Deskripsi Teater Tradisi Lang Lang Buana

September 27, 2024 | Author: Anonymous | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download


Description

DESKRIPSI TEATER TRADISI LANG LANG BUANA DI KABUPATEN NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU

FAHRIZAL 2050951022

JURUSAN TEATER FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN INSTITUT KESENIAN JAKARTA 2010

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari beribu pulau besar dan kecil. Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) pada tahun 2002 berdasarkan hasil kajian citra satelit menyatakan bahwa jumlah pulau di Indonesia adalah sebanyak 18.306 buah.1 Hal ini menyebabkan terjadinya berbagai sub-kultur budaya dari suku bangsa yang berbeda-beda. Keragaman itu disatukan dalam semboyan Negara Indonesia yaitu “ Bhinneka Tunggal Ika” – berbeda-beda tetapi tetap satu. Pengertian dari semboyan ini bukan berarti bahwa kebudayaan di Indonesia disetarakan/disentralisasi oleh satu sistem. Justru semakin banyaknya perbedaan yang ada, maka semakin banyak perbendaharaan khazanah kebudayaan yang terdapat di Indonesia. Sejak zaman dahulu, Indonesia merupakan akes jalur perdagangan dunia. Jalur perdagangan laut antara Indonesia, Tiongkok, India dan daerah-daerah di Barat (kekaisaran Romawi) telah dimulai dari abad pertama sesudah masehi. Hubungan yang terjalin ini akhirnya bukan hanya sekadar hubungan perdagangan saja, tetapi terjadi juga persinggungan terhadap unsur-unsur kebudayaannya, khususnya kesenian. 1

http://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_pulau_di_Indonesia

2

Kesenian

merupakan

salah

satu

dari

unsur

kebudayaan.

Menurut

Koentjaraningrat terdapat tujuh unsur-unsur kebudayaan, yaitu : bahasa, sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem mata pencaharian hidup, sistem religi dan kesenian. Sedangkan menurut E. B. Taylor, unsur-unsur kebudayaan ada delapan yaitu : knowledge (pengetahuan), belief (kepercayaan), art (kesenian), morals (moral), law (hukum), customs (adat istiadat), capabilities (kemampuan) dan habbits (kebiasaan). Kesenian memiliki peran penting di dalam kebudayaaan. Oleh sebab itu, kesenian dalam wujudnya menampakkan pesan-pesan budaya dari masyarakat pendukungnya melalui hasil karya yang tercipta. Pesan-pesan ini didapat dari peninggalan-peninggalan leluhur yang terwujud dalam tata cara adat istiadat, baik melalui visual (artefak, relief, bangunan dan lain-lain), verbal (petuah, pantun, dongeng, legenda dan lain-lain) maupun yang berbentuk naskah tertulis. Umar Kayam dalam bukunya Seni, Tradisi, Masyarakat mengatakan : Kesenian tidak pernah berdiri lepas dari masyarakat. Sebagai salah satu bagian yang penting dari kebudayaan, kesenian adalah ungkapan kreativitas dari kebudayaan itu sendiri. Masyarakat yang menyangga kebudayaan – dan dengan demikian juga kesenian – mencipta, memberi peluang untuk bergerak, memelihara, menularkan, mengembangkan untuk kemudian menciptakan kebudayaan baru lagi. (Umar Kayam, 1981)

Hal senada juga diungkapkan oleh Edi Sedyawati yang mengatakan : “…di mana pun, kesenian merupakan salah satu perwujudan kebudayaan. Kesenian juga selalu mempunyai peranan tertentu di dalam masyarakat yang menjadi ajangnya. Demikian

3

pula di Indonesia, kesenian dapat ditinjau dalam konteks kebudayaan maupun kemasyarakatannya.” (Edi Sedyawati, 1983). Kesenian di suatu etnik tertentu biasanya berpedoman kepada sistem budayanya. Kesenian itu berpedoman kepada sistem pengetahuan, kepercayaan, nilai, norma-norma yang hidup dalam budaya masyarakat pemilik kesenian tersebut. Namun tidak dapat dipungkiri dengan berkembangnya zaman maka kesenian di suatu etnik tertentu bisa saja berubah dan disesuaikan berdasarkan tuntutan zaman. Bachtiar mengatakan : “Pada saat ini suatu jenis kesenian tertentu mungkin sekali masih murni mengandung pesan budaya etniknya. Akan tetapi ada pula kesenian etnik yang telah mendapat pengaruh dari unsur sistem budaya yang berasal dari agama (Hindu, Budha, Islam, Kristen) atau sistem budaya asing.” (Bachtiar, 1985). Hal di atas bisa terjadi disebabkan oleh adanya penetrasi kebudayaan masuknya pengaruh suatu kebudayaan ke kebudayaan lainnya. Penetrasi kebudayaan dapat terjadi dengan dua cara yaitu penetrasi damai (penetration pasifique) dan penetrasi kekerasan (penetration violante)2. Penyebaran kebudayaan secara damai akan menghasilkan Akulturasi3, Asimilasi4, atau Sintesis5. Sementara itu penetrasi

2

http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya#Perubahan_Sosial_Budaya

3

bersatunya dua kebudayaan sehingga membentuk kebudayaan baru tanpa menghilangkan unsur kebudayaan asli. 4

bercampurnya dua kebudayaan sehingga membentuk kebudayaan baru.

5

bercampurnya dua kebudayaan yang berakibat pada terbentuknya sebuah kebudayaan baru yang sangat berbeda dengan kebudayaan asli.

4

kekerasan dapat menimbulkan goncangan-goncangan yang merusak keseimbangan dalam masyarakat. Penetrasi kebudayaan di Indonesia terjadi di dalam dua cara tersebut dan perubahan yang sangat signifikan dapat dilihat dari perkembangan seni pertunjukan di Indonesia. Secara garis besarnya, sekarang ini seni pertunjukan di Indonesia memiliki tiga bentuk – seni konvensional/modern, seni tradisional dan perpaduan di antara keduanya. Drs. Jabatin S. Bangun mengatakan : Seni pertunjukan Indonesia memiliki ciri-ciri umum : 1. Holistik, mencakup keseluruhan dari unsur-unsur yang ada di dalamnya; teater, tari, musik. 2. Kontekstual, penyajiannya berdasarkan kebutuhan. Seperti ritual agama, pernikahan dan lain-lain. 3. Berkembang/berubah, seni pertunjukan itu mengalami perkembangan dan perubahan karena persinggungan dengan kebudayaan lain. 4. Oral tradisi, penyebarannya melalui mulut dari generasi ke generasi….”6

Teater tradisi merupakan salah satu jenis dari seni pertunjukan. Seni pertunjukan (bahasa Inggris: performance art) adalah karya seni yang melibatkan aksi individu atau kelompok di tempat dan waktu tertentu. Seni pertunjukan biasanya melibatkan empat unsur: waktu, ruang, tubuh si seniman dan hubungan seniman dengan penonton.7

6

Bahan mata kuliah Seni Pertunjukan Indonesia I pada tahun ajaran 2010/2011. Dosen Drs. Jabatin S. Bangun. 7

http://id.wikipedia.org/wiki/Seni_pertunjukan

5

Dengan memahami ciri-ciri dan unsur-unsur di atas, maka akan lebih memudahkan untuk memahami bagaimana suatu teater tradisi itu tercipta dan siklus perkembangannya. Selain itu, untuk memahami teater tradisi dapat dipelajari dari beberapa aspek. Menurut James Danandjaja : Aspek tersebut adalah aspek identitas dan aspek fungsinya (function). Aspek identitas adalah umpamanya: apa yang dimaksudkan, bagaimana cara penyebarannya, berapa usianya, dan sebagainya. Aspek fungsi adalah umpamanya: apa guna teater rakyat bagi kehidupan masyarakat penduduknya (folk-nya), mengapa ada orang senang berperan di dalamnya, mengapa ada orang senang menontonnya, dan sebagainya. (Danandjaja : 80).

Berbagai macam penjelasan di atas dijadikan penulis sebagai bahan bantuan di dalam menulis sebuah karya tulis dengan judul Deskripsi Teater Tradisi Lang Lang Buana di Kabupaten Natuna Provinsi Kepulauan Riau. Tulisan ini berkaitan dengan latar belakang budayanya, sejarah kemunculannya dan bentuk serta unsur-unsur teater yang terdapat di dalamnya. Keberadaan teater Tradisi Lang Lang Buana sungguh sangat memprihatinkan. Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa teater tradisi ini telah hampir punah. Maka diperlukan adanya keinginan bersama untuk melestarikannya. Di dalam hal ini, penulis mencoba membuat suatu pengarsipan atau dokumentasi tertulis tentang teater tradisi ini. Meski pun terdapat beberapa kendala di dalam pencarian data, namun tulisan ini diharapkan dapat menjadi titik acuan untuk menghidupkan kembali dengan cara merekontruksi teater tradisi ini.

6

Lang Lang Buana sendiri pernah menjadi primadona di Ranai 8 pada 19601980. Namun untuk saat ini, Lang Lang Buana sudah tidak pentas selama 22 tahun. Lang Lang Buana merupakan nama grup dan nama judul lakon yang dipentaskan serta nama salah satu tokoh yang ada di di dalam lakon tersebut. Memang sangat jarang terjadi penyatuan sebutan istilah pada teater tradisi di Indonesia. Contohnya teater tradisi Lenong, grup Gunung Dromo, judul naskah Si Jampang dan memang ada nama tokoh ‘Jampang’ di dalam naskah tersebut. Hal serupa terjadi pada teater tradisi Mendu yang tumbuh dan berkembang di Natuna juga, tepatnya di Pulau Laut. Mendu merupakan jenis teater tradisi dan salah satu judul lakon yang dipentaskan serta nama tokoh utama di dalam lakon tersebut, namun nama grupnya beraneka ragam. Hal ini terjadi mungkin karena hanya ada satu grup yang membawakan lakon Lang Lang Buana. Sebab lainnya mungkin dikarenakan kebiasaan masyarakatnya yang suka menamakan jenis sesuatu dengan menyebutkan nama merek/brand imagenya. Seandainya kita ke Ranai, lalu ingin mencari tempat penyewaan motor. Tentunya di sini akan terjadi misunderstanding di dalam istilah ‘motor’. Orang Ranai menyebutkan kata

‘motor’ untuk mengatakan ‘pompong/perahu bermotor’,

sedangkan mereka menyebutkan motor dengan istilah ‘Honda’. Penggambaran di atas memaparkan sedikit keunikan dari teater tradisi ini dan memang cukup layak untuk diteliti. Namun untuk lebih bisa memahaminya, ada baiknya untuk terlebih dahulu mengenal Natuna – tempat di mana teater tradisi ini pernah tumbuh dan berkembang.

8

sekarang menjadi ibukota Kabupaten Natuna

7

Kabupaten Natuna adalah salah satu kabupaten di Provinsi Kepulauan Riau, Indonesia. Natuna merupakan kepulauan paling utara di selat Karimata. Di sebelah utara, Natuna berbatasan dengan Vietnam dan Kamboja, di selatan berbatasan dengan Sumatera Selatan dan Jambi, di bagian barat dengan Singapura, Malaysia, Riau, dan di bagian timur dengan Malaysia Timur dan Kalimantan Barat. Natuna berada pada jalur pelayaran internasional Hongkong, Jepang, Korea dan Taiwan. Sejarah Kabupaten Natuna tidak dapat dipisahkan dari sejarah Kabupaten Kepulauan Riau, karena sebelum berdiri sendiri sebagai daerah otonomi, Kabupaten Natuna merupakan bahagian dan wilayah Kepulauan Riau. Kabupaten Natuna dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 53 Tahun 1999 yang disahkan pada tanggal 12 Oktober 1999, dengan dilantiknya Bupati Natuna Drs. H. Andi Rivai Siregar oleh Menteri Dalam Negeri ad intrem Jenderal TNI Faisal Tanjung di Jakarta.9 Perkembangan kesenian di Kabupaten Natuna tidak bisa terlepas dari provinsi induknya – Provinsi Riau. Di Provinsi Riau terdapat dua jenis teater tradisi, yaitu teater tradisi Mak Yong dan teater Bangsawan. Mak Yong adalah seni teater tradisional masyarakat Melayu yang tumbuh dan berkembang di negara-negara bagian Malaysia dan di Kepulauan Riau. Hal ini disebabkan karena letak geografis dan kultur kebudayaan antara dua daerah yang berbeda negara itu saling berdekatan dan memiliki persamaan. Pementasan Mak Yong di Kepulauan Riau dengan memakai topeng, berbeda dengan Malaysia yang tanpa memakai topeng.

9

http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Natuna

8

Pertunjukan Mak Yong menggabungkan berbagai unsur upacara keagamaan, sandiwara, tari, musik dengan vokal atau instrumen dan naskah yang sederhana. Tokoh utama pria dan wanita keduanya dibawakan oleh penari wanita. Tokoh-tokoh lain yang muncul dalam cerita misalnya pelawak, dewa, jin, pegawai istana, dan binatang. Pertunjukan mak yong diiringi alat musik seperti rebab, gendang, dan tetawak10. Sementara itu, teater Bangsawan lebih mudah dipahami sebagai perintis dari perkembangan teater Indonesia ke arah teater modern. Hanya saja Teater Bangsawan belum menggunakan naskah tertulis seperti naskah well made play pada teater konvensional. Naskahnya hanya menceritakan garis besar/plot dari sebuah cerita yang akan dipentaskan. Teater Bangsawan atau Waayang Bangsawan adalah teater rakyat tradisional yang hidup di Kepulauan Riau dan Kepulauan Lingga, Indonesia, serta berkembang pula di kawasan Malaysia dan Brunei Darussalam. Teater ini dapat dimainkan

semua

lapisan

masyarakat.

Pertunjukan

Teater

Bangsawan

menggabungkan unsur musik, drama dan tari serta mengangkat kisah-kisah di lingkungan istana. Cerita-cerita yang sering diangkat adalah kisah tentang Hang Tuah Lima Bersaudara, Sultan Mahmud Mangkat Dijulang dan Laksamana Bintan. Menurut sejarah, teater ini dikembangkan oleh masyarakat Persia atau Parsi yang pindah ke India karena pertentangan ideologi di tanah airnya. Teater ini lalu berkembang di Pulau Penang, Malaysia dan menyebar pula ke Indonesia, termasuk Riau, Bengkulu, Sumatera Selatan dan Kalimantan Selatan. Tetapi teater ini lebih 10

alat musik seperti gong, tetapi bentuknya lebih kecil.

9

lekat dengan kebudayaan Riau. Di Malaysia, teater ini pada awalnya dinamakan Wayang Parsi. Lalu, kelompok wayang asal Persia ini pulang ke India dan menjual peralatan pertunjukan kepada seorang Malaysia, Mohamad Pushi. Mohamad menganti nama teater itu menjadi Teater Bangsawan. Di Kabupaten Natuna sendiri sebenarnya memiliki dua jenis teater tradisi, yaitu teater tradisi Mendu dan Lang Lang Buana. Teater tradisi Mendu cukup dikenal oleh masyarakat di gugusan kepulauan ini dan telah dibukukan serta dijadikan bahan penelitian ilmiah. Istilah ‘Mendu’ berasal dari kata ‘menghibur rindu’. Pada zaman dahulu para saudagar, nelayan dan petani sangat senang menghibur diri pada malam hari sebagai pelepas lelah setelah mereka bekerja berat pada siang hari. Mereka memainkan musik, nyanyian, berpantun sebagai pelepas rindu pada kampung halaman. Lama-kelamaan kata menghibur rindu mereka singkat dengan sebutan mendu yang akhirnya menjadi tontotan yang sangat digemari oleh masyarakat Kepulauan Natuna. Permainan Mendu merupakan pemaparan cerita pentas (panggung) yang dilakukan di lapangan terbuka dan menggabungkan unsur-unsur akting, tarian, nyanyian dan musik. Para pemainnya bermain dengan dialog yang disertakan dengan gerakan dan sewaktu-waktu dapat menjadi tarian. Walaupun demikian unsur tari dalam seni pertunjukkan Mendu bukan sekadar tempelan atau selingan saja, melainkan sebagai unsur yang saling berhubungan dengan unsur-unsur seni lainnya yang utuh pada pertunjukkan Mendu.

10

Sementara itu, teater tradisi Lang Lang Buana didirikan oleh almarhum Datok Kaya Wan Mohammad Rasyid yang sekaligus merangkap sebagai Syeh11. Ia merupakan keturunan kaum Bangsawan yang zaman dahulu memerintah di pulau Ranai. Pada masa hidupnya, teater tradisi Lang Lang Buana sangat populer di kalangan masyarakat Ranai. Bahkan kepopulerannya sampai ke pulau Midai, Sedanau, Pulau Laut dan pulau-pulau lainnya yang termasuk dalam gugusan Pulau Tujuh12. Teater tradisi Lang Lang Buana memiliki salah satu keunikan yang sekaligus menjadi syarat utama di dalam pementasannya. Teater tradisi ini harus bermain di atas panggung. Dengan kata lain, para pemainnya selama pertunjukan berlangsung tidak boleh menginjakkan kakinya di atas tanah. Salah seorang pemerhati kesenian ini mengatakan : Sewaktu saya kecil, saya pernah melihat pertunjukan Lang Lang Buana. Pada saat itu tanpa sengaja seorang pemain menginjakkan kakinya ke tanah. Seketika saja angin ribut langsung melanda panggung pertunjukan itu dan pemain yang menginjakkan kainya tadi langsung jatuh pingsan.13

Kejadian seperti ini bisa dimaklumi karena pada umumnya teater tradisi Indonesia memang tidak bisa terlepas dari unsur-unsur mistis yang terdapat di dalamnya.

11

Orang yang memiliki kekuatan magis untuk menangkal kekuatan gaib yang dapat mencelakan pemain. 12 Dahulu merupakan sebutan untuk tujuh kecamatan, yaitu Tambelan, Letung, Tarempa, Bunguran Timur (Ranai), Bunguran Barat (Sedanau), Midai dan Serasan. 13

Hasil wawancara dengan Wan Suhardi – cucu dari Datok Kaya Wan Mohammad Benteng.

11

Seperti halnya dengan seni teater tradisi lain di Indonesia yang cara penyampaiannya menggunakan multi media ekspresi terpadu (Integrated multy media expression)14, di mana di dalamnya terdapat berbagai unsur yang menyatu. Teater tradisi Lang Lang Buana juga menggabungkan unsur-unsur ritual, lakon, tari, nyanyian dan musik yang menjadi satu kesatuan di dalam pementasannya. Menurut Hoebel : Bentuk pengutaraan seperti ini tidak berarti bahwa seni tradisi itu ketinggalan zaman, tidak mengunakan pakem-pakem yang ada, dangkal, kasar dan tidak bisa menerima perubahan. Produk-produk kesenian tradisional itu sesungguhnya menunjukkan teknik yang matang, ide-ide yang kompleks dan memperlihatkan gaya yang khas dalam bentuknya yang abstrak merupakan karya yang penuh khayal dan simbolik. (Hoebel, 1966)

Dengan demikian, kesenian tradisi memiliki nilai-nilai yang paling mendasar bagi manusia untuk memahami latar belakang kebudayaan dan kiat-kiat dalam menjalani kehidupan melalui pesan-pesan yang ada di dalamnya. Meski pun belum pernah ada data tertulis tentang teater ini dan saat sekarang ini sudah tidak pernah lagi dipentaskan, namun para pelaku generasi ketiga dari kesenian ini masih bisa ditemui di Desa Kelanga, Kecamatan Bunguran Timur Laut, Kabupaten Natuna. Sehingga teater ini masih cukup layak diteliti untuk dijadikan bahan skripsi.

14

Diktat dari mata kuliah Teater Asia untuk semester III pada tahun ajaran 2009/2010. Pengertian ini tercantum dalam Bab I tentang Mengenal Timur dan Barat. Dosen A. Kasim Achmad.

12

I.2 Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa penelitian ini akan mengangkat persoalan tentang penggambaran teater tradisi Lang Lang Buana di Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau. Penelitian ini mengidentifikasikan pertanyaan penelitian : 1. Bagaimana sejarah munculnya teater tradisi Lang Lang Buana Di Kabupaten Natuna. 2. Bagaimana pengaruh kebudayaan masyarakat pendukungnya di dalam teater tradisi Lang Lang Buana 3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi eksistensi teater tradisi Lang Lang Buana 4. Bagaimana bentuk penyajian dan unsur-unsur di dalam teater tradisi Lang Lang Buana. I.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan teater tradisi Lang Lang Buana menurut sejarah, faktor-faktor yang mempengaruhi eksistensinya dan bentuk pertunjukan serta unsur-unsur yang terdapat teater di dalamnya.

I.4 Manfaat Penelitian Ada pun manfaat dari penelitian ini adalah : I.4.i Manfaat Teoritis 13

1. Membuat dokumentasi tertulis agar teater tradisi Lang 2. Menjadikan bahan rujukan untuk ke depannya I.4.ii Manfaat Praktis Ada pun manfaat prakits dari penelitian ini sebagai bahan utama untuk merekontruksi dan mewujudkannya di dalam sebuah pertunjukan teater tradisi Lang Lang Buana di Ranai. Dengan cara ini diharapkan nantinya akan muncul generasigenerasi penerus teater tradisi ini.

I.5 Kerangka Konsep Penulis memakai sejumlah konsep untuk menjawab pertanyaan di atas. Konsep-konsep tersebut adalah : 1) Kebudayaan; 2) Seni Pertunjukan; 3) Kesenian Tradisi; 4) Mendu (sebagai bahan perbandingan) dan 5) Folklor. Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Sehinga segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Kebudayaan merupakan kesuluruhan yang kompleks, di mana di dalamnya terdapat unsur-unsur yang menopang kehidupan bagi kelangsungan umat manusia. Seni Pertunjukan merupakan bagian dari kesenian yang tidak terpisahkan dari kehidupan bermasyarakat. Di dalam bermasyarakat dibutuhkan adanya komunikasi antar individunya. Seni Pertunjukan menjadi salah satu cara menyampaikan ekspresi 14

seseorang dalam berhubungan dengan orang lain. Sehingga Seni Pertunjukan merupakan

kesenian

yang

kolektif



membutuhkan

orang

lain

dalam

penyampaiannya. Seni pertunjukan di Indonesia tidak dapat terpisahkan dari kesenian tradisional yang tumbuh dan berkembang di masing-masing daerah. Sehingga kesenian yang muncul mengandung unsur-unsur sistem budaya dari masyarkat yang bersangkutan. Dengan demikian, masyarakat yang bersangkutan bermaksud menjawab dan menginterpretasikan permasalahan kehidupan sosialnya, mengisi kebutuhan, atau mencapai suatu tujuan bersama, seperti kemakmuran, kemuliaan, persatuan, kebahagian dan rasa aman yang berhubungan dengan yang gaib (supranatural) dan lain-lain. Teater tadisi Mendu memiliki asal usul dan sejarah serta perkembangannya. Mendu adalah salah satu teater rakyat yang tumbuh dan berkembang di Kabupaten Natuna, selain teater tradisi Lang Lang Buana. Sehingga dapat dijadikan bahan perbandingan di dalam penggambaran teater tradisi Lang Lang Buana disebabkan karena adanya persamaan latar belakang kebudayaan dan letak geografisnya yang sama. Folklor adalah sebagian kebudayaan suatu koletif, yang tersebar dan diwariskan secara turun-temurun, di antara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat (mnemonic device). 15

(Danandjaja : 1984). Dengan disiplin ilmu ini, penulis akan lebih mudah memahami suatu jenis kesenian tradisi yang hampir punah karena teknik pengumpulan datanya adalah wawancara kepada para pelakunya maupun masyarakat pendukung kesenian tersebut. I.6 Metode Penelitian Penelitian ini mengunakan teknik pengumpulan atau pendokumentasian di dalam bentuk sebuah naskah folklor 15.

Hal ini disebabkan karena tidak

adanya bukti tertulis maupun di dalam bentuk gambar (visual) tentang teater tradisi Lang Lang Buana. Untuk membuat penelitan folklor terdiri dari tiga tahap. Menurut Danandjaja di dalam bukunya “Folklor Indonesia : “Ilmu gossip, dongeng, dan lain-lain” mengatakan : Penelitian folklor terdiri antara lain dati tiga macam atau tahap, yakni: pengumpulan, penggolongan (pengklasifikasian), dan penganalisaan”. Tahapan-tahapan ini sangat berfungsi untuk tujuan pengarsipan atau pendokumentasian. Di dalam pengumpulan data, penulis menggunakan penelitan yang bersifat penelitian di tempat (field work)16. Ada tiga tahap yang harus dilalui oleh seorang peneliti di tempat jika hendak berhasil dalam usahanya. Tiga tahap itu adalah: (1) tahap prapenelitian di tempat, (2) tahap penelitian di tempat yang sesungguhnya, dan (3) cara pembuatan naskah folklor bagi pengarsipan.

15

Folklor terdiri dari dari dua istilah. Folk adalah sinonim dengan kolektif, yang juga memiliki ciriciri pengenal fisik atau kebudayaan yang sama, serta mempunyai kesadaran kepribadian sebagai kesatuan masyarakat. Lore adalah tradisi folk, yaitu sebagian kebudayaannya, yang diwariskan secara turun temurun secara lisan atau melalui suatu contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat. 16 Folklor Indonesia : Ilmu gossip, dongeng, dan lain lain. James Danandjaja. 1984.

16

(Danandjaja : 1984). Dengan tiga tahapan itu, penelitian yang dilakukan peneliti akan lebih terarah dan mendapatkan hasil yang sesuai dengan keinginan. Teknik penelitian yang dilakukan penulis di dalam pemngumpulan data adalah tehnik wawancara dengan pewaris aktif (active bearer)17 dan pewaris pasif (passive bearer). Wanwancara yang dilakukan bersifat wawancara yang terarah (directed) dan yang tidak terarah (non directed). Sebenarnya ada dua cara penelitian lapangan yaitu teknik wawancara dan pengamatan. Namun di dalam kasus ini, penulis tidak dapat melakukan teknik pengamatan disebabkan tidak ada lagi pementasan teater tradisi ini. Hal ini bukanlah menjadi halangan untuk mengumpulkan data yang empiris. Selanjutnya penulis melakukan pengujian kebenaran data wawancara dengan cara mengecek kepada informan lain berdasarkan pertanyaan yang sama. Adapun alat bantuan yang digunakan di dalam penelitian ini adalah tape recorder dan handycam untuk pembuatan perekaman suara dan gambar hidup. I.7 Rencana Isi Penelitian ini akan dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian pendahuluan, bagian isi dan penutup. Bagian pendahuluan merupakan pra bab yang berisi abstrak, halaman pengesahan, kata pengantar dan daftar isi. (PR)

17

Idem.

17

Bagian kedua adalah bagian isi yang dibagi di dalam tiga bab. Bab I berisi tentang: 1. Latar belakang masalah, sub ini menjelaskan tentang mengapa topik penelitian masih cukup relevan dan menarik untuk diteliti. 2. Masalah penelitian, mengangkat tentang pertanyaan-pertanyaan

yang

menyangkut penelitian ini. 3. Tujuan penelitian, merupakan titik tolak dari penulis untuk menetukan jawaban dari hasil penelitian ini. 4. Manfaat Penelitian, merupakan penjabaran tentang manfaat yang bisa diperoleh dari penelitian ini, baik itu manfaat teoritis maupun manfaat praktis. 5. Kerangka Konsep, berisi referensi-referensi yang digunakan penulis. Daftar referensinya didapat dari buku, koran, majalah, makalah, blog internet, dan lain-lain. 6. Metode penelitian, menjelaskan metode yang digunakan dalam pengumpulan data-data untuk penelitian ini. 7. Rencana isi, berisi tentang sistematis penulisan skripsi ini. Di dalam Bab II membahas mengenai Kabupaten Natuna dilihat dari latar belakang kebudayannya dan eksistensi teater tradisi Lang Lang Buana di Kabupaten Natuna. Bab III membahas mengenai teater tadisi Lang Lang Buana secara menyeluruh, baik ditinjau dari bentuk pertunjukannya maupun unsur-unsur teater yang terdapat di dalamnya. Pembahasan bab ini berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan masyarakat pendukungnya dan para pelaku teater tradisi ini.

