Risk Management Jenjang 4 - r2

July 10, 2024 | Author: Anonymous | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Risk Management Jenjang 4 - r2...

Description

RISK MANAGEMENT CERTIFICATION JENJANG 4 1

Bab 1 Pendahuluan Bab 5 Risiko Operasional Bab 2 Risiko Kredit Bab 6 Risiko Investasi Bab 3 Risiko Pasar

Bab 7 Risiko Imbal Hasil Bab 4 Risiko Likuiditas

2

BAB 1

Pendahuluan

3

Pendahuluan

1 2 3 4

Pengertian dan Jenis Risiko Risiko Global, Roadmap Pengembangan Perbankan, Keuangan Berkelanjutan, Inovasi Teknologi Digital

Standar BASEL dan Regulasi Manajemen Risiko di Indonesia Penerapan Manajemen Risiko pada Bank Umum Syariah / Unit Usaha Syariah

4

Pengertian dan Jenis Risiko

1. Pengertian dan Jenis Risiko Nomor 18/POJK.03/2016 Tahun 2016

Risiko

Potensi kerugian akibat terjadinya suatu peristiwa (events) tertentu. Suatu kejadian potensial, baik yang dapat diperkirakan maupun yang tidak dapat diperkirakan yang berdampak negatif terhadap pendapatan dan permodalan bank. Kendala pencapaian suatu tujuan atau kemungkinan yang berpotensi memberikan dampak negatif kepada sasaran yang akan dicapai.

5

Pengertian dan Jenis Risiko

01

Risiko Kredit

05

.

Risiko Operasional

Risiko Likuiditas

06

02

Risiko Pasar

Risiko Reputasi

Risiko Strategik

07

03

08

04

Risiko Hukum

Risiko Kepatuhan

Perbankan Syariah

Risiko Investasi

09

10

Risiko Imbal Hasil 6

Pengertian dan Jenis Risiko

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

Bank Umum

Bank Umum Syariah

Bank Konglomerasi Keuangan

Risiko Kredit Risiko Pasar Risiko Operasional Risiko Likuiditas Risiko Reputasi Risiko Startejik Risiko Kepatuhan Risiko Hukum

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

Risiko Kredit Risiko Pasar Risiko Operasional Risiko Likuiditas Risiko Reputasi Risiko Startejik Risiko Kepatuhan Risiko Hukum Risiko Kepatuhan Syariah (shariah non-compliance Risk) 10. Risiko Investasi 11. Risiko Imbal Hasil

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.

Risiko Kredit Risiko Pasar Risiko Operasional Risiko Likuiditas Risiko Reputasi Risiko Startejik Risiko Kepatuhan Risiko Hukum Risiko Asuransi Risiko Transaksi Intra Group

7

Pengertian dan Jenis Risiko

A. Risiko Kredit

B. Risiko Pasar

Risiko akibat kegagalan pihak lain dalam memenuhi kewajiban kepada bank, termasuk Rsiko Kredit akibat kegagalan debitur, risiko konsentrasi kredit, counterparty credit risk, dan settlement risk.

Risiko pada posisi neraca dan rekening administratif, termasuk transaksi derivatif, akibat perubahan secara keseluruhan dari kondisi pasar, termasuk risiko perubahan harga option. Perubahan posisi atau harga pasar terjadi akibat perubahan dari faktor pasar. Ada 4 (empat) faktor pasar yaitu nilai tukar, suku bunga, harga saham, dan harga komoditas.

C. Risiko Operasional

D. Risiko Likuiditas

Risiko akibat ketidakcukupan dan/atau tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem, dan/atau adanya kejadiankejadian eksternal yang mempengaruhi operasional Bank.

Risiko akibat ketidakmampuan Bank untuk memenuhi kewajiban yang jatuh tempo dari sumber pendanaan arus kas dan/atau dari aset likuid berkualitas tinggi yang dapat diagunkan, tanpa inengganggu aktivitas dan kondisi keuangan Bank.

8

Pengertian dan Jenis Risiko

E. Risiko Reputasi

F. Risiko Strategik

Resiko kejadian yang menimbulkan persepsi negatif terhadap Bank yang mengakibatkan tingkat kepercapyaan stakeholder menurun

Resiko akibat ketidaktepatan dalam pengambilan dan/atau pelaksanaan suatu keputusan strategik serta kegagalan dalam menutup perubahan lingkungan bisnis.

G. Risiko Hukum Resiko akibat kelalaian bank yang dapat menimbulkan kelemahan dari aspek yuridis serta munculnya tuntutan hukum pihak lain

H. Risiko Kepatuhan Risiko akibat bank tidak mematuhi dan/atau tidak melaksanakan peraturan perundangundangan dan ketentuan yang berlaku.

9

Pengertian dan Jenis Risiko

I. Risiko Transaksi Intras Group Risiko akibat ketergantungan suatu entitas baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap entitas lainnya dalam satu Konglomerasi Keuangan dalam rangka pemenuhan kewajiban perjanjian tertulis malipun perjanjian tidak tertulis baik yang diikuti perpindahan dana dan/atau tidak diikuti perpindahan dana.

J. Risiko Asuransi Risiko akibat kegagalan perusahaan asuransi memenuhi kewajiban kepada pemegang polis sebagai akibat dari ketidakcukupan proses seleksi Risiko (underwriting), penetapan premi (pricing), penggunaan reasuransi, dan/atau penanganan klaim

K. Risiko Investasi Risiko akibat Bank ikut menanggung kerugian usaha nasabah yang dibiayai dalam pembiayaan berbasis bagi hasil baik yang menggunakan metode net revenue sharing maupun yang menggunakan metode profit and loss sharing

L. Risiko Imbal Hasil Risiko akibat perubahan tingkat imbal hasil yang dibayarkan Bank kepada nasabah, karena terjadi perubahan tingkat imbal hasil yang diterima Bank dari penyaluran dana, yang dapat mempengaruhi perilaku nasabah dana pihak ketiga Bank

10

Risiko Global dan Kondisi Keuangan Dunia

2. Risiko Global, Roadmap Pengembangan Perbankan, Keuangan Berkelanjutan, Inovasi Teknologi Digital A. Risiko Global dan Kondisi Keuangan Dunia Laporan Risiko Global 2021 (National University of Singapore):

Prediksi risiko tertinggi sepuluh tahun ke depan = cuaca ekstrem, kegagalan tindakan iklim, kerusakan lingkungan akibat ulah manusia, serta konsentrasi kekuatan digital, ketidaksetaraan digital, dan kegagalan keamanan siber. Prediksi risiko tertinggi sepuluh tahun berikutnya = penyakit menular menempati posisi teratas, diikuti oleh kegagalan tindakan iklim dan risiko lingkungan lainnya, senjata pemusnah massal, krisis mata pencaharian, krisis hutang, dan kerusakan infrastruktur TI

Data Moneter Internasional (2022): prospek ekonomi global telah memburuk secara signifikan ❑ Perlambatan ekonomi global semakin meningkat. ❑ Kondisi keuangan global telah mengetat di sebagian besar Kawasan: ▪ Sebagian merupakan konsekuensi yang diharapkan dari kebijakan pengetatan moneter ▪ Sebagian karena meningkatnya ketidakpastian tentang prospek ekonomi. 11

Roadmap Pengembangan Perbankan

B. Roadmap Pengembangan Perbankan Menurut OJK, tantangan industri perhankan timbul terutama dari 4 hal yaitu: 1) Struktur perbankan nasional masih didominasi bank-bank dengan skala usaha kecil dan berdaya saing rendah. 2) Perubahan ekosistem dan ekspektasi stakeholder akan layanan digital yang semakin masif terlebih di masa pandemi Covid-19. 3) Ekspektasi pemerintah dan miasyarakat terhadap sektor jasa keuangan terutama perbankan dalam pemulihan ekonomi nasional. 4) Tuntutan kepada regulator terkait pembenahan internal, baik dari sisi pengaturan, pengawasan dan juga perizinan sehingga dapat lebih agile, adaptif dan mampu mendukung ekosistem baru industri perbankan.

12

Roadmap Pengembangan Perbankan

Roadmap Pengembangan Perbankan Indonesia 2020 — 2025: 1. Penguatan struktur dan keunggulan komparatif: a) Meningkatkan permodalan b) Mengaselerasi konsolidasi dan penguatan kelompok usaha bank c) Memperkuat penerapan tata kelola dan efisiensi d) Mendorong inovasi produk dan layanan

2. Akselerasi transformasi digital a) Memperkuat Tata Kelola dan Manajemen Risiko TI b) Mendorong penggunaan IT Game Changers (antara lain Open API, Cloud, Blockchain, Al, Super App, Omnichannel) c) Mendorong kerja sama terkait teknologi d) Mendorong implementasi Advanced Digital Bank

3. Penguatan peran perbankan dalam perekonomian nasional a) Mengoptimalkan peran dalam pembiayaan ekonomi b) Mendorong pendalaman pasar keuangan melalui multiactivities business c) Mendorong Perbankan Syariah menjadi katalis ekonomi syariah d) Meningkatkan edukasi dan edukasi keuangan e) Mendorong partisipasi dalam pembiayaan berkelanjutan 4. Penguatan pengaturan perizinan dan pengawasan a) Memperkuat pengaturan dengan menggunakan pendekatan principle based b) Memperkuat perizinan melalui pemanfaatan teknologi c) Meningkatkan pengawasan dengan pemanfaatan teknologi yang optimal (Suptech) d) Memperkuat pengawasan konsolidasi (Kelompok usaha Bank) 13

Penerapan Keuangan Berkelanjutan

C. Penerapan Keuangan Berkelanjutan Tujuan 1) Menyediakan sumber pendanaan yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan dan pendanaan terkait perubahan iklim dalam jumlah yang memadai. 2) Meningkatkan daya tahan dan daya saing LJK, emiten dan Perusahaan Publik melalui pengelolaan risiko sosial dan Lingkungan Hidup yang lebih baik dengan cara mengembangkan produk dan/atau jasa keuangan yang menerapkan prinsip Keuangan Berkelanjutan sehingga mampu berkontribusi positif pada stabilitas sistem keuangan.

3) Mengurangi kesenjangan sosial, mengurani dan mencegah kerusakan Lingkungan Hidup, menjaga keanekaragaman hayati, dan mendorong efisiensi pemanfaatan energi dan sumber daya alam 4) Mengembangkan produk dan/atau jasa keuangan yang menerapkan prinsip Keuangan Berkelanjutan.

14

Penerapan Keuangan Berkelanjutan

Rencana Aksi Keuangan Berkelanjutan

Kewajiban Bank

a)

Menerapkan Keuangan Berkelanjutan, Bank wajib menyusun Rencana Aksi Keuangan Berkelanjutan (RAKB) sesuai ketentuan OJK.

a)

Pengembangan Portofolio Keuangan Berkelanjutan, berupa penyediaan produk (kredit dan dana) dan jasa yang tergolong kegiatan keuangan berkelanjutan, antara lain pembiayaan kelapa sawit yang ramah lingkungan, pembiayaan konstruksi jalan to1 dan infrastruktur, serta pembiayaan kepada UMKM.

b)

Pengembangan Kapasitas Internal Dalam Keuangan Berkelanjutan, yaitu kegiatan internal bank yang mendukung kegiatan Keuangan Berkelanjutan, contohnya sosialisasi kepada karyawan dan nasabah untuk menerapkan Keuangan Berkelanjutan, penghematan pemakaian energi listrik, penghematan pemakaian kertas.

c)

Penyesuaian internal bank dalam hal organisasi, manajemen risiko yang memperhatikan aspek risiko lingkungan, sosial dan tata kelola, penyesuaian kebijakan dan prosedur dan penggunaan teknologi informasi seperti proses digitalisasi proses bisnis dan operasional, optimalisasi kegiatan CSR yang sesuai dengan kegiatan Keuangan Berkelanjutan. 15

b) RAKB dimaksud wajlb disampaikan setiap tahun kepada Otoritas Jasa Keuangan. c)

RAKB wajib disusun oleh Direksi dan disetujui oleh Dewan Komisaris.

Penerapan Keuangan Berkelanjutan

Roadmap Keuangan Berkelanjutan Tahap II (2021 – 2025)

1. Kebijakan: green taxonomy, integrasi aspek ESG, key performance indicator, pengembangan insentif, panduan penerapan Keuangan Berkelanjutan di pasar modal dan IKNB. 2. Produk: pengembangan inovasi produk, pengembangan lnfrastruktur penunjang. 3. Infrastruktur Pasar: pengembangan informasi Keuangan Berkelanjutan, pengembangan pasar primer dan sekunder.

4.

Koordinasi antara kelembagaan: Task Force Nasional, Monitoring & Evaluasi.

5.

Dukungan Non-Pemerintah: pengembangan pusat riset, realisasi program.

6.

Sumber Daya Manusia: Training, TOT, e-Learning.

7.

Awareness: Buku Acuan Kredit Keuangan Berlielanjutan, kampanye nasional, program inklusi, awards, publikasi informasi bagi investor.

16

Tantangan Inovasi Digital

D. Tantangan Inovasi Digital

Perubahan ekspektasi masyarakat

Layanan keuangan

Risiko

Transformasi

Digitalisasi perbankan

Fraud Risiko strategi (investasi teknologi) Risiko serangan siber Risiko Lain 17

Sejarah Basel

3. Standar BASEL dan Regulasi Manajemen Risiko di Indonesia A. Sejarah Basel Amendment Basel I, tambahan perhitungan kecukupan modal untuk risiko pasar.

Pembentukan Basel Committee on Banking Supervision (BCBS)

1930

Awal terbentuknya The Bank for Internastional Settlement (BIS)

1974

Basel III, meningkatkan Modal Inti (Core Capital), membatasi modal kuasi, penyediaan cadangan modal, regulasi likuiditas bank.

1988

Basel I (Basel Capital Accord), konsep awal perhitungan kecukupan modal hanya untuk risiko kredit.

1996

2004

2009 2010

Basel II, ditambah dengan perhitungan kecukupan modal untuk risiko operasional. 18

Standard Basel

B. Standard Basel Basel I Latar belakang Basel 1: krisis hutang Amerika Latin (Brazil, Argentina, Meksiko) pada awal 1900-an yang dapat meningkatkan risiko perbankan internasional.

19

Standard Basel

Basel II

Latar belakang Basel II: perubahan yang terjadi pada industri perbankan dan pasar keuangan termasuk krisis keuangan yang terjadi di Asia Tenggara dan Asia selatan tahun 1997-1998 Tahun 2009 : standar “Revisions to the Basel II Market Risk Framework” (Basel 2.5) Enhancement on RWA calcualtion for market risk using the internal model: • •

VaR and Stressed VAR Incremental Risk Charge (risiko akibat migrasi peringkat surat berharga)

20

Standard Basel

Basel III

Latar belakang Basel III: krisis keuangan akibat dari kurangnya kecukupan modal, tingginya variasi ATMR antar Bank-bank, leverage yang sangat tiliggi dan liquidity crunch.

21

Standard Basel

Basel III Reforms (Basel IV)

❑ 2017 => BCBS telah mempublikasikan Basel Ill: Finalising post-crisis reforms yang dikenal sebagai Basel III Reform (Basel IV) ❑ dikonsolidasikan dalam Basel Framework Tahun 2022 ❑ memperkuat perhitungan permodalan dengan revisi: ▪ perhitungan risiko kredit ▪ penyesuaian penilaian risiko kredit (credit valuation adjustment} ▪ perhitungan risiko pasar ▪ Perhitungan risiko operasional

22

Standard Basel

Standar pengaturan manajemen risiko yang lain ISO 31000: Standar Manajemen Risiko ❑ Standar Manajemen Risiko dari International Organization for Standardization (ISO) ❑ ISO = organisasi nirlaba, 167 lembaga standar berbagai negara. ❑ Pertama kali dikeluarkan tahun 2009 (ISO 31000:2009) dan penyempurnaanya di 2018. ❑ ISO dimulai 1947 (25 negara) di Institute of Civil Engineers di London dengan pembahasan standar internasional di berbagai bidang ❑ Contoh hasil ISO: ▪ ISO 9000 (Standar Manajemen Mutu) ▪ ISO 14000 (Standar Manajemen Lingkungan) ▪ ISO 5000 (Standar Manajemen Energi) ▪ ISO 45000 (Standar Kesehatan dan Keselamatan) ▪ ISO 27000 (Standar Manajemen Keamanan Informasi) ❑ Mencakup prinsip manajemen risiko, kerangka manajemen risiko, proses manajemen risiko dan penilaian risiko pada seluruh bidang kegiatan baik keuangan maupun non keuangan dengan berpedoman pada proses manajemen umum, yaitu PDCA: plando-check-action (Badan Standardisasi Nasional, 2018) 23

Standard Basel

COSO: Enterprise Risk Management: Integrated Framework ❑ COSO adalah Committee of Sponsoring Organizations Of the Treadway Commission ❑ Organisasi dari sektor swasta yang didirikan tahun 1985 ❑ Tujuan COSO adalah untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan penggelapan laporan keuangan dan membuat rekomendasi untuk mengurangi kejadian tersebut. ❑ COSO telah menyusun suatu definisi umum untuk pengendalian, standar, dan kriteria internal yang dapat digunakan perusahaan ❑ COSO disponsori dan didanai oleh 5 asoslasi dan lembaga akuntansi profesional; American Institute of Certified Public Accountants (AICPA), American Accounting Associntion (AAA), Financial Executives International (FEl), Institute of Internal Auditor (IIA), Institute of Management Accountants {Sumber: Website COSO). ❑ Enterprise Risk Management (ERM) Framework 2017 yang merupakan penyempurnaan dari ERM Framework tahun 2004 mencakup 5 prinsip organisasi, yaitu 1). Tata Kelola dan Budaya. 2). Penetapan Strategi dan Tujuan. 3). Kinerja termasuk risiko. 4). Evaluasi dan Revisi. dan 5). Informasi, Komunikasi dan Pelaporan (COSO, 2017). Penerapan di Indonesia dilakukan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN) dengan menerbitkan Standar Nasional Indonesia (SNI) Manajemen Risiko Berbasis ISO 31000 pada tahun 2018. 24

Empat Pilar Manajemen Risiko

C. Empat Pilar Manajemen Risiko DEWAN KOMISARIS

TATA KELOLA MANAJEMEN RISIKO

DIREKSI SUMBERDAYA MANUSIA

RISK CONTROL (KUALITAS PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO)

KERANGKA KERJA MANAJEMEN RISIKO

RISK APPETITE & RISK TOLERANCE

STRATEGI STRUKTUR ORGANISASI KEBIJAKAN & PROSEDUR

IDENTIFIKASI

KECUKUPAN LIMIT

PENGUKURAN

PROSES MANAJEMEN RISIKO

PENGENDALIAN INTERNAL MANAJEMEN RISIKO *) *) lihat :SE N o.5/22/DPN P, 29/09/2003

PEMANTAUAN

PENGENDALIAN

LINGKUNGAN PENGENDALIAN

SDM & SIM

ASESMEN KONTROL ATASAN INFORMASI & KOMUNIKASI KOREKSI PENYIMPANGAN

25

Empat Pilar Manajemen Risiko

PILAR 1 : TATA KELOLA MANAJEMEN RISIKO

a)

Pengawasan Aktif Dewan Komisaris & Direksi

1) BERTANGGUNGJAWAB ATAS EFEKTIVITAS penerapan Manajemen Risiko di Bank yang sesuai dengan karakteristik, kompleksitas dan profil Bank 2) MEMAHAMI RISIKO-RISIKO yang dihadapi Bank, memahami dengan baik jenis dan tingkat Risiko yang melekat pada kegiatan bisnis Bank

3) MEMBERIKAN ARAHAN YANG JELAS, melakukan pengawasan dan mitigasi secara aktif serta mengembangkan budaya Manajemen Risiko di Bank 4) MEMASTIKAN STRUKTUR ORGANISASI YANG MEMADAI, menetapkan tugas dan tanggung jawab dan kecukupan kuantitas dan kualitas SDM 26

Empat Pilar Manajemen Risiko

b)

Wewenang & Tanggung Jawab Dekom

1) Menyetujui kebijakan Manajemen Risiko termasuk strategi dan kerangka Manajemen Risiko yang ditetapkan sesuai dengan tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite) dan toleransi Risiko (risk tolerance) Bank. 2) Mengevaluasi kebijakan Manajemen Risiko dan strategi Manajemen Risiko paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun atau dalam frekuensi yang lebih sering dalam ha1 terdapat perubahan Onitor yang mempengaruhi kegiatan usaha Bank secara signifikan 3) Mengevaluasi pertanggungjawaban Direksi dan memberikan arahan perbaikan atas pelaksanaan kebijakan Manajemen Risiko secara berkala. Evaluasi dilakukan dalam rangka memastikan bahwa Direksi mengelola aktivitas dan Risiko Bank secara efektif 4) Memastikan kebijakan dan proses manajemen risiko dilaksanakan secara efektif dan terintegrasi dalam proses manajemen risiko secara keseluruhan 27

Empat Pilar Manajemen Risiko

c) 1)

4)

Mengevaluasi dan/atau mengkinikan kebijakan, strategi, dan kerangka Manajemen Risiko paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun atau dalam frekuensi yang lebih sering dalam hal terdapat perubahan faktor yang mempengaruhi kegiatan usaha Bank, eksposur risiko, dan/atau profil Risiko secara signifikan.

5)

Menetapkan struktur organisasi, termasuk wewenang dan tanggung jawab yang jelas pada setiap jenjang jabatan yang terkait dengan penerapan Manajemen Risiko.

6)

Bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan, strategl, dan kerangka manajenien risiko yang telah disetujui oleh Dewan Komisaris serta mengevaluasi dan memberikan arahan berdasarkan laporan yang disampaikan oleh Satuan Kerja Manajemen Risiko (SKMR) termasuk laporan mengenai profil risiko

Wewenang & Tanggung Jawab Direksi Menyusun kebijakan, strategi, dan kerangka manajemen risiko secara tertulis dan komprehensif termasuk limit risiko secara keseluruhan dan per jenis risiko, dengan memperhatikan tingkat risiko yang akan diambil (risk appetite) dan toleransi risiko (risk tolerance) sesuai kondisi Bank serta memperhitungkan dampak risiko terhadap kecukupan Permodalan. Setelah mendapat persetujuan dari Dewan Komisaris, Direksi menetapkan kebijakan, strategi, dan kerangka manajemen risiko.

2)

Menyusun, menetapkan, dan mengkinikan prosedur dan alat untuk mengidentifikasi, mengukur, memonitor, dan mengendalikan risiko

3)

Menyusun dan menetapkan mekanisme persetujuan transaksi, termasuk yang melampaui limit dan kewenangan untuk setiap jenjang jabatan

28

Empat Pilar Manajemen Risiko

7)

8)

Memastikan seluruh Risiko yang material dan dampak yang ditimbulkan oleh risiko dimaksud telah ditindaklanjuti dan menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada Dewan Komisaris secara berkala, antara lain memuat laporan perkembangan dan permasalahan terkait risiko yang material disertai langkah-langkah perbaikan yang telah, sedang, dan akan dilakukan. Memastikan pelaksanaan langkah-langkah perbaikan atas permasalahan atau penyimpangan dalam kegiatan usaha Bank yang ditemukan oleh Satuan Kerja Audit Intern (SKAI).

a) b) c) d)

9)

Mengembangkan budaya Manajemen Risiko termasuk kesadaran Risiko pada seluruh jenjang organisasi, antara lain meliputi komunikasi yang memadai kepada seluruh jenjang organisasi tentang pentingnya pengendalian intern yang efektif.

10) Memastikan kecukupan dukungan sumber daya untuk mengelola dan mengendalikan Risiko 11) Memastikan bahwa fungsi Manajemen Risiko telah diterapkan secara independen yang dicerminkan antara lain adanya pemisahan fungsi antara SKMR yang melakukan identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian risiko dengan satuan kerja yang melakukan dan menyelesaikan transaksi.

Risk Appetite, sesuai dengan strategi dan sasaran bisnis Bank Risk Tolerance, sebagai penjabaran dari tingkat Risiko yang akan diambil Direksi memberikan arahan yang jelas tentang Risk Appetite & Risk Tolerance Penetapan Risk Tolerance, mempertimbangkan strategi dan tujuan bisnis Bank dan risk bearing capacity 29

Empat Pilar Manajemen Risiko

d)

Organisasi Manajemen Risiko

DEWAN KOMISARIS ❑ KOMITE PEMANTAU RISIKO, melakukan review atas Risiko Inheren dan Kecukupan Penerapan Manajemen Risiko ❑ Melaporkannya kepada Dewan Komisaris

DEWAN DIREKSI ❑ KOMITE MANAJEMEN RISIKO, secara periodic membahas hasil penilaian Profil Risiko, yang melibatkan sebagian besar Direksi dan Pejabat Eksekutif yang terkait ❑ SATUAN KERJA MANAJEMEN RISIKO (berkedudukan di Kantor Pusat) bertanggung jawab memastikan kecukupan prosedur, kecukupan limit dan kecukupan sumber daya manusia serta telah memenuhi prinsip-prinsip four eyes principle*) ❑ SATUAN KERJA OPERASIONAL, pemilik risiko masingmasing

30

Empat Pilar Manajemen Risiko

Komite Manajemen Risiko ❑ Keanggotaan Komite Manajemen Risiko paling kurang terdiri dari mayoritas Direksi dan Pejabat Eksekutif terkait a) mayoritas Direksi dan paling kurang 2 orang Direktur b) Direktur yang membawahi fungsi Manajemen Risiko dan Kepatuhan sebagai anggota tetap c) pejabat yang memimpin Satuan Kerja Manajemen Risiko dan pejabat yang memimpin Satuan Kerja Audit Intern

❑ Tugas-tugas Komite Manajemen Risiko: a) Penyusunan kebijakan. strategi, dan pedoman penerapan manajemen risiko b) Perbaikan atau penyempurnaan pelaksanaan manajemen risiko berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan manajemen risiko c) Penetapan hal-hal yang terkait dengan keputusan bisnis yang menyimpang dari prosedur normal.

31

Empat Pilar Manajemen Risiko

Satuan Kerja Manajemen Risiko

1) Disesuaikan dengan ukuran dan kompleksitas kegiatan usaha Bank dan Risiko 2) Bertanggung jawab langsung kepada Direktur Utama atau Direktur yang ditugaskan secara khusus 3) Independen terhadap satuan kerja Risk OWNER & Audit Intern

4) Wewenang dan tanggung jawab : ▪ Pemantauan pelaksanaan strategi Manajemen Risiko yang telah disetujui oleh Direksi. ▪ Pemantauan posisi Risiko secara keseluruhan [composite), per jenis ▪ Risiko, dan per jenis aktivitas fungsional serta melakukan stress testing. ▪ Kaji ulang secara berkala terhadap proses Manajemen Risiko. ▪ Pengkajian usulan aktivitas dan/atau produk baru. ▪ Evaluasi terhadap akurasi model dan validitas data yang digunakan untuk mengukur risiko, bagi Bank yang menggunakan model untuk keperluan intern (internal model). ▪ Memberikan rekomendasi kepada satuan kerja operasional (risk-taking-unit) dan/atau kepada komite Manajemen Risiko, sesuai kewenangan yang dimiliki ▪ Menyusun dan menyampaikan laporan profil Risiko kepada direktur utama atau direktur yang ditugaskan secara khusus dan komite Manajemen Risiko secara berkala 32

Empat Pilar Manajemen Risiko

PILAR 2 : KERANGKA KERJA MANAJEMEN RISIKO a)

Strategi Manajemen Risiko

1) Strategi Manajemen Risiko selaras dengan strategi bisnis secara keseluruhan 2) Memperhatikan tingkat risk appetite & risk tolerance 3) Memastikan bahwa eksposur Risiko Bank dikelola secara terkendali sesuai dengan kebijakan, prosedur Bank dan peraturan perundang-undangan yang berlaku 4) berorientasi jangka panjang, cakupan hingga perusahaan anak dan alokasi sumberdaya manusia serta kecukupan ketersediaan modal 5) Mempertimbangkan kondisi eksternal dan internal 6) Wajib dikomunikasikan kepada seluruh satuan kerja, manajer dan staf yang relevan agar dipahami secara jelas 7) review berkala

b)

Kecukupan Kebijakan dan Prosedur

1) Arahan tertulis dalam menerapkan Manajemen Risiko sejalan dengan visi, misi, strategi bisnis Bank yang dikoordinasikan dengan fungsi atau unit kerja terkait. 2) Minimal mengandung : a) Akuntabilitas dan jenjang delegasi wewehang yang jelas. b) Pelaksanaan kaji ulang terhadap prosedur Manajemen Risiko dan penetapan limit Risiko secara berkala c) Dokumentasi prosedur Manajemen Risiko dan penetapan limit Risiko secara memadai 3) Kebijakan rencana kelangsungan usaha (Business Continuity Plan atau Business Continuity Management) 33

Empat Pilar Manajemen Risiko

PILAR 3 : PROSES MANAJEMEN RISIKO, SDM & SIM

IDENTIFIKASI RISIKO PENGUKURAN RISIKO

PROSES MANAJEMEN RISIKO PENGENDALIAN RISIKO

PEMANTAUAN RISIKO SISTEM INFORMASI MANAJEMEN RISIKO 34

Empat Pilar Manajemen Risiko

❑ Bank wajib melakukan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian Risiko terhadap faktor-faktor risiko (risk factors) yang bersifat material yang didukung oleh (a) sistem informasi manajemen yang tepat waktu, (b) laporan yang akurat dan informatif mengenai kondisi keuangan, kinerja aktivitas fungsional, dan eksposur Risiko Bank ❑ Tujuan dilakukannya identifikasi risiko adalah untuk mengidentifikasi ▪ seluruh jenis risiko yang melekat pada setiap aktivitas fungsional yang berpotensi merugikan Bank.

❑ Proses identifikasi Risiko dilakukan dengan menganalisis seluruh sumber Risiko minimal dilakukan terhadap Risiko dari produk dan aktivitas Bank, serta memastikan bahwa Risiko dari produk dan aktivitas baru telah melalui proses Manajemen Risiko yang layak sebelum diperkenalkan atau dijalankan.

35

Empat Pilar Manajemen Risiko

❑ Metode pengukuran Risiko dapat dilakukan secara kuantitatif dan/atau kualitatif. ❑ Metode pengukuran tersebut harus dipahami secara jelas oleh pegawai terkait dalam pengendalian Risiko, antara lain manager treasury. chlef dealer, Komite Manajemen Risil‹o, Satuan Kerja Manajemen Risiko, dan Direktur bidang terkait. ❑ Secara umum pendekatan yang paling sederhana dalam pengtikuran risiko adalah yang direkomendasikan oleh BCBS atau Pendekatan Standard. Bagi Bank yang memiliki kompleksitas usaha yang tinggi dapat mengembang dan menggunakan metode internal (internal model), agar dapat menggunakan alat yang lebih sensitif untuk mengukur risiko.

❑ Evaluasi atas Pengukuran Risiko dilakukan secara berkala terhadap kesesuaian asumsi, sumber data, dan prosedur yang digunakan untuk mengukur Risiko. Selain itu juga dilakukan penyempurnaan terhadap sistem pengukuran risiko dalam hal terdapat perubahan kegiatan usaha Bank, produk, transaksi dan faktor risiko, yang bersifat material. ❑ Pendekatan pengukuran risiko digunakan untuk mengukur profil risiko Bank guna memperoleh gambaran efektivitas penerapan manajemen risiko.

36

Empat Pilar Manajemen Risiko

PILAR 4 : SISTEM PENGENDALIAN INTERNAL YANG MENYELURUH

❑ Untuk memastikan seluruh jajaran organisasi melaksanakan kebijkaan manajemen risiko yang sudah ditetapkan, Bank memerlukan suatu sistem pengendalian intern, yang dapat secara efektif mengawasi pelaksanaan kegiatan usaha dan operasional pada seluruh jenjang organisasi bank. ❑ Pelaksanaan sistem pengendalian intern mampu secara tepat waktu mendeteksi kelemahan dan penyimpangan yang terjadi.

37

Empat Pilar Manajemen Risiko

a)

Permodalan dan Tingkat Kesehatan Bank

❑ Modal bagi suatu bank sangat penting baik untuk mendukung pertumbuhan bisnis maupun untuk menutupi terjadinya risiko yang tidak diperkirakan (unexpected loss). ❑ Saat ini perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) atau Capital Adequacy Ratio (CAR) menganut Basel III, yaitu:

𝐾𝑃𝑀𝑀 =

𝑀𝑜𝑑𝑎𝑙 𝑇𝑖𝑒𝑟 1 + 𝑇𝑖𝑒𝑟 2 × 100% 𝐴𝑇𝑀𝑅 𝐾𝑟𝑒𝑑𝑖𝑡 + 𝐴𝑇𝑀𝑅 𝑃𝑎𝑠𝑎𝑟 + 𝐴𝑇𝑀𝑅 𝑂𝑝𝑒𝑟𝑎𝑠𝑖𝑜𝑛𝑎𝑙

Modal Tier 1 = Modal Disetor, Laba Ditalian, Laba Tahun Berjalan – Faktor Pengurang Modal Tier 2 = Tambahan dari Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) ATMR = Aktiva Tertimbang Menurut Risiko

38

Empat Pilar Manajemen Risiko

❑ Rasio KPMM minimal adalah sesuai dengan profil risiko bank sebagaimana tabel di bawah: PERINGKAT PROFIL RISIKO

RASIO KPMM MINIMAL

1

8%

2

9% ≤ 10%

3

10% ≤ 11%

4-5

11% ≤ 14%

Di samping itu, sesuai dengan ketentuan OJK bahwa Bank dapat dikenakan kewajiban penambahan rasio KPMM berupa: ▪ Capital Conservation Buffer sebesar 2,5%, dan ▪ Cpuntercyclical Buffer antara 0 – 2,5%, dan/atau ▪ Capital Surcharga untuk Bank Sistemik antara 1% - 2,5%

Capital Conservation Buffer adalah tambahan modal yang berfungsi sebagai penyangga buffer] apabila terjadi kerugian pada periode krisis Countercyclical Buffer adalah tambahan modal yang berfungsi sebagai penyangga (buffer) untuk mcngantisipasi kerugian apabila terjadi pertumbuhan kredit perbankan yang berlebihan sehingga berpotensi mengganggu stabilitas sistem keuangan Capital Surcharga untuk Bank Sistemik adalah tambahan modal yang berfungsi untuk mengurangi dampak negatif terhadap stabilitas sistem keuangan dan perekonomian apabila terjadi kegagalan Bank yang berdampak sistemik melalui peningkatan kemampuan Bank dalam menyerap kerugian (Otoritas Jasa Keuangan, 2018) 39

Empat Pilar Manajemen Risiko

❑ Di samping kewajiban pemenuhan modal minimum, Bank juga diwajibkan memelihara dan/atau meningkatan Tingkat Kesehatan Bank dengan menerapkan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko dalam melaksanakan kegiatan usaha. Tingkat Kesehatan Bank adalah hasil penilaian kondisi Bank yang dilakukan terhadap risiko dan kinerja Bank.

❑ Dalam melakukan penilaian Tingkat Kesehatan Bank, bank melakukan self assessment dengan menggunakan pendekatan risiko (Risk-based Bank Rating) baik secara individo (bank only) maupun secara konsolidasi dengan Perusahaan Anak yang dilakukan paling sedikit setiap semester untuk posisi akhir bulan Juni dan akhir bulan Desember. ❑ Hasil penilaian sendiri tersebut kemudian dilaporkan kepada Otoritas Jasa Keuangan.

40

Empat Pilar Manajemen Risiko

❑ Penilaian Tingkat Kesehatan Bank dilakukan dengan pendekatan risiko (Risk-based Bank Rating), dengan cakupan penilaian terhadap 4 faktor:

Profil Risiko (Risk Profile)

Rentabilitas (earnings)

Good Corporate Governance (CGC)

Permodalan (capital)

41

Empat Pilar Manajemen Risiko

Profil Risiko (Risk Profile) ❑ Profil risiko adalah gambaran keseluruhan risiko yang melekat pada operasional bank ❑ Bank menyusun laporan profil risiko, sebagai pelaporan kepada Otoritas Jasa Keuangan, ❑ Menjadi bahan supervisi untuk mengendalikan risiko bank secara efektif. ❑ Menjadi salah satu komponen penilaian Tingkat Kesehatan bank

❑ Laporan profil risiko memuat laporan tentang tingkat dan trend seluruh eksposur risiko yang relevan dan sesuai kompleksitas usaha bank, termasuk profil risiko dari perusahaan anak. ❑ Penilaian terhadap faktor profil risiko merupakan penilaian terhadap: a) risiko inheren b) kualitas penerapan manajemen risiko dalam operasional Bank yang wajib dilakukan terhadap 8 (delapan) risiko, yaitu: risiko kredit, risiko pasar, risiko likuiditas, risiko operasional, risiko hukum, risiko stratejik, risiko kepatuhan, dan risiko reputasi. 42

Empat Pilar Manajemen Risiko

❑ Peringkat risiko komposit profil risiko ditentukan dengan menggabungkan hasil penilaian eksposur risiko yang melekat pada aktivitas fungsional (inherent risk) dan kecukupan sistem pengendalian risiko risk control system. ❑ Pengukuran inherent risk dilakukan dengan mengukur probabilitas terjadinya event, dan estimasi dampak kerugian yang ditimbulkan. Selanjutnya bank memberikan peringkat sesuai hasil assessment. ❑ Pengukuran kualitas kontrol tersebut meliputi: a) penilaian proses pengawasan aktif Komisaris dan Direksi Bank b) penilaian kecukupan kebijakan, prosedur dan penetapan limit c) penilaian kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan dan sistem informasi manajemen risiko d) penilaian atas sistem pengendallan intern yang komprehensif

43

Empat Pilar Manajemen Risiko

Good Corporate Governance (GCG)

❑ Merupakan penilaian terhadap manajemen Bank atas pelaksanaan prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG). ❑ Penetapan peringkat faktor GCG dilakukan berdasarkan analisis yang komprehensif dan terstruktur terhadap hasil penilaian pelaksanaan prinsip-prinsip GCG Bank dan informasi lain yang terkait dengan GCG Bank.

44

Empat Pilar Manajemen Risiko

Rentabilitas (earnings) ❑ Meliputi penilaian terhadap: ▪ kinerja rentabilitas (earnings) ▪ sumber-sumber rentabilitas (earnings) ▪ kesinambungan rentabilitas (earnings sustainability) Bank ❑ Penetapan peringkat faktor rentabilitas dilakukan berdasarkan analisis secara komprehensif terhadap parameter atau indikator rentabilitas dengan memperhatikan signifikansi masing-masing parameter atau indikator serta mempertimbangkan permasalahan lain yang mempengaruhi rentabilitas (earnings) Bank.

Permodalan ❑ Meliputi penilaian terhadap tingkat permodalan. ❑ Penetapan peringkat penilaian faktor permodalan Bank dilakukan berdasarkan analisis secara komprehensif terhadap parameter atau indikator permodalan dengan memperhatikan signifikansi masingmasing parameter atau indikator serta mempertimbangkan permasalahan lain yang mempengaruhi permodalan Bank.

45

Produk Baru

D. Produk Baru ❑ Setiap produk baru bank mengandung risiko ❑ Bank perlu melakukan kajian risiko yang memadai terhadap produk baru yang diluncurkan. ❑ Bank wajib memiliki kebijakan dan prosedur secara tertulis atas produk atau aktivitas baru tersebut dan dicantumkan dalam Rencana Penerbitan Produk Baru (RPPB) ❑ Kebijakan dan prosedur penerbitan produk baru tersebut minimal mencakup: ▪ Sistem dan prosedur serta kewenangan dalam pengelolaan Produk Bank. ▪ Identifikasi seluruh risiko yang melekat pada Produk Bank. ▪ Metode pengukuran dan pemantauan risiko atas Produk Bank. ▪ Metode pencatatan akuntansi untuk Produk Bank. ▪ Analisis aspek huktim Produli Bank. ▪ Transparansi informasi kepada nasabah sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai perlindungan konsunien sektor jasa keuangan.

46

Produk Baru

❑ Produk bank dikelompokkan dalam Produk Bank Dasar dan Produk Bank Lanjutan (Otoritas Jasa Keuangan, 2021) ❑ Produk Bank dikategorikan sebagai Produk Bank baru, dalam hat memenuhi kriteria: ▪ Tidak pernah diselenggarakan sebelumnya oleh Bank. ▪ Merupakan pengembangan dari Produk Bank yang mengakibatkan adanya perubahan yang material terhadap peningkatan eksposur risiko dari Produk Bank yang telah diselenggarakan se belumnya.

47

Produk Baru

Bancassurance

Bank juga dapat melakukan kerjasama pemasaran produk asuransi dengan perusahaan asuransi yang dikenal sebagai bancassurance (Otoritas Jasa Keuangan, 2016).

❑ Kerjasama tersebut dilakukan dengan 3 model berikut: 1. Referensi, terdiri dari referensi bagi nasabah dalam rangka produk bank yang dipersyaratkan (asuransi jiwa kredlt, asuransi kebakaran atas agunan debitur) maupun yang tidak dipersyaratkan. 2. Kerjasama distribusi, dimana Bank berperan menjelaskan langsung tentang produk asuransi langsung kepada calon pemegang polis, tertanggung atau peserta. 3. Integrasi Produk, dimana Bank memasarkan produk asuransi yang dimodifikasi dan/atau digabungkan dengan produk perbankan (bundled product).

❑ Kerjasama bancassurance harus memperhatikan prinsip kehati-hatian ❑ Harus dilaporkan dalam Rencana Bisnis Bank dan memperoleh persetujuan dari OJK ❑ Perusahaan asuransi kerjasama harus memenuhi persyaratan tingkat Kesehatan keuangan, tidak sedang dikenakan sanksi administratif, tercantum dalam Rencana Bisnis Perusahaan Asuransi dan mendapat persetujuan OJK

48

Produk Baru

Produk Derivatif Kompleks

❑ Structured Product adalah produk Bank hasil penggabungan antara 2 (dua) atau lebih instrumen keuangan berupa instrumen keuangan non derivatif dengan derivatif atau derivatif dengan derivatif (Otoritas Jasa Keuangan, 2018). ❑ Kegiatan Structured Product adalah aktivitas dan/atau proses yang dilakukan sehubungan dengan perencanaan, pengembangan, penerbitan, pemasaran, penawaran, penjualan, pelaksanaan operasional, dan/atau penghentian aktivitas terkait Structured Product. ❑ Bank hanya dapat melakukan kegiatan Structured Product setelah memperoleh persetujuan prinsip dan efektif dari OJK.

49

Business Continuity Management

E. Business Continuity Management Dalam kegiatan perbankan, faktor risiko tidak dapat dihindari, terutama faktor eksternal. Bila tidak ditangani secara khusus, Bank akan menghadapi risiko operasional, dan risiko reputasi yang berdampak pada menurunnya tingkat kepercayaan nasabah kepada Bank. Strategi Bank: ❑ Business Continuity Management (BCM), yaitu proses manajemen terpadu dan menyeluruh untuk menjamin kegiatan operasional Bank tetap dapat berfungsi walaupun terdapat gangguan/bencana guna melindungi kepentingan para stakeholder. ❑ BCM merupakan bagian yang terintegrasi dengan kebijakan manajemen risiko Bank secara keseluruhan (Otoritas Jasa Keuangan, 2016).

❑ Komponen yang diperlukan dalam penerapan BCM yang efektif adalah sebagai berikut: a) Adanya pengawasan aktif manajemen b) Melalui Business Impact Analysis dan Risk Assessment c) Penyusunan Business Continuity Plan yang memadai d) Dilakukannya pengujian terhadap BCP e) Dilakukan pemeriksaan oleh Auditor Intern 50

Penggunaan Teknologi Informasi & Penyelenggaraan Sistem Pembayaran

F. Penggunaan Teknologi Informasi & Penyelenggaraan Sistem Pembayaran Beberapa prinsip yang ditetapkan OJK dalam penggunaan Teknologi Informasi (TI), yaitu: 1. Tata Kelola Teknologi Informasi, meliputi wewenang dan tanggung jawab dari direksi, dewan komisaris, komite pengarah TI, serta pejabat Bank terkait penerapan tata kelola TI.

2. Arsitektur Teknologi Informasi termasuk rencana strategis TI jangka panjang yang mendukung rencana korporasi Bank 3. Penerapan Manajemen Risiko Teknologi informasi termasuk rencana pemulihan bencana, pelaksanaan uji coba dan kaji ulang.

4. Sistem Ketahanan dan Keamanan Siber, meliputi organisasi, penanggulangan insiden siber, sistem informasi ketahanan siber, penilaian tingkat maturitas keamanan siber & pengujian keamanan siber. 5. Penggunaan Pihak Penyedia Jasa Teknologi Informasi, meliputi kebijakan dan prosedur, pemilihan vendor, proses manajemen risiko penggunaan pihak penyedia jasa TI, dan penilaian kinerja.

51

Penggunaan Teknologi Informasi & Penyelenggaraan Sistem Pembayaran

6. Penempatan Sistem Elektronik dan Pemrosesan Transaksi berbasis TI 7. Pengelolaan Data dan Perlindungan Data Pribadi 8. Penyediaan Jasa TI oleh Bank, di mana Bank hanya dapat menyediakan jasa TI kepada LJK yang diawasi oleh OJK dan/atau LJK di luar wilyah Indonesia yang diawasi otoritas pengawas dan pengatur lembaga jasa keuangan setempat dengan persetujuan OJK.

9.

Pengendalian dan Audit Intern termasuk kewajiban melaksanakan audit intern terhadap penyelenggaraan TI paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun, pedoman audit intern atas penyelenggaraan TI.

10. Pelaporan, berupa rencana pengembangan TI, kondisi terkini penyelenggaraan TI, notifikasi awal dan laporan insiden TI dan realisasi penyelenggaraan TI Bank. 11. Penilaian Tingkat Maturitas Digital Bank minimal sekali setahun.

52

Penggunaan Teknologi Informasi & Penyelenggaraan Sistem Pembayaran

❑ Bank sebagai penyedia jasa sistem pembayaran juga harus mematuhi ketentuan Bank Indonesia terkait penyelenggaraan sistem pembayaran yang meliputi: a) Penyediaan informasi Sumber Dana, b) Payment initiation dan/atau acquiring, services, c) Penatausahaan Sumber Data, dan/atau d) layanan remitansi (Bank Indones‹a, 2021).

❑ Penyedia Jasa Pembayaran (PJP) wajib memenuhi prinsip umum dalam penyelenggaraan Sistem Pembayaran yang terdiri atas: 1) Kewajiban penyelenggaraan yang meliputi aspek: a) Tata kelola. b) Manajemen risiko termasuk prinsip kehatihatian. c) Standar keamanan sistem informasi. d) lnterkoneksi dan interoperabilitas. e) Pemenuhan ketentuan peraturan perundangundangan. 2) Kebijakan Bank Indonesia mengenai skema harga dalam penyelenggaraan Sistem Pembayaran. 3) Kapabilitas sumber daya manusia dan organisasi, serta kode etik dan tata perilaku praktik bisnis yang sehat. 53

Penggunaan Teknologi Informasi & Penyelenggaraan Sistem Pembayaran

❑ Pemenuhan kewajiban aspek standar keamanan sistem informasi paling sedikit meliputi ketersediaan kebijakan/prosedur tertulis sistem informasi dan penggunaan sistem yang aman dan andal paling sedikit untuk: a) Pengamanan dan perlindungan kerahasiaan data termasuk namun tidak terbatas pada pengamanan data dan/atau informasi terkait Pengguna Jasa, instrumen pembayaran, dan transaksi pembayaran. b) Pengelolaan fraud. c) Pemenuhan sertifikasi dan/atau standar keamanan dan keandalan sistem yang ditetapkan Bank Indonesia atau regulator lain. d) Pemeliharaan dan peningkatan keamanan teknologi. e) Ketersediaan sistem informasi.

❑ Kewajiban PJP untuk memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan meliputi: a) Persaingan usaha yang sehat, b) Informasi dan transaksi elektronik, c) Anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme, d) Perlindungan konsumen, e) Penerapan kewajiban penggunaan rupiah, f) Perlindungan data pribadi, g) Peraturan perundang-undangan lain.

54

Manajemen Risiko Konglomerasi Keuangan

G. Manajemen Risiko Konglomerasi Keuangan ❑ OJK juga menyadari bahwa adanya Lembaga jasa keuangan yang mempunyai hubungan kepemilikan dan atau hubungan pengendalian di berbagai sektor jasa keuangan telah meningkatkan kompleksitas dan interaksi antar Lembaga jasa keuangan dalam sistem keuangan yang menyebabkan peningkatan eksposur risiko.

❑ Bank yang tergabung dalam suatu konglomerasi keuangan wajib menerapkan Manajemen Rlsiko Terintegrasi. ❑ Pengertian konglomerasi keuangan adalah LJK yang berada dalam Satu grup atau kelompok karena keterkaitan kepemilikan dan/atau pengendalian. ❑ Yang dimaksud dengan LJK adalah dapat berupa bank, perusahaan asuransi reasuransi, perusahaan efek, dan/atau perusahaan pembiayaan.

❑ Konglomerasi keuangan wajib memiliki Entitas Utama, yaitu LJK Induk dari Konglomerasi Keuangan atau LJK yang ditunjuk oleh pemegang saham pengendali Konglomerasi Keuangan (Otoritas Jasa Keuangan, 2014). 55

Manajemen Risiko Konglomerasi Keuangan

❑ Konglomerasi Keuangan tersebut memiliki struktur yang terdiri dari Entitas utama dan perusahaan anak, dan/atau perusahaan terelasi beserta perusahaan anaknya. ❑ Perusahaan terelasi (sister company) adalah beberapa LJK yang terpisah secara kelembagaan dan/atau secara hukum namun dimilikl dari/atau dikendalikan oleh pemegang saham pengendali yang sama. ❑ Perusahaan anak tersebut adalah badan hukum atau perusahaan yang dimiliki dan/atau dikendalikan oleh LJK secara 1angsung maupun tidak langsung baik di dalam maupun di luar negeri yang melakukan kegiatan usaha di sektor jasa keuangan.

Penerapan Manajemen Risiko Terintegrasi dipimpin oleh Entitas utama mencakup paling sedikit: 1. Pengawasan Direksi dan Dewan Komisaris Entitas Utama. 2. Kecukupan kebijakan, prosedur, dan penetapan limit Manajemen risiko Terintegrasi. 3. Kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, pengendalian risik secara terintegrasi, dan sistem informasi Manajemen Risiko Terintegrasi. 4. Sistem pengendalian intern yang menyeluruh terhadap penerapan Manajemen Risiko Terintegrasi.

56

Manajemen Risiko Konglomerasi Keuangan

❑ Risiko yang wajib dikelola dalam Manajemen Risiko Terintegrasi mencakup 8 jenis risiko yang dihadapi Bank secara individual dan ditambah risiko transaksi intra group. ❑ Khusus bagi konglomerasi keuangan yang memiliki perusahaan asuransi atau reasuransi maka jenis risiko yang dihadapi ditambah dengan risiko asuransi. ❑ Sebagaimana penerapan manajemen risiko bank secara individual, maka entitas utama dalam hal ini harus membentuk Komite Pemantau Risiko Terintegrasi

❑ Komite Manajemen Risiko Terintegrasi, menyusun Kebijakan Manajemen Risiko Terintegrasi, melakukan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian risiko serta Sistem Informasi Manajemen Risiko Terintegrasi, dan pengendalian internal terintegrasi.

❑ Laporan profil risiko konglomerasi keuangan terintegrasi juga harus dilakukan setiap triwulan kepada OJK.

57

Relaksasi Penerapan Manajemen Risiko dalam Kondisi Khusus

H. Relaksasi Penerapan Manajemen Risiko dalam Kondisi Khusus 1) Manajemen Risiko Dalam Kondisi Bencana ❑ Definisi bencana yang menjadi cakupan POJK ini adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dampak psikologis, terganggunya kinerja pelaku industri di sektor jasa keuangan, dan atau mem pengaruhi kondisi ekohomi masyarakat. ❑ OJK dapat menetapkan daerah dan atau sektor tertentu di Indonesia yang terkena dampak bencana serta jangka waktu perlakuan khusus.

❑ Penentuan daerah dan atau sektor tertentu yang terkena bencana dilakukan oleh OJK dengan memperhatikan aspek antara lain: a) Luas wilayah yang terkena bencana b) Jumlah korban jiwa. c) Jumlah kerugian materiil. d) Jumlah debitur yang diperkirakan terkena dampak bencana. e) Persentase jumlah kredit atau pemblayaan yang diberikan ke debitur yang terkena dampak bencana terhadap jumlah Kredit pembiayaan di daerah dam atau sektor tertentu yang terkena bencana. f) Persentase jumlah kredit atau pembiayaan dengan plafon sampai dengan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliai rupiah) terhadap jumlah kredlt atau pembiayaan di daerah dan atau sektor tertentu yang terkena bencana. g) Aspek lainnya yang menurut OJK perlu untuk dipertimbangkan 58

Relaksasi Penerapan Manajemen Risiko dalam Kondisi Khusus

2) Manajemen Risiko dalam Kondisi Pandemi ❑ Bagi nasabah debitur bank yang terdampak covid-19, regulator mengeluarkan kebijakan stimulus perekonomian sebagai countercyclical dampak penyebaran covid-19. ❑ Bank dapat menerapkan kebijakan yang mendukung stimulus pertumbuhan ekonomi untuk debitur yang terkena dampak penyebaran COVID-19 termasuk debitur UMKM, dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian. ❑ Debitur yang terkena dampak penyebaran COVID-19 termasuk debitur UMKM adalah debitur yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajiban pada Bank karena debitur atau usaha debitur terdampak dari penyebaran COVID- 19 baik secara langsung ataupun tidak langsung pada sektor ekonomi antara lain pariwisata, transportasi, perhotelan, perdagangan, pengolahan, pertanian, dan pertambangan.

59

Relaksasi Penerapan Manajemen Risiko dalam Kondisi Khusus

❑ Kebijakan stimulus dimaksud terdiri dari: 1. Penilaian kualitas kredit/pembiayaan/penyediaan dana Iain hanya berdasarkan ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga untuk kredit/pembiayaan/penyediaan dana lain dengan plafon s.d Rp10 miliar. 2. Peningkatan kualitas kredit/pembiayaan/penyediaan dana menjadi lancar setelah direstrukturisasi selama masa berlakunya POJK. Ketentuan restrukturisasi ini dapat diterapkan Bank tanpa melihat plafon kredit/pembiayaan atau jenis debitur.

Regulator juga memberikan pilihan dalam melakukan revaluasi nilai aset surat berharga berdasarkan nilai aset sebelum covid 19 atau berdasarkan harga pasar sebagaimana biasanya sepanjang asas keterbukaan disampaikan dalam laporan keuangan.

60

Lembaga Internasional Sektor Keuangan Syariah

4. Penerapan Manajemen Risiko pada Bank Umum Syariah / Unit Usaha Syariah A. Lembaga Internasional Sektor Keuangan Syariah International Financial Service Board

IFSB (Islamic Financial Services Board) adalah lembaga internasional yang berkepentingan dalam memastikan peningkatan stabilitas jasa keuangan, yang mencakup perbankan, pasar modal dan asuransi berbasis prinsip Syariah. ❑ IFSB berbasis di Kuala Lumpur, diresmikan pada tahun 2002 dan mulai beroperasi pada tanggal 10 Maret 2003 (Asbisindo, 2012). ❑ Dalam upaya mengembangkan jasa keuangan yang prudent dan transparan, IFSB menerbitkan ketentuan standar internasional sebagai panduan untuk Lembaga Keuangan Syariah yang berlandaskan pada prinsip-prinsip Syariah. ❑ Standar yang telah diterbitkan misalnya prinsip manajemen risiko, kecukupan modal, tata kelola bank, proses pemeriksaan dan pengawasan, transparansi, disiplin pasar, dan sebagainya. 61

Lembaga Internasional Sektor Keuangan Syariah

Accounting and Auditing Organizations for Islamic Financial Institutions

❑ Accounting and Auditing Organization s for Islamic Financial Institutions (AAOIFI) merupakan organisasi didirikan pada tahun 1991 dan berkedudukan di Bahrain. ❑ AAOIFI merupakan organisasi non profit yang konsen pada pengembangan dan penerbitan Standar Syariah, Conceptual Framework, standar akuntansl, audit, governance, dan etika terkait dengan kegiatan keuangan dengan memperhatikan kepatuhan terhadap prinsip bagi keuangan global. ❑ Standar AAOIFI telah diadopsi oleh bank sentral atau otoritas keuangan di sejumlah negara yang menjalankan keuangan islam baik adopsi secara penuh (mandatori) atau sebagai dasar pedoman {basis of guidelines}. AAOIFI didukung oleh sejumlah bank sentral, otoritas keuangan, perusahaan akuntansi dan audit, dan hukum lebih dari 45 negara termasuk Indonesia. ❑ Indonesia menjadikan standar akuntansi AAOIFI sebagai dasar pedoman dalam penyusunan standar akuntansi.

62

Produk, Akad, dan Jenis Risiko Bank Syariah

B. Produk, Akad, dan Jenis Risiko Bank Syariah Perbedaan Akad dan Jenis Risiko Bank Syariah

63

Produk, Akad, dan Jenis Risiko Bank Syariah

Produk dan Layanan Bank Syariah

64

Produk, Akad, dan Jenis Risiko Bank Syariah

Akad Produk Funding

WADIAH

MUDHARABAH

1. Nasabah menitipkan dananya di Bank Syariah

Nasabah (penitip dana) 4

4. Bank Syariah dapat membagi sebagian keuntungan sebagai bonus berdasarkan kebijakan Bank Syariah, atau mengembalikan dana kepada nasabah tanpa tambahan bonus. Jika hasil usaha Bank rugi, Bank wajib mengembalikan sesuai nominal yang dititipkan.



Muqayyadah (Terikat)

Bank Syariah

Nasabah



Nasabah/Investor menentukan investasi yang akan dilakukan Bank Syariah tidak memiliki keleluasaan untuk pemanfaatan dana

1

(Investor) 3

4

2

Mutlaqah (Tidak Terikat)

Pembiayaan /Investasi

Bank Syariah

▪ ▪



Bank Syariah memiliki keleluasaan secara mutlak dalam pemanfaatan dana Bank Syariah dapat memadukan dananya dengan dana pemegang saham (pooling) Bank Syariah memiliki kuasa atas dana Nasabah/Investor

3

2

Pembiayaan /Investasi

65

Produk, Akad, dan Jenis Risiko Bank Syariah

Akad Produk Pembayaan/Investasi Bank Syariah

AKAD

▪ ▪ ▪ ▪ ▪ ▪ ▪ ▪ ▪

TABARRU

TIJARAH

(non profit transaction)

(profit transaction)

Qardh (kredit) Wadiah (titipan) Wakalah (L/C) Kafalah (bank garansi) Hawalah (ambil alih piutang) Waqf Sharf (money changer) Rahn (gadai) Hibah

NATURAL CERTAINTY CONTRACT (NCC)

▪ ▪ ▪ ▪

Murabahah Salam Istishna Ijarah / IMBT

NATURAL UNCERTAINTY CONTRACT (NUC)



Musyarakah



Mudharabah 66

Produk, Akad, dan Jenis Risiko Bank Syariah

PRODUK INVESTASI BANK SYARIAH 1

Jual Beli (Barang)

1. Murabahah (Ready stock, bayar bisa nyicil) 2. Salam (Pesanan, bayar 100% di awal) 3. Istishna (Pesanan, bayar sesuai kesepakatan)



Sewa (Manfaat Atas Barang/ Jasa)

1. Ijarah (Manfaat Jasa) 2. IMBT (manfaat Barang)



Investasi (Kerjasama 1 pihak atau lebih)



Qardhul Hasan (Pinjaman Sosial : pinjam dan bayar pokok)

2

3

4

1. Mudharabah → Pemodal 1 orang (shahibal Maal) dan pengelola(Mudharib)) 2. Musyarakah → Para pemodal/pemodal lebihdari 1 orang (Syari’)

=

KREDIT Tanpa Jiyadah (bunga/tambahan) dan tanpa denda 67

BAB 2

Risiko Kredit

68

RISIKO KREDIT

1 2 3 4

Pemahaman Risiko Kredit Tata kelola, Perangkat Perkreditan / Pembiayaan dan Budaya Kredit

Proses Identifikasi, Pengukuran, Pengendalian dan Pemantauan Risiko Perhitungan Kecukupan Modal

69

RISIKO KREDIT

Pemahaman Risiko Kredit ❑ Dalam pembahasan mengenai risiko kredit maka juga termasuk didalamnya risiko pembiayaan berdasar prinsip syariah ❑ Secara konsep penerapan manajemen risiko kredit dilakukan melalui dua pendekatan: ▪ Pendekaan proses bisnis melalui penerapan internal control yang ketat atas aktifitas operasional perkreditan. ▪ Pendekatan kuantitatif dengan memastikan kecukupan modal bank guna menutup unexpected loss sesuai profil risiko masing2 bank menggunakan model credit rating dan credit scoring.

70

RISIKO KREDIT

1. Pemahaman Risiko Kredit Definisi Kredit

Definisi Pembiayaan

Penyediaan uang atau tagihan yang dapat disamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dan pihak lain, yang mewajiban pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

Penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.

71

RISIKO KREDIT

1.1. Definisi Risiko Kredit Risiko kredit adalah potensi kerugian akibat kegagalan pihak lain (counterparty) dalam memenuhi kewajiban kepada Bank. ❑ Risiko Kredit merupakan potensi kerugian akibat: 1) kegagalan debitur Contoh: debitur tidak dapat membayar kewajiban kredit/pembiayaan 2) adanya konsentrasi kredit (penyediaan dana) berlebihan kepada 1 (satu) pihak atau sekelompok pihak, industri, sektor, dan/atau area geografis tertentu yang berpotensi menimbulkan kerugian cukup besar yang dapat mengancam kelangsungan usaha Bank. Contoh: portfolio kredit kepada industri batubara sangat besar sehingga ketika industri batubara bermasalah (mis. akibat penurunan harga batubara) maka dikhawatirkan NPL bank akan meningkat signifikan pula.

3) counterparty credit risk merupakan potensi kerugian yang timbul akibat terjadinya kegagalan pihak lawan dalam memenuhi kewajibannya dan timbul dari jenis transaksi yang memiliki karakteristik tertentu – misal: a. transaksi dipengaruhi oleh pergerakan nilai wajar atau nilai pasar; b. nilai wajar dari transaksi dipengaruhi oleh pergerakan variabel pasar tertentu; c. transaksi menghasilkan pertukaran arus kas atau instrumen keuangan; dan d. karakteristik risiko bersifat bilateral yaitu: ▪ dalam hal nilai wajar kontrak bernilai positif maka Bank terekspos Risiko Kredit dari pihak lawan; sedangkan ▪ dalam hal nilai wajar kontrak bernilai negatif maka pihak lawan terekspos Risiko Kredit dari bank. Contoh: transaksi FX forward dimana perhitungan nilai harian transaksi (mark-tomarket) akan berubah mengikuti pergerakan kurs pasar valas harian. 72

RISIKO KREDIT

4) settlement risk merupakan potensi kerugian yang timbul akibat kegagalan penyerahan kas dan/atau instrumen keuangan pada tanggal penyelesaian (settlement date) yang telah disepakati dari transaksi penjualan dan/atau pembelian instrumen keuangan. 5) country/sovereign risk timbul ketika bank memiliki surat hutang yang diterbitkan oleh pemerintah suatu negara yang sedang mengalami kesulitan keuangan, sehingga tidak mampu melunasi surat hutangnya tersebut.

❑ Risiko kredit bersumber dari: ▪ Fasilitas kredit (bank konvensional) dan/atau pembiayaan (bank syariah) yang diberikan kepada debitur ▪ Surat berharga ▪ Akseptasi ▪ Transaksi interbank

▪ Transaksi pembiayaan perdagangan (trade finance) ▪ Transaksi valuta asing (valas)/nilai tukar ▪ Transaksi derivative ▪ Transaksi yang menimbulkan kewajiban komitment dan kontijensi

73

RISIKO KREDIT

1.2. Filosofi Kredit

1) setiap pemberian kredit berpotensi bahwa debitur gagal memenuhi kewajibannya. 2) untuk mengurangi risiko tersebut bank wajib melakukan analisis mendalam atas itikad dan kemampuan/kesanggupan debitur melunasi kredit sesuai dengan yang diperjanjikan. 3) untuk dapat melakukan analisis risiko yang baik maka bankk wajib menyusun kebijakan pemberian kredit yang baku sebagai bagian dari manajemen risiko kredit.

74

JENIS KREDIT

1.3. Jenis-Jenis Kredit

Berdasarkan Jenis Asset Yang Dibiayai: ▪ Asset Conversion Lending ▪ Asset Protection Lending ▪ Cashflow Lendng

Berdasarkan Tujuan: ▪ Kredit Produktif ▪ Kredit Konsumtif

Berdasar Jenis Dana: ▪ Cash Loan ▪ Non-Cash Loan

Berdasarkan Kegunaan: ▪ Kredit investasi ▪ Kredit modal kerja

Berdasarkan Jangka Waktu: ▪ Kredit Jangka Pendek ▪ Kredit Jangka Menengah ▪ Kredit Jangka Panjang

Berdasarkan Jenis Valuta ▪ Kredit rupiah ▪ Kredit valas 75

JENIS KREDIT

1.3.1. Jenis Kredit Berdasarkan Jenis Asset yang Dibiayai Asset Conversion Lending Kas Penjualan

Bahan Baku

Kas Penjualan

Bahan Baku

Kas Penjualan

Siklus 2

Siklus 1

Siklus 1 Produk

Produksi

Cashflow Lending

Asset Protection Lending

Produk

▪ Dipergunakan untuk membiayai kebutuhan modal kerja jangka pendek yang bersifat temporer/musiman. ▪ Modal kerja jangka pendek tersebut umumnya berupa asset lancar fluktuatif yaitu asset yang nilainya fluktuatif tergantung perkembangan usaha, mis. piutang usaha, persediaan serta uang kas dimana semua kebutuhan tersebut hanya untuk membiayai satu siklus bisnis. ▪ Debitur akan melunasi seluruh pokok dan bunga/imbal hasil dari kredit/pembiayaan pada akhir periode.

Produksi

Produk

Kredit

Bahan Baku

Rp

Produksi

▪ Dipergunakan untuk membiayai modal kerja permanen yang harus disediakan setiap saat selama debitur beroperasi. ▪ Diberikan kepada debitur yang memiliki usaha yang berjalan lancar sehingga membutuhkan asset lancar permanen, yaitu asset lancar yang harus tetap dimiliki agar usaha berjalan lancar. ▪ Kredit/pembiayaan dibutuhkan untuk membiayai siklus bisnis permanen debitur. ▪ Selama usaha debitur dan pembayaran bunga/bagi hasil berjalan lancar maka pengembalian pokok kredit/pembiayaan tidak wajib dilakukan → evergreen credit.

0 tahun

15 tahun

▪ Kredit/pembiayaan yang diberikan untuk membiayai asset tetap (fixed asset) dengan jangka waktu panjang dimana pelunasan kredit disesuaikan dengan cashflow nasabah. ▪ Asset tetap (fixed asset) yaitu asset yang tidak habis dipakai dalam satu siklus produksi, mis. tanah, bangunan gedung, kendaraan, mesin dan peralatan produksi. ▪ Selain dari fasilitas kredit jangka panjang pemilikan asset tetap bisa juga dibiayai dari modal sendiri. 76

JENIS KREDIT

1.3.2. Kredit Berdasarkan Kegunaan Kredit Investasi ▪ Kredit jangka panjang untuk keperluan investasi. ▪ Kredit untuk pembelian barang-barang modal untuk keperluan produksi/usaha. Contoh: kredit pembelian tanah untuk perkebunan dan kredit pembangunan gedung pabrik, kantor, kredit pembelian bus/mobil untuk transportasi.

Rp

Kredit Modal Kerja ▪ Kredit untuk keperluan modal kerja operasional perusahaan. ▪ Kriteria modal kerja yaitu kebutuhan modal yang habis dalam satu siklus usaha. Contoh: kredit ekspor, kredit pembelian bahan baku, kredit pembiayaan proyek.

Bank Pelunasan

Kredit

Kas

Kredit

Bahan Baku

Penjualan Siklus 1

0 tahun

15 tahun

Produk

Produksi

77

KREDIT BERDASARKAN TUJUAN

1.3.3. Kredit Berdasarkan Tujuan

Kredit Produktif

Kredit Konsumtif

▪ Kredit untuk meningkatkan volume usaha atau produksi. ▪ Kredit investasi dan kredit modal kerja merupakan bagian dari kredit produktif. ▪ Contoh : kredit untuk industri, perdagangan, jasa, membuka usaha salon/restoran.

▪ Kredit untuk konsumsi. ▪ Contoh: kredit pembelian rumah tinggal, kendaraan, peralatan elektronik pembelian mobil dan kredit kepada pegawai.

78

KREDIT BERDASARKAN JANGKA WAKTU

1.3.4. Kredit Berdasarkan Jangka Waktu

01

Kredit Jangka Pendek

▪ Kredit dengan jangka waktu maksimal 1 tahun. ▪ Contoh: kredit modal kerja musiman atau kredit insidentil.

02

Kredit Jangka Menengah

▪ Kredit dengan jangka waktu antara 1 – 3 tahun. ▪ Contoh: kredit pembelian mobil, KPR, KMK tertentu.

03

Kredit Jangka Panjang

▪ Kredit dengan jangka waktu lebih dari 3 tahun. ▪ Pada umumnya merupakan KI, seperti kredit untuk membangun pabrik baja. ▪ Selain KI, KMK untuk pembiayaan persediaan dan piutang juga dapat dipertimbangkan diberikan KMK permanen dengan jangka waktu lebih panjang.

79

KREDIT BERDASARKAN JENIS DANA

1.3.5. Kredit Berdasarkan Jenis Dana

Cash Loan ▪ Kredit dengan dana langsung dicairkan kepada nasabah. ▪ Contoh: ➢ kredit modal kerja ➢ kredit investasi ➢ kredit konsumsi

Non-cash Loan ▪ Kredit yang tidak langsung ditarik dalam bentuk tunai, tetapi di dalamnya terkandung kesanggupan untuk melakukan pembayaran di kemudian hari. ▪ Contoh: ➢ Bank garansi (bid bond, performance bond) ➢ Fasilitas L/C impor ➢ Fasilitas L/C dalam negeri

80

KREDIT BERDASARKAN JENIS VALUTA

1.3.6. Kredit Berdasarkan Jenis Valuta

Kredit Valuta Rupiah

Kredit Valuta Asing

Pinjaman dalam mata uang rupiah (umum digunakan perbankan).

Pinjaman dalam mata uang asing.

Hal yang perlu diperhatikan dalam pinjaman valas: ▪ Adanya risiko nilai tukar, yaitu potensi kerugian akibat perubahan nilai mata uang asing terhadap rupiah. IDR melemah > konversi kredit VA ke IDR meningkat > menjadi risiko apabila agunan tidak mencukupi ▪ Untuk mitigasi risiko kredit, proceed atau hasil penjualan perusahaan harus sebagian besar dalam bentuk valuta asing yang sama. 81

Tata Kelola, Perangkat Perkreditan / Pembiayaan dan Budaya Kredit

2. Tata Kelola, Perangkat Perkreditan / Pembiayaan dan Budaya Kredit 2.1. Tata Kelola Perkreditan / Pembiayaan

Dewan Komisaris

Direksi



Menyetujui rencana kredit tahunan bank dan mengawasi pelaksanaannya





Menyetujui Kebijakan Perkreditan/Pembiayaan Bank (KPB)



Memastikan kepatuhan terhadap peraturan / perundangan undangan berlaku



Meminta penjelasan dan tanggung Jawab Direksi jika terdapat penyimpangan dari kebijakan yg telah ditetapkan



Melaporkan kepada Dewan komisaris : pelaksanaan / penyimpangan / perkembangan kualitas portofolio dan kredit bermasalah

Bertanggung jawab atas penyusunan rencana dan kebijakan

BUS/UUS (Dewan Pengawas Syariah)



Memastikan pemenuhan prinsip Syariah dalam KPB



Meminta penjelasan / pertanggung jawaban direksi bila terjadi penyimpangan pemenuhan prinsip Syariah dalam KPB

82

Perangkat Perkreditan / Pembiayaan

2.2. Perangkat Perkreditan / Pembiayaan Komite Kebijakan Perkreditan / Komite Kebijakan Pembiayaan (KKP) dan Komite Kredit /Komite Pembiayaan (KK) .

Kebijakan Perkreditan/Pembiayaan harus secara jelas dan tegas mencantumkan fungsi, tugas, wewenang dan tanggung jawab - direksi/dewan komsiaris/dewan pengawas syariah, satuan kerja perkreditan/pembaiayan , Komite Kebijakan Perkreditan/Pembiayaan dan Komite Kredit

83

BUDAYA KREDIT

2.3. Budaya Kredit • Sistem nilai yang mendasari perilaku seluruh jajaran perkreditan bahwa dalam setiap pemberian kredit selalu mempertimbangkan berbagai faktor risiko dan mengambil langkah mitigasi yang diperlukan

• Budaya kredit harus tercermin dalam mekanisme pengambilan keputusan, mekanisme kontrol dan kegiatan rutin pengelaaan kredit Budaya kredit berlandaskan :

1.

Taat kepada kebijakan ,prosedur dan peraturan perkreditan yang berlaku

2.

Budaya kredit yang terimplementasi baik mendorong sikap kerja positif para staf.

Disiplin dalam penerapan prinsip kehati-hatian dalam perkreditan

3.

Implementasi dimulai dari top management melalui penetapan visi, tujuan perusahaan, pengelolaan kredit, dan return.

Pemberian kredit didasarkan hasil analisis secara objektif, jujur, tidak ada conflict of interest, independent, bertanggung jawab, diproses secara dual control

4. 5. 6.

Monitoring kredit secara berkesinambungan Peka dan pro aktif menindaklanjuti signal signal risiko kredit Profesional dalam memberikan pelayanan kepada nasabah

84

Kebijakan Perkreditan / Pembiayaan Bank (KPB)

2.4. Kebijakan Perkreditan / Pembiayaan Bank (KPB) Penyusunan kebijakan perkreditan : ▪ ▪ ▪

Sesuai dengan ketentuan regulator Sesuai dengan kebutuhan bisnis bank Memberikan guidance bagi pejabat perkreditan dalam memproses expansi kredit agar tidak menjadi kredit bermasalah

Kebijakan Umum :

Kebijakan khusus :

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

1. Pembelian surat berharga disertai note purchase agreement 2. Perjanjian Kredit/Pembiayaan 3. Pembelian surat berharga lain yang diterbitkan oleh nasabah 4. Pengambilan tagihan dalam rangka anjak piutang 5. Pemberian Jaminan bank (akseptasi,endorsement,aval surat2 berharga

Prinsip kehati-hatian dalam prekreditan / pembiayaan Organisasi dan manajemen prekreditan / pembiayaan Kebijakan persetujuan Kredit / Pembiayaan Dokumentasi dan Administrasi Kredit/Pembiayaan Pengawasan Kredit/Pembiayaan Penyelesaian Kredit/Pembiayaan bermasalah Pemenuhan prinsip syariah dalam pembiayaan bank BUS dan UUS

85

Prudent Banking Principle

2.4.1. Prinsip kehati-hatian dalam Perkreditan/Pembiayaan (Prudent Banking Principle)

• Pemisahan pejabat yang melakukan proses • • •



kredit (segregation of duties) Penerapan Four Eye Principle Pemisahan Pejabat Kredit yang menangani kredit bermasalah Penerapan prosedur perkreditan yang sehat – terdiri prosedur inisiasi, analisis, persetujuan kredit, prosedur dokumentasi dan administrasi kredit serta pengawasan kredit Penetapan ketentuan kredit yang perlu mendapatkan perhatian khusus

• Penetapan perlakuan terhadap kredit yang tunggakan bunga/margin bagi hasil/sewa (untuk bank syariah) dikapitalisasi • Tata cara penyelesaian barang agunan kredit yang telah dikuasai bank yang diperoleh dari hasil kredit/pembiayaan • Diversifikasi kredit – sektor ekonomi, segmen pasar, kegiatan usaha dan nasabah yang mengandung risiko tinggi bagi bank. • Kredit yang perlu dihindari : untuk spekulasi, tanpa informasi keuangan yang cukup, perlu keahlian khusus yang tidak dimiliki bank, debitur bermasalah / macet pada bank lain.

86

Prudent Banking Principle

• Profesionalisme dan Integritas Pejabat Perkreditan • Pengaturan pemberian kredit kepada pihak terkait dan/atau nasabah besar : 1. Batasan Maksimum Fasilitas sesuai dengan BMPK disesuaikan jumlah modal bank berdasarkan KPMM 2. Tata cara pemberian kredit kepada pihak-pihak yang akan dilakukan kerjasama : sindikasi, konsorsium, penerusan (channeling*) dan dibagi risikonya (risk sharing*) dengan bank lain 3. Persyaratan kredit mengenai perbandingan suku bunga kredit / margin, imbal hasil dan ujroh pembiayaan yang ditetapkan terhadap nasabah lain serta bentuk dan jenis agunan 4. Kebijakan Bank dengan ketentuan perkreditan khususnya ketentuan peraturan perundangan undangan mengenai BMPK Note: • Kredit Channeling adalah kredit yang diberikan kepada Pihak Ketiga melalui kerja sama dengan lembaga Lain : o Kredit Channeling Dengan Lembaga Jasa Keuangan o Kredit Channeling Dengan Bukan Lembaga Jasa Keuangan o Kredit Channeling Fintec • Dalam kredit risk sharing dilakukan umumnya dalam mekanisme pembelian proteksi dari risiko kredit atas portfolio asset yang dimiliki suatu bank kepada pihak ke-3 sehingga atas portfolio yang sudah terproteksi tersebut bisa dikurangkan dalam perhitungan ATMR dan BMPK, sehingga bank bisa melakukan pembiayaan lain 87

Organisasi Perkreditan / Pembiayaan

2.4.2. Organisasi Perkreditan / Pembiayaan A. Satuan Kerja Perkreditan/Pembiayaan berdasarkan Aktifitas Front End

Middle End

▪ Unit bisnis yang bertugas mencari nasabah, memasarkan produk kredit, menganalisis kredit dan menyetujui/menolak permohonan kredit.

• Menyiapkan infrastruktur perkreditan: kebijakan, loan portfolio guidance (LGP), SOP, sistem rating/skoring, analisis early warning signals, stress testing, cara penyelesaian kredit bermasalah.

▪ Melakukan monitoring existing debitur: kunjungan rutin, analisis kondisi usaha, dan identifikasi permasalahan secara dini.

• Memelihara portofolio kredit: risiko konsentrasi, memantau perkembangan kualitas kredit sehingga dapat diambil langkah strategi perkreditan yang diperlukan apabila diperlukan.

Back End

• Kelompok penyelesaian kredit bermasalah dan recovery. • Menentukan langkah penyelamatan/ restrukturisasi: penjadwalan kembali angsuran utang, pemberian bunga khusus, dan lain-lain.

88

Organisasi Perkreditan / Pembiayaan

B. Satuan Kerja Perkreditan/Pembiayaan berdasarkan Fungsi Untuk menjamin proses kredit dilakukan secara independen. Unit Risiko Kredit

Unit Bisnis

▪ ▪

▪ ▪

Mencari (calon) debitur sesuai target pasar. Melakukan verifikasi, analisis dan keputusan kredit. Monitoring aktivitas usaha dan kualitas kredit debitur. First line of defense untuk mendapatkan debitur berkualitas.

▪ ▪





Melakukan risk assessment proposal kredit. Monitoring kualitas kredit dan penetapan kolektibilitas dalam rangka pengalihan penanganan debitur NPL ke PL. Menyusun Loan Portfolio Guideline Second line of defense untuk memastikan proses check and balance berjalan baik.

Unit Support Kredit



▪ ▪

Verifikasi pemenuhan persyaratan keputusan (compliance review) dan penarikan kredit (disbursement). Melaksanakan fungsi administrasi dan dokumentasi kredit. Monitoring pemenuhan covenant, dokumentasi legal dan jaminan serta melakukan 89 fungsi pelaporan.

Komite Kebijakan Perkreditan/Pembiayaan

C. Komite Kebijakan Perkreditan/Pembiayaan (KKP) ❑ Diketuai Dir-Ut/Pres-Dir dengan anggota min terdiri direktur kredit/pembiayaan, pimpinan unit kerja perkreditan, pimpinan SKAI. ❑ Penjelasan tugas dan wewenang yang ditetapkan Dir-Ut.

90

Komite Kebijakan Perkreditan/Pembiayaan

Fungsi KKP: o Memberi masukan dalam penyusunan Kebijakan Perkreditan/Pembiayaan Bank (KPB) terutama yang menyangkut prinsip kehatian-hatian dalam pemberian kredit/pembiayaan o Memastikan bahwa KPB diterapkan secara konsekuen dan konsisten serta melakukan kajian/review berkala serta memberi masukan jika diperlukan perbaikan o Memantau dan evaluasi: 1. Kualitas portfolio kredit/pembiayaaan 2. Kebenaran pelaksanaan kewenangan memutus kredit/pembiayaan 3. Kebenaran proses pemberian kredit kepada pihak terkait 4. Kebenaran pelaksanaan ketentuan BMPK 5. Ketaatan kepada ketentuan undang-undang dan peraturan lain dalam pemberian kredit/pembiayaan 6. Memastikan penyelesaian kredit/pembiayaan bermasalah sesuai dengan KPB 7. Pemenuhan kecukupan CKPN

Tanggung-jawab KKP: o Menyampaikan laporan tertulis kepada Direksi mengenai: 1. Hasil pengawasan atas pelaksanaan KPB 2. Hasil pemantauan dan evaluasi atas pengelolaan risiko kredit o Memberikan saran perbaikan kepada Direksi o Dalam hal terjadi penyimpangan dalam pelaksanaan KPB terkait pemenuhan prinsip syariah maka laporan disampaikan kepada Dewan Pengawas Syariah

91

Komite Kredit/Pembiayaan

D. Komite Kredit/Pembiayaan Tugas Komite Kredit: • Memberikan persetujuan atau penolakan kredit/pembiayaan sesuai batas wewenang yang ditetapkan Direksi • Dalam melaksanakan tugasnya harus berdasarkan kompetensinya, jujur, obyektif, cermat dan seksama • Menolak permintaan atau pengaruh pihak yang berkepentingan dengan pemohon kredit - independent • Melakukan koordinasi dengan ALCO dalam aspek pendanaan

Tanggung-jawab Komite Kredit: o Menyampaikan laporan tertulis kepada Direksi mengenai: 1. Hasil pengawasan atas pelaksanaan KPB 2. Hasil pemantauan dan evaluasi atas pengelolaan risiko kredit

92

2.4.3

Kebijakan Persetujuan Kredit

Minimal mengatur hal-hal berikut. ▪ Konsep hubungan total dengan pemohon dimana yang perlu diperhitungakan adalah total eksposur kredit dari pemohon (total relationship concept). ▪ Persetujuan kredit atas dasar penilaian kredit existing dan yang akan diberikan. ▪ Batas wewenang persetujuan kredit. ▪ Tanggung jawab pejabat pemutus kredit* ▪ Proses persetujuan kredit* ▪ Perjanjian kredit* ▪ Persetujuan pencairan kredit

2.4.4

Dokumentasi dan Administrasi Kredit

Dokumentasi kredit wajib dilaksanakan dengan baik dan tertib agar dapat menjamin pengembalian kredit.

2.4.5

Pengawasan Kredit

a. Objek pengawasan: semua pejabat bank terkait perkreditan dan semua jenis kredit. b. Cakupan pengawasan: proses pemberian kredit telah sesuai KPB, penilaian kolektibilitas sesuai ketentuan regulator,melakukan pembinaan kepada debitur dan kecukupan CKPN dan PPKA. c. Pengawasan melekat: ▪ Pengawasan langsung/tidak langsung terhadap pemberian kredit. ▪ Penetapan satuan kerja fungsi pengawasan melekat yang menyampaikan laporan tertulis secara berkala terkait penilaian kualitas kredit, pelanggaran dan penyimpangan kredit. d. Audit internal: melaksanakan upaya lanjutan pengawasan untuk memastikan pemberian kredit telah memenuhi ketentuan yang berlaku. 93

Kebijakan Persetujuan Kredit

2.4.3. Kebijakan Persetujuan Kredit Tanggung-jawab Pejabat Pemutus Kredit • Memastikan bahwa setiap kredit yang diberikan memenuhi ketentuan perbankan, asas perkreditan yang sehat, KPB dan Pedoman Pelaksanaan Kredit • Memastikan bahwa pemberian kredit didasarkan pada penilaian yang jujur, obyektif, cermat, seksama dan lepas dari pengatuh pihak yang berkepentingan dengan pemohon kredit/independent • Meyakini bahwa kredit yang diberikan akan mampu dilunasi

94

Kebijakan Persetujuan Kredit

Proses Persetujuan Kredit • Dalam menilai permohonan kredit perlu memperhatikan prinsip: o Bank hanya memberikan kredit dalam hal permohonan kredit diajukan secara tertulis o Permohonan kredit hars memuat informasi lengkap sesuai ketentuan o Bank harus memastikan kebenaran data dan informasi dari permohonan kredit • Analisis kredit secara tertulis dilakukan secara tertulis dengan prinsip: o Bentuk, format dan kedalaman analisis ditetapkan oleh masing-masing Bank o Menggambarkan konsep hubungan total (total relationship concept) yaitu hasil analisis seluruh fasilitas kredit yang sudah didapat maupun yang sedang diajukan pemohon kredit dari seluruh industri perbankan pada suatu waktu o Informasi usaha dan data pemohon – termasuk hasil analisa daftar kredit macet o Kelayakan/kesesuaian jumlah permohonan dengan nilai proyek/usaha yang hendak dibiayai untuk mengindari mark-up o Analisis kredit paling sedikit mencakup penilaian 5C dan penilaian sumber pelunasan kredit

• •

Rekomendasi Persetujuan Kredit disusun secara tertulis berisi kesimpulan analisis kredit Pemberian persetujuan kredit dibuat dengan memperhatikan analisis kredit dan Rekomendasi Persetujuan Kredit

95

Kebijakan Persetujuan Kredit

Perjanjian Kredit • Bentuk dan format perjanjian kredit ditetapkan oleh masing-masing bank yang paling sedikit: o memenuhi keabsahan dan persyaratan hukum o memuat jumlah, jangka waktu, tata-cara pembayaran dan persyaratan kredit lainnya

96

Kebijakan Persetujuan Kredit

2.4.6

Penyelesaian Kredit Bermasalah Kredit dalam pengawasan khusus

a

Upaya meningkatkan pemantauan dini terhadap kredit yang diduga akan bermasalah, dengan cara: menyusun daftar kredit bermasalah (kol-2) dan golongan lancar namun berpotensi memburuk (LAR).

Penyelesaian kredit bermasalah

c

Apabila jumlah kredit dengan kolektibilitas diragukan dan macet (kol-4 dan kol-5) telah mencapai nilai tertentu (mis. 7,5% dari portfolio kredit), perlu dilakukan penyusunan dan pelaksanaan program penyelesaian kredit bermasalah dan kredit yang tidak dapat ditagih serta evaluasi efektivitasnya.

b

Evaluasi kredit bermasalah

Evaluasi terhadap daftar kredit dalam pengawasan khusus (kol2) apakah telah menjadi kredit macet (kol3 – kol5).

d

Penyelesaian terhadap kredit yang tidak dapat ditagih

Dapat dilakukan langkah-langkah: pengiriman surat peringatan, persiapan penjualan jaminan sukarela atau lelang eksekusi, menyerahkan pengelolaan debitur ke DJPLN (Dirjen Piutang dan Lelang Negara), menghapus buku (write-off). 97

Pemenuhan Prinsip Syariah dalam Pembiayaan

2.4.7

Pemenuhan Prinsip Syariah dalam Pembiayaan

Kebijakan Perkreditan Bank memuat pokok pokok pengaturan tata cara pemberian Pembiayaan yang tidak bertentangan dengan prinsip Syariah , meliputi : ▪

Prosedur Pembiayaan : prosedur persetujuan Pembiayaan, prosedur dokumentasi dan adminsitrasi pembiayaan , prosedur pengawasan Pembiayaan



Prosedur penyelesaian Pembiayaan bermasalah.



Tata cara penyelesaian barang agunan Pembiayaan yang telah dikuasai Bank yang diperoleh dari hasli penyelesaian Pembiayaan.

98

Identifikasi Risiko Kredit Individual

3. Proses Identifikasi , Pengukuran , Pengendalian dan Pemantauan Risiko Kredit 3.1. Identifikasi Risiko Kredit 3.1.1. Identifikasi Risiko Kredit Individual 1

Analisis Kredit dengan 5C

a. Character

b. Capital



▪ ▪

▪ ▪ ▪

Mendapatkan informasi mengenai kinerja debitur sebelumnya (bank pemberi kredit, jumlah fasilitas, kelancaran pembayaran) melalui Sistem Layanan Informasi Keuangan/SLIK pada Bank Indonesia/OJK. Trade checking pada supplier/langganan debitur, untuk meneliti reputasi di lingkungan usahanya. Mencari informasi kepada asosiasi usaha di mana calon debitur terdaftar. Meneliti ketaatan debitur dalam memenuhi ketentuan regulator



Jumlah modal sendiri yang dimiliki calon debitur. Semakin besar modal sendiri, debitur semakin sungguhsungguh menjalankan usaha dan menyelesaikan kewajibannya Kecukupan modal bervariasi tergantung industri. Industri dengan banyak asset tetap biasanya membutuhkan persyaratan modal yang lebih besa

99

Identifikasi Risiko Kredit Individual

c. Capacity

❑ Kemampuan debitur menjalankan usaha dan memperoleh laba, sehingga mampu melunasi kewajibannya. ❑ Pendekatan untuk menilai kapasitas debitur tercermin dari kemampuannya menghasilkan arus kas dari usaha.

Factor Capacity :

❑ ❑ ❑ ❑ ❑ ❑ ❑ ❑

Manajemen (Pengalaman & Reputasi , turn over) Organisasi (struktur / one man show ) Perusahaan (latar belakang/pemegang saham,manajemen,modal/Independensi Perusahaan/Badan hukum) Produksi (Fasilitas/Umur dan kondisi/kapasitas/layout) Pemasaran (Produk/Price/Place/Promotion) Sumber Daya Manusia (kecukupan jumlah dan kualitas SDM serta turn-over karyawan) Teknologi dan Sistem Informasi Manajemen Keuangan

100

Identifikasi Risiko Kredit Individual

d. Collateral / Agunan

▪ Barang-barang yang diserahkan sebagai agunan kredit. ▪ Bentuk agunan: piutang, stock, peralatan atau tanah dan bangunan. ▪ Bentuk Jaminan : corporate guarantee, personal guarantee, letter of guarantee, rekomendasi dan avalis. ▪ Penilaian Collateral untuk mengetahui coverage nilai agunan terhadap kewajiban

101

Analisis Collateral/Agunan

Jenis agunan: piutang, stok, peralatan, real estate, dan garansi.

Piutang

Persediaan/Stok

Peralatan





Jenis stok: merek dan reputasinya. Apakah merupakan barang usang (tidak ada lagi di pasar)? Apakah merupakan barang musiman?



Kegunaan: satu atau lebih kegunaannya.



Kondisi: Apakah melekat pada bangunan? Apakah merupakan barang usang?

Kontrol internal: proses pencatatan stok.

▪ ▪

Biaya pemindahan peralatan.



Umur, kondisi peralatan, dan kualitas perawatan.

Penagihan: prosedur penagihan piutang jatuh tempo, prosedur pengiriman invoice.



Syarat penjualan: jangka waktu piutang.



Kontrol internal: persetujuan dan kebijakan piutang.

▪ ▪

Kemudahan verifikasi piutang. Pelaporan: frekuensi penilaian umur piutang.

▪ ▪ ▪

Metode penilaian: LIFO, FIFO, weighted average. Kepemilikan stok.

Akses bank kepada peralatan tersebut.

102

Real Estate

Guarantee

▪ ▪ ▪





Kapan penilaian terakhir. Isu lingkungan. Kegunaan: Satu atau lebih kegunaannya Status: Jika disewakan, bagaimana persyaratannya?

Guarantee merupakan dokumen hukum yang mewajibkan pihak ketiga, yaitu penjamin untuk membayar kewajiban debitur bila macet. Bank harus melakukan evaluasi credit worthiness penjamin.

Personal Guarantee

Umumnya diperoleh dari rekan usaha atau pemilik perusahaan. Karena bersifat unsecured, maka nilai penjaminan lebih bersifat psikologis daripada agunan nyata. Corporate Guarantee Diberikan oleh sebuah korporasi untuk membayar kewajiban debitur bila default. Untuk menjamin validitas guarantee, diperlukan izin dari pemilik saham.

103

Dasar Penilaian Collateral/Agunan Atas Dasar Konsep Likuiditas

Controlable



Menunjukkan seberapa cepat suatu aset dapat dikonversi menjadi cash.



Agunan yang mudah dikontrol memudahkan bank untuk memindahkan dan menguasai agunan.



Umumnya nilai lebih tinggi untuk aset yang lebih likuid.





Likuid: saham, surat berharga, marketable securities, piutang (namun perlu dinilai umur, konsentrasi, dan validitas piutang).

Deposito yang diagunkan dan disimpan bank adalah agunan yang mudah dikendalikan.



Kemudahan kontrol piutang tergantung pada kemudahan bank melakukan penagihan.



Untuk mendapatkan hak preferensi agunan, bank perlu memiliki bukti kepemilikan agunan yang diperoleh setelah penandatanganan perjanjian pengikatan agunan.



Dalam melakukan pengikatan agunan, bank harus mengidentifikasi pemilikan dan tipe agunan.

▪ ▪

Tidak likuid: stok/persediaan. Sangat tidak likuid: peralatan, bangunan, dan tanah.

Marketabilitas



Menjadi penting terutama apabila agunan yang diserahkan berupa fixed asset.

104

Pengikatan Collateral/Agunan Pengikatan agunan bertujuan untuk memperoleh hak preferensi.

Benda Bergerak ▪ Gadai Dibebankan atas benda bergerak, termasuk surat-surat berharga. ▪ Fidusia Hak jaminan atas benda bergerak baik berwujud maupun tidak berwujud dan benda tidak bergerak, khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan.

Benda Tidak Bergerak ▪ Hak Tanggungan Pengikatan atas tanah yang berstatus dan telah mempunyai SHM, SHGB, SHGU atau Hak Pakai atas Tanah Negara. ▪ Hipotik Pengikatan atas agunan berupa kapal laut dengan bobot > 20 m3 dan terdaftar di Syahbandar dan atau Direktorat Jenderal Perhubungan laut. 105

Identifikasi Risiko Kredit Analisis Kredit dengan 5C e. Condition of Economy ▪

Yang dapat digunakan dalam melakukan analisis condition of economy: - Perkembangan teknologi - Peraturan pemerintah pusat dan daerah - Situasi politi dan perekonomian dunia - Kondisi lain yang mempengaruhi pemasaran - Fluktuasi kurs

- Prospek Industri (industry life-cycle): start-up, emerging growth, established growth, mature industry, declining/saturation industry - Persaingan / Analsis Industri (Michael Porter, 1985): economies of scale, product differentiation, capital requirement, distribution channel, government regulation

106

Prospek Industri - Tingkat Pertumbuhan (Business Cycle) a. Start-up Cycle (Introduction)

d. Saturation Cycle



Pengeluaran modal relatif sama dengan biaya depresiasi.



Membutuhkan banyak dana dan masamasa membangun pasar dan customer base. Ketersediaan cash flow terbatas dan membutuhkan dana yang bersumber dari pemilik, teman, keluarga, suppliers, customers, hibah, dan bank.

e. Decline Cycle ▪ ▪

Penurunan penjualan secara berkelanjutan. Ketersediaan cash flow semakin menurun.

b. Growing Cycle ▪



Memerlukan kredit dalam jumlah besar untuk modal kerja dan investasi untuk pertumbuhan. Capital expenditure cenderung lebih besar dari biaya depresiasi.

c. Mature Cycle Memiliki modal yang besar hasil akumulasi dalam periode yang lama. 107

Analisis Industri – Analisis Porter (Michael Porter , 1985*) TINGKAT KOMPETISI AKTUAL & POTENSIAL PERSAINGAN ANTARPERUSAHAAN YANG ADA

ANCAMAN PENDATANG BARU

ANCAMAN DARI PRODUK SUBSTITUSI

CALON DEBITUR

KEKUATAN TAWAR-MENAWAR PASAR INPUT & OUTPUT

KEKUATAN TAWARMENAWAR PEMBELI

* Michael

Porter, Sekolah Bisnis Universitas Harvard, 1979

KEKUATAN TAWARMENAWAR PEMASOK

108

3.1.2. Identifikasi Risiko Kredit Portfolio Risiko konsentrasi dalam portofolio kredit dapat dibagi dua, yaitu sebagai berikut: a. Risiko Sistematik Risiko akibat faktor ekonomi makro dan pasar keuangan yang dapat memengaruhi kinerja bank, dan memberikan dampak pada seluruh bank.

b. Risiko Tidak Sistematik atau Risiko Spesifik Risiko yang dapat dikurangi dengan diversifikasi dan terkait dengan debitur bank bersangkutan (idiosyncratic risk). Batas limit yang umum digunakan untuk identifikasi risiko konsentrasi, antara lain: ▪ Batasan kredit pada pihak terkait dan pihak tidak terkait (BMPK). ▪ Limit kredit besar dan kredit secara keseluruhan. ▪ Limit kredit yang disalurkan berdasarkan sektor ekonomi, sektor industri, negara atau wilayah geografis tertentu, produk tertentu, valuta tertentu. 109

3.2. Pengukuran Risiko Kredit 3.2.1. Pengukuran Risiko Kredit Individual 3.2.1.1 Analisa kelayakan 5C 3.2.1.2

Credit Rating



Dipergunakan untuk kredit komersial dan korporasi



Mengklasifikasikan debitur dalam suatu kelas risiko/peringkat.



Dapat memperkirakan probability of default (tingkat kemungkinan debitur gagal memenuhi kewajiban kreditnya).







Penyusunan credit rating dapat menggunakan quantitative approach (berdasarkan analisa lap keuangan), qualitative (kualitas manajemen dan analisa SWOT) maupun kombinasi keduanya.

Rating

AAA AA

A BBB

BB

Penjelasan Kualitas kredit tertinggi, mempunyai komitmen pembayaran sangat kuat. Tingkat risiko terendah. Kualitas kredit sangat tinggi mempunyai komitmen pembayaran kuat. Kualitas kredit tinggi, mempunyai komitmen pembayaran cukup kuat. Kualitas kredit baik. Komitmen pembayaran cukup dipertimbangkan tetapi dapat mengalami kerugian apabila kondisi ekonomi terganggu. Merupakan kategori investment grade terendah. Kualitas kredit cukup baik. Masih ada kemungkinan peningkatan risiko kredit karena perubahan kondisi ekonomi yang merugikan (spekulatif).

B

Kualitas kredit cukup. Mengindikasikan kemungkinan peningkatan risiko kredit yang signifikan tetapi terdapat perlindungan terbatas.

Rating kredit dapat bersumber dari external rating agencies (S&P, Moody's, Fitch) maupun internal Bank (Internal Rating System).

C

Kemungkinan gagal bayar cukup nyata. Kemampuan memenuhi kewajiban keuangan bergantung pada kondisi bisnis dan ekonomi.

Berdasar Basel II, jumlah rating minimal 8 kelas risiko dengan kelas terakhir merupakan default class.

D

Kemungkinan gagal memenuhi pembayaran kewajiban baik sebagian maupun seluruh kewajiban keuangan yang 110 material.

Menurut POJK No. 40 /POJK.03/2019 penilaian kualitas kredit digolongkan menjadi lima, yaitu: Kol-1 (LANCAR) memiliki tingkat PPKA 1% Kol-2 (DALAM PERHATIAN KHUSUS) memiliki tingkat PPKA 5% Kol-3 (KURANG LANCAR) memiliki tingkat PPKA 15% Kol-4 (DIRAGUKAN) memiliki tingkat PPKA 50% Kol-5 (MACET) memiliki tingkat PPKA 100% Status Kol-1 sampai Kol-2 tergolong Performing Loan (PL) sedangkan Kol-3 sampai Kol-5 tergolong Non-Performing Loan (NPL) sementara status Loan at Risk (LAR) diberikan bagi kredit Kol-1 dan Kol-2 hasil restrukturisasi serta kredit tergolong NPL. Penyisihan Penilaian Kualitas Aset (PPKA) adalah penyisihan yang dihitung sebesar persentase tertentu berdasarkan kualitas Aset untuk keperluan perhitungan kewajiban penyediaan modal minimum Bank.

Penetapan kolektibilitas kredit 1.

2.

3.

Prospek usaha (potensi pertumbuhan usaha, kondisi pasar, kualitas manajemen, dan lain-lain). Kinerja nasabah (perolehan laba, struktur modal, arus kas, dan lain-lain). Kemampuan membayar (ketepatan pembayaran pokok dan bunga, keakuratan informasi keuangan, dan kepatuhan perjanjian pembiayaan).

Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) adalah penyisihan yang dibentuk atas penurunan nilai instrumen keuangan sesuai standar akuntansi keuangan. 111

Kol-1 (LANCAR) Status kolektibilitas tertinggi ditandai dari riwayat pembayaran angsuran bunga atau angsuran pokok dan bunga kredit tiap bulannya tepat atau kurang dari tanggal jatuh tempo pembayaran bulanannya (tanpa cela). Kol-2 (DALAM PERHATIAN KHUSUS/DPK) Status kolektibilitas yang ditandai oleh keterlambatan membayar debitur melebihi tanggal jatuh tempo sampai dengan sekurang-kurangnya 90 hari sejak tanggal jatuh tempo atau 3 bulan lamanya (debitur menunggak pembayaran pokok dan/atau bunga antara 1-90 hari). Penetapan status DPK secara manual juga diberikan apabila debitur dipertimbangkan memiliki aliran kas namun kurang mampu dalam membayar kewajibannya. Dalam praktik perbankan, umumnya DPK oleh pihak bank sudah dianggap buruk walaupun secara teoretis masih tergolong Performing Loan (PL). Penyelesaian kredit bermasalah dengan status Kol-2 dapat dilakukan melalui penagihan biasa atau melaksanakan restrukturisasi tergantung kesepakatan antara debitur dengan kreditur.

Kol-3 (KURANG LANCAR) Status kolektibilitas debitur yang terlambat membayar lebih dari 90 hari sejak tanggal jatuh tempo bulanannya sampai dengan sekurang-kurangnya 120 hari atau 3-4 bulan lamanya (debitur menunggak pembayaran pokok dan/atau bunga antara 91-120 hari). Penetapan status Kol-3 secara manual dapat diberikan oleh bank apabila debitur masih memiliki itikad baik meskipun kemampuan membayarnya kurang memadai namun bank meyakini debitur masih memiliki cukup aliran kas. Pada tahap ini, bank berkewajiban mengeluarkan Surat Peringatan (SP) Pertama dan mulai melakukan perhitungan akrual terhadap tunggakan pokok dan bunga berjalan, tunggakan penalti berjalan, tunggakan administrasi pembukuan, dan tunggakan-tunggakan lainnya melalui penerbitan anjak piutang. Apabila masih memungkinkan debitur untuk mampu membayar kewajibannya, restrukturisasi dapat dilaksanakan.

112

Kol-4 (DIRAGUKAN) Status kolektibilitas yang menandakan keterlambatan membayar melebihi 120 hari sejak tanggal jatuh tempo bulanannya atau maksimum 4 bulan ke atas (debitur menunggak pembayaran pokok dan/atau bunga antara 121-180 hari). Pada tahap ini bank sudah harus mengambil asumsi angsuran pokok dan bunga kredit tidak terbayarkan dan bersiap melakukan penyelesaian kredit bermasalah melalui pelelangan agunan sesuai pasal 6 Undang-Undang No 4 Tahun 1996 tentang HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH yang berbunyi : “Apabila debitor cidera janji, pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut.” Hak Tanggungan adalah hak jaminan atas tanah untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain. Dalam arti, bahwa jika debitor cidera janji, kreditor pemegang Hak Tanggungan berhak menjual melalui pelelangan umum tanah yang dijadikan jaminan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan, dengan hak mendahului daripada kreditor-kreditor yang lain. Pada tahap ini, secara manual Kol-4 dapat digeser ke Kol-5 apabila bank telah memperoleh keyakinan bahwa debitur tidak hanya tidak mampu membayar kewajibannya, tetapi juga tidak memiliki itikad baik untuk menyelesaikan kewajibannya. Di tahap ini pula, bank berkewajiban mengeluarkan Surat Peringatan-2 dan Surat Peringatan-3 kepada debitur. Kol-5 (MACET) Merupakan kolektibilitas terendah yang tergolong Non-Performing Loan (NPL) yang merepresentasikan angsuran pokok dan bunga kredit tidak terbayarkan oleh debitur dengan menunggak pembayaran pokok dan/atau bunga lebih dari 180 hari, sehingga bank berkewajiban melaksanakan penyelesaian kredit bermasalah paling terakhir yaitu melelang agunan untuk menutup PPKA yang terbentuk 100 persen dari aktiva produktif untuk mengcover resiko terburuk kredit. 113

Penyusunan credit rating dapat menggunakan judgemental approach, quantitative approach, maupun kombinasinya.

Financial Rating ▪ Data: Laporan Keuangan ▪ Penggunaan: PD (Probability of Default) Customer Rating ▪ Data: - Laporan Keuangan - Informasi Kualitatif ▪ Penggunaan: PD (Probability of Default) Facility Rating ▪ Data: - Laporan Keuangan - Informasi Kualitatif - Agunan ▪ Penggunaan: EL, CKPN, Risk Premium

EL = PD x LGD x EAD

114

3.2.1.3.

Credit Scoring

Model yang digunakan untuk memprediksi kemungkinan gagal bayar (Probability of Default) debitur berdasarkan parameter tertentu (demografi, keuangan, kinerja debitur) dan menghasilkan suatu nilai/skor yang menjadi dasar pengambilan keputusan kredit.

▪ Diaplikasikan pada pengukuran risiko kredit consumer dan retail ▪ Dengan credit scoring, bank dapat memproses kredit dengan kualitas lebih baik, objektif serta proses relatif cepat. ▪ Review model dilakukan secara periodik agar kemampuan prediksi terhadap besarnya risiko kredit dapat dipelihara.

115

3.2.2. Pengukuran Risiko Kredit Portofolio

Pada level portofolio, bank perlu mempunyai sistem untuk memonitor komposisi keseluruhan dan kualitas dari portofolio kredit dengan maksud untuk identifikasi dan meminimalisir risiko konsentrasi. ▪ Risiko konsentrasi muncul karena alokasi atau penyaluran kredit yang berlebihan (over allocated) pada: a. Produk kredit tertentu

f. wilayah geografis tertentu

b. Jenis agunan tetentu

g. segment pasar tertentu

c. Counterparty perorangan tertentu d. Kelompok usaha terkait

▪ Direksi dan manajer manajemen risiko harus memantau konsentrasi kredit baik langsung atau tidak langsung. ▪ Risiko konsentrasi merupakan salah satu faktor yang termasuk di dalam pilar 2 Basel II.

e. Industri/sektor ekonomi tertentu 116

Pengukuran Risiko Konsentrasi Metode tradisional tanpa menggunakan model kuantitatif. ▪ ▪



Berdasarkan nominal atau persentase dari modal atau total eksposur.

Berdasarkan index, seperti: Herfindahl-Hirschman Index (HHI) dan Gini Coefficient (G).

Commercial loan Bank X: Alt 1 O/S Nasabah 1 10,000,000,000 Nasabah 2 10,500,000,000 Nasabah 3 11,025,000,000 Nasabah 4 11,576,250,000 Nasabah 5 12,155,062,500 Nasabah 195 129,039,900,518,556 Nasabah 196 135,491,895,544,484 Nasabah 197 142,266,490,321,709 Nasabah 198 149,379,814,837,794 Nasabah 199 156,848,805,579,684 Nasabah 200 164,691,245,858,668 Total 3,458,316,163,032,020

i= 1

2 i

HHI = x12 + x 22 + ... + xn2 Keterangan xi = besar bagian dari portofolio i n = jumlah debitur % 0.0003% 0.0003% 0.0003% 0.0003% 0.0004% 3.7313% 3.9179% 4.1138% 4.3194% 4.5354% 4.7622% 100%

2

xi 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.001392 0.001535 0.001692 0.001866 0.002057 0.002268 2%

Alt 2 O/S 16,550,878,980,771 16,550,878,980,771 16,550,878,980,771 16,550,878,980,771 16,550,878,980,771 16,550,878,980,771 16,550,878,980,771 16,550,878,980,771 16,550,878,980,771 16,550,878,980,771 164,691,245,858,668 3,458,316,163,032,010

Value of Coefficient CRn (%)

Very high concentration

n

HHI =  x

Berdasarkan jumlah debitur terbesar tanpa melihat eksposur terhadap debitur itu sendiri.

Degree of Concentration

% 0.4786% 0.4786% 0.4786% 0.4786% 0.4786% 0.4786% 0.4786% 0.4786% 0.4786% 0.4786% 4.7622% 100%

100

High concentration

75-99

Middle concentration

50-74

Low concentration

25-49

Very low concentration

do 25

2

xi 0.000023 0.000023 0.000023 0.000023 0.000023 0.000023 0.000023 0.000023 0.000023 0.000023 0.002268 1%

Alt 3 O/S 5,000,000,000 5,000,000,000 5,000,000,000 5,000,000,000 5,000,000,000 5,000,000,000 5,000,000,000 5,000,000,000 5,000,000,000 5,000,000,000 3,457,321,163,032,010 3,458,316,163,032,010

% 0.0001% 0.0001% 0.0001% 0.0001% 0.0001% 0.0001% 0.0001% 0.0001% 0.0001% 0.0001% 99.9712% 100%

2

xi 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.999425 100%

117

Pengukuran Risiko Kredit Portofolio

Kualitas Portofolio Kredit Kredit Kol 3,4,5 NPL Gross (%) = Total Kredit

Kredit Kol 3,4,5 − CKPN NPL Nett (%) = Total Kredit

AYDA 𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 𝐴𝑌𝐷𝐴 = Total Kredit

𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 𝐶𝐾𝑃𝑁 =

CKPN Total Kredit

Kredit Kualitas Rendah (KKR) /Loan At Risk LAR = 𝐾𝑟𝑒𝑑𝑖𝑡 𝑁𝑃𝐿 𝐺𝑟𝑜𝑠𝑠 + 𝐾𝑟𝑒𝑑𝑖𝑡 𝐾𝑜𝑙 − 1 𝑑𝑎𝑛 𝐾𝑜𝑙 − 2 ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑟𝑒𝑠𝑡𝑢𝑟𝑘𝑡𝑢𝑟𝑖𝑠𝑎𝑠𝑖 118

Identifikasi Risiko Kredit Individual

3.3. Pemantauan Risiko Kredit • Untuk memastikan kualitas kredit debitur tetap baik • Mengetahui secara dini agara kredit bermasalah dapat segera diselesaikan dengan baik

3.3.1. Pemantauan Risiko Kredit Individual • Dilakukan terhadap masing-masing debitur • Memahami kondisi keuangan terkini dari debitur • Memantau kepatuhan terhadap persyaratan kredit • Menilai dan memantau kecukupan agunan • Identifikasi masalah dengan cepat dan tepat • Menangani dengan cepat kredit bermasalah • Identifikasi tingkat risiko kredit, baik secara keseluruhan atau per jenis asset/kredit • Kualitas kredit debitur

3.3.2. Pemantauan Risiko Kredit Portfolio • Pemantauan konsentrasi dalam portfolio kredit bank • SKMR harus menyusun laporan perkembangan risiko kredit secara berkala

119

Identifikasi Risiko Kredit Individual

3.4. Pengendalian Risiko Kredit 3.4.1.

Pengendalian Risiko Kredit Secara Individual

▪ Penambahan persyaratan dan kondisi fasilitas kredit : 1. Negative covenants dan Affirmative covenants 2. Menyediakan agunan tambahan 3. Transfer risiko (asuransi) 4. Garansi (Korporasi / Personal) 5. Hedging (Lindung Nilai) ▪ Penambahan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) dan Modal 120

Identifikasi Risiko Kredit Individual

Affirmative Covenants dan Negative Covenants Affirmative Covenants

Negative Covenants

Menyatakan apa yang harus dilakukan oleh debitur sampai dengan kredit dilunasi.

Tanpa ada persetujuan tertulis dari bank, debitur tidak diperkenankan melakukan tindakan tertentu sebelum kredit lunas.

Contoh:

a. Memelihara modal kerja pada level tertentu. b. Memenuhi persyaratan rasio tertentu. c. Menyerahkan laporan keuangan sesuai PSAK. d. Melaporkan kepada bank atas terjadinya suatu kondisi/ kejadian penting. e. Mengizinkan petugas bank untuk melakukan inspeksi data nasabah.

Contoh: a. Membayar deviden kepada pemegang saham di atas jumlah yang telah ditentukan. b. Melakukan merger/akuisisi. c. Memperoleh kredit tambahan dari bank lain. d. Melakukan perubahan manajemen. e. Event of default: segera menjelaskan kejadian yang dapat memicu gagalnya pembayaran. 121

Identifikasi Risiko Kredit Individual

3.4.2.

Secara Portofolio

❑ Bank harus memiliki kebijakan internal serta sistem dan langkah-Iangkah untuk pengelolaan risiko konsentrasi. ❑ Kebijakan mencakup: (1) definisi eksposur, (2) kriteria yang digunakan untuk meng-identifikasi adanya keterkaitan, (3) batas per debitur atau kelompok debitur berupa prosentase dari total eksposur. ❑ Melakukan identifikasi risiko konsentrasi kredit pada portofolio. ❑ Lebih berhati-hati dalam memberikan fasilitas pada debitur grup.

❑ Beberapa eksposur yang dapat dikecualikan dalam perhitungan risiko konsentrasi, yaitu: ▪ Posisi surat berharga yang diterbitkan oleh pemerintah. ▪ Kredit yang dijamin oleh Pemerintah RI dan tidak dapat dibatalkan. ▪ Kredit beragunan deposito, tabungan, giro atau surat berharga pemerintah yang diblokir dan diikat sempurna. ▪ Kredit yang dijamin dengan SBLC dari prime bank. ▪ Kredit yang dijamin oleh lembaga pembangunan nasional multilateral (World Bank, ADB/Asian Development Bank) yang ditetapkan oleh BI. 122

Identifikasi Risiko Kredit Individual

❑ Menggunakan piranti credit derivative seperti credit default swap atau total return swap. ❑ Mengelola portofolio secara aktif agar eksposur tidak terkonsentrasi pada satu debitur, sektor industri, produk, atau valuta tertentu. ❑ Penetapan limit : limit kewenangan, limit kredit (pihak terkait dan tidak terkait, limit keseluruhan dan lain lain termasuk Risk Appetite Statement (RAS) ❑ Menentukan target batas risiko dalam rencana tahunan bank. ❑ Menetapkan sistem kewenangan untuk jumlah tertentu khususnya untuk jumlah kredit yang besar.

123

Identifikasi Risiko Kredit Individual

Perhitungan CAR/KPMM BEBAN MODAL RISIKO PASAR (MRP) SB = SALDO NT = POSISI HS = POSISI HK = POSISI

BEBAN MODAL RISIKO OPERASIONAL (MRO)

×% ×% ×% ×%

BIA = TGI × % ALPHA SA = TGI LB × % BETA LB

MODAL TERSEDIA × 100% ≥ 8%

CAR =

ATMR ATMR RISIKO PASAR

ATMR RISIKO KREDIT

ATMR RISIKO OPERASIONAL

MRP × 12,5

SALDO × %

MRO × 12,5

124

Identifikasi Risiko Kredit Individual

4. Perhitungan Kecukupan Modal 4.1. Standardized Approach (SA) ▪

Metode Perhitungan Sama dengan yang digunakan dalam Basel I. Bank mengalokasikan bobot risiko tertentu untuk tiap kategori aset (on dan off-balance sheet) dalam menentukan ATMR.



Perbedaan terletak pada kategorisasi aset dan besarnya bobot risiko.



Kategori Aset Didasarkan kategori debitur yaitu pemerintah, institusi publik, bank dan multilateral development banks (World Bank, ADB), perusahaan komersial, perusahaan sekuritas, retail, perumahan, dan lain-lain.

ATMR = Saldo kategori aset × Bobot risiko ▪

Bobot Risiko ✓ Untuk beberapa kategori aset (misalnya pemerintah, bank, perusahaan komersial, dan perusahaan sekuritas) didasarkan pada peringkat yang diberikan oleh lembaga pemeringkat eksternal. ✓ Untuk beberapa kategori aset lainnya, bobot risiko ditetapkan secara khusus. 125

Portfolio

Bobot Risiko Rating (AAA - < B min) dlm %

Bobot Risiko nonrating dlm %

Tagihan kpd Pemerintah

0 - 150

100

Tagihan kpd Entitas Sektor Publik

20 - 150

50

Tagihan kpd Bank Pembangunan Multilateral Internasional

0

0

Tagihan kpd Bank Pembangunan Multilateral

20 - 150

50

Tagihan kpd Bank

20 - 150

20 – 150

Tagihan berupa Covered Bond

10 - 100

Tagihan kpd Perusahaan Efek dan LJK lain

20 - 150

20 – 150

Tagihan berupa instrument hutang subordinasi

100 - 250

100 – 250

Tagihan beragun rumah tinggal

20 - 150

20 – 150

Tagihan beragun property komersial

60 - 150

60 – 150

Kredit pengadaan dan pengelolaan tanah dan konstruksi

100 - 150

100 – 150

Kredit pegawai dan pensiunan

50

50

Tagihan kpd usaha mikro, kecil dan retail

45 - 150

45 – 150

Tagihan Korporasi

20 - 150

80 – 130

Kredit Yang Telah Jatuh Tempo (overdue)

50 - 150

50 – 150

Asset lain

0 - 150

0 – 150

126

Internal Rating Based Approach

4.2. Internal Rating Based Approach (IRBA) ▪

Pendekatan IRB memperkenankan bank menggunakan model internal dalam menghitung kebutuhan modal.



Pendekatan ini diyakini memiliki akurasi lebih tinggi dibanding Standardized Approach dan hasil perhitungan permodalan lebih sesuai dengan profil risiko bank, karena bank lebih mengetahui karakter dan kondisi debitur mereka dibandingkan lembaga pemeringkat.



Bank yang telah memperoleh persetujuan BI untuk penerapan pendekatan Internal Rating dapat menggunakan estimasi internal komponen risiko untuk menghitung kebutuhan modal yang dipersyaratkan atas eksposur tertentu.

Persetujuan BI bagi bank agar dapat menerapkan Pendekatan Internal Rating didasarkan pada 12 kriteria sebagai berikut. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.

Komposisi persyaratan minimum Kepatuhan terhadap persyaratan minimum Desain sistem pemeringkatan Operasional sistem pemeringkatan risiko Pengawasan dan corporate governance Penggunaan pemeringkatan internal Kuantifikasi risiko Validasi atas estimasi internal Estimasi pengawas atas LGD dan EAD Persyaratan untuk mengakui leasing Perhitungan beban modal untuk eksposur ekuitas Keterbukaan informasi

Dalam pendekatan ini, bank menghitung Probability of Default (PD) debitur, dan regulator menyediakan input lainnya, seperti: Loss Given Default (LGD) dan Exposure at Default (EAD). 127

Internal Rating Based Approach

Definisi / Paramater 1. Probability of Default (PD)

3. Loss Given Default (LGD)

4. Correlation







Efek korelasi merupakan bagian perhitungan dalam menetapkan kebutuhan modal.



Korelasi menggambarkan keterkaitan antara berbagai fasilitas yang diperoleh debitur/group yang mengalami gagal bayar (PD).



Probability of default adalah probabilitas terjadinya default setiap kategori asset dimasa depan – biasanya 1 tahun kedepan. Perhitungan PD menggunakan metode statistic sederhana (flowrate analysis) ataupun regression analysis

2. Exposure at Default (EAD)





Exposure at default adalah perkiraan gross exposure posisi on dan off balance sheet ketika obligor default. Estimasi EAD harus mencerminkan kemungkinan adanya tambahan penarikan dana oleh debitur s/d dan setelah dinyatakan default.



Loss given default adalah persentase kerugian yang diperkirakan akan terjadi jika suatu debitur default. LGD harus diukur sebagai kerugian akibat gagal bayar sebagai % dari EAD.



LGD = (1 – Recovery Rate)



Recovery rate adalah tingkat pengembalian pinjaman (dengan memperhitungkan nilai agunan).

5. Effective Maturity (M)

Perhitungan LGD untuk korporasi, Pemerintah dan eksposur bank menggunakan data min 7 tahun sementara untuk eksposur ritel menggunakan data min 5 tahun



Sisa jangka waktu kredit/instrumen kredit.



Diterapkan hanya untuk tagihan kepada pemerintah, korporasi dan bank.



128

Internal Rating Based Approach

IRB Approach terbagi menjadi dua, yaitu:

Foundation IRBA

Advanced IRBA

Dalam pendekatan ini, bank menghitung probability of default (PD) debitur, dan regulator menyediakan input lainnya seperti loss given default (LGD) dan exposure at default (EAD).

Dalam pendekatan ini, bank menghitung sendiri PD, EAD, dan LGD. Persyaratan A-IRBA lebih ketat dibandingkan F-IRBA.

Perbedaan antara Foundation IRBA dan Advanced IRBA Komponen Risiko

F-IRBA

A-IRBA

PD (Probability of Default)

Internal Bank

Internal Bank

LGD (Loss Given Default)

Supervisor (BI)

Internal Bank

EAD (Exposure at Default)

Supervisor (BI)

Internal Bank

5 tahun

7 tahun

Data yang dibutuhkan

129

BAB 3

Risiko Pasar

130

RISIKO PASAR

1 2 3 4

Pengertian dan Faktor Risiko Pasar, Portfolio Trading dan Banking Book Tata Kelola dan Kebijakan Pengelolaan Risiko Pasar Proses Identifikasi, Pengukuran, Pemantauan dan Pengendalian Risiko Pasar – Trading Book

Perhitungan Kecukupan Modal Risiko Pasar – Trading Book

131

RISIKO PASAR

5 6 7

Risiko Pasar - Banking Book Proses Identifikasi, Pengukuran, Pemantauan dan Pengendalian Risiko Pasar – Banking Book

Metode Standard Pengukuran Risiko Suku Bunga pada Banking Book

132

RISIKO PASAR

1. RISIKO PASAR Risiko pasar adalah Risiko pada posisi neraca dan rekening administratif, termasuk transaksi derivatif, akibat perubahan secara keseluruhan dari kondisi pasar, termasuk risiko perubahan harga option.

1.1. Faktor Risiko Pasar A. Risiko Suku Bunga B. Risiko Nilai Tukar

C. Risiko Komoditas D. Risiko Ekuitas

133

RISIKO PASAR

A. Risiko Suku Bunga Risiko suku bunga adalah risiko akibat perubahan harga instrumen keuangan dari posisi Trading Book atau akibat perubahan nilai ekonomis dari posisi Banking Book, yang disebabkan oleh perubahan suku bunga. Dalam kategori risiko suku bunga termasuk pula risiko suku bunga dari posisi Banking Book yang antara lain meliputi repricing risk, yield curve risk, basis risk, dan optionality risk.

B. Risiko Nilai Tukar Risiko Nilai Tukar adalah risiko akibat perubahan nilai posisi Trading Book dan Banking Book yang disebabkan oleh perubahan nilai tukar valuta asing atau perubahan harga emas.

C. Risiko Komoditas Risiko Komoditas adalah risiko akibat perubahan harga instrumen keuangan dari posisi Trading Book dan Banking Book yang disebabkan oleh perubahan harga komoditas.

D. Risiko Ekuitas Risiko Ekuitas adalah risiko akibat perubahan harga instrumen keuangan dari posisi Trading Book yang disebabkan oleh perubahan harga saham. Risiko komoditas dan risiko ekuitas dihitung secara konsolidasi bagi Bank yang memiliki anak usaha yang terekspos risiko komoditas dan risiko eukitas. 134

RISIKO PASAR

Tujuan utama Manajemen Risiko Pasar adalah meminimalkan dampak negative dari perubahan kondisi pasar atas asset dan permodalan Bank.

135

PORTOFOLIO BANK

1.2. PORTFOLIO BANK BANK Jenis Portfolio Aktifitas Bisnis Trading Book

Banking Book

Perlakuan Akuntansi

• Dibukukan Fair Value through Profit & Loss (FVPL) → PSAK 50/55 dibukukan sebagai • Brokering Trading Book • Market Making • Wajib dilakukan mark-to-market (MTM) yang • Hedging nantinya akan berdampak pada Laporan Laba/Rugi • Surat berharga • Dibukukan sebagai Fair Value through Other • Kredit Comprehensive Income (FVOCI) → PSAK 50/55 • Asset dan dibukukan sebagai Available For Sale (AFS) tagihan • Asset FVOCI wajib dilakukan MTM yang akan berdampak pada perhitungan nilai modal • Dibukukan sebagai Amortized Cost → PSAK 50/55 dibukukan sebagai Held To Maturity (HTM) • Asset Amortized Cost tidak dilakukan MTM • Perhitungan principal berbasis pada book value dengan memperhitungkan nilai akrual (accrued value) Proprietary:

Tenor dan Intensi

Perhitungan Permodalaan

• Tenor pendek • • Jenis high frequency trading (HFT)

Pilar 1 KPMM

FVOCI: investasi • dengan tenor jangka menengah dan panjang dengan memperhitungkan kebutuhan likuiditas (liquidity buffer)

Pilar 2 IRRBB dalam perhitungan Economic Value of Equity (EVE)

Amortized Cost: murni sebagai investasi dengan tenor jangka menengah dan panjang 136

Trading Book

1.2.1. Trading Book Trading Book adalah asset yang dimiliki untuk diperdagangkan dan dipindah-tangankan dengan bebas atau dapat di-hedge secara keseluruhan.

Tujuan transaksi Trading Book:

Transaksi Trading Book meliputi jenis transaksi:

• Proprietary position (kepentingan sendiri) • Brokering • Market Making

• Posisi yang dimiliki untuk dijual kembali dalam jangka pendek • Posisi yang dimiliki untuk memperoleh keuntungan jangka pendek dari pergerakan harga (price movement) • Posisi yang dimiliki untuk mempertahankan keuntungan arbitrase (locking in arbitrage profit) • Hedging (lindung nilai) baik untuk sesama posisi Trading Book maupun Banking Book 137

Trading Book

Semua posisi Trading Book wajib dilakukan perhitungan nilai wajarnya (Fair Value) dengan metode: • Mark to Model (MTM) berdasarkan harga pasar sekunder dari masing-masing intstrument • Manakala tidak ditemukan harga pasar sekunder maka pihak SKMR wajib membuat model perhitungan guna menentukan replacement cost yang wajar → proses tersebut disebut mark-to-model • Hasil MTM dan mark-to-model akan dibukukan pada Laporan Laba/Rugi • Risiko Trading Book (ATMR) wajib ditutup dengan modal bank

138

Trading Book

Instrument Trading Book Instrument Trading Book terdiri dari dua kategori utama: A. Instrument Tunai (cash instrument) B. Produk dan transaksi derivative terkait Nilai Tukar dan Suku Bunga C. Produk Derivative terkait Surat Berharga/Obligasi

A. Instrument Tunai (cash instrument) Instrument Tunai terdiri dari: 1) yang terkait risiko suku bunga → surat berharga jangka pendek dan panjang 2) yang terkait risiko nilai tukar → transaksi valuta asing

139

Trading Book

A.1.)

Instrument Tunai Suku Bunga

Surat Berharga jangka pendek dengan tenor maksimal 1 tahun:

Surat Berharga jangka panjang dengan tenor > 1 tahun:

• SBI (Sertifikat Bank Indonesia) dalam IDR dan SBBI (Surat Berharga Bank Indonesia) dalam valas • SBN (Surat Berharga Negara) dengan sisa tenor maksimal 1 tahun yang diterbitkan Kementrian Keuangan Indonesia

• • • •

SBN dengan sisa tenor > 1 tahun Surat pengakuan hutang (promes) Meditum term-note (MTN) Obligasi

• SPN (Surat Perbendaharaan Negara) → jenis SBN yang diterbitkan dengan original maturity maksimal 1 tahun Dari sisi penerbit jenis surat berharga dikelompokkan: • Surat berharga pemerintah → SBN, US Treasury, German Bund, Japanese Govt Bond (JGB) • Surat berharga korporasi 140

Trading Book

A.2.)

Instrument Tunai Valuta Asing (Valas)

Transaksi valas yang dikategorikan transaksi tunai terdiri: • Transaksi Today (TOD) → transaksi dengan penyelesaian transaksi dilakukan pada hari kerja yang sama • Transaksi Tomorrow (TOM) → penyelesaian transaksi dilakukan 1 hari kerja setelah tanggal transaksi • Transaksi SPOT → penyelesaian transaksi dilakukan 2 hari kerja setelah tanggal transaksi

141

Trading Book

B. Produk dan Transaksi Derivative

Produk Derivative adalah roduk yang nilainya tergantung dari nilai produk atau transaksi dasarnya (underlying product/transaction)

Transaksi Derivative adalah kontrak atau perjanjian pembayaran dimana nilai dari kontrak tersebut merupakan turunan dari nilai instrument yang mendasari (underlying instrument) mis. pergerakan suku bunga, nilai tukar, harga komoditas, harga saham dan indeks.

142

Trading Book

B.1.)

Produk Derivative terkait Nilai Tukar

(dapat berupa valas vs valas lainnya ataupun IDR vs valas)

c) Currency Option

a) Currency Forward

Currency Option merupakan kontrak pembelian ataupun penjualan atas hak untuk membeli (call option) atau hak untuk menjual (put option) suatu valuta asing pada kurs yang sudah ditentukan (strike price) untuk suatu periode tertentu dimasa depan dimana untuk mendapatkan hak tersebut pembeli option akan membayarkan sejumlah premi kepada penjual option

Currency Forward merupakan transaksi valas dengan tanggal penyelesaian transaksi (settlement date/value date) lebih dari 2 hari kerja berikutnya namun dengan kurs yang sudah fixed ditetapkan pada tanggal transaksi (deal date)

b) Currency Swap Currency Swap merupakan kombinasi/pasangan transaksi valas beli pada tanggal valuta awal yang diikuti transaksi valas jual pada tanggal valuta akhir (sering disebut swap Buy-and-Sell) atau kombinasi/pasangan transaksi valas jual pada tanggal valuta awal yang diikuti transaksi beli valas pada tanggal valuta akhir (sering disebut swap Sell-and-Buy) dimana kurs yang dipergunakan pada tanggal valuta awal dan tanggal valuta akhir sudah fixed ditetapkan diawal transaksi

Dalam penyelesaian/settlement currency option bisa dipilih apakah seluruh nilai principal dipertukarkan (full amount settlement) atau tidak dilakukan penyerahan nilai pokok transaksi namun hanya selisih suku bunga yang dipertukarkan (netting settlement)

143

Trading Book

c) Cross Currency Swap (CCS) B.1.) Produk Derivative terkait Suku Bunga a) Forward Rate Agreement (FRA): Forward Rate Agreement (FRA) adalah kontrak/kesepakatan antara dua pihak untuk menetapkan suku bunga lending – borrowing untuk suatu jangka waktu/tenor tertentu yang akan berlaku dimasa depan.

b) Interest Rate Swap (IRS)

Cross Currency Swap (CCS) adalah modifikasi kontrak lending-borrowing antara dua pihak yang melibatkan pertukaran dana dalam mata uang A beserta bunganya dari pihak I dan dana dalam mata uang B beserta bunganya dari pihak II Dalam transaksi CCS terjadi pembayaran bunga secara periodik selama umur kontrak disertai pertukaran principal nilai kontrak pada awal dan akhir kontrak

d) Interest Rate Option

Interest Rate Swap (IRS) adalah kontrak pertukaran pembayaran suku bunga yang memiliki karakteristik berbeda diantara dua pihak – mis. pihak I akan membayar suku bunga fixed dan pihak II akan membayar suku bunga variable/floating vice versa secara periodik selama umur kontrak.

Interest Rate Option adalah kontrak yang memberikan perlindungan kepada pembeli option atas kenaikan suku bunga (interest rate cap option) atau penurunan suku bunga (interest rate floor option) dimana pembeli option wajib membayar premi kepada penjual option.

Dalam transaksi IRS yang dipertukarkan hanya pembayaran bunganya saja sementara untuk nilai principal hanya dipergunakan sebagai patokan perhitungan

Dalam penyelesaian/settlement interest rate option umumnya tidak dilakukan penyerahan nilai pokok transaksi namun hanya selisih suku bunga yang 144 dipertukarkan (netting settlement)

Trading Book

C) Produk Derivative terkait Surat Berharga/Obligasi

Bond Option Bond Option adalah kontrak pembelian ataupun penjualan atas hak untuk membeli (call option) atau hak untuk menjual (put option) suatu surat berharga pada harga yang sudah ditentukan (strike price) untuk suatu periode tertentu dimasa depan dimana untuk mendapatkan hak tersebut pembeli option akan membayarkan sejumlah premi kepada penjual option

Surat berharga/obligasi yang memiliki fitur call option umum disebut sebagai callable bond sementara yang memiliki fitur put option umum disebut sebagai puttable bond

145

Banking Book

1.2.2. Banking Book Banking Book adalah Semua posisi instrument lain diluar Trading Book dimana dari sisi asset biasanya terdiri dari kredit, surat berharga yang dimiliki, penempatan pada bank lain sementara dari sisi liabilities biasanya terdiri dari DPK, surat berharga yang diterbitkan dan pinjaman dari bank lain

Mark-to-Market: • FVOCI/AFS wajib dilakukan MTM yang nantinya akan berdampak pada ekuitas bank • Amortized Cost/HTM tidak dilakukan MTM

Tujuan transaksi Banking Book: • FVOCI/Available for Sale (AFS) merupakan penempatan dana jangka menengah dan panjang dengan tujuan mendapatkan pendapatan bunga dan pelunasan principal sekaligus juga bisa digunakan untuk menutup kebutuhan likuiditas mendadak • Amortized Cost/Held to Maturity (HTM) merupakan penempatan dana jangka menengah dan panjang dengan tujuan hanya untuk mendapatkan pendapatan bunga dan pelunasan principal (solely payment of principal and interest – SPPI)

Dampak risiko: Perubahan suku bunga akan memengaruhi Net Interest Income (NII) dan Economic Value of Equity (EVE) bank

146

KPMR RISIKO PASAR

2. Tata Kelola dan Kebijakan Pengelolaan Risiko Pasar (KPMR Risiko Pasar) Manajemen risiko pasar diterapkan secara individual bagi bank itu sendiri maupun secara konsolidasi dengan anak Perusahaan.

Secara umum penerapan manajemen risiko pasar – OJK menyebutnya Kualitas Penerapan Manajemen Risiko (KPMR) - mencakup: • Pengawasan aktif DIreksi dan Dewan Komisaris (tata kelola risiko/Risk Governance) • Kebijakan dan prosedur manajemen risiko beserta penetapan limit risiko (kerangka kerja manajemen risiko/Risk Framework) • Proses identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian risiko yang didukung sistem informasi manajemen risiko yang handal (Risk Management Process) • Sistem pengendalian intern (Internal Control) 147

KPMR RISIKO PASAR

TATA KELOLA : MANAGEMENT, KOMITE-KOMITE Jenis-jenis Risiko Suku bunga, Nilai tukar

Struktur Neraca Portofolio, Repricing Gap RBB, Produk & Aktivitas Baru Kecukupan Infrastruktur Data, Sistem, Resources

Pengukuran Internal Var, PV01, FX NOP, EVE, NII Identifikasi

Pengukuran

Proses Pengelolaan Risiko Pasar Pelaporan

Struktur Regulator KPMM, EVE, NII

Valuasi

Kontrol & Monitoriing Stress Testing

Kuantitatif (Trigger, Limit, Risk Appetite)

Pelaporan Internal

Kualitatif Struktur, Organisasi, Kebijakan, Prosedur

Pelaporan Regulator INFRASTRUKTUR: DATA, TEKNOLOGI, RESOURCES

148

KPMR RISIKO PASAR

2.1. Tata Kelola Pengelolaan Risiko Pasar (Risk Governance) Berkenaan dengan wewenang dan tanggung-jawab Direksi pada dasarnya sama dengan risiko lainnya, namun terdapat tambahan sebagai berikut: • • •



Memastikan bahwa dalam kebijakan dan prosedur manajemen risiko pasar telah mencakup aktivitas trading harian, jangka menengah dan jangka panjang Memastikan bahwa kebijakan dan prosedur manajemen risiko pasar Banking Book menjadi bagian tidak terpisahkan dalam proses ALM (asse and liabilities management) bank Berkenaan dengan kecukupan SDM: ▪ Kualitas pegawai pelaksana aktivitas pegawai yang terkait risiko pasar harus paham filosofi dan faktor-faktor yang mempengaruhi risiko pasar ▪ Kualitas pegawai SKMR terkait risiko pasar harus seimbang dengan kualitas pegawai yang terkait risiko pasar Berkenaan dengan organisasi manajemen risiko pasar: ▪ Penetapan struktur organisasi, perangkat dan kelengkapan unit/fungsi terkait harus disesuaikan dengan karakteristik dan kompleksitas usaha bank ▪ Dalam rangka melengkapi Komite Manajemen Risiko maka bank diharapkan memiliki ALCO (asset and liabilities committee)

149

2.1.1. Organisasi Manajemen Risiko Pasar a) Front Office Pelaksana transaksi adalah unit Front Office yaitu Treasury (dealing room) baik untuk memenuhi kebutuhan nasabah, keperluan trading bank itu sendiri (proprietary trading) maupun hedging atas portfolio Banking Book Transaksi yang dilakukan antara lain transaksi valas, pasar uang, derivative, jual-beli surat berharga, pengelolaan likuiditas, funding dan marketing

Dalam melakukan tugasnya organisasi Treasury mengatur system kewenangan berjenjang yang tercermin dalam system limit berjenjang. Selain itu umumnya dibedakan antara dealer yang mengelola Trading Book dengan Banking Book Selain trading maka Treasury juga bertanggungjawab atas pengelolaan likuiditas, memelihara asset likuid dan mengelola risiko suku bunga pada Banking Book

KPMR RISIKO PASAR

b) Middle Office Dilakukan oleh SKMR risiko pasar dan bertugas mengendalikan risiko pasar yang ditimbulkan oleh aktifitas Treasury melalui penyusunan kebijakan, prosedur, kebijakan limit, penentuan metode MTM Struktur SKMR risiko pasar disesuaikan dengan tujuan, kebijakan, ukuran dan kompleksitas aktivitas Treasury. Unit middle office harus independent dari unit bisnis/front office, unit back office serta unit pengendalian internal bank/SKAI agar diperoleh kebutuhan yang obyetif dan tidak memihak sesuai prinsip segregation of duty

c) Back Office Memiliki tugas: ▪ ▪ ▪

Memastikan proses penyelesaian/settlement transaksi Treasury berjalan dengan efektif dan efisien Menentukan harga pasar harian dalam proses MTM berdasarkan metode MTM yang sudah ditentukan oleh Middle Office Struktur back office diseusiak dengan tujuan, kebijakan, ukuran dan kompeksitas aktifitas Treasury, ketersedian dan kualitas SDM 150

KPMR RISIKO PASAR

2.2. Kebijakan Pengelolaan Risiko Pasar (Risk Framework) Selain melaksanakan kebijakan dan prosedur manajemen risiko pasar serta penetapan limit bank harus menambahkan penerapan: a) Strategi manajemen risiko harus mempertimbangkan strategi trading, posisi pasar/bersaing, komposisi instrument/produk dan kategori nasabah b) Penetapan risk appetite dan risk tolerance c) Kebijakan manajemen risiko harus memuat dengan jelas: 1) Kriteria yang jelas dari Trading Book dan Banking Book 2) Penetapan tujuan memiliki posisi Trading Book dan Banking Book 3) Kebijakan pengelolaan portfolio Trading Book dan Banking Book 4) Penetapan metodologi valuasi Trading Book → MTM maupun mark-to-model 5) Metode pengukuran risiko pasar secara periodic dan dampaknya atas perhitungan kecukupan modal, mis. sensitivity analysis, earning at risk (EAR), value at risk (VAR) dan EVE

6) Penetapan pihak independent untuk melakukan pengujian dan validasi model pengukuran risiko dan pricing model yang digunakan 7) Mekanisme penetapan dan dokumentasi strategi perdagangan Trading Book 8) Khusus pengelolaan risiko suku bunga pada Banking Book (interest rate risk in Banking Book – IRRBB) harus mencakup kebijakan menyangkut nonmaturity instrument - baik dari aspek jatuh waktu/tenor maupun aspek repricing time yang tidak tercantum dalam kontrak awal 9) Kebijakan dan proses penetapan selisih antara suku bunga referensi dengan suku bunga pasar dalam proses pricing transaksi harus dilakukan dengan mempertim-bangkan kondisi pasar keuangan secara keseluruhan dan mengutamakan prinsip kehatian-hatian 10) Bank harus mampu melakukan perhitungan risiko open position valas setiap waktu maupun harian - baik open position masing-masing valas maupun 151 secara konsolidasi

KPMR RISIKO PASAR

d) Kebijakan limit: 1) Bank harus memastikan konsistensi antar berbagai jenis limit yang berbeda 2) Penetapan limit dilakukan secara berjenjang sesuai level organisasi bank – mis. limit untuk keseluruhan bank disusul limit portfolio disusul limit masing-masing dealer/trader 3) Bank dapat menetapkan limit internal sebagai trigger risiko internal – mis. limit PDN internal – untuk mencegah terjadinya pelampauan risk appetite dan risk tolerance bank bersangkutan

152

Manajemen Risiko Pasar pada Trading Book

153

MANAJEMEN RISIKO PASAR PADA Trading Book

3. Identifikasi, Pengukuran, Pemantauan dan Pengendalian Risiko Pasar pada Trading Book 3.1. Identifikasi Risiko Pasar pada Trading Book Risiko suku bunga dapat terjadi pada instrument surat berharga seperti: a) SBI b) SBN c) SPN d) obligasi Pemerintah e) obligasi korporasi f) produk derivative suku bunga Sementara risiko nilai tukar dapat terjadi pada setiap open position valuta asing di Trading Book

154

Pengukuran Risiko Pasar pada Trading Book

3.2. Pengukuran Risiko Pasar pada Trading Book Parameter MTM

Tujuan Mengukur unrealized Laba/Rugi dari eksposur Trading Book

Perkiraan besar kerugian maksimal akibat perubahan faktor pasar untuk suatu periode waktu tertentu (holding period) dan dengan tingkat keyakinan / probabilitas tertentu (confidence level) Posisi terbuka yang terjadi akibat adanya selisih antara aktiva valas dengan passiva valas, Net open position baik untuk posisi neraca (on-balance sheet) maupun posisi administatif (off-balance sheet) Mengukur potensi kerugian dari suatu atau kumpulan instrument (portfolio instrument) jika Present Value of terjadi perubahan suku bunga sebesar 1 bps (0.01 pct) → mengukur sensitivitas portfolio single bps (PV01) terhadap perubahan suku bunga Mengukur kerugian akibat perubahan variable pasar yang ekstrim, baik perubahan ekstrim Stress testing historis maupun hipotesis Value at Risk (VAR)

Back testing

Delta Gamma Vega

Metode untuk menilai kelayakan model/teknik pengukuran

Instrument Surat berharga dan valas Surat berharga dan valas Valuta asing Surat berharga Surat berharga dan valuta asing Surat berharga dan valuta asing

Mengukur sensitivitas harga opsi terhadap perubahan nilai faktor risiko yang mendasarinya Derivative opsi surat (underlying risk) berharga dan valuta asing Mis. harga opsi FX akan berubah jika terjadi perubahan harga instrument FX itu sendiri Mengukur sensitivitas perubahan Delta relative terhadap perubahan faktor risiko yang Derivative opsi surat mendasarinya (underlying risk) berharga dan valuta asing Mengukur sensitivitas harga opsi terhadap volatilitas nilai faktor risiko yang mendasarinya Derivative opsi surat 155 (underlying risk) berharga dan valuta asing

MANAJEMEN RISIKO PASAR PADA Trading Book

3.2.1 Valuasi Nilai Pasar dari Posisi Trading Book Mengukur unrealized laba/rugi eksposur Trading Book surat berharga dan valas. Terdapat dua metode valuasi yang umum dilakukan: a) mark-to-market (MTM) jika terdapat nilai/harga pasar yang reliable dan konsisten dari instrument yang akan diukur b) mark-to-model jika instrument yang hendak di-valuasi nilainya ternyata tidak likuid sehingga tidak terdapat harga pasar sekundernya – dalam hal ini valuasi dilakukan dengan melakukan proses diskonto dari instrument tersebut dengan memperhatikan faktor suku bunga dan deflasi yang terjadi di pasar keuangan c) proses valuasi dilakukan setiap hari d) proses valuasi dilakukan untuk masing-masing instrument terlebih dahulu untuk selanjutnya akan dihitung valuasi atas portfolio secara keseluruhan dengan memperhitungkan faktor korelasi dari masing-masing instrument di dalam portfolio tersebut

156

MANAJEMEN RISIKO PASAR PADA Trading Book

Beberapa prinsip dalam proses valuasi: a) valuasi dilakukan oleh pihak independent – umumnya metode valuasi ditetapkan oleh middle office (SKMR) sementara yang nantinya melakukan valuasi harian adalah back office/treasury operation/treasury settlement unit b) metodologi untuk mendapatkan harga pasar dalam valuasi harus pragmatis dan konsisten c) kriteria suatu harga pasar bisa dipakai dalam proses valuasi adalah: Kriteria Komplit Akurat Konsisten Relevan

Konsistensi waktu

d) Setiap ada perubahan metodologi valuasi harus mendapat persetukuan pihak berwenang sesuai ketentuan bank

Penjelasan Data harga yang tersedia harus lengkap menyajikan bid-offer dan memiliki data historis yang cukup panjang Data harga yang tersedia adalah harga pasar actual/real Data harga yang tersedia disediakan provider yang koheren dan reliable Data harga yang tersedia benar-benar merefleksikan harga yang sesuai dengan jenis instrument-nya Upload data oleh provider harus pada waktu dan frekuensi yang konsisten → real time data 157

MANAJEMEN RISIKO PASAR PADA Trading Book

3.2.2 Value at Risk (VAR) a)

Salah-satu kendala dalam pengukuran VAR adalah tidak adanya satu ukuran yang seragam untuk mengukur risiko pasar untuk masing-masing instrument b) VAR bisa dinyatakan dalam satuan persentase dari nilai pasar ataupun nilai absolut/nominal. Mis. untuk portfolio dengan nominal Rp 10 milyard maka VAR 2,5% dari nominal adalah sama dengan nilai absolut VAR Rp 250 juta

158

MANAJEMEN RISIKO PASAR PADA Trading Book

3.3. Pemantauan Risiko Pasar pada Trading Book 1) Pelaporan kepada regulator dilakukan bulanan sebagai bagian dari pelaporan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) 2) Pelaporan internal disesuaikan dengan strategi dan toleransi risiko masing-masing bank 3) Beberapa bentuk pelaporan internal bank yang umum adalah: a) Lapora dengan jadwal tetap b) Laporan pengecualian (exception report) yang dibuat jika terjadi hal yang tidak biasa, mis. pelampauan limit, potensi kenaikan risiko yang signifikan akibat perubahan faktor risiko dll c) Ad-hoc report biasanya dibuat untuk situasi tertentu dan tidak terjadwal – umumnya diminta oleh regulator dengan isi dan format khusus yang diminta oleh pihak tersebut 4) Unit SKMR/middle office bertugas merancang dan membuat laporan-laporan risiko sebagai bagian dari proses pemantauan risiko dan memastikan jika terjadi pelampauan limit risiko akan dilaporkan kepada pihak yang berwenang 159

MANAJEMEN RISIKO PASAR PADA Trading Book

3.4. Pengendalian Risiko Pasar pada Trading Book 1) Dilakukan melalui penetapan risk appetite dan risk tolerance serta kebijakan limit secara kuantitatif maupun kualitatif 2) Pada prinsipnya limit tidak boleh dilanggar 3) Namun dalam kondisi tertentu bisa saja terjadi pelanggaran limit tidak bisa dihindari sehingga harus mendapatkan persetujuan dari pihak berwenang diikuti dengan penetapan rencana tindak-lanjut (follow-up plan) dan review berkelanjutan

160

MANAJEMEN RISIKO PASAR PADA Trading Book

Jenis Limit Value at Risk (VAR) Limit Posisi Cut-Loss limit

Stop-Loss limit

Limit transaksi Holding period limit (periode kepemilikan) Tenor limit Management Action Trigger (MAT)

Deskripsi Batasan potensi kerugian atas eksposur yang dimiliki. Termasuk limit strategis karena menjadi dasar penetapan limit-limit terkait lainnya Limit maksimum posisi tertuka (NOP) yang boleh dimiliki dalam periode waktu tertentu Limit kerugian maksimum

Merupakan early warning signal yang menunjukkan bank telah menderita kerugian melampaui batas yang dapat diterima (risk appetite dan/atau risk tolerance) Ditujukan untuk membatasi jumlah kerugian maksimum (realized dan unrealized loss) selama periode tertentu Batas maksimum nominal per transaksi yang boleh dilakukan oleh dealer/trader Batas waktu kepemilikan maksimum atas suatu instrument Tenor suatu transaksi pada umumnya tidak dibatasi namun harus mempertimbangkan tingkat likuiditas dari instrument bersangkutan Batasan persentase akumulasi kerugian year to date yang ditetapkan sebagai peringatan (alert system) kepada manajement untuk menetapkan/melaksanakan action plan lanjutan tertentu 161

MANAJEMEN RISIKO PASAR PADA Trading Book

4. Perhitungan Kecukupan Modal Risiko Pasar pada Trading Book Pengukuran kecukupan modal guna menutup risiko pasar Trading Book memiliki dua komponen utama: A. Risiko spesifik (specific risk) Risiko terjadinya kerugian dari perubahan nilai pasar instrument akibat perubahan faktor risiko kredit dari penerbit instrument tersebut. B. Risiko pasar secara umum (General Market Risk)

Sementara metode pengukuran kecukupan modalnya sendiri terdiri dari: A. Metode standard yang sudah ditetapkan oleh regulator B. Metode internal yang dikembangkan oleh internal bank itu sendiri. Dalam pengembangan dan penerapan internal model setiap bank wajib mengembangkan model dengan mendasarkan kepada batasanbatasan dari regulator dan tentunya harus mendapatkan ijin dari regulator

Risiko terjadinya kerugian dari perubahan nilai pasar instrument keuangan akibat perubahan faktor risiko pasar secara umum – mis. perubahan suku bunga atau yield surat berharga 162

MANAJEMEN RISIKO PASAR PADA Trading Book

4.1. Metode Standard (sebelum SE OJK No. 23/SEOJK.03/2022) ATMR risiko suku bunga dilakukan dengan memperhitungkan risiko spesifik dan risiko pasar umum

Surat berharga Obligasi Pemerintah RI sisa tenor 25 bulan Obligasi Pegadaian sisa tenor 48 bulan Obligasi Bank Mandiri sisa tenor 18 bulan MTN Astra Finance sisa tenor 6 bulan rated AA Obligasi Serba Textile sisa tenor 5 bulan non-rating TOTAL

ATMR:

Nominal (a)

Bobot risiko spesifik (b)

Bobot risiko pasar umum (c)

a x (b+c) x 12,5

30 bio

0,00 %

1,75%

6.562.500.000

25 bio

1,60 %

2,25 %

12.031.250.000

25 bio

1,60 %

1,25 %

8.906.250.000

15 bio

1,00 %

0,40 %

2.625.000.000

5 bio

8,00 %

0,40 %

5.250.000.000

100 bio

35.375.000.000 163

MANAJEMEN RISIKO PASAR PADA Trading Book

ATMR risiko nilai tukar dengan menghitung posisi terbuka (open position) per masing-masing valas untuk selanjutnya dihitungkan posisi terbuka secara keseluruhan dikonversi ke Rupiah Mata Uang

Kurs dalam IDR

USD EUR SGD TOTAL

15.500 15.300 10.900

▪ ATMR risiko ekuitas dilakukan secara konsolidasi bagi bank yang memiliki anak usaha yang terekspos risiko ekuitas, dimana perhitungan dilakukan meliputi risiko spesifik dan risiko pasar umum.

Aktiva (in IDR) 4.650.000.000

19.900.000.000

ATMR berdasarkan PDN (in IDR) 15.500.000.000 10.850.000.000 7.650.000.000 7.650.000.000 6.540.000.000 4.360.000.000 22.860.000.000

Passiva (in IDR)

▪ ATMR risiko komoditas dilakukan secara konsolidasi bagi bank yang memiliki anak usaha yang terekpos risiko komoditas.

164

MANAJEMEN RISIKO PASAR PADA Trading Book

4.2. Metode Internal (sebelum SE OJK No. 23/SEOJK.03/2022) ❑ Metode perhitungan yang digunakan adalah Value at Risk (VAR) sebagai model analisis dan Pemantauan bagi manajemen agar dapat mewaspadai potensi kerugian agar tidak melebihi risk appetite dan risk tolerance yang sudah ditetapkan. ❑ Untuk dapat menggunakan metode internal dalam menghitung ATMR dan kecukupan modal minimumnya (KPMM) maka bank harus memenuhi sejumlah persyaratan umum, persyaratan kualitatif dan persyaratan kuantitatif dan mendapat persetujuan dari regulator (OJK). ❑ Metode internal harus dapat menghitung beban modal setiap hari dengan ketentuan: ▪ beban modal untuk risiko pasar umum dihitung berdasarkan angka tertinggi diantara: o angka VAR hari kerja sebelumnya atau o rata-rata VAR selama 60 hari sebelumnya dikalikan dengan faktor skala (scaling factor) dimana faktor skala sendiri merupakan penjumlahan faktor multiplikasi dan faktor tambahan ▪ beban modal risiko spesifik menggunakan metode standard yang ditetapkan OJK 165

MANAJEMEN RISIKO PASAR PADA Trading Book

4.3. Metode Standar (berdasarkan SE OJK No. 23/SEOJK.03/2022) ❑

Sebagai response atas kelemahan perhitungan kecukupan modal risiko pasar dari Basel Accord II (yang dipicu oleh krisis keuangan global tahun 2007-2008) maka sejak Desember 2019 secara bertahap BCBS telah meluncurkan ketentuan Fundamental Review of Trading Book (FRTB) untuk menutup kelemahan dari ketentuan manajemen risiko pasar Basel Accord II.



Beberapa kelemahan pada perhitungan Basel Accord II adalah:

1. Framework perhitungan capital charge (beban modal) yang tidak cukup untuk menyerap kerugian dalam kondisi ekstrim. 2. Tingkat kecukupan dinilai terlalu rendah karena banyak aspek risiko kredit pada Trading Book dan Banking Book yang tidak diperhitungkan.

3. Tidak terdapat definisi yang jelas dan ketat dalam klasifikasi Trading Book dan Banking Book. 4. Berkaitan dengan point no. 3 maka terdapat kelemahan (loophole) yang memungkinkan entitas untuk melakukan arbitrase antara posisi Trading Book dengan Banking Book guna mengejar kewajiban kecukupan modal yang lebih rendah. 166

MANAJEMEN RISIKO PASAR PADA Trading Book



Revisi utama dari FRTB adalah sebagai berikut :

1. Batasan yang jelas antara posisi Trading Book dengan Banking Book. 2. Perubahan pendekatan internal model. 3. Perubahan pendekatan standard model. 4. Perubahan perhitungan internal model dari VAR ke Expected Shortfall. 5. Penambahan perhitungan the risk of market illiquidity.



FRTB diterbitkan BCBS pada Desember 2019 dan OJK melakukan follow-up dengan menerbitkan ketentuan penggunaan FRTB di Indonesia semenjak Desember 2022 namun baru berlaku efektif per 1 Januari 2024. Perhitungan risiko pasar berdasarkan ketentuan FRTB 2022 memiliki 3 (tiga) komponen perhitungan yaitu:

1. Sensitivity Based Method (SBM) yang pada dasarnya menghitung potensi kerugian yang dipengaruhi sensitivitas perubahan nilai instrument keuangan akibat terjadinya perubahan faktor risiko 2. Default Risk Charge (DRC) yang pada dasarnya menghitung potensi kerugian jika terjadi peristiwa kebangkrutan secara mendadak (jump-to-default) 3. Residual Risk Add-On (RRA) yang pada dasarnya menghitung risiko residual yang tidak bisa dihitung oleh SBM dan DRC 167

4.3.1. Sensitivity Based Method (SBM) ❑ ❑

Metode perhitungan sensitivitas perubahan nilai suatu instrument dan/atau portfolio terhadap perubahan faktor risiko yang melekat. Tiga jenis faktor risiko yang menjadi dasar perhitungan adalah: a) Risiko delta merupakan estimasi linier potensi kerugian dari sensitivitas perubahan nilai instrument keuangan akibat pergerakan nilai asset yang mendasarinya (underlying asset). b) Risiko vega merupakan potensi kerugian yang dihasilkan dari sensitivitas perubahan implied volatility dari aset yang mendasarinya (underlying asset). c) Risiko curvature merupakan ukuran risiko berdasarkan sensitivitas risiko tambahan yang tidak tercakup pada ukuran risiko delta yang didasarkan pada 2 (dua) skenario stress yaitu upward shock dan downward shock untuk setiap faktor risiko yang telah ditetapkan.

❑ Sementara semua instrument yang terdapat pada Trading Book akan diklasifikasikan berdasarkan 7 (tujuh) kelas risiko yaitu: ▪ General Interest Rate Risk (GIRR) ▪ Credit Spread Risk (CSR) untuk instrument nonsekuritisasi ▪ Credit Spread Risk (CSR) untuk instrument sekuritisasi ▪ Credit Spread Risk (CSR) untuk instrument sekuritisasi yang terdampak risiko korelasi dengan instrument lain dalam portfolio (Correlation Trading Portfolio - CTP) ▪ Risiko FX ▪ Risiko equity ▪ Risiko komoditas ❑ Dalam perhitungan faktor risiko delta untuk kelas risiko GIRR dan semua kelas risiko CSR akan menggunakan skenario pergerakan sebesar 0.01% (1 bps) sementara untuk kelas risiko FX, equity dan komoditas menggunakan skenario pergerakan sebesar 1 % (100 bps) 168

MANAJEMEN RISIKO PASAR PADA Trading Book

4.3.2. Default Risk Charge (DRC) ❑ Nilai instrument Trading Book terpengaruh oleh aspek risiko kredit yang tercermin pada: ▪ hasil mark-to-market (MTM) ▪ kemungkinan kejadian jump-to-default (JTD) ❑ DRC menghitung perubahan nilai instrument akibat kejadi JTD untuk jangka waktu hingga 1 tahun kedepan

4.3.3. Residual Risk Add-On (RRAO) Yang termasuk kedalam RRAO adalah residual risk antara lain: ▪ Risiko gap dimana perubahan kecil dari variable dasar ternyata justru memberikan dampak perubahan signikan dari parameter vega suatu option ▪ Risiko korelasi dari suatu instrumen option dengan beberapa variabel yang mendasari (underlying) → umumya terdapat pada instrument option basket, spread option ▪ Risiko behavior, mis. risiko prepayment dan callable bond ▪ Instrument yang menjadi subyek persyaratan modal risiko vega atau curvature dan memiliki pay-offs yang tidak dapat direplikasi sempurna ▪ Correlation Trading Portfolio

RRAO dihitung menggunakan gross notional amount dari instrument dengan risiko residual dikalikan dengan bobot risiko yang besarnya: ▪ Untuk instrument dengan underlying bersifat exotic sebesar 1 % ▪ Untuk instrument dengan risiko residual lainnya sebesar 0.1%

169

Manajemen Risiko Pasar pada Banking Book

170

MANAJEMEN RISIKO PASAR PADA Banking Book

5. Risiko Pasar pada Banking Book Fokus utama pada proses manajemen risiko instrument Banking Book adalah: a) risiko suku bunga (interest rate risk in Banking Book – IRRBB) b) risiko nilai tukar.

Beberapa kondisi/karakteristik yang menimbulkan IRRBB antara lain: a) Perbedaan tenor/jangka waktu antara instrument asset yang sensitive terhadap perubahan suku bunga (rate sensitive asset – RSA) dengan instrument liabilities yang sensitive terhadap terhadap perubahan suku bunga (rate sensitive liabilities (RSL) b) Adanya kemungkinan pemilik deposito menarik dananya sebelum jatuh tempo kontrak (deposit-on-call) atau kebalikannya dimana justru debitur yang melunasi kreditnya sebelum jatuh tempo kredit (prepayment)

171

MANAJEMEN RISIKO PASAR PADA Banking Book

5.1. Interest Rate Risk in Banking Book – IRRBB IRRBB adalah risiko akibat pergerakan suku bunga di pasar uang yang berlawanan dengan posisi Banking Book yang berpotensi memberikan dampak negative terhadap rentabilitas (earning) dan juga pada aspek permodalan bank untuk saat ini maupun pada masa mendatang. IRRBB dapat bersumber dari: a) Repricing Risk Risiko yang timbul dari perbedaan waktu repricing suku bunga RSA dengan repricing suku bunga RSL dimana untuk fixed rate instrument yang dijadikan waktu repricing adalah sisa jangka waktu sampai jatuh tempo sementara untuk floating rate instrumen yang dijadikan waktu repricing adalah sisa waktu sampai penyesuaian suku bunga berikutnya (next rate reset date). Suku Bunga

Repricing RSA

Repricing RSL

Deskripsi kondisi asset dan liabilities

Dampak pada Interest Income

Naik

Jangka panjang

Jangka pendek

borrow short to fund long-term asset

Negative

Naik

Jangka pendek

Jangka panjang

borrow long to fund short-term asset

Positive

Turun

Jangka panjang

Jangka pendek

borrow short to fund long-term asset

Positive

Turun

Jangka pendek

Jangka panjang

borrow long to fund short-term asset

Negative172

MANAJEMEN RISIKO PASAR PADA Banking Book

b) Basis Risk Risiko yang timbul dari perbedaan indeks suku bunga/kupon yang digunakan untuk repricing RSA dan RSL → residual risk akibat kelemahan proses hedging

c)

Yield Curve Risk

Yield Curve adalah ilustrasi grafis dari hubungan antara pergerakan suku bunga, tenor dan imbal hasil (yield) dari investasi pada fixed income instrument, mis. obligasi.

Risiko ini timbul karena adanya perbedaan sensitivitas besar perubahan nilai RSA dengan RSL akibat terjadinya perubahan suku bunga. Pada umumnya instrument jangka pendek akan lebih volatile dari pada instrument jangka panjang sehingga perubahan suku bunga akan memberikan dampak yang berbeda pada instrument dengan jangka waktu berbeda. Risiko yang timbul dari perubahan bentuk dan kemiringan (slope) – baik parallel maupun non-parallel - dari kurva imbal hasil (yield curve) yang mempengaruhi nilai investasi di aset berpendapatan tetap (fixed income instrument)

d) Option Risk Risiko yang timbul dari perubahan jumlah atau jangka waktu instrument dari yang diperjanjikan diawal transaksi. Option risk umumnya terdiri dari: ▪ Automatic option risk: potensi suatu instrument yang memiliki fitur opsi akan dieksekusi opsinya apabila posisi pemilik instrument sudah terpenuhi kepentingan finansialnya – mis. jika pemilik instrument menilai floating profit yang sekarang terjadi sudah mencukupi maka walaupun kontrak belum jatuh tempo namun pemilik akan mengeksekusi option instrument tersebut. ▪ Behavioral option risk: perubahan suku bunga dapat mendorong perubahan perilaku nasabah – mis. nasabah kredit akan melunasi lebih awal (prepayment) jika ternyata suku bunga terus turun sehingga akan mengurangi potensi pendapatan suku bunga bank. 173

MANAJEMEN RISIKO PASAR PADA Banking Book

5.2. Risiko Nilai Tukar pada Banking Book Timbul dari beberapa eksposur : a) Translational: timbul dari translasi mata uang non-IDR dari laporan keuangan cabang bank Indonesia di luar negeri ke mata uang IDR yang menjadi mata uang pelaporan dari kantor pusat bank di Indonesia b) Transactional: timbul dari fluktuasi nilai tukar yang berkaitan dengan pembelian dan penjualan valuta asing c) Revaluation: timbul karena hasil revaluasi posisi Bank ke dalam IDR sehingga akan berdampak kepada Laba/Rugi

Selain ketiga penyebab di atas ada juga jenis risiko nilai tukar lainnya, yaitu: a) Structural: terjadi manakala bank memiliki cabang atau anak Perusahaan diluar negeri yang menggunakan mata uang berbeda sehingga perhitungan Laba/Rugi serta modal akan bisa terpengaruh b) Non-structural: ▪ Posisi valas yang timbul manakala sumber dana dengan jenis pembiayaan yang diberikan dalam mata uang berbeda ▪ Posisi valas yang timbul karena keputusan stratejik dan bisnis dari manajemen ▪ Saldo valas yang timbul dari operasional bank

174

MANAJEMEN RISIKO PASAR PADA Banking Book

6. Identifikasi, Pengukuran, Pemantauan dan Pengendalian Risiko Pasar pada Banking Book

6.1. Identifikasi Risiko Pasar pada Banking Book 6.1.1. Interest Rate Risk in Banking Book – IRRBB ❑ Setiap instrument keuangan pada asset dan liabilities yang terekspos risiko suku bunga diidentifkasi → RSA dan RSL ❑ Dalam proses identifikasi untuk produk/aktivitas baru perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut: ▪ Melalui proses review dan disetujui manajemen dan komite terkait ▪ Sumber-sumber material risiko serta atribut repricing ▪ Produk dengan fitur option yang tidak dapa dpt dikelola dengan efektif di Banking Book harus dikembalikan kepada Trading Book ❑ Setiap RSA dan RSL akan dikelompokkan sesuai repricing time-nyat sehingga nantinya akan bisa didapat repricing gap untuk masing-masing repricing time bucket

175

MANAJEMEN RISIKO PASAR PADA Banking Book

6.1.1. Interest Rate Risk in Banking Book – IRRBB ❑ Penentuan repricing time dalam pengelompokkan RSA dan RSL bisa didasarkan kepada jatuh tempo kontraktual (contractual maturity) ataupun berdasarkan analisa perubahan perilaku nasabah (behavioral option). ❑ Tentunya penentuan behavioral option ini harus dibuat berdasarkan analisa perilaku nasabah yang logis, konsistent dan didukung data empiris yang terpercaya ❑ Hasil pengelompokkan instrument RSA dan RSL untuk setiap time bucket-nya ini nantinya akan dihitung dengan ketentuan sebagai berikut: ▪ Repricing gap negative = RSA < RSL (liabilities sensitive bank) ▪ Repricing gap positive= RSA > RSL (asset sensitive bank) ▪ Repricing gap match = jika RSA = RSL (repricinggap match)

176

MANAJEMEN RISIKO PASAR PADA Banking Book

6.1.2. Risiko Nilai Tukar Sumber-sumber risiko nilai tukar pada Banking Book: ▪ Transaksi valas nasabah korporasi dan retail → umumnya posisi yang timbul akan di-square-kan langsung kepada proprietary desk pada hari yang sama ▪ Transaksi by System → transaksi remittance valas, ATM, proses amortisasi kredit dan DPK l serta umumnya posisi yang timbul baru akan di-square-kan ada satu hari kerja berikutnya ▪ Kredit dan DPK Valas ▪ Surat berharga dan investasi valas ▪ Asset dan liabilities dari transaksi Treasury → mis. placing dan borrowing interbank dalam valas

177

MANAJEMEN RISIKO PASAR PADA Banking Book

6.2. Pengukuran Risiko Pasar pada Banking Book Tergantung kepada ukuran dan kompleksitas usaha bank dimana metode pengukuran yang biasa dipergunakan adalah: ❑ Pengukuran IRRBB Model Pengukuran Amorized Cost (HTM) ∆ EVE ∆ NII Earning at Risk (EAR) Present Value of Single Basis Point (PV01) Entropic VAR (EVAR) Stress Test

Deskripsi Perubahan EVE sebagai dampak perubahan suku bunga. Perhitungan dilakukan berdasarkan perubahan NPV RSA versus NPV RSL (baik on-maupun-off balance sheet) sebagai dampak perubahan shock suku bunga (scenario dasar) maupun perubahan suku bunga berdasarkan scenario stress spesifik Perubahan NII sebagai dampak perubahan suku bunga dimana perhitungan dilakukan berdasarkan repricing gap baik contractual maupun behavior untuk RSA dan RSL (baik on-maupun-off balance sheet) Mengukur sensitivitas NII terhadap perubahan suku bunga selama 12 - 24 bulan dengan menggunakan standard rate shock ketentuan regulator yaitu 400 bps (4%) atau rate shock yang ditetapkan bank berdasarkan volatilitasnya Mengukur dampak dan nilai gap IRRBB dan/atau portfolio jika terjadi perubahan 1 basis point (0,01%) dari yield curve Perhitungan perkiraan maksimum kerugian yang dapat terjadi pada posisi Banking Book dalam berbagai scenario suku bunga untuk suatu jangka waktu tertentu (holding period) dan tingakt keyakinan/probabilitas tertentu (confidence level) Menilai kerugian NII dan EVE (modal) yang timbul dari perubahan suku bunga yang signifikan/diluar dugaan 178

MANAJEMEN RISIKO PASAR PADA Banking Book

Tambahan Model Pengukuran untuk FVOCI (AFS) Posisi surat berharga

PV01 AFS

Deskripsi Mengukur risiko sebagai jumlah surat berharga yang dapat dimiliki untuk jangka waktu tertentu – dirancang untuk mengelola eksposure AFS dalam Banking Book secara keseluruhan Mengukur sensitivitas perubahan nilai portfolio akibat perubahan suku bunga sebesar 1 bps (0.01%) sementara faktor risiko lain diasumsikan tetap

MTM

Kerugian Year-to-Date

Mengukur maksimum kerugian portfolio AFS selama 1 tahun (dari awal tahun hingga tanggal pengukuran) – baik laba/rugi realisasi maupun laba/rugi MTM

Detail pengukuran EVE dan NII akan dijelaskan dalam Perhitungan Kecukupan Modal Risiko Pasar Banking Book 179

MANAJEMEN RISIKO PASAR PADA Banking Book

❑ Risiko Nilai Tukar Model Pengukuran NOP Stress Test

Deskripsi Mengukur eksposur valas non-struktural Mengukur kerentanan/sensitivitas kerugian atas posisi terbuka

180

MANAJEMEN RISIKO PASAR PADA Banking Book

6.3. Pemantauan Risiko Pasar pada Banking Book ❑ Unit pengelola risiko (risk owner) memantau dan melaporkan setiap pelampauan kontrol risiko (mis. limit risiko) secara berkala → laporan regular. ❑ Selain laporan regular maka laporan pengecualian (exception report), lapora ad-hoc serta laporan kepada regulator disiapkan untuk dieskalasi kepada manajemen (mis. ALCO) sebagai bagian dari proses pengambilan keputusan tentang strategi mitigasi risiko. ❑ Exception report dibuat sebagai peringatan atas indisiden ketidak-patuhan ❑ Laporan ad-hoc menyediakan analisa atau hasil simulasi atas kejadian tidak normal/situasi yang dipicu peristiwa tertentu. ❑ Laporan kepada regulator (laporan profil risiko) merupakan bagian dari pengungkapan (disclosure) sebagai bagian dari pilar ke-3 dari Basel Accord II dan III

6.3.1. Pemantauan IRRBB Pelaporan untuk eksposur IRRBB dilakukan 1 bulan sekali, baik pelaporan internal (melalui rapat ALCO maupun RMC) maupun kepada regulator. Secara garis besar fokus pelaporan IRRBB adalah: ▪ Perubahan struktur neraca yang mempengaruhi repricing gap untuk setiap mata uang dan konsolidasi. ▪ Yield analysis untuk RSA dan RSL yang mempengaruhi NIM. ▪ Trend dan eksposur EVE dan EAR. ▪ Kepatuhan atas limit yang ditetapkan. ▪ Laporan transaksi derivative yang digunakan sebagai hedging posisi Banking Book.

181

MANAJEMEN RISIKO PASAR PADA Banking Book

6.3.2. Pemantauan AFS Laporan yang berguna bagi manajemen untuk menilai kualitas, likuiditas dan kinerja portfolio AFS: ❑ Rincian investasi menurut tanggal jatuh tempo, rata-rata jatuh tempo dan risiko suku bunga guna menunjukkan risiko suku bunga dari setiap segment investasi seperti Treasury, korporasi dlsb selain kinerja keseluruhan portfolio. ❑ Distribusi menurut rating kredit guna menunjukkan kualitas kredit secara keseluruhan dari portfolio AFS. ❑ Perhitungan harga teoritis dibandingkan harga pasar real. ❑ Pembelian dan penjualan. Untuk laporan pembelian akan memberikan indikasi sensitivitas berapa harga sekuritas akan berubah apabila faktor risiko pasar berubah serta dibandingkan dengan limit sesuai ketentuan bank. ❑ Analisa sensitivitas dari nilai portfolio pada berbagai scenario tingkat suku bunga. Membandingkan nilai pada setiap scenario suku bunga dengan nilai portfolio saat ini.

6.3.3. Pemantauan Risiko Nilai Tukar Pelaporan risiko nilai tukar non-structural dilakukan setiap hari mencakup: ❑ PDN masing-masing mata uang dan keseluruhan ❑ Laporan pemisahan PDN Trading Book dengan Banking Book ❑ Laporan kepatuhan terhadap limit yang sudah ditetapkan Pelaporan risiko nilai tukar structural umumnya dilakukan setiap bulan yang berfokus pada jumlah eksposur dan potensi laba/rugi serta analisa trend dari mata uang tersebut serta dampaknya terhadap laba/rugi bank.risiko 182

MANAJEMEN RISIKO PASAR PADA Banking Book

6.4. Pengendalian Risiko Pasar pada Banking Book 6.4.1. IRRBB ❑ ❑ ❑ ❑ ❑ ❑

Semua produk/aktifitas baru harus mendapat persetujuan dari oleh manajement atau komite terkait (RMC). Sumber material dan jenis risiko (mis. floating rate vs fixed rate, repricing risk, option risk dll) harus dapat diidentifikasi dan dinilai untuk memastikan penerapan pengendalian risiko. Khusus untuk produk yang memiliki fitur option melekat (embedded option) yang tidak dapat dikelola efektif dalam Banking Book harus diabaikan dan dipindahkan ke Trading Book. Unit SKMR bertanggung-jawab memantau dan melaporkan eksposur risiko dibandingkan limit yang ditetapkan. Langkah mitigasi risiko IRRBB diantaranya perubahan strategi manajemen risiko (mis. penyesuaian risk appetite dan risk tolerance), transfer risiko melalui mekanisme Fund Transfer Pricing (FTP) dan strategi hedging. Penggunaan berbagai jenis limit, mis. EAR, EVE, dan PV01 183

MANAJEMEN RISIKO PASAR PADA Banking Book

6.4.2. Pengendalian AFS ❑ Karena portfolio surat berharga semakin lama semakin besar sementara dilain sisi fitur/karakteristik surat berharga semakin kompleks maka pengawasan aktif pengelolaan surat berharga semakin penting. ❑ Berikut adalah early warning signal potensi risiko pada portfolio surat berharga: ▪ Pembelian sekuritas tidak sesuai kebijakan dalam hal kualitas dan risiko ▪ Pembelian sekuritas tidak didahului analisa risiko ▪ Tidak tersedia analisa sensitivitas portfolio investasi ▪ Pembelian sekuritas melebihi limit konsentrasi ▪ Membeli sekuritas dengan yield jauh melebihi yield pasar ▪ Membeli sekuritas dalam jumlah besar dalam periode waktu pendek atau jangka panjang

▪ Menggunakan kewenangan/limit kredit dalam membeli sekuritas ▪ Sering menggunakan pengecualian (excemption) dalam pembelian sekuritas ▪ Proses pembelian dan penjualan sekuritas hanya melakui satu broker ▪ Ketergantungan pada rating agency dalam menentukan rating sekuritas ▪ Imbal hasil jauh lebih besar atau jauh lebih kecil dari pada imbal hasil rata-rata pasar ▪ Terjadi perubahan besar dari jenis, kualitas atau maturity dari sekuritas dalam portfolio ▪ Penurunan besar dari nilai pasar portfolio 184

MANAJEMEN RISIKO PASAR PADA Banking Book

6.4.3. Pengendalian Risiko Nilai Tukar Beberapa prinsip dalam pengendalian risiko nilai tukar: ❑ Pengendalian PDN untuk masing-masing mata uang dan PDN keseluruhan mata uang ❑ Meminimalkan PDN untuk mata uang yang tidak likuid ❑ Meminimalkan PDN non-structural dalam Banking Book dengan cara segera mentransfer posisi tersebut ke Trading Book ❑ Pengendalian menggunakan limit dan hedging

Kategori Limit PDN regulator Limit PDN internal

Deskripsi Limit PDN keseluruhan 20% dari modal Tier 1 Ditetapkan berdasarkan risk appetite bank sehingga pada akhirnya limit PDN ditetapkan berdasarkan persentase tertentu dari modal

185

MANAJEMEN RISIKO PASAR PADA Banking Book

Kategori a. Hedging posisi valas struktural b.

a. Repatriasi atau remmitance

b.

Deskripsi umumnya tidak perlu dilakukan hedge karena merupakan investasi jangka panjang (perpetual) dan kerugian revaluasi tidak material jika posisi ini tidak dijual dapat berfungsi sebagai natural hedge untuk mengurangi dampak fluktuasi valas pada rasio kecukupan modal bank bank akan memiliki risiko nilai tukar apabila neraca dinyatakan dalam mata uang local sementara untuk kantor cabang di luar negeri modal serta laba/rugi diihitung dalam mata uan negara lain tersebut. bila memungkinkan laba/rugi cabang luar negeri ditransfer ke Kantor Pusat.

186

MANAJEMEN RISIKO PASAR PADA Banking Book

7. Perhitungan Kecukupan Modal Risiko Pasar pada Banking Book Dalam menghitung kecukupan modal minimum guna menutup potensi kerugian akibat perubahan suku bunga di Banking Book maka perlu dilakukan pengukuran IRRBB dengan menggunakan 2 metode yaitu: A. Pengukuran perubahan nilai EVE akibat perubahan suku bunga yang berlangsung bertahap ataupun mendadak (rate schock) → duration gap analysis B. Pengukuran perubahan NII akibat perubahan suku bunga yang berlangsung bertahap atau mendadak (rate schock) → repricing gap analysis

Dalam pengelolaan IRRBB sering akan terjadi trade-off antara pengelolaan EVE dengan NII dimana yang umum terjadi ketika bank berusaha meminimalisir penurunan EVE melalui langkah penyesuaian repricing suku bunga akan berdampak meningkatkan volatilitas NII. Kedua metode pengukuran di atas saling melengkapi dimana pengukuran perubahan NII akan mencerminkan perubahan rentabilitas jangka pendek bank sementara pengukuruan EVE akan mencerminkan perubahan nilai ekonomis bank dalam jangka panjang – perlu diingat bahwa rentabilitas maupun nilai ekonomis merupakan parameter kinerja bank yang sangat penting untuk dikelola 187

MANAJEMEN RISIKO PASAR PADA Banking Book

7.1. Dasar Pengukuran EVE Pengukuran EVE pada prinsipnya dilakukan dengan menghitung perubahan NPV dari RSA dan RSL – baik on maupun off balance sheet – akibat perubahan shock suku bunga dan scenario stress yang spesifik. Dalam perhitungan nilai ekonomis arus kas dari potensi bisnis dimasa depan tidak dimasukkan dalam perhitungan. Pengukuran EVE merupakan pengukuran risiko suku bunga jangka panjang, yaitu hingga jatuh tempo instrument dan portfolio sehingga perubahan EVE akan menunjukkan kebutuhan modal jangka panjang – termasuk dalam situasi terjadi shock suku bunga. Namun pengukuran EVE kurang mampu/memadai dalam memberikan informasi terhadap kualitas/volatilitas rentabilitas serta perhitungan kecukupan modal jika terjadi shock suku bunga jangka pendek.

Pengukuran EVE menggunakan asumsi run-off balance sheet yaitu komponen dan komposisi neraca tidak akan berubah dan di-amortisasi hingga saat jatuh tempo. Pengukuran NII selain dapat menggunakan asumsi run-off balance sheet juga bisa menggunakan pendekatan: • Constant balance sheet dimana besaran dan komposisi neraca dipertahankan tetap dimana untuk asset dan liabilities yang jatuh tempo akan diganti instrument yang serupa (like-for-like replacement) → dipergunakan dalam pelaporan kepada OJK • Dynamic view dengan memasukkan prospek bisnis dimasa datang 188

MANAJEMEN RISIKO PASAR PADA Banking Book

Detail Pengukuran Nilai Ekonomis ❑ Pada dasarnya pengukuran perubahan nilai ekonomis bank dapat dilakukan dengan beberapa metode, yaitu: a) EVE yaitu perhitungan dampak perubahan suku bunga terhadap nilai ekonomis dari ekuitas bank. b) PV01 yaitu perhitungan PV suatu portfolio instrument terhadap 1 bps (0.01%) perubahan suku bunga. c) Economic Value at Risk (EVAR) yaitu perhitungan perkiraan maksimum kerugian yang dapat terjadi pada Banking Book dalam berbagai scenario perubahan suku bunga pada jangka waktu (holding period) tertentu dengan keyakinan statisktik tertentu (confindece level).

❑ Masing-masing metode berbeda dalam kompleksitas dan kemampuan menangkap sensitivitas perubahan nilai ekonomis terhadap masing-masing sumber IRRB, yaitu gap risk (repricing risk dan yield curve risk), basis risk dan option risk. ❑ Dianjurkan bank menggunakan beberapa metode perhitungan IRRBB untuk menghasilkan pemahaman yang menyeluruh terhadap IRRBB – namun ketentuan regulator mewajibkan bank minimal harus menggunakan metode EVE dalam menghitung IRRBB.

189

MANAJEMEN RISIKO PASAR PADA Banking Book

a) EVE Perhitungan EVE bank dilakukan dengan melakukan diskonto atas arus kas dari asset, liabilities dan akun off-balance sheet (NPV) dengan menggunakan shock suku bunga dan scenario stress yang sudah ditentukan dengan implikasi:

1)

2)

3)

Instrument floating rate ataupun instrument jangka pendek dapat memiliki PV mendekati carrying value-nya sehingga perubahan suku bunga hanya memberikan dampak minimal pada EVE. Dalam hal ini carrying value instrument dihitung dengan mengurangi besar amortisasi dari initial cost instrument bersangkutan – namun untuk kepraktisan dapat pula carrying value diperlakukan mendekati nilai pasar instrument tersebut. Untuk instrument yang sensitive terhadap perubahan suku bunga dengan arus kas kontraktual yang tidak pasti perhitungan PV dilakukan dengan memperhitungkan asumsi tertentu terkait perilaku nasabah → asumsi dilakukan untuk mengurangi volatilitas perhitungan. Dengan rancangan scenario yang tepat EVE dapat menangkap seluruh sensitivitas terhadap perubahan suku bunga (gap risk, basis risk, option risk).

4) Perhitungan EVE dapat menjadi lebih kompleks apabila: ▪ Memiliki asset dan liabilities HTM yang tidak memiliki harga pasar. ▪ Terjadi under-valuation dan over-valuation menggunakan hasil mark-to-market. ▪ Besar margin pada pinjaman (risk premium/credit spread) dapat bervariasi sehingga penentuaan suku bunga diskonto menjadi sulit ditentukan. ▪ Arus kas bank – asset maupun liabilities – bisa sangat ditentukan oleh perilaku nasabah. ▪ Terdapat posisi instrument yang dapat merubah nilai ekonomis dengan signifikan, mis: a) Membeli asset Non-Maturing Deposit (NMD) untuk menjaga stabilitas rentabilitas (NII) namun akan menaikkan sensitivitas dari EVE → terjadi trade-off. b) Sebaliknya bank bisa memilih lebih banyak menempatkan dana pada investasi jangka sangat pendek (mis. pinjaman overnight) yang dapat menjaga stabilitas nilai ekonomis namun justru akan meningkatkan volatilitas dari sisi rentabilitas (NII) → terjadi trade-off. 190

MANAJEMEN RISIKO PASAR PADA Banking Book

b) EVAR ❑ Perhitungan EVAR memiliki kelebihan mampu menangkap seluruh sensitivitas dari perubahan suku bunga (gap risk, basis risk dan option risk) namun hanya bisa dilakukan pada kondisi pasar keuangan normal dan tidak memperhitungkan tail risk – sementara untuk perhitungan nilai ekonomis sangat dibutuhkan pengukuran sensitivitas perubahan nilai ekonomis bank ketika terjadi rate schock dan stress scenario. ❑ Perhitungan EVAR dilakukan dengan menggunakan pendekatan variancecovariance, historical simulation dan monte carlo simulation.

c) PV01 Perhitungan PV01 dengan menggunakan gap analysis: 1) Menempatkan RSA dan RSL serta akun offbalance sheet kedalam beberapa skala waktu berdasarkan repricing date berikutnya. 2) Bank dapat memasukkan pula instrument ekuitas, non-maturing deposit (NMD), pinjaman dengan pelunasan awal dan instrument dengan arus kas dimasa datang yang pada perilaku nasabah dalam perhitungan. 3) Menghitung perbedaan absolut aritmetika antara RSA dan RSL untuk setiap skala waktu. 4) Menetapkan scenario perubahan suku bunga pada setiap skala waktu.

191

MANAJEMEN RISIKO PASAR PADA Banking Book

Regulasi Perhitungan EVE ❑ Ketentuan mengenai kewajiban penghitungan skenario shock suku bunga: ▪ Parallel shock-up ▪ Parallel shock-down ▪ Steepener (short rate turun dan long rate naik) ▪ Flattener (short rate naik dan long rate turun) ▪ Short rate shock u ▪ Short rate shock down

❑ Ketentuan mengenai besar perubahan suku bunga (stress scenario) berdasarkan mata uang adalah (in bps): AUD Parallel 300 Short 450 Long 200

CAD 200 300 150

CHF 100 150 100

CNY 250 300 150

EUR 200 250 100

GBP Parallel 250 Short 300 Long 150

IDR JPY SGD USD 400 100 150 200 500 100 200 300 350 100 100 150 192

MANAJEMEN RISIKO PASAR PADA Banking Book

❑ Bank wajib memasukkan hasil perhitungan IRRBB dalam perhitungan ICAAP. ❑ Bank wajib melakukan outlier test (test statistik untuk mengidentikasi manakala terjadi satu nilai yang menyimpang/berbeda signifikan dibanding Rd hasil rata-rata perhitungan/pengujian) dengan cara membandingkan antara nilai ∆ EVE maksimal/terbesar yang dihitung berdasarkan 6 skenario shock suku bunga dengan hard limit outlier 15% modal Tier 1.

❑ Jika nilai ∆ EVE melebihi hard limit outlier 15% modal Tier 1 maka bank wajib melakukan halhal berikut: ▪ Menambah modal ▪ Memperbaiki KPMR ▪ Menurunkan eksposur IRRB ▪ Menurunkan dan menetapkan standard risiko internal → risk appetite dan risk tolerance diturunkan nilainya

193

MANAJEMEN RISIKO PASAR PADA Banking Book

7.2. Dasar Pengukuran NII (earning-based measure) ❑ Dilakukan dengan menghitung selisih antara total pendapatan bunga dengan total beban bunga dengan memperhitungkan aktifitas hedging yang mungkin dilakukan ❑ Pengukuran rentabilitas merupakan bagian dari ALM dengan tujuan: a) Mengukur kerentanan bank terhadap IRRBB namun dalam jangka pendek b) Bank fokus terhadap net interest income, non-interest income dan expense c) Mengukur kemampuan rentabilitas yang stabil dalam jangka pendek dan menengah

❑ Perubahan nilai NII merupakan selisih antara nilai ekspektasi NII berdasar skenario dasar dengan nilai ekspektasi NII berdasark skenario alternatif. Skenario dasar dibuat berdasarkan kepada rencana bisnis bank sementara skenario alternatif dibuat dalam kondisi pasar keuangan stress.

194

MANAJEMEN RISIKO PASAR PADA Banking Book

❑ Melakukan pengendalian repricing gap dengan urutan langkah berikut: 1. Prediksi arah pergerakan suku bunga. 2. Ukur repricing gap dan duration gap yang ada untuk setiap time bucket RSA dan RSL. 3. Untuk pengendalian repricing gap dapat dilakukan melakukan optimalisasi struktur neraca sebagai berikut: ▪ Strategi neraca melalui pengelolaan komposisi, repricing time dari RSA dan RSL sehingga menghasilkan gap yang diinginkan.

▪ Melakukan transaksi derivative, mis. IRS dan FRA Strategi Positioning Hedging

Tujuan Menghindari/mengurangi posisi yang Membuat/meningkatkan posisi yang menimbulkan eksposur menimbulkan eksposur Menciptakan/meningkatkan posisi Mengurangi/menghilangkan posisi yang yang meng-offset eksposur menimbulkan eksposur

195

MANAJEMEN RISIKO PASAR PADA Banking Book

Manajemen Repricing Gap

Trend suku bunga

Naik Positif (RSA > RSL) Turun

NII Impact

Strategi Positioning

Perbesar Gap Positif : RSA ditambah dengan cara menambah instrumen dengan suku bunga mengambang Positif dan jangka pendek RSL dikurangi dengan cara menjual instrumen dengan suku bunga mengambang digantikan instrumen jangka panjang yang fixed suku bunganya Perkecil Gap Positif : RSA dikurangi dengan cara menjual instrumen dengan suku bunga mengambang Negatif digantikan suku bunga fixed dan jangka panjang RSL ditambah dengan cara menambah instrumen dengan suku bunga mengambang dan jangka pendek

Naik

Perkecil Gap Negatif : RSA ditambah dengan cara menambah instrumen dengan suku bunga mengambang Negatif dan jangka pendek RSL dikurangi dengan cara menjual instrumen dengan suku bunga mengambang digantikan instrumen jangka panjang yang fixed suku bunganya

Turun

Perbesar Gap Negatif : RSA dikurangi dengan cara menjual instrumen dengan suku bunga mengambang digantikan suku bunga fixed dan jangka panjang RSL ditambah dengan cara menambah instrumen dengan suku bunga mengambang dan jangka pendek

Negatif (RSA < RSL)

Positif

196

MANAJEMEN RISIKO PASAR PADA Banking Book

❑ Strategi Hedging terdiri dari: a) Hedging dengan instrument On-Balance Sheet (Natural Hedging), mis.jangka waktu dan repricing time RSA dan RSL diatur sama. Jadi natural hedging adalah pengelolaan volume, komposisi, suku bunga, repricing term dan DPK antara RSA dan RSL dibuat sama atau kalaupun ada gap diatur gap seminimal mungkin. Kadang strategi natural hedging disebut sebagai restrukturisasi asset dan liabilities. b) Hedging dengan instrument derivative: • Micro hedging application merupakan hedging dengan melakukan suatu transaksi derivative yang berkaitan dengan asset, liabilities atau posisi off-balance. • Macro hedging: Apabila manajemen bank bisa mengetahui besar perubahan suku bunga dengan confidence level tertentu maka bank dapat menentukan potensi penurunan NII dengan tingkat keyakinan tertentu → perhitungan Earning at Risk (EAR). Berdasarkan angka EaR tersebut maka manajemen akan menentukan transaksi hedging apa yang patut dipergunakan untuk mengurangi total eksposir risiko suku bunga. 197

BAB 4

Risiko Likuiditas

198

Pendahuluan

1 2 3 4

Pemahaman Risiko Likuiditas Tata Kelola dan Kebijakan Manajemen Risiko Likuiditas Proses Identifikasi, Pengukuran, Pemantauan dan Pengendalian Risiko Likuiditas

Contingency Funding Plan

199

RISIKO LIKUIDITAS

1. PEMAHAMAN RISIKO LIKUIDITAS 1.1. Pengertian Risiko Likuiditas Risiko Likuiditas adalah risiko akibat ketidak-mampuan bank untuk memenuhi kewajiban yang jatuh tempo dari sumber pendanaan arus kas dan/atau asset likuid berkualitas tinggi (high quality liquid asset – HQLA) yang dapat diagunkan, tanpa menggangu aktivitas dan kondisi keuangan bank.

Risiko likuiditas dapat disebabkan karena bank tidak mampu menghasilkan arus yang mencukupi dari: ❑ Asset produktif → mis. pendapatan bunga dan fee-based income ❑ Repo asset ❑ Hasil penjualan asset ❑ Penghimpunan DPK ❑ Pinjaman antar-bank ❑ Pinjaman lain → mis. pinjaman pemegang saham, penerbitan surat hutang 200

RISIKO LIKUIDITAS

Tujuan manajemen risiko likuiditas adalah memastikan kecukupan dana harian, baik pada kondisi normal maupun pada kondisi krisis, agar bank dapat memenuhi kewajibannya secara tepat waktu.

201

RISIKO LIKUIDITAS

1.2. JENIS-JENIS RISIKO LIKUIDITAS A. Risiko Likuiditas Pendanaan (Funding Liquidity Risk)

Risiko dimana bank tidak mampu memenuhi kewajibannya – baik yang bisa diperkirakan maupun yang tidak dapat diperkirakan - yang bersumber dari ketidakmampuan bank mengakses sumber likuiditas seperti dana masyarakat, dana antar-bank ataupun sumber keuangan dari lembaga keuangan dan lembaga nonkeuangan lainnya.

B. Risiko Likuiditas Pasar (Market Liquidity Risk)

Risiko dimana bank tidak dapat melikuidasi atau menjual assetnya pada harga pasar yang wajar karena kondisi pasar yang tidak memadai akibat timbulnya gangguan signifikan.

202

RISIKO LIKUIDITAS

1.3. SUMBER RISIKO LIKUIDITAS Harus diingat bahwa risiko likuiditas sering posisinya merupakan risiko turunan/risiko tingkat kedua karena sering pemicunya adalah risiko lain. 1) Risiko Kredit

4) Risiko Reputasi

Peningkatan NPL mengakibatkan terganggunya pendapatan bunga serta arus kas dari pelunasan kredit.

Akibat pemberitaan buruk – terlepas dari benar-tidaknya pemberitaan tersebut – bisa merusak kepercayaan nasabah sehingga memutuskan nasabah menarik dananya dari bank.

2) Risiko Pasar Turunnya harga asset surat berharga yang dimiliki bank – bahkan dalam kondisi ekstrim bisa berujung pada hilangnya pembeli.

3) Risiko Operasional Tidak berfungsinya infrastruktur bank (mis. ATM, e-banking dan m-banking) bisa berujung pada hilangnya nasabah sehingga DPK bank berkurang.

5) Risiko Stratejik Keputusan strategis bank untuk meningkatkan portfolio kredit besarbesaran tanpa didukung dengan peningkatan DPK yang memadai dapat menimbulkan kesulitan likuiditas serius. 203

RISIKO LIKUIDITAS

2. Tata Kelola dan Kebijakan Manajemen Risiko Likuiditas

204

RISIKO LIKUIDITAS

2.1. Tata Kelola Manajemen Risiko Likuiditas Struktur tata kelola manajemen risiko likuiditas meliputi: a. peran dan tanggung-jawab Direksi dan Dewan Komisaris b. pembentukan komite-komite yang akan membantu tugas Direksi dan Dewan Komisaris c. tugas dan tanggung-jawab Risk Taking Unit (Treasury unit dan/atau ALM) d. tugas dan tangung-jawab unit pengelola risiko (SKMR) e. tugas dan tanggung-jawab SKAI f. tersediannya kebijakan dan prosedur manajemen risiko likuiditas yang antara lain meliputi: ❑ kewenangan dan tanggung-jawab manajemen likuiditas → umumnya dilakukan unit kerja Treasury ❑ komposisi asset dan liabilities ❑ manajemen likuiditas per mata uang ❑ indikator peringatan dini ❑ ketentuan limit ❑ ketentuan stress testing ❑ sistem informasi manajemen risiko likuiditas ❑ contingency funding plan (CFP)

205

RISIKO LIKUIDITAS

Unit pengelola risiko (SKMR) melakukan fungsinya secara independent ataupun melalui kerja komite seperti dalam ALCO dan RMC. Unit pengelola risiko memiliki tanggung-jawab: • secara berkesinambungan melakukan evaluasi dan pengkinian atas setiap kebijakan dan prosedur • evaluasi metodologi pengukuran • penetapan limit/treshold/trigger level yang disesuaikan dengan ukuran dan kompleksitas bank, praktek manajemen risiko likuiditas terkini dan regulasi terkait

206

RISIKO LIKUIDITAS

2.2. Kebijakan Manajemen Risiko Likuiditas Kebijakan manajemen risiko likuiditas diterapkan baik sencara individu bagi bank itu sendiri maupun secara konsolidasi dengan anak perusahaan. Namun pada umumnya pengelolaan likuiditas dilakukan secara terpusat oleh unit kerja Treasury dimana semua unit kerja lain diwajibkan untuk membantu kerja Treasury – mis. dengan sedini mungkin memberikan informasi arus kas masuk dan arus kas keluar serta kebutuhan dana yang signifikan yang akan terjadi. Selain itu bank wajib memastikan kepatuhan terhadap regulasi likuiditas, mis: • GWM (giro wajib minimum) • PLM (penyangga likuiditas makroprudensial) • RIM (rasio intermediasi makroprudensial) • LCR (liquidity coverage ratio) • NSFR (net stable funding ratio) yang kesemuanya merupakan tanggung-jawab dari unit Treasury.

207

RISIKO LIKUIDITAS

Penerapan manajemen risiko likuiditas – seperti halnya risiko lain – disesuaikan dengan ukuran dan kompleksitas bank dan mengacu kepada prinsip Kualitas Penerapan Manajemen Risiko (KPMR) dari OJK dengan yang mencakup: • Pengawasan aktif Direksi dan Dewan Komisaris → risk governance • Kebijakan dan Prosedur Manajemen Risiko serta Penetapan Limit Risiko → risk framework • Proses Manajemen Risiko (identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian) yang dibantu oleh sistem manajemen informasi risiko yang handal → risk management process • Sistem pengendalian internal → internal control

208

RISIKO LIKUIDITAS

2.2.1. Strategi Pengelolaan Risiko Likuiditas Sebagai pedoman pengelolaan risiko likuiditas bank menetapkan konsep dasar pengelolaan risiko sebagai berikut:

Tata Kelola: Management, Komite

Perspektif Regulator

Perspektif Internal

Operasional Bank

Operasional Bank

Operasional Bank

Kas & GWM

Indikator Peringatan Dini

Limit & Treshold

Likuiditas Harian

Rasio Likuiditas

Stress Test

Cadangan Sekunder

Liquidity Gap

CFP & RCP

❑ Perspektif Regulator: parameter likuiditas yang ditetapkan regulator ❑ Perspektif Internal: konsep pengelolaan risiko likuiditas berdasarkan parameter internal yang telah disesuaikan dengan kompleksitas, risk appetite dan kondisi bank ❑ Umumnya perspektif internal dibuat lebih konservative dibanding perspektif regulator

Infrastruktur: Data, Teknologi, Resources 209

RISIKO LIKUIDITAS

Prinsip pengelolaan risiko likuiditas: ❑ Memastikan pengukuran risiko likuiditas sudah tepat dan mempertimbangkan perubahan arus kas,, portfolio, selisih arus kas dan karakteristik perilaku ❑ Secara umum mengelola risiko likuiditas baik jangka pendek maupun jangka panjang dimana khusus untuk pengelolaan gap likuiditas jangka pendek dilakukan dalam kondisi business-as-usual (normal) maupun kondisi stress ❑ Mengelola gap likuiditas berdasarkan perhitungan arus kas kontraktual maupun arus kas behavioral ❑ Penggunaan arus kas behavioral dinilai lebih realistis dimana model perhitungan harus divalidasi secara berkala oleh pihak independent dari pembuat model

❑ Memastikan strategi pendanaan sudah menyeimbangkan antara aspek efisiensi biaya pendanaan dengan stabilitsa pendanaan ❑ Memelihara HQLA dan cadangan likuiditas lain (mis. dalam bentuk giro/reserve) untuk memenuhi unexpected outflow ❑ Memelihara sumber pendanaan yang stabil dan terdiversifikasi untuk minimalisasi ketergantungan pada dana-dana yang tidak stabil (volatile funding) ❑ Memelihara CFP

210

RISIKO LIKUIDITAS

Unit kerja SKMR bertanggung-jawab ❑ ❑ ❑ ❑ ❑

Implementasi kebijakan manajemen risiko Menyusun metodologi pengukuran Pemantauan dan pelaporan eksposur risiko Memantau kepatuhan terhadap pedoman yang sudah ditetapkan Mendukung fungsi ALCO dan RMC

211

RISIKO LIKUIDITAS

2.2.2. Fokus Pengelolaan Likuiditas ❑ Identifikasi kebutuhan likuiditas berdasarkan perhitungan time (berapa lama gap likuiditas akan terjadi) dan severity (berapa besar gap likuiditas terjadi) ❑ Dalam manajemen risiko likuiditas bank harus memastikan kecukupan likuiditas untuk memenuhi penarikan dana yang terjadwal maupun tidak terjadwal dalam kondisi normal maupun kondisi stress ❑ Beberapa hal yang wajib diperhatikan dalam pengelolaan risiko likuiditas: ▪ Menerapkan corporate governance yang efektif melalui penawasan aktif Direksi ▪ Menetapkan strategi, kebijakan, prosedur dan limit risiko ▪ Memiliki metode pengukuran dan pemantauan risiko yang komprehensif, min. mencakup penilaian arus kas, analisis sumber dan penggunaan dana baik sekarang maupun prediksi untuk masa depan serta disesuaikan dengan kompleksitas usaha bank ▪ Pengelolaan likuiditas intrahari secara aktif ▪ Diversifikasi sumber pendanaan ▪ Memelihara HQLA – utamanya surat berharga yang likuid ▪ Memiliki CFP ▪ Memiliki pengendalian internal serta SKAI yang memadai 212

RISIKO LIKUIDITAS

❑ Pengelolaan likuiditas intrahari/intraday secara aktif ❑ Memiliki dan memelihara akses pasar yang luas dan stabil untuk memastikan kemampuan meningkatkan dana → mis. dengan memiliki fasilitas kredit standby dari bank/lembaga keuangan besar sebagai sumber likuiditas ❑ Ketersediaan HQLA yang memadai ❑ Pengawasan terhadap rekening administratif → utamanya komitment yang berpotensi menimbulkan cash-outflow signifikan yang mampu menggangu likuiditas bank ❑ Memelihara sumber pendanaan stabil dan meminimalkan sumber pendanaan non-stabil, sehingga bank harus: ▪ Membuat analisa cashflow secara rutin guna mendeteksi keadaan/kondisi yang menunjukkan durasi simpanan yang makin pendek atau meningkatnya volatilitas simpanan ▪ Secara rutin menganalisa eksposure deposan besar ▪ Unit bisnis (Treasury) harus meningkatkan hubungan dengan pada deposan dan pemilik dana lain, termasuk nasabah trade finance, bank korespondensi dan nasabah korporasi ❑ Pengawasan likuiditas aktifitas digital banking dengan dibantu unit Teknologi Informasi untuk melakukan sistem pemantauan arus kas yang lebih baik ❑ Kelebihan likuiditas harus dihindari karena memiliki opportunity cost/liquidity cost yang besar sehingga pengelolaan risiko likuiditas harus dapat menjamin ketersediaan dana untuk memenuhi arus kas namun tidak berlebihan

213

RISIKO LIKUIDITAS

2.2.3. Pengelolaan Likuiditas Saat Krisis Berdasarkan tingkat severity-nya krisis likuiditas dibagi menjadi: MILD MODERAT

dimana untuk kondisi krisis likuiditas mild dan moderate rencana pengelolaannya disebut Liquidity Contingency Plan (LCP) atau Contingency Fundng Plan (CFP) sementara untuk kondisi krisis severe rencana pengelolaanya disebut Recovery Contigency Plan (RCP).

SEVERE

214

RISIKO LIKUIDITAS

LCP/CFP

RCP

Merupakan kebijakan dalam mengelola krisis likuiditas mild dan moderate,yang mengatur antara lain: ❑ Strategi pendanaan ❑ Tanggung-jawab dan pembagian tugas yang jelas dalalm menghadapi krisis ❑ Eskalasi upaya selama krisis ❑ Proses komunikasi ❑ Panduan tindakan untuk manajemen dalam pengambilan keputusan yang cepat dan tepat

❑ OJK mewajibkan bank-bank berisiko sistemik membuat rencana aksi/recovery plan guna mengidentifikasi piihan yang kredible untuk mengatasi krisis yang berdampak pada: ▪ Kondisi keuangan bank ▪ Posisi likuiditas ▪ Kondisi permodalan ▪ Kemampuan operasional ▪ Risiko reputasi bank ❑ RCP fokus pada pengelolaan kondisi krisis severe ❑ RCP mengatur mengenai: ▪ Penetapan beberapa indikator/trigger krisis likuiditas ▪ Opsi rencana aksi dan tingkat pemulihan

215

RISIKO LIKUIDITAS

3. Proses Identifikasi, Pengukuran, Pemantauan dan Pengedalian serta Sistem Informasi Manajemen Risiko Likuiditas

216

RISIKO LIKUIDITAS

3.1. Identifikasi Risiko Likuiditas Identifikasi sumber risiko likuiditas meliputi: ❑ Produk dan aktifitas bank – baik pada sisi asset, liabilities dan rekening administratif - yang dapat mempengaruhi sumber dan penggunaan dana ❑ Karena risiko likuiditas merupakan risiko turunan/risiko tingkat kedua maka perlu dilakukan analisa dan pemantauan atas jenis-jenis risiko lain yang bisa meningkatkan risiko likuiditas, mis. risiko kredit, pasar dan operasional ❑ Proyeksi arus kas dimasa datang → liquidity gap analysis ❑ Analisa komitment off-balance sheet yang belum terpakai mis. standby L/C, sisa credit line yang belum terpakai, fasilitas bank garansi, revolving credit facility

217

RISIKO LIKUIDITAS

3.2. Pengukuran Risiko Likuiditas 3.2.1. Pengukuran dari Regulator Teknik Giro Wajib Minium (GWM)

Penjelasan • •

Penyangga Likuiditas Makroprudensia (PLM) Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM)



• • • • •

Merupakan simpanan giro minimum dalam Rupiah dan valas yang wajib dipelihara bank di BI sebagai cadangan likuiditas Besar GWM ditetapkan sebesar persentase tertentu dari DPK oleh BI tergantung dari kebijakan BI dalam menerapkan kebijakan moneter (ekspansi dan kontraksi moneter) Cadangan likuiditas min dalam Rupiah yang wajib dipelihara bank dalam bentuk surat berharga yang memenuhi persyaratan tertentu Besar PLM ditetapkan sebesar persentase tertentu dari DPK oleh BI tergantung dari kebijakan BI dalam menerapkan kebijakan moneter (ekspansi dan kontraksi moneter) Jenis surat berharga yang menjadi komponen PLM diantaranya SBI, SDBI, SUN, SBSN Tambahan giro Rupiah yang wajib dipelihara bank di BI Bertujuan untuk mendorong bank agar aktif menjalankan fungsi intermediasi keuangan (dalam bentuk pemberian kredit) namun tetap dalam koridor kehati-hatian (prudent) Diukur dengan membandingkan Loan-to-Funding Ratio (LFR) real bank dengan LFR yang ditetapkan regulator dengan turut mempertimbangkan KPMM bank bersangkutan 218

RISIKO LIKUIDITAS

Teknik

Penjelasan

Profil Maturitas



Proyeksi arus kas

• •

Loan to Funding Ratio (LFR)

Loan to Deposit Ratio (LDR) Liquidity Coverage Ratio (LCR) Net Stable Funding Ratio (NSFR)



• • • •



Laporan yang menyajikan pos-pos asset, liablities dan rekening administratif yang dipetakan kedalam skala waktu berdasarkan sisa jatuh tempo Untuk setiap skala waktu identifikasi dan ukur liquidity gap yang terjadi Proyeksi yang menyajikan arus kas yang berasal dari asset, liabilities dan rekening administratif (termasuk aktifitas usaha lainnya) yang dipetakan berdasarkan skala waktu baik berdasarkan jatuh tempo kontraktual namun juga berdasarkan asumsi perilaku (behavior) Mengukur kemampuan bank menyalurkan dana (kredit/pembiayaan dan surat berharga yang dimiliki) menggunakan DPK (tabungan, giro dan deposito serta penerbitan NCD kepada investor-non bank) serta surat berharga yang diterbitkan bank dalam Rupiah dan valas Tidak termasuk pinjaman atau dana interbank dalam Rupiah dan valas Mengukur kemampuan bank mendanai kreditnya menggunakan DPK (giro, tabungan dan deposito serta penerbitan NCD kepada investor-non bank) dalam mata uang Rupiah dan valas Tidak termasuk pinjaman atau dana interbank dalam Rupiah dan valas Perbandingan HQLA dengan total arus kas keluar bersih (net cash outflow) yang diperkirakan akan terjadi selama 30 hari kedepan dalam skenario pasar keuangan stress

Penilaian ketahanan likuiditas jangka panjang dalam bentuk perhitungan perbandingan antara pendanaan stabil yang tersedia (available stable funding - ASF) dengan pendanaan stabil yang diperlukan (required stable funding – RSF) untuk 1 tahun kedepan 219

RISIKO LIKUIDITAS

3.2.2. Pengukuran Internal ❑ Alat pengukuran risiko likuiditas secara internal harus disesuaikan dengan kompleksitas bisnis, profil risiko bank serta mampu mengkuantifikasi risiko secara tepat waktu dan komprehensif ❑ Dasar suatu bank dikatakan melakukan bisnis yang kompleks antara lain jika bank bersangkutan melakukan transaksi derivaitive dan/atau menawarkan produk terstruktur (structured product) ❑ Salah-satu alat pengukuran internal yang harus dimiliki adalah proyeksi arus kas ❑ Proyeksi arus kas dibuat min setiap bulan dengan jangka waktu proyeksi sesuai kebutuhan bank dengan memperhatikan struktur asset, liabilities dan rekening administratif min hingga periode 1 bulan kedepan ❑ Penentuan skala waktu umumnya min sesuai dengan skala waktu laporan maturitas ❑ Jika terdapat arus kas valas maka wajib dibuat proyeksi arus kas untuk masing-masing mata uang

❑ Pembuatan proyeksi arus kas sangat dipengaruhi asumsi yang dipergunakan, dimana umumnya asumsi yang dipergunakan berdasarkan kepada: ▪ Karakteristik produk ▪ Perilaku pihak lawan/counterparty/nasabah ▪ Kondisi pasar ▪ Pengalaman historis bank ❑ Asumsi yang dipergunakan harus disetujui oleh pihak yang berwenang ❑ Perlu dilakukan pengukuran terhadap: ▪ non-maturity deposit (NMD) dari sisi liabilities ▪ aspek prepayment dari sisi asset ▪ pembelian dan penjualan asset-asset likuid ▪ perkiraan penarikan dan penerimaan dari rekening administratif mis. sisa komitment kredit, L/C, bank garansi ▪ kemampuan akses pada sumber dana besar dan stabil, mis. standby loan, pinjaman intra-group ▪ kemungkinan diskon/haircut pada harga HQLA ketika terjadi krisis likuiditas 220

RISIKO LIKUIDITAS

3.2.2.1. Analisis Gap Likuiditas ❑ mengukur selisih arus kas masuk dan arus kas keluar (mismatch) per masingmasing tenor/skala waktu/time bucket bedasarkan jatuh tempo kontraktual (gap kontraktual) maupun berdasarkan perilaku/kebiasaan counterparty/nasabah (gap behavior – BeA) ❑ pengukuran gap dilakukan/dibuat: ▪ berdasarkan posisi/saldo historis karena hanya memperhitungkan kondisi bisnis bank yang ada sekarang → static liquidity gap ▪ dengan memasukkan rencana-rencana bisnis dimasa depan → dinamic liquidity gap ❑ mismatch yang terjadi akan diukur untuk masing-masing tenor/skala waktu/time bucket dan juga secara kumulatif (cumulative mismatch) hingga akhir periode jatuh waktu asset, liabilities dan rekening administratif yang ada ❑ gap likuiditas yang terjadi – surplus (positive gap) maupun defisit (negative gap) – akan menentukan strategi penempatan dana dan strategi pricing dana (fund transfer pricing – FTP) 221

RISIKO LIKUIDITAS

3.2.2.2. Asumsi ❑ untuk pengukuran liquidity gap berdasarkan perilaku/behavior serta untuk asset, liabilities dan rekening administratif yang tergolong NMD dan/atau memiliki potensi prepament maka sebisa mungkin didasarkan pada analisa kuantitatif dari data historis, mis. penggunaan teknik statistik regresi linier ❑ dalam teknik statistik regresi linier umumnya beberapa kondisi dibawah ini dipergunakan sebagai variable independent, mis: ▪ Semakin besar ukuran deposit maka akan semakin volatile deposit tersebut ▪ Deposit dari nasabah kota besar akan lebih volatile dari deposit nasabah kota kecil karena lebih banyak pilihan dalam berinvestasi ▪ Semakin lama hubungan yang terbina dengan nasabah maka depositnya akan lebih stabil ▪ Penempatan deposit melalui broker akan lebih volatile ketimbang penempatan deposit langsung ▪ Profil deposan (umur, pendidikan, tingkat pendapatan, pengetahuan keuangan dll) akan mempengaruhi besar dan stabilitas penempatan depositnya 222

RISIKO LIKUIDITAS

3.2.2.3. Asset Yield Cashflow

3.2.2.4. Analisis Core Deposit

Untuk surat berharga dengan kolektibilitas 3 (kurang lancar) atau lebih rendah dimana diperkirakan pelunasan tidak dapat segera terealisasi maka walaupun secara kontraktual akan jatuh tempo namun surat berharga tersebut dari sisi pengendalian risiko likuiditas harus ditempatkan dalam skala waktu/time time bucket jangka panjang, mis > 1 tahun

❑ Bagian DPK yang bersifat stabil dan diperkirakan tidak akan ditarik dalam jangka panjang ❑ Perhitungan core deposit dilakukan menggunakan berbagai pendekatan, diantaranya: • Pendekatan dengan asumsi bahwa simpanan yang dijamin (insured deposit) sebagai dana stabil • Pendekatan dengan asumsi deposan retail lebih loyal

3.2.2.5. Konsentrasi/ Rasio Deposan Inti ❑ Mengukur sejauh mana ketergantungan kepada deposan inti (10, 20 atau 50 deposan terbesar bank) untuk memastikan diversifikasi sumber pendanaan ❑ Rasio sejumlah deposan terbesar adalah rasio total pendanaan dari sejumlah group deposan tekait total DPK

223

RISIKO LIKUIDITAS

3.2.2.6. Rekening Administratif (Off-Balance Sheet) Analisa liquidity gap wajib memperhitungkan komponen komitment dan kontijensi dari rekening adminisratif, mis ❑ Fasilitas kredit yang belum digunakan Penentuan skala waktu/time bucket menggunakan pendekatan historis untuk menetapkan core balance yang akan ditempatkan dalam periode jangka panjang (> 1 tahun) ❑ Saldo transaksi derivative Hasil perhitungan mark-to-market atas transaksi derivative tidak mempengaruhi arus kas karena hanya merupakan hasil revaluasi ❑ Bank garansi ❑ Standby loan ❑ L/C ❑ Pendapatan bunga yang masih dalam penyelesaian

3.2.2.7. Komitment Kredit Komponen off-balance sheet berupa fasilitas kredit yang disetujui tapi belum dipergunakan debitur perlu diperhitungkan menggunakan pendekatan historis untuk menetapkan core balance yang diperhitungkan akan ditempatkan dalam periode waktu panjang (> 1 tahun)

224

RISIKO LIKUIDITAS

3.2.2.8. Transaksi Derivative Tagihan derivative tidak diperhitungkan mempengaruhi arus kas karena lebih sebagai hasil revaluasi (mark-to-market) yang belum memberikan kepastian arus kas

3.2.2.9. Rasio Gap Likuiditas ❑ Merupakan indikator yang mencerminkan persentase liabilities jatuh tempo yang tidak mampu ditutup oleh asset yang jatuh tempo pada suatu skala waktu/time bucket ❑ Semakin besar defisit/negative gap yang terjadi mencerminkan semakin besar risiko likuiditas yang dihadapi

225

RISIKO LIKUIDITAS

3.3. Pemantauan Risiko Likuiditas Pemantauan risiko likuiditas menggunakan indikator peringan dini yang terdiri dari: ❑ Indikator internal a) Mismatch antara strategi sumber pendanaan dan strategi pertumbuhan asset b) Peningkatan konsentrasi asset dan liabilities c) Peningkatan mismatch valas (NOP/PDN) d) Posisi yang mendekati atau sudah berkalikali melanggar limit internal dan/atau limit regulator e) Peningkatan Cost of Fund ❑ Indikator eksternal ▪ Rumour ▪ Penurunan credit rating ▪ Penurunan harga saham ▪ Penuruna volume transaksi atau penurunan lini kredit

3.4. Pengendalian Risiko Likuiditas Dilakukan melalui hal-hal berikut: ❑ Strategi pendanaan ❑ Pengelolaan posisi dan risiko likuiditas harian ❑ Pengelolaan posisi dan risiko ikuiditas intra-group ❑ Pengelolaan HQLA ❑ CFP ❑ Limit

226

RISIKO LIKUIDITAS

3.4.1. Kebijakan Limit ❑ Limit risiko/trigger level harus ditetapkan dan SKMR bertanggung-jawab untuk memantau limit dibandingkan eksposur risiko serta melaporkan setiap terkajdi pelampauan limit ❑ Penetapan limit harus konsisten dan relevant dengan kompleksitas aktifitas, toleransi risiko, karakterisktik produk, mata uang, data historis, tingkat profitabilitas dan modal yang tersedia ❑ Penetapan limit juga harus disesuaikan dengan CFP bank ❑ Penetapan limit digunakan untuk mengelola likuiditas harian pada kondisi normal maupun pada kondisi krisis – baik krisis likuiditas yang terjadi hanya pada bank bersangkutan (specific risk) maupun krisis likuiditas di pasar keuangan secara keseluruhan (systemic risk) ❑ Kebijakan, prosedur dan proses penetapan limit harus didokumentasikan secara tertulis dan lengkap ❑ Limit harus dievaluasi dan dilakukan update secara reguler dan jika diperlukan sewaktu-waktu dalam hal terjadi perubahan kondisi yang signifikan

❑ Proses pembuatan limit adalah sebagai berikut: a) Limit diajukan oleh unit bisnis (Treasury) b) Unit pengelola risiko (SKMR) akan melalukan kaji ulang secara independent untuk nantinya SKMR akan menerbitkan rekomendasi untuk menyetujui, merubah atau bahkan menolak pengajuan limit c) Jika sudah mendapat rekomendasi SKMR maka limit diajukan kepada komite untuk dimintakan persetujuan d) Semua limit risiko harus diajukan kepada komite untuk dilakukan kaji ulang min 1 tahun sekali e) Yang paling bertanggung-jawab memastikan kepatuhan terhadap limit adalah unit bisnis (Treasury) f) Unit pengelola risiko (SKMR) bertugas memantau kepatuhan kepada ketentuan limit secara independent 227

RISIKO LIKUIDITAS

❑Jenis limit regulator: ▪ Rasio GWM ▪ Rasio PLM ▪ Rasio RIM ▪ LCR ▪ NSFR

❑ Jenis limit internal: ▪ Maximum cash outflow (MCO) ▪ Maksimum pinjaman antar-bank ▪ Top 10/20/50 largest depositors ▪ Cadangan sekunder

228

RISIKO LIKUIDITAS

3.4.2. Sistem Informasi Manajemen dan Pelaporan Risiko Likuiditas Unit pengelola risiko (SKMR) bertugas: ❑ Memantau dan melaporkan setiap pelampauan kontrol risiko (mis. limit) ❑ Membuat laporan yang bersifat reguler, laporan pengecualian (exception report), laporan kepada regulator dan laporan ad-hoc ❑ Laporan-laporan tersebut akan di-eskalasi kepada manajemen dan komite (ALCO dan RMC utamanya) untuk dijadikan pertimbangan dalam pengambilan keputusan dan penetapan strategi mitigasi risiko ❑ Exception report memberikan peringatan atas insiden ketidak-patuhan ❑ Ad-hoc report menyediakan analisa atau hasil simulasi atas kejadian yang tidak normal

Berikut contoh laporan bagi manajemen untuk menilai kondisi likuiditas: ❑ DPK berdasarkan produk (giro, tabungan dan deposito), berdasarkan sektor (individu, UMKM dan korporasi) dan berdasarkan mata uang ❑ Cashflow harian → maximum cash outflow ❑ Cadangan sekunder ❑ Pinjaman antar-bank ❑ Indikator peringatan dini lain ❑ LCR harian

229

RISIKO LIKUIDITAS

4. Contingency Funding Plan (CFP) 4.1. Tujuan (CFP)

4.2. Tinjauan Umum

Penyusunan CFP adalah untuk memastikan bahwa strategi yang komprehensif diterapkan dan dijadikan panduan oleh manajemen senior dalam mengatasi krisis likuiditas. CFP dijalankan apabila terjadi krisis likuiditas – baik itu level bank specific risk maupun seluruh negara mengalam krisis likuiditas (country specific/systemic risk)

Hal-hal penting yang diatur dalam CFP adalah: a) Pembentukan Komite Krisis Pendanaan b) Penetapan tugas dan tanggung-jawab dari unit bisnis dan unit pendukung agar semua informasi penting yang dibutuhkan tersedia tepat waktu sehingga Komite Krisis dapat membuat keputusan yang tepat dari waktu-kewaktu c) Penentuan early warning indicator d) Prosedur untuk memenuhi kekurangan pendanaan dalam situasi krisis e) Identifikasi dan penetapan prioritas sumber pendanaan f) Pemeringkatan nasabah – baik nasabah debitur maupun dalam aktifitas perdagangan – berdasarkan ukuran dan tingkat kepentingan nasabah tersebut g) Mengatur komunikasi dengan para pelaku pasar (termasuk BI) agar tingkat kepercayaan kepada bank tetap tinggi 230

RISIKO LIKUIDITAS

4.3. Penerapan CFP harus didokumentasi, evaluasi dan diuji secara berkala – hal mana perlu dilakukan untuk mengetahui berapa jumlah dana yang mungkin diperoleh dalam berbagai skenario krisis likuiditas

Pengujian dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan, antara lain: a) Menguji kemampuan bank memperoleh pendanaan yang memadai dengan waktu dan biaya yang tepat, mis. melalui penggunaan fasilitas kredit, penjualan ataupun repo assetasset bank, mendapatkan dana tanpa ataupun dengan jaminan/garansi dan bukan fasilitas pendanaan yang sifatnya hanya intrahari (overnight) b) Melakukan simulasi pengujian tingkat efektifitas komunikasi internal maupun eksternal c) Melakukan pengujian kemampuan mendapatkan informasi/data dengan tepat waktu

231

RISIKO LIKUIDITAS

4.4. Tugas dan tanggung-jawab Komite Krisis Pendanaan ❑ Memantau posisi kas bank yang terkini dan perkembangan struktur neraca bank ❑ Memantau cash inflow yang berasal dari penjualan dan/atau transaksi repo atas asset-asset keuangan ❑ Memantau posisi dan harga pasar dari asset keuangan liquid yang dimiliki bank – termasuk yang dikategorikan Trading Book (FVPL), AFS (FVOCI) dan HTM (amortized cost) ❑ Memantau kemampuan pendanaan dari pasar uang antar-bank maupun BI ❑ Memelihara komunikasi terbuka dengan cabang-cabang utama ❑ Memantau laporan arus kas

❑ Memelihara komunikasi dengan BI dan OJK, dimana akan ditunjuk seseorang sebagai contact person antara bank dengan BI dan OJK dimana kewajiban orang tersebut diantaranya: ▪ Memberi laporan kepada BI dan OJK tentang posisi likuiditas bank ▪ Meminta dukungan financial dan operasional kepada BI ▪ Meminta dukungan BI dan OJK untuk memberikan kepastian kepada publik berkaitan dengan stabilitas keuangan bank ❑ Memastikan unit-unit bisnis menjaga komunikasi yang erat dengan nasabah besar dan mitra utama bisnis bank ❑ Menjaga komunikasi dengan para analis kredit dan rating agency ❑ Melakukan koordinasi dalam komunikasi eksternal dengan publik melalui unit Corporate Communication bank ❑ Memberikan penjelasan kepada manajemen senior – termasuk ALCO – perkembangan kondisi likuiditas terkini 232

BAB 5

Risiko Operasional

233

Risiko Likuiditas

1 2 3 4

Pemahaman Risiko Operasional Tata Kelola dan Kebijakan Manajemen Risiko Operasional Business Continuity Management Manajemen Risiko Teknologi Informasi

234

Risiko Likuiditas

5 6 7

Proses Identifikasi, Pengukuran, Pemantauan dan Pengendalian Risiko Operasional

Perangkat Risiko Operasional Perhitungan Kecukupan Modal Risiko Operasional

235

RISIKO OPERASIONAL

MENGELOLA RISIKO OPERASIONAL 1. Pemahaman Risiko Operasioal 1.1. Pengertian, Latar Belakang dan Tujuan Risiko Operasional adalah risiko akibat ketidakcukupan dan/atau tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem, dan/atau akibat kejadiankejadian eksternal yang memengaruhi operasional bank.

Risiko Operasional: • melekat pada seluruh proses bisnis, produk dan aktifitas bank • berdampak finansial dan non-finansial • dapat memicu timbulnya risiko lain

Alasan risiko operasional menjadi perhatian serius adalah: • pandemi Covid-19 • outsourcing • proses deregulasi dan globalisasi • keputusan stratejik bank, mis. merger-and-acquisition, aliansi bisnis dll • e-commerce 236

RISIKO OPERASIONAL

❑ Secara umum tujuan pengelolaan risiko operasional adalah minimalisasi peluang terjadinya dan dampak yang tidak diinginkan yang disebabkan lemahnya pengelolaan proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem, dan/atau akibat kejadian-kejadian eksternal.

❑ Sasaran manajemen risiko operasional bagi bank: • Meningkatkan budaya sadar risiko (risk culture). • Meningkatkan transparansi. • Menumbuhkan operasional perbankan dan meningkatkan efektifitas dan efisiensi proses pengambilan keputusan. • Optimalisasi profitabilitas modal. • Mengurangi beban modal untuk menutup risiko operasioanal (regulatory capital).

237

RISIKO OPERASIONAL

1.2. Konsep Sebab (Cause) – Kejadian (Event) – Akibat (Impact/Effect) ▪ Konsep sebab (cause) – kejadian (event) – akibat (impact/effect) perlu dipahami bank sebelum melakukan proses identifikasi, pengukuran, dan analisis. ▪ Kategorisasi risiko dan penyebab digunakan untuk menentukan langkah-langkah mitigasi.

Cause (s)

Event (s)

Impact/Effect

238

RISIKO OPERASIONAL

Diperlukan pemahaman konsep sebab (cause) – kejadian (event) – akibat (impact) agar Bank dapat menerapkan manajemen risiko operasional yang efektif 1.2.1. Penyebab (Cause) Suatu hal utama yang meningkatkan kemungkinan terjadinya suatu kejadian. Penyebab 1. Faktor manusia 2. Proses internal 3. Sistem dan teknologi 4. Kejadian eksternal

1.2.2. Kejadian (Event)

1.2.3. Dampak (Impact)

Didefinisikan sebagai kegagalan proses internal, faktor manusia, kegagalan sistem, atau karena kejadian eksternal.

Dapat berupa kerugian materi (financial)/kerugian langsung (direct loss), atau berupa kerugian yang bersifat kualitatif (non-financial)/kerugian tidak langsung (indirect loss).

Kategorisasi kejadian: 1. Internal fraud 2. Eksternal fraud 3. Praktik ketenagakerjaan dan keselamatan kerja 4. Klien, produk, dan praktik bisnis 5. Kerugian atas aset fisik 6. Gangguan bisnis dan kegagalan sistem 7. Eksekusi, pengiriman, dan manajemen proses

Direct Loss: Berkurangnya nilai aset/write‐down, hilangnya hak regress/loss of recourse, restitusi/restitution, keputusan legal liability, loss or damage to assets. Indirect Loss/Non-Financial: Pemberitaan yang bernada negatif (risiko reputasi), off‐line yang cukup lama dan sering. 239

RISIKO OPERASIONAL

1.2.1. Cause (Penyebab)

a. ❑ ❑ ❑ ❑

Faktor Manusia Jumlah SDM yang diperlukan tidak memadai Kompetensi yang tidak memadai Ketergantungan kepada karyawan tertentu Pemisahan tugas dan wewenang yang tidak jelas ❑ Adanya kejahatan atau fraud pegawai bank atau kerjasama pegawai bank dengan pihak luar, seperti perampokan uang tunai bank dalam perjalanan ❑ Perselisihan hubungan industrial/tuntutan kompensasi

b. Kegagalan Proses Internal ❑ Ketiadaan atau tidak-memadainya prosedur ❑ Kegagalan penerapan proses dan prosedur yang berlaku di bank ❑ Apabila proses internal tidak memadai, terbuka kemungkinan terjadi salah tafsir pegawai dalam pelaksanaannya ❑ Kelemahan proses internal dapat menyebabkan pelanggaran ketentuan, pembuatan produk yang tidak tepat, penyalahgunaan wewenang, kesalahan pelayanan dll yang berpotensi menimbulkan kerugian

240

RISIKO OPERASIONAL

c. Kegagalan Sistem ❑ ❑ ❑ ❑ ❑

Penyalah-gunaan teknologi aplikasi bank oleh orang yang tidak berwenang. Kerusakan pada perangkat keras/hardware Lemahnya system pengamanan yang menyebabkan hacker membobol system bank Masalah pada perangkat lunak bank mis. virus, bugs dll Masalah pada jaringan telekomunikasi dan internet yang menyebakan terputusnya komunikasi core banking system, m-banking, e-banking dan aplikasi lainnya

d. Kejadian-Kejadian Eksternal ❑ Terjadinya gempa bumi (kerusakan bangunan kantor, jaringan komunikasi, gangguan mental bagi pegawai bank dan kehilangan kesempatan untuk mendapatkan bisnis). ❑ Banjir dan bencana alam lainnya. ❑ Pandemi Covid-19

241

RISIKO OPERASIONAL

1.2.2. Kejadian (Event) ❑ Kejadian (event) adalah sesuatu yang terjadi dalam periode waktu tertentu. ❑ Dalam definisi risiko operasional, kejadian didefinisikan sebagai kegagalan proses internal, faktor manusia, kegagalan sistem dan kejadian eksternal (IMSE). ❑ Kategori risiko operasional dan penyebab digunakan untuk menentukan langkah-langkah mitigasi. Kategori kejadian risiko operasional dibagi dalam 7 kelompok, yaitu: 1. Internal fraud 2. External fraud 3. Praktik ketenagakerjaan dan keselamatan kerja 4. Klien, produk, dan praktik bisnis 5. Kerugian atas aset fisik 6. Gangguan bisnis dan kegagalan sistem 7. Eksekusi, pengiriman, dan manajemen proses 242

RISIKO OPERASIONAL

Jenis Kejadian

Kecurangan internal

Kejahatan eksternal

Definisi

Kerugian akibat kesengajaan penggelapan, ketidaksesuaian, atau pelanggaran peraturan (tidak termasik diskriminasi), yang melibatkan sekurangnya 1 pihak internal.

Kerugian akibat kesengajaan penggelapan, ketidaksesuaian, atau pelanggaran peraturan oleh pihak ketiga.

Kategori

Contoh Aktivitas

Aktivitas yang tidak diotorisasi

▪ Transaksi tidak dilaporkan (disengaja) ▪ Transaksi tidak diotorisasi (ada kerugian moneter) ▪ Mismarking posisi (disengaja)

Pencurian dan penipuan

▪ Penipuan kredit, simpanan ▪ Pencurian /perampokan ▪ Penyalahgunaan aset ▪ Kerusakan aset ▪ Pemalsuan ▪ Penyelundupan ▪ Pengambilalihan rekening/peniruan ▪ Penggelapan pajak ▪ Penyuapan/komisi ilegal ▪ Insider trading

Pencurian dan penipuan

▪ Pencurian ▪ pemalsuan

Sistem pengamanan

▪ Kerusakan akibat hacking ▪ Pencurian informasi 243

RISIKO OPERASIONAL

Jenis Kejadian

Definisi

Kategori

Contoh Aktivitas

Hubungan karyawan

▪ Kompensasi, benefit, pemberhentian, masalah serikat buruh

Kerugian akibat tindakan Praktik ketenagatidak sesuai ketenagakerjaan, kerjaan dan pembayaran klaim, Lingkungan kerja keselamatan kecelakaan pegawai, atau kerja diskriminasi. Pembedaan & diskriminasi

▪ Kewajiban umum, kesehatan pegawai, peraturan keamanan ▪ Bentuk diskriminasi

Kerusakan aset fisik

Kerugian timbul dari kerugian Bencana dan atau kerusakan fisik krn kejadian lain bencana alam.

▪ Kerugian karena bencana alam ▪ Kerugian manusia sumber luar (teroris, vandalisme)

Gangguan bisnis dan kegagalan sistem

Kerugian akibat gangguan bisnis dan kegagalan sistem.

▪ Perangkat keras, perangkat lunak ▪ Telekomunikasi ▪ Kerusakan/gangguan utilitas

Sistem

244

RISIKO OPERASIONAL

Jenis Kejadian

Klien, produk, dan praktik bisnis

Definisi

Kerugian akibat kegagalan tidak disengaja untuk memenuhi kewajiban profesional terhadap klien, atau akibat rancangan suatu produk.

Kategori

Contoh Aktivitas

Kesesuaian, pengungkapan, dan penjaminan

▪ Pelanggaran pedoman ▪ Kesesuaian pengungkapan (KYC) ▪ Pelanggaran pengungkapan ke nasabah ▪ Pelanggaran kerahasiaan ▪ Penjualan yang agresif ▪ Penyalahgunaan informasi rahasia

Praktek bisnis tidak sehat

▪ Antitrust ▪ Praktik perdagangan tidak sehat ▪ Manipulasi pasar atas rekening perusahaan ▪ Aktivitas tidak memiliki izin ▪ Pencucian uang

Cacat produk

▪ Kerusakan produk ▪ Kesalahan model

Pemilihan, sponsor, dan eksposur

▪ Kegagalan penyelidikan klien sesuai pedoman ▪ Kelebihan batas eksposur klien

Akitivitas penasihat

▪ Perselisihan atas kinerja aktivitas penasihatan 245

RISIKO OPERASIONAL

Jenis Kejadian

Definisi

Kategori

Pengambilan transaksi, eksekusi, dan pemeliharaan

Eksekusi, pengiriman, dan manajemen proses

Kerugian akibat kegagalan proses transaksi atau manajemen proses akibat hubungan dengan perdagangan, counterparties dan vendor.

Pemantauan dan pelaporan Penerimaan nasabah dan dokumentasi

Contoh Aktivitas

▪ Kesalahan komunikasi ▪ Kesalahan input data, pemeliharaan, pembuatan program/file/data ▪ Kesalahan pengoperasian sistem/model ▪ Kesalalahan akuntansi ▪ Kesalahan kinerja ▪ Kegagalan pengiriman ▪ Kegagalan manajemen agunan ▪ Pemeliharaan data referensi ▪ Kegagalan kewajiban pelaporan ▪ Pelaporan eksternal tidak lengkap ▪ Kehilangan izin/disclaimer klien ▪ Kehilangan/ketidaklengkapan dokumen

▪ Akses ilegal terhadap rekening Manajemen rekening ▪ Catatan klien tidak sesuai nasabah ▪ Kerugian /kerusakan akibat kesalahan atas klien ▪ Kinerja buruk dari non-client counterparty ▪ Perselisihan dengan non-client counterparty ▪ Outsourcing pihak ketiga Vendor dan pemasok ▪ Perselisihan dengan vendor

Trade counterparties

246

RISIKO OPERASIONAL

1.2.3. Impact/Effect Dampak kerugian finansial/langsung: • Berkurangnya nilai asset/asset write-down • Hilangnya hak refres/loss of recourse, mis. kesalahan transfer yang tidak dapat ditagihkan kembali • Restitusi, mis. pembayaran biaya pengganti kesalahan/kompensasi kepada pihak ketiga • Kewajiban hukum/legal liability, mis. pembayaran/pengeluaran biaya karena adanya denda/penalty sebagai pemenuhan keputusan pengadilan • Loss/damage to asset, mis. kejadian keadaan darurat, kejadian eksternal (banjir/kebakaran/kerusuhan dll) yang menimbulkan kerugian finansial/lasngung bagi bank Dampak kerugian non-finansial/tidak langsung: • Menurunnya citra/reputasi bank

247

RISIKO OPERASIONAL

2. Tata Kelola dan Kebijakan Manajemen Risiko Operasional (MRO) Prinsip penerapan MRO paling sedikit mencakup: • Pengawasan aktif direksi dan dewan komisaris • Kebijakan, prosedur dan limit operasional • Proses MRO • Pengendalian internal MRO

2.1. Tata Kelola MRO Selain aktif terlibat dalam pengelolaan risiko operasional, berikut tambahan kewajiban yang harus dilakukan direksi dan dewan komisaris: • Mengembangkan budaya dan kesadaran risiko operasional • Menciptakan budaya keterbukaan terhadap kejadian risiko operasional • Mengembangkan budaya reward and punishment dalam penilaian kinerja dalam rangka mendukung pelaksanaan MRO yang optimal • Dewan komisaris memastikan bahwa kebijakan renumerasi bank sesuai dengan strategi manajemen risiko 248

RISIKO OPERASIONAL

2.1. Tata Kelola MRO Pelaksanaan MRO juga menganut prinsip 3 lines models dimana: ❑ 1st line terdiri dari risk owner/unit pelaksana operasional ❑ 2nd line terdiri dari SKMR yang bertugas: ▪ Membantu Direksi menyusun kebijakan manajemen risiko ▪ Mendesain dan menerapkan perangkat penilaian kualitas pengelolaan dan pelaporan risiko operasional ▪ Koordinator aktivitas MRO pada seluruh unit kerja ▪ Menyusun Laporan Profil Risiko ▪ Melakukan pelatihan dan pendampingan MRO kepada risk owner/unit pelaksana operasional ❑ 3rd line terdiri dari dedicated operational risk officer yang bertanggung-jawab membantu risk owner/unit pelaksana operasional dalam mengembangkan indikator risiko, penetapan limit dan penyusunan laporan risiko operasional Dedicated operational risk officer memiliki jalur pelaporan dan tanggung-jawab ganda yaitu kepada pimpinan risk owner dan kepada SKMR

249

RISIKO OPERASIONAL

2.2. Kebijakan Manajemen Risiko Operasional (MRO) 2.2.1. Prinsip BCBS tentang Kerangka MRO A. Revisions to the Principles for The Sound Management of Operational Risk Prinsip 1.

Risk and Corporate Culture Direksi dan Manajemen Senior berkewajiban membangun budaya manajemen risiko yang kuat, menetapkan standard dan insentif perilaku profesional dan bertanggung-jawab serta memastikan staf bersikap sesuai dengan prinsip manajemen risiko

Prinsip 2.

Operational Risk Management Framework Manajemen Bank berkewajiban mengembangkan dan menerapkan kerangka kerja yang terintegrasi penuh kedalam proses manajemen risiko

Prinsip 3.

Board of Director Direksi harus menetapkan dan meninjau kerangka kerja secara berkala

Prinsip 4.

Operational risk appetite and tolerance Direksi harus menetapkan risk appetite dan risk tolerance untuk risiko operasional

Prinsip 5.

Senior Management Manajemen Senior bertanggung-jawab menerapkan dan memelihara secara konsisten seluruh kebijakan organisasi, proses dan sistem untuk mengelola risiko operasional agar sesuai dengan risk appetite dan risk tolerance

250 250

RISIKO OPERASIONAL

Prinsip 6.

Risk Identification and Assessment Manajemen Senior bertanggung-jawab memastikan proses identifikasi dan pengukuran risiko operasional dilakukan secara melekat dalam semua produk, aktivitas, proses dan sistem didalam Bank

Prinsip 7.

Change Management Manajemen Senior memastikan adanya manajemen proses perubahan secara komprehensif

Prinsip 8.

Monitoring and Reporting Manajemen Senior menetapkan proses pemantauan dan pelaporan profil risiko operasional secara teratur

Prinsip 9.

Control and Mitigation Bank harus memiliki lingkungan pengendalian yang kuat dengan menerapkan kebijakan, proses dan sistem pengendalian internal yang tepat serta strategi mitigasi risiko yang sesuai

Prinsip 10.

ICT (information and communication technology) Bank harus menerapkan program manajemen risiko terkait ICT yang selaras dengan kerangka kerja MRO

251 251

RISIKO OPERASIONAL

Prinsip 11.

Business Continuity Plan (BCP) BCP harus dikaitkan dengan kerangka kerja MRO

Prinsip 12.

Role of Disclosure Pengungkapan (disclosure) harus memungkinkan stakeholder melakukan penilaian terhadap kualitas pengelolaan risiko operasional



Dalam menghadapi tantangan kondisi pandemi Covid-19 BCBS telah menerbitkan Principle of Operational Resilience pada Maret 2021 dimana didefinisikan ketahanan operasional (operational resilience) sebagai kemampuan bank untuk memberikan layanan operasional kritikal untuk mengatasi gangguan.



Dalam konteks ketahanan operasional toleransi gangguan didefinisikan sebagai tingkat gangguan dari semua jenis risiko operasionl yang bersedia diterima Bank dengan menggunakan berbagai jenis skenario.

252 252

RISIKO OPERASIONAL

B. BCBS Principle of Operational Resilience terdiri dari: Prinsip 1.

Governance Bank harus menyusun struktur tata kelola yang baik dalam rangka penetapan, penerapan dan pengawasan pendekatan ketahanan operasional yang efektif guna meminimalkan dampak dari gangguan operasional yang kritikal

Prinsip 2.

Operational Risk Management Bank harus melakukan penilaian dan pengelolaan segera terhadap kerentanan aspek ketahanan operasional yang kritikal

Prinsip 3.

BCP and testing Bank wajib menyusun dan melakukan pengujian terhadap BCP dalam berbagai skenario tingkat risiko operasional

Prinsip 4.

Mapping interconnection and interdependencies Setelah mengidentifikasi aspek ketahanan operasional yang kritikal maka bank wajib pula memetakan aspek interkoneksi dan ketergantungan

253

RISIKO OPERASIONAL

Prinsip 5.

3rd Party Dependency Management Bank harus mengelola ketergantungan pada pihak ketiga atau entitas intregroup

Prinsip 6.

Incident Management Bank harus menyusun dan menerapkan rencana tanggap-darurat dan pemulihan untuk mengelola insiden dalam aspek operasional Bank sesuai dengan risk appetite dan risk tolerance

Prinsip 7.

Information and Communication Technology (ICT) including cyber-security Bank wajib memastikan ICT yang dipergunakan aman (cyber security)

254

RISIKO OPERASIONAL

2.2.2. Pedoman Standard Kebijakan MRO Bank perlu menetapkan: • Strategi MRO • Penetapan Risk Appetite dan Risk Tolerance • Kebijakan, prosedur dan limit dengan pertimbangan: 1. Kebijakan MRO harus diinternalisasikan kedalam proses bisnis diseluruh lini bisnis dan aktifitas pendukung bank 2. Prosedur MRO disusun sebagai turunan dari Kebijakan Manajemen Risiko yang dapat berupa: a. Pengendalian operasional umum yang berlaku disemua unit operasional, mis. kebijakan segregation of duty dan ketentuan cuti wajib b. Pengendalian operasional spesifik yang berlaku hanya pada unit kerja yang sesuai, mis. rekonsiliasi transaksi trading pada unit kerja Treasury atau penata-usahaan dokumen kredit dari debitur pada unit kerja perkreditan

3. Ketersediaan BCM 4. Mitigasi risiko operasional yang diakibatkan kompleksitas proses internal maka bank wajib memiliki: a. Pedoman pengendalian risiko operasional baik pada proses internal bank maupun pada proses kerja yang berhubungan langsung dengan nasabah b. Prosedur penyelesaian transaksi dari proses internal c. Prosedur akuntansi yang akurat berupa kesesuaian metode, proses akuntansi serta penata-usahaan dokumen pendukung yang digunakan d. Prosedur penyimpanan dan kustodian asset e. Prosedur pelaksanaan penyediaan produk dan aktifitas lain, mis. outsourcing, private banking, wealth management f. Prosedur pencegahan dan penyelesaian fraud 255

RISIKO OPERASIONAL

5. Untuk pencegahan timbulnya risiko operasional yang berasal dari unsur SDM maka kebijakan MRO memuat kebijakan: a. rekrutmen dan penempatan yang sesuai dengan kebutuhan bank b. remunerasi dan struktur insentif yang kompetitif c. pelatihan dan pengembangan d. rotasi berkala e. kebijakan perencanaan karir dan suksesi f. penanganan masalah pemutusan kerja dan kerjasama dengan serikat pekerja 6. Untuk pencegahan timbulnya risiko operasional yang berasal dari unsur sistem dan infrastruktur maka kebijakan MRO harus didukung: a. Prosedur akses yang ketat terhadap SIM dan sistem akuntansi bank b. Sistem pengamanan transaksi dan data transaksi di dealing room c. Pengamanan dealing room dan ruang pemrosesan data

7. Untuk pencegahan timbulnya risiko operasional yang berasal dari kejadian eksternal maka kebijakan MRO harus didukung: a. Perlindungan asuransi terhadap asset fisik bank b. Pengelolaan back-up system c. Jaminan keselamatan kerja untuk pekerjaan yang berisiko tinggi 8. Untuk pencegahan timbulnya risiko operasional yang berasal dari profil nasabah dan calon nasabah maka kebijakan MRO harus didukung: a. Kebijaan customer due dilligence (CDD) dan enhanced due dilligence (EDD) b. Kebijakan CDD dan EDD harus didukung sistem pengendalian internal yang efektif, mis. untuk pencegahan internal fraud 9. Limit risiko operasional ditetaokan dengan memperhatikanstrategi MRO, risk appetite dan risk tolerance

256

RISIKO OPERASIONAL

3. Business Continuity Management (BCM)/Business Continuity Plan (BCP) BCM adalah proses manajemen atau protokol terpadu dan menyeluruh untuk memastikan kelangsungan operasional Bank dalam menjalankan bisnis dan melayani nasabah. BCM paling tidak harus mencakup kebijakan: 1. Business Impact Analysis (BIA) 2. Penilaian risiko operasional 3. Strategi pemulihan untuk setiap ganggugan operasional 4. Dokumentasi rencana pemulihan bencana dan rencana kontijensi 5. Pengujian berkala untuk meyakini bahwa BCM yang digunakan dapat digunakan pada kondisi darurat/terjadi gangguan

257

RISIKO OPERASIONAL

3.1. BCP ❑ Merupakan dokumen tertulis yang memuat: ▪ rangkaian kegiatan yang terencana dan terkoordinir mengenai langkah pengurangan risiko ▪ penanganan dampak gangguan/bencana ▪ proses pemulihan agar kegiatan operasional Bank dan pelayanan kepada nasabah tetap dapat berjalan. BCP dibuat dengan melibatkan seluruh SDM di bidang teknologi informasi, SDM yang mendukung fungsi bisnis dan kegiatan operasional yang kritikal bagi bank.

❑ Komponen BCP paling tidak meliputi: ▪ Disaster Recovery Plan (DRP) yang lebih menekankan pada pemulihan aspek teknologi dengan fokus pada data recovery/restoration plan dan berfungsinya sistem aplikasi dan IT yang kritikal. ▪ Contingency Plan (CP) yang lebih menekankan pada rencana tindakan untuk menjaga kelangsungan bisnis apabila terjadi gangguan atau bencana termasuk tindakan antisipatif menghadapi kondisi terburuk misalnya bila IT yang digunakan sama sekali tidak dapat dipulihkan untuk waktu yang cukup lama. ▪ Jadi CP merupakan rencana kerja untuk memastikan kelangsungan seluruh pelayanan bank - termasuk layanan melalui e-banking – yang kritikal tetap dapat berlangsung tanpa henti. 258

RISIKO OPERASIONAL

❑ Prinsip Penyusunan BCP ▪ Penyusunan BCP hendaknya melibatkan seluruh satuan kerja dan fungsi bisnis, bukan hanya satuan kerja IT. ▪ BCP disusun berdasarkan Business Impact Analysis dan Risk Assessment yang memadai. ▪ BCP bersifat fleksibel untuk dapat merespons berbagai skenario ancaman dan gangguan serta bencana yang sifatnya tidak terduga, baik bersumber dari kondisi internal maupun eksternal. ▪ BCP bersifat spesifik, terdapat kondisi-kondisi tertentu dan tindakan yang dibutuhkan segera dilakukan untuk kondisi tersebut. ▪ Dilakukan pengujian dan pengkinian secara berkala. ▪ BCP dan hasil pengujian BCP harus dikaji ulang oleh audit intern secara berkala.

❑ BCM/BCP yang efektif perlu didukung oleh: ▪ Pengawasan aktif manajemen ▪ Business Impact Analysis dan Risk Assessment ▪ Penyusunan Business Continuity Plan yang memadai ▪ Dilakukannya pengujian terhadap BCP ▪ Pemeriksaan oleh Auditor Intern

259

RISIKO OPERASIONAL

3.1.1. Pengawasan Aktif Manajemen Efektifitas BCP sangat sangat tergantung kepada komitment manajemen untuk menyediakan sumber daya yang diperlukan dalam rangka mengindentifikasi, menyusun dan melakukan pengujian terhadap BCP. Peran dan Tanggung Jawab Direksi: • Menetapkan kebijakan, strategi, dan prosedur BCP. • Menetapkan BCP yang dikinikan secara berkala. • Memastikan adanya suatu organisasi atau tim kerja yang bertanggung jawab atas BCP, yang terdiri dari personil yang kompeten terlatih. • Meyakini bahwa BCP disosialisasikan kepada seluruh fungsi bisnis personil. • Menelaah hasil kaji ulang atas pengujian BCP yang dilakukan secara reguler. • Mengevaluasi hasil pemeriksaan audit intern atas kecukupan BCP.

260

RISIKO OPERASIONAL

Tim Kerja BCP: Agar BCP dapat berfungsi dengan baik pada saat diperlukan maka bank perlu membentuk suatu tim kerja untuk mengkoordinasikan pelaksanaan BCP yang min terdiri dari: • Koordinator • Anggota tim yang bertanggung-jawab atas: a. Satuan kerja bisnis b. Satuan kerja TI antara lain offsite storage, aplikasi, perangkat keras dan lunak, network, security, communication, data preparation and record c. Unit pendukung lain, mis. satuan kerja logistik, pengamanan umum, humas, legal dan SDM

Tanggung-Jawab Tim Kerja BCP: • Bertanggung jawab penuh terhadap efektivitas penyelenggaraan BCP. • Memutuskan kondisi disaster dan pemulihan. • Menentukan skenario pemulihan yang akan digunakan bila terjadi gangguan atau bencana berdasarkan prioritisasi. • Mereview laporan mengenai setiap tahapan dalam pengujian dan pelaksanaan BCP. • Melaksanakan komunikasi kepada pihak intern dan ekstern bank bila terjadi suatu gangguan operasional yang bersifat major.

261

RISIKO OPERASIONAL

3.1.2. Business Impact Analysis dan Risk Assessment 3.1.2.1. Business Impact Analysis Efektifitas dari BCP/BCM sangat ditentukan dari ketepatan manajemen dalam memutuskan kritis-tidaknya (tingkat kritikalitas) berbagai proses kerja atau aktifitas sebelum BCP disusun – hal ini merupakan peran dari BIA. Hal-hal yang harus dianalisa dalam BIA adalah: • Tingkat kepentingan (criticality) masing-masing proses bisnis dan ketergantungan antar proses bisnis serta prioritisasi yang diperlukan. • Tingkat ketergantungan terhadap pihak penyedia jasa baik IT maupun non IT. • Tingkat Maximum Tolerable Outage/Recovery Time Objective (berapa lama bank dapat bekerja tanpa sistem atau fasilitas yang mengalami gangguan dan atau berapa cepat sistem atau fasilitas tersebut harus berfungsi kembali). • Tingkat Minimum Resources Requirement (personil, data, dan kelengkapan sistem serta fasilitas yang diperlukan secara minimal agar bisnis bisa pulih dan berjalan).



• •



• •

Estimasi downtime maksimum yang dapat ditoleransi dan tingkat toleransi atas kehilangan data dan/atau proses bisnis yang terhenti serta perhitungan dampak downtime terhadap kerugian finansial Jalur komunikasi yang dibutuhkan untuk berjalannya pemulihan Kemampuan dan pengetahuan petugas mengenai Contingency Plan dan ketersediaan petugas pengganti di tempat pemulihan (disaster recovery center/DRC maupun business recovery center/BRC) Dampak potensial dari kejadian yang bersifat nonspesifik dan sulit dikendalikan terhadap proses bisnis dan tingkat layanan. Dampak bencana/disaster terhadap seluruh departemen dan fungsi bisnis Dampak hukum dan pemenuhan regulasi terkait, mis. seperti pemenuhan ketentuan data rahasia nasabah 262

RISIKO OPERASIONAL

3.1.2.2. Risk Assessment Proses ini diperlukan untuk mengetahui probabilitas/kemungkinan terjadinya gangguan pada aktifitas penting/kritikal serta dampak langsungnya bagi kelangsungan usaha bank. Risk assessment mencakup hal-hal sebagai berikut: • Melakukan analisis atas dampak gangguan atau bencana terhadap bank, nasabah dan industri keuangan. • Melakukan gap analysis dengan membandingkan kondisi saat ini dengan langkah atau skenario yang seharusnya diterapkan. • Membuat peringkat potensi gangguan bisnis berdasarkan tingkat kerusakan (severity) dan kemungkinan terjadinya (likelihood).

3.1.2.3. Penyusunan BCP Penyusunan BCP dilakukan setelah proses BIA dan Risk Assessment dengan tujuan: • Mengamankan aset penting bank. • Meminimalisasi risiko akibat disaster (kerugian finansial, risiko hukum dan reputasi). • Ketersediaan layanan berkesinambungan pada nasabah. • Mempersiapkan alternatif lain agar fungsi bisnis kritikal tetap dapat berjalan untuk menjaga kelangsungan operasi bank. BCP terdiri dari kebijakan, strategi, skenario, dan prosedur yang diperlukan untuk memastikan kelangsungan proses bisnis saat terjadi gangguan/bencana. BCP harus memuat beberapa alternatif strategi pemulihan untuk mengatasi masing-masing jenis dan ukuran bencana. Contoh strategi tersebut diantaranya: outsourcing, pembentukan DRC dan/atau BRC (hot-site, warm-site dan cold-site). 263

RISIKO OPERASIONAL

Jenis Prosedur BCP

❑ Prosedur tanggap darurat (emergency response – immediate steps) untuk mengendalikan krisis pada saat terjadinya gangguan/bencana serta penentuan perlu-tidaknya mendeklarasikan keadaan disaster. ❑ Prosedur pemulihan sistem yang memungkinkan kegiatan operasional bank dapat kembali ke kondisi normal. ❑ Prosedur pemulihan bisnis (business recovery) yang menjabarkan tugas dan tanggung jawab di masing-masing proses bisnis agar bisnis dapat segera berjalan normal – dalam hal ini termasuk penerapan contigency plan. ❑ Prosedur sinkronisasi data digunakan untuk memastikan kesamaan antara data mesin produksi dengan data yang ada di backup site, serta untuk memastikan semua data hasil pemrosesan bisnis selama masa pemulihan telah masuk ke dalam sistem.

264

RISIKO OPERASIONAL

Komponen Prosedur BCP Minimal mencakup: • Personil; BCP harus dengan jelas menetapkan komposisi, wewenang dan tanggung jawab setiap tim kerja serta jalur komunikasi yang dipergunakan • Teknologi • Disaster Recovery Center (DRC) DRC diperlukan sebagai back-up ketika data center (DC) tidak dapat beroperasi, dimana keputusan apakah DRC dikelola sendiri maupun disediakan pihak lain (outsource) disesuaikan strategi MRO masing-masing bank. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penetapan DRC: o DRC harus ditempatkan pada lokasi terpisah (min. berjarak 30 km) dari DC o Kondisi lokasi DRC harus rentan (???) – mungkin yg benar justru harus TIDAK RENTAN - dengan kemungkinan huru-hara & kerusuhan o DRC memiliki pasokan listrik dan sarana telekomunikasi yang memadai o Sistem DRC harus kompatibel dengan sistem DC o Lokasi DRC harus lokasi tertutup (restricted area) o Memperhitungkan waktu tempuh ajar proses recovery bisa dilakukan dengan mudah dan segera • Backup dokumentasi, sistem, dan data • Business Recovery Center (BRC)/Crisis Center/Business Resumption Center Untuk kategori gangguan catasthtopic bank menyiapkan lokasi kerja alternatif agar tetap dapat menjalankan fungsi bisnis • Fasilitas komunikasi

265

RISIKO OPERASIONAL

3.1.3. Pengujian BCP ❑ Dilakukan min 1x tiap tahunnya ❑ Jika BCP melibatkan pihak eksternal maka pengujian BCP juga harus melibatkan pihak eksternal tersebut ❑ Ruang lingkup pengujian BCP meliputi: ▪ Prosedur evakuasi dan jalur komunikasi (call tree) ▪ Prosedur penetapan kondisi disaster ▪ Fasilitas DRC dan BRC ▪ Prosedur pemulihan data penting ▪ Prosedur pengembalian kegiatan operasional bank dan data center ke lokasi semula

266

RISIKO OPERASIONAL

3.1.4. Pemeliharaan BCP dan peran Auditor Intern Pemeliharaan BCP memperhatikan: • Bank harus memastikan bahwa BCP dapat digunakan setiap saat. • Setiap satuan kerja secara berkala harus melakukan self assessment. • Bank harus melakukan pengkinian BCP yang berkaitan dengan perubahan proses bisnis, struktur organisasi, sistem, software dan aplikasi, operatin system, hardware, personil/key staff dll Audit internal melakukan pemeriksaan terhadap: • Kesesuaian BCP dengan kebijakan manajemen risiko bank. • BCP mencakup kegiatan kritikal berdasarkan Business Impact Analysis. • Kecukupan BCP untuk mengendalikan dan memitigasi risiko yang telah ditetapkan dalam risk assessment. • Kecukupan prosedur pengujian BCP. • Efektivitas pelaksanaan pengujian BCP. • Program pelatihan dan sosialisasi BCP. • Keterkinian BCP sesuai perkembangan kegiatan operasional bank dan hasil pengujian terakhir. 267

RISIKO OPERASIONAL

4. Manajemen Risiko Teknologi Informasi 4.1. Pemahaman Manajemen Risiko Teknologi Informasi (TI) OJK mendefinisikan: ❑ TI sebagai suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memproses, mengumumkan, menganalisis dan/atau menyebarkan informasi ❑ Sistem Elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi menyiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan dan/atau menyebarkan informasi elektronik ❑ Cyber crime adalah segala jenis kejahatan di dunia maya yang memanfaatkan teknologi komputer, teknologi jaringan serta jaringan internet.

Beberapa contoh peningkatan eksposur risiko berkenaan dengan peningkatan pemanfaatan TI yaitu: ❑ Peningkatan kerjasama layanan dengan pihak ketiga yang berpotensi meningkatkan celah keamanan yang berasal dari pihak ketiga sehingga meningkatkan risiko cyber crime ❑ Peningkatan penyediaan layanan yang lebih personal menyebabkan tingginya kebutuhan atas keamanan data bank – terutama data pribadi nasabah – sehingga meningkatkan potensi kebocoran data pribadi nasabah

268

RISIKO OPERASIONAL

Menurut OJK beberapa jenis cyber crime utama di sektor perbankan Indonesia adalah: ▪











Intrusion/Hacking/Cracking yaitu masuknya penyusup pada sistem dan aplikasi Bank tanpa ijin dan sepengetahuan dari Bank, dan berusaha mengubah sistem Bank. Penyusup dapat menyerang sistem melalui identifikasi pengguna yang sah dan parameter koneksi seperti sandi (password), melalui eksploitasi kerentanan yang ada pada sistem dan aplikasi Phishing dilakukan dengan cara memberikan alamat website palsu dengan tampilan persis sama dengan website aslinya. Denial of Service (DoS) dan Distributed Denial of Service (DDoS) biasanya dilakukan dengan melakukan overloading kapasitas sistem dan mencegah pengguna yang sah untuk mengakses dan menggunakan sistem atau sumber daya yang ditargetkan. Defacement dilakukan dengan cara melakukan penggantian atau modifikasi terhadap halaman web korban sehingga isi dari halaman web korban berubah sesuai dengan motif penyerang. Spam yang dilakukan dengan cara mengirimkan email yang tidak dikehendaki dengan tujuan komersial atau publisitas, memperkenalkan perangkat lunak berbahaya atau menyebabkan server menjadi penuh dan kelebihan beban. Social Engineering yaitu tindakan memperoleh informasi nasabah seperti PIN, nomor baru, dan/atau informasi lain dengan cara menghubungi nasabah melalui telepon, SMS, atau media lain untuk menyampaikan informasi tertentu agar nasabah menghubungi nomor tertentu atau membuka situs web tertentu. 269

RISIKO OPERASIONAL

▪ Serangan virus, malware/ransomware yaitu suatu program atau kode berbahaya yang dapat digunakan untuk mengganggu operasi normal dari sebuah sistem komputer. Biasanya program malware telah dirancang untuk mendapatkan keuntungan finansial atau keuntungan lain yang direncanakan. Istilah virus generik digunakan untuk merujuk setiap program komputer berbahaya yang mampu mereproduksi dan menyebarkan dirinya sendiri. ▪ Skimming dimana terjadi proses penyalinan informasi tidak sah dari pemegang kartu elektronik dengan cara menyelipkan alat penyalin informasi (skimmer) pada ATM, POS maupun unit mobile data captured lainnya – nantinya informasi tersebut akan dipergunakan untuk menguras rekening pemegang kartu

❑ Untuk mengurangi potensi kerugian akibat cyber crime OJK telah mewajibkan bank untuk menerapkan proses ketahanan cyber yang baik meliputi proses: ▪ identifikasi asset, ancaman, dan kerentanan ▪ perlindungan asset ▪ deteksi insiden cyber ▪ penanggulangan dan pemulihan insiden cyber

270

RISIKO OPERASIONAL

5. Identifikasi, Pengukuran, Pemantauan dan Pengendalian Risiko Operasional 5.1. Identifikasi Risiko Operasional Identifikasi risiko operasional dimulai dari memahami bagaimana proses bisnis dilakukan dengan melakukan pemetaan terhadap proses bisnis tersebut secara lengkap (business process mapping). Dari hasil pemetaan tersebut akan dapat dilakukan identifikasi penyebab faktor risiko operasional yang melekat pada seluruh aktifitas fungsional, produk, proses dan sistem informasi. Selanjutnya akan ditentukan langkah mitigasi dan pengendalian untuk mengurangi potensi terjadinya risiko operasional yang akan berdampak negatif terhadap pencapaian sasaran bank. Hasil identifikasi dipergunakan untuk: • memperbaiki kualitas alur pekerjaan (workflow) • mengurangi potensi kerugian akibat kegagal proses • mngubah budaya kerja • menyediakan sistem peringatan dini (early warning system) terhadap gangguan suatu sistem/alur pekerjaan

Hal utama yang diperlukan dalam proses identifikasi adalah: • adanya kejadian/peristiwa risiko operasional (event) • terdapat penyebab dari kejadian tersebut (cause) • terdapat dampak (impact) kerugian (loss) baik dalam bentuk kerugian finansial maupun non-finansial • dapat dilakukan prediksi terjadinya kejadian tersebut dimasa depan (frequency/probablity) dimana tujuan dari semua proses di atas adalah untuk mengidentifikasi risiko operasional yang melekat (inherent risk) pada setiap proses bisnis yang berpotensi merugikan bank. 271

RISIKO OPERASIONAL

5.2. Pengukuran Risiko Operasional Proses identifikasi inherent risk, baik pada proses bisnis yang sudah berjalan maupun pada produk/aktifitas baru – mencakup: • analisis, rumusan dan deskripsi pernyataan risiko (risk statement) dilanjutkan dengan peng-kategorian kedalam kategori kejadian (risk event) berdasarkan kategori Basel Accord. • Analisa faktor penyebab timbulnya risiko kedalam kategori penyebab (risk cause) menurut kategori Basel Acccord. • Analisa potensi/dampak kerugian (impact) kedalam kategori Basel Accord maupun best practice di kalangan bank • Analisa proses pengendalian/risk control yang sudah dilakukan saat ini berdasarkan SOP yang ada. • Dalam hal bank akan meluncurkan produk/aktifitas baru maka wajib menganalisa inheret risk pada produk/aktifitas baru tersebut dengan mempertimbangkan aspek cost-benefit analysis.

Metode pengukuran dapat dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif menggunakan pendekatan scorecard berdasarkan parameter penilaian peringkat risiko (risk rating) berdasarkan dua faktor, yaitu: • Penilaian inherent risk yang didasari pada pengamatan atas: o frekuensi kejadian - baik historikal maupun estimasi terjadinya dimasa depan) o dampak (impact) mengukur seberapa besar kerugian yang akan dialami (severity) • Sistem pengendalian risiko (kualitas penerapan manajemen risiko – KPMR) dari risiko bersangkutan Inherent Risk

Risk Control

Residual /Net Risk

Berdasarkan frekuensi dan dampak kejadian risiko operasional dapat dikelompokkan sebagai berikut: • Low Frequency/Low Impact (LF/LI) • Low Frequency/High Impact (LF/HI) • High Frequency/Low Impact (HF/LI) 272 • High Frequency/High Impact (HF/HI)

RISIKO OPERASIONAL

5.3. Pemantauan Risiko Operasional

5.4. Pengendalian Risiko Operasional

Mencakup hal-hal berikut: • Risk Taking Unit melakukan: o Pemantauan secara berkala terhadap profil risiko dimana periode pemantauan tergantung pada sifat dari masing-masing inherent risk. o Pemantauan dilakukan berdasarkan pada parameter indikator risiko yang menjadi early warning signal, dimana masing-masing parameter memiliki ambangbatas (treshold) sebagai toleransi risiko. o Review terhadap faktor utama penyebab risiko (risk root cause) yang berdampak signifikan guna memastikan ketepatan penetapan parameter dan ambang batasnya (treshold) • Operational Risk Analyst melaporkan dan memantau profil risiko operasional unit kerja kepada Risk Management Division secara berkala. • Risk Management Division melakukan pemantauan pelaksanaan dan penerapan penyusunan laporan profil risiko secara berkala.

Pengendalian risiko merupakan langkah mitigasi berupa rencana aksi (action plan) berdasarkan rating/peringkat/tingkat dari parameter risiko dibandingkan ambang batas (treshold) yang sudah ditetapkan sebelumnya. Action Plan dibuat berjenjang sesuai dengan tugas dan kewenangan pejabat yang diberikan kepercayaan disesuaikan dengan rating risikonya, mis.: • Pelaksana action plan adalah kepala bagian jika peringkat risiko adalah moderate. • Pelaksana action plan adalah kepada divisi jika peringkat risiko adalah moderate-to-high. • Pelaksana action plan adalah direktur bidang jika peringkat risko adalah high. Tujuan dari pengendalian risiko operasional adalah: • Menurunkan tingkat risiko/risk rating • Apabila sudah menjadi actual loss/loss event maka pengendalian risiko bertujuan untuk mengurangi tingkat 273 kerugian dan/atau memicu timbulnya risiko lainnya.

RISIKO OPERASIONAL

Sementara langkah pengendalian risiko operasional yang dapat dilakukan adalah: •

Risk Tolerance/Risk Acceptance Beberapa jenis risiko operasional secara proses memang tidak memungkinkan untuk dilakukan intervensi untuk pencegahan atau perbaikan situasi. Dengan demikian potensi risiko yang ada memang harus di ambil untuk memanfaatkan kesempatan bisnis. Namun demikian, bukan berarti risk acceptance adalah strategi “do-nothing”. Kontrol yang ketat harus dijalankan apabila risk acceptance akan diterapkan. Misal suatu bank menempatkan server sistem informasi di basement dengan alasan efisiensi ruangan. Maka risiko banjir atau over heating tidak dapat dihindari. Dalam hal ini, maka kontrol terhadap suhu ruangan dan kemungkinan terjadinya banjir harus dilaksanakan dengan ketat.



Risk Terminate/Risk Avoidance Risk avoidance dilakukan untuk mencegah bank terpapar eksposur risiko operasional yang tidak dapat diterima (unacceptable) atau mencegah dilakukannya aktivitas lain yang mungkin dapat menambah eksposur risiko operasional sebelumnya. Tindakan ini tentu saja dapat mengurangi tingkat aktivitas bisnis atau malah menghentikan bisnis sama sekali. Umumnya Risk Avoidance dipilih apabila benefit suatu aktivitas bisnis tidak lebih besar atau sama dengan eksposur risiko operasional.

274

RISIKO OPERASIONAL



Risk Transfer Tidak seperti risk avoidance yang mengeliminir risiko operasional, pada strategi risk transfer risiko operasional masih melekat pada aktivitas bisnis tersebut, namun ada pihak lain yang akan mengambil alih risiko tersebut. Bank biasa menggunakan asuransi dan perusahaan jasa outsourcing dalam melaksanakan kebijakan risk transfer.



Risk Treatment/Risk Mitigation Dimaksudkan untuk memperkecil kerugian yang dipicu oleh bencana dari faktor eksternal maupun kejadian di internal bank.

275

RISIKO OPERASIONAL

5.4.1. Pencegahan Fraud Fraud adalah tindakan penyimpangan atau pembiaran yang sengaja dilakukan untuk mengelabui/ menipu atau memanipulasi bank, nasabah atau pihak lain yang mengakibatkan bank, nasabah atau pihak lain menderita kerugian dan/atau pekaku fraud memperoleh keuntungan, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Jenis perbuatan yang tergolong Fraud adalah: • Kecurangan • Penipuan • Penggelapan asset • Pembocoran informasi • Tindak pidana perbankan • Tindakan lain yang dapat dipersama dengan Fraud sesuai ketentuan perundang-undangan

Bank wajib menyusun dan menerapkan strategi Anti Fraud dengan memperhatikan: • Kondisi lingkungan intern dan ekstern • Kompleksitas kegiatan usaha • Jenis, potensi dan risiko fraud • Kecukupan sumber daya yang diperlukan

Strategi Anti Fraud menggunakan 4 pilar sebagai berikut: • Pencegahan • Deteksi • Investigasi, pelaporan dan sanksi • Pemantauan, evaluasi dan tindak lanjut 276

RISIKO OPERASIONAL

Pencegahan Fraud Ditujukan untuk mengurangi potensi fraud, yang mencakup hal-hal berikut: • Menumbuhkan kesadaran anti fraud (anti fraud awareness) melalui: o Sosialiasasi Anti Fraud Statement terkait kebijakan zero tolerance kepada tindahakan fraud o Program budaya anti fraud bagi karyawan (anti fraud’s employee awareness) melalui diskusi, pelatihan/training, transparansi hasil investigasi fraud dan tindak-lanjut terhadap fraud yang kesemuanya dilakukan secara berkesinambungan. o Program budaya anti fraud bagi konsumen bank (anti fraud’s customer awareness) melalui pembuatan brosur, spanduk, poster maupun penjelasan klausul dalam perjanjian tertulis antara bank dengan konsumen

277

RISIKO OPERASIONAL



Identifikasi kerawanan fraud pada setiap aktivitas yang berpotensi merugikan bank, dimana beberapa faktor internal bank yang berpotensi meningkatkan kemungkinan terjadinya fraud antar lain: o Kurangnya pelatihan, keterampilan dan pengetahuan atas pencegahan dan penanganan fraud. o Budaya pemberian bonus atas pengambilan risiko secara berlebihan o Kebijakan dan prosedur yang kurang jelas o Pengendalian keuangan yang kurang memadai o Kurangnya arahan top management terkait pencegahan dan penanganan fraud



Kebijakan Known Your Employee (KYE) yang paling tidak mencakup: o Sistem rekrutmen yang dapat memberikan rekam jejak (track record) sebagai bagian dari pre-employment screening secara lengkap dan akurat. o Sistem seleksi dengan kualifikasi yang tepat dengan mempertimbangkan aspek risiko yang obyektif dan transparan, termasuk didalamnya sistem promosi maupun mutasi yang berisiko tinggi terhadapa fraud. o KYE mencakup pengenalan dan pemantauan karakter, integritas, relasi, sikap, perilaku dan gaya hidup karyawan.

278

RISIKO OPERASIONAL

Deteksi Fraud

Investigasi, Pelaporan dan Sanksi atas Fraud

Memuat perangkat untuk mengidentifikasi dan menemukan fraud, diantaranya: • Kebijakan dan Mekanisme Whistleblowing yang mencakup diantaranya: o Perlindungan kepada whistleblower o Regulasi terkait pengaduan fraud o Sistem pelaporan dan mekanisme tindak-lanjut fraud • Surprise Audit • Surveilance System berupa tindakan pengujian atau pemeriksaan yang dilakukan secara rahasia tanpa diketahui oleh pihak yang sedang diperiksa dan dilakukan secara berkala atau sewaktuwaktu jika diperlukan.





Investigasi dilakukan dengan mengumpulkan bukti-bukti terkait kejadian yang dicurigai sebagai fraud. Standard investigasi paling tidak mencakup: o Penentuan pihak yang berwenang melaksanakan investigasi dengan memperhatikan independensi dan kompetensi yang dibutuhkan, mis.: ▪ Investigative and analysis intelligence ▪ Akuntansi forensik (accounting and financial forensic) ▪ Forensik komputer ▪ Pekerjaan lapangan dan wawancara (fieldwork and interview) o Mekanisme investigasi dalam rangka tindak-lanjut hasil deteksi dengan tetap menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh Pelaporan dan Pemberian Sanksi Sebagai tindak-lanjut dari hasil investigasi maka bank wajib memiliki kebijakan pengenaan sanksi yang efektif yang min memuat hal-hal berikut: o Pemantauan o Evaluasi o Tindak-lanjut 279

RISIKO OPERASIONAL

6. Perangkat Risiko Operasional Menurut ketentuan OJK metode yang dapat digunakan dalam indentifikasi dan pengukuran risiko operasional antara lain: a) Risk and Control Self Assessment (RCSA) b) Key Risk Indicator (KRI) c) Event analysis → Loss Event Database (LED) d) Matrik frekuensi e) Risk mapping f) Scorecard g) Metode kuantitatif dan kualitatif

280

RISIKO OPERASIONAL

6.1. LED Setiap kejadian kerugian operasional memiliki beberapa aspek penting yang harus diperhatikan bank, yaitu: • Kemungkinan kerugian tersebut terjadi kembali dimasa depan → frekuensi/probabilitas. • Besar dampak kerugian dalam bentuk biaya lansung dan tidak langsung serta biaya kesempatan (opportunity cost/lost) • Dengan melakukan mapping data kerugian berdasarkan frekuensi dan dampak perlu dilakukan prioritisasi risiko mana yang harus segera ditindak-lanjuti.

Dengan menyusun database kerugian (LED) akan memberi manfaat: • Alat/perangkat untuk mencatat kejadian/insiden yang menimbulkan kerugian yang telah terjadi dalam operasional bank (operational risk database). • Data kerugian dikelompokkan dalam 7 (tujuh) loss event type. • Pemetaan atas database kerugian memungkinkan bank untuk menentukan penyebab timbulnya kejadian dan penentuan langkah mitigasi yang diperlukan. • Untuk memastikan bahwa semua kejadian kerugian operasional telah ditindak-lanjuti sesuai ketentuan yang berlaku • Alat untuk memastikan bahwa proses pengendalian internal yang dimiliki bank apakah sudah memadai → alat validasi/penilaian kualitas proses pengelolaan risiko operasional. • Dapat dipergunakan sebagai dasar penentuan provisi/cadangan untuk menutup besar kerugian risiko operasional. • Untuk memenuhi persyaratan kuantitafi dalam penerapan metode standard pengukuran risiko operasional yang ditetapkan OJK. 281

RISIKO OPERASIONAL

6.2. Key Risk Indicator (KRI) • •





Perangkat untuk memantau tingkat risiko operasional dengan membandingkan variabel kejadian dengan batasan/treshold yang sudah ditetapkan. Alat identifikasi dan pengukuran kecenderungan/trend risiko operasional berdasarkan hasil analisa atas naikturunnya indikator risiko. Contoh KRI diantaranya adalah: o staff turn-over IT network availability o Nominal loss of human error Overtime ratio o Level of attendance Audit finding of overdue open item o Customer complaint Treshold/ambang batas menunjukkan batas toleransi maksimum dimana bila treshold terlewati maka langkah mitigasi harus segera dilakukan. Beberapa contoh tingkat treshold yang umum dipergunakan: o Status kritis mengindikasikan kerugian operasional yang cukup besar sangat mungkin terjadi dan perlu dilakukan tindak-lanjut segera. o Status perhatian mengindikasikan telah terjadi peningkatan kemungkinan terjadinya kerugian operasional sehingga bank perlu ekstra hati-hati dan mulai melakukan mitigasi jika diperlukan. o Status normal mengindikasikan keadaan normal dan tidak perlu dilakukan langkah mitigasi.

282

RISIKO OPERASIONAL

• Bank harus memantau dan mencatat data KRI secara berkala – baik itu secara harian, mingguan, bulanan semesteran atau tahunan. • Parameter KRI ditentukan berdasarkan penyebab utama (dominant cause) yang menjadi pemicu terjadinya risiko. • Penetapan suatu data kejadian sebagai KRI adalah berdasarkan pendekatan SMART yaitu: o Specific dimana data kejadian dapat memberikan gambaran perkembangan tingkat risiko atau tingkat pengendalian tertentu. o Measurable dimana data tersebut harus dapat diukur secara kuantitatif. o Actionable dimana data kejadian dapat ditindak-lanjuti dengan penetapan langkah mitigasi yang tepat sehingga tingkat risiko dapat kembali pada batas yang wajar/acceptable. o Responsibility dimana data kejadian dapat membantu penentuan siapa yang bertanggung-jawab untuk melakukan tindak-lanjut perbaikan (risk owner). o Timely dimana bank secara berkala dan tepat waktu dapat memperoleh data kejadian.

283

RISIKO OPERASIONAL

6.3. Risk and Control Self Assessment (RCSA) • RCSA adalah perangkat identifikasi dan pengukuran potensi risiko operasional yang bersifat kualitatif dan prediktif menggunakan dimensi dampak (impact) dan kemungkinan kejadian (likelihood). • Proses RCSA dilakukan dengan menggunakan daftar pertanyaan (risk register/checklist) tentang kemungkinan munculnya suatu kejadian risiko, besarnya dampak kerugian serta tingkat efektifitas pengendalian/kontrol yang sudah ada.

• • • •

Isian atas daftar pertanyaan tersebut menjadi dasar evaluasi atas tingkat risiko serta efektifitas langkah pengendalian/kontrol pada proses kerja. Apabila dirasakan terdapat gap yang signifikan antara kualitas kontrol yang ada dengan kualitas kontrol yang dikehendaki maka perlu disusun rencana aksi untuk memperbaiki kualitas kontrol. RCSA difokuskan pada penilaian risiko (risk assessment) dan proses pengendaliannya atas eksposur risiko yang memiliki dampak kerugian moderate-to-high dan high. Dilihat dari alur kerja dan fokus risiko maka RCSA dibuat dengan pendekatan bottom-up maupun top-down.

284

RISIKO OPERASIONAL

Risiko Inherent • Penentuan suatu risk event dapat dilakukan melalui: o Klarifikasi kepada kepala unit kerja o Voting diantara para pegawai o Wawancara dengan pegawai yang ditunjuk terlibat dalam pembuatan RCSA • Pengukuran risiko inherent dilakukan dengan menggunakan dimensi likelihood (kemungkinan kejadian) dan impact (estimasi dampak kerugian) Contoh Tabel Likelihood

Contoh Tabel Impact

285

RISIKO OPERASIONAL

Contoh Tabel Risiko Inherent

Contoh Risiko Residual

286

RISIKO OPERASIONAL

7. Perhitungan Kecukupan Modal Risiko Operasional Perhitungan kebutuhan modal minimum untuk risiko operasional yang ditetapkan oleh Komite Basel terdiri dari:

Standardized Approach (SA)

Basic Indicator Approach (BIA)

Advanced Measurement Approach (AMA) ▪ Bank dianjurkan untuk menggunakan cara yang lebih baik atas dasar profil risiko bank dan kemampuan melaksanakan manajemen risiko.

Urutan penggunaan dari yang paling sederhana sampai dengan yang paling kompleks adalah sebagai berikut.

Basic Indicator Approach (BIA) Standardized Approach (SA)

1

2

Advanced Measurement Approach (AMA)

3

▪ Dalam pendekatan SA dan AMA, aktivitas bisnis bank dibagi menjadi 8 lini bisnis. 287

RISIKO OPERASIONAL

7.1. Basic Indicator Approach (BIA)/Pendekatan Indikator Dasar (PID) Pendekatan Indikator Dasar dapat diaplikasikan oleh seluruh bank tanpa memandang kompleksitas. Namun, perlu mematuhi pedoman yang diatur dalam ”Sound Practice for Management and Supervision of Operational Risk”. Perhitungan ATMR risiko operasional dalam KPMM menggunakan BIA

ATMR Risiko Operasional = 12,5 × Beban Modal Risiko Operasional

Beban Modal Risiko Operasional adalah rata-rata penjumlahan bruto (gross income) tahunan yang mempunyai nilai positif 3 tahun terakhir, dikalikan faktor alfa 15%.

288

RISIKO OPERASIONAL

Beban Modal Risiko Operasional KPID =

[ ∑(GI 1...n * α)] n

Gross Income/ Pendapatan Bruto

=

Pendapatan Bunga Bersih (NII) Pendapatan Bunga Bersih (NII) = Pendapatan Bunga – Beban Bunga

Keterangan ▪ GI : Gross Income positif 3 tahun terakhir. ▪ n : Jumlah tahun yang memiliki Gross Income positif ▪ Alfa (α) : 15 % (ditetapkan Komite Basel berdasarkan kebutuhan modal pada skala industri) ▪ KPID : Beban modal risiko operasional menggunakan BIA

Pendapatan Bunga Bersih/Net Interest Income (NII)

+

Pendapatan Non-Bunga Bersih/Net Non-Interest Income (NNII)

Pendapatan Non-bunga Bersih (NNII)

Pendapatan Non-bunga Bersih (NNII) = Pendapatan Non-bunga – Beban Non-Bunga

289

Pendapatan Bunga: • Pendapatan bunga kredit • Pendapatan kupon obligasi/surat berharga • •non-interest Pendapatanexpense: bunga penempatan antar-bank

• • • • • •

dividen, komisi, provisi/fee yang dibayarkan Pendapatan Non-Bunga: kerugian transaksi spot dan derivative •penurunan dividen, komisi, provisi/fee diterima nilai wajar hasilyang MTM kredit •penurunaan keuntungannilai transaksi spot danMTM derivative wajar hasil asset keuangan lain •kerugian peningkatan nilai wajar hasil MTM kredit penjualan surat berharga dan kredit dalam • peningkatan nilai wajar hasil MTM asset keuangan lain kerugian penjualan asset keuangan lain dalam trading book • •

keuntungan penjualan surat berharga dan kredit dalam keuntungan penjualan asset keuangan lain dalam trading book

Beban Bunga: • Biaya DPK • Pembayaran kupon obligasi yang Bank terbitkan • Pembayaran bunga pinjaman antar-bank Beban Non-Bunga: • dividen, komisi, provisi/fee yang dibayarkan • kerugian transaksi spot dan derivative • penurunan nilai wajar hasil MTM kredit • penurunaan nilai wajar hasil MTM asset keuangan lain • kerugian penjualan surat berharga dan kredit dalam • kerugian penjualan asset keuangan lain dalam trading book

Bank A

2010

2009

2008

2007

2006

Pendapatan Bruto

750

3.000

2.250

1.750

2.500

ATMR Risiko Operasional tahun 2011 = 12,5 × Beban Modal Risiko Operasional = 12,5 × [15 % x {(750 + 3.000 + 2.250)/3}] = Rp3.750 juta 290

RISIKO OPERASIONAL

7.2. Standardized Approach (SA)/Pendekatan Standard (PS) STANDARDIZED APPROACH

ATMR = 12,5 x MMRO, dimana MMRO = KIB x FPKI, dimana KIB = IB x α

Notes MMRO KIB IB FPKI α KKRO

: modal minimum risiko operasional : komponen indicator bisnis : indicator bisnis : faktor pengali kerugian internal : koefisien marjinal risiko : kompenen kerugian risiko operasion (loss event) 291

RISIKO OPERASIONAL

Perhitungan KIB: a. Perhitungan IB (indicator bisnis) = KBSD + KJ + KK KBSD = komponen pendapatan bersih bunga, sewa dan dividen average 3 thn terakhir KJ = komponen pendapatan bersih jasa average 3 thn terakhir KK = komponen keuangan yang berasal dari pendapatan bersih trading book dan banking book average 3 thn terakhir b. Penentuan α:

Perhitungan FPKI: KKRO = 15 x rata-rata data nilai kerugian Risiko Operasional (loss event) tahunan yang berkualitas tinggi selama 10 tahun sebelumnya. Loss Event kualitas tinggi = data kerugian yang terkait langsung dengan aktivitas Bank saat ini, proses teknologi, dan/atau prosedur manajemen risiko dimana batasan minimum untuk suatu kejadian kerugian operasional (loss event) ditetapkan sebesar: a. Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) untuk Bank yang masuk dalam kategori (bucket) IB 1 b. Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah) untuk Bank yang masuk dalam kategori (bucket) IB 2 dan kategori (bucket) IB 3 292

BAB 6

Risiko Investasi

293

Risiko Investasi

1 2

Pemahaman Risiko Investasi

3

Proses Identifikasi, Pengukuran, Pemantauan, dan Pengendalian Risiko Investasi

Tata Kelola dan Kebijakan Manajemen Risiko Investasi

294

Pemahaman Produk dan Jasa Bank Syariah Produk & Jasa Perbankan Syariah

Funding

Wadi’ah

Services

Financing

Mudharabah

Giro

Giro

Tabungan

Tabungan

Deposito

Jual Beli

Murabahah Salam

Istishna

Sewa Menyewa & Multijasa Ijarah

IMBT

Join Modal Mudharabah Musyarakah

Ijarah Wakalah

Kafalah Hawalah

MMQ –Musyarakah Mutanaqishoh

Rahn Sharf

295

1. Pemahaman Risiko Investasi 1.1. Pengertian Risiko Investasi Adalah risiko kerugian Bank akibat Bank ikut menanggung kerugian usaha nasabah yang dibiayai dalam pembiayaan berbasis bagi hasil baik yang menggunakan metode net revenue sharing maupun yang menggunakan metode profit and loss sharing

296

Risiko Investasi Definisi?

Termasuk risiko pembiayaan

•risiko konsentrasi pembiayaan, •counterparty credit risk, •pre-settlement & settlement risk.

Adalah Risiko akibat Bank ikut menanggung kerugian usaha nasabah yang dibiayai dalam pembiayaan berbasis bagi hasil baik yang menggunakan metode net revenue sharing maupun yang menggunakan metode profit and loss sharing, yang bukan akibat kelalaian nasabah Terdapat dimana?

Aset Produk: • Aktivitas Pembiayaan • Aktivitas Investasi pada Sukuk • Aktivitas Penempatan Dana antar Bank dengan menggunakan akad Mudharabah & Musyarakah 297

1.2. Penyebab Risiko Investasi 1. Risiko Investasi timbul pada waktu bank melakukan pembiayaan melalui partnership, d mana Bank sebagai pemberi dana ikut menanggung risiko bisnis 2. Mudharabah dan musyarakah adalah pembiayaan bagi hasil berbasis profit and loss Sharing. Terlepas dari instrumen mana yang dipilih, baik mudharabah dan musyarakah merupakan pembiayaan berbasis bagi hasil, dimana modal yang ditanamkan oleh bank tidak bersifat fixed return, dan ini bisa terimbas dari risiko turunnya nilai modal pada waktu mengalami rugi 3. Level risiko di dalam pembiayaan bagi hasil relatf lebih tinggi dafi jenis investasi yang lainnya, karena itu bank harus mengambil langkah yang ekstra hati-hati dalam mengevaluasi dan memilih proyek yang akan dibiayai untuk meminimalkan kemungkinan kerugian modal 4. Investasi selain melalui investasi di pasar modal, tidak memiliki pasar sekunder, sehingga mengakibatkan meningkatnya biaya untuk exit. Karena investasi tersebut tidak likuid, maka dapat mengakibatkan kerugian keuangan bagi Bank.

298

5. Di dalam investasi melalui pembiayaan bagl hasll dimungkinkan tidak terdapat penghasilan yang tetap, dan pendapatan yang melalui peningkatan nilai modal mungkin saja merupakan satu-satunya sumber dari pendapatan. 6. Arus kas yang tidak ter]adual membuat sullt dalam mengelola dan membuat proyeksi ams kas. 7. Risiko investasl Juga berkaitan dengan risiko di mana tidak terdapat informasi yang akurat sebagai dasar untuk mengevaluasl kelayakan investasl, contoh tidak terdapat sistem Control keuangan yang memadai. Mltigasi dari risiko ITU adalah investor melakuka n peran aktif dalam memonitor investasi. 8. Selanjutnya, risiko yang disebabkan oleh perubahan teknologi dan risiko yang disebabkan oleh substitusi produk yang baru diperkalkan di pasa dapat juga mempengaruhi performance dari investasi di bisnis tertentu

299

2. Tata Kelola dan Kebijakan Manajemen Risiko Investasi 2.1. Tata Kelola Manajemen Risiko Investasi DEWAN KOMISARIS DEWAN DIREKSI DEWAN PENGAWAS SYARIAH SATUAN KERJA

1.Menyetujui dan mengevaluasi kebijakan Manajemen Risiko Investasi yang terintegrasi dengan kebijakan manajemen risiko-risiko lainnya; dan 2.Mengevaluasi pertanggungjawaban Direksi atas pelaksanaan kebijakan Manajemen Risiko Investasi.

KOMITE KEBIJAKAN PEMBIAYAAN KOMITE KREDIT / PEMBIAYAAN 300

2.1. Tata Kelola Manajemen Risiko Investasi DEWAN KOMISARIS DEWAN DIREKSI DEWAN PENGAWAS SYARIAH SATUAN KERJA KOMITE KEBIJAKAN PEMBIAYAAN KOMITE KREDIT / PEMBIAYAAN

1.Menyusun kebijakan dan strategi Manajemen Risiko Investasi secara tertulis dan komprehensif. Penyusunan Kebijakan Manajemen Risiko Investasi tentu harus diintegrasikan dengan kebijakan risiko lainnya; 2.Bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan Manajemen Risiko Investasi dan eksposur Risiko Investasi yang diambil oleh Bank secara keseluruhan; 3.Mengevaluasi dan memutuskan transaksi terkait aktivitas investasi Bank yang memerlukan persetujuan Direksi; 4.Mengembangkan budaya Manajemen Risiko yang relevan dengan pengelolaan Risiko Investasi pada seluruh jenjang organisasi; 5.Memastikan peningkatan kompetensi sumber daya manusia yang terkait dengan Manajemen Risiko Investasi; 6.Memastikan bahwa fungsi Manajemen Risiko Investasi telah beroperasi secara independen; dan 7.Melaksanakan kaji ulang secara berkala untuk memastikan: a. Keakuratan metodologi penilaian Risiko Investasi; b. Kecukupan implementasi sistem informasi Manajemen Risiko Investasi; c. Ketepatan kebijakan dan prosedur Manajemen Risiko Investasi serta penetapan limit Risiko Investasi. 301

2.1. Tata Kelola Manajemen Risiko Investasi

DEWAN KOMISARIS DEWAN DIREKSI DEWAN PENGAWAS SYARIAH SATUAN KERJA

1. Memastikan pemenuhan prinsip syariah dalam KPB 2. Meminta penjelasan dan/atau pertanggungjawaban Direksi jika terjadi penyimpangan dalam pelaksanaan KPB terkait pemenuhan prinsip syariah

KOMITE KEBIJAKAN PEMBIAYAAN KOMITE KREDIT / PEMBIAYAAN 302

2.2. Kebijakan Manajemen Risiko Investasi Dalam melaksanakan kebijakan dan prosedur manajemen fisiko serta penetapan limit Risiko Investasi, selain melaksanakan kebijakan dan prosedur manajemen risiko secara umum serta penetapan limit risiko, bank menetapkan terlebih dahulu strategi manajeme n risiko, risk appeñte dan risk tolerance dalam penerapan manajemen Risiko Jnvestasi. Pedoman minimal dalam hal strategi, risk appetite, risk tolerance, kebijakan, prosedur dan limit dalam pengelolaan Risiko Investasi adalah sebagai berikut: 1. Strategi Manajemen Risiko Strategi manajemen llisiko Investasi merupaka n bagian yang tidak terpisah kan dari strategl manajem en rlslko bank seca ra keseluruhan. 2. Tingkat risiko yang akan diambil (Risk Appetite) dan Toleransi Risiko (Risk Tolerance) l

303

Penetapan Risk Appetite dan Risk Tolerance untuk Risiko Investasi mengacu pada cakupan penerapan secara umum, yaitu: a) Risk Appetite merupakan tingkat dan jenis risiko yang bersedia diambil oleh bank dalam rangka mencapai sasaran bank. Risk Appetite tercermin dalam strategi dan sasaran bisnis bank b) Risk Tolerance merupakan tingkat dan jenis risiko yang secara maksimum ditetapkan oleh bank. Risk Tolerance merupakan penjabaran dari Risk Appetite c) Dalam Menyusun kebijkan manajemen risiko, Direksi memberikan arahan yang jelas mengenai Risk Appetite dan Risk Tolerance Bank d) Risk Appetite dan Risk Tolerance harus diperhatikan dalam penyusunan kebijakan manajemen risiko , termasuk dalam penetapan limit e) Dalam menetapkan Risk Tolerance, bank perlu mempertimbangkan strategi dan tujuan bisnis bank serta kemampuan bank dalam mengambil risiko (risk bearing copacity) l

304

• Kebijakan manajemen pembiayaan.

risiko

Investasi

juga

harus

selaras

dengan

kebijakan

• Kebijakan pembiayaan harus dilaksanakan oleh pejabat pembiayaan dalam melakukan seluruh kegiatan yang terkait dengan pembiayaan yang sehat dan menguntungkan bagi Bank. • Kebijakan pembiayaan yang jelas dan kuat dapat digunakan untuk pengembangan budaya risiko dan penerapan fungsi pengawasan pembiayaan yang efektif. Secara garis besar, kebijakan pembiayaan bank dapat disusun minimal meliputi: 1. Prinsip kehati-hatian dalam pembiayaan 2. Organisasi dan manajemen pembiayaan 3. Kebijakan persetujuan pembiayaan 4. Dokumentasi dan administrasi pembiayaan 5. Pengawasan pembiayaan 6. Penyelesaian pembiayaan bermasalah 7. Pemenuhan prinsip syariah l

305

3. Proses Identifikasi, Pengukuran, Pemantauan, dan Pengendalian Risiko Investasi Identifikasi

Pengukuran

Manajemen Risiko Investasi Pengendalian

Pemantauan 306

aa

t

3.1. Identifikasi Risiko • Identifikasi Risiko Inherent dilakukan pada aktivitas Pembiayaan, Treasury, Investasi • Risiko Investasi terjadi dari pembiayaan dan investasi yang menggunakan metode bagi hasil (revenue sharing & profit loss sharing), baik pada pembiayaan jangka panjang (mis. usaha produktif) dan juga pembiayaan jangka pendek (mis. pembiayaan konstruksi bangunan/rumah) Identifikasi risiko pembiayaan individual:

=> 5C (Character, Capacity, Capital, Condition, Collateral) Identifikasi risiko pembiayaan pada portofolio Bank: => Analisa tingkat konsentrasi pembiayaan berbasis bagi hasil, kualitas portofolio, faktor eksternal 307

3.2. Pengukuran Risiko Pengukuran risiko Inventasi Individu: => pembiayaan korporasi = system rating => pembiayaan retail/consumer = system scoring Portofolio Bank: => Analisa tingkat konsentrasi pembiayaan berbasis bagi hasil, kualitas portofolio, faktor eksternal

308

3.3. Pemantauan Risiko • Pemantauan dilakukan sejak pembiayaan dilakukan • Tujuan pemantauan: • mendapatkan early warning signal • Penyelesaian masalah secara dini • Pengembangan system informasi dan prosedur: disesuaikan dengan karakteristik, ukuran, kompleksitas portofolio bank • Sistem Informasi Manajemen harus dapat memberikan laporan eksposur risiko investasi secara lengkap, akurat dan tepat waktu. Hasilnya digunakan sebagai pertimbangan pengambilan keputusan Direksi • Prosedur harus dapat mencakup proses identifikasi pembiayaan bermasalah • => berdampak pada penyelamatan dan pembentukan cadangan kerugian 309

3.4. Pengendalian Risiko • Bank membentuk Satuan Kerja: ▪ Bertanggungjawab menganalisa laporan actual vs target bisnis ▪ Dilaporkan kepada Direksi • Pada dasarnya metode pengendalian risiko investasi mirip dengan pengendalian risiko kredit namun dibutuhkan monitoring yang lebih ketat untuk memastikan kebenaran informasi dalam bentuk: ▪ Keterbukaan informasi keuangan ▪ Pengawasan lebih dalam semua tahapan dari proyek yang dibiayai ▪ Memastikan transparansi pelaporan • Untuk menghindari kemungkinan praktek overstatement atau understatement dari laporan nasabah maka langkah yang dapat diambil diantaranya: ▪ Penggunaan konsultan independent terkait audit dan valuasi investasi ▪ Penempatan Direksi yang mewakili bank dalam struktur usaha debitur • Pengujian dan kaji Ulang terhadap Sistem Informasi secara berkala 310

BAB 7

Risiko Imbal Hasil

311

Risiko Investasi

1 2

Pemahaman Risiko Imbal Hasil

3

Proses Identifikasi, Pengukuran, Pemantauan, dan Pengendalian Risiko Imbal Hasil

Tata Kelola dan Kebijakan Manajemen Risiko Imbal Hasil

312

3.1. IDENTIFIKASI RISIKO IMBAL HASIL

Parameter Penting Risiko Imbal Hasil

313

3.1. IDENTIFIKASI RISIKO IMBAL HASIL

314

3.1. IDENTIFIKASI RISIKO IMBAL HASIL 1.2. Faktor Risiko Imbal Hasil (Internal & Eksternal) •

Faktor Internal Penerapan prinsip bagi hasil dalam pembiayaan Bank Syariah, baik revenue sharing atau bagi laba profit sharing, dimana Bank tidak dapat menentukan secara pasti tingkat keuntungannya, sehingga bagi hasil kepada nasabah pun berfluktuatif. • Dalam prinsip profit sharing pendapatan yang akan didistribusikan adalah pendapatan bersih setelah dikurangi total biaya terhadap total pendapatan. • Pada prinsip revenue sharing, pendapatan yang akan didistribusikan adalah pendapatan kotor dari penyaluran dana, tanpa harus dihitung terlebih dahulu dengan biaya-biaya pengeluaran operasional usaha. • Dalam prinsib bagi hasil Bank tidak dapat menentukan secara pasti berapa tingkat keuntungan yang akan diperolehnya, keuntungan Bank akan berfluktuatif



Faktor Eksternal Perubahan ekspektasi nasabah DPI atas tingkat imbal hasil yang diterima dari Bank karena kenaikan benchmark rate di pasar.

315

3.1. IDENTIFIKASI RISIKO IMBAL HASIL

Tingkat Pendapatan Bank

Risiko Suku Bunga pada Banking Book

Kenaikan benchmark rate di pasar

Risiko Imbal Hasil Karakter nasabah terhadap pricing

Repricing Gap untuk prediksi pendapatan Bank

Displaced Commercial Risk

Nasabah dapat memindahkan dana nya ke Bank lain

Definisi

Sebuah risiko yang muncul Ketika Bank Syariah berada dalam tekanan untuk memberikan imbal hasil yang lebih tinggi kepada investor/deposan melebihi yang seharusnya diberikan berdasarkan kontrak Imbal Hasil sebelumnya 316

3.1. IDENTIFIKASI RISIKO IMBAL HASIL Dampak Risiko Imbal Hasil Displaced Commercial Risk: Terjadi ketika bank menghadapi tekanan nasabah untuk meningkatkan imbal hasil yang lebih tinggi dari yang seharusnya diberikan berdasarkan kontrak investasi guna mempertahankan nasabah agar tidak pindah ke bank lain. Withdrawal Risk: Terjadi ketika nasabah benar-benar telah memindahkan investasinya ke bank lain. Transparency Risk: Akibat displaced commercial risk maka bank mengorbankan porsi keuntungannya – bahkan hingga mengorbankan ekuitas – dalam pemberian imbal hasil kepada nasabah. Hal ini sering mendorong manajemen bank untuk menurunkan tingkat transparasi kerugian sebenarnya.

317

3.2. PENGUKURAN RISIKO IMBAL HASIL ALAT PENGUKURAN RISIKO IMBAL HASIL Parameter penilaian tingkat Risiko Imbal Hasil antara lain mencakup: 1) Rasio portfolio pembiayaan bagi hasil terhadap total pembiayaan. 2) Rasio portfolio pembiayaan bagi hasil bermasalah terhadap total pembiayaan. 3) Rasio laba bersih terhadap total asset. 4) Rasio non-core deposit terhadap DPK. 5) Realisasi imbal hasil berdasarkan jangka waktu dibandingkan dengan imbal hasil bank syariah lain atau suku bunga acuan bank umum. Untuk mengantisipasi perubahan pendapatan yang akan diterima akibat perubahan suku bunga dan tingkat imbal hasil maka dipergunakan metode repricing gap seperti pada risiko pasar bank umum. 318

3.3. PEMANTAUAN RISIKO IMBAL HASIL ALAT PEMANTAUAN RISIKO IMBAL HASIL Bank perlu mengumpulkan dan menganalisa data kejadian risiko yang akan dipakai dalam pembuatan scenario tingkat risiko di masa datang.

Data-data tersebut antara lain: 1) Core dan Non-Core Deposit. 2) Kinerja pembiayaan. 3) Kinerja bank. 4) Informasi tingkat imbal hasil dan tingkat deposito bank lain. 5) Kondisi eksternal lain yang diperkirakan akan mempengaruhi risiko imbal hasil.

319

3.4. PENGENDALIAN RISIKO IMBAL HASIL Income Smoothing Method Metode Perataan Penghasilan/Laba (Income Smoothing Method) adalah pengaturan pengakuan dan pelaporan laba atau penghasilan dari waktu ke waktu dengan cara menahan sebagian laba/penghasilan dalam satu periode dan dialihkan pada periode lain dengan tujuan mengurangi fluktuasi yang berlebihan atas bagi hasil antara Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dan Nasabah penyimpan dana (Dana Pihak Ketiga/DPK);

Profit Equalization Reserve (PER) ❑ Salah-satu metode Income Smoothing Method dengan membentuk pencadangan dinamakan Profit Equalization Reserve (PER) ❑ Profit Equalization Reserve (PER) adalah dana cadangan yang dibentuk oleh LKS yang berasal dari penyisihan selisih laba LKS yang melebihi tingkat imbalan/hasil yang diproyeksikan untuk penyesuaian bagi hasil dana mudharabah (muthlaqah) ❑ Dalam hal simpanan dana Nasabah menggunakan akad mudharabah muqayyadah, jika disepakati para pihak, pembentukan cadangan penyesuaian bagi hasil dapat pula berasal dari penyisihan keuntungan Nasabah yang melebihi tingkat bagi hasil yang diproyeksikan;

Kritik terhadap konsep PER adalah: • membuat bank syariah kehilangan prinsip al-ghunmu bil ghurm yaitu prinsip bahwa pemanfaatan terhadap segala sesuatu juga harus diikuti dengan kesiapan untuk menanggung risiko • Tidak mendidik nasabah untuk memiliki prinsip bahwa selalu ada potensi risiko pada setiap potensi keuntungan 320

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF