Dermatitis Venenata
April 13, 2019 | Author: Mohamad Fachry | Category: N/A
Short Description
dermatitis...
Description
AB I PENDAHULUAN
Dermatitis merupakan penyakit yang menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik berupa eritema, edema, papula, vesikel, skuama, dan likenifikasi. Salah satu jenis dermatitis adalah dermatitis kontak. Dermatitis kontak adalah respon terhadap pajanan bahan atau substansi tertentu, dapat berupa alergen maupun bahan iritan. Peradangan akibat pajanan terhadap alergen disebut dermatitis kontak alergi (DKA). Pajanan terhadap bahan iritan disebut dermatitis kontak iritan. Dermatitis kontak iritan (DKI) adalah peradangan pada kulit yang dapat berupa eritema, edema, dan scale/ skuama. skuama. DKI merupakan respons nonspesifik kulit terhadap berbagai kerusakan kimia dengan melepaskan mediator inflamasi terutama dari sel-sel epidermis 1,2. Dalam kehidupan sehari-hari, iritan yang menyebabkan DKI meliputi air, deterjen, berbagai pelarut, asam, basa, bahan adhesi, cairan bercampur logam, kosmetik, minyak oles, dan substansi topikal lainnya. Sering bahan-bahan ini bekerja bersama untuk merusak kulit. Iritan merusak kulit dengan cara memindahkan minyak dan pelembab dari lapisan terluar, membiarkan iritan masuk lebih dalam, dan menyebabkan kerusakan lebih lanjut dengan cara memicu proses inflamasi2. Dermatitis kontak iritan (DKI) dapat digolongkan sebagai penyakit kulit akibat kerja karena berkaitan dengan oleh pajanan berulang substansi di area kerja, seperti bahan pembersih, deterjen, dan pelarut. Penggunaan zat-zat tertentu pada area kulit yang sensitif juga menyebabkan timbulnya gejala klinis penyakit ini 1. DKI dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan umur, ras, dan jenis kelamin 2. DKI masih belum banyak diketahui bila dibandingkan dengan dermatitis kontak alergi (DKA). Kebanyakan artikel tentang dermatitis kontak cenderung membahas DKA. Tidak ada uji diagnostik untuk DKI, sehingga diagnosis bersandar pada eksklusi penyakit dermatitis lainnya. Tangan merupakan tempat predileksi tersering penyakit ini.
Terkadang penampakan klinis DKI kronik mirip dengan DKA. DKI kronik pada telapak tangan dan telapak kaki sulit dibedakan dengan DKA. Dalam penatalaksanaan DKI, penting bagi penderita dan dokter untuk mengetahui substansi yang menyebabkan penyakitnya tersebut sehingga dapat diberikan terapi yang lebih efisien dan efektif. Laporan kasus ini membahas penderita DKI pada jari jari tangan dengan riwayat kontak dengan bahan-bahan salon kecantikan1,2.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Dermatitis kontak iritan adalah jenis dermatitis yang berupa efek sitotosik lokal langsung dari bahan iritan pada sel-sel epidermis, dengan respon peradangan pada dermis. Daerah yang paling sering terkena adalah tangan dan pada individu atopik menderita gejala yang lebih berat. Secara definisi bahan iritan kulit adalah bahan yang menyebabkan kerusakan secara langsung pada kulit tanpa proses sensitisasi2,3. Dermatitis kontak iritan dapat dibagi menjadi dua, yaitu oleh karena iritan absolut dan relatif. DKI oleh karena iritan absolut biasanya timbul seketika setelah berkontak dengan iritan, dan semua orang akan terkena. Sedangkan dermatitis kontak karena iritan relatif dapat timbul sesudah pemakaian bahan yang lama dan berulang, dan seringkali baru timbul bila ada faktor fisik berupa abrasi, trauma kecil dan maserasi, oleh karena itu sering disebut traumatic dermatitis. Kelainan yang timbul biasanya berupa hiperpigmentasi, hiperkeratosis, likenifikasi, fisura, dan kadang-kadang eritema dan vesikel 4. 2.2 Epidemiologi Pada studi epidemiologi penyakit kulit pada pekerja di Singapura memperlihatkan bahwa 97% dari 389 kasus adalah dermatitis kontak,
dimana 66,3 % diantaranya adalah DKI dan 33,7% adalah DKA. Sebagai penyakit yang sering dihubungkan dengan kerja dengan kecenderungan pajanan terhadap bahan-bahan iritan berulang, maka dermatitis kontak iritan sering insidennya pada profesi cleaning service, hospital care,tukang masak, dan pegawai salon. Insiden di Jerman 4,5 pasien per 10.000 tukang masak. Pegawai salon mempunyai insiden dermatitis kontak iritan tertinggi yaitu 46,9 kasus per 10.000 perkerja per tahun nya1,5. Kejadian dermatitis kontak iritan lebih sering pada wanita dibanding pria. Pada wanita faktor lingkungan lebih berperan dibanding faktor genetik yang lebih berperan pada pria. Kejadian dermatitis kontak iritan lebih sering pada umur > 50 tahun karena keadaan kulit yang lebih kering dan tipis 1. 2.3 Etiologi Bahan-bahan iritan yang dapat digolongkan sebagai penyebab DKI antara lain bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam alkali, serbuk kayu, bahan abrasif, enzim, minyak, larutan garam konsentrat, plastik berat molekul rendah, dan bahan kimia higroskopik. Kelainan kulit yang muncul bergantung pada beberapa faktor, meliputi faktor dari iritan itu sendiri, faktor lingkungan dan faktor individu penderita1,4,2. Iritan adalah substansi yang akan menginduksi dermatitis pada setiap orang jika terpapar pada kulit dalam konsentrasi yang cukup, pada waktu yang sufisien dengan frekuensi yang sufisien. Masing-masing individu memiliki predisposisi yang berbeda terhadap berbagai iritan. Fungsi pertahanan dari kulit akan rusak, baik dengan peningkatan hidrasi dari stratum korneum (oklusi, suhu dan kelembaban tinggi, bilasan air yang sering dan lama) dan penurunan hidrasi (suhu dan kelembaban rendah). Riwayat atopik, personal hygiene, dan luas dari paparan menentukan kerentanan seorang individu untuk terkena DKI. Efek dari iritan merupakanconcentration-dependent dan biasanya mengenai tempat primer kontak 4. 2.4 Patogenesis
DKI merupakan dermatitis dengan mekanisme non alergi. Patogenesis DKI dapat dijelaskan sebagai berikut : Penetrasi bahan iritan à kerusakan membran lipid keratinosit à dalam beberapa menit-jam à difusi bahan iritan melalui membrane akan merusak lisosom, mitokondria, dan komponen inti sel à pengaktifan fosfolipase à menghasilkan asam arakidonik à asam arakidonik membebaskan prostaglandin dan leukotrin à pembuluh darah dan transudasi faktor sirkulasi dari komplemen dan sistem kinin3,6. Dalam patogenesis penyakit ini, sel-sel yang berperan seperti resident epidermal cells, dermal fibroblast, endothelial cells, dan berbagai macam leukosit yang berinteraksi satu sama lain di bawah control jaringan mediator lipid dan sitokin. Keratinosit memegang peranan penting di dalam inisiasi reaksi inflamasi kulit atas responnya terhadap sitokin. Berbagai stimuli yang bertindak sebagai iritan, seperti substansi kimia dapat merangsang keratinosit epidermis untuk mengeluarkan sitokin inflamasi ( IL-1, TNF- α), sitokin kemotaksis ( IL8, IL-10), growth-promoting cytokines (IL-6, IL-7, IL-15, GMC-SF, TGF α), dan sitokin pengatur imunitas humoral dan selular ( IL-10, IL12, IL-18). ICAM 1 menyebabkan infiltrasi leukosit ke epidermis, sehingga menyebabkan reaksi inflamasi di kulit1. Penarikan neutrofil dan limfosit serta pengaktifan sel mast à membebaskan histamin, prostaglandin dan leukotrin 3. Platelet Activating Factor à aktivasi platelets à perubahan vaskuler 3. Pada dermatitis kontak iritan terjadi kerusakan keratisonit dan keluarnya mediator- mediator. Perbedaan mekanismenya dengan dermatis kontak alergik yaitu dermatitis kontak iritan tidak melalui fase sensitisasi3. Semua bahan iritan menunjukkan pola yang sama dalam hal infiltrasi seluler di dalam lapisan dermis. Densitas infiltrasi sel sebanding dengan intensitas inflamasinya1. 2.5 Patofisiologi
Ada 3 bentuk perubahan patofisiologi, yaitu kerusakan barrier kulit, kerusakan seluler epidermis, dan pengeluaran sitokin. Dengan keluarnya sitokin pro inflamasi dari sel-sel kulit, terutama keratinosit, menyebabkan inflamasi sebagai respon terhadap pajanan bahan-bahan iritan1,7. Banyak bahan kimia dengan konsentrasi dan waktu pajanan tertentu yang dapat bertindak mengiritasi kulit. Kebanyakan penyakit ini menurut data epidemiologi disebabkan oleh pajanan zat-zat iritan dalam konsentrasi rendah namun berulang, yang diistilahkan sebagai dermatitis kontak iritan kumulatif. Bahan pelarut adalah salah satu substansi yang menyebabkan iritasi karena substansi ini menghilangkan kandungan lemak dan minyak dari kulit, padahal lapisan lemak ini adalah barrier kulit dari trauma sekaligus menjaga kelembapan kulit, hal ini mengakibatkan peningkatan penguapan air secara transepidermal dan meningkatkan ambang sensitivitas kulit terhadap pajanan bahan toksik, bahkan substansi yang sebelumnya dapat ditoleransi dengan baik 1. 2.6 Faktor predisposisi dan risiko Faktor predisposisi yang penting yaitu umur, ras, jenis kelamin, riwayat atopik sebelumnya, daerah kulit yang terekspos dan aktivitas sebasea. Perubahan kulit karena usia dapat merubah respon kulit terhadap zat iritan. Pada anak dan lanjut usia sering terkena DKI karena mereka memiliki sedikit jaringan epidermis yang sehat5. Beberapa faktor yang berpengaruh dan dapat diidentifikasi pada DKI antara lain :
Kecenderungan terpajan dengan bahan iritan dalam jangka waktu dan intensitas tertentu Riwayat atopik Polimorfisme pada gen fillagrin (FLG) Dengan adanya riwayat iritasi kulit terhadap substansi tertentu, hal ini menjadi faktor predisposisi terjadinya sensitisasi terhadap bahan bahan topikal lainnya. Eksaserbasi DKI dapat menyebabkan perkembangan menjadi DKA 1.
Faktor predisposisi lainnya yang menyebabkan orang cenderung terkena dermatitis kontak iritan adalah riwayat atopik. Pengaruh genetik juga berperan sebagai faktor predisposisi. Polimorfisme pada FLG gen menyebabkan terhentinya produksi FLG dan pada akhirnya terjadi perubahan barier kulit1. Tingkat keparahan dermatitis ini sangat bervariasi dan tergantung pada banyak faktor, termasuk diantaranya 8:
Jumlah dan intensitas iritan Durasi dan frekuensi pajanan Kerentanan kulit Lingkungan (misalnya suhu tinggi atau rendah atau kelembaban) 2.7 Tipe dan gejala klinis Dua bentuk DKI didasarkan pada penyebabnya, yaitu DKI oleh karena fisik dan DKI oleh karena bahan kimia. DKI oleh karena fisik contohnya friksi, prolong rubbing, dan pakaian yang kasar. DKI oleh karena bahan kimia contohnya alkohol, latex, kerosene, dan alkali 9. Beberapa penggolongan DKI berdasarkan penyebab dan pengaruh faktor individu serta lingkungan antara lain10:
o
o
o
DKI akut Iritan kuat seperti asam sulfat dan HCl menghasilkan reaksi yang cepat begitu kontak terjadi. Kulit terasa pedih, panas, lesi tampak berupa eritema, edema, bula, dan nekrosis dengan pinggir berbatas tegas dan asimetris. DKI akut lambat Gambaran sama dengan DKI akut namun baru muncul 8-24 jam atau lebih setelah kontak. Dermatitis venenata merupakan salah satu contoh tipe ini. DKI kumulatif DKI ini termasuk tipe kronis. Hal ini didasarkan pada kontak berulangulang dengan iritan lemah. Kelainan tampak setelah bermingu-minggu hingga bertahun-tahun. gambaran berupa kulit kering, eritema, skuama, dan hyperkeratosis. DKI tipe ini yang sering berhubungan dengan dermatitis akibat kerja.
o
o
o
o
DKI iritan Bentuk subklinik pada seseorang yang terpajan pekerjaan basah, seperti penata rambut, kelainan juga cenderung monomorf seperti skuama, vesikel, pustul, dan erosi. DKI traumatik Kelainan kulit setelah trauma panas atau laserasi. Bentuknya dermatitis numularis dengan masa penyembuhan kira-kira 6 minggu. DKI subyektif Kelainan kulit tidak terlihat, namun penderita merasa perih atau seperti terbakar. Disebut juga DKI sensori. DKI noneritematosa DKI dengan fungsi sawar stratum korneum tanpa kelainan secara klinis. 2.8 Diagnosis Langkah-langkah penegakan diagnosis untuk penyakit dermatitis kontak iritan antara lain :
o
o
o
Anamnesis Anamnesis terarah tentunya diperlukan untuk mengeksplor riwayat pajanan terhadap bahan atau substansi kimia tertentu1,4. Onset penyakit sangat penting ditanyakan untuk mengetahui tipe dermatitis kontak iritan. Onset penyakit sampai timbulnya gejala klinis dalam hitungan menit sampai jam tergolong tipe simpel akut. Tipe akut lambat biasanya dalam hitungan 8-24 jam. Tipe kumulatif cenderung merupakan konsekuensi dari pajanan berulang dengan konsentrasi substansi yang rendah. Penting juga menyertai riwayat keluarga atau orang di sekitar yang juga mengalami gejala yang sama. Riwayat atopik dan alergi juga ditanyakan1,4. Pemeriksaan klinis Pemeriksaan klinis sangat penting untuk mengeksklusi pernyakit lain. Menentukan lokasi dan efloresensi dengan jelas. Biasanya tempat predileksi DKI adalah pada tangan dan lengan. Pemeriksaan tubuh secara menyeluruh sangat dianjurkan untuk melihat lesi di tempattempat tertentu1,4. Pemeriksaan penunjang
o
o
o
Pemeriksaan penunjang seperti patch test dapat dilakukan untuk eksklusi dermatitis kontak alergi1,3,4. Karena tes diagnostik untuk DKI tidak ada, maka untuk pemeriksaan penunjang dapat dilakukan patch test untuk mengeksklusi dermatitis kontak alergi dan dapat dilakukan pemeriksaan KOH untuk mengeksklusi penyakit jamur1,3,4. Pemeriksaan histopatologis Penunjang diagnostik yang akurat salah satunya adalah histopatologis. Didapatkan gambaran intraselular edema atau spongiosis. Spongiosis tidak begitu tampak jelas pada dermatitis kontak alergi. Gambaran parakeratosis juga bisa muncul pada dermatitis kontak iritan kronik disertai hiperplasia sedang sampai berat, dan pemanjangan rete ridges1. Gambar 1. Dermatitis kontak iritan pada kedua tangan13 (Dikutip dari DermNet NZ, 2010) Gambar 2. Dermatitis kontak iritan pada kulit penis14 (Dikutip dari DermAtlas, 2010) 2.9 Diagnosis banding Diagnosis banding dari dermatitis kontak iritan adalah dermatitis kontak alergi dan dermatitis atopik 1. No.
DKI
DKA
1.
Cenderung akut
Cenderung kronik
2.
Semua orang bisa terkena
Hanya orang tertentu (riwayat alergi/sensitisasi) yang terkena
3.
Lesi awal berupa : makula, eritema, vesikel, bula, dan erosi.
Lesi awal berupa : makula, eritema, papula, melebar dari tempat awal
4.
Penyebab : iritan primer
Penyebab : alergen
5.
Tergantung konsentrasi bahan iritan dan status swar kulit. Terjadi jika bahan iritan melewati ambang batas
Tidak tergantung dengan konsentrasi. Konsentrasi rendah sekalipun sudah dapat memicu DKA. Bergantung pada tingkat sensitisasi
6.
Onset pada saat kontak pertama
Onset pada saat kontak berulang
Tabel 1. Perbandingan DKI dan DKA 4,11 Perlu dibandingkan DKI dengan DKA dan dermatitis atopik sebab terkadang memberi gambaran klinis yang mirip satu sama lain4,5,11.
o
o
DKA Dermatitis kontak alergi disebabkan terpaparnya kulit dengan bahan yang bersifat alergen. Pada yang kronis terlihat kulit kering, berskuama, papul, likenifikasi dan mungkin juga fisur, batasnya tidak jelas. Kelainan ini sulit dibedakan dengan dermatitis kontak iritan kronis karena mungkin penyebabnya juga campuran. Bila dibandingkan dengan dermatitis kontak iritan, jumlah penderita dermatitis kontak alergik lebih sedikit, karena hanya mengenai orang yang kulitnya sangat peka (hipersensitif). Dermatitis Atopik Pada gambaran klinis terdapat vesikel-vesikel dan papul-papul serta eritem, untuk membedakan dengan dermatitis kontak iritan, pada dermatitis atopik mempunyai tiga tanda khas yaitu : Pruritus.
o
Morfologi dan distribusi khas pada wajah (khusus pada anak) dan daerah lipatan kulit (fosa kubiti, fosa poplitea, leher, dan pergelangan tangan). Cenderung menjadi kronis kambuh. Pada dermatitis atopik juga didapatkan riwayat atopik (rhinitis alergi, asma bronkial),dan pada pemeriksaan penunjang di temukan eosinofilia dan peningkatan kadar IgE, sedangkan pada dermatitis kontak iritan tidak terdapat riwayat atopik. 2.10 Penatalaksanaan
o
o
o
o
o
o
Prinsip penatalaksanaan pada DKI ada 3, yaitu penghentian pajanan terhadap bahan iritan yang dicurigai, perlindungan bagian tubuh yang terpapar, dan penggantian bahan iritan dengan yang tidak bersifat iritan1,12. Medikamentosa1,12,13 Penatalaksanaan dermatitis iritan tipe akut dapat secara simtomatis. Penggunaan hand rub berbasis alkohol dengan kandungan berbagai macamemollient dapat dilakukan untuk mengurangi kerusakan kulit, kekeringan, dan iritasi. Terapi medikamentosa untuk dermatitis kontak iritan mempunyai beberapa prinsip, seperti, emollient, menghindari iritasi, dan krim yang mengandung dimethicone adalah terapi yang digunakan sebagai Agenagen terapeutik yang mengandung propilen glikol dan urea dapat mengakibatkan inflamasi sehingga harus dihindari sebagai terapi. Pengobatan sistemik dapat diberikan antihistamin sebagai efek anti pruritus. Topikal kortikosteroid digunakan sebagai antiinflamasi, supresi aktivitas mitotik, dan vasokonstriksi. Efek steroid juga dapat mensupresi pengeluaran histamine, sehingga bisa juga sebagai antipruritus. KIE kepada pasien terutama dalam hal penggunaan dan pajanan bahan iritan sehari-hari, seperti1,4: Pendidikan kepada pekerja suatu perusahaan tentang penggunaan alat dan akibat buruk yang mungkin terjadi kalo terpajan. Jika pasien adalah pekerja yang sering kontak dengan bahan-bahan iritan, dapat memberikan edukasi ke pasien dan perusahaan tempatnya
o
o
o
o
bekerja berupa pencegahan seperti pemakaian masker, sarung tangan, perawatan kulit sehari-hari terutama yang mempunyai kulit sensitif. Penggunaan bahan-bahan iritan di dalam rumah tangga sehari-hari seperti detergent, larutan pembersih, kosmetik, dan obat-obatan topikal tertentu juga harus dipantau, jika terjadi reaksi akut, maka penghentian pemakaian substansi tersebut harus segera dilakukan dan segera menghubungi pelayanan kesehatan setempat. Pelaksanaan uji tempel pada calon pekerja, sehingga dapat menempatkan pekerja di bagian yang tidak kontak dengan bahan iritan. Pemeriksaan kesehatan secara rutin dan berkala kepada para pekerja. Dalam penggunaan bahan-bahan tertentu di dalam keseharian di rumah dan jangan menggunakan bahan yang sensitif terhadap kulit. 2.11 Komplikasi Komplikasi yang dapat terjadi pada dermatitis kontak iritan antara lain1:
Peningkatan risiko sensitisasi terhadap terapi topikal Lesi pada kulit dapat dikolonisasi oleh bakteri Staphylococcus aureus. Hal ini dipermudah jika terjadi lesi sekunder, seperti fissure akibat manipulasi yang dilakukan penderita. Secondary neurodermatitis (lichen simplex chronicus) akibat penderita dermatitis kontak iritan yang mengalami stress psikis. Pada fase post inflamasi dapat terjadi hiperpigmentasi atau hipopigmentasi. Scar, biasanya setelah terkena agen korosif. 2.12 Prognosis Umumnya baik untuk penderita tanpa riwayat atopik, tipe akut dan diagnosis serta penatalaksanaan yang tepat 1. BAB III LAPORAN KASUS 3.1 Identitas Pasien
Nama
: NKS
Umur
: 30 tahun
Jenis Kelamin Alamat Pekerjaan
: Perempuan : Banjar Pacung, Abiansemal, Badung : Wiraswasta ( Pemilik Salon Kecantikan )
Suku
: Bali
Bangsa
: Indonesia
Agama
: Hindu
Status perkawinan
: Menikah
Tanggal pemeriksaan : 12 Agustus 2014 3.2 Anamnesis Keluhan utama : Gatal dan perih pada kedua jari tangan Perjalanan penyakit :
Sebulan sebelumnya pasien mengeluh gatal dan perih pada jari jari tangan. Keseharian pasien adalah pemilik dari salon kecantikan di daerah Sangeh, Abiansemal. Keluhan pertama yang timbul adalah bintik-bintik kemerahan yang terasa gatal, kemudian digaruk oleh pasien. Pasien mengatakan bahwa tiap hari pasien kontak dengan bahan-bahan salon kecantikan seperti sabun, shampoo, pewarna rambut, dan bahan lainnya. Karena kesibukan pasien maka pasien baru dapat berobat sebulan setelah keluhan awal muncul. Awalnya dirasakan sedikit gatal pada ujung-ujung jari kedua tangan diikuti munculnya perubahan warna kulit menjadi kemerahan, kemudian sering digaruk. Gatal muncul hampir setiap saat, baik pagi maupun malam hari dan mengganggu aktivitas sehari-hari. Dua hari sejak rasa
gatal tersebut muncul gelembung-gelembung air dan menjadi luka akibat digaruk..
Riwayat pengobatan : 4 bulan sebelumnya pasien pernah berobat ke poli kulit dan kelamin RS Indra dengan keluhan yang sama akibat kontak dengan bahan-bahan salon. Keluhan membaik setelah diberikan pengobatan oleh dokter. Riwayat penyakit terdahulu : Pasien pernah mengalami keluhan ini sebelumnya. Riwayat penyakit dalam keluarga : Tidak ada anggota keluarga pasien yang menderita keluhan yang sama. Riwayat atopi : Pasien tidak mempunyai riwayat asthma pada dirinya maupun keluarganya. Riwayat alergi : Tidak ada riwayat alergi terhadap substansi atau obat-obatan tertentu pada pasien. Riwayat sosial : Pasien tidak mempunyai riwayat minum alkohol dan merokok. Salah satu pegawai salon pasien mengatakan juga mengalami keluhan yang sama. 3.3 Pemeriksaan Fisik Status Present : Keadaan Umum : baik
Kesadaran
: compos mentis
Nadi
: dalam batas normal (dbn)
Respirasi
: dbn
Temperatur
: dbn
Status General : Kepala
: dalam batas normal (dbn)
Mata
: dbn
THT
: dbn
Thoraks
: dbn
Abdoment : dbn Ektremitas : dbn Status Dermatologi : Lokasi
:
Jari-jari tangan
Gambar 3. Lesi pada jari tangan pasien Effloresensi : Makula eritema, bentuk bulat, diameter 1 cm, jumlah multipel, batas tegas, distribusi terbatas pada jari-jari tangan. Di atas efloresensi primer terdapat efloresensi sekunder berupa erosi eritema akibat garukan pasien. 3.4 Diagnosis Banding
Dermatitis kontak alergi Dermatitis atopik 3.5 Resume Pasien perempuan berumur 30 tahun mengeluhkan gatal dan perih pada jari-jari tangan sejak 1 bulan yang lalu setelah menggunakan bahan-bahan untuk salon kecantikan. Awalnya terasa sedikit gatal pada
ujung-ujung jari kedua tangan diikuti munculnya perubahan warna kulit menjadi kemerahan, kemudian sering digaruk. Tidak ada riwayat penyakit atau keluhan yang sama sebelumnya. Riwayat atopik, alergi, maupun riwayat keluarga juga tidak ada. Salah satu pegawai pasien dikatakan mengalami keluhan yang sama. Pemeriksaan fisik : Status present : kesadaran compos mentis Satus general : dbn Status Dermatologi :
Lokasi : Jari-jari tangan Effloresensi : Makula eritema, bentuk bulat, diameter 1 cm, jumlah multipel, batas tegas, distribusi terbatas pada jari-jari tangan. Di atas efloresensi primer terdapat efloresensi sekunder berupa erosi eritema akibat garukan pasien.. 3.6 Diagnosis Kerja Dermatitis kontak iritan et causa bahan-bahan salon kecantikan 3.7 Penatalaksanaan
o
o
o
o
o
o
Sistemik : Intidol tablet 4 mg 3 x 1. Interhistin (mebhidrolina napadisilat) tablet 50 mg 2 x 1. Topikal : Krim campuran mesone dan chlorampenicol 2% dioleskan 2 x sehari. KIE : Stop penggunaan bahan iritan (bahan-bahan salon) dan substansi lainnya terutama untuk kulit di daerah sensitif. Menggunakan sarung tangan apabila terpaksa harus kontak dengan bahan iritan. Senatiasa menjaga kebersihan badan.
3.8 Prognosis Baik BAB IV PEMBAHASAN
Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien mengeluh timbul gatal dan perih pada jari tangannya sejak 1 bulan yang lalu setelah kontak dengan bahan-bahan salon kencantikan. Pasien merupakan pemilik salon kecantikan yang tiap hari kontak dengan bahan-bahan salon seperti sabun, shampoo, pewarna rambut, dan bahan-bahan lainnya. Timbulnya keluhan setelah bertahun-tahun kontak dengan bahan tersebut mengarahkan kecurigaan bahwa bahan salon ini sebagai pemicu atau iritan terjadinya dermatitis kontak pada pasien ini. Perjalanan yang lama hingga menimbulkan gejala sesuai dengan gambaran dermatitis kontak iritan kumulatif. Pasien menyangkal adanya riwayat alergi terhadap substansi tertentu, hal ini sesuai dengan DKI yang memang pemicunya adalah kontak dengan iritan primer. DKI juga tidak mempunyai riwayat alergi terhadap allergen tertentu. Pasien juga menyangkal ada anggota keluarga yang mengalami keluhan seperti pasien dan menyangkal riwayat asthma di keluarganya. Namun ada pegawai salon pasien yang dikatakan mengalami keluhan yang sama. Pada DKI memang tidak ada riwayat keluarga dan biasanya tidak ada riwayat atopi, namun dapat terjadi pada orang lain yang kontak dengan bahan iritan yang sama. Prognosis pasien ini baik oleh karena termasuk DKI tipe akut, cepat mendapatkan pengobatan, dan tidak ada riwayat atopik pada pasien. Lokasi effloresensi di jari tangan sesuai dengan lokasi predileksi dermatitis kontak iritan yaitu pada tangan dan lengan. Selain itu juga dapat timbul di daerah kulit yang sensitif apabila terpajan bahan iritan dengan konsentrasi dan durasi tertentu. Efloresensi berupa makula eritema disertai erosi sesuai dengan gambaran dermatitis kontak iritan pada umumnya.
Pemeriksaan penunjang khusus untuk diagnostik DKI tidak ada, KOH dan tes tempel hanya untuk mengeksklusi penyakit jamur dan DKA. Dalam kasus ini, riwayat kontak dengan iritan serta gambaran effloresensi khas untuk DKI, sehingga tidak diindikasikan untuk melakukan pemeriksaan penunjang. DKA sebagai diagnosa banding dapat disingkirkan dari sangkalan terhadap riwayat alergi terhadap substansi tertentu. Dermatitis atopik dapat disingkirkan dari sangkalan pasien terhadap riwayat atopi di keluarganya. Penatalaksanaan pasien ini antara lain penghentian kontak dengan bahan-bahan salon yang merupakan bahan iritan pemicu. Hal ini sesuai dengan prinsip terapi DKI, yaitu segera hentikan pemakaian atau pajanan substansi pemicu. terapi medikamentosa yang diberikan adalah berupa obat sistemik, yaitu interhistin yang mengandung mebhidrolina napadisilat. Obat ini mempunyai efek antihistamin, sehingga bisa mengurangi gejala pruritus. Untuk pengobatan topikal diberikan krim campuran mesone dan chloramphenicol.. Penatalaksanaan yang tidak kalah pentingnya adalah KIE kepada pasien. Penghentian penggunaan bahan iritan pemicu, menggunakan pelindung tangan seperti sarung tangan apabila diharuskan kontak dengan bahan iritan, dan juga tetap mempehatikan kebersihan tubuh. Prognosis kasus ini baik setelah mempertimbangkan beberapa hal, yaitu gejala klinis yang ringan, tipenya akut, tidak ada riwayat atopik dan alergi. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dermatitis kontak iritan adalah peradangan pada kulit sebagai respon terhadap bahan iritan yang terpajan pada kulit. Dalam kasus ini bahan iritan pemicunya adalah minyak oles sumbawa. Lokasi penyakit ini biasanya di lengan, tangan, dan di daerah berkulit sensitif, seperti kasus ini yaitu pada jari jari tangan. Timbul kelainan berupa makula eritema, dan erosi merupakan gambaran klinis DKI. Tidak ada penunjang
diagnostik untuk DKI, biasanya diagnosis dapat ditegakkan dengan riwayat terpajan kontak iritan dan gambaran efloresensi yang sesuai dengan DKI. Prinsip terapi DKI adalah penghentian pajanan bahan pemicu, terapi simtomatis berupa antihistamin sebagai antipruritus, krim campuran steroid sebagai antiinflamasi dan antibiotik topikal untuk mencegah infeksi sekunder pada daerah yang erosi . KIE pasien dengan penghentian bahan iritan sangat penting untuk mencegah timbulnya pajanan berulang dan komplikasi. 5.2 Saran
KIE untuk menghentikan penggunaan bahan iritan pada daerah kulit yang sensitif sangat diperlukan, entah itu di kehidupan sehari-hari atau di dalam pekerjaan, karena DKI merupakan salah satu penyakit kulit akibat kerja. Penggunaan bahan-bahan iritan untuk kepentingan pekerjaan atau dalam kehidupan sehari-hari agar dilengkapi dengan pemakaian alat pelindung sesuai bagian tubuh yang terpapar. Segera mencari pengobatan ketika timbul gejala klinis seperti merah, panas, gatal, atau kulit mengelupas setelah ada riwayat kontak dengan bahan iritan untuk mendapatkan pengobatan yang adekuat dan mencegah komplikasi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Hogan DJ. Contact Dermatitis, Irritant. eMedicine; 2009. Available at:http://emedicine.medscape.com/article/762139. 2. Sucipta C. Dermatitis Kontak Iritan. Citra Journey; 2008. Available at:http://citrajourney.blogspot.com/2008/08/laporan-kasusdermatitis-kontak-iritan.html.
3. Trihapsoro I. Dermatitis Kontak Alergik Pada Pasien Rawat Jalan di RSUP Haji Adam Malik Medan. USU; 2003. p. 1-36. 4. Siregar RS. Dermatosis Akibat Kerja. Cermin Dunia Kedokteran Vol. 107; 1996. Available at:http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/15DermatitisAkibatKerja107 .pdf/15DermatitisAkibatKerja107.html. 5. Irga. Dermatitis Kontak Iritan. Unhas; 2009. Available at:http://www.irwanashari.com/2009/09/dermatitis-kontakiritan.html. 6. Yoshiki T, Tomoko M. From Acute Irritant Contact Dermatitis to Chemical Burn. Japanese Journal of Dermatology Vol. 113 No. 14; 2003. p. 2025-31. Available at:http://sciencelinks.jp/jeast/article/200403/000020040304A0034714.php. 7. Wiley J. Irritant Contact Dermatitis. WileyInterscience; 2002. Available at:http://www3.interscience.wiley.com/journal/118917880/abstract. 8. Sumantri FA, Febriani HT, Musa ST. Fakultas Farmasi UGM; 2008. Available at:http://toshiworld.site90.com/cadangan/DERMATITIS%20KONTA K.pdf . 9. Wikipedia. Contact Dermatitis. Wikipedia; 2009. Available at:http://en.wikipedia.org/wiki/Contact_dermatitis. 10. Sularsito SA, Djuanda A. Dermatitis. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi kelima. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Jakarta; 2007; 129-53.. 11. Wolff K. Dermatitis. In: Wolff K, Johnson RA, Suurmond D. Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis of Clinical Dermatology 5th ed. Singapore; 2005. p.18-23. 12. Bourke J, Coulson I, English J. Guideline for the Contact Dermatitis: an Update. British Journal of Dermatology. England; 2008. p. 946-55. 13. Ngan V. Irritant Contact Dermatitis. DermNet NZ; 2008. Available at:http://dermnetnz.org/dermatitis/contact-irritant.html. 14. DermAtlas. Irritant Contact Dermatitis/Trauma. DermAtlas; 2008. Available at:http://dermatlas.med.jhmi.edu/derm/resultNoCache.cfm.
View more...
Comments