Cover Parese N.IV

August 6, 2022 | Author: Anonymous | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Cover Parese N.IV...

Description

 

CASE R E PORT PORT SE SSI SSI ON (CRS)

*Kepaniteraan *Kepaniter aan Klinik Senior/G1A217088/ Senior/G1A217088/ Januari 2019 **Pembimbing

PARESE NERVUS ABDUCENS

 Nuraida Adlaila, S.Ked*  dr. Hendra Irawan, Sp.S** 

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF RSUD RADEN MATTAHER JAMBI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JAMBI 2019

i

 

LEMBAR PENGESAHAN CASE RE PORT PORT SESSI ON  

PARESE NERVUS ABDUCENS

Oleh: Nuraida Adlaila, S.Ked G1A217088 Telah Disetujui dan Dipresentasikan sebagai Salah Satu Tugas Kepaniteraan Kepaniter aan Klinik Senior Bagian Ilmu Penyakit Saraf Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Provinsi Jambi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi 2019

Jambi, Januari 2019 Pembimbing,

dr. Hendra Irawan, Sp.S

ii

 

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Parese “Parese Nervus Abducens”. Abducens”. Dalam kesempatan ini saya juga mengucapkan terima kasih kepada dr. Hendra Irawan, Sp.S selaku dosen pembimbing yang memberikan banyak ilmu selama di Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Penyakit Saraf. Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini jauh dari sempurna, penulis  juga dalam dal am tahap pembelajaran, untuk itu it u penulis mengharapkan kritik dan saran agar lebih baik kedepannya. Akhir kata, saya berharap semoga laporan case report session (CRS)  (CRS)  ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan dapat menambah informasi dan  pengetahuan kita.

Jambi,

Januari 2019

Penulis

iii

 

BAB I PENDAHULUAN

Secara Fisiologi, pergerakan bola mata dipersarafi oleh 3 serat saraf yang mengatur pergerakan otot-otot mata, yaitu saraf okulomotorius (nervus III), saraf trokhlearis (nervus IV), dan saraf abdusen (nervus VI). Saraf-saraf tersebut memiliki fungsi spesifik pada tiap otot-otot pergerakan mata. Adanya gangguan  pada salah satu saraf tersebut dapat menyebabkan menyebabkan penglihatan ganda (diplopia), defiasi mata, dan kelainan pergerakan bola mata.  Nervus VI merupakan merupakan salah satu saraf otak yang mengatur gerakan bola mata. Nervus kranial keenam yang juga disebut sebagai nervus abdusen adalah saraf eferen somatik yang Mengontrol pergerakan otot tunggal yaitu otot rektus lateraliss dari mata. Nervus abducens muncul laterali muncul di antara pons dan mendula dan menempuh menempu h jalan di atas clivus ke klinoid posterior, menembus dura, dan berjalan di dalam sinus kavernosus. (semua nervus lain berjalan melalui dinding lateral sinus karvernosus.) setelah melalui fissure orbitalis superior di dalam anulus Zinn, nervus itu berlanjut ke lateral untuk mensarafi muskulus rektus lateralis.1 Disfungsi dari nervus kranial keenam ini dapat terjadi dari lesi sepanjang nukleus nervus keenam pada dorsal pons dan otot rektus lateral dalam orbital. Lesi nervus ini merupakan kelainan nervus VI yang didapat. Lesi N. VI akan melumpuhkan otot rektus lateralis, sehingga mata akan terganggu saat melirik ke arah luar (lateral, temporal) dan akan terjadi diplopia. Bila penderita melihat lurus ke depan posisi mata akan terlihat sedikit mengalami adduksi. Ini karena aksi dari otot rectus medialis yang tidak terganggu.  Angka kasus gangguan nervus VI ini merupakan yang tertinggi dibandingkan gangguan serat saraf yang lain. Gangguan saraf abdusen biasanya merupakan temuan terisolasi dan paling sering disebabkan oleh tumor atau lesi vaskuler. Gangguan ini juga dapat disebabkan oleh meningitis, dan perdarahan subaraknoid, serta akibat peningkatan tekanan intracranial. Kelumpuhan abdusen dapat diatasi dengan oklusi mata yang lumpuh atau dengan prisma, penyuntikan toksin botolinum tipe A ke dalam otot rektus medialis antagonis mungkin  bermanfaatt secara simptomatik, namun tindakan bedah pada otot rekrus medialis,  bermanfaa termasuk reseksi rektus lateralis dan reseksi rektus medialis, biasa dilakukan.