18

Bagian terakhir adalah bagian penutup yang di dalamnya terdapat kesimpulan akhir dari penelitian yang telah dilakukan dan saran-saran untuk menghidupkan kembali teater tradisi Lang Lang Buana ini.

BAB II KEBERADAAN TEATER TRADISI LANG LANG BUANA DI KABUPATEN NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU

II.1 Sekilas Tentang Kabupaten Natuna II.1.i Sejarah Terbentuknya Kabupaten Natuna

19

Sejarah kabupaten Natuna tidak dapat dipisahkan dari sejarah Kepulauan Riau, karena sebelum berdiri sendiri sebagai daerah otonomi, Kabupaten Natuna merupkan bagian dari Kabupaten Kepulauan Riau. Berdasarkan Surat Keputusan Delegasi Republik Indonesia Provinsi Sumatera Tengah tanggal 18 Mei 1956 menggabungkan diri ke dalam Wilayah Republik Indonesia dan Kepulauan Riau yang diberi status Daerah Otonomi Tingkat II yang dikepalai Bupati sebagai Kepala Daerah yang membawahi 4 Kewedanan sebagai berikut : •

Kewedanan Tanjungpinang, meliputi Kecamatan Bintan Selatan, Bintan Timur, Galang, Tanjungpinang Barat dan Tanjungpinang Timur.



Kewedanan Karimun meliputi wilayah Kecamatan Lingga, Kundur dan Moro.



Kewedanan Lingga meliputi wilayah Kecamatan Lingga, Singkep dan Senayang.



Kewedanan Pulau Tujuh meliputi wilayah Kecamatan Jemaja, Siantan, Midai, Serasan, Tambelan, Bunguran Barat dan Bunguran Timur. Kewedanan Pulau Tujuh yag membawahi Kecamatan Jemaja, Siantan, Midai,

Serasan, Tambelan, Bunguran Barat dan Bunguran Timur beserta Kewedanan lainnya dihapus berdasarkan Keputusan Guberbur Kepala Daerah Tingkat I Riau tanggal 9 Agustus 1964 No. Up/247/5/165. Berdasarkan ketetapan tersebut, terhitung tanggal 1

20

januari 1966 semua daerah administrative kewedana dalam Kabupaten Kepulauan Riau dihapus. Tertulis dalam sejarah bahwa di Kabupaten Natuna yang dulunya bernama Pulau Tujuh sebelum bergabung dalam Kepulauan Riau, telah memerintah beberapa orang “Tokong Pulau” (istilah yang diberikan kepada Datuk Kaya di wilayah Pulau Tujuh) yang menurut kamus Bahasa Indonesia yang berasal dari kata “Tekong” yang berarti Nakhoda yang memegang peranan dalam mengedalikansebuah kapal atau perahu layar. Di dalam pembicaraan sehari-hari, “Tokong” artinya tanah busut yang menonjol ke permukaan laut atau tanah kukup atau batu karang yang menonjol di permukaan laut yang sangat berbahaya untuk lalu lintas kapal yang melewati area tersebut. Julukan Tokong Pulau yang diberikan kepada Datuk Kaya di Pulau Tujuh mengibaratkan seorang pemimpin yang mengendalikan pemerintahan di wilayah terkecil yang waktu itu diberi hak oleh Sultan Riau sesuai ketentuan “Yayasan Adat” yang sudah ada pada saat itu. Silsisah dari keturunan Datuk Kaya di wilayah Pulau Tujuh menurut versi merupakan asal-usul orang ternama di wilayahnya dengan memiliki adat yang telah diatur sejak dahulu. Hanya Datuk Kaya yang cakap dan mampu boleh memimpin wilayahnya dengan disetujui oleh penguasa Belanda setelah mendapat restu dari Sultan Riau pada masa itu. Dari keterangan yang diperoleh bahwa gelar yang diberikan di dalam pembagian wialyah Datuk Kaya Pulau Tujuh disebutkan sebagai berikut : 21

1.

Wilayah Pulau Siantan, dipimpin oleh Pangeran Paku Negar dan Orang Kaya Dewa Perkasa.

2.

Wialyah Pulau Jemaja, dipimpin oleh Orang Kaya Maharaja Desa dan Orang Kaya Lela Pahlawan.

3.

Wilayah Pulau Bunguran, dipimpin oleh Orang Kaya Dana Mahkota dan dua orang Penghulu serta satu orang Amar Diraja.

4.

Wilayah Pulau Subi, dipimpin oleh Orang Kaya Indra Pahlawan dan Orang Kaya Indra Mahkota.

5.

Wialyah Pulau Serasan, dipimpin oleh Orang Kaya Raja Setia dan Orang Kaya Setia Raja.

6.

Wilayah Pulau Laut, dipimpin oleh Orang Kaya Tadbir Raja dan Penghulu Hamba diraja.

7.

Wilayah Pulau Tambelan, dipimpin oleh Petinggi dan Orang Kaya Maha Raja Lela Setia. Orang-orang besar inilah yang pada zaman dahulu memerintah di wilayah

Pulau Tujuh dengan masing-masing wilayah secara turun-temurun dan sampai pada akhir kekuasaannya. Seiring dengan semangat otonomi daerah maka terbentuklah Kabupaten Natuna berdasarkan Undang-undang No. 53 Tahun 1999 dari hasil pemekaran 22

Kabupaten Kepulauan Riau yang terdiri dari enam kecamatan yaitu Kecamatan Bunguran Timur, Bunguran Barat, Midai, Serasan, Jemaja, Siantan dan ditambah Palmatak sebagai kecamatan yang baru dimekarkan. Sehingga sekarang ini Kabupaten Natuna memiliki 7 kecamatan , sedangkan Tambelan masih berada di wilayah Kabupaten Kepulauan Riau.

II.1.ii Keadaan Alam Letak Kabupaten Natuna secara geografis sangatlah strategis karena berada di antara jalur perdagangan internasional. Kabupaten Natuna merupakan wilayah yang berbatasan langsung dengan beberapa negara tetangga : Sebelah Utara

: Vietnam dan Kamboja

Sebelah Timur

: Malaysia Timur dan Kalimantan Barat

Sebelah Selatan

: Kecamatan Tambelan Kepulauan Riau

Sebelah Barat

: Semenanjung Malaysia dan Pulau Bintan

Secara geografis letak Kabupaten Natuna berada di antara 2 Lintang Utara sampai dengan 5 Lintang Utara dan 104 Bujur Timur samapai dengan 110 Bujur Timur. Terdiri dari daratan dan perairan yang luas wilayahnya mencapai 141.891,2 km. Luas daratannya hanya 3.235,2 km atau 2,28 % dari luas wilayah secara

23

keseluruhan dan terdiri dari 271 pulau besar dan kecil yang tersebar di Lautan Cina Selatan. Pulau-pulau yang ada di Kabupaten Natuna dapat dikelompokkan dalam tiga gugusan yang memiliki potensi yang beraneka ragam, antara lain : 1. Gugusan Pulau Anambas, terdiri dari Pulau-pulau Siantan dan Jemaja yang kaya dengan sumber daya alam minyak bumi. 2. Gugusan Pulau Natuna, terdiri dari Pulau Sedanau, Bunguran, Midai dan Pulau Laut. 3. Gugusan Pulau Serasan, terdiri dari Pulau Serasan, Subi Besar dan Subi Kecil. Berdasarkan kondisi fisiknya, Kabupaten Natuna merupakan tanah berbukit dan bergunung batu, daratan rendah dan landau yang banyak ditemukan di pinggir pantai. Ketinggian wilayah antar kecamatan cukup beragam, tetapi berkisar dari 3 sampai 500 meter dari permukaan laut dengan tingkat kemiringan antara 2 sampai 5 meter. Sekitar 10 persen dari wilayah Kecamatan Bunguran Timur dan Bunguran Barat merupakan dataran rendah dan landau terutama di pinggir pantai, 65 persen berombak dan 25 persen berbukit sampai bergunung. Di daerah ini akan kita temukan beberapa buah gunung seperti Gunung Ranai (959 meter), Gunung Catub dan Gunung Bajul. Wilayah Kecamatan Siantan, Palamtak dan Serasan sebagian besar terdiri dari perbukitan dan gunung batu, tanah datar sangat terbatas. Di Kecamatan Serasan 24

terdapat beberapa gunung seperti Gunung Kute, Gunung Punjang dan Gunung Pelawan Condong. Kondisi fisik Kecamatan Midai datar dan rendah di pinggir pantai. Kemiringna tanah antara 3 sampai 500 meter dari permukaan laut. Wilayah Kecamatan Jemaja tidak banyak berbeda dengan kecamatan lainnya, berupa dataran rendah dan landau di pinggir pantai sampai berbukit. Iklim di Kabupaten Natuna sangat dipengaruhi oleh perubahan angin. Musim kemarau biasanya terjadi pada bulan Maret samapai dengan bulan Mei ketika angin dari arah Utara bertiup. Musim hujan terjadi pada bulan September sampai dengan bulan Februari ketika arah angin bertiup dari timur dan Selatan. Rata-rata curah hujan dalam setahun berkisar 2.000 milimeter dengan kelembaban udara sekitar 85 persen dan temperature berkisar 26 derajat Celcius.

II.1.iii Latar Belakang Budaya Bentuk kebudayaan di Kabupaten Natuna secara umum merupakan kebudayaan Melayu Kepulauan. Seiring berjalannya waktu dan terjadinya hubungan perdagangan dengan bangsa lain, maka terjadilah penetrasi kebudayaan yang berlangsung dengan damai. Oleh sebab itu, kesenian di kabupaten Natuna banyak dipengaruhi oleh bangsa Arab/Islami dan negara-negara semenanjung seperti Siam (Thailand), Cina, Kamboja dan Vietnam. 25

Menurut sejarahnya, penetrasi ini terjadi karena Natuna dari zaman Majapahit merupakan daerah persinggahan para pedagang dan pelayar. Di sini terjadi sistem barter barang bawaan para pedagang dan pelayar dengan makanan dan minuman dari masyarakat setempat. Bukti ini bisa dilihat dari adanya peninggalan barang-barang keramik dari diansti Tsung dan dinasti Ming. Penetrasi yang terjadi dari bangsa Arab/Islami dapat dilihat dari bentuk-bentuk kesenian yang menggunakan alat musik dari Arab, seperti Berdah, Hadrah, Rebana, Kompang dan syair-syair lagu yang islami. Namun pada tahap selanjutnya, kesenian seperti ini telah membaur dengna kesenian Melayu sehingga disebut sebagai kesenian Melayu Kepulauan. Penetrasi budaya yang terjadi dengan negara-negara semanjung seperti Siam dapat dilihat dari kesenian teater tradisi Mendu. Sebenarnya terdapat banyak versi tentang asal-muasal Mendu, ada yang mengatakan dari Kalimantan Barat dan Malaysia. Namun fakta lapangan yan telah diteliti oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Natuna menyebutkan bahwa teater tradisi Mendu berasal dari Siam. Bukti yang menguatkannya yaitu adanya hikayat cerita yang mempunyai keterkaitan kisah dengan Negara Siam, seperti adanya kisah tentang gajah putih yan merupakan symbol dari Negara Thailand (Siam). Pada awalnya, Mendu tumbuh dan berkembang di daerah Pulau Laut yang secara geografis merupakan perbatasan dengan Negara Thailand. Menurut informasi masyarakat setempat, kisah mendu diangkat memang bertujuan untuk lebih mengeratkan hubungan peradaban Natuna dengan Siam, Vietnam dan Kamboja.

26

Hubungan ini terjadi jauh sebelum Natuna masuk ke wilayah Kerajaan Riau Lingga. Bukti otentiknya terdapat pada buku sejarah yang ada di Negara Thailand. II.1.iii.a Adat Istiadat Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa adat istiadat di Natuna merupakan perpaduan antara budaya Melayu Kepulauan dengan penentrasi oleh budaya bangsa Arab dan negara-negara Semenanjung (Thailand, Vietnam, Kamboja, Cina). Hal ini disebabkan karena adanya hubungan perdagangan yang terajadi antara Natuna dengan negara-negara tersebut. Hubungan ini terjadi jauh sebelum Natuna masuk ke wilayah kerajaan Riau Lingga. II.1.iii.b Agama Pada umumnya, agama yang berkembang di Natuna adalah agama Islam yang dibawa oleh para pedagang dari Arab. Hal ini bisa dilihat dari perpaduan budaya yang terjadi. Berdah ini biasanya dimainkan pada saat upacara perkawinan masyarakat Natuna dimana sambil menabuh gendang berdiameter 40-60 centimeter. Mereka melantunkan zikir-zikir pujian kepada Allah dengan harapan kedua mempelai yang mengarungi kehidupan baru mendapat berkah dan lindungan dari tuhan yang maha esa. Berdah ini dilakukan setelah upacara akad nikah dimulai setelah sholat isya sampai waktu sholat subuh. Berdah ini diakhiri dengan melakukan solat subuh berjamaah. II.1.iii.c Mata Pencaharian 27

Dilihat dari keadaan fisik daerahnya yang merupakan daerah kelautan, maka dapat diambil kesimpulan bahwa mata pencaharian masyarakat Natuna pada umumnya adalah perikanan. Dari hasil penelitian di lapangan juga menunjukan hal itu. Namun sekarang ini dengan berkembangnya Natuna sebagai kabupaten yang memiliki hasil migas terbesar di Indonesia, maka mata pencaharian penduduknya juga berubah. Saat ini telah dapat ditemui berbagai macam aktifitas perdagangan dan banyaknya pendatang yang mencoba mencari nafkah, baik sebagai pedagang maupun menajdi pegawai negeri sipil. II.1.iii.d Bahasa Dengan berlandaskan bahwa budaya Melayu Kepulauan yang menjadi latar belakang kebudayaan di Natuna, maka bahasa yang digunakan adalah bahasa Melayu. Namun bahasa Melayunya berbeda dengan bahasa melayu pada umumnya. Bahkan di setiap pulau yang ada di Natuna memiliki berbagai macam bahasa Melayu yang berbeda-beda. Bahasa Melayu Ranai cukup jauh berbeda dengan bahasa Melayu Midai, Serasan dan pulau-pulau lainnya. Contohnya, kata ‘tidak ada’ di Ranai diucapkan dengan dengan kata ‘ndek de’, di Midai dengan kata ‘ndak isik’ dan di Serasan dengan kata ‘naroh’. Begitulah sedikit contoh yang menyatakan bahwa Natuna memiliki beragam sub-budaya yang mendukungnya. II.1.iv Jenis-jenis Kesenian Di Kabupaten Natuna terdapat beberapa jenis kesenian tradisi seperti Hadrah, Mendu, Berdah, Kompang, Lang Lang Buana dan lain-lain. Secara garis besar, 28

kesenian tradisi yang cukup mendapatkan perhatian dari pemerintah setempat adalah jenis keseniana tradisi tarian dan musik. Hal ini bisa dilihat dari perolehan prestasi yang didapt dari event-event tingkat nasional. Kabupaten Natuna pernah mendapatkan juara kedua tingkat provinsi dan dua tahun berturut-turut mendapat peringkat ketiga nasional. Sementara itu, seni pertunjukan yang berbentuk teater seperti Mendu dan Lang Lang Buana masih sangat kurang diperhatikan oleh pemerintah Kabupaten Natuna. Hal yang lebih memprihatinkan yaitu teater tradisi Lang Lang Buana terakhir melakukan pementasan pada tahun 1989. Hal ini berarti teater tradisi ini telah dua puluh satu tahun tidak dipentaskan. Padahal teater ini dulunya pernah menjadi primadona tontonan sekitar tahun 1960-1980. Teater tradisi Lang Lang Buana memang hanya terdapat di daerah Bunguran Timur (Ranai) dan cuma ada satu kelompok teater tradisi ini. Hal ini berbeda dengan teater tradisi Mendu yang penyebarannya lebih menyeluruh ke pulau-pulau lain seperti Pulau Midai, Pulau Laut, Serasan, Bunguran Barat. Selain itu, kelompok-kelompok teater tradisi ini hampir ada di setiap kecamatan. Namun sekarang ini, secara perlahan-lahan kelompok-kelompok teater tradisi ini juga terkena imbas dari perkembangan zaman. II.2 Sejarah dan Eksistensi Lang Lang Buana II.2.i Sejarah Lang Lang Buana

29

"https://es.scribd.com/doc/47716074/DESKRIPSITEATER-TRADISI-LANG-LANG-BUANA"

30

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF