Cerpen Persahabatan
July 15, 2022 | Author: Anonymous | Category: N/A
Short Description
Download Cerpen Persahabatan...
Description
Persahabatan Aku Riza 15 tahun aku ada di bumi ini, aku berte berteman man dengan matahari dan a angin, ngin, matahari yang memberiku cahaya dalam petangku, dan angin selalu memberiku kesejukan dalam penatnya jiwaku. Alam yang selalu bersahabat denganku.. Gunung aku dapat mendakinya dengan kekuranganku, Laut aku dapat merasakan kerasnya ombak yang kau benturkan dalam kecilnya kakiku Hati dan pikiranku selalu terbayang menemukan cahaya dalam kegelapan Hati dan pikiranku selalu terbayang antara cinta dan persahabatan, Egoku terlalu tinggi hingga aku tak memikirkan tentang cinta, Egoku terlalu tinggi hingga aku lupa akan arti sebuah persahabatan.
Alan, ya dia mungkin seseorang yang tak kuanggap penting dalam hidupku, hingga persepsiku tentangnya begitu tak kupirkan. Aku lebih cinta pada kesendirianku… entah cinta macam apakah itu? itu? Di depan rumahku, Kulangkahkan kakiku, dan embun pagi menyambutku, aku berjalan dengan kakiku, kaki yang tak sempurna, terkadang orang menterta mentertawakanku wakanku dengan kekuranganku itu, apa peduliku tentang semua itu, karena sudah ada angin yang memberiku kesejukan dalam penatnya jiwaku.
“Riza tunggu aku” siapa itu? suara di belakangku! tak asing aku mendengar suaranya “oh, ternyata kau” saut ku, Alan muncul di belakangku. belakangku. “Kau mau kemana za?” tanya alan kepadaku kepada ku “Apa pedulimu? hingga kamu ingin tau ke mana aku akan pergi” aku enggan menjawabnya “jangan gitu lah za kita kan teman” teman” “teman?” “teman?”
“iya teman” teman” “Lan aku ingin sendiri aku ingin bertemu sahbatku, jadi kamu gak usah ikutin aku deh” jawabku kepadanya kepadanya “What sahabat? sahabat? Riza-riza Riza-riza selama ini yang kau itu selalu sendiri dengan ranselmu” apa kau bilang bertemu sahabatmu? hahah ngiGo lu za Hem!! senyumku untuk alan “Ya kemana-mana kemana-mana selama ini aku sendiri, apa masalahmu, sahabat sahabatku ku ada langit, angin, gunung, laut mereka selalu ada dalam hidupku, aku juga bahagia dengan ransel dan tongkat penyangga kakiku ini” ini” “hahah za-za za-za apa mereka selalu kau ajak bicara? Dan mereka bisu hingga kau cerita tak ada yang menjawabmu?” Alan tersenyum untukku untukku Aku enggan mendengarkannya aku melangkah maju dengan kedua kakiku dan satu tongkat yang kupunya. Aku tak pernah berfikir dia yang selalu ada sebagai temanku tapi bukan sahabatku. “Riza tunggu?” tunggu?” “Apalagi lan?” lan?” “Aku ikut!” ikut!” “Memang kamu tau aku mau ke mana?” mana?” “Nggak aku gak tau, emang kamu mau ke mana Za?” Za?” “Melihat awan dan dekat dengan langit, hingga aku bisa merasakan dingin udara yang menyentuhku” menyentuhku” “hahah memang ada?” ada?” “Ada, jika kau ingin tau ikut lah denganku” denganku” “oke dah aku ikut, aku seperti ini aja deh gak usah ganti baju lagi lah” lah” “terserah kamu” kamu” Aku dan Alan menuju sepeda motor bututku dengan tongkat penyangga kakiku yang tak sempurna, inilah aku, aku cinta pada kekuranganku, karena ku tau dia yang memiliki kekurangan pasti memiliki kekuatan hati yang lebih besar dari mereka yang memiliki kelebihan.
1 jam perjalanan dari kotaku ya kota jember, menuju kota tetangga yang memiliki puncak yang indah, “Riza kau hebat ya, selama ini kau nyetir motor sendiri dengan membawa ransel dan keadanmu seperti ini” ini” “Lan Aku tak hebat, apakah kamu tau apa yang membuatku yang membuatku terlalu nyaman dengan kesendirianku?” kesendirianku?” “Apa emang za?” za?” “Lihatlah sebelah kanan dan kirimu!” kirimu!” “Apa za Cuma ada awan, langit biru dan hamparan penghijauan” penghijauan” “Ya betul itu yang membuatku seperti ini, aku cinta mereka, tanpa kau sadari mereka yang selalu ada dalam keseharianmu bukan?, aku juga bersyukur pada yang y ang kuasa karena dia telah ciptakan mereka, yang selalu ada untuk bumi ini” ini” “Tapi lan kau tertalu asyik sendiri hingga kau sering mengabaikan orang lain, kau selalu lupa, jika kau kemana-mana lihatlah lihatlah ayahmu dia selalu bingung mencarimu’ mencarimu’ “ayah bingung?” hmm… biarlah biarlah Aku hanya ingin melepas jenuhku dalam angin, karena angin setiap waktu menghembuskan udara untuk dunia. “Kriiing--Kriing” “Kriiing Kriing” “Riza--riza teleponmu berdering” “Riza berdering” “Siapa lan? tolong lihatin siapa yang telepon” telepon” “Ayahmu za” za” “Ayah?? Biarlah” Biarlah” “Angakat lah Za, barang kali penting kan?” kan?” “sejak kapan penting” penting” 1 jam perjalanan telah kulewati bersama alan, ya di sini kutemukan kebahagiaan, aku bahagia melihat sahabat-saha sahabat-sahabatku. batku. “Lan lihat sahabatku mulai menyambutmu” menyambutmu” “iya za bagus sekali, tapi aku kepikiran ayahmu barang kali ada apa apa-apa -apa di rumah, kan kita gak tau dirumah dia juga sendiri, tadi kau berangkat juga gak pamit kan?” kan?”
“Lan puncak b29, 2.900 meter diatas permukaan laut ada di depan mata aku ingin melihat awan dan dekat dengan langit” kenapa kau masih bahas itu beberapa kilo meter lagi kita sampai” sampai” “Lan kau jangan egois gitu lah, ayahmu juga penting kan” kan” “jangan bahas dia! turun dah kau tak usah ikut ke puncak” puncak” “aku lebih baik turun za daripada melihat melihat awan dan langit dengan orang yang y ang tak mengerti apa arti keindahan” keindahan” Emosiku mulai muncul, kuhentikan motorku dan kuturunkan dia di pinggir jalan biarlah aku tak peduli entah dengan siapa dia pulang nanti. “Tak usah kau ajari aku lan” aku lebih mengerti semua itu” kuhidupkan motorku dan kutinggalkan dia di pinngir jalan menuju puncak. “Kau akan mengerti za setelah kau tiba di puncak, setelah kau melihat awan dan dekat dengan langit karena kau tak pernah mengerti arti keindahan, kau egois, kau tak pernah memandang me mandang orang lain ada, kau hanya mementingkan dirimu sendiri” Suara alan menjerit kepadaku tapi aku hanya menolehnya aku tak mempedulikannya. Alan: “Dia sungguh egois, tak pernah menghargai orang lain, di hanya mempedulikan tujuannya sendiri, tapi dia akan akan menyadarinya nanti setelah ia tiba di puncak”. puncak”. Aku sungguh senang puncak di depan mataku, aku turun dari motorku aku menuju puncak aku berjalan ke sana. “Ini yang kuinginkan melihat awan dan dekat dengan langit, sahabatku menyambutku, aku sungguh senang menghampirinya” menghampirinya” Kusendiri di atas puncak itu aku senang, Tapi setelah kusadari, dan aku terdiam… terdiam… Saat awan mendekat kepadaku, tapi kenapa dia sangat jauh, dan aku dekat dengan langit tapi mengapa dia sangat jauh, aku bisa melihat gunung dan aku kecil disitu d isitu “Mengapa ada yang kurang dariku, hati kecilku berkata lain, mereka ada di dekatku tapi mereka jauh, apa benar yang dikatakan Alan?” Alan?” “Aku sengguh egois, aku mementingkan diriku sendiri, hingga Ayahku sendiri kujahui tanpa alasan yang jelas, temanku kutinggalkan kutinggalkan sendiri di tepi jalan, Ah apa aku ini?” ini?”
Kuberlari kuhidupkan motorku… motorku… “Alan ya ku harus menyusulnya”. menyusulnya”. “Alannnn…” “Alannnn…” “kenapa kau kembali? apa kau sudah sadar, apa kau sudah mengerti?” mengerti?” “Maaf” “Maaf” “kenapa kau ucap maaf padaku, maafkan dirimu sendiri dan ubalah ubalah pola pikirmu itu, ok tak masalah kau bermain dengan alam, tapi kau juga harus mengerti kau tak selamanya hidup sendiri, kau masih butuh orang lain, apalagi ayahmu” ayahmu” “ya aku sadar aku salah lan” lan” “sekarang telepon ayahmu” ayahmu” Ku telepon ayahku dan aku sadar selama ini aku mengabaikannya. “Hallo” “Hallo” “Hallo, le kamu di mana le? gak pamit ke ayah, ayah kuwatir nang kowe le le “Ayah maafkan Riza” Riza” Aku tak kuasa mendengarkan suara ayahku, dan kututup ponselku “Riza lihat awan di sana mereka dekat dengan langit, awan juga dekat de kat dengan gunung, kau ingat awan juga bisa menjadi hujan dan bisa menyirami bumi, kkarena arena awan tak selalu jadi putih dan awan tak hanya ssatu” atu” “Alan aku sadar,” sadar,” Aku tau dan mengerti dan aku belajar dari semua ini, aku belajar dari alam, tak selamanya Pohon berdiri tegak dan kokoh, ada titik dimana dia butuh air untuk tumbuh hijau, dan juga ada titik dimana pohon akan rapuh dan jatuh terkikis oleh angin.
Tamat
View more...
Comments