Di Balik Rahasia Bungkus Daun Tiga Jari; Riset Ethnografi Kesehatan 2014 KAIMANA

August 11, 2017 | Author: Puslitbang Humaniora dan Manajemen Kesehatan | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Sering kita dengar tentang perilaku seks orang Papua yang unik.Bungkus adalah upaya membuat laki-laki perkasa dalam mela...

Description

Di Balik Rahasia “Bungkus” Daun Tiga Jari

Setia Pranata Nila Krisnawati Ernawati Tanggarofa Tri Juni Angkasawati

i

Di Balik Rahasia “Bungkus” Daun Tiga Jari ©2014 Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Penulis Setia Pranata Nila Krisnawati Ernawati Tanggarofa Tri Juni Angkasawati Editor Tri Juni Angkasawati Desain Cover Agung Dwi Laksono

Cetakan 1, November 2014 Buku ini diterbitkan atas kerjasama PUSAT HUMANIORA, KEBIJAKAN KESEHATAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT Badan Penelitan dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Jl. Indrapura 17 Surabaya Telp. 031-3528748, Fax. 031-3528749 dan LEMBAGA PENERBITAN BALITBANGKES (Anggota IKAPI) Jl. Percetakan Negara 20 Jakarta Telepon: 021-4261088; Fax: 021-4243933 e mail: [email protected]

ISBN 978-602-1099-04-9 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apa pun, termasuk fotokopi, tanpa izin tertulis dari penerbit.

ii

Buku seri ini merupakan satu dari dua puluh buku hasil kegiatan Riset Etnografi Kesehatan Tahun 2014 di 20 etnik. Pelaksanaan riset dilakukan oleh tim sesuai Surat Keputusan Kepala Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Nomor HK.02.04/1/45/2014, tanggal 3 Januari 2014, dengan susunan tim sebagai berikut: Pembina

: Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.

Penanggung Jawab

: Kepala Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Wakil Penanggung Jawab : Dr. dr. Lestari H., MMed (PH) Ketua Pelaksana

: dr. Tri Juni Angkasawati, MSc

Ketua Tim Teknis

: dra. Suharmiati, M.Si

Anggota Tim Teknis

: drs. Setia Pranata, M.Si Agung Dwi Laksono, SKM., M.Kes drg. Made Asri Budisuari, M.Kes Sugeng Rahanto, MPH., MPHM dra.Rachmalina S.,MSc. PH drs. Kasno Dihardjo Aan Kurniawan, S.Ant Yunita Fitrianti, S.Ant Syarifah Nuraini, S.Sos Sri Handayani, S.Sos

iii

Koordinator wilayah

:

1. dra. Rachmalina Soerachman, MSc. PH : Kab. Boven Digoel dan Kab. Asmat 2. dr. Tri Juni Angkasawati, MSc : Kab. Kaimana dan Kab. Teluk Wondama 3. Sugeng Rahanto, MPH., MPHM : Kab. Aceh Barat, Kab. Kep. Mentawai 4. drs. Kasno Dihardjo : Kab. Lebak, Kab. Musi Banyuasin 5. Gurendro Putro : Kab. Kapuas, Kab. Landak 6. Dr. dr. Lestari Handayani, MMed (PH) : Kab. Kolaka Utara, Kab. Boalemo 7. Dr. drg. Niniek Lely Pratiwi, M.Kes : Kab. Jeneponto, Kab. Mamuju Utara 8. drg. Made Asri Budisuari, M.Kes : Kab. Sarolangun, Kab. Indragiri Hilir 9. dr. Betty Roosihermiatie, MSPH., Ph.D : Kab. Sumba Timur. Kab. Rote Ndao 10. dra. Suharmiati, M.Si : Kab. Buru, Kab. Cirebon

iv

KATA PENGANTAR

Mengapa Riset Etnografi Kesehatan 2014 perlu dilakukan ? Penyelesaian masalah dan situasi status kesehatan masyarakat di Indonesia saat ini masih dilandasi dengan pendekatan logika dan rasional, sehingga masalah kesehatan menjadi semakin komplek. Disaat pendekatan rasional yang sudah mentok dalam menangani masalah kesehatan, maka dirasa perlu dan penting untuk mengangkat kearifan lokal menjadi salah satu cara untuk menyelesaikan masalah kesehatan masyarakat. Untuk itulah maka dilakukan Riset Etnografi sebagai salah satu alternatif mengungkap berbagai fakta kehidupan sosial masyarakat terkait kesehatan. Dengan mempertemukan pandangan rasional dan indigenous knowledge (kaum humanis) diharapkan akan menimbulkan kreatifitas dan inovasi untuk mengembangkan cara-cara pemecahan masalah kesehatan masyarakat. Simbiose ini juga dapat menimbulkan rasa memiliki (sense of belonging) dan rasa kebersamaan (sense of togetherness) dalam menyelesaikan masalah untuk meningkatkan status kesehatan di Indonesia. Tulisan dalam buku seri ini merupakan bagian dari 20 buku seri hasil Riset Etnografi Kesehatan 2014 yang dilaksanakan di berbagai provinsi di Indonesia. Buku seri ini sangat penting guna menyingkap kembali dan menggali nilai-nilai yang sudah tertimbun agar dapat diuji dan dimanfaatkan bagi peningkatan upaya pelayanan kesehatan dengan memperhatikan kearifan lokal. Kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh informan, partisipan dan penulis yang berkontribusi dalam

v

penyelesaian buku seri ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan KesehatanKementerian Kesehatan RI yang telah memberikan kesempatan pada Pusat Humaniora untuk melaksanakan Riset Etnografi Kesehatan 2014, sehingga dapat tersusun beberapa buku seri dari hasil riset ini.

Surabaya, Nopember 2014 Kepala Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Badan Litbang Kementerian Kesehatan RI.

drg. Agus Suprapto, M.Kes

vi

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GRAFIK DAFTAR GAMBAR

v vii xi xii xiv

BAB 1 PENDAHULUAN

1

BAB 2 WILAYAH DAN PENDUDUK TELUK ARGUNI BAWAH 2.1. Sekilas Kabupaten Kaimana 2.2. Distrik Arguni Bawah BAB 3 KEBUDAYAAN MASYARAKAT IRARUTU 3.1. Hikayat Orang Irarutu 3.2. Asal Usul Kampung 3.3. Pola Menetap Orang Irarutu di Teluk Argini 3.4. Prinsip Keturunan dan Sistem Kekerabatan 3.5. Sistem Politik Lokal 3.6. Mata Pencaharian 3.7. Pandangan tentang Alam 3.8. Bahasa 3.9. Religi dan Kepercayaan BAB 4 PROGRAM PEMBANGUNAN DAN PERUBAHAN KEBUDAYAAN BAB 5 SELAYANG PANDANG KESEHATAN MASYARAKAT 5.1. Kesehatan Ibu dan Anak 5.2. Kesehatan Masyarakat 5.3. Sarana dan Tenaga Kesehatan 5.4. Pelayanan Kesehatan di Distrik Arguni Bawah 5.5. Potret Kesehatan Masyarakat Kampung Jawera vii

13 16 25 35 35 45 48 58 69 75 90 97 103 109 127 128 133 135 138 142

5.6. Konsep Sehat dan Sakit Orang Irarutu 5.7. Pengetahuan Pengobatan Tradisional BAB 6 PERILAKU DAN KESEHATAN REPRODUKSI 6.1. Balita dan Anak 6.2. Remaja 6.3. Kelompok Ibu BAB 7 MENGUNGKAP TABIR “BUNGKUS” DAUN TIGA JARI 7.1. Melihat Stereotip Perilaku Seksuan di Papua 7.2. Perilaku Seksual Orang Irarutu 7.3. Bungkus Daun Tiga Jari 7.4. Fenomena di Balik Bungkus

166 168 179 180 186 197 211 212 215 230 239

BAB 8 SKENARIO PEMBERDAYAAN MASYARAKAT IRARUTU DI BIDANG KESEHATAN REPRODUKSI

245

8.1. Pemanfaatan Peran Budaya dan Tradisi yang Berorientasi pada Laki-laki 8.2. Rekayasa Sosial dengan Aksi Sosial

249

BAB 9 PENUTUP

259

INDEKS GLOSARIUM DAFTAR PUSTAKA UCAPAN TERIMA KASIH

263 271 277 283

viii

252

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Distrik di Kaimana Berdasarkan Luas Daerah, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Tabel 2.2. Jumlah Penduduk Menurut Distrik di Kabupaten Kaimana pada Tahun 2008 – 2012. Tabel 2.3. Sebaran dan Jumlah Populasi Suku Bangsa di Kaimana Tabel 2.4. Luas Wilayah dan Bentuk Permukaan Tanah Berdasarkan Kampung di Distrik Arguni Bawah Tabel 2.5. Jarak Tempuh dan Alat Transportasi Ke Pusat Distrik Tabel 3.1. Istilah untuk Sebutan dan Penggilan dalam Hubungan Kekerabatan Orang Irarutu Tabel 5.1. Angka Kelahiran, Angkatan Kematian Bayi, dan Angka Kematian Ibu menurut Distrik di Kabupaten Kaimana Tahun 2008-2012. Tabel 5.2. Jumlah Balita Gizi Buruk, Tahun 2008-2012 Tabel 5.3. Jumlah Penderita Sepuluh Besar Penyakit, Tahun 2010-2012 Tabel 5.4. Penduduk, Fasilitas Kesehatan, Tenaga Kesehatan, dan Perbandingannya menurut Distrik Tahun 2010-2012

ix

17 18 25 31 32 64 129

132 134 137

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Peta Provinsi Papua Barat Gambar 2.2. Peta Kabupaten Kaimana Gambar 2.3. Peta Wilayah Teluk Arguni Gambar 2.4. Pelabuhan Tanggaromi Gambar 2.5. Long Boat, Angkutan Masyarakat di Wilayah Teluk Arguni Gambar 3.1. Teluk Arguni Gambar 3.2. Suasana Kampung Jawera di Wilayah Teluk Arguni. Gambar 3.3. Bagan Kekerabatan Orang Irarutu Gambar 3.4. Struktur Masyarakat Adat Orang Irarutu Gambar 3.5. Menokok Sagu Gambar 3.6. Nelayan sedang Melepas jaring Gambar 3.7. Pemburu dan Kelengkapan Berburu Gambar 4.1. Komposisi Anggaran Pembangunan Kabupaten Kaimana Gambar 4.2. Angka Melek Huruf Masyarakat di Kaimana 2008 – 2011 Gambar 4.3. APK dan APM Pendidikan Dasar dan Menengah di Kaimana 2008 – 2011 Gambar 4.4. Kapal Putih di Pelabuhan Kaimana Gambar 4.5. Jumlah Penumpang yang Tiba dan Berangkat dari Pelabuhan Kaimana Gambar 5.1. Prosentase Penolong Persalinan di Kabupaten Kaimana Gambar 5.2. Persentase Akseptor KB Pasangan Usia Subur 2009-2012

x

14 18 26 24 29 31 52 63 72 77 81 88 111 112 113 116 118 130 133

Gambar 5.3. Persebaran Posyandu Menurut Distrik, Tahun 2012. Gambar 5.4. Puskesmas Tanusan dengan Perumahan Dinas Gambar 5.5. Kunyit dan Jeruk Nipis Gambar 5.6. Daun Sirsak Gambar 5.7. Pelaksanaan Posyandu di Kampung Jawera Gambar 5.8. Jamban Hasil PNPM Gambar 5.9. Sumur yang Digunakan Masyarakat Gambar 5.10. Sumur yang Digunakan Masyarakat Gambar 5.11. Jenis-jenis Tungku untuk Memasak Gambar 5.12. Penyimpanan Air minum Gambar 5.13. Pisang sedang Dibakar untuk Dikonsumsi Gambar 5.14. Tanaman Bahan Obat Tradisonal “Wams Efut” Gambar 5.15. Tanaman Bahan Obat Tradisonal “Tun Ro” Gambar 5.16. Tanaman Bahan Obat Tradisonal “Daun Gatal” Gambar 5.17. Tanaman Bahan Obat Tradisonal “Pohon Tali Kuning” Gambar 5.18. Tanaman Bahan Obat Tradisonal “Daun Tiga Jari” Gambar 6.1. Ibu sedang Memberikan ASI Gambar 6.2. Nona-nona Irarutu Gambar 6.3. Memotong Daun Ketela untuk Konsumsi Gambar 6.4. Wabesan, Tempat Ibu Melahirkan Gambar 6.5. Ibu dan Bayinya di Wabesan Gambar 7.1. Ibu-ibu Irarutu Gambar 7.2. Daun Tiga Jari dari Tampak Depan dan Belakang Gambar 7.3. Baliho HIV/AIDS di Pintu RSUD Kaimana

xi

138 140 145 148 153 157 160 162 162 512 166 170 172 173 174 175 182 187 200 204 206 225 233 243

Menikmati ayunan sang “body” Mengarungi kepala air “wer-rgwin” di tanah Kaimana Di tengah perawan belantara “mangi-mangi” Di antar selaksa “gulama” Diiringi nyanyian “kasuarina” Dan disambut ciuman mesra para “agas” Indah terasa Jauh melebihi taman “Jurasic Park” khayalan Spielberg Berbekal semangat.. Berhias sepi.. gundah.. dan rindu.. Berada bersama “dorang” Mangku, Ruwe, Watora, Ranggafu, Wajeri dan Waraswara Kutulis apa yang kulihat.. apa yang kudengar.. apa yang kurasa.. Perkenankan saya mempersembahkan tulisan ini Untuk Dikau.. dan Untuk kenang keindahan di Teluk Arguni..

xii

BAB 1 PENDAHULUAN

Secara umum, pembangunan kesehatan yang dilakukan di Indonesia secara berkesinambungan telah menunjukkan hasil yang menggembirakan. Klaim meningkatnya status kesehatan masyarakat ditunjukkan dengan beberapa indikator. Dari upaya kesehatan, peningkatan jumlah Puskesmas dan Puskesmas Pembantutelah mempermudah akses rumah tangga menuju ke fasilitas pelayanan kesehatan dasar dan meningkatkan pemanfaatannya. Meningkatnya pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan dan ditunjang cakupan imunisasi telah menurunnya angka kematian bayi dan kematian ibu. Masalahnya, tidak semua problematika kesehatan bisa diatasi sesuai yang diharapkan. Penyakit infeksi menular seperti TB, Malaria, HIV/AIDS dan Diare, termasuk Kusta dan Filariasis yang merupakan neglected diseases masih menjadi persoalan kesehatan. Adanya peningkatan kasus penyakit tidak menular menjadikan Indonesia mempunyai beban ganda. Dari ketersediaan sumber daya manusia di bidang kesehatan, upaya pemenuhannya belum memadai, baik jumlah, jenis dan kualitas. Pemerintah sudah melakukan upaya perlindungan kepada masyarakat terkait penggunaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan, tetapi masih juga ada kendala. Penggunaan obat rasional belum dilaksanakan di fasilitas 1

Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat

pelayanan kesehatan secara merata. Masih banyak pengobatan dilakukan tidak sesuai dengan formularium. Dalam melakukan pembangunan kesehatan, pemerintah sadar sepenuhnya bahwa hal tersebut tidak mungkin dilakukan oleh pemerintah sendiri. Harus ada peran serta dari masyarakat. Untuk itupun, pemerintah sudah memfasilitasi pengembangan UKBM yang diharapkan menjadi wadah peran serta dan kemandirian masyarakat di bidang kesehatan. Data Rifaskes 2011 (Suwandono, 2012) menunjukkan bahwa input kemandirian masyarakat kondisinya amat kurang. Dilihat di proses seperti kegiatan Survei Mawas Diri dan Musyawarah Masyarakat Desa, serta output yang berupa jumlah Posyandu dan sejumlah UKBM lain, hasilnya lebih baik dari inputnya. Kondisi ini mengindikasikan bahwa kegiatan proses dan output itu dipaksakan walau dengan input yang minimal. Olah sebab itu, harus disadari sepenuhnya bahwa masalah kesehatan masyarakat tidak bisa lepas dari faktor sosial, budaya dan lingkungan dimana mereka berada. Disadari atau tidak, faktor tradisi, kepercayaan, konsepsi dan pengetahuan masyarakat mengenai berbagai hal seringkali membawa dampak positif dan negatif terhadap kesehatan. Pemahaman tentang nilai budaya yang berkaitan dengan kesehatan menjadi penting untuk diperhatikan. Nilai budaya ini bisa menjadi faktor penentu keberhasilan pembangunan kesehatan yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Riset etnografi kesehatan yang dilakukan di 12 etnis dan difokuskan pada kesehatan ibu dan anak, menunjukkan keterkaitan tradisi, kepercayaan dan pengetahuan masyarakat dengan kondisi kesehatan ibu dan anak. Pada Etnik Alifuru Seram (Permana, 2012) ada kecenderungan ibu dari untuk menutupi kehamilan sampai usia tiga bulanan. Di Etnik Nias (Manalu, 2012) mengidentifikasi adanya keharusan bagi seorang ibu hamil untuk tetap bekerja 2

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

keras sampai mendekati masa persalinannya. Kedua hal tersebut merupakan contoh kebiasaan yang membahayakan kesehatan ibu dan janinnya. Selain menemukan tradisi yang berisiko terhadap kesehatan, studi etnografi juga memberikan informasi tentang nilai-nilai budaya, pengetahuan dan praktek perilaku yang menjadi potensi kesehatan. Tradisi gebrakan pada masyarakat Jawa merupakan deteksi awal terhadap kondisi pendengaran bayi. Bila si bayi tampak kaget saat dilakukan gebrakan, ini menandakan si bayi mempunyai pendengaran yang normal. Demikian pula dengan tradisi pijat bayi. Bila dilakukan dengan tepat, pemijatan dapat memperlancar peredaran darah bayi dan membuat bayi lebih rileks. Indonesia yang menurut Ensiklopedi Etnik Bangsa di Indonesia (Melalatoa, 1995) memiliki lebih dari 500 lema1 dengan berbagai ragam budaya, tentunya akan memberikan kekhasan tersendiri. Manusia sebagai mahluk sosial bagian dari lema telah lama mengembangkan pola adaptasi sosial budaya untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapinya, termasuk masalah kesehatan. Menurut Foster (1986) adaptasi sosial budaya tersebut yang melahirkan sistem medisuntuk menghadapi penyakit. Sistem medis yang mencakup keseluruhan dari pengetahuan kesehatan, kepercayaan, keterampilan dan praktek-praktek dari para anggota kolektifa sebuah kebudayaanini timbul sebagai respon terhadap ancaman yang disebabkan oleh penyakit. Lebih lanjut dikemukakan oleh Foster bahwa sistem medis sebagai bagian integral dari kebudayaan telah membuat tiap 1

Para ahli telah merumuskan konsep Etnik bangsa sebagai kesatuan sosial atau kolektifa yang mempunyai kesadaran sebagai satu kebudayaan, yang antara lain ditandai oleh kesamaan bahasa. Pemilihan konsep lemadalam Ensiklopedia tersebut tidak mengikatkan diri pada pengertian konsep Etnik bangsa sehingga pengertian lema bisa menjadi lebih sempit dan bisa pula menjadi lebih luas.

3

Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat

kebudayaan mengembangkan sistem kesehatan yang berbeda antara satu daerah kebudayaan dengan yang lain. Sebagai bentuk adaptasi dan respon terhadap ancaman kesehatan, kondisi ini bisa dijadikan sebagai modal dasar pembangunan kesehatan yang harus berangkat dari masalah dan potensi spesifik daerah. Hal inilah yang kemudian melandasi munculnya pemikiran untuk melakukan studi tentang etnografi kesehatan dari berbagai Etnik bangsa di Indonesia. Studi etnografikesehatan ini merupakan rangkaian kegiatan riset etnografi kesehatan dari Pusat Humaniora, kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan yang tahun sebelumnya sudah dilakukan di 12 Etnik. Kalau kegiatan tahun lalu difokuskan pada penggambaran kesehatan ibu dan anak, maka studi etnografi kali ini topik bahasannya diperluas. Topik tidak hanya kesehatan ibu dan anak tetapi bisa juga yang terkait dengan penyakit menular, penyakit tidak menular dan perilaku hidup besih dan sehat. Semua itu tergantung kondisi dan temuan di tiap-tiap wilayah etnis. Salah satu etnis yang menjadi sasaran studi adalah Irarutu yang berada di daerah Kaimana, Papua Barat. Tidak banyak informasi yang diperoleh terkait dengan keberadaan etnis Irarutu ini. Pencarian informasi melalui internet sebagai data awal diperoleh keterangan bahwa Irarutu adalah salah satu etnis dari delapan etnis besar yang berada di wilayah Kabupaten Kaimana dan 271 Etnik di tanah Papua. Di kaimana, kelompok etnis ini banyak mendiami teluk Arguni sampai ke Utara ke teluk Bintuni. Pemukiman mereka tersebar di 40 buah desa dengan jumlah populasi sekitar 4.000 jiwa dan menggunakanbahasa Irarutu yang termasuk dalam rumpun bahasa Austronesia. Saat kegiatan persiapan daerah dengan mendatangi Kabupaten Kaimana, diharapkan bisa diperoleh informasi lebih 4

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

lengkap tentang aspek sosial, budaya dan kesehatan masyarakat etnis Irarutu. Tetapi tidak demikian adanya. Perpustakaan daerah yang menjadi sasaran pertama hanya menampakkan dirinya sebagai bangunan kosong, tidak ada penghuni, apalagi koleksi kepustakaan. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan yang diharapkan punya informasi tentang kebudayaan berbagai etnis di Kaimana, tidak punya data yang dibutuhkan. Harapan terakhir untuk mendapat catatan dan dokumen tentang etnis Irarutu adalah Lembaga Dewan Adat Kaimana. Ternyata keadaannya sama, tidak ada data berupa dokumen tentang etnis Irarutu. Tentang aspek kesehatan, satu-satunya data yang bisa diperoleh adalah data excel lampiran dari profil kesehatan yang sedang diupayakan penyelesaiannya oleh Dinas kesehatan. Paling tidak inilah data yang bisa digunakan untuk menggambarkan kondisi kesehatan per Distrik, termasuk Distrik Arguni Bawah dimana banyak menetap masyarakat etnis Irarutu. Dari data lampiran profil teridentifikasi beberapa masalah kesehatan seperti ISPA, malaria, penyakit kulit dan diare sebagai penyakit yang dilaporkan banyak diderita penduduk. Berangkat dari keterbatasan informasi, sulit bagi peneliti untuk menentukan masalah dan tema sebelum berangkat ke lokasi penelitian. Apalagi ada harapan bahwa masalah dan tema terpilih, nantinya mempunyai dampak yang lebih luas terhadap kesehatan. Karena itu pertanyaan penelitian yang akan dijawab sengaja dirumuskan secara umum yakni bagaimana gambaran unsur kebudayaan terkait dengan masalah kesehatan yang ada di etnis Irarutu? Pertanyaan spesifik yang sifatnya tematik belum bisa dirumuskan karena akan dirumuskan nanti setelah peneliti berada di lapangan dan tahu masalah apa yang ada di lingkungan masyarakat Irarutu tersebut. Lagi-lagi karena keterbatasan informasi, maka ketika menentu-kan tempat sebagai lokasi penelitian kami banyak 5

Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat

berdiskusi, menerima masukan dan saran dari teman-teman di Dinas Kesehatan. Kebetulan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kaimana adalah orang Irarutu. Dengan pertimbangan aksesibilitas lokasi, keterbukaan masyarakat, kemungkinan penerimaan oleh masyarakat, ketersediaan tempat tinggal peneliti selama di lokasi dan ketersediaan air maka disepakati untuk menjadikan kampung Jawera di Distrik Teluk Arguni Bawah sebagai lokasi penelitian etnografi kesehatan ini. Sesuai dengan terminologinya, etnos yang berarti bangsa dan grafein yang berarti tulisan, studi etnografi ini akan mendeskripsikan dan menganalisis kebudayaan masyarakat dalam rangka memahami pandangan, pengetahuan tentang sesuatu hal yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Atkinson dan Hammersley (1994) etnografi ini merupakan penelitian kualitatif tentang suatu fenomena sosial budaya. Bisa dilakukan secara fokus pada satu kasus, bisa dilakukan pada beberapa kasus dan dengan mengkomparasikan. Pada studi etnografi kesehatan ini sejak awal memang di desain sebagai penelitian kualitatif, dimana peneliti terjun langsung untuk memperoleh data di lapangan.Riset ini dilakukan pada latar alamiah, naturalistik, dalam konteks keutuhan yang secara ontologi menghendaki kenyataan sedemikian rupa yang tidak dapat dipahami jika dipisahkan dari konteksnya. Dalam melakukan studi ini, data diperoleh dari beberapa jenis sumber. Secara langsung melakukan wawancara dengan sasaran penelitian, melakukan pencatatan atau copy dokumen, melakukan pengambilan foto dan pengambilan film. Sebagai catatan yang harus selalu dipahami dengan penuh kesadaran adalah bahwa instrumen utama pengumpulan data kualitatif adalah peneliti itu sendiri. Sebagai instrumen, kami peneliti sudah mencoba dengan sekuat tenaga untuk mendapatkan data yang sahih. Data dokumen 6

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

statistik Kabupaten Kaimana dalam angka diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kabupaten. Data excel lampiran profil kesehatan Kabupaten Kaimana diperoleh dari Dinas Kesehatan. Data statistik Teluk Arguni Bawah dalam angka diperoleh dari Kantor Distrik Teluk Arguni Bawah. Disaat peneliti mau melakukan pengumpulan data di komunitas, benar apa yang kemukakan oleh Bryman (2004) bahwa merupakan tahapan yang sulit dalam penelitian etnografi ketika masuk pada seting sosial. Ada yang mau terbuka menerima dan ada yang tidak. Butuh waktu lebih dari satu minggu bagi peneliti untuk bisa bicara tidak dalam suasana formal dengan masyarakat setempat.Informasi awal yang diterima penduduk kampung bahwa kami adalah orang kesehatan, dipersepsikan bahwa kami adalah tenaga medis yang mereka butuhkan yang akan ditempatkan di kampung tersebut. Beberapa kali kami didatangi warga untuk minta obat. Begitu kami menjelaskan tentang siapa dan apa maksud kedatangan kami, mereka menjadi agak kecewa. Untuk bisa mendekatkan diri kepada masyarakat, tim peneliti selama tinggal di lokasi penelitian senantiasa berusaha menjadi bagian dari kehidupan masyarakat setempat. Aktif dalam kegiatan sehari-hari warga seperti berolahraga bersama, memancing ikan bersama, kerja bakti bersama, melihat TV bersama dan melakukan kunjungan atau menerika kunjungan dari warga sekitar. Informasi berkenaan dengan substansi penelitian digali dari informan yang sudah ditetapkan sesuai kriteria. Pengumpulan informasi ini diawali dengan mencari informasi kepada aparat Kampung. Ketika peneliti dihadapkan pada keterbatasan informasi, maka untuk mendapatkan kekurangan informasi tersebut kami meminta informan untuk merekomendasikan siapa yang bisa melengkapi dan tahu tentang substansi tersebut.

7

Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat

Karena substansi dari penelitian ini adalah etnografi kesehatan, maka pada pedoman pengumpulan data memuat halhal yang akan ditanyakan kepada informan terpilih. Substansi yang terdapat pada buku pedoman tersebut adalah yang berkaitan dengan gambaran etnografi dan budaya kesehatanmasyarakat yang terdapat pada daerah riset khususnya tentang kesehatan ibu dan anak, penyakit menular, penyakit tidak menular dan perilaku hidup bersih dan sehat. Sebagai kelengkapan di lapangan, peneliti dibekali pedoman pengumpulan data. Fungsi pedoman tersebut sebagai panduan peneliti dalam menggali dan memperoleh informasi sesuai substansi yang diteliti. Dalam pelaksanaan di lapangan, ketika akan melakukan wawancara kami menghafal terlebih dahulu apa yang akan ditanyakan. Dengan demikian kami bisa berdiskusi dengan bebas tanpa harus membawa buku pedoman yang membuat hubungan kami tampak formal. Pada waktu melakukan wawancara secara bebas, peneliti kemudian langsung mencatat dan mendeskripsikan temuan datanya pada Field Note catatan penelitian. Field Note, ini berfungsi memuat catatan hasil wawancara, detail hasil pengamatan, catatan intrepretasi dan catatan analitik untuk kemudian dirangkai sebagai karya tulis etnografi budaya kesehatan Indonesia. Dengan berjalannya waktu di lapangan, peneliti menemukan fenomena menarik -menurut versi peneliti- tentang perilaku seks kaum laki-laki. Dari cerita yang diperoleh, dari apa yang peneliti seringkali lihat, bahwamereka para laki-laki memiliki risiko tinggi terhadap kesehatan seksualnya. Kaum laki-laki mengenal perilaku bungkus teknologi lokal untuk memperbesar alat kemaluan laki-laki. Teknologi ini tiak hanya digunakan oleh laki-laki dewasa yang sudah menikah, para remaja yang belum menikahpun sudah ada yang memanfaatkan. Fenomena dibalik 8

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

perilaku bungkus inilah yang bisa mengakibatkan terganggunya organ reproduksi laki-laki pengguna bungkus. Bila dikaitkan dengan perilaku seks mereka yang permisif terhadap seks bebas, sangat memungkinkan mereka berisiko terkena penyakit menular seksual dan HIV/AIDS. Temuan dan pemikiran inilah yang kemudian membuat peneliti menjadikan fenomena bungkus sebagai kajian tematik dari studi etnografi kesehatan dengan latar belakang etnis Irarutu di Kampung Jawera, Distrik Teluk Arguni Bawah, Kabupaten Kaimana. Berangkat dari asumsi bahwa fenomena bungkus sebagai bentuk kebudayaan yang ditemukan di komunitas orang Irarutu dan ternyata beberapa etnis di Papua juga melakukan hal yang sama, tentunya mempunyai penjelasan mengapa mereka melakukan hal tersebut. Disisi lain, fenomena ini juga akan dilihat dari sudut pandang peneliti. Jika disumsikan dengan mata uang, ada dua sisi yang harus ditunjukkan sehingga setiap orang yang melihat akan tahu bahwa itu adalah mata uang. Bagi kami, membuat tulisan etnografi sama dengan menyusun pussle. Butuh keterampilan dan ketelitian untuk menyusun setiap potongan gambar menjadi satu gambar yang utuh. Jujur, ini merupakan kesulitan terbesar peneliti untuk menyusun pemaparan data temuan lapangan iBarat potongan gambar menjadi pussle etnografi. Pertanyaannya adalah, kami harus memulai dari mana? Butuh waktu lebih untuk menata potongan gambar sehingga dapat menghubungkan dan menggambarkan dengan tepat. Untuk kebutuhan itu, kami memilih melakukan pemaparan tulisan ini menjadi tujuh bagian. Bab pertama merupakan pendahuluan. Pada bab ini diuraikan tentang hal yang melatarbelakangi studi etnografi kesehatan pada masyarakat Irarutu di Kaimana. Kami juga menilai penting untuk memberikan gambaran bagaimana studi ini

9

Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat

dilakukan di lapangan, penemuan tema yang menjadi bahasan khusus dan diakhiri dengan uraian setiap bagian. Bab kedua, wilayah dan penduduk. Bagian ini bertujuan memperkenalkan Kaimana dan wilayah teluk Arguni Bawah, dimana penelitian ini dilakukan. Pada bagian ini dipaparkan juga sejumlah data pengamatan, informasi yang diberikan nara sumber yang menulis tentang orangnya dan lingkungan ekologisnya. Ketiga, kebudayaan orang Irarutu. Pada bagian ketiga bertujuan untuk memaparkan kebudayaan orang Irarutu. Khususnya penggambaran tentang kerangka etnografi yang meliputi folklore dan cerita rakyat sebagai sistem ide, pola menetap dan pemukimannya, sistem kekerabatan dan struktur masayarakat-nya, mata pencaharian danberbagai tingkah laku anggota masyarakat dalam kehidupan sehari-hari sebagai orang Irarutu. Keempat, program pembangunan dan perubahan kebudayaan. Bagian keempat ini ditujukan untuk menggambarkan bagaimana pembangunan masyarakat berbasis kampung yang sudah direncanakan dan dianggarkan oleh Pemerintah Kaimana dapat menyentuh dan mempengaruhi kehidupan masyarakat. Kelima, selayang pandang kesehatan masyarakat. Tema ini berusaha memberikan gambaran tentang program pelayanan kesehatan dan kondisi kesehatan secara umum di tingkat Kabupaten dan di Distrik Arguni Bawah pada khususnya. Beberapa hal yang diharapkan bisa mengungkap potret kesehatan masyarakat adalah dengan menggambarkan kondisi kesehatan seperti kematian, kesakitan dan status gizi. Selain itu akan digambarkan pula program pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan beserta segenap jajarannya. Keenam, perilaku dan kesehatan reproduksi. Bahasan keenam ini merupakan hal yang melatarbelakangi dipilihnya fenomena bungkus sebagai tema sentral pada tulisan ini. Disini 10

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

akan dipaparkan perilaku seksual yang terjadi di lingkungan masyarakat dan cara perawatan organ reproduksi yang dilakukan orang Irarutu dengan segala konsekwensinya. Ketujuh, menyingkap tabir bungkus daun tiga jari. Pada bagian ketujuh ini, kita tiba pada tema utama penelitian. Akan diungkap bagaimana nilai-nilai “keperkasaan” dalam perilaku seks diberi makna dan diterjemahkan oleh kaum laki-laki dengan melakukan bungkus. Diuraikan pula apa yang dimaksud dengan bungkus, daun tiga jari yang digunakan untuk membungkus, cara pembungkusan dan risiko kesehatan yang bisa mengancam. Kedelapan, skenario pemberdayaan orang Irarutu di bidang kesehatan reproduksi. Mengingat risiko kesehatan yang bisa menimpa orang Irarutu sebagai konsekwensi perilaku seksnya dan tradisi bungkusnya, bagian ini merupakan pemikiran peneliti tentang apa yang bisa dilakukan pemerintah, masyarakat, keluarga dan individu agar terhindar dari risiko kesehatan. Sembilan, penutup. Pada bagian ini akan berisi kesimpulan dari keseluruhan studi etnografi kesehatan yang dilakukan di lingkungan orang Irarutu di wilayah Teluk Arguni Bawah, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat.

11

Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat

12

BAB 2 WILAYAH DAN PENDUDUK TELUK ARGUNI

Teluk Arguni merupakan wilayah yang terletak secara geografis dan aministratif di Kabupaten Kaimana. Sebelum ditetapkan sebagai bagian dari Kabupaten Kaimana, teluk Arguni adalah salah satu distrik dari Kabupaten Fakfak. Sama dengan Kaimana yang juga berstatus distrik dari Kabupaten Fakfak. Semangat otonomi daerah membuahkan pemekaran beberapa kabupaten di Indonesia, termasuk beberapa Kabupaten di tanah papua yang secara geografis jauh lebih luas dibandingkan luas kabupaten pada umumnya di Indonesia. Salah satu hasil semangat tersebut adalah berdirinya Kabupaten Kaimana yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Fakfak. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2002, resmilah Kaimana sebagai salah satu kabupaten dari tiga belas Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat. Peresmian Kabupaten Kaimana dilakukan secara bersamaan dengan pelantikan Pejabat Bupati pada tanggal 11 April 2003. Pada saat dibentuk, Kabupaten Kaimana masih terdiri dari empat Distrik, yakni Distrik Kaimana, Distrik Teluk Arguni, Distrik Buruway dan Distrik Etna. Pada perkembangan selanjutnya, ditahun 2006, dibentuk Distrik baru. Ketiga Distrik baru tersebut adalah Distrik Kambrauw, Arguni Bawah dan Yamor.

13

Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat

Gambar 2.1. Peta Provinsi Papua Barat Sumber: http://3.bp.blogspot.com

Secara ekologis, Kaimana merupakan bagian Pulau Papua. Menurut Malcoln dan Mansoben (Djoht, 2002) Papua secara ekologis itu terdiri atas empat zona yang masing-masing menunjukkan diversifikasi terhadap system mata pencaharian mereka berdasarkan kebudayaan dan sebaran Etnik bangsa-Etnik bangsanya. Kelompok etnik yang beraneka ragam di Papua tersebar pada tiga zona ekologi yaitu: 1) Zona Ekologi Rawa atau Swampy Areas, Daerah Pantai dan Muara Sungai atau Coastal and Riverine, 2) Zona Ekologi Kaki-Kaki Gunung serta Lembah-Lembah Kecil atau Foothills and Small Valleys, dan 3) Zona Ekologi Pegunungan Tinggi atau Highlands. Orang-orang Papua yang hidup pada mitakat atau zona ekologi yang berbeda-beda ini mewujudkan pola-pola kehidupan yang bervariasi sampai kepada berbeda satu sama lainnya. Penduduk yang hidup di wilayah zona ekologi rawa, daerah pantai

14

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

dan muara sungai mempunyai sebaran wilayah yang meliputi Jayapura, Yapen Waropen, Biak Numfor, Paniai, Nabire, Manokwari, Sorong, Fakfak, Kaimana, mimika dan Merauke. Dalam kategori zona ini, termasuk juga wilayah teluk Arguni yang menjadi tempat bermukim Etnik Kamberau, Irarutu, Mairasi. Karena kondisi alamnya, setiap wilayah biasanya mempunyai lebih dari satu zona ekologi. Suatu zona ekologi yang senantiasa berdampingan dengan zona ekologi rawa, pantai dan sungai adalah zona kaki gunung dan lembah-lembah kecil. Karena kondisi ekologi sebagai daerah rawa, daerah pantai dan muara sungai, kelompok Etnik bangsa ini kebanyakan bermata pencaharian utama menangkap ikan di laut dan sungai. Berkebun dan meramu sagumerupakan mata pencaharian pendamping. Sedangkan di wilayah yang masuk dalam zona kaki gunung dan lembah-lembah kecil, banyak diantara mereka yang bermata pencaharian utama sebagai peladang berpindah-pindah, beternak dan berburu. Kontjaraningrat (1994) berdasar kepadatan penduduknya membagi papua menjadi tiga daerah. Perbedaan ini dinilai juga menyebabkan perbedaan sistem ekonomi dan struktur sosial mereka. Tipe pertama, penduduknya bermatapencaharian sebagai peramu sagu, nelayan sungai dan nelayan pantai. Kegiatan berkebun hanya dilakukan secara terbatas. Orang-orang pada tipe pertama biasanya tinggal di daerah hilir sungai besar dan kecil yang biasanya merupakan daerah rawa yang luas. Tipe kedua, adalah tipe penduduk yang menetap di daerah hulu sungai. Mata pencaharian utama mereka adalah meramu sagu dan berburu babi hutan. Mereka terkadang menangkap ikan di sungai. Berbeda dengan penduduk tipe pertama yang tinggal secara menetap, tipe dua hidup secara berpindah bersama kelompoknya dan tidak mengenal kegiatan berkebun. Adapun penduduk tipe ketiga adalah mereka yang menghuni daerah lembah-lembah besar di 15

Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat

pegunungan di tengah Papua. Mereka bercocok tanam di ladang menanam berbagai jenis ubi, tebu dan tanaman lain. Tempat tinggalnya adalah desa-desa kecil yang hanya terdiri dari satu keluarga luas. Lebih lanjut dikemukakan oleh Koentjaraningrat (1994) bahwa ada klasifikasi lain yang dikembangkan berdasarkan beberapa unsur kebudayaan yang nampak menyolok. Para ahli antropologi membagi Papua menjadi 23 “daerah kebudayaan”. Klasifikasi ini kemudian dipakai Belanda untuk membagi wilayah Papua menjadi 23 wilayah administratif atau onderafdeling. Pada awal pemerintahan Indonesia, pembagian berdasar “daerah kebudayaan” tersebut digunakan untuk menentukan wilayah Kepala Pemerintahan Setempat (KPS), suatu pembagian wilayah dengan kewenangan yang lebih kecil dari Kabupaten dan lebih besar dari kecamaatan. Namun kemudian, pembagian tersebut ditinggalkan dan digantikan oleh pembagian administratif Kabupaten dan Distrik yang setara dengan Kecamatan. 2.1. Sekilas Kabupaten Kaimana Kabupaten Kaimana terletak di bagian Selatan wilayah kepala burung dan merupakan pesisir Selatan dari Provinsi Papua Barat. Di sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Mimika, Kabupaten Fakfak di sebelah Barat, Kabupaten Teluk Bintuni, Kabupaten Teluk Wondama dan Kabupaten Nabire di sebelah Utara dan dengan Kabupaten Maluku Tenggara di sebelah Selatan. Secara administratif Kabupaten Kaimana pada Tahun 2013 terdiri dari 7 (tujuh) Distrik/Kecamatan dengan jumlah kampung 84 Kampung dan 2 Kelurahan (BPS, 2013).

16

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

Tabel 2.1. Distrik di Kaimana Berdasarkan Luas Daerah, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Luas Daerah/ Km²

Jumlah Penduduk

Kepadatan Penduduk/ Km²

Kaimana

2.096

31.668

15,12

Teluk Arguni Atas

2.990

3.312

0,79

Buruway

2.650

4.598

1,54

Etna

4.195

3.916

1,48

Arguni Bawah

1.990

2.560

3,30

775

3.224

1,62

3.805

2.182

0,57

Distrik

Kambraw Yamor

Sumber : BPS, Kaimana Dalam Angka 2013

Tercatat pada data Badan Pusat Statistik Kabupaten Kaimana, hingga tahhun 2012 jumlah penduduk Kaimana mencapai 49.953 jiwa. Jumlah penduduk tersebut merupakan hasil proyeksi penduduk dengan besar pertumbuhan penduduk rata-rata 3,5% per tahun dalam kurun waktu 2008 – 2012. Dilihat dari jumlahnya, sebagaimana tertera pada tabel 2.2. dibawah, keberadaan penduduk di kabupaten Kaimana terkonsentrasi pada wilayah Distrik Kaimana. Kondisi ini merupakan fenomena yang wajar mengingat Distrik Kaimana adalah pusat layanan pemerintahan dan pertumbuhan ekonomi. Tabel tersebut juga menunjukkan bahwa Distrik Kaimana mengalami pertumbuhan penduduk paling cepat. Dalam kurun waktu 2008 sampai 2012 pertumbuhan penduduknya adalah 11,13% per tahun. Selain faktor alamiah, tingginya migrasi penduduk dari Distrik dan dari luar Kabupaten juga berkontribusi terhadap laju pertumbuhan penduduk Distrik Kaimana. Adanya migrasi dari Distrik lain ditunjukkan dengan berkurangnya jumlah penduduk di Distrik yang lain.

17

Etnik Irarutu, Kabupaten Kaimana, Provinsi Papua Barat

Tabel 2.2. Jumlah Penduduk Menurut Distrik di Kabupaten Kaimana pada Tahun 2008 – 2012. Distrik

2008

2009

2010

2011

2012

Kaimana

20.817

27.622

29.593

31.537

32.404

Teluk Arguni Atas

4.712

3.279

3.530

3.539

3.752

Buruway

5.481

3.279

3.500

3.503

3.720

Etna

5.009

2.920

3.107

3.145

3.251

Arguni Bawah

2.462

2.226

2.384

2.403

2.534

Kambraw

2.122

2.081

2.216

2.192

2.283

Yamor

1.825

1.803

1.919

1.932

2.009

Sumber : BPS, Kaimana Dalam Angka 2013

Gambar 2.2. Peta Kabupaten Kaimana Sumber: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/8/85/

18

Buku Seri Etnografi Kesehatan Tahun 2014

Kabupaten Kaimana memiliki luas wilayah 36.000 Km2. Wilayah berupa daratan, kurang lebih seluas 18.500 Km2 dan wilayah perairan seluas 17.500 Km2. Dari ketujuh Distrik di Kaimana, Distrik Etna merupakan daerah dengan wilayah terluas. Luas wilayahnya adalah 22,68% dari total luas daratan kaimana. Distrik yang terluas berikutnya adalah Yamor, dengan luas 20,57% dari luas daratan. Adapun Distrik dengan ;luas wilayah terkecil adalah Kambrauw. Luasnya hanya 4,08% dari luas daratan. Dilihat dari jarak antara Kaimana sebagai pusat kota dengan Distrik yang lain, bila diukur, Distrik Etna adalah Distrik terjauh. Jaraknya 84 mil laut. Sedangkan Distrik terdekat adalah Distrik Buruway. Distrik ini dapat ditempuh dalam jarak 26 mil laut. Berada pada ketinggian rata-rata 600 m diatas permukaan laut, sebagian besar wilayah Kaimana adalah pegunungan dengan kemiringan antara
View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF