Laporan Kasus Limfadenitis TB Ainun Nufus Internship

August 11, 2024 | Author: Anonymous | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Laporan Kasus Limfadenitis TB Ainun Nufus Internship...

Description

LAPORAN KASUS LIMFADENITIS TB

Oleh : dr. Ainun Nufus

Pembimbing : dr. Henny

PUSKESMAS TLANAKAN DINAS KESEHATAN PAMEKASAN PAMEKASAN 2023

BAB 1 LAPORAN KASUS 1. Identitas Nama

: Sdr. Z

Nomor rekam medis

: 07-M0405

Usia

: 22 Tahun

Pekerjaan

: Mahasiswa

Alamat

: Larangan Tokol

Agama

: Islam

Status pernikahan

: Belum Menikah

Tanggal Pemeriksaan

: 15 Maret 2023

2. Anamnesis Keluhan Utama

: Benjolan di leher

Riwayat Penyakit Sekarang

:

Pasien rujukan balik dari RSUD SMART datang dengan keluhan nyeri pada luka bekas operasi di leher, pasien mengatakan operasi benjolan di leher kanan 1 minggu yang lalu di RSUD RSUD SMART, benjolan muncul sejak +/2 tahun terakhir, benjolan semakin lama semakin membesar, benjolan dirasakan nyeri. Pasien mengatakan berat badan semakin turun sejak 2 tahun terakhir, keluhan batuk disertai darah disangkal, keringat malam disangkal, pasien mengeluh sering demam. Nafsu makan menurun, BAB dan BAK normal. Tahun 2021 pasien didiagnosis TB kelenjar dan pernah minum obat TBC namun pasien stop minum obat setelah 2 bulan pengobatan karena merasa sudah sembuh. Riwayat Penyakit Dahulu 

:

Limfadenitis TB drop out/putus berobat tahun 2021

Riwayat Pengobatan

:

2



Riwayat operasi pengangkatan benjolan di RSUD SMART



Pengobatan TB fase intensif 1 bulan

Riwayat Penyakit Keluarga 

Diabetes melitus (-)



Tuberkulosis (-)



Hipertensi (-)

:

Riwayat Sosial 

:

Merokok (-), minum kopi (-), minum alkohol (-), lingkungan kuliah banyak yang merokok.



Lingkungan rumah : ???

3. Pemeriksaan Fisik 

Status generalis Keadaan Umum

: Cukup

Kesadaran

: Compos mentis

GCS

: 456

Tanda-tanda vital



-

Tekanan Darah

: 120/80 mmhg

-

Nadi

: 88x/menit

-

Respiration Rate

: 20x/menit

-

Temperatur

: 36,7 C

Pemeriksaan fisik umum -

-

Kepala Leher : 

Anemis (-)/Ikterus (-)/Dispneu (-)/Cyanosis (-)



Pernapasan cuping hidung (-)



Pembesaran kelenjar getah bening (+)



Pembesaran tiroid (-)



Peningkatan JVP (-)

Thoraks  Paru Inspeksi

: Pergerakan dada simetris/simetris Pergerakan nafas simetris/simetris ICS melebar (-) 3

Retraksi dinding dada (-) Palpasi

: Fremitus raba hemithoraks simetris/simetris, pengembangan paru simetris/simetris

Perkusi

: Sonor/Sonor

Auskultasi : vesikuler/vesikuler, wheezing -/-, rhonki -/ Jantung Inspeksi

: Tidak tampak denyut ictus cordis

Palpasi

: Tidak teraba denyut ictus cordis

Perkusi

: dalam batas normal

Auskultasi : S1 S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-) -

Abdomen Inspeksi

: Datar,

lemas, tidak ada bekas operasi, tidak

terlihat benjolan. Tidak terdapat bentukan distensi vena kolateral Auskultasi

: BU (+) Normal

Palpasi

: Nyeri tekan di semua kuadran (-), pembesaran hepar (-), pembesaran lien (-).

Perkusi -

: Timpani

Ekstremitas Akral

: Hangat Kering Pucat di keempat ekstremitas

Edema pitting (-) CRT < 2 detik. 

