Makalah Pendidikan Indonesia Ki Hajar Dewantara

October 29, 2024 | Author: Anonymous | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Makalah Pendidikan Indonesia Ki Hajar Dewantara...

Description

MAKALAH FILOSOFI PENDIDIKAN KI HAJAR DEWANTARA Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Filosofi Pendidikan Indonesia

Disusun oleh: Aisyahnurfitriah P P H

(223125915591)

Laras Setyowati

(223125715647)

Milda Desyana

(223125915588)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS SEKOLAH PASCASARJANA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA 2022

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Dewasa ini kerusakan moral bangsa sudah dalam tahap mencemaskan, baik birokrasi pemerintahan, aparat penegak hukum, bahkan di dunia pendidikan. Jika hal ini dibiarkan, negara akan menuju ke arah kehancuran. Pendidikan nasional mengemban tugas mengembangkan manusia Indonesia menjadi manusia yang utuh dan memiliki karakter baik. Sekolah memiliki tugas sebagai tempat untuk menyiapkan para siswa yang berkarakter agar dapat bertahan pada era global. Tujuan diberlakukannya mata pelajaran matematika pada Kurikulum Merdeka agar peserta didik menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab sesuai yang termuat dalam Profil Pelajar Pancasila. Untuk mencapai tujuan tersebut digunakan berbagai strategi, pendekatan, dan model pembelajaran. Sesuai dengan tujuan pendidikan dan karakteristik, matematika dapat menjadi wahana untuk menanamkan karakter siswa. Dengan menerapkan metode pembelajaran yang bermuatan nilai-nilai yang digali dari budaya bangsa sendiri, akan terbentuk SDM yang berkompeten dan berkarakter baik. Kami ingin menggali gagasan dari tokoh pendidikan Indonesia yang hari lahirnya diperingati sebagai hari Pendidikan Nasional, yaitu Ki Hajar Dewantara. Beliau mendirikan Perguruan Taman Siswa sebagai tombak awal merdekanya pendidikan di Indonesia. Selain itu, terdapat tiga semboyan yang masih diterapkan pada sistem pendidikan Indonesia, yaitu “ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani”. 2. Rumusan Masalah Berpijak dari Latar Belakang di atas dapat dirumuskan menjadi a. Apa makna dari 3 semboyan Ki Hajar Dewantara? b. Bagaimana penerapan dari masing-masing semboyan dalam kegiatan pembelajaran? c. Bagaimana mengorelasikan penerapan 3 semboyan dengan referensi-referensi lainnya?

3. Tujuan Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuannya adalah a. Mendeskripsikan 3 semboyan Ki Hajar Dewantara b. Menyajikan contoh penerapan dari masing-masing semboyan dalam kegiatan pembelajaran. c. Mengorelasikan penerapan 3 semboyan dengan referensi-referensi lainnya.

PEMBAHASAN

1. Kajian Teori Ki Hajar Dewantara mencetuskan tiga semboyan yang dikenal sebagai Trilogi Pendidikan, yaitu, “Ing Ngarsa Sung Tuladha (di depan memberi teladan), Ing Madya Mangun Karsa (di tengah menciptakan peluang untuk berprakarsa dengan menjadi fasilitator), Tut Wuri Handayani (di belakang memberi dorongan dengan menjadi evaluator dan motivator). Jika dimaknai dengan seksama isi semboyan tersebut, maka dapat diartikan bahwa peran guru sebagai akar dan ujung tombak dalam menjalankan roda pendidikan nasional di Indonesia. Adapun makna Trilogi Pendidikan Ki Hajar Dewantara dalam Buku Bagian Pertama Cetakan 2 tahun 1977 adalah sebagai berikut: a. Ing Ngarsa Sung Tuladha Ing Ngarsa artinya di depan, Sun singkatan dari kata ini dalam bahasa Jawa yaitu Insun artinya aku atau saya, dan Tuladha bisa diartikan sebagai contoh atau teladan. Jadi arti dari Ing Ngarsa Sun Tuladha adalah ketika guru berada di depan maka harus menjadi contoh atau teladan. Dari semboyan tersebut, Ki Hajar Dewantara menunjukkan bahwa “menjadi seorang pendidik bukan hanya sekedar menjadi pemimpin tetapi harus memiliki akhlak yang baik sehingga dapat menjadi contoh yang baik bagi anak didiknya”. Dengan kata lain, memberikan gambaran bahwa menjadi seorang pemimpin atau tenaga pendidikan harus memiliki kepribadian yang baik agar dapat dijadikan sebagai tauladan yang baik untuk orang-orang yang berada di sekitarnya. Menurut Natalia (2015), semboyan ini memiliki makna bahwa sebagai guru harus dapat memberi contoh yang baik di berbagai macam hal contohnya tutur kata, sikap, sopan santun, perilaku dan lain-lain. Jadi dapat disimpulkan bahwa perilaku anak didik dapat dipengaruhi oleh gurunya, maka dari itu sebagai guru harus selalu mengintropeksi diri apakah mereka sudah benar-benar memberikan contoh yang baik kepada anak didiknya atau hanya sebatas menyampaikan ilmu tanpa mengajarkan akhlak yang baik pula. b. Ing Madya Mangun Karsa Ing Madya memiliki arti yang ditengah, Mangun memiliki arti bangkit atau membangkitkan, sedangkan Karsa dapat diartikan sebagai suatu bentuk kemauan atau niat. Jadi, Ing Madya Mangun Karsa dapat diartikan di tengah membangkitkan niat. Dari arti

tersebut dapat dikatakan bahwa seorang guru ketika berada di tengah-tengah kegiatan atau kesibukan harus memiliki kemampuan untuk dapat membangkitkan semangat dan memberikan inovasi baru dilingkungannya dengan cara menciptakan suasana baru yang membuat orang lain lebih nyaman. Seorang guru tidak anjurkan untuk bersikap membatasi dirinya atau bahkan menganggap bahwa anak didiknya adalah sosok makhluk yang lebih rendah ketimbang dirinya. Oleh sebab itu, bangsa Indonesia perlu mewarisi buah pemikiran Ki Hajar demi untuk menciptakan kemajuan bangsa secara keseluruhan tanpa membedabedakan dari segi keyakinan, adat istiadat, maupun status ekonomi. Karena manusia yang cerdas adalah manusia yang mendidik. (Hidayat, 2022) Menurut Natalia (2015), semboyan ini memberikan sebuah batasan-batasan seorang guru agar tidak menganggap siswa sebagai makhluk rendah dibawah gurunya. Dari semboyan ini kita dapat mengetahui bahwa sebagai guru harus mampu menjadi sosok teman yang dapat merangkul anak didiknya. Hal ini bertujuan untuk membangkitkan dan membentuk niat peserta didiknya untuk selalu menjadikan gurunya itu menjadi sosok panutan, karena hal sekecil apapun yang keluar dari sosok panutannya itu, maka akan menjadi sebuah acuan untuk anak didiknya. c. Tut Wuri Handayani Tut Wuri berarti mengikuti dari belakang, sedangkan Handayani bermakna memberikan dorongan moral. Tut Wuri Handayani dapat diartikan dari belakang memberi dorongan. Disini maksud dari semboyan tersebut yaitu dari belakang kita harus memberikan dorongan atau semangat moral. Adanya semangat moral menjadikan seseorang lebih termotivasi, jadi adanya dorongan semangat moral ini sangat dibutuhkan. Semboyan ini memiliki tujuan untuk menciptakan pribadi yang lebih mandiri dan juga tidak memiliki ketergantungan kepada orang lain. Diharapkan dapat menciptakan generasi baru yang lebih kompeten. Dalam Hidayat (2022) mengutip pada Buku Cetakan 2 (1977), “Guru tak layak disebut sebagai pendidik jika hanya sebagai penonton saja dibelakang anak didik tanpa adanya suatu tindakan berupa dorongan.” Semboyan ini memiliki makna bahwa seorang guru harus senantiasa memberikan motivasi positif untuk seluruh anak didiknya. Hal ini diperkuat dengan adanya teori menurut Abraham Maslow seorang pakar psikologi mengatakan bahwa manusia sangat dipengaruhi oleh motivasi. Oleh sebab itu, Guru diharapkan mampu membangkitkan motivasi para anak

didiknya demi mewujudkan cita-citanya. Sehingga yang menjadi tugas guru adalah membantu siswa untuk mengembangkan, menemukan, dan mencari kemampuan-kemampuan yang mereka miliki. (Natalia, I. G. A. K., 2015) 2. Pemaparan Data Berdasarkan best practice yang dialami, kami membaginya menjadi 3 sesuai dengan semboyan Ki Hajar Dewantara. Pertama, ing ngarsa sung tuladha, guru menyontohkan kepada peserta didik untuk mengucap salam ketika memasuki dan meninggalkan ruangan, menyapa dan tersenyum ketika bertemu dengan warga sekolah, masuk kelas tepat waktu, memungut dan membuang sampah pada tempatnya, berpakaian rapi dan sopan, betutur kata yang sopan saat berinteraksi dengan warga sekolah. Kedua, ing madya mangun karsa, guru sebagai fasilitator membersamai peserta didik untuk meningkatkan motivasinya. Contoh kegiatannya adalah ketika diskusi kelas guru membimbing peserta didik dalam menemukan suatu konsep, guru memberikan kesempatan pada peserta didik untuk mengutarakan perasaan yang dialami dan memberikan feedback, guru memberikan informasi terkait lomba-lomba sesuai dengan minat dan potensi peserta didiknya (misalkan: informasi lomba OMVN, KSN, lomba internal sekolah), guru menyediakan pojok baca untuk siswa Sekolah Dasar untuk membangkitkan motivasi berliterasi. Ketiga, tut wuri handayani, guru berperan sebagai evaluator dan motivator di dalam pembelajaran. Sebagai evaluator, guru mengevaluasi sekaligus mengarahkan apabila peserta didik melakukan kegiatan yang kurang sesuai dengan aturan yang dibuat. Contohnya adalah kegiatan jum’at evaluasi yaitu mengevaluasi kegiatan peserta didik yang dilakukan selama senin-jum’at dan memberikan arahan untuk perbaikan kedepannya. Sebagai motivator, guru menyampaikan motivasi agar peserta didik bisa mengembangkan potensinya dan mewujudkan cita-citanya. Contohnya adalah ketika guru memberi motivasi moral dan arahan pada peserta didik yang mengikuti lomba kejuaraan renang, motivasi yang disampaikan adalah jangan putus asa apapun nanti hasilnya, berikan yang terbaik versimu tetapi jangan lupakan kewajibanmu sebagai pelajar.

3. Pembahasan Kusumastita (2020) menganggap bahwa profesionalitas tenaga pendidik yang ada di Indonesia dianggap masih sangat kurang dan belum memadai. Banyak terjadi tenaga pendidik yang sangat kurang memiliki profesionalitas salah satu contohnya dalam hal telat ketika masuk sekolah. Sebenarnya ini bukan masalah sepele, hal inilah yang akan memicu kontra antara tenaga pendidik dengan siswa. Jika seorang tenaga pendidiknya saja sudah tidak bisa tepat waktu atau seenaknya sendiri, maka kebanyakan peserta didiknya pun juga mengikuti apa yang telah dilakukan oleh tenaga pendidik tersebut (Mustofa, 2007). Perlu kiranya menampilkan kembali sosok tenaga pendidik sebagaimana semboyan Ing Ngarsa Sung Tuladha yaitu sebagai teladan yang memiliki kapabiltas serta kompetensi yang berorientasi pada perubahan sosial dalam kependidikan. Seperti yang disampaikan oleh Ki Hajar Dewantara bahwa “sebagai aktor sosial yang selalu bersentuhan dan berdialog dengan realitas sosial guna menemukan sebuah solusi setiap persoalan dalam dunia pendidikan”. Sehingga, kegiatan tersebut sudah sesuai dengan best practice yang telah dilakukan merupakan solusi masalah diatas. Asas kepemimpinan ing madya mangun karsa memiliki arti bahawa seorang pemimpin ketika berada di tengah-tengah anggotanya, pemimpin di harapkan dapat menumbuhkan semangat bagi anggotanya (Dewantara, 1964 dalam Wenti Suparti, 2013: 54). Selain itu, Hidayat (2022) berpendapat bahwa semboyan ing madya mangun karsa ini mengharuskan para tenaga pendidik untuk ikut andil dalam kehidupan peserta didiknya, misalnya ia menjadi seorang teman baik atau sahabat ditengah-tengah para peserta didik. Jadi, meskipun pada hakikatnya seorang tenaga pendidik memiliki pangkat dan derajat lebih tinggi dari peserta didiknya mereka tidak diperbolehkan bersikap sewenang-wenang. Kegiatan tersebut juga relevan dengan best practice yang telah dilakukan dimana guru ikut membersamai dan memfasilitasi peserta didik dalam segala aspek. Mengutip Hidayat (2022), semboyan ini dimaknai sebagai dukungan dan motivasi yang dibutuhkan oleh setiap peserta didik dalam proses belajarnya, terlepas dari kemampuan dan keterampilan yang dimilikinya. Seharusnya setiap tenaga pendidik mampu memahami hal tersebut sehingga tidak akan terjadi kesenjangan antara peserta didik dan tenaga pendidik dalam dunia pendidikan. Penguatan nilai-nilai pendidikan melalui trilogi pendidikan Ki Hadjar Dewantara dinilai sangat penting, karena makna yang terkandung di dalamnya tidak sekedar tertuju pada sistem atau kurikulum melainkan juga kepada tenaga pendidik. Dimana tenaga

pendidik merupakan aktor utama dalam dunia pendidikan yang bertanggungjawab atas kepribadian dan pengetahuan para peserta didik Gagasan ini sesuai dengan best practice yang telah kami terapkan pada peserta didik kami.

PENUTUP

Berdasarkan best practice dan kajian teori yang telah disajikan mengenai konsep semboyan pendidikan Ki Hajar Dewantara, maka peneliti menyimpulkan sebagai berikut : Pertama, semboyan yang dirumuskan oleh Ki Hajar Dewantara, yaitu ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, dan tut wuri handayani berperan penting dalam pendidikan nasional Indonesia. Ing ngarsa sung tuladha bermakna bahwa seorang pendidik ketika berada di depan harus memiliki jiwa kemimpinan sehingga dapat memberikan contoh/tauladan pada peserta didiknya. Ing madya mangun karsa, menyiratkan bahwa ketika berada di tengah atau dengan kata lain membersamai peserta didiknya, guru harus mampu menjadi fasilitator yang mana bertujuan untuk meningkatkan motivasinya. Dan, tut wuri handayani, mengimplementasikan pada kemampuan guru unuk menjadi evaluator sekaligus evaluator. Dari ketiga semboyan tersebut diharapkan guru mampu membangkitkan dan membimbing peserta didik dalam mencapai dan mensejahterkan kehidupannya di mas mendatan. Kedua¸ ajaran dan pemikiran Ki Hajar Dewantara sangatlah mulia, sehingga seorang diharapkan bahwa guru bisa menjadi panutan bagi peserta didiknya. Oleh sebab itu, pendidikan harus berhubungan dengan upaya nyata pengajaran dan pendidikan. Individu yang terdidik mampu menghadapi dan beradaptasi di tengah perkembangan di era teknologi informasi ini. Artinya, individu tersebut tidak akan terkena dampak negatif dari perkembangan zaman. Individu yang memiliki budi pekerti atau yang merdeka batinnya adalah individuyang cerdas sekaligus benar tindakannya dan bermoral perilakunya serta menghormati nilai-nilai kemanusiaan, baik dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan sosial. Karena kesadaran akan pentingnya menghormati martabat kehidupan yang dipercaya juga menjadi rasa hormat pada pencipta kehidupan.

DAFTAR PUSTAKA

Dewantara, K. H. (1977). Bagian Kedua: Pendidikan, Cet. 2. Yogyakarta: Majelis Luhur Taman Siswa. Hidayat, M. Y. (2022). Konsep Trilogi Pendidikan Menurut Ki Hajar Dewantara Dan Relevansinya Dengan Pendidikan Di Era Teknologi Informasi. Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia. Kusumastita, I. I. (2020). Implementasi Trilogi Pendidikan Ki Hajar Dewantara Untuk Tenaga Pendidik Di Indonesia. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran, 109. Mustofa. (2007). Upaya Pengembangan Profesionalisme Gudu Di Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Pendidikan, Col 4 No.1, (pp. 76-88). Natalia, I. (2015). Implementasi Pandangan Ki Hajar Dewantara Pada Pembelajaran Matematika. Seminar Nasional FMIPA UNDHIKSA V (pp. 185-187). Bali: Undhiksa. Suparti, W. (2013). Implementasi trilogi ki hajar dewantara dalam kepemimpinan kepala sekolah di SMA taman madya ibu pawayitan Yogyakarta. Naskah Publikasi. Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan: UIN Sunan Kali Jaga Yogyakarta. Wijayanti, W. (2019). Implementasi Trilogi Kepemimpinan (Ki Hajar Dewantara) di Madrasah Tsanawiyah. Media Manajemen Pendidikan, 185-187.

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF