Debit Dan Banjir Rencana

December 2, 2018 | Author: Setyo Utomo | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

perencanaan irigasi...

Description

BANJIR RENCANA

A. Uraian Umum

Banjir bencana merupakan debit maksimum di sebuah sungai ataupun saluran alami dengan  periode ulang atau rata-rata yang sudah ditentukan dan dapat dialirkan tanpa membahayakan membahayakan  proyek irigasi dan stabilitas stabilitas bangunan-bangunan. bangunan-bangunan. Untuk menghitung debit rencana diperlukan data-data sebagai berikut: 1). Luas daerah pada peta = 2588Ha = 25,88 km 2 2). Panjang sungai pada peta = 780.000m = 7,8 km 3). Elevasi sungai tertinggi = 179,29 m 4). Evaluasi sungai terendah = 173,05 m

1. Menghitung Luas Daerah Tangkapan Sungai (Cathment Area). Cathment Area dihitung dengan metode elips Jika diketahui:  b = panjang sungai sungai = 7,8 km a = 2/3 . b = 2/3 . 7,8 = 5,2 km

Maka; A = luas cathment area (luas elips) A =¼. π.a. b = ¼ . π . 5,2 . 7,8 A = 31,86 km2 B. Perhitungan Debit Banjir

1. Meto Metode de FSR FSR Jaw Jawaa – Sum Sumat ater eraa Data-data: a. Luas daerah daerah aliran aliran sunga sungaii (cathme (cathment nt area) area) = 31,86 km 2  b. Panjang sungai sungai dari hulu sampai sampai hilir (MSL) = 7,8 km = 7800 m c. Perbedaan Perbedaan elevasi elevasi sungai sungai antara antara hulu dan hilir  (H) = 179,29 – 173,05 = 6,24 m d. Ind Indeks eks ke kemirin iringa gann (SI (SIMS MS)) da dalam lam m/k m/km m

=

 H   MSL

= 6.24 / 7.8 = 0.8 e. ARF (fakto (faktorr reduksi) reduksi),, dalam tabel tabel 2.9 hal hal 110 buku irigasi irigasi oleh oleh Drs. Ir. Suyitn Suyitno, o, HP. ARF = 0,99 f. Menghitun Menghitungg harga harga PBAR PBAR (dihitung (dihitung dengan dengan cara cara aljaba aljabarr rata-rata) rata-rata) Tabel Data Curah Hujan Maksimum I Rata-rata Tahunan Tahun 2001 - 2005 Maksimum(1) Rata-rata Tahunan (mm)

 No Tahun Pengamatan Stasiun Stasiun 1. 2001 286,4 2. 2002 289 3. 2003 290 4. 2004 287 5. 2005 290 Jumlah (Σ) 1442,4 Rata-rata 288,48 PBAR dihitung dengan rumus: PBAR = 1/n (R1+R2+R3+...+Rn) Dengan; PBAR PBAR = Huja Hujann terp terpus usat at maks maksim imum um rata rata-ra -rata ta tahu tahuna nann sel selam amaa 24 24  jam dalam mm n = Jumlah pengamatan R 1 = Curah hujan terpusat maximum rata-rata tahunan selama 24 jam stasiun PA R 2 = Curah hujan terpusat terpusat maximum rata-rata tahunan tahunan selama 24 jam stasiun PB PBAR PBAR = 1/n 1/n (R1+R (R1+R2) 2) = 1/1 (288,48 + 0) = 288,48 mm 



 





APBAR = PBAR x ARF APBAR = Hujan maksimum rata-rata tahunan yang mewakili DAS selama 24 jam dalam mm APBAR = 288,48 x 0,99 = 285,60 mm V = 1,02 – 0,0275 log AREA (DAS) = 1,02 – 0,0275 log 31,86 = 0,97866 LAKE AKE = Inde Indekks da danau nau = 0 Karena tidak terdapat danau GF (Growth Factor) GF100 = 2,78 Penggunaan GF (Growth Factor) terhadap nilai MAF, untuk menghitung debit puncak   banjir sesuai dengan dengan periode ulang ulang yang diinginkan. diinginkan. Menghitung MAF (Mean Annual Flood/Debit Banjir maksimum rata-rata tahunan) MAF = 8x10-6 x AREAv x APBAR 2,445 x SIMS0,117 x (1+LAKE)-0,85 = 8x10-6 x 31,860,97866 x 285,602,44 x 0,80,117 x (1+0)-0,85 = 226,45 m 3/dt Menghitung perkiraan debit banjir dengan periode ulang (T) QT = GF(T, AREA) x MAF Untuk perencanaan bendung ini, diambil debit banjir periode ulang 100 tahun, maka: Q100 = GF (100, 180 or less) x MAF = 2,78 x 226,45 = 629,531 m 3/dt

2. Meto Metode de Gumb Gumbel el Ty Type 1

 No Tahun Pengamatan Stasiun Stasiun 1. 2001 286,4 2. 2002 289 3. 2003 290 4. 2004 287 5. 2005 290 Jumlah (Σ) 1442,4 Rata-rata 288,48 PBAR dihitung dengan rumus: PBAR = 1/n (R1+R2+R3+...+Rn) Dengan; PBAR PBAR = Huja Hujann terp terpus usat at maks maksim imum um rata rata-ra -rata ta tahu tahuna nann sel selam amaa 24 24  jam dalam mm n = Jumlah pengamatan R 1 = Curah hujan terpusat maximum rata-rata tahunan selama 24 jam stasiun PA R 2 = Curah hujan terpusat terpusat maximum rata-rata tahunan tahunan selama 24 jam stasiun PB PBAR PBAR = 1/n 1/n (R1+R (R1+R2) 2) = 1/1 (288,48 + 0) = 288,48 mm 



 





APBAR = PBAR x ARF APBAR = Hujan maksimum rata-rata tahunan yang mewakili DAS selama 24 jam dalam mm APBAR = 288,48 x 0,99 = 285,60 mm V = 1,02 – 0,0275 log AREA (DAS) = 1,02 – 0,0275 log 31,86 = 0,97866 LAKE AKE = Inde Indekks da danau nau = 0 Karena tidak terdapat danau GF (Growth Factor) GF100 = 2,78 Penggunaan GF (Growth Factor) terhadap nilai MAF, untuk menghitung debit puncak   banjir sesuai dengan dengan periode ulang ulang yang diinginkan. diinginkan. Menghitung MAF (Mean Annual Flood/Debit Banjir maksimum rata-rata tahunan) MAF = 8x10-6 x AREAv x APBAR 2,445 x SIMS0,117 x (1+LAKE)-0,85 = 8x10-6 x 31,860,97866 x 285,602,44 x 0,80,117 x (1+0)-0,85 = 226,45 m 3/dt Menghitung perkiraan debit banjir dengan periode ulang (T) QT = GF(T, AREA) x MAF Untuk perencanaan bendung ini, diambil debit banjir periode ulang 100 tahun, maka: Q100 = GF (100, 180 or less) x MAF = 2,78 x 226,45 = 629,531 m 3/dt

2. Meto Metode de Gumb Gumbel el Ty Type 1

Untuk perhitungan puncak banjir dengan metode Gumbel maka harus dibuat data  banjir puncak tahunan, atau hujan lebat maksimum (M) yang merupakan harga-harga ekstre ekstrem m dari dari berbeg berbegai ai tahun tahun pengam pengamata atan, n, maka maka harus harus mengi mengikut kutii dalil dalil distrib distribusi usi harga harga ekstrem. Bentuk yang paling cocok yaitu dengan menggunakan analisis frekuensi Data: a. F = Area/dae Area/daerah rah pengali pengaliran ran sungai sungai = 31,86 31,86 km 2  b. L = Panjang sungai sungai = 7.8 km = 7800 7800 m c. H = Beda elevasi elevasi = 179,29 179,29 – 173,05 173,05 = 6,24 m = 0,00624 km d. Waktu tiba banjir (t) W = 72 (

 H  T 

)0,6 0,6

 0.00624   W  = 72     7,78  

= 0.99 km/jam Waktu tiba banjir (t) t

=

Dimana: W = kecepatan tiba banjir (km/jam) H = Beda elevasi L = Panjang sungai T = waktu tiba banjir sampai surut (jam)

 L W 

= 7.8 / 0.99 = 7.878 jam KURVE FREKUENSI METODE GUMBEL T

x

Sx

1

2

3

K (Tabel 2.13) 4

5 10 20 25 50 100

382,03 382,03 382,03 382,03 382,03 382,03

40,194 40,194. 40,194 40,194 40,194 40,194

0.778 1.397 1.994 2.181 2.763 3.341

K.Sx 5 31.271

56.151 80.147 87.663 111.056 134.288

x=x+ K.Sx 6

413.301 438.181 462.177 469.693 493.086 516.318

Perhitungan debit banjir maksimum dengan periode ulang 100 tahun metode Gumbel 30  X  R 100 = 100 x 100 t + 6 24 = ( 516.318 / 24 ) x ( 30 / 7.878+6 ) = 75,373 mm/jam Rumus Rumus

Qn =

 f  Rn . . A

3,6

Dengan : Qn = Debit banjir maximum dengan periode ulang n tahun. f = koefisien pengaliran, untuk persawahan yang dialiri (f=0,75)

Untuk:

A = cathment Area (km 2) = 1,496 km 2 Q100 Q100

 f  R . 100. A

=

3,6 = ( 0.75 x 46.505 x 31.86 )/ 3.6 = 308.67 m3/dt

3. Metode Weduwen Rumus = Qn = Mn . f . q’ .

 R70

240

Dimana: Qn = Debit maksimum untuk periode ulang n tahun Mn = Koefisien yang tergantung dari periode yang ditetapkan sebagai periode ulang. f = Luas daerah pengaliran (km 2)/DAS q’ = α . β. q = debit dalm m3/dt/km2 dengan curah hujan maksimum 240. R 70 = curah hujan maksimum selama 70 tahun  R

5

R 70 =  M  = 6 M   p

 M  p

Dengan: R = curah hujan maksimum kedua M = curah hujan maksimum pertama Mp = koefisien selama periode tertentu (banyak data = p tahun) Mn = koeisien yang tergantung pada periode yang ditetapkan (untuk n = 70 tahun, Mn = 1)

Data: a. F = cathment area = 31,86 km 2  b. L = panjang sungai = 7,878 km c. H =179,29 – 173,05 = 6,24 m d. Is

=

 H   L

= 6.24/7878 = 0,0008

Ieffektif  = 0,9 x I s = 0,9 x 0,0008 = 0,00072 Tabel Perhitungan R 70 Stasiun Pengalaman Curah Hujan Hujan

5 M

R

Mp

6 M 

 M  p

 R  M  p

-

5 tahun

300 Jumlah Jumlah (Σ) R 70

400

0,6

416,67 666,67 416,67 666,67 1083,34 541,67

Jadi R 70 = 541,67 mm Dari grafik Weduwen, dengan Ieffektif = 0,00072 dan F = 31,86 km2, diperoleh q’ = α . β. q = 9 m3/dt/km2. Qn = Mn . F . q’ .

 R70

240

Untuk Q70, Mn = 1 Q70 = 1 .31,86. 9 . 541.67/240 = 647,160 m 3/dt Untuk Q100, Mn = 1,050 Q100 = 1,050 .31,86.9. 541.67/240 = 679.52 m3/dt 4. Metode Weduwen . .q. Rumus : Qn =  x F 

h

200 Dimana x adalah koefisien yang nilainya 0,62 sampai 0,75, q didapat dari menginterporasikan nilai nF dan q yang ada di buku Nomogram, dan h adalah curah hujan max rata-rata dalam n tahun. 1044.54 Qn = 0,75.31,86.7,2 200 3 = 1156,64 m /dtk  5. Metode Weduwen . . A Rumus : Qn = 0,278.C  I  2/ 3

24   Dimana I dihitung dengan rumus  I  =      24   t     R

t  =

 L

dimana t dihitung dengan rumus

Sehingga didapat vnilai t = 3,9 dan nilai I = 139,04. Kemudian nilai C 72( H / L) 2 / 3 adalah koefisien limpasan daerah yaitu sebesar 0,5575. . . A = 0,278.0,5575.139,04.31,86  Nilai Q = Q100 = 0,287.C  I  = 686,55 m3/dtk  6. Metode Hesper  Rumus : Qn = α .β .q. A

1 + 0,0012. A 0.7 Dimana α  = 1 + 0,075. A 0,7 dihitung dari q =

(0,1 L0,8 .l 0,3 ) + 3,710 −0, 45  A 3 / 4 − dan β  = 12 (0,1 L0,8 l 0,3 ) + 15

 R

sedangkan q

sehingga dengan data sebagai berikut : Luas daerah 3,6((0,1 L0,8 l 0,3 ) + 1) alir sungai = 31,86, panjang sungai 7,8 km, perbedaan elevasi sungai 38 meter, dan R = 906,59 m3/dtk.  Nilai Q100 = α .β .q. A = 0,467.0,5456,59,5.31,86 = 483,01 m3/dtk  7. Metode Pengukuran Langsung Q=VxA Keterangan : Q = Debit air ( m3/det) V = Kecepatan aliran (m/dt) A = Luas penampang aliran (m 2) 8. Debit dengan model Mock 

Q = (Dro + Bf) . F

Keterangan : Q

= Debit air tersedia di sungai

Dro = Direct run – off / limpasan langsung Bf

= Base flow / aliran dasar 

F

= Luas catchment area / Das

Dro = Ws – I Keterangan : Ws = Water Surplus I

= Infiltrasi

Ws = Hp – Et

Keterangan : Hp = Hujan yang mencapai permukaan tanah Et

= Evapotranspirasi

Hujan permukaan Hp

= Hj – ICPW

Keterangan : Hj

= Jumlah hujan

ICPW = Intersepsi wilayah

Air intersepsi didekati dengan persamaan Hossain (1969) dengan “range” Y1 ≤ ICP ≤ Y2 Dimana :

Sebagai pendekatan maka diambil nilai tengahnya

Atau

Stronge volume (bagian yang tertampung dilapis tanah)

Vn

= Sc – W0

Keterangan : Sc

= Stroge capacity (kapasitas tampungan)

W0 = Kadar lengas tanah 9.  Metode Reservoir  Metode  Reservoir  merupakan metode untuk perhitungan limpasan sungai pada suatu DAS. Pendekatan proses hidrologi yang digunakan adalah dengan asumsi bahwa aliran sungai  berasal dari sejumlah kombinasi tampungan yang disederhanakan dengan beberapa tampungan. 10. Model Muskingum

Model  Muskingum dikembangkan oleh Mc. Carthv pada tahun 1938 dan merupakan cara  penelusuran banjir yang populer di Amerika Serikat dan sekitarnya. Cara  Muskingum ini memiliki keterbatasan antara lain tidak cocok untuk kenaikan yang tiba-tiba dan hidrografnya, misal pada kasus bendungan jebol. 11. Model Brakensiek  Model  Brakensiek  merupakan model perembesan air ke dalam tanah. Model ini dengan metode SCS (Soil Conservation Service) vang memperhitungkan seluruh kehilangan air  (perembesan, penyimpanan depresi, intersepsi). Berdasarkan pemikiran tentang siklus hidrologi, maka dikembangkan suatu konsep model yang merupakan penyederhanaan dari keadaan vang sesungguhnya. Pemodelan dengan menggunakan Model Brakensiek pada dasarnva memodelkan air yang berada dalam tanah. Sehingga nantinva akan diperoleh besarnya debit air tanah yang akan menentukan besarnva debit pada sungai. Air cair yang diterima pada permukaan bumi, jika pemukaanya tidak kedap air, dapat  bergerak ke dalam tanah dengan gaya gerak gravitasi dan kapiler dalam suatu aliran yang disebut infiltrasi. Konsep infiitrasi ini relatif baru, namun banyak kemajuan di dalam

 pengertian dan penentuannya telah dicapai pada tahun-tahun terakhir ini. Para ahli agronomi menyebut jeluk maksimum air yang dapat dikembalikan ke permukaan baik oleh tanaman maupun oleh kapilaritas, sebagai tanah. Ini merupakan mintakat di mana pertama kali  presipitasi masuk. Pada mintakat ini (disebut mintakat tanah atau air tanah) air bergerak secara vertikal dengan cara evapotranspirasi ke permukaan maupun dengan cara perkolasi yang menurun (pergerakan menurun lengas tanah dari mintakat air tanah tak jenuh ke mintakat  jenuh menuju muka air tanah) (Ersin Seyhan. 1977 : 74). Lebih dari 98 % dari semua air (diduga sedikit lebih daripada 7 x l06 km3) di atas bumi tersembunyi di bawah pori-pori batuan dan bahan-bahan butiran. 2 % sisanva ada yang kita lihat di danau, sungai dan reservoir. Separuh dari 2 % disimpan di reservoir buatan. 98 % dari air di bawah permukaan (96 di luar 100 % air total) disebut air tanah dan digambarkan sebagai air yang terdapat pada bahan yang jenuh di bawah muka air tanah. 2 % sisanya adalah lengas tanah pada mintakat tidak jenuh di atas muka air tanah (Ersin Seyhan , 1977 254). Perembesan merupakan proses masuknya air hujan, lelehan salju irigasi air tanah Pergerakan air tanah merupakan proses air mengalir dari suatu titik ke titik lainnva di dalam tanah. Kedua proses ini tidak dapat dipisahkan seirng dengan kecepatan perembesan dikontrol oleh kecepatan pergeseran air tanah di bawah permukaan dan pergerakan air tanah berlanjut setelah suatu , kejadian perembesan teriadi, seiring dengan air vang merembes didistribusikan Setelah turunnya hujan atau irigasi, akan terjadi suatu perembesan air ke dalam tanah. Untuk menghitung besarnya air yang merembes ke dalam tanah diperlukan suatu perhitungan yang menggunakan sebuah model. Model-model yang digunakan untuk mengkarakteristikan  perembesan bagi aplikasi-aplikasi lahan biasanya menggunakan konsep-konsep sederhana yang memprediksikan rata-rata perembesan atau volume perembesan kumulatif. Model Brakensiek untuk mengetahui besarnva air yang merembes dalam tanah dapat menggunakan beberapa metode, antara lain : metode jumlah kur-va berhenti SCS, perembesan

empiris, perembesan berdasar teori tepat dan sebagainya (David, 1992 : 5.23 ). Pada metode SCS memprakirakan berdasarkan data tanah dan lapisan penutupnya.  persamaan perhentian SCS adalah Q = (P - Ia)2 / (P - Ia) + S

.....................................................................( 1 )

Dimana: Q

=

perhentian, di dalam (mm)

P

=

hujan, di dalam (mm)

S

=

penyimpanan maksimum potensial setelah perhentian dimulai (mm)

Ia

=

abstraksi awal

Abstraksi awal merupakan seluruh kehilangan sebelum perhentian dimulai. Abtraksi meliputi air tersimpan di permukaan, penyerapan air oleh tumbuh - tumbuhan, penguapan, dan  perembesan. la bervariabel tinggi namun berdasarkan data yang diperoleh dari berbagai batas air agrikultur kecil, ia disesuaikan dengan persamaan empiris berikut Ia

=

0,2 S …………………………………………………………….. ( 2 )

Dengan mengeliminasi ia sebagai sebuah parameter independent, penyusaian ini memungkinkan menghasilkan penggunaan kombinasi S dan P untuk menghasilkan jumlah  perhentian unik. Mensubstitusikan Persamaan (2) ke dalam persamaan (1) memberikan Q

=

(P - 0,2 S)2 / ( P + 0,8 S ) .............................................................. ( 3 )

dimana parameter S berhubungan ke tanah clan melapisi kondisi-kondisi batas air melalui  jumlah kurva CN (Curve Number). CN memiliki jarak wilayah dari 30 sampai 100 dan S dihubungkan ke CN dengan S

=

( 1000 / CN ) – 10 .................................................................. ( 4 )

Faktor-faktor utama yang menentukan CN adalah kelomook tanah hidrologis, tipe lapisan,  perlakuan. kondisi hidrologis dan anteseden / kondisi perhatian anteseden. Model ini membagi kelompok tanah berdasarkan kondisi hidrologinya menjadi empat yaitu :.

Kelompok A yaitu kelompok tanah vana mempunvai laju intiltrasi sangattinggi (berpotensi kecil untuk teriadi limpasan) umumnya jenis berpasir yang dalam. Keiompok B yaitu tanah mempunyai laju infiltrasi menengah, umumnva jenis tanah  berpasir dangkal dan bertekstur sedang. Kelompok C yaitu tanah yang mempunyai laju infiltrasi sangat rendah, umumnya jenis tanah bertekstur sedang sampai berat tetapi dangkal. Kelompok D yaitu tanah yang mempunyai infilrrasi sangat rendah (berpotensi besar untuk  terjadi limpasan). umumnva tanah lempung dangkal. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam Tabel 2. 1. berikut : Tabel 2, l. Klasifikasi Tanah Hidrologis Kelompok  Tanah

o.

Jenis Tanah

1

A

Pasir, Pasir Lempung, Lempung Berpasir  Lumpur tepung, tepung

2

B

Lempur Tepung,Tepung

3

C

Lempung tanah liat, Lempung Tanah Liat Berpasir  tanah hat berpasir, tanah hat

4

D

Lempung Tanah Liat, Lempung Tanh liat berpasir  Lempung Tanah Liat Berpasir, Tanah Liat

Perumusan Model Brakensiek 

Dalam proses pengalihragaman data hujan menjadi data debit, model yang Jigunakan terdiri atas komponen-komponen model dengan perumusan -nasing-masing kompanen model dijeiaskan dalam uraian berikut : Curah Hujan Data hujan sangat dipengaruhi oleh kerapatan jaringan stasiun penakar hujan. Kerapatan hujan yang disarankan oleh World Meteorogzcul Organisation (WMO) adalah 100 - 250 Km2 untuk setiap stasiun hujan dengan keadaan normal dan 250 - 1000 km2 untuk keadaan vang

sulit di jangkau (Sri Harto, 1993) : 36) data curah hujan merupakan variabel masukan utama yang bersifat lump, artinya variabilitas ruang. Dengan kata lain hujan dianggap merata pada seluruh DAS. Data curah hujan vang tercatat pada stasiun epengamat adalah hujan titik (point rainfall). Selanjutnya dirubah menjadi hujan rata-rata daerah aliran sungai (areal rainfall) Intersepsi Intersepsi merupakan bagian air hujan yang membasahi dan tertahan pada benda-benda dipermukaan bumi seperti tumbuh-turnbuhan. Air tersebut kemudian di uapkan kembali ke atmostir melalui evaporasi sehingga tidak sempat memberikan pengaruh terhadap kelembapan tanah (Fleming, 1975; dalam 19). untuk memprediksi besarnya nilai intersepsi didekati dengan  persamaan Hossain (1969) dalam Tri Budi Utama (1996 : 13), dalam bataasan sebagai  berikut :

YI < ICP < Y2 .....................................................................................

(5)

Y1 = e 0,48 (HLJJAN) 0,48 (797) -0,12 …………………………………....

(6)

Y1 = e 0,48 (HLJJAN) 0,48 (797) -0,12 ……………………………………..

(7)

 Nilai intersepsi dasar merupakan nilai rata-rata dari batas atas dan bawah nilai kapasitas intersepsi, seperti rumus berikut : ICPD = 0,50(Y1 +Y2) ……………………..........................................

(8)

dengan : ICPD

=

nilai intersepsi dasar (mm)

Y1 =

batas bawah nilai kapasitas intersepsi harian (mm)

Y2 =

batas atas nilai kapasitas intersepsi harian (mm).

Selanjumva dihitung niiai intersepsi pada seluruh DPS atau wilayah yang dengan  persamaan berikut: ICPW = COICP x ICPD ……………………………………………….... (9) Dengan:

COICP= koetisien intersepsi wilayah, Koetisien intersepsi ini merupakan rata-rata koefisien dari tataguna lahan yang ada. ICPW = kapasitas intersepsi wilayah harian (mm) ICPD = nilai intersepsi dasar (mm). Tabe( 2. 2. Koefisien Intersepsi Wila yah Jenis Lahan Hutan Sawah I Tegal Desa/pemukiman Lain-lain

Koefisien Intersepsi 0,90-1,00 0.50-0.60 0,20-0,40 0,07-0,20 0,03-0,10

Sumber : Sudjarwadi, 1984, dalam Zulkarnaen, 2000 :27

C. Hujan Permukaan

Air huian yang sampai ke permukaan tanah adalah air hujan yang setelah dikurangi dengan intersepsi. Besarnya curah hujan yang jatuh di permukaan tanah dapat dihitung dengan persamaan berikut (Tri Budi Utama, 1996 : 16) : HUPER = HUJAN - ICPW.................................................................. (10) Dengan: HUPER = hujan permukaan (mm) ICPW

= kapasitas intersepsi wilayah hauian (mm)

HUJAN = hujan rata-rata 1/2 bulanan. D. Aliran Permukaan

Aliran permukaan merupakan aliran pada permukaan anah akibat limpasan air hujan. Untuk memprakirakan besarnva aliran permukaan akan digunakan persamaan berikut (Tri Budi litama, 1996 : 16):: ALPER = C X HUPER …………………………………………………. (11) Dengan: ALPER

= bagian air hujan yang mengalir di permukaan tanah (mm)

C

= koefisien limpasan permukaan

HUPER = hujan permukaan (mm). Besar C tergantung pada faktor kelembaban tanah permukaan. Yang dalam ini ditentukan berdasar rumus : C = 0,10 – CSRO …………………………........................................... (12) Dengan: C

= koefisien batas aliran permukaan

CSRO

= koefisien intersepsi wilayah

E. Infiltrasi

Infiltrasi merupakan proses masuknya air dalam tanah. Besarnya nilai infiltrasi merupakan bagian terbesar kehilangan air hujan. sehingga yang berpengaruh dalam anaiisis ketersediaan air di sungai (Sri Harto, 1993:96). Besarnva nilai infiltrasi dihitung berdasar persamaan imbangan air yang terjadi di permukaan tanah, yang ditulis dengan persamaan berikut (Tri Budi utama, 1996 : 17): AINF = (1 - C ) HUPER……………………………….......................... (l3) Dengan: AINF

= kapasitas nilai infiltrasi

C

= koefisien limpasan permukaan

HUPER = hujan permukaan (mm).

F. Evapotranspirasi

Evapotranspirasi merupakan proses penguapan yang terjadi pada permukaan air  dan tanah di suatu DAS. Nilai evapotranspirasi merupakan penjumlahan dari nilai evaporasi dan transpirasi. Besarnya nilai evapotranspirasi dihitung dengan metode panel evaporasi sebagaimana tercantum pada Standar perencanaan lrigasi tahun 1986 dengan  persamaan berikut : ETo = Kp x E pan ............................................................................ (14) Etc = Kc x Eto................................................................................. (15) Dengan: ETo

= evapotranspirasi potensial (mm/hari)

ETc

= evapotranspirasi tanaman (mm/hari )

Epan = evaporasi rata-rata harian dari panci (mm/hari ) Kc

= koefisien tanaman

Kp

= koefisien panci (antara 0.65-0,85).

G. Aliran Dasar

Perhitungan aiiran dasar dan air tanatl mengunakan metode S CS  dengan persamaan sebagai berikut : ALIMP = (ALPFR - 0.2 S) - (AINF - 0.8 S) …………………………. (16) AINF

= (ALPER - KAL - ALIMP) …………………………………. (17)

S

= 1000/N - 10………………………………………………….. (18) KAL

= 0.2 x S ……………………………………………………….. Dengan : ALPER= bagian air hujan yang mengalir dipermukaan tanah (mm) AINF = infiltrasi (mm) ALIMP= aliran dasar (mm) KAL

= kapasitas lapang

(19)

AINFl = air tanah (mm) S

= perbedaan potensiai antara hujan dan aliran dimulai dari permulaan hujan (mm)

 N

= angka nomor lengkung yang tergantung dari tataguna lahan. Berdasarkan lapisan penutup dan kondisi hidrologinya menurut metode SCS  dapat

dilihat pada Tabel 2.3 berikut: Tabel l. 3. Nomor Lengkung Limpasan (Runoff Curve Number) untuk  Penutup Tanah yang Kompleks

Tata Guna lahan Tanah tandus Tanaman berjalan

Kacang-kacangan atau padang rumput yang rapat

Alang-alang

perlakuan BL BL BL GT GT GT&T GT&T BL BL GT GT GT&T GT&T

GT GT GT Hutan

kondisi infiltrasi jelek baik jelek baik jelek baik jelek baik ielek baik jelek baik jelek Sedang Baik Jelek sedang baik  jelek sedang

Desa Tanah padat/jalan Sumber : Nugroho Suryoputro, 1995 : 11 Keterangan : BL

= baris lurus

GT

= garis tinggi

T

= Teras

H. Aliran Sungai

A 77 72 67 70 65 66 62 66 58 64 55 63 51 68 49 39 47 25 6 45 36 25 59 74

kelompok tanah B C D 86 91 94 81 88 91 78 85 89 79 84 88 75 82 86 74 80 82 71 78 81 77 85 89 72 81 85 75 83 85 69 78 83 73 80 83 67 76 80 79 86 89 69 79 84 61 74 80 67 81 88 59 75 83 35 70 79 66 77 83 60 73 79 55 70 77 74 82 86 84 90 92

Air vang masuk ke sungai merupakan penjumlahan aliran limpasan permukaan dan alira alirann dasa dasar. r. Pers Persam amaa aann yang yang digu diguna naka kann seba sebaga gaii perh perhitu itung ngan an debi debitt Alira Alirann sung sungai ai didasarkan pada Model mock (Sri Harto dan Sujarwadi 1989. dalam Zulkarnaen.2000: 35). Persamaan model hitungan sebagai berikut: Q

= ( D RO - B S F ) x F … … … … … … … … … … … … … … … … … ( 20 )

DRU

= ALP ALPER ER ………… ……………… ………… ………… ………… ………… ………… ………… ………… ……… … (21) (21)

B5F

= AL AL1MP ……… ………………… ………………… …………………… ………………… ………… (22 (22)

dengan. ALPER= ALPER= aliran aliran permuk permukaan aan (mm) (mm) ALIMP= ALIMP = aliran dasar (mm) BSF

= al i r an da s ar mi n i mu m ( m m)

DRO

= limpasan la langsung (m (m m )

F

= l u as d ae r a h t i n j a ua n ( mm )

Q

= d eb i t s u n ga i ( m3 / dt ) .

12. Debit Debit Puncak Puncak Banjir Banjir dengan dengan Model Model Markov Markov a. Intersepsi Data

Pada Model Model Markov Markov ini sebag sebagai data masukan adalah data aliran atau debit debit sung sungai ai.. Dala Dalam m pene penelit litia iann ini ini meng menggu guna naka kann data data debi debitt maks maksim imum um sela selama ma dua dua mingguan. Penen Penentua tuann dan penelu penelusur suran an debit debit ini dapat dapat dilaku dilakukan kan dengan lima lima macam macam metode yaitu : metode kecepatan-luas, metode perahu bergerak, metode pelacak , sekat-sekat & saluran-saluran dan persamaan persamaan teoritis (Sri Harto Br, 1993 ).

Metode kecepatan luas didasarkan atas data kecepatan yang diperoleh pada titik-titik yang berbeda pada beberapa vertikal pada suatu penampang nelintang aliran. Besar debit dapat diperoleh secara aritmatik (bila kecepatan pada satu,dua titik pada vertikal diketahui ). Metode Metode perahu perahu yang bergerak dikemban dikembangkan gkan oleh ,Smoot ,Smoot dan Novak Novak pada tahun 1969. Metode ini sebenarnya merupakan suatu varian dari metode kepatan-luas dan dikemhangkan untuk digunakan pada sungai-sungai yang besar dan aliran air  dimana perahu dapat beroperasi. Kecepatan aliran hanya menentukan pada satu titik  dari dari setiap setiap vertik vertikal. al. Tetap Tetapi, i, banya banyakny knyaa vertik vertikal al yang yang diamb diambil il adala adalahh besar. besar. Harp Harp ( 1974 1974)) dala dalam m Ersi Ersinn Sveh Svehan an (197 (1977) 7) meny menyaji ajika kann meto metode de pera perahu hu berg bergerak erak yang ang diperluas diperluas yang yang dapat dapat mengukur mengukur arus-arus arus-arus berukuran berukuran sedang. Dengan Dengan mengangg menganggap ap  bahwa  bah wa kecepa kec epata tann ratarat a-rat rataa kurang kur ang lebih le bih sebesa seb esarr 85% dari dar i kecepa kec epata tann permuk per mukaan aan,, dianggap bahwa permukaan aliran akan dilakukan pada suatu penampang melintang sungai dimana terdapat jalan kabel atau jembatan

Sebagaimana ditunjukkan pada bagian di atas, dianggap bahwa pengukur kecepatan aliran bergerak melintasi arus dari A ke B pada kecepatan yang tetap ( Vm ) dan mengukur  secara kontinu kecepatan air permukaan yang nisbi terhadap pengukur tersebut ( Vwm ), ketika alat ini melintasi jarak S. Selanjutnya, kecepatan air permukaan ( Vwm ) dapat ditentukan dengan dua cara yang mungkin, yaitu : 1). Mengukur Vwm dan karena Vm diketahui, maka hitung δ Cos δ =

Vm Vwm

.............................................. ..................................................................... ......................................( ...............( 1 )

Dan untuk menentukan Vw dengan menggunakan rumus : Sin δ =

Vw Vwm

........................................... .................................................................. ..........................................( ...................( 2 )

2). Mengukur ( dengan menggunakan suatu alat pengindera arah ) sudut δ saja. Karena Vm diketahui, maka hitung Vwm dengan cos δ = Vm / Vwm dan tentukan Vw dengan menggunakan menggunakan sin δ = Vm / Vwm. Dengan menentukan penampang melintang arus secara terpisah, maka debit dapat ditentukan dari kecepatan yang dihasilkan hasil kali luas. Metode pelacak juga disebut metode pengenceran, didasarkan atas penentuan deraja derajatt pengen pengence ceran ran oleh oleh air yang yang menga mengalir lir terha terhadap dap suatu suatu laruta larutann pelac pelacak ak yang yang ditambahkan. Pelacak dapat merupakan pelacak bahan kimia ( NaCl, bahan pewarna rhodamin, dan lain-lain ) maupun suatu pelacak radioaktif. Metode ini dianjurkan

 pada tempat – tempat dimana metode konvensional tidak dapat digunakan berhubung  jeluk yang dangkal, kecepatan sangat tinggi atau turbulensi yang berlebihan. Metode sekat-sekat dan saluran-saluran ini digunakan bila pengukuran aliran tidak mungkin memakai pengukur arus, debit pada aliran yang kecil ditentukan dengan bantuan bangunan fisik, seperti sekat-sekat, saluran-saluan, venturimeter, lubang - lubang, pintu-pintu dan lain-lain. Untuk aliran alami, pengukuran aliran umumnya dibatasi pada sekat-sekat dan saluran-saluran yang merupakan bangunan hidrolik yang bertujuan menciptakan pengendalian buatan atas aliran ( sungai ). Bangunan tersebut harus didirikan secara tepat menurut spesifikasi Pada kanal yang terbukaa aliran air juga ditentukan dengan menggunakan  persamaan-persamaan empiris. Persamaan yang, sering digunakan adalah persamaan Chezy

dan persamaan  Manning. Kedua persamaan ini mengandaikan suatu penampang

melintang yang seragam, kekasaran dasar sungai yang tidak berubah dan menggunakan aliran tetap yang seragam. b) Struktur Model

Model Markov merupakan salah satu model matemati yang menggunakan  pendekatan stokastik. Penggunaan pendekatan stokastik ini untuk menghasilkan (to generate) suatu urutan nilai (sequence ot values) dari aliran sintetik suatu sungai, meninjau aliran-aliran yang merupakan hasil dari proses acak (random process), suatu proses yang hasilnya berubah menurut waktu dengan cara memasukkan faktor probabilitas (Soemarto, 1986). Model Markov tersebut mempunyai bentuk sebagai berikut : Qi = d i + e 1 Dimana :

d1 = Komponen deterministik, suatu angka yang ditentukan oleh suatu fungsi yang eksak, yang dibentuk oleh parameter-parameter clan nilai-nilai terdahulu (previous values) dari proses, didapat berupa fungsi dari nilai tengah debit, keragaman aliran yang diukur dari standard deviasinya dan jari debit-debit masa lampau, seperti x i-1, xi-2. e1 = Komponen acak dari model. e 1 merupakan angka acak yang diambil atau hasil sampling dari himpunan angka-angka acak yang mempunyi distribusi atau pola  probabilitas tertentu. e 1 diambil dari distribusi normal. Struktur Model Markov ini dapat dilihat pada Gambar 5. Dari gambar struktur Model Markov maka ada beberapa koponen yang harus dicari dengan persamaan – persamaan matematis dan stokastik, yaitu : Rumus Model Markov atau model lari-satu untuk data historik aiiran tahunan adalah ( Soemarto, 1986) q i = μ- ρ ( q i .j – μ ) + e i....................................................................... ( 4 ) dengan : q i = data debit yang dicari ρ = koefisien korelasi lag-satu μ = nilai tengah populasi e i = bilangan acak berdistribusi normal baku Sedangkan untuk aliran musiman ( bulanan, setengah bulanan atau bagian tahun lainnya ) menggunakan Model Markov untuk musim ganda ( multi season ) Qi.j = μ +

 ρ ( j ) .σ ( j ) σ ( j −1)

(q i.j-1 -μ j -1 )-ti.jσ 1 (1-ρ (j ) 2 ) 0. 5 .....................( 5 )

dengan : q i = data debit yang dicari dalam musim ρ j = koefisien korelasi antara debit dalam tiap – ti ap musim

μ j = nilai tengah populasi dalam tiap – tiap musim σ j = keragaman populasi dalam tiap – tiap musim t i. j = nilai acak berdistribusi normal baku Pada penelitian ini menggunakan data debit ½ bulanan. Jadi dalam setahun ada 24 musim, karena tiap setengah bulan disebut sebagai satu musim. Maka Model Markovnya menggunakan dua indeks. Indeks pertama merupakan nomor dalam urutan tahun dimana debit ini terjadi, sedangkan indeks kedua adalah nomor musim yang berjalan secara siklis dari 1 sampai dengan 24. Jadi indeks  pertama i memperhatikan posisi umum dalam deret, sedangkan indeks j menunjukkan musim yang mana dalam himpunan ( 1,2,3,...,24) aliran tersebut berada. 1). Nilai Tengah Jika data historis yang dipunyai sebanyak n aliran tahunan, maka nilai tengahnya adalah ( Soemarto, 1987 ) : n

x = 1/ n

∑ xi ...................................................................( 6 ) i = l 

Yang merupakan perkiraan nilai tengan populasi μ. Secara matematik dapat ditulis sebagai berikut : μ = E ( x ).......................................................................( 7 ) Dimana E(x) merupakan dugaan (expectation) dari x bila n mendekati tak terhingga yaitu E{x ) merupakan nilai batas (dalam artian, probabilitas) dari x jika n mendekati tidak terhingga dan dimana x i merupakan aliran tahunan. Karena cara algaritma generasi (generation algorithrn) yang digunakan hanyalah yang untuk  menghasilkan urutan terbatas dari aliran, nilai tengah sampel yang diperoleh tidak  dapat diduga sama benar dengan nilai tengah data historis. Tetapi akan cenderung mendekati nilai tengah data historis dan dekatnya nilai tengah tersebut dapat diperbaiki dengan makin panjangnya g enerasian (generating sequence).

Jika data historis merupakan aliran musiman, maka nilai tengah untuk tiaptiap musim (Edi Yitno Nugroho, 1988) : n

x=

∑ x .

i  j

i = l 

.....................................................................( 8 )

n

2) Standard Deviasi ( Simpangan Baku ) Karakteristik penting kedua dari data historik adalah keragaman (variasi) atau penyebarannya (spread) data, yang diukur dengan keragaman (variance) dan standard deviasinva. Definisi keragaman atau standard deviasi adalah nilai yang didug a (expected value) dari kwadrat beda nilai yang ditarik secara acak dari  populasi dengan nilai tengah populasi tersehut. Bila E merupakan operator duga, maka keragaman σ 2 dapat dirumuskan ( Soemarto, 1986 ), sebagai berikut : σ 2 = E ∫ (x-μ) 2 ................................................................( 9 ) Sedangkan simpangan baku merupakan akar kwadrat dari keragaman, yaitu σ. Jika sampelnya x 1, x2 , x 3 ,...xn dari populasi, maka perkiraan keragaman populasi adalah : n

2

s =1/(n–1)



( xi – x ) 2

i = l 

n

=1/(n–1)



xi 2 – 1 / ( n – 1 ) ( x ) 2 ..................( 10 )

i =l 

dimana x adalah nilai tengah sampel. Keluarannya n-1 dalam penyebut disebabkan karena dalam hitungan digunakan x bukan nilai tengah populasi μ; s adalah diambil sebagai perkiraan dari σ. Jika x 1 , x 2, x 3,...xn merupakan data aliran, dan x merupakan nilai tengah sampel, maka y 1, y 2, y3 ... yn dirumuskan sebagai berikut: yi = x i – x.....................................................................( 11 ) adalah merupakan penyimpangan x i dari nilai tengah sampel

Rumus diats hanya digunakan jika data historisnya merupakan aliran tahunan. Untuk  data aliran musiman, simpangan baku tiap-tiap musim (Edi Yitno Nugroho,1988), adalah : n

s j =

∑ (q

i . j

− q j ) 2

i = l 

....................................................( 12 )

(n − 1) 3). Koefisien Korelasi Serial Lag-Satu Pada studi – studi yang meninjau persistensi debit, yang khas berhubungan dengan musim hujan dan kemarau, diperlukan model – model yang lebih terinci. Statistik sampel aliran historik berikutnya yang dapat digabungkan dalam model adalah koefisien korelasi serial lag satu (Soemarto, 1986). Penjelasan di atas dapat dirumuskan sebagai berikut : Ρl = [ ( E(x i - μ) (xi.j - μ) )] / σ 2.....................................( 13 ) Dengan : μ = Nilai tengah populasi σ = Keragaman populasi debit x i ρ1 = Ukuran besarnya rentangan ( extent ) dimana suatu debit cenderung untuk  menentukan aliran berikutnya. Jika ada persistensi yang menyolok dalam urutan debit, maka ada kecenderungan yang kuat pada x i dan xi+l untuk lebih besar dari μ atau keduanya lebih kecil dari μ .Jadi ada tendensi tertentu pada hasil (x i–  μ ) (xi+l –  μ ) menjadi  positif karena sering hasil dari kedua faktor tersebut tandanya sama. Oleh karena itu nilai yang diharapkan (expected value) mempunyai tanda positip. Kebalikannya jika debit yang lebih besar dari debit rata-rata mempunyai peluang besar untuk diikuti o1eh debit yang lebih kecil dari debit rata-rata, maka hasil dari (x;-p) (x; +;-p) akan cenderung menjadi negatif seperti halnya dengan nilai yang diharapkan. Tetapi jika

tak ada persistensi dalam pola debit maka besar kemungkinan terjadi debit yang lebih besar dari rata-rata akan diikuti oleh debit tinggi lainnya, daripada diikuti oleh debit yang lebih kecil dari debit rata-raianya. Demikian pula, debit rendah diikuti oleh debit tinggi atau debit rendah lainnva dengan probabilitas yang sama. Faktorfaktor (xi–  μ ) (xi+l –  μ ) positip akan berpeluang sama banyak dengan yang negatip, sedangkan nilai yang diharapkan ( expected value) adalah nol. Keragaman σ

2

yang timbul dalam penyebut rurnus (10), merupakan faktor panormal. Ini akan membatasi nilai korelasi antara (-l,l ) dan berarti bahwa korelai – korelasi dari  populasi dengan sejumlah penyebaran dapat dibandingkan secara baik. Maka dengan nilai-nilai sampel terbatas x 1 , x 2, x 3,...xn yang ditarik dari  populasi, dapat dibentuk perkiraan koefisien korelasi serial lag-satu (r 1) untuk aliran tahunan sebagai berikut :

  −1   1         ∑ xi. xi + 1 −  ∑ xi   ∑ xi     =   (n − 1)   =1    = 2   0.5 0.5 .....( 14 ) r 1 =  −1 2 2 −1        1   1    ∑ xi    ∑ x2 2 −  ∑ xi    ∑ − ( n − 1)   = 2     =1 n − 1   = 2     = 2 n

i

n

i

n

n

i

i

i

n

n

i

i

Sedangkan untuk aliran musiman ρ (j ) adalah koetisien korelasi lagsatu yang dibatasi untuk pasangan aliran yang berdekatan dari musim j-1 dan j. Jadi ρ (j ) ditentukan oleh (Edi yitno Nug roho,1988) : n

∑ [( x

i . j

i =1

ρ(j) =

n

∑ [( x

i . j

i =1

− µ  j ) ]( xi. j −1 − µ i. j )

− µ  j ) ( xi. j −1 − µ  j − 1) 2

2

]

..............................( 15 )

4). Koefisien kepencengan ( Skewnwss Coefficient ) Koefisien kepencengan untuk populasi dirumuskan ( Soemarto,1986 ) sebagai berikut : γx =

 E ( x − µ )

σ 

3

2

.........................................................................( 16 )

Dimana σ merupakan standard deviasi populasi E[(x-μ)3] merupakan momen ketiga terhadap nilai tengahnya. σ 3 merupakan faktor penskala yang menjadikan statistik tanpa dimensi. sehingga koefisies kepencengan populasi lain dengan penyebaran berbeda. Untuk aliran musiman koefisien kepencengan tiaptiap musim dirumuskan : n

γ j =



1 / n  xi. j 3 − 3 sj 2. µ i. j + µ i. j 3 i =1

 s j

3

......................................( 17 )

Koefisien kepencengan ini kan menentukan kesimetrian distribusi sampel terhadap nilai tengahnya dan dipakai untuk koreksi pada nilai t i. j -nya, yaitu dengan rumus: 3

2   γ   .t  γ     2 t i.γ.1 = 1 + i. j i. j − i. j    − .............................( 18 ) γ  i. j   6 36   γ  i. j dengan γi.j =

(γ  i . ρ i. j −1.3 γ   j −1 )

(1 − ρ  2 )1.5

..................................................( 19 )

ij

dengan

ti. j = bilangan acak dengan nilai tengah nol dan simpangan satu ti.γ.1= bilangan acak mendekati distribusi gamma dengan nilai tengah nol, simpangan baku satu dan kepencengan γ t. j x i. j = data debit historik dalam musim j γi = Koefisien kepencengan musim j Karena musim ke-1 menyusul musim ke-m dari tahun sebelumnya, sehingga bila  j=1,μ i- 1 = μ o disamakan dengan μ m , demikian pula x o dan σ o Kelemahan dari pemilihan distribusi normal adalah debit yang dihasilkan dapat berharga negatif. Secara nyata debit negatif tidak mungkin terjadi, maka

debit negatif ini harus dianggap tidak ada atau sama dengan nol. Bila debit yang  berharga negatif itu lebih besar dari 5 % maka data debit turunan itu tidak dapat dipakai sebagai dasar analisis selanjutnya ( Edi Yitno Nugroho, 1988 ). 13. Debit Model SSARR  Dalam konteks hidrologi, yang disebut model adalah usaha tiruan proses Dalam hal ini, tiruan proses hidrologi tersebut disusun guna penaksiran secara kualitatif dari setiap komponen proses yang tercakup dalam siklus hidrologi. Model hidralogi, secara umum dikelompokkan dalam tiga kategori, yaitu model fisik, model analog, dan model matematika (Clarke, 1973 dalam Sri Harto 1993:190). Model fisik yaitu model dengan skala tertentu untuk menirukan prototipenya. Model analog, digunakan untuk meniru  proses dalam sistem yang ditinjau dengan suatu sistem lain yang umumnya memanfaatkan sifat-sifat listrik. Model matematika, menyajikan sistem dalam rangkaian persamaan, dan kadang-kadang dengan ungkapanungkapan yang menyajikan hubungan antar parameter dan variabel. Menurut Clarke, 1973 dalam Sri Harto (1993:192), parameter adalah besaran yang menandai suatu sistem hidrologi yang  besarnya tetap sepanjang waktu. Variabel adalah besaran yang menandai suatu sistem yang dapat diukur dan memiliki nilai yang berbeda pada. waktu yang berbeda. Data untuk masukan model pada umumnya menggunakan nilai-nilai yang memerlukan justifikasi. Dalam pembuatan model, sebagian besar teIah dilaksanakan dalam bentuk model digital, untuk kemudian simulasi proses hidrologi. Beberapa model yang pernah digunakan antara lain SSARR Model dari Corps of Engineering USA, model ini mula-mula dikembangkan untuk mencari hubungan antara curah hujan dan debit pada suatu daerah aliran sungai yang digunakan untuk meramalkan debit aliran di sungai serta untuk perencanaan waduk dan kajian operasionalnya Sebagai masukan kedalam model adalah curah hujan serta parameter-parameter daerah aliran yang merupakan pendekatan terhadap karakteristik fisik yang sebenarnya (Sri

Handoyo, 1987:1.3). Keuntungan dari model SSARR antara lain adalah tidak  dibutuhkan masukan yang banyak, waktu pemrosesan lebih cepat dibandingkan model yang memakai persamaan-persamaan numerik, dapat memanfaatkan data-data sebelumnya, proses kalibrasi cepat dilakukan. Disamping itu terdapat juga beberapa kekurangannya antara lain adalah; model ini tidak terlalu rinci sehingga sulit untuk  menganalisa proses kerusakan alam, model tidak memasukkan karakteristik basin dan saluran, model tidak mengg ambarkan secara jelas proses fisik pada siklus hidrologi (Sri  Nandoyo, 1987:6.21. Model Tangki yang dibuat oleh Sugawara. sebuah tangki deng an saluran pengeluaran sisi yang melukiskan aliran buangan air hujan didalam daerah alirannya. Beberapa tangki serupa yang paralel dapat mewakili suatu daerah aliran yang  besar. Jika tanpa saluran pengeluaran bawah atau tampungan, tangki itu dapat menirukan penelusuran banjir pada saluran. Kedua tangki itu bila diperlukan dapat digabungkan untuk menirukan sistem aliran pada sungai. Model Sacramento memakai suatu cara perhitungan kelengasan yang sama dengan SWM dan satu hidrograf satuan membentuk hidrograf aliran keluarannya (Sri Handoyo, 1987:1.3). Model USDAHL yang dikembangan oleh US Aricultural Research Service agak   berbeda dari model-model kebanyakan. Pada model tersebut daerah alirannva dibaai menjadi 3 daerah aliran vaitu daerah tinggi, daerah kaki bukit, dan daerah bawah. Aliran petmukaan tanah yang berasal dari daerah tingai mengalir, menghambur; diatas daerah-daerah yang lebih rendah dan bergerak mengikuti alur menuju saluran dan aliran ini melakukan infiltrasi. Infiltrasi itu sendiri merupakan fungsi dari tampungan yang ada dan kondisi-kondisi tanamannva. Model ini dimaksudkan untuk dipakai bagi kepentingan pertanian dan mungkin cocok sekali bagi daerah-daerah aliran yang relatif kecil. HSPF Model, yang dikembangkan oleh Us environmental Protectioan Agency merupakan suatu paket program yang didasarkan pada SWM yang telah dimodifikasi. Paket tersebut selain mencakup simulasi bagi aliran sungai, juga

meliputi pekerjaan simulasi rutin pada kualitas air dan pembuangan bahan-bahan kimia pertanian serta bahanbahan pencemar lainnya (Sri Handoyo, 1987:2.10 ). Program HEC - l yang telah banyak dipakai, menggunakan suatu rumusan laju kehilangan sederhana dan hidrograf satuan untuk menyusun ulang ban jir-banjir  dari data curah hujan. Storm Water Management Model (SWMM) yang dibuat untuk Us ervironmental Protectioan Agency menawarkan beberapa pilihan bagi taksiran-taksiran aliran buangan curah hujan sederhana, serta memanfaatkan  penelusuran banjir kinematik untuk rnembentuk hidrografnya. SWMM dirancang untuk Penerapan pada sistemsistem saluran pengering akibat hujan pada daerah  perkotaan dan memasukkan algoritmis bagi peniruan beberapa kualitas parameter parameter. STORM juga dirancang untuk menirukan aliran hujan daerah  perkotaan. Sebuah model yang dikembangkan oleh British Road Research Laboratory mengandaikan bahwa semua aliran buangan air hujan berasal dari daerah-daerah yang kedap air dan memanfaatkan penelusuran banjir muskingum untuk membentuk hidrografnya (Sri Handoyo, 1987:2.8).

G. Struktur Model SSARR 

Model SSARR untuk aliran sungai melibatkan parameter-parameter basin untuk  mensimulasikan hubungan curah hujan dan limpasan. Hujan yang jatuh, tidak semuanya menjadi debit aliran, ada yang tertahan oleh tanah menjadi suatu indeks (harga) kebasahan tanah, sebagian lagi menguap, dan sisanya menjadi aliran limpasan. Aliran limpasan yang jatuh pada sungai diangap memasuki suatu tampungantampungan pada permukaan, bawah tanah, dan dasar (baseflow). Dan tiap-tiap tampungan ini akan dialirkan menjadi aliran permukaan, bawah permukaan dan aliran dasar dengan persamaan-persamaan penelusuran pada tiap-tiap tampungannya. Ketiga

komoponen tersebut menghasilkan banyaknya aliran (debit) pada akhir perhitungan. Proses ini dapat dilihat pada gambar 2.4.

H. Perumusan Model SSARR 

Model SSARF merupakan model simulasi Hidrologi yang cukup sederhana sehingga dalam penentuan parameter sebagian besar dilakukan dengan kalibrasi, dengan mengandalkan debit pengukuran. Model ini tidak bisa diterapkan pada daerah yang tidak   berpengukur, karena sukar untuk mengukur parameter yang dipakai pada model, dimana  parameterparameternya tidak menjabarkan gejala fisik secara rinci, walaupun demikian model ini cukup praktis untuk dipakai karena tidak membutuhkan data lapangan yang banyak  dan sifat parameter yang khusus sehingga memudahkan dalam melakukan kalibrasi. Parameter-parameter yang dipakai adalah (Sri Handoyo, 1987; 3.2) 1. Curah Hujan (WP) Data curah hujan merupakan variabel masukan utama yang bersifat lump, artinya  besaran hujan tidak mempunyai variabelitas ruang Dengan kata lain bahwa hujan dianggap merata pada seluruh daerah aliran sungai (DAS). Dalam penelitian ini diperlukan data hujan harian yang tercatat pada stasiun pengamat hujan. Data hujan yang tercatat pada stasiun pengamat adalah hujan titik (point rainfall), selanjutnya diubah menjadi hujan rata-rata daerah aliran sungai (areal rainfall). Dari curah hajan ratarata ini, yang menunjang debit adalah sebesar  RGP = ROP x WP ............................................................................ (1) Dimana: RGP = Lirnpasan yang menunjang debit (cm) ROP = Persen runoff, didapat dari hubungan antara SMI dengan ROP 2. Soil Moisture Index (Indek Kelengasan Tanah) = SMI

SMl disini bukan kelengasan Tanah yang sebenarnya melainkan hanya suatu indek  yang mengontrol masukan hujan untuk menentukan berapa persen dari hujan yang menunjang aliran limpasan (runoff). Hubungan antara SMI dan ROP (Runoff peerzent) diperlihatkan pada gambar 6. Dan gambar terlihat jika indeks kelengasan tanah kecil,  persentase limpasan juga kecil yang artinya sebagian besar dari hujan tertahan, balk pada tanah ataupun tanaman tertutup (Sri Handoyo, 1987; 3.3).

Hubungan antara SMI dan ROP terlihat pada gambar diatas, untuk mendapatkan harga SMI awal kita menggunakan cara coba-coba, sedangkan untuk harga SMI  berikutnya didapat dari rumus (Joesron Loebis,1987: VI-4) SMI1

= Soil Moisture Index pada awal periode

SMI2

= Soil Moisture index pada periode berikutnya

PH

= Periode routing (jam)

KE

= faktor yang mereduksi ETI pada hari-hari hujan. (cm/1,5 bulan)

3. Baseflow Infiltration Index ( Indek aliran dasar) = BII BII ini merupakan pengontrol untuk menentukan berapa persen dari masukan yang telah dikontrol oleh SMI yang menjadi aliran dasar. Hubungan antara BII - BFP diperlihatkan dalarn gambar 7. Seperti dilihat dalam gambar, jika masukan besar akan

menambah BII, sehingga BFP nya kecil, jadi BII mewakili suatu keluaran tampungan,  jika keluarannya besar, maka yang menunjang baseflow menjadi kecil (Sri Handoyo, 1987; 3.4).

Berapa persen limpasan yang akan menunjang Baseflow merupakan fungsi dari BII Untuk mendapatkan harga BII awal juga menggunakan cara coba-coba (trial & eror) sedangkan untuk periode berikutnya, digunakan rumus (Joesron Loebis, l987: VI-1) : …………………... (2) Dimana : BII1

=

Baseflow infiltration index permulaan periode routing (cm/0.5 bulan)

BII2

=

Baseflow infiltration index akhir periode routing (cm/0.5 bulan)

RG

=

 RGP 

Ts BII

=

Time of storage untuk perhitungan BII

 PH 

adalah runoff dalam cm/jam

4. Evapotranspiration Index (ETI) Evaportanspirasi merupakan proses penguapan yang terjadi pada permukaan air dan tanah di suatu daerah pengaliran sungai. Nilai evapotranpirasi merupakan penjumlahan dart nilai evaporasi dan transpirasi. Besarnya nilai evapotranspirasi dihitung dengan metode panel evaporasi sebagai mana tercantum pada Standar Perencanaan Irigasi tahun 1986 dengan persamaan berikut: ET O= Kp x Epan..............................................................................( 4 )

ET = Kc

x

ETo................................................................................( 5 )

Dengan : ETo = evapotranspirasi potensial (mm/hari ) ETc = evapotranspirasi tanaman (mm!hari) Epan = evaporasi tanaman K  p

= koetisien panel ( antara 0,65 - 0,85 )

5. Faktor Keefektifan Evapotranpirasi (KE) Menggambarkan perubahan evapotranspirasi karena besanrya curah hujan jadi semakin sering dan makin besar hujan maka evapotranspirasi makin kecil. Hubungan antara KE dan curah hujan diperlihatkan pada gambar 2.7 (Sri Handoyo, 1987; 3.4)

Gambar 2.7. Hubungan KE dan Curah hujan 6. Baseflow Infiltration Time of Slrorage (TsBII) Merupakan Time Storage (waktu tampungan) pada persamaan tampungan untuk  menghitung laju BII pada periode berikutnya. 7. Hubungan Surface Runoff dan Sub-Surface Runoff 

Merupakan hubungan yang menentukan berapa banyak dari surface inflow yang menjadi surface runoff, dalam bentuk tabel atau grafik. Setelah mendapatkan komponen  baseflow dan harga BII yang baru maka input yang tersedia untuk surface dan sub surface runoff (RGS) (Joesron Loebis,l987: VI-5) : RGS merupakan penunjang surface, dapat dihitung dengan rumus: RGS = RG x (I- BFP) ........................................................................ ( 6 ) Lengkung surface runoff (RS) versus total input to surface dan sub surface (RGS) dispesifikasikan berbentuk tabel. Bentuk lengkung ini yang lazim dipergunakan didasarkan pada asumsi-asumsi sebagai berikut (Joesron Loebis,l987: VI-6) : -

komponen surface runoff (RS) diambil minimum 10% dari total input (RGS).

-

Komponen sub surface runoff (RGS) akan mencapai maximum (KSS) dan akan konstan untuk RGS diatas 200 % dari KSS.

-

Persamaan lengkung ini adalah : RS = [0.1 + 0.2 (

 RGS   KSS 

) ] x RGS ......................................................( 7 )

Jika RS < KSS, maka RSS = RGS - RS ..........................................( 8 ) Jika RS > KSS, maka RSS = KSS dan RS = RGS - RSS .................( 9 ) 8.  Baseflow, Surface, Sub-surface Debit aliran didapat dari penjumlahan tiga komponen, yaitu baseflow, ,surface,  sub-sur face.

Untuk mencari nilai atau harga ketiga komponen tersebut dapat

menggunakan rumus sebagai berikut :  BFLOW QBG = BFI' x RG x AREA ...................................................... (10)

SURFACE QSG = 16 x AREA ........................................................... (11)

SUB-SURFACE: QSSG = RSS x AREA .............................................. (12)

Q TOTAL = QBG + QSG + QSSG ........................................................ (13)

I.

Penyusunan Program Komputer

1.

Model Matematika Dalam

penyembangan

masalah-masalah

sumber

daya

air

umumnya

menggunakan metode penelusuran banjir  (routing). Metode penelusuran banjir dapat diklasifikasikan kedalam 2 goiongan, yaitu : - Penelusuran hidrolik  (Hydraulic routing) - Penelusuran hidrologi (Hydrologic routing) Pada model SSARR yang dikeluarkan pada tahun 1958 oleh U S A r m y C o r p s o f    Engneer 

masih menggunakan metode penelusuran hidrologi, karena model ini

 biasanya digunakan untuk daerah aliran yang besar dan untuk menganalisa suatu waduk. Pada model ini balk penelusuran banjir pada sungai maupun waduk merupakan  penerapan dart metode penelusuran Muskingum (,Sri Handoyo, 1987: 4.2). 2. Diagram Alir Program Komputer  Perhitungan debit aliran sungai dalam penelitian ini menggunakan dua  program komputer, yaitu Pascal dan Excel. Adapun parameter yang dihitung menggunakan program Pascal antara lain -, SMI --  R0P KE -- RF, Bll - BFI'  dan RGP untuk penulisan program pascal selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 2. Sedangkan  perhitungan yang menggunakan Excel antara lain; Baseflow (QBG), Surface (QSSG), Sub-surface (QSSG) dan debit total (Q Adapun diagram alir untuk perhitungan aliran sungai, diperlih gambar 2.8.

Keterangan Simbol untuk flowchart pada gambar 2.8 :

 Nakhir : Jumlah periode perhitungan ETI

: Evapotranspirasi index

BII

: Baseflow Infiltration Index (Harga infitrasi ke aliran dasar)

BFP

: Persentase dari curah hujan yang menunjang aliran dasar 

SMI 

: Soil Moisture Index (Harga kebasahan tanah)

ROP

: Persentase dari curah hujan yang menunjang debit

RGP

: Bagian dari hujan menunjang debit

RG

: Besarnya Iimpasan PH Durasi

RF

: Curah hujan

RGS

: Bagian Itujan (R.G) menunjang  surlace dan sub.surface

RS

: Bagian RG yang menunjang surface

RSS

: Bagian RG yang menunjang subsurface

QBG

: Debit baseflow

QSG

: Debit Surface

QSSG

: Debit  subsurface

Qtot

: Debit total

Metode Bangkit Data

a). Persamaan Model Thomas Flering

Keterangan : Qi I

= Debit Bulanan = Rerata debit bulanan = Indeks, dari 1 – 12, menunjukkan bulan

 bi ti ri

= Koefisien regres (ri x Si + 1) / Si = Bilangan rawak biasanya merupakan perubah bebas  bersebaran normal dengan rerata nol dan ragam satu = Koefisien korelasi selang satu untuk dua bulan i

 bi

= ri x Si + 1 / Si

ti

= xi – xi / Si

1.  Metode Reservoir  Metode  Reservoir  merupakan metode untuk perhitungan limpasan sungai pada suatu DAS. Pendekatan proses hidrologi yang digunakan adalah dengan asumsi bahwa aliran sungai  berasal dari sejumlah kombinasi tampungan yang disederhanakan dengan beberapa tampungan. 2. Model Muskingum

Model  Muskingum dikembangkan oleh Mc. Carthv pada tahun 1938 dan merupakan cara  penelusuran banjir yang populer di Amerika Serikat dan sekitarnya. Cara  Muskingum ini memiliki keterbatasan antara lain tidak cocok untuk kenaikan yang tiba-tiba dan hidrografnya, misal pada kasus bendungan jebol. 3.  Model Brakensiek  Model  Brakensiek  merupakan model perembesan air ke dalam tanah. Model ini dengan metode SCS (Soil Conservation Service) vang memperhitungkan seluruh kehilangan air  (perembesan, penyimpanan depresi, intersepsi).

1. Metode FSR Jawa – Sumatra Rumus : MAF = 8 x 10-6 x AREA X APBAR2,445 x SIMS0,117 x (1 + LAKE )-0,85 Keterangan :

MAF

= Mean Annual Flood (debit banjir tahunan rata-rata tahunan)

ARSA

= Daerah Aliran Sungai (km2)

V

= 1,02 – 0,0275 log AREA

APBAR

= Hujan maksimum rata-rata tahunan yang mewakili DAS = PBAR x ARF

PBAR

= Hujan terpusat maksimum rata-rata tahunan selama 24

 jam ARF

= Faktor reduksi (lihat tabel)

SIMS

= Indeks kemiringan (m/km) = H/MSL

H

= Jarak terbesar dari tempat pengamatan sampai batas

terjauh di daerah aliran diukur sepanjang sungai. LAKE

= Indeks danau, jika tidak terdapat danau diambil nol

 Tabel Faktor Reduksi AFR



Luas DAS (km 2)

ARF

1 – 10

0,99

10 – 30

0,97

30 – 30000

1,152 – 0,1233 log AREA

Sehingga debit puncaknya digunakan rumus : Q T = GF(T.AREA) x MAF Keterangan :

Q T

= Debit banjir dengan periode T tahun

GF

= Grown Factor (tabel)

MAF = Mean Annual Flood  Tabel Grown Factor (GF) Return Period

Catchment Area < 180

300

600

900

1200

>1500

5

1,28

1,27

1,27

1,22

1,19

1,17

10

1,56

1,54

1,48

1,44

1,41

1,37

20

1,88

1,84

1,78

1,70

1,64

1,59

50

2,35

2,30

2,18

2,10

2,03

1,95

100

2,78

2,72

2,57

2,47

2,37

2,27

e

Harga PBAR dihitung dengan cara aljabar rata-rata yaitu dengan rumus : R = 1/n (R 1 + R 2 + R 3 + … + R n) Keterangan : R = Hujan maksimum rata-rata n

= Jumlah pengamatan

R 1 = Hujan maksimum rata-rata pengamatan 1 R 2 = Hujan maksimum rata-rata pengamatan 2 R 3 = Hujan maksimum rata-rata pengamatan 3 R n = Hujan maksimum rata-rata pengamatan n 2. Metode Gumbel Metode gumbel dikembangkan dengan menggunakan tecrema faktor frekuensi yang menganalisa data banjir puncak / hujan lebat maksimum yang merupakan harga ekstrim dari berbagai tahun pengamatan. Oleh karena itu analisanya selalu mengikuti dallil distribusi harga ekstrim.

Model perhitungannya selalu dimunculkan dalam bentuk analisa statistik

dengan

model

dan

teori

distribusi,

dengan

demikian

perhitungannya akan jadi lebih mudah.

3. Metode Weduwen Menghitung debit banjir pada suatu sungai dengan metode weduwen dibutuhkan data curah, luas catchment area, panjang sungai, elevasi tempat bendung dan titik sepanjang catchment area untuk beda tinggi. Rumus :

Keterangan : F

= Luas catchment area (km2)

q1

=α.β.q

= dapat ditetapkan berdasarkan nomogram atau grafik yaitu berdasarkan hubungan antara kemiringan dasar sungai (i) dengan luas daerah pengairan. R70 = 5/6 M/mp atau R/mp, yaitu hujan terbesar 240 mm dengan pengalaman 70 tahun. Dalam hal ini : M

= Curah hujan maksimum pertama

R

= Curah hujan maksimum kedua

Mp

= Koefisien selama periode pertama

Maka untuk mencari Q100 menggunakan rumus : Q100 = 3,6 x Q70

4. Metode Analisis Kuadrat Terkecil – Gumbel Metode Kuadrat Terkecil merupakan salah satu bentuk analisis banjir yang berakar dari metode Gumbel, dimana metode ini kesalahan subyektif dapat dilakukan perubahan dengan penyesuaian matenatika. Metode ini lebih banyak dipakai di lapangan, karena dapat memberikan penyesuaian yang menyeluruh dan sedikit memerlukan hitungan.

5. Pengukuran Debit Secara Tidak Langsung Q=VxA Keterangan : Q = Debit air ( m3/det) V = Kecepatan aliran (m/dt) A = Luas penampang aliran (m2)

6. Persamaan Model Thomas Flering ( Metode Bangkit Data)

Keterangan : Qi

= Debit Bulanan = Rerata debit bulanan

I

= Indeks, dari 1 – 12, menunjukkan bulan

bi

= Koefisien regres (ri x Si + 1) / Si

ti

= Bilangan rawak biasanya merupakan perubah bebas

bersebaran normal dengan rerata nol dan ragam satu ri

= Koefisien korelasi selang satu untuk dua bulan i

 bi

= ri x Si + 1 / Si

ti

= xi – xi / Si

7. Debit dengan model Mock  Q = (Dro + Bf) . F Keterangan : Q

= Debit air tersedia di sungai

Dro = Direct run – off / limpasan langsung Bf

= Base flow / aliran dasar

F

= Luas catchment area / Das

Dro = Ws – I Keterangan : Ws = Water Surplus I

= Infiltrasi

Ws = Hp – Et Keterangan : Hp = Hujan yang mencapai permukaan tanah Et

= Evapotranspirasi

Hujan permukaan Hp

= Hj – ICPW

Keterangan : Hj

= Jumlah hujan

ICPW = Intersepsi wilayah

Air intersepsi didekati dengan persamaan Hossain (1969) dengan “range”  Y1 ≤ ICP ≤ Y2 Dimana :

Sebagai pendekatan maka diambil nilai tengahnya

Atau

Stronge volume (bagian yang tertampung dilapis tanah) Vn

= Sc – W0

Keterangan : Sc

= Stroge capacity (kapasitas tampungan)

W0

= Kadar lengas tanah

Debit Banjir Rancana

Berdasarkan perhitungan banjir puncak dengan beberapa metode pada point B diatas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: Metode Perhitungan Banjir Q100 tahun (m3/dt) 1. Metode FSR Jawa – Sumatera 2. Metode Gumbel Type 1 3. Metode Weduwen 4. Metode Melchior  5. Metode Rasional 6. Metode Hesper  Untuk perhitungan perencanaan konstruksi baik pada bangunan utama maupun jaringan irigasi digunakan Q yang terbesar, dari perhitungan debit dengan berbagai metode di atas. Kemudiaan perhitungan perencanaan konstruksi direncanakan dengan periode ulang 100 tahun, dan debit yang terpakai adalah 1156,64 m 3/dt. Q100 tahun terpakai = 1156,64 m3/dt

PERHITUNGAN KEBUTUHAN AIR UNTUK TANAMAN

A. Perhitungan Detik Andalan untuk Kebutuhan Irigasi Perhitungan debit andalan dimanfaatkan untuk melihat hubungan antara kebutuhan air  dengan ketersediaan air. Dari data curah hujan bulanan rata-rata dapat diketahui besar debit andalan yang tersedia. Perhitungan debit andalan menggunakan rumus:  f  R . . A Q= 3,6

Dimana, Q = besar debit andalan (m 3/dt) F = faktor pengaliran menurut mononobe dalam tabel 2.1 hal 92, buku irigasi oleh Drs. Ir. Suyitno Hp, MT/ Besarnya f untuk daerah persawahan yang dialiri = 0,70 –  0,80, diambil harga f = 0,75 R = curah hujan bulanan rata-rata (mm/jam) A = luas daerah pengaliran sungai (cathment area) dalam km 2 Sedangkan R = Dengan



24

x

30 T  + 6

r = curah hujan  L

t = waktu tiba banjir ( ) T 

L = panjang sungai W = kecepatan tiba banjir  T = waktu tiba banjir sampai surut(jam) W = 72 (

 H  T 

)0,6 km/jam  H = 6.24 m = 0,00624 km 0,6

= 72 (0.00624/7.8) = 0,99 km/jam T =

T = 7.78 km

 L W 

= 7.8/0.99 = 7.878 jam Data : A = Cathment Area = 31,86 km 2 Data curah hujan bulanan rata-rata (pda tabel) dari rumus R, maka perhitungan debit andalan; r  30 R= x 24 T  + 6 = r /24 x 30/7.878+6 = 30r /333.072 = 0,09 r  Qandalan

=

 f  R . . A

3,6 = (0.75 . 0.09r . 31.86)/3.6 =0.597r  dimana r adalah curah hujan bulanan rata-rata, maka besarnya debit andalan (m 3/dt) dapat dicari dengan mengalikan angka 0,058 dengan nilai curah hujan bulanan rata-rata tiap tahun.

PERHITUNGAN DIMENSI SALURAN IRIGASI

A. Dasar Perencanaan Saluran Tanpa Pasangan Untuk pengaliran air irigasi, saluran berpenampang trapesium tanpa pasangan adalah  bangunan pembawa yang paling umum dipakai dan ekonomis. 1. Rumus Aliran Dalam perencanaan ruas, aliran saluran dianggap sebagai aliran tetap,untuk itu ditetapkan rumus STRICKLER, yaitu: V = K .  R 2 3 .  I 12 , maka I = [ R=

V   K  .R

2

3

]2

 A  L

L = b + 2h m 2 + 1 Q=A.V B=n.h Dimana: Q = debit saluran (m3/dt) V = kecepatan aliran (m/dt) A = luas potongan melintang aliran (m 2) R = jari-jari hidrolis (m) L = keliling basah (m’)  b = lebar dasar saluran (m) h = tinggi air (m) I = kemiringan saluran k = koefisien kekasaran strickler ( m 13 /dt) m = kemiringan talud (i vertikal : m horizontal) Rumus aliran tersebut juga dikenal sebagai Rumus Manning. Koefisien kekasaran Manning (n) mempunyai harga bilangan i dibagi dengan k.

Gambar potongan melintang saluran 2. Koefisien Kekasaran Strickler  Koefisien kekasaran tergantung pada faktor-faktor sebagai berikut: a. kekasaran permukaan saluran

 b. ketidak teraturan permukaan saluran c. trase d. vegetasi e. sedimen Pengaruh faktor-faktor diatas terhadap koefisien kekasaran saluran bervariasi menurut ukuran saluran. Ketidakteraturan pada permukaan akan menyebabkan  perubaan kecil di daerah potongan melintas di saluran yang besar dari pada saluran yang kecil. Selanjutnya harga-arga kekasaran koefisien Strickler atau k untuk   perencanaan, dapat dilihat pada tabel koefisien Strickler.

Tabel Koefisien Strickler  Debit Rencana (m3/dt) Q > 10 5 < Q < 10 1 9,898 m ”Aman” (harga C = 3,5 meter, diasumsikan tanah dasar berupa kerikil) 

Panjang lantai balok 

C . H ≤ Σ Lv +

Σ LH 

9,98 ≤ 41,50 

3

”Aman”

Perhitungan tekanan air pada titik yang diperhitungkan  Lx . ∆Η 

 Px =  Hx −

 L

dimana : Px Hx L Lx ∆H

: gaya angkat pada x : tinggi energi dihulu bendung : panjang total bidang kotak dari bendung sampai tanah bawah (m) : panjang bidang kotak dari hulu sampai x (m) : beda tinggi energi (m)

Dimensi Balok Pintu Pengambilan (intake)

Gaya yang bekerja pada pintu pengambilan Q = 1/2h2.ρo dengan h saluran = 1 m : 2.00t/m’ M = 1/8qL2 : 0.56 tm 56250 kgcm Pintu Pembilas 3 W = M/Ψ1 : 562.50 cm Pintu Pengambilan Apabila digunakan balok dengan b = 25 cm, maka dibutuhkan papan sebanyak 4 buah dengan Tanggul tebal papan (h) adalah sebagai berikut : Muka Air Hulu W = 1/6 bh2 , h : 15.00 cm Pintu pengambilan (intake) menggunakan 4 buah papan ukuran 15/25 – 120 cm Mercu Bendung

Pintu Pembilas Pintu Pengambilan

Perencanaan Drat Stang

Beban yang bekerja pada pintu DL = bht. Ρ1 : 0.36 ton Berat bingkai besi : 0.5 ton Jumlah beban sendiri : 0.86 ton Tekanan air pada pintu Px = q.L

: 2 ton

Tekanan air di atas pintu dan bawah pintu H1 = ½ Lh 12 – ρo : 2 ton 2 H1 = ½ L(h1+a) - ρo : 6.73275 ton Py = 0.4(H1+H2)/2 : 1.74655 ton Ptotal = BS + Px + Py Ptekan = Py – BS

: 4.60655 ton : 0.88655 ton

Perhitungan drat stang 1. Berdasarkan Tarik  Ptotal = ¼ πd2oj d = (4P/( π.oj))1/2

: 3.127357 cm

1,5”

2. Berdasarkan Tekan L = tinggi pintu + leneng : 3.00 m EI : 2.1E+0.6 kg/cm2 n :5 2 2 2 2 P.n = π EI /L I = PnL /n EI : 0.00000193 4 1/4 I = 1/64 πd d = (64I/π) : 0.079163 cm Dimensi baja yang digunakan adalah baja diameter d = 3.127 cm ~ d = 4 cm , 1,5” Sponing Pintu

Digunakan ketebalan (t) = 8 cm Sponing pintu direncanakan dengan ukuran sebagai berikut : a = (5 + 1/2 t) = (5 + ½(8)) = 9 cm  bi = (t + (1/10t + 3)) = 11 cm c = (a + (1/10t + 3)) = 12 cm e = c-a = 17 – 12,5 = 3 cm H > 900

c e

a

+186,86

 bi

t = 8 cm

H = 2.0 m

sponing pintu

a = 9 cm t = 8 cm

Bangunan Pengendapan Lumpur (Kantong Lumpur)

Pada bangunan saluran induk diperhitungkan sebagai berikut : Ǿ partikel terangkut : 7x10-7 dengan asumsi Kandungan sedimen : 0,50 % 3 Q pengambilan (Qn) : 0,20 m dt  Vn, direncanakan sebesar : 0,4 m dt  Jangka waktu pembilasan : 3 hari , T = 259200 detik  Lebar saluran pengendap B : 1,1 m Volume kantong lumpur (V) V = 0,5%Qn.T : 259 m3 Kecepatan pengendapan (w) dengan suhu 20 0 C, Ǿ butir dihitung dari grafik 3.1 Diklat Mata Kuliah Irigasi (1994) sehingga diperoleh w = 3,5 mm/dt = 0.035 m/dt Perkiraan Panjang Kantong Lumpur  LB = Qn/w , L = Qn/(Bw) : 5,19 m Kemiringan aliran pada kantong lumpur, dengan nilai koef.Strikler Ks = 45 An = Qn /Vn : 0.50 m2 hn = An/B : 0.45 m Pn = B + 2hn : 2.01 m Rn = An/Pn : 0.25 m 2/3 2 In = (Vn/KnRn ) : 0.000505 Kemiringan kantong lumpur saat pembilasan (kantong lumpur kosong) Kec. Aliran pembilas (Vs) : 1.5 m/dt 3 Debit pembilas Qs = 1.2Qn : 0.24 m dt  As = Qs/Vs : 0.16 m2 Rs = As/Qs : 0.67 m 2/3 2 Is = (Vs/KsRs ) : 0.002 Kontrol sub-kritis aliran Fr = V/(gh)1/2 : 0.71 < 1 Sehingga aliran sub kritis Dari kontrol keadaan aliran pada saluran kantong lumpur maka panjang aliran yang diperkirakan dapat dipakai, sehingga ditentukan bahwa panjang kantong lumpur (L) = 50 m Perencanaan Bacht Water (Tanggul Banjir)

Diketahui : Elevasi muka air hulu bendung (H 1) : 198.14 m Elevasi muka air hilir bendung (Ho) : 194,34 m Kemiringan sungai (i) : 0.0004

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF