Children Hospital
July 18, 2019 | Author: fidela_ff | Category: N/A
Short Description
tugas mmr children hospital...
Description
CASE PRESENTATION CHILDREN’S HOSPITAL AND CLINICS
KELOMPOK 2:
Faza Khilwan Amna Fergiawan Indra Prabowo Ferri Ardianto Fidela Firwan Firdaus Fitrina Noor F. P Gyan Adytya Herlambang Surya Perkasa Muhammad Edi Prasetyo Karina Mayang Sari Khoirurrohmah Nuzula Khoirurrohmah
Lisa Nilamsari Mirza Sanjaya Mulika Indriani Firdaus Niddy Rohim F
PROGRAM STUDI MANAJEMEN RUMAH SAKIT PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2013
RINGKASAN KASUS CHILDREN’S HOSPITAL AND CLINICS
5 Januari 2001 jam 15.00 Dr. Ellington menulis resep untuk memberikan 0.8 mg/jam morfin , perintah ini
diberikan kepada perawat Ginny Swenson yang perintah tersebut diteruskan kepada Patrick O’Reilly, seorang lulusan baru dari sekolah perawat yang baru saja diangkat sebagai
karyawan baru Swenson baru saja mendorong bed dimana Matthew pasien berumur 10 tahun baru saja keluar dari kamar ICU untuk dipindahkan ke kamar rawat dilantai ruang
operasi. Dia menjelaskan tentang kondisi Matthew dan menginstruksikan menginstruksikan kepada O’Reilly untuk memprogram pompa infuse elektronik dan anak tersebut akan menerima dosis
morfin sesuai dengan resep. O’Reilly belum terbiasa dengan pompa infuse elektronik tersebut , dia baru satu kali mengoperasikan alat tersebut yaitu pada saat dia masih belajar
pada sekolah perawat. Menyadari hal tersebut O’Reilly mencari bantuan dari perawat Mally Chen, yang bersedia untuk membantunya mengoperasikan pompa tersebut. Sayang tidak seorangpun dari perawat pada lantai tersebut terampil dalam mempergunakan pompa tersebut, dikarenakan para pasien pada unit tersebut kebanyakan tidak memerlukan
infus untuk mengurangi rasa sakit secara terus-menerus. Untuk memprogram pompa tersebut, Chen perlu memasukkan konsentrasi morfin dan tingkat infuse yang tepat. Para perawat tidak melihat suatu konsentrasi yang tertera pada label obat; namun Chen mengkalkulasi konsentrasi konsentrasi. Dia juga memasukkan tingkat infuse pada 0.8 mg per jam, yaitu
seperti yang diinstruksikan oleh perawat Swenson. Mengikuti prosedur RS yang mensyaratkan orang kedua untuk melakukan pengecekan kedua pengobatan melalui intravenous O’Reilly memeriksa suhu dari Chen dan penyetelan program pada alat tersebut. Kemudian Chen kembali kepada pasiennya yang lain, dan O’Reilly membantu Matthew menempati ruang rawatnya yang baru. Setelah beberapa menit, O’Reilly menatap kewajah Matthew dan menyadari bahwa sesuatu yang salah telah terjadi. Wajah Matthew berubah kebiruan, dan nafasnya tersegal-segal. O’Reilly panic. panic. Apakah dia telah memberikan morfin melebihi dosis kepada
Matthew? Dia dengan cepat menghentikan infuse. Mulai memberikan alat bantuan pernafasan dan meminta seseorang untuk memanggil Dr. Ellington. Dalam waktu beberapa menit Dr. Ellington datang diruang itu dan mengkonfirmasikan bahwa Matthew telah meminum beberapa kali lebih besar dari dosis morfin yang seharusnya . Memahami
bahwa dosis tersebut dapat mengakibatkan kematian. Dr. Ellington segera memberikan obat untuk menghilangkan pengaruh morfin tersebut. Untung dalam beberapa detik setelah pemberian obat tersebut pernafasan Matthew kembali normal dan dia menjadi baik kembali. 6 Januari 2001 jam 16.00 Dr Chris Robinson, Asisten Direktur Medis
Menutup pintu ruang rapat dan menatap pada 9 orang yang akan diwawancara secara berurutan atas terjadinya over dosis pada pasien Matthew. Mereka yang hadir diruang tersebut adalah yang terlibat langsung dalam memberikan perawatan kepada sang pasien, petugas farmasi yang menyiapkan morfin, beberapa supervisor, dan dua perawat. Kelompok tersebut memerlukan waktu beberapa jam untuk membahas analisis kejadian – suatu prosedur pemecahan masalah tesrtruktur yang dipergunakan untuk mengidentifikasi sebab-sebab dari insiden medical – dan untuk menentukan bagaimana RS dapat mencegah insiden semacam itu diwaktu-waktu yang akan datang. Hari ini kita akan fokus terutama pada mendokumentasikan proses arus dari kejadian kemarin. Rita memiliki 3 aturan dasar untuk dIskusi (1) Ini adalah lingkungan tidak saling menyalahkan, kita tidak berada disini untuk mencari kambing hitam, tetapi untuk mengidentifikasi kegagalan dari sistim operasional kita. Kita ingin mengungkapkan semua isu dan semua masalah dengan diskusi terbuka. (2) Proses ini bersifat rahasia. Jangan sekali-kali sebut nama pasien atau identitas dari para pemberi pelayanan. (3) Kita minta agar anda berfikir kreatif mengenai bagaimana memperbaiki system dan prosedur kita. Coba bayangkan seandainya pasien tersebut anak anda sendiri dan mengidentifikasikan sistim yang anda kehendaki yang mempengaruhi keselamatan anak anda sendiri. Dalam
diskusi
tersebut
Robinson
menanyakan
beberapa
pertanyaan
untuk
mengidenifikasi, memahami dan diagram dari urut-urutan kejadian yang berakibat pada overdosis morfin tersebut. Sehingga kelompok tersebut telah membuat suatu alur diagram proses untuk mendokumentasikan urut-urutan kejadian. 7 Januari 2001 jam 14.00
Julie Morath, Direktur operasional CHC duduk di kantornya meneliti temuan-temuan dari anaisis kejadian terfokus. Begitu selesai membaca laporan tersebut masuk Dr.Robinsion dan bosnya Dr Terry Hart, keduanya yang memfasilitasi semua pembelajaran kejadiankejadian terfokus di RS tersebut, kemudian ketiga orang tersebut membahas 3 issue
(1)
Mereka mendiskusikan sebab-sebab dan kejadian tersebut dan perubahan-perubahan yang harus diimplentasikan untuk mencegah kejadian yang sama dimasa mendatang.
(2) Mereka juga membahas bagaimana mereka akan menjelaskan kepada orang tua Matthew. (3) Mereka berkutat dengan isu tanggung jawab dan akuntabiitas dari insiden. Pada diskusi tersebut mereka menyadari bahwa taruhan yang mereka buat adalah besar dan mereka hanya memiliki sedikit waktu untuk untuk mengambil sebuah keputusan. Keluaga Matthew berkeinginan untuk mengetahui siapa yang bertanggung jawab dengan insiden tersebut, dan ingin individu bertanggung jawab. OVERDOSIS MORFIN PADA MATTHEW. 10 Januari 2001.
Sekali lagi Morath menaruh perhatiannya pada kasus overdosis Mathew. Dia mengharapkan orang tua pasien tersebut datang kekantornya setiap saat. Saat Morath menunggu, dia mencoba mengantisipasi pertanyaan-pertanyaan keras yang mungkin akan ditunjukkan oleh orang tua pasien tersebut. CHILDREN’S HOSPITAL & CLINICS (CHC)
RS tersebut didirikan pada tahun 1994. Brock Nelson dilantik untuk menjadi Direktur Utama CHC. Pada tahun 2001 CHC memberikan pelayanan kepada, bayi, anak-
anak dan dewasa pada 6 fasilitas yang terlokasi di wilayah Minneapolis-St Paul. JULIE MORATH Julie Morath menjadi direktur operasional RS pada Mei 1999. selama 25 taun dia
berpengalaman pada administrasi pelayanan pasien, pendidikannya adalah keperawatan. Pada saat bekerja pada Allina, dia mengikuti kuliah pada program eksekutif untuk kesalahan medical dan keselamatan pasien pada Harvard University. Dari perkuliahan-perkuliahan tersebut Morath mulai mengenal bahwa kesalahan-kesalahan medikal biasanya hasil dari serangkaian kesalahan-kesalahan kecil pada suatu system yang komplek, bukan dikarenakan kesalahan atau kurang kompetennya seorang perawat ataupun dokter Morath ingin menerapkan konsep yang dia pelajari dari Harvard, dia ingin menerapkan konsep-konsep tersebut pada “lini depan” agar dapat meningkatkan keselamatan pasien. Dia menjelaskan transformasi personal dirinya pada isu ini. Direktur utama CHC Nelson memerlukan seorang Direktur Operasional. Nelson menjelaskan bagaimana dia mengangkat Morath pada jabatan tersebut.
Peran yang tradisional sebagai direktur operasional RS tidaklah membuat saya
senang, tetapi saya antusias untuk bisa berkonsentrasi pada keselamatan pasien dan menciptakan suatu budaya dimana konsep “tidak merusakkan” adalah eksplesit, bukannya implisit. Peluang untuk focus pada tim kerja yang menyatu dan kegiatan operasional
diseputar ilmu dan prinsip-prinsip keselamatan merupakan tantangan yang menyenangkan. Selama proses wawancara, Morath mulai berbicara dengan para karyawan RS CHC mengenai visinya dan berbagai idenya berkaitan dengan keselamatan pasien. Sebagai bagian dari masuknya saya pada organisasi RS CHC, saya telah melakukan pembicaraan yang terprogram secara cermat, diseputar topik keselamatan dengan orang yang bersedia tampil dengan inisyatif, saya telah merintis jalan, berbicara mengenai bagaimana bisa menyatukan seluruh organisasi sehingga keselamatan bukan hanya permasalahan orangorang yang berada dilini depan RS, tetapi juga untuk para administrator yang medesain dan mengoperasikan system R.S. sulit untuk mengumpulkan orang dengan topik keselamatan karena hamper semua orang akan bersikap defensif, berbicara tentang keselamatan bisa mengandung arti bahwa kita telah membuat “kesalahan”. Namun saya berada pada suatu tempat, dimana sebagian besar orang berada pada suatu satuan dari pusat pelayanan kesehatan, dimana sesuatu tidak berjalan baik. Mereka dapat dengan cepat memahami bahwa RS ini dapat melakukan sesuatu dengan lebih baik. AMBIL TANGGUNG JAWAB
Pada saat Morath bergabung dengan RS tersebut, keselamatan pasien merupakan prioritas utamanya. Dia mulai membentuk suatu tim inti untuk membantu mendesain dan meluncurkan Patient Safety Initiative (PSI). pada bulan Agustus 1999 dia telah dibantu oleh beberapa orang kunci yang sangat berpengaruh yaitu orang-orang pada organisasi RS ini menaruh hormat kepada mereka baik untuk keakhliannya dibidang medis, pengalamannya maupun rekam jejak mereka pada RS tersebut, Morath dan Nelson berbincang dengan Dr. Tery Hart, Direktur medis RS CHC , untuk menghimpun input maupun saran, saran serta
untuk mengakui bahwa mereka memahami strategi untuk meningkatkan keselamatan pasien mereka percaya bahwa kepemimpinan Dr Hart akan merupakan wahana yang penting untuk membangun dukungan upaya diantara para dokter dan para per awat pada RS tersebut. Dengan keadaan dari tim inti tersebut, Morath menyusun tiga upaya penting pada bulan-bulan pertamanya di RS tersebut. Pertama, dia menggunakan waktunya untuk memberikan presentasinya pada staf RS mengenai riset nasional pada kesalahankesalahan medis. Kedua dia menyelenggarakan kelompok-kelompok fokus untuk lebih mendalami mengenai isu-isu keselamatan pasien pada RS CHC. Ketiga, dia mengembangkan rencana strategik terperinci untuk PSI untuk serangkaian kegiatan berkaitan dengan inisyatif tersebut. IMPLEMENTASI PATIENT SAFETY INITIATIVE (PSI)
Pada bulan September 1999, Dewan Direksi menyetujui rencana agresif Morath dan Nelson untuk mengimplementasikan agenda keselamatan pasien. Rencana tersebut mengandung tiga komponen utama. Pertama Morath menghendaki perubahan pada budaya organisasi untuk menciptakan lingkungan yang kondusif untuk mendiskusikan kecelakaankecelakaan
medik
pada
kondisi
yang
konstruktif.
Kedua,
dia
bermaksud
untuk
mengembangkan infrastruktur yang diperlukan untuk menerapkan perbaikan keselamatan. Ketiga, dia meluncurkan suatu proyek untuk mengembangkan system administirasi medis di RS. BUDAYA
Morath menghendaki untuk mengembangkan suatu lingkungan dimana setiap orang terfokus pada pembelajaran dari kesalahan-kesalahan masa lalu, dari pada tunjuk hidung bila sesuatu kenyataan salah. Kedua, dia telah memberlakukan suatu sistim laporan tidak saling menyalahkan untuk mencatat kesalahan-kesalahan medik. Ketiga dia telah menciptakan suatu kebijaksanaan pejelasan/berkaitan dengan bagaimana untuk berkomunikasi dengan para orang tua berkaitan dengan kecelakaan medik. DIALOG KESELAMATAN PASIEN
Morath telah menciptakan serangkaian sesi bagi para karyawan CHC dan staf klinik untuk bersama-sama belajar mengenai hasil penelitian mutakhir berkaitan dengan keselamatan medik, selain itu juga mendiskusikan topik-topik yang berkaiatan dengan keselamatan. LAPORAN TIDAK MENYALAHKAN
Morath memelopori suatu system bahwa untuk pelaporan kecelakaan medik yang dia sebut sebagai “Laporan tidak menyalahkan” (Blameless reporting). Intinya adalah membuat orang untuk berkomunikasi secara rahasia dan tanpa nama mengenai kecelakaan medik, tanpa harus dihukum, sehingga dapat membuka sebanyak mungkin masalah-masalah dan untuk menentukan penyebab-penyebab dari kecelakaan-kecelakaan tersebut. BAHASA
Dalam hal ini Morath menekankan untuk menghindari dari beberapa kata-kata yang banyak digunakan pada suatu budaya menunjukkan terkejut “pada orang lain; dan pada mereka untuk belajar dari kesalahan dan kegagalan bekerja dia lebih menekankan penggunakan hati-hati” examination” yang berlawanan dengan “investigation” untuk mereview sebuah kecelakaan medik dia percaya bahwa istilah yang digunakan pada seluruh
proses dari perencanaan secara hati-hati dan sistematik. Sedangkan istilah investigasi terkesan sebagai sesuatu yang menginterogasi seorang terdakwa. KEBIJAKAN MEMBERIKAN PENJELASAN
Morath juga menghendaki perubahan mengenai bagaimana berkomunikasi dengan para keluarga ketika terjadi kecelakaan. Dimasa yang lalu staf RS akan tetap tutup mulut setelah sebuah insiden. Biasanya pengacara RS akan merekomendasikan bahwa staf memberikan informasi kepada keluarga dengan secara garis besar dan jangan sekali kali mengidentikan RS berbuat suatu kesalahan. Dengan kebijakan yang baru yaitu memberikan penjelasan, RS akan mengontak keluarga segera setelah suatu insiden terjadi, menjelaskan prosedur untukmemeriksa kejadian tersebut dan menganalisis apa yang telah dipelajari dari hal tersebut. Dan mengajak kepada para keluarga adanya informasi tindak lanjut tentang berbagai penyebab dari kejadian tersebut. INFRASTRUKTUR
Morath telah mengembangkan berbagai struktur dan berbagai proses untuk mengatasi dan implementasi inisiatif keselamatan pasien. Khususnya dia membentuk suatu tim inti yang bertanggung jawab untuk mengarahkan agar inisiatif itu berjalan suatu perubahan perubahan berjalan utama dan disetujui sebagai tambahan dia mengembangkan suatu proses baru untuk memeriksa kejadian-kejadian yang sama. KOMITE PENGARAH KESELAMATAN PASIEN
(Patient safety steering committee/PSSC) Dengan dukungan Nelson dan bantuannya, Morath menunjuk Komite Pengarah Kesehatan Pasien, dan dia mengetuai PSSC, anggotanya terdiri banyak dokter dan pimpinan serikat pekerja perawat. Dengan berjalannya waktu anggota tim berkembang dari yang tadinya 10 orang menjadi 19 partisipan. Masing-masing memberikan waktunya lebih kurang 5 jam/bulan. Dr. Thomas Hellmich, dokter ruang darurat dan wakil ketua, adalah anggota perdana dari PSSC . Dia menjelaskan bagaimana Morath telah memilihnya menjadi
anggota tim. Saya diminta Julie untuk bergabung dengan PSSC dikarenakan saya mengungkapkan perkataan saya terhadap keselamatan pasien. Saya menghadiri berbagai pertemuan dengannya, dimana dia mendiskusikan informasi mengnai keselamatan pasien. Saya kirim Email kepadanya menyatakan itu merupakan informasi yang menawan dan pada pertemuan berikutnya dia menghadiri sebuah kotrak yang mencantumkan apa yang akan dibutuhkan bilamana saya dilibatkan. Ini bukan merupakan sebuah kontrak yang mengikat, tetapi dia hanya ingin menyakinkan bahwa masing-masing orang tahu bahwa terdapat sebuah
komitmen bukan sekedar menghadiri rapat. Dia ingin untuk yakin medik memperoleh perhatian dan dia berhasil. Saya ada pada banyak komite, dan yang satu ini memang berbeda sejak dari awalnya. Morath tidak melakukan tindakan-tindakan utama tanpa persetujuan dari PSSC, yang memegang tanggungjawab bersama untuk menentukan sasaran-sasaran dari inisatif keselamatan, dan untuk merevisi kebijakan-kebijakan RS serta prosedur-prosedur. Misalnya, komite telah mengembangkan laporan keselamatan pasien yang baru, dan menciptakan pasien analisis kejadian terfokus untuk memeriksa berbagai penyebab serius dari kecelakaan medik. PSSC juga menceritakan temuan-temuan dari pertanyaan-pertanyaan serta menonton perkemangan dari inisiatif keselematan. STUDI KEJADIAN TERFOKUS
(Focused Event Studies) Komite
Gabungan
Akreditasi
Organisasi
Pelayanan
Kesehatan
(The
Joint
Commission on Accreditation of Healthcare Organizations/JCAHO) mempersyarat RS – RS untuk melakukan suatu investigasi atas kejadian kecelakaan medik serius yang dikenal didunia perdagangan sebagai sentinel event. Dibawah kepemimpinan Dr. Hart PSSC telah memilih kebijakan RS berkaitan kapan dan bagaimana melakukan pertanyaan-pertanyaan. Pertama komite memutuskan tidak hanya menyelenggarakan studi kejadian terfokus setelah sentinel event, tetapi juga setelah terjadinya kejadian yang nyaris cedera (“near misses”). Morath, Hart dan anggota tim yang lain yakin, bahwa mereka dapat banyak belajar mengenai perbaikan keselamatan pasien, dengan menerapkan lebih sering, prosedur pemecahan masalah terstruktur. Kedua, PSSC telah menggeser focus dari proses investigasi yang diperlukan mulai dari mengidentifikasikan dan memperingatkan para individu yang bertanggung-jawab untuk kejadian yang terjadi, menjadi menyelenggarakan analisis kejadian secara rahasia dan tidak menyalahkan. Proses ini bertujuan terutama untuk mendokumentasikan semua urutan kejadian sedapat-dapatnya dan mengidentifikasikan semua penyebab kegagalan sistematik. Akhirnya kebijakan baru mempersyaratkan para pimpinan untuk melakukan suatu analisis kejadian terfokus untuk mengunakan informasi mengenai kejadian tersebut, dengan proses mencari tahu, dan menganalisis temuan-temuan kepada keluarga secepatnya. Dr. Robinson memberikan komentarnya pada analisis kejadian terfokus yang terjadi setelah Mathtew’s mengalami overdosis morfin.
PROYEK ADMINISTRASI MEDIK
Komponen urutan ketiga dari inisyatif keamanan terdiri dari suatu upaya untuk membenahi system administrasi medis, dengan tujuan untuk mencapai pelayanan tanpa cacat (zero
defect).
Morath
berkeinginan
untuk
menggunakan
upaya
tersebut
untuk
mendemonstrasikan bagaimana organisasi dapat memperbaiki keselamatan pasien, dengan mendisen ulang system dan proses-proses RS. Dia percaya bahwa proyek ini akan memotivasi semua orang untuk menguah cara berfikir mereka dan bertindak berkaitan dengan keselamatan karyawan. Dia berkata “Siapa yang akan berargumentasi untuk suatu system medikasi untuk anak-anak yang 100% dapat dipercaya? Sementara itu semua orang tahu bahwa kerumitan dan kesulitan dari system administrasi medis yang sekarang. Mark Thomas, Direktur Farmasi menjelaskan bagaimana Morath telah merekrutnya untuk proyek tersebut. Saya mulai bekerja pada RS CHC pada bulan September 1999 dan baru disana kurang dari sebulan saat Julie memanggil saya ke kantornya. Katanya “Mark, saya sangat terkesan dengan anda. Saya menunggu kedatangan anda, Dia mejelaskan agenda keselamatan pasien dan minta saya untuk memegang proyek ini untuk memperbaiki system administrasi medis. Dia memberitahukan kepada saya bahwa sasarannya adalah tanpa cacat. Dalam hal ini saya tersanjung karena saya tahu hal tersebut merupakan sasaran yang menantang. Dari sudut pandang saya, hal tersebut hampir tidak mungkin, tetapi saya tetap akan maju dikarenakan dia sangat mendukung saya dan percaya bahwa kita dapat mencapai tujuan. Morath tidak menghendaki Thomas untuk hanya terfokus pada proses-proses internal farmasi di RS. Dia memintanya untuk seluruh proses arus berkaitan dengan obat-obatan, mulai dari saat seorang dokter menuliskan resep obat sampai ditangan pasien. Morath memintanya untuk menaruh perhatian pada setiap penyampaian berantai, pada sistem yaitu saat para individu mengestafetkan informasi dan/atau obat dari ia ke lain orang. Morath mengharapkan untuk menemukan beberapa peluang untuk menyederhanakan proses-proses yang telah ada. TIM TINDAKAN KEAMANAN
Pada bulan November 1999, Casey Hooke seorang perawat klinik spesialis memutuskan untuk membuat suatu tim tindakan keamanan pada unit Haematology/orcologi di Minneapolis, tim lintas fungsional terdiri dari delapan karyawan mulai kultum bulanan untuk mendiskusikan isu-isu keamanan medik. Setelah pertemuan-pertemuan anggota para rekan sekerjanya mengenai masalah-masalah yang telah mereka diskusikan serta perbaikan perbaikan yang diharapkan dapat dilaksanakan masing-masing orang juga mengumpulkan
berbagai gagasan dan saran-saran untuk dibahas dengan angganta tim pada pertemuan berikutnya. LOG GOOD CATCH
Tim Casey Hook juga menggunakan log good catch sebagai suatu cara untuk menangkap informasi yang dapat dipergunakan untuk mencegah kesalahan untuk log good catch berlokasi pada kamar medik yang dikunci pada setiap lantai di RS. Bilamana seorang perawat menghadapi suatu masalah yang dapat membawa akibat suatu kesalahan medik, dia dapat menjelaskan/menggunakan situasi tersebut pada log. Para perawat merasa aman dengan proses ini, karena mereka dapat mencatat kejadian tersebut tanpa harus menyebutkan namanya dan hanya para perawat atau staf pharmasi yang punya akses pada ruang tersebut. Dimana log tersebut tersimpan. BERGERAK MAJU
Pada bulan Januari 2001, Morath sangat senang dengan tingkat komitmen dan dedikasi pada upaya keselamatan pasien. Namun dengan semakin matangnya inisyatif. Morath perlu menata kebutuhan untuk menangani beberapa pertanyaan-pertanyaan controversial mengenai program keselamatan Dia dan PSSC berjuang menhadapi dengan empat isu utama. Penjelasan dan resiko legal (1) Para anggota PSSC merisaukan mengenai apakah manfaat dari mengembangkan pemberian informasi kejadian kepada para pasien dan keluarganya, lebih besar dibandingkan dengan resiko bertambahnya tuntutan hukum. Seorang dokter bedah mengemukakan pandangannya dan banyak pihak di RS, bahwa berbicara terbuka mengenai kejadian akan mengundang masalah Dia merencanakan bahwa RS mencari masalah dengan berbicara secara terbuka mengenai kejadian. Dr Terry Hart memahami resiko-risiko tersebut. “Identikan informasi dan merubah peraturan, ini akan nyrempet nyrempet bahaya” Yang lain percaya bahwa RS belum sepenuhnya melibatkan orang tua pada upaya meningkatkan keselamatan. Dr Bruce Bostrom berfikir bahwa para orang tua memiliki pengalaman dan pengetahuan yang kurang dimanfaatkan oleh staf RS. Mungkin akan bermanfaat untuk membenah “log good catch orang tua” pada setiap ruang pasien. Namun kita masih memiliki budaya yaitu takut orang tua akan terlibat pada good catches dan normatik. Morath dan Brack bertemu dengan penasehat hokum RS untuk memberikan rencanarencana berkaitan dengan inisyatif keselamatan pasien. Memakai untuk memprediksi perilaku
orang tua pasien diwaktu yang akan datang adalah tidak mungkin, Dewan Direktur dan beberapa penasehatnya menyetujui inisiatif tersebut. AKUNTABILITAS
Para manajer unit dan para administrator juga mengemukakan keprihatinannya bahwa system laporan tanpa menyalahkan akan menghilangkan kemampuan mereka untuk memegang para anggota tim bertanggung jawab untuk kinerja yang buruk. Sementara itu para keluaga pasien perlu untuk mengetahui individu tertentu yang disalahkan untuk suatu kejadian, dibandingkan dengan memfokuskan pada kegagalan. MENGUKUR HASIL
PSSC bergulat dengan kesulitan untuk mencoba untuk mengukur efektivitas dari inisyatif keselamatan. Para anggota ingin tahu apakah manfaatnya melebihi biayanya. Morath belum bisa memberikan angka untuk mempertimbangkan insyatif memberikan manfaat yang seimbang dengan biayanya. Dia berkomentar lebih lanjut “Dapatkah kita mempertahankan PSI ? saya pikir saya dapat membuat sebuah kasus bisnis yang menunjukkan bahwa perbaikan kualitas menentukan manfaat. PSSC masih berjuang untuk mencari ukuran yang dapat digunakan untuk mengevaluasi keberhasilan inis yatif. Beberapa anggota PSSC mengungkapkan keprihatinannya bahwa organisasi tidak mendedikasikan sumber daya untuk mengimplementasikan perbaikan-perbaikan serta proses RS. Dr Bostrom menjelaskan bahwa sangat menantang untuk memberikan pelayanan yang berbeda untuk pasiennya, sementara mencari implementasi, untuk perubahan yang luas pada arti atau prosedur RS. Dia mengungkapkan permasalahan. KEPEMIMPINAN
RS
tersebut
juga
menghadapi
tantangan
yang
penting
berkaitan
dengan
kepemimpinan dari inisiatif keselamatan. Sebagai direktur operasional RS Morath menyadari bahwa dia tidak dapat memberikan semua waktunya untuk upaya keselamatan. Dia memiliki banyak tugas dan banyak tanggung jawab yang memerlukan perhatiannya. Dia memutuskan bahwa RS itu perlu untuk mengangkat orang lain untuk memimpin upaya tersebut dengan penuh waktu dan menjadi ketua baru PSSC. Pada bulan Januari 2001, Nelson dan Morath mengangkat Dr Eric Knox untuk jabatan tersebut. Dr. Knox adalah pensiunan
perinatologist (seorang spesialis untuk kelahiran beresiko tinggi) dan akhli yang dikenal secara nasional pada keselamatan medik. Secara alamiah semua mencemaskan bahwa perubahan kepemimpinan ini dapat menganggu perkembangan dari inisyatif, terutama pada tahap krusial dan perkembangannya. Namun Morath percaya bahwa organisasi dapat membuat suatu transisi yang lancar.
Julie Morath membawa kepemimpinan yang memberikan semangat pada RS pada topik keselamatan pasien. Selama 16 tahun bekerja di RS ini saya telah banyak menyaksikan ulah manajemen membawahi masalah itu dan tidak banyak berhasil. Saya nyatakan bahwa ini adalah misi yang berbeda. Saya tidak mengantisipasi program itu akan hilang, tetapi salah satu tantangan kita sekarang ini adalah untuk menyakinkan orang di lini depan bahwa ini bukanlah modul untuk bulan ini.
PEMBAHASAN
A. PATIENT SAFETY
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No 1691/ MENKES/ PER/ VIII/ 2011 ) rumah tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit, keselamatan pasien ( patient safety sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman.
Sistem tersebut meliputi: assessment risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko. Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan. Hal-hal yang akan dibahas yang berhubungan dengan pasien safety dalam kasus ini antara lain: 1. Kerjasama tim untuk keselamatanpasien (work in teams for patient safety). 2. Komunikasi efektif untuk keselamatan pasien (communicate effectively for patient safety). 3. Pengobatan yang aman (medication safety). 4. Mengenali, merespon, dan mengatasi kejadian tidak diharapkan (adverse event ). B. KERJASAMA TIM UNTUK KESELAMATAN PASIEN
Merupakan
bekerja
sama
dalam
tim
secara
interprofessional
untuk
mengoptimalkan keselamatan pasien dan kualitas pelayanan. Pada kasus ini hal yang berhubungan dengan kerjasama tim untuk keselamatan pasien yaitu: 1.
Julie morath sebagai direktur operasional RS Childern’s hospital & clinic berusaha dengan visi dan misinya yang berkaitan dengan keselamatan pasien untuk menyatukan seluruh organisasi yang terdapat di RS sehingga keselamatan bukan hanya permasalahan orang-orang yang berada di lini depan RS, tetapi juga untuk para administrator yang medesain dan mengoperasikan sistem RS.
2.
Sebagai implementasi dari visi dan misinya yang berkaitan dengan keselamatan pasien di RS, Julie Morath menunjuk salah satunya Ginger Malone, seseorang perawat terdaftar untuk menyelenggarakan kelompok-kelompok fokus yang melibatkan banyak orang dari berbagai bidang dalam organisasi dan berharap untuk memanfaatkan berbagai sesi tersebut untuk lebih menggalakkan inisiatif dan
mendorong orang untuk berfikir kreatif mengenai cara-cara untuk meningkatkan keselamatan pasien. Dalam hal ini, Malone telah menyelenggarakan 18 kelompok focus, yang melibatkan dokter, perawat, ahli farmasi, dan orang-lain lain yang bekerja di RS tersebut. C. KOMUNIKASI EFEKTIF UNTUK KESELAMATAN PASIEN
Komunikasi efektif untuk keselamatan pasien adalah komunikasi efektif yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas dan dipahami oleh pasien, akan mengurangi kesalahan dan menghasilkan peningkatan keselamatan pasien. Komunikasi dapat berbentuk elektronik lisan atau tertulis. Komunikasi efektif untuk keselamatan pasien diatur dalam : 1.
Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient Safety) Depkes RI tahun 2006. Standar keselamatan pasien terdiri dari 7 standar : 1.
Hak Pasien
2.
Mendidik pasien dan jeluarga
3.
Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
4.
Penggunaan mtoda-metoda peningkatan untuk melakukan evaluasi dan program peningkatan keselamtan pasien
2.
5.
Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
6.
Mendidik staf tentang keselamatan pasien
7.
Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan
Panduan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1691/Menkes/PER/2011 Tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit Pada BAB III Standar Keselamatan Pasien pasal 1 dan 2.
3.
Standar WHO
Sasaran elemen penilaian komunikasi efektif untuk keselamatan pasie n yaitu: 1.
Perintah
lengkap secara lisan dan melalui telepon atau hasil pemeriksaan
dituliskan secara lengkap oleh penerima perintah. 2.
Perintah lengkap lisan dan telepon atau hasil pemeriksaan dibacakan kembali secara lengkap oleh penerima perintah.
3.
Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh pemberi perintah atau yang menyampaikan hasil pemeriksaan.
4.
Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan verifikasi keakuratan komunikasi lisan atau mlalui telepon secara konsisten.
Nb: read back atau pembacaan kembali diperbolehkan dalam situasi yang tidak memungkinkan seperti situasi gawat darurat Pada kasus ini hal yang berhubungan dengan komunikasi efektif untuk keselamatan pasien yaitu: 1.
Perawat Ginny Swenon tidak melakukan read back terhadap dr Elington.
2.
Perawat O'Really tidak melakukan konfirmasi ulang terhadap perawat Gienny Swenon maupun dr Elington.
3.
Tidak ada komunikasi pihak rumah sakit dan pasien terkait kasus tersebut.
D. PENGOBATAN YANG AMAN
Obat
merupakan salah satu bagian terpenting dalam proses penyembuhan
penyakit, pemulihan kesehatan dan juga pencegahan terhadap suatu penyakit. Penentuan obat untuk pasien adalah wewenang dari dokter, tetapi para perawat dituntut untuk turut bertanggung jawab dalam pengelolaan obat tersebut. Mulai dari memesan obat sesuai order dokter, menyimpan dan meracik obat sesuai order hingga memberikan obat kepada pasien. Memastikan bahwa obat tersebut aman bagi pasien dan mengawasi akan terjadinya efek samping dari pemberian obat tersebut pada pasien. Karena hal tersebut maka perawat dalam menjalankan perannya harus dibekali dengan ilmu keperawatan sesuai UU No. 23 th. 1992 pasal 32 ayat 3. Dalam pemberian obat yang aman perawat perlu memperhatikan lima tepat ( five rights) yang kemudian dikenal dengan istilah lima benar oleh perawat. Istilah lima benar menurut Tambayong yaitu : pasien yang benar, obat yang benar, dosis yang benar, cara / rute pemberian yang benar dan waktu yang benar. Persiapan
dan
pemberian obat harus dilakukan dengan akurat oleh perawat. Perawat menggunakan lima benar pemberian obat untuk menjamin pemberian obat yang aman (benar obat, benar dosis, benar klien, benar rute pemberian, dan benar waktu ). Dewasa ini prinsip tersebut mulai ditinggalkan setelah munculnya prinsip 6 benar dalam pemberian obat yang dianggap lebih tepat untuk perawat. Joyce 1996
menyebutkan prinsip enam benar yaitu : 1) klien yang benar, 2) obat yang benar, 3) dosis yang benar, 4) waktu yang benar, 5) rute yang benar dan ditambah dengan 6) dokumentasi yang benar. Hal ini diperlukan pleh perawat sebagai pertanggung gugatan secara legal tindakan yang dilakukannya. Mengingat di ruang rawat inap seorang perawat harus memberikan berbagai macam obat kepada beberapa pasien yang berbeda. Tindakan – tindakan dalam komponen prinsip enam tepat : 1.
Tepat obat a.
Menegecek program terapi pengobatan dari dokter
b.
Menanyakan ada tidaknya alergi obat
c.
Menanyakan keluhan pasien sebelum dan setelah memberikan obat
d.
Mengecek label obat 3 kali ( saat melihat kemasan, sebelum menuangkan, dan setelah menuangkan obat) sebelum memberikan obat
2.
3.
e.
Mengetahui interaksi obat
f.
Mengetahui efek samping obat
g.
Hanya memberikan obat yang disiapkan sendiri
Tepat dosis a.
Mengecek program terapi pengobatan dari dokter
b.
Mengecek hasil hitungan dosis dengan perawat lain (double check)
c.
Mencampur / mengoplos obat sesuai petunjuk panda label / kemasan obat
Tepat waktu a.
Mengecek program terapi pengobatan dari dokter
b.
Mengecek tanggal kadaluarsa obat
c.
Memberikan obat dalam rentang 30 menit sebelum sampai 30 menit setelah waktu yang diprogramkan
4.
Tepat pasien a.
Mengecek program terapi pengobatan dari dokter
b.
Memanggil nama pasien yang akan diberikan obat
c.
Mengecek identitas pasien pada papan / kardeks di tempat tidur pasien yang akan diberikan obat
5.
Tepat cara pemberian a.
Mengecek program terapi pengobatan dari dokter
b.
Mengecek cara pemberian pada label / kemasan obat
c.
Pemberian per oral : mengecek kemampuan menelan, menunggui pasien sampai meminum obatnya
d.
Pemberian melalui intramuskular : tidak memberikan obat > 5 cc pada satu lokasi suntikan
6.
Tepat dokumentasi a.
Mengecek program terapi pengobatan dari dokter
b.
Mencatat nama pasien , nama obat, dosis, cara dan waktu pemberian obat
c.
Mencantumkan nama/ inisial dan paraf
d.
Mencatat keluhan pasien
e.
Mencatat penolakan pasien
f.
Mencatat jumlah cairan yang digunakan untuk melarutkan obat ( pada pasien yang memerlukan pembatasan cairan)
g.
Mencatat segera setelah memberikan obat
Universal precaution 1.
Mencuci tangan sebelum dan sesudah memberikan obat
2.
Menggunakan sarung tangan ketika memberikan obat secara parenteral
3.
Membuang jarum suntik bekas pada tempat khusus dalam keadaan terbuka.
Adapun peran perawat dalam pengobatan yaitu : 1.
Melaksanakan pemberian obat kepada pasien sesuai program terapi dengan menerapkan prinsip 6 benar (klien, obat, dosis, cara, waktu dan dokumentasi).
2.
Mengelola penempatan, penyimpanan dan pemeliharaan dan administrasi obat di ruangan agar selalu tersedia, siap pakai, tidak rusak, mudah ditemukan dan tidak kadaluarsa.
3.
Memberikan penyuluhan berkaitan dengan obat yang digunakan meliputi khasiat obat, makanan yang boleh selama terapi, ESO dan cara mengatasi kepatuhan obat, dampak ketidakpatuhan dan penghentian obat.
4.
Mengamati dan mencatat efek samping, efek terapi, efek toksis dari pengalaman klinis beberapa pasien selama menggunakan obat untuk bahan masukan dan laporan. Beberapa peran perawat dalam memberikan obat yaitu peran dalam mendukung
keefektifan obat, mengobservasi efek samping obat, menyiapkan menyimpan dan administrasi obat.
Pada kasus ini hal yang berhubungan dengan pengobatan yang aman yaitu: Prinsip enam benar dapat dilakukan berbagai cara, namun pada penerapan dalam keadaan sehari-hari di Rumah Sakit sering sekali hal ini tidak betul-betul dioerhatikan. Benar obat dapat dilakukan dengan mengklarifikasi obat dan diberikan dengan teliti. Hal ini berbeda dengan yang ada di teori dimana benar obat dilakukan dengan cara mengecek program terapi pengobatan dari dokter, menanyakan ada tidaknya alergi obat, menanyakan keluhan pasien sebelum dan sesudah memberikan obat, mengecek label obat 3 kali, mengetahui interaksi obat, mengetahui efek samping obat dan memberikan obat yang diresepkan sendiri. Pada poin "memberikan obat yang di resepkan sendiri", menyinggung kasus pada sekenario, yaitu ketidak tepatan dalam memberikan obat karena kelalaian perawat, yang menyebabkan pasien mendapat kejadian yang tidak diharapkan. Hal lain yang salah pada kasus tersebut ialah bnar dosis. Pada kasus sekenario terjadi kelebihan dosis karena kurang koordinasi dan keterampilan dari perawat, sehingga menyebabkan kejadian yang tidak diharapkan terjadi pada pasien. E. MENGENALI, MERESPON DAN MENGATASI KEJADIAN YANG TIDAK DIHARAPKAN
Hampir setiap tindakan medis menyimpan potensi risiko. Banyaknya jenis obat, jenis pemeriksaan dan prosedur, serta jumlah pasien dan staf Rumah Sakit yang cukup besar, merupakan hal yang potensial bagi terjadinya kesalahan medis (medical errors). Menurut Institute of Medicine (1999), medical error didefinisikan sebagai: The failure of a planned action to be completed as intended (i.e., error of execusion) or the use of a wrong plan to achieve an aim (i.e., error of planning) . Artinya kesalahan medis didefinisikan sebagai: suatu kegagalan tindakan medis yang telah direncanakan untuk diselesaikan tidak seperti yang diharapkan (yaitu kesalahan tindakan) atau perencanaan yang salah untuk mencapai suatu tujuan (yaitu kesalahan perencanaan). Kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan medis ini akan mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien, bisa berupa Near Miss atau Adverse Event (Kejadian Tidak Diharapkan/ KTD). Near Miss atau Nyaris Cedera (NC) merupakan suatu kejadian akibat melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission), yang dapat mencederai pasien, tetapi cedera serius tidak terjadi, karena keberuntungan (misalnya, pasien terima suatu obat kontra
indikasi tetapi tidak timbul reaksi obat), pencegahan (suatu obat dengan overdosis lethal akan diberikan, tetapi staf lain mengetahui dan membatalkannya sebelum obat diberikan), dan peringanan (suatu obat dengan overdosis lethal diberikan, diketahui secara dini lalu diberikan antidotenya). Adverse Event atau Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) merupakan suatu kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada pasien karena suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission), dan bukan karena “underlying disease” atau kondisi pasien. Kesalahan tersebut bisa terjadi dalam tahap diagnostik seperti kesalahan atau keterlambatan diagnosis, tidak menerapkan pemeriksaan yang sesuai, menggunakan cara pemeriksaan yang sudah tidak dipakai atau tidak bertindak atas hasil pemeriksaan atau observasi; tahap pengobatan seperti kesalahan pada prosedur pengobatan, pelaksanaan terapi, metode penggunaan obat, dan keterlambatan merespon hasil pemeriksaan asuhan yang tidak layak; tahap preventif seperti tidak memberikan terapi provilaktik serta monitor dan follow up yang tidak adekuat; atau pada hal teknis yang lain seperti kegagalan berkomunikasi, kegagalan alat atau sistem yang lain. Mempertimbangkan betapa pentingnya misi rumah sakit untuk mampu memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik terhadap pasien mengharuskan rumah sakit untuk berusaha mengurangi medical error sebagai bagian dari penghargaannya terhadap kemanusiaan, maka dikembangkan sistem Patient Safety yang dirancang mampu menjawab permasalahan yang ada. IOM, Keselamatan Pasien ( Patient Safety) didefinisikan sebagai freedom from accidental injury. Accidental injury disebabkan karena error yang meliputikegagalan suatu perencanaan atau memakai rencana yang salah dalam mencapai tujuan. Accidental injury juga akibat dari melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidakmengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission). Accidental injury dalam prakteknya akan berupa kejadian tidak diinginkan (KTD = missed = adverse event ) atau hampir terjadi kejadian tidak diinginkan (near miss). Near miss ini dapat disebabkan karena: keberuntungan (misal: pasien terima suatu obat kontra indikasi tetapi tidak timbul reaksi obat), pencegahan (suatu obat dengan
overdosis
lethal
akan
diberikan,
tetapi
staf
lain
mengetahui
dan
membatalkannya sebelum obat diberikan), atau peringanan (suatu obat dengan over dosis lethal diberikan, diketahui secara dini lalu diberikan antidotenya).
Tujuh Standar Keselamatan Pasien (mengacu pada “ Hospital Patient Safety Standards”
yang dikeluarkan oleh Joint Commision on Accreditation of Health
Organizations, Illinois, USA , tahun 2002), yaitu: 1.
Hak pasien Standarnya adalah pasien & keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang rencana & hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian Tidak Diharapkan). Kriterianya adalah sebagai berikut: a)
Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan.
b)
Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan
c)
Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan yang jelas dan benar kepada pasien dan keluarga tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya KTD
2.
Mendidik pasien dan keluarga Standarnya adalah RS harus mendidik pasien & keluarganya tentang kewajiban & tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien. Kriterianya adalah keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan keterlibatan pasien adalah partner dalam proses pelayanan. Karena itu, di RS harus ada sistim dan mekanisme mendidik pasien & keluarganya tentang kewajiban & tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien. Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien & keluarga dapat:
3.
a)
Memberikan info yang benar, jelas, lengkap dan jujur
b)
Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab
c)
Mengajukan pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti
d)
Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan
e)
Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan RS
f)
Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa
g)
Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati
Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan Standarnya adalah RS menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan dengan kriteri sebagai berikut: a)
Koordinasi pelayanan secara menyeluruh
b)
Koordinasi pelayanan disesuaikan kebutuhan pasien dan kelayakan sumber daya
c)
Koordinasi pelayanan mencakup peningkatan komunikasi
d) 4.
Komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan
Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien Standarnya adalah RS harus mendisain proses baru atau memperbaiki proses yang ada, memonitor & mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif KTD, & melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta KP dengan criteria sebagai berikut: a)
Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (design) yang baik, sesuai dengan”Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit”.
b)
Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja
c)
Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif
d)
Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil analisis.
5.
Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien Standarnya adalah: a)
Pimpinan dorong & jamin implementasi program KP melalui penerapan “7 Langkah Menuju KP RS”.
b)
Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif identifikasi risiko KP & program mengurangi KTD.
c)
Pimpinan dorong & tumbuhkan komunikasi & koordinasi antar unit & individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang KP
d)
Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur, mengkaji, & meningkatkan kinerja RS serta tingkatkan KP.
e)
Pimpinan
mengukur
&
mengkaji
efektifitas
kontribusinya
dalam
meningkatkan kinerja RS & KP, dengan criteria sebagai berikut: (1)
Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan pasien.
(2)
Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan program meminimalkan insiden,
(3)
Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari rumah sakit terintegrasi dan berpartisipasi
(4)
Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden, termasuk asuhan kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain
dan penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk keperluan analisis. (5)
Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan insiden,
(6)
Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden
(7)
Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan antar pengelola pelayanan
(8)
Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan
(9)
Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan kriteria objektif untuk mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien.
6.
Mendidik staf tentang keselamatan pasien Standarnya adalah: a)
RS memiliki proses pendidikan, pelatihan & orientasi untuk setiap jabatan mencakup keterkaitan jabatan dengan KP secara jelas.
b)
RS menyelenggarakan pendidikan & pelatihan yang berkelanjutan untuk meningkatkan & memelihara kompetensi staf serta mendukung pendekatan interdisiplin dalam pelayanan pasien, dengan kriteria sebagai berikut: (1)
Memiliki program diklat dan orientasi bagi staf baru yang memuat topik keselamatan pasien
(2)
Mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap kegiatan inservice training dan memberi pedoman yang jelas tentang pelaporan insiden.
(3)
Menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama kelompok (teamwork) guna mendukung pendekatan interdisiplin dan kolaboratif dalam rangka melayani pasien.
7.
Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien. Standarnya adalah: a)
RS merencanakan & mendesain proses manajemen informasi KP untuk memenuhi kebutuhan informasi internal & eksternal.
b)
Transmisi data & informasi harus tepat waktu & akurat, dengan criteria sebagai berikut:
(1) Disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang hal-hal terkait dengan keselamatan pasien. (2) Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk merevisi manajemen informasi yang ada. Tujuh langkah menuju keselamatan pasien RS (berdasarkan KKP-RS No.001-VIII2005) sebagai panduan bagi staf Rumah Sakit 1)
Bangun kesadaran akan nilai keselamatan Pasien, “ciptakan kepemimpinan & budaya yang terbuka dan adil” Bagi Rumah sakit: a)
Kebijakan: tindakan staf segera setelah insiden, langkah kumpul fakta, dukungan kepada staf, pasien, keluarga
b)
Kebijakan: peran & akuntabilitas individual pada insiden
c)
Tumbuhkan budaya pelaporan & belajar dari insiden
d)
Lakukan asesmen dengan menggunakan survei penilaian KP
Bagi Tim: a)
Anggota mampu berbicara, peduli & berani lapor bila ada insiden
b)
Laporan
terbuka
&
terjadi
proses
pembelajaran
serta
pelaksanaan
tindakan/solusi yang tepat 2)
Pimpin dan dukung staf anda, “bangunlah komitmen & focus yang kuat & jelas tentang KP di RS anda” Bagi Rumah Sakit: a)
Ada anggota Direksi yang bertanggung jawab atas KP
b)
Di bagian- bagian ada orang yang dapat menjadi “Penggerak” (champion) KP
c)
Prioritaskan KP dalam agenda rapat Direksi/Manajemen
d)
Masukkan KP dalam semua program latihan staf
Bagi Tim:
3)
a)
Ada “penggerak” dalam tim untuk memimpin Gerakan KP
b)
Jelaskan relevansi & pentingnya, serta manfaat gerakan KP
c)
Tumbuhkan sikap ksatria yang menghargai pelaporan insiden
Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko, “kembangkan sistem & proses pengelolaan risiko, serta lakukan identifikasi & asesmen hal yang potensial bermasalah” Bagi Rumah Sakit:
a)
Struktur & proses menjamin risiko klinis & non klinis, mencakup KP
b)
Kembangkan indikator kinerja bagi sistem pengelolaan risiko
c)
Gunakan informasi dari sistem pelaporan insiden & asesmen risiko & tingkatkan kepedulian terhadap pasien
Bagi Tim: a)
Diskusi isu KP dalam forum-forum, untuk umpan balik kepada manajemen terkait
b)
Penilaian risiko pada individu pasien
c)
Proses asesmen risiko teratur, tentukan akseptabilitas tiap risiko, & langkah memperkecil risiko tsb.
4)
Kembangkan sistem pelaporan, “pastikan staf Anda agar dengan mudah dapat melaporkan kejadian/insiden serta RS mengatur pelaporan kepada KKP-RS” Bagi Rumah Sakit: a)
Lengkapi rencana implementasi sistem pelaporan insiden, ke dalam maupun ke luar yang harus dilaporkan ke KKPRS – PERSI
Bagi Tim: a)
Dorong anggota untuk melaporkan setiap insiden & insiden yang telah dicegah tetapi tetap terjadi juga, sebagai bahan pelajaran yang penting
5)
Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien, “kembangkan cara -cara komunikasi yang terbuka dengan pasien” Bagi Rumah Sakit: a)
Kebijakan : komunikasi terbuka tentang insiden dengan pasien & keluarga
b)
Pasien & keluarga mendapat informasi bila terjadi insiden
c)
Dukungan, pelatihan & dorongan semangat kepada staf agar selalu terbuka kepada pasien & keluarga (dalam seluruh proses asuhan pasien)
Bagi Tim:
6)
a)
Hargai & dukung keterlibatan pasien & keluarga bila telah t erjadi insiden
b)
Prioritaskan pemberitahuan kepada pasien & keluarga bila terjadi i nsiden
c)
Segera setelah kejadian, tunjukkan empati kepada pasien & keluarga.
Belajar dan berbagi pengalaman tentang Keselamatan pasien, “dorong staf anda untuk melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana & mengapa kejadian itu timbul” Bagi Rumah Sakit: a)
Staf terlatih mengkaji insiden secara tepat, mengidentifikasi sebab
b)
Kebijakan:
kriteria
pelaksanaan
Analisis
Akar
Masalah (Root
Cause
Analysis/RCA) atau Failure Modes & Effects Analysis (FMEA) atau metoda analisis lain, mencakup semua insiden & minimum 1 x per tahun untuk proses risiko tinggi Bagi Tim: a)
Diskusikan dalam tim pengalaman dari hasil analisis insiden
b)
Identifikasi bagian lain yang mungkin terkena dampak & bagi pengalaman tersebut
7)
Cegah cedera melalui implementasi sistem Keselamatan pasien, “Gunakan informasi yang ada tentang kejadian/masalah untuk melakukan perubahan pada sistem pelayanan” Bagi Rumah Sakit: a)
Tentukan solusi dengan informasi dari sistem pelaporan, asesmen risiko, kajian insiden, audit serta analisis
b)
Solusi mencakup penjabaran ulang sistem, penyesuaian pelatihan staf & kegiatan klinis, penggunaan instrumen yang menjamin KP
c)
Asesmen risiko untuk setiap perubahan
d)
Sosialisasikan solusi yang dikembangkan oleh KKPRS-PERSI
e)
Umpan balik kepada staf tentang setiap tindakan yang diambil atas insi den
Bagi Tim: a)
Kembangkan asuhan pasien menjadi lebih baik & lebih aman
b)
Telaah perubahan yang dibuat tim & pastikan pelaksanaannya
c)
Umpan balik atas setiap tindak lanjut tentang insiden yang dilaporkan
Sembilan Solusi Life-Saving Keselamatan Pasien Rumah Sakit
WHO Collaborating Centre for Patient Safety pada tanggal 2 Mei 2007 resmi menerbitkan “ Nine Life Saving Patient Safety Solutions” (“Sembilan Solusi LifeSaving Keselamatan Pasien Rumah Sakit”). Panduan ini mulai disusun sejak tahun 2005 oleh pakar keselamatan pasien dan lebih 100 negara, dengan mengidentifikasi dan mempelajari berbagai masalah keselamatan pasien. Sebenarnya petugas kesehatan tidak bermaksud menyebabkan cedera pasien, tetapi fakta tampak bahwa di bumi ini setiap hari ada pasien yang mengalami KTD (Kejadian Tidak Diharapkan). KTD, baik yang tidak dapat dicegah ( non error ) mau pun yang dapat dicegah (error ), berasal dari berbagai proses asuhan pasien.
Solusi keselamatan pasien adalah sistem atau intervensi yang dibuat, mampu mencegah atau mengurangi cedera pasien yang berasal dari proses pelayanan kesehatan. Sembilan Solusi ini merupakan panduan yang sangat bermanfaat membantu RS, memperbaiki proses asuhan pasien, guna menghindari cedera maupun kematian yang dapat dicegah. Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) mendorong RS-RS di Indonesia untuk menerapkan Sembilan Solusi Life-Saving Keselamatan Pasien Rumah Sakit, atau 9 Solusi, langsung atau bertahap, sesuai dengan kemampuan dan kondisi RS masing-masing. a.
Perhatikan Nama Obat, Rupa dan Ucapan Mirip ( Look-Alike, Sound-Alike Medication Names). Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip (NORUM),yang membingungkan staf pelaksana adalah salah satu penyebab yang paling sering dalam kesalahan obat (medication error ) dan ini merupakan suatu keprihatinan di seluruh dunia. Dengan puluhan ribu obat yang ada saat ini di pasar, maka sangat signifikan potensi terjadinya kesalahan akibat bingung terhadap nama merek atau generik serta kemasan. Solusi NORUM ditekankan pada penggunaan protokol untuk pengurangan risiko dan memastikan terbacanya resep, label, atau penggunaan perintah yang dicetak lebih dulu, maupun pembuatan resep secara elektronik.
b.
Pastikan Identifikasi Pasien. Kegagalan yang meluas dan terus menerus untuk mengidentifikasi pasien secara benar sering mengarah kepada kesalahan pengobatan, transfusi maupun pemeriksaan; pelaksanaan prosedur yang keliru orang; penyerahan bayi kepada bukan keluarganya, dsb. Rekomendasi ditekankan pada metode untuk verifikasi terhadap identitas pasien, termasuk keterlibatan pasien dalam proses ini; standardisasi dalam metode identifikasi di semua rumah sakit dalam suatu sistem layanan kesehatan; dan partisipasi pasien dalam konfirmasi ini; serta penggunaan protokol untuk membedakan identifikasi pasien dengan nama yang sama.
c.
Komunikasi Secara Benar saat Serah Terima/Pengoperan Pasien. Kesenjangan dalam komunikasi saat serah terima/ pengoperan pasien antara unit-unit pelayanan, dan didalam serta antar tim pelayanan, bisa mengakibatkan terputusnya kesinambungan layanan, pengobatan yang tidak tepat, dan potensial dapat mengakibatkan cedera terhadap pasien. Rekomendasi ditujukan untuk memperbaiki pola serah terima pasien termasuk penggunaan protokol untuk
mengkomunikasikan informasi yang bersifat kritis; memberikan kesempatan bagi para praktisi untuk bertanya dan menyampaikan pertanyaan-pertanyaan pada saat serah terima,dan melibatkan para pasien serta keluarga dalam proses serah terima. d.
Pastikan Tindakan yang benar pada Sisi Tubuh yang benar. Penyimpangan pada hal ini seharusnya sepenuhnya dapat dicegah. Kasuskasus dengan pelaksanaan prosedur yang keliru atau pembedahan sisi tubuh yang salah sebagian besar adalah akibat dan miskomunikasi dan tidak adanya informasi atau informasinya tidak benar. Faktor yang paling banyak kontribusinya terhadap kesalahan-kesalahan macam ini adalah tidak ada atau kurangnya proses pra-bedah yang distandardisasi. Rekomendasinya adalah untuk mencegah jenis-jenis kekeliruan yang tergantung pada pelaksanaan proses verifikasi prapembedahan; pemberian tanda pada sisi yang akan dibedah oleh petugas yang akan melaksanakan prosedur; dan adanya tim yang terlibat dalam prosedur Time out sesaat sebelum memulai prosedur untuk mengkonfirmasikan identitas pasien, prosedur dan sisi yang akan dibedah.
e.
Kendalikan Cairan Elektrolit Pekat (concentrated ). Sementara semua obat-obatan, biologics, vaksin dan media kontras memiliki profil risiko, cairan elektrolit pekat yang digunakan untuk injeksi khususnya adalah berbahaya. Rekomendasinya adalah membuat standardisasi dari dosis, unit ukuran dan istilah; dan pencegahan atas campur aduk/bingung tentang cairan elektrolit pekat yang spesifik.
f.
Pastikan Akurasi Pemberian Obat pada Pengalihan Pelayanan. Kesalahan medikasi terjadi paling sering pada saat transisi/pengalihan. Rekonsiliasi (penuntasan perbedaan) medikasi adalah suatu proses yang didesain untuk mencegah salah obat (medication errors) pada titik-titik transisi pasien. Rekomendasinya adalah menciptakan suatu daftar yang paling lengkap dan akurat dan seluruh medikasi yang sedang diterima pasien juga disebut sebagai “home medication list”, sebagai perbandingan dengan daftar saat admisi, penyerahan dan/atau perintah pemulangan bilamana menuliskan perintah medikasi; dan komunikasikan daftar tsb kepada petugas layanan yang berikut dimana pasien akan ditransfer atau dilepaskan.
g.
Hindari Salah Kateter dan Salah Sambung Slang (Tube). Slang, kateter, dan spuit ( syringe) yang digunakan harus didesain sedemikian rupa agar mencegah kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian Tidak Diharapkan)
yang bisa menyebabkan cedera atas pasien melalui penyambungan spuit dan slang yang salah, serta memberikan medikasi atau cairan melalui jalur yang keliru. Rekomendasinya adalah menganjurkan perlunya perhatian atas medikasi secara detail/rinci bila sedang mengenjakan pemberian medikasi serta pemberian makan (misalnya slang yang benar), dan bilamana menyambung alat-alat kepada pasien (misalnya menggunakan sambungan & slang yang benar). h.
Gunakan Alat Injeksi Sekali Pakai. Salah satu keprihatinan global terbesar adalah penyebaran dan HIV, HBV, dan HCV yang diakibatkan oleh pakai ulang ( reuse) dari jarum suntik. Rekomendasinya adalah penlunya melarang pakai ulang jarum di fasilitas l ayanan kesehatan; pelatihan periodik para petugas di lembaga-lembaga layanan kesehatan khususnya tentang prinsip-pninsip pengendalian infeksi,edukasi terhadap pasien dan keluarga mereka mengenai penularan infeksi melalui darah;dan praktek jarum sekali pakai yang aman.
i.
Tingkatkan Kebersihan Tangan ( Hand hygiene) untuk Pencegahan lnfeksi Nosokomial. Diperkirakan bahwa pada setiap saat lebih dari 1,4 juta orang di seluruh dunia menderita infeksi yang diperoleh di rumah-rumah sakit. Kebersihan Tangan yang efektif adalah ukuran preventif yang pimer untuk menghindarkan masalah ini. Rekomendasinya adalah mendorong implementasi penggunaan cairan “alcoholbased hand-rubs” tersedia pada titik -titik pelayan tersedianya sumber air pada semua kran, pendidikan staf mengenai teknik kebarsihan taangan yang benar mengingatkan penggunaan tangan bersih ditempat kerja; dan pengukuran kepatuhan penerapan kebersihan tangan melalui pemantauan/observasi dan tehnik-tehnik yang lain.
View more...
Comments