Desiminasi Akhir Fix Rst
December 8, 2016 | Author: Trio Nugraha | Category: N/A
Short Description
Desiminasi Akhir Fix Rst...
Description
LAPORAN MANAJEMEN DI RUANG TERATAI RUMAH SAKIT TENTARA DR SOEPRAOEN MALANG
Oleh: Kelompok 2B Profesi Dian Dwi F Rissa Vatmasanti Merinda Kusuma W Ayu Wahyuni Lestari Winda Agustina JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2013
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1
Rumah sakit merupakan fasilitas pelayanan kesehatan memiliki peran yang sangat strategis dalam upaya mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat Indonesia. Peran tersebut menjadi semakin penting mengingat perkembangan epidemiologi penyakit, perubahan struktur demografis, perkembangan ilmu dan teknologi, dan perubahan struktur sosial ekonomi masyarakat (Soejitno, 2002 dalam Azwar 2009). Peran
penting
penyelenggaraan
dari
pelayanan
rumah
sakit
keperawatan.
salah
satunya
Pelayanan
adalah
keperawatan
tersebut harus mampu memberikan pelayanan keperawatan bermutu dan profesional yang sesuai dengan tuntutan pemakai jasa pelayan serta melalui penerapan kemajuan ilmu, teknologi, sesuai dengan standar, nilainilai moral dan etika profesi keperawatan. Tuntutan dan kebutuhan pelayanan keperawatan bermutu dalam menghadapi era globalisasi merupakan tantangan yang harus dipersiapkan secara benar dan ditangani secara mendasar, terarah, dan sungguh-sungguh oleh rumah sakit. Perlu dilakukan pengelolaan secara profesional agar perawatan dapat memberikan pelayanan yang bermutu kepada individu, keluarga, dan masyarakat (Nursalam, 2007). Pelayanan keperawatan sesuai Keputusan Menpan Nomor 94 tahun 2001, pelayanan keperawatan adalah pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, yang mencakup bio, psiko, sosio, dan spritual yang komprehensif ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat, baik sakit maupun sehat yang meliputi peningkatan derajat kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan dan pemulihan
kesehatan
dengan
menggunakan
pendekatan
proses
keperawatan. Untuk itu perawat harus mampu melakukan upaya preventif, promotif, preventif. kuratif, rehabilitatif penyakit serta pemeliharaan kesehatan. Keperawatan juga mencakup kegiatan perencanaan dan pemberian perawatan pada saat sehat, sakit, masa rehabilitasi dan menjaga tingkat kesehatan fisik, mental, dan sosial yang seluruhnya akan
2
mempengaruhi status kesehatan, terjadinya penyakit kecacatan dan kematian (Aditama, 2003). Keperawatan adalah salah satu profesi di rumah sakit yang berperan
penting
dalam
penyelenggaraan
upaya
menjaga
mutu
pelayanan kesehatan di rumah sakit. Pada standart tentang evaluasi dan pengandalian mutu dijelaskan bahwa pelayanan keperawatan menjamin adanya asuhan keperawatan yang bermutu tinggi dengan terus-menerus melibatkan diri dalam program pengendalian mutu di rumah sakit (Muninjaya, 2004). John Griffith (1987) menyatakan bahwa kegiatan keperawatan di rumah sakit dapat dibagi menjadi keperawatan klinik yang mencakup antara lain pelayanan keperawatan personal, menjalin hubungan dan berkomunikasi dengan dengan klien, komunikasi dan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain, menjaga lingkungan perawatan, melakukan penyuluhan
serta
keperawatan
yang
upaya
meliputi
pengelolaan/pengurusan pengisisn
pencegahan
dokumen
pelaksana
penyakit. tugas
Dan
manajemen
administratif
seperti
pasien
(patient
admission),
pengawasan
catatan
medik,
membuat
penjadwalan
pemeriksaan/pengobatan pasien, membuat penggolangan pasien sesuai berat ringannya pemnyakit, mengatur kerja perawat perawat secara optimal sesuai kebutuhan, memonitor mutu pelayanan pada pasien maupun manajemen ketenagaan logistik keperawatan (Aditama, 2006). Dimana kedua-duanya merupakan aspek penting yang harus diterapkan secara bersamaan untuk menjamin keberhasilan pencapaian tujuan pelayanan
keperawatan
pada
khususnya
dan
kualitas
pelayanan
perawatan pada umumnya. Untuk dapat menjalankan peran dan fungsi tersebut, sesuai SK Menteri Kesehatan RI No. 983/Menkes/ASK/SK/XI/1992 tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit Umum, maka rumah sakit umum harus menjalankan beberapa fungsi, satu diantaranya adalah fungsi pelayanan manajemen keperawatan, sehingga untuk rumah sakit umum ditetapkan
3
seorang wakil direktur pelayanan medis dan keperawatan yang dibantu oleh kepala bidang keperawatan yang mempunyai tugas melakukan bimbingan
pelaksanaan
asuhan/pelayanan
keperawatan,
profesi
keperawatan, logistik keperawatan, serta etika dan mutu keperawatan (Aditama, 2006). Sejalan dengan tingginya tuntutan manyarakat akan kualitas asuhan pelayanan kesehatan, maka diperlukan upaya peningkatan profesionalisme
tenaga
keperawatan
pengembangan
pendidikan
tinggi
yang
salah
keperawatan
satunya melalui
adalah Program
pendidikan D-3 Keperawatan dan Pendidikan Sarjana Keperawatan dengan tujuan untuk menghasilkan ilmuan keperawatan yang siap dan mampu melaksanakan pelayanan keperawatan profesional, baik sebagai pengelola
pelayanan
keperawatan
maupun
pengelola
manajemen
keperawatan (Nurhidayah, 2005). Model praktek keperawatan professional merupakan suatu system (struktur, proses dan nilai-nilai professional) yang memungkinkan perawat profesional
mengatur
pemberian
asuhan
keperawatan
termasuk
lingkungan untuk menopang pemberian asuhan keperawatan (Hoffart & Woods,1996). Salah satu bentuk dari penerapan manajemen profesional adalah manajemen asuhan keperawatan yang saat ini sudah mulai banyak
diterapkan
di
Rumah
Sakit.
Penerapan
Model
Praktek
Keperawatan Profesional (MPKP) merupakan model dari Manajemen Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) yang tujuannya memungkinkan perawat profesional dalam mengatur pemberian asuhan keperawatan, termasuk lingkungan yang dapat menopang pemberian asuhan tersebut. Pengembangan
MPKP
merupakan
upaya
dalam
memberdayakan
keperawatan dalam pemberian pelayanan kesehatan, yang disesuaikan dengan visi dan misi yang diemban oleh masing-masing Rumah Sakit. Model pemberian asuhan keperawatan yang saat ini sedang menjadi trend dalam keperawatan Indonesia adalah Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) dengan metode pemberian asuhan
4
keperawatan Modifikasi Primer. Dalam melaksanakan praktek profesi departemen manajemen, kami (kelompok 3B) mencoba mengidentifikasi dan menganalisis Model Asuhan Keperawatan Profesional yang ada dan lebih cocok untuk diterapkan dalam pemberian asuhan keperawatan di Ruang Teratai RS TK II Dr Soeproen. Mengingat
pentingnya
fungsi
manajemen
dalam
menjamin
kelancaran dan keberhasilan pelayanan keperawatan, maka konsep manajemen keparawatan perlu diwujudkan secara nyata dalam tatanan praktek guna menjamin efisiensi, efektifitas, dan kualitas pelayanan keperawatan yang di berikan kepada klien. 1.2
Tujuan
A. Tujuan Umum Setelah melaksanakan praktek profesi manajemen keperawatan diharapkan
mahasiswa
melaksanakan
dan
perawat
mampu
menerapkan
dan
supervisi klinis dalam manajemen metode tim
keperawatan pada klien sesuai standar fungsi, tugas, peran dan tanggungjawab secara professional. B. Tujuan Khusus 1. Mampu melakukan pengkajian terhadap pelaksanaan asuhan keperawatan yang dilaksanakan di ruang Teratai soepraoen. Mampu
menganalisis
atau
mengidentifikasi
permasalahan
manajemen keperawatan yang ada di ruang Teratai soepraoen Mampu menentukan prioritas masalah berdasarkan permasalahan yang teridentifikasi 2. Mampu membuat rencana pemecahan masalah (plan of action) untuk mengatasi permasalahan yang diprioritaskan 3. Mampu melaksanakan kegiatan yang direncanakan pada plan of action 4. Mampu menjadi manajer dalam pelaksanaan praktek model keperawatanan profesional dengan menggunakan metode tim primer diruang Teratai soepraoen Mampu melaksanakan dan
5
menerapkan
supervisi
klinis
dalam
pelaksanaan
asuhan
keperawatan. 5. Mampu mengevaluasi hasil kegiatan yang telah direncanakan. 6. Melaksanakan seminar evaluasi hasil pelaksanaan kegiatan manajemen keperawatan di ruang Teratai RS Tingkat II Dr Soepraoen. C. Manfaat 1. Bagi mahasiswa Mengaplikasikan dan mengintegrasikan konsep manajemen keperawatan dalam tatanan praktek klinik dan pengembangan wawasan pengetahuan atau teori manajemen melalui penerapan fungsi manajemen bangsal. Memberikan kesempatan untuk berfikir kritis dalam menganalisa MPKP Mengaplikasikan
metode
supervisi
klinis
dalam
praktek
manajemen keperawatan. Memberikan
pengalaman
pada mahasiswa
dalam bidang
manajemen. 2. Bagi ruangan atau institusi rumah sakit Dapat dijadikan sebagai sarana dukungan, masukan, atau pengembangan fungsi manajemen bangsal guna mempertahankan dan peningkatan kualitas pelayanan keperawatan di ruangan pada khususnya dan kualitas pelayanan rumah sakit pada umumnya BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Model
Praktek
Keperawatan
Profesional/
Model
Asuhan
Keperawatan Profesional 2.1.1. Definisi Sistem Model Asuhan Keperawatan (MAKP) adalah suatu kerangka kerja yang mendifinisikan keempat unsur: standar, proses keperawatan, pendidikan keperawatan dan sistem MAKP. Definisi
6
tersebut berdasarkan prinsip - prinsip nilai – nilai yang diyakini dan menentukan kualitas produksi/ jasa layanan keperawatan. Jika perawat tidak memiliki nilai – nilai tersebut sebagai suatu pengambilan keputusan yang independen, maka tujuan pelayanan kesehatan/ keperawatan dalam memenuhi kepuasan klien tidak dapat terwujud. Unsur – unsur dalam praktik keperawatan dibedakan menjadi 4, yaitu: 1. 2. 3. 4.
Standar Proses keperawatan Pendidikan keperawatan Sistem model asuhan keperawatan
Dalam menetapkan suatu model, maka keempat hal tesebut harus menjadi bahan pertimbangan karena merupakan sebagai suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Dibeberapa rumah sakit telah dikembangkan MPKP. Beberapa modifikasi yang dilakukan dalam pengembangan MPKP meliputi beberapa jenis MPKP. a. MPKP Transisi MPKP dasar yang masih memiliki tenaga perawat yang berpendidikan SPK, tetapi kepala ruangan dan ketua timnya minimal D3 Keperawatan b. MPKP Pemula MPKP dasar dengan semua tenaga minimal D3 Keperawatan. c. MPKP Professional dibagi menjadi tiga tingkat 1. MPKP I MPKP basic (dasar) dengan tenaga perawat pelaksana minimal D3 keperawatan, tetapi kepala ruangan (Karu) dan ketua tim (Katim) berpendidikan minimal S1 Keperawatan. 2. MPKP II MPKP intermediate (menengah) dengan tenaga minimal D3 keperawatan dan mayoritas Ners Sarjana Keperawatan, dan sudah memiliki tenaga spesialis keperawatan. 3. MPKP III
7
MPKP advance (tingkat lanjut) yang semua perawatnya minimal Ners sarjana Keperawatan, dan sudah mempunyai tenaga spesialis keperawatan dan doctor keperawatan yang bekerja di area keperawatan. Manajemen adalah proses dalam menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain (Gillies, 1989). Suwanburg (2000) mendefinisikan manajemen
sebagai
ilmu
atau
seni
tentang
bagaimana
menggunakan sumber daya secara efisien, efektif, dan rasional untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Pelayanan keperawatan adalah pelayanan yang dilakukan oleh banyak
orang
manajeman.
sehingga
Pendekatan
diperlukan manajemen
penerapan adalah
pendekatan
suatu
proses
kerjasama anggota staf keperawatan untuk memberikan asuhan, terapi, dan bantuan kepada para pasien (Gillien, 1989). Model
praktek
keperawatan
menempatkan
pendekatan
manajemen sebagai pilar praktek professional yang pertama. Oleh sebab itu, proses manajemen harus dilaksanakan dengan disiplin demi menjamin pelayanan yang diberikan kepada pasien dan/ atau keluarga. Di ruang MPKP pendekatan manajemen diterapakan dalam bentuk
fungsi
manajemen
terdiri
perencanaan
(planning),
pengorganisasian (organizing), pengarahan (directing), pengendalian (controlling) 2.1.2. Enam Unsur Utama dalam Pemilihan Metode Askep 1. Sesuai dengan visi dan misi institusi Dasar utama penentuan model pemberian asuhan keperawatan harus didasarkan pada visi dan misi rumah sakit. 2. Dapat diterapkannya proses keperawatan dalam asuhan keperawatan Proses
keperawatan
merupaan
unsur
penting
terhadap
8
kesinambungan
asuhan
keperawatan
kepada
pasien.
Keberhasilan dalam asuhan keperawatan sangat ditentukan oleh pendekatan proses keperawatan. 3. Efisiensi dan efektif penggunaan biaya Setiap suatu perubahan, harus selalu mempertimbangkan biaya dan efektifitas dalam kelancaran pelaksanaannya. Bagaimana baiknya model, tanpa ditunjang oleh biaya memadai, maka tidak akan didapatkan hasil yang sempurna. 4. Terpenuhinya kepuasan klien, keluarga dan masyarakat Tujuan akhir asuhan keperawatan adalah kepuasan pelanggan atau pasien terhadap asuhan yang diberikan oleh perawat. Oelh karena itu model yang baik, adalah model asuhan keperawatan yang dapat menunjang terhadap kepuasan pelanggan. 5. Kepuasan kerja perawat Kelancaran pelaksanaan suatu model yang dipilih harus dapat meningkatkan kepuasan perawat. Oleh karena itu model yang dipilih harus dapat meningkatkan kepuasan perawat bukan justru menambah beban kerja dan frustasi dalam pelaksanaannya. 6. Terlaksananya komunikasi yang adekuat antara perawat dan tim kesehatan lainnya Komunikasi secara profesional sesuai dengan lingkup tanggung jawab merupakan dasar pertimbangan penentuan model. Model asuhan keperawatan diharapkan akan dapat meningkatkan hubungan interpersonal yang baik antara perawat dan tenaga kesehatan lainnya. 2.1.3. Jenis Model Praktek Keperawatan Profesional di Indonesia Pada awalnya direncanakan beberapa jenis model PKP di Indonesia, yaitu: a. Model Praktek Keperawatan Profesional III Melalui pengembangan model PKP III dapat diberikan
9
asuhan keperawatan profesional tingkat III. Pada ketenagaan terdapat tenaga perawat dengan kemampuan dokter dalam keperawatan klinik yang berfungsi untuk melakukan riset dan membimbing
para
perawat
melakukan
riset
serta
memanfaatkan hasil-hasil riset dalam memberikan asuhan keperawatan. b. Model Praktek Keperawatan Profesional II Pada
model
ini
akan
mampu
memberikan
asuhan
keperawatan profesional tingkat II. Pada ketenagaan terdapat tenaga perawat dengan kemampuan spesialis keperawatan yang spesifik untuk cabang ilmu tertentu. Perawat spesialis berfungsi
untuk
keperawatan Disamping
memberikan
kepada
primer
melakukan
riset,
konsultasi pada
tentang
area
perawat
asuhan
spesialisasinya. spesialis
juga
membimbing para perawat melakukan riset dan memanfaatkan hasil-hasil riset dalam memberikan asuhan keperawatan. Jumlah perawat spesialis direncanakan satu orang untuk sepuluh orang perawat primer (1:10). c. Model Praktek Keperawatan Profesional I Pada model ini perawat mampu memberikan asuhan keperawatan profesional I dan untuk ini diperlukan penataan 3 komponen utama, yaitu: ketenagaan keperawatan, metode pemberian keperawatan.
asuhan Model
keperawatan ini
merupakan
dan
dokumentasi
model
yang
akan
dikembangkan secara bertahap (developmental model), dan telah diuji coba di RSUPN Cipto Mangunkusumo dan di RSUP Persahabatan. d. Model Praktek Keperawatan Profesional Pemula Model Praktek Keperawatan Profesional Pemula (MPKPP), merupakan tahap awal untuk menuju model PKP. Pada model mampu diberikan asuhan keperawatan professional tingkat
10
pemula. Pada model ini terdapat 3 komponen utama, yaitu: ketenagaan, metode pemberian asuhan keperawatan dan dokumentasi keperawatan. Ketenagaan Jumlah
tenaga
keperawatan
ruangan/rumah
sakit,
ditetapkan
ketergantungan
klien.
Jumlah
mengidentifikasi
jumlah
pada
suatu
berdasarkan
derajat
ditetapkan
dengan
berdasarkan
derajat
ini
klien
ketergantungan klien dalam satu bulan. Berdasarkan ini dapat diketahui rata-rata jumlah klien berdasarkan derajat ketergantungan (minimal, intermediet, dan total). Kemudian jumlah perawat ditentukan dengan rumus Douglass (1985) atau Loverigde (1996). Metode Pemberian Asuhan Keperawatan Pada model ini digunakan metode modifikasi tim. Metode tim murni tidak digunakan karena pada metode ini, kontinuitas asuhan lebih sukar dilakukan karena klien yang dirawat tidak tetap. Tetapi pada metode modifikasi tim, suatu tim akan merawat sejumlah klien mulai masuk ke suatu ruangan sampai pulang, terutama untuk ketua tim, sehingga dapat meningkatkan kualitas hubungan perawatklien dan akan meningkatkan kepercayaan klien kepada perawat. Sebagai ketua tim, kemampuannya adalah D3 keperawatan dangan pengalaman minimal 3 tahun di lapangan. Sebagai anggota tim, kemampuannya D3 atau SPK.
Disamping
itu
dibutuhkan
perawatan
dangan
kemampuan sarjana keperawatan sebagai “case manager”. Case manager berperan sebagai pembimbing ketua tim dan memvalidasi rencana keperawatan serta mengevaluasi pelaksanaan rencana tersebut.
11
Dokumentasi Keperawatan Pada model ini ditetapkan standar rencana keperawatan, tetapi hanya meliputi masalah aktual. D3 keperawatan akan menganalisis masalah tersebut dengan bimbingan case manager. 2.1.4. Metode Pemberian Asuhan Keperawatan Prinsip pemilihan metode penugasan ditinjau dari jumlah tenaga, kualifikasi staf dan klasifikasi pasien. Pada pertengahan abag ke-19, metode penugasan kasus merupakan metode yang paling popular. Kemudian muncul metode fungsional untuk menanggulangi kekurangan tenaga, lalu metode tim diperkenalkan pada decade tahun 70-an. Kemudian
mucul
pula
perawatan
primer dan
modul
yang
juga
dikembangkan. Berikut penjelasan metode penugasan yang ada. Metode Kasus (1920) Setiap pasien ditugaskan kepada semua perawat yang melayani seluruh kebutuhannya pada saat ia dinas. Pasien akan dirawat oleh perawat yang berbeda untuk setiap shift dan tidak ada jaminan bahwa pasien akan dirawat oleh orang yang sama pada hari berikutnya. Metode penugasan kasus biasa diterapkan satu pasien satu perawat, umumnya dilaksanakan untuk perawat privat atau untuk perawatan khusus seperti : isolasi, intensive care. Kelebihan : 1. Perawat lebih memahami kasus per kasus 2. Sistem evaluasi dari manajerial menjadi lebih mudah 3. Pelayanan keperawatan diberikan secara komprehensif sehingga memungkinkan pelaksanaan keperawatan professional Kekurangan : 1. Belum dapatnya diidentifikasi perawat penanggungjawab 2. Perlu tenaga yang cukup banyak dan mempunyai kemampuan dasar yang sama untuk melakukan perawatan sejumlah pasien yang ada.
12
Gambar 1. Sistem sistem asuhan keperawatan “ Case Method Nursing “ (Marquis dan Huston, 1998) Metode Fungsional (1950) Metode fungsional dilaksanakan oleh perawat dalam pengelolaan asuhan keperawatan sebagai pilihan utama pada saat perang dunia kedua. Pada saat itu karena masih terbatasnya jumlah dan kemampuan perawat maka setiap perawat hanya melakukan satu sampai dua jenis intervensi, misalnya merawat luka kepada semua pasien di bangsal. Metode ini dapat dikatakan sebagai metode penugasan klasik dimana menitikberatkan kepada pembagian habis tugas sesuai dengan kebutuhan pelayanan keperawatan saat itu. Metode ini menekankan kepada efisiensi penyelesaian tugas, pembagian habis tugas, dan pengawasan kepada petugas.
13
Gambar 2. Sistem pemberian asuhan Keperawatan Fungsional (Marquis
dan Gambar 2. Sistem Pemberian Asuhan Keperawatan Fungsional ( Marquis dan Huston, 1998) Kelebihan : 1. Manajemen klasik yang menekankan efisiensi, pembagian tugas yang jelas, serta adanya pengawasan yang baik. 2. Sangat baik untuk Rumah Sakit yang kekurangan tenaga (efisiensi). 3. Perawat senior menyibukkan diri dengan tugas manajerial, sedangkan perawat pasien diserahkan kepada perawat junior dan atau belum berpengalaman. 4. Tugas tindakan keperawatan akan cepat terselesaikan. Kelemahan : 1. Tidak memberikan kepuasan pada pasien maupun perawat karena perawatan yang diberikan menjadi parsial sebatas penugasannya saja. 2. Pelayanan keperawatan terpisah-pisah, tidak dapat menerapkan proses keperawatan (berorientasi pada tugas, bukan asuhan keperawatan). 3. Persepsi perawat cenderung kepada tindakan yang berkaitan dengan ketrampilan saja.
14
Metode Perawatan Tim (sesudah 1950) Metode pemberian asuhan keperawatan dimana seorang perawat profesional
memimpin
sekelompok
tenaga
keperawatan
dengan
berdasarkan konsep kooperatif & kolaboratif (Douglas, 1992). Metode ini diberikan
oleh
sekelompok
perawat
kepada
sekelompok
pasien.
Pelaksanaan metode ini dikembangkan untuk meningkatkan mutu pemberian asuhan keperawatan yang lebih baik dengan jumlah staf yang ada. Metode tim dilaksanakan atas dasar keyakinan bahwa : 1. Setiap pasien berhak menerima pelayanan terbaik. 2. Setiap perawat berhak menerima bantuan dalam melakukan tugasnya memberikan asuhan keperawatan terbaik sesuai dengan kemampuannya. Tujuan Metode Tim : 1. Memfasilitasi pelayanan keperawatan yang komprehensif. 2. Menerapkan penggunaan proses keperawatan sesuai standar. 3. Menyatukan kemampuan anggota tim yang berbeda-beda. Penerapan Metode Tim 1. Kepala ruangan membagi jumlah tim keperawatan berdasarkan klasifikasi pasien. 2. Menilai tingkat ketergantungan pasien, melalui : a. Setiap pagi, karu bersama katim menilai langsung pada masingmasing tim yang menjadi tanggung jawabnya, atau b. Setiap tim keperawatan (yang dinas malam) membuat klasifikasi pasien kemudian diserahkan kepada karu/katim. Cara ini dapat lebih menghemat waktu. 3. Katim menghitung jumlah kebutuhan tenaga. 4. Karu dan katim membagi pasien kepada perawat yang
bertugas
sesuai kemampuan perawat (pengetahuan dan keterampilan) Serah terima antar shift oleh karu, katim dan semua perawat pelaksana yang dapat dilakukan melalui konfrens, atau keliling langsung ke pasien (sebelum dan selesai dinas). Materi yang diserah terimakan yaitu laporan hasil pengkajian, permasalahan, implementasi dan evaluasi.
15
Selain itu perencanaan yang harus dilanjutkan oleh tim yang akan bertugas. 5. Selesai konfrens, seluruh anggota tim mulai melakukan asuhan keperawatan langsung maupun tidak langsung. Konsep Metode Tim : 1. Ketua tim sebagai perawat profesional harus mampu menggunakan berbagai teknikkepemimpinan. Ketua tim bertanggung jawab untuk : - Melakukan orientasi kepada pasien baru & keluarga. - Membuat perencanaan. - Melakukan penelegasian, supervise, dan evaluasi. - Mengetahui kondisi pasien serta menilai tingkat kebutuhan -
mereka. Mengkaji setiap klien, menganalisa, menetapkan rencana keperawatan (renpra), menerapkan tindakan keperawatan dan
-
mengevaluasi rencana praktik. Mengkoordinasikan renpra dengan tindakan medis melalui
-
komunikasi yang konsisten. Mengembangkan kemampuan perawat yang menjadi anggota
-
timnya. Membagi tugas anggota tim dan merencanakan kontinuitas
-
asuhan keperawatan melalui konfrens. Membimbing dan mengawasi pelaksanan asuhan keperawatan
oleh anggota tim. - Menyelenggarakan konferensi. - Bertanggung jawab terhadap kepala ruangan. 2. Pentingnya komunikasi yang efektif agar kontinuitas rencana keperawatan terjamin. 3. Anggota tim harus menghargai kepemimpinan ketua tim. Anggota tim bertanggung jawab untuk : - Memberikan asuhan keperawatan kepada pasien yang menjadi -
tanggung jawabnya. Bekerja sama antar anggota tim dan antar tim lain. Memberikan laporan kepada ketua tim tentang asuhan
-
keperawatan yang telah dilakukan. Melaksanakan perawatan sesuai renpra yang dibuat katim.
16
-
Bertanggung jawab atas keputusan keperawatan selama katim
-
tidak ada di tempat. Memberikan perawatan
-
pasien. Berkontribusi terhadap perawatan : observasi terus menerus,
total/komprehensif pada
sejumlah
ikut ronde keperawatan, berinterkasi dgn pasien & keluarga, berkontribusi dgn katim/karu bila ada masalah. 4. Peran kepala ruang penting dalam model tim. Model tim akan berhasil baik jika didukung oleh kepala ruang. Kepala ruang bertanggung jawab untuk : - Menentukan standar pelaksanaan asuhan keperawatan. - Melaksanakan supervisi dan evaluasi bersama dengan ketua -
tim. Memberi pengarahan kepada ketua tim. Menjadi narasumber bagi tim. Membantu staf menetapkan sasaran dari ruangan. Mendorong kemampuan staf untuk menggunakan riset
-
keperawatan. Memberi kesempatan
-
keterampilan kepemimpinan dan managemen. Mengorientasikan tenaga baru. Menciptakan iklim komunikasi terbuka.
katim
untuk
mengembangkan
Penerapan metode tim dapat mengikuti beberapa anjuran berikut agar pelayanan yang diberikan dapat dilaksanakan sebaik-baiknya : -
Jumlah tim dalam satu ruang berkisar antara 2 -3 tim. Besarnya tim ditentukan oleh jumlah tenaga yang ada di
-
ruangan tersebut. Mengadakan konferensi dalam kelompok sekitar 5 – 10 menit setiap shift.
Kelebihan : 1. Memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh. 2. Mendukung pelaksanaan proses keperawatan. 3. Memungkinkan komunikasi antar timsehingga konflik mudah diatasi dan memberikan kepuasan kepada anggota tim.
17
Kelemahan : 1. Komunikasi antar anggota tim terbentuk terutama dalam bentuk konferensi tim, yang biasanya membutuhkan waktu dimana sulit untuk melaksanakan pada waktu-waktu sibuk (memerlukan waktu ). 2. Perawat yang belum terampil dan kurang berpengalaman cenderung untuk bergantung/berlindung kepada perawat yang mampu. 3. Jika pembagian tugas tidak jelas, maka tanggung jawab dalam tim kabur.
Gambar 3. Sistem pemberian asuhan keperawatan “ Team Nursing “ (Marquis dan Huston, 1998) Metode Perawatan Primer (1970) Metode penugasan Primary Nursing (PN) ini merupakam metode penugasan dimana satu orang perawat bertanggung jawab penuh selama 24 jam terhadap asuhan keperawatan pasien mulai dari masuk sampai keluar
rumah
sakit.
Metode
ini
mendorong
praktek
profesional perawat, karena ada kejelasan antara
kemandirian
pembuat rencana
asuhan keperawatan dengan pelaksana. Metode primer ini ditandai dengan adanya keterkaitan kuat dan terus-menerus antara pasien dengan
18
perawat
yang
koordinasi
ditugaskan
asuhan
untuk
keperawatan
merencanakan, selama
pasien
melakukan, dirawat
dan
termasuk
berkolaborasi dengan tim kesehatan lain. Konsep dasar metode primer : 1. Ada tanggungjawab dan tanggunggugat perawat 2. Ada otonomi perawat atas peran dan fungsinya 3. Keterlibatan pasien dan keluarga
Tugas Perawat Primer : -
Menerima pasien dan mengkaji kebutuhannya untuk
-
menentukan asuhan keperawatan yang akan diberikan. Membuat tujuan perawatan dan rencana keperawatan. Melaksanakan rencana yang telah dibuat. Mengkoordinasi pelayanan yang diberikan oleh tim kesehatan
-
maupun perawat lain. Mengevaluasi keberhasilan asuhan keperawatan yang telah
-
dicapai. Menerima dan menyesuaikan rencana keperawatan
-
selanjutnya. Menyiapkan penyuluhan kepada pasien yang akan pulang.
Ketenagaan metode perawat primer: -
Tiap perawat adalah perawat “bed side”. Beban kasus pasien yang ditanggung tiap perawat sebanyak
-
maksimal 6 orang. Pembagian pasien dilakukan oleh Kepala Ruangan. Perawat professional sebagai perawat primer dan perawat professional lainnya atau non professional sebagai asisten.
Kepala ruangan sebagai konsultan dan pengendalian mutu asuhan keperawatan yang diberikan oleh perawat primer, tugasnya meliputi : -
Melakukan orientasi pada perawat baru. Menyusun jadwal dinas. Memberi penugasan kepada perawat asisten. Mengevaluasi asuhan keperawatan. Merencanakan pengembangan staf.
19
Gambar 4. Diagram sistem asuhan keperawatan “ Primary Nursing “ (Marquis dan Huston, 1998) Kelebihannya : 1. Model praktek professional. 2. Bersifat kontinuitas dan komprehensif . 3. Perawat primer mendapatkan akuntabilitas yang tinggi terhadap hasil dan memungkinkan pengembangan diri → kepuasan perawat 4. Klien/keluarga lebih mengenal siapa yang merawatnya. 5. Tim kesehatan merasa puas karena perawatan dilakukan secara menyeluruh. Kelemahannya : 1. Penerapannya hanya dilakukan oleh perawat yang memiliki pengalaman dan pengetahuan yang memadai dengan kriteria asertif, self direction, kemampuan mengambil keputusan yang tepat, menguasai keperawatan klinik, akontable serta mampu berkolaborasi dengan berbagai disiplin.
20
2. Penerapannya pada ruangan yang memiliki tenaga perawat dengan jumlah dan kualifikasi yang memadai. 3. Biaya lebih besar
Metode Modul Metode modul merupakan metode alternative yang dikembangan dari metode perawatan primer apabila tenaga keperawatan terdiri dari berbagai klasifikasi. Pelaksanaan metode ini sama dengan metode tim dimana
perawat
professional
bekerjasama
dengan
perawat
non-
professional. Setiap modul berpasangan, sekitar 2-3 orang, dimana perawat merawat pasien dari masuk sampai pulang. Ketenagaan : -
Tanggung jawab 1 modul adalah 8 – 12 pasien.
-
Bila modul tidak dinas, maka digantikan modul lainnya.
Kepala bangsal : -
Merencanakan tenaga yang cocok untuk bekerjasama dalam 1 modul.
-
Bertugas sebagai fasilitator pembimbing dan motivator.
Metode ini dapat dijelaskan merupakan gabungan dari metode tim dan perawatan primer. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa metode modul sebagai alternative dari perawatan primer jika perawat terdiri dari beberapa klasifikasi, sehingga ada pembagian modul-modul perawat yang hamper sama dengan metode tim. Bedanya, di sini perawatan dilakukan menyeluruh pada pasien dari mulai pasien masuk RS hingga ia pulang. Kepala Bangsal
Modul 1 (2-3 perawat)
Modul 2 (2-3 perawat)
Modul 3 (2-3 perawat)
21
Pasien (8 – 12)
Pasien (8 – 12)
Pasien (8 – 12)
Gambar 5. Diagram system asuhan keperawatan modul (Suyanto, 2008)
2.1.5. Uraian Tugas a. Kepala Ruang Nama Jabatan Pengertian
: Kepala Ruangan
:Seorang tenaga keperawatan yang diberi tanggung jawab
dan
wewenang
dalam
mengatur
dan
mengendalikan kegiatan pelayanan keperawatan di Ruang Rawat Inap. Persyaratan 1) Pendidikan
: - S1 Keperawatan - Ahli Madya Keperawatan/Kebidanan
2) Kursus / Pelatihan
: Manajemen Pelayanan Keperawatan
40 jam 3) Pengalaman Kerja
: Sebagai perawat pelaksana 3-5 tahun
4) Kondisi fisik
: Sehat jasmani dan rohani
Tanggung Jawab Dalam melaksanakan tugasnya Kepala Ruangan bertanggung jawab kepada Kepala Keperawatan Rawat Inap terhadap hal-hal : 1) Kebenaran
dan
ketepatan
rencana
kebutuhan
tenaga
keperawatan 2) Kebenaran dan ketepatan program pengembangan pelayanan keperawatan
22
3) Keobyektifan
dan
kebenaran
penilaian
kinerja
tenaga
keperawatan 4) Kelancaran kegiatan orientasi perawat baru 5) Kebenaran dan ketepatan protap/SOP pelayanan keperawatan 6) Kebenaran
dan
ketepatan
laporan
berkala
pelaksanaan
pelayanan keperawatan 7) Kebenaran dan ketepatan kebutuhan dan penggunaan alat 8) Kebenaran dan ketetapan pelaksanaan program bimbingan siswa/mahasiswa institusi pendidikan. Wewenang Dalam menjalankan tugasnya, Kepala Ruang Rawat Inap Umum mempunyai wewenang sebagai berikut: 1) Meminta informasi dan pengarahan kepada atasan 2) Memberi petunjuk dan bimbingan dalam pendayagunaan tenaga keperawatan 3) Mengawasi, mengendalikan dan menilai pendayagunaan tenaga keperawatan, peralatan dan mutu asuhan keperawatan di ruang rawat inap 4) Menandatangani surat dan dokumen yang ditetapkan menjadi wewenang Kepala Ruang Rawat Inap Umum. 5) Menghadiri rapat berkala dengan Kepala Unit
Keperawatan /
Kepala Bagian Pelayanan Medik / Keperawatan / Kepala Rumah Sakit untuk kelancaran pelaksanaan pelayanan keperawatan. Uraian Tugas 1. Melaksanakan Fungsi Perencanaan (P1) meliputi : - Menyusun rencana kerja Ruang Rawat Inap - Berperan serta menyusun falsafah dan tujuan pelayanan keperawatan di ruang rawat inap yang bersangkutan - Menyusun rencana kebutuhan tenaga keperawatan dari segi jumlah maupun kualifikasi untuk ruang rawat inap, koordinasi
23
dengan Kepala Unit/
Keperawatan/ Kepala Sub Unit
Pengembangan Keperawatan. 2. Melaksanakan Fungsi Penggerakan dan Pelaksanaan (P2) meliputi : - Mengatur dan mengkoordinasikan seluruh kegiatan pelayanan di ruang rawat, melalui kerjasama dengan petugas lain yang bertugas di ruang rawatnya. - Menyusun jadwal/daftar dinas tenaga keperawatan dan tenaga lain sesuai kebutuhan pelayanan dan peraturan yang berlaku di rumah sakit - Melaksanakan orientasi tenaga keperawatan baru/tenaga lain yang akan kerja di ruang rawat berkoordinasi dengan Kepala Sub Unit Pengembangan Keperawatan. - Memberikan
bimbingan
kepada
siswa/mahasiswa
keperawatan yang menggunakan ruang rawatnya sebagai lahan praktek - Memberi bimbingan kepada pasien/keluarganya meliputi : penjelasan tentang peraturan rumah sakit, tata tertib ruang rawat, fasilitas yang ada dan cara penggunaannya serta kegiatan rutin sehari-hari. - Membimbing
tenaga
keperawatan
untuk
melaksanakan
pelayanan/asuhan keperawatan sesuai standar berkoordinasi dengan Kepala Sub Unit Asuhan Keperawatan - Mengadakan pertemuan berkala/sewaktu-waktu dengan staf keperawatan dan petugas lain yang bertugas di ruang rawatnya - Memberi kesempatan/ijin kepada staf keperawatan untuk mengikuti
kegiatan
ilmiah/penataran
dengan
koordinasi
Kepala Sub Unit / Unit / Unit Keperawatan/Pengembangan Keperawatan.
24
- Mengupayakan pengadaan peralatan dan pemeliharaan alat agar selalu dalam keadaan siap pakai - Mendampingi visite dokter dan mencatat instruksi dokter, khususnya bila ada perubahan program pengobatan pasien - Mengelompokkan pasien dan mengatur penempatannya di ruang rawat menurut tingkat kegawatan, infeksi/non infeksi, untuk kelancaran pemberian asuhan keperawatan - Mengendalikan kualitas sistem pencatatan dan pelaporan asuhan keperawatan dan kegiatan lain secara tepat dan benar bekerja sama dengan Kepala Sub Unit Keperawatan. - Memberi
motivasi
kepada
petugas
dalam
memelihara
kebersihan lingkungan ruang rawat inap - Meneliti pengisian formulir sensus harian pasien di ruang rawat inap. - Meneliti/memeriksa pengisian daftar permintaan makanan pasien berdasarkan macam dan jenis makanan pasien - Meneliti/memeriksa ulang pada saat penyajian makanan pasien sesuai dengan program dietnya - Menyimpan berkas catatan medik pasien dalam masa perawatan diruang rawat dan selanjutnya mengembalikan berkas tersebut ke Sub Unit Medical Record bila pasien keluar/pulang dari ruang rawat tersebut. - Membuat laporan harian mengenai pelaksanaan asuhan keperawatan
serta
kegiatan
lainnya
diruang
rawat,
disampaikan kepada atasannya - Memberi penyuluhan kesehatan kepada pasien/keluarga sesuai kebutuhan dasar dalam batas wewenangnya - Melakukan serah terima pasien dan lain-lain pada saat pergantian dinas 3. Melaksanakan Fungsi Pengawasan Pengendalian dan Penilaian meliputi :
25
- Mengendalikan dan menilai pelaksanaan asuhan keperawatan yang telah ditentukan - Mengawasi dan menilai siswa / mahasiswa keperawatan untuk memperoleh pengalaman belajar sesuai tujuan program bimbingan yang telah ditentukan - Melakukan penilaian kenerja tenaga keperawatan yang berada dibawah tanggung jawabnya - Mengawasi, mengendalikan dan menilai pendayagunaan tenaga keperawatan, peralatan dan obat-obatan - Mengawasi dan menilai mutu asuhan keperawatan sesuai standar yang berlaku secara mandiri atau koordinasi dengan Tim Pengendalian Mutu Asuhan Keperawatan b. Ketua Tim Nama Jabatan: Perawat Pelaksanan Ruang Rawat Inap Pengertian : Seorang tenaga Keperawatan yang diberi wewenang untuk melaksanakan pelayanan pelayanan / Asuhan Keperawatan diruang rawat inap. Persyaratan 1) Pendidikan
: - S1 keperawatan - Ahli Madya Keperawatan/Kebidanan
2) Kursus/pelatihan : - Manajemen keperawatan 40 jam - BLS, ACLS, ATLS 3) Pengalaman kerja
: Perawat pelaksana di ruangan 4 tahun
4) Kondisi fisik
: Sehat jasmani rohani
Tanggung Jawab Dalam melaksanakan tugasnya perawat pelaksana di ruang rawat inap bertanggung jawab kepada Karu terhadap hal-hal sebagai berikut : 1) Kebenaran
dan
ketepatan
dalam
memberikan
Asuhan
Keperawatan sesuai standart.
26
2) Kebenaran
dan
ketepatan
dalam
mendokumentasikan
pelaksanaan Asuhan Keperawatan / kegiatan lain yang telah dilakukan. Wewenang Dalam melaksanakan tugasnya, perawat pelaksana di ruang rawat inap mempunyai wewenang sebagai berikut : 1) Meminta informasi dan petunjuk kepada Karu. 2) Memberikan Asuhan Keperawatan kepada pasien/keluarga sesuai kemampuan dan batas kewenangannya. Uraian Tugas 1) Melaksanakan
dan
memelihara
kebersihan
ruangan
dan
lingkungannya. 2) Menerima pasien baru sesuai prosedur dan ketentuan yang berlaku. 3) Melakukan
pengkajian,
menentukan
diagnosa,
menyusun
rencana keperawatan serta melakukan tindakan keperawatan serta evaluasi kepada pasien sesuai kebutuhan dan batas kemampuannya. 4) Memelihara paralatan agar selalu dalam keadaan siap pakai. 5) Melatih/membantu
pasien
untuk
melakukan
latihan
gerak
berkolaborasi dengan fisio terapi/dokter. 6) Melakukan tindakan Emergency kepada pasien sesuai PROTAP yang berlaku selanjutnya segera melaporkan tindakan yang telah dilakukan kepada dokter jaga/dokter yang merawat. 7) Mengobservasi kondisi pasien selanjutnya melakukan tindakan yang tepat berdasarkan hasil observasi. 8) Berperan
serta
dalam
membahas
kasus
dan
upaya
meningkatkan Mutu Asuhan Keperawatan. 9) Melaksanakan tugas pagi, sore, malam dan hari libur secara bergilir sesuai daftar dinas yang dibuat oleh Karu. 10) Mengikuti pertemuan yang diadakan oleh Karu.
27
11) Meningkatkan
pengetahuan
dan
ketrampilan
dibidang
keperawatan melalui pertemuan ilmiah. 12) Melaksanakan sistem pencatatan dan pelaporan Asuhan Keperawatan yang tepat dan benar sesuai SAK. 13) Melaksanakan serah terima tugas kepada petugas pengganti secara lisan maupun tertulis pada saat pergantian atau operan dinas. 14) Memberikan
penyuluhan
keluarganya
sesuai
kesehatan
keadaan
dan
kepada
pasien
kebutuhan
dan
sebatas
kewenangannya. 15) Menyiapkan pasien yang akan pulang, meliputi : - Surat keterangan istirahat bila diperlukan - Resep obat untuk di rumah - Petunjuk diet dengan berkoordinasi dengan staf gizi, Dll. c. Perawat Pelaksana Nama Jabatan
: Perawat Pelaksanan Ruang Rawat Inap
Pengertian : Seorang tenaga Keperawatan yang diberi wewenang untuk melaksanakan pelayanan pelayanan / Asuhan Keperawatan diruang rawat inap. Tanggung Jawab Dalam melaksanakan tugasnya perawat pelaksana di ruang rawat inap bertanggung jawab kepada Karu terhadap hal-hal sebagai berikut : 1) Kebenaran
dan
ketepatan
dalam
memberikan
Asuhan
Keperawatan sesuai standart. 2) Kebenaran
dan
ketepatan
dalam
mendokumentasikan
pelaksanaan Asuhan Keperawatan / kegiatan lain yang telah dilakukan. Wewenang Dalam melaksanakan tugasnya, perawat pelaksana di ruang rawat inap mempunyai wewenang sebagai berikut :
28
1) Meminta informasi dan petunjuk kepada Karu. 2) Memberikan Asuhan Keperawatan kepada pasien/keluarga sesuai kemampuan dan batas kewenangannya. Uraian Tugas 1) Melaksanakan
dan
memelihara
kebersihan
ruangan
dan
lingkungannya. 2) Menerima pasien baru sesuai prosedur dan ketentuan yang berlaku. 3) Melakukan
pengkajian,
menentukan
diagnosa,
menyusun
rencana keperawatan serta melakukan tindakan keperawatan serta evaluasi kepada pasien sesuai kebutuhan dan batas kemampuannya. 4) Memelihara paralatan agar selalu dalam keadaan siap pakai. 5) Melatih/membantu
pasien
untuk
melakukan
latihan
gerak
berkolaborasi dengan fisio terapi/dokter. 6) Melakukan tindakan Emergency kepada pasien sesuai PROTAP yang berlaku selanjutnya segera melaporkan tindakan yang telah dilakukan kepada dokter jaga/dokter yang merawat. 7) Mengobservasi kondisi pasien selanjutnya melakukan tindakan yang tepat berdasarkan hasil observasi. 8) Berperan
serta
dalam
membahas
kasus
dan
upaya
meningkatkan Mutu Asuhan Keperawatan. 9) Melaksanakan tugas pagi, sore, malam dan hari libur secara bergilir sesuai daftar dinas yang dibuat oleh Karu. 10) Mengikuti pertemuan yang diadakan oleh Karu. 11) Meningkatkan
pengetahuan
dan
ketrampilan
dibidang
keperawatan melalui pertemuan ilmiah. 12) Melaksanakan sistem pencatatan dan pelaporan Asuhan Keperawatan yang tepat dan benar sesuai SAK.
29
13) Melaksanakan serah terima tugas kepada petugas pengganti secara lisan maupun tertulis pada saat pergantian atau operan dinas. 14) Memberikan keluarganya
penyuluhan sesuai
kesehatan
keadaan
kepada
dan
pasien
kebutuhan
dan
sebatas
kewenangannya. 15) Menyiapkan pasien yang akan pulang, meliputi : - Surat keterangan istirahat bila diperlukan - Resep obat untuk di rumah - Petunjuk diet dengan berkoordinasi dengan staf gizi, Dll 2.2
Dokumentasi Dokumantasi penting dalam perawatan kesehatan. Dokumentasi didefinisikan sebagai segala sesuatu yang tertulis atau tercetak yang dapat diandalkan sebagai catatatan tentang bukti bagi bagi individu yang berwenang. Catatan medis harus mendeskripsikan tentang status dan kebutuhan klien yang komprehensif, juga layanan yang diberikan
untuk
mencerminkan
perawatan
tidak
hanya
klien. kulaitas
Dokumentasi
yang
baik
perawatan
tetapi
juga
membuktikan pertanggung gugatan setiap anggota tim perawatan dalam memberikan perawatan. Beberapa tipe pencatatan digunakan untuk mengomunikasikan informasi tentang klien. Meski setiap lembaga menggunakan format pencatatan
yang
berbeda,
semua
catatan
secara
mendasar
mengandung informasi berikut; 1. Identifikasi klien dan data demografi klien 2. Surat izin untuk pengobatan dan prosedur 3. Riwayat keperawatan saat masuk 4. Diagnosa keperawatan atau masalah keperawatan 5. Rencana asuhan keperawatan atau multidisiplin 6. Catatan tentang tidakan asuhan keperawatan dan evaluasi 7. 8. 9. 10.
keperawatan Riwayat medis Diagnose medis Pesanan terapeutik Catatan perkembangan medis dan disiplin kesehatan
30
11. 12. 13. 14.
Laporan tentang pemeriksaan fisik Laporan tentang pemeriksaan diagnostic Ringkasan tentang prosedur operatif Rencana pemulangan dan ringkasan pemulangan
Tujuan Pencatatan: Catatan merupakan sumber data yang bermanfaat yang digunakan oleh semua anggota tim perawatan kesehatan. Tujuannya mencakup: a. Komunikasi Pencatatan
adalah
cara
melalui
mana
anggota
tim
kesehatan mengkomunikasikan kontribusinya terhadap perawatan klien, termasuk terapi individual, edukasi klien, dan penggunaan rujukan untuk perencanaan pemulangan. Rencana asuhan harus jelas bagi setiap orang yang membaca bagan. Bila anggota staf merawat
klien,
catatan
harus
menjelaskan
tindakan
yang
dibutuhkan untuk mempertahankan kontinuitas dan konsistensi tindakan perawatan. b. Tagihan Finansial Catatan perawatan klien adalah suatu dokumen yang memperlihatkan
sampai
sejauh
mana
lembaga
perawatan
kesehatan harus di-reimburse untuk pelayanan yang diberikan; hal tersebut adalah tagihan klien. Diagnosis-Related Group (DRG) menjadi dasar untuk menetapkan reimbursement untuk perawatan klien. Dokumentasi keperawatan dapat mengakibatkan hal yang berbeda untuk memastikan standar tertinggi kualitas perawatan dan reimbursement maksimal bagi lembaga perawatan kesehatan. Rincian pencatatan membantu dalam menetapkan diagnosa codable yang digunakan untuk menentukan DRG. Kontribusi perawat
terhadap
dokumentasi
dapat
membantu
menginterpretasikan tipe tindakan yang diterima klien. Jika waktu pemulangan klien melebihi lama rawat yang diperbolehkan untuk DRG tertentu, dokumentasi dapat membenarkan tambahan waktu. c. Edukasi
31
Catatan klien mengandung bebagai informasi, termasuk diagnosa medis dan keperawatan, tanda dan gejala penyakit, terapi yang berhasil dan tidak berhasil, temuan diagnosis, dan perilaku klien. Peserta didik keperawatan dan kedokteran, dan disiplin lain yang berkaitan dengan kesehatan menggunakan catatan ini sebagai sumber edukasi. Suatu cara efektif untuk mempelajari tentang sifat dari suatu penyakit dan responnya terhadap penyakit tersebut adalah dengan membaca catatan perawatan klien. Dengan informasi ini peserta didik belajar tentang pola yang harus ditemui dalam berbagai masalah kesehatan dan menjadi mampu lebih baik untuk mengantisipasi tipe perawatan yang dibutuhkan klien. d. Pengkajian Catatan memberikan data yang digunakan perawat untuk mengidentifikasi dan mendukung diagnosa keperawatan dan merencanakan intervensi yang sesuai untuk asuhan. Informasi dari catatan memberikan tambahan pada hasil pengamatan dan pengkajian
perawat.
Riwayat
pembedahan, sebagai
contoh,
terdapat dalam catatan klien. Dengan demikian perawat tidak perlu mengumpulkan informasi yang telah tersedia kecuali ada alasan yang diyakini bahwa informs dalam catatan klien tidak akurat. Catatan kemajuan medis menjabarkan temuan dokter pada saat pengkajian. Sebelum merawat klien, perawat merujuk pada catatan medis utnuk temuan pengkajian yang terbaru dan relevan. Perawat dapat memasuki ruangan klien, mengantisipasi status kesehatan klien, dan kemudian melakukan pengkajian individual klien. Catatan memberikan gamabaran total mengenai status kesehatan klien. Data pengkajian yang dimasukan oleh setiap anggota tim perawatan kesehatan tidak semata-mata menguraikan peristiwa terisolasi. Setiap pengamatan adalah bagian dari teka-teki besar, yang jika terpecahkan, akan menunjukkan status kesehatan klien.
Catatan
mengandung
data
untuk
menjelaskan
dan
menginformasi pengamatan atau menyangkal interpretasi. Catatan
32
keperawatan
juga
dapat
memberikan
informasi
tambahan,
termasuk segala pengamatan atau interpretasi yang dibuat oleh perawat
dibandingkan
dengan
data
dari
catatan.
Catatan
membantu menjelaskan alasan dan implikasi tentang setiap temuan yang dikumpulkan perawat. e. Riset Data statistik menunjukkan frekuensi gangguan klinik, komplikasi, penggunaan terapi keperawatan atau medis tertentu, kematian, dan pemulihan dari penyakit dapat dikumpulkan dari catatan
klien.
Catatan
merupakan
sumber
berharga
untuk
menjabarkan karakteristik populasi klien dalam lembaga perawatan kesehatan.
Perawat
juga
dapat
meneliti
catatan
tentang
pemulangan klien sebelumnya untuk mengindentifikasi masalah asuhan keperawatan. Sebagai studi untuk menentukan insidens infeksi pada klien dengan tipe kateter intravena tertentu dapat ditemukan dengan cara menelaah catatan klien. f. Audit dan Pemantauan Tinjauan teratur tentang informasi pada catatan klien memberikan dasar untuk evaluasi tentang kualitas dan ketepatan perawatan yang diberikan dalam suatu institusi. Perawat memantau atau meninjau catatan selama tahun menentukan tingkat sampai sejauh mana standar perbaikan kualitas terpenuhi. Kekurangan yang teridentifikasi selama pemantauan diberitakan kepada semua anggota staf keperawatan sehingga perbaikan dalam kebijakan atau praktik dapat dilakukan. Program perbaikan kualitas membuat perawat terus mengetahui standar tentang praktik keperawatan untuk
mempertahankan
mutu
yang
baik
dalam
asuhan
keperawatan. Catatan medis juga diaudit untuk meninjau biaya perawatan klien. Karier asuransi swasta dan auditor pemerintah meninjau catatan untuk menentukan reimbursement yang diterima klien atau lembaga kesehatan. Melalui dokumentasi tentang logistik dan
33
peralatan yang telah digunakan memastikan bahwa biaya tertutupi dank lien menerima perawatan yang telah mereka butuhkan. g. Dokumentasi Legal Catatan medis harus akurat karena catatan tersebut merupakan dokumen legal. Menurut Mandell (Potter & Perry, 2005), dalam kasus tentang tuntutan hukum catatan medis yang digunakan untuk peradilan, bukan asuhan keperawatan. Akibatnya, pendokumentasian yang akurat adalah salah satu pertahanan diri terbaik
terhadap
tuntutan
yang
berkaitan
dengan
asuhan
keperawatan. Catatan berfungsi sebagai deskripsi tentang apa yang sebenarnya terjadi pada klien. Asuhan keperawatan bisa saja sangat baik, namun “ asuhan yang tidak didokumentasikan adalah asuhan yang tidak dilakukan” dalam peradilan hukum. Selain itu, bahkan konsultasi dengan pemberi perawatan lainnya sangat baik bila didokumentasikan. Untuk melindungi diri sendiri akibat klien mengabaikan instruksi keperawatan, perawat harus menunjukkan setiap instruksi atau rujukan dalam catatan medis. Pencatatan tidak semata-mata menjadi rutin atau superfisial, tidak juga berarti perawat menunggu sampai akhir giliran jaga untuk mencatat asuhan klien. Dokumentasi yang baik harus dilakukan tepat waktu dengan pemikiran yang cermat. Empat area masalah komunikasi yang umum dalam malpraktik disebabkan oleh tidak adekuatnya dokumentasi, yaitu; (1) Tidak mencatatkan waktu yang tepat ketika peristiwa terjadi; (2) Lalai untuk mencatat pesanan lisan atau lalai untuk mendapat tanda tangan dari instruksi lisan tersebut; (3) Mencatatkan tindakan sebelum dilakukan untuk menghemat waktu, dan; (4) Mendokumentasikan data yang tidak tepat (Martin dalam Potter & Perry, 2005). (Potter & Perry, 2005; 232–236) 2.3 Pengorganisasian Pengorganisasian adalah pengelompokkan aktivitas untuk mencapai tujuan melalui penugasan suatu kelompok tenaga
34
keperawatan, menentukan cara pengkoordinasian aktivitas yang tepat, baik vertical maupun horiantal, yang bertanggung jawab untuk mencapai tujuan organisasi. Pengorganisasian kegiatan dan tenaga perawat diruang MPKP menggunakan
pendekatan
system
penugasan
tim
primer
keperawatan. Pengorganisasian secara vertical, terdapat kepala ruangan, ketua tim, dan perawat pelaksana. Setiap tim bertanggung jawab terhadap sejumlah pasien. Pengorganisasian di ruang MPKP meliputi struktur organisasi, daftar dinas ruangan, daftar pasien 2.3.1 Struktur Organisasi Struktur organisasi adalah susunan komponen dalam suatu organisasi (Sutopo, 2000). Dalam hal ini, struktur organisasi menunjukkan adanya pembagian kerja dan bagaimana fungsi atau kegiatan yang berbeda-beda diintegrasikan atau dikoordinasikan. Struktur organisasi juga menunjukkan spesialisasi pekerjaan. Sedangkan system penugasan yang digunakan adalah tim, dimana
ruangan MPKP dipimpin oleh kepala ruangan yang
membawahi ketua tim. Ketua tim membawahi beberapa perawat pelaksana
yang
memberikan
asuhan
keperawatan
secara
menyeluruh kepada sekelompok pasien. Struktur organisasi dapat digambarkan dalam suatu bagan. Mekanisme pelaksanaan pengorganisasian di ruang MPKP terdiri dari : 1. Kepala ruangan membagi perawat yang ada menjadi 2 tim dan tiap tim diketuai masing-masing oleh seorang ketua tim yang terpilih melalui suatu uji. 2. Kepala ruangan bekerja sama dengan ketua tim mengatur jadwal dinas. 3. Kepala ruangan membagi pasien untuk masing-masing tim.
35
4. Jika suatu ketika satu tim kekurangan perawat pelaksana karena kondisi tertentu, kepala ruangan dapat memindahkan perawat pelaksana dari tim lain ke tim yang kekurangan. 5. Kepala ruangan berhak merubah anggota tim jika dipandang perlu dalam waktu yang ditentukan. 6. Kepala ruangan menunjuk penanggung jawab shift. 7. Sebagai pengganti kepala ruangan adalah ketua tim, sedangkan jika ketua tim berhalangan, tugasnya digantikan oleh anggota tim (perawat pelaksana) yang paling kompeten di antara anggota tim. 8. Ketua tim menetapkan perawat pelaksana untuk masingmasing pasien. 9. Ketua tim mengendalikan
asuhan
keperawatan
yang
diberikan kepada pasien baik yang diterapkan oleh dirinya maupun oleh perawat pelaksana anggota timnya. 10. Kolaborasi denga tim kesehatan jiwa lain dilakukan oleh ketua tim. 11. Masing-masing tim memiliki buku komunikasi. 12. Perawat pelaksana melaksanakan asuhan keperawatan kepada pasien yang menjadi tanggung jawabnya. 2.3.2 Daftar Dinas Ruangan Daftar dinas ruangan mencakup jadwal dinas, perawat yang bertugas, dan penanggung jawab shift. Daftar dinas disusun berdasarkan tim dan dibuat dalam waktu yang telah disepakati. Pembuatan jadwal dinas dilakukan oleh ketua tim. Setiap tim memiliki anggota yang shift pagi, sore, malam dan yang lepas dari dinas malam serta yang libur. 2.3.3
Daftar Pasien Daftar pasien berisi nama pasien, nama dokter, nama perawat
ketua tim, nama perawat pelaksana yang bertanggung jawab kepada pasien, dan alokasi perawat saat menjalankan dinas di tiap shift.
36
Daftar pasien adalah daftar sejumlah pasien yang menjadi tanggung jawab tiap tim selama 24 jam.
Setiap pasien memiliki
perawat yang bertanggung jawab secara total selama dirawat. Pada setiap shift dinas ada perawat yang bertanggung jawab terhadap pasien
secara
total
selama
shift
tersebut.
Daftar
pasien
menggambarkan tanggung jawab dan tanggung gugat perawat atas asuhan keperawatan yang diberikan sehingga terwujud keperawatan pasien yang holistic. Daftar pasien diisi oleh ketua tim sebelum operan. Alokasi pasien terhadap perawat yang dinas pagi, sore dan malam dilakukan oleh ketua tim berdasarkan jadwal dinas. 2.4 Pengarahan/Organizing Pengarahan adalah penerapan perencanaan dalam bentuk tindakan untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Dalam pengarahan, jika perlu dilakukan pendelegasian, pekerjaan diuraikan dalam tugas-tugas yang mampu dikelola. Untuk memaksimalkan pelaksanaan pekerjaan oleh staf, seorang manajer harus melakukan upaya menciptkan iklim motivasi, mengelola waktu secara efisien, mendemonstrasikan ketrampilan komunikasi yang terbaik,
mengelola
konflik
dan
memfasilitasi
kolaborasi,
melaksanakan system pendelegasian dan supervisi. Beberapa bentuk komunikasi di ruang MPKP adalah operan, preconference dan postconference. 2.4.1 Pedoman Operan Antar Shift Operan antar shift adalah komunikasi dan serah terima pekerjaan antara shift pagi, sore, dan malam. Operan dari shift malam ke shift pagi dan dari shift pagi ke shift sore dipimpin oleh kepala ruangan. Sedangkan operan dari shift sore ke shift malam dipimpin oleh penanggung jawab shift sore. Waktu kegiatan
: Awal pergantian shift ( pukul 07.00, 14.00,
Tempat
: Kantor perawat
21.00)
37
Penanggung jawab : Kepala ruangan atau Penanggung jawab (Pj) shift Kegiatan : 1) Karu/Pj shift membuka acara dengan salam 2) Pj shift yang memberikan operan, menyampaikan : a. Kondisi pasien, diagnose keperawatan, tindakan yang sudah dilakukan, hasil asuhan b. Tindak lanjut untuk shift berikutnya 3) Perawat shift berikutnya mengklarifikasi penjelasan yang sudah disampaikan. 4) Karu memimpin ronde ke kamar pasien 5) Karu merangkum informasi operan dan memberikan saran tindak lanjut. 6) Karu memimpin do’a bersama dan menutup acara 7) Bersalaman 2.4.2 Pedoman Preconference Yaitu komunikasi katim dan perawat pelaksana setelah selesai operan mengenai rencana kegiatan pada shift tersebut yang dipimpin oleh katim atau PJ Tim. Jika hanya ada 1 perawat yang berdinas
pada
shift
tersebut,
preconference
ditiadakan.
Isi
preconference adalah rencana tiap perawat (rencana harian), dan tambahan dari katim Waktu kegiatan : Setelah operan Tempat : Meja masing-masing tim Penanggung jawab : Ketua tim/PJ tim Kegiatan : 1) Katim/PJ tim membuka acara dengan salam 2) Katim/PJ tim menanyakan rencana harian masing-masing perawat pelaksana
mengacu pada rencana asuhan
keperawatan yang dibuat oleh katim 3) Perawat pelaksanan menyampaikan
rencana
kegiatan
pasiennya 4) Katim/PJ tim memberikan masukan dan tindak lanjut terkait dengan asuhan yang diberikan saat itu. 5) Katim/PJ tim memberikan reinforcement (penguatan) 6) Katim/PJ tim menutup acara dengan ucapan selamat bekerja.
38
Rencana harian adalah kegiatan yang akan dilaksanakan oleh perawat (kepala ruangan, kepala tim dan perawat pelaksana) sesuai dengan perannya masing-masing, yang dibuat untuk setiap shift. Isi kegiatan disesuaikan dengan peran dan fungsi perawat. Rencana harian dibuat sebelum operan dilakukan dan dilengkapi pada saat operan dan preconference. 2.4.3 Pedoman Midleconference Definisi Middle konference adalah konferensi yang dilaksanakan di tengah (paruh waktu) shift jaga perawat. Kegiatan 1. Ucapan salam 2. Kepala ruangan memberikan waktu kepada masing-masing tim untuk melaporkan kondisi klien 3. Ketua tim mempersilahkan perawat pelaksana melaporkan kondisi klien yang menjadi tanggung jawabnya, meliputi : a. Identitas klien, nama dan nomor RM b. Diagnosa medis c. Diagnosa keperawatan d. Tujuan dan tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan Evaluasi dan monitoring Terapi keperawatan Tindakan kolaborasi Pendidikan kesehatan e. Evaluasi f. Masalah yang dihadapi 4. KaRu atau PJ meminta tanggapan lainnya 5. KaRu atau PJ menyimpulkan 6. Ucapan salam dan mengakhiri konferensi 2.4.4
Pedoman Postconference Yaitu komunikasi Katim dan perawat pelaksana tentang hasil
kegiatan sepanjang shift dan dilakukan sebelum operan kepada shift
berikutnya.
Isi
postconference
adalah
hasil
asuhan
keperawatan tiap perawat dan hal penting untuk operan (tindak lanjut). Postconference dipimpin oleh Katim atau Pj Tim.
39
Waktu kegiatan : Sebelum operan ke dinas berikutnya Tempat : Meja masing-masing tim Penanggung jawab : Ketua tim/Pj Kegiatan : 1) Katim/PJ tim membuka acara dengan salam 2) Katim/PJ tim menanyakan hasil asuhan masing-masing pasien 3) Katim/PJ tim menanyakan kendala dalam asuhan yang telah diberikan. 4) Katim/PJ tim menanyakan tindak lanjut asuhan pasien yang harus dioperkan kepada perawat shift berikutnya 5) Katim/PJ tim menutup acara dengan salam. 2.5 Pengendalian/Controlling Proses terakhir dari manajemen adalan pengendalian yaitu usaha sistematis yang bertujuan untuk menetapkan standar prestasi kerja yang sesuai dengan tujuan perencanaan, untuk merancang system umpan balik informasi, membandingkan prestasi yang sesunggunya
dengan
standar
menetapkan
apakah
ada
yang
telah
penyimpangan,
ditetapkan, dan
untuk
mengukur
signifikansinya serta mengambil tindakan yang diperlukan guna memastikan bahwa sumber daya digunakan dengan cara yang efektif dan efisien untuk mencapai tujuan. Kegiatan pengendalian pada model MPKP antara lain dalam bentuk pengukuran
BOR, ALOS,
audit dokumentasi asuhan
keperawatan, survey kepuasan pasien/keluarga, penilaian kinerja. 2.5 Komunikasi 1. Proses Komunikasi Komunikasi adalah suatu pertukaran pikiran, pendapat, dan pemberian nasihat yang terjadi antara dua orang atau lebih yang bekerja sama. (Tappen 1995) Hasil penelitian Swanburg (1990), bahwa lebih dari 80% waktu digunakan manager untuk berkomunikasi. (Nursalam, 2007) Faktor internal meliputi nilai-nilai, kepercayaan, temperamen dan tingkat stres pengirim pesan dan penerima pesan. Sedangkan
40
faktor eksternal meliputi keadaan cuaca, suhu, faktor kekuasaan, dan waktu. 2. Prinsip Komunikasi Manajer Keperawatan Manager harus dapat melaksanakan komunikasi melalui beberapa tahap yaitu : a. Manager harus mengerti struktur organisasi dan mengenali staf yang akan menjalankan keputusannya yang dibuat b. Manager harus berkonsultasi tentang isi komunikasi dan meminta umpan balik dari orang yang kompeten sebelum melakukan suatu perubahan atau tindakan c. Komunikasi hatus jelas, singkat dan tepat. Prinsip komunikasi perawat professional adalah CARE (Complete; Acurate; Rapid dan English ) yaitu perawat harus dapat berkomunikasi secara lengkap, adekuat dan cepat. d. Manager harus meminta umpan baik apakah komunikasi dapat diterima secara akurat. e. Menjadi pendengar yang baik yaitu menerima semua informasi yang disampaikan orang lain dan menunjukkan rasa menghargai dan ingin tahu terhadap pesan yang disampaikan orang lain , dan menunjukkan rasa menghargai dan ingin tahu terhadap pesan yang disampaikan (Nursalam, 2007). 3. Strategi Komunikasi Dalam Praktik Keperawatan di Rumah Sakit Komunikasi pada tahapan ini, tidak hanya secara spesifik ditujukan melalui strategi perencanaan. Tetapi ketiga komponen harus menjadi perhatian yang sama, yaitu : struktur, budaya dan teknologi. Struktur dalam suatu organisasi bertujuan untuk mencapai status praktik komunikasi yang dapat direncanakan dan diterapkan oelh kelompok kerja. Tetapi, setiap struktur yang ada harus memiliki kelompok klinik yang dirancang untuk pelaksanaan prinsip-prinsip
41
asuhan keperawatan kepada pasien, ketrampilan yang baik, dan dapat membantu penyelesaian masalah dalam organisasi. Budaya dalam suatu organisasi bukan seseuatu yang mudah untuk diubah dalam waktu sesaat, tetapi kita percaya bahwa kita akan bekerja dengan lingkungan dan individu yang mempunyai budaya yang berbeda. Keadaan ini penting untuk diperhatian mengingat perubahan suatu budaya dalam managemen adallah aspek yang penting pada proses perubahan yang efektif. Teknologi merupakan komponen ketiga dalam praktik dalam praktik komunikasi yang efektif. Komunikasi interpersonal dan secara organisasi sering memerlukan suatu perantara, yang disebut teknologi elektronik
dan penggunaan media yang akan
sangat bermanfaat di masa datang. 4. Aplikasi Komunikasi Dalam Asuhan Keperawatan a. Komunikasi saat timbang terima Pada saat timbang terima, diperlukan suatu komunikasi yang jelas tentang kebutuhan klien terhadap apa yang sudah dilakukan dan yang belum, serta respons pasien yang terjadi. Perawat melakukan timbang terima dengan berjalan bersama dengan perawat lainnya, dan menyampaikan kondisi pasien secara akurat didekat pasien (Nursalam, 2007). b. Interview/Anamnesis Anamnesis merupakan kegiatan
yang
selalu
dilakukan oleh perawat kepada pasien saat melakukan pelaksanaan asuhan keperawatan. Anamnesis dilakukan oleh perawat kepada pasien, keluarga, dokter, dan tim kesehatan lainnya (Nursalam, 2007). Prinsip yang perlu
diterapkan
oleh
perawat
pada
komunikasi melalui interview: menghindari komunikasi yang terlalu
formal
menghindari
atau
respons
tidak
tepat,
dengan
menghindari
hanya
“ya”
atau
interupsi, “tidak”,
42
menghindari melakukan monopoli pembicaraan, menghindari hambatan personal (Nursalam, 2007). c. Komunikasi melalui komputer Komputer merupakan suatu alat komunikasi cepat, dan akurat pada manajemen keperawatan saat ini. Data-data klien di
komputer
akan
mempermudah
perawat
lain
dalam
mengidentifikasi masalah pasien dan memberikan intervensi yang akurat (Nursalam, 2007). d. Komunikasi tentang kerahasiaan Pasien yang masuk dalam sistem pelayanan kesehatan menyerahkan rahasia dan rasa percaya kepada institusi. Perawat
sering
dihadapkan
pada
suatu
dilema
dalam
menyimpan rahasia pasien, disatu sisi perawat membutuhkan informasi dengan menghubungkan apa yang dikatakan klien dengan orang lain, di lain pihak perawat harus memegang janji untuk tidak menyampaikan informasi tersebut kepada siapa pun (Nursalam, 2007). e. Komunikasi melalui sentuhan Komunikasi melalui sentuhan kepada pasien merupakan metode dalam mendekatkan hubungan antara pasien dan perawat. Sentuhan yang diberikan oleh perawat dapat berguna sebagai terapi bagi pasien, khususnya
pasien depresi,
kecemasan, dan kebingungan dalam pengambilan keputusan f.
(Nursalam, 2007). Dokumentasi sebagai alat komunikasi Dokumentasi adalah salah satu
alat
yang
sering
digunakan dalam komunikasi keperawatan dalam memvalidasi asuhan keperawatan, sarana komunikasi antartim kesehatan lainnya, dan merupakan dokumen paten dalam pemberian asuhan keperawatan. Menurut Nursalam (2002) kapan saja perawat melihat pencatatan kesehatan, maka perawat dapat memberi dan menerima pendapat dan pemikiran. Dalam kenyataannya, dengan semakin kompleksnya pelayanan keperawatan dan
43
peningkatan kualitas keperawatan, perawat tidak hanya dituntut untuk meningkatkan mutu pelayanan, tetapi dituntut untuk dapat
mendokumentasikan
dokumentasi
yang
efektif
secara
benar.
memungkinkan
Ketrampilan
perawat
untuk
mengkomunikasikan kepada tenaga kesehatan lainnya, dan menjelaskan apa yang sudah, sedang dan akan dikerjakan oleh perawat. Manfaat komunikasi dalam pendokumentasikan adalah : a) Dapat digunakan ulang untuk keperluan yang bermanfaat b) Mengkomunikasikan kepada tenaga perawat lainnya dan tenaga kesehatan, apa yang sudah dan apa yang akan dilakukan kepada pasien. c) Manfaat dan data pasien yang akurat, dan dapat dicatat (Nursalam, 2007). g. Komunikasi Perawat Dan Tim Kesehatan Lainnya Komunikasi yang baik akan meningkatkan hubungan profesional antar perawat dan tim kesehatan lainnya: dokter, ahli gizi, fisioterapis, dan lain-lain. pengembangan model praktik
keperawatan
professional
merupakan
sarana
peningkatan komunikasi antara perawat dan tim kesehatan lainnya. Komunikasi yang dimaksudkan disini adalah adanya suatu kejelasan dalam pemberian informasi dari masing-masing individu sesuai dengan kedudukannya (Nursalam, 2007). 2.6 Motivasi 1. Definisi Motivasi Semua kondisi yang memberi dorongan dari dalam diri seseorang
yang
digambarkan
sebagai
keinginan, kemauan,
dorongan, dan sebagainya. Motivasi merupakan keadaan dalam diri seseorang yang mengaktifkan atau menggerakkan. Motivasi mencakup
upaya,
pantang
mundur, dan
sasaran.
Motivasi
melibatkan keinginan seseorang untuk menunjukkan kinerja.
44
Motivasi kerja adalah suatu kondisi yang berpengaruh untuk membangkitkan, mengarahkan, dan memelihara perilaku yang berhubungan dengan lingkungan kerja. Memotivasi adalah proses Manajemen
untuk
mempengaruhi
tingkah
laku
manusia
berdasarkan pengetahuan tentang “apa” yang membuat orang tergerak (Stoner & Freeman, 1995). Menurut bentuknya motivasi terdiri dari : Motivasi Instrinsik
: Motivasi yang datang dari dalam diri
individu Motivasi Ekstrinsik : Motivasi yang datang dari luar diri Individu Motivasi Terdesak : Motivasi yang muncul dalam keadaan terdesak 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi a. Faktor Internal 1. Tingkat pendidikan Seorang yang mempunyai tingkat pendidikan yang lebih tinggi biasanya akan lebih termotivasi karena sudah memiliki wawasan yang lebih luas dibandingkan dengan karyawan yang lebih rendah tingkat pendidikannya, demikian juga sebaliknya jika tingkat pendidikan yang dimiliki tidak digunakan secara maksimal ataupun tidak dihargai oleh seorang manajer maka hal ini akan menyebabkan karyawan tersebut mempunyai yang rendah dalam bekerja 2. Kematangan pribadi Orang yang bersifat egois dan kurang peka dalam menerima motivasi yang diberikan sehingga sulit untuk dapat bekerja sama dalam motivasi kerja. Oleh karena itu kematang pribadi akan memepengaruhi motivasinya. 3. Keinginan dan harapan pribadi Seseorang mau bekerja keras bila ada harapan pribadi yang hendak diwujudkan menjadi kenyataan 4. Kebutuhan
45
Kebutuhan biasanyasejajar dengan motivasi, semakin besar kebutuhan seseorang maka semakin besar pula motivasi karyawan untuk bekerja keras 5. Kelelahan dan kebosanan Faktor kelelahan dan kebosanan juga mempengaruhi motivasi dan semangat kerja. Jika seseorang merasa leleh dan
bosan
dengan
pekerjaannya
maka
hal
ini
kan
berpengaruh juga pada motivasinya dalam bekerja. 6. Kepuasan kerja Kepusan mempunyai hubungan yang sangat kuat dengan tinggi rendahnya motivasi seseorang. Karyawan yang puas akan pekerjaannya akan mempunyai motivasi yang tinggi terhadap pekerjaannya. b. Faktor Eksternal 1. Kondisi lingkungan kerja Merupakan keseluruhan sarana dan prasarana yang ada disekitar karyawan yang sedang melakukan pekerjaan yang dapat mempengaruhi pelaksanaan pekerjaan itu sendiri. Lingkunagn pekerjaan ini meliputi tempat bekerja, fasilitas, alat, kebersihan, ketenangan dan juga hubungan kerja antara orang yang ada di tempat tersebut. 2. Kompensasi yang memadai Merupakan alat motivasi yang efektif bagi perusahaan untuk memeberikan dorongan kepada karyawan untuk bekerja secara baik. Dalam hal pemberian gaji beberapa faktor yang harus diperhatiakn, diantaranya: a) Arti gaji bagi karyawan Bagi seorang karyawan gaji mempunyai arti yang mendalam, yakni sesuatu yang dapat mempengaruhi tingkat kehidupan karyawan yang bersangkutan bersama keluarganya. b) Dasar pemberian gaji Ada beberapa dasar dalam pemberian gaji. Satu diantaranya adalah “ hasil kerja “ yakni gaji diberikan
46
berdasarkan jumlah atau nilai barang yang dijual atau yang dihasilkan. 3. Supervisi yang baik Menurut Mathis (2006) menyatakan bahwa pekerjaan yang dilakukan oleh seorang supervisor dalam memberikan inspirasi, semangat dan dorongan pada orang lain untuk megambil tindakan. Pemberian dorongan ini dimaksudkan untuk mengingatkan karyawan agar bersemangat dan dapat mencapai hasil yang diharapkan.oleh karena itu seorang supervisor akan memahami akan sifat dan karakteristik bawahannya
. seorang supervisor harus membangun
hubungan yang positif dan membantu motivasi karyawan dengan berlaku adil dan tidak diskriminatif sehingga dapat meningkatkan kinerja karyawannya. 4. Status dan tanggung jawab Status atau kedudukan dalam jabatan merupakan dambaan dan harapan setiap karyawan dalam bekerja. Karyawan bukan hanya mengharapkan kompensasi semata tetapi suatu saat mereka berharap akan dapat kesempatan untuk menduduki jabatan yang ada dalam perusahaan di tempat kerjanya. Seseorang dengan menduduki jabatan akan meras dirinya dipercaya, diberi tanggung jawab dan wewenang yang lebih besar . jadi status dan tanggung jawab ini
merupakan
stimulus
karyawan 5. Peraturan yang fleksibel Peraturan yang ada
dalam
dalam
melaksanakan
tugas
perusahaan
dapat
mempengaruhi motivasi kerja karyawan . suatu peraturan yang bersifat melindungi dan diinformasikan secara jelas akan lebih memicu motivasi karyawan dalam bekerja. 2.7 Supervisi 1. Definisi Supervisi
47
Sebagai salah satu dari fungsi manajemen, pengertian supervisi telah berkembang secara khusus. Secara umum yang dimaksud dengan supervisi adalah melakukan pengamatan secara langsung dan berkala oleh atasan terhadap pekerjaan yang dilaksanakan oleh bawahan untuk kemudian apabila ditemukan masalah, segera diberikan petunjuk atau bantuan yang bersifat langsung guna mengatasinya (Azwar, 1996).
Muninjaya (1999)
menyatakan bahwa supervisi adalah salah satu bagian proses atau kegiatan dari fungsi pengawasan dan pengendalian (controlling). 2. Teknik Supervisi Keperawatan Supervisi keperawatan merupakan suatu proses pemberian sumber-sumber yang dibutuhkan perawat untuk menyelesaiakan tugas dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Dengan supervisi memungkinkan seorang manajer keperawatan dapat menemukan
berbagai
kendala
yang
dihadapi
dalam
pelaksanaan asuahan keperawatan di ruang yang bersangkutan melalui analisis secara komprehensif bersama-sama dengan anggota perawat secara efektif dan efesien. Melalui kegiatan supervisi seharusnya kualitas dan mutu pelayanan keperawatan menjadi
fokus
dan
menjadi
tujuan
utama,
bukan
malah
menyibukkan diri mencari kesalahan atau penyimpangan (Arwani, 2006). Teknik supervisi dibedakan menjadi dua, supervisi langsung dan tak langsung. a. Teknik Supervisi Secara Langsung. Supervisi yang dilakukan langsung pada kegiatan yang sedang
dilaksanakan.
Pada
waktu
supervisi
diharapkan
supervisor terlibat dalam kegiatan agar pengarahan dan pemberian petunjuk tidak dirasakan sebagai perintah Bittel, 1987 (dalam Wiyana, 2008). Cara memberikan supervisi efektif adalah :1) pengarahan harus lengkap dan mudah dipahami; 2)
48
menggunakan kata-kata yang tepat; 3) berbicara dengan jelas dan lambat; 4) berikan arahan yang logis; 5) Hindari banyak memberikan arahan pada satu waktu; 7) pastikan arahan yang diberikan dapat dipahami; 8) Pastikan bahwa arahan yang diberikan dilaksanakn atau perlu tindak lanjut Supervisi lansung dilakukan pada saat perawat sedang melaksanakan pengisian formulir dokumentasi asuhan keperawatan. Supervisi dilakukan pada kinerja pendokumentasian dengan mendampingi perawat dalam pengisian setiap komponen dalam proses keperawatan mulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi. Langkah-langkah yang digunakan dalam supervisi langsung (Wiyana, 2008): a. Informasikan kepada perawat yang akan disupervisi bahwa pendokumentasiannya akan disupervisi. b. Lakukan supervisi asuhan keperawatan pada saat perawat melakukan
pendokumentasian.
Supervisor
melihat
hasil
pendokumentasian secara langsung dihadapan perawat yang mendokumentasikan. c. Supervisor menilai setiap dokumentasi sesuai standar dengan asuhan keperawatan pakai yaitu menggunakan form A Depkes 2005. d. Supervisor menjelaskan, mengarahkan dan membimbing perawat yang disupervisi komponen pendokumentasian mulai dari
pengkajian,
pelaksanaan,
diagnosa
evaluasi
keperawatan,
kepada
perawat
perencanaan, yang
sedang
menjalankan pencacatan dokumentasi asuhan keperawatan sesuai form A dari Depkes. e. Mencatat hasil supervisi dan menyimpan dalam dokumen supervisi. b. Secara Tidak Langsung.
49
Supervisi tidak langsung adalah supervisi yang dilakukan melalui laporan baik tertulis maupun lisan. Perawat supervisor tidak melihat langsung apa yang terjadi di lapangan sehingga memungkinkan terjadinya kesenjangan fakta. Umpan balik dapat diberikan secara tertulis (Bittel, 1987 dalam Wiyana, 2008). Langkah-langkah Supervisi tak langsung: a. Lakukan supervisi secara tak langsung dengan melihat hasil dokumentasi pada buku rekam medik perawat. b. Pilih salah satu dokumen asuhan keperawatan. c. Periksa kelengkapan dokumentasi sesuai dengan standar dokumentasi asuhan keperawatan yang ditetapkan rumah sakit yaitu form A dari Depkes. d. Memberikan penilaian atas dokumentasi yang di supervisi dengan memberikan tanda bila ada yang masih kurang dan berikan
cacatan
tertulis
pada
perawat
yang
mendokumentasikan. e. Memberikan catatan pada lembar dokumentasi yang tidak lengkap atau sesuai standar. One-to-one supervision
Advantages •
: Bisa
dilakukan •
dengan supervisi disiplin
dari yang
sama atau yang berbeda
•
Disadvantages
Anda lebih mungkin
•
Kemungkinan
utuk menghadiri sesi
ketidakcocokan
supervisi
dengan supervisor •
Membangun
Tidak
mendapat
hubungan
manfaat
kepercayaan dengan
pandangan, opini,
supervisor
perspektif
Ada
privasi
yang
tidak
berbicara
didepan
yang
lain
untuk nyaman
dari
•
Menjadi
terlalu
bernafsu
teman
50
•
Anda
akan
untuk
bersiap
sesi
lebih
personal
untuk
kebutuhan
dan
praktek •
Mudah untuk diatur
•
Terus menerus Advantages
Group Supervision
•
Mendapat dari
:
Disadvantages
manfaat
bimbingan
•
Anggota kelompok
dan
dan
supervisor
Direkomendasi-
keahlian
dari
harus menghadapi
kan maksimal 4
supervisor
dan
dinamika
orang
anggota kelompok
per
kelompok
•
Biaya lebih efektif
•
Dapat
•
kelompok •
tidak
menstimulus
dinamika kelompok
berpengalaman
Dapat
mungkin
terdiri
dari •
yang berbeda Dapat
merasa
terancam
tingakt dan area klinik •
Untuk staf yang
Ketrampilan tingakat
membangun
tinggi
hubungan suportif dan
harus dimiliki oleh
fasilitatif
dengan
supervisor
anggota
kelompok
•
Mungkin membutuhkan
yang lain
waktu lama Peer Supervision
Advantages •
Anggota
:
lebih
Kelompok
memahami
yang
tertentu
Disadvantages
kelompok
•
mungkin isu karena
Mungkin
sulit
untuk diatur •
Kemungkinan bahwa
menjadi
51
praktisi-
mereka berhubungan
‘insular’
hanya
praktisinya
dengan area praktek
berfokus
pada
Dapat mendiskusikan
spesialitas mereka
pengembangan baru
dan mengabaikan
dari
area
klinik
yang
•
sama
konteks yang lebih luas •
Berpotensi bersifat atau
untuk
personal ‘close
to
home’. Apabila isu yang
dibahas
tentang individu di area yang sama, menungkinkan untuk
terjadi
konflik yang dapat
Managemen
•
Menunjukkan
supervision
komitmen
dan
:
dukungan
untuk
Individu manajer
percaya
diri
individu
yang
Kesulitan meisahkan peran
supervisi dari manajer
disupervisi oleh
rasa
bersangkutan. Disadvantages
Advantages •
t
merusak
antar
manajer
dan supervisi •
Supervise cenderung menjadi
terlalu
terbuka (disclosure) 3. Prinsip – Prinsip Supervisi :
52
a. b. c. d.
Didasarkan atas hubungan professional dan bukan pribadi Kegiatan direncanakan secara matang Bersifat edukatif, suportif Memberikan perasaan aman pada staf dan pelaksanaan
keperawatan e. Membentuk kerjasama yang demokratis antara supervisor dengan staf dalam pelaksaan keperawatan. f. Objektif dan harus mampu melakukan self evaluation g. Progresif, inovatif, fleksibel dan dapat mengembangkan kelebihan masing-masing staf dan pelaksana keperawatan h. Konstruktif dan kreatif dalam mengembangkan diri disesuaikan dengan kebutuhan i. Dapat meningkatkan
kinerja
bawahan
dalam
upaya
meningkatkan kwalitas asuhan keperawatan. 4. Kategori Supervisi 1. Klinikal Refleksi kasus kompleks, pendekatan terhadap tindakan dan asuhan , perencanaan dan evaluasi 2. Managerial Fokus terhadap keseimbangan
beban
kerja,
prosedur
administratif, perencanaan , strategi, pengumpulan data, audit, rekruitmen dan retensi, komunikasi. 3. Personal Isu interpersonal staf. tekanan pekerjaan , motivasi, kepuasan kerja ,isu kelompok 4. Professional Refleksi terhadap skill dan peran professional dalam tim multidisiplin,
teridentifikasi kebutuhan
pengembangan dan pelatihan. 5. Tujuan supervisi Klinis a. Memotivasi perawat b. Asuhan yang diberikan berpusat pada klien dan standar keamanan c. Meningkatkan pelayanan yang diberikan dengan menggunakan system evaluasi d. Peluang pembelajaran baru e. Meningkatkan rekruitmen dan retensi staf f. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas
53
6. Macam – Macam Supervisi Klinis 1. Edukatif (formatif) a. bagaimana mengembangkan pemahaman dan kemampuan skill b. bagaimana memahami klien menjadi lebih baik c. bagaimana mengembangkan kepedulian dan refleksi dalam intervensi d. bagaimana mengekplorasi jalan lain dalam bekerja 2. Supportif (restorative) Mengeksplorasi reaksi emosional terhadap nyeri, konflik dan pengalaman perasaan selama mengelola klien sehingga dapat mengurangi perawat keluar dari pekerjaan 3. Managerial (normative) a. Bagaimana melakukan kualiti kontrol b. Bagaimana memastikan perawat bekerja sesuai standar 2.8 Pendelegasian Agar pendelegasian wewenang dapat berhasil dengan baik, sesuai dengan tujuan, maka harus dilakukan dengan tepat atau baik pula. Adapun syarat-syaratnya seperti yang dikemukakan oleh Drs. Sutrisno :
Adanya kesediaan atau keikhlasan atasan untuk memberikan pelimpahan. Dengan kesediaan dan keikhlasan yang tulus akan menimbulkan hubungan kejiwaan yang dekat antara atasan dan bawahan tersebut hal ini penting dalam usaha
menimbulkan perasaan rasa percaya di antara keduanya. Tiap-tiap bawahan yang mendapat pelimpahan harus mempertimbangkan diserahkan
kepada
kemampuannya. bawahan
harus
Wewenang sesuai
yang dengan
kemampuan bawahan. Di samping bawahan harus mengukur kemampuan sendiri, atasan harus pula menimbang-nimbang kemampuan dalam hubungannya dengan wewenang yang
54
akan dilimpahkan, baik kemampuan jasmaniah maupun kemampuan rokhaniah. Dengan demikian tidak akan terjadi wewenang
yang
dilimpahkan
tidak
sesuai
dengan
kemampuan bawahan, sebab apabila tidak sesuai akan dapat menimbulkan
resiko,
yang
pada
akhirnya
juga
akan
ditanggung atasan bersangkutan. Tugas dan wewenang yang diserahkan harus jelas, bawahan mengerti keinginan atasan dengan adanya pelimpahan itu. Tugas, wewenang demikian pula tanggung jawabnya harus dirumuskan dengan jelas. Ketidakjelasan akan menimbulkan kesukaran-kesukaran dalam realisasinya, karena tidak tahu arah atau batas-batas yang boleh dan tidak dapat dilakukan. Demikian pula harus diketahui oleh bawahan kecenderungan dari pada keinginan-keinginan atasan yang melimpahkan wewenang, demikian itu agar pelaksanaan tugas dan wewenang mengarah kepada tujuan yang ditentukan oleh
atasan. Pelimpahan yang telah diberikan tidak boleh diperlemah oleh atasan, yang mengakibatkan tidak tercapainya tujuan. Setelah pelimpahan dilakukan, atasan jangan selalu mencampurinya, lebih-lebih mencampuri secara demonstratif yang demikian akan mengakibatkan keresahan jiwa dan justru akan dapat mengakibatkan patah semangat bagi bawahan.
Ada empat kegiatan dalam delegasi wewenang: 1. Manager perawat/bidan menetapkan
dan
memberikan tugas dan tujuannya kepada orang yang diberi pelimpahan; 2.
Manajer
melimpahkan
wewenang
yang
diperlukan untuk mencapai tujuan; 3. Perawat/bidan yang menerima delegasi baik eksplisit maupun implisit menimbulkan kewajiban dan tanggung jawab.
55
4.
Manajer
perawat/bidan
menerima
pertanggungjawaban (akontabilitas) atas hasil yang telah dicapai. Alasan Pendelegasian Ada beberapa alasan mengapa pendelegasian diperlukan: 1. Pendelegasian memungkinkan manajer perawat/bidan mencapai hasil yang lebih baik dari pada semua kegiatan ditangani sendiri. 2. Agar organisasi berjalan lebih efisien. 3. Pendelegasian memungkinkan manajer perawat/bidan dapat memusatkan perhatian terhadap tugas-tugas prioritas yang lebih penting. 4. Dengan pendelegasian, memungkinkan bawahan untuk tumbuh dan berkembang, bahkan dapat dipergunakan sebagai bahan informasi untuk belajar dari kesalahan atau keberhasilan. 2.9 Manajemen Konflik 1. Definisi Konflik Ketidaksesuaian (perbedaan sesuatu) antara 2 orang atau lebih anggota-anggota atau kelompok-kelompok organisasi 2. Jenis-Jenis Konflik Menurut James A.F. Stoner dan Charles Wankel dikenal ada lima
jenis
konflik
yaitu
konflik
intrapersonal,
konflik
interpersonal, konflik antar individu dan kelompok, konflik antar kelompok dan konflik antar organisasi. a. Konflik Intrapersonal Konflik intrapersonal adalah konflik seseorang dengan dirinya sendiri. Konflik terjadi bila pada waktu yang sama seseorang memiliki dua keinginan yang tidak mungkin dipenuhi sekaligus. Sebagaimana diketahui bahwa dalam diri seseorang itu biasanya terdapat hal-hal sebagai berikut: 1. Sejumlah kebutuhan-kebutuhan dan peranan-peranan yang bersaing
56
2. Beraneka macam cara yang berbeda yang mendorong peranan-peranan
dan
kebutuhan-kebutuhan
itu
terlahirkan. 3. Banyaknya bentuk halangan-halangan yang bisa terjadi di antara dorongan dan tujuan. 4. Terdapatnya baik aspek yang positif maupun negatif yang menghalangi tujuan-tujuan yang diinginkan. Hal-hal di atas dalam proses adaptasi seseorang terhadap lingkungannya
acapkali menimbulkan konflik.
Kalau konflik dibiarkan maka akan menimbulkan keadaan yang tidak menyenangkan. Ada tiga macam bentuk konflik intrapersonal yaitu : 1. Konflik pendekatan-pendekatan, contohnya orang yang dihadapkan pada dua pilihan yang sama-sama menarik. 2. Konflik pendekatan – penghindaran, contohnya orang yang
dihadapkan
pada
dua
pilihan
yang
sama
menyulitkan. 3. Konflik penghindaran-penghindaran, contohnya orang yang dihadapkan pada satu hal yang mempunyai nilai positif dan negatif sekaligus. b. Konflik Interpersonal Konflik Interpersonal adalah seseorang
dengan
orang
lain
pertentangan karena
antar
pertentengan
kepentingan atau keinginan. Hal ini sering terjadi antara dua orang yang berbeda status, jabatan, bidang kerja dan lainlain. Konflik interpersonal ini merupakan suatu dinamika yang amat penting dalam perilaku organisasi. Karena konflik semacam ini akan melibatkan beberapa peranan dari beberapa anggota organisasi yang tidak bisa tidak akan mempngaruhi proses pencapaian tujuan organisasi tersebut. c. Konflik antar individu-individu dan kelompok-kelompok Hal ini seringkali berhubungan dengan cara individu menghadapi tekanan-tekanan untuk mencapai konformitas, yang ditekankan kepada mereka oleh kelompok kerja
57
mereka. Sebagai contoh dapat dikatakan bahwa seseorang individu dapat dihukum oleh kelompok kerjanya karena ia tidak dapat mencapai norma-norma produktivitas kelompok dimana ia berada. d. Konflik antara kelompok dalam organisasi yang sama Konflik ini merupakan tipe konflik yang banyak terjadi di dalam organisasi-organisasi. Konflik antar lini dan staf, pekerja dan pekerja – manajemen merupakan dua macam bidang konflik antar kelompok. e. Konflik antara organisasi Contoh seperti di bidang ekonomi dimana Amerika Serikat dan negara-negara lain dianggap sebagai bentuk konflik,
dan
konflik
ini
biasanya
disebut
dengan
persaingan.Konflik ini berdasarkan pengalaman ternyata telah menyebabkan
timbulnya
pengembangan
produk-
produk baru, teknologi baru dan servis baru, harga lebih rendah dan pemanfaatan sumber daya secara lebih efisien. 2.10
Indikator Mutu Pelayanan Rumah Sakit Menurut Donabedian, pengukuran mutu pelayanan kesehatan dapat diukur dengan menggunakan 3 variabel, yaitu: 1. Input (struktur) Segala sumber daya yang diperlukan untuk melakukan pelayanan kesehatan seperti tenaga, dana, obat, fasilitas, peralatan, bahan, teknologi, organisasi, informasi, dan lain-lain. Pelayanan kesehatan yang bermutu memerlukan dukungan input yang bermutu pula. Hbungan struktur dengan mutu pelayanan
kesehatan
adalah
dalam
perencanaan
dan
pergerakan pelaksanaan pelayanan kesehatan. 2. Proses
58
Interaksi profesiaonal antara pemberi dan penerima pelayanan. Proses ini merupakan variabel penilaian mutu yang penting. 3. Output/ Outcome Hasil pelayanan kesehatan, merupakan perubahan yang terjadi pada penerima pelayanan (pasien / masyarakat), termasuk kepuasan dari penerima pelayanan. 1. Definisi dan Cara Pemakaian Indikator Mutu Pelayanan Rumah Sakit Indikator adalah variable yang digunakan untuk menilai suatu penampilan dari suatu kegiatan dengan menggunakan instrumen. Indikator merupakan variable yang digunakan untuk menilai suatu perubahan. Menurut WHO, indikator adalah variable untuk mengukur perubahan. Indikator sering digunakan terutama bila perubahan tersebut tidak dapat diukur. Indikator yang ideal harus memiliki 4 kriteria, yaitu: 1. Shahih (valid), yaitu benar –benar dapat dipakai untuk mengukur aspek yang akan dinilai 2. Dapat dipercaya (realible), yaitu mampu menunjukkan hasil yang sama pada saat yang berulangkali untuk waktu sekarang maupun akan datang 3. Sensitive, yaitu cukup peka untuk mengukur sehingga jumlahnya tidak perlu banyak 4. Spesifik, yaitu memberikan gambaran perubahan ukuran yang jelas, tidak bertumpang tindih Indikator mutu pelayanan rumah sakit akan mempunyai manfaat yang sangat banyak bagi penglola rumah sakit, terutama untuk mengukur kinerja rumah sakit itu sendiri (self assesment). Manfaat tersebut antara lain sebagai alat untuk melaksanakan management kontrol dan alat untuk mendukung
59
pengambilan keputusan dalam rangka perencanaan kegiatan untuk masa yang akan datang. 2. Jenis Indikator Mutu Pelayanan Rumah Sakit 1. Indikator pelayanan non-bedah, terdiri dari: Angka pasien yang dekubitus Angka kejadian infeksi dengan jarum infus Angka kejadian penyulit / infeksi karena tranfusi darah Angka ketidaklengkapan pangisian catatan medik Angka keterlambatan pelayanan pertama gawat darurat 2. Indikator pelayanan bedah Angka infeksi luka operasi Angka komplikasi pasca bedah Waktu tunggu sebelum operasi elektif Angka appendik normal 2.11
Operan / Timbang Terima A. Definisi Operan merupakan teknik atau cara menyampaikan dan menerima sesuatu (laporan) yang berkaitan dengan keadaan klien. B. Tujuan 1. Menyampaikan kondisi atau keadaan umum klien 2. Menyampaikan hal – hal penting yang perlu ditindaklanjuti oleh dinas berikutnya 3. Tersusunnya rencana kerja untuk dinas berikutnya 4. Perawat dapat mengikuti perkembangan klien secara paripurna 5. Meningkatkan kemampuan komunikasi antar perawat. 6. Akan terjalin suatu hubungan kerjasama yang bertanggung jawab antar anggota tim perawat 7. Terlaksananya asuhan keperawatan terhadap klien yang berkesinambungan C. Langkah-langkah
60
1.
Kedua kelompok dinas sudah siap
2.
Shift yang mau menyerahkan, mengoperkan, mempersiapkan hal-hal yang akan disampaikan
3.
Perawat primer menyampaikan kepada penanggung jawab shift selanjutnya meliputi:
a. Kondisi atau keadaan umum klien b. Tindak lanjut untuk dinas yang menerima operan c. Rencana kerja untuk dinas yang menerima operan d. Penyampaian nomor 3 dilakukan dengan jelas singkat dan tidak buru–buru. e. Perawat primer dan anggota kedua shift dinas bersama–sama langsung melihat keadaan klien f. Memberikan kesempatan kepada anggota shift yang dioperkan untuk bertanya tentang hal–hal atau tindakan yang kurang jelas g. Mengoperkan semua bekas catatan perawatan kepada perawat yang menjalankan tugas selanjutnya. D. Manfaat 1. Dapat menyampaikan hal-hal penting yang perlu ditindak lanjuti oleh perawat pada shift berikutnya. 2. Dapat melakukan cross check ulang tentang hal-hal yang dilaporkan dengan keadaan klien yang sebenarnya. 3. Klien dapat menyampaikan masalahnya secara langsung bila ada yang belum terungkap. E. Metode Pelaporan 1. Perawat yang bertanggung jawab terhadap pasien melaporkan langsung kepada perawat penanggung jawab berikutnya. Cara ini memberikan kesempatan diskusi yang maksimal untuk kelanjutan dan kejelasan rencana keperawatan.
61
2. Pelaksanaan timbang terima dapat juga dilakukan di ruang perawat kemudian dilanjutkan dengan berkeliling mengunjungi klien satu persatu. F. Prosedur Pelaksanaan 1. Kedua kelompok dinas sudah siap. 2. Perawat yang melaksanakan timbang terima mengkaji secara penuh terhadap masalah, kebutuhan dan segenap tindakan yang telah dilaksanakan serta hal-hal yang penting lainnya selama masa perawatan (tanggung jawab). 3. Hal-hal yang sifatnya khusus, memerlukan perincian yang matang
sebaiknya
dicatat
khusus
untuk
kemudian
diserahterimakan kepada petugas berikutnya. 4. Hal-hal yang perlu disampaikan dalam timbang terima: a)
Identitas klien dan diagnosa medis.
b)
Masalah Keperawatan yang masih muncul.
c)
Tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan (secara umum).
d)
Intervensi kolaboratif yang telah dilaksanakan.
e)
Rencana umum dan persiapan yang perlu dilakukan dalam kegiatan operatif, pemeriksaan laboratorium/pemeriksaan penunjang lain, persiapan untuk konsultasi atau prosedur yang tidak rutin dijalankan.
f)
Prosedur rutin yang biasa dijalankan tidak perlu dilaporkan.
5. Perawat yang melakukan timbang terima dapat melakukan klarifikasi, tanya jawab dan melakukan validasi terhadap hal-hal yang
telah
ditimbang
terimakan
atau
berhak
terhadap
keterangan-keterangan yang kurang jelas. 6. Sedapat-dapatnya, mengupayakan penyampaian yang jelas, singkat dan padat.
62
7. Lama timbang terima tiap pasien tidak lebih dari 5 menit, kecuali dalam kondisi khusus dan memerlukan keterangan yang rumit. G. Hal-hal yang perlu Diperhatikan 1.
Dilaksanakan tepat waktu pada saat pergantian dinas yang disepakati.
2.
Dipimpin oleh penanggung jawab klien/perawat primer.
3.
Diikuti oleh semua perawat yang telah dan akan dinas.
4.
adanya unsur bimbingan dan pengarahan dari penanggung jawab.
5.
Informasi
yang
disampaikan
harus
akurat,
singkat,
sistematik dan menggambarkan kondisi klien pada saat ini serta kerahasiaan klien. 6.
Timbang
terima
harus
berorientasi
pada
masalah
keperawatan yang ada pada klien, dengan kata lain informasi yang diberikan berawal dari masalahnya terlebih dahulu (setelah diketahui melalui pengkajian), baru kemudian terhadap tindakan yang telah dilakukan dan belum dilakukan serta perkembangan setelah dilakukan tindakan. 7.
Timbang terima dilakukan didekat pasien, menggunakan volume suara yang pelan dan tegas (tidak berbisik) agar klien disebelahnya tidak mendengarkan apa yang dibicarakan untuk menjaga privasi klien, terutama mengenai hal-hal yang perlu dirahasiakan sebaiknya tidak dibicarakan secara langsung di dekat klien.
8.
Bila ada informasi yang mungkin membuat klien terkejut sebaiknya jangan dibicarakan didekat klien tetapi diruang perawat.
H. Petunjuk teknis serah terima pasien
63
1.
Perawat yang melaksanakan timbang terima mengkaji secara penuh terhadap masalah, kebutuhan dan segenap tindakan yang telah dilaksanakan serta hal-hal yang penting lainnya selama masa perawatan (tanggung jawab).
2.
Hal-hal yang sifatnya khusus, memerlukan perincian yang matang sebaiknya dicatat secara khusus untuk diserah terimakan pada petugas berikutnya.
3.
Hal-hal yang disampaikan dalam timbang terima: -
Identitas pasien dan diagnosa medis
-
Masalah keperawatan yang masih muncul
-
Tindakan
keperawatan
yang
telah
dilaksanakan
(secara umum) -
Intervensi kolaboratif yang telah dilaksanakan
-
Rencana umum dan persiapan yang perlu dilakukan dalam
kegiatan
operatif,
pemerikasaan
laboratorik/pemeriksaan penunjang lain, persiapan untuk konsultasi atau terhadap prosedur yang tidak rutin dijalankan -
Prosedur rutin
yang biasa dilakukan tidak perlu
disampaikan 4.
Perawat yang melaksanakan timbang terima dapat melakukan klarifikasi, tanya jawab dan melakukan validasi terhadap hal-hal yang telah ditimbang terimakan atau berhak bertanya terhadap keterangan-keterangan yang kurang jelas.
5.
Sedapat-dapatnya mengupayakan penyampaian yang jelas, singkat dan padat.
6.
Lama timbang terima untuk setiap pasien tidak lebih dari 5 menit, kecuali dalam kondisi khusus dan memerlukan keterangan yang rumit
2.12
Ronde Keperawatan A. Pengertian
64
Adalah suatu kegiatan membahas asuhan keperawatan pada kasus tertentu
yang dilakukan oleh perawat konsuler,
kepala ruangan, Kabid yang melibatkan seluruh anggota tim. B. Karakteristik Klien dilibatkan secara langsung Klien merupakan focus kegiatan PA, PP dan konsuler melakukan diskusi Konsuler memfasilitasi kreatifitas Konsuler membantu mengembangkan kemampuan PA, PP meningkatkan kemampuan mengatasi masalah C. Tujuan 1. Menumbuhkan cara berpikir kritis 2. Menumbuhkan pemikiran tentang tindakan keperawatan yang berasal dari masalah klien 3. Meningkatkan pola pikir sistematis 4. Meningkatkan validitas data klien 5. Menilai kemampuan menentukan diagnosa keperawatan 6. Meningkatkan kemampuan justifikasi 7. Meningkatkan kemampuan menilai hasil kerja 8. Meningkatkan kemampuan memodifikasi renpra Kasus yang akan dibahas dalam ronde keperawatan harus ditetapkan paling lambat satu hari sebelum pelaksanaan. Klien dan keluarga akan dilibatkan dalama kegiatan ini, sehingga ada kemungkinan ada perasaan kurang nyaman dan privacy terganggu. Dalam hal ini diperlukan informed concent sebagai aspek legal. D. Peran PP dan PA
65
Menjelaskan keadaan dan data demografi klien. Menjelaskan masalah keperawatan utama Menjelaskan intervensi yang dilakukan Menjelaskan hasil yang didapat Menentukan tindakan selanjutnya Menjelaskan alasan ilmiah tindakan yang diambil E. Peran perawat Konsuler Memberikan justifikasi. Memberikan reinforcement. Menilai kebenaran dari masalah dan intervensi keperawatan serta rasional tindakan. Mengarahkan dan koreksi. Mengintegrasikan teori dan konsep yang telah dipelajari. F. Langkah-langkah a. Persiapan ronde keperawatan (pra ronde) 1. Penjelasan tentang klien oleh perawat yang mengelola/ merawat.
Penjelasan
difokuskan
pada
diagnosa
keperawatan yang dianggap perlu didiskusikan. 2. Diskusi antara anggota tim tentang kasus tersebut. 3. Menempatkan hal-hal yang perlu diperhatikan pada proses keperawatan klien tersebut dan pada saat ronde. b. Pelaksanan Ronde Seluruh anggota tim dan perawat konsuler menemui klien dan melaksaanakan tindakan yang telah ditetapkan pada saat pra ronde. Perawat yang paling berperan adalah perawat pelaksana yang merawat klien tersebut dan perawat konsulen. c. Paska ronde
66
Mendiskusikan hasil temuan pada klien tersebut dan menetapkan tindakan yang perlu dilakukan 2.13
Klasifikasi Tingkat Ketergantungan Pasien (Berdasarkan Teori
Orem: Self Care) No. I.
1.
KLASIFIKASI DAN KRITERIA MINIMAL CARE Pasien bisa mandiri/ hampir tidak memerlukan bantuan: a.
Mampu naik turun tempat tidur
b.
Mampu ambulasi dan berjalan sendiri
c.
Makan dan minum sendiri
d.
Mampu mandi sendiri/ mandi sebagian dengan bantuan
e.
Mampu membersihkan mulut (sikat gigi sendiri)
f.
Mampu
berpakaian
dan
berdandan
dengan
sedikit bantuan 2. 3. 4. II.
g. Mampu BAK dan BAB dengan sedikit bantuan Status psikologis stabil Pasien dirawat untuk prosedur diagnostic Operasi ringan PARTIAL CARE Pasien memerlukan bantuan perawat sebagian: a. Membutuhkan bantuan 1 orang untuk naik-turun tempat tidur b. Membutuhkan bantuan untuk ambulasi/ berjalan
1.
c. Membutuhkna bantuan dalam menyiapkan makanan d. Membutuhkan bantuan untuk makan e. Membutuhkan bantuan dalam membersihkan mulut f. Membutuhkan bantuan untuk berpakaian dan berdandan g. Membutuhkan bantuan untuk BAB dan BAK (tempat tidur/
2. 3. 4. 5. 6.
kamar mandi) Pasca operasi minor (24 jam) Melewati fase akut dari pascaoperasi mayor Fase awal dari penyembuhan Observasi tanda-tanda vital setiap 4 jam Ganguan operasional ringan
67
III
TOTAL CARE Pasien memerlukan
bantuan
perawat
sepenuhnya
dan
memerlukan waktu perawatan yang lebih lama a. Membutuhkan 2 orang atau lebih untuk mobilisasi dari tempat tidur ke kereta dorong/ kursi roda b. Membutuhkan latihan pasif c. Kebutuan nutrisi dan cairan dipenuhi melalui intravena 1.
(infus) atau NG Tube (sonde) d. Membutuhkan bantuan untuk membersihkan mulut e. Membutuhkan bantuan penuh untuk berdandan dan berpakaian f. Dimandikan perawat/ keluarga g. Dalam
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 2.14
keadaan
inkontinensia,
pasien
menggunakan
kateter Setelah 24 jam pascaoperasi mayor Pasien dalam keadaaan tidak sadar Keadaan pasien tidak stabil Observasi setiap kurang 2 jam Perawatan luka bakar Perawatan kolostomimenggunakan alat bantu pernafasan Menggunakan WSD Irigasi kandung kemih secara terus menerus Menggunakan alat traksi (skeletal traksi) Fraktur atau pasca operasi tulang belakang/ leher Gangguan emosional berat, bingung, disorientasi.
Pedoman Patient Safety 1. Pengertian: Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi asesmen resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan
tindak
lanjutnya
serta
implementasi
solusi
untuk
meminimalkan timbulnya resiko. Sistem tersebut diharapkan
68
dapat mencegah terjadinya cedera yan disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan (Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah sakit, Depkes R.I, 2006). 2. Tujuan sistem keselamatan pasien RS 1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di RS 2. Meningkatnya
akuntabilitas
RS
terhadap
pasien
dan
masyarakat 3. Menurunnya KTD di RS 4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak trjadi pengulangan KTD (Buku Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah sakit, Depkes R.I. 2006) 3. Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit Menurut Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah sakit (Depkes R.I. 2006): 1. MEMBANGUN KESADARAN AKAN NILAI KP, menciptakan kepemimpinan & budaya yg terbuka & adil. 2. MEMIMPIN DAN DUKUNG STAF ANDA, membangun komitmen & fokus yang kuat & jelas tentang KP di RS Anda 3. MENGINTEGRASIKAN AKTIVITAS PENGELOLAAN RISIKO, mengembangkan sistem & proses pengelolaan risiko, serta melakukan identifikasi & asesmen hal yang potensial bermasalah 4. MENGEMBANGKAN SISTEM PELAPORAN, memastikan staf 5. Agar dgn mudah dapat melaporkan kejadian / insiden, serta RS mengatur pelaporan kepada KKP-RS. 6. MELIBATKAN DAN BERKOMUNIKASI DENGAN PASIEN, Mengembangkan cara-cara komunikasi yg terbuka dgn pasien
69
7. MELAKUKAN
KEGIATAN
BELAJAR
&
BERBAGI
PENGALAMAN TENTANG KP, mendorong staf anda utk melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana & mengapa kejadian itu timbul 8. MENCEGAH CEDERA MELALUI IMPLEMENTASI SISTEM KP, Menggunakan informasi yang ada tentang kejadian / masalah
untuk
melakukan
perubahan
pada
sistem
pelayanan. 4. Standar Keselamatan Pasien RS (KARS – DepKes) 1. Hak pasien Standar: Pasien
dan keluarganya
mempunyai
hak untuk
mendapatkan informasi tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk
kemungkinan
terjadinya
Kejadian
Tidak
Diharapkan. Kriteria: Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan, dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan, dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan secara jelas dan benar kepada pasien
dan
keluarganya
tentang
rencana
dan
hasil
pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya Kejadian Tidak Diharapkan 2. Mendidik pasien dan keluarga Standar: RS harus mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien. Kriteria : Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan keterlibatan pasien yang merupakan partner dalam proses pelayanan. Karena itu, di RS harus ada sistem dan mekanisme mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan
70
pasien. Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien dan keluarga dapat : Memberikan informasi yang benar, jelas, lengkap dan jujur, mengetahui kewajiban dan tanggung jawab pasien dan keluarga, mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti, memahami dan menerima konsekuensi
pelayanan,
menghormati
peraturan
mematuhi RS,
instruksi
memperlihatkan
dan sikap
menghormati dan tenggang rasa dan emenuhi kewajiban finansial yang disepakati. 3. Keselamatan pasien dan asuhan berkesinambungan Standar : RS
menjamin
kesinambungan
pelayanan
dan
menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan. Kriteria : Terdapat koordinasi pelayanan secara menyeluruh mulai dari saat pasien masuk, pemeriksaan, diagnosis, perencanaan pelayanan, tindakan pengobatan, rujukan dan saat pasien keluar dari RS, terdapat koordinasi pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan kelayakan sumber daya secara berkesinambungan sehingga pada seluruh tahap pelayanan transisi antar unit pelayanan dapat berjalan baik dan lancar, terdapat koordinasi pelayanan yang mencakup peningkatan komunikasi untuk memfasilitasi dukungan keluarga, pelayanan keperawatan, pelayanan sosial, konsultasi dan rujukan, pelayanan kesehatan primer dan tindak lanjut lainnya, terdapat komunikasi dan transfer informasi
antar
profesi
kesehatan
sehingga
dapat
tercapainya proses koordinasi tanpa hambatan, aman dan efektif. 4. Penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja, untuk melakukan evaluasi dan meningkatkan keselamatan pasien
71
Standar : RS harus mendesain proses baru atau memperbaiki proses yang ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif Kejadian Tidak Diharapkan, dan melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien. Kriteria : Setiap RS harus melakukan proses perancangan (desain) yang baik, mengacu pada visi, misi, dan tujuan RS, kebutuhan pasien, petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik bisnis yang sehat, dan faktor-faktor lain yang berpotensi risiko bagi pasien sesuai dengan "Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien RS", setiap RS harus melakukan pengumpulan data kinerja yang antara lain terkait dengan: pelaporan insiden, akreditasi, manajemen risiko, utilisasi, mutu pelayanan, keuangan, setiap RS harus melakukan evaluasi intensif terkait dengan semua Kejadian Tidak Diharapkan, dan secara proaktif melakukan evaluasi satu
proses
kasus
risiko
tinggi,
setiap
RS
harus
menggunakan semua data dan informasi hasil analisis untuk menentukan perubahan sistem yang diperlukan, agar kinerja dan keselamatan pasien terjamin. 5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien Standar: Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program keselamatan pasien secara terintegrasi dalam organsasi melalui penerapan “Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah sakit”, pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan pasien dan program menekan atau mengurangi
72
kejadian
tidak
diharapkan,
pimpinan
mendorong
dan
menumbuhkan komunikasi dan oordinasi antar unit dan individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang keselamatan pasien, pimpinan mengalokasikan sumber daya
yang
menigkatkan
adekuat
untuk
kinerja
rumah
mengukur, mengkaji, sait
serta
dan
meningkatkan
keselamatan pasien dan pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas konribusinya dalam meningkatkan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien. Kriteria: Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan
pasien,
tersedia
program
proaktif
untuk
identifikasi risiko keselamatan dan program meminimalkan insiden,
yang
mencakup
jenis-jenis
kejadian
yang
memerlukan perhatian, mulai dari “kejadian nyaris cedera (Near miss) sampai dengan “Kejadian Tidak Diharapkan” (Adverse event), Tersedia mekanisme kerja untuk menjmin bahwa semua komponen dari rumah sakit terintregrasi dan berpatisipasi dalam program keselamatan pasien, tersedia prosedure “cepat tanggap” terhadap insiden, termasuk asuhan kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain dan penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk keperluan analisis. 6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien Standar : Rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan untuk meningkatkan dan memelihara kompetensi staf serta mendukung pendekatan interdisiplin dalam pelayanan pasien. Kriteria :
73
Setiap
rumah
sakit
harus
memiliki
program
pendidikan, pelatihan dan orientasi bagi staf baru yang memuat topik keselamatan pasien sesuai dengan tugasnya masing-masing, setiap rumah sakit harus megintregasikan topik keselamatan pasien dalam setiap kegiatan in-service training dan memberi pedoman yan jelas tentang pelaporan insiden dan setiap rumah sakit harus menyelenggarkan pelatihan tentang kerjasama kelompok (teamwork) guna mendukung pendekatan interdisiplin dan kolaboratif dalam rangka melayani pasien 7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien. Standar : Rumah sakit merencanakan dan mendesain proses manajemen informasi keelamatan pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi internal dan eksternal, transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat. Kriteria : Perlu disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang hal-hal terkait dengan keselamatan pasien, tesedia
mekanisme
identifikasi
masalah
dan
kendala
komunikasi untuk merevisi manajemen informasi yang ada. (Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah sakit, Depkes R.I. 2006) 5. Indikator Patient Safety Indikator patient safety merupakan ukuran yang digunakan untuk mengetahui tingkat keselamatan pasien selama dirawat di rumah sakit. Indikator ini dapat digunakan bersama dengan data pasien rawat inap yang sudah diperbolehkan meninggalkan rumah
sakit.
Indikator
patient
safety
bermanfaat
untuk
menggambarkan besarnya masalah yang dialami pasien selama
74
dirawat di rumah sakit, khususnya yang berkaitan dengan berbagai tindakan medik yang berpotensi menimbulkan risiko di sisi pasien. Dengan mendasarkan pada IPS ini maka rumah sakit dapat menetapkan upaya-upaya yang dapat mencegah timbulnya outcome klinik yang tidak diharapkan pada pasien. (Dwiprahasto, 2008). Secara umum IPS terdiri atas 2 jenis, yaitu IPS tingkat rumah sakit dan IPS tingkat area pelayanan. 1. Indikator tingkat rumah sakit (hospital level indicator) digunakan sebenarnya
untuk
mengukur
potensi
komplikasi
yang
dapat dicegah saat pasien mendapatkan
berbagai tindakan medik di rumah sakit. Indikator ini hanya mencakup
kasus-kasus
yang
merupakan
diagnosis
sekunder akibat terjadinya risiko pasca tindakan medik. 2. Indikator tingkat area mencakup semua risiko komplikasi akibat tindakan medik yang didokumentasikan di tingkat pelayanan
setempat
(kabupaten/kota).
Indikator
ini
mencakup diagnosis utama maupun diagnosis sekunder untuk komplikasi akibat tindakan medik. Tujuan penggunaan Indikator Patient Safety Indikator
patient
safety
(IPS)
bermanfaat
untuk
mengidentifikasi area-area pelayanan yang memerlukan pengamatan dan perbaikan lebih lanjut, seperti misalnya untuk menunjukkan: 1. Adanya penurunan mutu pelayanan dari waktu ke waktu. 2. bahwa suatu area pelayanan ternyata tidak memenuhi standar klinik atau terapi sebagaimana yang diharapkan
75
3. tingginya variasi antar rumah sakit dan antar pemberi pelayanan 4. disparitas geografi antar unit-unit pelayanan kesehatan (pemerintah
vs
swasta
atau
urban
vs
rural).
(Dwiprahasto, 2008). 6. Penerapan Pedoman Penting International Patient Safety Goals (IPSG) a. Target 1; Syarat 1 : Identifikasi Pasien secara Tepat. Identifikasi Pasien secara Tepat: Tujuan dari sasaran ini adalah untuk mendapatkan identitifikasi yang setepatnya dari individu yang menerima perawatan tersebut. Menggunakan paling sedikit dua (2) cara untuk menilai pasien ketika memberikan obat, darah atau produk dari darah; mengambil contoh darah dan spesimen-spesimen lain untuk pengujian secara klinis. Nomor ruangan pasien tidak diperbolehkan untuk digunakan sebagai pengenalan pasien,
pengenal yang digunakan untuk semua ,
pemeriksaan prosedur, pengantaran obat, pengambilan sampel dan spesimen, yaitu: - Nomor catatan medis pasien harus diperiksa - Tanggal lahirnya pasien harus diperiksa – ini harus dilakukan secara lisan atau mengenai pasien yang tidak sadar, harus ditunjukkan pada gelang nama pasien. Semua pasien yang diprosedur/dioperasi, akan diharuskan unutk memiliki 2 Gelang Nama pada salah satu diantara pergelangan tangan atau pergelangan kaki. b. Target 2; Syarat 2 : Meningkatkan Komunikasi yang Efektif. Meningkatkan komunikasi yang efektif: Komunikasi yg tidak efektif adalah hal yang paling sering disebutkan sebagai penyebab dalam kasus-kasus Sentinel. Komunikasi harus tepat pada waktunya, akurat, komplit, tidak rancu dan
76
dimengerti oleh sang penerima. Penelitian juga menunjukan bahwa penundaan dalam menanggapi hasil yang penting dapat mempengaruhi secara negatif hasil akhir pasien. Menerapkan sebuah proses/prosedur untuk perintah yang disampaikan melalui telepon (lisan), atau penyampaian hasil uji klinis penting, yang harus diverifikasi dengan “mengulang” selengkapnya perintah atau pun hasil uji klinis yang diterima, yang harus dilakukan oleh orang yang menerima informasi tersebut. RS harus mengembangkan dan mensosialisasikan sebuah sistem dimana semua perintah maupun hasil uji yang diterima harus diverifikasi atau ‘dibacakan ulang’ kepada pihak yang memberi perintah atau hasil uji klinis tersebut. Termasuk
pula
proses
dokumentasi
dam
penanda-
tanganan sebagai bentuk konfirmasi atas perintah/hasil uji yang diterima c. Target 3;Syarat 3 : Meningkatkan Keamanan Penggunaan Obat yang, Membutuhkan Perhatian. Meningkatkan Keamanan Penggunaan Obat yang, membutuhkan perhatian: manajamen obatobatan yang tepat merupakan faktor penting dalam menjamin keselamatan pasien: Memindahkan
semua
konsentrat
elektrolit
(termasuk
potasium klorida, potasium fosfat, sodium korida > 0.9%, dan tidak terbatas hanya itu semua) dari semua ruang perawatan pasien. Di RS, potasium banyak disimpan di berbagai area klinik. Penelitian di seluruh
dunia telah menunjukkan bahwa
tindakan ini menempatkan pasien dalam bahaya. d. Target 4; Syarat 4, 5, & 6 : Mengurangi Salah Lokasi, Salah Pasien dan Salah, Tindakan Operasi.
77
Mengurangi Salah lokasi, Salah Pasien dan Salah Tindakan Operasi: Tujuan dari target ini adalah untuk SELALU mengenali Tepat lokasi, Tepat pasien dan Tepat tindakan. Syarat 4 Melakukan “time out” tepat sebelum memulai sebuah operasi, untuk memastikan pasien, prosedur dan bagian tubuh yang akan dioperasi adalah tepat. Pada setiap RS pengecekan langkah- langkah pada setiap operasi atau tindakan sudah digunakan. Tetapi konsep “time out” akan menjadi hal baru bagi banyak staf medis di organisasi ini. “Time out” ini harus berupa pengecekan aktif (secara lisan), dilakukan di tempat dimana tindakan itu akan dilakukan dan melibatkan semua anggota tim dari operasi/
prosedur, termasuk
pula
dari
pasien,
bila
memungkinkan. RS J menerapkan proses ini dalam rangka memperoleh akreditasi dari JCI. Bukan, merupakan hal mudah untuk dijalankan, dan tentunya akan dibutuhkan revisi dokumen implementasi proses dan pendidikan untuk para staf, serta tak lupa, dukungan dari semua staf. Diharapkan, dengan berjalannya waktu, proses “time out” akan menjadi tindakan rutin di RS J. Syarat 5 Membuat suatu proses atau checklist untuk memeriksa semua dokumen dan peralatan yang diperlukan untuk operasi siap digunakan dan berfungsi dengan baik sebelum operasi dimulai. Di setiap Siloam Hospitals, penggunaan checklist sebelum operasi atau tindakan telah dilakukan. Untuk memenuhi kualifikasi di atas, bisa saja dibutuhkan revisi untuk memasukkan aspek-aspek penting dalam checklist.
78
Syarat 6 Berikan tanda pada bagian yang tepat dimana operasi akan dilakukan. Gunakan
tanda yang dapat dipahami
dengan jelas dan libatkan pasien dalam melakukan hal ini. Ini adalah konsep baru di RS. Pemberian tanda diharuskan untuk semua prosedur yang meliputi: - Perbedaan kanan dan kiri - Struktur Multipel (contoh: jari-jari tangan & kaki) - Tingkat-tingkat (contoh: tulang belakang) Pemberiaan tanda tidak diperlukan bila ada luka/lesi yang jelas dimana, luka/lesi tersebut menjadi bagian yang akan ditindak. Prosedur dental dikecualikan dari proses iniwalaupun dental x-ray harus diberi penandaan. Tanda harus jelas dan dimengerti oleh semua. Proses pemberian tanda harus terjadi sebelum memindahkan pasien ke lokasi dimana tindakan operasi akan dilakukan. Proses pemberian tanda adalah tanggung jawab dari dokter bedah atau asistennya. e. Target 5; Syarat 7 : Mengurangi Risiko Infeksi. Mengurangi
Risiko
Infeksi:
Penelitian
telah
membuktikan bahwa melakukan petunjuk cuci tangan akan mengurangi transmisi infeksi dari staf ke pasien. Hal ini akan mengurangi insiden kesehatan yang berhubungan dengan infeksi. Mengikuti sesuai dengan petunjuk cuci tangan yang telah dipublikasikan dan diterima secara umum. Di RS memiliki komitmen sepenuhnya untuk menyajikan praktek terbaik dalam Pedoman Infection Control. Untuk mendukung kegiatan mencuci tangan di wastafel dan penenempatan sabun cuci tangan, telah dan akan terus ditinjau ulang di seluruh rumah sakit.
79
Edukasi dan auditing adalah bagian yang penting dalam menjaga tingkat kesadaran. Pedoman Infection Control akan
terus
ditinjau-ulang
dan
diperbaharui
sesuai
kebutuhan, dan pedoman manual akan tersedia di seluruh area klinik untuk mencapai hasil terbaik. f. Target 6; Syarat 8 : Mengurangi risiko pasien cidera karena jatuh. Mengurangi risiko pasien cidera karena jatuh: Jatuh menjadi salah satu bagian besar dari penyebab cideranya pasien yang sedang dirawat di rumah sakit. Di RS akan menerapkan sistem dan proses yang menghasilkan pengkajian yang akurat dan berulang secara berkala pada setiap risiko jatuhnya pasien. Hal ini juga berhubungan dengan pengkajian ulang pola pemberian obat untuk pasien, dimana nomor dan tipe obat dapat menjadi penyebab langsung meningkatnya risiko pasien jatuh. Di RS juga akan menerapkan tindakan-tindakan preventif untuk mengurangi dan/ menghilangkan segala risiko yang telah teridentifikasi. Mengedukasi pasien, keluarga dan staf menjadi bagian yang penting dalam upaya menjaga tingkat kesadaran dan mengurangi
risiko
pasien.
Pedoman
IPSG
sedang
berlangsung di RS. Terimakasih kepada setiap dan semua orang yang sedang dan akan terus mendukung, serta terlibat di dalam semua proses perubahan dan penerapan. Keselamatan pasien dan hasil yang lebih baik adalah goal kita yang utama. 7. Meningkatkan keamanan pada high-alert medications Obat-obatan adalah salah satu bagian yang terpenting dalam penanganan pada pasien. Management dengan benar
80
untuk memastikan dalam pasien safety. Seperti, potassium chloride (2 mEq/ml atau konsentrasi yang lebih), pothasium phosphate, Sodium chloride (0,9%) atau dengan konsentrasi lebih), dan magnesium sulfate (50% atau konsentrasi lebih). Kesalahan ini dapat juga muncul ketika angota staff tidak engan benar mengorientasikan ke unit perawatan pasien, ketika perawat kontrak dan digunakan dan tidak berorientasi dengan benar, atau selama keadaan gawat darurat. High Allert Medication High Allert Medication adalah Obat-obatan yang menyebabkan resiko tinggi memperburuk pasien ketika diberikan kesalahan dalam pengobatan. Namun kesalahan mungkin atau tidak mungkin lebih banyak dengan obat-obatan ini. (JCI, 2007) Perencanaan proaktif untukmengurangi faktor resiko yang berhubungan dengan high-alert medications Tipe obat Insulin
Faktor Resiko Umum Rencana Proaktif Tidak ada system Menetapkan cek dosis
pengecekan
botol-botol
insulin
yang
satu
perawat
membuat
preparat
dicampur dan dijaga
dosis
perawat
dalam
lainnya
dan
heparin kedekatan
tertutup satu sama lainnya
pada
untuk
dan
melakukan
review terhadapnya.
unit Menyimpan insulin dan
keperawatan.
mana
sistem
heparin unit-unit
tidak
berdekatan.
dalam order. (dapat Melakukan ejaan untuk dibingungkan dengan
O,
setiap unit lebih baik mudah
overdosis 10x lipat). Angka
daripada menyingkatnya
kesalahan Menetapkan
sebuah
81
terjadi
ke
dalam
cairan infus
sistem
pengecekan
yang independen untuk angka
pompa
dan Opiates
dan
narkotik
Faktor resiko umum Narkotik
parenteral
disimpan
sebagai
stok dasar di area
infuse
pengaturan
konsentrasi. Membatasi ketersediaan
opium
dan
dalam
narkotik
stok dasar. Mengajarkan para staff
keperawatan.
tentang
Hydromorphine
kemungkinan
dibingungkan
pencampuran
dengan morphine
hydromorphone
dan
morphine.
Patient-controled
(PCA) Menyediakan Protocol peralatan PCA untuk mengacaukan dua kali cek obat, konsentrasi. analgesia
pengaturan Penyuntikan
pompa,
dan dosis. Memindahakan
Menyimpan
potassium
concentrated
potassium
chloride/phosphate
potassium
chloride/phosphate dari
concentrate
chloride/phosphate di
stok dasar. Memindahakan
luar farmasi. Mencampur persiapan
tanpa dari
potassium chloride/phosphate Reguests for unusual Antikoagulan
concentrations Factor resiko umum
preparasi
obat
dan
gunakan pra campuran komersial dari IV. Menetapkan
standard
an batasi konsentrasi obat. Menetapkan
standar
82
Intravena
/
Konsentrasi dan total
Heparin
konsentrasi
dan
volume tidak terlabel
menggunakan
dengan jelas.
premixed solutions Menggunakan
Botol multidosis botol-botol
botol
single-dosis
insulin
heparin heparin Memisahkan dan insulin: pindahkan dicampur dan dijaga heparin dari top of dalam kedekatan dan
medication carts
tertutup satu sama lainnya Sodium
chlorine
pada
unit
keperawatan. menyimpan sodium Membatasi jalan masuk
solutions di atas
chloride solution di
sodium
0.9%
atas 0.9 % di atas
solutions di atas 0.9%:
nursing unit.
pindahkan solutions ini
Tersedianya banyak konsentrasi/formula Tidak
ada
sistem
pengecekan dua kali.
chloride
dari nursing unit. Membuat satandar dan batasan
obat
konsentrasi. Menyediakan
dan
protokol
peralatan untuk doublecheck
angka
pompa
obat, konsentrasi, dan garis tambahan. (Joint Commission International, 2007). Enam
tahapan
untuk
mengambil
keputusan
dalam
pemberian pengobatan adalah: 1. Membuat diagnosa yang benar 2. Mengerti patofisiologi pada penyakit tersebut, review pilihan menu dari farmakoteraphy 3. Teliti pasien – obat dan dosis yang benar
83
4. Memilih poin – poin akhir atau bagian untuk mengikuti 5. Memelihara hubungan terapeutik dg pasien. (Melmon and Morelli’s Clinical Pharmacology, 2000) Tindakan enam tepat dalam pemberian obat 1. Tepat Obat : mengecek program terapi pengobatan dari dokter,
menanyakan
menanyakan
ada
keluhan
pasien
tidaknya sebelum
alergi dan
obat, setelah
memberikan obat, mengecek label obat, mengetahui reaksi obat, mengetahui efek samping obat, hanya memberikan obat yang didiapkan diri sendiri. 2. Tepat dosis : mengecek program terapi pengobatan dari dokter, mengecek hasil hitungan dosis dengan dengan perawat lain, mencampur/mengoplos obat. 3. Tepat waktu : mengecek program terapi pengobatan dari dokter, mengecek tanggal kadarluarsa obat, memberikan obat dalam rentang 30 menit. 4. Tepat pasien : mengecek program terapi pengobatan dari dokter, memanggil nama pasien yang akan diberikan obat, mengecek identitas pasien pada papan/kardeks di tempat tidur pasien 5. Tepat cara pemberian : mengecek program terapi pengobatan dari dokter, mengecek cara pemberian pada label/kemasan obat. 6. Tepat dokumentasi
:
mengecek
program
terapi
pengobatan dari dokter, mencatat nama pasien, nama obat, dosis, cara, dan waktu pemberian obat (Kozier, B. Erb, G. & Blais, K. (1997). 8. Penanganan Pasien Cidera a. Definisi Jatuh Jatuh merupakan pengalaman pasien yang tidak direncanakan untuk terjadinya jatuh, suatu kejadian yang tidak disengaja pada seseorang pada saat istirahat yan
84
gdapat dilihat/dirasakan atau kejadian jatuh yang tidak dapat dilihat karena suatu kondisi adanya penyakit seperti stroke, pingsan, dan lainnya. b. Beberapa hal untuk mencegah terjadinya jatuh -
Obat-obatan: perawat melihat efek samping obat yang memungkinkan terjadinya jatuh
-
Penglihatan menurun: perawat dapat tetap menjaga daerah yang dapat menyebabkan jatuh, menggunakan kaca mata, sehingga pasien dapat berjalan sendiri misalnya pada malam hari.
-
Perubahan status mental: perawat tanggap terhadap perubahan perilaku pasien
-
Meletakkan sepatu dan tali sepatu pada tempatnya: perawat
mengecek
seluruh
daerah
yang
dapat
menyebabkan jatuh (misal sepatu atau tali sepatu yang tidak pada tempatnya). -
Jatuh di lantai: perawat mengecek penyebab sering terjadinya jatuh.
-
Terlalu banyak furniture, daerah yang gelap, dan sedikit hidarasi (perawat menganjurkan untuk minum 6-8 gelas per hari). (Joint Commission International, 2007)
c.
Mengidentifikasi resiko jatuh Di Joseph’s hospital dan medical center sejak tahun 2001 sudah
mengidentifikasi resiko terjadinya jatuh
(misalnya pada pasien acute). Manajer mengidentifikasi kondisi medis, oabt-obatan, status mental, lingkungan, kemampuan beraktivitas, dan pola tidur pasien. Mengkaji kemungkinan terjadinya resiko jatuh adalah dengan cara meletakkan stiker berupa simbol senyuman (green smilingface sticke)r yang ditempelkan di pintu pasien sebagai tanda/sinyal untuk kemungkinan terjadinya jatuh sehingga
85
perawat dapat memonitor pasien dengan lebih dekat. Keluarga juga ikut dilibatkan dalam program ini. d. Mengklasifikasi resiko jatuh Dengan cara: jatuh yang tidak disengaja, jatuh secara fisik yang tidak diantisipasi
(misalnya, pingsan, serangan
mendadak, dan lain-lain), jatuh yang diantisipasi dapat diukur dengan menggunakan Morse Fall Scale (karakteristik pasien yang mesti diketahui seperti jatuh, lemah atau gangguan pada cara berjalan, menggunakan alat bantu berjalan, mengkaji intravena, atau gangguan status mental). e. Jatuh dapat dikarenakan faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor sebelumnya,
intrinsik
(jatuh
menurunnya
yang
pernah
pandangan,
terjadi sistem
muskuloskeletal, status mental, penyakit akute. Faktor ekstrinsik (obat-obatan, bathtubs dan toilet, desain alat-alat furniture, tidak adekuatnya perlengkapan). Keamanan fisik (Biologic safety) merupakan keadaan fisik yang aman terbebas dari ancaman kecelakaan dan cidera (injury)
baik
secara
mekanis,
thermis,
elektris
maupun
bakteriologis. Kebutuhan keamanan fisik merupakan kebutuhan untuk melindungi diri dari bahaya yang mengancam kesehatan fisik Mencegah terjadinya jatuh pada klien :orientasikan klien pada saat masuk rumah sakit dan jelaskan sistem komunikasi yang ada, hati-hati saat mengkaji klien dengan keterbatasan gerak, supervisi ketat pada awal klien dirawat terutama malam hari, anjurkan klien menggunakan bel bila membutuhkan bantuan, berikan alas kaki yang tidak licin, berikan pencahayaan yang adekuat, pasang pengaman tempat tidur terutama pada klien dengan penurunan kesadaran dan gangguan mobilitas, jaga lantai kamar mandi agar tidak licin (Potter and Perry, 1997).
86
Penggunaan alat seperti restrains merupakan salah satu alat untuk immobilisasi pasien. Alat restrain dapat manual ataupun mekanik, alat ini berguna untuk memberikan batasan pada klien untuk bergerak secara bebas. Untuk menghindari jatuh dapat dimodifikasi dengan memodofikasi lingkungan yang dapat mengurangi cidera seperti memberi keamanan pada tempat tidur, toilet, dan bel. Jeruji (side rails) pada sisi tempat tidur juga dapat mencegah terjadi cidera pada klien. Said rails dapat meningkatkan mobilisasi klien dan stabilitas di tempat tidur pada saat klien akan bergerak dari tempat tidur ke kursi (Potter dan Perry, 1997). 2.15
SP2KP
(
Sistem
Pemberian
Pelayanan
Keperawatan
Professional ) a. Pengertian SP2KP adalah sistem pemberian pelayanan keperawatan profesional yang merupakan pengembangan dari MPKP ( Model Praktek Keperawatan Profesional ) dimana dalam SP2KP ini terjadi kerjasama profesional antara perawat primer (PP) dan perawat asosiet (PA) serta tenaga kesehatan lainnya. Pada aspek proses ditetapkan penggunaan
metode
modifikasi keperawatan primer (kombinasi metode tim dan metode keperawatan primer). Penetapan metode ini didasarkan pada beberapa alasan sebagai berikut : 1. Pada metode keperawatan primer, pemberian asuhan keperawatan dilakukan secara berkesinambungan sehingga memungkinkan adanya tanggung jawab dan tanggung gugat yang merupakan esensi dari suatu layanan profesional. 2. Terdapat satu orang perawat professional yang disebut PP, yang bertanggung jawab dan bertanggung gugat atas asuhan keperawatan yang diberikan. Pada MPKP , perawat primer adalah perawat lulusan sarjana keperawatan/Ners. 3. Pada metode keperawataan primer , hubungan professional dapat ditingkatkan terutama dengan profesi lain.
87
4. Metode keperawatan primer tidak digunakan secara murni karena membutuhkan jumlah tenaga Skp/Ners yang lebih banyak, karena setiap PP hanya merawat 4-5 klien dan pada metode modifikasi keperawatan primer , setiap PP merawat 9-10 klien. 5. Saat ini terdapat beberapa jenis tenaga keperawatan dengan kemampuan yang berbeda-beda. Kombinasi metode tim dan perawat primer menjadi penting sehingga perawat dengan kemampuan yang lebih tinggi mampu mengarahkan dan membimbing perawat lain di bawah tanggung jawabnya. 6. Metode tim tidak digunakan secara murni karena pada metode ini tanggung jawab terhadap asuhan keperawatan terbagi
kepada
menetapkan
semua
siapa
anggota
yang
tim,
sehingga
bertanggung
sukar
jawab
dan
bertanggung gugat atas semua asuhan yang diberikan. Apabila ditinjau dari 5 sub sistem yang diidentifikasi oleh Hoffart & Woods (1996), secara sederhana dapat diartikan sebagai berikut : 1. Nilai-nilai profesional sebagai inti model Pada model ini, PP dan PA membangun kontrak dengan klien/keluarga sejak klien/keluarga masuk ke suatu ruangr rawat yang merupakan awal dari penghargaan atas harkat dan martabat manusia. Hubungan tersebut akan terus dibina selama klien dirawat di ruang rawat, sehingga klien/keluarga menjadi partner dalam memberikan asuhan keperawatan.
Pelaksanaan
mempunyai
otonomi
dan dan
evaluasi
renpra,
akuntabilitas
PP
untuk
mempertanggungjawabkan asuhan yang diberikan termasuk tindakan yang dilakukan PA di bawah tanggung jawab untuk membina
performa
PA
agar
melakukan
tindakan
berdasarkan nilai-nilai professional. 2. Pendekatan Manajemen
88
Model ini memberlakukan manajemen SDM, artinya ada garis komunikasi yang jelas antara PP dan PA. performa PA dalam satu tim menjadi tanggung jawab PP. PP adalah seorang manajer asuhan keperawatan yang harus dibekali dengan
kemampuan
manajemen
dan
kepemimpinan
sehingga PP dapat menjadi manajer yang efektif dan pemimpin yang efektif 3. Metode pemberian asuhan keperawatan Metode
pemberian
asuhan
keperawatan
yang
digunakan adalah modifikasi keperawatan primer sehingga keputusan tentang renpra ditetapkan oleh PP. PP akan mengevaluasi perkembangan klien setiap hari dan membuat modifikasi pada renpra sesuai kebutuhan klien. 4. Hubungan professional Hubungan professional dilakukan oleh PP dimana PP lebih mengetahui tentang perkembangan klien sejak awal masuk ke suatu ruang rawat sehingga mampu member informasi
tentang
kondisi
klien
kepada
profesi
lain
khususnya dokter. Pemberian informasi yang akurat tentang perkembangan klien akan membantu dalam penetapan rencana tindakan medic. 5. Sistem kompensasi dan penghargaan PP dan timnya berhak atas kompensasi serta penghargaan untuk asuhan keperawatan yang professional. Kompensasi san penghargaan yang diberikan kepada perawat bukan bagian dari asuhan medis atau kompensasi dan
penghargaan
berdasarkan
prosedur.
Kompensasi
berupa jasa dapat diberikan kepada PP dan PA dalam satu tim
yang
dapat
ditentukan
berdasarkan
derajat
ketergantungan klien. PP dapat mempelajari secara detail asuhan
keperawatan
klien
tertentu
sesuai
dengan
89
gangguan/masalah yang dialami sehingga mengarah pada pendidikan ners spesialis. Metode modifikasi Perawat Primer-Tim yaitu seorang PP bertanggung jawab dan bertanggung gugat terhadap asuhan keperawatan yang diberikan pada sekelompok pasien mulai dari pasien masuk sampai dengan bantuan beberapa orang PA. PP dan PA selama kurun waktu tertentu bekerjasama sebagai suatu tim yang relative tetap baik dari segi kelompok pasien yang dikelol, maupun orang-orang yang berada dalam satu tim tersebut . Tim dapat berperan efektif jika didalam tim itu sendiri terjalin kerjasama yang professional antara PP dan PA. selain itu tentu saja tim tersebut
juga
harus
mampu
membangun
kerjasama
professional dengan tim kesehatan lainnya. b. Peran dan Tangguna Jawab Perawat sesuai dengan Jabatannya Peran Kepala Ruangan ( KARU) 1. Sebelum
melakukan
sharing
dan
operan
pagi
KARU....melakukan ronde keperawatan kepada pasien yang dirawat. 2. Memimpin sharing pagi. 3. Memimpin operan. 4. Memastikan pembagian tugas perawat yang telah di buat olek Katim dalam pemberian asuhan keperawatan pada pagi hari. 5. Memastikan seluruh pelayanan pasien terpenuhi dengan baik, meliputi : pengisian Askep, Visite Dokter (Advise), pemeriksaan penunjang (Hasil Lab), dll. 6. Memastikan ketersediaan fasilitas dan sarana sesuai dengan kebutuhan. 7. Mengelola dan menjelaskan komplain dan konflik yang terjadi di area tanggung jawabnya.
90
8. Melaporkan kejadian luar biasa kepada manajer.
BAB III PROFIL RUMAH SAKIT TINGKAT II DR SOEPRAOEN 3.1 PROFIL DAN GAMBARAN UMUM RUMAH SAKIT TINGKAT II DR SOEPRAOEN 1. Sejarah Singkat Berdiri 1928 dengan nama Rumah Sakit Zending Malang
91
Tahun 1932 digabung dengan CBZ (Central Burgerlijke Ziekeninrichting), diperluas dengan penambahan ruang baru seperti yang ada sekarang Dr. Soepraoen diambil dari nama seorang dokter militer AD yang gugur saat menjalankan tugas di Jawa Timur dan dimakamkan di Ds. Balungbendo Kab. Mojokerto tahun 1946 2. Luas Lahan a. Seluruhnya
: 73.578,01 M
b. Luas Pekarangan
: 61.696
c. Luas Bangunan
:11.882,01 M
3. Rumah sakit Tk II Dr. Soepraoen merupakan rumah sakit rujukan di wilayah kodam V/ Brawijaya 4. Terakreditasi 12 pelayanan tahun 2012 5. Mempunyai fasilitas pelayanan: a. IGD, ICCU/ICU/NICU/PICU, Hemodialisis b. Poliklinik : Penyakit Dalam, Bedah, Anak, Klinik Pediatri / Tumbang Anak, Obsgyn, Saraf, Klinik Kulkel/Kosmetik, Klinik Kardiologi, Klinik Paru/Asma, Klinik Gizi, Klinik Jiwa, Klinik THT, Klinik Mata, Klinik Gigi Dan Mulut, Klinik Khusus VIP Dinas, Klinik Fisioterapi, Klinik Rosela/VCT, Klinik Akupuntur c. Laboratorium d. Ruang rawat inap
Ruang Rawat Inap Paviliun,
R. Perawatan Penyakit Dalam: Pria (Flamboyan), Wanita (Teratai),
R. Perawatan Bedah: Pria (Dahlia), Wanita (Bougenvil)
R. Perawatan Anak (R. Nusa Indah)
R. Bayi Patol (R. NICU/PICU)
92
R. Obgyn----Tulip I Dan Rawat Gabung
R. Umum Dan Jiwa (R. Kenanga)
R. Isolasi (R. Cempaka)
e. R. Icu Bedah Dan Non Bedah f. R. Neuro & ICU Neuro ---- Unit Stroke g. R. Jamkesmas/da ---- Seruni h. Paviliun Dan VIP:
Anggrek
Mawar
Melati
PAV Tulip I
6. Mempunyai kapasitas tempat tidur klien sebanyak 179 tempat tidur, terdiri dari 24 tempat tidur paviliun dan 155 tempat tidur umum. 7. Saat ini digunakan sebagai lahan praktek siswa SMK, mahasiswa DIII
Keperawatan
dan
DIII
Kebidanan,
Profesi
Ners
(S1
Keperawatan), S1 Gizi, serta Co-as (Profesi Dokter) dan Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS). 3.2 VISI, MISI,MOTTO DAN TUJUAN RUMAH SAKIT TINGKAT II DR SOEPRAOEN 1. Visi Rumah Sakit Menjadikan Rumah Sakit TK. II DR. Soepraoen Sebagai Rumah Sakit Kebanggaan Prajurit Dan Masyarakat Pengguna 2. Misi Rumah Sakit a. Memberikan Pelayanan Kesehatan Yang Terbaik Bagi Prajurit, Pns Dan Keluarganya Serta Masyarakat Umum b. Memberikan
Pelayanan
Menempatkan
Pasien
Kesehatan
Bukan
Sebagai
Terpadu Obyek
Dengan Melainkan
Sebagai Mitra 3. Motto Rumah Sakit
93
R : Ramah S : Senyum T : Trampil D : Disiplin S : Sembuh 4. Tujuan Mengembalikan
fungsi
dan
kondisi
prajurit
agar
dapat
melaksanakan tugas 5. Falsafah Keperawatan Perawat rumah sakit TK II Dr. Soepraoen dengan tulus dan ikhlas siap
memberikan
asuhan
keperawatan
dalam
memenuhi
kebutuhan dasar pasien. 3.3 PROFIL RUANG TERATAI 1. Visi Misi Ruang Teratai a. Visi: Memberikan pelayanan keperawatan yang terbaik, berkualitas dan professional kepada pasien dan keluarganya sesuai dengan kebutuhan biopsikososiospiritual pasien. b. Misi: 1)Memberikan pelayanan keperawatan sesuai SAK SOP khususnya pada pasien interne wanita 2)Menciptakan lingkungan kerja yang sehat dan harmonis 3)Memberikan layanan asuhan keperawatan sesuai standar keperawatan 4)Meningkatkan citra keperawatan melalui penerapan etika keperawatan dan memberikan pelayanan paripurna.
94
2. DENAH RUANG TERATAI 9 2
11
1
14
12
3
4
5
8
6
7
13
14
13
15
10 16
1. 2. 3. 4.
Kantor Kepala Ruangan Dapur Gudang KM/WC Perawat
Keterangan 5. Ruang Istirahat 6. Kantor Perawat 7. Koridor R. Teratai 8. Ruang 1
9. KM/WC R.1 10. Ruang 2 11. KM/WC R.2 12. Ruang 3
13. Ruang 4 14. KM R.3 & R.4 15. Teras R. Teratai 16. Ruang 5
95
Denah Ruang Teratai Ruang perawatan Teratai merupakan IRNA RST Soeproen yang memberikan pelayanan pada klien dengan kasus penyakit dalam khusus wanita.
Memiliki
kapasitas
20
tempat
tidur.
Penghitungan
BOR
menggunakan 20 tempat tidur, sedangkan untuk penghitungan jumlah jam perawatan dan kebutuhan perawat berdasarkan tingkat ketergantungan klien yang ada. Nurse Station ruang teratai terletak di pinggir. Ruang karu terpisah dengan ruang administrasi di dalam Nurse Station. Dibelakang Nurse Station terdapat kamar mandi, gudang dan dapur. Pembagian kamar di ruang Teratai adalah Kamar kelas 2 dan Kamar Kelas 3. Berikut penjelasannya: 1. Kamar Kelas 2 Terdiri dari 2 kamar (kamar 1 sampai 2), masing-masing berisi 3 tempat tidur, 3 meja dan almari klien yang menjadi satu, 3 kursi penunggu dan 1 kamar mandi. Sehingga total tempat tidur di kamar kelas 2 berjumlah 10 tempat tidur. 2. Kamar Kelas 3 Terdiri dari 2 kamar (kamar 3 sampai 5), masing-masing kamar terdiri dari 6 tempat tidur, 6 meja dan almari klien yang menjadi satu, 6 kursi penunggu, dan 2 kamar mandi. 3. Kamar isolasi Terdiri dari 1 kamar (kamar 5) yang terdiri dari 1 tempat tidur, 1 meja dan almari klien yang menjadi satu, 1 kursi penunggu.
96
4. Struktur Organisasi Ruang Teratai KEPALA RUANGAN Enik Susilawati, S.Kep
TIM KEPERAWATAN I KETUA Ns. Zulfiah S. Kep Anggota Bambang Yesiska Amd.Kep Sri W Amd.Kep Dismat Zulfa Amd.Kep
TIM KEPERAWATAN II KETUA Ratna Amd.Kep Anggota Nurul L Amd.Kep Mustamsi Amd.Kep Sutrisno Amd.Kep Didit S Amd.Kep
97
BAB IV PENGKAJIAN, ANALISA DAN SINTESA PERMASALAHAN MANAJEMEN KEPERAWATAN DI RUANG TERATAI RS dr. SOEPRAOEN MALANG 4.1 MAN 4.1.1 Jumlah Tenaga Kulaifikasi tenaga keperawatan di ruang teratai RST dr. Soepraoen berjumlah 12 orang dengan rincian sebagai berikut: a. Tenaga keperawatan No . 1. 2.
Kualifikasi
Jenis HR PNS
Jumla h 1 1
Jumlah total 2
Prosentas e 16.67%
S1 Keperawata n DIII Keperawata n
PNS HR
2 4
10
83.33%
12
100%
TNI Magang Jumlah
3 1
Kesimpulan : dari data di atas sebagian besar perawat di ruang Teratai adalah berlatar belakang pendidikan DIII, namun 2 dari 10 perawat DIII di ruangan paviliun sedang menempuh pendidikan S1 sehingga kedepannya pemberian pelayanan keperawatan dapat dilakukan lebih optimal dengan bertambahnya tenaga professional . b. Tenaga Medis : No. 1. Dokter 2. 3. 4. 5. 7.
Kualifikasi Spesialis Penyakit
dalam Dokter Spesialis Paru Dokter Spesialis Jantung Dokter Spesialis Jiwa Dokter Spesialis Bedah Dokter Muda Total
Jumlah `1
Prosentase 14,28%
1 1 1 1 2 7
14,28% 14,28% 14,28% 14,28% 28,57% 100%
98
Kesimpulan: Secara keseluruhan tenaga medis yang menangani pasien di ruang Teratai adalah dokter spesialis sehingga penangganan medis yang didapatkan pasien dapat diberikan secara optimal. c. Tenaga Non Medis No. 1.
Kualifikasi
Jenis HR
Jumlah Prosentase Pekarya 2 100% Total 2 100% Kesimpulan: Secara keseluruhan tenaga non keperawatan di ruang
Teratai adalah tenaga pekarya kesehatan. Tenaga kesehatan yang tersedia di Ruang Teratai selama pengkajian tanggal 04 s/d 06 November 2013 adalah sebagai berikut : 1.
Tenaga S1 keperawatan
: 2 orang
2.
Tenaga D IV Keperawatan
: 0 orang
3.
Tenaga D III keperawatan
: 10 orang
4.
SPK
: 0 orang
5.
Didukung oleh tenaga medis/dokter, dokter muda,dan pekarya kesehatan
6.
Mahasiswa praktek profesi manajemen (PSIK A UB 5 orang) Berdasarkan hasil interview dan observasi yang dilaksanakan pada
tanggal 04 s/d 06 November 2013 terhadap penerapan manajemen keperawatan di ruang Teratai didapatkan hasil sebagai berikut: 4.1.2 Kualitas tenaga No
Nama
Pendidikan
Masa Kerja
Lama Bekerja di Teratai
Jenis Ketenagaa n
1.
Ns. Enik S, S.Kep
S1 Keperawatan
16 tahun
1 tahun 3 bulan
PNS
2.
3 tahun
PNS
7 Tahun
4 tahun
TNI
BCLS
4.
Yesiska
D III Keperawatan D III Keperawatan DIII Keperawatan
3 Tahun
3.
Didit Amd.Kep Sutrisno
Pelatihan yang pernah diikuti EKG Safety Customer service BCLS
17 tahun
3 tahun
HR
BCLS
99
5
Mustamsi
6
Nurul
7
Sri W
8
Ratna
9
Zulfiah
10
Zulfa
11
Bambang
12
Dismad
DIII Keperawatan DIII Keperawatan DIII Keperawatan DIII Keperawatan S1 Keperawatan DIII Keperawatan DIII Keperawatan
7 Tahun
5 Tahun
HR
BCLS
5 tahun
4 tahun
PNS
BCLS
4 tahun
4 Tahun
HR
BCLS
10 Tahun 7 Tahun
3 Tahun
HR
BCLS
3 Tahun
HR
BCLS
7 bulan
7 bulan
HR
BCLS
11 Tahun
10 Tahun
TNI
DIII Keperawatan
12 Tahun
5 Tahun
TNI
BTLS 2001 Customer service 2013 BCLS
Kesimpulan : dari sejumlah perawat yang bekerja di ruang Teratai sebagian besar sudah pernah mengikuti kegiatan untuk meningkatkan skill dan kemampuan dalam bidang medis, sehingga hal ini sangat menunjang untuk peningkatan mutu SDM, namun dari segi kuantitas masih kurang. 4.1.3 Analisa kebutuhan perawat Senin 04 November 2013 Jumlah pasien
: 10
Total
:1
Partial
:9
Mandiri
:0
BOR 10:20 (100%)= 50 % Kebutuhan perawat tiap hari a. Perawatan langsung Total
: 6 jam x 1 orang
= 6 jam
Partial
: 4 jam x 9 orang
= 36 jam
Mandiri
: 2 jam x 0 orang
= 10 jam +
Total perawatan lagsung
42 jam
b. Perawatan tidak langsung
100
10 orang x 1 jam
= 10 jam
c. Waktu pendidikan kesehatan 10 orang x 15 menit
= 2,5 jam +
Total jam perawatan
54,5 jam
Rata-rata total jam perawatan = 5,45 jam Rumus kebutuhan perawat per hari ∑jam kep. yg dibutuhkan klien/hari x rata-rata klien/hari x ∑ hari/tahun (∑ hari/tahun – Hari libur masing-masing perawat) x jumlah jam kerja tiap perawat 5,45 jam x 10 pasien x 365 hari = 19892,5 = 10 orang (365-76) hari x 7 jam
2023
Selasa 05 November 2013 Jumlah pasien
: 11
Total
:3
Partial
:6
Mandiri
:2
BOR 11:20 (100%)= 55 % Kebutuhan perawat tiap hari a. Perawatan langsung Total
: 6 jam x 3 orang
= 18 jam
Partial
: 4 jam x 6 orang
= 24 jam
Mandiri
: 2 jam x 2 orang
= 4 jam +
Total perawatan lagsung
46 jam
b. Perawatan tidak langsung 11 orang x 1 jam
= 11 jam
c. Waktu pendidikamn kesehatan 11 orang x 15 menit
= 2,75 jam +
Total jam perawatan
59,75 jam
Rata-rata total jam perawatan = 5,43 jam Rumus kebutuhan perawat
101
∑jam kep. yg dibutuhkan klien/hari x rata-rata klien/hari x ∑ hari/tahun (∑ hari/tahun – Hari libur masing-masing perawat) x jumlah jam kerja tiap perawat 5,43 jam x 11 pasien x 365 hari = 21801,45 = 11 orang (365 - 76) jam x 7 jam
2023
Rabu, 06 November 2013 Jumlah pasien
: 9 orang
Total
: 1 orang
Partial
: 8 orang
Mandiri
: 0 orang
BOR 9:20 (100%)= 45 % Kebutuhan perawat tiap hari a. Perawatan langsung Total
: 6 jam x 1 orang
= 6 jam
Partial
: 4 jam x 8 orang
= 32 jam
Mandiri
: 2 jam x 0 orang
= 0 jam +
Total perawatan lagsung
38 jam
b. Perawatan tidak langsung 9 orang x 1 jam
=
9 jam
c. Waktu pendidikamn kesehatan 9 orang x 15 menit
=
Total jam perawatan
2,25 jam + 49,25 jam
Rata-rata total jam perawatan = 5,47 jam
Rumus jumlah kebutuhan perawat
102
∑jam kep. yg dibutuhkan klien/hari x rata-rata klien/hari x ∑ hari/tahun ∑ hari/tahun – Hari libur masing-masing perawat) x jumlah jam kerja tiap perawat 5,47 jam x 9 pasien x 365 hari = 17968,95 = 9 orang (365-76) hari x 7 jam
2023
Saat pengkajian selama 3 hari di dapatkan rata-rata kebutuhan perawat adalah 10 orang Jumlah tenaga lepas dinas/hari: ∑hari libur dalam 1 tahun x total tenaga = 76 x 10 = 3 orang ∑hari kerja efektif 289 Jadi total kebutuhan perawat perhari adalah 14 orang dengan 3 orang perawat lepas dinas dan 1 orang kepala ruangan Pembagian perawat shift: 1. Pagi
: 47% x 13 perawat = 7 perawat
2. Siang
: 35% x 13 perawat = 4 perawat
3. Malam
: 17% x 13 perawat = 2 perawat
4.2 MATERIAL DAN MACHINE Dalam melaksanakan asuhan keperawatan di ruang Teratai, tentunya harus didukung dengan alat-alat medis maupun non medis. Adapun alat-alat yang dimiliki oleh ruang Teratai ini baik alat medis maupun non medis adalah sebagai berikut: Fasilitas petugas kesehatan 1. Nurse station utama berada di samping kamar 1 dimana akses menuju nurse station mudah di jangkau oleh pasien dan keluarganya. 2.
Kamar ganti perawat, dapur, kamar mandi berada di bagian belakang ruang Teratai, dekat dengan pintu belakang ruangan.
3.
Ruang Kepala Ruangan berada terpisah dengan nurse station tepatnya disebelah ruang istirahat perawat
4.
Tempat sentralisasi obat menjadi satu dengan nurse station.
103
Peralatan penunjang pelayanan keperawatan - Kesediaan peralatan medis No
Nama
1
Almari obat Ambubag dewasa Bag Hot (WWZ) Bak instrumen sedang Bengkok stainles Brankart EKG Gunting verband Korentang Kursi roda Lampu senter Manometer O2 Nebulizer Orofaring dewasa Pinset anatomi Pispot Reflek hamer Tempat tidur multifungsi Standar infus beroda Sterilisasi kering Stetoscope dewasa Suction dewasa
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 18 20 21 22
Jumlah standa r 1 1 1 1 3 4 3 1 1 2 2 2 1 5 1 5 1 4 1
Kondisi Rusak Rusak Penambahan Baik ringan berat 1 -
Ket -
1
-
-
-
-
3
-
-
-
-
4
-
-
-
-
3
-
-
-
kurang
1 1 2
1 1
-
-
-
-
2
-
-
-
-
2 1 1
2 1
-
1
-
kurang
1
-
-
-
-
4
1
-
-
Kurang
1
-
-
-
-
5
-
-
-
-
1
-
-
-
Kurang
-
-
-
-
Kurang
1
-
-
-
Kurang
2
-
-
-
-
12
-
-
-
-
1
-
-
-
-
0
-
3
3
Rusak
0
-
-
1
Rusak
3 2 5
6 1 1 5 5 2 2
2 12 12 1 3 1
1 5 1
104
23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45
Tabung O2 kecil Tensi meter dewasa Termometer axilla Termometer elektrik Termometer rectal Timbangan BB Tongspatel stenlis Torniqued Troly obat Troly tindakan Tromol kecil Tromol sedang Waskom mandi stenlis Panjatan kaki pasien kayu Panjatan kaki pasien besi Lampu pembaca foto Sputum pot Pinset chirurgi Klem Meja ekg Tensi meter beroda Troli dua lobang baskom mandi AC
1 2 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1
1
1
-
-
-
-
2
-
-
-
-
1
-
-
-
Kurang
1
-
-
1
Kurang
1
-
-
-
-
1
-
-
-
-
2
-
-
-
Kurang
3 1 2
1 1
-
-
-
Kurang -
1
-
-
-
Kurang
1 1
1
-
-
-
-
1
-
-
-
-
2
-
-
-
-
1
-
-
-
Kurang
5
-
-
-
-
1
-
-
-
-
2 2
2
-
-
-
-
3
-
-
-
-
1 1 1
1 1
-
-
-
-
1
-
-
-
-
1
-
-
-
Kurang
2 5 2 1 1 3
1:2 2 5 1 5 5 1 1 2 3 1 1 1
4 1 14
105
No 1 2 3
4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Evaluasi ketersediaan alat tenun Nama Baju operasi Bungkus kasur perlak Daster pasien wanita Handuk kecil/lap cuci tangan Keset Korden jendela hijau Korden lurus (sekat) Manset tensi dewasa Perlak hijau Perlak putih Sarung bantal hijau Selimut lorek Selimut wool Serbet Skort perawat Sprei hijau Sprei
Jumlah standar 62
5
Kondisi Rusak Rusak Penambahan Baik ringan berat
Ket
62
-
-
-
-
20
-
-
-
-
6
-
-
-
-
9
-
-
-
-
4
-
-
-
-
26
-
-
-
-
34
-
-
-
-
3
-
-
-
-
10
-
-
-
-
3
-
-
-
-
18
-
-
-
-
10
-
-
-
-
2
-
-
-
-
4
-
-
-
-
3
-
-
-
-
35
-
-
-
-
2
-
-
-
-
1:2 20 1:2 6
9 4
80/ ruangan 2/ Ruangan 1:2
26 1:3 34 1:2 3 10 3
1:3 1:3 1:3
18 10 2 4 3 35 2
1:3 1:2 1:2 1:2 1:2 1:2
106
putih Stik laken hijau Taplak meja Tutup tabung oksigen hijau Tutup tempat tidur hijau
18 19 20
21
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
1:3 57 1:2
5
57
-
-
-
-
5
-
-
-
-
3
-
-
-
Kurang
12
-
-
-
-
6 3 1:2 12
Evaluasi ketersediaan alat rumah tangga Nama Baki melamin Bantal dewasa Bel pasien Ceret aluminiu m Ceret plastik Gayung Gelas pasien Jam dinding Kaca rias Kasur pasien dewasa busa Kereta makan
Jumlah standar 16 16 2
1:1 1:1
Kondisi Rusak Rusak Penambahan Ket Baik ringan berat 16
-
-
-
-
16
-
-
-
-
2
-
-
-
-
1
-
-
-
-
2
-
-
-
-
5
-
-
-
-
16
-
-
-
-
3
-
-
-
-
3
-
-
-
-
20
-
-
-
-
1
-
-
-
-
1 1 2 5 16 3 3
1 1/ kamar mandi 1:2 1/ jam dinding 1:1 1:1
20 1/ ruangan
1
107
12
Kulkas Kursi penunggu kotak Kursi penunggu panjang kayu Kursi petugas jaga
13
14
15 16
Lap dapur Loker petugas Meja makan pasien Meja pasien Papan tulis Piring snack melamin Piring snack sango Rak handuk
17 18 18 20 21 22 23 -
1
1 1:1
13
4
2/ ruangan
1
-
-
-
-
13
-
-
-
-
4
-
-
-
-
5
-
-
-
-
4
-
-
-
-
1
-
-
-
-
1
-
-
-
-
20
-
-
-
-
1
-
-
-
-
16
-
-
-
-
6
-
-
-
-
4
-
-
2
-
2 5 4 1
3/ ruangan 1/ ruangan 1:1
1 20 1
1:1 1 1:2
16 1:2 6 6
1/ ruangan
Ketersediaan alat pencatatan dan pelaporan
No Nama 1 Form pengkajian awal 2 Form rencana keperawatan 3 Form catatan perkembangan 4 Form observasi 5 Form resume 6 Catatan obat oral 7 Catatan obat injeksi 8 Form laboratorium lengkap
Ada V V
Tidak ada
jumlah Sediaan Sediaan
V
Sediaan
V V V V V
Sediaan Sediaan Sediaan Sediaan Sediaan
108
9 Form radiologi 10 Form permintaan darah 11 Form keterangan kematian 12 Form discharge planning 13 Form konsul 14 Resep umum 15 Resep askes 16 Resep alat 17 Form permintaan makan 18 Form permintaan obat 19 Buku laporan pasien 20 Buku register pasien 21 White board 22 Spidol white board 23 Alat tulis 24 Perforator 25 Staples
V V V
Sediaan Sediaan Sediaan
V V V V V V V V V V V V V V
Sediaan Sediaan Sediaan Sediaan Sediaan Sediaan Sediaan 2 1 1 Sediaan Sediaan 1 2
4.3 METHOD Metode yang diterapkan di Ruang Teratai adalah model Keperawatan TIM. Gambarannya sebagai berikut : Kepala Ruang
Katim 1
Katim 2
Perawat Pelaksana
Perawat Pelaksana
Perawat Pelaksana
Perawat Pelaksana
Perawat Pelaksana
Perawat Pelaksana
Perawat Pelaksana
Perawat Pelaksana
Perawat Pelaksana
Perawat Pelaksana
Perawat Pelaksana
Perawat Pelaksana
Perawat Pelaksana Perawat Pelaksana Secara struktural, model yang diterapkan adalah metode tim Pasien yang terdiriPasien atas anggotanya yang berbeda-beda dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap sekelompok pasien, ruang teratai
109
membagi menjadi 2 tim, yaitu tim 1 (Kamar 1A, 1B, 1C, 3A, 3B, 3C, 3D, 3E, 3F, dan 5) dan tim 2 (Kamar 2A, 2B, 2C, 4A, 4B, 4C, 4D, 4E, 4F, 4G). Namun, Pembagian tugas perawat pelaksana dalam 1 tim dibagi lagi berdasarkan jumlah perawat yang dinas. Dalam proses pendelegasian tugas, wewenang dan tanggung jawab apabila ada perawat yang tidak masuk maupun cuti sepenuhnya ditentukan
oleh
kepala
ruangan
dengan
mempertimbangkan
kebutuhan dan ketersediaan tenaga keperawatan. 1. Fungsi Manajemen Keperawatan a. Kepala Ruangan Uraian Tugas
Dilakukan
Tidak dilakukan
KEPALA RUANG 1. Melaksanakan fungsi perencanaan (p1) meliputi: a. Menyusun
rencana
kerja
harian, V
mingguan, bulanan, dan tahunan. b. Menunjuk perawat primer dan tugasnya V masing-masing. c. Mengidentifikasi tingkat ketergantungan V klien dibantu perawat primer. d. Mengidentifikasi dibutuhkan
jumlah
berdasarkan
perawat aktivitas
yang V dan
tingkat ketergantungan pasien dibantu oleh perawat primer. e. Merencanakan
strategi
pelaksanaan V
perawatan. f. Mengikuti visite dokter untuk mengetahui V kondisi, patofisiologi, tindakan medis yang dilakukan terhadap klien. g. Menjaga
terwujudnya
visi
dan
misi V
110
keperawatan dan rumah sakit. h. Menyusun
rencana kebutuhan tenaga
keperawatan dari segi jumlah maupun V kualifikasi untuk ruang rawat, koordinasi dengan
kepala
perawatan/
kepala
instalasi. i. Menyusun rencana kebutuhan fasilitas, V alat, dan dana keperawatan. j. Menyusun jadwal dinas.
V
k. Menyusun jadwal cuti.
V
l. Menyusun rencana pengembangan staf.
V
m. Menyusun rencana kegiatan pengendalian V mutu. 2. Melaksanakan fungsi penggerakan dan pelaksanaan (p2) meliputi: a. Merumuskan metode penugasan yang V digunakan. b. Merumuskan tujuan metode penugasan.
V
c. Membuat rincian tugas ketua tim dan V perawat pelaksana secara jelas. d. Membuat rentang kendali. e. Mengatur
dan
V
mengendalikan
tenaga V
mengendalikan
logistik V
keperawatan. f. Mengatur
dan
ruangan. g. Menyelenggarakan konferen.
V
h. Mengatur dan mengkoordinasikan seluruh kegiatan
pelayanan
di
ruang
rawat,
melalui kerjasama dengan petugas lain V yang bertugas diruang rawatnya. i. Melaksanakan orientasi kepada tenaga V
111
keperawatan baru/ tenaga lain yang akan kerja di ruang rawat. j. Memberikan
orientasi
siswa/mahasiswa
kepada
keperawatan
yang V
menggunakan ruang rawatnya sebagai lahan praktik. k. Memberi
orientasi
kepada
V
pasien/keluarganya meliputi: penjelasan tentang peraturan rumah sakit, tata tertib ruang rawat, fasilitas yang ada dan cara penggunaanya serta kegiatan rutin seharihari. l. Membimbing tenaga keperawatan untuk V melaksanakan asuhan keperawatan. m. Mengadakan pertemuan berkala/sewaktu- V waktu
dengan staf keperawatan
petugas
lain
yang
bertugas
dan
diruang
rawatnya. n. Memberi
kesempatan/ijin
kepada
staf V
keperawatan untuk mengikuti kegiatan ilmiah/penataran
dengan
koordinasi
kepala instalasi/kasi perawatan. o. Mengupayakan pengadaan peralatan dan V obat-obatan
sesuai
kebutuhan
berdasarkan ketentuan/kebijakan rumah sakit. p. Mengatur
dan
mengkoordinasikan V
pemeliharaan alat agar selalu dalam keadaan siap pakai. q. Mengelompokkan pasien dan mengatur V penempatannya di ruang rawat menurut
112
tingkat kegawatan, infeksi/non infeksi, untuk
kelancaran
pemberian
asuhan
keperawatan. r. Meneliti pengisian formulir sensus harian V pasien di ruang rawat. s. Meneliti/memeriksa
ulang
pada
saat
penyajian makanan pasien sesuai dengan V program dietnya. t. Menyimpan berkasi catatan medik pasien V dalam masa perawatan diruang rawatnya dan selanjutnya mengembalikan berkasi tersebut ke bagian medical record bila pasien keluar/pulang dari rumah sakit tersebut. u. Membimbing yang
mahasiswa
menggunkan
keperawatan V
ruang
rawatnya
sebagai lahan praktik. v. Memberikan penyuluhan kesehatan pada pasien/keluarga sesuai kebutuhan dasar
V
dalam batas wewenangnya. w. Melakukan serah terima pasien pergantian V dinas. x. Mengatur
dan
keperawatan,
mengendalikan membuat
tenaga V
daftar
dinas,
mengatur tenaga yang ada setiap dari dan lain-lain. y. Mengarur
dan
mengendalikan
logistik V
ruangan. z. Memberikan kesempatan atau ijin kepada V staf untuk mengikuti kegiatan ilmiah. 3. Melaksanakan
fungsi
pengawasan,
113
pengendalian dan penilaian (p3) meliputi: a. Mengawasi
dan
keperawatan pengalaman
menilai untuk
mahasiswa V memperoleh
belajar
sesuai
tujuan
program bimbingan yang telah ditentukan. b. Melakukan keperawatan
penilaian yang
kinerja berada
tenaga V dibawah
tanggungjawabnya dan mutu pelayanan. c. Memberikan
pengarahan
tentang V
penugasan kepada ketua tim dan perawat pelaksana. d. Memberikan pujian kepada perawat yang V mengerjakan tugas dengan baik. e. Memberikan motivasi dalam peningkatan V pengetahuan, keterampilan, dan sikap. f. Menginformasikan hal-hal yang dianggap V penting dan berhubungan dengan askep klien. g. Membimbing bawahan yang mengalami V kesulitan dalam melaksanakan tugasnya. h. Meningkatkan kolaborasi. i. Melalui
komunikasi,
V
mengawasi
dan
berkomunikasi langsung dengan perawatn primer mengenai asuhan keperawatan V yang diberikan kepada klien. j. Melalui supervisi, mengobservasi pasien baru dan mengaudit dokumentasi asuhan V keperawatan. k. Mengevaluasi upaya pelaksanaan dan membandingkan
dengan
rencana V
keperawatan yang telah disusun bersama.
114
Total Prosentase
48 96%
2 4%
Berdasarkan tabel diatas di interpretasikan kepala ruang dalam menjalankan fungsi manajemen keperawatan terlaksana dengan baik yaitu96% dari sempurna. Diharapkan dalam pelaksanaan fungsinya kepala ruangan mampu melaksanakan 100%. b. Ketua TIM Uraian Tugas
Dilakukan
Tidak dilakukan
KETUA TIM a. Bersama penanggung jawab ruangan/kepala V ruangan/perawat mengadakan
associate/anggota
serah
terima
tugas
tim V setiap
penggantian dinas. b. Melakukan pembagian tugas kepada perawat V associate
dengan
V
mempertimbangkan
kemampuan masing-masing anggota. c. Menyusun mulai
dari
rencana
asuhan
pengkajian
keperawatan
sampai
V
dengan
evaluasi. d. Mengikuti visite dokter. e. Menciptakan suasana harmonis. f. Membuat laporan pasien.
V
g. Mengorientasikan pasien baru.
V
h. Membina hubungan saling percaya antara perawat, pasien, dan keluarga. i. Memberikan pertolongan segera pada pasien dengan kedaruratan. j. Membuat laporan pasien dan mencatat kasus dari pasien, kejadian diluar dugaan yang tidak diinginkan.
115
k. Mengatur waktu istirahat. l. Melakukan Kepala
ronde
Ruang
V
keperawatan
dan
bersama
melaporkan
V
tentang
kondisi pasien, asuhan keperawatan yang dilakukan, kesulitan yang dialami. m. Bersama perawat pagi, sore, dan malam melaksanakan,
mengawasi,
V
dan V
mengevaluasi pelayanan keperawatan pasien yang sudah diprogramkan dan membuat pembaharuan
sesuai
dengan
kebutuhan V
pasien. n. Mendelegasikan
pelaksanaan
asuhan
keperawatan pada anggota tim.
V V
o. Membuat perincian tugas anggota tim.
V
p. Menerima konsultasi dari anggota tim dan
V
memberikan instruksi keperawatan. q. Memimpin pertemuan tim keperawatan untuk menerima
laporan,
memberi
V
pengarahan
tentang tugas anggota tim, pelaksanaan asuhan keperawatan, serta masalah yang dihadapi. r. Memelihara komunikasi efektif baik secara vertikal maupun horizontal. s. Melakukan
penyuluhan
kepada
V
pasien/keluarga atau kepada anggota tim. t. Memberi teguran dan pujian.
V
u. Melengkapi catatan yang telah dibuat oleh V anggota tim. v. Mengawasi
dan
berkomunikasi
langsung
V
w. Mengawasi proses asuhan keperawatan yang
V
dengan perawat pelaksana.
116
dilakukan oleh anggota tim. x. Membantu
kepala
ruangan
membimbing V
peserta didik.
Total Prosentase
8 33%
16 67%
Berdasarkan tabel diatas diinterpretasikan Ketua TIM dalam menjalankan fungsi manajemen keperawatan dilakukan 33%, hal ini dikarenakan jumlah SDM pada ruang teratai yang terbatas sehingga tidak memungkinkan untuk menerapkan metode penugasan TIM. c. Perawat Pelaksana Uraian Tugas
Dilakukan
Tidak dilakukan
ANGGOTA TIM a. Memberikan pelayanan keperawatan secara langsung berdasarkan proses keperawatan dengan sentuhan kasih sayang: 1) Menyusun
rencana
perawatan
sesuai
dengan masalah klien. 2) Melaksanakan tindakan perawatan sesuai V dengan rencana. 3) Mengevaluasi tindakan keperawatan yang telah diberikan. 4) Mencatat
atau
melaporkan
semua
tindakan perawatan dan respon klien pada catatan perawatan.
V
b. Melaksanakan program medik dengan penuh tanggung jawab: 1) Pemberian obat.
117
2) Pemeriksaan laboratorium. 3) Persiapan klien yang akan operasi. c. Memperhatikan
keseimbangan
kebutuhan V
fisik, mental, sosial, dan spiritual klien: 1) Memelihara
kebersihan
klien
dan
lingkungan.
V
2) Mengurangi penderitaan klien dengan memberi rasa aman, nyaman.
V
3) Pendekatan dan komunikasi terapeutik. d. Mempersiapkan klien secara fisik dan mental V untuk menghadapi tindakan perawatan dan pengobatan atau diagnosis. e. Melatih klien untuk menolong dirinya sendiri sesuai dengan kemampuannya. f. Memberikan pertolongan segera pada klien gawat atau sakarotul maut. g. Membantu
kepala
ruangan
dalam V
ketatalaksanaan ruang secara administratif: 1) Menyiapkan data klien baru, pulang, atau meninggal.
V
2) Sensus harian atau formulir.
V
3) Rujukan dan penyuluhan PKMRS.
V
h. Mengatur dan menyiapkan alat-alat diruangan V menurut fungsinya supaya siap pakai. i. Menciptakan dan memelihara kebersihan, V keamanan,
kenyamanan,
dan
keindahan
ruangan. j. Melaksanakan tugas dinas pagi/sore/malam V atau hari libur secara bergantian sesuai dengan jadwal dinas. k. Memberikan
penyuluhan
kesehatan V
118
sehubungan dengan penyakitnya. l. Melaporkan
segala
sesuatu
mengenai V
keadaan klien baik secara lisan maupun tulisan. m. Membuat laporan harian klien.
V V
n. Operan dengan dinas berikutnya.
o. Menerima bantuan bimbingan katim/ ka shift V dan melaksanakan pendelegasian dari kepala ruangan. Total Prosentase
15 100% Berdasarkan
tabel
diatas
di
0 0%
interpretasikan
perawat
pelaksana dalam menjalankan fungsi manajemen keperawatan dilakukan 100% sehingga dapat dikatakan fungsi tersebut dijalankan dengan baik. Sehingga
peran
fungsi
perlu
dipertahankansesuai
dengan
uraian
tugasnya.
2. Tindakan Keperawatan di Ruang Teratai a. Operan
No. Langkah-langkah Persiapan: 1. Buku
laporan
Tanggal 4/11 P S
5/11 P S
6/11 P S
shift V
V
V
V
V
V
2.
sebelumnya Membaca laporan shift V
V
V
V
V
V
3.
sebelumnya. Shift yang
V
V
V
V
V
akan V
119
mengoperkan, menyiapkan yang 4.
hal-hal
akan
di
sampaikan. Shift yang
V
V
V
V
V
catatan harian Kedua kelompok sudah V
V
V
V
V
V
siap. Prosedur Pelaksanaan: 1. Kepala ruang / Ketua V
V
V
V
V
v
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
menerima
akan V
membawa
buku catatan operan / 5.
Tim
memberi
salam
(selamat
pagi/
assalamu’alaikum) dan menyampaikan segera 2.
lakukan
operan. Perkenalkan diri dan perawat
3.
di
akan
yang
akan
bertugas selanjutnya. Kegiatan di mulai dengan
menyebut
/
mengidentifikasi secara satu persatu (berurutan tempat tidur / kamar) : Identifikasi Klien: nama,alamat,
no
register Jelaskan
diagnosa
medis. Jelaskan
diagnose
keperawatan sesuai
120
4.
data focus Jelaskan kondisi
/ V
V
V
V
V
V
5.
keadaan umum klien. Jelaskan tindakan V
V
V
V
V
V
-
-
-
-
-
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
yang V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
keperawatan telah 6.
dan
yang belum
di
lakukan Jelaskan hasil tindakan .masalah
teratasi
sebagian belum atau 7.
muncul masalah baru. Jelaskan secara V singkat
dan
rencana
kerja
tindak
jelas
lanjut
asuhan
(mandiri 8.
dan atau
kolaborasi) Memberikan kesempatan shift
yang
anggota menerima
operan
untuk
melakukan klarifikasi / bertanya tentang halhal atau tindakan yang 9.
kurang jelas. Perawat menerima
operan
mencatat
hal-hal
penting 10.
pada
buku
catatan harian Lakukan prosedur 1 – V 7
untuk
berikutnya
pasien sampai
121
seluruh 11
pasien
operkan. Perawat
di yang V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V -
V -
V -
V -
V -
-
-
-
-
-
mengoperkan menyerahkan
semua
berkas
catatan
perawatan kepada tim yang
akan
menjalankan
tugas
berikutnya. Penutup: 1. Kepala Ruang / ketua V tim (yang memimpin ) kembali 2.
ke
Nurse
Station Berdoa bersama yang V di pimpin oleh kepala
3. 4.
ruang / ketua Tim. Mengucap salam. V Mengucapkan selamat istirahat bagi anggota
5.
tim / shift sebelumnya. Mengucapkan selamat bekerja untuk tim / shift berikutnya
Total Prosentase Keterangan :
16 16 16 16 76% 76% 0% 0% 76% 76% : Dilakukan : Tidak Dilakukan
P
: Operan Malam ke Pagi
S
: Operan Pagi ke Sore
Keterangan:
122
Operan merupakan suatu timbang terima tugas dari shift satu ke shift lain dengan waktu, isi dan strategi yang telah ditentukan. Operan mengkomunikasikan secara tertulis dan lisan pada staf keperawatan dan tim kesehatan lain yang memerlukan data klien secara teratur. Evaluasi proses operan dan preconference pada Ruang Terataimenunjukkan data bahwa 76% proses operan dilakukan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa operan yang dilakukan kurang sesuai juknis yang berlaku.Adapun beberapa hal yang perlu diperhatikan agar operan efektif adalah operan dilaksanakan tepat waktu pada saat pergantian dinas yang telah disepakati, operan diipimpin oleh katim, operan diikuti oleh semua perawat yang akan dan telah selesai berdinas. b. Preconfrence
1.
Tanggal 4/11 D T Kepala ruang/Ketua V
2.
Tim memberi salam Jelaskan tujuan
V
V
3.
konferens awal Berikan pengarahan
V
V
No. Langkah-langkah
5/11 D T
6/11 D T
kepada anggota tim tentang
rencana
kegiatan pada shift 4.
pagi. Lakukan pembagian V
V
5.
tugas kepada tim Berikan
V
kesempatan
V
pada
masing
–
masing
ketua
tim untuk
menjelaskan
123
pasien kelolaannya
6.
serta
membagi
tugas
kepada
anggota tim Memberikan kesempatan kepada Tim
untuk
mempresentasikan kasus special yang menjadi
prioritas,
meliputi : Identifikasi Klien
:nama,
umur, no register Diagnosa medis. Diagnosa keperawatan dan data focus yang menunjang diagnosa. Tindakan keperawatan yang
sudah
lakukan hasilnya. Rencana
di dan
tindak
lanjut Masalah yang di 7.
hadapi Berikan
V
V
kesempatan kepada Tim yang lain untuk mendiskusikan/
124
bertanya/ menanggapi, memberikan 8.
masukan. Karu /
Katim V
mencatat diskusi 9.
Tim. Karu
V
hasil anggota
memberikan V
kesimpulan
V
dari
diskusi yang telah di 10
lakukan. Karu memberikan V penekanan
V
pada
hal-hal yang perlu di perhatikan atau membacakan SOP untuk pelaksanaan 11
tindakan. Tanyakan kesiapan
V
V
V
V
anggota tim untuk melakukan kegiatan pelayanan 12
keperawatan. Sampaikan kontrak waktu
untuk
pelaksanaan middle 13
konferens Mengucapkan
14
salam Mengucapkan
selamat bekerja TOTAL Prosentase
V
V
8 6 0 0 8 6 57% 43% 0% 0% 57% 43%
125
Keterangan : D
:
Dilakukan
T
:
Tidak Dilakukan
c.Post Conference Tanggal No. Langkah-langkah 4/11 D T 1. Kepala ruang/Ketua V
5/11 D T
6/11 D T V
2.
Tim memberi salam Jelaskan tujuan
V
V
3.
konferens akhir Berikan
V
V
V
V
kesempatan
pada
masing
–
masing
ketua
tim untuk
menjelaskan 4.
pasien kelolaannya. Memberikan kesempatan kepada Tim
untuk
mempresentasikan kasus special yang menjadi
prioritas,
meliputi : Identifikasi Klien
:nama,
umur, no register Diagnosa medis. Diagnosa
126
keperawatan dan data focus yang menunjang diagnosa. Tindakan keperawatan yang
sudah
lakukan
di dan
hasilnya. Rencana
tindak
lanjut Masalah yang di 5.
hadapi Berikan
V
V
V
V
V
V
V
V
kesempatan kepada Tim yang lain untuk mendiskusikan/ bertanya/ menanggapi, memberikan 6.
masukan. Karu /
Katim
mencatat
hasil
diskusi 7.
Tim. Karu
anggota memberikan
kesimpulan
dari
diskusi yang telah di 8.
lakukan. Karu memberikan penekanan
pada
hal-hal yang perlu di perhatikan
127
9.
Tanyakan kesiapan
V
V
anggota tim untuk melakukan kegiatan pelayanan 10.
keperawatan. Mengucapkan
11.
salam Mengucapkan
V
V V
selamat bekerja TOTAL Prosentase %
V
2 9 0 0 2 9 18% 82% 0% 0% 18% 82%
Keterangan : D
:
Dilakukan
T
:
Tidak Dilakukan
Conference adalah diskusi kelompok tentang beberapa aspek klinik dan kegiatan konsultasi. Pre conference adalah diskusi tentang aspek klinik sebelum melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien. Post conference adalah diskusi tentang aspek klinik sesudah melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien. Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan selama 2 hari, dalam melaksanakan preconference didapatkan data 57% perawat melaksanakan preconference sesuai dengan juknis yang telah ditetapkan sedangkan dalam pelaksanaan postconference sulit dievaluasi disebaban karena preconference dilakukan bersamaan dengan operan. Berdasarakan data diatas dapat disimpulkan : 1) Pre conference dilaksanakan setiap pagi sebelum melaksanakan aktivitas keperawatan, diikuti oleh semua perawat dan mahasiswa yang dinas pagi. Pelaksanaan preconference
terlaksana
57%
sehingga
perlu
ditingkatkan lagi. 2) Tidak dilakukan middle conference pada Ruang Teratai.
128
3) Post conference tidak terevaluasi disebabkan karena post conference digabung dengan operan, dan setelah itu perawat pulang. a. Orientasi Pasien Baru Pada tanggal 4 – 6 November 2013, jumlah pasien baru ada 4 orang. Berdasarkan observasi tidak ada pasien yang diorientasikan. b. Ronde Keperawatan Dari hasil observasi selama 3 hari di ruang Teratai, perawat tidak pernah melakukan ronde keperawatan. Saat melakukan wawancara kepada perawat, perawat mengatakan bahwa ronde keperawatan hampir tidak pernah dilakukan karena terbatasnya tenaga perawat dan kesibukan perawat. c. Discharge Planning Dari hasil pengkajian tanggal 4 – 6 November 2013 di Ruang Teratai didapatkan data sebagai berikut: Discharge Planning Dilakukan discharge planning Tidak dilakukan discharge planning Total pasien pulang
Jumlah Pasien 2 0 2
Tabel 3.11 Rata-Rata Discharge Planning di Ruang Teratai mulai tanggal 4 – 6 November 2013 No
Daftar Pertanyaan
Tgl 4
Tgl 5
Tgl 6
1. 2. 3. 4. 5. 6 7 8 9
Nomor Register Nama Pasien Jenis Kelamin Pangkat NRP/ NIP Pekerjaan Kesatuan Alamat Umur Agama Tanggal MRS
√ √ √ √ √ √ √ √
√ √ √ √ √ √ √ √
√ √ √ √ √ √ √ √
129
10. 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Tanggal KRS Dx. Medis saat pulang Status pulang Keadaan umum saat pasien pulang Alat bantu yang terpasang saat pulang Mobilisasi saat pulang Masalah keperawatan selama dirawat Masalah keperawatan yang perlu tindak lanjut dirumah Penyuluhan kesehatan yang diberikan Obat- obat yang dibawa pulang Surat yang menyertai Nama penjemput Jumlah Prosentase Berdasarkan hasil observasi selama 3
√ -
√ -
√ √ -
√ √ 0 0 12 57% hari, didapatkan data 57%
pelaksaan discharge planning sesuai dengan juknis, sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam pelaksanaan discharge planning belum maksimal dan perlu ditingkatkan lagi untuk mencapai pelayanan keperawatan yang berkualitas. 3. Supervisi Supervisi adalah
merencanakan,
mengarahkan,
membimbing, mengajar, mengobservasi, mendorong, memperbaiki, mempercayai dan mengevaluasi secara terus-menerus dengan sabar,
adil
serta
bijaksana
sehingga
setiap
perawat
dapat
memberikan asuhan keperawatan dengan baik, terampil, aman, cepat dan tepat secara menyeluruh sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan perawat (Kron, 1997) Adapun hal mengenai supervisi di ruang Teratai adalah: a. Mekanisme supervisi terhadap staf. Supervisi dilakukan secara langsung oleh kepala ruang kepada perawat anggota, kepala ruang juga melakukan penilaian kinerja kepada perawat anggota dan hasil penilaian dimasukkan ke dalam raport yang hasilnya akan diserahkan ke watnap. b. Mekanisme supervisi terhadap asuhan keperawatan. Supervisi dilakukan secara tidak langsung oleh critical care manager terkait dengan pendokumentasian asuhan keperawatan yang berada diruangan.
130
c. Faktor penghambat supervise Adanya jumlah supervisor yang terbatas dan beban yang harus dilakukan supervise banyak. Supervisi yang dilakukan umumnya sudah sesuai dengan prinsip dan pedoman yang telah ditetapkan. Pada ruang teratai ini sudah dilakukan pengajuan supervise tambahan sebanyak satu orang. Hal ini telah memberikan kontribusi yang baik terhadap kelancaran supervise, hanya saja terdapat beberapa hambatan yaitu adanya senioritas ruangan, namun tidak menghalangi kelancaran supervisi dalam melakukan pengawasan terhadap ruangan.
131
4. Sentralisasi Obat Pengelolaan Sentralisasi Obat di Ruang Teratai pada tanggal 5-6 November 2013 No
Pernyataan
1
Penanggung jawab pengelolaan obat adalah kepala ruangan yang secara operasional dapat
2 3
didelegasikan pada staf yang ditunjuk Keluarga wajib mengetahui dan ikut serta mengontrol penggunaan obat Penerimaan obat a. Obat yang telah diresepkan dan telah diambil oleh keluarga diserahkan kepada perawat dengan menerima lembar serah terima obat b. Perawat menuliskan nama pasien, register, jenis obat, jumlah dam sediaan(bila perlu) dalam kartu control; dan diketahui (ditanda tangani) oleh keluarga atau klien dalam buku masuk obat, keluarga atau klien selanjutnya mendapatkan penjelasan kapan/bilamana obat tersebut akan habis c. Klien atau keluarga untuk selanjutnya mendapatkan salinan obat yang harus diminum
4
beserta kartu kendali persediaan obat d. Obat yang telah diserahkan selanjutnya disimpan oleh perawat dalam kotak obat Pembagian Obat a. Obat yang telah diterima untuk selanjutnya disalin dalam buku daftar pemberian obat b. Obat-obatan yang telah disimpan untuk selanjutnya diberikan oleh perawat dengan memperhatikan alur yang terencana dalam buku daftar pemberian obat, dengan terlebih dahulu dicocokkan dengan terapi di instruksi dokter dan kartu obat yang ada pada klien c. Pada saat pemberian obat, perawat menjelaskan macam obat, kegunaan obat, jumlah
Tanggal 5
6
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
-
-
132
obat, efek samping. Usahakan tempat atau wadah obat kembali ke perawat setelah obat dikonsumsi, pantau adanya efek samping pada pasien d. Sediaan obat yang ada selanjutnya dicek tiap pagi oleh kepala ruangan atau petugas yang ditunjuk dan didokumentasikan dalam buku masuk obat. Obat-obatan yang hamper habis akan didokumentasikan pada keluarga dan kemudian dimintakan kepada dokter 5.
√
√
√
√
√
√
√
√
√
-
√
penanggung jawab pasien Penambahan obat baru a. Bilamana terdapat penambahan atau perubahan jenis, dosis atau perubahan route pemberian obat, maka informasi itu akan dimasukkan dalam buku masuk obat dan sekaligus dilakukan perubahan dalam kartu sediaan obat b. Pada pemberian obat yang bersifat tidak rutin maka dokumentasi hanya dilakukan pada
.6.
-
buku obat dan selanjutnya diinformasikan kepada keluarga a. Obat disebut khusus apabila sediaan memiliki harga yang cukup mahal menggunakan route pemberian yang cukup sulit, memiliki efek samping yang cukup besar atau hanya diberikan dalam waktu tertentu saja b. Pemberian obat khusus dilakukan dengan menggunakan kartu khusus obat, dilaksanakan oleh perawat primer c. Informasi yang diberikan kepada klien atau keluarga: nama obat, kegunaan obat, waktu pemberian, efek samping, penanggung jawab pemberian d. Usahakan terdapat saksi keluarga saat pemberian obat pada pasien Total Presentase Rata-Rata
√ 13 13 81,25% 81,25% 81,25%
133
Keterangan: Dari tabel dapat diketahui sentralisasi obat yang dilaksanakan 81,25%. Berdasarkan observasi dan wawancara yang dilakukan selama pengkajian, diperoleh data bahwa kegiatan sentralisasi obat di ruang teratai Sudah dilaksanakan terkait penanggung jawab obat, penerimaan obat, pembagian obat serta pendokumentasian tentang penambahan obat baru. Sedangkan untuk pengecekan sediaan obat dan pemberian informasi tentang obat kepada klien kurang optimal. 5. Kepuasan Pasien a. Tingkat kepuasan pasien Pengukuran tingkat kepuasan klien menggunakan kuesioner yang berisi 20 pertanyaan dengan pilihan jawaban ”ya” dengan skore 2, jawaban ”kadang-kadang” dengan skore 1 dan jawaban ”tidak” dengan skore 0. Kuisioner diberikan kepada pasien yang sudah menjalani rawat inap selama 2 – 3 hari di Ruang Teratai. Menurut Gerson (2004), untuk mengetahui tingkat kepuasan pelanggan dapat diklasifikasikan dalam beberapa tingkatan sebagai berikut : a) Sangat memuaskan (76-100%) Diartikan sebagai ukuran subjektif hasil penilaian perasaan pasien yang menggambarkan pelayanan kesehatan sepenuhnya atau sebagian besar sesuai kebutuhan atau keinginan pasien, seperti sangat bersih (untuk prasarana), sangat ramah (untuk hubungan dengan dokter atau perawat), atau sangat cepat (untuk proses administrasi), yang seluruhnya menggambarkan tingkat kualitas pelayanan yang paling tinggi. b) Memuaskan (56-75%) Diartikan sebagai ukuran subjektif hasil penilaian perasaan pasien, yang menggambarkan pelayanan kesehatan tidak sepenuhnya atau sebagian sesuai kebutuhan atau keinginan seperti tidak terlalu bersih
134
(untuk sarana), agak kurang cepat (proses administrasi), atau kurang ramah, yang seluruhnya ini menggambarkan tingkat kualitas yang kategori sedang. c) Tidak memuaskan (41-55%) Diartikan sebagai ukuran subjektif hasil penilaian perasaan pasien rendah, yang menggambarkan pelayanan kesehatan tidak sesuai kebutuhan atau keinginan seperti tidak terlalu bersih (untuk sarana), agak lambat (untuk proses administrasi), atau tidak ramah. d) Sangat tidak memuaskan (
View more...
Comments