Dasar Teori Parasitologi
October 13, 2022 | Author: Anonymous | Category: N/A
Short Description
Download Dasar Teori Parasitologi...
Description
Dasar Teori Parasitologi Beberapa spesies dari nematoda hidup sebagai parasit didalam saluran pencernaan tubuh manusia, dan didalam suatu kasus tertentu kemungkinan juga dapat ditemukan pada faeces (kotoran) manusia.
Manusia merupakan hospes beberapa nematoda usus. Sebagian besar
nematode ini menyebabkan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Diantara nematoda usus terdapat sejumlah spesies yang ditularkan melalui tanah dan disebut soil transmittedhelminths transmittedhelminths yang terpenting bagi manusia adalah Ascaris lumbricoides, lumbricoides, Necator americanus americanus,, Ancylostoma duodenale,, Trichuris trichiura, duodenale trichiura, Strongyloides stercolaris dan beberapa spesies Trichostrongylus Trichostrongylus.. (Gunungkidul & Tahun, 2010) Nematoda usus lainnya yang penting bagi manusia adalah Oxyuris vermicularis dan Trichinella spiralis. spiralis. Dalam melakukan identifikasi telur nematoda usus tersebut digunakan metode pemeriksaan cara langsung yaitu dengan teknik pembuatan hapusan basah. Nematoda usus merupakan kelompok yang sangat penting bagi masyarakat Indonesia karena masih banyak yang mengidap cacing ini sehubungan banyaknya faktor yang menunjang untuk hidup suburnya cacing parasiter ini. Faktor penunjang ini antara lain keadaan alam serta iklim, sosial ekonomi, pendidikan, kepadatan penduduk serta masih berkembangnya kebiasaan yang ya ng kurang baik. Berdasarkan fungsi tanah pada siklus hidup cacing ini, Soil Transmitted Helminths Helminths adalah Nematoda usus yang dalam siklus hidupnya membutuhkan tanah untuk proses pematangan telur menjadi infektif, yang sering menginfeksi manusia adalah Ascaris lumbricoides, Trichuris Trichuris trichiura dan Hookworm Hookworm.. Diagnosis langsung cacing ini bisa ditemukan telur didalam tinja (Natadisastra, 2009). Feses adalah sisa hasil pencernaan dan absorbsi dari makanan yang kita makan yang dikeluarkan lewat anus dari saluran cerna.Jumlah normal produksi 100 – 200 200 gram / hari. Terdiri dari air, makanan tidak tercerna, sel epitel, debris, celulosa, bakteri dan bahan patologis, Jenis makanan serta gerak peristaltik mempengaruhi bentuk, jumlah maupun konsistensinya dengan frekuensi defekasi normal 3x per-hari sampai 3x per-minggu (Sihombing & Kuantitatif, 2010). Pemeriksaan feses ( tinja ) adalah salah satu pemeriksaan laboratorium yang telah lama dikenal untuk membantu klinisi menegakkan diagnosis suatu penyakit. Meskipun saat ini telah berkembang berbagai pemeriksaan laboratorium yang modern , dalam beberapa kasus pemeriksaan feses masih diperlukan dan tidak dapat digantikan oleh pemeriksaan lain. Pengetahuan mengenai berbagai macam penyakit yang memerlukan pemeriksaan feses , cara
pengumpulan sampel yang benar serta pemeriksan dan interpretasi yang benar akan menentukan ketepatan diagnosis yang dilakukan oleh klinisi. Pemeriksaan feses di maksudkan untuk mengetahui ada tidaknya telur cacing ataupun larva infektif. Pemeriksaan ini juga dimaksudkan untuk mendiagnosa tingkat infeksi cacing parasit usus pada orang yang di periksa fesesnya (Gandahusada.dkk, 2000). Pemeriksaan feses dapat dilakukan dengan metode kualitatif dan kuantitatif. Secara kualitatif dilakukan dengan metode natif, metode apung, metode harada mori, dan Metode kato. Metode ini digunakan untuk mengetahui jenis parasit usus, sedangkan secara kuantitatif dilakukan dengan metode kato untuk menentukan jumlah cacing yang ada di dalam usus. Prinsip dasar untuk diagnosis infeksi parasit adalah riwayat yang cermat dari pasien. Teknik diagnostik merupakan salah satu aspek yang penting untuk mengetahui adanya infeksi penyakit cacing, yang dapat ditegakkan dengan cara melacak dan mengenal stadium parasit yang ditemukan. Pemeriksaan feces pada dasarnya dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan secara kualitatif dan pemeriksaan secara kuantitatif. Pemeriksaan feces secara kualitatif, yaitu pemeriksaan yang didasarkan pada ditemukkan telur pada masing-masing metode pemeriksaan tanpa dihitung jumlahnya. Pemeriksaan feces secara kuantitatif yaitu pemeriksaan feces yang didasarkan pada penemuan telur pada tiap gram feces.(Gandahusada.dkk,2000) Identifikasi parasit tergantung dari persiapan bahan yang baik untuk memeriksa dengan mikroskop, baik dalam keadaan hidup maupun sebagai sediaan yang telah diapus. Hal yang menguntungkan adalah untuk mengetahui kira-kira ukuran dari bermacam-macam parasit tetapi perbedaan individual tidak memungkinkan membedakan spesies hanya dengan melihat besarnya. Tinja sebagai bahan pemeriksa harus dikumpulkan didalam suatu tempat yang bersih dan kering bebas dari urine. u rine. Identifikasi terhadap kebanyakan telur cacing dapat dilakukan dalam beberapa hari setelah tinja dikeluarkan. (Kurt, 1999) Pemeriksaan feses di maksudkan untuk mengetahui ada tidaknya telur cacing ataupun larva yang infektif. Pemeriksaan feses ini juga di maksudkan untuk mendiagnosa tingkat infeksi cacing parasit usus pada orang yang di periksa fesesnya (Gandahusada.dkk, 2000). Penularan penyakit parasit disebabkan oleh tiga faktor yaitu sumber infeksi, cara penularan dan adanya hospes yang ditulari. Efek gabungan dari faktor ini menentukan penyebaran dan menetapnya parasit pada waktu dan tempat tertentu. Penyakit yang disebabkan oleh parasit dapat bersifat menahun disertai dengan sedikit atau tanpa gejala. (Noble, 1961).
Identifikasi parasit yang tepat memerlukan pengalaman dalam membedakan sifat sebagai spesies, parasit, kista, telur, larva, dan juga memerlukan pengetahuan tentang berbagai bentuk pseudoparasit dan artefak yang mungkin dikira suatu parasit. Identifikasi parasit juga bergantung pada persiapan bahan yang baik untuk pemeriksaan baik dalam keadaan hidup maupun sediaan yang telah di pulas. Bahan yang akan di periksa tergantung dari jenis parasitnya, untuk cacing atau protozoa usus maka bahan yang akan di periksa adalah tinja atau feses, sedangkan parasit darah dan jaringan dengan cara biopsi, kerokan kulit maupun imunologis (Kadarsan, 1983).
Gunungkidul,
W.,
&
Tahun,
Y.
(2010).
IDENTIFIKASI
KONTAMINASI
TELUR
NEMATODA USUS PADA, 67 – 75. 75. Sihombing, J. R., & Kuantitatif, A. (2010). Analisis kuantitatif telur cacing nematoda usus metode kato katz kuantitatif pada murid sdn no.101777 saentis kecamatan percut sei tuan deli serdang tahun 2010, 2(101777). Pejaten, D. I. D. (2016). IDENTIFIKASI TELUR CACING NEMATODA USUS PADA KUKU TANGAN PENGRAJIN GENTENG DI DESA PEJATEN, KEDIRI, TABANAN Mulan Tirtayanti 1 , Cok. Dewi Widhya H.S. 2 , IGA. Sri Dhyanaputri 3 ., (1).
View more...
Comments