Laporan Kasus STEMI

June 21, 2024 | Author: Anonymous | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Laporan Kasus STEMI...

Description

LAPORAN KASUS ST Segment Elevation Myocardial Infarction (STEMI)

Disusun Oleh: 1. Andra Pratama

(140100134)

2. Setia Ningrum Wibisana

(140100120)

3. Bahrina Hadani Lubis

(140100025)

Supervisor: dr. Abdul Halim Raynaldo, Sp.JP

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER DEPARTEMEN KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2019

1

LEMBAR PENGESAHAN

Telah dibacakan pada Tanggal Nilai

: :

Medan, 2 Januari 2019 Penguji

dr. Abdul Halim Raynaldo, Sp.JP

2

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini dengan judul “ST Segment Elevation Myocardial Infarction”. Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Kardiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing, dr.Abdul Halim Raynaldo, Sp.JP, yang telah meluangkan waktunya dan memberikan banyak masukan dalam penyusunan laporan kasus ini sehingga dapat selesai tepat pada waktunya. Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan baik isi maupun susunan bahasanya. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai masukan dalam penulisan laporan kasus selanjutnya. Semoga makalah laporan kasus ini bermanfaat, akhir kata penulis mengucapkan terimakasih.

Medan,2 Januari 2019

Penulis

3

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ i KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iv DAFTAR TABEL ..................................................................................................v BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .........................................................................................1 1.2 Tujuan ......................................................................................................2 1.3 Manfaat ....................................................................................................2 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Fungsi Jantung....................................................................3 2.2 STEMI ......................................................................................................7 2.2.1 Definisi .............................................................................................7 2.2.2 Faktor resiko ....................................................................................7 2.2.3 Patofisiologi ...................................................................................12 2.2.4 Gambaran klinis .............................................................................18 2.2.5 Diagnosa.........................................................................................18 2.2.6 Tatalaksana.....................................................................................20 BAB III. STATUS ORANG SAKIT ...................................................................23 BAB IV. FOLLOW UP ........................................................................................32 BAB V. DISKUSI KASUS ...................................................................................36 BAB VI. KESIMPULAN .....................................................................................39 DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................40

4

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Sirkulasi sistemik dan pulmoner ..........................................................3 Gambar 2.2 Sistem Impuls listrik jantung................................................................4 Gambar 2.3 Fase awal disfungsi endotel................................................................14 Gambar 2.4 Pembentukan Fatty streak ..................................................................15 Gambar 2.5 Pembentukan lesi aterosklerotik semakin kompleks ..........................16 Gambar 2.6 Ruptur Plak .........................................................................................17 Gambar 3.1 Hasil EKG ..........................................................................................26 Gambar 3.2 Hasil Foto Thoraks .............................................................................27 Gambar 3.3 Hasil Angiografi Koroner...................................................................28 Gambar 3.4 Hasil Echocardiography .....................................................................29

5

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 lokasi infark berdasarkan sadapan EKG ................................................19 Guidline dosis Anti Platelet ...................................................................................21

6

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penyakit infark miokard merupakan gangguan aliran darah ke jantung yang menyebabkan sel otot jantung mati. Aliran darah di pembuluh darah terhenti setelah terjadi sumbatan koroner akut, kecuali sejumlah kecil aliran kolateral dari pembuluh darah di sekitarnya. Daerah otot di sekitarnya yang sama sekali tidak mendapat aliran darah atau alirannya sangat sedikit akan mengalami infark karena tidak dapat mempertahankan fungsi otot jantung (Guyton, 2007). Infark

Miokard

Akut

(IMA)

dengan

elevasi

ST

(ST

elevationmyocardialinfarction = STEMI) merupakan bagian dari spektrum sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri dari angina pectoris tak stabil, IMA tanpa elevasi ST, dan IMA dengan elevasi ST (Alwi, 2014). Sepertiga dari pasien STEMI mengalami kematian dalam waktu 24 jam setelah timbulnya iskemik. Tingkat kejadian ini diikuti oleh faktor risiko yang mempengaruhi prognosis pasien STEMI (Dewi etal., 2016). Di Indonesia pada tahun 2002, penyakit infarkmiokard akut merupakan penyebab kematian pertama, dengan angka mortalitas 220.000 (14%) (Torry, 2012). Tahun 2013, ± 478.000 pasien di Indonesia didiagnosa Penyakit Jantung Koroner. Saat ini, prevalensi STEMI meningkat dari 25% ke 40% dari presentasi InfarkMiokard (Depkes, 2013). Diagnosis IMA dengan elevasi segmen ST ditegakkan berdasarkan anamnesis nyeri dada yang khas dan gambaran EKG adanya elevasi ST >2 mm, minimal pada 2 sandapanprekordial yang berdampingan atau >1 mm pada 2 sandapan ekstremitas. Pemeriksaan enzim jantung terutama troponin T yang meningkat akan memperkuat. Kombinasi nyeri dada substernal>30 menit dan banyak keringat merupakan kecurigaan kuat adanya STEMI (Sudoyo, 2010).

7

1.2 Tujuan Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah : 1.

Untuk memahami tinjauan ilmu teoritis penyakit ST Elevasi MiokardInfark

2.

Untuk mengintegrasikan ilmu kedokteran yang telah didapat terhadap kasus ST elevasi miokardinfarkserta melakukan penatalaksanaan yang tepat, cepat, dan akurat sehingga mendapatkan prognosis yang baik

1.3 Manfaat Manfaat yang didapat dari penulisan laporan kasus ini adalah: 1.

Untuk lebih memahami dan memperdalam secara teoritis tentang penyakit ST Elevasi MiokardInfark.

2.

Sebagai bahan informasi dan pengetahuan bagi pembaca mengenai ST Elevasi MiokardInfark

8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fungsi Jantung Jantung manusia besarnya hanya segenggam tangan kirinya. Jantung berdenyut rata – rata 80x/menit, 100.000x/hari, 40 juta kali dalam setahun. Jantung memompa darah, dan melalui arteri didistribusikan ke seluruh tubuh untuk kemudian kembali ke jantung, sirkulasi semacam ini sering disebut sirkulasi tertutup. Darah terus berputar mengalir di dalam sistem sirkulasi tanpa henti. Apabila jantung berhenti berdenyut 8-10 menit saja, otak manusia akanmati. Secara umum sistem sirkulasi darah dalam tubuh manusia dibagi menjadi dua, yaitu : Sirkulasi Sistemik- aliran darah dari jantung kiri ke seluruh tubuh dan kembali ke jantung kanan; Sirkulasi Pulmoner- aliran darah dari jantung kanan ke paru – paru lalu kembali ke jantung kiri.

Gambar 2.1. Sirkulasi Sistemik dan Pulmoner

9

Jantung terpisah menjadi dua bagian, yaitu jantung bagian kanan dan jantung bagian kiri : Jantung bagian kanan- meliputi atrium kanan yang menampung darah rendah kandungan oksigen dan tinggi CO2 dari seluruh tubuh melalui vena cava superior dan inferior. Melewati katup tricuspid darah dialirkan ke ventrikel kanan pada fase diastole, dan selanjutnya dipompa oleh ventrikel kanan melalui arteri pulmonalis dialirkan ke paru – paru pada fasesistol. Jantung kiri- meliputi atrium kiri yang menampung darah kaya oksigen dari paru – paru meliputi vena pulmonalis. Melewati katup bicuspid (mitral) darah dialirkan ke ventrikel kiri pada fase diastole dan selanjutnya dipompa oleh ventrikel kiri ke aorta pada fase sistol dan di distribusikan keseluruh tubuh melalui system pembuluh darah (termasuk arteri, arteriole, dan kapiler). Penggerak pompa jantung adalah stimulasi oleh aliran listrik jantung. Pompa jantung yang baik memerlukan system stimulasi elektrik jantung yang baik pula. Duet kerja yang baik ini akan menjaga kelangsungan hidup manusia. Oleh karena itu, kelainan yang menyebabkan permasalahan pada kedua hal tersebut perlu di temu kenali denganbaik.

Gambar 2.2. Sistem Impuls Listrik Jantung

10

Mekanisme sistol dan diastole adalah suatu proses yang diarahkan oleh impuls system saraf – saraf yang berjalan berurutan. Seluruh rangkaian kejadian yang menyebabkan kontraksi dan relaksasi bergantian, dapat diringkas dalam tiga tahap -

Saraf vagus merangsang simpul sinoatrial (SAN), pusat pacu jantung. Simpul sinoatrial (SAN) terletak di dinding bagian atas atrium kanan, didekat pangkal vena kava, terdiri dari sel – sel khusus. Dalam keadaan biasa, impuls yang dikeluarkan oleh SAN berirama kurang lebih 70 kali setiap menit. Impuls yang tersebar di seluruh otot atrium, menyebabkan kontraksi simultan kedua atrium kanan dan kiri, dan mendorong darah memasuki ventrikel (melalui katup tricuspid dan bicuspid/mitral).

-

Kontraksi atrium mengirimkan impuls – impuls yang pada gilirannya merangsang simpul atrioventrikuler (AVN). Simpul atrioventrikuler adalah massa otot jantung yang termodifikasi, terletak di bagian bawah/tengah atrium kanan jantung. “Bundle of His” adalah seikat serat otot jantung yang termodifikasi, berfungsi meneruskan impuls dari AVN keventrikel.

-

Potensi rangsangan dari impuls yang dikirimkan ke serat Purkinje mencapai cabang kanan dan kiri dari serat Purkinje. Hal ini menyebabkan ventrikel berkontraksi, mendorong darah keluar dari jantung menuju arteri (arteri pulmonalis membawa darah ke paru – paru, dan aorta membawa darah ke seluruhtubuh). Kejadian ini dimungkinkan, karena otot jantung mempunyai empat

kemampuan,

yaitu

automaticity,

conductivity,

excitability,

dan

contractility.Sistem pembuluh darah. Arteri (pembuluh nadi) merupakan pembuluh yang membawa darah keluar dari jantung, dindingnya tebal, terdiri atas tiga lapis, yaitu tunikaadventitia (lapisan paling luar) yangtersusun dari jaringan penyambung; tunikamedia (lapisan tengah) yang tersusun atas otot polos dan jaringan elastis; tunika intima (lapisan paling dalam) yang tersusun atas selendothelial. Arteri membentuk cabang – cabang lebih kecil yang disebut arteriole, berdiameter 10-100 mikrometer, yang diinervasi dan dikelilingi oleh sel otot

11

polos. Arteriole ini membentuk cabang – cabang lebih kecil lagi yang ujung – ujungnya berhubungan langsung dengan sel – sel tubuh, disebut kapiler. Kapiler berdiameter sekitar 5-8 mikrometer, tidak diinervasi dan tidak memiliki otot polos. Satu arteriole dapat melayani ratusan kapiler. Kapiler berfungsi menghantarkan oksigen dan nutrient ke sel – sel, dan mengambil produk sisa yang tidak dibutuhkan lagi untuk dikirim ke venule dan selanjutnya dialirkan melalui vena kembali kejantung. Vena (pembuluh balik) merupakan pembuluh yang membawa darah kembali ke jantung. Vena merupakan pembuluh berdinding tipis, kurang elastis, lumennya lebih besar daripada arteri. Pembuluh ini mempunyai beberapa katup untuk mencegah agar darah tidak berbalik arah. Vena bercabang – cabang membentuk venule, yang kemudian membentuk cabang – cabang lebih kecil, disebut kapiler. Vena yang berhubungan langsung dengan jantung dikenal dengan vena cava. Vena mengandung darah kaya CO2, kecuali vena pulmonalis yang mengandung banyak oksigen. Sirkulasi koroner meliputi seluruh permukaan jantung, membawa oksigen dan nutrisi untuk miokardium melalui cabang – cabang intramiokardial yang kecil – kecil. Karena itu, bila ada penyempitan yang bermakna pada arteri koroner, kerja jantung pasti akan terganggu. Keadaan ini yang disebut penyakit jantung koroner (PJK), penyebab sebagian besar kematian kardiovaskular pada manusia di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. CO2 dan sisa produk metabolism sel miokardium akan dialirkan melalui vena koronaria menuju sinus koronarius yang bermuara di atrium kanan. Darah dalam sistem kardiovaskular berperan sebagai media untuk transport, yang mengangkut berbagai elemen keperluan sel – sel tubuh. Pada orang dewasa, jumlah volume darah yang mengalir di dalam sistem sirkulasi berkisar 5-6 liter. Dari keseluruhan volume darah ini, 55% terdiri dari plasma, yaitu cairan yang mengandung elektrolit, protein, gula dan molekul lain, dan 40 – 45% adalahsel padat, terutama terdiri atas sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), dan platelet (trombosit) (Lily, 2012).

12

2.2

ST ElevationMyocardialInfarction (STEMI)

2.2.1

Definisi Infarkmiokard akut dengan elevasi ST (STEMI) terjadi jika aliran darah

koroner menurun secara mendadak akibat oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vaskuler, dimanainjuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid (Sudoyo, 2010).

2.2.2

Faktor Resiko Terdapat dua faktor resiko yang dapat menyebabkan penyakit arteri

koroner yaitu faktor risiko yang dapat dimodifikasi (modifiable) dan faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi (non-modifiable). Faktor risiko modifiable dapat dikontrol dengan mengubah gaya hidup dan kebiasaan pribadi, sedangkan faktor risiko yang nonmodifiable merupakan konsekuensi genetik yang tidak dapat dikontrol (Smeltzer, 2002). Menurut Muttaqin (2009) ada lima faktor risiko yang dapat diubah (modifiable) yaitu merokok, tekanan darah tinggi, hiperglikemia, kolesterol darah tinggi, dan pola tingkah laku. 2.2.2.1 Non-Modifiable 1) Usia Resikoaterosklerosis koroner meningkat seiring bertambahnya usia. Penyakit yang serius jarang terjadi sebelum usia 40 tahun. Faktor resiko lain masih dapat diubah, sehingga berpotensi dapat memperlambat proses aterogenik.Seluruh jenis penyakit jantung koroner termasuk STEMI yang terjadi pada usia lanjut mempunyai risiko tinggi kematian dan adverseevents.

2) Jenis Kelamin Laki-laki memiliki risiko lebih besar terkena serangan jantung dan kejadiannyalebih awal dari pada wanita.Morbiditas penyakit ini pada laki-laki lebih besar daripada wanita dan kondisi ini terjadi dan kondisi ini terjadi hampir 10 tahun lebih dini pada wanita.Studi lain menyebutkan wanita mengalami

13

kejadian infarkmiokard pertama kali 9 tahun lebih lama daripada lakilaki.Perbedaanonsetinfarkmiokard pertama ini diperkirakan dari berbagai faktor resiko tinggi yang mulai muncul pada wanita dan laki-laki ketika berusia muda. Wanita agaknya relatif kebal terhadap penyakit ini sampai menopause, dan kemudian menjadi sama rentannya seperti pria. Hal diduga karena adanya efek perlindungan esterogen.

3) Ras Ras kulit putih lebih sering terjadi serangan jantung daripada ras AfricanAmerican.Kelompok masyarakat kulit putih maupun kulit berwarna, lakilaki mendominasi kematian, tetapi lebih nyata pada kulit putih dan lebih sering ditemukan pada usia muda dari pada usia lebih tua. Insidensi kematian dini akibat penyakit jantung koroner pada orang Asia yang tinggal di Inggris lebih tinggi dibandingkan dengan populasi lokal dan juga angka yang rendah pada ras AfroKaribia.

4) Riwayat Keluarga Riwayat keluarga pada kasus penyakit jantung koroner yaitu keluarga langsung yang berhubungan darah pada pasien berusia kurang dari 70 tahun merupakan faktor risiko independen. Agregasi PJK keluarga menandakan adanya predisposisi genetik pada keadaan ini. Terdapat beberapa bukti bahwa riwayat keluarga yang positif dapat mempengaruhi usia onset PJK pada keluarga dekat.Faktorfamilial dan genetika mempunyai peranan bermakna dalam patogenesis PJK, hal tersebut dipakai juga sebagai pertimbangan penting dalam diagnosis, penatalaksanaan dan juga pencegahan PJK.

2.2.2.2 Modifiable 1) Hipertensi Risiko serangan jantung secara langsung berhubungan dengan tekanan darah, setiap penurunan tekanan darah diastolik sebesar 5 mmHg risikonya berkurang sekitar 16 %.Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140

14

mmHg dan atau tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg. Peningkatan tekanan darah sistemik meningkatkan resistensi vaskuler terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri. Akibatnya kerja jantung bertambah, sehingga ventrikel kiri hipertrofi untuk meningkatkan kekuatan pompa. Bila proses aterosklerosis terjadi, maka penyediaan oksigen untuk miokard berkurang. Tingginya kebutuhan oksigen karena hipertrofi jaringan tidak sesuai dengan rendahnya kadar oksigen yang

tersedia.Secara

sederhana

dikatakan

peningkatan

tekanan

darah

mempercepat aterosklerosis dan arteriosclerosis, sehingga rupture dan oklusi vaskuler terjadi 20 tahun lebih cepat daripada orang normotensi.

2) Diabetes Mellitus Diabetes Melitus akan menyebabkan proses penebalan membran basalis dari kapiler dan pembuluh darah arteri koronaria, sehingga terjadi penyempitan aliran darah ke jantung. Insiden serangan jantung meningkat 2 hingga 4 kali lebih besar pada pasien yang dengan diabetes melitus. Orang dengan diabetes cenderung lebih cepat mengalami degenerasi dan disfungsi endotel.Diabetesmellitus berhubungan dengan perubahan fisik - pathologi pada system kardiovaskuler. Diantaranya dapat berupa disfungsi endothelial dan gangguan pembuluh darah yang pada akhirnya meningkatkan risiko terjadinya coronaryarterydiseases (CAD).

3) Dislipidemia Abnormalitas kadar lipid serum yang merupakan faktor resiko adalah hiperlipidemia. Hiperlipidemia merupakan peningkatan kadar kolesterol atau trigliserida serum di atas batas normal. The National CholesterolEducation Program (NCEP) menemukan kolesterol LDL sebagai faktor penyebab penyakit jantung koroner. The CoronaryPrimaryPreventionTrial (CPPT) memperlihatkan bahwa penurunan kadar kolesterol juga menurunkan mortalitas akibat infarkmiokard. Dislipidemia

diyakini

sebagai

faktor

risiko

mayor

yang

dapat

dimodifikasiuntuk perkembangan dan perubahan secara progresif atas terjadinya

15

PJK.Kolesterol ditranspor dalam darah dalambentuk lipoprotein, 75 % merupakanlipoprotein densitas rendah (lowdensityliproprotein/LDL) dan 20 % merupakanlipoprotein densitas tinggi (highdensityliproprotein/HDL). Kadar kolesterol HDL lahyang rendah memiliki peran yang baik pada PJK dan terdapat hubungan terbalik antara kadar HDL dan insiden PJK. Peningkatan kadar lemak berhubungan dengan proses aterosklerosis. Berikut ini faktor risiko dari faktor lipid darah: total kolesterol plasma > 200 mg/dl, kadar LDL > 130 mg/dl, kadar trigliserid> 150 mg/dl, kadar HDL < 40 mg/dl.

4) Overweight dan Obesitas Overweight dan Obesitas meningkatkan resiko terkena penyakit jantung koroner. Sekitar 25-49% penyakit jantung koroner di negara berkembang berhubungan dengan peningkatan indeks massa tubuh (IMT). Overweight 2 2 didefinisikan sebagai IMT > 25-30 kg/m dan obesitas dengan IMT > 30 kg/m . Obesitas sentral atau obesitas abdominal adalah obesitas dengan kelebihan lemak berada di abdomen. Biasanya keadaan ini juga berhubungan dengan kelainan metabolik seperti peninggian kadar trigliserida, penurunan HDL, peningkatan tekanan darah, inflamasi sistemik, resistensi insulin dan diabetes melitus tipe II. Data dari Framingham menunjukkan bahwa apabilasetiap individu mempunyai berat badan optimal, akan terjadi penurunan insiden PJK sebanyak 25 % dan stroke/cerebrovascularaccident (CVA) sebanyak 3,5 %. Penurunan berat badan diharapkan dapat menurunkan tekanan darah, memperbaiki sensitivitas insulin, pembakaran glukosa dan menurunkan dislipidemia. Hal tersebut dapat ditempuh dengan cara mengurangi asupan kalori dan menambah aktifitas fisik.

5) Riwayat Merokok Merokok meningkatkan resiko terkena penyakit jantung koroner sebesar 50%. Orang yang tidak merokok dan tinggal bersama perokok (perokok pasif) memiliki peningkatan risiko sebesar 20 – 30 % dibandingkan dengan orang yang tinggal dengan bukan perokok. Di Inggris, sekitar 300.000 kematian karena penyakit

16

kardiovaskuler berhubungan dengan rokok.Penggunaan tembakau berhubungan dengan kejadian miokardinfark akut prematur di daerah Asia Selatan. Merokok sigaret menaikkan risiko serangan jantung sebanyak 2sampai 3 kali.Sekitar 24 % kematian akibat PJK pada laki-laki dan 11 % padaperempuan disebabkan kebiasaan merokok.Pemeriksaan yang dilakukan pada usia dewasa muda dibawah usia 34 tahun, dapat diketahui terjadinya atherosklerosis pada lapisan pembuluh darah (tunika intima) sebesar 50 %.Berdasarkan literatur yang ada hal tersebut banyak disebabkan karena kebiasaan merokok dan penggunaan kokain.

6) Faktor Psikososial Faktor psikososial seperti peningkatan stres kerja, rendahnya dukungan sosial, personalitas yang tidak simpatik, ansietas dan depresi secara konsisten meningkatkan

resiko

terkena

aterosklerosis.Stres

merangsang

sistem

kardiovaskuler dengan dilepasnya catecholamine yang meningkatkan kecepatan denyut jantung dan pada akhirnya dapat menimbulkan vasokonstriksi pembuluh darah koronaria.Beberapailmuwanmempercayai bahwa stress menghasilkan suatu percepatan dari prosesatherosklerosis pada arteri koroner. Perilaku yang rentan terhadap terjadinya penyakit koroner (kepribadian tipeA) antara

lain

sifat

agresif,

kompetitif,

kasar,

sinis,

keinginan

untuk

dipandang,keinginan untuk mencapai sesuatu, gangguan tidur, kemarahan di jalan, dan lain-lain.Baikansietas maupun depresi merupakan predictor penting bagi PJK.

7) Aktivitas Fisik Olah raga secara teratur akan menurunkan tekanan darah sistolik, menurunkan kadar katekolamin di sirkulasi, menurunkan kadar kolesterol dan lemak darah, meningkatkan kadar HDL lipoprotein, memperbaiki sirkulasi koroner dan meningkatkan percaya diri. Diperkirakan sepertiga laki-laki dan dua per tiga perempuan tidak dapatmempertahankan irama langkah yang normal pada kemiringan gradual (3 mph padagradient 5 %). Olah raga yang teratur berkaitan dengan penurunan insiden PJK sebesar 20 – 40 %.

17

Olah raga secara teratur sangat bermanfaat untukmenurunkan faktor risiko seperti kenaikan HDL-kolesterol dan sensitivitas insulin sertamenurunkan berat badan dan kadar LDL-kolesterol.Pada latihan fisik akan terjadi dua perubahan pada sistem kardiovaskuler,yaitu peningkatan curah jantung dan redistribusi aliran darah dari organ yang kurangaktif ke organ yang aktif.

8) Gaya Hidup Resiko terkena infarkmiokard meningkat pada pasien yang mengkonsumsi diet yang rendah serat, kurang vitamin C dan E, dan bahan-bahan polisitemikal. Mengkonsumsi alkohol satu atau dua sloki kecil per hari ternyata sedikit mengurangi resiko terjadinya infarkmiokard. Namun tidak semua literatur mendukung konsep ini, apabila mengkonsumsi alkohol berlebihan, yaitu lebih dari dua sloki kecil per hari, pasien memiliki peningkatan resiko terkena penyakit. Studi Epidemiologi yang dilakukan terhadap beberapa orang telah diketahui bahwa konsumsi alkohol dosis sedang berhubungan dengan penurunan mortalitas penyakit kardiovaskuler pada usia pertengahan dan pada individu yang lebih tua, tetapi konsumsi alkohol dosis tinggi berhubungan dengan peningkatan mortalitas penyakit kardiovaskuler.Peningkatan dosis alkohol dikaitkan dengan peningkatan mortalitas kardivaskuler karena aritmia, hipertensi sistemik, dan kardiomiopati dilatasi. 2.2.3

Patofisiologi Aterosklerosis SKA merupakan salah satu bentuk manifestasi klinis dari PJK akibat utama

dari proses atero trombosis selain stroke iskemik serta peripheral arterial disease (PAD). Aterotrombosis merupakan suatu penyakit kronik dengan proses yang sangat komplek dan multifaktor serta saling terkait. Aterotrombosis terdiri dari aterosklerosis dan trombosis. Aterosklerosis merupakan proses pembentukan plak (plak aterosklerotik) akibat akumulasi beberapa bahan seperti lipid-filledmacrophages (foamcells), massive extracellular lipid dan plak fibrous yang mengandung sel otot polos dan kolagen. Perkembangan

terkini

menjelaskan

aterosklerosis

18

adalah

suatu

proses

inflamasi/infeksi, dimana awalnya ditandai dengan adanya kelainan dini pada lapisan endotel, pembentukan sel busa dan fatty streaks, pembentukan fibrouscups dan lesi lebih lanjut, dan proses pecahnya plak aterosklerotik yang tidak stabil (Muchid dan Chusun, 2006). Proses pembentukan plak dimulai dengan adanya disfungsi endotel karena faktor-faktor tertentu. Pada tingkat seluler, plak terbentuk karena adanya sinyalsinyal yang menyebabkan sel darah, seperti monosit, melekat ke lumen pembuluh darah (Kleinschimdt, 2006).

1.

Inisiasi proses aterosklerosis: peran endotel Aterosklerosis merupakan proses pembentukan plak di tunika intima arteri

besar dan arteri sedang. Proses ini berlangsung terus selama hidup sampai akhirnya bermanifestasi sebagai SKA. Proses aterosklerosis ini terjadi melalui 4 tahap, yaitu kerusakan endotel, migrasi kolesterol LDL (low-density lipoprotein) ke dalam tunika intima, respons inflamatorik, dan pembentukan kapsul fibrosis (Kumar, 2009; Rosen, 2009; Antman, 2008). Faktor-faktor risiko yang sudah dipaparkan tadi dapat menyebabkan kerusakan endotel dan selanjutnya menyebabkan disfungsi endotel.Endotel berfungsi mengatur tonus vaskular dengan mengeluarkan faktor relaksasi yaitu nitrit oksida (NO) yang dikenal sebagai EndotheliumDerivedRelaxingFactor (EDRF), prostasiklin, dan faktor kontraksi seperti endotelin-1, tromboksan A2, prostaglandin H2. Pada disfungsi endotel, faktor kontraksi lebih dominan dari pada faktor relaksasi (Muchid dan Chusun, 2006).

Endotel yang mengalami disfungsi ditandai hal-hal sebagai berikut (Kumar dan Cannon, 2009): a. Berkurangnya bioavailabilitas nitrit oksida dan produksi endothelin-1 yang berlebihan, yang mengganggu fungsi hemostasis vaskuler b. Peningkatan ekspresi molekul adhesif (misalnya P-selektin, molekul adhesif antarsel,

dan

molekul

adhesif

sel

pembuluh

darah,

seperti

VascularCellAdhesion Molecules-1 [VCAM-1]) (Rosen dan Gelfand, 2009)

19

c. Peningkatan trombogenisitas darah melalui sekresi beberapa substansi aktif lokal.

Gambar 2.3 Fase awal disfungsiendotel(Rosen dan Gelfand, 2009) 2. Perkembangan proses aterosklerosis: peran proses inflamasi Jika endotel rusak, sel-sel inflamatorik, terutama monosit, bermigrasi menuju ke lapisan subendotel dengan cara berikatan dengan molekul adhesif endotel. Jika sudah berada pada lapisan subendotel, sel-sel ini mengalami diferensiasi menjadi makrofag(Scirica dan Morrow, 1999). Makrofag akan mencerna LDL teroksidasi yang juga berpenetrasi ke dinding arteri kemudian berubah menjadi sel foam dan selanjutnya membentuk fattystreaks.Makrofag yang teraktivasi ini melepaskan zat-zat kemoatraktan dan sitokin misalnya monocytechemoattractant protein1(MCP-1), tumor necrosisfactor α (TNF α) , IL-1, IL-6, CD40, dan c-reactive protein (CRP) yang makin mengaktifkan proses ini dengan merekrut lebih banyak makrofag, sel T, dan sel otot polos pembuluh darah (yang menyintesis komponen matriks ekstraseluler) pada tempat terjadinya plak. Sel otot polos pembuluh darah bermigrasi dari tunika media menuju tunika intima, lalu menyintesis kolagen, membentuk kapsul fibrosis yang menstabilisasi plak dengan cara membungkus inti lipid dari aliran pembuluh darah (Mallat dan Tedgui, 2001).Makrofag juga menghasilkan matriks metaloproteinase (MMPs), enzim yang mencerna matriks ekstraseluler dan menyebabkan terjadinya disrupsi plak (Muchid dan Chusun, 2006).

20

Gambar 2.4 Pembentukan fatty streaks(Rosen dan Gelfand, 2009) 3. Stabilitas plak dan kecenderungan mengalami ruptur Stabilitas plak aterosklerosis bervariasi. Perbandingan antara sel otot polos dan

makrofag memegang peranan

penting

dalam

stabilitas

plak

dan

kecenderungan untuk mengalami ruptur(Muchid dan Chusun, 2006). LDL yang termodifikasi meningkatkan respon inflamasi oleh makrofag.Respon inflamasi ini memberikan umpan balik, menyebabkan lebih banyak migrasi LDL menuju tunika intima, yang selanjutnya mengalami modifikasi lagi, dan seterusnya. Makrofag yang terstimulasi akan memproduksi matriks metaloproteinase yang mendegradasi kolagen. Di sisi lain, sel otot pembuluh darah pada tunika intima, yang membentuk kapsul fibrosis, merupakan subjek apoptosis. Jika kapsul fibrosis menipis, ruptur plak mudah terjadi, menyebabkan paparan aliran darah terhadap zat-zat trombogenik pada plak. Hal ini menyebabkan terbentuknya bekuan. Proses proinflamatorik ini menyebabkan pembentukan plak dan instabilitas. Sebaliknya ada proses antiinflamatorik yang membatasi pertumbuhan plak dan mendukung stabilitas plak. Sitokin seperti IL-4 dan TGF-β bekerja mengurangi proses inflamasi yang terjadi pada plak. Hal ini terjadi secara seimbang seperti pada proses penyembuhan luka. Keseimbangan ini bisa bergeser ke salah satu arah. Jika

21

bergeser ke arah pertumbuhan plak, maka plak semakin besar menutupi lumen pembuluh darah dan menjadi rentan mengalami ruptur(Lutgens et al., 2003).

Gambar 2.5 Pembentukan lesi aterosklerotik semakinkompleks (Rosen dan Gelfand, 2009) 4. Disrupsi plak, trombosis, dan SKA Kebanyakan plak aterosklerotik akan berkembang perlahan-lahan seiring berjalannya waktu. Kebanyakan akan tetap stabil. Gejala muncul bila stenosis lumen mencapai 70-80%. Mayoritas kasus SKA terjadi karena ruptur plak aterosklerotik. Plak yang ruptur ini kebanyakan hanya menyumbat kurang dari 50% diameter lumen. Mengapa ada plak yang ruptur dan ada plak yang tetap stabil belum diketahui secara pasti. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa inti lipid yang besar, kapsul fibrosa yang tipis, dan inflamasi dalam plak merupakan predisposisi untuk terjadinya ruptur(Rosen dan Gelfand, 2009). Pada

plak

yang

mengalami

disrupsi

terjadi

platelet

dependentvasocontriction yang diperantarai oleh serotonin dan tromboksan A2, dan thrombindependentvasoconstriction diduga akibat interaksi langsung antara zat tersebut dengan sel otot polos pembuluh darah (Muchid dan Chusun, 2006). Setelah terjadi ruptur plak maupun erosi endotel, matriks subendotelial akan terpapar darah yang ada di sirkulasi. Hal ini menyebabkan adhesi trombosit yang diikuti aktivasi dan agregasi trombosit, selanjutnya terbentuk trombus (Kleinschimdt, 2006; Antman, 2008). Trombosit berperan dalam proses

22

hemostasis primer. Selain trombosit, pembentukan trombus juga melibatkan sistem

koagulasi

plasma.Sistem

koagulasi

plasma

merupakan

jalur

hemostasissekunder. Kaskade koagulasi ini diaktifkan bersamaan dengan sistem hemostasis primer yang dimediasi trombosit (Rosen dan Gelfand, 2009) Ada 2 macam

trombus yang dapat terbentuk (Muchid dan Chusun,

2006): a. Trombus putih: merupakan bekuan yang kaya trombosit. Hanya menyebabkan oklusi sebagian. b. Trombus merah: merupakan bekuan yang kaya fibrin. Terbentuk karena aktivasi kaskade koagulasi dan penurunan perfusi pada arteri.Bekuan ini bersuperimposisi dengan trombus putih, menyebabkan terjadinya oklusi total. Tebalnya plak yang dapat dilihat dengan persentase penyempitan pembuluh koroner pada pemeriksaan angiografi koroner tidak berarti apa-apa selama plak tersebut dalam keadaan stabil. Dengan kata lain, risiko terjadinya ruptur pada plak aterosklerosis bukan ditentukan oleh besarnya plak (derajat penyempitan) tetapi oleh kerentanan (vulnerability) plak.

Gambar 2.6 Ruptur plak (Rosen dan Gelfand, 2009) Infarkmiokard akut dengan elevasi ST (STEMI) umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi thrombus pada plak arterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika

23

plak arterosklerosis mengalami fisur, ruptur atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis. 2.2.4

Gambaran Klinis Pada anamnesis perlu ditanyakan dengan lengkap bagaimana kriteria nyeri

dada yang dialami pasien, sifat nyeri dada pada pasien STEMI merupakan nyeri dada tipikal (angina). Pada pemeriksaan fisik didapati pasien gelisah dan tidak bisa istirahat. Seringkaliektremitas pucat disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri substernal> 30 menit dan banyak keringat dicurigai kuat adanya STEMI. Tanda fisik lain pada disfungsi ventricular adalah S4 dan S3 gallop, penurunan intensitas jantung pertama dan splitparadoksikal bunyi jantung kedua. Dapat ditemukan murmurmidsistolik atau late sistolik apical yang bersifat sementara (Alwi, 2006). 2.2.5

Diagnosa a. Anamnesis Keluhan pasien dengan iskemia miokard dapat berupa nyeri dada yang tipikal (angina tipikal) atau atipikal (angina ekuivalen). Keluhan angina tipikal berupa rasa tertekan/berat daerah retrosternal, menjalar ke lengan kiri, leher, rahang, area interskapular, bahu, atau epigastrium. Keluhan ini dapat berlangsung intermiten/beberapa menit atau persisten (>20 menit). Keluhan angina tipikal sering disertai keluhan penyerta seperti diaphoresis, mual/muntah, nyeri abdominal, sesak napas, dan sinkop.

b. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengidenti kasi faktor pencetus iskemia, komplikasi iskemia, penyakit penyerta dan menyingkirkan diagnosis banding. Regurgitasi katup mitral akut, suara jantung tiga (S3), ronkhi basah halus dan hipotensi hendaknya selalu diperiksa untuk mengidenti kasi komplikasi iskemia.

24

c. Pemeriksaan Elektrokardiogram Semua pasien dengan keluhan nyeri dada atau keluhan lain yang mengarah kepada iskemia harus menjalani pemeriksaan EKG 12 sadapan sesegera mungkin sesampainya di ruang gawat darurat. Sebagai tambahan, sadapan V3R dan V4R, serta V7-V9 sebaiknya direkam pada semua pasien dengan perubahan EKG yang mengarah kepada iskemia dinding inferior. Sementara itu, sadapan V7-V9 juga harus direkam pada semua pasien angina yang mempunyai EKG awal nondiagnostik. Sedapat mungkin, rekaman EKG dibuat dalam 10 menit sejak kedatangan pasien di ruang gawat darurat. Pemeriksaan EKG sebaiknya diulang setiap keluhan angina timbul kembali.

Tabel 2.1 Lokasi infark berdasarkan sadapan EKG

d. Pemeriksaan Marka Jantung Kreatininkinase-MB (CK-MB) atau troponin I/T merupakan marka nekrosis miosit jantung dan menjadi marka untuk diagnosis infarkmiokard. Troponin I/T sebagai marka nekrosis jantung mempunyai sensitivitas dan spesisitas lebih tinggi dari CK-MB. Peningkatan marka jantung hanya menunjukkan adanya nekrosis miosit, namun tidak dapat dipakai untuk menentukan

penyebab

nekrosis

miosit

tersebut

(penyebab

koroner/nonkoroner). Troponin I/T juga dapat meningkat oleh sebab kelainan kardiak nonkoroner seperti takiaritmia, trauma kardiak, gagal jantung, hipertro ventrikel kiri, miokarditis/perikarditis. Keadaan nonkardiak yang dapat meningkatkan kadar troponin I/T adalah sepsis, luka bakar, gagal napas, penyakit neurologik akut, emboli

25

paru, hipertensi pulmoner, kemoterapi, dan insusiensi ginjal. Pada dasarnya troponin T dan troponin I memberikan informasi yang seimbang terhadap terjadinya nekrosis miosit, kecuali pada keadaan disfungsi ginjal. Pada keadaan ini, troponin I mempunyai spesisitas yang lebih tinggi dari troponin T.

e. Pemeriksaan Laboratorium Data

laboratorium,

di

samping

marka

jantung,

yang

harus

dikumpulkan di ruang gawat darurat adalah tes darah rutin, gula darah sewaktu, status elektrolit, koagulasi darah, tes fungsi ginjal, dan panel lipid.

f. Pemeriksaan Foto Polos Dada Mengingat bahwa pasien tidak diperkenankan meninggalkan ruang gawat darurat untuk tujuan pemeriksaan, maka foto polos dada harus dilakukan di ruang gawat darurat dengan alat portabel. Tujuan pemeriksaan adalah untuk membuat diagnosis banding, identifikasi komplikasi dan penyakit penyerta.

2.2.6

Tatalaksana Terapi awal untuk STEMI adalah Morfin, Oksigen, Nitrat, Aspirin.

1.

Tirah baring

2.

Suplemen oksigen harus diberikan segera bagi mereka dengan saturasi O2 arteri 30 menit. Nyeri dada dirasakan menjalar ke dagu, tangan kiri, pundak,dan punggung. Nyeri dirasakan saat beraktivitas dan tidak berkurang dengan istirahat. Riwayat sesak nafas saat melakukan aktivitas (DOE) dijumpai. Riwayat sesak nafas saat tidur (PND) tidak dijumpai. Riwayat sesak nafas saat berbaring atau berkurang saat duduk (OP) tidak dijumpai. Riwayat kaki bengkak tidak dijumpai. Riwayat keringat dingin dan mual pada saat nyeri dada dijumpai namun tidak disertai muntah. Riwayat pingsan dialami pasien 1 tahun yang lalu, dan di diagnose dengan stroke. Riwayat hipertensi dijumpai lebih dari 5 tahun, dengan tekanan darah tertinggi 230 mmHg. Riwayat asam urat tidak dijumpai. Riwayat sakit gula

29

tidak dijumpai. Riwayat kolesterol tinggi tidak dijumpai.Riwayat merokok dijumpai sejak masa remaja, dengan konsumsi rokok ± 2 bungkus/hari. Riwayat konsumsi alkohol tidak dijumpai. Riwayat penyakit jantung dalam keluarga tidak dijumpai.

Faktor Resiko PJK

: Laki-laki>45 tahun, hipertensi, merokok

Riwayat Penyakit Terdahulu : Hipertensi, stroke Riwayat Penggunaan Obat

: Amlodipine 5 mg

Status Presens : Kesadaran

: CM

Ikterus

:-

TD

:110/80 mmHg

Ortopnu

:-

RR

: 18x/i

Edema

:-

HR

: 88x/i, regular

Dispnu

:+

Suhu

: 36,4ºC

Pucat

:-

Sianosis

:-

Pemeriksaan Fisik Kepala

: Konjungtiva palpebra inferior anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

Leher

: TVJ R+2 cmH2O

30

Dinding toraks : Inspeksi

: Simetris fusiformis

Palpasi

: Stem fremitus kiri = kanan

Perkusi

: Sonor pada kedua lapangan paru

Auskultasi : SP: vesikuler ST: ronki tambahan (-) Batas Jantung :Atas

Jantung

: ICS II LMCS

Kiri

: 2 cm lateral LMCS ICS V

Kanan

: ICS IV LPSD

Bawah

: Diafragma : S1 (N) S2 (N) S3 (-) S4 (-) reguler Murmur (-) Gallop (-)

Abdomen

: Palpasi Hepar/Lien : Tidak teraba membesar Asites (-)

Ekstremitas

: Superior: sianosis (-/-)

clubbing (-/-)

Inferior : edema pretibial (-/-) pulsasi arteri (+/+) Akral : Hangat

31

Pemeriksaan Penunjang: Elektrokardiografi

Gambar 3.1 Hasil EKG (12 Desember 2018)

Interpretasi Rekaman EKG Irama : sinus ritme Rate : 45x/i Gelombang P : (+) normal durasi 0,08s Interval PR : normal durasi 0,16 QRS Kompleks : (+) normal durasi 0,08s Segmen ST : elevasi II, III, AVF Gelombang T : (+) normal Kesimpulan:STEMI inferior + left axis deviation

32

Foto Toraks

Gambar 3.2 Foto Toraks

Interpretasi Foto toraks CTR 54%. Segmen aorta dilatasi. Segmen pulmonal normal. Pinggang jantung normal. Apeks jantung downward. Sudut costophrenicus lancip. Kongesti (-). Infiltrat (-). Kesimpulan : Kardiomegali

33

Angiografi Koroner

Keterangan: RCA : Stenosis 70% setentang SA branch, Stenosis 99% setela RV branch, trombus (+) di proksimal RCA LM

: Normal

LAD :

Stenosis

80%

-

90%di

LCX : Stenosis 99% di distal

Kesan : CAD 3 Vessel Disease + thrombus di RCA

34

mid

hingga

distal

Echocardiography

Gambar 3.4 Angiografi koroner

Kesimpulan:

-

Fungsi sistolik LV menurun

-

Fungsi diastolik LV sulit dinilai

-

Dimensi ruang jantung : normal

-

Katup-katup TR mild, MR mild

-

Kontraktilitas RV menurun, TAPSE 13mm

Hasil Laboratorium Hasil

HEMATOLOGI

Rujukan

Darah Rutin Hemoglobin

9,6 g/dl

(P : 13-18; W : 12-16)

Leukosit

13670/mm3

(4000 – 11000)

Trombosit

260000/mm3

(150000 – 450000)

Hematokrit

29%

Eritrosit

3.32 juta/mm3

(P : 42 – 56; W : 36 – 47)

35

(P : 4,50 – 5,60; W : 4,10 – 5,10)

ELEKTROLIT Elektrolit Lengkap Natrium

138 mEq/L

(135 – 155)

Kalium

3,3 mEq/L

(3,6 – 5,5)

Chlorida

102 mEq/L

(96 – 106)

GINJAL Blood Urea Nitrogen

63 mg/dL

(8 – 26)

Ureum

135 mg/dL

(18 – 55)

Kreatinin

2,58 mg/dL

(0,7 – 1,3)

FAAL HEMOSTASIS Waktu Protombin

15,5

14,00

INR

1.07

0,8-1,30

APTT

30,7

27-39

22.50

30 menit dan menjalar ke dagu,

41



Riwayat penyakit jantung koroner lengan kiri, pundak, dan punggung. sebelumnya.



Keringat

dingin

dijumpai,

mual

Gejala sistemik berupa berkeringat, dijumpaitetapi muntah tidak dijumpai. mual, muntah, jantung berdebar Riwayat hipertensi dijumpai. bahkan pingsan.

Pemeriksaan Fisik: Tidak ada pemeriksaan fisik yang khas Pada pemeriksaan fisik, tekanan darah pada STEMI namun dapat dijumpai normal, dan heart rate normal. cemas,

gelisah,

ekstremitas

pucat,

dingin,

berkeringat, takikardia,

hipotensi, dan dapat terdengar suara jantung S3 atau S4.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Penunjang

Definitif SKA adalah dengan gejala dan EKG (12/12/2018): tanda:

Irama : sinus ritme

1. Angina tipikal.

Rate : 45x/i

2. EKG dengan gambaran elevasi yang

GelombangP : (+) normal durasi 0,08s

diagnostik untuk STEMI, depresi ST

Interval PR : normal durasi 0,16

atau inversi T yang diagnostik sebagai

QRS Kompleks : (+) normal durasi

keadaan iskemia miokard, atau LBBB

0,08s

baru/persangkaan baru.

SegmenST : elevasi II, III, AVF

3. Peningkatan marka jantung, yaitu

GelombangT : (+) normal

CK-MB dan Troponin I.

Kesimpulan:STEMI inferior + left axis deviation

-

Terdapat peningkatan marka jantung: CK-MB: 79 U/L Troponin I: 22,5 ng/ml

42

Penatalaksanaan



Bed Rest

Terapi awal untuk STEMI adalah



O2 2-4 L/menit

Morfin,

Aspirin



Aspilet 1 x 80 mg

(disingkat MONA), yang tidak harus



Candesartan drops 3 x 1

diberikan semua atau bersamaan.



Betaphyl tab 2 x 1



NKR 2 x 2,5 mg



Clopidogrel 1 x 75 mg



Simvastatin 1 x 40 mg



Laxadin syr 1 x CI



Omeprazole 2 x 1

Oksigen,

Nitrat,

43

BAB VI KESIMPULAN

Laporan kasus pasien atas nama Herman Nasution, laki-laki, usia 62 tahun, berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, pasien ini didiagnosis dengan STEMI Inferior onset 15 jam killip I TIMI risk 5/14. Selama dirawat inap pasien diterapi awal dengan: 1. Bed rest 2. IVFD NaCl 0.9% 10gtt/i 3. O2 2-4 L/menit 4. Drip Dopamin 5mcg / KgBB 5. Aspilet 1 x 80 mg 6. Clopidogrel 1 x 75 mg 7. ISDN 3 x 10 mg 8. Simvastatin 1 x 40 mg 9. Laxadin 1 x CI 10. Clobazam 1 x 10 mg

44

DAFTAR PUSTAKA Antman EM, Braunwald E. ST-ElevationMyocardialInfarction: Pathology, Pathophysiology,

andClinicalFeatures.

Dalam:

Braunwald

E.

ed.

Braunwald’sHeartDisease. 8th ed. Philadelphia: SaundersElsevier. 2008. Pp: 1207-31 Depkes Litbang. Riset Kesehatan Dasar. 2013. .Jakarta ESC

Guidelinesforthemanagement

ofacutemyocardialinfarction

in

patientspresentingwith ST-segmentelevation. EuropeanHeartJournal (2018) 39, 119–177 Guyton AC, Hall JE. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC Isselbacher, Braunwald, Wilson, Martin, Fauci, &Kasper. 2008. HarrisonPrinsipPrinsip Ilmu Penyakit Dalam Volume 3. Jakarta : EGC Kleinschmidt KC. EpidemiologyandPatophysiology of AcuteCoronarySyndrome. AdvStudMed. 2006;6(6B):S477-S482 Lilly, Leonard S.Pathophysiology of heartdisease: a collaborativeproject of medicalstudentsandfaculty. Lippincott Williams &Wilkins, 2012. Mallat,

Z.

&Tedgui,

A.

2000.

Apoptosis

in

thevasculature:

mechanismsandfunctionalimportance. Br. J. Pharmacol. 130: 947-962. Muchid A, Umar F dan Chusun., 2006, Pharmaceutical Care Untuk PenyakitHipertensi. Departemen Kesehatan, Jakarta. Muttaqin,

A.,

2009.

Asuhan

Keperawatan

Klien

dengan

Gangguan

SistemKardiovaskular dan hematologi. Salemba Medika, Jakarta. Patrick

T

O’Gara,etall.

ofPatientsWith

2013.

ACC/AHA

GuidelinesfortheManagement

ST-ElevationMyocardialInfarction.

American

:

ACC/AHAPracticeGuidlines Rosen AB., Gelfand EV. Patophysiology of AcuteCoronarySyndromes. Dalam: Gelfand

Eli

V.,

CannonCristopher

P.

Management

of

AcuteCoronarySyndromes. WestSussex: WileyBlackwell. 2009. Pp: 1-11 Santoso

M,

Setiawan

T.

2005.

Penyakit

DuniaKedokteran.147:6-9.

45

Jantung

Koroner.

Cermin

Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit DalamJilidII edisi V. Jakarta: InternaPublishing Zafari AM. 2013. MyocardialInfarction. Medscape. United States

46

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF