04-06-2023 - Materi Perencanaan Rute
July 28, 2024 | Author: Anonymous | Category: N/A
Short Description
Download 04-06-2023 - Materi Perencanaan Rute...
Description
PERENCANAAN RUTE / TRAYEK DESAIN PRASARANA ANGKUTAN UMUM SAM DELI IMANUEL DUDUNG
POLA PELAYANAN Pola pelayanan operator adalah jaringan rute yang dioperasikan. Jaringan rute dalam kota biasanya berkembang dari rute ke rute jika kota tersebut berkembang. Menyusun kembali secara radikal jaringan rute dalam kota yang telah dilaksanakan adalah jarang sekali. Rute-rute pedesaan dan antar kota biasanya didikte oleh jaringan jalan raya yang menghubungkan daerah pemukiman dengan kota. Rute baru timbul karena perubahan permintaan (seperti pertumbuhan kota dan jalan baru, kemacetan lalu lintas)
KOMPLEKSITAS PERMASALAHAN KEMACETAN
INDIKATOR DAN DAMPAK NEGATIF KEMACETAN INDIKATOR KEMACETAN : a. Kecepatan perjalanan → kecepatan rata2 rendah b. Derajat kejenuhan jalan → V/C ratio ≥ 1 c. Waktu tempuh → makin lama DAMPAK NEGATIF KEMACETAN : a. Kerugian waktu & nilai ekonomis (kecepatan perjalanan rendah → waktu tempuh makin lama) b. Pemborosan energi (kecepatan rendah → konsumsi energi besar, boros) c. Keausan kendaraan (biaya maintenance kendaraan meningkat) d. Polusi udara e. Meningkatkan stress
TANTANGAN YANG DIHADAPI Angkutan umum makin di tinggalkan
74% MODAL SHARE %)
55%
Reformasi
52% Stabilisasi
28% 1991
2000 MTI, 2005
2002
2010 JUTPI, 2010
15% 2012
Japtrapis, 2012
Target: share Angkutan Umum perkotaan 60% (minimal)
Do Nothing
JUMLAH KENDARAAN MENURUT JENISNYA DI INDONESIA (2018-2020) 5.083.405 5.021.888 4.797.254
223.261 231.569 222.872
15.797.746 15.592.419
14.830.698
115.023.039 112.771.136 106.657.952 0
20.000.000
40.000.000
60.000.000 2020 2019
80.000.000
100.000.000
120.000.000
140.000.000
2018
www.bps.go.id
FENOMENA KEMACETAN DI BERBAGAI KOTA DI DUNIA Jakarta
New York
Shanghai Moscow Mexico
Tokyo Los Angeles
Bangkok Sao Paulo
Seoul
PERUBAHAN PARADIGMA TRANSPORTASI → ANGKUTAN UMUM SEBAGAI BACKBONE TRANSPORTASI
FEEDER
PUSH
PULL KEBERPIHAKAN : MENYALURKAN KENDARAAN ATAU ORANG ?
EFISIENSI
➢ ➢ ➢
Konsumsi BBM Penggunaan ruang Biaya operasional kendaraan
FAKTOR PERTIMBANGAN PENENTUAN RUTE 1. Pola Tata Guna Lahan Pelayanan angkutan umum diusahakan mampu menyediakan aksesbilitas yang baik → melewati tata guna lahan dengan potensi permintaan yang tinggi → lokasi-lokasi yang potensial menjadi tujuan bepergian menjadi prioritas pelayanan
2. Pola Pergerakan Penumpang Angkutan Umum Mengikuti pola pergerakan penumpang → pergerakan effisien → Transfer moda efektif. 3. Kepadatan penduduk Wilayah kepadatan penduduk tinggi → Potensi demand tinggi. 4. Daerah pelayanan Menjangkau semua wilayah perkotaan yang ada → konsep pemerataan pelayanan terhadap penyediaan fasilitas angkutan umum.
5. Karakteristik jaringan. Kondisi jaringan jalan akan menentukan pola pelayanan trayek angkutan umum. Karakteristik jaringan jalan meliputi konfigurasi, klasifikasi, fungsi, lebar jalan, dan tipe operasi jalur. 6. Sistem rute 7. Klasifikasi Rute (tipe perjalanan, tipe jaringan, beban pelayanan).
MERENCANAKAN RUTE BARU Gagasan perlunya rute baru timbul dengan banyak alasan : 1. Adanya antara dua tempat yang belum dilayani angkutan umum berdasarkan permohonan masyarakat 2. Load faktor moda yang ada sudah melebihi, sehingga memerlukan pengoperasian moda dengan kapasitas angkut yang lebih besar 3. Adanya pembangunan daerah industri, perumahan perdagangan, universitas, perkantoran 4. Peningkatan kapasitas jalan dan perbaikan jalan yang menyediakan hubungan baru antara bangkitan lalu lintas utama 5. Instruksi pemerintah daerah untuk menyediakan hubungan ke daerah khusus atau fasilitas publik seperti rumah sakit, daerah wisata dan kantor pemerintahan
KRITERIA PERENCANAAN RUTE JUMLAH MINIMUM PENUMPANG
•
•
MAMPU MEMBANGKITKAN KEBUTUHAN PERGERAKAN PENUMPANG DENGAN JUMLAH MINIMAL TERTENTU
Kelayakan usaha angkutan dapat terjamin jika pendapatan yang diperoleh dari pengguna jasa atau penumpang dapat menutup biaya operasi kendaraan. Oleh karena itu diperlukan jumlah penumpang minimum yang harus diangkut sehingga pengoperasian angkutan tersebut dalam kondisi BEP (Break Even Point). Apabila hasil yang diperoleh dari jumalah penumpang yang diangkut lebih kecil dari Biaya Operasi Kendaraan (BOK) yang harus dikeluarkan, maka pengusaha angkutan dapat dikatakan merugi atau tidak layak untuk dioperasikan, bila dilihat dari segi finansial. Oleh karena itu peran pemerintah sangat besar dalam memberikan subsidi dan penetapan tarif angkutan.
KRITERIA PERENCANAAN RUTE
LINTASAN LURUS
PENUMPANG : RUTE MEMPUNYAI “ROUTE DIRECTNESS” YANG RENDAH
Dalam merencakan trayek angkutan, bentuk pelayanan melingkar dan membentuk huruf G harus dihindari. Lintasan rute atau trayek yang demikian akan melalui lintasan-lintasan yang tidak perlu. Jika deviasi dari rute atau trayek tidak dapat dihindari, maka hanya disarankan kondisinya memenuhi kriteria sebagai berikut : 1) Waktu perjalanan dari terminal yang satu dengan terminal yang lainnya tidak lebih dari 10 menit termasuk waktu berhenti diperhentian antara. 2) Panjang jarak lintasan deviasi tidak melebihi 30 % dari lintasan langsung. 3) Waktu untuk melakukan perjalanan pada rute deviasi tidak melebihi 25 % dari waktu untuk menempuh rute langsung. 4) Deviasi sebaiknya hanya sekali, maksimum dua kali dan sebaiknya menjelang akhir lintasannya.
KRITERIA PERENCANAAN RUTE MENGHINDARKAN TUMPANG TINDIH PELAYANAN
RUTE TIDAK OVERLAP DENGAN RUTE LAIN
Lintasan trayek dikatakan tumpang tindih jika melayani jalan – jalan yang sama dan untuk tujuan yang sama pada bagian lintasannya. Untuk jalan – jalan di pusat kota, 2 (dua) pelayanan trayek tumpang tindih masih dapat dibenarkan, sedangkan untuk pinggiran kota harus dihindari.
Tumpang tindih pelayanan pada pusat kota atau daerah – daerah padat lainnya dapat dibenarkan hanya jika: 1) Headway time kombinasi pada jalur tersebut lebih dari 3 (tiga) menit pada jam sibuk dan 8 (delapan) menit di luar jam sibuk. 2) Faktor muat rata – rata lebih dari 70 %. 3) Tumpang tindih lintasan tidak lebih dari 50 % dari panjang trayek.
KRITERIA PERENCANAAN RUTE
KRITERIA LAIN
Kriteria lain yang dipertimbangkan dalam penyusunan trayek antara lain : 1) Berawal dan berakhir pada satu titik simpul tertentu. 2) Dua arah, perjalanan pulang dan pergi melalui rute yang sama kecuali manajemen lalu lintas menghendaki demikian. 3) Panjang rute untuk trayek mobil penumpang antara 5 sampai 12 kilometer, dan untuk mobil bis 7 sampai dengan 30 kilometer. Jika trayek diperuntukkan untuk melayani kota satelit, maka dapat lebih panjang dari itu. 4) Sebaiknya waktu perjalanan pulang – pergi tidak lebih dari 2 (dua) jam, dan dapat lebih dari itu jika melayani kota satelit.
KRITERIA PERENCANAAN PENGOPERASIANYA AKAN MEMBERIKAN KENYAMANAN PADA PENUMPANG
WAKTU TEMPUH YANG MEMADAI
MEMPUNYAI IMAGE DAN IDENTITY YANG JELAS DI MATA MASYARAKAT
MUDAH DICAPAI OLEH SEBANYAKBANYAKNYA MASYARAKAT
BAGI PENGELOLA : BIAYA OPERASI MASIH PADA BATAS YANG WAJAR
PROSES PERENCANAAN IDENTIFIKASI DAERAH PELAYANAN
KONDISI PRASARANA JARINGAN JALAN
ANALISIS
POTENSI TRAVEL DEMAND
PENENTUAN KORIDOR PELAYANAN
IDENTIFIKASI LINTASAN RUTE
ANALISIS DAN PENENTUAN LINTASAN RUTE TERPILIH
IDENTIFIKASI DAERAH PELAYANAN
PERENCANA MERASA DIPERLUKAN SUATU RUTE BARU
POTENSI TRAVEL DEMAND KARAKTERISTIK TATA-GUNA LAHAN : a. Membangkitkan perjalanan (menghasilkan trip production) b. Menghasilkan/menarik perjalanan (trip attaction)
KARAKTERISTIK TATA-GUNA LAHAN DAN INTERAKSI RUANG (SPASIAL INTERACTION) pada daerah yang ditinjau DAERAH PELAYANAN SEBAIKNYA BERMULA DI DAERAH PINGGIRAN KOTA DIMANA TERKONSETRASI DAERAH PEMUKIMAN DAN BERAKHIR ATAUPUN MELEWATI DAERAH PUSAT KOTA YANG TERDIRI DARI DAERAH PERKANTORAN ATAUPUN PERTOKOAN DAERAH PELAYANAN : DAERAH PEMUKIMAN PADA UJUNG YANG SATU DAN DAERAH PUSAT KOTA DI UJUNG LAINNYA
ANALISIS KONDISI PRASARANA JARINGAN JALAN
STRUKTUR DAN KONFIGURASI JARINGAN JALAN YANG ADA
KONDISI GEOMETRIK DARI MASINGMASING RUAS JALAN
HIRARKI DAN KELAS MASING-MASING RUAS JALAN YANG MENCAKUP DALAM DAERAH PELAYANAN
KONDISI PERKERASAN JALAN PADA MASINGMASING RUAS JALAN
KONDISI DAN KARAKTERISTIK LALU LINTAS YANG ADA PADA MASINGMASING RUAS JALAN (VOLUME, KOMPOSISI, KAPASITAS JALAN, VOLUME CAPACITY RATIO) KONDISI GEOMETRIK MASING-MASING SIMPUL ATAUPUN MASING-MASING PERSIMPANGAN YANG ADA PADA DAERAH PELAYANAN KONDISI DAN KARAKTERISTIK LALU LINTAS PADA SETIAN PERSIMPANGAN
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OPERASI RUTE
1. Load faktor . 2. Reabilitas (Keandalan) → Prosentase bis datang tepat waktu pada suatu tempat henti terhadap total jumlah kedatangan. 3. Kenyamanan, keamanan dan keselamatan. 4. Panjang trayek. → Trayek sedapat mungkin melalui lintasan yang terpendek. 5. Lama perjalanan dari dan ke tempat tujuan. Penyimpangan harus tidak melebihi 25% dari waktu perjalanan → penyimpangan trayek. 6. Kondisi lalu lintas
Contoh Jaringan Trayek
REGULER BRT EKSPRESS FEEDER
JENIS-JENIS SURVAI UNTUK PENENTUAN RUTE
• MENGATUR LALU LINTAS • MERANCANG DESAIN JALAN DAN SIMPANG • MENENTUKAN KEBUTUHAN RAMBU, MARKA, TRAFFIC LIGHT, ALAT PERLENGKAPAN JALAN
SURVAISURVAI LLAJ
• LALU LINTAS LANCAR • MENCEGAH KECELAKAAN • MENGURANGI POLUSI UDARA • WAKTU TEMPUH LEBIH CEPAT
DATA LLAJ • MENGATUR OPERASI ANGKUTAN UMUM • MENENTUKAN KEBUTUHAN ARMADA • MENENTUKAN LOKASI PEMBERHENTIAN • MENGHITUNG TARIF ANGKUTAN
• ANGKUTAN LEBIH TERTIB •KENYAMANAN PENUMPANG MENINGKAT • TARIF TERJANGKAU
CARA SEDERHANA MENENTUKAN TRAYEK 1. Tentukan zona-zona yang akan dilayani oleh angkutan umum (zona 2. 3. 4.
5.
6.
yang nilai bangkitan dan tarikannya besar - tahap trip generation) Identifikasi semua ruas jalan yang menghubungkan antar zona tersebut Menentukan rute angkutan umumnya (dengan beberapa syarat seperti waktu tempuh tercepat, jumlah transfer, dll.) Mengidentifikasi data matriks asal tujuan (tahap trip distribution), apakah jumlah pergerakan (OD matriks) yang besar dapat dilayani oleh rute yang sudah ditentukan secara langsung (tanpa transfer) ? Jika sudah, maka rute sudah cukup efektif Jika belum, maka bisa dengan merubah rute yang sudah ditentukan atau menambahkan rute baru (tergantung besarnya demand)
CONTOH PERENCANAAN TRAYEK • Setelah melewati tahap 1 dan 2, maka ditentukan zona dan ruas jalan adalah sebagai berikut
2 Pool Bus
1 25 Menit
4 3 Tentukan rute angkutan umumnya, jika: 1.Maksimal waktu perjalanan 30 menit/rute 2.Rute tidak memutar 3.Maksimal deviasi dari waktu perjalanan tercepat (shortest path) 40% 4.Antar rute tidak boleh saling bersinggungan 5.Maksimal transfer 1 kali
MENENTUKAN RUTE (LANGKAH 1) Langkah 1: Menentukan rute yang mungkin dari syarat 1 dan 2 No Rute
Node yang dilalui (rute berlawanan)
Waktu Perjalanan
1
1 – 2 (2 – 1)
5
2
1 – 2 – 3 (3 – 2 – 1)
30
3
1 – 2 – 3 – 4 (4 – 3 – 2 – 1)
46
4
1 – 3 (3 – 1)
10
5
1 – 3 – 2 (2 – 3 – 1)
35
6
1 – 3 – 4 (4 – 3 – 1)
26
7
1 – 2 – 3 – 1 (-)
40
8
1 – 3 – 2 – 1 (-)
40
Syarat 1 dan 2 ▪ Rute tidak memutar = 1, 2, 3, 4, 5, 6 ▪ Waktu perjalanan/rute kurang dari 30 menit = 1, 2, 4, 6
MENENTUKAN RUTE (LANGKAH 2) Langkah 2: Menentukan shortest path untuk Syarat 3 Rute Rute tercepat (shortest path)
Waktu perjalanan pada rute tercepat Rute yang mungkin (node yang dilalui) Waktu tempuh dari rute yang mungkin Prosentase waktu tempuh dari shortest path Syarat 3 ▪ Rute yang mungkin: 1, 4, 6
1 ke 2 1-2
1-3
1 ke 4 1 – 3 -4
5
10
26
1 (1 – 2) 2 (1 – 2 – 3)
2 (1 – 2 – 3) 4 (1 – 3) 6 (1 – 3 – 4) 2 (30) 4 (10) 6 (10) 2 (300%) 4 (0%) 6(0%)
6 (1 – 3 – 4)
1 (5) 2 (5) 1 (0%) 2 (0%)
1 ke 3
6 (26)
6 (0%)
MENENTUKAN RUTE (LANGKAH 3 DAN 4) ▪Langkah 3: Berdasarkan Syarat 4, antar rute tidak boleh bersinggungan. Maka dipilih Rute 6 daripada Rute 4, karena jika dipilih Rute 4, Zona 4 tidak bisa terhubung
▪Langkah 4: Berdasarkan Syarat 5, transfer maksimal = 1 Dari – Ke
Jumlah Transfer
1 – 2 (2 – 1)
0 (0)
1 – 3 (3 – 1)
0 (0)
1 – 4 (4 – 1)
0 (0)
2 – 3 (3 – 2)
1 (1)
2 – 4 (4 – 2)
1 (1)
3 – 4 (4 – 3)
0 (0)
▪ Hasil akhir: Didapatkan 2 rute: Rute 1 (1 – 2) dan Rute 6 (1 – 3 – 4)
TERIMA KASIH
View more...
Comments