Dermatitis Seboroik
July 11, 2017 | Author: Maya Dwi Utami | Category: N/A
Short Description
Download Dermatitis Seboroik...
Description
DERMATITIS SEBOROIK
I. PENDAHULUAN Istilah dermatitis seboroik adalah (D.S) dipakai untuk segolongan kelainan kulit yang didasari oleh faktor konstitusi dan bertempat predileksi di tempat-tempat seboroik. Dermatitis seboroik adalah penyakit kulit kronis, dan sering kambuh. Dermatitis seboroik termasuk dalam kelompok dermatosis eritroskuamosa dimana merupakan penyakit kulit yang terutama ditandai dengan adanya eritema dan skuama. Dermatitis seboroik sering dikacaukan dengan psoriasis yang juga termasuk dalam kelompok dermatosis eritroskuamosa. Penyebabnya belum diketahui pasti, beberapa teori menerangkan tentang etiopatogenesis. 1,2 Kelainan kulit terdiri atas eritema dan skuama yang berminyak dan dan agak kekuningan, batasnya agak kurang tegas. Faktor predisposisinya ialah kelainan konstitusi berupa status seboroik (seborrhoeic state) yang rupanya diturunkan, bagaimana caranya belum dipastikan. Prevalensi dermatitis seboroik lebih tinggi pada Odha, gangguan neurologis dan penyakit kronis lainnya juga terkait dengan timbulnya dermatitis seboroik. 1, 2 Dermatitis seboroik disebut juga eczema flannellaire , hal ini berasal dari ide bahwa terdapat retensi pada permukaan kulit oleh sumbatan dengan katun (flanel), wol, atau pakaian dalam sintetik. 3
II. EPIDEMIOLOGI Tidak ada data yang tepat mengenai insiden dan prevalensi, tetapi penyakit ini diyakini lebih umum dari psoriasis, misalnya mempengaruhi setidaknya 2 sampai 5 persen dari populasi. Penyakit ini dapat menyerang bayi ataupun pada orang dewasa. Dermatitis seboroik pada bayi terjadi pada umur bulan-bulan pertama, kemudian jarang pada usia sebelum akil balik dan insidensnya mencapai puncaknya pada umur 18-40 tahun, kadang-kadang pada umur tua. Dermatitis seboroik lebih
1
sering terjadi pada pria daripada wanita. Terjadinya dermatitis seboroik pada pasien AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) mempunyai prevalensi yang tinggi sampai 85 %. Laporan pertama pada tahun 1984 dengan mengikuti observasi dari seluruh dunia. Pasien dengan gangguan sistem saraf pusat seperti epilepsi dan penyakit Parkinson juga tampak rentan terhadap pengembangan dermatitis seboroik.1, 4, 5
III.ETIOPATOGENESIS Penyebabnya belum diketahui pasti. Faktor predisposisinya ialah kelainan konstitusi berupa status seboroik (seborrhoeic state) yang rupanya diturunkan, bagaimana caranya belum dipastikan. 1 Penyakit ini berhubungan dengan kulit yang tampak berminyak (seborrhea). dermatitis seboroik berhubungan erat dengan keaktivan glandula sebasea. Glandula tersebut aktif pada bayi yang baru lahir, kemudian menjadi tidak aktif selama 9-12 tahun akibat stimulasi hormon androgen dari ibu berhenti. Kematangan kelenjar sebasea rupanya merupakan faktor timbulnya dermatitis seboroik.Walaupun peningkatan produksi sebum tidak selalu ditemukan pada pasien dengan dermatitis seboroik. Seborrhea adalah faktor predisposisi untuk dermatitis seboroik, tetapi dermatitis seboroik bukan merupakan penyakit dari glandula sebasea. Pada masa kecil, produksi sebum dan dermatitis seboroik memang berhubungan tetapi pada masa dewasa tidak. 1, 4 A. Efek Mikroba Ragi Malassezia (peningkatan jumlah ragi yang umum hidup pada kulit manusia) - Malassezia furfur atau bentuk ragi nya, Pityrosporum ovale mungkin memainkan peran penyebab dalam dermatitis seboroik. Ragi ini ditemukan dalam kelimpahan yang tinggi pada kulit normal dan lipofilik. Komposisi lipid pada kulit pasien ditemukan berbeda dalam proporsi peningkatan kolesterol, trigliserida dan parafin. Kelainan pada lipid permukaan dapat menyebabkan keratinisasi tidak efektif
2
dan / atau aktivitas lipase dari Pityrosporum ovale, yang dapat menghasilkan asam lemak inflamasi. Penelitian juga menunjukkan bahwa Malassezia furfur atau metabolismenya sebesar-produk dapat menyebabkan peradangan melalui respons yang diperantarai sel imun yang melibatkan sel T, sel Langerhans dan kaskade komplemen. 5, 6 Banyak percobaan telah dilakukan untuk menghubungkan penyakit ini dengan infeksi oleh bakteri atau pityrosporum ovale yang merupakan flora normal kulit manusia. Pertumbuhan P. Ovale yang berlebihan dapat mengakibatkan reaksi inflamasi, baik akibat produk metabolitnya yang masuk ke dalam epidermis, maupun karena sel jamur itu sendiri, melalui aktivasi sel limfosit T dan sel Langerhans. Status seboroik sering berasosiasi dengan meningginya suseptibilitas terhadap infeksi piogenik, tetapi tidak terbukti bahwa mikroorganisme iniliah yang menyebabkan dermatitis seboroik. 1, 7 D.S. dapat diakibatkan oleh proliferasi epidermis yang meningkat seperti pada psoriasis. Hal ini dapat menerangkan mengapa terapi dengan sitostatik dapat memperbaikinya.1 Riwayat
eksim
dalam
keluarga
mungkin
mempengaruhi
seseorang untuk terkena dermatitis seboroik.5Dermatitis seboroik sering terkait dengan variasi kelainan neurologi, contohnya postensefalitis parkinson, trauma supraorbital, kelumpuhan wajah, trauma unilateral gangglion Gasser, poliomielitis, siringomelia, qudriplegia. Stress emotional tampaknya memperburuk penyakit ini. Hal ini menunjukkan bahwa sistem saraf mungkin terlibat, meskipun tidak ada bukti kuat belum untuk mendukung teori ini.4,
5, 7, 8.
Variasi musim dan temperatur
kelembapan juga terkait dengan penyakit ini. Musim dingin dan kelembapan yang rendah akan memperburuk kondisi.Aktivitas meningkat pada musim dingin dan awal musim semi, dengan remisi sering terjadi di musim panas. 4,8 B. Imunodefisiensi dan Dermatitis Seboroik
Bentuk dermatitis seboroik pada AIDS tentunya berbeda dengan bentuk dermatitis yang klasik, dimana dermatitis seboroik pada AIDS distribusinya lebih luas dimana lesinya tidak hanya dikepala, tetapi juga di wajah, aksila, dada, paha dan genitalia, gejala yang lebih berat, dan penatalaksanaannya yang sering kali sulit.Dermatitis
seboroik
pada
pasien
immunocompromised
(HIV
/
AIDS), 3
menunjukkan bahwa mereka tidak mampu menjaga jumlah Malassezia. Meskipun antijamur mungkin 'jelas' membuat gejala membaik dengan kondisi penurunan jumlah mikroba, rekolonisasi dan relaps terjadi setelah menghentikan pengobatan. Ini bisa dijelaskan dengan masalah imunologi yang mendasari, menunjukkan bahwa yang immunocompromised mungkin bertanggung jawab atas meningkatnya jumlah Malassezia furfur. 1, 5, 7-9 Faktor – faktor predisposisi munculnya dermatitis seboroik : A. Kelelahan B. Stress emosional C. Infeksi D. Defisiensi imun1
IV.GEJALA KLINIS Kelainan kulit terdiri atas eritema dan skuama yang berminyak dan agak kekuningan batasnya agak kurang tegas. Kelainan kulit dapat disertai rasa gatal walupun jarang. D.S. yang ringan hanya mengenai kulit kepala berupa skuamaskuama yang halus, mulai sebagai bercak kecil yang kemudian mengenai seluruh kulit kepala dengan skuama-skuama yang halus dan kasar. Kelainan tersebut disebut pitiriasis sika (ketombe, dandruff). Bentuk yang berminyak disebut pitiriasis steatoides yang dapat disertai eritema dan krusta-krusta yang tebal. 1, 9
Gambar 1 : Pitiriasis sika (ketombe/dandruff) Sumber :http://www.mayoclinic.com/health/medical/IM02630
4
Tidak jelas apakah dermatitis seboroik menyebabkan rambut rontok permanen, meskipun peradangan melibatkan folikel rambut. Rambut pada tempat tersebut mempunyai kecenderungan rontok walaupun jarang ditemui, mulai dibagian vertex dan frontal. Rambut rontok dapat disebabkan banyak faktor individu dan. Digabungkan, termasuk produksi minyak berlebih dari ketidakseimbangan hormon, stres, cuaca panas atau dingin yang ekstrim, daerah yang lembab, imunodefisiensi, penyakit Parkinson, kondisi neurologis tertentu dan kebersihan kulit kepala. Pertumbuhan rambut akan kembali seperti semula setelah diberikan terapi yang efektif.1, 9, 11
Pada daerah pipi, hidung, dan dahi kelainan dapat berupa papul-papul. Bentuk yang berat ditandai dengan adanya bercak-bercak yang berskuama dan berminyak disertai eksudasi dan krusta tebal. Sering meluas ke dahi, glabela, telinga posaurikular dan leher. Pada daerah dahi tersebut, batasnya sering cembung. Pada bentuk yang lebih berat lagi, seluruh kepala tertutup oleh krusta-krusta yang kotor dan berbau tidak sedap.
1
Pada daerah supraorbital, skuama-skuama halus dapat
terlihat di alis mata, kulit dibawahnya eritematosa dan gatal, disertai bercak-bercak skuama kekuningan, dapat terjadi pula blefaritis, yakni pinggir kelopak mata merah disertai skuama-skuama halus.1, 2
Gambar 2 : Dermatitis Seboroik di kepala dan alis Sumber : http://emedicine.medscape.com/article/1108312-clinical#a0217.
Beberapa pasien muncul dengan mempunyai dua penyakit sekaligus yaitu dermatitis seboroik dan psoriasis. Mereka menunjukan lesi klasik dari psoriasis dan sekaligus lesi dermatitis seboroik, ini telah disebut sebagai “seborrhiasis” atau
5
“sebopsoriasis”.
9
Penyakit ini kronis dan akan berlangsung sampai nantinya akan
mereda selama beberapa waktu kemudian kambuh. 5 Predileksi dermatitis seboroik terdapat pada bagian tubuh yang banyak terdapat kelenjar sebasea (kelenjar minyak) yaitu daerah kepala (kulit kepala, telinga bagian luar, saluran telinga, kulit di belakang telinga), wajah (alis mata, kelopak mata, glabellla, lipatan nasolabial, dagu), dan badan bagian atas (daerah presternum, daerah interskapula, areolla mammae, umbilikus, lipatan paha, daerah anogenital) .6 Dermatitis seboroik yang pada infantil terjadi pada tahun pertama kehidupan, biasanya muncul usia 3-14 minggu, membaik secara spontan pada usia 8-12 bulan. Kelainan kulit yang terjadi berupa skuama-skuama yang kekuningan dan kumpulan debris-debris epitel yang lekat pada kulit skalp (Cradle cap). Lesi bisa terbatas di skalp namun dapat meluas ke regio lain, antara lain : bagian tengah wajah(dahi, alis, hidung, bagian belakang kepala), area retroauricular, dada, leher, daerah anogenital dan lipatan badan.6, 9 Regio frontal dan parietal kulit kepala ditutupi dengan kulit yang berminyak dan tebal, sering terdapat kerak-kerak yang pecah (crusta lactea or “milk crust”), biasanya tanpa dasar yang merah. Kelainan kulit dapat disertai gatal ataupun tidak, tetapi berlebihan menggaruk dapat menyebabkan peradangan, infeksi ringan atau perdarahan. 5
Gambar 3 : cradle - cap Sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/Cradle_cap
Leiner’s Disease atau disebut juga erythroderma desquamativum merupakan kelainan kulit dengan gangguan sistem imun yang terjadi pada bayi baru lahir dan ditandai oleh dermatitis seboroik generalisata, diare berulang, infeksi lokal pada kulit, 6
anemia dan kegagalan untuk berkembang, sehingga bayi dengan gejala-gejala ini harus dievaluasi. Erythroderma desquamativum (Leiner’s Disease) merupakan komplikasi dermatitis seboroik pada bayi (dermatitis seborrhoides infantum). Kelainan kulit pada Leiner’s Disease berupa eritema universal disertai skuama yang kasar pada daerah kulit kepala, wajah. Sangat cepat menyebar ke bagian lain dari tubuh3, 4,10-11
Gambar 4 : Leiner’s Disease Sumber : http://vgrd.blogspot.com/2011/01/dermatitis-andfailure-to-thrive.html
Gambar 5 : Leiner’s Disease Sumber : http://www.infodoctor.org/rss/rss/? cat=14446
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG Untuk menegakan dignosis dermatitis seboroik dapat dilakukan pemeriksaan patologi anatomi. Gambaran histopatologi pada dermatitis seboroik bervariasi sesuai dengan tahap penyakit. Pada dermatitis seboroik akut dan subakut terdapat infiltrat ringan perivaskular superfisial , terdiri dari sel limfohistiosit kadang-kadang disertai neutrofil; edema ringan pada papila dermis; adanya fokus spongiosis pada infundibulum dan epidermis; serta mound parakeratosis sengan globus kecil plasma pada bibir muara dan diantara muara infundibulum.3
7
Gambaran histopatologis dermatitis seboroik pada AIDS berbeda dengan dermatitis seboroik biasa, keratinosit yang nekrosis, kerusakan setempat dari dermoepidermal oleh kelompok sel limfoid dan jarang ditemukan spongiosis. Pada dermis tampak banyak pembuluh darah dengan dinding yang menebal, banyak ditemukan sel plasma.10
VI. DIAGNOSIS Diagnosis dermatitis seboroikdapat ditegakkan berdasarkan : A. Kelainan kulit yang terdiri dari eritema dan skuama yang berminyak dan agak
kekuningan batasnya agak kurang tegas (skuama dapat halus atau kasar)1 B. Predileksi dermatitis seboroik terdapat pada bagian tubuh yang banyak
terdapat kelenjar sebasea (kelenjar minyak) yaitu daerah kepala (kulit kepala, telinga bagian luar, saluran telinga, kulit di belakang telinga), wajah (alis mata, kelopak mata, glabellla, lipatan nasolabial, dagu), badan bagian atas (daerah presternum, daerah interskapula, areolla mammae, umbilikus, lipatan paha, daerah anogenital) .6
VII. DIAGNOSIS BANDING Gambaran klinis yang khas pada D.S. ialah skuama yang berminyak dan kekuningan dan berlokasi ditempat-tempat seboroik. 1 A. Psoriasis Kelainan kulit pada psoriasis berupa eritema sirkumskrip dan merata dengan skuama berlapis, kasar , berwarna putih seperti mika dan disertai dengan Auspitz sedangkan pada dermatitis seboroik eritema dan skuama yang berminyak dan agak kekuningan, batasnya agak kurang jelas. Skuama pada psoriasis jika dicoba dilepas akan mungkin berdarah tetapi skuama pada dermatitis seboroik dengan sangat mudah dilepas. Tempat predileksinya pun berbeda , predileksi psoriasis antara lain skalp, perbatasan skalp dengan muka, ekstremitas bagian ekstensor terutama siku dan lutut, dan daerah
8
lumbosakral, sedangkan predileksi dermatitis seboroik di : skalp, dahi, pipi, hidung. Tempat lain yang mungkin : liang telingan luar, lipatan nasolabial, daerah sternum, areola mame, lipatan dibawah mame pada wanita, interskapular, umbilicus, lipat paha, dan daerah anogenital. Psoriasis biasanya melibatkan kuku, disamping menimbulkan kelainan pada kulit, psoriasis dapat pula menyebabkan kelainan pada sendi walaupun jarang. Pada dermatitis seboroik rasa gatal akan muncul jika sudah berat sedangkan pada psoriasis gatal sudah dirasakan dari awal penyakit.1, 10, 12
Gambar 6 : psoriasis di kepala Sumber : Darya-Varia LABORATORIA
B. Kandidosis Kutis
Dermatitis seboroik dapat menyerupai kandidosis kutispada lipat paha, lipatan payudara, dan umbilikus dengan gambaran bercak yang berbatas tegas, bersisik, basah, dan eritematosa sedangkan pada dermatitis seboroik eritema dan skuama berminyak dan agak kekuningan, batasnya agak kurang jelas. Pada kandidosis, Lesi dikelilingi oleh satelit berupa vesikel - vesikel dan pustul – pustul yang kecil atau bula yang bila pecah meningalkan daerah yang erosif dengan pinggir yang kasar dan berkembang seperti lesi primer. Dermatitis seboroik dan kandidosis intertriginosa juga dapat dibedakan pada tempat predileksinya. Predileksi dermatitis seboroik terdapat pada bagian tubuh yang banyak terdapat kelenjar sebasea yaitu daerah kepala, wajah dan badan bagian atas.6 Sedangkan predileksi kandidosis intertriginosa selain pada lipat paha, lipatan payudara dan umbilikus, juga terdapat ada lipatan kulit 9
ketiak,
intergluteal,
antara
jari tangan
atau
kaki,
glands penis
dan
umbilikus.Keluhan gatal yang lebih menonjol dapat mendukung diagnosis kandidosis intertriginosa. 1
Gambar 7: kandisosis intergluteal Sumber : http://www.klikdokter.com/userfiles/kandi2.jpg
Gambar 8: kandiosis di lipatan payudara Sumber : http://3.bp.blogspot.com/yud1mH2IexA/T3WZs62e3QI/AAAAAAAAADE/WLUPYEfpQng/s1600/blog+5.jpg
C. Rosasea Rosasea memiliki kesamaan dengan dermatitis seboroik karena dapat menghasilkan eritema wajah menyerupai dermatitis seboroik.
12
Tempat
predileksi rosasea adalah di sentral wajah, yaitu hidung, pipi, dagu, dahi, dan alis, terkadang meluas ke leher bahkan pergelangan tangan atau kaki. Sedangkan dermatitis seboroik terdapat pada tempat sebore, dengan skuama yang berminyak dan agak gatal. Kelaianan kulit pada rosasea adalah eritema,
10
telangiektasia, papul, edema, dan pustul. Adanya eritema dan telangiektasia yang persisten pada setiap episode merupakan gejala khas rosasea. Lesi umumnya simetris. 1
Gambar 10 : Rosasea Sumber : http://medicastore.com/penyakit/813/Rosaea.html
VIII. PENATALAKSANAAN Kasus-kasus disembuhkan,
yang
meskipun
telah
mempunyai
penyakitnya
dapat
faktor
konstitusi
terkontrol.
Faktor
agak
sukar
predisposisi
hendaknya diperhatikan, misalnya stess emosional dan kurang tidur. Mengenai diet, dianjurkan miskin lemak, kurangi konsumsi gula, dan banyak mengkonsumsi sayuran. Kebersihan kulit kepala yang tepat merupakan hal utama dalam mengobati dermatitis seboroik. Pengobatan dapat diberikan secara topikal ataupun sistemik. Pengobatan secara topikal digunakan dalam sebagian besar kasus Dermatitis Seboroik. 1, 10 -12 A. Pengobatan Sistemik
Kortikosteorid digunakan pada bentuk yang berat, dosis prednison 20-30 mg sehari. Jika telah ada perbaikan, dosis diturunkan perlahan-lahan. Kalau disertai infeksi sekunder diberi anti biotik.1
11
Isotretinoin dapat digunakan pada kasus rekalsitran. Efeknya mengurangi aktivitas kelenjar sebasea. Ukuran kelenjar tersebut dapat dikurangi sampai 90%, akibatnya terjadi pengurangan produksi sebum. Dosisnya 0,1-0,3 mg per kg berat badan per hari, perbaikan tampak setelah empat minggu. Sesudah itu diberikan dosis pemeliharaan 5-10 mg per hari selama beberapa tahun yang ternyata efektif untuk mengontrol penyakitnya.1 Pada dermatitis seboroik yang parah juga dapat diobati dengan narrow band UVB (TL-1) yang cukup aman dan efektif. Setelah pemberian terapi 3 x seminggu selama 8 minggu, sebagian besar penderita mengalami perbaikan.1 Data tentang efektivitas agen anti jamur sistemik untuk dermatitis seboroik terbatas. Bila pada sediaan langsung terdapat pityrosporum ovale yang banyak dapat diberikan ketokonazol, dosisnya 200 mg per hari selama 1 – 3 minggu. Selain itu oral antijamur itrakonazol dengan dosis 200 mg per hari selama 1 minggu tampaknya menjadi pilihan ketika dermatitis seboroik menyebar secara luas, tahan terhadap preparat topikal, atau ketika mempengaruhi masalah psikologis yang dapat mengubah gaya hidup pasien. Efek anti peradangan dan aktivitas antifungi terhadap Malassezia menunjukkan bahwa itraconazole oral akan menjadi pengobatan lini pertama pilihan oral untuk dermatitis seboroik di masa depan. Itrakonazol adalah anti jamur yang lipofilik dan keratinofilik sistemik. Obat ini tidak memiliki potensi yang sama untuk menyebabkan hepatotoksisitas sebagai ketokonazol dan mungkin, karena itu, menjadi alternatif yang lebih aman untuk pasien yang memerlukan pengobatan oral,walaupun
begitu
harus
dipertimbangkan
dengan
cermat
dalam
merencanakan pengobatan untuk kondisi kronis seperti dermatitis seboroik. 1, 12, 14
B. Pengobatan Topikal
1. Anti-Inflamasi (imunomodulator) Tacrolimus
dan
pimecrolimus
termasuk
imunomodulator
topikal
nonkortikosteroid. Cara kerjanya mempengaruhi sistem kekebalan tubuh. Inhibitor kalsineurin topikal ini mengerahkan efek anti-inflamasi oleh limfosit T menghambat aktivasi dan proliferasi, juga menunjukkan sifat anti-jamur dan anti-inflamasi tanpa resiko atrofi kutaneus yang berhubungan dengan
12
topikal steroids. Dan mungkin menjadi alternatif yang tepat untuk untuk dermatitis seboroik dengan kortikosteroid karena tidak memiliki efek samping jangka panjang. 5, 10 2. Keratolitik Terapi lain untuk dermatitis seboroik dengan menggunakan keratolitik. Keratolitik yang secara luas dipakai untuk dermatitis seboroik adalah tar, asam salisilat dan shampo zinc pyrithion. Zinc pyrithion memiliki sifat keratolitik non spesific dan antijamur dan dapat diterapkan dua atau tiga kali per minggu. Pasien harus meninggalkan ini sampo pada rambut selama paling sedikit lima menit untuk memastikan bahwa shampo mencapai kulit kepala. Pasien juga dapat menggunakannya di tempat lain yang terkena dampak, misalnya wajah. 10 3. Antijamur Topikal Antijamur topikal merupakan andalan pengobatan dermatitis seboroik. Dipelajari dengan baik agen termasuk ketokonazol, bifonazole, dan ciclopiroxolamine (juga disebut ciclopirox), yang tersedia dalam formulasi yang berbeda seperti krim, gel, busa, dan shampoo. Krim ketokonazol 2% dapat diaplikasikan, bila pada sediaan langsung terdapat banyak pityrosporum
ovale.
Penggunaan
intermiten
ketokonazol
dapat
mempertahankan remisi. Tidak ada efek samping dalam penggunan antijamur topikal. 4.
1, 10, 12
Kortikosteroid Topikal Kortikosteroid topikal bermanfaat dalam pengobatan jangka pendek terutama untuk mengontrol eritema dan gatal, misalnya krim hidrokortison 2 1/2 %. Pada kasus inflamasi yang berat dapat dipakai kortikosteroid yang lebih kuat, misalnya betametason valerat, asalkan jangan dipakai terlalu lama karena dapat terjadi atrofi kulit dan hipertrikosis dalam penggunaan kortikosteroid jangka panjang. 1, 12
13
5. Preparat Selenium Sulfida Pada pitiriasis sika dan oleosa ,gunakan seminggu 2 – 3 kali pada kulit kepala dikeramasi selama 5 – 15 menit, misalnya dengan selenium sulfide (selsun). 1, 12 Obat topikal lain yang dapat dipakai : -
Ter, misalnya likuor karbonas detergens 2 – 5 % atau krim pragmatar
-
Resorsin 1 – 3 %
-
Sulfur Praesipitatum 4 – 20 %, dapat digabung dengan asam salisilat 3 – 6 %
Obat-obat tersebut sebaiknya dipakai dalam krim.1 Skuama yang melekat pada bayi dapat diberikan minyak mineral hangat, dibiarkan 8-12 jam, kemudian skuama dilepas dengan sikat halus, lalu dilanjutkan dengan sampo yang tepat. Sampo ketokonazol merupakan pengobatan yang aman dan berkhasiat untuk bayi dengan cradle cap. Menggunakan sampo ringan dan lembut memijat kulit kepala akan membantu menghilangkan skuama. Dermatitis Seboroik yang sudah melampaui kulit kepala, obat topikal seperti krim antijamur atau kortikosteroid ringan diperlukan, contohnya hidrokortison 1%. Untuk kasus yang parah pemberian kortikosteroid topikal perlu dibatasi karena mungkin terjadi penyerapan sistemik. 6, 9 13
IX. PROGNOSIS
Seperti telah dijelaskan pada sebagian kasus yang mempunyai faktor konstitusi penyakit ini agak sukar disembuhkan, meskipun terkontrol.1 Prognosis Eritroderma Desquamativum (Penyakit Leiner) pada bayi tidak terlalu baik kecuali perawatan intensif yang tepat dan perawatan kulit disediakan. Telah dilaporkan pada beberapa pasien cacat dalam fungsi leukosit (kemotaksis) dan C5 inhibitor. 4, 10
14
X. KESIMPULAN Dermatitis seboroik termasuk penyakit yang sering ditemui, dan biasanya sangat mudah dikenali. Biasanya pasien datang dengan keluhan ketombe di kulit kepalanya. Dermatitis seboroik tidak mempengaruhi kesehatan secara keseluruhan, namun terkadang memberikan rasa tidak nyaman. Dermatitis seboroik ini tidak menular, dan bukan tanda kebersihan yang rendah. Dermatitis seboroik biasanya memerlukan pengobatan selama bertahun-tahun, karena tidak ada pengobatan yang dapat benar-benar menyembuhkan penyakit tersebut., hal ini penting dalam mengedukasi pasien dimana pengobatan yang diberikan tidak memberikan hasil dengan penyembuhan yang total, namun dapat dikontrol. 1, 12, 15
15
DAFTAR PUSTAKA 1. Djuanda A, Hamzah M. Dermatitis Seboroik. In: Djuanda A, editor. Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. 5th ed. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta; 2007.200-203 2. Gibson EL, Perry HO. Eczematous Rashes. In: Dermatology. Moschella SL,
Hurley HJ, Eds, 3rd Ed. Harcourt Brace Jovanovich, Inc, New York. p : 214 3. Plewig G. Seborrheic Dermatitis. In : Dermatology In General Medicine.
Fitzpatrick TB, Eisen AZ, Wolff K, Freedberg IM, Austen KF, Eds. 4 th Ed. McGraw Hill, Inc, New York. p. 1596-73 4. No name. Seborrheic Dermatitis (SD). Available at
http://www.clinuvel.com/en/skin-science/skin-conditions/common-skinconditions/seborrheic-dermatitis-sd. Accesed on 19 may 2012. 5. Gupta AK, Nicol KA. Seborrheic dermatitis of the scalp : etiology and treatment. Journal of Drugs in Dermatology. 2004. 6. Selden T. Seborrheic Dermatitis Clinical presentation. Available at :
http://emedicine.medscape.com/article/1108312-overview#a0101. Accesed on 15 may 2012. 7. Orkin M, Maibach HI, Dahl VD. Dermatologic manifestations of AIDS.
In:Dermatology. 1st Ed. Prentice-Hall International Inc. p. 144-145 8. Bag/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK Unair / RSU Dr. Soetomo
Surabaya. Dermatitis Seboroik. Atlas Penyakit kulit & kelamin. 4th Ed. Surabaya : Penerbit Airlangga University Press; 2008. P. 113-115 9. No name. Seborrheic Dermatitis. Available at
http://en.wikipedia.org/wiki/Seborrhoeic_dermatitis. Accesed on 19 may 2012. 10. Schwartz RA, Janusz CA, Janniger CK. Seborrheic dermatitis : An Overview.
Am Fam Physician. 2006 Jul 1;74 (1): 125-132 11. Ngan V. Leiner’s disease. Available
at :http://dermnetnz.org/dermatitis/leiner.html. Accesed on 3 june 2012.
16
12. Naldi L, Rebora A. Seborrheic Dermatitis. N Engl J Med 2009;360;368;387-96
13.L, Wahab A, Khan SI, Shirin S. Safety of oral itraconazol in the traetment of seborrheic dermatitis. Journal of Pakistan Association od Dermatologist 2011;21:102-105 14. Sheffield RC, Crawford P. What’s the best treatment for cradle cap. THE
JOURNAL OF FAMILY PRACTICE. March 2007 · Vol. 56, No. 3: 232233. 15. Harms RW. Seborrheic Dermatitis. Available at
http://www.mayoclinic.com/health/seborrheic-dermatitis/DS00984. Accesed on 15 may 2012. 16. Leiner’s Disease. Available at http://vgrd.blogspot.com/2011/01/dermatitis-
and-failure-to-thrive.html . Accesed on 15 may 2012. 17. No name. Dermatitis and failure to thrive. Available at
http://www.infodoctor.org/rss/rss/?cat=14446. Accesed on 15 may 2012. 18. Kusmayoni WM. Kandidosis intergluteal. Available
athttp://www.klikdokter.com/userfiles/kandi2.jpg. Accesed on 15 may 2012. 19. Simatupang MM. Kandidosis. Available athttp://3.bp.blogspot.com/-
yud1mH2IexA/T3WZs62e3QI/AAAAAAAAADE/WLUPYEfpQng/s1600/blog+5. jpg. Accesed on 15 may 2012. 20. Alai NN, Cole GW, Shiel WC. Rosasea. Available
athttp://medicastore.com/penyakit/813/Rosaea.html. Accesed on 15 may 2012.
17
View more...
Comments