Diagnosis Dan Tata Laksana Difteri
May 21, 2018 | Author: pocutindah | Category: N/A
Short Description
tugas...
Description
Diagnosis dan Tata Laksana Difteri Prof. DR. Ismoedijanto, Sp.A (K)
Difteri adalah suatu penyakit yang telah dikenal sejak dua aad silam, namun sayangnya akhir!akhir ini terjadi penurunan kemampuan dalam pengenalan atau pemuktian keeradaan kuman kuman penye penyeany anya. a. Kuman Kuman "oryne "orynea#te a#terium rium dapat dapat ersifa ersifatt patoge patogen, n, komens komensal al atau menjadi menjadi floral normal normal pada pada permuka permukaan an tuuh tuuh manusi manusia. a. C. diphteriae merupakan merupakan akteri aero aero eren erentuk tuk atang atang gram gram positi positif, f, tidak tidak erger ergerak, ak, pleimor pleimorfik fik,, tidak tidak erkap erkapsul sul,, tidak tidak mementuk spora, dan menghasilkan toksin. Kuman penyea penyakit difteri yang ersifat patogenik adalah Corynebacter Corynebacterium ium diphteriae, diphteriae, Corynebacte Corynebacterium rium pseudotuber pseudotuberculo culosis, sis, dan Corynebacter Corynebacterium ium ulceran ulceran. Sedang Sedangkan kan jenis suspesies suspesies kuman (strain) C. dipteriae dipteriae yang dikenal adalah gravis, adalah gravis, intermedius, mitis, dan belfanti. belfanti. Kuman yang non patogenik terdiri dari anyak jenis, jarang menimulkan infeksi (terkadang menyeakan endokarditis), namun yang patogenik terutama menghasilkan toksin, namun kuman yang patogenik yang tidak mamp mampu u mem memua uatt toks toksin in (non (non toks toksig igen enik ik)) dapa dapatt memp mempero erole leh h kema kemamp mpua uan n mem memua uatt toksinilaman terinfeksi $irus spesifik (akteriofag) yang mengikuti informasi geneti# umtuk toksin (tox (tox gene). gene). Dalam pemeriksaan di laoratorium, kuman harus dieaskan dari streptokokus, dipilih dan dimurnikan dari sediaan iakan. Dari isolate murni harus diedakan antara Corynebacterium yang patogenik dan yang nonpatogenik, kemudian diperiksa toksigenitasnya. Pemeriksaan kuman (yang menentukan ada tidaknya %aah) tidak #ukup dilakukan hanya didasarkan pada hasil pe%arnaan &eisser dan ada tidaknya granula. 'alaupun gamaran akteri terseut #ukup khas, diagnosis pasti difteri seaiknya tetap dilakukan dengan pemeriksaan kultur. edia yang digunakan seaiknya mengandung telurit, Amies atau oeffler. Penyakit difteri memiliki masa inkuasu *!+ hari, denganrentang !- hari. Infeksi dapat terjadi pada anterior nasal, tonsil, faring, dan laring, yang erpotensi menyeakan sumatan jalan napas. Selain itu, infeksi dapat juga terjadi dikulit, mata dan genital, yang %alaupun tidak menimulkan kondisi klinis yang erat, namun justru erpotensi menyearkan dan menularkan.
Sprektrum gejakala difteri sangat er$ariasi, dari yang tanpagejala sampai yang sangat toksik dan fatal. aktor uatama yang mempengaruhi keparahan gejala adalah imunitas penjamu dan $irulensi kuman, serta dipengaruhi oleh toksigenitas,lokasi anotomis, usia, pemyakit anatomis penyerta, kepadatan hunian, dan penyakit pada nasofaring. /amaran klinis utama pada difteri adalah pseudomemran putih!kelau, nyeri menelan, dan demamyang tidak terlalu tinggi. Pasien umumnya juga mengalami malaise. 0erjadinya limfadenitis ser$ikalis dan sumandiularis disertai edema jaringa lunak leher akan
memerikan
gamaran
bullneck .
Pseudomemran
yang
melekat
erat dapat
menyeakan sumatan jalan napas, terutama ila terjadi pada agian laring dan sekitarnya. Pada kondisi difteri yang ringan, memrane akan terlepas sendiri dalam 1!- hari. Difteri yang sedangdapat juga erangsur semuh, namun dapat disertai miokardiopati. Sedangkan pada difteri yang erat, harus di%aspadai kemungkinan gagal ginjal, gagal sirkulasi, maupun gagal napas. Difteri pada kulit, genital ($ul$o$agina), konjungti$a, dan telinga, merupakan difteri yang ringan, namun tetap menjadi sumer tranmisi di masyarakat. Pada difteri kulit akan terlihat tukak dengan tepi yang jelas, dan memrane (kekuningan) pada agian dasarnya.difteri pada mata akan memerikan gejala konjungti$a kemerahan, serta edema dan memrane pada konjungti$a palpera. Pasien dengan difteri telinga umumnya mengalami otitis eksterna, dengan se#ret purulen dan erau. Pengoatan seringkali dipersulit oleh adanya kuman lain. Salah satu komplikasi tererat pada difter adalah miokarditis dan AV block . Kematian tidak hanya terjadi pada anak, tetapi juga pada de%asa. Komplikasi lain yang dapat terjadi adalah paralisis palatum molle, paralisis saraf #ranial (diplopia, straismus), paralisis saraf perifer (tangan dan kaki), acute kidney injury, endokarditis, arthritis dan osteomielitis. 2ntuk menegakkan diagnosis, perlu dilakukan s%a tenggorok pada pinggir memrane, untuk kemudian dilakukan isolasi kuman Corynebacterium diphteriae, Corynebacterium pseudotuberculosis, atau Corynebacterium ulceran. Inilah kelompok patogen yang menghasilkan toksin. Pada pemeriksaan laoratorium dapat ditemukan peningkatan kadar antiody seanyak 34 lipat, namun hal ini mungkin suliit dideteksi karena umumnya terapi serum anti!difteri (ADS) telah dierikan sejak a%al terdiagnosis. Selain itu, diagnosi laoratories juga dapat ditegakkan dengan pemeriksaan P"R untuk mendeteksi gene to4 pada s%a tenggorok.
0atalaksana
difteri
meliputi
tatalaksan
edah,
medis
dan
epidemiologis.
Dalam
penanganannya, dokter dan paramedis yang menangani pasien harus menanyakan dan men#atat se#ara rin#i identitas pasien seperti nama, usia, jenis kelamin, nama dan alamat sekolah ataupun institusi. Informasi mengenai jenis dan kapan mulai timulnya keluhan dan gejala yang dialami perlu digali dan di#atat dengan aik. Ri%ayat dan status imunisasi, serta kontak dengan manusia maupun inatang juga penting untuk diketahui. 0anggal pemeriksaan laoratorium, lengkap dengan jenis pemeriksaan dan sumer spe#imen juga harus di#atat. Se#ara umum, pasien difteri dianjurkan istirahat mutlak selama * minggu, mendapatkan #airan dan diet adekuat.dijaga jalan napasnya agar tetap eas, dan mendapatkan neulisasi jika diperlukan. 0rakeostomi merupakan tindakan edah yang harus dilakukan ila terdapat tanda sumatan jalas napas atas dengan gejala anak
gelisah, iritael, gangguan napas
progresif.pemasangn nasogastrik dilakukan ila terdapat paralisis pallatum molle untuk menghindari risiko tersedak dan pneumonia, miokarditis, paralisis, dan acute kidney injury juga perlu ditatalaksana se#ara khusus. 0atalaksan medis yang penting adalah pemerian ADS untuk menetralisir tksin yang masih ersirkulasi, namun tidak lagi efektif untuk toksin yang telah terikat jaringan. Seelum dierikan, seaiknya dilakukan tes kulit atau tes konjungti$a. 5ila hasil positif, pemerian ADS dilakukan dengan metode 5esredka. Sedangkan ila hasil negati$e, ADS dapat langsung dierikan se#ara intramus#ular atau intra$ena. Pemerian intramus#ular, kadar maksimal aru akan ter#apai setelah 3 hari, sehingga tidak dianjurkan pemerian #ara ini pada difteri yang erat. Pasien dengan difteri yang erat seiknya mendapat ADS se#ara intra$ena, dengan mengen#erkan ADS ini dalam *-- m garam fisiologis dan dierikan selama 3 jam. Siapkan adrenalijn 6--- dan kortikosteroid dalam semprit untuk antisipasi kemungkinan syok anafilaktik. Dosis ADS er$ariasi antar *---- hingga ----- unit, ergantung pada lokasi dan derajat difteri ( Tabel 1). Table 1. Dosis ADS Jenis Difteri
&asal
Dosis (unit) ----!*----
Jalur Pemberian I
0onsilar
*7---!*7---
I8I9
aringeal atau laringeal
*----!3----
I8I9
Kominasi atau pengoatan tertunda
3----!+----
I9
Difteri erat
3----!-----
I98keduanya
Karena tingkat penularan yang sangat tinggi, tatalaksana epidemiologis yang utama dilakukan untuk memutus transmisi, denagn #ara isolasi ketat pasien, pengoatan terhadap pasien dan juga carrier . :arus juga dilakukan in$estigasi dan identifikasi kontak yang diduga sumer penularan. 5ila pemeriksaan kultur orang de%asa yang diidentifikasi seagai sumer penularan memerikan hasil positif, orang terseut harus dioati dengan tuntas. 2ntuk saudara pasien atau anak dalam keluarga yang erkontak dengan psien, perlu dilakukan pengamatan seksama terutama ila masih erada dalam masa inkuasi. 5ila anak tidak ergejala dan memiliki ri%ayat imunisasi lengkap, erikan imunisasi ulangan. 5ila anak tidak ergejala namun memiliki ri%ayat imunisasi yang tidak lengkap atau tidak pernah imunisasi, erikan imunisasi dasar dan ulangan. Sedangkan ila anak terseut memerikan hasil positif pada pemeriksaan kultur, pengoatan harus dilakukan hingga tuntas. Pemerian eritromisin etilsuksinat ditujukan untukmenekan C. dipteriae yang ersirkulasi. Penderita yang sudah semuh tetap harus dierikan imunisasi. 2ntuk skrining kekealan dapat dilakukan uji Shi#k dengan menyuntikkan toksik dalam kadar yang sangat ke#il. 0oksin ini akan menimulkan nekrosis pada kulit. 5ila orang terseut memiliki antiodi, maka akan memerikan hasil yang negati$e. :asil akan positif ila pasien tidak memiliki antiodi dan menandakan dirinya rentan terhadap difteri. Interpretasi uji Shi#k dan tata laksana yang dierikan dapat dilihat dalam Tabel 2. Table 2. Interpretasi uji Shi#k dan tatalaksana Hasil Kultur !
Uji !i"k !
Tindakan 0idak ada
;
!
0erapi seagai #arrier
;
;, gejala (!)
ADS ; Penisilin
!
;
0oksoid (imunisasi aktif)
Seorang ayi yang aru lahir umumnya mendapatkan antiodi maternal terhadap difteri. Dengan pemerian $aksinasi, anak akan menjadi keal ter hadap difteri. Sealiknya, ila tidak di$aksinasi, anak akan menjadi rentan, dapat terinfeksi, dengan dua kemungkinan luaran yaitu meninggal atau semuh. 5ila pasien terseut semuh, ia dapat menjadi carrier sementara (temporary carrier ) selama !* ulan ataupun carrier kronik selama + ulan. Selama periode terseut, ia erpotensi menularkan pada orang sekitarnya. Ditahap selanjutnya, pasien juga dapat mengalami resistensi untuk periode %aktu yang #ukup lama.
Dengan mengetahui dinamika difteri diatas, dapat ditentukan kelompok populasi mana yang akan menjadi target imunisasi guna menekan kejadian difteri di masyarakat. akin esar #akupan imunisasi, makin efektif penurunan kasus yang terjadi. Imunisasi dasar DP0 dierikan pada usia *,
View more...
Comments