DISLOKASI HIP POSTERIOR.docx
February 18, 2019 | Author: Putri Miraa | Category: N/A
Short Description
Download DISLOKASI HIP POSTERIOR.docx...
Description
Referat
DISLOKASI POSTERIOR SENDI PANGGUL
Oleh :
Ega Purnamasari RD 1010312092
BAGIAN ILMU BEDAH RSUP DR. M. DJAMIL FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2014
TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi
Dislokasi merupakan terlepasnya tulang yang membentuk sendi dari tempat yang seharusnya. Beberapa jenis dislokasi antara lain dislokasi simpel, dislokasi komplit, dislokasi dengan komplikasi, dan fraktur dislokasi. Sendi panggul ( panggul/ acetabulofemoral joint ) merupakan sendi antara tulang femur dan acetabulum dari pelvis. Sendi panggul merupakan salah satu sendi besar pada tubuh manusia, dan merupakan sendi yang menanggung berat tubuh manusia dalam keadaan statis maupun dinamis. Dislokasi pada sendi panggul merupakan salah satu jenis dislokasi yang sering terjadi. Gaya yang sangat besar yang dapat menyebabkan terjadinya dislokasi pada sendi panggul, karena itu dislokasi pada sendi panggul biasanya juga disertai dengan fraktur, biasanya segmen kecil dari tulang yang fraktur berasal dari caput femur atau acetabulum. Jika dislokasi disertai dengan terdapatnya segmen fraktur yang cukup besar maka cedera tersebut dinamakan fraktur-dislokasi. Dislokasi sendi panggul di klasifikasikan berdasarkan perpindahannya dari caput femur, yaitu dislokasi posterior, anterior dan sentral. Pembahasan lebih lanjut mengenai kedua jenis dislokasi ini akan dibahas pada subbab selanjutnya.
B. Anatomi dan Fisiologi Sendi Panggul
Sendi panggul adalah sendi ball and socket yang terdiri dari caput femur ( femoral head ) dan asetabulum. Sendi ini memiliki beberapa bagian tulang yang dapat dipalpasi, seperti spina iliaka anterior superior (SIAS) dan trokanter mayor. Sendi panggul memiliki range of motion (ROM) yang sangat luas. Sendi panggul memiliki range of motion (ROM) yang luas, sendi panggul stabil karena struktur dari tulang di sekitar sendi panggul sendiri dan ligament serta otot disekitarnya. Sendi panggul ditutupi oleh sebuah kapsul yang melekat ke tepi asetabulum (acetabulum rim) dan collum femur ( femoral neck ). Terdapat tiga ligamen pada daerah tersebut, yaitu ligamen iliofemoral di anterior, ligamen pubofemoral di inferior, dan ligamen ischiofemoral di posterior. Caput femur melekat ke asetabulum dengan bantuan ligamen teres.
2
Gambar 1 Anatomi sendi panggul
Otot-otot pada sendi panggul adalah otot yang kuat. Otot-otot tersebut dibagi menjadi tiga bagian, yaitu otot anterior, medial, dan posterior. Otot anterior terdiri dari iliopsoas, tensor fascia latae, sartorius, dan quadriceps femoris. Otot medial terdiri dari pectineus, gracilis, obturator externus, dan adductor magnus, adductor brevis, dan adductor longus. Sementara otot posterior terdiri dari otot semitendinosa, semimembranosa, dan biceps femoris.
Gambar 2 (A) otot-otot anterior tungkai atas (B) otot-otot posterior tungkai atas
3
Penilaian range of motion (ROM) sendi panggul cukup sulit dilakukan apabila ada batasan apapun yang menyebabkan kaburnya pergerakan sendi panggul. Pada keadaan normal kisaran ROM dari fleksi sendi panggul adalah sekit ar 130 derajat. Pemeriksaan abduksi pada pergerakan sendi panggul, dapat dilakukan dengan tangan diletakkan di supra iliaka anterior superior kemudian lakukan gerakan abduksi pada sendi panggul, kisaran normal abduksi sekitar 40 derajat. Pemeriksaan adduksi sendi panggul dilakukan dengan cara menyilangkan satu tungkai ke tungkai yang lain, sendi panggul harus diperhatikan dan dirasakan untuk menetukan titik awal kemiringan. Kisaran normal adduksi adalah sekitar 30 derajat. Tes rotasi pada sendi panggul dilakukan dengan mengangkat pergelangan kaki kemudian sendi panggul dan lutut diposisikan dalam sudut 90 derajat. Selanjutnya dilakukan rotasi interna dan rotasi eksterna pada sendi panggul.
Gambar 3 Range of Motion (ROM) normal pada sendi panggul
Struktur tulang dan vaskular dari proksimal femur dan panggul dapat dilihat pada gambar berikut ini. Pembuluh darah dari proksimal femur terdiri dari tiga bagian, yaitu (1) arteri femoral sirkumfleksa dan arteri retinakular, (2) medullary vasculature, dan (3) pembuluh darah dari ligamentum teres. Arteri femoral circumflex mengelilingi collum femur dan bercabang menjadi arteri retinakular. Arteri tersebut berperan dalam mensuplai caput femur. Gangguan pada arteri retinakular akan mengakibatkan avaskular nekrosis (AVN) caput femur. 4
A
B
Gambar 4 (A) (1) Femoral circumflex and retinacular arteries, (2) Medullary vasculature (3) Pembuluh darah ligamentum teres; (B) anatomi proksimal femur
Pada inferoposterior sendi panggul terdapat nervus sciatic yang berasal dari vertebra L4-S3. Nervus sciatic mensarafi otot-otot posterior ekstremitas bawah, seperti bicep femoris, semimembranosa, dan semitendinosa. Nervus sciatic terbagi menjadi dua yaitu common fibular nerve atau nervus peroneus dan nervus tibialis. Trauma pada nervus sciatic akan menyebabkan nyeri di sepanjang ekstremitas bawah daerah posterior, menyebabkan drop foot , serta keterbatasan ROM jari-jari kaki.
Gambar 5 Nervus Sciatic C. Epidemiologi
Dislokasi panggul merupakan 5% dari total kasus dislokasi akibat trauma, dan dapat terjadi secara anterior maupun posterior. Sekitar 90% - 95% kasus dislokasi panggul merupakan dislokasi posterior. 5
D. Etiologi dan Patogenesis
Mekanisme cedera yang menyebabkan dislokasi posterior sendi panggul yaitu, ketika seseorang sedang duduk di mobil kemudian terjadi pada kecelakaan lalu lintas ketika sendi panggul dan lutut berada dalam keadaan fleksi, kemudian lututnya terbentur dashboard mobil. Femur terdorong ke atas dan caput femur dipaksa keluar dari mangkoknya, sering juga disertai dengan terpotongnya tulang di bagian belakang acetabulum (biasanya dinding posterior), sehingga terjadi fraktur-dislokasi. Klasifikasi dari dislokasi posterior panggul dibuat oleh Steward dan Milford. Pembagian klasifikasi Steward-Milford didasarkan oleh ada atau tidaknya fraktur yang menyertai dislokasi, serta tipe frakturnya.
Grade I
: Dislokasi simpel tanpa fraktur
Grade II
: Dislokasi disertai fraktur acetabular rim yang dapat distabilkan
setelah reduksi
Grade III
: Dislokasi dengan fraktur tidak stabil atau comminuted
Grade IV
: Dislokasi dengan fraktur caput/colum femur
Klasifikasi dislokasi sendi panggul menurut Thompson dan Epstein, yaitu :
I
: Dislokasi dengan fraktur minor
II
: Dislokasi dengan fragmen tunggal besar dari dinding posterior asetabulum
III
: Dislokasi dengan fraktur comminuted dari dinding posterior asetabulum
IV
: Dislokasi dengan fraktur dasar asetabulum
V
: Dislokasi dengan fraktur dasar asetabulum dan kaput femur
Dislokasi sendi panggul tipe I dan II merupakan dislokasi yang ringan. Dislokasi sendi panggul tipe V selanjutnya dapat dibagi menjadi 4 tipe berdasarkan klasifikasi Pipkin.
6
Gambar 6 Klasifikasi Pipkin
E. Manifestasi Klinis
Dislokasi posterior sendi panggul dapat dilihat dari tungkai yang berada dalam posisi aduksi, rotasi internal, fleksi, dan diskrepansi. Caput femur dapat teraba di sekitar otot-otot bokong. Pasien dislokasi posterior sendi panggul dapat mengalami gangguan pada nervus skiatik sehingga harus diperiksa fungsi motorik dan sensoriknya. Pulsasi distal juga harus diperiksa walaupun cedera vaskular pada dislokasi posterior jarang ditemukan. Dislokasi sendi panggul terasa sangat nyeri oleh pasien sehingga tatalaksana dilakukan dengan bantuan anestesi.
Gambar 7 Dislokasi Posterior Sendi Panggul
7
F. Diagnosis
Diagnosis dislokasi posterior sendi panggul sangat mudah ditegakkan, melalui pemeriksaan fisik akan tampak kaki yang sakit lebih pendek, kemudian kaki berada dalam posisi adduksi, rotasi interna, dan sedikit fleksi. Apabila diikuti oleh fraktur pada tulang panjang, biasanya femur, hal tersebut dapat luput dari pandangan akibat tungkai yang dapat beradaptasi dalam berbagai posisi. Oleh karena itu, golden rule dari dislokasi sendi panggul adalah dengan melakukan foto Rontgen pelvis pada semua tingkat beratnya cedera pada pelvis dan femur. Pemeriksaan tungkai bawah juga diperlukan untuk mendeteksi tanda cedera nervus sciatic. Dari pemeriksaan radiologi posisi AP, tampak caput femur keluar dari socket dan berada di atas asetabulum. Caput femur pada sendi panggul yang mengalami dislokasi posterior terlihat lebih kecil dan tidak kongruen dengan asetabulum. Shenton line pada dislokasi panggul juga harus diperhatikan. Shenton line merupakan garis dari collum femur ke batas inferior dari ramus pubic. Foto rontgen posisi oblique bermanfaat untuk melihat apakah terdapat fragment tulang yang fraktur dan ukuran fragmen tulang tersebut. Pemeriksaan CT Scan baik untuk melihat fraktur pada asetabulum. Pemeriksaan CT Scan dapat dilakukan untuk beberapa situasi, misalnya, (a) sebelum reduksi, jika dicurigai ada fraktur collum femur pada foto polos, (b) Jika reduksi gagal, bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat fragmen fraktur atau benda lain pada sendi, (c) sebagai followup setelah reduksi, terutama untuk mengevaluasi asetabulum.
Gambar 8. Foto Rontgen AP Dislokasi Posterior Sendi Panggul
8
Gambar 9. CT Scan Dislokasi Posterior Sendi Panggul
G. Tatalaksana
Dislokasi sendi panggul harus direduksi sesegera mungkin dibawah anestesi umum. Reduksi dilakukan secara tertutup, namun apabila sudah 2 – 3 kali percobaan tidak berhasil maka dilakukan reduksi secara terbuka. Dislokasi posterior panggul sebaiknya dikoreksi sebelum 6 jam dengan melakukan reduksi dan imobilisasi. Keterlambatan penanganan akan meningkatkan risiko terjadinya AVN dan cedera nervus skiatik. Terdapat beberapa jenis manuver reduksi tertutup untuk dislokasi posterior panggul. Pada semua manuver, seorang operator melakukan traksi sementara seorang asisten malakukan counter traksi. Jika reduksi tertutup tidak berhasil sampai dua atau tiga kali percobaan, maka dislokasi tersebut bersifat irreducible dan harus dilakukan manajemen operatif. 1. Manuver Allis Bigelow Pasien diposisikan di atas kasur/alas di lantai. Asisten melakukan imobilisasi pada pelvis dengan menekan di daerah SIAS. Operator kemudian melakukan traksi segaris dengan deformitas, kemudian melakukan flexi panggul 90 o . Setelah itu, operator melakukan rotasi eksterna, abduksi, dan ekstensi dari sendi panggul.
9
Gambar 9 Manuver Allis Bigelow
2. Manuver Stimson Pasien berada dalam posisi pronasi. Sendi panggul diposisikan dalam keadaan fleksi. Traksi dilakukan dengan menakan di bagian posterior lutut dengan menggunakan tangan atau lutut operator. Sementara itu, operator juga melakukan rotasi menggunakan tangan. Asistan mencari caput femur dan secara manual mereduksi caput ke dalam asetabulum.
Gambar 10 Manuver Stimson
3. Manuver Whistler Seorang operator memegang tungkai yang sehat melalui bawah lutut dari tungkai yang mengalami dislokasi, sementara tangan satu lagi diletakkan di sisi anterior dari pergelangan kaki. Setelah itu, lengan operator yang berada di bawah lutut dielevasikan. Rotasi internal dan eksternal dilakukan oleh tangan sebelahnya.
Gambar 11 Manuver Whistler 10
Apapun teknik yang digunakan, pulsasi arteri harus diperiksan sebelum dan sesudah reduksi. Intervensi operatif dibutuhkan pada dislokasi yang tidak stabil, dislokasi yang irreducible, dan dislokasi dengan fraktur proksimal femur. Dislokasi dengan fraktur asetabulum tetap dilakukan reduksi tertutup.
H. Komplikasi dan Prognosis
Pada kasus dislokasi sendi panggul biasanya juga ditemukan trauma di tempat lain. Penelitian menunjukkan bahwa 95% pasien dislokasi sendi panggul juga mengalami trauma di kepala, abdomen, atau toraks. Fraktur asetabulum dapat ditemukan pada 75% pasien dislokasi posterior usia dewasa. AVN dapat ditemukan pada 4,8% pasien yang ditindak dalam 6 jam pertama, dan 50% dari pasien yang terlambat ditindak. Dislokasi grade III dan IV pada klasifikasi Stewart Milford lebih berisiko mengalami AVN. Semua dislokasi panggul merupakan kasus emergensi dan membutuhkan penanganan yang cepat untuk mengurangi insiden AVN. Fraktur caput femur terjadi pada 16% kasus dislokasi posterior sendi panggul. Cedera nervus skiatik dapat ditemukan pada 10%-13% kasus dan merupakan komplikasi akut dari dislokasi posterior panggul. Osteoartritis juga dapat terjadi pada kasus dislokasi posterior, yaitu pada sekitar 20% kasus. Prognosis pada pasien dislokasi posterior panggul sangat tergantung dari waktu dilakukannya tatalaksana. Semakin cepat dilakukan tatalaksana, maka prognosis akan semakin baik.
11
DAFTAR PUSTAKA
Brunicardi F, Andersen D, Biliar T, Dunn D, Hunter J et al, 2014. Schwartz’s Principles of Surgery 10th Ed. New York: McGraw-Hill. Simon R, Sherman S, Koenigsknecht S, 2007. Emergency Orthopedics The Extremities 5th Ed. New York: McGraw-Hill. Williams N, Bulstrode C, O’Connell PR, 2013. Bailey amd Love’s Short Practice of Surgery
26th Ed. Boca Raton: CRC Press.
Gammons M, 2013. Hip Dislocation. http://emedicine.medscape.com/article/86930overview. Diakses pada 12 Oktober 2014.
12
View more...
Comments