CRS Meningioma
May 14, 2018 | Author: Dian Mareta | Category: N/A
Short Description
Download CRS Meningioma...
Description
BAB I LAPORAN KASUS
A. IDEN IDENTI TITA TAS S PASIE PASIEN N
N am a
: Siti Aminah
Umur
: 35 tahun
Jenis Jenis Kelami Kelamin n : Perempua Perempuan n Alamat
: Rt. 34 Kel. Teluk Nilau, Kec Pengabuan
Masuk RS
: 29-9-2011
B. ANAM ANAMNE NES SIS
Keluhan Utama: Tidak bisa melihat sejak ± 6 bln SMRS.
Riwayat Perjalanan Penyakit : Os mengeluhkan tidak bisa melihat sejak ± 6 bulan SMRS. Hal ini terjadi perlahan-lahan, diawali dengan pandangan kabur. Os juga mengeluhkan telinga susah mendengar dan bicara kadang tidak nyambung. ± 2 tahun belakangan ini os sering merasakan sakit kepala, sakit dirasakan semakin hari semakin hebat, tidak sembuh dengan mengkonsumsi obat sakit kepala, dan os sering muntah-muntah tiba-tiba tanpa didahului suatu penyebab. Demam (-), batuk (-), pilek (-). BAB normal, BAK Normal
Riwayat Penyakit Dahulu
:
Riwayat Darah Tinggi disangkal Riwayat Trauma kepala disangkal Riwayat mengalami sakit yang sama sebelumnya disangkal Riwayat Riwayat Operasi Operasi sebelum sebelumnya nya : (-)
C. PEMERI PEMERIKSA KSAAN AN FISIK FISIK Stat Status us Ge Gene nera rali lisa sata ta :
Keadaan Umum
: Tampk sakit sedang
Kesadaran
: Compos mentis
1
Tekanan Darah Nadi
: 110/80 mmHg : 80 x/menit
Pernapasan
: 20 x/menit
Suhu
: 36,5 0C
Kepala
:Conjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-), pupil midrias midriasis is (+), lensa lensa Keruh, Keruh, reflek reflekss cahaya cahaya (+/+), (+/+), Visus 1/~
Telinga
: Sekret (-/-), serumen (-/-)
Hidung
: Septum di tengah, sekret (-/-), clotting (-/-)
Mulut
: Mukosa basah, bibir merah muda
Lidah
: Tidak kotor
Tenggorok
:Tonsil tidak hiperemis, faring tidak hiperemis, dinding rata.
Leher
: JV JVP 55-2 cm cm H2 H2O, tr trakea me medial, st struma ((-), pembesaran KGB (-), Kaku kuduk (-)
-
Thorax : Cor
: I P
: ictu ictuss cor cordi diss ter terab abaa di ICS ICS V line lineaa mid midcla clavi viku kula la sin sinis istra tra
P
: Batas jantung normal
A
: BJ BJ I-I I-III reg regul ular ar,, mu murmu rmur (-) (-),, gal gallo lop p (-) (-)
Pulmo: I
-
-
: ictus cordis tidak tampak
: simetris kanan-kiri
P
: stem fremitus ka=ki
P
: sonor di kedua lapang paru
A
: ves vesik ikul uler er norm normal al,, rhon rhonki ki (-/(-/-), ), whee wheezi zing ng (-/(-/-). ).
Abdomen : I
: Datar, tidak ada lesi kulit.
A
: Bising Usus ( + ) Normal.
P
: Lun Lunak ak,, ny nyeri eri tek tekan an (-), (-), H/L H/L tid tidak ak tera terab ba.
P
: Thympani
Tulan Tulang g Belaka Belakang ng
: Tidak Tidak tampak tampak skoli skoliosi osis, s, kifosi kifosis, s, dan lordos lordosis is
2
Tekanan Darah Nadi
: 110/80 mmHg : 80 x/menit
Pernapasan
: 20 x/menit
Suhu
: 36,5 0C
Kepala
:Conjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-), pupil midrias midriasis is (+), lensa lensa Keruh, Keruh, reflek reflekss cahaya cahaya (+/+), (+/+), Visus 1/~
Telinga
: Sekret (-/-), serumen (-/-)
Hidung
: Septum di tengah, sekret (-/-), clotting (-/-)
Mulut
: Mukosa basah, bibir merah muda
Lidah
: Tidak kotor
Tenggorok
:Tonsil tidak hiperemis, faring tidak hiperemis, dinding rata.
Leher
: JV JVP 55-2 cm cm H2 H2O, tr trakea me medial, st struma ((-), pembesaran KGB (-), Kaku kuduk (-)
-
Thorax : Cor
: I P
: ictu ictuss cor cordi diss ter terab abaa di ICS ICS V line lineaa mid midcla clavi viku kula la sin sinis istra tra
P
: Batas jantung normal
A
: BJ BJ I-I I-III reg regul ular ar,, mu murmu rmur (-) (-),, gal gallo lop p (-) (-)
Pulmo: I
-
-
: ictus cordis tidak tampak
: simetris kanan-kiri
P
: stem fremitus ka=ki
P
: sonor di kedua lapang paru
A
: ves vesik ikul uler er norm normal al,, rhon rhonki ki (-/(-/-), ), whee wheezi zing ng (-/(-/-). ).
Abdomen : I
: Datar, tidak ada lesi kulit.
A
: Bising Usus ( + ) Normal.
P
: Lun Lunak ak,, ny nyeri eri tek tekan an (-), (-), H/L H/L tid tidak ak tera terab ba.
P
: Thympani
Tulan Tulang g Belaka Belakang ng
: Tidak Tidak tampak tampak skoli skoliosi osis, s, kifosi kifosis, s, dan lordos lordosis is
2
-
Anus
: Lubang intak, tidak tampak massa yang keluar dari
anus -
Genitalia
: Tidak diperiksa
-
Kulit
: Ku Kuning la langsat, tu turgor ku kulit ba baik, ti tidak ik ikterik,
tidak ada ulkus. -
Ektremitas
: Akral hangat, kekuatan motorik 5
5 , edema
-
5 -
-
5
-
Status Neurologis
Kesadaran : GCS E 4 M6 V5 = 15 Kepala
:
Bentuk
: Me Mesosefal, Nyeri tekan : (-), Simetri : (+)
Mata : Pupil anisokor kanan Ø 3mm ≠ kiri Ø 1 mm, reflek cahaya (-/-), Leher : Sikap
: Lurus
Pergerakan
: Bebas
Kaku kuduk
: (-) •
Nervus Kranialis
:
•
N. I (olfactorius ) : tidak ada kelainan
•
N.II (Opticus)
kanan
kiri
Tajam penglihatan :
0
0
Lapang pandang
0
0
:
N.III (Occulomotorius)
•
kanan
kiri Pupil :
3 mm
1 mm
Bentuk :
bulat
bulat
Reflek cahaya
:
-
-
Diplopia
:
-
-
normal
normal
Pergerakan bulbus : Strabismus
:
Nistagmus •
:
-
-
N.IV (Trochlearis)
3
Pergerakan bulbus :
•
normal
N.V (Trigeminus) Membuka mulut
:
(+)↓
Mengunyah
:
(+)↓
Menggigit
:
(+)↓
Reflek kornea
:
-
Sensibilitas muka : •
•
-
(+)↓
N.VI (Abdusens) Pergerakan mata :
•
normal
kesegala arah
N.VII (Facialis) Mengerutkan dahi
:
+
+
Menutup mata
:
+
+
Memperlihatkan gigi
:
+
+
Perasaan lidah
: tidak dilakukan
N.VIII (vestibulocochlearis) Detik Arloji:
kanan ↓
Tes Rinne
: positif
Tes Weber
: lateralisasi ke kanan
Tes Scwabach
: memendek
kiri +
Keseimbangan saat berdiri/berjalan: cenderung jatuh ke arah kanan •
•
•
•
N.IX (Glossopharyngeus) Perasaan lidah belakang
: tidak dilakukan
Sensibilitas faring
: reflek batuk & muntah (+)
N.X (Vagus) Arkus faring
: simetris
Menelan
: ↓
Berbicara
: ↓
N.IX (Accesorius) Mengangkat bahu
: +
Memalingkan kepala
: +
N.XII (hypoglossus)
4
Pergerakan lidah
: bebas, tidak ada lateralisasi
Tremor lidah
:-
Artikulasi (disatria): tidak jelas (+) Deviasi
:-
Ekstremitas
Superior
Inferior
Motorik
Pergerakan
+
+
5/5
5/5
Tonus
+
+
Trofi
E
E
Reflek fisiologis
+N
+N
Reflek Patologis
-
Kekuatan
-
Klonus
-/-
Sensibilitas
Superior
Nyeri
Inferior
+
+
Taktil
+
Thermal
+
tidak dilakukan
Lokasi
+
tidak dilakukan +
Sensibilitas : Dalam batas normal Vegetatif
: Miksi Defekasi
: dalam batas normal : dalam batas normal
Gerakan-gerakan abnormal : •
Tremor
: (-)
•
Athetosis
: (-)
•
Miokloni
: (-)
•
Khorea
: (-)
Koordinasi, gait, dan keseimbangan : •
Romberg tes
: (+)
•
Disdiadokokinesis
: (+)
•
Dismetri
: (+)
Tanda Rangsang Meningeal :
5
D.
•
Kaku kuduk
: (-)
•
Perasat Brudzinski I : (-)
•
Perasat Brudzinski II : (-)
•
Perasat Kernig
: (-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG :
Hasil Laboratorium
:
WBC
: 16,9 H 10 3/mm3
RBC
: 4,96 10 6/mm3
HGB
: 11,6 g/dl
HCT
: 37,7 %
PLT
: 331 H 10 3/mm3
E.
DIAGNOSA : Suspek SOL
F.
PEMERIKSAAN ANJURAN : CT-Scan Kepala
G. PENATALAKSANAAN :
IVFD RL XX gtt/menit Inj. Cefotaxim 2 X 1 gr Inj. Ranitidin 2 X 50 mg Inj. Dexamethason 3x 5 mg Inj. Citicholin 3 X 500 mg Manitol 3 X 100 CC bila TD > 100/70 mmHg Pyracetam Syr 3 X 1 C
H.
SARAN : Konsul Mata Konsul THT
6
Follow up
Tanggal Perjalanan Penyakit 4 – 10 – 2011 S : mata tidak bisa melihat
Therapi IVFD RL XX gtt/menit
O : KU: Tampak sakit sedang
Inj. Cefotaxim 2 X 1 gr
Kes : Compos Mentis TD : 110/70 mmHg
Inj. Dexamethason3x5 mg
N : 80 X/i
Inj. Citicholin 3X 500 mg
RR : 18 X/I
Manitol 3 X 100 CC bila TD
T : 360C Bil.total : 0,7
Bil. Direc : 0,4
Bil. Indirec : 0,3
Albumin : 4,2
Prot. Total : 7,1
Globulin : 2,9
Ureum : 28,8
Creatinin :0,9
Asam Urat : 2,9
Inj. Ranitidin 2 X 50 mg
> 100/70 mmHg Piracetam Syr 3 X 1 C
Kolesterol : 241
Trigliserida : 87
HDL : 50
LDL : 174
GDS :124
CT-Scan Kepala :
Telah dilakukan pemeriksaan CT Scan kepala potongan Axial tanpa dan dengan kontras dengan hasil sbb : Sistem ventrikel asimetris & terdesak
7
Cysterna menyempit. Tampak midline shifk ke arah kanan. Tampak mass effek dengan isodens precontras menjadi post contrast enhancement, batas tegas, bentuk bulat, didaerah parieto-occipitaalis sinistra dengan perifocal edema (+). Diferensiasi grey & White matter jelas. Infratentorium : Pons & cerbellum tak tampak les. Tak tampak kalsifikasi patologis Bola mata dan sinus paranasal baik Tulang-tulang tak tampak kelainan Kesan : Brain Mass e.c Menningioma
Konsul SP.Mata : Pupil atropi OAD e.c SOL A : Meningioma 5 – 10 – 2011 S : Mata tidak bisa melihat O : KU: Tampak sakit sedang Kes : Compos Mentis TD : 120/70 mmHg N : 84 X/i RR : 20 X/I T : 360C
IVFD RL XX gtt/menit Inj. Cefotaxim 2 X 1 gr Inj. Ranitidin 2 X 50 mg Inj. Dexamethason3x5 mg Inj. Citicholin 3X 500 mg Manitol 3 X 100 CC bila TD > 100/70 mmHg Piracetam Syr 3 X 1 C
6 – 10 – 2011 S : Mata tidak bisa melihat, sakit
Rencana operasi craniotomi IVFD RL XX gtt/menit
kepala (+)
Inj. Cefotaxim 2 X 1 gr
O : KU: Tampak sakit sedang
Inj. Ranitidin 2 X 50 mg
Kes : Compos Mentis TD : 100/60 mmHg
Inj. Dexamethason3x5 mg Inj. Citicholin 3X 500 mg
8
7 – 10 2011
N : 82 X/i
Manitol 3 X 100 CC bila TD
RR : 20 X/I
> 100/70 mmHg
T : 360C
Piracetam Syr 3 X 1 C
S : Mata tidak bisa melihat
Rencana operasi craniotomi IVFD RL XX gtt/menit
O : KU: Tampak sakit sedang
Inj. Cefotaxim 2 X 1 gr
Kes : Compos Mentis TD : 120/70 mmHg N : 84 X/i RR : 20 X/I 0
T : 36 C
Inj. Ranitidin 2 X 50 mg Inj. Dexamethason3x5 mg Inj. Citicholin 3X 500 mg Manitol 3 X 100 CC bila TD > 100/70 mmHg Piracetam Syr 3 X 1 C Rencana operasi craniotomi
9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Tumor Otak Secara Umum
Tumor otak adalah suatu lesi ekspansif yang bersifat jinak (benigna ) ataupun ganas ( maligna ), membentuk massa dalam ruang tengkorak kepala ( intra
cranial ) atau di sumsum tulang belakang ( medulla spinalis ). Neoplasma pada jaringan otak dan selaputnya dapat berupa tumor primer maupun metastase. Apabila sel-sel tumor berasal dari jaringan otak itu sendiri, disebut tumor otak primer dan bila berasal dari organ-organ lain (metastase) seperti ; kanker paru, payudara, prostate, ginjal dan lain-lain, disebut tumor otak sekunder.
1
Berdasarkan gambaran histopatologi,klasifikasi tumor otak yang penting dari segi klinis, dapat dilihat pada Tabel
10
Tumor otak merupakan penyakit yang sukar terdoagnosa secara dini, karena pada awalnya menunjukkan berbagai gejala yang menyesatkan dan eragukan tapi umumnya berjalan progresif. Manifestasi klinis tumor otak dapat berupa: •
Gejala serebral umum Dapat berupa perubahan mental yang ringan (Psikomotor asthenia), yang
dapat dirasakan oleh keluarga dekat penderita berupa: mudah tersinggung, emosi, labil, pelupa, perlambatan aktivitas mental dan sosial, kehilangan inisiatif dan spontanitas, mungkin diketemukan ansietas dan depresi. Gejala ini berjalan progresif dan dapat dijumpai pada 2/3 kasus 1. Nyeri Kepala Diperkirakan 1% penyebab nyeri kepala adalah tumor otak dan 30% gejala awal tumor otak adalah nyeri kepala. Sedangkan gejala lanjut diketemukan 70% kasus. Sifat nyeri kepala bervariasi dari ringan dan episodik sampai berat dan berdenyut, umumnya bertambah berat pada malam hari dan pada saat bangun tidur pagi serta pada keadaan dimana terjadi peninggian tekanan tinggi intrakranial. Adanya nyeri kepala dengan psikomotor asthenia perlu dicurigai tumor otak. 2. Muntah Terdapat pada 30% kasus dan umumnya meyertai nyeri kepala. Lebih sering dijumpai pada tumor di fossa posterior, umumnya muntah bersifat proyektif dan tak disertai dengan mual. 3. Kejang Bangkitan kejang dapat merupakan gejala awal dari tumor otak pada 25% kasus, dan lebih dari 35% kasus pada stadium lanjut. Diperkirakan 2% penyebab 11
bangkitan kejang adalah tumor otak. Perlu dicurigai penyebab bangkitan kejang adalah tumor otak bila: •
Bagkitan kejang pertama kali pada usia lebih dari 25 tahun
•
Mengalami post iktal paralisis
•
Mengalami status epilepsi
•
Resisten terhadap obat-obat epilepsi
•
Bangkitan disertai dengan gejala TTIK lain
•
Bangkitan kejang ditemui pada 70% tumor otak dikorteks, 50% pasen dengan astrositoma, 40% pada pasen meningioma, dan 25% pada glioblastoma.
4. Gejala Tekanan Tinggi Intrakranial Berupa keluhan nyeri kepala di daerah frontal dan oksipital yang timbul pada pagi hari dan malam hari, muntah proyektil dan enurunan kesadaran. Pada pemeriksaan diketemukan papil udem. Keadaan ini perlu tindakan segera karena setiap saat dapat timbul ancaman herniasi. Selain itu dapat dijumpai parese N.VI akibat teregangnya N.VI oleh TTIK. Tumor-tumor yang sering memberikan gejala TTIK tanpa gejala-gejala fokal maupun lateralisasi adalah meduloblatoma, spendimoma
dari
ventrikel
III,
haemangioblastoma
serebelum
dan
craniopharingioma. Gejala spesifik tumor otak yang berhubungan dengan lokasi: 1. Lobus frontal •
Menimbulkan gejala perubahan kepribadian
•
Bila tumor menekan jaras motorik menimbulkan hemiparese kontra lateral, kejang fokal
•
Bila menekan permukaan media dapat menyebabkan inkontinentia
•
Bila tumor terletak pada basis frontal menimbulkan sindrom foster kennedy
•
Pada lobus dominan menimbulkan gejala afasia
12
2. Lobus parietal •
Dapat menimbulkan gejala modalitas sensori kortikal hemianopsi homonym
•
Bila terletak dekat area motorik dapat timbul kejang fokal dan pada girus angularis menimbulkan gejala sindrom gerstmann’s
3. Lobus temporal •
Akan menimbulkan gejala hemianopsi, bangkitan psikomotor, yang didahului dengan aura atau halusinasi
•
Bila letak tumor lebih dalam menimbulkan gejala afasia dan hemiparese
•
Pada tumor yang terletak sekitar basal ganglia dapat diketemukan gejala choreoathetosis, parkinsonism.
4. Lobus oksipital •
Menimbulkan bangkitan kejang yang dahului dengan gangguan penglihatan
•
Gangguan penglihatan yang permulaan bersifat quadranopia berkembang menjadi hemianopsia, objeckagnosia
5. Tumor di ventrikel ke III •
Tumor biasanya bertangkai sehingga pada pergerakan kepala menimbulkan obstruksi dari cairan serebrospinal dan terjadi peninggian tekanan intrakranial mendadak, pasen tiba-tiba nyeri kepala, penglihatan kabur, dan penurunan kesadaran
6. Tumor di cerebello pontin angie •
Tersering berasal dari N VIII yaitu acustic neurinoma
•
Dapat dibedakan dengan tumor jenis lain karena gejala awalnya berupa gangguan fungsi pendengaran
13
•
Gejala lain timbul bila tumor telah membesar dan keluar dari daerah pontin angel
7. Tumor Hipotalamus •
Menyebabkan gejala TTIK akibat oklusi dari foramen Monroe
•
Gangguan fungsi hipotalamus menyebabkan gejala: gangguan perkembangan seksuil pada anak-anak, amenorrhoe,dwarfism, gangguan cairan dan elektrolit, bangkitan
8. Tumor di cerebelum •
Umumnya didapat gangguan berjalan dan gejala TTIK akan cepat erjadi disertai dengan papil udem
•
Nyeri kepala khas didaerah oksipital yang menjalar keleher dan spasme dari otot-otot servikal
9. Tumor fosa posterior •
Diketemukan gangguan berjalan, nyeri kepala dan muntah disertai dengan nystacmus, biasanya merupakan gejala awal dari medulloblastoma
2.2
Meningioma
Meningioma adalah tumor meningen di susunan saraf pusat yang berasal dari neuroektoderm, yaitu muncul dari sel-sel meningoendotelial yang banyak terkonsentrasi di vili arachnoid. Hal ini menjelaskan mengapa meningioma tumbuh disekitar sinus dursl. Pertumbuhannya lamban dan umumnya benigna. 2
2.3 Epidemiologi dan Insidensi
Tumor ini mewakili 20% dari semua neoplasma intrakranial dan 12 % dari semua tumor medulla spinalis. Meningioma biasanya jinak, tetapi bisa kambuh setelah diangkat. Tumor ini lebih sering ditemukan pada wanita dan biasanya muncul pada usia 40-60 tahun, tetapi tidak tertutup kemungkinan muncul pada masa kanak-kanak atau pada usia yang lebih lanjut.Paling banyak meningioma
14
tergolong jinak (benign) dan 10 % malignan. Meningioma malignant dapat terjadi pada wanita dan laki-laki,meningioma benign lebih banyak terjadi pada wanita. 2,3
2.4 Etiologi
Para ahli tidak memastikan apa penyebab tumor meningioma, namun beberapa teori telah diteliti dan sebagian besar menyetujui bahwa kromoson yang jelek yang meyebabkan timbulnya meningioma. Para peneliti sedang mempelajari beberapa teori tentang kemungkinan asal usul meningioma. Di antara 40% dan 80% dari meningiomas berisi kromosom 22 yang abnormal pada lokus gen neurofibromatosis 2 (NF2). NF2 merupakan gen supresor tumor pada 22Q12, ditemukan tidak aktif pada 40% meningioma sporadik. Pasien dengan NF2 dan beberapa non-NF2 sindrom familial yang lain dapat berkembang menjadi meningioma multiple, dan sering terjadi pada usia muda. Disamping itu, deplesi gen yang lain juga berhubungan dengan pertumbuhan meningioma . 4 Kromosom ini biasanya terlibat dalam menekan pertumbuhan tumor. Penyebab kelainan ini tidak diketahui. Meningioma juga sering memiliki salinan tambahan dari platelet diturunkan faktor pertumbuhan (PDGFR) dan epidermis reseptor faktor pertumbuhan (EGFR) yang mungkin memberikan kontribusi pada pertumbuhan tumor ini. Sebelumnya radiasi ke kepala, sejarah payudara kanker, atau neurofibromatosis tipe 2 dapat risiko faktor untuk mengembangkan meningioma. Multiple meningioma terjadi pada 5% sampai 15% dari pasien, terutama mereka dengan neurofibromatosis tipe 2. Beberapa meningioma memiliki reseptor yang berinteraksi dengan hormon seks progesteron, androgen, dan jarang estrogen. Ekspresi progesteron reseptor dilihat paling sering pada meningioma yang jinak, baik pada pria dan wanita. Fungsi reseptor ini belum sepenuhnya dipahami, dan demikian, sering kali menantang bagi dokter untuk menasihati pasien perempuan mereka tentang penggunaan hormon jika mereka memiliki sejarah suatu meningioma. Meskipun peran tepat hormon dalam pertumbuhan meningioma belum ditentukan, peneliti telah mengamati bahwa kadang-kadang mungkin meningioma tumbuh lebih cepat pada saat kehamilan. 2,3,4
2.5 Anatomi
15
Meninges craniales (pembungkus-pembungkus meningeal otak) terdiri dari tiga lapis, yaitu:5,6 •
Duramater craniales, lapis luar yang tebal dan kuat.
•
Arachnoidea mater craniales, lapis antara yang menyerupai sarang labalaba.
•
Piamater cranialis, lapis terdalam yang halus dan mengandung banyak pembuluh darah. Duramater cranialis terdiri dari dua lapisan:5,6
•
Lapisan endosteal (periosteal) sebelah luar dibentuk oleh periosteum yang membungkus permukaan dalam calvaria.
•
Lapisan meningeal sebelah dalam adalah suatu selaput fibrosa yang kuat yang berlanjut terus di foramen magnum dengan duramater spinalis yang membungkus medulla spinalis.
Vaskularisasi dan persarafan duramater cranialis5,6 Arteri-arteri duramater mengantar lebih banyak darah kepada calvaria dibandingkan kepada duramater cranialis. Arteri meningeal terbesar, yakni arteria meningea media, adalah cabang arteria maxillaries. Arteria meningea media memasuki cavitas cranii melalui foramen spinosum, melintas ke arah lateral pada dasar fossa cranii media, dan berbelok ke arah superolateral pada ala major ossis spheinodalis, dan disini terbagi menjadi ramus posterior dan anterior. Ramus anterior melintas ke superiorke titik pterion, lalu melengkung ke posterior dan naik kea rah puncak kepala. Ramus posterior melintas ke superoposterior dan melepas cabang-cabang untuk bagian posterior cranium. Vena-vena duramater mengiringi arteri-arteri meningeal dan juga dapat terobek pada fraktur calvaria.3 Persarafan duramater cranialis terutama terjadi melalui ketiga divisi nervus cranialis V. cabang-cabang sensoris juga berasal dari nervus vagus ( nervus cranialis X) dan ketiga saraf servikal teratas. Badan-badan akhir sensoris dalam duramater cranialis terdapat lebih banyak sepanjang kedua sisi sinus sagittalis superior dan dalam tentorium cerebelli disbanding dasar cranium. Serabut untuk
16
rasa sakit jugabanyak terdapat pada tempat arteri-arteri dan vena-vena menembus duramater cranialis
Ruang-ruang meningeal Salut-salut otak berhubungan dengan tiga ruang meningeal: •
Spatium epidurale terdapat ossa cranii dan lapis endostial duramater cranialis (karean duramater melekat pada tulang-tulang, spatium epidurale bersifat potensial, ruang potensial inimenjadi ruang yang nyata, jika darah dari pembuluh darah yang koyak, tertimbun didalamnya)
•
Spatium subdural adlah sebuah ruang potensial yang dapat berkembang pada bagian terdalamduramater setelah cedera kepala.
•
Spatium subarachnoideum yang tedapat antara arachnoidea mater dan piamater, berisi CSS.
Gambar 1. Anatomi lapisan otak
17
2.6 Patofisiologi
Seperti banyak kasus neoplasma lainnya, masih banyak hal yang belum diketahui dari meningioma. Tumor otak yang tergolong jinak ini secara histopatologis berasal dari sel pembungkus arakhnoid (arakhnoid cap cells) yang mengalami granulasi dan perubahan bentuk. Patofisiologi terjadinya meningioma sampai saat ini masih belum jelas. Kaskade eikosanoid diduga memainkan peranan dalam tumorogenesis dan perkembangan edema peritumoral. 4
2.7 Klasifikasi
WHO mengembangkan sistem klasifikasi untuk beberapa tumor yang telah diketahui, termasuk meningioma. Tumor diklasifikasikan melalui tipe sel dan derajat pada hasil biopsi yang dilihat di bawah mikroskop. Penatalaksanaannya pun berbeda-beda di tiap derajatnya. 7 a.
Grade I
Meningioma tumbuh dengan lambat, jika tumor tidak menimbulkan gejala, mungkin pertumbuhannya sangat baik jika diobservasi dengan MRI secara periodik. Jika tumor
semakin berkembang, maka pada akhirnya dapat
menimbulkan gejala, kemudian penatalaksanaan bedah dapat direkomendasikan. Kebanyakan meningioma grade I diterapi dengan tindakan bedah dan observasi yang berkelanjutan. 7 b.
Grade II
Meningioma grade II disebut juga meningioma atypical. Jenis ini tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan grade I dan juga mempunyai angka kekambuhan yang lebih tinggi. Pembedahan adalah penatalaksanaan awal pada tipe ini. Meningioma grade II biasanya membutuhkan terapi radiasi setelah pembedahan. 7 c.
Grade III
Meningioma berkembang dengan sangat agresif dan disebut meningioma malignan atau meningioma anaplastik. Meningioma malignan terhitung kurang dari 1 % dari seluruh kejadian meningioma. Pembedahan adalah penatalaksanaan yang pertama untuk grade III diikuti dengan terapi radiasi. Jika terjadi rekurensi tumor, dapat dilakukan kemoterapi. 7
18
Meningioma juga diklasifikasikan ke dalam subtipe berdasarkan lokasi dari tumor 7 : a.
Meningioma falx dan parasagital (25% dari kasus meningioma).
Falx adalah selaputyang terletak antara dua sisi otak yang memisahkan hemisfer kiri dan kanan. Falx cerebri mengandung pembuluh darah besar. Parasagital meningioma terdapat di sekitar falx. b.
Meningioma Convexitas (20%). Tipe meningioma ini terdapat
pada permukaan atas otak. c.
Meningioma Sphenoid (20%) Daerah Sphenoidalis berlokasi pada
daerah belakang mata. Banyak terjadi pada wanita. d.
Meningioma Olfactorius (10%). Tipe ini terjadi di sepanjang
nervus yang menghubungkan otak dengan hidung. e.
Meningioma fossa posterior (10%). Tipe ini berkembang di
permukaan bawah bagian belakang otak. f.
Meningioma suprasellar (10%). Terjadi di bagian atas sella tursica,
sebuah kotak pada dasar tengkorak dimana terdapat kelenjar pituitari. g.
Spinal meningioma (kurang dari 10%). Banyak terjadi pada wanita
yang berumur antara 40 dan 70 tahun. Akan selalu terjadi pda medulla spinbalis setingkat thorax dan dapat menekan spinal cord. Meningioma spinalis dapat menyebabkan gejala seperti nyeri radikuler di sekeliling dinding dada, gangguan kencing, dan nyeri tungkai. h.
Meningioma Intraorbital (kurang dari 10%). Tipe ini berkembang
paa atau di sekitar mata cavum orbita. i.
Meningioma Intraventrikular (2%). Terjadi pada ruangan yang
berisi cairan di seluruh bagian otak.
2.8 Gambaran Histopatologi
Meningioma
intrakranial
banyak
ditemukan
di
regio
parasagital,
selanjutnya di daerah permukaan konveks lateral dan falx cerebri. Di kanalis spinalis meningioma lcbih sering menempati regio torakal. Pertumbuhan tumor ini mengakibatkan tekanan hebat pada jaringan sekitamya, namun jarang menyebuk ke jaringan otak. Kadang-kadang ditemukan fokus-fokus kalsifikasi kecil-kecil
19
yang berasal dari psammoma bodies, bahkan dapat ditemukan pembentukan jaringan tulang baru. 4 Secara histologis, meningioma biasanya berbentuk globuler dan meliputi dura secara luas. Pada permukaan potongan, tampak pucat translusen atau merah kecoklatan homogen serta dapat seperti berpasir. Dikatakan atipikal jika ditemukan proses mitosis pada 4 sel per lapangan pandang elektron atau terdapat peningkatan selularitas, rasio small cell dan nukleus sitoplasma yang tinggi, uninterupted patternless dan sheet-like growth. Sedangkan pada anaplastik akan ditemukan peningkatan jumlah mitosis sel, nuklear pleomorphism, abnormalitas pola pertumbuhan meningioma dan infiltrasi serebral. Imunohistokimia dapat membantu diagnosis meningioma. Pada pasien dengan meningioma, 80% menunjukkan adanya epithelial membrane antigen (EMA) yang positif. Stain negatif untuk anti-Leu 7 antibodi (positif pada Schwannomas) dan glial fibrillary acidid protein (GFAP).3
2.9 Diagnosa
Gejala meningioma dapat bersifat umum (disebabkan oleh tekanan tumor pada otak dan medulla spinalis) atau bisa bersifat khusus (disebabkan oleh terganggunya fungsi normal dari bagian khusus dari otak atau tekanan pada nervus atau pembuluh darah). Secara umum, meningioma tidak bisa didiagnosa pada gejala awal.6,7 Gejala umumnya seperti :6,7 •
Sakit kepala, dapat berat atau bertambah buruk saat beraktifitas atau pada pagi hari.
•
Perubahan mental
•
Kejang
•
Mual muntah
•
Perubahan visus, misalnya pandangan kabur.
20
Gejala dapat pula spesifik terhadap lokasi tumor : 6,7 •
Meningioma falx dan parasagittal : nyeri tungkai
•
Meningioma Convexitas : kejang, sakit kepala, defisit neurologis fokal, perubahan status mental Meningioma Sphenoid : kurangnya sensibilitas wajah, gangguan lapangan
•
pandang, kebutaan, dan penglihatan ganda. •
Meningioma Olfactorius : kurangnya kepekaan penciuman, masalah visus.
•
Meningioma fossa posterior : nyeri tajam pada wajah, mati rasa, dan spasme otot-otot wajah, berkurangnya pendengaran, gangguan menelan, gangguan gaya berjalan,
•
Meningioma suprasellar : pembengkakan diskus optikus, masalah visus
•
Spinal meningioma : nyeri punggung, nyeri dada dan lengan
•
Meningioma Intraorbital : penurunan visus, penonjolan bola mata
•
Meningioma Intraventrikular : perubahan mental, sakit kepala, pusing
2.10Pemeriksaan Radiologi
Umumnya pada banyak pasien, tidak ditemukan
kelainan pada
pemeriksaan radiografi. Foto polos kepala dapat memberikan gambaran kalsifikasi karena ada meningioma pada dasar tulang kepala dengan bentuk yang konveks. Meningioma dapat mengakibatkan reaktif hyperostosis yang tidak berhubungan dengan ukuran tumor. Osteolisis jarang mengakibatkan meningioma yang jinak dan malignan. 8 Pemeriksaan foto polos kepala sebagai penunjang penyakit meningioma masih memiliki derajat kepercayaan yang tinggi. Gambaran yang sering terlihat plak yang hyperostosis, dan bentuk sphenoid , dan pterion. Kalsifikasi tanpa adanya tumor pada foto polos kepala dapat menunjukkan hasil false-negatif pada meningioma. Banyak pasien dengan meningioma otak dapat ditegakkan secara langsung dengan menggunakan CT atau MRI. 8
a.
Foto polos Otak
21
Hiperostosis adalah salah satu gambaran mayor dari meningioma pada foto polos. Foto polos diindikasikan untuk tumor pada meninx. Tampak erosi tulang dan dekstruksi sinus sphenoidales, kalsifikasi dan lesi litik pada tulang tengkorak. Pembesaran pembuluh darah meninx menggambarkan dilatasi arteri meninx yang mensuplai darah ke tumor. Kalsifikasi terdapat pada 20-25% kasus dapat bersifat fokal maupun difus. 6,7,8
b. Computed Tomography (CT scan)
Karena CT-Scan dapat menampilkan perbedaan halus absorbsi sinar X berbagai jaringan intracranial, maka dapat dengan jelas menampilkan sistem ventrikel dan sistem otak, struktur substansia grisea dan substansia alba serta jaringan lesi, sangat membantu dalam diagnosis tumor intrakranial. 7 CT-scan kontras dan CT-scan tanpa kontras memperlihatkan paling banyak meningioma. Tampak gambaran isodense hingga hiperdense pada foto sebelum kontras, dan gambaran peningkatan densitas yang homogen pada foto kontras. Tumor juga memberikan gambaran komponen kistik dan kalsifikasi pada beberapa kasus. Udem peritumoral dapat terlihat dengan jelas. Perdarahan dan cairan intratumoral sampai akumulasi cairan dapat terlihat.5,6 Gambaran CT-Scan pada meningioma adalah sebagai berikut : 9 •
Tanpa kontras gambaran meninioma 75% hiperdens dan 14,4% isodens
•
Gambaran spesifik dari meninioma berupa enchancement dari tumor dengan pemberian kontras. Meninioma tampak sebagai masa yang homogen dengan densitas tinggi, tepi bulat dan tegas.
•
Dapat terlihat juga adanya hiperostosis kranialis, destruksi tulang, udem otak yang terjadi sekitar tumor, dan adanya dilatasi ventrikel.
22
Gambar Meningioma Parasagital. A. MRI nonkontras potongan sagital T1 menunjukkan massa dural yang padat dengan invasi dan kompresi terhadap korteks parietal. B. MRI dengan zat kontras potongan sagittal T1 menunujukkan perlekatan sebagian tumor. C. Potongan Koronal T2 menunjukkan massa padat yang menunjukkan jaringan padat. Gambaran ini menunjukkan meningioma fibroblastik. D. MRI potongan axial T1 dengan zat kontras menujukkan hiperintensitas yanr terletak di sumsum tulang.
c.
Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI
merupakan
pencitraan
yang
sangat
baik
digunakan
untuk
mengevaluasi meningioma. MRI memperlihatkan lesi berupa massa, dengan gejala tergantung pada lokasi tumor berada, gambaran meningioma 62-70 terdapat dural tail.6
d.
Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi dapat memberikan gambaran lokasi dari intratumoral hemorrhage, perubahan kista yang terdapat di bagian dalam dan luar massa tumor, kalsifikasi, invasi parenkim oleh meningioma malignan, dan massa lobus atau multi lobules yang hanya dapat digambarkan dengan ultrasonografi.
e.
Angiografi 23
Umumnya
meningioma
merupakan
tumor
vascular.
Dan
dapat
menimbulkan gambaran “spoke wheel appearance”. Selanjutnya arteri dan kapiler memperlihatkan gambaran vascular yang homogen dan prominen yang disebut dengan mother and law phenomenon. 5,6,7 Magnetic
resonance
angiography
(MRA
and
MRV)
merupakan
pemeriksaan penunjang yang berkembang dari ilmu angiografi klasik, yang belakangan ini merupakan alat diagnostik yang kuat untuk mengetahui embolisasi dan perencanaan untuk operasi. Agiografi masih bisa digunakan jika terjadi embolisasi akibat tumor. Meningioma mendapat asupan makanan oleh meningeal branches dari arteri carotid internal dan external. Basal meningiomas pada anterior dan fossa cranial media dan meningioma pada tulang sphenoid umumnya mendapat vaskularisasi
dari
arteri
carotid
interna.
Meningioma
supratentorial
divaskularisasikan dari arteri carotid interna dan eksternal. Angiografi dapat menunjukkan peta distribusi arterial yang berguna untuk persiapan preoperasi embolisasi. Lihat gambar berikut.
Gambar Meningioma Otak. Parasellar meningioma. Angiograpi proyeksi lateral dari arteri carotid menunjukkan mutipel tumor yang opak dengan dikelilingi pembuluh darah. Terlihat carotid supraclinoid sirkumferensial .
2.11 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan meningioma tergantung dari lokasi dan ukuran tumor itu sendiri. Terapi meningioma masih menempatkan reseksi operatif sebagai pilihan pertama. Beberapa faktor yang mempengaruhi operasi removal massa tumor ini antara lain lokasi tumor, ukuran dan konsistensi, vaskularisasi dan pengaruh
24
terhadap sel saraf, dan pada kasus rekurensi, riwayat operasi sebelumnya dan atau radioterapi. Lebih jauh lagi, rencana operasi dan tujuannya berubah berdasarkan faktor resiko, pola, dan rekurensi tumor. Tindakan operasi tidak hanya mengangkat seluruh tumor tetapi juga termasuk dura, jaringan lunak, dan tulang untuk menurunkan kejadian rekurensi. 5,6,7
Rencana preoperatif Pada pasien dengan meningioma supratentorial, pemberian antikonvulsan dapat segera diberikan, deksametason diberikan dan dilindungi pemberian H2 antagonis beberapa hari sebelum operasi dilaksanakan. Pemberian antibiotik perioperatif digunakan sebagai profilaksis pada semua pasien untuk organisme stafilokokkus, dan pemberian cephalosporin generasi III yang memiliki aktifitas terhadap organisme
organisem anaerob)
pseudomonas,
serta
ditambahkan
apabila
pemberian operasi
metronidazol direncanakan
(untuk dengan
pendekatan melalui mulut, sinus paranasal, telinga, atau mastoid. 5,6,7
Klasifikasi Simptom dari ukuran reseksi pada meningioma intracranial 5,6,7 •
Grade I : Reseksi total tumor, perlekatan dural dan tulang abnormal
•
Grade II : Reseksi total tumor, koagulasi dari perlekatan dura
•
Grade III : Reseksi total tumor, tanpa reseksi atau koagulasi dari perlekatan dura atau mungkin perluasan ekstradural ( misalnya sinus yang terserang atau tulang yang hiperostotik)
•
Grade IV : Reseksi parsial tumor
•
Grade V : Dekompresi sederhana (biopsy)
2.12 Radioterapi
Penggunaan external beam irradiation pada meningioma semakin banyak dipakai untuk terapi. External beam irradiation dengan 4500-6000 cGy dilaporkan efektif untuk melanjutkan terapi operasi meningioma reseksi subtotal, kasus-kasus rekurensi baik yang didahului dengan operasi sebelumnya ataupun tidak. Pada kasus meningioma yang tidak dapat dioperasi karena lokasi yang sulit, keadaan pasien yang buruk, atau pada pasien yang menolak dilakukan operasi, external
25
beam irradiation masih belum menunjukkan keefektifitasannya. Teori terakhir menyatakan terapi external beam irradiation tampaknya akan efektif pada kasus meningioma yang agresif (atyppical, malignan), tetapi informasi yang mendukung teori ini belum banyak dikemukakan. Efektifitas dosis yang lebih tinggi dari radioterapi harus dengan pertimbangan komplikasi yang ditimbulkan terutama pada meningioma. Saraf optikus sangat rentan mengalami kerusakan akibat radioterapi. Komplikasi lain yang dapat ditimbulkan berupa insufisiensi pituitari ataupun nekrosis akibat radioterapi 12.
Radiasi Stereotaktik Terapi
radiasi
tumor
menggunakan
stereotaktik
pertama
kali
diperkenalkan pada tahun 1960an menggunakan alat Harvard proton beam. Setelah itu penggunaan stereotaktik radioterapi ini semakin banyak dilakukan untuk meningioma. Sumber energi yang digunakan didapat melalui teknik yang bervariasi, yang paling sering digunakan adalah sinar foton yang berasal dari Co gamma (gamma knife) atau linear accelerators (LINAC) dan partikel berat (proton, ion helium) dari cyclotrons. Semua teknik radioterapi dengan stereotaktik ini dapat mengurangi komplikasi, terutama pada lesi dengan diameter kurang dari 2,5 cm 12. Steiner dan koleganya menganalisa pasien meningioma yang diterapi dengan gamma knife dan diobservasi selama 5 tahun. Mereka menemukan sekitar 88% pertumbuhan tumor ternyata dapat dikontrol. Kondziolka dan kawan-kawan memperhitungkan pengontrolan pertumbuhan tumor dalam 2 tahun pada 96 % kasus. Baru-baru ini peneliti yang sama melakukan studi dengan sampel 99 pasien yang diikuti selama 5 hingga 10 tahun dan didapatkan pengontrolan pertumbuhan tumor sekitar 93 % kasus dengan 61 % massa tumor mengecil. Kejadian defisit neurologis baru pada pasien yang diterapi dengan stereotaktik tersebut kejadiannya sekitar 5 %.5,6,7
Kemoterapi Modalitas kemoterapi dengan regimen antineoplasma masih belum banyak diketahui efikasinya untuk terapi meningioma jinak maupun maligna. Kemoterapi
26
sebagai terapi ajuvan untuk rekuren meningioma atipikal atau jinak baru sedikit sekali diaplikasikan pada pasien, tetapi terapi menggunakan regimen kemoterapi (baik
intravena
atau
intraarterial
cis-platinum,
decarbazine (DTIC) dan
adriamycin) menunjukkan hasil yang kurang memuaskan (DeMonte dan Yung), walaupun regimen tersebut efektifitasnya sangat baik pada tumor jaringan lunak. Laporan
dari
Chamberlin
pemberian
terapi
kombinasi
menggunakan
cyclophosphamide, adriamycin, dan vincristine dapat memperbaiki angka harapan hidup dengan rata-rata sekitar 5,3 tahun. Pemberian obat kemoterapi lain seperti hydroxyurea sedang dalam penelitian. Pertumbuhan sel pada meningioma dihambat pada fase S dari siklus sel dan menginduksi apoptosis dari beberapa sel dengan pemberian hydroxyurea. Dan dilaporkan pada satu kasus pemberian hydroxyurea ini memberikan efek pada pasien-pasien dengan rekurensi dan meningioma yang tidak dapat direseksi. Pemberian Alfainterferon dilaporkan dapat memperpanjang waktu terjadinya rekurensi pada kasus meningioma yang agresif. Dilaporkan juga terapi ini kurang menimbulkon toksisitas dibanding pemberian dengan kemoterapi. 5,6,7 Pemberian hormon antogonis mitogen telah juga dilakukan pada kasus dengan meningioma. Preparat yang dipakai biasanya tamoxifen (anti estrogen) dan mifepristone (anti progesteron). Tamoxifen (40 mg/m2 2 kali/hari selama 4 hari dan dilanjutkan 10 mg 2 kali/hari) telah digunakan oleh kelompok onkolologi Southwest pada 19 pasien dengan meningioma yang sulit dilakukan reseksi dan refrakter. Terdapat pertumbuhan tumor pada 10 pasien, stabilisasi sementara pertumbuhan tumor pada 6 pasien, dan respon minimal atau parsial pada tiga pasien.5,6,7 Pada dua studi terpisah dilakukan pemberian mifepristone (RU486) 200 mg perhari selama 2 hingga 31 bulan. Pada studi yang pertama didapatkan 5 dari 14 pasien menunjukkan perbaikan secara objektif yaitu sedikit pengurangan massa tumor pada empat pasien dan satu pasien gangguan lapang pandangnya membaik
walaupun tidak
terdapat
pengurangan
massa
tumor;
terdapat
pertumbuhan ulang pada salah satu pasien tersebut. Pada studi yang kedua dari kelompok Netherlands dengan jumlah pasien 10 orang menunjukkan pertumbuhan tumor berlanjut pada empat pasien, stabil pada tiga pasien, dan pengurangan
27
ukuran yang minimal pada tiga pasien. Tiga jenis obat tersebut sedang dilakukan penelitian dengan jumlah sampel yang lebih besar pada meningioma tetapi sampai sekarang belum ada terapi yang menjadi prosedur tetap untuk terapi pada tumor ini.5,6,7
2.13 Prognosis
Pada umumnya prognosa meningioma adalah baik, karena pengangkatan tumor yang sempurna akan memberikan penyembuhan yang permanen. Pada orang dewasa snrvivalnya relatif lebih tinggi dibandingkan pada anak-anak, dilaporkan survival rate lima tahun adalah 75%. Pada anak-anak lebih agresif, perubahan menjadi keganasan lebih besar dan tumor dapat menjadi sangat besar. Pada penyelidikan pengarang-pengarang barat lebih dari 10% meningioma akan mengalami keganasan dan kekambuhannya tinggi. 5,6 Sejak 18 tahun meningioma dipandang sebagai tumor jinak, dan bila letaknya mudah dapat diangkat seluruhnya. Degenerasi keganasan tampak bila ada invasi dan kerusakan tulang tumor tidak berkapsul pada saat operasi invasi pada jaringan otak. Angka kematian (mortalitas) meningioma sebelum operasi jarang dilaporkan, dengan kemajuan teknik dan pengalaman operasi para ahli bedah maka angka kematian post operasi makin kecil. Diperkirakan angka kematian post operasi selama lima tahun (1942–1946) adalah 7,9% dan (1957– 1966) adalah8,5%. Sebab-sebab kematian menurut laporan-laporan yang terdahulu yaitu perdarahan dan edema otak. 5,6 DAFTAR PUSTAKA
1.
Iskandar Japardi. Tumor otak.(diakses tanggal 16 oktober 2011)
diunduh dari : http://belibis-a17.com/2008/10/23/602/ 2.
Sadewo Wismaji. Sinopsis Ilmu Bedah Saraf. Cetakan pertama. :
Departemen Bedah Saraf FKUI-RSCM; Jakarta. 2011. Hal 145 3.
Mardjono M, Sidharta P. Dalam: Neurologi klinis dasar. : Fakultas
Kedokteran Universtas Indonesia; 2003. Hal 393-394. 4.
Patogenesis, histopatologi, dan klasifikasi meningioma[cited 2011
Oktober 16]. Availble from:
28
http://www.neuroonkologi.com/articles/Patogenesis,%20histopatologi%20dan %20klasifikasi%20meningioma.doc 5.
Luhulima JW. Menings. Dalam: Anatomi susunan saraf pusat.
Makassar: Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin; 2003. 6.
Anonim. Makalah Radio. (diakses tanggal 16 oktober 2011).
Diunduh dari : http://www.abta.org/meningioma.pdf 7.
Anonim. Meningioma. (diakses tanggal 16 oktober 2011).
http://www.neuroonkologi.com/articles/Patogenesis,%20histopatologi%20dan %2 8.
Wan Dosen. Buku Ajar Onkologi Klinis. Edisi 2. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta; 2008. Hal 320-324
Laporan Kasus
29
CASE REPORT SECTION MENINGIOMA
Pembimbing: dr. Apriyanto, Sp. BS
Oleh: Afriska Norma Utama, S.Ked (G1A105042)
KEPANITRAAN KLINIK SENIOR BAGIAN ILMU BEDAH RUMAH SAKIT UMUM DAERAH RADEN MATTAHER JAMBI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JAMBI 2011
30
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kepada ALLAH SWT, karena atas berkat dan rahmat Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul Meningioma. Di kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Apriyanto, Sp.BS selaku pembimbing yang telah membantu penyelesaian laporan kasus ini. Penulisan juga mengucapan terima kasih kepada teman-teman, dan semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan laporan kasus ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan. Demikianlah penulisan laporan ini, semoga bermanfaat, amin.
Jambi, Oktober 2011
Penulis
31
View more...
Comments