XserumCr)jam 60-90% 30-70% 20-30% Setiap setiap setiap 24-48 8-12 jam 12-18 jam jam Atau1,0-1,7mg/kg setiap(8XserumCr)jam
5 mg/kg setiap 8 jam
242
Fluorokuinolon Siproflokasin
Levoflokasin
250-500 mg P0/lV setiap 24 jam
NC
400mg setiap12-24jam
Norfloksasi
400 mg P0 setiap 12 jam
NC
400mg setiap 24 jam
0floksasin
200-400 mg P0/lV setiap 12 jam
NC
200 mg setiap 48 jam
Sparfloksasin
400 mg P0 pada hari 1,lalu 200 mg P0 setiap 24 jam 100-200 mg P0 setiap 24 jam 200-300 mg lv setiap 24 jam
NC
NC
250-500 mg setiap 12 jam ? 250mg setiap 24jam 400mg setiap1224jam 400mg setiap 24 jam 200 mg setiap 48 jam NC
500 mg P0 pada hari 1, lalu 250 mg P0 setiap 24 jam 250-500 mg P0 setiap 12 jam 0,5-1 gram lV setiap 6 jam 250-500 mg P0 setiap 6 jam
NC
NC
NC
? NC
? NC
? 250-500 mg lVsetiap 6 jam, 250 mg P0 setiap 6 jam
Tetrasiklin Tetrasikin
250-500 mg P0 setiap 6 jam
Hindari
Hindari
Doksisiklin
100 mg P0/lV setiap 12-24 jam
250-500 setiap 812 jam NC
NC
NC
NC NC
NC NC
NC NC
NC
NC
NC
NC
Hindari
Hindari
NC
2-5 mg TMP/kg Hindari Setiap 12 jam lkuti kadar acaknya, pemberian dosis ulang dengan 1 gram apabila kadarnya 150
kecepatan 50 U/jam Tahan 30 menit, kecepatan 100 U/jam Tahan 60 menit, kecepatan 150 U/jam Tahan 60 menit, kecepatan 300 U/jam
Periksa PTT 6 jam setelah setiap kali terjadi perubahan (waktu paruh heparin adalah -90 menit) Periksa PTT empat kali atau dua kali sehari bila PTT digunakan untuk tujuan terapeutik Periksa CBC empat kali sehari (untuk memastikanhitung hematokrit dan trombosit stabil) Pemberian reaksi: protamin 1 mg/100 U heparin ( tiak lebih dari 50 mg) (untuk infuse, dipergunakan protamin seperlunya untuk membalikan 2X jumlah heparin yang diberikan per jam). Warfarin Normogram Pembebanan (loading) Warfarin) Hari INR < 1,5 1,5 – 1,9 2,0 – 2,5 2,6 – 3,0 > 3,0 1–3 5 mg (7,5, mg jika> 80 kg) 2,5-5,0 mg 0-2,5 mg 0 mg 4–5 10 mg 5 – 10 mg 0-5 mg 0-2,5 mg 6 Dosis didasarkan pada kebutuhan pemberian 5 hari sebelumnya (Ann lntern Med 126:133,1997 dan Arch lntern Med 159:46,1999) Terapi tumpang – tindih Warfarin – Heparin 3 lndikasi: bila kegagalan untuk antikoagulasi cepat menyebabkan risiko morbidilitas dan mortalitas (contoh : DVT/PE, thrombus lntrakardiak) Rasional: (1) Waktu paruh kadar factor Vll (3-6 jam) lebih pendek 4 dibandingkan waktu paruh kadar factor ll (-72 jam). Sehingga Warfarin dapat meningkatkan PT sebelum mencapai suatu keadaan antitrombotik yang sebenarnya. (2) Protein C juga memiliki waktu paruh yang lebih pendek dari faktor ll sehingga secara teoritis mencetuskan suatu keadaan hiperkoagulasi sebelum mencapai suatu keadan antitombotik yang sebenarnya. 1 Metode: (1) PTT terapeutik dicapai dengan menggunakan heparin (2) Terapi Warfarin dimulai (3) Heparin dilanjutkan sampai lNR terapeutik selama ≥ 2 hari dan pasien telah menerima sedikitnya 4-5 hari warfarin (secara kasar bersamaan dengan
248
waktu paruh -2 dari faktor ll atau pengurangan hingga 25%) Pilihan d/c warfarin Vitamin K
FFP
Pembalikan Reaksi Warfarin Waktu efek Indikasi Hari lNR < 9 dan tanpa pendarahan Beberapa jam hingga Dosis rendah (1-2,5 mg) P0/SC: lNR > 5 dan beberapa hari pada pasien risiko perdarahan dosis medium (35 mg) P0/SC: lNR > 9 dosis tinggi ( 10 mg) SC/lM/lV: lNR >20 atau perdarahan yang serius segera 2-4 U lV setiap 6-8 jam lNR >20, perdarahanserius, atau kebutuhan untuk pembalikan yang ceapt (pra-prosedural)
(Chest 114:445s,1998)
HABITUS TUBUH Berat badan ideal = [ 50,0 kg(laki – laki)atau 45,5 kg(perempuan) + 2,3 kg/inci lebih dari 5 kaki Area permukaan tubuh (dalam tubuh m2) = √tingi (cm) X berat (kg) 3600
Uji positif Uji negatif
STATISTIK Ada penyakit a (positif asli, TP) c (negatif palsu, FN)
Prevalensi = seluruh penyakit = a+c Seluruh pasien a+b+c+d Sensitivitas = positif asli Seluruh penyakit
=
Spesifisitas = negative asli = Seluruh yang sehat
a a+c d b+d
Nilai prediktifpositif = positif asli = a Seluruh yang positif a+b Nilai prediktifnegatif = negatif asli = d Seluruh yang negative c+d Ketepatan = positif asli + negative asli = a+d Seluruh pasien a+b+c+d
249
Tidak ada penyakit b (positif palsu, FP) d (negative asli, TN)
ASSALAMUALAIKUM wr wb TIDAK ADA GADING YANG TAK RETAK MOHON MAAF BILA ADA PENULISAN DAN KETIKAN YANG SALAH ILMU ALLAH YANG AMAT LUAS BETAPA PICIKNYA BILA TIDAK KITA AMALKAN DAN DIKEMBANGKAN, bahan ini diambil untuk kuliah ilmu penyakit dalam terimah kasih WASSALAMUALAIKUM WR WB ..........
dr. liza
250
View more...
Comments