DNA Kromosom Dan DNA Mitokondria

October 15, 2017 | Author: Yulianti Antula | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Peran DNA Kromosom dan DNA Mitokondria...

Description

TUGAS RESUME BIOKIMIA MOLEKULAR NAMA

: YULIANTI ANTULA

NIM

: 166090200111007 DNA KROMOSOM DAN DNA MITOKONDRIA

A. DNA Kromosom Kromosom adalah struktur benang dalam inti sel yang bertanggung jawab dalam hal sifat keturunan (hereditas). Kromosom adalah KHAS bagi makhluk hidup. Kromosom turut berperan dalam penentuan jenis kelamin. Pasangan kromosom yang menyebabkan perbedaan jenis kelamin disebut kromosom kelamin/kromosom sex. Pasangan kromosom lain yang sama dalam kedua jenis suatu spesies dinamakan autosom (A). Kromosom merupakan struktur makromolekul besar yang memuat DNA yang membawa informasi genetik dalam sel. DNA terbalut dalam satu atau lebih kromosom. Sebuah kromosom (dalam bahasa Yunani chroma = warna dan soma= badan) adalah seberkas DNA yang sangat panjang dan berkelanjutan, yang terdapat banyak gen unsur regulator dan sekuens nukleotida lainnya.

Kromosom terdapat di dalam inti sel. Kromosom pada makhluk hidup berukuran panjang 0,2–50 mikron dan diameter 0,2–20 mikron. Pada manusia ukuran kromosom kurang lebih 6 mikron. Kromosom berfungsi membawa sifat individu dan membawa informasi genetika, karena di dalam kromosom mengandung gen. Gen-gen pada kromosom terdapat pada tempatnya yang disebut dengan lokus. Gen merupakan bagian dari molekul DNA. Kromosom dapat diamati dengan menggunakan alat bantu mikroskop pada waktu sel membelah, yaitu berupa kromatin. Pada saat sel membelah kromatin dapat menebal dan memendek. Susunan Kromosom Kromosom pada organisme prokariotik ada yang berupa RNA saja. Ini dapat dijumpai pada virus mozaik (tembakau). Kromosom dapat pula berupa DNA saja misalnya pada virus T dan dapat pula mengandung keduanya yaitu DNA dan RNA seperti pada bakteri Escherichia coli. Kromosom pada organisme eukariotik tersusun dari bagian-bagian berikut: a. DNA DNA menyusun kromosom sekitar 35% dari keseluruhan kromosom.

b. RNA RNA menyusun kromosom sekitar 5% dari keseluruhan kromosom.

c. Protein Protein ini terdiri atas histon yang bersifat basa dan nonhiston yang bersifat asam. Kedua macam protein ini berfungsi untuk menggulung benang kromosom sehingga menjadi pudar dan berperan sebagai enzim pengganda DNA dan pengkopi DNA.

Tipe Kromosom Berdasarkan tipenya, kromosom dibagi menjadi dua: a. Autosom (Kromosom Tubuh) Autosom adalah kromosom tubuh dan tidak menentukan jenis kelamin. Autosom ini mempunyai bentuk pasangan antara jantan dan betina, dan memiliki jumlah n–1 atau 2n–2 dengan sifatnya diploid. Autosom biasanya disimbolkan dengan A. Dari 46 kromosom di dalam nucleus sel tubuh manusia, maka yang 44 buah (22 pasang) merupakan autosom. Adapun fungsi atau peran dari DNA dalam autosom yakni menentukan sifat-sifat pada keturunannya. Sifat-sifat tersebut dapat berupa warna kulit, bentuk rambut, bentuk badan, dan lain-lain. Gen-gen yang diwariskan secara sex influenced tidak terletak pada kromosom seks. Oleh karena itu, genotip pada individu jantan dan betina akan sama. Pewarisan sifat seperti ini disebabkan oleh interaksi antara alelalel dominan pada individu jantan dan resesif pada betina. Alel resesif pada jantan biasanya dominan pada betina. Interaksi antaralel ini dipengaruhi oleh hormon seks pada kedua jenis kelamin. Sebagai contoh, warna mahogany dan merah pada sapi. Warna mahogany adalah warna merah gelap hampir mendekati merah cokelat. Warna ini sering dijumpai pada sapi Maineanjou dan Shorthorn. Warna bercak putih sering dihubungkan dengan warna merah dan mahogany, tetapi gen-gen yang mempengaruhi warna bercak putih diwariskan secara terpisah. Pada sapi jantan, warna mahagony dikontrol oleh gen dominan lengkap, sedangkan pada sapi betina warna ini dikontrol oleh gen resesif. Warna merah pada sapi jantan dikontrol oleh gen resesif, sedangkan pada sapi betina dikontrol oleh gen dominan. Contoh pewarisan sifat secara sex influenced lainnya adalah sifat kebotakan pada manusia, sifat bertanduk pada domba, dan sifat berjambang pada kambing.

b. Gonosom (Kromosom Seks) Gonosom adalah kromosom seks yang dapat menentukan jenis kelamin. Gonosom ini mempunyai bentuk pasangan tidak sama antara jantan dan betina, berjumlah satu pasang dan bersifat haploid. Peran DNA dalam gonosom adalah untuk menentukan jenis kelamin. Biasanya terdapat sepasang kromosom. Melihat macamnya dapat dibedakan atas kromosom X dan kromosom Y. Selain mengandung gen yang mengontrol jenis kelamin, kromosom seks juga mengandung gen lain. Gen-gen yang terletak pada kromosom seks disebut gen-gen yang terpaut kelamin. Sebagian besar gen-gen ini ada pada kromosom seks X. Genotip gen-gen yang terpaut kelamin pada individu betina mamalia dapat digambarkan seperti genotip untuk gen-gen autosomal. Pada individu jantan hanya terdapat 1 kromosom seks X, jadi ada 1 gen yang muncul untuk mempengaruhi sifat-sifat tertentu. Namun, ada bagian kecil kromosom X yang sama dengan bagian kecil pada kromosom Y. Potongan yang sama pada kromosom X dan Y memungkinkan terjadinya sinopsis pada saat pembelahan meiosis. Lokus-lokus yang terletak pada bagian ini ada dalam keadaan berpasangan. Oleh sebab itu, cara pewarisannya akan sama dengan gen-gen autosomal.

Secara umum dikatakan bahwa sifat-sifat sex limited biasanya hanya diekspresikan pada satu jenis kelamin. Sifat sex limited sering diragukan dengan sex linked namun berbeda model pewarisannya. Gen pengatur sex linked terdapat pada kromosom X atau Z, sedangkan gen sex limited kemungkinan tersebar pada beberapa kromosom. Gen sex limited bertanggung jawab secara umum terhadap karakteristik kelamin sekunder. Contoh sifat yang sex limited adalah sifat produksi susu pada hewan mamalia dan produksi telur pada unggas yang hanya dijumpai pada ternak betina. Pemunculan sifat ini tergantung pada perkembangan struktur anatomi tertentu yang menghasilkan sifat tertentu. Pewarisan sifat ini melibatkan banyak gen (poligen). Bentuk bulu jantan pada bangsa burung juga diwariskan secara sex limited. Sifat ini dikontrol oleh sepasang gen autosomal. Gen dominan H menghasilkan bulu betina pada unggas jantan dan betina. Oleh karena gen ini dominan maka genotip unggas yang memiliki bulu betina adalah HH dan Hh. Genotip homozigot resesif (hh) ada pada unggas jantan dan betina, tetapi hanya diekspresikan pada individu jantan yang menghasilkan bulu jantan. Diduga ada pengaruh hormon jantan sebagai faktor utama agar gen ini bisa diekspresikan. Sifat berkokok pada ayam jantan juga diwariskan secara sex limited. Sifat berkokok hanya terdapat pada ayam jantan dan merupakan karakteristik kelamin sekunder ayam jantan. B. DNA Mitokondria Mitokondria adalah organel yang bertanggung jawah di dalam metabolisme aerobik pada sel-sel eukariot. Mitokondria mmiliki molekul DNA tersendiri dengan ukuran kwil yang susunannya berbeda dengan DNA inti. Setiap sel rnengandung satu sampai ratusan mitokondria. DNA mitokondria mempakan DNA utas ganda yang berhentuk sirkuler. Ukuran dan sekuen DNA dari genom mitokondria telah diungkapkan, misalnya pada mencit (Bihh clr a!., 1981). manusia (Anderson er ell., 1981). dan sapi (Anderson et ctl.. 19821. DNA mitokondria bersifat khusus yaitu diturunkan melalui induk betina tanpa mengalami rekombinasi. Adanya sifat tersebut dapat digunakan untuk suatu rekonstitusi historik dari genealogi matrilinier suatu spesies maupun antar

populasi yang ada. mtDNA berevolusi sangat cepat maka dapat digunakan untuk melacak kejadian yang relatif baru seperti pada studi hibridisasi alami antara dua subspesies. Diketahui bahwa tingkat evolusi dari suatu gen atau bagian dari DNA mempakan faktor penting yang menentukan penggunaan penanda DNA dalam studi sistematika dan biogeografi. Mitokondira yang ada pada jumlah besar di luar inti dari setiap sel, mengandung DNA mereka sendiri, dengan fitur-fitur unik yang “mungkin memerlukan penilaian ulang dari beberapa asumsi inti kita tentang genetika manusia dan teori evolusi,” jelas Wallace, direktur Center for mitokondria dan Epigenomic Medicine di Rumah Sakit Anak Philadelphia. Wallace telah menyelidiki mitokondria selama lebih dari 40 tahun. Pada tahun 1988, dia adalah orang pertama yang menunjukkan bahwa mutasi pada DNA mitokondria (mtDNA) dapat menyebabkan pewarisan penyakit manusia. Penelitiannya telah difokuskan pada bagaimana mutasi mtDNA berkontribusi terhadap penyakit langka dan umum dengan mengganggu bioenergetika, reaksi kimia yang menghasilkan energi pada tingkat sel. Wallace dan rekan-rekannya sebelumnya telah menunjukkan bahwa pada akhir tahun 1970, DNA mitokondria manusia diwariskan secara eksklusif melalui ibu. Mereka kemudian menggunakan pengetahuan ini untuk merekonstruksi migrasi kuno wanita dengan membandingkan variasi mtDNA antara populasi di seluruh dunia. Dari studi tersebut, para ilmuwan telah menyimpulkan bahwa manusia muncul di Afrika sekitar 200.000 tahun yang lalu dan bahwa hanya dua garis keturunan mtDNA berhasil meninggalkan Afrika sekitar 65.000 tahun yang lalu untuk menjajah seluruh dunia. Berdasarkan wawasan dari studi migrasi manusia tersebut, Wallace mengambil pertanyaan ilmiah lama yang diajukan oleh evolusi Darwin, baik pada manusia dan spesies lainnya. Seiring perpindahan subpopulasi ke daerah terisolasi, bagaimana mereka tetap terisolasi selama waktu yang cukup panjang untuk memunculkan sifat yang menunjukkan suatu spesies dalam gen inti sel dan menjadi diperkaya oleh seleksi alam untuk mengizinkan spesiasi?

Sebagian besar dari 20.000 atau lebih gen kita ada dalam DNA pada inti setiap sel, berbeda dari 13 gen penyandi protein dalam mtDNA. Namun, Wallace berpendapat bahwa mutasi mtDNA menyediakan adaptasi yang lebih cepat dan lebih fleksibel terhadap perubahan lingkungan dibandingkan mutasi DNA inti sel. mtDNA memiliki laju mutasi yang lebih tinggi dari DNA inti sel, yang dengan sendirinya mungkin membahayakan kelangsungan hiduo spesies, karena sebagian besar mutasi DNA merusak. Namun, mutasi mtDNA mengubah fisiologi pada tingkat sel tunggal. Oleh karena itu, sel-sel dalam ovarium ibu yang menampung mutasi mtDNA yang paling merusak dapat dihilangkan oleh seleksi alam sebelum pembuahan. Jadi hanya varian mtDNA ringan, subset dari yang mungkin berpotensi menguntungkan, yang diperkenalkan ke populasi. Tingkat mutasi yang tinggi di mtDNA ditambah seleksi ovarium, memberikan alat yang ampuh bagi manusia (dan hewan) untuk beradaptasi dengan perubahan lingkungan, tanpa membahayakan kelangsungan hidup populasi secara keseluruhan. DNA mitokondria juga melakukan pertukaran sinyal dengan DNA inti sel, dan interaksi ini membantu mendorong evolusi proses fisiologis dari waktu ke waktu. Wallace berpendapat bahwa populasi yang meluas ke ruang lingkungan marjinal, , mengadaptasi fisiologi mereka melalui mutasi mtDNA untuk lebih mengeksploitasi sumber makanan yang terbatas dan sumber daya

lainnya

di

lingkungan

itu.

Hal

ini

memungkinkan

pendudukan

berkepanjangan lingkungan marjinal, memberikan waktu yang cukup bagi mutasi DNA inti sel untuk menghasilkan struktur anatomi yang tepat untuk mengeksploitasi sumber daya makanan lebih banyak di lingkungan baru. Untuk mendukung hipotesis tersebut, Wallace mengusulkan bahwa variasi mitokondria dapat mengakibatkan pengorbanan energi penting. Pada tingkat sel, mitokondria mengkonversi oksigen dan senyawa kimia kaya energi (ATP), sementara juga menghasilkan panas. Pada iklim tropis, proses “coupling” ini secara maksimal efektif, memungkinkan produksi yang lebih efisien dari ATP dengan produksi panas minimal. Di Kutub Utara, konversi makanan menjadi ATP kurang efisien, membutuhkan lebih banyak kalori untuk dikonsumsi dengan jumlah yang sama dari ATP, dan ini menghasilkan panas lebih banyak. Pola yang

berbeda dari variasi mtDNA ini, bermanfaat pada daerah beriklim hangat dan beriklim dingin. Demikian pula, varian mtDNA tertentu, diperkaya dalam populasi Tibet, menunjukkan bahwa variasi mtDNA dapat mengizinkan adaptasi terhadap tekanan oksigen rendah pada ketinggian tinggi. Wallace juga mengutip beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa variasi mtDNA regional berkorelasi dengan kecenderungan untuk berbagai penyakit metabolik dan degeneratif, termasuk Alzheimer dan penyakit Parkinson, diabetes, obesitas, dan penyakit kardiovaskular. Ahli biologi telah lama mengetahui bahwa adaptasi yang memberi keuntungan dalam satu lingkungan dapat menjadi kurang menguntungkan dalam lingkungan lain. Wallace menunjukkan kontributor penting untuk fenomena ini dapat menjadi adaptasi fisiologis variasi mtDNA. Dia mendalilkan bahwa seiring migrasi populasi dan pola diet yang menjadi global, orang-orang dengan mtDNA yang dioptimalkan untuk satu lingkungan (misalnya mereka yang makan diet subSahara Afrika), kemungkinan tidak dapat beradaptasi dengan lingkungan lain, di mana mereka dapat mengkonsumsi makanan Eropa Tengah. “Karena mitokondria memiliki peran penting dalam fisiologi kita, perubahan DNA mitokondria dapat memiliki efek mendalam pada biologi manusia. Peran mtDNA dalam mitokondria sama dengan peran DNA inti sel eukariot, yaitu memproduksi rRNA, tRNA, mRNA. Sistem genetika mitokondria sangat bergantung pada sistem genetika inti.

REFERENSI: Douglas C. Wallace. Mitochondrial DNA Variation in Human Radiation and Disease. Cell, 2015; 163 (1): 33.

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF