Diktat Impaksi

September 19, 2022 | Author: Anonymous | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Diktat Impaksi...

Description

 

IMPAKSI GIGI Oleh : Ika Ratna Maulani, drg., SpBM

PENDAHULUAN

Erupsi gigi adalah pergerakan gigi dari dalam prosesus alveolaris ke rongga mulut. Sedangkan impaksi gigi adalah terhambatnya proses erupsi gigi secara menyeluruh atau sebagian.1 Menurut Peterson, impaksi gigi adalah terhalangnya jalan erupsi gigi yang normal oleh gigi didekatnya atau oleh jaringan patologis. Gigi molar ketiga dapat mengganggu keharmonisan  pengunyahan dan kesehatan umum umum pasien.2,3 Impaksi gigi terbanyak terjadi pada molar ketiga dan sering harus dilakukan  pengambilan. Impaksi gigi molar ketiga sering menjadi penyebab berbagai kelainan dalam mulut, rahang dan bagian-bagian wajah.4 Pasien yang umumnya datang ke tempat praktek dokter gigi mempunyai masalah sehubungan dengan gigi molar ketiga. Impaksi gigi molar ketiga terutama pada rahang bawah, dapat menjadi faktor predisposisi terhadap kondisi gigi atau jaringan disekitarnya, seperti karies gigi molar ketiga atau molar kedua, perikoronitis, resorbsi gigi tetangga atau masalah  periodontal.3 Impaksi gigi kaninus dan premolar insidensinya setelah impaksi gigi molar ketiga bawah dan gigi molar ketiga atas. Seorang ortodontis harus mengetahui segera diagnosa keterlambatan erupsi atau impaksi gigi kaninus dikarenakan fungsinya pada faktor estetik. 5

ERUPSI GIGI

Struktur anatomi yang berperan dalam erupsi gigi : -   benih gigi -  dental sac -  dental crypt -  gubernacular cord -   primary predecessor (pada beberapa lokasi)

 

 

Fase Erupsi Gigi

Erupsi gigi permanen ada beberapa fase (Gambar 1): 1.  Fase Pra Erupsi Benih gigi berkembang ke segala arah. Namun, perkembangan mahkota gigi ini lokal dan bukan perkembangan dalam erupsi. 2.  Fase Intraosseous Terjadi resorbsi tulang di sekitar mahkota gigi dan pembentukan tulang baru di sekitar akar gigi yang sedang berkembang guna menjadi pendukung akar gigi. 3.  Fase Penetrasi Mukosa Hal utama yang terjadi pada fase ini adalah terbentuknya epital junction pada  permukaan gigi. Ini diawali dari epithelial enamel dan terus berkembang hingga mencapai permukaan akar gigi selama erupsi. Selama fase ini terjadi reaksi hipersensitif lokal seperti eritema lokal, rinitis dan demam. 4.  Fase Pra Oklusal Fase pertumbuhan akar dan pembentukan tulang pada dasar benih dan puncak alveolar serta septum inter radikular. Pertumbuhan lebih pesat terjadi pada malam hari, mengikuti irama jantung. 5.  Fase Bidang Oklusal Saat gigi mencapai bidang oklusal, terjadi pembentukan tulang alveolar yang lebih  padat di sekitar akar gigi untuk memperkuat posisi gigi. Kemudian terbentuk llamina amina dura dan bertambah kuatnya jaringan ligamen periodontal, juga selesainya  pembentukan akar gigi.

Gambar 1 Tahap erupsi gigi

 

 

IMPAKSI GIGI

 Epidemiologi Biasanya terjadi pada sekitar 20% dari total populasi. Pria lebih sering mengalami daripada wanita. Impaksi gigi molar ketiga umumnya terjadi pada 17-32% dari populasi yang telah dilakukan penelitian, dimana frekuensi mandibula lebih tinggi sedikit daripada maksila. Prevalensi terjadinya impaksi gigi kaninus atas sebesar 0,8-2,3% dari jumlah populasi yang diteliti. Impaksi gigi kaninus di bagian palatal terjadi pada 15% kasus impaksi gigi kaninus, lebih banyak terjadi pada perempuan daripada laki-laki. Impaksi gigi premolar sebesar 0 0,5% ,5% dari populasi yang diteliti. Gigi yang paling sering mengalami impaksi adalah molar ketiga mandibula, diikuti molar ketiga maksila, kaninus maksila dan premolar dua mandibula. 1 

 Etiologi    Etiologi Penyebab utama impaksi gigi : 1 1.  Posisi benih gigi yang ektopik. 2.  Obstruksi jalan erupsi, yang disebabkan oleh karena: -  kurangnya ruangan -   benturan pada folikel -  tulang kompak, gigi supernumeri, odontoma, jaringan parut, mukosa non attached, fibromatosis giant cell, tumor odontogenik, kista 3.  Kerusakan pada folikel /PDL, yang dapat disebabkan oleh karena trauma,  pembedahan, penyakit kongenital. kongenital.

 Klasifikasi   Impaksi Gigi Molar Ketiga Mandibula6 1.  Hubungan radiografis terhadap molar kedua.  Molar ketiga mandibula dan maksila dikelompokkan berdasarkan hubungannya dengan molar kedua. Klasifikasi yang didasarkan sinar-X ini dilakukan dengan melihat inklinasi gigi yang mengalami impaksi, yaitu : mesioangular, distoangular, vertikal dan horizontal (Gambar 2). Posisi mesioangular paling sering terjadi pada impaksi gigi bawah, sedangkan posisi distoangular paling sering terjadi pada impaksi gigi atas. Didasarkan pada hubungan ruang, impaksi juga dikelompokkan berdasarkan

 

 

hubungan bukal lingualnya. Kebanyakan impaksi molar ketiga mandibula mempunyai mahkota mengarah ke lingual.

Gambar 2 Klasifikasi berdasarkan hubungan dengan molar kedua disebelahnya

2.  Kedalaman.  Baik gigi impaksi maksila dan mandibula bisa dikelompokkan berdasarkan kedalamannya, dalam hubungannya terhadap garis servikal molar kedua disebelahnya. Pada level A, mahkota molar ketiga yang impaksi berada pada atau di atas garis oklusal. Pada level B, mahkota molar ketiga di bawah garis oklusal tetapi di atas garis servikal molar kedua. Sedangkan pada level C, mahkota gigi yang impaksi terletak di  bawah garis servikal molar kedua (Gambar 3).

Gambar 3 Klasifikasi berdasarkan kedalamannya  

 

 

3.  Panjang lengkung atau kedekatannya dengan ramus ascendens   (khusus molar ketiga mandibula) Impaksi molar ketiga mandibula juga diklasifikasikan berdasarkan hubungannya terhadap linea oblique eksterna atau tepi anterior ramus ascendens. Pada kelas I, ada celah di sebelah distal molar kedua yang potensial untuk tempat erupsi molar ketiga. Pada kelas II, celah di sebelah distal molar kedua lebih sempit dari lebar mesiodistal mahkota molar ketiga. Sedangkan pada kelas III, mahkota gigi impaksi seluruhnya terletak di dalam ramus (Gambar 4).

Gambar 4 Klasifikasi berdasarkan panjang lengkung atau kedekatannya dengan ramus

Selain klasifikasi di atas, untuk persiapan perawatan gigi molar ketiga impaksi mandibula  juga diperlukan analisa tingkat kesulitan gigi impaksi tersebut. Kategori ini merupakan titik awal untuk suatu analisa atau memperkirakan tingkat kesulitan pencabutan gigi impaksi. Secara umum, semakin dalam letak gigi impaksi dan semakin banyak tulang yang menutupinya, serta makin besar penyimpangan angulasi gigi impaksi dari kesejajaran terhadap sumbu panjang molar kedua, makin sulit pencabutannya. Pilihan yang diperoleh dari analisa ini adalah (Tabel 1);

 

 

1 = tidak diapa-apakan 2 = pencabutan gigi yang impaksi 3 = rujukan (Pedersen,1996). (Pederse n,1996).

Tabel 1 Indeks kesulitan dari pembedahan molar ketiga mandibula yang impaksi

 Impaksi Gigi Molar Ketiga Maksila7 1.  Kedalaman relatif gigi molar ketiga ke tiga maksila impaksi di dalam tulang  (Gambar 5) 

Kelas A : Bagian terendah dari mahkota gigi molar ketiga impaksi berada  pada garis dataran oklusal gigi molar kedua maksila. Kelas B : Bagian terendah mahkota gigi molar ketiga maksila impaksi terletak antara dataran oklusal dan garis servikal gigi molar kedua maksila. Kelas C : Bagian terendah mahkota gigi molar ketiga maksila impaksi terletak pada atau di atas garis servikal gigi molar kedua maksila.

 

 

Gambar 5 Klasifikasi berdasarkan kedalamannya  

2.  Klasifikasi yang didasarkan pada perbandingan sumbu aksis molar ketiga atas dengan sumbu aksis molar kedua atas yang mengalami impaksi yaitu (Gambar 6) :

a.  Mesioangular  b.  Distoangular c.  Vertikal d.  Horizontal e.  Buccoangular f.  Linguoangular g.  Inverted

Gambar 6 Klasifikasi berdasarkan perbandigan sumbu aksis M3 atas dengan sumbu aksis M2 atas

 

 

3.  Klasifikasi yang didasarkan pada rontgen gigi yang dilakukan dengan melihat hubungan impaksi molar ketiga rahang atas dengan sinus maksilaris yaitu

(Gambar 7) : a.  Sinus Approximation (S.A) : antara gigi impaksi dengan sinus maksilaris tidak ada  batasnya, baik tulang atau bahan pemisah.  b.   Non Sinus Approximation   (N.S.A) : antara gigi impaksi dengan sinus maksilaris  berjarak 2 mm atau lebih.

Gambar 7 Klasifikasi berdasarkan hubungan impaksi M3 atas dengan sinus maksilaris a.N.S.A; b. S.A

 Klasifikasi gigi impaksi kaninus kaninus rahang rahang atas :8 1.  Kelas I : Impaksi gigi kaninus terletak di sisi palatum (horizontal, vertikal, semi vertikal) (Gambar 8.A, 8.B).

A

B Gambar 8 a.  C impaksi di palatum, horizontal  b.  C impaksi di palatum, vertikal

2.  Kelas II : Impaksi gigi kaninus terletak di sisi labial atau bukal (horizontal, vertikal, semi vertikal) (Gambar 9).

 

 

Gambar 9 C impaksi di labial, semivertikal

3.  Kelas III : Impaksi gigi kaninus kaninus terletak di tengah-tengah antara palatum dan bukal atau labial (Gambar 10).

Gambar 10 C impaksi melintang di antara palatum dan labial

4.  Kelas IV : Impaksi gigi kaninus terletak di prosesus alveolar, biasanya vertikal antara gigi insisivus dan premolar pertama. 5.  Kelas V : Impaksi gigi kaninus terletak pada rahang yang tidak bergigi.  Klasifikasi gigi impaksi kaninus kaninus rahang rahang bawah :9  1.  Level A : Mahkota dari kaninus impaksi berada di garis servikal gigi Tetangganya (Gambar 11).

Gambar 11 C impaksi di bawah servikal gigi tetangga

2.  Level B : Mahkota dari kaninus impaksi berada di garis servikal dan apikal dari gigi tetangganya (Gambar 12).

 

 

Gambar 12 C impaksi di antara servikal dan apeks gigi tetangga

3.  Level C : Mahkota dari kaninus impaksi berada di bawah apikal dari gigi tetangganya (Gambar 13).

Gambar 13 C impaksi di bawah apeks gigi tetangga

 Indikasi dan Kontra Indikasi Indikasi Pencabutan Molar Tiga Rahang Bawah Bawah   Indikasi   Indikasi  Pengambilan keputusan harus bersandar pada suatu pertimbangan keadaan molar ketiga, seperti terdapatnya pericoronitis, pembentukan kista folikel, dan kecenderungannya merusak molar kedua disebelahnya.1 The National Institute for Clinical Excellence pada tahun 1999 menyatakan bahwa  pencabutan molar ketiga impaksi hanya boleh dilakukan pada pasien yang menunjukkan gejala patologis, seperti karies yang sudah tidak dapat direstorasi, pulpa yang tidak dapat dirawat atau ada infeksi pada periapikal, selulitis, abses dan osteomielitis, resorbsi eksternal / internal gigi, fraktur gigi, penyakit pada folikel seperti kista / tumor, bedah rekonstruksi rahang / gigi, dan bila gigi tersebut termasuk di dalam daerah reseksi tumor. 3  Pencabutan yang lebih awal mengurangi morbiditas postoperatif dan terjadinya  penyembuhan yang lebih baik. Penyembuhan periodontal lebih baik pada pasien yang lebih muda karena regenerasi yang lebih komplit dan lebih baik. Waktu terbaik untuk melakukan  pembuangan gigi impaksi adalah ketika akar gigi terbentuk sepertiganya dan sebelum 10   terbentuk duapertiganya, sekitar usia 17 sampai 20 tahun. 10

6,10

Indikasi pencabutan apabila : -  merupakan pencegahan dari terjadinya :  

 

  infeksi karena erupsi yang terlambat dan abnormal (pericoronitis)

o

   penyakit periodontal

o

   berkembangnya folikel menjadi keadaan patologis (kista odontogenik dan

o

neoplasma)

  karies gigi molar dua

o

o

  resorbsi akar gigi molar dua

-  adanya infeksi (focus selulitis)

-  adanya keadaan patologi (odontogenik) -  terjadi

penyimpangan

panjang

lengkung

rahang

dan

untuk

membantu

mempertahankan stabilitas hasil perawatan ortodonsi -  diperlukan dalam prostetik (gigi impaksi di bawah protesa) -  diperlukan dalam perawatan restoratif (diperlukan untuk mencapai jalan masuk ke tepi gingival distal dari molar dua disebelahnya) -  memfasilitasi perawatan ortodontik -  terapi pada rasa sakit yang tidak bias dijelaskan Seluruh gigi impaksi sebaiknya dicabut kecuali terdapat kontraindikasi sehingga dibiarkan tetap dalam posisinya. Ketika resiko prosedur pencabutan lebih merugikan dibandingkan dengan tetap dibiarkan pada tempatnya, maka sebaiknya prosedur pencabutan ditangguhkan.10

 Kontra Indikasi Indikasi Tidak dilakukan jika potensi kerusakan lebih berat dibandingkan dengan manfaat yang akan diperoleh dengan pencabutan. Pasien dengan kondisi kesehatan kese hatan umum buruk tidak boleh dilakukan pencabutan.5 Hal-hal di bawah ini merupakan kontra indikasi pencabutan gigi molar ketiga impaksi : 6,10 -  Infeksi akut -  Pada pasien yang gigi molar tiga impaksinya diharapkan dapat tumbuh normal -  Jika kemungkinan besar akan terjadi kerusakan pada struktur penting di sekitarnya atau kerusakan tulang pendukung yang luas, misalnya rasio resiko / manfaat tidak menguntungkan -  Compromised medical status

 

 

Anatomi 

Struktur-struktur penting di daerah molar tiga diantaranya adalah tulang bukal, lingual, dan distal yang mengelilingi gigi tersebut serta jaringan periodontal dari bagian distal molar kedua. Selain itu komponen neurovascular dari kanalis mandibularis harus menjadi  perhatian.11 

Tulang Gigi molar tiga rahang bawah terletak di distal dari molar dua rahang bawah sebelah medial dan anterior dari ramus asenden. Ini mengakibatkan gigi molar tiga yang impaksi  paling banyak ditutupi oleh tulang tula ng bukal. Tulang sebelah bukal merupakan bagian dari linea oblique eksternal dan bagian anterior dari ramus asendens.

 Kanalis Mandibularis Mandibularis Posisi kanalis mandibularis terletak di bagian apikal dan sedikit ke arah bukal dari akar molar ketiga (Gambar 14). Meskipun banyak variasi yang dapat terjadi. Kanalis mandibularis dikelilingi oleh lapisan tipis tulang yang mirip seperti lamina dura. Pemeriksaan radiografis dapat membantu menentukan hubungan antara akar molar tiga dan kanalis mandibularis.

A

B Gambar 14 Kanalis mandibularis a.  Potongan sagital  b.  Potongan transversal

Muskulus

Otot yang mengelilingi molar tiga adalah : sebelah anterior adalah otot buccinators dan mylohyoid; sebelah distal adalah otot temporalis; otot masseter dan pterygoid medialis merupakan otot sebelah lateral dan medial (Gambar 15).

 

 

Gambar 15 Muskulus di sekitar gigi molar 3

 M. Buccinator Otot ini berinsersi di linea oblique eksterna. Pada prosedur pembedahan jika flap yang kita  buat mengenai otot ini maka akan timbul nyeri, nyeri, edema dan trismus.  M. Mylohyoid Otot ini berinsersi di linea oblique internal. Jika terganggu maka akan timbul keluhan yang  berhubungan dengan penelanan. penelanan.  M. Temporalis Pendekatan bukal pada prosedur operasi impaksi molar tiga bawah seringkali mengenai  bagian paling bawah dari tendon.  M. Masseter Insersinya di angulus mandibula sebelah lateral. Otot ini jarang terkena akibat langsung dari operasi impaksi molar tiga bawah, tetapi bila terjadi edema post operatif dapat mengakibatkan trismus karena keterlibatan sekunder dari otot ini.  M. Pterygoideus Medialis Insersinya di angulus mandibula sebelah medial. Operasi impaksi molar tiga bawah jarang mengenai otot ini tetapi bila terjadi edema post operatif dapat mengakibatkan trismus karena  

 

keterlibatan sekunder dari otot ini. Jika terjadi infeksi post operatif maka infeksi dapat dengan mudah menyebar melalui otot ini dan mencapai spasium faringeal lateral.

Nervus

Saraf yang mungkin terlibat selama prosedur operasi pengangkatan gigi impaksi molar tiga rahang bawah adalah : N. Alveolaris inferior; N. Lingualis; N. Buccalis; dan N. Mylohyoid (Gambar 16).

 N. alveolaris inferior inferior Karena letaknya yang dekat antara kanalis mandibularis dan akar molar tiga, kerusakan saraf ini merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada prosedur operasi pengangkatan gigi impaksi molar tiga rahang bawah.

Gambar 16  Nervus di sekitar gigi molar 3

 N. lingualis Pada daerah molar tiga, N. Lingualis biasanya terletak sangat dekat dengan puncak gingival. Persisnya sekitar 0.6 mm sebelah medial dari tulang mandibula dan sekitar 2.3 mm di bawah alveolar crest pada potongan frontal.

 

 

 N. buccalis Pada prosedur pembedahan seringkali saraf ini cedera karena insisi yang terlalu ke lateral  pada ujung insisi bagian posterior. Tidak ada terapi yang dapat dilakukan pada cedera semacam ini kecuali menunggu untuk terjadinya sembuh spontan dalam jangka waktu 6 sampai 12 bulan.

Vaskularisasi

Pendarahan pada daerah molar tiga berasal dari arteri maksilaris yang merupakan cabang dari arteri carotis eksterna (Gambar 17).

Gambar 17 Vaskularisasi (arteri) di sekitar gigi molar 3 bawah

 

 

 Arteri alveolaris inferior Pada manipulasi flap seringkali arteri ini mengalami cedera sehingga mengakibatkan  perdarahan. Selain itu penetrasi kanalis mandibularis dengan instrument atau intrusi akar molar tiga dapat mencederai arteri dan bahkan vena sehingga terjadi perdarahan massif.  Arteri lingualis Arteri ini jarang mengalami cedera tetapi jika terjadi penetrasi ke dasar mulut oleh instrument dapat mencederai arteri ini.

Prosedur Operasi 

 Penanganan sebelum pembedahan pembedahan : Perencanaan terhadap pasien sebelum dilakukan pembedahan impaksi gigi molar ketiga adalah mengetahui riwayat medis pasien, pemeriksaan klinis, pengambilan foto roentgen, membuat kesepakatan rencana perawatan dan kesepakatan rencana tehnik anestesi yang akan digunakan.5 1.  Riwayat Medis dan Pemeriksaan Klinis

Gigi impaksi dapat menimbulkan gangguan ringan sampai serius jika gigi tersebut tidak erupsi. Tidak semua gigi impaksi menimbulkan masalah klinis yang signifikan, namun setiap gigi impaksi memiliki potensi tersebut. Gigi yang tidak erupsi akan menimbulkan rasa nyeri  jika terjadi infeksi. 12,13 Saat pemeriksaan, ketiadaan gigi, karies atau mobilitas gigi tetangga harus diperhatikan. Terjadinya infeksi dapat dilihat dari pembengkakan, pengeluaran pus, trismus, dan pelunakan limfonodus servikal regional. 13 

2.  Pemeriksaan Radiografis

Pemeriksaan radiografis harus didasarkan pada penelusuran riwayat dan pemeriksaan klinis. Pemeriksaan radiografis sangat penting sebelum pembedahan dilakukan namun tidak  perlu dilakukan saat pemeriksaan awal, jika terdapat infeksi atau gangguan gangguan lokal lainnya. 13  Pemeriksaan radiografis yang dianjurkan adalah pemeriksaan panoramic foto (Gambar 18) meskipun dapat juga dilakukan periapikal foto dan atau lateral oblique foto sebagai alternatif. Foto rontgen sebaiknya merupakan foto terbaru dari kondisi giginya atau minimal 6 bulan. Pemeriksaan radiografi gigi impaksi harus dapat menguraikan hal-hal hal-ha l berikut ini : 13  1.  Melihat inklinasi dari gigi impaksi 2.  Ukuran mahkota dan kondisinya  

 

3.  Jumlah dan morfologi akar 4.  Hubungan atau kedekatan gigi-geligi rahang bawah dengan kanalis mandibularis, foramen mentale, batas bawah mandibula 5.  Hubungan atau kedekatan gigi-geligi rahang atas dengan kavitas nasal atau sinus maksilaris 6.  Tinggi tulang alveolar, termasuk kedalaman dan densitasnya 7.  Kedalaman tulang antara gigi dan batas bawah mandibula 8.  Status periodontal dan kondisi gigi tetangga te tangga

Gambar 18 Foto panoramik dengan impaksi gigi M3

3.  Kesepakatan rencana perawatan

Bila pasien sudah mengerti dan setuju dengan rencana perawatan, ia harus bersedia untuk mengisi dan menandatangai surat pernyataan kesepakatan rencana perawatan (informed consent)14 (Gambar 19).

 

 

Gambar 19 Contoh Informed consent

4.  Persiapan Alat dan Bahan15  Bahan :

-  Betadine -  Kassa/ tampon -  Kapas bulat -  Syringe 3 cc dengan jarum 27 dan 30 gauge -  Larutan anestetikum, yang mengandung epinefrin/ adrenalin -  Pisau (blade) no 15 (umumnya) (Gambar 20) -  Suction tip dispossible -  Jarum 3/8 atau ½ dengan benang jahit no 3 atau 4 (Gambar 21) -  Gelfoam (bila diperlukan) (Gambar 22) -  Larutan salin (air steril)

Alat :

-  Alat diagnostik/ alat dasar -  Kain duk steril untuk instrument dan pasien -  Klem untuk kain duk (towel clip) (Gambar 23) -  Gagang pisau (blade handle) (Gambar 24) -   Needle holder (Gambar 25)

 

 

-  Hemostat/ arteri clamp (Gambar 26) -  Rasparatorium (periosteal elevator) (Gambar 27) -  Minnesota retractor (Gambar 28) -  Weider retractor (Gambar 29) -  Mata bur tulang -  Mata bur gigi -  Bein (straight elevator) (Gambar 30) -  Cryer (triangular elevator) (Gambar 31) -  Tang gigi (forceps) impaksi (Gambar 32) -  Curette/ excavator besar (Gambar 33) -  Rounger (Gambar 34) -  Bone file (Gambar 35) -  Syringe untuk irigasi (Gambar 36) -  Pinset (anatomis, bedah, dental) (Gambar 37) -  Gunting benang (Gambar 38)

Gambar 20 ki-ka :Blade no.10, 11, 12, 15 (lingkar merah)

Gambar 21 Jarum + Benang (swagged)

Gambar 22 Gelfoam

 

 

Gambar 23 Towel clip

Gambar 25  Needle holder

Gambar 24 Scalpel, terdiri dari blade dan handle

Gambar 26.1 Hemostat A.  Dilihat dari atas, B. Dilihat dari samping

Gambar 26.2 Beda haemostat dengan needle holder A.  Hemostat (atas) memiliki beak yang lebih panjang dan tipis dibandingkan dengan d engan needle holder (bawah) B.  Bagian dalam dari beak needle holder mempunyai groove yang bersilang, sehingga jarum dapat terfiksir (kiri), sedangkan bagian dalam dari beak haemostat mempunyai groove parallel (kanan)

 

 

Gambar 27 Rasparatorium/ periosteal elevator

Gambar 28 Minnesota retractor, digunakan untuk meretraksi flap dan pipi. A. dilihat dari depan, B. dilihat dari belakang

Gambar 30 Bein/ Straight Elevator, dan bagian-bagiannya

 

Gambar 29 Weider retractor, digunakan untuk meretrak lidah, agar tidak terkena mata bor

Gambar 31 Cryer (triangular elevator), untuk akar mesial dan distal

 

Gambar 32 Tang gigi (forceps), dan bagian-bagiannya

Gambar 33 Curette, untuk mengambil jaringan lunak dari dalam soket

Gambar 34 Rounger, untuk memotong sisa tulang yang tajam

 

Gambar 35 Bone file, untuk menghaluskan tulang

 

Gambar 36 Gunting benang, dipegang dengan cara yang sama memegang needle holder

Gambar 37 Macam-macam pinset A. Pinset anatomis (Adson tissue forcep) B. (atas) C. Pinset Pinset bedah dental (Stillies (Collegepickup) pliers) (bawah)

Gambar 38 Syringe besar yang khusus dibuat untuk irigasi, dengan ujung jarum yang tumpul

 

 

Gambar 39 Instrumen steril dalam packing (belum dibuka)

Gambar 40 Contoh set odontektomi yang sudah siap digunakan (steril)

Gambar 41 Contoh set kontrol post odontektomi yang sudah siap digunakan (steril) (steril )

 

 

5.  Persiapan Pasien dan Operator

Setelah dental chair siap dengan instrument steril telah diletakkan di atasnya (masih dalam keadaan tertutup), pasien didudukkan di dental chair. Posisi operator adalah di sebelah kanan pasien, sedangkan asisten pertama di sebelah kiri pasien (Gambar 42), dan asisten kedua di depan semua (pasien, operator, dan asisten pertama).

6.  Tindakan Asepsis dan Antisepsis   Asisten pertama lebih dulu melakukan tindakan asepsis dan antisepsis pada diri sendiri (dibantu oleh asisten kedua), untuk kemudian membantu operator. Tindakan asepsis dan antisepsis secara berurutan adalah sebagai berikut : 1.  Memakai alas kaki khusus, baju dan topi operasi, masker dan google (pastikan semua rapi dan nyaman dibantu cermin sebelum melakukan cuci tangan) (Gambar 43) 2.  Cuci tangan (Gambar 44) 3.  Memakai baju operasi (steril), dibantu oleh asisten pertama dan kedua (Gambar 45) 4.  Memakai hand scoone steril (sendiri/ (se ndiri/ dibantu asisten pertama) (Gambar 46 & 47) 5.  Melakukan tindakan antisepsis terhadap pasien (Gambar 49)

6.  Mempertahankan tindakan antisepsis selama operasi berlangsung sampai operasi selesai (Gambar 50)

Gambar 42 Contoh posisi operator dan asisten pertama

 

 

Gambar 43 Operator dan asisten pertama sudah memakai perlengkapan khusus dan bersih

 

 

Gambar 44 Tehnik mencuci tangan sebelum memakai baju steril A dan B. Membersihkan kuku dengan cotton butt dan sikat kuku, serta membasahi tangan dan lengan, C. Pemberian sabun antiseptic mulai dari ujung jari sampai sekitar 5 cm di atas siku. Lalu dilakukan penyikatan seluruh bagian tangan dan lengan, dengan 20 kali gosokan pada tiap permukaan tangan, dan 10 kali gosokan  pada tiap permukaan lengan, D. Setelah penyikatan penyikatan selesai, sikat di buang, lalu dilakukan pembilasan dengan dengan air mengalir mulai dari ujung jari sampai seluruh lengan. Selama proses ini, ini , posisi tangan dan lengan bawah harus lebih tinggi dari siku, E. Posisi dipertahankan selama beberapa detik sampai tidak ada air yang menetes lagi, dan posisi tersebut dipertahankan terus sampai selesai memakai baju steril.

Gambar 45 Memakai baju steril. A. Awal pemakaian dibantu oleh asisten pertama, B. pengikatan baju dibelakang dibantu oleh asisten kedua.

 

 

Gambar 46 A-G. Urutan langkah memakai handscoone steril oleh operator sendiri

 

 

Gambar 47 A-D. Urutan memakai handscoone steril dibantu oleh asisten pertama

Gambar 48 Operator siap melakukan operasi

 

 

Gambar 49 Contoh tindakan asepsis dan antisepsis pada pasien, seluruh wajah, kepala, lengan, dada, hingga perut pasien ditutup oleh duk steril (draping)

Gambar 50 Contoh tindakan mempertahankan asepsis dan antisepsis selama s elama operasi berlangsung, dimana ada kerjasama antara operator, asisten pertama, dan asisten kedua. Operator dan asisten pertama hanya boleh menyentuh segala sesuatu yang sudah steril, sedangkan asisten kedua hanya boleh menyentuh segala sesuatu yang tidak steril.

Tehnik Pembedahan

1.  Anestesi Umumnya operasi molar tiga mandibula dan maksila dapat dilakukan dengan anestesi lokal dengan bahan anestesi yang berifat vasokonstriktor untuk mendapatkan efek anestesi yang cukup lama dan memberikan daerah operasi yang relatif bebas darah, sehingga tidak menghalangi pandangan saat pembedahan dilakukan. Untuk molar ketiga mandibula dapat dilakukan injeksi blok pada nervus alveolaris inferior dan

 

 

nervus bukalis, sedangkan untuk molar ketiga maksila dilakukan injeksi blok pada nervus alveolaris superior posterior dan nervus palatinus mayor. 2.  Pembuatan Flap6  Sebelum melakukan insisi, operator sudah harus menguasai cara memasang (Gambar 51), dan cara memegang scalpel (Gambar 52).

Gambar 51 Cara memasang blade pada handle

Gambar 52 Cara memegang scalpel yang benar

Dasar dari pembuatan flap adalah insisi. Syarat pembuatan insisi adalah : -  Blade tegak lurus dengan jaringan yang akan diinsisi (Gambar 53) -  Blade harus tajam, karena insisi hanya boleh dilakukan sekali, tidak berulangulang pada garis yang sama

 

 

Gambar 53 Ujung blade tegak lurus pada jaringan yang diinsisi

Dasar dari semua jenis flap adalah sama, yaitu dasar flap harus lebih lebar dari  puncak flap, untuk mendapatkan supply vaskularisasi yang baik (Gambar 54). Flap mandibula yang paling sering digunakan adalah envelope   tanpa insisi tambahan, dilakukan dari servikal molar kesatu dan molar kedua tetapi dengan perluasan distal ke arah lateral atau bukal ke dalam regio molar ketiga (trigonum retromolare). Lingual mandibula dihindari untuk mencegah cedera pada nervus lingualis (Gambar 55). Jalan masuk menuju molar ketiga impaksi yang dalam (level C) pada maksila dan mandibula sering diperoleh dengan insisi serong tambahan ke anterior (Gambar 55 (garis putus-putus).

Gambar 54 Dasar flap harus lebih lebar dari  puncak flap

 

 

Gambar 55 Pembuatan flap envelope dengan ekstensi bukal pada mandibula

3.  Pembuangan tulang disekitar gigi 6  Pengambilan tulang mandibula terutama dilakukan dengan bur dan dibantu dengan irigasi larutan saline. Tehnik yang biasa dilakukan adalah membuat parit sepanjang bukal dan distal mahkota dengan maksud melindungi crista oblique eksterna, namun tetap bisa mendapatkan jalan masuk yang cukup ke permukaan akar yang akan dipotong (Gambar 56).

Gambar 56 Pengambilan tulang pada mandibula. A. Pembuangan tulang yang menutupi permukaan oklusal, B. pembuangan tulang pada aspek bukal dan distal gigi impaksi

Gambar 57 Batas pembuangan tulang aspek bukal dan distal pada berbagai posisi gigi molar 3 bawah impaksi

 

 

4.  Tehnik odontektomi berdasarkan tipe impaksi gigi molar 3 bawah12,13,16,17 

Impaksi mesioangular

Impaksi mesioangular merupakan tipe yang sering ditemukan (43% kasus). Gigi menjorok ke depan, mengarah ke depan mulut. Dalam pencabutan impaksi mesioangular, tulang pada sisi bukal dan distal dibuang agar mahkota gigi dan batas servikalnya terlihat. Aspek distal mahkota dipotong. Terkadang, perlu dilakukan  pemotongan seluruh gigi menjadi dua bagian, bukan hanya memotong bagian distal mahkota saja (Gambar 58).

Gambar 58

Setelah bagian distal mahkota dikeluarkan, diinsersikan elevator kecil pada titik ungkit di aspek mesial gigi molar tiga, dan gigi dikeluarkan menggunakan gerakan putar dan ungkit (Gambar ( Gambar 59).

Gambar 59

Impaksi Horisontal

Impaksi horisontal jarang ditemukan (3%), yang terjadi jika gigi memiliki sudut 90 derajat, tumbuh ke arah gigi molar dua. Saat dilakukan pembedahan impaksi

 

 

horisontal, tulang yang menutupi gigi-yaitu, tulang pada aspek distal dan bukal gigidibuang menggunakan bur. Mahkota dipisahkan dari akarnya dan dikeluarkan dari soket. Akar jamak dikeluarkan bersamaan atau sendiri-sendiri menggunakan Cryer elevator dengan gerakan rotasi. Terkadang, akar perlu dipotong menjadi dua bagian:  pembuatan titik ungkit pada akar akan mempermudah Cryer elevator untuk mengeluarkan akar. Akar mesial diungkit dengan cara yang sama (Gambar 60).

Gambar 60

Impaksi vertikal

Jika gigi yang terbentuk tidak erupsi sempurna menembus batas gusi. Tulang  pada aspek bukal dan distal mahkota dibuang, dan gigi dipotong menjadi bagian mesial dan distal. Jika akar gigi bengkok, menyatu atau tunggal, bagian distal mahkota dipotong seperti dalam impaksi mesioangular (Gambar 61). Aspek posterior mahkota diungkit terlebih dahulu menggunakan Cryer elevator sampai ke titik

 

 

 pengeluaran pada sisi distal gigi. Elevator digunakan untuk mengangkat aspek mesial gigi dengan gerakan putar dan ungkit.

Gambar 61

Impaksi Distoangular

Pada tipe impaksi ini, gigi menjorok ke belakang, ke bagian belakang mulut. Dalam impaksi distoangular, tulang oklusal, bukal dan distal dibuang menggunakan  bur. Harus diingat bahwa tulang distal harus dibuang lebih banyak dibandingkan dalam impaksi tipe vertikal atau mesioangular. Mahkota gigi dipotong menggunakan  bur dan dikeluarkan menggunakan me nggunakan elevator lurus. Titik ungkit diletakkan pada bagian akar gigi, dan akar dikeluarkan menggunakan Cryer elevator dalam gerakan

 

 

wheeland-axle (roda-dan-jeruji), jika akar divergen, terkadang perlu dilakukan

 pemotongan akar sendiri-sendiri (Gambar 62).

Gambar 62

5.  Penutupan luka Setelah gigi impaksi dikeluarkan dari prosesus alveolar, dokter bedah harus melakukan debridemen luka dengan cermat dan hati-hati untuk membersihkan semua  potongan tulang kecil dan debris lainnya. la innya. Metode terbaik untuk melakukannya adalah ada lah dengan melakukan debridemen mekanis pada soket dan daerah di bawah flap menggunakan kuret periapikal. Bone file digunakan untuk menghaluskan tepi-tepi tulang yang tajam dan kasar. Hemostat mosquito digunakan untuk membuang sisasisa folikel gigi dengan hati-hati. Terakhir, soket dan luka diirigasi menggunakan salin atau air steril (optimal: 30-50 ml). Dalam kasus-kasus tertentu, dibutuhkan irigasi, yaitu pada pasien yang beresiko mengalami dry socket, gangguan penyembuhan, atau komplikasi lainnya. Dalam melakukan penjahitan pada flap, operator diharapkan sudah mengetahui dasar-dasar penjahitan, diantaranya : -  Menggunakan kedua tangan dalam melakukan penjahitan, tangan kanan memegang needle holder (Gambar 63), dan tangan kiri memegang pinset anatomis/ bedah.

 

 

Gambar 63

-  Jarum dipegang oleh needle holder pada 2/3 jarum (Gambar 64)

Gambar 64

-  Ujung jarum saat memasuki jaringan lunak (flap) harus tegak lurus jaringan (Gambar 65)

Gambar 65 A-B. Cara penjahitan yang benar, C-D. Cara penjahitan yang salah

-  Simpul dilakukan minimal 2x dan maksimal 3x, dengan 2 putaran searah jarum  jam pada simpul pertama, dan 1 putaran berlawanan arah ar ah jarum jam pada simpul kedua, serta 1 putaran searah jarum jam bila ada simpul ketiga (Gambar 66)

 

 

 

 

Gambar 66 A-D. Simpul pertama, E-H. Simpul kedua, I-J. Bentuk simpul dilihat dari dekat

Flap mukoperiosteal direposisi dan agak ditekan untuk menutup bekas luka. Bahan benang jahit yang biasa digunakan adalah silk 3-0 atau 4-0, tetapi beberapa dokter menggunakan bahan resorbable. Keuntungan memakai benang silk oleh karena mudah untuk dilepas dan dapat dilihat pada saat kunjungan sesudah operasi. Penutup harus tidak tertutup sepenuhnya dengan berbagai macam jahitan tetapi lebih terbuka sedikit untuk memungkinkan adanya drainase. 5 Penjahitan dilakukan terutama untuk menstabilkan jaringan terhadap prosesus alveolaris dan terhadap aspek distobukal molar kedua disebelahnya (Gambar 67). Kemudian diletakkan tampon di atas bekas operasi dan pasien dianjurkan untuk tetap menggigitnya paling tidak 1-1,5 jam (Gambar 68).

 

 

Gambar 67 Penjahitan setelah pengangkatan gigi impaksi Tanda panah menunjukkan lokasi dilakukannya penjahitan

A

B Gambar 68 A.Cara meletakkan tampon yang benar, B. Cara meletakkan tampon yang salah

 Perawatan pasca pasca operasi operasi 1.  Instruksi pada pasien Instruksi yang diberikan pada pada pasien : a.  Minum obat sesuai yang diberikan dalam resep  b.  Menggigit tampon kurang lebih selama 1 jam c.  Lakukan pengompresan es pada wajah untuk mengurangi pembengkakan dengan selang 30 menit, yaitu 30 menit kompres, 30 menit dilepas d.  Tidur dengan kepala kepala agak dinaikkan / dig diganjal anjal 1 - 2 bantal untuk mengurangi  pembengkakan e.  Lakukan sikat gigi seperti biasa. Gunakan obat kumur selama 24 jam pertama untuk menjaga kebersihan mulut. Dan jangan menggunakan water pik untuk membersihkan mulut sampai luka bekas operasi sembuh f.  Makan makanan lunak , menghindari makanan dan minuman yang panas untuk mencegah perdarahan, menghindari makanan yang keras agar tidak melukai daerah bekas operasi, serta tidak mengunyah permen karet atau merokok g.  Istirahat yang cukup dan tidak melakukan kerja yang berat paling tidak 48 jam  pertama h.  Tidak menghisap-hisap daerah bekas operasi dan jangan sering meludah

 

 

i.  Jangan minum alkohol atau mengemudi kendaraan pada waktu menggunakan obat analgesik 2.  Medikasi Pemberian antibiotik, analgesik dan obat kumur 3.  Kontrol post operasi Kontrol dijadwalkan pada waktu melepas jahitan, biasanya hari keempat / kelima sesudah operasi. Pada kunjungan ini, daerah bekas operasi diperiksa dengan teliti yaitu mengenai penutupan mukosa dan keadaan bekuan darah.

Komplikasi

1.   Komplikasi Intra Operatif a.  Perdarahan  b.  Fraktur :

  ujung akar dan fragmen

o

  gigi sebelahnya dan antagonis o   prosesus alveolaris

o

  mandibula

o

c.  Pergeseran d.  Cedera jaringan lunak (Gambar 69) e.  Cedera saraf

Gambar 69 Abrasi pada bibir bawah akibat instrument atau mata bur

 2.   Kelanjutan dan komplikasi pasca bedah bedah a.  Ecchymosis (Gambar 70)  b.  Rasa sakit c.  Edema (Gambar 71) d.  Reaksi terhadap obat

 

 

Gambar 70 Ecchymosis pada wajah dan leher pasien usia lanjut setelah dilakukan pencabutan beberapa gigi mandibula

Gambar 71 Edema pada wajah sebelah kiri 2 hari setelah dilakukan odontektomi molar 3 atas dan bawah. Edema jauh berkurang 1 minggu setelah operasi.

 3.   Komplikasi beberapa beberapa saat setelah operasi a.  Alveolitis  b.  Infeksi

KESIMPULAN

Impaksi gigi molar ketiga seringkali menjadi penyebab berbagai kelainan dalam mulut, rahang dan bagian-bagian wajah lainnya. Untuk mengatasinya diperlukan prosedur  

 

 pengambilan gigi impaksi dengan pembedahan. Pada dasarnya, tehnik pengambilan gigi impaksi molar ketiga mandibula dan maksila adalah sama. Yang membedakan hanya organorgan anatomi yang berdekatan dengan gigi impaksi, oleh karena itu seorang dokter gigi harus menguasai anatomi w wajah ajah dan

mulut dengan baik agar dapat mengurangi resiko

terjadinya komplikasi-komplikasi yang dapat terjadi pada proses pembedahan molar ketiga ini.

DAFTAR PUSTAKA

1.  Andreasen JO., Petersen JK., Laskin DM. Textbook and Color Atlas of Tooth Impactions. 1st Ed. St.Louis Missouri. Mosby. 1997.

2.  Tetsch P., Wagner W. Pencabutan Gigi Molar Ketiga. Alih Bahasa Agus Wijaya, Editor Lilian Yuwono. Jakarta. EGC. 1992. 3.  Westcott K., Irvine GH.  Appropriatness of Referrals Referral s for Removal of Wisdom Teeth. Br J Oral Maxillofacial Surgery. 2002. 40 :304-6.

4.  Donoff RB. Manual of Oral and Maxillofacial Surgery . 3th Ed. St.Louis Missouri. Mosby. 1997.  5.  Dym H., Ogle OE. . Atlas  Atlas of Minor Oral Surgery . Philadelphia. WB Saunders Co. 2001. 6.  Pedersen GW. Buku Ajar Praktis Bedah Mul ut. Alih Bahasa Purwanto, Basoeseno. Jakarta. EGC. 1996. 7.  Fragiskos, FD. Oral Surgery. Berlin. Springer-Verlag Berlin Heidelberg Company. 2007.  p. 121-157. 8.  Peterson, LJ. Principles of Management of Impacted Teeth in : Contemporary Oral and  Maxillofacial Surgery.   4th  ed. St. Louis, Missouri. An Imprint of Elsevier Inc.: 2003. p.

184-213. 9.  Yavuz, MS., Aras., MH., Buyukkurt MC, Tozoglu., S. Impacted Mandibular Canines. J Contemporary Dental Practice. 2007 [diunduh 8 April 2009]; 8 (7). Tersedia dari : http://www.mandibular canines.com. canines.com. 10. Thomas, PM., Lieblich, SE., Ward Booth, P,. Controversies in office-Based Surgery. In Maxillofacial Surgery. Vol. II. Churchil Livingstone. 2007. 11. Martens, JKM, Svendsen, H. Etiology of Third Molar Impaction. In: Textbook and Color Atlas of Tooth Impactions. 1st ed. St. Louis. Mosby Company. 1997.

 

 

12. Miloro Michael. Peterson’s of oral and maxillofacial surgery. 2 nd   ed. BC Decker Inc. Hamilton. London. 2004. p.140-153. 13. Coulthard P, Horner K, Sloan P, et al. Master dentistry: oral and maxillofacial surgery, radiology, pathology and oral medicine. Elsevier Science Limited. Churchill Livingstone. England. 2003. p.84-87. 14. Fonseca, Barber, Matheson. Oral and Maxillofacial Surgery. 2 nd   ed. Vol. I. Saunders Elsevier. St.Louis. 2009. 15. Hupp, JR, Ellis III, Tucker, MR. Contemporary Oral and Maxillofacial Surgery. 5 th  ed. Mosby Elsevier. St.Louis. 2008. 16. Benediktsdottir, Sara I. Thesis at the Department of Oral Radiology and Oral Maxillofacial Surgery, Royal Dental College, University of Aarhus, Denmar. 2003. p. 6. 17. Anonim. Wisdom teeth. Available at: http://www.pinoydental.com. http://www.pinoydental.com.  Accessed at: 14 of  july 2009.

Selamat Belajar

 

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF