Diare Kronis Dan Diare Persisten
May 10, 2019 | Author: Niko Bellic | Category: N/A
Short Description
Download Diare Kronis Dan Diare Persisten...
Description
Diare Kronis dan Diare Persisten Definisi
Diare kronis dan diare persisten seringkali dianggap suatu kondisi yang sama. Ghishan menyebutkan diare kronis sebagai suatu episode diare lebih dari 2 minggu, sedangkan kondisi serupa yang disertai berat badan menurun atau sukar naik oleh Walker-Smith et al. didefinisikan sebagai diare persisten. Di lain pihak, dasar etiologi diare kronis yang berbeda diungkapkan oleh Bhutta dan oleh The American Gastroenterological Association. Definisi diare kronis menurut Bhutta adalah episode diare lebih dari dua minggu, sebagian besar disebabkan diare akut berkepanjangan akibat infeksi, sedangkan definisi menurut The American Gastroenterological Gastroenterolog ical Association adalah episode diare yang berlangsung lebih dari
4 minggu, oleh etiologi non-infeksi serta memerlukan pemeriksaan lebih lanjut. Bervariasinya definisi ini pada dasarnya disebabkan perbedaan kejadian diare kronis dan persisten di negara berkembang, sedangkan sedangkan penyebab non-infeksi lebih l ebih banyak didapatkan di negara maju. Demikian juga porsi serta prioritas penelitianmaupun pembahasan lebih didominasi permasalahan diare non infeksi, antara lain karena dalam tatalaksananya, diare bentuk ini lebih l ebih banyak membutuhkan biaya. Akan sangat membantu apabila terdapat suatu definisi standar sehingga dapat dilakukan pembandingan antar studi serta pembuatan rekomendasi pengobatan di lingkungan masyarakat gastrohepatologi gastrohepatologi anak di Indonesia digunakan pengertian bahwa ada 2 jenis diare yang berlangsung > 14 hari, yaitu diare persisten yang mempunyai dasar etiologi infeksi, serta diare kronis yang mempunyai dasar etiologi non-infeksi. Untuk selanjutnya batasan tersebut yang akan dipakai dalam diskusi topik ini.
Epidemiologi
Diare persisten/kronis mencakup 3-20% dari seluruh episode diare pada balita. Insidensi diare persisten di beberapa negara berkembang berkisar antara 7-15% setiap tahun dan menyebabkan kematian sebesar 36-54% dari seluruh kematian akibat diare. Hal ini menunjukkan bahwa diare persisten dan kronis menjadi suatu masalah kesehatan yang mempengaruhi
tingkat
kematian
anak
di
dunia.
Di
Indonesia,
prevalensi
diare
persisten/kronis sebesar 0,1%, dengan angka kejadian tertinggi pada anak-anak berusia 6-11 bulan.
Etiologi
Diare berkepanjangan dapat disebabkan berbagai macam kondisi. Di negara maju, sebagain besar membahas penyebab non-infeksi, umunya meliputi intoleransi protein susu sapi/kedeai (pada anak usia < 6bulan, tinja sering disertai dengan darah); celiac disease (gluten-sensitive enteropathy), dan cystic fibrosis. Namun, perhatian global seringkali tertuju pada diare
berkepanjangan yang bermula dari diare akut akibat infeksi saluran cerna. Diare jenis ini banyak terjadi di negara-negara berkembang.
Patogenesis / Patofisiologi
Patogenesis diare kronis melibatkan berbagai faktor yang sangat kompleks. Pertemuan Commonwealth Association of Pediatric Gastrointestinal and Nutrition (CAPGAN)
menghasilkan suatu konsep pathogenesis diare kronis yang menjelaskan bahwa paparan berbagai faktor predisposisi, baik infeksi maupun non-infeksi akan menyebabkan rangkaian proses yang pada akhirnya memicu kerusakan mukosa usus dan mengakibatkan diare kronis. Seringkali diare kronis dan diare persisten tidak dapat dipisahkan, sehingga beberapa referensi hanya menggunakan salah stau istilah untuk menerangkan kedua jenis diare tersebut. Meskipun sebenarnya definisi diare persisten dan diare kronis berbeda, namun, kedua jenis diare tersebut lebih sering dianggap sebagai diare oleh karena i nfeksi. Dua faktor utama mekanisme diare kronis adalah faktor intralumen dan faktor mucosal. Faktor intralumen berkaitan dengan proses pencernaan dalam lumen termasuk gangguan pankreas, hepar, dan brush border membrane. Faktor mucosal adalah faktor yang mempengaruhi pencernaan dan penyerapan, sehingga berhubungan dengan segala proses yang mengakibatkan perubahan integritas membrane mukosa usus, ataupun gangguan pada fungsi transport protein. Perubahan integritas membrane mukosa usus dapat disebabkan oleh proses akibat infeksi maupun non-infeksi, seperti alergi susu sapid an intoleransi laktosa. Gangguan fungsi transport protein misalnya disebabkan gangguan penukaran ion NatriumHidrogen dan Klorida-Bikarbonat.
Secara umum, patofisiologi diare kronis/persisten digambarkan secara jelas oleh Ghishan, dengan membagi menjadi lima mekanisme, yakni:
1. Sekretoris
Pada diare sekretoris, terjadi peningkatan sekresi Cl- secara aktif dari sel kripta akibat mediator intraseluler cAMP, cGMP, dan ca2+. Mediator tersebut juga mencegah terjadinya perangkaian antara Na+ dan Cl- pada sel vili usus. Hal ini berakibat cairang tidak dapat terserap dan terjadi pengeluaran cairansecaramasif ke lumen usus. Diare dengan mekanisme ini memiliki tanda khas yaotu volume tinja yang banyak (>200ml/24jam), konsistensi tinja sangat cair, konsentrasi Ba= dan cl- > 70mEq, dan tidak berespon terhadap penghentian makanan. Contoh penyebab diare sekretoris adalah Vibrio cholerae di mana bakteri mengeluarkan toksin yang mengaktivasi cAMP dengan mekanisme yang telah disebutkan sebelumnya.
2. Osmotik
Diare dengan mekanisme osmotik bermanifestasi ketika terjasi kegagalan proses pencernaan dan/atau penyerapan nutrient dalam usus halus sehingga zat tersebut akan langsung memasuki kolon. Hal ini mengakibatkan peningkatan tekanan osmotik di lumen usus sehingga menarik cairan ke dalam lumen usus. Absorpsi usus tidak hanya tergantung pada faktor keutuhan epitel saja, tetapi juga pada kecukupan waktu yang diperlukan dalam proses pencernaan dan kontak dengan epitel. Perubahan waktu transit usus, terutama bila disertai dengan penurunan waktu transit usus yang menyeluruh, akan menimbulkan gangguan absorbs nutrien. Contoh klasik dari jenis diare ini adalah diare akibat intoleransi laktosa. Absennya enzim lactase karena berbagai sebab baik infeksi maupun non infeksi, yang didapat (sekunder) maupun bawaan (primer), menyebabkan laktosa terbawa ke usus besar dalam keadaan
tidak
terserap.
Karbohidrat
yang
tidak
terserap
ini
kemungkinan
akan
difermentasikan oleh mikroflora sehingga terbentuk laktat dan asam laktat. Kondisi ini menimbulkan tanda dan gejala khas yaitu pH10/lpb) menunjukkan kemungkinan adanya peradangan pada kolon bagian bawah.
2. pH tinja yang rendah menunjukkan adanya maldigesti dan malabsorbsi karbihidrat di dalam usus kecil yang diikuti fermentasi oleh bakteri yang ada di dalam kolon 3. Clinitest, untuk memeriksa adanya substansi reduksi dalam sample tinja yang masih baru, yang menunjukkan adanya malabsorbsi karbohidrat 4. Breath hydrogen test digunakan untuk evaluasi malabsorbsi karbohidrat 5. Uji kualitatif ekskresi lemak di dalam tinja dengan pengecatan butir lemak, merupakan skrining yang cepat dan sederhana untuk menentukan adanya malabsorbsi lemak 6. Biakan kuman dalam tinja untuk mendapat informasi tentang flora usus dan kontaminasi 7. Pemeriksaan parasit (Giardia lamblia, cacing)
c. Pemeriksaan radiologi/endoskopi:
Pada saluran gastrointestinal membantu mengidentifikasi cacat bawaan (malrotasi, stenosis) dan kelainan-kelainan seperti limfangiektasis, inflammatory bowel disease, penyakit Hirschsprung, enterokolitis nekrotikans.
Terapi
Manajemen diare persisten harus dilakukan secara bertahap meliputi:
1. Penilaian awal, resusitasi, dan stabilisasi
Pada tahap ini, perlu dilakukan penilaian status dehidrasi dan rehidrasi secepatnya. Diare persisten seringkali disertai gangguan elektrolit sehingga perlu dilakukan koreksi elektrolit, khususnya pada kondisi hipokalemia dan asidosis. Pemberian antibiotic spectrum luas harus dipertimbangkan pada anak-anak yang menunjukkan gambaran kondisi kegawatan atau infeksi sistemik sebelum hasil kultur diperoleh.
2. Pemberian nutrisi a. Kebutuhan dan jenis diet pada diare persisten/kronis
Kebutuhan
energy
dan
protein
pada
diare
persisten/kronis
berturut-turut
sebesar
100kcal/kg/hari dan 2-3 g/kg/hari, sehingga diperlukan asupan yang mengandung energy 1kcal/g. Pilihan terapi nutrisi dapat meliputi:
i. Diet elemental
Komponen-komponen yang terkandung dalam diet elemental terdiri atas asam amino kristalin atau protein hidrosilat, mono- atau disakarida, dan kombinasi trigliserida rantai panjang atau sedang. Kelemahan diet elemental ini adalah harganya mahal. Selain itu, rasanya yang tidak enak membuat diet ini sulit diterima oleh anak-anak sehingga membutuhkan pemasangan pipa nasogastrik untuk mendapatkan hasil maksimal. Oleh karena itu, diet elemental mayoritas hanya digunakan di negara maju.
ii. Diet berbahan dasar susu
Diet berbahan dasar susu yang utama adalah ASI. ASI memiliki keunggulan dalam mengatasi dan mencegah diare persisten, antara lain mengandung nutrisi dalam jumlah yang mencukupi, kadar laktosa yang tinggi (7 gram laktosa/100 gram ASI, pada susu non-ASI sebanyak 4,8 gram laktosa/100 gram) namun mudah diserap oleh system pencernaan bayi, serta membantu pertahanan tubuh dalam mencegah infeksi. Proses pencernaan ASI di lambung berlangsung lebih cepat dibandingkan susu non-ASI, sehingga lambung cepat kembali ke kondisi pH rendah, dengan demikian dapat mencegah invasi bakteri ke dalam saluran pencernaan. ASI juga membantu mempercepat pemulihan jaringan usus pasca infeksi karena mengandung epidermal growth factors.
iii. Diet berbahan dasar daging ayam
Keunggulan makanan berbahan dasar ayam antara lain bebas laktosa, hipoosmolar, dan lebih murah. Sejumlah studi telah menunjukkan bahwa pemberian diet berbahan dasar unggas pada diare persisten memberikan hasil perbaikan yang signifikan. Tesis S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Gizi Masyarakat FK UGM dengan single blind, randomized-controlled trial menunjukkan durasi diare yang mendapat bubur ayam dibandingkan yang mendapat
bubur tempe (1,92±0,66 vs 2,64 ± 0,89, p 0,034). Namun demikian, mengingat harga bubur refeeding ayam empat kali lebih tinggi daripada bubur refeeding tempe, penggunaan bubur
tempe dapat menjadi pilihan tatalaksana diare pada situasi keterbatasan kondisi ekonomi.
b. Pemberian mikronutrien
Defisiensi zinc, vitamin A, dan besi pada diare persisten/kronis diakibatkan asupan nutrisi yang tidak adekuat dan pembuangan mikronutrien melalui defekasi. Suplementasi multivitamin dan mineral harus diberikan minimal dua RDA (Recommended Daily Allowances) selama dua minggu. Satu RDA untuk anak umur 1 tahun meliputi asam folat
50mikrogram, zinc 10mg. WHO (2006) merekomendasikan suplementasi zinc untuk anak berusia ≤ 6 bulan sebesar 10 mg (½ tablet) dan untuk anak berusia > 6 bulan sebesar 20 mg (1 tablet), dengan masa pemberian 10-14 hari. Meta-analisis yang dilakukan The Zinc Investigor Collaborative Group menunjukkan bahwa pemberian zinc menurunkan probabilitas
pemanjangan diare akut sebesar 24% dan mencegah kegagalan terapi diare persisten sebesar 42%.
c. Probiotik
Gaon et al. (2003) mengungkapkan bahwa pemberian susu yang mengandung Lactobacillus casei, Lactobacillus acidophilus dan Saccharomyces boulardii pada penderita diare persisten
selama 5 hari menurunkan jumlah tinja, durasi diare, dan durasi muntah yang menyertai. Meta-analisis yang dilakukan Johnston et al. (2006) menunjukkan bahwa pemberian probiotik dapat mencegah terjadinya antibiotic-associated diarrhea.
d. Tempe
Anak yang mendapat bahan makanan campuran tempe-terigu berhenti diare setelah 2,39 ± 0,09 hari (rerata), lebih cepat bila dibandingkan dengan anak yang mendapat bahan makanan campuran beras-susu (rata-rata 2,94 ± 0,33 hari). Sebuah studi uji klinis randomized controlled double-blind yang berbahan dasar tempe dapat mempersingkat durasi diare akut
serta mempercepat pertambahan berat badan setelah menderita satu episode diare akut.
Nutrisi enteral
o Kandungan formula yang ditetapkan meliputi
i. Karbohidrat
Karbohidrat akan dipecah oleh enzim oligosakaridase dalam mikrovili menjadi monosakarida yang akan diabsorbsi ke dalam enterosit. Terdapat 4 enzim oligosakaridase yang berbeda dalam mikrovili yaitu maltase (glukosa), amylase (glukosa a-dekstrinase), lactase, dan trehalase. Semua enzim ini berkurang pada penyakit yang mengenai mukosa usus halus. Lactase merupakan enzim yang paling peka dan paling akhir pulih apabila terjadi kerusakan mukosa.
ii. Lemak
Lemak merupakan mikronutrien yang paling padat kandungan kalorinya. Pemberian lemak pada penderita diare kronik sangat penting karena sering disertai keterbatasan pemasukan kalori.
iii. Protein
Kebutuhan anak akan protein dapat dipenuhi dengan penggunaan protein utuh, protein hidrosilat, asam amino, atau gabungan.
iv. Vitamin dan mineral
Kekurangan vitamin dan mineral dapat terjadi pada anak kedatipun dan pemasukan kalori yang cukup apabila terdapat malabsorbsi lemak atau terjadi interaksi obat/nutrient dengan diet yang sangat khusus o Formula yang paling baik diberikan pada diare kronik ialah yang mengandung glukosa primer, bebas laktosa mengandung protein hidrolisat, medium chain triglyceride, osmolaritas kurang sedikit dari 600 mOsm/l dan bersiat hipoalergik atau yang mengandung short chain peptide
o Menaikkan jumlah formula dilakukan perlahan-lahan, mula-mula dianjurkan konsentrasi 1/3 IV, selanjutnya dinaikkan menjadi 2/3 oral : 1/3 IV dan bila keadaan sudah cukup baik (kenaikan BB minimal 1kg) diberikan pregestimil dalam konsentrasi penuh o Pemberian melalui pipa nasogastrik diperlukan apabila bayi/anak tidak mampu atau tidak mau menerima makanan secara oral, namun keadaan saluran gastrointestinalnya masih berfungsi. Pemberian nutrisi dilakukan dengan meningkatkan kecepatan dan kadar formula secara bertahap sampai mencapai kebutuhan nutrisi anak. o Komplikasi nutrisi enteral: i. Hidrasi berlebih ii. Hiperglikemia iii. Azotemia (konsumsi protein berlebih) iv. Hipervitaminosis K v. Dehidrai sekunder karena diare vi. Gangguan elektrolit dan mineral (terutama akibat muntah dan diare) vii. Gagal tumbuh sekunder akibat pemasukan energy tidak cukup
viii. Aspirasi ix. Defisiensi nutrisi sekunder karena kesalahan formula
Nutrisi parenteral
o Nutrisi parenteral merupakan teknik untuk memenuhi kebutuhan nutrisi tubuh melalui jalan intravena. Nutrien khusus terdiri atas air, dekstrosa, asam amino, emulsi lemak, mineral, vitamin, trace elemen. Jalur ini jangan digunakan apabila penderita masih mempunyai saluran gastrointestinal yang masih berfungsi serta masih dimungkinkan pemberian secara peroral, enteral, ata gastrostomi. Pada umumnya tidak digunakan untuk waktu kurang dari 5 hari. o Indikasi nutrisi Ament ME, 1993:
Tabel
11
Indikasi
nutrisi
Penyakit
yang
diperkirakan
Disfungsi Usus
berlangsung 7 hari
Intractable vomiting
Pankreatitis berat
Diare
Penyakit usus beradang berat, intoleransi
Ileus
Makanan enteral
Obstruksi usus halus
Karena
trauma
/
pembedaan
berat atau sepsis Malabsorbsi
Kanker
pseudo-obstruksi
intestinal Penghentian makanan
Kerusakan
mukosa
parah,
sindroma usus pendek enteritis Peroral > 7 hari
Fistula
enterokutan,
ileus
transplantasi
iii. Karbohidrat
o Dekstrosa merupakan sumber utama kalori non protein yang memberikan 3,4 kkal/gram dalam bentuk monohidrat. o Keterbatasannya adalah terjadinya phlebitis apabila kadar > 10-12,5%
o Pemberian dilakukan secara bertahap untuk memberikan kesempatan respon tubuh dalam memproduksi insulin endogen dan mencegah terjadinya glikosuria.
iv. Asam amino 14 Kebutuhan
Tabel
Kebutuhan asam
(gr
amino
protein/kg/hari)
menurut
Mulai pemberian
usia (Ament ME, 1993) Umur
Bayi prematur
2,5 – 3
0,5
gram
protein/kg/hari dinaikan 0,5 gram protein/kg/hari Bayi 0-1 tahun
2,5 – 3
1
gram
protein/kg/hari dinaikan 0,5 gram protein/kg/
hari
per hari Anak 2-13 tahun
1,5 – 2
Remaja – Dewasa
1 – 1,5
o Defisiensi asam lemak paling awal terjadi pada neonates dalam 2 hari dengan tanda kecepatan pertumbuhan yang lambat, kulit kering bersisik, pertumbuhan rambut berkurang, trombositopeni, peka terhadap infeksi dan gangguan penyembuhan luka. vi. Elektrolit Tabel
15 Dosis anak
Dosis Bayi
(mEq/kg/24 jam)
(mEq/kg/24 jam)
Na
3 – 4
2 – 8
K
2 – 3
2 – 6
Cl
2 – 4
0 – 6
Kebutuhan elektrolit intravena (Ament
ME,
1993): Elektrolit
Ca
0,5 – 1
0,9 – 2,3
Fosfat
2
1 – 1,5
Mg
0,25 – 0,5
0,25 – 0,5
v. Lemak o Selain untuk memenuhi kebutuhan kalori, lemak menyediakan asam lemak essensial untuk pertumbuhan bayi dan anak, dan menunjang perkembangan yang normal. o Preparat lemak intravena tersedia dalam larutan 10% (1 kkal/ml) dan 20% (2 kkal/ml) o Minimal 2-4% dari kebutuhan kalori total diberikan berupa lemak intravena untuk menghindari terjadinya defisiensi asam lemak yang dapat dicapai dengan penggunaan 0,5 – 1 gram emulsi lemak/kg/hari
a. Obat anti diare (kaolin, pectin, difenoksilat) tidak perlu diberikan karena tidak satupun yang memberikan efek positif b. Kortikosteroid Pada anak dengan colitis ulseratif, pemberian enema steroid pada tahap awal memberikan respon yang baik, dan pada beberapa anak mendapat kombinasi dengan steroid sistemik c. Immunosupressif, seperti Azathioprine digunakan pada penyakit Chron apabila pengobatan konvensional tidak mungkin. d. Kolesteramin
Penggunaan kolestiramin sangat bermanfaat pada diare kronik, terutama malabsorbsi asam empedu serta pada infeksi usus karena bakteri (mengikat toksin). e. Operasi
Indikasi operasi adalah pada diare kronis pada kasus-kasus bedah seperti penyakit Hirschprung, enterokolitis nekrotikans. Namun hanya dilakukan setelah keadaan umum membaik. 4. Follow up
Follow up diperlukan untuk memantau tumbuh kembang anak sekaligus memantau
perkembangan hasil terapi. Anak-anak yang tidak menunjukkan perbaikan dengan terapi diare persisten membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut untuk menyingkirkan kemungkinan intractable diarrhea, yaitu diare yang berlangsung ≥ 2 minggu di mana 50% kebutuhan
cairan anak harus diberikan dalam bentuk intravena. Diare ini banyak ditemukan di negara maju, dan berhubungan dengan kelainan genetic. Kegagalan manajemen nutrisi ditandai dengan adanya peningkatan frekuensi berat badan dalam waktu 7 hari. Faktor Risiko dan Pencegahan
Malnutrisi, defisiensi mikronutrien dan defisiensi status imun pasca infeksi atau trauma menyebabkan terlambatnya perbaikan mukosa usus, sehingga menjadi kontribusi utama terjadinya diare persistensi. Tabel
16
Faktor-faktor
risiko Bayi berusia < 12 bulan
terjadinya diare persisten Faktor
Berat badan lahir rendah (
View more...
Comments