Status Lokalis pembesaran kelenjar getah bening di : 1. Submandibula Kanan

Kiri

Ukuran

Diameter 3 cm

-

Konsistensi

Padat kenyal

-

Bergerak

mobile

4

Nyeri

-

-

Berdenyut

-

-

Teraba hangat

-

-

Batas

Tegas

-

2. Anterior sevikal Kanan

Kiri

Ukuran

Diameter 2- 3 cm

-

Konsistensi

Padat kenyal

-

Bergerak

mobile

-

Nyeri

-

-

Berdenyut

-

-

Teraba hangat

-

-

Batas

Tegas

-

4. Pemeriksaan Penunjang 

Histopatologi :

5

6

5. SOAP Temporary

Permanent

Problem List

Problem

Assessment

Planning Diagnosis

Terapi

Monitoring

Edukasi

List - Benjolan di leher

-

sejak +/- 2 tahun - Nyeri

pada

Massa

colli Limfadenitis TB -

SGOT/

OAT

dekstra

putus berobat

SGPT

Kategori

1

-

Klinis

-

Minum

obat

selama 9 bulan

teratur

dan

-

sampai tuntas

-

Nyeri

-

Febris

tablet

- panas naik turun

-

BB menurun

(warna

- Berat

-

Nafsu makan

setiap pagi jam

protein

menurun

7.00 (selama 2

minum cukup

benjolan badan

menurun - Nafsu

makan

- Pembesaran

Fase intensif 3 FDC merah)

bulan)

tinggi kalori dan

-

Menjaga personal

Pemeriksaan

bening anterior

tablet

Fisik

servikal

(warna kuning) 3

dan

submandibular

kali

rumah agar sinar

dekstra

(senin,

kelenjar bening servikal

getah anterior dan

-

HistoPA Colli

:

dekstra

submandibular



dekstra

Lymphadenitis

Fase Lanjutan 3

dan

kelenjar

dan

-

Makan makanan

menurun

- Pembesaran

getah

-

FDC seminggu

hygiene -

Membuka

pintu jendela

matahari masuk

rabu,jumat) selama 7 bulan

2

Pemeriksaan

Tuberculosa

Penunjang HistoPA : Colli dekstra



Lymphadenitis Tuberculosa

3

BAB 2 DASAR TEORI

A. Kelenjar Getah Bening Kelenjar getah bening terbungkus kapsul fibrosa yg berisi kumpulan sel pembentuk pertahanan tubuh dan tempat penyaringan antigen dari pembuluh getah bening yang melewatinya. Fungsinya adalah sebagai filter berbagai mikroorganisme asing dan partikel hasil degradasi sel atau metabolisme (Amaylia O, 2013).

Gambar 2.1 Kelenjar Getah Bening

Terdapat kurang lebih 600 KGB, namun ada daerah yang teraba normal pada orang sehat, yaitu submandibular, axillary, dan inguinal. 50% terdapat di kepala & leher.

Gambar 2.2 Kelenjar Getah Bening Leher

Gambar 2.3 Kelenjar Getah Bening Axilla dan Inguinal

3

B. Limfadenitis Tuberkulosa a. Definisi Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis complex (PDPI, 2021). b. Klasifikasi Kasus TB dibagi menjadi dua klasifikasi utama, yaitu (PDPI, 2021).:  Pasien TB terkonfirmasi bakteriologis Yaitu pasien TB yang ditemukan bukti infeksi kuman MTB berdasarkan pemeriksaan bakteriologis. Termasuk di dalamnya adalah: o Pasien TB paru BTA positif o Pasien TB paru hasil biakan MTB positif o Pasien TB paru hasil tes cepat MTB positif o Pasien TB ekstraparu terkonfirmasi secara bakteriologis, baik dengan BTA, biakan maupun tes cepat dari contoh uji jaringan yang terkena o TB anak yang terdiagnosis dengan pemeriksaan bakteriologis.  Pasien TB terdiagnosis secara klinis Yaitu pasien TB yang tidak memenuhi kriteria terdiagnosis secara bakteriologis, namun berdasarkan bukti lain yang kuat tetap didiagnosis dan ditata laksana sebagai TB oleh dokter yang merawat. Termasuk di dalam klasifikasi ini adalah: o Pasien TB paru BTA negatif dengan hasil pemeriksaan foto toraks mendukung TB. o Pasien TB paru BTA negatif dengan tidak ada perbaikan klinis setelah diberikan antibiotika non OAT, dan mempunyai faktor risiko TB. o Pasien TB ekstraparu yang terdiagnosis secara klinis maupun laboratoris dan histopatologis tanpa konfirmasi bakteriologis. o TB anak yang terdiagnosis dengan sistim skoring. Pasien TB yang terdiagnosis secara klinis jika dikemudian hari terkonfirmasi secara bakteriologis harus diklasifikasi ulang menjadi pasien TB terkonfirmasi bakteriologis.

4

Klasifikasi berdasarkan lokasi infeksi: o Tuberkulosis paru: yaitu TB yang berlokasi di parenkim paru. TB milier dianggap sebagai TB paru karena adanya keterlibatan lesi pada jaringan paru. Pasien TB yang menderita TB paru dan ekstraparu bersamaan diklasifikasikan sebagai TB paru. o Tuberkulosis ekstra paru: TB yang terjadi pada organ selain paru, dapat melibatkan organ pleura, kelenjar limfatik, abdomen, saluran kencing, saluran cerna, kulit, meninges, dan tulang. Jika terdapat beberapa TB ekstraparu di organ yang berbeda, pengklasikasian dilakukan dengan menyebutkan organ yang terdampak TB terberat. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya: o Kasus baru TB: kasus yang belum pernah mendapatkan obat anti tuberkulosis (OAT) atau sudah pernah menelan OAT dengan total dosis kurang dari 28 hari. o Kasus yang pernah diobati TB:  Kasus kambuh: kasus yang pernah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap dan saat ini didiagnosis kembali dengan TB.  Kasus pengobatan gagal: kasus yang pernah diobati dengan OAT dan dinyatakan gagal pada pengobatan terakhir.  Kasus putus obat: kasus yang terputus pengobatannya selama minimal 2 bulan berturut-turut.  Lain-lain: kasus yang pernah diobati dengan OAT namun hasil akhir pengobatan sebelumnya tidak diketahui. Klasifikasi hasil uji kepekaan obat: o TB Sensitif Obat (TB-SO) o TB Resistan Obat (TB-RO):  Monoresistan: bakteri resisten terhadap salah satu jenis OAT lini pertama  Resistan Rifampisin (TB RR): Mycobacterium tuberculosis resisten terhadap Rifampisin dengan atau tanpa resistensi terhadap OAT lain.

5

 Poliresistan: bakteri resisten terhadap lebih dari satu jenis OAT lini pertama, namun tidak Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) bersamaan.  Multi drug resistant (TB-MDR): resistan terhadap Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan, dengan atau tanpa diikuti resistensi terhadap OAT lini pertama lainnya.  Pre extensively drug resistant (TB Pre-XDR): memenuhi kriteria TB MDR dan resistan terhadap minimal satu florokuinolon  Extensively drug resistant (TB XDR): adalah TB MDR yang sekaligus juga resistan terhadap salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan minimal salah satu dari OAT grup A (levofloksasin, moksifloksasin, bedakuilin, atau linezolid) Klasifikasi berdasarkan status HIV: o TB dengan HIV positif o TB dengan HIV negatif o TB dengan status HIV tidak diketahui (PDPI, 2021). c. Patogenesis Kuman TB yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut fokus primer. Fokus primer ini dapat timbul di bagian mana saja dalam paru. Dari fokus primer akan terjadi peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional). Fokus primer bersama-sama dengan limfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer (PDPI, 2021). Penyebaran secara limfogen ke kelenjar limfa sekitar dan dapat menyebabkan limfadenitis TB. Sistem limfatik paru menyediakan rute penyebaran M.tuberculosis secara langsung dari fokus infeksi awal pada paru ke kelenjar limfa sekitarnya di mana respon imun selanjutnya terbentuk.8 Pada pembuluh limfa sendiri terjadi inflamasi progresif sebagai bagian dari proses infeksi primer. Kuman M. tuberculosis akan menyebar di saluran pembuluh limfa pada awal-awal infeksi. Penyebaran

6

pada penjamu yang memiliki defek imun baik lesi pada paru maupun kelenjar limfa dapat bersifat progresif. Penyebaran infeksi ke ekstra paru biasanya berawal dari penyebaran ke kelenjar limfa. Penyebaran dari simtem limfatik ini dapat berlanjut ke penyebaran hematogen melalui duktus torasikus. Penyebaran secara hematogen. Penyebaran ini berkaitan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan tetapi bila tidak terdapat imunitas yang adekuat, penyebaran ini akan menimbulkan keadaan cukup gawat seperti TB milier, meningitis TB dan lainnya (PDPI, 2021). d. Penegakan diagnosis Diagnosis Pasti TB Ekstra paru Diagnosis pasti TB ekstraparu tidak bisa ditegakkan secara menyeluruh di fasilitas primer. Dokter di fasilitas primer membuat diagnosis kerja TB ekstra paru terkait kelainan organ yang ditemukan berdasarkan informasi dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan hasil pemeriksaan penunjang sederhana yang dilakukan, yang menunjukkan kemungkinan adanya bentuk TB ekstra paru, kemudian memutuskan rujukan untuk penegakan diagnostic sesuai dengan diagnosis kerja yang telah dibuat. Diagnosis pasti pada pasien TB ekstra paru ditegakkan dengan pemeriksaan klinis, bakteriologis dan atau histopatologis dari contoh uji yang diambil dari organ tubuh yang terkena. Penulisan diagnosis pasti TB Ekstra Paru adalah berdasarkan urutan: a. Letak anatomis penyakit: Ekstra Paru pada organ yang terkena b. Riwayat pengobatan TB: Baru atau Pengobatan ulang c. Status HIV: Positif, Negatif atau tidak diketahui d. Status Resistensi OAT: Sensitif atau Resistan Obat (PPK, 2014). -

Hasil Anamnesis (Subjective): Terduga TB ekstra paru didapatkan dari proses anamnesis terhadap tanda dan gejala yang diakibatkan kelainan atau gangguan organ yang terkena infeksi TB, misalnya ada benjolan pada daerah leher, ketiak dan inguinal; adanya bentuk kelainan pada tulang belakang yang mirip gambaran klasik pott’s disease; bentuk kelainan

7

kulit skrofuloderma dan lain-lain. Riwayat kontak dengan pasien TB paru aktif dan riwayat pengobatan TB sebelumnya perlu untuk digali pada pasien-pasien yang menunjukkan gejala dan tanda TB ekstra paru. Pasien TB Ekstra Paru Dewasa: a. Pasien TB ekstraparu Terkonfirmasi adalah seorang terduga TB ekstra paru yang sudah mendapatkan konfirmasi hasil pemeriksaan bakteriologis positif dengan ditemukannya Mtb dari sampel uji yang diambil dari organ ekstraparu yang terkena TB (biopsy, aspirasi, cairan pleura, cairan serebrospinal, dsb) b. Pasien TB ekstra paru Terdiagnosis Klinis, adalah pasien TB eksra paru dengan hasil pemeriksaan klinis dan penunjang menunjang TB tapi tidak ada hasil konfirmasi bakteriologis menyatakan Mtb negatif. c. Berumur > 15 tahun Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective) (PPK, 2014). -

Pemeriksaan Fisik: Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk pada meningitis TB, nyeri dada pada pleuritis TB, pembesaran kelenjar limfe superfisial pada limfadenitis TB dan deformitas tulang belakang (gibbus) pada spondylitis TB. Penimbangan berat badan dan pengukuran indeks masa tubuh perlu dilakukan untuk mengetahui dosis OAT yang tepat untuk pasien TB ekstra paru yang akan diobati (PPK, 2014).

-

PemeriksaanPenunjang a. Pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan di fasilitas kesehatan primer adalah pemeriksaan baseline sebelum memulai pengobatan dan diputuskan berdasar rencana pengobatan yang dipilih, antara lain pemeriksaan darah rutin, gula darah. b. Pemeriksaan utama penegakan diagnosis pasti pasien TB Ekstra Paru dewasa memerlukan rujukan ke fasilitas rujukan yang mampu

8

melakukan pengambilan sampel uji dan melakukan pemeriksaan bakteriologis yaitu pemeriksaan TCM atau pemeriksaan BTA dari sampel uji yang diambil dari organ yang terkena. 1) uji cairan serebrospinal (cerebro spinal fluid/CSF) pada kecurigaan TB meningitis, 2) kelenjar getah bening melalui pemeriksaan biopsi aspirasi jarum halus/BAJAH (fine needle aspirate biopsy/FNAB) pada pasien dengan kecurigaan TB kelenjar, 3) contoh uji jaringan pada pasien dengan kecurigaan TB jaringan lainnya c. Pemeriksaan penunjang lain yang memerlukan rujukan: 1) Pemeriksaan radiologis dengan foto thorax untuk mendapatkan bukti koeksistensi TB Paru. 2) Foto radiologis dari organ seperti tulang dan sendi apabila ada kecurigaan TB. 3) Pemeriksaan penunjang berupa CT Scan atau MRI bila ada kecurigaan mengarah ke meningitis TB atau TB di SSP. 4) Tes HIV untuk pasien TB ekstra paru dewasa yang menjalani pengobatan wajib dilakukan. TB ekstra paru pada ODHIV bisa menunjukkan staging klinis ODHIV yang bersangkutan (PPK, 2014).

e. Tatalaksana Penatalaksanaan Komprehensif (Plan): a. Prinsip-prinsip terapi TB ekstra paru dewasa: 1) Pasien TB limfadenitis tanpa penyulit akan ditatalaksana secara paripurna di fasilitas primer. 2)

Obat

AntiTuberkulosis

(OAT)

diberiksan

dengan

prinsip

pengobatan yang sama dengan TB Paru sensitive obat. 3) Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (KDT) / Fixed Dose Combination (FDC) akan lebih menguntungkan dan dianjurkan dibandingkan obat lepasan. 9

4) Paduan OAT dosis harian untuk tahap awal maupun lanjutan sangat direkomendasikan apabila sediaan tersedia. 5) Upaya untuk memastikan pasien bisa mendapatkan jumlah obat yang diperlukan untuk satu seri pengobatan TB harus dilakukan. 6) Untuk menjamin kepatuhan pasien berobat hingga selesai, diperlukan suatu pendekatan yang berpihak kepada pasien (patient centered approach) dan dilakukan dengan pengawasan langsung (DOT= Directly Observed Treatment) oleh seorang pengawas menelan obat. 7) Rekaman tertulis tentang pengobatan, respons bakteriologis dan efek samping harus tercatat dan tersimpan (PPK, 2014). b. Tahapan Pengobatan TBC ekstra paru: Pengobatan TBC ekstra paru harus selalu meliputi pengobatan tahap awal dan tahap lanjutan. 1) Tahap Awal: Pengobatan diberikan setiap hari. Paduan pengobatan pada tahap ini adalah dimaksudkan untuk secara efektif menurunkan jumlah kuman yang ada dalam tubuh pasien dan meminimalisir pengaruh dari sebagian kecil kuman yang mungkin sudah resistan sejak sebelum pasien mendapatkan pengobatan. Pengobatan tahap awal pada semua pasien baru, harus diberikan selama 2 bulan. Pada umumnya dengan pengobatan secara teratur dan tanpa adanya penyulit, daya penularan sudah sangat menurun setelah pengobatan selama 2 minggu pertama. 2) Tahap Lanjutan: Pengobatan tahap lanjutan bertujuan membunuh sisa sisa kuman yang masih ada dalam tubuh, khususnya kuman persister sehingga pasien dapat sembuh dan mencegah terjadinya kekambuhan Berdasarkan lama pengobatan, paduan OAT untuk pasien dewasa TB Paru Sensitif Obat meliputi: a. Paduan OAT TB SO standar 6 bulan yaitu: 2HRZE/4HR.

10

1) Paduan ini disediakan dalam bentuk paket obat kombinasi dosis tetap harian (OAT-KDT) dan paket OAT lepasan dosis harian. Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 dan 4 jenis obat dalam satu tablet, sedangkan OAT lepasan disediakan dalam bentuk paket obat lepasan yang disebut Kombipak. 2) Paket Kombipak adalah paket obat lepas yang terdiri dari: Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z) dan Etambutol (E) yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini disediakan program untuk pasien yang tidak bisa menggunakan paduan OAT KDT. 3) Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien untuk satu (1) masa pengobatan, dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam 1 (satu) paket untuk 1 (satu) pasien untuk 1 (satu) masa pengobatan. 4) Pengobatan TBC dengan paduan OAT TB SO standar 6 bulan diberikan dengan dosis harian baik pada tahap awal maupun tahap lanjutan

dengan

mengacu

pada

dosis

terapi

yang

telah

direkomendasikan (PPK, 2014). Tabel 1. Dosis rekomendasi OAT TBC Sensitif Obat standar 6 bulan untuk dewasa OBAT

DOSIS HARIAN

DOSIS MAX.HARIAN

INH

5 mg (4-6 mg)/ Kg BB

300

Rifampicin

10 mg (8-12 mg)/ Kg BB

600

Pirazinamid

25 mg (20-30 mg)/ Kg BB

1.600

Etambutol

15 mg (15-20 mg)/ Kg BB

1.00

11

Tabel 2. Dosis Obat OAT Kombipak untuk Kategori 1

BERAT BADAN

TAHAP INTENSIF

FASE LANJUTAN

Setiap hari selama 2

3 kali seminggu

bulan ( 8 minggu)

sealam 4 bulan (16 minggu)

30 – 37 kg

2 tablet 4FDC

2 tablet 2FDC

38 – 54 kg

3 tablet 4FDC

3 tablet 2FDC

55 – 70 kg

4 tablet 4FDC

4 tablet 2FDC

>70 kg

5 tablet 4FDC

5 tablet 2FDC

5) Pengobatan intermitten pada tahap lanjutan sudah tidak dianjurkan lagi. Hanya boleh diberikan pada situasi dimana OAT dosis harian tidak tersedia. 6) Jika tidak tersedia paduan dosis harian, dapat dipakai paduan 2RHZE/4R3H3 dengan syarat harus disertai pengawasan yang lebih ketat secara langsung untuk setiap dosis obat 7) Obat Anti Tuberkulosis dalam bentuk paket KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TBC, yaitu: a) Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan risiko terjadinya resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep. b) Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin efektifitas obat dan mengurangi efek samping. c) Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien.

12

c. Jenis Obat Anti Tuberkulosis (OAT) untuk pasien dewasa TB ekstra Paru sensitif obat yang disediakan di

fasilitas

primer

adalah

Paduan

OAT

untuk

pasien

Limfadenitis TB tanpa komplikasi yaitu paduan OAT standar 6 bulan yang terdiri : 2HRZE/4HR. Konseling dan Edukasi a. Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga tentang penyakit tuberkulosis b. Pengawasan ketaatan minum obat dan kontrol secara teratur. c. Kemampuan mengenali munculnya efek samping OAT. d. Pola hidup sehat dan sanitasi lingkungan e. Menghubungkan pasien dengan kelompok dukungan sebaya. f. Pemberian motivasi dan mengupayakan akses dukungan psikososial.

Kriteria Rujukan a. Pasien TB Limfadenitis tetap dilayani di FKTP kecuali dengan komplikasi atau penyulit. Bila ada komplikasi atau penyulit dirujuk ke FKRTL untuk konsultasi pengobatan dari dokter spesialis terkait. b. Pasien dengan diagnosis kerja mengarah ke TB ekstra paru selain TB limfadenitis seperti: TB Meningitis, TB Spondilitis, TB Peritonitis, TB Kulit, TB milier, TB Saluran kemih TB pericarditis, TB mata, TB SSP, TB gastro intestinal, TB sendi, akan dilakukan rujukan ke fasilitas rujukan untuk penegakan diagnosis pasti TB ekstra paru. c. TB ekstra paru dengan komplikasi/keadaan khusus (TB dengan komorbid) yang tidak terkontrol.

13

Tatalaksana Rujuk Balik a. Fasilitas kesehatan primer membuat surat rujukan pasien ke fasilitas rujukan sesuai ketentuan. Surat rujukan pasien tersebut berlaku selama periode pengobatan. b. Fasilitas rujukan melakukan penegakan diagnosis pasti dan tatalaksana awal TB ekstra paru sesuai dengan PNPK TB. c. Fasilitas rujukan menerima rujukan kasus dengan komplikasi atau penyulit untuk dikelola komplikasi dan penyulitnya dari fasilitas primer. d. Pasien TB Ekstra Paru dewasa yang sudah memenuhi kriteria dirujuk balik ke fasilitas tingkat pertama yang merujuk apabila memenuhi kriteria: diagnosis sudah ditegakkan, sudah memulai pengobatan OAT, tidak ada komplikasi, tidak ada efek samping OAT dan kondisi klinis baik. e. Fasilitas rujukan akan membuat surat pengantar rujuk balik dengan menyertakan informasi yang memadai mengenai kriteria rujuk balik (PPK, 2014).

f. Prognosis Prognosis ad vitam baik untuk TB limfadenitis, prognosis ad vitam, ad functionam dan ad sanationam TB ekstra paru berat (meningitis TB, TB milier, TB pericarditis) buruk apabila terjadi keterlambatan diagnosis dan pengobatan. Deteksi dini TB ekstra paru berat dan pemberian pengobatan yang cepat bisa memperbaiki prognosis (PPK, 2014).

14

DAFTAR PUSTAKA

PDPI. 2021. Tuberculosis Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Ikatan Dokter Indonesia. 2014Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer. 2nd ed. Jakarta: Ikatan Dokter Indonesia.

15

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF