Definisi Perencanaan Wilayah Dan Kota
October 7, 2017 | Author: Tiara Kurnia Candra | Category: N/A
Short Description
tugas...
Description
http://cahayarif.blogspot.com/2008/08/perencanaanwilayah-dan-kota-urgensi.html
Perencanaan Wilayah Kota Senin, Agustus 25, 2008 Diposkan oleh Rif di 13:41 Perencanaan Wilayah dan Urgensi, Perkembangan, dan
Urbanisasi:
fenomena
Ruang
Kota Relevansi, Lingkup
global
Semua kota di dunia dan di setiap peradaban tak pernah luput dari fenomena urbanisasi. Seiring berkembangnya kota sebagai pusat aktivitas maka daya tariknya semakin meluas terhadap perpindahan orang, barang dan jasa yang masuk dan keluar wilayah kota atau sekadar berputar dan berkembang di sekitar wilayah kota. Secara singkat, perpindahan dari wilayah desa (hinterland) ke wilayah kota ini jika tidak sedini mungkin diantisipasi oleh pemerintah kota maka dapat dipastikan di masa mendatang wilayah dan lingkungan kota tersebut akan menghadapi permasalahan-permasalahan sosial-ekonomi yang pelik. Sudah menjadi rahasia umum pada masyarakat bahwa, kebanyakan perencanaan wilayah dan kota yang disusun oleh kita semua tidak berada dalam konteks visi jangka panjang yang kuat, sehingga ketika suatu masalah timbul atas perencanaan yang dilakukan hari kemarin atau hari ini, maka dapat dipastikan semua stakeholder yang ada akan ‘kagetan’ dan saling melempar tanggung jawab. Padahal jika kita mau merencanakan segalanya dalam kerangka jangka panjang wacana-wacana permasalahan kota, seperti salah satunya di atas (urbanisasi) niscaya dapat kita atasi bersama. Sedangkan produk rencana tata ruang jangka panjang yang dibuat seringkali terjadi penyimpangan dalam imlementasinya di lapangan dan evaluasi yang dilakukan hanya sekadar konfirmasi terhadap penyimpangan yang terjadi tanpa ada goodwill yang kuat untuk kembali meluruskan penyimpangan tersebut. Kembali kepada fenomena urbanisasi, tentunya setiap anak negeri yang punya rasa kepedulian terhadap kemajuan negerinya perlu untuk bertanya pada dirinya sendiri, mengapa fenomena semacam ini dapat terjadi. Di jenjang pendidikan menengah kita semua pasti telah mendengar penjelasan semacam perbedaan tingkat kesejahteraan yang bisa diperoleh dengan tinggal di wilayah kota ketimbang di wilaya perdesaan. Semua alasan dapat digenerasi tapi, jika ditelaah umumnya alasan mayarakat yang menjadi pelaku urbanisasi berpangkal pada masalah ekonomi. Yah, keinginan untuk merubah hidup menjadi lebih baik. Sudah sejak zaman dahulu kota-kota di nusantara menjadi daya tarik bagi
terjadinya urbanisasi disebabkan tersedianya segala macam fasilitas hidup yang tidak bisa didapatkan di wilayah perdesaan. Akan tetapi proses pada akhirnya menimbulkan banyak permasalahan. Misalnya untuk wilayah kota, dengan timbulnya proses urbanisasi tersebut maka pemerintah yang ada perlu untuk memikirkan dan merencanakan penyediaan pusat-pusat permukiman dan perumahan baru serta infrastruktur pendukungnya utamanya bagi para pencari kerja di kota yang berprofesi sebagai tenaga kerja kelas bawah. Hal lain, akibat terbatasnya daya tampung lapangan kerja yang disediakan di kota maka banyak dari pencari kerja yang akhirnya tidak memiliki pekerjaan tetap sesuai yang diharapkan alias menjadi bagian dari pengangguran terbuka di kota. Berikutnya muncullah kegiatan sektor ekonomi informal dan muncul masalah kemiskinan. Bagi wilayah perdesaan adanya proses urbanisasi tersebut semakin menegaskan kesan wilayah perdesaan (hinterland) sebagai wilayah terbelakang/marginal. Disebabkan wilayah perdesaan menjadi semakin sepi dari aktivitas perekonomian. Berikutnya terjadi penghisapan sumberdaya baik sumberdaya manusia (tenaga kerja) maupun sumberdaya alam (bahan mentah). Dampak lainnya akibat hal ini adalah di wilayah perdesaan terjadi penurunan kualitas lingkungan. Secara umum hubungan keruangan/kewilayahan antara desa-kota terjadi ketimpangan perkembangan dan ketidakseimbangan hubungan.
Diagram Inti
Perkembangan
masalah:
Awal
1. KONFLIK
Perencanaan
Perkembangan awal perencanaan kota-kota umumnya bersifat spesifik dan pragmatis, misalnya orientasi pada pemecahan masalah sanitasi lingkungan akibat industrialisasi di Inggris. Sedangkan di Indonesia fokus utama pada perencanaan fisik, yaitu rencana tata guna lahan atau RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) yang merupakan rencana cetak biru atau blue print plan (komprehensif dan jangka panjang). Proses awal ini menempatkan perencana kota (planners) dalam posisi sebagai seorang teknokrat kota.
Perencanaan
Kontemporer
Dalam hal perencanaan yang disebutkan di atas, kota memasuki suatu tahapan di mana kompleksitas pemasalahan yang semakin bertambah. Antara lain disebabkan perkembangan taraf hidup dan pendidikan serta perkembangan teknologi (informasi). Tahapan ini juga ditandai dengan semakin berkurangnya peran pemerinta dalam perencanaan disebabkan semakin menguatnya aspek pemberdayaan masyarakat dan otonomi/kemandirian swadaya masyarakat dalam pembangunan. Namun di samping itu, sisi lainnya semakin menonjol yaitu keterkaitan yang kuat (interconnectedness) antara satu hal dengan hal lainnya. Juga munculnya/masuknya “disiplin” lain dalam teori perencanaan.
So
apa
sih
perencanaan
itu?
Sesungguhnya jika ada pertanyaan seperti ini maka jawabannya pasti berbeda-beda tiap individu, dikarenakan banyaknya pendapat tentang definisi perencanaan sebelumnya, saat ini dan mungkin yang akan datang. Bahkan untuk siswa sekolah menengah atas yang mendalami ilmu-ilmu pengetahuan sosial pun pasti sudah memiliki dasar tentang apa itu perencanaan dalam konteks perencanaan suatu wilayah kota. Dalam media blog ini saya hanya mengutip beberapa pendapat pakar sebagai berikut: • Keeble (1956) bahwa, perencanaan merupakan seni dan ilmu menata penggunaan lahan, karakter dan letak bangunan dan jalur komunikasi sehingga memaksimalkan keinginan ekonomi, keindahan dan kesenangan • Davidoff (1962), bahwa perencanaan merupakan proses menentukan tindakan masa depan yang sesuai dengan melalui seperangkat pilihan • Faludi (1973), bahwa perencanaan merupakan prinsip-prinsip ilmiah untuk perumusan kebijakan.
Beda
Perencanaan
Kota
dan
Wilayah
Berbicara mengenai perbedaan di antara perencanaan kota dan wilayah memiliki penjelasan yang berbeda-beda di antara pakar-pakar, namun dapatlah disebutkan di sini beberapa perbedaannya bahwa antara perencanaan kota dan wilayah memiliki konteks permasalahan yang berbeda, tapi sebenarnya berkaitan. Kedua, perencanaan kota berkembang lebih dahulu ketimbang perencanaan wilayah. Ketiga, pada awalnya keduanya mempunyai fokus yang sama yaitu perencanaan fisik, keempat, kemudian perkembangan keduanya berbeda. Perencanaan kota lebih menekankan fisik dalam konteks sosial-ekonomi-politik, sedangkan perencanaan wilayah lebih menekankan aspek sosio-ekonomi dalam konteks ruang.
http://www.nurrizkiganteng.blogspot.com/
perencanaan kota perspektif teori PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA Pengertian Perencanaan Perencanaan memiliki banyak definisi. Menurut Dror (1963), perencanaan merupaka suatu proses yang mempersiapkan seperangkat keputusan unutk melakukan tindakan dimasa depan. Dalam bukunya yang berjudul Pengantar Perencanaan Kota, Gallion dan Eisner menuliskan bahwa perencanaan adalah suatu upaya untuk menciptakan perkembangan yang teratur di daerah perkotaan dan mengurangi konflik-konflik sosial dan ekonomi yang akan membahayakan kehidupan dan hak milik. Pengertian Wilayah Seperti yang tertulis dalam UU RI No. 26 Th. 2007 tentang Penataan Ruang, pasal 1 ayat 7, wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional. Pengertian Kota Prof. Drs, R. Bintarto merumuskan bahwa kota adalah suatu sistem jaringan kehidupan manusia dengan kepadatan penduduk yang tinggi, strata social ekonomi yang heterogen dan corak kehidupan yang materialistik. Pola Perencanaan Kota Sebuah kota harus dibangun berdasarkan empat dasar. Dasar fisik sebuah kota adalah wujud yang kelihatan berupa bangunan-bangunan, jalan, taman, dan benda-benda lain yang menciptakan bentuk kota tersebut. Dasarekonomi sebuah kota memberikan alasan bagi eksistensinya. Dasarpolitik sebuah kota sangat penting bagi ketertiban. Dasar sosial sangat penting supaya kota ada artinya.
KOTA BERKELANJUTAN Pembangunan berkelanjutan ( sustainable development ) adalah “pembangunan yang mampu memenuhi kebutuhan masyrakt masa kini tanpa mengabaikan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka, sebagai suatu proses perubahan dimana pemanfaatan sumberdaya, arah investasi, orientasi pembangunan dan perubahan kelembagaan selalu dalam
keseimbangan dan secara sinergis saling memperkuat potensi masa kini maupun masa mendatang untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi manusia” (Brundtland, 1987). Macam-macam kota menurut kelompok tertentu yang mendominasi: •
Technopolis : bila yang mendominasi adalah para rekayasawan dan teknolog
•
Profitopolis : jika yang berperan adalah kalangan swasta atau pengusaha
•
Marxopolis : bila yang mendominasi pengambilan keputusan adalah dalam perencanaan dan pembangunan kota adalah pimpina pemerintah daerah
•
Ecopolis : kalau yang lebih berperan adalah adalah dari kalangan ilmuwan dan pakar ahli lingkungan
•
Humanopolis : bila wajah kota ditentukan sendiri sepenuhnya oleh segenap warganya.
Pada abad ke-21 ini, kota-kota dimasa depanharus berpegang teguh pada lima faktor yakni employment (lapangan kerja), environment(keseimbangan lingkungan), equity (keadilan), engagement (peran serta masyarakat maupun swasta), dan energy (energi yang dapt diperbaharui atau yang tidak). Urban Design (Perancangan Kota) Urban design merupakan suatu hasil perpaduan kegiatan antara profesu perencana kota, arsitektur, lansekap, rekayasa sipil, dan transportasi dalam wujud fisik. Pencetus urban design ( image of the city )adalah Kevin Lynch pada tahun 1974. Ada lima elemen pokok yang dapat membangun citra sebuah kota : o
Path : Pembatas antara dua bangunan; contoh : jalan, rel kereta api, dll
o
Edge : Untuk pemutus linear; contoh : dinding
o
Distrct : Memiliki ciri khas tertentu; contoh : ruang publik, perdagangan, dll
o
Node : Pertemuan beberapa path, pusat keramaian; contoh : simpang lima
o
Landmark : untuk mengetahui suatu daerah.
Selain itu ada juga kriteria tak terukur yaitu : •
Akses : Kemudahan, kenyamanan, dan keamanan dalam mencapai tujuan (letak,sirkulasi)
•
Compability : Aktivitas yang berlangsung serta kecocokan tata letak dengan topografi, skala, dan massa bangunan
•
View : Aspek kejelasan antara orientasi manusia terhadap massa bangunan, untuk daya tarik
•
Identity : Sebagai identitas yang dapat dikenali oleh pengamat (citra)
•
Sense : Segala sesuatu yang ditimbulkan, berhubungan dengan sumber kebudayaan
•
Livability : Kenyamanan untuk tinggal di dalamnya Elemen perancangan kota :
•
Land Use : cerminan hubungan dan keterkaitan antara sirkulasi dan kepadatan aktivitas pada suatu kawasan
•
Building Form and Massing : bentuk dan massa bangunan dapat menunjukan ciri kawasan yang mencakup ketinggian, rasio luas lantai, coverage, skala, dan lain-lain
•
Activity support : Pendukung kegiatan terdiri dari semua kegiatan yang memperkuat penggunaan ruang publik
•
Open space : Lahan kosong di kota untuk dijadikan taman sehingga harus dilakukan secara integral dengan perencanaan bangunan dan saling menunjang
•
Pedestrian ways : Jalur pejalan kaki, untuk mendukung aktivitas kawasan, juga untuk estetika terutama pada pusat kota
•
Circulation and parking : Sistem pergerakan dan elemen utama yang dapat memberi bentuk lingkungan kota
•
Signage : Menunjukan arah dan fungsi bangunan serta kawasan tertentu, penandaan tidak hanya dilakukan dengan pemberian papan nama tetapi dpaat dilakukan dengan berntuk atau ciri visual lainnya
•
Preservation : upaya pelestarian harus mampu melindungi kelestarian lingkungan yang telah ada dan ruang-ruang kawasan yang sudah terbentuk seperti kawasan bersejarah Elemen estetika antara lain : sumbu, simetri, hirarki, irama, kontras, balance, dan skala.
Teori Perancangan Kota Tiga pendekatan teori perancangan kota : •
Teori figure ground
•
Teori linkage
•
Teori place
WIKIPEDIA
Perencanaan tata ruang Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Belum Diperiksa
Perencanaan tata ruang (bahasa Inggris: spatial planning) merupakan metodemetode yang digunakan oleh sektor publik untuk mengatur penyebaran penduduk dan aktivitas dalamruang yang skalanya bervariasi. Perencanaan tata ruang terdiri dari semua tingkat penatagunaan tanah, termasuk perencanaan kota, perencanaan regional, perencanaan lingkungan, rencana tata ruang nasional, sampai tingkat internasional seperti Uni Eropa. Salah satu definisi awal perencanaan tata ruang diambil dari European Regional/Spatial Planning Charter (disebut juga Torremolinos Charter), yang diadopsi pada tahun 1983 oleh Konferensi Menteri Eropa yang bertanggung jawab atas Regional Planning (CEMAT), yang berbunyi: "Perencanaan tata ruang memberikan ekspresi geografis terhadap kebijakan-kebijakan ekonomi, sosial, budaya, dan ekologis. Perencanaan tata ruang juga merupakan sebuah ilmu ilmiah, teknik administrasi, dan kebijakan, yang dikembangkan sebagai pendekatan lengkap dan antar-ilmu, yang diarahkan kepada pengembangan regional dan organisasi fisik terhadap sebuah strategi utama." Di Indonesia konsep perencanaan tata ruang mempunyai kaitan erat dengan konsep pengembangan wilayah. Konsep pengembangan wilayah telah dikembangkan antara lain oleh Sutami pada era 1970-an, dengan gagasan bahwa pembangunan infrastruktur yang intensif akan mampu mempercepat terjadinya pengembangan wilayah, juga Poernomosidhi (era transisi) memberikan kontribusi lahirnya konsep hirarki kota-kota yang hirarki prasarana jalan melalui Orde Kota. Selanjutnya Ruslan Diwiryo (era 1980-an) yang memperkenalkan konsep Pola dan Struktur ruang yang bahkan menjadi inspirasi utama bagi lahirnya UU No.24/1992 tentang Penataan Ruang. Pada era 90-an, konsep pengembangan wilayah mulai diarahkan untuk mengatasi kesenjangan wilayah, misal antara KTI dan KBI, antar kawasan dalam wilayah pulau, maupun antara kawasan perkotaan dan perdesaan. Perkembangan terakhir pada awal abad millennium, bahkan, mengarahkan konsep pengembangan wilayah sebagai alat untuk mewujudkan integrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
[sunting]Referensi
Richard H. Williams, European union spatial policy and planning, London Chapman 1996. ISBN 978-1-85396-305-6
Andreas Faludi, Bas Waterhout, The Making of the European Spatial Development Perspective, London Routledge 2002. ISBN 978-0-415-27264-3
Dirjen Penataan Ruang – Depkimpraswil,Kebijakan, Strategi dan Program Ditjen Penataan Ruang, BPSDM, Jakarta, 2003
[sunting]
View more...
Comments