PDF Laporan Kasus Forensik Penganiyaan - Indira Maycella

June 27, 2024 | Author: Anonymous | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download


Description

Laporan Kasus

Penganiayaan Korban Hidup Ditinjau dalam Aspek Medikolegal

Disusun Oleh: Indira Maycella 1102015098

Pembimbing: dr. Suryo Wijoyo, Sp.KF., MH

Kepaniteraan Klinik Ilmu Forensik Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Bekasi Fakultas Kedokteran Universitas YARSI Periode 22 Februari – 14 Maret 2021

Laporan Kasus : Penganiayaan Korban Hidup Ditinjau dalam Aspek Medikolegal Indira Maycella1, Suryo Wijoyo2 1 2

Mahasiswa Program Profesi Fakultas Kedokteran, Universitas YARSI

Kepala Staf Medis Fungsional Bagian Kedokteran Forensik RSUD Kabupaten Bekasi

Abstrak Kasus tindak pidana penganiayaan di Indonesia naik setiap tahunnya. Istilah penganiayaan berarti dengan sengaja melakukan suatu perbuatan untuk membuat rasa sakit pada orang lain atau luka pada tubuh orang lain ataupun tindakan yang dapat merugikan kesehatan orang lain. Trauma fisik akibat penganiayaan akan mengakibatkan luka yang dapat terbagi menjadi luka ringan, sedang, dan berat. Seorang dokter diharapkan mampu menganalisis tindak pidana penganiayaan, melakukan pemeriksaan dan menuliskan hasil pemeriksaan dalam Visum et Repertum serta membuat kesimpulan penentuan derajat keparahan luka dan menentukan pasal KUHP mana yang dapat diterapkan pada kasus tersebut guna membantu hakim untuk memutuskan suatu perkara dalam persidangan. Kata Kunci: penganiayaan, trauma, luka, visum et repertum.

Medico Legal Case Report: Life Victim Abuse Abtract The criminal cases of mistreatment in Indonesia increases every year. The term maltreatment means deliberately doing an act to cause pain to another person or injury to another person's body or an act that can harm the health of another person. Abusive physical trauma will lead to injuries that can be divided into minor, moderate, and severe injuries. A doctor is expected to be able to analyze the criminal act of maltreatment, conduct an examination and write down the results of the examination in Visum et Repertum as well as making conclusions about determining the degree of severity of the injury and determining which articles of the Criminal Code can be applied to the case in order to assist the judge in deciding a case at trial.

Keywords: abuse, trauma, injuries, visum et repertum.

2

Pendahuluan Kamus besar Bahasa Indonesia mengartikan penganiayaan sebagai perlakuan yang sewenang-wenang (penyiksaan, penindasan, dan sebagainya).1 Secara umum tindak pidana terhadap tubuh dalam KUHP disebut penganiayaan.2 Mr. M. H. Tirtaamidjaja mengartikan penganiayaan adalah dengan sengaja menyebabkan sakit atau luka pada orang lain. Akan tetapi suatu perbuatan yang menyebabkan sakit atau luka pada orang lain tidak dapat dianggap sebagai penganiayaan jika perbuatan tersebut dilakukan untuk menjaga keselamatan badan. Untuk menyebut seseorang telah melakukan penganiayaan, maka orang tersebut harus memiliki kesengajaan dalam melakukan suatu perbuatan untuk membuat rasa sakit pada orang lain atau luka pada tubuh orang lain ataupun orang itu dalam perbuatannya merugikan kesehatan orang lain.3 Penganiayaan yang merupakan suatu tindakan yang melawan hukum. Menurut Pasal 351 KUHP tindak penganiayaan dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Jika perbuatan itu menyebabkan luka-luka berat dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun. jika mengakibatkan kematian dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.4 Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) mencatat sejak januari sampai agustus 2020 telah menerima 4.116 kasus laporan kekerasan pada anak. 1.319 korban diantaranya adalah laki-laki dan 1.111 kasus diantaranya merupakan kasus kekerasan fisik.5

Dokter memiliki peran besar dalam penanganan korban kasus penganiayaan yang menimbulkan trauma fisik. Seorang dokter diharapkan mampu melakukan pemeriksaan serta menganalisis tindak pidana penyebabnya agar dapat terungkap ciri-ciri benda penyebab trauma, identifikasi benda penyebab, dan mungkin siapa di belakang benda penyebab tersebut. Derajat keparahan luka atau cedera akan memperlihatkan pasal KUHP mana yang akan dapat diterapkan pada kasus tersebut. Hasil pemeriksaan dari seorang korban tindak pidana selanjutnya diuraikan dalam Visum et Repertum pada bagian pemberitaan serta menuliskan kesimpulan mengenai hasil pemeriksaan medis pada korban. Laporan Kasus Pada tanggal 28 Februari 2021 sekitar jam 16.40 WIB seorang pasien lakilaki datang ke IGD RSUD Kabupaten Bekasi guna mendapat perawatan luka serta meminta dibuatkan Visum et Repertum. Menurut pengakuan pasien, pada hari Minggu tanggal 28 Februari 2021 sekira jam 02.30 WIB ketika pasien sedang berboncengan sepeda motor dengan temannya, pasien diserang oleh orang tidak dikenal yang membawa senjata tajam berupa celurit dan tidak mengetahui alasannya. Pasien dibacok oleh orang tersebut dibagian tangan kanan, bahu kiri, leher depan, dan punggung menggunakan celurit. Pasien mengatakan bahwa saat celurit diarahkan ke wajahnya, pasien langsung menangkis celurit tersebut dengan tangan kanan sehingga membelah tangan kanan pasien yaitu antara jari keempat dan kelima. Kemudian pasien terjatuh dan mencoba mencari pertolongan kepada orang sekitar. 3

Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan fisik didapatkan korban berjenis kelamin laki-laki, usia kurang lebih tujuh belas tahun, berat badan empat puluh enam kilogram, tinggi badan seratus lima puluh sentimeter, warna kulit sawo matang, kesan gizi baik (indeks massa tubuh dua puluh koma empat puluh empat kilogram per meter persegi). Pada pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan kesadaran penuh, tekanan darah seratus dua puluh delapan per tujuh puluh delapan milimeter air raksa, frekuensi nadi sembilan puluh kali per menit, frekuensi pernafasan dua puluh kali per menit. Pada pemeriksaan fisik leher didapatkan sebuah luka bacok pada leher bagian depan atas, ujung pertama tepat pada garis tengah tubuh dan tiga koma lima sentimeter di atas tonjolan tulang selangka, ujung kedua enam sentimeter sebelah kanan garis tengah tubuh dan tiga koma lima sentimeter di atas tonjolan tulang selangka, bentuk celah dengan salah satu ujung membentuk sudut lancip, dengan ukuran panjang lima koma dua sentimeter dan lebar dua sentimeter, setelah ditautkan akan membentuk garis dengan ukuran panjang lima koma lima sentimeter, batas tegas, tepi rata, tebing luka terdiri dari jaringan kulit, lemak, dan otot, tidak terdapat jembatan jaringan, dasar luka otot, di sekitar luka tampak lecet. Luka telah mendapatkan perawatan berupa sepuluh buah jaitan dan penutupan kasa.

Gambar 1: Luka bacok pada leher bagian depan atas.

Pada pemeriksaan fisik bahu didapatkan sebuah luka bacok tepat pada bahu bagian kiri atas, bentuk celah dengan salah satu ujung membentuk sudut lancip, dengan ukuran panjang lima sentimeter dan lebar nol koma delapan sentimeter, setelah ditautkan akan membentuk garis dengan ukuran panjang lima koma lima sentimeter, batas tegas, tepi rata, tebing luka terdiri dari kulit dan lemak, dasar luka lemak. Luka telah mendapatkan perawatan berupa pengobatan luar dan penutupan kasa.

Gambar 2: Luka bacok pada bahu kiri atas

Pada pemeriksaan fisik punggung didapatkan sebuah luka bacok pada punggung bagian kanan atas, ujung pertama dua sentimeter sebelah kanan garis tengah tubuh dan empat koma lima sentimeter di bawah puncak bahu, ujung kedua lima sentimeter sebelah kanan garis tengah tubuh dan lima sentimeter di bawah puncak bahu, bentuk celah dengan salah satu ujung membentuk sudut lancip dengan ukuran 4

panjang dua koma delapan sentimeter dan lebar satu sentimeter, setelah ditautkan akan membentuk garis dengan ukuran panjang tiga sentimeter. Batas tegas, tepi rata, tebing luka terdiri dari jaringan kulit, lemak, dan otot, tidak terdapat jembatan jaringan, dasar luka otot. Luka telah mendapatkan perawatan berupa lima buah jahitan dan penutupan kasa.

Gambar 4: Luka bacok pada tangan kanan

Pemeriksaan Penunjang

Gambar 3: Luka bacok pada punggung kanan atas.

Pada pemeriksaan fisik anggota gerak atas, didapatkan sebuah luka bacok pada tangan kanan, ujung pertama satu sentimeter di bawah pergelangan tangan, ujung kedua delapan koma lima sentimeter di bawah pergelangan tangan, bentuk celah dan hampir memisahkan tangan menjadi dua bagian dengan ukuran panjang tujuh koma lima sentimeter, lebar satu sentimeter, dalam satu sentimeter. Setelah ditautkan akan membentuk garis dengan ukuran tujuh koma lima sentimeter, batas tegas, tepi rata, tebing luka terdiri dari kulit, lemak, otot, dan tulang, tidak terdapat jembatan jaringan, dasar luka tulang dan otot. Luka telah mendapatkan perawatan berupa operasi fiksasi fraktur dengan kwire diameter satu koma enam (Penyambungan patah tulang dengan kawat kirschner), repair otot tendon (perbaikan otot dan urat), dan penjahitan serta penutupan luka dengan kasa.

Dilakukan pemeriksaan radiologi foto polos manus dextra, dengan hasil : − Fraktur metacarpal lima manus dextra, satu buah metal pin terpasang baik, kedudukan fragment tulang baik. − Soft tissue swelling di sekitar fraktur. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan nilai leukosit sebelas ribu empat ratus per mikroliter.

Kesimpulan Visum et Repertum Berdasarkan temuan-temuan yang didapatkan dari pemeriksaan atas korban dapat disimpulkan bahwa korban adalah seorang laki-laki, umur kurang lebih tujuh belas tahun, kesan gizi baik, warna kulit sawo matang. Dari hasil pemeriksaan luar tubuh korban didapatkan tanda-tanda kekerasan tajam berupa luka bacok pada leher depan, bahu kiri atas, punggung kanan atas, dan tangan kanan. Dari hasil pemeriksaan foto radiologi terdapat Fraktur metacarpal manus dextra, satu buah metal pin terpasang baik, kedudukan fragment tulang baik, soft tissue swelling di sekitar fraktur. Hal tersebut dapat menimbulkan cacat berat.

5

Diskusi Tinjauan Medis Pidana Kekerasan

Terhadap

Tindak

Trauma fisik akibat penganiayaan akan mengakibatkan luka. Menurut pandangan medik luka akibat penganiayaan dianggap sebagai energi potensial dalam bentuk kekerasan yang berubah menjadi energi kinetik yang mampu menimbulkan kerusakan jaringan yang dapat disertai atau tidak disertai oleh diskontinuitas 6 permukaan kulit. Konsekuensi dari luka yang ditimbulkan oleh trauma dapat berupa: 1. Kelainan fisik/organik Bentuk dari kelainan fisik atau organik ini dapat berupa: Hilangnya jaringan atau bagian dari tubuh dan hilangnya sebagian atau seluruh organ tertentu. 2. Gangguan fungsi dari organ tubuh tertentu. Bentuk dari gangguan fungsi ini tergantung dari organ atau bagian tubuh yang terkena trauma. Contoh dari gangguan fungsi antara lain lumpuh, buta, tuli atau terganggunya fungsi organ-organ dalam. 3. Infeksi Seperti diketahui bahwa kulit atau membrana mukosa merupakan barier terhadap infeksi. Bila kulit atau membrana tersebut rusak, maka kuman akan masuk lewat pintu ini. Bahkan kuman dapat masuk lewat daerah memar atau bahkan iritasi akibat benda yang terkontaminasi oleh kuman. Jenis kuman dapat berupa streptococcus, staphylococcus, eschericia coli, proteus vulgaris, Clostridium tetani serta kuman yang menyebabkan gas gangrene. 4. Penyakit Trauma sering dianggap sebagai precipitating facior tejadinya penyakit

jantung walaupun hubungan kausalnya sulit diterangkan dan masih dalam kontroversi. 5. Kelainan psikis Trauma, meskipun tidak menimbulkan kerusakan otak, kemungkinan dapat menjadi precipitating factor bagi terjadinya kelainan mental yang spektrumnya amat luas; yaitu dapat berupa compens neurosis, anxiety neurosis, dementia praecox primer (schizophrenia), manic depressive atau psikosis. Kepribadian serta potensi individu untuk terjadinya reaksi mental yang abnormal merupakan utama timbulnya gangguan mental tersebut; meliputi jenis, biderajat, serta lamanya gangguan. Oleh sebab itu pada setiap gangguan mental posttrauma perlu dikaji elemen-elemen dasarnya yang terdiri atas latar belakang mental dan emosi serta nilai relatif bagi yang bersangkutan atas jaringan atau organ yang terkena trauma.7,12 Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Kekerasan Kebijakan hukum pidana didalam penentuan berat ringannya luka tersebut didasarkan atas pengaruhnya terhadap kesehatan jasmani, kesehatan rohani, kelangsungan hidup janin di dalam kandungan, estetika jasmani, pekerjaan jabatan atau pekerjaan mata pencarian dan fungsi alat indera.9 Dalam KUHP, tindak pidana penganiayaan diatur dalam Pasal 351 – 358 KUHP. Dalam pasal ini hanya mengatur mengenai kekerasan fisik sedangkan kekerasan psikis tidak. Menurut yurispudensi, yang dimaksud dengan penganiayaan adalah dengan sengaja: - Menyebabkan perasaan tidak enak - Menyebabkan perasaan sakit; Menyebabkan luka Penentuan berat ringannya luka tersebut dicantumkan dokter dalam bagian 6

kesimpulan VeR berupa kualifikasi luka. Kualifikasi luka tersebut adalah: 1. Luka Ringan Luka ringan adalah luka yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan dalam menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencariannya. Hukuman terhadap luka ringan ini tercantum pada pasal 352 ayat 1 KUHP yang berbunyi Kecuali yang tersebut pada pasal 353 dan 356, maka penganiyaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian, diancam, sebagai penganiayaan ringan, dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.10 2. Luka Sedang Luka sedang adalah luka yang menimbulkan penyakit atau halangan dalam menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencariannya untuk sementara waktu. Hukuman dapat dijatuhkan berdasarkan pasal 351 ayat 1 KUHP yang berbunyi penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.10 3. Luka Berat Luka berat adalah sebagaimana tercantum di dalam pasal 90 KUHP yaitu jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali, atau yang menimbulkan bahaya maut, tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau

pekerjaan pencarian, kehilangan salah satu panca indera, mendapat cacat berat, menderita sakit lumpuh, terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih, gugur atau matinya kandungan seorang perempuan. Berdasarkan hasil pemeriksaan korban dalam kasus ini didapatkan luka bacok pada leher depan, bahu kiri atas, punggung kanan atas, dan tangan kanan, dapat disimpulkan bahwa luka disebabkan kekerasan tajam. Luka sudah mendapatkan perawatan berupa penjahitan dan penutupan luka dengan kassa. Dokter telah melakukan pemeriksaan penunjang berupa foto polos pada tangan kanan serta pemeriksaan laboratorium darah. Pada hasil pemeriksaan radiologi didapatkan Fraktur metacarpal manus dextra dan soft tissue swelling di sekitar fraktur. Telah dipasang satu buah metal pin sebagai tatalaksana fraktur. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil bermakna yaitu peningkatan nilai leukosit sebelas ribu empat ratus per mikroliter. Luka pada pasien ini termasuk kategori luka berat akibat luka tersebut dapat menimbulkan cacat berat. Pada korban ini kriteria luka berat diatur dalam pasal 90 KUHP. Tindak pidana penganiayaan berat diatur dalam Pasal 354 KUHP ayat (1) menjelaskan barang siapa sengaja melukai berat orang lain, diancam karena melakukan penganiayaan berat dengan pidana penjara paling lama delapan tahun atau Pasal 355 KUHP ayat (1) menjelaskan penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun. Jika usia korban belum mencapai 18 tahun, maka secara hukum 7

dikategorikan sebagai anak. Pelaku penganiayaan anak dapat dijerat dengan Pasal 76C , Pasal 80 ayat (1) UndangUndang No. 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak. Pasal 76C UU No. 35 tahun 2014 berbunyi setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan Kekerasan terhadap Anak. Dalam UU No. 35 tahun 2014 pasal 80 ayat 1 dijelaskan Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76C, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).11

Tinjauan Medikolegal Terhadap Visum et Repertum korban hidup Seorang dokter, dalam tugas sehariharinya, selain melakukan pemeriksaan diagnostik juga memberikan pengobatan dan perawatan kepada pasien serta mempunyai tugas melakukan pemeriksaan medis untuk membantu penegakan hukum, baik untuk korban hidup maupun korban mati. Pemeriksaan medis untuk tujuan membantu penegakan hukum antara lain adalah pembuatan Visum et Repertum (VeR) terhadap seseorang yang dikirim oleh polisi atau penyidik karena diduga sebagai korban suatu tindak pidana atau terdapat kecurigaan kemungkinan adanya tindak pidana. Visum et Repertum adalah keterangan tertulis yang dibuat dokter atas permintaan tertulis (resmi) penyidik tentang pemeriksaan medis terhadap seseorang manusia baik hidup maupun mati ataupun bagian dari tubuh manusia, berupa temuan dan interpretasinya, di bawah sumpah dan untuk kepentingan peradilan.

Visum et Repertum adalah hasil pemeriksaan seorang dokter, tentang apa yang dilihatnya, apa yang diketemukannya, dan apa yang ia dengar, sehubungan dengan seseorang yang luka, seseorang yang terganggu kesehatannya, dan seseorang yang mati. Dari pemeriksaan tersebut diharapkan akan terungkap sebabsebab terjadinya kesemuanya itu dalam kaitannya dengan kemungkinan telah terjadinya tindak pidana.12 Visum et Repertum turut berperan dalam proses pembuktian suatu perkara pidana terhadap kesehatan dan jiwa manusia, dimana Visum et Repertum menguraikan segala sesuatu tentang hasil pemeriksaan medis yang tertuang di dalam bagian pemberitaan, yang karenanya dapat dianggap sebagai pengganti barang bukti.13 Pada kasus ini, korban sudah melaporkan peristiwa penganiayaan yang menimpa dirinya ke polisi, polisi membuat surat permintaan visum (SPV) untuk permohonan pembuatan Visum et Repertum. Hasil pemeriksaan yang telah dilakukan seorang dokter kemudian dituangkan ke dalam VeR. VeR dapat digunakan sebagai alat bukti yang sah di pengadilan guna menyelesaikan permasalahan hukum korban. Visum pada Korban Hidup Dalam hal korban tindak pidana penganiayaan atau akibat kelalaian orang lain maka bantuan dokter diperlukan untuk membuktikan ada tidaknya luka, benda penyebab, cara benda tersebut dapat menimbulkan luka, serta dampak atau pengaruh luka tersebut. Pada korban hidup luka akibat penganiayaan melibatkan dua aspek, yaitu aspek medik dan aspek yuridis.9 Kewajiban dokter dalam membantu proses peradilan diatur dalam KUHAP 8

Pasal 133: “Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.” Sementara itu pasal 2 menyatakan “Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pembedahan mayat”.14 Dalam pembuatan Visum et Repertum, seorang dokter perlu memahami kaidah-kaidah maupun dasar hukum dari pembuatan Visum et Repertum itu sendiri. Beberapa hal penting yang harus diingat bahwa Visum et Repertum dapat dibuat oleh dokter apabila ada surat permintaan resmi oleh penyidik yang berwenang. Permintaan dari penyidik sebagaimana yang dimaksud merupakan suatu kewajiban bagi dokter yang diminta untuk membuat Visum et Repertum dan bersifat mutlak Tetap mengutamakan keselamatan dan

Klasifikasikan jenis luka dan perawatan luka yang sudah dilakukan sesuai dengan ketentuan

perundangan

yang

berlaku.

Apabila di daerah tersebut terdapat dokter spesialis forensik, maka dokter dapat merujuk pasien kepada dokter tersebut maupun ahli lainnya apabila diperlukan dengan berkoordinasi dengan penyidik

Kesimpulan Berdasarkan

hasil

Visum

et

Repertum disimpulkan bahwa pada tubuh korban didapatkan tanda-tanda kekerasan tajam berupa luka bacok pada leher depan, bahu kiri atas, punggung kanan atas, dan tangan kanan dimana luka tersebut dapat menimbulkan

cacat

berat.

Pelaku

penganiayaan berat dapat dikenakan pidana pasal 354 KUHP atau pasal 355 KUHP. Pada kasus dimana melibatkan anak usia kurang dari delapan belas tahun, dikenakan Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak Pasal 76C, Pasal 80 ayat (1).

kesejahteraan hidup korban hidup dan memberikan pelayanan kesehatan secara paripurna di samping pembuatan Visum et Repertum. Membuat Visum et Repertum sesuai dengan ketentuan umum dan struktur yang baku dan hanya menyerahkan Visum et Repertum tersebut kepada penyidik yang berwenang.

Daftar Pustaka 1. kbbi.kata.web.id. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Diakses pada 8 Maret 2021, dari https://kbbi.kata.web.id/penganiayaan/. 2. Muladi dan Barda Nawawi, Teori-Teori Dan Kebijakan Pidana, Penerbit Almuni bandung 1984, hlm 30.

9

3.

Leden

Terhadap

Marpaung,

Tindak

Nyawa

dan

Pidana

7. Baxter, C. The Normal Healing Process.

Tubuh

In: New Directions in Wound Healing. NJ:

Pemberantasan dan Prevensinya) Sinar

E.R. Squlbb & Sons, Inc. Princeton. 1990.

Grafika, Jakarta 2002, hlm 5.

8. Kaplan, N. E., Hentz, V. R. Emergency

4. hukumonline.com. (2013, 4 April).

Management of Skin and Soft Tissue

Perbuatan-perbuatan

Wounds. Little Brown. Boston.

yang

Termasuk

Penganiayaan. Diakses pada 8 Maret 2021,

9. Dahlan S. Ilmu Kedokteran Forensik:

dari

Pedoman

Bagi

https://www.hukumonline.com/klinik/detai

Hukum.

Semarang:

l/ulasan/lt515867216deba/perbuatan-

Universitas Diponegoro. 2000.

perbuatan-yang-termasuk-penganiayaan/

10. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

5. Suara.com. (2020, 24 Agustus). Miris!

11. hukumonline.com. (2016, 22 Maret).

Sepanjang

Kasus

Pasal untuk Menjerat Pacar yang Suka

Kekerasan Terhadap Anak. Diakses pada 8

Menganiaya Pasangannya. Diakses pada 8

Maret

Maret

2020

Ada

4.116

2021,

dari

Dokter

dan

Penegak

Badan

Penerbit

2021,

dari

https://www.suara.com/news/2020/08/24/1

https://www.hukumonline.com/klinik/

05850/miris-sepanjang-2020-ada-4116-

12. Abraham S, Arif RS, Bambang PN,

kasus-kekerasan-terhadap-anak?page=all

Gatot S, et al. Tanya Jawab Ilmu

6. Wijoyo, S., Gatot, S. 2016. ‘Laporan

Kedokteran Forensik. Semarang: Badan

Kasus: Aspek Medikolegal pada Kasus

Penerbit Universitas Diponegoro; 2012.

Penganiayaan Korban Hidup’. Majalah Kedokteran UKI. P: 179-188.

10

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF