contoh laporan anestesi

October 1, 2017 | Author: yuli | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

fk...

Description

GAMBARAN UMUM EVALUASI DAN PEMERIKSAAN PREOPERATIF Bobbie Jean Sweitzer GAMBARAN UMUM Sebagai ruang lingkup pembedahan dan anestesi yang telah beranjak ke lingkungan pasien rawat jalan dengan mayoritas pasien datang ke rumah sakit sesaat sebelum menjalani prosedur operasi, ahli anestesi telah berusaha sebaik-baiknya untuk melakukan evaluasi preoperatif. Penilaian preoperatif dan penanganan lanjutan dilakukan untuk mengubah prosedur dalam menata rumah sakit tradisional menjadi sesuai untuk operasi. Dengan kemajuan teknologi, minimal invasif dan prosedur pembedahan resiko rendah dapat dilakukan pada pasien dengan banyak kelainan atau pada orang usia lanjut, pada individu yang lemah. Demikian juga, spesialis non-bedah seperti ahli gastroenterologi, ahli radiologi, dan ahli kardiologi melakukan tindakan yang membutuhkan jasa pelayanan anestesi. Dokter diminta untuk mengembangkan metode inovasi dalam menangani pasien sebagai wujud perkembangan bidang kesehatan. Secara tradisional resiko pembedahan telah disadari lebih penting dari resiko anestesi. Saat ini anestesi umum memerlukan peralatan airway berhubungan dengan gangguan fisik yang dapat menjadi resiko signifikan dan lebih besar dibanding pembedahan itu sendiri pada beberapa individu dengan resiko tinggi. Sering pasien memiliki masalah multiple, kompleks, yang memerlukan keahlian dan kemampuan tingkat

mahir

dalam

penanganannya.

Hasil

pemeriksaan

kesehatan

pada

subspesialisasi menghasilkan pembagian dalam perawatan dan intervensi, informasi, dan keahlian. Kewajiban petugas kesehatan adalah menyimpulkan informasi penting dan membagi informasi tersebut kepada petugas lain dapat menjadi tantangan. Semua hal ini dapat menjadi kerja keras bidang kesehatan untuk meningkatkan mutu dan kesadaran dalam pembayaran di bidang kesehatan.

1

Bukti pemeriksaan menunjukkan bahwa masa perioperatif (pemilihan obat, kedalaman anestesi, kejadian yang tidak diharapkan) dapat mengakibatkan konsekuensi kesehatan jangka panjang. Evaluasi preoperatif dapat menjadi ”jendela keberuntungan” untuk penanganan pencegahan dan perbaikan terapi penyakit kronik sama baiknya dengan pemberian motivasi, masa perbaikan kesehatan untuk pasien, sehingga dokter dan perawat perioperatif harus memperluas dan meningkatkan pengetahuannya1,2. Petugas kesehatan mengevaluasi dan mempersiapkan pasien yang akan menjalani anestesi, pembedahan, dan meningkatkan berbagai intervensi dalam menghadapi hambatan dengan menciptakan cara baru dan melaksanakannya. Pada usia lanjut, pasien dengan penyakit multipel kronik kompleks datang kepada kita untuk mendapatkan perawatan. Tujuan penilaian preoperatif adalah sebagai berikut: 1. Untuk menilai kondisi kesehatan yang dapat mempengaruhi penanganan perioperatif. 2. Untuk menangani dan memperbaiki kelainan yang dapat mempengaruhi penanganan perioperatif. 3. Untuk menilai resiko anestesi dan pembedahan dan menurunkan resiko dengan mengubah prosedur rencana atau dengan memperbaiki kondisi pasien. 4. Untuk mengidentifikasi pasien yang mungkin memerlukan teknik anestesi khusus atau penanganan postoperatif. 5. Untuk menentukan hasil akhir dalam membuat keputusan penanganan perioperatif. 6. Untuk mengajarkan pasien dan keluarganya tentang anestesi dan kejadian perioperatif. 7. Untuk memperoleh informed consent. 8. Untuk meberikan fasilitas tepat pada waktunya dan menghindari penundaan pada hari operasi. 9. Untuk memberikan motivasi pada pasien agar mematuhi perawatan preventif (seperti berhenti merokok, menurunkan berat badan, atau mematuhi rencana perawatan). 10. Untuk memeriksa, mengembangkan, dan memberikan bukti pemeriksaan berdasarkan fakta.

2

11. Untuk melatih individu mengenai seni dan ilmu pengetahuan dalam penilaian preoperatif dan mengoptimalkan kondisi pasien yang dapat mempengaruhi operasi. Data Australian Incident Monitoring Study (AIMS) menunjukkan bahwa 11% laporan mengidentifikasi penilaian preoperatif yang tidak adekuat atau tidak benar (478 dari 6.271) atau persiapan preoperatif (248 dari 6.271)3. Kejadian yang tidak diinginkan 3,1% (197) tidak dapat disangkal berhubungan dengan penilaian preoperatif yang tidak memadai atau tidak benar. Pada 197 pasien ini 23 pasien tidak sehat dan 7 pasien meninggal. Peneliti menyimpulkan bahwa faktor kontribusi hanya 1% pada waktu itu. Lebih dari setengah peristiwa dapat dicegah; tambahan 21% kemungkinan bisa dicegah. Kejadian yang tidak dapat dicegah hanya 5% kasus. Hampir seperempat waktu, kegagalan komunikasi disebut sebagai faktor yang paling signifikan. Analisis pertama dari 2.000 laporan kepada AIMS menemukan kenaikan enam kali lipat peningkatan kematian pada pasien akibat penilaian preoperatif yang tidak adekuat4. Pada penelitian anestesi yang berbeda yang berhubungan dengan kematian perioperatif, 53 dari 135 kematian diakibatkan penilaian dan penanganan preoperatif yang salah5. Komplikasi lanjut, dan tidak disangka pada postoperatif dapat secara signifikan diturunkan dengan skrining preoperatif dan komunikasi dengan pasien 6. Status kesehatan preoperatif dapat memperkirakan hasil akhir operasi. Persiapan preoperatif dan edukasi dapat memfasilitasi penemuan dan penurunan kesalahan postoperatif. Cemas, nyeri postoperatif, dan istirahat yang lama jelas mempengaruhi perawatan preoperatif. Dalam penelitian tingkah laku di Kanada dan Skotlandia, pasien mengutamakan bertemu dengan ahli anestesi untuk mengetahui informasi mengenai penanganan nyeri, metode anestesi alternatif, dan komplikasi7. Beberapa ahli anestesi mengadakan evaluasi preoperatif, mempelajari penelitian diagnostik (dipilih dan diperintahkan oleh orang lain), mendiskusikan resiko anestesi, dan memberikan informed consent sebelum pasien mendapatkan tindakan, potensi kesembuhan atau prosedur yang jelek. Tindakan ini memberikan sedikit manfaat untuk mengoptimalkan kondisi yang tidak normal atau menurunkan resiko. Secara sah, moral,

3

dan fisiologis, hubungan ahli anestesi dan pasien terkesan kaku dan sering pada situasi yang tidak menyenangkan. Efek dari pemberitahuan tersebut menjadi tekanan bagi pasien dan keluarganya pada saat ketika mereka kemungkinan mempersiapkan kondisi bila sakit untuk menyadari dampaknya secara rasional. Peningkatan kecemasan selama preoperatif mempengaruhi hasil dari postoperatif karena peningkatan kecemasan berhubungan dengan peningkatan kebutuhan analgesik postoperatif dan mempelambat proses penyembuhan dan lebih lama dirawat di rumah sakit. Kecemasan mengganggu daya ingat, dengan pelayanan medikolegal karena komunikasi atau diskusi yang kurang mengenai resiko anestesi. Evaluasi preoperatif harus sesuai dan efisien untuk pasien dan tim medis. Evaluasi dapat mengurangi biaya operasi dan perubahan waktu, penundaan, lama masa rawat inap di rumah sakit, dan komplikasi postoperatif6. Kunjungan preoperatif harus meliputi banyak hal dan termasuk rencana perawatan setelah pembedahan. Ahli anestesi harus beradaptasi dengan praktek tersebut untuk memberikan pelayanan terbaik bagi pasien. Pada skala minimum, pedoman dari American Society of Anestesiologists (ASA) menunjukkan bahwa kunjungan preanestesi harus termasuk hal-hal berikut: 

Wawancara dengan pasien atau perwakilan dari tim medis untuk meninjau riwayat penggunaan obat, anestesi dan riwayat berobat sebelumnya.



Pemeriksaan fisis yang tepat.



Memeriksa data diagnostik (laboratorium, elektrogardiogram, radiologi, dan konsultasi).



Menetapkan skor status fisik ASA (ASA-PS) (Tabel 2.1)



Perumusan dan diskusi mengenai rencana anestesi dengan pasien atau orang dewasa. Pada awal 1949 konsep anestesi untuk pasien rawat jalan telah dikemukakan.

Beberapa klinik tidak memberikan informasi yang diperlukan pasien, rekam medik, dan sebagainya yang seharusnya diketahui pasien. Beberapa ahli anestesi mempercayakan dokter lain agar mempersiapkan pasien untuk pembedahan, tanpa memperhatikan apakah sesuai dengan pedoman anestesi atau tidak. Dokter tersebut mungkin tidak

memiliki

keahlian

dalam

penilaian preoperatif

dan sedikit

memahami tentang tujuan pembedahan dan anestesi. Peran utama pelayanan dokter,

4

Tabel 2.1. Klasifikasi Status Fisik American Society of Anesthesiologists (ASA) ASA 1

Pasien sehat tanpa penyakit organik, biokimia, atau psikiatrik.

ASA 2

Pasien dengan penyakit sistemik ringan (seperti asma ringan atau hipertensi terkontrol). Tidak mempengaruhi aktivitas sehari-hari. Tidak mempengaruhi anestesi dan pembedahan.

ASA 3

Pasien dengan penyakit sistemik berat atau signifikan yang membatasi aktivitas normal (seperti gagal ginjal dengan dialisis atau gagal jantung kongestif kelas 2). Mempengaruhi aktivitas sehari-hari secara signifikan. Kemungkinan mempengaruhi anestesi dan pembedahan.

ASA 4

Penyakit

berat

yang

menetap

yang

mengancam

jiwa

atau

membutuhkan terapi intensif (seperti infark miokard akut, kegagalan pernapasan yang memerlukan ventilasi mekanik). Aktivitas sehari-hari sangat terbatas. Memberikan pengaruh yang sangat kuat pada anestesi dan pembedahan. ASA 5

Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa pembedahan hidupnya tidak akan lebih dari 24 jam.

ASA 6

Kematian batang otak, tetapi organ masih dapat didonorkan.

Klasifikasi indikasi pembedahan darurat. Dari http://www.asahq.org/clinical/ physicalstatus.htm. Diakses pada 13 April 2007.

ahli bedah atau spesialis lain adalah untuk ”membersihkan” pasien atau mengantisipasi kesalahan adalah hal yang wajar. Kepercayaan ini mungkin sesuai untuk beberapa penyakit dan pasien tertentu, atau untuk penatalaksanaan keadaan kehidupan sehari-hari. Untuk menurunkan komplikasi jangka panjang dari tekanan prosedur pembedahan dan anestesi adalah sangat berbeda. Beberapa praktek sederhana ahli anestesi meninjau informasi yang diberikan untuk mereka tetapi terjadi kesalahan dalam pelaksanaanya. Minimal, ahli anestesi harus mengembangkan pedoman untuk pemeriksaan langsung, menentukan proses evaluasi, dan memberikan

5

pengobatan preoperatif dan instruksi puasa. Contoh pedoman ditunjukkan pada Tabel 2.2 dan 2.3 dan Gambar 2.1. Tabel 2.2. Pedoman Pemeriksaan Preoperatif untuk Pasien Sehat (Status Fisik 1 American Society of Anesthesiologists) Tipe Prosedur

Status Invasif

Percobaana-c

Resiko rendah (seperti biopsi

Minimal

Berdasarkan kreatinin jika

payudara, artroskopi lutut,

prosedur memerlukan

katarak)

injeksi kontras.

Resiko sedang (seperti hernia

Sedang

Berdasarkan kreatinin jika

inguinal atau lumbar

prosedur memerlukan

laminektomi)

injeksi kontras atau pasien >55 tahun.

Resiko tinggi (seperti prosedur

Tinggi

CBC; berdasarkan kreatinin

dengan kehilangan darah yang

jika prosedur memerlukan

signifikan)

injeksi kontras atau pasien >

55 tahun. CBC = complete blood count (pemeriksaan darah lengkap) a

Hasil dari pemeriksaan laboratorium tidak lebih dari 6 bulan setelah pembedahan adalah sesuai

kecuali jika kelainan utama muncul atau kondisi pasien sudah berubah. b

Tes kehamilan sebelum pembedahan tidak dianjurkan sebelum hari pembedahan. Riwayat yang teliti

dan keputusan praktis apakah tes kehamilan diindikasikan. c

Usia, satu-satunya, tidak menjadi indikasi untuk elektrokardiogram (EKG). Penggantian biaya untuk

pemeriksaan EKG tergantung indikasi (pucat, pusing, hipertensi) atau diagnosis yang dicatat dari riwayat atau pemeriksaan fisik. EKG baru tidak diperlukan jika hasil dari EKG selama 6 bulan pembedahan normal dan kondisi pasien tidak berubah.

Tabel 2.3. Petunjuk Pemeriksaan Preoperatif Berdasarkan Kondisi Penyakit

6

Penyakit Berdasarkan Indikasi Penyalahgunaan alkohol Anemia Kelainan perdarahan (perorangan atau keturunan) Penyakit kardiovaskuler Penyakit serebrovaskuler Diabetes Penyakit Hepar Paparan Hepatitis (baru) Kondisi hiperkoagulasi Penyakit intrakranial Keganasan Malnutrisi, malabsorbsi Obsesitas abnormal Penyakit vaskuler perifer Toleransi latihan yang jelek Kemungkinan kehamilan Penyakit paru Apnea sewaktu tidur Merokok > 40 bungkus bertahun-tahun Sistemic Lupus Eritomatosus Penyakit tiroid UTI (atau suspek)

CBC; EKG; elektrolit, LFTs; platelet, PT CBC CBC; LFTs; platelet; PT; PTT CBC; kreatinin; foto thoraks; EKG; Elektrolit Kreatinin, glukosa, EKG Kreatinin, elektrolit, glukosa, EKG CBC, kreatinin, elektrolit, LFTs; platelet; PT LFTs PTT Elektrolit, glukosa, EKG CBC, platelet, foto thoraks Albumin, CBC, EKG, elektrolit, PT Glukosa, EKG Kreatinin, EKG CBC; EKG β-hCG CBC; EKG; foto thoraks CBC; EKG CBC; EKG; foto thoraks Kreatinin, EKG, foto thoraks TFTs U/A

Indikasi Berdasarkan Terapi Terapi radiasi Penggunaan warfarin Penggunaan digoxin Penggunaan diuretik Penggunaan steroid

CBC; EKGb; foto thoraks PT Elektrolit; EKG Kreatinin, elektrolit, EKG Glukosa, EKG

Prosedur Berdasarkan Indikasi Prosedur dengan kehilangan darah yang signifikan Radiografi injeksi kontras

CBC; T & S Kreatinin

CBC, complete blood count; EKG, elektrokardiogram; β-hCG, tes kehamilan; LFTs, tes fungsi hati (alkalin fosfatase, alanin aminotransferase [ALT], aspartat aminotransferase [AST], albumin, bilirubin); PT, protrombin time; PTT, waktu parsial protrombin; PTT, waktu parsial tromboplastin; T & S, tipe dan skrining; TFTs, tes fungsi tiroid (thyroid stimulatinghormone [TSH], T3, T4); U/a, urinalisis. Semua tes valid selama 6 bulan sebelum pembedahan kecuali pasien memiliki kelainan atau kondisi pasien telah berubah, dengan pengecualian β-hCG untuk kehamilan. Pedoman tidak dapat dilaksanakan untuk prosedur resiko rendah dimana tes hanya diindikasikan jika kondisi medis baru didiagnosis atau tidak stabil. a

Untuk aktivitas, proses akut atau signifikan dispnea dengan proses kronik

b

Hanya jika radiasi pada payudara, dada, paru, atau thoraks.

Penyederhanaan Evaluasi Jantung untuk Pembedahan Non-jantung

7

1 : Operasi Darurat

Siapkan operasi dengan penurunan resiko pembedahan dan pengamatan perioperatif

2 : Kondisi Aktif Jantung  Unstable Coronary Syndrom (unstable atau angina berat, MI baru)  Gagal jantung dekompensasi (HF, onset baru, NYHA kelas IV)  Aritmia signifikan (Mobitz II atau heart block derajat 3, takikardi supraventrikular atau atrium fibrilasi dengan rapid ventrikular, aritmia ventrikular simtomatik atau bradikardi, ventrikular takikardi baru)  Penyakit katup berat (stenosis aorta atau mitral berat)

Menunda operasi sampai keadaan stabil atau baik

3 : Pembedahan Resiko Rendah (Resiko 2,0 mg/dl) atau gagal ginjal adalah faktor resiko signifikan untuk penyakit jantung iskemik. Beberapa pasien memiliki resiko yang sama dengan pasien angina atau infark miokard 17 (Gbr. 2.1). Jadwal terapi pengganti ginjal (dialisis) perlu untuk ditentukan. Waktu ideal untuk pembedahan adalah tidak lebih dari 24 jam setelah dialisis. Muskuloskeletal Kelainan bentuk dan inflamasi kronik merupakan komponen utama dari kelainan muskuloskeletal. Kelainan bentuk dapat menunjukkan perubahan potensial pada jalan nafas dan penatalaksanaan anestesi regional. Inflamasi kronik dan penyakit vaskulopati

yang

berhubungan

seperti

artritis

reumatoid,

erythematosus (SLE), dan skleroderma sering kali

systemic

lupus

mempengaruhi disfungsi

multiorgan. Kardiovaskular, pulmonal, ginjal, hematologi, gastrointestinal, sistem saraf pusat dan saraf tepi dapat terlibat. Endokrin Penyakit diabetes dan tiroid merupakan penyakit endokrin yang paling sering ditemui pada saat perioperatif. Diabetes merupakan faktor resiko disfungsi multiorgan, dengan insufisiensi ginjal, strok, neuropati perifer, dan penyakit kardiovaskular paling lazim ditemukan. Diabetes merupakan faktor resiko signifikan untuk penyakit jantung iskemik, sehingga pasien dapat dievaluasi hanya sebagai pasien dengan angina atau infark miokard17 (Gbr.2.1).

17

Kanker Pasien dengan riwayat kanker dapat memiliki kondisi yang berhubungan dengan penyakit atau penatalaksanaan. Evaluasi preoperatif fokus pada evaluasi jantung, paru, sistem neurologi dan hematologi. Radiasi kepala dan leher sebelumnya dapat menyebabkan penyakit arteri karotis, hipotiroid, atau kesulitan dalam penanganan airway. Radiasi mediastinum, dinding dada, atau atau payudara kiri dapat menyebabkan kelainan, kardiomiopati, kelainan katup, dan CAD prematur walaupun tanpa faktor resiko tradisional20. Usia Lanjut Kronologis usia merupakan penentuan yang kurang penting dari hasil pembedahan dengan kondisi kesehatan dan psikologis. Usia lebih dari 70 tahun merupakan perkiraan dari penyebab kematian postoperatif, disfungsi kognitif, komplikasi mayor perioperatif, dan rawat inap di rumah sakit lebih lama 21. Fungsi organ menurun pada usia lanjut, yang memberi reaksi berbeda dari pengobatan dan memiliki beberapa penyakit penyerta dibandingkan dengan usia muda. Satu penelitian menemukan penyakit penyerta pada 95% pasien geriatri dijadwalkan untuk pembedahan. Pada postoperatif ditemukan 35% pasien memiliki komplikasi jantung dan pulmonal yang berhubungan dengan kondisi penyakit penyerta, dan beberapa kondisi telah dapat diprediksi pada saat preoperatif22. Penelitian lain mengemukakan bahwa rata-rata komplikasi perioperatif pada pasien usia sangat lanjut (>85 tahun) tidak menghambat pembedahan21. Penyalahgunaan Zat Pasien yang mengkonsumsi alkohol berlebihan atau obat narkotik tidak dapat memberikan keterangan yang bisa dipercaya. Kecanduan dapat beresiko pada komplikasi perioperatif meliputi tanda-tanda ketergantungan, intoksikasi akut, dan toleransi terhadap anestesi dan pengobatan opioid, infeksi, atau kerusakan organ vital. Obat intravena lebih tepat dalam mengevaluasi kardiovaskuler, pulmonar, neurologik,

18

dan komplikasi infeksi. Riwayat konsumsi alkohol membutuhkan penilaian terhadap kardiovaskuler, hepatik, dan neurologik. Tentukan kapan dan berapa lama waktu pasien dapat berhenti mengkonsumsi alkohol atau obat adiktif. Ketika mereka berhenti, apakah delirium atau serangan atau tanda-tanda ketergantungan yang lainnya akan semakin berkembang? Petugas klinik preanestesi harus merujuk pasien dengan ketergantungan kepada spesialis atau bagian atau meresepkan obat untuk mencegah tanda-tanda ketergantungan selama periode perioperatif jika pasien ingin pantangan. Pemeriksaan Fisik Minimal, pemeriksaan preanestesi harus meliputi tanda vital (seperti tekanan darah, nadi, pernapasan dan saturasi oksigen), tinggi dan berat badan. Indeks massa tubuh (IMT) adalah salah satu di antara beberapa faktor yang terkait dengan perkembangan penyakit kronik seperti penyakit jantung, kanker, atau diabetes 23. Bentuk perhitungan IMT adalah sebagai berikut : English Formula IMT =

Berat dalam pound (Berat dalam inci) x (Berat dalam inci)

x 703

Metric Formula IMT =

Berat dalam kilogram (Berat dalam meter) x (Berat dalam meter)

atau IMT =

Berat dalam kilogram (Berat dalam centimeter) x (Berat dalam centimeter)

x 10.000

19

IMT ≥ 40 menunjukkan obesitas ekstrim; derajat obesitas dalam IMT adalah 30 sampai 39,9. Seseorang dengan overweight memiliki IMT 25 sampai 29,9. Tabel 2.5 memaparkan kategori IMT untuk dewasa. Tabel 2.5. Indeks Massa Tubuh (IMT) Untuk dewasa lebih dari 20 tahun IMT Di bawah 18,5 18,5 – 24,9 25,0 – 29,9 30,0 dan lebih Untuk Anak dan Remaja Underweight Normal Resiko overweight Overweight

Status Berat Badan Underweight Normal Overweight Obese IMT – berdasarkan usia dibawah persentil 5 IMT – berdasarkan usia antara persentil 5-85 IMT – berdasarkan usia antara persentil 85-95 IMT – berdasarkan usia di atas persentil 95

Sumber : www.cdc.gov

Jarang pasien memiliki tekanan darah yang meningkat selama kunjungan preoperatif, bahkan tanpa riwayat hipertensi. Peningkatan tekanan darah dapat disebabkan kecemasan atau tidak meminum dosis obat seperti biasanya sebelum perjanjian atau prosedur operasi. Tekanan darah pada saat kunjungan tidak mewakili kontrol tekanan darah selama ini. Pengukuran tekanan darah harus diulangi, khususnya setelah pemberian obat penenang jika direncanakan, atau diperoleh dari rekam medis atau dengan menanyakan pasien. Inspeksi airway dapat menjadi komponen yang paling penting dari pemeriksaan fisik dari ahli anestesi. Tanpa pelatihan khusus dalam evaluasi dan penatalaksanaan airway, termasuk teknik mahir seperti intubasi fiberoptik, tidak semua ahli anestesi mampu melakukan penilaian yang adekuat. Lihat Tabel 2.6 untuk komponen penilaian airway. Pencatatan penilaian airway termasuk skor mallampati, status gigi, gerakan leher, perputaran leher (ukuran yang meningkat diperkirakan sulit dilakukan laringoskopi), jarak tiromental, posisi tubuh, dan kelainan lainnya24, 25. Karena

20

Tabel 2.6. Komponen pemeriksaan airway Panjang gigi seri atas Kondisi gigi Hubungan gigi seri atas (maksila) ke gigi seri bawah (mandibula) Kemampuan mendorong gigi seri bawah (mandibula) di depan gigi seri atas (maksila) Jarak antara gigi seri atau gusi (jika ompong) Jarak penglihatan ke uvula Adanya rambut yang banyak pada daerah wajah Pemenuhan ruang mandibula Jarak tiromental Panjang leher Ketebalan atau keliling leher Jarak pergerakan kepala dan leher kejadian frekuensi relatif dari cedera gigi selama anestesi, pencatatan yang teliti mengenai kelainan gigi sebelum dilakukan tindakan adalah bermanfaat. Grafik gigi (Tabel 2.7) atau nomenklatur standar (Gbr. 2.3) juga dapat membantu. Setelah pemeriksaan, merupakan waktu yang baik untuk berdiskusi dengan pasien mengenai pilihan penatalaksanaan airway atau teknik lain dari anestesi umum. Jika masalah airway telah diidentifikasi, rencana selanjutnya adalah memastikan bahwa peralatan dan tenaga terlatih tersedia.

Gambar 2.3. Nomenklatur standar gigi

21

Tabel 2.7. Klasifikasi gigi (contoh) Gigi seri atas, tengah kiri Gigi seri atas, tengah kanan Gigi seri bawah, kiri tengah Gigi seri bawah, kanan tengah Gigi seri atas, lateral kiri Gigi geraham depan atas, kiri Gigi geraham pertama atas, kiri Gigi geraham kedua atas, kiri Gigi geraham ketiga sampai kelima atas, kiri

Gigi #9 Gigi #8 Gigi #24 Gigi #25 Gigi #10 Gigi #11 Gigi #12 Gigi #13 Gigi #14 sampai 16

Evaluasi jantung, paru-paru, kulit, dan sistem organ yang berhubungan dengan penyakit yang dilaporkan pasien adalah perlu. Auskultasi murmur jantung, gangguan ritme, dan tanda-tanda overload volum; inspeksi nadi dan vena sentral dan perifer; dan adanya edema ekstremitas adalah penting untuk diagnostik dan penatalaksanaan resiko. Pasien dinilai dari bunyi jantung ketiga (S3) atau keempat (S4), bising, desakan vena jugular, ascites, hepatomegali, dan edema. Kesulitan pada preoperatif yaitu untuk menentukan etiologi murmur jantung dan membedakan antara murmur signifikan dengan hal-hal lain yang tidak penting. Diastolik murmur selalu patologis dan membutuhkan evaluasi lebih lanjut. Stenosis aorta menyebabkan sistolik ejection murmur, paling baik didengar pada perbatasan sternum kanan atas dan biasa menjalar sampai ke leher. Stenosis aorta adalah kelainan katup yang paling sering di Amerika Serikat, menyerang 2% sampai 4% orang dewasa berusia lebih dari 65 tahun; stenosis berat berhubungan dengan komplikasi perioperatif resiko tinggi. Observasi apakah pasien dapat berjalan menaiki satu sampai dua anak tangga dapat memperkirakan variasi komplikasi postoperatif termasuk penyakit jantung dan paru serta kematian dan bantuan dalam mengambil keputusan dengan memperhatikan keperluan pemeriksaan khusus selanjutnya seperti tes fungsi paru atau tes tekanan jantung noninvasif26 (Gbr. 2.1). Pemeriksaan pulmonal meliputi auskultasi untuk mendengar wheezing dan penurunan atau bunyi pernapasan yang abnormal. Catat adanya sianosis atau bengkak, penggunaan otot asesoris, dan upaya untuk bernapas.

22

Pemeriksaan dasar neurologis mendokumentasikan defisit status mental, cara berbicara, nervus cranial, cara berjalan, dan fungsi motorik dan sensorik. Untuk pasien dengan defisit atau penyakit atau mereka yang akan menjalani operasi, pemeriksaan neurologis tambahan yang lebih ekstensif untuk kelainan spesifik sebelum dilakukan operasi dapat membantu menegakkan diagnosis, keterlibatan posisi, sebagai dasar evaluasi postoperatif dari defisit baru, dan menetapkan dasar untuk mempertahankan melawan tuntutan malpraktek yang potensial. Obesitas, hipertensi, dan diameter leher yang besar diperkirakan memiliki kemungkinan lebih besar untuk obstruksi sleep apnea (OSA)27. Jalur jalan masuk intravena dicatat. Jika jalur terbatas, kemungkinan penempatan jalur pusat didiskusikan dengan pasien atau persiapan dibuat untuk membantu intervensi radiologi. Auskultasi untuk mendengar bruit dilakukan pada pasien dengan riwayat radiasi kepala dan leher, strok, atau transient ischemic attack (TIA). DOKUMENTASI Seringkali, evaluasi preoperatif dilakukan pada tempat dan waktu yang berjauhan dari campur tangan anestesi oleh petugas yang tidak mengetahui tentang anestesi. Oleh karena itu, diperlukan metode komunikasi yang baik. Permasalahan komunikasi merupakan masalah lazim dalam masa perioperatif. Modern, sistem informasi yang up-to-date mempersingkat penerimaan informasi, biaya penyimapanan, dan transfer data pasien di antara penyedia pelayanan primer, laboratorium, konsultan, ahli bedah, dan ruang

operasi

serta klinik

perorangan.

Beberapa

institusi

telah

mengembangkan program computer-base pada tempat mereka (Gbr 2.4 dan 2.5) dan menyediakan variasi produk komersial. Produk ini dapat menjadi sederhana seperti kuisioner atau seperti sistem yang kompleks dan cepat dengan peralatan yang mendukung keputusan untuk tes diagnostik atau konsultasi, data komputer dokter, hubungan langsung dengan data laboratorium, dan dapat mencetak instruksi pasien (Gbr. 2.6) dan kesimpulan evaluasi.

23

Gambar 2.4. Komputerisasi anamnesis pasien

Gambar 2.5. Komputerisasi pemeriksaan fisik pasien

24

PEMERIKSAAN PREOPERATIF Pemeriksaan diagnostik dapat membantu dalam menilai resiko anestesi dan pembedahan, pedoman intervensi medis untuk resiko lebih rendah, dan menyediakan hasil dasar untuk keputusan langsung intra- dan postoperatif. Pilihan pemeriksaan laboratorium tergantung pada kemungkinan pengaruh hasil tes pada diagnosis banding dan penatalaksanaan pasien. Pemeriksaan preoperatif mungkin perlu untuk menentukan nilai dasar (tetapi memiliki manfaat yang terbatas pada tujuan ini), evaluasi kondisi kesehatan saat ini, dan menentukan diagnosis pada individu yang asimtomatik dengan faktor resiko penyakit yang telah diketahui. Pemeriksaan seharusnya dilakukan hanya jika hasilnya akan memberikan informasi untuk melanjutkan prosedur rencana atau mengubah rencana perawatan. Hasil dari ananmnesis dan pemeriksaan fisik langsung memerlukan beberapa tes. Tabel 2.2 terdiri dari anjuran tes berdasarkan kondisi dan prosedur kesehatan tertentu. Pasien yang sehat, tanpa mempertimbangkan usia, yang akan menjalani prosedur resiko rendah atau sedang tanpa perkiraan kehilangan darah yang signifikan adalah tidak sama dengan manfaat beeberapa tes yang lain. Perkiraan prosedur dengan injeksi kontras atau pada pasien dengan usia > 55 tahun, dengan skrining level kreatinin merupakan indikasi. Apabila terdapat kemungkinan kehamilan, tes kehamilan harus dilakukan. Tabel 2.3 mendaftarkan anjuran hanya pada kondisi di bawah ini, apabila hasil: 

Menegaskan kelainan suspek dari anamnesis dan pemeriksaan fisik.



Perubahan, penundaan, atau penangguhan prosedur pembedahan.



Perubahan penatalaksanaan anestesi dan pengobatan.



Perubahan pemantauan atau perawatan intra- atau postoperatif. Peranan ASA mengharuskan penemuan hasil tes valid untuk jangka waktu 6

bulan sebelum pembedahan jika riwayat kesehatan tidak banyak berubah8.

25

Instruksi Pasien untuk : Bogus 5/13/2003 MHD#: 9999999 Pada hari sebelum operasi Anda sebaiknya mengambil pengobatan reguler, kecuali jika diinstruksikan. Pada pagi hari saat operasi, silahkan menggunakan pengobatan yang telah dipilih seperti yang ditunjukkan di bawah ini, dengan air. OBAT INSTRUKSI Labetolol Berikan pada pagi hari pembedahan Minoxidil Berikan pada pagi hari pembedahan Procardia Berikan pada pagi hari pembedahan Vasotec Berikan pada pagi hari pembedahan Calcium Jangan berikan pada pagi hari pembedahan Renegel Jangan berikan pada pagi hari pembedahan INSTRUKSI KHUSUS YANG LAIN : JANGAN makan atau minum setelah TENGAH MALAM pada malam sebelum pembedahan, kecuali KONSUMSI OBAT SESUAI PETUNJUK dengan sedikit air. Hari ini, ahli anestesi atau asisten dokter berbicara kepada Anda mengenai berbagai macam perbedaan anestesi yang mungkin menjadi pilihan untuk Anda.Bagaimanapun, Pilihan anestesi tidak dibuat sampai hari prosedur operasi Anda dengan ahli anestesi yang akan menangani Anda. Anda akan memiliki kesempatan yang baik untuk bertemu ahli anestesi pada hari prosedur pembedahan Anda untuk bertanya dan membuat keputusan akhir. Silahkan menunggu di ruang operasi selambat-lambatnya satu jam sebelum jadwal pembedahan kecuali Anda diinstruksikan untuk melakukan hal yang lain. Anda harus didampingi kerabat yang selalu ada di sekitar Anda jika Anda telah mendapatkan anestesi pada hari pembedahan. Anda tidak diperbolehkan untuk mengemudi sendiri ke rumah, pulang ke rumah, atau mengendarai bus setelah menerima anestesi. Jika Anda memiliki anak yang menjalani pembedahan, jangan tinggalkan ruangan! Anak Anda akan memrlukan Anda ketika ia terbangun setelah pembedahan. Simpan semua perhiasan, uang dan barang berharga lainnya di rumah. Catatan: termasuk cincin di perut, telinga, hidung, lidah dan atau wajah. Jangan menggunakan make-up di rumah sakit. Setelah perawat telah melengkapi lembar penilaian dan infus intravena telah dipasang Anda akan dipersilahkan untuk dikunjungi satu orang pada area pre-op. Tidak ada makanan atau minuman yang diperbolehkan pada area pre-op. Hari ini Anda bertemu Dokter Anestesi untuk mendiskusikan rencana anestesi. Anda akan dihubungi jika follow up harus diselesaikan. Kami memiliki nomor telepon untuk menghubungimu: 666-666-6655 Jika Anda memiliki pertanyaan berkaitan anestesi atau pengobatan, hubungi petugas anestesi, perawat pada Klinik Perioperatif Anestesi (773) 834-7255. Jika Anda memiliki pertanyaan mengenai pembedahan (waktu, tempat, dan jenis pembedahan) hubungi dokter ahli bedah: Dokter Ahli Bedah Telp : (733) 834-7255 Fax : (733) 834-7137

26

Gambar 2.6. Contoh instruksi pasien Elektrokardiogram (EKG) EKG adalah salah satu tindakan yang paling sering dilakukan pada tes preoperatif. Beberapa EKG dilakukan tanpa pemahaman yang jelas mengenai manfaatnya. EKG normal menambah sedikit informasi untuk evaluasi preoperatif, dan sedikit kelainan cukup lazim ditemukan. Beberapa kelainan pada EKG istirahat preoperatif kemungkinan besar mengubah penatalaksanaan. EKG preoperatif dapat menentukan dasar perbandingan postoperatif. Hal ini kemungkinan besar merupakan alasan yang paling penting untuk melakukan EKG preoperatif, namun hingga saat ini belum diteliti. Komplikasi kardiovaskular di antara kejadian berlawanan yang paling sering ditemukan intra- dan postoperatif dan EKG penting dalam mengevaluasi pasien dengan suspek beberapa penyakit. Karena pasien dengan resiko komplikasi kardiovaskular kemungkinan besar kurang memiliki kondisi normal postoperatif, adanya perbandingan EKG mungkin bermanfaat. EKG preoperatif diperlukan pada pasien dengan kemungkinan besar memiliki kelainan EKG dan pada pasien dengan faktor resiko komplikasi jantung perioperatif. Kondisi dimana pemeriksaan EKG diperlukan tercantum pada Tabel 2.3. Alasan lain melakukan EKG preoperatif adalah untuk mendeteksi penyakit jantung yang tidak bergejala. Penyakit jantung umumnya pada populasi usia pertengahan dan meningkat seiring pertambahan usia. Adanya penyakit jantung dini meningkatkan resiko preoperatif. EKG istirahat tidak dapat diandalkan untuk CAD dan perkiraan yang kurang baik untuk mendeteksi penyakit jantung tanpa anamnesis yang mendukung pada pasien non-bedah. Gejala dan faktor resiko merupakan perkiraan yang lebih baik untuk mendeteksi penyakit jantung. Beberapa kelainan dapat memiliki hubungan untuk perawatan anestesi melampaui deteksi CAD. Aritmia seperti atrium fibrilasi, yang dapat dideteksi dari pemeriksaan fisik dan diperkuat dengan EKG; memperlihatkan kelainan; atau left ventricular hypertrophy (LVH) dapat mengubah rencana anestesi.

27

Beberapa kelainan EKG, seperti gelombang Q dan aritmia, penting pada masa perioperatif. Satu penelitian menemukan bahwa hanya 2% pasien memiliki satu atau kedua kelainan tersebut28. Diperkirakan bahwa frekuensi gangguan gelombang Q yang tenang ditemukan hanya pada EKG laki-laki usia 75 tahun atau lebih (kelompok dengan resiko yang paling tinggi) adalah sebanyak 0,5%. Pada pembedahan pasien yang dapat berjalan, kejadian kelainan EKG adalah 43% dari populasi dengan hanya 1,6% pasien memiliki kelaian jantung perioperatif. EKG preoperatif merupakan nilai yang potensial hanya pada setengah (6 dari 751) dari pasien yang menderita kelainan29. Sayangnya, penentuan EKG yang tidak normal untuk memperkirakan komplikasi jantung postoperatif adalah hanya 26%; oleh karena itu, EKG normal tidak menyingkirkan penyakit jantung30. Berdasarkan pedoman American College of Cardiology/American Heart Association (ACC/AHA), kelainan EKG selain gelombang Q adalah perkiraan komplikasi minor 17. Anamnesis adalah perkiraan yang jauh lebih baik. Kelainan EKG akan ditemukan pada 62% pasien, dengan 44% pasien dengan faktor resiko yang kuat untuk penyakit jantung iskemik dan 7% pasien >50 tahun tanpa faktor resiko. Hasil ditemukan kelainan hanya 3% pasien antara usia 50 sampai 70 tahun tanpa faktor resiko penyakit jantung31. EKG rutin preoperatif tidak diindikasikan pada pasien tanpa riwayat penyakit kardiovaskular atau faktor resiko yang signifikan32. Sebagai kesimpulan, prevalensi kelainan EKG dapat menambah biaya untuk evaluasi dan menunda pembedahan yang perlu. Pilihan lain adalah untuk memperoleh EKG 12 sadapan sebagai dasar pertimbangan hanya untuk pasien dengan sedikit kelainan ketika monitor ditempatkan pada area preoperatif atau kamar operasi pada hari pembedahan. Metode ini membatasi biaya EKG 12 sadapan yang tidak perlu pada pasien normal. The Center for Medicare and Medicaid Services (CMS) tidak mengganti biaya untuk EKG ”rutin” atau ”preoperatif” tanpa kode Internationan Classification of Disease (ICD-9) yang sesuai. Hematologi

28

Level hemoglobin (Hgb) dan hematokrit (Hct) seringkali pada perbatasan tidak normal pada pasien sehat pada segala level usia tetapi jarang mempengaruhi perawatan atau penatalaksanaan anestesi kecuali prosedur perencanaan melibatkan potensi perdarahan yang signifikan. Hct preoperatif, prosedur pembedahan, dan ahli bedah dapat memperkirakan kebutuhan transfusi perioperatif dan dapat menuntun penetapan tipe dan perlindungan atau penyesuaian atau strategi perlindungan darah 34. Kejadian kelainan Hgb atau Hct dari 0,3% sampai 10,5% dalam penelitian yang telah dipublikasikan, pada pasien usia lanjut dilaporkan sebagai angka kelainan yang paling tinggi35,36. Hgb yang rendah dapat diperkirakan kemungkinan besar dari anemia yang mendasari penyakit (contoh, 75% pasien dengan Stadium D Duke’s kanker kolon) 37. Konsekuensi dari level sedang dari level anemia dan Hgb ≥6,0 g/dL pada pasien tanpa CAD adalah minimal. Berdasarkan pedoman ASA untuk transfusi darah perioperatif, transfusi jarang diperlukan untuk pasien dengan Hgb >10 g/dL (38). Pada pengaturan nonoperatif pada pasien dengan penyakit kritis atau kronik berhubungan dengan CAD yang diketahui atau faktor resiko CAD, level Hct >33% berhubungan dengan hasil yang tidak diinginkan 39, 40. Pasien dengan OSA (obstructive sleep apnea), penyakit pulmonel yang signifikan, riwayat merokok, atau penyakit jantung kongenital merupakan resiko polisitemia. Hgb preoperatif seharusnya diperoleh berdasarkan kemungkinan besar kelainan dari anemia atau polisitemia dan kemungkinan besar akibat kehilangan darah yang signifikan intraoperatif. Pemeriksaan Sel Darah Putih Kelainan jumlah sel darah putih memiliki pengaruh yang sangat rendah dalam skrining preoperatif dengan prevalensi 140% berat badan ideal Umum Aktivitas normal sangat terhambat Pantau atau penilaian kesehatan di rumah selama tidak lebih 6 bulan Masuk rumah sakit tidak lebih 2 bulan Bahasa Pasien atau orang tua/wali tidak dapat mendengar, bicara, atau mengerti bahasa Inggris CNS, central nervous system; CVA, cerebrovascular accident; DBP, diastolic blood pressure; ICU, intensive care unit; SBP, systolic blood pressure. Porsi kondisi medis pada tabel ini disadur dengan izin dari Pasternak LR. Preoperatif evaluation of the ambulatory surgery patient. Ambulatory surgery. Anesthesiol Rep.

42

Yang Terhormat Teman Sejawat: Dijadwalkan untuk

(tipe pembedahan)

. Silahkan evaluasi poin-poin berikut ini :

( ) Coronary artery disease ( ) Tinjauan factor stress sebelumnya, echo atau keteterisasi ( ) Profilaksis preoperatif dengan terapi beta bloker ( ) Kontrol hipertensi yang jelek ( ) Kontrol asma yang jelek, COPD atau kondisi pulmonal yang lain ( ) Bruit karotis ( ) Kontrol diabetes yang jelek ( ) Fungsi hati yang abnormal ( ) Kelainan darah ( ) Lain-lain

. .

Informasi Pasien :

Gambar 2.7. Contoh Permintaan Konsultasi Konsultasi Kerja sama penanganan pasien sering diperlukan dan bermanfaat. Konsultasi yang dilakukan dengan dokter preoperatif memperlihatkan saran khusus mengenai diagnosa dan status kondisi pasien (Gbr. 2.7). Menanyakan pertanyaan spesifik seperti "Apakah pasien ini menderita CAD?" Atau "Apakah pasien ini dalam kondisi medis yang baik untuk direncanakan thoracotomi dengan lung resection di bawah anestesi umum?" adalah merupakan langkah pertama. Dokumen atau catatan yang mengatakan "setuju operasi" jarang membuat tindakan anestesi lebih aman. Diperlukan adanya dokumentasi rangkuman mengenai masalah dan kondisi kesehatan pasien, bersamaan dengan hasil tes diagnostik. Koordinasi tertutup dan komunikasi yang baik antara ahli anestesi, ahli bedah, dokter, dan konsultan pada saat preoperatif adalah sangat penting.

43

Miskomunikasi perawatan di antara penyedia layanan kesehatan merupakan penyebab utama kejadian yang tidak diinginkan di AIMS ketika penilaian preoperatif telah memberi dampak3. Dalam

banyak

praktek,

bagian

kardiologi

yang

paling

sering

dikonsultasikan pada saat perioperatif. Dalam sebuah penelitian, manfaat konsultasi dipertanyakan oleh ahli anestesi. Hanya 17% dari ahli anestesi merasa wajib untuk mengikuti anjuran konsultasi kardiologi. Empat puluh persen dari konsultasi hanya berisi anjuran untuk ”melanjutkan kasus ini”, ”setuju operasi”, atau ”lanjutkan pengobatan sebelumnya”. Rekomendasi intraoperatif mengenai pemantauan jantung atau obat sebagian besar diabaikan82. Bagian dari tanggung jawab ini terletak pada konsultasi dengan dokter (apakah dokter ahli bedah atau ahli anestesi) dan praktek yang sudah berjalan lama. Ini adalah permintaan yang tidak jelas dan bereaksi (sering ditulis pada resep) hanya menyatakan "beresiko rendah" atau "batal untuk operasi" adalah sia-sia dan tidak membantu. Secara umum, konsultasi preoperatif harus terdiri dari hal-hal berikut: 

Diagnosa, evaluasi, dan perbaikan dari kondisi baru atau kontrol yang buruk



Pembuatan profil resiko klinis bahwa pasien, ahli anestesi, dan ahli bedah telah membuat keputusan penatalaksanaan. Diskusi lengkap dan komunikasi, sebaiknya lisan, adalah penting untuk

penatalaksanaan terbaik komplikasi pasien. Salinan studi diagnostik yang menyertai konsultasi ahli anestesi membantu membuat keputusan yang independen tentang resiko pasien dan rencana penanganan anestesi. Kesalahan Medikolegal Untuk memperluas cakupan tanggung jawab dan praktek ahli anestesi, perhatian atas tanggung jawab kesehatan timbul. Kelalaian profesi atau malpraktek umumnya dikategorikan sebagai kegagalan sebagian dokter memiliki keterampilan atau latihan atau ketekunan dalam mendiagnosis atau mengobati pasien. Unsur penting dari malpraktek kesehatan termasuk tuntutan kewajiban terhadap pasien, pelanggaran

44

dalam bertugas, dan cedera karena adanya pelanggaran kewajiban. Tanggung jawab dokter adalah bertindak sesuai dengan standar nasional penanganan yang ditetapkan oleh profesi, yang ditetapkan dalam hal penanganan rata-rata yang diberikan oleh dokter, bukan dokter yang terbaik. Tugas dokter preoperatif termasuk pemeriksaan dan rujukan pasien ke dokter spesialis jika diperlukan. Sebagian dari pemeriksaan memerlukan penggunaan tes diagnostik atau teknik sederhana, wajar dokter menggunakan pemeriksaan tersebut dalam keadaan yang serupa. Seringkali dokter prihatin tentang kegagalan mendiagnosa kondisi pasien karena kegagalan perencanaan tes skrining diagnostik. Sistem tradisional permintaan pemeriksaan preoperatif secara rutin berkembang dari kepercayaan yang salah bahwa informasi lebih lanjut, apapun yang tidak berhubungan atau mahal, akan meningkatkan perhatian, meningkatkan keselamatan, dan menurunkan kewajiban. Kenyataannya, non-selektif skrining dapat menurunkan kesalahan. Kelainan yang tidak dapat diantisipasi pada hasil pemeriksaan laboratorium jarang ditemukan. Hubungan antara kelainan ini dan pembedahan dan anestesi mengenai angka kesakitan adalah kondisi lemah. Lebih dari separuh dari seluruh hasil tes yang abnormal diperoleh dalam pemeriksaan rutin preoperatif diabaikan atau tidak tercantum dalam catatan medis, yang merupakan dokumen yang menarik pada pengadilan. Dianjurkan untuk tidak menindaklanjuti hasil yang abnormal yang memiliki resiko medikolegal yang lebih besar daripada kegagalan untuk melakukan pemeriksaan di tempat pertama atau tidak memulai untuk mengidentifikasi ketidaknormalan. Pedoman Praktek Elemen yang penting untuk keberhasilan evaluasi preoperatif yang seragam, adalah metode konsisten dalam penilaian dan penatalaksanaan. Meskipun keputusan individu diperlukan, pedoman dan kebijakan untuk kelompok harus dikembangkan. Pembatalan, penundaan, atau permintaan untuk uji diagnostik tambahan pada hari pembedahan

45

setelah pasien dievaluasi dan dianggap sanggup untuk dilakukan anestesi oleh klinik preoperatif adalah mengganggu keberhasilan program penilaian preoperatif. Pedoman praktek untuk meningkatkan proses evaluasi dan penatalaksanaan preoperatif dapat mempengaruhi hasil akhir operasi. Panduan meminimalkan variasi dalam praktek klinis dan menghasilkan pemanfaatan sumber daya yang baik. Pedoman ini dapat membantu untuk menghindari pembatalan atau penundaan pada hari pembedahan ketika ahli anestesi di klinik preanestesi dan pelaksanaan anestesi memiliki perbedaan mengenai kebugaran pasien untuk operasi. Hal ini akan mencegah ketidaknyamanan dan kekecewaan pasien dan ketidakpuasan ahli bedah. Panduan menyatukan yang terbaik, kebanyakan dari sumber saat ini membatu dokter tetap up-to-date dengan radanya rekomendasi dalam literatur. Panduan dapat secara sederhana seperti suatu pengaturan dari jenis dan waktu perawatan yang diberikan kepada umum, pasien tanpa komplikasi atau sama kompleks dengan instruksi untuk menangani masalah tertentu dinyatakan dengan pohon keputusan pada percabangan format logis83. Apabila algoritma penyakit tertentu dikembangkan dan disetujui oleh semua pihak, dukungan akan menjadi lebih besar. Tujuannya adalah bukan untuk merancang standar yang tidak fleksibel tetapi untuk memberikan aturan konsisten, metode yang mudah untuk mengevaluasi penyakit tertentu, seperti hipertensi atau CAD (Gbr. 2.1); menemukan murmur; atau gejala seperti nyeri dada. Pedoman praktis merekomendasikan praktek panduan perawatan berdasarkan bukti ilmiah dan konsensus luas tetapi memberikan ruang untuk melakukan variasi yg dapat dibenarkan dalam praktek. Petunjuk praktek biasanya bergantung pada bukti obat yang memeriksa data dari penelitian klinis. Intuisi, pengalaman klinis pribadi, dan patofisiologi merupakan alasan yang kurang penting. Praktek dan pengajaran berdasarkan bukti obat memerlukan keterampilan yang bukan bagian dari pelatihan medis tradisional. Definisi yang tepat dari masalah dan informasi yang diperlukan untuk mengatasinya adalah langkah pertama yang dilakukan. Penelitian yang relevan dari literatur yang baik akan dipilih dan diterapkan pada penanganan kondisi kesehatan yang ditemukan pada pasien.

46

MASA YANG AKAN DATANG Penilaian preoperatif di masa yang akan datang mungkin melibatkan pengambilan sampel darah untuk mengidentifikasi pasien dengan polymorphism genetik yang berhubungan dengan hasil akhir perioperatif yang buruk. Secara teori, informasi ini akan memungkinkan petugas kesehatan dapat merancang intervensi farmakologi dan penatalaksanaan untuk langsung mengubah angka morbiditas dan mortalitas 84. Biologi molekular, dengan peningkatan kemampuan kita yang cepat untuk mengidentifikasi variasi genetik dan efeknya pada penyakit dan respon terhadap terapi, secara dramatis dapat merubah resiko penilaian dan rencana penatalaksanaan. Kepercayaan pada penelitian populasi dapat digantikan oleh penanganan berdasarkan karakteristik masing-masing pasien. Farmakogenetik akhirnya dapat mengakibatkan tes skrining genetik untuk mengidentifikasi pasien dengan resiko hasil perioperatif yang buruk. Hal ini termasuk contoh klasik kekurangan pseudokolinesterase, hepatitis halotan, rentan hipertermia maligna, dan toleransi nyeri, dan kurang akrab dengan pembawaan yang berhubungan dengan durasi dan respon benzodiazepin, opioid, anestesi, dan obat anti inflamasi nonsteroid85. KESIMPULAN Penelitian perioperatif yang dilakukan AIMS mengenai angka kesakitan dan angka kematian disebabkan karena penilaian dan penatalaksanaan yang buruk pada saat pemeriksaan preoperatif3. Sebuah laporan disampaikan oleh ahli anestesi bahwa evaluasi preoperatif yang dilakukan ahli anestesi hanya 77% kasus. Penulis menyimpulkan bahwa hal ini dapat membawa dampak negatif yang potensial. Akan tetapi, pandangan lain dapat ditemukan jika penilaian dan penatalaksanaan preoperatif memerlukan pengetahuan ahli dan keterampilan dengan dokter spesialis lainnya tanpa proses pelatihan tingkat mahir, kemudian menurunkan angka kegagalan untuk resiko yang lebih rendah.

47

REFERENSI 1. Maze M, Todd MM. Special issue on postoperative cognitive dysfunction. Selected reports from the journal-sponsored symposium. (editorial) Anesthesiology. 2007;106:418–420. 2. Mangano DT. Assessment of the patient with cardiac disease: an anesthesiologist's paradigm. Anesthesiology. 1999;91:1521–1530. 3. Kluger MT, Tham EJ, Coleman NA, et al. Inadequate pre-operative evaluation and preparation: a review of 197 reports from the Australian incident monitoring study. Anaesthesia. 2000;55:1173–1178. 4. Runciman WB, Webb RK. Austr Soc Anaesth Newsl. 1994;94:15–17. 5. Davis NJ, ed. Anaesthesia-Related Mortality in Australia 1994–1996. Melbourne: Capital Press; 1999. 6. Ferschl MB, Tung A, Sweitzer BJ, et al. Economic impact of a preoperatif clinic on operating room efficiency. Anesthesiology. 2005;103:855–859. 7. Lonsdale M, Hutchison GL. Patients' desire for information about anaesthesia; Scottish and Canadian attitudes. Anaesthesia. 1991;46:410–412. 8. American Society of Anesthesiologists Task Force on Preanesthesia Evaluation. Practice advisory for preanesthesia evaluation: a report by the American Society of Anesthesiologists Task Force on Preanesthesia Evaluation. Anesthesiology. 2002;96:485–496. Available at: http://www.asahq.org. Accessed March 11, 2007. 9. Blery C, Szatan M, Fourgeaux B, et al. Evaluation of a protocol for selective ordering of preoperatif tests. Lancet. 1986;18:139–141. 10. O'Connor ME, Drasner K. Preoperatif laboratory testing of children undergoing elective surgery. Anesth Analg. 1990;70:176–180. 11. Apfelbaum JL. Preoperatif evaluation, laboratory screening, and selection of adult surgical outpatients in the 1990s. Anesth Rev. 1990;17(Suppl 2):4–12. 12. Charpak Y, Blery C, Chastang C, et al. Usefulness of selectively ordered preoperatif tests. Med Care. 1988;36:95–104. 13. Macpherson DS, Snow R, Lofgren RP. Preoperatif screening: value of previous tests. Ann Intern Med. 1990;113:969–973. 14. Fletcher RH, Fletcher SW, Wagner EH. Clinical Epidemiology. The Essentials. 3rd ed. Baltimore: Williams & Wilkins; 1996. 15. Sandler G. The importance of the history in the medical clinic and the cost of unnecessary tests. Am Heart J. 1980;100:928–931. 16. Netzer NC, Stoohs RA, Netzer CM, et al. Using the Berlin Questionnaire to identify patients at risk for the sleep apnea syndrome. Ann Intern Med. 1999;3:485–491. 17. Fleisher LA, Beckman JA, Brown KA, et al. ACC/AHA guidelines for perioperative cardiovascular evaluation and care for noncardiac surgery. J Am Coll Cardiol. 2007;50:e159–241. Available at: http://www.acc.org. Accessed September 28, 2007.

48

18. Hlatky MA, Boineau RE, Higginbotham MB, et al. A brief self-administered questionnaire to determine functional capacity (the Duke Activity Status Index). Am J Cardiol. 1989;64:651–654. 19. Cameron EH, Lipshultz SE, Tarbell NJ, et al. Cardiovascular disease in long-term survivors of pediatric Hodgkin's disease. Circulation. 1998;8:139–144. 20. Adams MJ, Hardenbergh PH, Constine LS, et al. Radiation-associated cardiovascular disease. Crit Rev Oncol Hematol. 2003;45:55–75. 21. Polanczyk CA, Marcantonio E, Goldman L, et al. Impact of age on perioperative complications and length of stay in patients undergoing noncardiac surgery. Ann Intern Med. 2001;134:637–643. 22. National Confidential Enquiry into Patient Outcome and Death. Extremes of Age. Available at: http://www.ncepod.org.uk. Accessed March 11, 2007. 23. Calle EE, Rodriquez C, Walker-Thurmond K, et al. Overweight, obesity, and mortality from cancer in a prospectively studied cohort of U.S. adults. N Engl J Med. 2003;348:1625–1638. 24. Brodsky JB, Lemmens HJ, Brock-Utne JG, et al. Morbid obesity and tracheal intubation. Anesth Analg. 2002;94:732–736. 25. Mallampati SR, Gatt SP, Gugino LD, et al. A clinical sign to predict difficult tracheal intubation: a prospective study. Can Anaesth Soc J.1985;32:429–434. 26. Girish M, Trayner E, Dammann O, et al. Symptom-limited stair climbing as a predictor of postoperative complications after high-risk surgery. Chest. 2001;120:1147–1151. 27. Katz I, Stradling J, Slutsjy AS, et al. Do patients with obstructive sleep apnea have thick necks? Am Rev Respir Dis. 1990;141:1228–1231. 28. Rabkin SW, Horne JM. Preoperatif electrocardiography: its cost-effectiveness in detecting abnormalities when a previous tracing exist. Can Med Assoc J. 1979;121:301–306. 29. Gold BS, Young ML, Kinman JL, et al. The utility of preoperatif electrocardiograms in the ambulatory surgical patient. Arch Intern Med. 1992;152:301–305. 30. Liu LL, Dzankic S, Leung JM. Preoperatif electrocardiogram abnormalities do not predict postoperative cardiac complications in geriatric surgical patients. J Am Geriatr Soc. 2002;50:1186–1191. 31. Callaghan LC, Edwards ND, Reilly CS. Utilization of the pre-operative ECG. Anaesthesia. 1995;50:488–490. 32. Tait AR, Parr HG, Tremper KK. Evaluation of the efficacy of routine preoperatif electrocardiograms. J Cardiothorac Vasc Anesth. 1997;11:752–755. 33. Centers for Medicare and Medicaid Services. Available at: http://www.cms.hhs.org. Accessed March 11, 2007. 34. Palmer T, Wahr JA, O'Reilly M, et al. Reducing unnecessary cross-matching: a patient-specific blood ordering system is more accurate in predicting who will receive a blood transfusion than the maximum blood ordering system Anesth Analg. 2003;96:369–375.

49

35. Kaplan EB, Sheiner LB, Boeckmann AJ, et al. The usefulness of preoperatif laboratory screening. JAMA. 1985;253:3576–3581. 36. Dzankic S, Pastor D, Gonzalez C, et al. The prevalence and predictive value of abnormal preoperatif laboratory tests in elderly surgical patients. Anesth Analg. 2001;93:301–308. 37. Shander A, Knight K, Thurer R, et al. Prevalence and outcomes of anemia in surgery: a systematic review of the literature. Am J Med. 2004;116(Suppl 7A):58S–69S. 38. Practice guidelines for perioperative blood transfusion and adjuvant therapies. An updated report by the American Society of Anesthesiologists task force on perioperative blood transfusion and adjuvant therapies. Anesthesiology. 2006;105:198–208. Available at: http://www.asahq.org. Accessed March 11, 2007. 39. Hebert PC, Wells G, Blajchman MA, et al. A multicenter randomized controlled clinical trial of transfusion requirements in critical care. N Engl J Med. 1999;340:409–417. 40. Singh AK, Szczech L, Tang KL, et al. Correction of anemia with epoetin alfa in chronic kidney disease. N Engl J Med. 2006;355:2085–2098. 41. Perez A, Planell J, Bacardaz C, et al. Value of routine preoperatif tests: a multicentre study in four general hospitals. Br J Anaesth. 1995;74:250–256. 42. Turnbull JM, Buck C. The value of preoperatif screening investigation in otherwise healthy individuals. Arch Intern Med. 1987;147:1101–1105. 43. Rohrer M, Mechelotti M, Nahrwold D. A prospective evaluation of the efficacy of preoperatif coagulation testing. Ann Surg. 1988;208:554–557. 44. Eckman MH, Erban JK, Singh SK, et al. Screening for the risk for bleeding or thrombosis. Ann Intern Med. 2003;138: 15–24. 45. Michiels JJ, Gadisseur A, Budde U, et al. Characterization, classification, and treatment of von Willebrand diseases: a critical appraisal of the literature and personal experiences. Semin Thromb Hemost. 2005;31:577–601. 46. Peterson P, Hayes TE, Arkin CF, et al. The preoperatif bleeding time test lacks clinical benefit. College of American Pathologists' and American Society of Clinical Pathologists' position article. Arch Surg. 1998;133:134–139. 47. Rodgers R, Levin J. A critical appraisal of the bleeding time. Sem Thromb Hemost. 1990;16:1–20. 48. Friedberg RC, Jones BA, Walsh MK. Type and screen completion for scheduled surgical procedures. Arch Pathol Lab Med. 2003;127:533–540. 49. Dzik WH, Corwin H, Goodnough LT, et al. Patient safety and blood transfusion: new solutions. Transfus Med Rev. 2003;17:169–180. 50. Foley CL, Mould T, Kennedy JE, et al. A study of blood cross-matching requirements for surgery in gynecological oncology: improved efficiency and cost saving. Int J Gynecol Cancer. 2003;13:889–893. 51. Hallan SI, Dahl K, Oien CM, et al. Screening strategies for chronic renal disease in the general population: follow-up of cross sectional health survey. BMJ. 2006;333:1047–1050.

50

52. Narr BJ, Hansen TR, Warner MA. Preoperatif laboratory screening in healthy Mayo patients: cost-effective elimination of tests and unchanged outcomes. Mayo Clin Proc. 1991;66:155–159. 53. Hirsch IA, Tomlinson DL, Slogoff S, et al. The overstated risk of preoperatif hypokalemia Anesth Analg. 1988;67:131–136. 54. Nally BR, Dunbar SB, Zellinger M, et al. Supraventricular tachycardia after coronary artery bypass grafting surgery and fluid and electrolyte variable. Heart Lung. 1996;25:31–36. 55. Moitra VK, Meiler SE. The diabetic surgical patient. Curr Opin Anaesthesiol. 2006;19:339–345. 56. Selvin E, Marinopoulos S, Berkenblit G, et al. Meta-analysis: glycosylated hemoglobin and cardiovascular disease in diabetes mellitus. Ann Intern Med. 2004;141:421–431. 57. Dronge AS, Perkal MF, Kancir S, et al. Long-term glycemic control and postoperative infectious complications. Arch Surg. 2006;141:375–380. 58. Jellish WS, Kartha V, Fluder E, et al. Effect of metoclopramide on gastric fluid volumes in diabetic patients who have fasted before elective surgery. Anesthesiology. 2005;102:904–909. 59. Moitra V, Greenberg J, Sweitzer BJ. The sweet truth of diabetics scheduled for surgery. Anesthesiology. 2005;103:A654. 60. Gibbs J, Cull W, Henderson W, et al. Preoperatif serum albumin level as a predictor of operative mortality and morbidity. Arch Surg. 1999;134:36–42. 61. Weinberg AD, Brennan MD, Gorman CA, et al. Outcome of anesthesia and surgery in hypothyroid patients. Arch Intern Med. 1983;143:893–897. 62. Hennrickus WL, Shaw BA, Gerardi JA. Prevalence of positive preoperatif pregnancy testing in teenagers scheduled for orthopedic surgery. J Pediatr Orthop. 2001;21:677–679. 63. Bierstein K. Preoperatif pregnancy testing: mandatory or elective? Am Soc Anesthesiol Newsl. 2006;70:37. 64. Qaseem A, Snow V, Fitterman N, et al. Risk assessment for and strategies to reduce perioperative pulmonary complications for patients undergoing noncardiothoracic surgery: a guideline from the American College of Physicians. Ann Intern Med. 2006;144:575–580. 65. Gagner M, Chiassdon A. Preoperatif chest x-ray films in elective surgery: a valid screening tool. Can J Surg. 1990;33:271–274. 66. Seymour DG, Pringle R, Shaw JW. The role of the routine preoperatif chest x-ray in the elderly general surgical patient. Postgrad Med J. 1982;58:741–745. 67. Archer C, Levy AR, McGregor M. Value of routine preoperatif chest x-rays: a meta-analysis. Can J Anaesth. 1993;40:1022–1027. 68. De Nino LA, Lawrence VA, Averyt EC, et al. Preoperatif spirometry and laparotomy: blowing away dollars. Chest. 1997;111:1536–1541.

51

69. Warner DO, Warner MA, Offord KP, et al. Airway obstruction and perioperative complications in smokers undergoing abdominal surgery. Anesthesiology. 1999;90:372–379. 70. Celli BR, MacNee W. Standards for the diagnosis and treatment of patients with COPD: a summary of the ATS/ERS position paper. Eur Respir J. 2004;23:932– 946. 71. Wyser C, Stulz P, Soler M, et al. Prospective evaluation of an algorithm for the functional assessment of lung resection candidates. Am J Respir Crit Care Med. 1999;159:1450–1456. 72. Schuurmans MM, Diacon AH, Bolliger CT. Functional evaluation before lung resection. Clin Chest Med. 2002;23:159–172. 73. Zibrak JD, O'Donnell CR, Marton K. Indications for pulmonary function testing. Ann Intern Med. 1990;112:763–771. 74. Schein OD, Katz J, Bass EB, et al. The value of routine preoperatif medical testing before cataract surgery. N Engl J Med. 2000;342:168–175. 75. Lawrence VA, Gafni A, Gross M. The unproven utility of the preoperatif urinalysis: economic evaluation. J Clin Epidemiol. 1989;42:1185–1192. 76. Epstein AM, Begg CB, McNeil BJ. The use of ambulatory testing in prepaid and fee-for service group practices. N Engl J Med. 1986;314:1089–1094. 77. Nardella A, Pechet L, Snyder LM. Continuous improvement, quality control, and cost containment in clinical laboratory testing. Arch Pathol Lab Med. 1995;119:518–522. 78. Gibby GL, Paulus DA, Sirota DJ. Computerized pre-anesthetic evaluation results in additional abstracted comorbidity diagnoses. J Clin Monit. 1997;13:35–41. 79. Roizen MF, Klock PA, Klafta J. How much do they really want to know? Preoperatif patient interviews and the anesthesiologist. Anesth Analg. 1996;82:443–444. 80. Matthey P, Finucane BT, Finegan BA. The attitude of the general public towards preoperatif assessment and risks associated with general anesthesia. Can J Anaesth. 2001;48:333–339. 81. Egbert LD, Battit GE, Turndorf H, et al. The value of the preoperatif visit by an anesthetist. A study of doctor-patient rapport. JAMA. 1963;185:553–555. 82. Katz RI, Barnhart JM, Ho G, et al. A survey on the intended purposes and perceived utility of preoperatif cardiology consultations. Anesth Analg. 1998;87:830–836. 83. Maurer WG, Borkowski RG, Parker BM. Quality and resource utilization in managing preoperatif evaluation. Anesthesiol Clin North Am. 2004;22:155–175. 84. Ziegeler S, Tsusaki BE, Collard CD. Influence of genotype on perioperative risk and outcome. Anesthesiology. 2003;99:212–219. 85. Palmer SN, Giesecke NM, Body SC, et al. Pharmacogenetics of anesthetic and analgesic agents. Anesthesiology. 2005;102:663–671.

52

53

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF