Apuppt PCP 2023
July 10, 2024 | Author: Anonymous | Category: N/A
Short Description
Download Apuppt PCP 2023...
Description
PERAN, TANTANGAN, KEWAJIBAN PIMPINAN BPR DALAM PENERAPAN PROGRAM APU PPT dan PPPSPM
PERAN, TANTANGAN, KEWAJIBAN PIMPINAN BPR DALAM PENERAPAN PROGRAM APU PPT dan PPPSPM BAB
PEMBAHASAN
I
Existing Penerapan Program APU PPT & PPPSPM di BPR Grup Saudara?
II
Tantangan
III
Ketentuan Sanksi
IV
Kewajiban Pelaporan
V
Pengawasan aktif Direksi dan Dewan Komisaris
VI
Pembahasan Program APU PPT & PPPSPM di BPR Saudara Grup? • Rapat Direksi • Rapat Dewan Komisaris
VII
Kewajiban Penerapan
VIII
Permasalahan SIM di BPR Saudara Grup?
IX
Contoh – Contoh Formulir & Laporan : (Laporan Matrix Risk Profile, Laporan Red Flag TKM, Laporan Analisa TKM, Register LTKM , Register LTKT, dll)
X
Q&A
I. Existing Penerapan Program APU PPT & PPPSPM di BPR Saudara Grup ? 1. 2.
Prosedur Identifikasi , analisa, pelaporan TKM? Jumlah potensi LTKM (red flag) yang dilaporkan satuan kerja terkait kepada PE APU PPT & PPPSPM s/d Juli 2023? 3. Jumlah LTKM yang telah disetujui oleh Direktur YMFK dan dilaporkan ke PPATK? 4. Jumlah temuan audit terkait LTKM oleh SPI? 5. Peran pihak berikut terkait penerapan Program APU PPT & PPPSPM? - Direksi YMFK? - PE Kepatuhan? - Direksi? - Dewan Komisaris? - SPI? - Satuan Kerja lain : - Penerimaan nasabah? - Proses Transaksi Nasabah? 6. Pembahasan penerapan program APU PPT & PPPSPM di Rapat Direksi? Rapat Dewan Komisaris? 7. Proses pengkinian data & informasi? 8. Permasalahan SIM di BPR dalam menunjang penerapan program APU PPT & PPPSPM?
II. Tantangan
Peran Direktur YMFK Menjaga Bank dari Risiko: Operational Risk, Concentration Risk Legal Risk, Reputation Risk
Dampak ketidakpatuhan: Sanksi Adminitratif, Denda, Sanksi Pidana, Publisitas Negatif, Mengurangi Kepercayaan Masyarakat, Mengganggu kegiatan operasional: penyelidikan, penyidikan, Kerugian: Penyitaan Aset
Tantangan Kedepan
Hasil National Risk Asessment Indonesia tahun 2021, Risiko tertinggi TPPU berasal dari : 1. Tindak Pidana Narkotika 2. Tindak Pidana Korupsi
COUNTRY COMPARISON :: GDP (PURCHASING POWER PARITY) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
China United States India Japan Germany Russia Indonesia Brazil France United Kingdom Turkey (Turkiye) Italy Mexico Korea, South Canada Spain Saudi Arabia Iran Poland Australia
$24,861,000,000,000 $21,132,000,000,000 $9,279,000,000,000 $5,126,000,000,000 $4,424,000,000,000 $4,078,000,000,000 $3,246,000,000,000 $3,128,000,000,000 $3,048,000,000,000 $3,028,000,000,000 $2,668,000,000,000 $2,478,000,000,000 $2,418,000,000,000 $2,289,000,000,000 $1,832,000,000,000 $1,798,000,000,000 $1,594,000,000,000 $1,319,000,000,000 $1,318,000,000,000 $1,279,000,000,000
The CIA- the-world-factbook-2022
KENAPA KORUPSI TERJADI SECARA LUAS:
DESIGN BIROKRASI YG SAMPAI DENGAN HARI INI BELUM EFISIEN, DAN BELUM TERKOORDINASI DENGAN BAIK
REFORMASI BIROKRASI YG BELUM BERHASIL (BELUM TRANSPARAN, BELUM MENGUTAMAKANLAYANAN, GAJI PNS YG KECIL, DLL)
ORGANISASIYG TUMPANG TINDIH
ORGANISASI YANG TERLALU GEMUK
BELUM ADANYA SINGLE IDENTITY NUMBER UNTUK PENDUDUK INDONESIA
Sumber: KPK
80 70 60 50 40 30 20 10 0
2012
2013
2014 TPK TPPU
2015
2021
No Perkara
2012 2013
2014
2015
2021
1
TPK
48
70
58
57
49
2
TPPU
1
7
6
1
7 Sumber : KPK
TPK Per jenis perkara
1%
TPPU
2% 6%
Perizinan Penyuapan
44%
47%
Pengadaan Barang Merintangi Proses KPK
Sumber : KPK
Perbankan merupakan Industri Berisiko Tinggi
Jenis Bank Berisiko Tinggi: Bank Umum
Daerah Berisiko Tinggi pada sektor Perbankan : Aceh, Jakarta, Bali, Sumut
Produk Perbankan Berisiko Tinggi : Transfer Dana, Tabungan, Electronic Banking, SDB, Deposito, Cek/Giro, LC, Transfer Dana ke LN
Pengguna Jasa Berisiko Tinggi: Pejabat Lembaga legislatif dan Pemerintah, Pengurus Parpol, Peg. BI/BUMN/BUMD, TNI/POLRI, Peg. Money Changer, Profesional dan Konsultan, Peg. Bank, PNS
LPP / PPATK •Pengawasan
Kepatuhan
Pihak Pelapor PERBANKAN • Informasi
/ Laporan
PMPJ KYC Pengguna Jasa
PPATK
APGAKUM
• Collecting
•Mengumpul-
• Analyzing
kan alat bukti
• Disseminating
• Identifikasi • Verifikasi
• Pemantaun
Pengadilan • Mengadili • Memutuskan
Perbandingan Jumlah LTKM yang Diterima PPATK Sebelum dan Sesudah Berlakunya UU TPPU Berdasarkan Jenis PJK Pelapor s.d. Januari 2021
- Data Tahun 2010 dihitung s.d. Desember 2010. - Data Tahun 2011 s.d. Januari 2021 menggunakan Database SIAPUPPT per 31 Januari 2021.
Perkembangan dan Peningkatan Jumlah LTKM yang Diterima PPATK per-bulan Januari 2020 s.d Januari 2021
Jenis Hasil Analisis (HA)
(1)
Sebelum Berlakuny a UU TPPU No. 8 Thn 2010 (s.d. Oktober 2010)*)
Sesudah Berlakunya UU TPPU No. 8 Thn 2010 (sejak Januari 2011) Tahun 2020
Tahun 20112019
Januari- Desem 2020 ber2020
Jumlah Jan Tahun 2003 JanuariJumlah s.d. 2021 2021 (s.d. JanuariJanuari2021 2021) Tahun 2021
2020
(2)
(3)
(4)
0
(6)
(8)
(9)
(10)
(11)
PROAKTIF Ø Hasil Analisis Ø LTKM Terkait
1.172 2.851
1.240 6.689
9 190
31 142
192 1.806
20 158
20 158
1.452 8.653
2.624 11.504
INQUIRY**) Ø Hasil Analisis Ø LTKM Terkait
259 259
2.577 13.349
20 158
50 225
331 2.940
15 156
15 156
2.923 16.445
3.182 16.704
TOTAL Ø Hasil Analisis Ø LTKM Terkait
1.431 3.110
3.817 20.038
29 348
81 367
523 4.746
35 314
35 314
4.375 25.098
5.806 28.208
Keterangan: - Cut off data per 31 Januari 2021. - Proaktif adalah HA yang disampaikan atas insiatif PPATK. - Inquiry adalah HA yang disampaikan sebagai jawaban atas permintaan dari Apgakum. - Data Tahun 2010 dihitung s.d. Desember 2010. - HA Inquiry Januari 2004 sampai dengan Desember 2008,hanya diperhitungkan sebagai catatan biasa dan tidak diperhitungkan sebagai HA.
Menerapkan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa (PMPJ)/KYC/CDD (pasal 18)
Melaporan TransaksiKeuangan (pasal 23)
Kegiatan penyelidikan/peyidikan/pemeriksaandi pengadilan (pasal 68)
Belum melakukan kewajiban pelaporan secara tepat waktu dan benar
Kebijakan dan Prosedur yang belum sesuai dengan ketentuan Sistem Informasi yang tidak mendukung Kompetensi SDM yang kurang
III. Ketentuan Sanksi
POJK No. 8 Tahun 2023
Ketentuan sanksi ada pada setiap akhir BAB Pasal 16 PJK yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1), ayat (2), dan/atau Pasal 11 ayat (5), dikenai sanksi administratif berupa: a. Peringatan atau teguran tertulis yang disertai dengan perintah untuk melakukan tindakan tertentu b. Denda c. Pembatasan kegiatan usaha tertentu d. Penurunan penilaian factor pembentuk nilai tingkat kesehatan e. Pembekuan kegiatan usaha tertentu; dan/atau f. Larangan sebagai pihak utama
POJK No. 8 Tahun 2023 Klasifikasi sanksi dalam POJK: A. Terhadap pelanggaran di luar kewajiban pelaporan; B. Terhadap pelanggaran berupa tidak disampaikannya laporan; atau C. Terhadap pelanggaran berupa keterlambatan pelaporan.
Sanksi terhadap Pelanggaran Pelaporan TERLAMBAT PJK menyampaikan laporan sampai dengan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak batas waktu
SANKSI TERHADAP KETERLAMBATAN PELAPORAN Denda Rp50.000,00 per hari kerja keterlambatan per laporan, paling banyak Rp1.500.000,00 per laporan. Paling banyak 0,25% dari total laba bersih tahun sebelumnya dengan batas paling banyak per tahun sebesar Rp12.500.000.000,00.
Sanksi terhadap Pelanggaran Pelaporan TIDAK MENYAMPAIKAN PJK tidak menyampaikan sama sekali atau PJK menyampaikan laporan melebihi 30 (tiga puluh) hari kerja sejak batas waktu
SANKSI TERHADAP TIDAK MENYAMPAIKAN LAPORAN Denda Rp5.000.000,00 per laporan. Paling banyak 0,5% dari total laba bersih tahun sebelumnya dengan batas paling banyak per tahun sebesar Rp25.000.000.000,00.
Sanksi terhadap Pelanggaran Ketentuan Pelaporan Pasal 78 ayat (9) sd (13) POJK 8/2023 Pengenaan sanksi terhadap tidak disampaikannya laporan, tidak menghapus kewajiban pelaporan oleh PJK. Pelaporan yang dilakukan PJK wajib disampaikan paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah pengenaan sanksi. Dalam hal PJK tidak menyampaikan laporan dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah pengenaan sanksi, PJK dikenai sanksi administratif berupa: a. pembatasan kegiatan usaha tertentu; b. penurunan dalam penilaian tingkat kesehatan; c. pembekuan kegiatan usaha tertentu; dan/atau d. larangan menjadi pihak utama. Dalam hal PJK hanya merupakan salah satu unit/divisi di dalam PJK lain, perhitungan laba bersih merupakan laba bersih dari PJK lainnya tersebut.
Sanksi terhadap Pelanggaran Diluar Kewajiban Pelaporan Sanksi administratif berupa a. peringatan atau teguran tertulis yang disertai dengan perintah untuk melakukan tindakan tertentu; b. denda; c. pembatasan kegiatan usaha tertentu; d. penurunan penilaian faktor pembentuk nilai tingkat kesehatan; e. pembekuan kegiatan usaha tertentu; dan/atau f. larangan sebagai pihak utama. OJK dapat mengumumkan pengenaan sanksi administratif kepada Masyarakat. Pengenaan sanksi administratif tidak menghapus kewajiban PJK untuk tetap melaksanakan ketentuan yang telah dilanggar sebelumnya.
Pasal Pasal 16 ayat (1), Pasal 64 ayat (1), Pasal 66 ayat (1), Pasal 68 ayat (1), Pasal 70 ayat (1), dan/atau Pasal 73 ayat (1) POJK 8/2023
Perhitungan Sanksi Denda terhadap Pelanggaran Diluar Kewajiban Pelaporan DENDA KEPADA ORANG PERSEORANGAN •
paling banyak per tahun Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) bagi orang perseorangan, yaitu Direksi, Dewan Komisaris, dan/atau pegawai PJK, termasuk pejabat senior yang berada 1 (satu) tingkat di bawah Direksi dan Dewan Komisaris.
DENDA KEPADA PJK •
paling banyak 1% (satu persen) dari total laba bersih tahun sebelumnya dengan batas paling banyak per tahun Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) bagi PJK
Pasal 79 POJK 8/2023
IV. Kewajiban Pelaporan
Pasal 74 ayat (1) POJK 8/2023 A) PJK wajib menyampaikan laporan kepada OJK melalui sistem elektronik mengenai: Dokumen penilaian risiko TPPU, TPPT, dan/atau PPSPM yang telah disusun secara individual untuk pertama kali paling lama 12 bulan sejak pemberlakuan POJK 8/2023; Pengkinian atas dokumen penilaian risiko TPPU, TPPT, dan/atau PPSPM yang telah disusun secara individual disampaikan setiap tahun paling lambat akhir bulan juli;
Kebijakan dan prosedur penerapan program APU, PPT, dan PPPSPM paling lama 6 bulan sejak diberlakukannya POJK ini. Laporan rencana pengkinian disampaikan setiap tahun paling lama akhir bulan Desember sebelum periode pengkinian data;
Laporan realisasi pengkinian disampaikan setiap tahun paling lama akhir bulan Januari setelah periode pengkinian data berakhir. Tembuan laporan pemblokiran secara serta merta dengan melampirkan berita acara Pemblokiran secara serta merta paling lama 3 hari kerja sejak PJK menerima DTTOT dan DPPSPM; dan Tembusan laporan nihil paling lama 3 hari kerja sejak PJK menerima DTTOT dan DPPSPM
Pasal 74 ayat (2) POJK 8/2023 Penyampaian laporan wajib disampaikan kepada kepala satuan kerja pengawasan melalui sistem elektronik yang diselenggarakan oleh OJK Dalam hal sistem elektronik belum tersedia atau mengalami gangguan, PJK wajib menyampaikan dokumen secara fisik atau melalui surat elektronik ke OJK yang ditujukan kepada kepala satuan kerja pengawasan Dalam hal tanggal pelaporan atuh pada hari libur, penyampaian laporan dilakukan pada hari kerja berikutnya
Dalam hal terdapat perubahan atas kebijakan dan prosedur, dan/atau laporan rencana pengkinian data, yang telah disampaikan, PJK wajib menyampaikan perubahan tersebut paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak perubahan dilakukan
Penyampaian Data, Informasi dan/atau Dokumen kepada OJK PJK wajib menyampaikan data, informasi dan/atau dokumen kepada OJK, berdasarkan: 1.
Permintaan OJK
2.
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan dan/atau ketentuan mengenai pelaporan melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Pasal 75 POJK 8/2023
Kewajiban Pelaporan Kepada PPATK
1
PJK wajib menyampaikan LTKM, LTKT, dan Laporan lain, termasuk penyampaian laporan koreksi atas semua laporan tersebut
2
Kewajiban PJK untuk melaporkan TKM termasuk transaksi dan/atau percobaan transaksi yang diduga terkait dengan TPPT dan/atau PPSPM
3
Penyampaian laporan berpedoman pada ketentuan yang ditetapkan oleh PPATK
Pasal 76 POJK 8/2023
Pelaporan Lainnya Laporan Pemblokiran DTTOT
PJK wajib menyampaikan laporan Pemblokiran secara serta merta yang dilampiri dengan berita acara Pemblokiran secara serta merta terkait dengan DTTOT kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak PJK menerima DTTOT
Laporan Pemblokiran DPPSPM
PJK wajib menyampaikan laporan Pemblokiran secara serta merta yang dilampiri dengan berita acara Pemblokiran secara serta merta terkait dengan DPPSPM kepada PPATK paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak PJK menerima DPPSPM
Laporan Nihil DTTOT
Laporan Nihil DPPSPM
PJK wajib menyampaikan laporan Pemblokiran secara serta merta yang dilampiri dengan berita acara Pemblokiran secara serta merta terkait dengan DPPSPM kepada PPATK paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak PJK menerima DPPSPM PJK wajib menyampaikan laporan nihil terkait DPPSPM kepada PPATK paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak PJK menerima DPPSPM
Pasal 77 POJK 8/2023
V. Pengawasan Aktif Direksi dan Dewan Komisaris
Pengawasan Aktif Direksi 1.
Mengusulkan kebijakan dan prosedur kepada Dewan Komisaris
2.
Memastikan penerapan program APU, PPT, dan PPPSPM dilaksanakan sesuai dengan kebijakan dan prosedur
3.
Membentuk unit kerja khusus dan/atau menunjuk pejabat penanggung jawab APU PPT dan PPPSPM
4.
Melakukan pengawasan atas kepatuhan unit kerja dalam menerapkan program APU, PPT, dan PPPSPM
5.
Memastikan bahwa kebijakan dan prosedur sejalan dengan perubahan dan pengembangan produk, jasa, dan teknologi di sektor jasa keuangan serta sesuai dengan perkembangan modus TPPU, TPPT, dan/atau PPSPM
6.
Memastikan pejabat dan/atau pegawai, khususnya pegawai dari satuan kerja terkait dan pegawai baru, telah mengikuti pelatihan yang berkaitan dengan penerapan program APU, PPT, dan PPPSPM sebanyak 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun, atau lebih
7.
Memastikan adanya pembahasan terkait penerapan progam APU, PPT, dan PPPSPM dalam rapat Direksi
Pasal 8 POJK 8/2023
Pengawasan Aktif Dewan Komisaris 1. Memastikan PJK memiliki kebijakan dan prosedur 2. Memberikan persetujuan atas kebijakan dan prosedur yang diusulkan Direksi
3. Melakukan evaluasi atas kebijakan dan prosedur 4. Melakukan pengawasan atas pelaksanaan tanggung jawab Direksi 5. Memastikan adanya pembahasan terkait penerapan progam APU, PPT, dan PPPSPM dalam rapat Dewan Komisaris
Pasal 8 POJK 8/2023
Tugas Penanggung Jawab APU PPT dan PPPSPM 1.
2.
3.
4.
5. 6.
7.
8. 9.
menganalisis secara berkala penilaian risiko sebanyak 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun, atau lebih; menyusun, melakukan pengkinian, serta mengusulkan kebijakan untuk dimintakan pertimbangan Direksi; memastikan adanya sistem yang dapat mengidentifikasi, menganalisa, memantau dan menyediakan laporan secara efektif; memastikan bahwa kebijakan dan prosedur telah sesuai dengan perubahan dan perkembangan di sektor jasa keuangan, kegiatan, skala usaha, kompleksitas usaha, karakteristik usaha, volume transaksi PJK, dan/atau modus TPPU, TPPT, dan/atau PPSPM; memastikan bahwa formulir yang berkaitan dengan Nasabah telah mengakomodasi data yang; memantau rekening Nasabah dan pelaksanaan transaksi Nasabah; melakukan evaluasi terhadap hasil pemantauan dan analisis transaksi Nasabah untuk memastikan ada atau tidak adanya TKM, TKT, dan/atau TKL; menatausahakan hasil pemantauan dan evaluasi; memastikan pengkinian data dan profil Nasabah serta data dan profil transaksi Nasabah;
10.
11.
12.
13. 14.
15. 16. 17.
18.
19.
Pasal 14 POJK 8/2023
memastikan bahwa kegiatan usaha yang berisiko diidentifikasi secara; memastikan adanya mekanisme komunikasi yang baik dari setiap satuan kerja dengan menjaga kerahasiaan informasi dan memperhatikan ketentuan anti tipping-off; melakukan pengawasan terkait penerapan program APU, PPT, dan PPPSPM terhadap satuan kerja terkait; memastikan adanya identifikasi area yang berisiko tinggi; menerima, melakukan analisis, dan menyusun laporan TKM, TKT, dan/atau TKL yang disampaikan oleh satuan kerja; menyusun laporan TKM, TKT, dan/atau TKL : memantau secara berkala dan memastikan tindak lanjut terhadap DTTOT dan DPPSPM; memantau, menganalisis, dan merekomendasikan kebutuhan APU, PPT, dan PPPSPM bagi pejabat dan/atau pegawai PJK; memastikan seluruh kegiatan untuk penerapan program APU, PPT, dan PPPSPM terlaksana dengan baik; dan melakukan tugas lain untuk penerapan program APU, PPT, dan PPPSPM.
Wewenang Penanggung Jawab APU PPT dan PPPSPM 1. 2.
3. 4.
5.
memperoleh akses terhadap informasi yang dibutuhkan yang ada di seluruh unit organisasi PJK; melakukan koordinasi dan pemantauan terhadap penerapan program APU, PPT, dan PPPSPM oleh unit kerja terkait; mengusulkan pejabat dan/atau pegawai unit kerja terkait untuk membantu penerapan program APU, PPT, dan PPPSPM; melaporkan Transaksi Keuangan Mencurigakan, Transaksi Keuangan Tunai, dan/atau transaksi keuangan Transfer Dana dari dan ke luar negeri termasuk yang dilakukan oleh Direksi, Dewan Komisaris, dan/atau pihak terafiliasi dengan Direksi atau Dewan Komisaris, secara langsung kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan; dan melakukan kewenangan lain untuk penerapan program APU, PPT, dan PPPSPM.
Pasal 15 POJK 8/2023
VI. Rapat Direksi dan Rapat Dewan Komisaris Pembahasan Penerapan Program APU, PPT dan PPPSPM dalam Rapat Direksi dan Rapat Dewan Komisaris
VII. Kewajiban Penerapan APU PPT dan PPPSPM Berbasis Risiko
5 Pilar Utama Penerapan Program APU PPT dan PPPSPM PJK wajib menerapkan program APU, PPT, dan PPPSPM secara efektif dengan memperhatikan risiko TPPU, TPPT, dan/atau PPSPM serta kegiatan, skala usaha, kompleksitas usaha, dan/atau karakteristik usaha PJK yang mencakup 5 pilar utama.
1. Pengawasan Aktif Direksi dan Komisaris 2. Kebijakan dan Prosedur 3. Pengendalian Intern 4. Sistem Informasi Manajemen 5. Sumber Daya Manusia dan Pelatihan
Pasal 3 POJK 8/2023
Kewajiban Mengidentifikasi, Menilai, dan Memahami Risiko TPPU, TPPT, dan/atau PPSPM Wajib didokumentasikan dalam bentuk dokumen penilaian risiko TPPU, TPPT, dan/atau PPSPM yang telah disusun secara individual oleh PJK (Individual Risk Assessment/IRA)
1, Profil Nasabah 2. Negara atau area geografis 3. Produk, jasa dan transaksi 4. Jaringan distribusi
Wajib mempertimbangkan seluruh faktor risiko yang relevan
Wajib mengkinikan penilaian risiko sebanyak (satu) kali dalam 1 (satu) tahun, atau lebih
1
Wajib memiliki mekanisme yang memadai terkait penyediaan informasi penilaian risiko kepada instansi yang berwenang
Kewajiban Penyusunan & Penyampaian Individual Risk Assessment (IRA) Wajib menyampaikan dokumen penilaian risiko TPPU, TPPT, dan/atau PPSPM yang telah disusun secara individual (Individual Risk Assessment/IRA) sebanyak 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun, atau lebih Wajib mengacu pada penilaian risiko Indonesia terhadap TPPU, TPPT, dan/atau PPSPM secara nasional dan secara sektoral.
Pasal 4 ayat (4) s.d. (6) POJK 8/2023
Format Individual Risk Assessment (IRA) Bagian I
: pendahuluan, yang paling sedikit terdiri dari: 1) latar belakang; dan 2) tujuan;
Bagian II
: landasan teori, yang paling sedikit terdiri dari:
Pasal 4 ayat (7) & Lampiran POJK 8/2023
1) metodologi; 2) kerangka kerja; dan 3) pembatasan ruang lingkup; Bagian III : profil PJK, yang berisi uraian mengenai gambaran umum PJK, baik dari sisi kelembagaan maupun operasional; Bagian IV : hasil penilaian risiko, yang paling sedikit terdiri dari: 1) peta risiko/kriteria TPPU secara umum, yang dipetakan dari sisi tindak pidana asal, pekerjaan Nasabah orang perseorangan (natural person), bentuk Nasabah Korporasi, bidang usaha Nasabah Korporasi (legal person), area geografis (dapat berupa negara serta provinsi dan/atau kota/kabupaten di Indonesia), produk/jasa/layanan, dan metode transaksi; 2) peta risiko/kriteria risiko TPPT secara umum, yang dipetakan dari sisi pekerjaan Nasabah orang perseorangan (natural person), bentuk Nasabah Korporasi, bidang usaha Nasabah Korporasi (legal person), area geografis (dapat berupa negara serta provinsi dan/atau kota/kabupaten di Indonesia), produk/jasa/layanan, dan metode transaksi; 3) peta risiko/kriteria risiko PPSPM secara umum, yang dipetakan dari sisi pekerjaan Nasabah orang perseorangan (natural person), bentuk Nasabah Korporasi, bidang usaha Nasabah Korporasi (legal person), area geografis (dapat berupa negara serta provinsi dan/atau kota/kabupaten di Indonesia), produk/jasa/layanan, dan metode transaksi; 4) peta risiko seluruh nasabah, yaitu pemetaan nasabah berdasarkan tingkat risikonya; dan 5) risiko akhir setiap kantor cabang dan/atau kantor perwakilan serta risiko akhir PJK secara agregat; Bagian V : mitigasi risiko, yang berisi paling sedikit mengenai hal-hal yang telah dilakukan PJK dalam memitigasi risiko TPPU, TPPT, dan PPSPM; dan Bagian VI : kesimpulan dan tindak lanjut, yang merupakan ringkasan dari hasil penilaian risiko serta mitigasi risiko yang akan dilakukan.
VII.1 Pihak – Pihak yang Terkait Dalam Penerapan Program APU PPT dan PPPSPM
Pihak – Pihak yang Terkait Dalam Penerapan Program APU PPT dan PPPSPM
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Direktur yang Membawahi Fungsi Kepatuhan & PE Kepatuhan Direksi Dewan Komisaris PE APU PPT dan PPPSPM Satuan Pemeriksaan Internal (SPI) Satuan Kerja Terkait • •
Penerimaan Nasabah Transaksi Nasabah
VII.2 Kebijakan dan Prosedur
Cakupan Kebijakan dan Prosedur 1. Identifikasi dan verifikasi Nasabah
2. Dentifikasi dan verifikasi Pemilik Manfaat (Beneficial Owner) 3. Penolakan transaksi dan penutupan hubungan usaha 4. Pengelolaan risiko yang berkelanjutan terhadap Nasabah, negara, produk, dan jasa serta jaringan distribusi 5. Pemeliharaan data yang akurat terkait dengan transaksi, penatausahaan proses CDD, serta penatausahaan kebijakan dan prosedur 6. Pengkinian dan pemantauan 7. Pelaporan kepada
pejabat senior,
Direksi, dan Dewan
Komisaris terhadap
pelaksanaan kebijakan dan prosedur
8. Pelaporan kepada PPATK
Pasal 17 ayat (6) POJK 8/2023
Identifikasi dan Penilaian Risiko Terhadap Produk, Praktik Usaha, dan Teknologi Baru PJK wajib mengidentifikasi dan melakukan penilaian risiko TPPU/TPPT yang terkait dengan pengembangan produk dan praktik usaha baru, termasuk mekanisme distribusi baru, dan penggunaan teknologi baru atau pengembangan teknologi untuk produk baru maupun produk yang telah ada.
1. penilaian risiko
2. produk,praktik usaha, dan teknologi diluncurkan atau digunakan
3. pengelolaan dan mitigasi risiko
Pasal 18 POJK 8/2023
Kewajiban Pelaksanaan CDD
1
2
3
melakukan hubungan usaha dengan Calon Nasabah terdapat transaksi keuangan dengan mata uang rupiah dan/atau mata uang asing yang nilainya paling sedikit atau setara dengan Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah)
4
terdapat indikasi Transaksi Keuangan Mencurigakan
5
PJK meragukan kebenaran informasi yang diberikan
terdapat transaksi Transfer Dana
Pasal 19 POJK 8/2023
Pengelompokan Calon Nasabah, Nasabah, WIC, dan BO PJK wajib mengelompokkan Calon Nasabah dan Nasabah berdasarkan tingkat risiko terjadinya Pencucian Uang dan/atau Pendanaan Terorisme.
Cakupan analisistingkatrisiko palingkurang meliputi: a. b. c. d. e. f. g.
h.
Identitas; lokasi usaha(bagiNasabah perusahaan); profil Nasabah; frekuensi transaksi; kegiatan usaha; struktur kepemilikan(bagiNasabah perusahaan); produk,jasa,danjaringandistribusi (delivery channels)yangdigunakan oleh Nasabah;dan informasi lainnyayangdapatdigunakanuntuk mengukur tingkat risiko Nasabah
Pasal 20 POJK 8/2023
Klasifikasi Calon Nasabah, WIC, dan Nasabah orang perseorangan (natural person)
Pasal 24 POJK 8/2023
Korporasi
perikatan lainnya (legal arrangement)
Kegiatan CDD/EDD 1. IDENTIFIKASI Meminta data, informasi, dan dokumen pendukung
2. VERIFIKASI 1. Memastikan kebenaran serta kesesuaian data, informasi, dan dokumen pendukung yang telah diberikan; dan 2. Memastikan kebenaran serta kesesuaian profil pemberi data, informasi, dan dokumen pendukung dengan profil Calon Nasabah
3. PEMANTAUAN Memantau Transaksi untuk memastikan bahwa transaksi yang dilakukan sejalan dengan pemahaman PJK atas Nasabah, kegiatan usaha dan profil risiko Nasabah, termasuk sumber dananya
Pasal 1 angka 12 jo. Pasal 21 ayat (1) POJK 8/2023
Manajemen Risiko Terhadap Nasabah Berisiko Tinggi BPR wajib memiliki sistem manajemen risiko yang memadai untuk menentukan apakah Calon Nasabah, Nasabah, BO, atau WIC termasuk kriteria berisiko tinggi. 1. latar belakang atau profil Berisiko Tinggi (High Risk Customers); 2. produk sektor jasa keuangan yang berisiko tinggi untuk digunakan sebagai sarana TPPU/TPPT
3. transaksi dengan pihak yang berasal dari High Risk Countries 4. transaksi tidak sesuai dengan profil 5. termasuk dalam kategori PEP 6. bidang usaha termasuk High Risk Business
7. negara atau teritori asal, domisili,atau dilakukannya transaksi termasuk High Risk Countries
7 yang dilakukan diduga terkait dengan tindak pidana di sektor jasa keuangan,TPPU/TPPT 8. transaksi
Pasal 35 POJK 8/2023
Tindakan Terhadap PEP
1
memiliki sistem manajemen risiko untuk menentukan Calon Nasabah, Nasabah, WIC, atau Pemilik Manfaat (Beneficial Owner) memenuhi kriteria PEP
2
memiliki sistem manajemen risiko untuk menentukan Calon Nasabah, Nasabah, WIC, atau Pemilik Manfaat (Beneficial Owner) memenuhi kriteria PEP
3
menunjuk pejabat senior yang bertanggung jawab atas hubungan usaha dengan Calon Nasabah, Nasabah, WIC, atau Pemilik Manfaat (Beneficial Owner) yang memenuhi kriteria PEP
4
melakukan EDD secara berkala paling sedikit berupa analisis terhadap informasi mengenai Nasabah atau Pemilik Manfaat (Beneficial Owner), sumber dana, dan sumber kekayaan
5
pemantauan yang lebih ketat atas hubungan usaha Pasal 37 ayat (1) POJK 8/2023
Kewenangan Pejabat Senior Dalam Terhadap PEP •
memberikan persetujuan atau penolakan terhadap pembukaan hubungan usaha Calon Nasabah, atau Pemilik Manfaat (Beneficial Owner) dan/atau transaksi Nasabah, WIC, atau Pemilik Manfaat Beneficial Owner) yang tergolong berisiko
tinggi, termasuk PEP
•
membuat keputusan untuk meneruskan atau menghentikan hubungan usaha dan/atau transaksi dengan Nasabah, WIC, atau Pemilik Manfaat (Beneficial Owner) yang termasuk kriteria berisiko tinggi, termasuk PEP
Pasal 38 huruf a POJK 8/2023
Tindakan Terhadap PEP Domestik atau Orang yang Diberi Kewenangan Untuk Melakukan Fungsi Penting (Prominent Function) Dalam Organisasi Internasional
1.
PJK wajib memiliki sistem manajemen risiko untuk menentukan Nasabah atau Pemilik Manfaat (Beneficial Owner) memenuhi kriteria PEP
2.
Dalam hal terdapat risiko yang lebih tinggi atas hubungan usaha antara PJK dengan Nasabah atau Pemilik Manfaat (Beneficial Owner) tersebut, PJK wajib:
menunjuk pejabat senior yang bertanggung jawab atas hubungan usaha dengan Calon Nasabah, Nasabah, WIC, atau Pemilik Manfaat (Beneficial Owner) yang memenuhi kriteria PEP; memperoleh persetujuan dari pejabat senior sebagaimana dimaksud dalam huruf b untuk membuka hubungan usaha dengan Calon Nasabah atau meneruskan hubungan usaha termasuk transaksi dengan Nasabah, WIC, atau Pemilik Manfaat (Beneficial Owner) yang memenuhi kriteria PEP; melakukan EDD secara berkala paling sedikit berupa analisis terhadap informasi mengenai Nasabah atau Pemilik Manfaat (Beneficial Owner), sumber dana, dan sumber kekayaan; dan pemantauan yang lebih ketat atas hubungan usaha
Pasal 38 huruf b POJK 8/2023
Kewajiban Pengkinian
Dalam hal terdapat perubahan yang diketahui dari pemantauan PJK terhadap Nasabah atau informasi lain yang dapat dipertanggungjawabkan, PJK wajib melakukan upaya pengkinian data, informasi, dan/atau dokumen pendukung Upaya pengkinian wajib didokumentasikan
Pasal 51 POJK 8/2023
Penatausahaan Dokumen PJK wajib menatausahakan: a. dokumen yang terkait dengan data Calon Nasabah, Nasabah, dan/atau WIC dengan jangka waktu paling singkat 5 (lima) tahun sejak: 1. berakhirnya hubungan usaha atau transaksi dengan Nasabah atau WIC; dan/atau 2. ditemukannya ketidaksesuaian transaksi dengan tujuan ekonomis dan/atau tujuan usaha; dan b. dokumen Nasabah atau WIC yang terkait dengan transaksi keuangan dengan jangka waktu sebagaimana diatur dalam peraturan perundangundangan mengenai dokumen perusahaan. Dokumen yang terkait dengan data Calon Nasabah, Nasabah, dan/atau WIC meliputi: a. identitas Calon Nasabah, Nasabah, dan/atau WIC termasuk dokumen pendukungnya; b. informasi transaksi; c. hasil analisis yang telah dilakukan; d. korespondensi dengan Nasabah atau WIC; dan e. dokumen lain, jika dibutuhkan.
PJK wajib menyimpan catatan dan dokumen mengenai seluruh proses identifikasi Transaksi Keuangan Mencurigakan sesuai dengan peraturan perundangundangan. (4) PJK wajib memberikan data, informasi, dan/atau dokumen yang ditatausahakan, sesegera mungkin dan paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak PJK menerima permintaan dari Otoritas Jasa Keuangan dan/atau otoritas lain yang berwenang
Pasal 63 POJK 8/2023
VII.3 Pengendalian Internal
Pengendalian Internal Pasal 65 POJK 8/2023
BPRWajib Memiliki Sistem Pengendalian Internal yang efektif dan independent, 1. Memiliki Kebijakan, prosedur, dan pemantauan internal yang memadai,
2. Pemeriksaan secara independent untuk memastikan penerapan program APU, PPT dan PPPSPM. 3. Adanya batasan wewenang dan tanggung jawab satuan kerja terkait penerapan program APU, PPT, dan PPPSPM.
VII. 4 Sistem Informasi Manajemen
Sistem Informasi Manajemen Pasal 69 ayat (1), (3), dan (4) POJK 8/2023
Memiliki system informasi manajemen yang mampu mengidentifikasi, menganalisa, memantau dan menyediakan laporan secara efektif mengenai karakteristik atau kebiasaan pola transaksi yang dilakukan nasabah. Memiliki dan memelihara profil Nasabah secara terpadu Memiliki dan memelihara profil WIC.
VII.5 Sumber Daya Manusia dan Pelatihan
Prosedur Penyaringan serta Pengenalan dan Pemantauan Pasal 71 POJK 8/2023
Untuk mencegah PJK digunakan sebagai media TPPU, TPPT dan/atau PPSPM yang melibatkan pihak intern, PJK wajib melakukan: Pre-employee screening, prosedur penyaringan untuk memastikan standar yang tinggi pada penerimaan pegawai, baik pegawai tetap maupun tidak tetap, termasuk pejabat senior, tenaga ahli, dari mulai tingkat rendah sampai dengan 1 tingkat di bawah Direksi dan Dewan Komisaris; dan
Yang dimaksud dengan “pegawai tidaktetap” antara lain: 1. pegawai yang dalam masa percobaan sebelum diangkat menjadi pegawai tetap; 2. pegawai yang dalam masa Pendidikan sebelum diangkat menjadi pegawai tetap; dan/atau 3. pegawai kontrak
Know your employee,pengenalan dan pemantauan terhadap profil pegawai
Pengenalan dan pemantauan terhadap profil pegawai (know your employee) mencakup karakter, perilaku, dan gaya hidup pegawai.
Pelatihan Sumber Daya Manusia Pasal 72 POJK 8/2023
•
PJK wajib memberikan pelatihan tentang APU, PPT dan PPPSPM kepada pejabat dan/atau pegawai paling sedikit 1 (satu) kali atau lebih sesuai dengan kebutuhan dalam 1 (satu) tahun
Materi Materi
Pelatihan dapat diberikan PJK dengan: a. Menyelenggarakan secara mandiri; b. Bekerja sama dengan pihak lain; dan/atau c. Mengikutsertakan pegawai dalam pelatihan.
Penerapan peraturan perundangundangan mengenai penerapan program APU, PPT dan PPPSPM; Teknik, metode, dan tipologi TPPU, TPPT, dan/atau PPPSPM; Kebijakan dan prosedur penerapan program APU, PPT, dan PPPSPM serta peran dan tanggung jawab pegawai dalam mencegah dan memberantas TPPU
View more...
Comments