iv

 

BAB II LAPORAN KASUS

2.1  Identitas pasien

 Nama

: Ny. Haida Dewi

Umur

: 42 tahun

JenisKelamin

: Perempuan

Alamat

: Buluran

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Ibu rumah tangga

MRS

: 31 Desember 2018

2.2  Anamnesis Keluhan Utama

 Nyeri kepala sejak ±4 hari SMRS. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan keluhan nyeri kepala yang memberat sejak ±4 hari SMRS. Nyeri dirasakan di seluruh kepala dan terasa hingga ke leher, nyeri seperti di tusuk-tusuk dan kepala terasa seperti mau pecah. Nyeri di rasakan terus menerus sepanjang hari. Sejak ±2 minggu SMRS os mengatakan sering mengalami nyeri kepala namun tidak sesakit saat ini, awalnya pasien sering mengkonsumsi obat penghilang sakit kepala ( Paramex) 1 tablet tiap sakit kepala dan nyeri dirasakan berkurang, namun ±1minggu SMRS saat os mengalami sakit kepala nyeri tidak ada perbaikan meskipun telah mengkonsumsi obat obat serupa. Demam (+), Muntah (+) ±2x, berisi sisa makanan, sebanyak ± ½ gelas belimbing, muntah diawali dengan mual, muntah tidak menyemprot. Kejang (-), Pingsan (-). Pada tanggal 28 desember 2018 pasien mengeluh nyeri kepala yang terasa sangat berat hingga pasien gelisah, saat meminum obat nyeri tidak berkurang sedikitpun dan pasien di bawa ke RS. MMC, saat di MMC pasien dikatakan sadar namun berbicara meracau. Muntah (-), Pingsan (-), Kejang (-).

v

 

Pasien mengatakan sejak keluhan muncul pasien menjadi tidak nafsu makan, sering sulit tertidur karena nyeri kepala, penglihatan menjadi berbayang. Pasien juga mengeluhkan nyeri punggung, nyeri dirasakan sejak seja k 1 tahun yang lalu, nyeri menyebabkan pasien menjadi tidak bisa berjalan dan duduk karena nyeri selama setahun sehingga pasien hanya berbaring di tempat tidur atau harus di papah saat berjalan. Pasien mengatakan memiliki riwayat saraf terjepit satu tahun yang lalu dan di sarankan untuk operasi namun pasien tidak di operasi. Riwayat terjatuh disangkal, kecelakaan di sangkal. Pasien juga mengeluhkan nyeri di daerah pinggang sejak 1 bulan SMRS, nyeri dirasakan di pinggang kanan dan di bagian perut tengah bawah, nyeri hilang timbul, BAK normal, namun harus mengejan saat BAK, dan nyeri. BAK terputus-putus, pancaran lemah, BAK berpasir, darah, batu, di sangkal. Pasien sudah di lakukan rontgen dan didapatkan gambaran batu dan  pembengkakan pada ginjal ginjal kanan. 1 tahun yang lalu pasien telah di lakukan operasi batu ginjal kanan.  Riwayat Penyakit Dahulu 

Riwayat kejang disangkal.  Riwayat trauma pada kepala disangkal Riwayat darah tinggi disangkal. Riwayat diabetes melitus disangkal Riwayat batuk disangkal Riwayat konsumsi obat TB disangkal Pasien memiliki riwayat operasi batu ginjal kanan ±1 tahun yang lalu. Riwayat saraf terjepit sejak ±1 tahun yang lalu.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga yang menderita hal yang sama dengan pasien. Tidak ada keluarga yang menderita penyakit tumor atau penyakit keganasan. Tidak ada keluarga yang menderita darah tinggi. Tidak ada keluargga yang menderita diabetes melitus

2.3  Pemeriksaan fisik

vi

 

1.  Keadaan umum 

: Tampak sakit berat

2.  Kesadaran  

: GCS: 15, E4, M6, V4

3.  Tanda vital 

:

Tekanan darah

: 120/80 mmHg

 Nadi

: 88 kali /menit

Frekuensi respirasi

: 20 kali /menit

Suhu tubuh (axila)

: 36,7˚C 36,7˚C  

SpO2

: 98%

4.  Status generalisata 1.  Kulit : Warna sawo matang, hiperpigmentasi (-), hipopigmentasi (-),  pertumbuhan rambut merata, rambut tidak mudah mudah dicabut, keringat/ kelembapan normal, turgor baik, ikterus (-) 2.  Kepala :  Normochepal, ekspresi muka normal, simetris, nyeri tekan syaraf (-), deformitas (-) 3.  Kelenjar : Pembesaran kelenjar submandibula (-), submental (-), coli dextra dan sinistra (-) 4.  Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), reflek cahaya (+/+), pupil kanan & kiri isokor 5.  Telinga : Serumen (+/+ minimal), fungsi pendengaran normal, tidak ada sekret, nyeri tekan tragus (-/-) 6.  Hidung : Deformitas (-), perdarahan (-), rinore (-), pembesaran konka (-), sumbatan (-) 7.  Mulut dan faring : Karies (+), tonsil T1-T1, gusi berdarah (-), lidah kotor (+), (+) , atrofi papil(), bau pernapasan khas (-), disfagia (-), odinofagia (-) 8.  Leher :

vii

 

Pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-), kaku kuduk (+), deviasi trakea (-) 9.  Paru-paru Inspeksi: simetris pada keadaan statis dan dinamis, tidak ada gerakan  paru yang tertinggal, spider nevi (-), pelebaran sela iga (-), hipertrofi otot pernafasan (-) Palpasi: nyeri tekan (-), fremitus taktil dekstra dan sinistra simetris Perkusi: Sonor disemua lapangan paru. Auskultasi: suara napas vesikuler di kedua lapangan paru, ronkhi (-/-), wheezing (-/-) 10. Jantung Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat Palpasi : Ictus cordis teraba selebar 1 jari ICS V linea midclavikularis sinistra, kuat angkat (-), thrill (-) Perkusi : Batas atas : ICS II linea parasternalis dextra Batas kiri: ICSVI linea axillaris anterior sinistra Batas kanan : ICS V linea parasternalis dextra Batas pinggang jantung : ICS III linea parasternalis Sinistra Sinis tra Auskultasi : bunyi bunyi jantung I dan II regular, murmur (-) gallop (-), 11. Abdomen Inspeksi : cembung, cembung, simetris, sikatrik (-), striae (-), bekas operasi (+) region lumbal dextra ukuran ±8cm Palpasi

: soepl, nyeri tekan (+) region hypogastric, nyeri lepas (-),

hati limpa ginjal : tidak teraba. Perkusi

: Timpani, shifting dullness (-)

Auskultasi: bising usus (+), normal 12. Ekstremitas Superior dextra dan sinistra: Look: deformitas (-), sianosis (-), CRT < 2 detik Feel : pitting edem (-), akral hangat, Move: ROM tidak terbatas, kekuatan motorik (5555/5555) Inferior dextra dan sinistra:

viii

 

Look: deformitas (-), sianosis (-), CRT < 2 detik Feel : pitting edem (-), akral hangat, Move: ROM terbatas karena nyeri, kekuatan motorik (5555/5555) 5.  Status neurologikus

a.  Kepala  Nyeri tekan : (-) Simetris

: (+)

Pulsasi

: (+)

 b.  Leher Sikap

: Normal

Pergerakan : Normal Kaku kuduk : (+)

Nervus Kranialis

Kanan

Kiri

N I (Olfaktorius)

Subjektif

Normosmia

Objektif (dengan bahan)

Normosmia

Normosmia

Normosmia

N II (Optikus)

Tajam penglihatan

Visus 1/60 proyeksi baik

Visus 1/60 proyeksi baik

Lapangan pandang

Tidak ada

Tidak ada

Melihat warna

Normal

Normal

Funduskopi

Tidak dilakukan N III (Okulomotorius) (Okulomotorius)

Tidak dilakukan

Sela mata

Simetris

Simetris

Ptosis

Tidak ada

Tidak ada

Pergerakan bola mata

Parese N. VI

Normal

 Nistagmus

Tidak ada

Tidak ada

Ekso/endotalmus

Tidak ada

Tidak ada

Pupil Bentuk

Bulat, isokor,

Reflex cahaya

ix

3

mm

Bulat, isokor, 3 mm

 

Melihat kembar

+

+

+

+

N IV (Trochlearis) (Trochlearis)

Pergerakan bola mata ke  Normal

Normal

 bawah-dalam Diplopia

+

+

N V (Trigeminus)

Motorik Otot Masseter

 Normal

 Normal

Otot Temporal

 Normal

 Normal

Otot Pterygoideus

 Normal

 Normal

Oftalmikus

 Normal

 Normal

Maksila Mandibula

 Normal  Normal

 Normal  Normal

Sensorik

N VI (Abdusen)

Pergerakan

bola

mata

 Normal

Parese

-

-

(lateral) Diplopia

N VII (Fasialis)

Mengerutkan dahi

+

+

Menutup mata Memperlihatkan gigi

+ +

+ +

Bersiul

+

+

Sensasi lidah 2/3 depan

+

+

N VIII (Vestibularis)

Suara berbisik

Normal

Normal

Detik arloji

Normal

Normal

Rinne test

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Weber test

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

x

 

Swabach test

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

 Nistagmus

Tidak ada

Tidak ada

N IX (Glossofaringeus) (Glossofaringeus)

Sensasi lidah 1/3 belakang

Normal

Refleks muntah

+ N X (Vagus)

Arkus faring

Simetris

Berbicara

Normal

Menelan

Baik

Refleks muntah

Baik

 Nadi

Normal

Normal +

N XI (Assesorius) (Assesorius)

Menoleh ke kanan

+

+

Menoleh ke kiri Mengangkat bahu

+ +

+ +

N XII (Hipoglosus)

Kedudukan lidah dijulurkan

Lurus ke depan

Atropi papil

-

Disartria

Badan dan Anggota Gerak

Badan dan Anggota Gerak

Kanan

Kiri

Badan Motorik

Respirasi

Simetris

Simetris

Taktil

Normal

Normal

 Nyeri

Normal

Normal

Duduk

Normal

Bentuk kolumna vertebralis

Normal

Pergerakan kolumna vertebralis

 Normal

Sensibilitas

xi

 

Thermi

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Reflek

Reflek kulit perut atas

Normal

Normal

Reflek kulit perut tengah

Normal

Normal

Reflek kulit perut bawah Anggota Gerak Atas

Normal

Normal

Motorik

Pergerakan

Aktif

Aktif

Kekuatan

5555

5555

Tonus

Normal

Normal

Trofi

Eutrofi

Eutrofi

Normal

Normal

Normal Tidak dilakukan

Normal Tidak ilakukan

Sensibilitas

Taktil  Nyeri Thermi Reflek

Biseps

+

+

Triseps

+

+

Radius

++

++

Ulna

++

++

-

-

Hoffman-Tromner Anggota Gerak Bawah Motorik

Pergerakan

Terbatas

karena

Terbatas

nyeri

karena nyeri

Kekuatan

5555

5555

Tonus

Normal

Normal

Trofi

Disuse Atrofi

Disuse Atrofi

Taktil

Normal

Normal

 Nyeri

Normal

Normal

Sensibilitas

xii

 

Thermi

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Patella

+

+

Achilles

+

+

Babinsky Chaddock

-

-

Rossolimo

-

-

-

-

Schaefer

-

-

Oppenheim

-

-

Klonus Paha

-

-

Klonus Kaki

-

-

Tes Laseque

-

-

Reflek

Mendel-Bechterew

Tes Kernig Koordinasi, Gait dan Keseimbangan

Hasil Pemeriksaan Pemeriksaan

Cara berjalan

Tidak dilakukan

Test Romberg

Tidak dilakukan

Disdiadokinesis

Tidak dilakukan

Ataksia

Tidak dilakukan

Rebound Phomenon

Tidak dilakukan

Dismetria

Tidak dilakukan Gerakan-gerakan Gerakan-ge rakan Abnormal

Gerakan-gerakan Abnormal

Hasil Pemeriksaan

Tremor

-

Athetosis

-

Miokloni

-

Khorea

Alat Vegetatif

Alat Vegetatif

Hasil Pemeriksaan Tidak ada kelainan (3-4 kali sehari,

Miksi

warna kuning, nyeri (+), darah (-).

xiii

 

Defekasi

BAB 1 kali 2 hari

2.4 Pemeriksaan Penunjang

1.  Pemeriksaan Laboratorium Jenis Pemeriksaan

Hasil

Nilai Normal

WBC

9,82

4000 –  4000 –  11000  11000

HGB

10,6

11 11 –   –  16,5  16,5

RBC

4,69

3,8 –  3,8 –  5,2  5,2

MCV

67,8

80-100

MCH

22,6

27-34

MCHC

333

320-360

PLT

439

100-300

HCT

31,8

35-50

GDS Protein Total

82 -

2,5 cm), tipe pembuluh darah (arteri atau vena), penyebabnya (didapat atau familial/genetik), proses penyakit yang mendasarinya mendasa rinya (infeksi traumatik, inflamasi, neoplastik) dan lokasinya (intrakranial, basis kranii, ekstrakranial, spinal dan sistemik).

xxxiii

 

Aneurisma dapat ruptur kapan saja tetapi terutama pada saat tekanan darah atau aliran darah meningkat. Ruptur sering terjadi saat melakukan aktivitas berat seperti mengangkat beban, latihan, berhubungan badan, defekasi dan melakukan pekerjaan berat. Walaupun begitu aneurisma juga dapat ruptur pada saat sedang beristirahat atau tidur. Semakin besar ukuran aneurisma maka semakin besar kemungkinannya kemungkinannya untuk ruptur. Aneurisma dapat menimbulkan penekanan terhadap jaringan otak di dekatnya atau kompresi saraf kranial. Giant aneurysm terutama paling sering menimbulkan gejala dan tanda defisit neurologis fokal sehubungan dengan efek massa. Giant aneurysm pada arteri serebri media dapat menimbulkan bangkitan, hemiparesis atau disfasia. Aneurisma  pada perbatasan antara arteri karotis interna dan arteri komunikans posterior atau pada arteri serebelaris superior dapat menyebabkan penekanan pada nervus ketiga. Giant aneurysm pada arteri serebelaris superior dapat menyebabkan penekanan pada traktus  piramidalis di mesencephalon mesencephalon sehingg sehinggaa terjadi hemiplegia kontralateral kontralateral (sindrom Weber). Weber). Pada sinus kavernosus, aneurisma dapat menimbulkan penekanan pada nervus kranialis ketiga, keempat dan keenam yang mengakibatkan oftalmoplegia. Aneurisma pada arteri oftalmika dapat menyebabkan neuropati nervus optikus karena efek kompresifnya sehingga mengakibatkan mengakibatkan visual loss. f. 

Meningioma

Meningioma adalah tumor otak yang berasal dari sel-sel yang terdapat pada lapisan meningen yang merupakan selaput pelindung yang melingkupi otak dan medulla spinalis. Meningioma merupakan tumor jinak tersering dan mengenai sekitar 15% dari keseluruhan tumor intrakranial. tidak terdapat faktor etiologi yang secara pasti menyebabkan meningioma.  Namun, terdapat kemungkinana bahwa trauma kepala dapat menjadi predisposisi  berkembangnya  berkemba ngnya meningioma, meningioma, namun masih masih kontroversi. Meningioma berasal dari lapisan arachnoid meningen, terutama sel-sel arachnoid. Klasifikasi meningioma berdasarkan lokasi diantaranya, lokasi tersering meningioma adalah pada area parasagital yang muncul dari dinding sinus sagitalis superior (parasagital) atau dari falx. Lokasi meningioma tersering kedua adalah pada convexitas dari kubah kranium, yang mana umunya berada pada area sutura coronal. Meningioma juga dapat berlokasi pada sphenoid yaitu pada ala minor maupun berasal dari bagian luar phenoid dan menekan ala mayor dan perbatasan pterion (sambungan tulang temporal, perietal dan frontal).

xxxiv

 

Gambar.9 Meningioma berdasarkan letak

Meningioma lebih sering diklasifikasikan berdasarkan posisi dari origo tumor yang akan berhubungan dengan aktivitas biologis tumor, tampilan klinis yang ditimbulkan dan penatalaksanaan serta prognosis pada meningioma. meningioma. Pada meningioma biasanya didapatkan 3 gambaran klinis utama yaitu adanya  peningkatan tekanan intrakanial, adanya gejala neurologis fokal, dan adanya epilepsi. Posisi dari tumor akan menentukan tampilan klinis yang terjadi. Tumor berkembang secara lambat dan biasanya memiliki gejala klinis yang berlangsung lama dan bertahuntahun.

G. meningitis

Meningitis adalah proses inflamasi meningen (selaput otak) khususnya arachnoid dan pia mater berkaitan dengan invasi bakteri. Penyebab paling sering adalah 3  jenis

bakteri

yaitu

Neisseria

meningiitidis

(meningokokus), (meningokokus),

Streptococcus

 pneumonia(pneumokokus)  pneumonia(pn eumokokus) dan Hemophylus Hemophylus influenza. Infeksi yang terjadi menyebabkan selaput meningen meradang dan membengkak serta proses inflamasi yang meradang merangsang

reseptor-reseptor

nyeri

yang

menimbulkan menimbulka n gejala nyeri dan kaku kuduk.

xxxv

ada

pada

selaput

tersebut

sehingga

 

Mekanisme terjadinya meningitis adalah kolonisasi mukosa (dapat berasal dari infeksi saluran nafas atau traktus gastrointestinal), invasi ke ruang intravascular, multiplikasi yang berlanjut pada penembusan sawar darah otak, multiplikasi pada ruang subarachnoid yang kemudian menginduksi reaksi inflamasi dan menyebabkan pleositosis serta gangguan permeabilitas sawar darah otak. Rute lain adalah melalui infeksi  perkontinuitatum (sinusitis atau mastoiditis) serta inokulasi langsung pada patah tulang tengkorak atau shunting ventricular).

BAB IV PEMBAHASAN

Pada kasus ini dilaporkan seorang wanita usia 42 tahun dengan diagnose cephalggia et causa susp. Meningoencephalitis TB, dimana pasien mengalami keluhan

xxxvi

 

nyeri kepala hebat pada seluruh bagian kepala sejak 2 minggu ini. Berdasarkan anamnesis di dapatkan keluhan dirasakan di seluruh bagian kepala yang terasa seperti berdenyutdenyut dan kepala terasa seperti akan pecah. Hal ini timbul dalam hitungan minggu yaitu terjadi selama ±2minggu. Awalnya keluhan nyeri masih berkurang jika pasien mengkonsumsi obat penghilang nyeri kepala ( Paramex  Paramex))  namun belakangan meskipun  pasien mengkonsumsi mengkonsumsi obat yang sama keluhann tidak berkurang. Selain itu pasien juga j uga awalnya mengalami mengalami demam tetapi sering muncul saat nyeri kepala terasa t erasa hebat. Selain itu  pasien juga mengalami mengalami muntah ±2x pada saat pasien mengeluh nyeri kepala, dan  berdasarkan  berdasark an alloanamnesis alloanamnesis dari suami pasien di dapatkan bahwa pasien sempat tidak nyambung saat berbicara (berbicara melantur). Pasien juga mengatakan pandangan  berbayang sejak ±1 minggu ini. Hal ini menunjukkan menunjukkan bahwa telah t elah terjadi proses desak ruang yang menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intracranial yang memunculkan gejala berupa nyeri kepala yang bersifat kronik progresif, penurunan kesadaran dan muntah. Keadaan ini di dukung dengan dilakukannya pemeriksaan fisik, dimana pada  pemeriksaan  pemeriksa an nervus optikus didapatkan ketajaman penglihatan oculi dextra 1/300 dan oculi sinstra 1/300. Pada pemeriksaan nervus abducens didapatkan parese oculi sinistra dan didapatkan diplopia. Pada pemriksaan rangsang meningeal di dapatkan Kaku kuduk (+). Hal ini menunjukkan bahwa pasien mengalami multi cranial nerve palsy dan kemungkinan terjadi iritasi pada selaput meningens dan berdasarkan anamnesis di dapatkan juga trias meningitis yaitu nyeri kepala, demam dan kaku kuduk (+)>. Pada pemeriksaan penunjang, dilakukan pemeriksaan darah rutin, uji faal ginjal dan elektrolit dimana didapatkan kadar normal dari pemeriksaan darah lengkap dan  pemeriksaan  pemeriksa an faal ginjal didapatkan peningkatan dari kadar ureum dan kreatinin yang menandakan menanda kan terjadi insufisiensi ginjal yang didukung dengan usg dan rontgen didapatkan  batu pyelum pada ginjal kanan, dan dari pemeriksaan pemeriksaan elektrolit didapatkan elektrolit imbalance yang kemungkinan kemungkinan besar terjadi akibat low intake. Kemudian dilakukan pemeriksaan MRI kepala tanpa kontras dimana hasilnya didapatkan dilatasi pada semua ventrikel dengan sulci dan systerna basalis merapat dan terdapat enhance abnormal di basal dan leptomeningeal hal ini dapat menjadi penyebab terkompresinya nervus-nervus cranialis sehingga menimbulkan gejala dan tanda pada  pasien. Pada MRI didapatkan dilatasi pada semua ventrikel yang dapat menghambat sirkulasi CSS dan menyebabkan obstruksi sehingga menjadi penyebab terjadinya hidrosephalus. Untuk penatalaksanaan hydrocephalus yang kemungkinan menjadi

xxxvii

 

 penyebab cephalgia berat pada pasien ini diberikan terapi manitol selama perawatan dan  pasien mengalami mengalami nyeri penurunan dari keluhan nyeri kepalanya dan dari dokter bedah saraf di sarankan untuk melakukan pemasangan VP shunt dengan tujuan untuk mengalirkan cairan serebrospinal ke dalam ruang peritoneal sehingga tekanan intracranial dapat diturunkan diturunkan dan diharapkan diharapkan terjadi perbaikan perbaikan dari dari nyeri kepala kepala pasien. pasien.

Dan

 berdasarkan  berdasark an pemeriksaan darah lengkap dan MRI kecurigaan untuk terjadinya meningitis  pada pasien ini masih belum dapat disingkirkan sehingga pasien dipersiapkan dipersiapkan untuk melakukan pemeriksaan LCS untuk menentukan etiologi pada pasien ini untuk tujuan terapi.

BAB V KESIMPULAN

Meningitis adalah proses inflamasi meningen (selaput otak) khususnya arachnoid dan pia mater berkaitan dengan invasi bakteri. Penyebab paling sering adalah 3  jenis

bakteri

yaitu

Neisseria

meningiitidis

(meningokokus), (meningokokus),

Streptococcus

 pneumonia(pneumokokus)  pneumonia(pn eumokokus) dan Hemophylus Hemophylus influenza. Infeksi yang terjadi menyebabkan selaput meningen meradang dan membengkak serta proses inflamasi yang meradang merangsang

reseptor-reseptor

nyeri

yang

ada

pada

selaput

tersebut

sehingga

menimbulkan menimbulka n gejala nyeri dan kaku kuduk. Mekanisme terjadinya meningitis adalah kolonisasi mukosa (dapat berasal dari infeksi saluran nafas atau traktus gastrointestinal), invasi ke ruang intravascular, multiplikasi yang berlanjut pada penembusan sawar darah otak, multiplikasi pada ruang subarachnoid yang kemudian menginduksi reaksi inflamasi dan menyebabkan pleositosis serta gangguan permeabilitas sawar darah otak. Rute lain adalah melalui infeksi  perkontinuitatum (sinusitis atau mastoiditis) serta inokulasi langsung pada patah tulang tengkorak atau shunting ventricular).

xxxviii

 

xxxix

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF