Definisi AKI Dan AKB

November 16, 2018 | Author: Lussy Angelous Charnatha | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

AKI DAN AKB...

Description

1. Definisi AKI dan AKB

Kematian maternal/AKI merupakan kematian wanita sewaktu hamil, melahirkan atau dalam 42 hari sesudah berakhirnya kehamilan, tidak tergantung dari lama dan lokasi kehamilan, disebabkan oleh apapun yang berhubungan dengan kehamilan atau  penanganannya, tetapi tidak secara kebetulan atau oleh penyebab tambahan lainnya. (Sarwono,2002:22). Kematian ibu adalah kematian perempuan pada saat hamil atau kematian dalam kurun waktu 42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa memandang lamanya kehamilan atau tempat persalinan, yakni kematian yang disebabkan karena kehamilannya atau  pengelolaannya, tetapi bukan karena sebab-sebab lain sepertikecelakaan, terjatuh dll (Budi, Utomo. 1985). Kematian maternal adalah kematian dari setiap wanita sewaktu dalam kehamilan,  persalinan dan dalam 42 hari setelah terminasi kehamilan tanpa mempertimbangkan lamanya serta di mana kehamilan tersebut berlangsung (FIGO, 1973). Kematian maternal didefinisikan sebagai setiap kematian ibu yang yang terjadi pada waktu kehamilan, melahirkan, atau dua bulan setelah melahirkan atau penghentian kehamilan. Kematian maternal juga didefinisikan sebagai proporsi kematian pada wanita usia reproduktif atau proporsi kematian pada semua wanita di usia reproduktif yang disebabkan oleh penyebab maternal. Angka kematian Bayi (AKB) adalah angka  probabilitas untuk meninggal di umur antara lahir dan 1 tahun dalam 1000 kelahiran hidup. Angka kematian perinatal (perinatal mortality rate) ialah jumlah kematian perinatal dikalikan 1000 dan kemudian di bagi dengan jumlah bayi lahir hidup dan lahir mati pada tahun yang sama. (Sarwono,2002:786). (Sa rwono,2002:786).

2. MDGs to SDGs

MDGs (millennium development development goals) merupakan kesepekatan kepala negara negara dan  perwakilan Negara dari 189 negara yang tergabung dalam Perserikatan Perse rikatan Bangsa-bangsa Bangsa -bangsa ( PBB) yang dijalankan mulai September tahun 2000 dan berakhir pada tahun 2015 kemarin, MGDs diadopsi oleh 189 189 negara serta ditandatangani ditandatangani oleh 147 kepala kepala  pemerintahan dan kepala Negara pada saat Konferensi Tingkat Tinggi ( KTT) Milenium di New York pada bulan September 2000 2000 tersebut dan Indonesia merupakan salah  Negara yang ikut serta ser ta dalam mendeklarasikan tujuan tuj uan MDGs. Sebagai Negara yang ikut

mendeklarasikan MDGs, Indonesia memiliki kewajiban untuk melaksanakan upaya untuk mencapai target dan memonitor perkembangan kemajuan pencapaiannya. Target dari MDGs ini adalah tercapainya kesejahteraan rakyat dan pembangunan masyarakat tahun 2015. Target ini merupakan tantangan bagi seluruh dunia. Untuk mencapai target target ini tergapat 8 butir tujuan didalamnya, yaitu : 1.

Menangulangi kemiskinan dan kelaparan

2.

Mencapai pendidikan dasar secara universal

3.

Mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan

4.

Menurunkan angka kematian anak

5.

Meningkatkan kesehatan ibu

6.

Memerangi HIV/AIDS , Malaria, dan penyakit menular lainnya

7.

Menjamin daya dukung lingkungan hidup

8.

Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan

Di Indonesia sendiri sudah berhasil menyelesaikan beberapa point dari tujuan MDGs sendiri. Namun pencapaian target target tersebut dibagi dalam 3 kategori yaitu target yang telah dicapai, target yang menunjukan kemajuan signifikan dan target yang masih memerlukan upaya keras untuk pencapaiannya. Target MDGs 1 telah berhasil dicapai yaitu menurunkan tingkat kemiskinan yang diukur oleh pendapatan perkapita yang kurang dari 1 dolar AS per hari, telah turun dari 20,6 persen pada tahun 1990 enjadi 5,9 persen pada tahun 2008. Selain itu juga isa dilihat dari penurunan tingkat kemiskinan, diukur oleh garis kemiskinan nasional dan dari tingkat saat ini sebesar 13,33 persen di tahun 2010 menuju targetnya 8-10 persen pada tahun 2004. Selain itu tingkat kekurangan gizi pada anak anak telah menurun dari 31  persen pada tahun 1989 menjaidi 18,4 persen di tahun 2007, sehingga Indonesia diperkirakan bisa mencapai target MDGs sebensar 15,5 persen pada tahun 2015. Pencapaian di Indonesia dalam mencapai target MDGs 2 pendidikan dasar untuk semua sudah tercapai. Bahkan melebihi target karena di Indonesia sendiri pendidikan dasar ( SD) dan menengah pertama ( SMP) merupakan pendidikan umum di Indonesia yg bisa diterima semua kalangan. Dari penjabaran diatas masih ada 3 target tujuan MDGs yang masih belum dicapai Indonesia yaitu, MDGs 5 ( menurunkan angka kematian ibu melahirkan), MDGs 6 (Memerangi HIV/AIDS , Malaria, dan penyakit menular lainnya) dan MDGs 7 ( Menjamin daya dukung lingkungan hidup “ akses air bersih dan sanitasi dasar” ).

Sekarang MDGs telah selesai berakhir. Sejak tahun 2013 telah di buat kerangka baru untuk menggantikan MDGs yang disebut dengan SDGs ( Sustainable Development Goals). Kini SGDs memilioki 17 tujuan yakni : 1.

Menghapus kemiskinan

2.

Mengakhiri kelaparan

3.

Kesehatan dan kesejahteraan

4.

Kualitas pendidikan yang baik

5.

Kesetaraan gender

6.

Air bersih dan sanitasi

7.

Akses ke energy yang terjangkau

8.

Pertumbuhan ekonomi

9.

Inovasi dan infrastruktur

10. Mengurangi ketimpangan 11. Pembangunan berkelanjutan 12. Konsumsi dan produksi berkelanjutan 13. Mencegah dampak perubahan iklim 14. Menjaga sumber daya laut 15. Menjaga ekosistem darat 16. Perdamaian dan keadilan 17. Revitalitas kemitraan global

SDGs ditetapkan oleh PBB pada akhir September 2015 di New York dengan masa  berlaku mulai Januari 2016 hingga Desember 2030 dan ada sekitar 193 negara anggota PBB yang berkomitmen untuk melaksanakan SDGs.

3. Angka Kematian ibu masih Tinggi

JELANG berakhirnya Millennium Development Goals (MDGs) 2015, Indonesia masih menyisakan rapor merah terhadap penurunan target kelima MDGs, yaitu Angka Kematian Ibu (AKI). Pemerintah Indonesia berupaya menekan AKI melalui program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dilakukan BPJS Kesehatan. Menyambut Hari Ibu yang diperingati pada 22 Desember, persoalan AKI menjadi potret buram kaum ibu. Sejak 2007, Indonesia tercatat sebagai negara dengan angka kematian ibu (AKI) tertinggi di Asia Tenggara (UNFPA, 2013) dengan 228 kematian per 100.000

kelahiran hidup. Lima tahun kemudian, Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (2013) menunjukkan AKI di Indonesia berada pada angka 359 kematian per 100.000 kelahiran hidup. Angka tersebut tentu masih sangat jauh dari target kelima Millenium Development Goals, yaitu pada 2015 mencapai 102 kematian per 100.000 kelahiran hidup. Badan dunia, United Nation Development Program, Senin (14/12) meluncurkan kajian Human Development Report 2015. Dalam indikator maternal mortality (kematian ibu melahirkan) Indonesia berada pada posisi 190 (kematian) per 100.000 (kelahiran). Pemerintah melalui Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 menyebut angka AKI di Indonesia masih 359 per 100 ribu kelahiran. Banyak Negara tidak bisa mencapai sasaran yang ditetapkan dalam Millenium Development Goals (MDGs) seperti halnya Indonesia. Hal ini karena kurangnya  pelibatan semua pihak yang berkaitan dengan pembangunan, khususnya pelibatan masyarakat sipil yang merasakan permasalahan yang ada serta mengetahui kebutuhan paling signifikan untuk dipenuhianyak Negara yang tidak bisa mencapai sasaran yang ditetapkan dalam Millenium Development Goals (MDGs). Kepala BKKBN Surya Chandra Surapaty tak menampik belum berhasilnya Indonesia menekan AKI. Terdapat empat persoalan menjadi penyebab tingginya AKI. Hal tersebut mencakup hamil terlalu muda dalam usia kurang dari 20 tahun, terlalu tua dalam usia lebih dari 35 tahun, terlalu rapat dengan jarak kehamilan kurang dari tiga tahun, dan terlalu sering dengan anak lebih dari dua. Selain empat persoalan terlalu tersebut, masih ada tiga terlambat yang menyebabkan AKI masih tinggi. Hal tersebut mencakup terlambat mengenal tanda  bahaya, ambil keputusan, dan menuju fasilitas kesehatan. Faktr medis tak menjadi  penyebab tunggal dalan empat terlalu dan tiga terlambat. Hal tersebut juga mencakup pembangunan infrastruktur yang memudahkan akses masyarakat menuju fasilitas kesehatan. Dengan kondisi tersebut, Direktur Bina Kesehatan Ibu Kementerian Kesehatan Gita Maya berharap pemerintah daerah dan pusat bisa bekerja sama untuk menekan AKI. Termasuk kerja sama dari berbagai sektor. Tingginya AKI sebetulnya hanya hilir dari suatu permasalahan. Tanpa perbaikan di hulu maka AKI akan tetap tinggi. Saya benar berharap pemerintah bisa memperbaiki akses menuju faskes sehingga lebih bersahabat dengan ibu hamil, ujar M aya.

Kendati merupakan hilir masalah, namun tingginya AKI membuka kondisi masyarakat Indonesia yang sebenarnya. Pasalnya salah satu penyebab AKI adalah ibu yang menikah dalam usia cukup dini, yaitu kurang dari 20 tahun. Menikah dalam usia dini identik dengan kemiskinan, tingkat pendidikan yang rendah, dan adanya kultur tersebut dalam mas yarakat. Usia kurang dari 20 tahun menandakan tubuh perempuan masih dalam tahap  pertumbuhan, sehingga belum siap untuk mengandung. risiko terbesar kematian ibu terjadi pada perempuan yang hamil dan melahirkan di usia kurang dari 20 tahun. Sensus penduduk pada 2010 menyatakan, perempuan yang menjadi ibu dalam usia kurang dari 20 persen memberi kontribusi sebesar 6,9 persen pada AKI. Data juga menyebutkan 92 persen ibu yang berusia kurang dari 20 tahun meninggal saat melahirkan anak pertamanya. Sementara Riskesdas 2010 menyebutkan sebesar 16,7 persen ibu melahirkan pada usia kurang dari 20 tahun. Semakin muda usia calon ibu maka makin besar kemungkinan untuk menjalani kehamilan berisiko hingga terjadi kematian. Angka  pernikahan dini harus ditekan untuk menurunan AKI. Tentunya kesehatan harus didudukung faktor lain misal perbaikan ekonomi dan pendidikan, supaya perempuan tidak menikah dini untuk menekan peluang menjalani kehamilan berisiko, kata Maya. BKKBN memiliki rencananya untuk menekan AKI. Pihaknya menargetkan  pengguna kontrasepsi mencapai 65 persen pada tahun 2019. Hasil survei SDKI pada 2007 dan 2012 menandakan penggunaan kontrasepsi tidak meningkat secara signifikan. Penggunaan kontrasepsi berdasar SDKI 2007 mencapai 57,5 persen yang hanya menjadi 57,9 persen di 2012. Jika pemakaian kontrasepsi meningkat maka AKI bisa ditekan. BKKBN berharap AKI sebesar 346 per 100 ribu kelahiran hidup pada tahun 2015, bisa menjadi 306 per 100.000 kelahiran pada tahun 2019. Tentunya target tersebut bisa tercapai melalui kerja sama dengan pemerintah daerah. Terutama untuk meyakinkan masyarakat tak lagi melakukan nikah dini dan menggunakan kontrasepsi untuk mengatur kehamilannya. Sejak 2007, Indonesia tercatat sebagai negara dengan angka kematian ibu (AKI) tertinggi di Asia Tenggara (UNFPA, 2013) dengan 228 kematian per 100.000 kelahiran hidup. Lima tahun kemudian, Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (2013) menunjukkan AKI di Indonesia berada pada angka 359 kematian p er 100.000

kelahiran hidup. Angka tersebut tentu masih sangat jauh dari target kelima Millenium Development Goals, yaitu pada 2015 mencapai 102 kematian per 100.000 kelahiran hidup.

4. Tingkat Kematian Maternal dan perinatal

Di Negara maju angka kematian maternal berkisar antara 5-10 per 100.000 kelahiran hidup, sedangkan di Negara sedang berkembang berkisar antara 750-1000 per 100.000 kelahiran hidup. Tingkat kematian maternal di Indonesia diperkirakan sekitar 450 per 100.000 kelahiran hidup. (Sarwono,2002:23) Estimasi AKI Maternal Indonesia pada tahun 2002-2003 sebesar 307 kematian per 100.000 kelahiran. Di tahun 2007 AKI turun menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup). (Survei Demografi dan Kesehatan). Berdasarkan

SDKI

(Survei

Demografi

dan

Kesehatan

Indonesia) berturut-turut tahun 1997, 2002- 2003 dan 2007, AKB Indonesia adalah 46, 35 dan 34 per 1000 kelahiran hidup. Keberhasilan upaya kesehatan ibu, di antaranya dapat dilihat dari indikator Angka Kematian Ibu (AKI). AKI adalah jumlah kematian ibu selama masa kehamilan,  persalinan dan nifas yang disebabkan oleh kehamilan, persalinan, dan nifas atau  pengelolaannya tetapi bukan karena sebab-sebab lain seperti kecelakaan, terjatuh, dll di setiap 100.000 kelahiran hidup. Indikator ini tidak hanya mampu menilai program kesehatan ibu, terlebih lagi mampu menilai derajat kesehatan masyarakat, karena sensitifitasnya terhadap perbaikan  pelayanan kesehatan, baik dari sisi aksesibilitas maupun kualitas. Penurunan AKI di Indonesia terjadi sejak tahun 1991 sampai dengan 2007, yaitu dari 390 menjadi 228.  Namun demikian, SDKI tahun 2012 menunjukkan peningkatan AKI yang signifikan yaitu menjadi 359 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup. AKI kembali menujukkan  penurunan menjadi 305 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup berdasarkan hasil Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2015. Gambaran AKI di Indonesia dari tahun 1991 hingga tahun 2015 dapat dilihat pada Gambar 4.1 berikut ini.

ANGKA KEMATIAN IBU DI INDONESIA TAHUN 1991 –  2015

(Sumber: BPS, SDKI 1991-2012)

5. Faktor Yang Mempengaruhi Angka Kematian Ibu

Ada beberapa pendapat mengenai faktor yang sangat mempengaruhi angka kematian ibu (AKI) di Indonesia diantaranya, a.

Menurut Qomaria Alwi, 2009. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya angka kematian ibu (AKI) 

Kesadaran penduduk kurang dalam memanfaatkan karu Gakin, mereka yang memegang kartu Gakin sering datang berulang-ulang ke Puskesmas meskipun tidak sakit atau obat sebelumnya belum habis.



Kesadaran ibu-ibu untuk periksa hamis kurang karena mereka datang tidak secara khusus tetapi sambil berobat penyakit lain misalnya flu, panas, dan diare. Keyakinan ibu-ibu terhadap dukun atau mantri di desanya masih tinggi terutama untuk postnatal, ibu-ibu selalu ke dukun dan menggukan kotoran kambing untuk tali pusat bayi.



Bidan menyatakan rasa putus asa untuk meneruskan rasa putus asa untuk menereuskan status PTT karena tidak ada harapan peningkatan kesejahteraan, kemudian membuka praktek swasta karena izin praktek swasta dipermudah dengan adanya pemutihan. Tarif persalinan dikenakan memang masih itnggi dari dukun dan non bidan dengan alasan mereka mengikuti pendidikan/pelatihan khusus tentang kebidanan dan membayar untuk itu.

 b. Menurut Ahmad Syafiq, 2003. Membaginya dalam beberapa kategori, yaitu 

Tingkat pendidikan angka mempengaruhi tingkat kematian ibu. Berikut  penjelasannya. Pendidikan

AKI1

AKI2

Persentase WUS Tamat SD

0,316*

0,163

Persentase WUS Tamat SMP

0,635**

0,460

Persentase WUS Tamat SMA

-0,368*

-0,168**

Persentase WUS Tamat Akademi

-0,351*

-0,136

Persentase WUS Tamat Universitas

-0,434**

-0,416**

Dari tabel di atas dapat dimaknai bahwa sampai tingkat pendidikan tamat SMP, korelasi masih bernilai positif (hubungan lurus) artinya semakin tinggi  persentase pendidikannya maka semakin tinggi pula AKI‐nya. Namun, dua data set AKI menunjukkan bahwa korelasi bernilai negatif (hubungan terbalik) mulai  pendidikan tamat SMA ke atas. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa batas  pendidikan yang membawa pengaruh terhadap AKI adalah tamat SMA ke atas.



Tingkat Ekonomi Status Ekonomi

AKI 1

AKI 2

Kepemilikan Rumah

-0,003

0,058

Kepemilikan Tabungan

-0,253

-0026

Tampak bahwa kedua variabel proksi dari status ekonomi yang dipilih dalam tinjauan ini tidak cukup peka untuk dapat memiliki korelasi yang signifikan dengan AKI absolut. Kepemilikan tabungan mungkin merupakan indikator status ekonomi yang lebih baik dibandingkan kepemilikan rumah.

c. Menurut Nurul Aeni ada 3 faktor yang mempengaruhi tingka kematian ibu (AKI), yaitu 

Penyakit Jantung Penyakit jantung kebanyakan diderita para ibu disebabkan oleh pola hidup yang kurang sehat.



Eklampsia Eklampsia merupakan penyebab utama kedua kematian ibu, yaitu 13 persen kematian ibu di Indonesia (rata-rata dunia adalah 12 persen) 10 .Pemantauan kehamilan secara teratur sebenarnya dapat menjamin akses terhadap perawatan yang sederhana dan murah yang dapat mencegah kematian ibu karena eklampsia.



Pendarahan Pendarahan ini terjadi ketika sang ibu melahirkan bayinya. Seperti yang di katakan Ahmad Syafiq, bahwa tingkat pendidikan juga mempengaruhi dalam  proses persalinan sehingga dapat mencegah terjadinya pendarahan ketika proses  persalinan

d. Menurut Cynthia Lina 2013. Ada beberapa macam penyebab utama AKI, yaitu 1) Penyebab Langsung 

Faktor reproduksi

a)

Usia Dalam kurun reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-30 tahun. Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada usia dibawah 20 tahun ternyata 2-5 kali lebih tinggi dari pada kematian maternal yang terjadi pada usia 2029 tahun. Kematian maternal meningkat kembali setelah usia 30-35 tahun.

 b)

Paritas Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut pandang kematian maternal. Paritas 1 dan paritas tinggi (lebih dari 3) mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi. Lebih tinggi paritas, lebih tinggi kematian maternal. Resiko pada paritas 1 dapat ditangani dengan asuhan obstetrik lebih baik, sedangkan resiko pada parit as tinggi dapat dikurangi

atau dicegah dengan Keluarga Berencana. Sebagian kehamilan pada  paritas tinggi adalah tidak direncanakan. c)

Komplikasi Obstetri Penyebab kematian ibu. adalah perdarahan, eklampsia atau gangguan akibat tekanan darah tinggi saat kehamilan, partus lama, komplikasi aborsi, dan infeksi. Perdarahan, yang biasanya tidak biasa diperkirakan dan terjadi secara mendadak, bertanggung jawab atas 28 pers en kematian ibu. Sebagian besar kasus perdarahan dalam masa nifas terjadi karena  perdarahan post partum, retensio plasenta dan atonia uteri. Hal ini mengindikasikan kurang baiknya manajemen tahap ketiga proses kelahiran dan pelayanan emergensi obstetrik dan perawatan neonatal yang tepat waktu.

2) Penyebab Tidak Langsung Risiko kematian ibu dapat diperparah oleh adanya anemia dan penyakit menular seperti malaria, tuberkulosis (TB), hepatitis, dan HIV/AIDS. Pada 1995, misalnya, prevalensi anemia pada ibu hamil masih sangat tinggi, yaitu 51 persen, dan pada ibu nifas 45 persen. Anemia pada ibu hamil mempuyai dampak kesehatan terhadap ibu dan anak dalam kandungan, meningkatkan risiko keguguran, kelahiran prematur, bayi dengan berat lahir rendah, serta sering menyebabkan kematian ibu dan bayi baru lahir. Faktor lain yang berkontribusi adalah kekurangan energi kronik (KEK). Pada 2002, 17,6 persen wanita usia subur (WUS) menderita KEK. Tingkat sosial ekonomi, tingkat pendidikan, faktor budaya, dan akses terhadap sarana kesehatan dan transportasi juga berkontribusi secara tidak langsung terhadap kematian dan kesakitan ibu. Situasi ini diidentifikasi sebagai “3 T” (terlambat). Yang pertama adalah terlambat deteksi bahaya dini selama kehamilan,  persalinan, dan nifas, serta dalam mengambil keputusan untuk mendapatkan  pelayanan kesehatan ibu dan neonatal. Kedua, terlambat merujuk ke fasilitas kesehatan karena kondisi geografis dan sulitnya transportasi. Ketiga, terlambat mendapat pelayanan kesehatan yang memadai di tempat rujukan. Pelayanan kesehatan merupakan tantangan berikutnya yang perlu ditangani. Termasuk di dalamnya adalah kualitas pelayanan yang disediakan oleh

 pemerintah dan swasta serta penanganan disparitas akses pada kelompok rentan dan miskin. Data terbaru menunjukkan bahwa jumlah bidan di desa (BDD) yang menyediakan pelayanan bagi kelompok rentan dan miskin telah menurun.

6. Upaya untuk Menekan Angka Kematian Ibu

Menurut Cynthia Lina, 2013. Ada beberapa upaya untuk menekan angka kematian  pada ibu, diantaranya adalah a. Upaya penanggulangan AKI saat ini : 1) Dibentuknya AMP di puskesmas Audit Maternal Perinatal (AMP) menurut Departemen Kesehatan adalah suatu kegiatan untuk menelusuri kembali sebab kesakitan dan kematian ibu dan  perinatal dengan tujuan mencegah kesakitan dan kematian yang akan datang. AMP merupakan suatu investigasi kualitatif mendalam mengenai penyebab dan situasi di seputar kematian maternal dan perinatal/neonatal baik yang ditangani di fasilitas kesehatan termasuk bidan di desa atau bidan praktek swasta secara mandiri, maupun di rumah. Dari kegiatan ini dapat ditentukan : 

Sebab dan faktor-faktor terkait dalam kesakitan / kematian ibu dan perinatal



Tempat dan alasan berbagi sistem dan program gagal dalam mencegah kematian



Jenis intervensi yang dibutuhkan

2) PONED Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED) adalah pelayanan untuk menanggulangi kasus kegawatdaruratan obstetri dan neonatal yang terjadi  pada ibu hamil, ibu bersalin maupun ibu dalam masa nifas dengan komplikasi obstetri yang mengancam jiwa ibu maupun janinnya. PONED merupakan upaya  pemerintah dalam menanggulangi Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia yang masih tinggi dibandingkan di Negaranegara Asean lainnya. Pelayanan obstetri dan neonatal regional merupakan upaya penyediaan  pelayanan bagi ibu dan bayi baru lahir secara terpadu dalam bentuk Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) di Rumah Sakit dan

di tingkat

Pelayanan Obstetri Neonatal Emergency Dasar (PONED)

Puskesmas. Puskesmas PONED adalah kemampuan

memberikan

puskesmas yang memiliki fasilitas dan

pelayanan

untuk

menanggulangi

kasus

kegawatdaruratan obstetri dan neonatal selama 24 jam. Sebuah Puskesmas PONED harus memenuhi standar yang meliputi standar administrasi dan manajemen, fasilitas bangunan atau ruangan, peralatan dan obat-obatan, tenaga kesehatan dan fasilitas penunjang lain. Puskesmas PONED juga harus mampu memberikan pelayanan yang meliputi penanganan preeklampsi, eklampsi,  perdarahan, sepsis, sepsis neonatorum, asfiksia, kejang, ikterus, hipoglikemia, hipotermi, tetanus neonatorum, trauma lahir, Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), sindroma gangguan pernapasan dan kelainan kongenital. Alur pelayanan puskesmas PONED, setiap kasus emergensi yang datang di setiap puskesmas mampu PONED harus langsung ditangani, setelah itu baru melakukan pengurusan administrasi (pendaftaran, pembayaran

 

alur pasien).

Pelayanan yang diberikan harus mengikuti Prosedur Tetap (PROTAP). 

Pelayanan yang Diberikan Puskesmas PONED :

Puskesmas PONED harus memiliki tenaga kesehatan yang telah dilatih PONED yaitu TIM PONED (Dokter dan 2 Paramedis). Pela yanan yang dapat diberikan

puskesmas

PONED

yaitu

pelayanan

dalam

menangani

kegawatdaruratan ibu dan bayi meliputi kemampuan untuk menangani dan merujuk: 

Hipertensi dalam kehamilan (preeklampsia, eklampsia)



Tindakan pertolongan Distosia Bahu dan Ekstraksi Vakum pada Pertolongan Persalinan



Perdarahan post partum



Infeksi nifas



BBLR dan Hipotermi, Hipoglekimia, Ikterus, Hiperbilirubinemia, masalah  pemberian minum pada bayi



Asfiksia pada bayi

3) GSI Gerakan

Sayang

Ibu

(GSI)

merupakan

upaya

untuk

meningkatkan

 pemberdayaan perempuan dan mempercepat penurunan angka kematian ibu dan  bayi yang masih tinggi dan merupakan gerakan masyarakat bekerja sama dengan  pemerintah. Dengan demikian, yang dimaksud dengan GSI adalah suatu gerakan yang dilaksanakan oleh masyarakat bekerja sama dengan pemerintah untuk meningkatkan perbaikan kualitas hidup perempuan (sebagai sumber daya manusia) melalui berbagai kegiatan yang mempunyai dampak terhadap upaya  penurunan angka kematian ibu karena hamil, melahirkan, dan nifas, serta kematian bayi. GSI yang kegiatannya ditunjang oleh Tim Pokja dan Tim Satgas GSI diarahkan agar mampu mendorong masyarakat untuk berperan aktif dan mengembangkan

potensinya

dengan

melahirkan

ide-ide

kreatif

dalam

melaksanakan GSI di daerahnya. Kegiatan-kegiatanya antara lain: a) Melaksanakan pendataan ibu hamil, memberikan kode-kode terten tu untuk memberi tanda bagi ibu hamil beresiko tinggi (tanda biru), untuk yang normal diberi tanda kuning. Ini pertama kali dikembangkan di Sumatera Selatan, lalu dikembangkan di daerah lain.  b) Melaksanakan kegiatan KIE (Komunikasi, Informasi, Edukasi), melalui  pengajian dan penyuluhan bagi calon pengantin, bisa juga dikembangkan dalam bentuk nyanyian, tarian, operet, puisi sayang ibu. Hendaknya juga didukung oleh para Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB), Petugas Depag, Dinas Kesehatan dan sebagainya. c) Menyediakan Pondok Sayang Ibu. Ide ini pertama kali dicetuskan di Lampung. d) Menggalang Dana Bersalin (Arlin) dari masyarakat se bagai bentuk kepedulian. e) Menggalang sumbangan donor darah untuk membantu persalinan. f) Menyediakan Ambulans Desa, bisa berupa becak, mobil roda empat milik warga yang dipinjamkan.

4) Perencanaan persalinan dan pencegahan komplikasi (P4K) Pemerintah telah melakukan upaya penurunan jumlah kematian ibu dan bayi dengan meningkatkan cakupan maupun kualitas pelayanan. Peningkatan kemampuan tenaga kesehatan pada Puskesmas Rawat Inap dengan PONED di

wujudkan untuk menanggulangi permasalahan dan kondisi kematian ibu dengan “penyebab langsung.” Sedangkan Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) diharapkan mampu menyelesaikan masalah atau kondisi ”tidak langsung” yang menyebabkan ibu dan bayi meninggal. Kementerian Kesehatan RI telah meluncurkan Program

Perencanaan

Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) dengan stiker yang telah

terbukti mampu meningkatkan secara signifikan cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan dan Buku KIA sebagai informasi dan pencatatan keluarga yang mampu meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan ibu, bayi, dan balita. Dengan tercatatnya ibu hamil secara tepat dan akurat serta dipantau secara intensif oleh tenaga kesehatan dan kader di wilayah tersebut, maka setiap kehamilan sampai persalinan dan nifas diharapkan dapat berjalan dengan aman dan selamat. Manfaat dari P4K adalah meningkatkan cakupan dan kualitas pelayanan kesehatan ibu hamil, ibu bersalin. Ibu nifas dan bayi baru lahir melalui  peningkatan peran aktif keluarga dan mas yarakat dalam merencanakan persalinan yang aman dan persiapan menghadapi komplikasi dan tanda bahaya kebidanan dan bayi baru lahir bagi ibu sehingga melahirkan bayi yang sehat. Dengan sasa ran semua ibu hamil yang ada di wilayah tersebut.

CAKUPAN PELAYANAN KESEHATAN IBU HAMIL K4 MENURUT PROVINSI TAHUN 2015

CAKUPAN PEMBERIAN 90 TABLET TAMBAH DARAH (ZAT BESI) PADA IBU HAMIL MENURUT PROVINSI TAHUN 2015

Sumber: Ditjen Kesehatan Masyarakat, Kemenkes RI, 2016

Secara nasional cakupan ibu hamil mendapat tablet Fe3 tahun 2015 sebesar 85,17%, tidak  berbeda jauh dibanding tahun 2014 yang sebesar 85,1%. Provinsi dengan cakupan Fe3 tertinggi yaitu DKI Jakarta (97,12%) dan yang terendah Provinsi Papua (24,36%).

CAKUPAN PERSALINAN DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN MENURUT PROVINSI TAHUN 2015

Sumber: Ditjen Kesehatan Masyarakat, Kemenkes RI, 2016

Gambar di atas menunjukkan bahwa terdapat 79,72% ibu hamil yang menjalani persalinan dengan ditolong oleh tenaga kesehatan dan dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan.

DAFTAR PUSTAKA

Qomariah Alwi. 2009. Faktor Yang Mempengaruhi Angka Kematian Ibu. Media Litbang. Ahmad Syafiq. 2003. Angka Kematian Ibu Dan Pendidikan Perempuan. Fakultas Kesahatan Masyarakat Universitas Indonesia.  Nurul Aeni. Faktor Risiko Kematian Ibu. Kantor Penelitian Dan Pengembangan Kabupaten Pati. Cynthia Lina.2013. Faktor Yang Mempengaruhi Aki. Fakultas Kedokteran. Universitas Sriwijaya

Prawirohardjo,Sarwono.2002.Ilmu Kebidanan.Jakarta:Yayasan Bina Pustaka Manuaba,Ida Bagus.2001.Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB.Jakarta:EGC

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF