Ciri2 , Pola Dan Modus Korupsi
July 20, 2019 | Author: Mas On Mancing Mania | Category: N/A
Short Description
metode sederhana melihat korupsi...
Description
Pengertian Korupsi Kata “korupsi” berasal “korupsi” berasal dari bahasa Latin “corruptio” atau “corruptio” atau “corruptus”. Selanjutnya “corruptus”. Selanjutnya dikatakan bahwa “corruptio” berasal “corruptio” berasal dari kata “corrumpere”. Dari “corrumpere”. Dari bahasa Latin tersebut kemudian dikenal istilah “corruption, corrupt” (Inggris), corrupt” (Inggris), “corruption” (Perancis) “corruption” (Perancis) dan “corruptie/korruptie” (Belanda). “corruptie/korruptie” (Belanda). Dari asal-usul bahasanya korupsi bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok, memfitnah, menyimpang dari kesucian atau perkataan menghina). Sedangkan pengertian korupsi dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (W.J.S. Poerwadarminta) adalah sebagai perbuatan curang, dapat disuap, dan ti dak bermoral. Adapun menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, korupsi adalah penyelewengan atau penggelapan uang negara atau perusahaan dan sebagainya untuk kepentingan pribadi maupun orang lain. Sedangkan Sedangkan di dunia Internasional pengertian korupsi korupsi menurut Black’s Law Black’s Law Dictionary korupsi adalah perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk memberikan suatu keuntungan yang tidak resmi dengan hak-hak dari pihak pi hak lain secara salah menggunakan jabatannya atau karakternya untuk mendapatkan mendapatkan suatu keuntungan keuntungan untuk dirinya sendiri atau orang l ain, berlawanan dengan kewajibannya dan hak-hak dari pihak lain. Korupsi menurut wikipedia dalam arti yang luas: Korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah/pemerintaha pemerintah/pemerintahan n rentan korupsi korupsi dalam prakteknya. prakteknya. Beratnya Beratnya korupsi berbeda-beda, berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Jadi, korupsi adalah tindakan yang dilakukan oleh setiap orang yang secara melawan hukum melakukan melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan negara atau perekonomian Negara. Pemerintah Indonesia memang sudah berupaya untuk melakukan melakukan pemberantasan korupsi melaui proses penyelidikan, penyelidikan, penyidikan, penyidikan, penuntutan, dan peradilan peradilan sesuai sesuai dengan undang-undang undang-undang yang berlaku. Namun Namun semuanya semuanya juga harus melihat melihat dari sisi individu yang yang melakukan melakukan korupsi, karena dengan adanya faktor-faktor yangt menyebabkan terjadinya korupsi maka perlu adanya strategi pemberantasan pemberantasan korupsi yang yang lebih diarahkan diarahkan kepada upaya-upaya upaya-upaya pencegahan pencegahan berdasarka berdasarkan n strategi preventif, disamping disamping harus tetap melakukan melakukan tindakan-tindakan tindakan-tindakan represif represif secara secara konsisten. Serta sukses tidaknya upaya pemberantasan pemberantasan korupsi tidak hanya ditentukan oleh adanya instrument instrument hukum yang pasti dan aparat aparat hukum yang bersih, bersih, jujur,dan berani berani serta dukungan dukungan moral dari masyarakat, masyarakat, melainkan juga dari political will pemimpin negara yang harus menyatakan menyatakan perang terhadap korupsi secara konsisten.
Ciri dan Jenis Korupsi Ciri-ciri dari Korupsi antara lain : a. Selalu melibatkan lebih dari satu orang. Inilah yang membedakan antara korupsi dengan pencurian atau penggelapan. b. Pada umumnya bersifat rahasia, tertutup terutama motif yang melatarbelakangi perbuatan korupsi tersebut. c. Melibatkan elemen kewajiban dan keuntungan timbal balik. Kewajiban dan keuntungan tersebut tidaklah selalu berbentuk uang. d. Berusaha untuk berlindung dibalik pembenaran hukum. e. Mereka yang terlibat korupsi ialah mereka yang memiliki kekuasaan atau wewenang serta mempengaruhi keputusan-keputusan itu. f. Pada setiap tindakan mengandung penipuan, biasanya pada badan publik atau pada masyarakat umum. g. Setiap bentuknya melibatkan fungsi ganda yang kontradiktif dari mereka yang melakukan tindakan t tersebut. h. Dilandaskan dengan niat kesengajaan untuk menempatkan kepentingan umum dibawah kepentingan pribadi. i.
Setiap bentuk korupsi adalah suatu pengkhianatan kepercayaan.
j.
Perbuatan korupsi melanggar norma-norma tugas dan pertanggungjawaban dalam masyarakat.
Jenis-jenis dari Korupsi antara lain :
a.
Korupsi yang terkait dengan merugikan keuangan Negara.
b.
Korupsi yang terkait dengan suap-menyuap.
c.
Korupsi yang terkait dengan penggelapan dalam jabatan.
d.
Korupsi yang terkait dengan pemerasan.
e.
Korupsi yang terkait dengan perbuatan curang/nepotisme.
f.
Korupsi yang terkait dengan benturan kepentingan dalam pengadaan.
g.
Korupsi yang terkait dengan gratifikasi.
a) Seperti pembengkakan biaya2 kerja ( mark up ) yang terkait dengan kepentingan dinas dan digunakan untuk kepentingan pribadi b) Penyuapan merupakan sebuah perbuatan kriminal yang melibatkan sejumlah pemberian kepada seorang dengan sedemikian rupa sehingga bertentangan dengan tugas dan tanggungjawabnya. Sesuatu yang diberikan sebagai suap tidak harus berupa uang, tapi bisa berupa barang berharga, rujukan hak-hak istimewa, keuntungan ataupun janji tindakan, suara atau pengaruh seseorang
dalam sebuah jabatan publik. c) Penggelapan (embezzlement) dan pemalsuan atau penggelembungan (froud). Penggelapan merupakan suatu bentuk korupsi yang melibatkan pencurian uang, properti, atau barang berharga. Oleh seseorang yang diberi amanat untuk menjaga dan mengurus uang, properti atau barang berharga tersebut. Penggelembungan menyatu kepada praktik penggunaan informasi agar mau mengalihkan harta atau barang secara suka rela. d) Pemerasan (Extorion) Pemerasan berarti penggunaan ancaman kekerasan atau penampilan informasi yang menghancurkan guna membujuk seseorang agar mau bekerjasama. Dalam hal ini pemangku jabatan dapat menjadi pemeras atau korban pemerasan. e) Nepotisme (nepotism) Nepotisme berarti memilih keluarga atau teman dekat berdasarkan pertimbagan hubungan kekeluargaan, bukan karena kemampuannya. Kata nepotisme ini berasal dari kata Latin nepos, berarti "keponakan" atau "cucu". Dalam UU RI No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, menyebutkan bahwa, nepotisme adalah setiap perbuatan Penyelenggara Negara secara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan atau kroninya di atas kepentingan masyarakat, bangsa, dan Negara, (Pasal 1 Angka 5). Contoh nepotisme,misalnya seorang pejabat Negara mengangkat anggota keluarganya menduduki jabatan tertentu, tanpa memperhatikan aturan hukum yang berlaku. f) Seperti pengadaan sejumlah barang fiktif atau pemalsuan dokumen/data pembelian (pengadaan) barang dan jasa baik dari segi jumlah maupun biayanya. g) Gratifikasi Gratifikasi adalah Pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik (Penjelasan Pasal 12B UU Pemberantasan Tipikor). Pada UU 20/2001 setiap gratifikasi yang diperoleh pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap suap, namun ketentuan yang sama tidak berlaku apabila penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) yang wajib dilakukan paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi tersebut diterima.
Pola Korupsi di Indonesia Korupsi bukan terjadi pada tingkatan masyarakat bawah tetapi terjadi di dalam kalangan masyarakat manengah keatas disamping pula adanya kebijakan serta kekuasaan yang melekat pada diri seseorang. Pemilik kebijakan ini yang biasanya cenderung menyalah gunakan kekuasaannya seperti yang sebelumnya diutarakan pada awal pembahasan ini menurut Lord Acton “power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely” bahwa “Kekuasaan cenderung korupsi, kekuasaan yang absolute pasti korupsi. Kecenderungan atas meningkatnya kejahatan korupsi merupakan dampak adanya pergeseran nilai yang ada pada masyrakat, seperti nilai masyrakat yang sedikit demi sidikit mengalami perubahan dan tidak sepemahaman dengan falsafah nilai bangsa. Korupsi pada hakekatnya berawal dari suatu kebiasaan (habit) yang ti dak disadari oleh setiap aparat, mulai dari kebiasaan meneima upeti, hadiah, serta pemberian fasilitas tertentu ataupun yang lain pada akhirnya kebiasaan tersebut lama-lama akan menjadi bibit korupsi nyata dan merugikan keuangan Negara. Untuk mencabut akan permesalahan sumber terjadinyabkorupsi di sektor publik, perlu didefinisikan pula siat, model, dari korupsi yang dilakukan pengukuran secara kemprehensif dan berkesinambungan. Seiringan dengan perkembangan jaman dan budaya masyarakat bkorupsi pun ikut tumbuh sedenikian rupa hingga memiliki rupa sehingga memiliki bentuk model, atau j enis yang beragam. Dari m pemaparan diatas dapat diringkas secara umum : 1. Penyuapan, (bribery) mencakup tindakan member dan menerima suap, baik berupa uang maupun barang 2. Embezlement, merupakan tindakan penipuan dan pencurian sumber daya yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu yang mengelola sumber daya tersebut, baik berupa public atau sumber daya tertentu. 3. Fraud, merupakan suatu tindakan kejahatan ekonomi yang melibatkan penipuan (trickery of swindle). Termasuk dalan proses manipulasi atau mendistorsi informasi dan fakta dengan tujuan mengambil keuntungan-keuntungan tertentu. 4. Extortion, tindakan meminta uang atau sumber daya lainnya dengan cara paksa atau disertai dengan intimidasi-intimidasi tertentu oleh pihak yang memiliki kekuasaan. Lazimnya dilakukan oleh mafia-mafia local dan regional. 5. Favouristism, adalah mekanisme penyalahgunaan kekuasaan yang berimplikasi pada tindakan privitasi sumber daya. 6. Melanggar hukum yang berlaku dan merugikan Negara. 7. Serta kerahasiaan, meskipun dilakukan secara kolektif atau istilah lainnya “korupsi berjama’ah”
Menurut F.Frandi ada 7 bentuk pola korupsi , yaitu (a) Pola Konvensional, (b) Pola Kuitansi fiktif, (c) Pola Komisi, (d) Pola Upeti, (e) Pola Menjegal order, (f) Pola perusahaan rekanan, (g) Pola Penyalah gunaan wewewang.
a. Pola Konvensional
Adalah pola yang menggunakan uang kantor/instansi pemerintah maupun swasta secara langsung untuk keperluan pribadi. b. Pola Kuintansi fiktif
Sebenarnya pola ini lebih dikenal oleh masyarakat luas dengan istilah Manipulasi atau Penyelewengan. Sesuatu yang kecil dibikin jadi besar. Yang besar dijadikan kecil. Yang ada dibuat tidak ada. Yang tidak ada diadakan, dan sebagainya. Umumnya pola seperti ini lebih banyak mengandalkan pada buku kuitansi dalam rangka menghadapi petugas inspektorat, audit, maupun pajak . Kasus seperti ini boleh dibilang umum dilakukan oleh kantor-kantor pemerintah, swasta, maupun BUMN. c. Pola Komisi
Yaitu pola yang memberikan sejumlah uang diluar konteks aturan perda/perundang undangan yang berlaku kepada seseorang yang dianggap telah berperan aktif membantu melancarkan praktek korupsi yang dilakukan. Jumlah uang yang yang di berikan bervariasi tergantung kesepakatan kedua pihak baik berupa nilai total maupun berupa persen. Contohnya seperti saya menjanjikan komisi 20% kepada seseorang apabila orang tersebut bisa mendapatkan sebuah proyek atau job order untuk saya tanpa atau melalui prosedur resmi pelelangan tender.
d. Pola Upeti
Komisi, meski berupa hadiah barang, termasuk Hadiah lebaran, Natal dan Tahun Baru – asalnya selalu dari relasi dan selalu dihitung sesuai dengan persentase nilai transaksi yang telah atau akan dilakukan. Upeti meski juga bisa berupa uang maupun barang . Tujuannya bisa macam-macam. Misalnya saja agar kondite tetap terjaga baik. Supaya kedudukan aman, tidak digeser atau dimutasikan ke tempat yang “kering”..Dalam kondisi tertentu, bisa terjadi tawar-menawar antara atasan dengan bawahan tentang jumlah upeti yang mesti disetor. Dalam kondisi yang sudah cukup gawat malahan si atasan bisa langsung memotong upeti yang sudah menjadi kesepakatan bersama itu. Jadi sifatnya sudah sangat mirip dengan pola komisi, bedanya cuma yang melakukan. Kalau komisi adalah antara oknum pembelian dengan relasi, sedang upeti adalah antara bawahan dengan atasan. Dalam bentuk kecil-kecilan, upeti ini bisa berupa makanan atau cenderamata untuk si pengambil
keputusan atau si penandatangan SPJ (Surat Perintah Jalan) manakala seseorang akan bertugas keluar kota atau keluar negeri. Sepertinya hal ini sudah menjadi semacam “budaya”.
e. Pola Menjegal Order
Pola yang dilakukan dengan mengambil/merebut suatu pekerjaan/job order dari orang/perusahaan lain untuk dikerjakan sendiri untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar atau diberikan kepada pihak lain dengan meminta sejumlah imbalan yang digunakan untuk kepentingan pribadi dan tidak ada batasan mengenai besar kecilnya suatu pekerjaan tersebut. Misalnya saya bekerja sebagai tenaga sales di sebuah perusahaan konfeksi. Gaji saya Rp 300.000 ditambah persentase dari transaksi yang berhasil saya dapatkan. Tiba-tiba saya mendapatkan order senilai 500 juta rupiah. Persentase yang saya dapat dari kantor sesuai dengan peraturan pastilah kecil sekali. Mendingan order ini saya lempar ke pengusaha konfeksi lain hingga saya menerima komisi yang lebih gede. Kalau order ini datangnya dari relasi baru, kemungkinan terbongkarnya kasus saya ini akan jadi kecil sekali. Tapi yang lebih menguntungkan lagi adalah kalau order tadi saya garap sendiri. f. Pola Perusahaan Rekanan
Yaitu pola yang dilakukan dengan cara tebang pilih terhadap perusahaan atau badan usaha yang mampu memberikan keuntungan pribadi yang lebih besar kepada pelaku korupsi. baik dalam bentuk materi maupun dalam bentuk hubungan kekerabatan seperti keluarga, maupun teman. Apabila Anda seorang pimpinan proyek atau pejabat pengambil keputusan, tentu akan terlalu kentara manakala punya perusahaan yang bisa menangkap order-order dari kantor Anda sendiri. Itulah sebabnya lalu banyak oknum pejabat yang memberi modal pada kerabat dekat lain untuk merekayasa sebuah perusahaan rekanan. Kepadanyalah kemudian segala macam order mengalir dengan lumayan deras. Di kalangan elite di negeri ini, gejala demikian sebenarnya sudah bukan merupakan barang baru lagi. Sebenarnya, sejauh perusahaan rekanan yang dikelola oleh sanak famili tadi kualitasnya sama dengan perusahaan rekanan yang asli, masalahnya sama sekali tidak ada. Boleh-boleh saja. Tapi biasanya, karena pemberi order itu masih kerabat sendiri, dan sebagainya, maka hukum bisnis jadi sering tersendat untuk diterapkan secara lugas. Terjadilah kemudian penyimpangan kualitas, waktu, anggaran dan sebagainya. g. Pola Penyalahgunaan wewenang
Pola inilah yang oleh masyarakat banyak lazim disebut sebagai pungli, uang semir, pelicin, sogok, suap dan lain-lain. Memang selalu ada anjuran untuk tidak memberi iming-iming pungli kepada para petugas, agar mereka tidak tergoda. Di kalangan para petugas/pegawai negeri masalahnya sama saja. Selama mereka diberi gaji kecil, padahal wewenangnya begitu besar, maka pungli pasti akan jalan
Modus Korupsi Beberapa contoh para pelaku menggunakan modus untuk melakukan perbuatan korupsi :
1. Mark up Anggaran
Ini adalah yang paling populer dan paling sering terjadi. dana anggaran digelembungkan dari kebutuhan sebenarnya. Parahnya, kadang penggelembungannya sampai berlipat lipat dari anggaran sebenarnya. Sebagian besar koruptor di indonesia memakai modus ini.
2. Mark down Pendapatan/Pemasukan
Mengambil keuntungan pribadi dari selisih jumlah uang/benda yg dilaporkan ( jumlah yg dilaporkan kurang dari jumlah sebenarnya yg diterima ) Markdown sering terjadi pada petugas lapangan. Misalkan para petugas parkir, penarik iuran,penarik pajak dan sebagainya. Misalkan pemasukan sebenarnya 1juta, tapi dilaporan cuma 900ribu. Yang 100rb masuk kantong pribadi.
3. Suap Aktif
Suap aktif adalah suap yg di terima oleh pihak pertama/penentu sesuai dengan perjajnjian/kesepakatan yg diucapkan ( tidak tertulis ). Misalkan pejabat bidang lelang tender proyek, sebelum lelang, dia bilang ke peserta tender, "kalau nanti kamu ngasih saya 20% dari nilai tender, gue menangin deh tender nih buat loe". itu contoh suap aktif, Si pejabatlah yang meminta bagian dari proyek.
4. Suap Pasif
Suap Pasif adalah suap yg diterima oleh pihak pertama/penentu tanpa ada perjanjian sebelumnya Seperti uang ucapan terimakasih dari sipemenang tender, padahal pihak pertama (pejabat) tidak meminta dan sejenisnya.Uang money politics yang diberikan calon pejabat ke para partisannya. Korupsi jenis ini marak dan tersebar diberbagai aspek kehidupan.
5. Pungutan diluar aturan UU.
Yaitu pungli yang dilakukan tidak sesuai dengan Perda yang berlaku. Sering ada di kantor kantor kecamatan, desa, kepolisian, kantor swasta, pasar dan sebagainya. oknumnya bisa berseragam atau non seragam. Kalau yang berseragam. Dari pembuatan KTP,KK dan sebagainya biasanya pungutan ini tidak ada ketetapan UU pasti tentang berapa besarnya.
6. Pemberian hadiah
Biasanya sama dengan suap pasif, pihak pejabat diberi hadiah, entah mobil, tiket, hotel, fasilitas dll yang sebenarnya tidak ada aturannya. Tentunya si pemberi hadiah punya maksud agar urusannya di mudahkan.
7. Memotong bantuan Sering dilakukan oleh para pejabat penyalur bantuan. Dari pejabat dinas, petugas lapangan, aparat desa bahkan sampai RT/RW sering terjadi. Dan umumnya alasannya untuk administrasi.
8. Menaikan biaya dari yang sebenarnya.
Contoh kecil seperti petugas parkir yg meminta biaya retribusi parkir l ebih tinggi dari yang tertulis di tiket parkir. Termasuk para penjaga toko, warnet dan sebagainya yang melakukan pembulatan ke atas. Seperti biaya warnet hanya 1800, tapi operator bilang 2000 dengan alasan tidak punya recehan pengembaliannya.
Korupsi Dalam Berbagai Perspektif Dalam Perspektif Agama
Dalam perspektif agama korupsi dipandang sebagai suatu perbuatan yang sangat tercela. Dalam perspektif ajaran islam, korupsi termasuk perbuatan fasad atau perbuatan yang merusak kemslahatan, kemanfaatan hidup, dan tatanan kehidupan. Pelakunya dikategorikan melakukan jinayah kubro (dosa besar). Dalam konteks ajaran islam yang lebih luas, korupsi merupakan tindakan yang bertentangan dengan prinsip keadilan (al-‘adalah), akuntabilitas (al-amanah), dan tanggung jawab.
Dalam Perspektif Sosial
Dalam perspektif sosial korupsi dipandang suatu perbuatan yang dapat meningkatkan angka kemiskinan, perusakan moral bangsa, hilangnya rasa percaya terhadap pemerintah, akan timbul kesenjangan dalam pelayanan umum dan menurunnya kepercayaan pemerintah dalam pandangan masyarakat. Dalam sistem ini, menerima sesuatu dari rakyat, walaupun untuk rakyat itu sendiri harus berkorban dan menderita, tanpa diketahui oleh rakyat itu sendiri mereka telah diperlakukan tidak adil oleh oknum-oknum korupsi yang tidak bertanggung jawab, merupakan perbuatan tercela dan penerimaan itu jelas dapat dimasukkan sebagai perbuatan korupsi.
Dalam Perspektif Budaya
Dalam perspektif budaya korupsi dipandang suatu perbuatan yang akan membentuk pandangan buruk terhadap reputasi negara, dan secara perlahan akan memutus budaya luhur bangsa. Almarhum Dr. Mohammad Hatta yang ahli ekonomi pernah mengatakan bahwa korupsi adalah masalah budaya. Pernyataan bung Hatta tersebut dapat diartikan bahwa korupsi di Indonesia tidak mungkin diberantas kalau masyarakat secara keseluruhan tidak bertekad untuk memberantasnya.Masalah hukum dapat ditangani dengan hukum, sedangkan masalah budaya tentu saja ditangani dengan tindakan – tindakan dibidang kebudayaan juga. Inilah hal yang tidak mudah. Berbeda kalau masyarakat secara keseluruhan sudah menganut ukuran yang sama dalam hal rasa keadilan, maka usaha pengenalan dan pengendalian korupsi akan jauh lebih mudah.
Dalam Perspektif Budaya
Dalam
perspektif
teknologi
korupsi
dipandang
sebagai
sesuatu
yang
dapat
menghambat
perkembangan teknologi yang ada, penyalahgunaan tindakan yang merugikan negara, dan terorisme yang terus merajalela.
Dalam Perspektif Hukum
Dalam perspektif hukum korupsi menimbulkan pandangan ketidak konsistenan terhadap hukum yang berlaku, timbul pandangan bahwa hukum bisa diperjual belikan, kepercayaan masyarakat terhadap hukum menurun, timbul gambaran orang-orang yang berkuasa dan kaya sebagai pemilik hukum,
timbul pemikiran bahwa hukum terlalu bobrok, dan timbul rasa ketidakadilan didalam diri masyarakat.
Dalam Perspektif Politik
Dalam perspektif politik korupsi dapat mempersulit demokrasi dan tata cara pemerintahan yang baik dengan cara menghancurkan proses formal, sistem politik akan terganggu cenderung tidak dipercaya oleh masyarakat, akan timbul aklamasi-aklamasi untuk menguatkan kekuatan politik (menjaga keberlangsungan korupsi) dan akan timbul ketidakpercayaan rakyat terhadap lembaga-lembaga politik.
Dalam Perspektif Ekonomi
Dalam perspektif ekonomi korupsi berdampak pada pembangunan infrastruktur yang tidak merata, tidak sesuai dengan yang dianggarkan sebelumnya. Pemerataan pendapatan yang buruk, membuat pengusaha asing takut untuk berinvestasi di Indonesia, pendapatan negara mengalami penurunan dan membuat beban lebih berat pada masyarakat.
Dalam Perspektif Pancasila
Korupsi dalam perspektif pancasila a.
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Manusia Indonesia percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dalam hal ini jelas perilaku tindak pidana korupsi ini tidak mencerminkan perilaku tersebut karena perilaku tindak pidana korupsi adalah perilaku yang tidak percaya dan taqwa kepada Tuhan. Dia menafikan bahwa Tuhan itu Maha Melihat lagi Maha Mendengar .[7]
b. Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab. Dalam sila ini perilaku tindak pidana korupsi sangat melanggar bahkan sama sekali tidak mencerminkan perilaku ini, seperti mengakui persamaan derajat, saling mencintai, sikap tenggang rasa, gemar melakukan kegiatan kemanusiaan serta membela kebenaran dan keadilan. c.
Sila persatuan indonesia Tindak pidana dan tipikor bila dilihat dalam sila ini, pelakunya itu hanya mementingkan pribadi, tidak ada rasa rela berkorban untuk bangsa dan Negara, bahkan bisa dibilang tidak cinta tanah air karena perilakunya cenderung mementingkan nafsu, kepentingan pribadi atau kasarnya kepentingan perutnya saja.
d. Sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan perwakilan Dalam sila ini perilaku yang mencerminkannya seperti, mengutamakan kepentingan Negara dan masyarakat, tidak memaksakan kehendak, keputusan yang diambil harus dipertanggungjawabkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta menjunjung tinggi harkat martabat manusia dan keadilannya. Sangat jelaslah bahwa tindak pidana korupsi tidak pernah ada rasa dalam sila ini. e.
Sila Keadilan sosial bagi seluruh bangsa indonesia
Rata-rata bahkan sebagian besar pelaku tindak pidana korupsi itu, tidak ada perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan suasana gotong royong, tidak menghormati hak-hak orang lain, melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum, serta tidak ada rasa bersama-sama untuk berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan keadilan sosial. Jadi semua perilaku tindak pidana dan tipikor itu semuanya melanggar dan tidak mencerminkan sama sekali perilaku pancasila yang katanya ideologi bangsa ini. Selain bersifat mengutamakan kepentingan pribadi, juga tidak adanya rasa kemanusiaan, keadilan, saling menghormati, saling mencintai sesama manusia, dan yang paling riskan adalah tidak ada rasa ‘percaya dan taqwa’ kepada Tuhan Yang Maha Esa.
View more...
Comments