DSS referat Wildan
August 27, 2017 | Author: Wildan Firmansyah | Category: N/A
Short Description
Referat DSS wildan...
Description
0
REFERAT Dss
Disusun oleh : wf
201320401011114 Pembimbing :
dr. Dahsyat Wasis Setiadi Sp.A dr. Lily Dyah Farida Sp.A
SMF ILMU KESEHATAN ANAK RSUD GAMBIRAN KOTA KEDIRI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2015
1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
1
BAB I PENDAHULUAN
2
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
3
1. Definisi
3
2. Etiologi
3
3. Epidemiologi
3
4. Patofisiologi
5
5. Patogenesis
6
6. Klasifikasi
9
7. Manifestasi Klinis
11
8. Pemeriksaan Penunjang
13
9. Penatalaksanaan
16
BAB 1V PEMBAHASAN
28
DAFTAR PUSTAKA
30
2
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi virus dangue pada manusia mengakibatkan spektrum manifestasi klinis yang bervariasi antara penyakit paling ringan (mild undifferentiated febrile illness), deman dangue, demam berdarah dangue, sampai demam berdarah disertai syok (dengue shock syndrome). Gambaran manifestasi klinis yang bervariasi ini memperlihatkan sebuah fenomena gunung es yang terlihat di atas permukaan laut, sedangkan kasus dengue ringan (silent dengue infection dan demam dengue) merupakan dasarnya. (1) Tanda patognomonik antara demam dangue dan demam berdarah dengue adalah peningkatan permeabilitas kapiler darah yang menyebabkan adanya kebocoran dari intravaskuler ke kompartemen ekstravaskuler. Pada DBD yang parah hilangnya plasma sangat penting, pasien menjadi hipovolemik, tanda-tanda circulatory compromise, dan dapat menjadi syok. Demam berdarah dengue mempunyai kemungkinan 5% menyebabkan kematian, tetapi bila berkembang menjadi sindrom syok dengue akan meningkat menjadi 40%. (2) Sindrom syok dengue merupakan salah satu kegawatan di bidang infeksi. Masalah yang berkembang di Indonesia belakangan ini adalah kecenderungan pasien yang menderita demam berdarah dengue jatuh pada keadaan yang lebih berat, yaitu sindrom syok dengue.(2) Penanganan DSS adalah resusitasi dengan pemberian cairan secara parenteral, dengan tujuan untuk memulihkan dan mempertahankan kebutuhan cairan selama periode meningkatnya permeabilitas kapiler. Perawatan khusus diperlukan untuk menghindari overload cairan dengan semua komplikasiny. Bila resusitasi cairan dimulai sejak tahap awal, syok bisa reversibel, dan masalah kebocoran plasma teratasi, pasien dapat sembuh dengan baik. (6)
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Definisi Sindrom syok dengue adalah derajat terberat dari karena peningkatan permeabilitas kapiler sehingga cairan keluar dari intravaskuler ke ekstravaskuler, sehingga terjadi peningkatan penurunan volume intravaskuler dan hipoksemia . Syok yang biasanya terjadi pada saat atau segera setelah suhu turun, antara hari ke 3 sampai hari ke 7 disebabkan oleh peningkatan permeabilitas vaskuler sehingga terjadi kebocoran plasma, efusi cairan serosa ke rongga pleura dan peritonium hipoproteinemia, hemokosentrasi dan hipovolemia yang mengakibatkan berkurangnya aliran balik vena, preload miokard, volume sekuncup dan curah jantung sehingga terjadi disfungsi sirkulasi dan penurunan perfusi organ. (1,2) Pada fase awal sindrom syok dengue fungsi organ vital dipertahankan dari
hipovelemia
oleh
sistem
homeostasisdalam
bentuk
takikardi
vasokonstriksi, penguatan kontraktilitas miokard, takipnea, hiperpnea, dan hiperventilasi. Vasokonstriksi perifer mengurangi perfusi non esensial di kulit yang menyebabkan sianosis, penurunan suhu permukaan tubuh dan pemanjangan waktu pengisian kapiler (>2detik). Perbedaan suhu kulit dan suhu tubuh yang > 2o
C menunjukkan homeostatis masih utuh. Pada tahap
sindroma syok dengue kompensasi, curah jantung dan tekanan darah normal kembali. Penurunan tekan darah merupakan manifestasi lambat sindrom syok dengue, berarti sistem homeostatis
sudah terganggu dan kelainan
hemodinamik sudah berat, sudah terjadi dekompensasi. Pasien awalnya terlihat letargi atau gelisah kemudian jatuh kedalam syok yang ditandai dengan kulit dingin lembab, sianosis sekitar mulut, nadi cepat lemah, tekanan nadi ≤ 20 mmHg dan hipotensi. Kebanyakan pasien masih dalam keadaan sadar sekalipun mendekati stadium akhir. (2)
4
Sindrome syok dengue berlanjut dengan kegagalan mekanisme homeostasis. Evektifitas dan intregitas sistem kardiovaskular rusak, perfusi miokard dan curah jantung menurun, sirkulasi makro dan mikro terganggu, dan terjadi iskemia jaringan dan kerusakan fungsi sel secara progresif dan ireversibel, terjadi kerusakan sel dan organ pasien akan meninggal dalam 1224 jam. (3) 2. Etiologi Demam Dengue ataupun Demam Berdarah Dengue (DBD) di sebabkan oleh virus dengue ang termasuk dalam kelompok B Arthropod Virus (Arbovirosis) yang sekarang dikenal sebaga genus flavivirus, family flavivirde, dan mempunyai 4 serotipe yaitu Den-1, Den-2, Den-3, Den-4, infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang bersangkutan sehingga tidak dapat memberikan perlindungan terhadap serotipe lain. (1) Seseorang yang tinggal di daerah endemis dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya. Serotipe Den-3 merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan banyak yang menunjukkan manifestasi klinis yang berat. (3) Cara penularan : terdapat 3 faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus dengue, yaitu manusia, virus, dan vector perantara. Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis, dan beberapa spesies yang lain juga dapat menularkan virus ini, namun merupakan vector yang kurang berperan. Nyamuk Aedes tersebut dapat mengundang virus dengue pada saat menggigit manusia yang sedang viremia. Kemudian virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8- 10 hari (extrinsic incubation period) sebelum saat ditularkan lagi kepada manusia pada saat gigitan berikutnya. Virus dalam tubuh nyamuk betina dapat ditularkan kepada telurnya (transovarian transmision), namun perannya dalam penularan virus tidak penting. Sekali virus dapat masuk dan berkembang biak didalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya
5
(infekti). Ditubuh manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 4-7 hari (intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia kepada nyamuk hanya dapat terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul
3. Klasifikasi WHO dan derajat beratnya DHF DD/DB D Demam Dengue
DBD
DBD
Grad
Tanda dan gejala
Laboratorium
Demam dengan min 2 gejala : Nyeri kepala Nyeri belakang mata Nyeri otot Nyeri sendi Manifestasi perdarahan Tidak ada kebocoran plasma Demam disertai manifestasi perdarahan (torniquet+) ada kebocoran plasma
Trombositopenia ( 40vol%, maka berikan darah dalam volume kecil.
-
Plasma segar beku dan suspensi trombosit berguna untuk koreksi gangguan koagulopati atau koagulasi intravaskular diseminata pada syok berat yang menimbulkan perdarahan masif.
-
Pemberian tranfusi suspensi trombosit pada Koagulasi Intravaskular Diseminata harus selalu disertai plasma segar (berisi faktor koagulasi yang diperlukan), untuk mencegah perdarahan lebih hebat.
Hiperglikemia dan hipoglikemia
Hiponatremi, hipokalemi, hiperkalemi, ketidakseimbangan serum kalsium
Asidosis metabolik
Disfungsi hepar, biasanya bisa akibat dari virus dengue hepatitis atau syok
DIC Di kulit dapat ditemukan tanda petekie dan ekimosis. Nekrosis jaringan dapat terjadi pada banyak organ dan terlihat tanda infark yang luas di kulit, di jaringan subkutan atau ginjal.
Ensefalopati, biasanya muncul sebelum onset kebocoran plasma Ensefalopati adalah komplikasi yang jarang dari infeksi virus dengue dan mungkin terjadi sebagai konsekuensi dari perdarahan intrakranial, edema serebri, hiponatremia, anoksia serebri, perdarahan mikrokapiler atau pelepasan produk toksik. Mungkin pula disebabkan oleh thrombosis pembuluh darah otak sementara sebagai akibat dari koagulasi intravaskular menyeluruh.
17
Pada ensefalopati dengue, kesadaran menurun menjadi apatis atau somnolen dan dapat disertai atau tanpa disertai kejang. Pada DSS, keadaan syok harus diatasi terlebih dahulu untuk melihat ada tidaknya kondisi ensefalopati.10
Kelainan ginjal (akibat syok berkepanjangan dapat terjadi gagal ginjal akut).
Kelainan ginjal akut umumnya terjadi pada fase terminal akibat kondisi syok yang tidak teratasi dengan baik. Pada keadaan syok berat dapat ditemukan nekrosis tubular akut yang ditandai dengan oligouria/anuria disertai peningkatan kadar ureum dan kreatinin.
18
9. Penatalaksanaan (11)
a. Penatalaksaan pasien dengan syok yang terkompensasi:
Berikan cairan isotonik kristaloid secara intravena dengan dosis 510 ml/kgBB/jam, habis dalam 1 jam. Lalu periksa tanda vital, cappilary refill time, hematokrit, dan produksi urin.
19
Jika keadaan pasien membaik, cairan kristaloid diturunkan secara perlahan. Turunkan 5-7 ml/kgBB/jam dalam waktu 1-2 jam. Lalu 3-5 ml/kgBB/jam dalam waktu 2-4 jam. 2-3 ml/kgBB/jam dalam waktu 2-4 jam. Jika keadaan terus membaik, maka cairan dapat terus dikurangi.
Bila keadaan pasien tidak membaik, dimana tanda vital tetap tidak stabil, periksa hematokrit setelah pemberian bolus pertama. Bila hematokrit meningkat atau tetap tinggi (≥ 50%), berikan bolus kristaloid kedua dengan dosis 10-20 ml/kgBB/jam dalam 1 jam. Bila setelah pemberian cairan kedua ini ada perbaikan, kurangi dosis cairan kristaloid menjadi 7-10 ml/kgBB/jam dalam 1-2 jam, dan terus kurangi dosis seperti yang telah dijelaskan di atas. Bila nilai hematokrit menurun dari nilai hematokrit awal (< 40% pada anak dan wanita dewasa, < 45% pada pria dewasa), ini menunjukan adanya perdarahan, lakukan cross match, dan memerlukan transfusi darah secepatnya.
Selanjutnya bolus larutan kristaloid ataupun koloid mungkin perlu diberikan selama 24-48 jam berikutnya.
b. Penataksaan pasien dengan syok yang tidak terkompensasi
Beri cairan isotonik ataupun kristaloid (bila tersedia) secara intravena dengan dosis 20 ml/kgBB/jam selama 15 menit
Bila keadaan pasien membaik, berikan cairan kristaloid/koloid 10 ml/kgBB/jam dalam 1 jam. Lalu lanjutkan dengan pemberian cairan kristaloid dan kurangi dosis secara perlahan, 5-7 ml/kgBB/jam dalam 1-2 jam. Lalu 2-5 ml/kgBB/jam dalam 2-4 jam. Dan 2-3 ml/kgBB/jam atau kurang, yang dapat dipertahankan selama 24-48 jam.
Bila tanda vital masih tidak stabil, periksa nilai hematokrit sebelum pemberian cairan pertama. Jika nilai hematokrit rendah (< 40% pada anak dan dewasa muda, 50.000/mm3 10. Prognosis (12) Prognosis tergantung pada pengenalan, pengobatan tepat segera dan pemantauan ketat syok. Tanda prognosis baik adalah membaiknya takikardi, takipneu, dan kesadaran, munculnya diuresis dan kembalinya nafsu makan. Demam berdarah dengue mempunyai kemungkinan 5% menyebabkan kematian, tetapi bila berkembang menjadi sindrom syok dengue akan meningkatkan kematian hingga 40%. Prognosis buruk pada koagulasi intravaskular diseminata dan sindrom syok dengue dengan renjatan berulang atau berkepanjangan.
22
I. Status Pasien Nama
Pasien ASHFA PUTRA AQLIHI
Alamat
Karya Bakti / Kras
Jenis Kelamin
Laki-Laki
Agama
Islam
Tanggal masuk
22 Februari 2015
Alergi obat
-
Sistem pembayaran
BPJS
A. Keluhan Utama Demam B. Keluhan Tambahan Mimisan, muntah, BAB warna hitam C. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang dengan keluhan demam mendadak tinggi terus- menerus sejak 1 hari yang lalu, sudah diberi paracetamol tetapi demam tidak turun. Selain itu pasien merasa pusing berputar dan cekot cekot, mual, dan muntah 3 kali sejak pagi hari ini, muntah setiap kali makan dan minum, muntah darah (-). Minum dan makan sedikit, nafsu makan menurun. Buang air kecil terakhir 2 jam yang lalu banyak, BAB hitam seperti petis (+), BAK lancar, mimisan (+). D. Riwayat Penyakit Keluarga Pasien merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Pasien menyangkal ada yang mengalami keluhan seperti yang dikeluhkan pasien. E. Riwayat Penyakit Dahulu
23
Pasien pernah dirawat di RS Muhammadiyah Kediri 1 bulan yang lalu karena demam berdarah. F.Riwayat Sosial Ekonomi Pasien tinggal bersama orang tuanya di rumah seluas 80 m² terdiri dari 4 ruangan dibatasi sekat tembok. Pencahayaan dalam rumah cukup. Terdapat sebuah kamar mandi yang jarang dikuras dan tidak menggunakan abate. Air berasal dari sumur pompa, jarak sumber air dan septi tanc 6 m. III. PEMERIKSAAN FISIK A. Keadaan Umum dan Tanda-tanda Vital Kesadaran
: Composmetis
Keadaan Umum
: Lemah
Tinggi Badan
: 160 cm
Berat Badan
: 32 kg
Status Gizi
: kurang
Tanda Vital
:
Nadi : 98 x/menit
Suhu : 38,5 C
RR : 20x/menit
Tensi : 110/80
mmHg B. Status Generalis Kepala
: Normocephali
Rambut
: Lurus, hitam, distribusi merata
Mata
: a/i/c/d : -/-/-/-, perdarahan konjungtiva -/-, reflek cahaya
langsung +/+ Reflek cahaya tidak langsung +/+
24
THT
: Normotia, Liang telinga lapang, serumen -/-, perdarahan
-/Hidung
: Epistaxis (-)
Tenggorok
: Uvula di tengah, arkus faring simetris, hiperemis (-)
Gigi dan mulut
: Bibir kering , cyanosis (-) , oral hygine baik
Paru-paru
: Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris Palpasi
: Vokal fremitus kiri-kanan, krepitasi (-), nyeri palpasi (-)
Perkusi
: Sonor pada lapangan paru kanan dan kiri
Auskultasi: Bunyi nafas vesikular +/+, ronchi -/-, wheezing -/Jantung
: Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat Palpasi
:Iktus kordis teraba di ICS 5 garis midclavicula sinistra
Perkusi
: batas jantung kiri pada garis midclavicula sinistra Batas jantung kanan jantung pada garis sternal sinistra
Auskultasi: bunyi jantung S1 S2 tunggal, gallop (-), murmur (-) Abdomen Inspeksi : Flat Palpasi
: Nyeri tekan (-), hepatomegali 2 cm dibawah arkus costae,
splenomegali (-), ren dBn, Turgor 100.000 yang menunjukkan trombositopenia. Sebaiknya dilakukan tes serologi IgG maupun IgM anti dengue untuk memperkuat diagnosis. Dari nilai hematokrit dinilai tidak terjadi hemokonsentrasi sehingga tidak masuk dalam diagnosis demam berdarah dengue. Penatalaksanaan pasien An. Dwi Siwi, cairan yang digunakan IVFD RL jenis kristaloid untuk mencegah perembesan cairan keluar dari pembuluh darah. Asupan cairan pasien harus tetap dijaga terutama cairan oral untuk mencegah dehidrasi. Selanjutnya pasien diberikan injeksi ranitidin untuk menurunkan sekresi asam lambung mengatasi mual dan muntah.pasien dirawat selama 7 hari kemudian dipulangkan dan dilanjutkan obat jalan karena terjadi perbaikan nilai trombosit, keadaan umum baik, dan keluhan tidak ada lagi.
31
DAFTAR PUSTAKA Achmadi, F.U. 2010. Manajemen demam berdarah berbasis wilayah. Buletin jendela epidemiologi. 2 (1): 1 – 3 Bagian Patologi Klinik. (2009). Peran pemeriksaan laboratorium dalam diagnose Demam Berdarah Dengue. RSUP Dr. Kariadi Semarang. Barakah, V. F. 2012. Demam Berdarah tidak ada obatnya, Hanya andalkan cairan. Detik
Health.
Retrieved
http://health.detik.com/read/2012/06/15/143241/1942274/763/
from: 18
April
2013 Brasier. A. R., Ju. H., Garcia. J., Spratt. H. M., Forshey. B. M., Helsey. E. S. (2012). A three-component biomarker panel for prediction of dengue hemorraghic fever. Am. J. Trop. Med. Hyg. 86(2): 341-348. CDC (Centers for Disease and Prevention). (2010). Dengue Branch.Cañada SanJuan,PuertoRico.From:http://www.cdc.gov/dengue/clinicallab/clinical.ht ml diakses 20 April 2013 Danny, Wiradharma. 2009. Diagnosis cepat demam berdarah dengue. Jurnal Kedokteran Trisakti., 18 (2): 78 – 79 DepKes, RI.,(2005).
Pedoman Pencegahan dan Pemberantasan Demam
Berdarah Dengue di Indonesia. Jakarta: Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
32
Dinas Kesehatan Kota Denpasar. Waspadalah penyakit demam berdarah dengue. Retrieved from www.denpasarkota.go.id. 18 april 2013. Gubler D.J., 1998. The Global Pandemic of Dengue/Dengue Haemorrhagic Fever Current Status and Prospect for the Future. Dengue in Singapore. Technical Monograph Series No. 2 WHO. IDAI,
2009.
Apa
itu
demam
berdarah
dengue.
http://www.idai.or.id/kesehatananak/artikel. 18 April 2013 Khana M., Chaturvedi UC, Sharma MC, Panday VC, Mathur A., 1990. Increased Capillary Permeability Mediated by A Dangue Virus Induced Limphokine. Immunology Mart, 69;33:449-53 Khie Chen., Herdiman, T., Pohan., Robert., 2009. Diagnosis dan terapi cairan pada demam berdarah dengue. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. RS Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta. 22. (1): 5 – 6 Kurane I, Ennis E Francis, 1992. Immunity and Immunopathologi in Dangue Virus Infection. Seminar Imunology vol 4; 121-127. Mujida, A.M.,
Ridwan, A. 2009. Pemetaan dan analisis kejadian demam
berdarah dengue di kaupaten bantaeng. Phanmeesuk, Y., and Suksin, W. (2009).
Nursing Care of Dengue Shock
Syndrome (Case study). Medical Journal of Srisake Surinam Buriram Hospital Vol 24 No.2. Soegijanto Soegeng, 2004. Demam Berdarah Dangue. Tinjauan dan Temuan Baru di Era 2003. Airlangga University Press. Surabaya. Soewandoyo, E. 1997. Demam Berdarah Dangue pada Orang Dewasa. Gejala Klinik dan Penatalaksanaannya. Folia Medika Indonesia XXXIII. JuliSeptember. Suvatte V. Immunological Aspect of Dangue Haemorrhagic Fever Studies in Thailand. South East asian J. Trop Med. Pub Haealth, 1987; 1:312-5. Syahruman A., 1998. Beberapa Lahan Penelitian untuk Penanggulangan Demam Berdarah Dangue. Mikrobiologi Klinik Indonesia. Vol:3:3:87-89. Vasanwala. F. F., Puvanendran. R., Chong. S. F., Ng. J. M., Suhail. S. M., Lee. K. H. (2011). Could peak proteinuria determine whether patient with dengue
33
fever develop dengue hemorraghic/dengue shock syndrome/- A prospective cohort study. BMC Infectious Diseases. Wilkinson, Judith M. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan intrevensi NIC dan kriteria hasil NOC. EGC. Jakarta. World Health Organization (WHO). (1999). Guidelines for treatment of dengue fever/dengue hemorrhagic fever in small hospitals. New Delhi.
View more...
Comments