Cerpen Jakarta
November 23, 2018 | Author: rida adila | Category: N/A
Short Description
gggg...
Description
JAKARTA Totilawati Totilawati Tjitrawasita
Keti Ketika ka penj penjag agaa meny menyod odor orkan kan buku buku tamu tamu,, hati hatiny nyaa ters tersent entil il.. Alan Alangka gkah h anehn anehnya ya,, mengun mengunjung jungii adik adik sendir sendirii harus harus mendaf mendaftar tar,, padahal padahal seingat seingatnya, nya, dia bukan bukan dokter dokter.. Sambil Sambil memegang buku itu dipandangnya penjaga itu dengan hati-hati, kemudian pelan dia bertanya, “Semua harus mengisi buku ini? Sekalipun saudara atau ayahnya, umpamanya?” Yang Yang ditanya ditanya hanya mengangguk, mengangguk, menyodorkan menyodorkan bolpoin. bolpoin. “Silakan “Silakan tulis tulis nama, alamat, alamat, dan keperluan,” katanya. !iba-tiba timbul keinginannya untuk berolok-olok. Sambil menahan keta"a ditulisnya di situ nama Soeharto #bukan $residen%. Keperluan urusan keluarga. “&ukup?” katanya katanya sambil sambil menunjukkan menunjukkan apa yang ditulisny ditulisnyaa kepada penjaga. penjaga. “'elu(on, “'elu(on, lelu(on”. Katanya berulang-ulang sambil menepuk-nepuk punggung penjaga yang terlongoklongok heran. “)ia tahu, siapa saya” ujarnya menjelaskan. “!anda tangannya belum, !uan. )an alamatnya?” *etul *etul juga, juga, ada gunanya gunanya juga juga menjel menjelask askan an identi identitas tasnya nya agar tuan tuan rumah rumah tahu tahu dan memberikan sambutan yang hangat atas kedatangannya. +aka ditulisnya di ba"ah tanda tangannya, lengkap lengkap aluyo aluyo A!*! A!*!.. ama keluarganya keluarganya sengaja sengaja dibikin dibikin kapital kapital semua, diberi garis tebal di ba"ahnya. Sekali lagi dia tersenyum, rasa bangga terukir di "ajahnya. “*egini?” tanyanya seperti meminta pertimbangan penjaga. !erbayan !erbayang g adik misannya misannya tergopoh-go tergopoh-gopoh poh membuka membuka pintu, lalu menyerbunya menyerbunya dengan segala rasa rindu, sambil melempar ma(am-ma(am pertanyaan kepadanya, “*agaimana /mbok, *apak? !inah, anaknya sudah berapa?” Kemudian dilihatnya diri sendiri menepuki punggung adiknya dan dengan suara dan gaya orang tua dia bilang, “Sehat. Semua sehat. )an mereka kirim salam rindu kepadamu.” Ketika pintu berderit ia tersentak dari lamunannya, dan di saat berdiri hendak menyambut adik misannya, ternyata yang keluar bukan dia 0 tapi si penjaga. “*agaimana?” tanyanya tak sabar. “)uduklah !uan, duduk saja. $ak 1enderal sedang ada tamu. !api !api saya lihat $ak 1enderal heran melihat nama *apak di situ.” +endengar itu dia tersenyum, lalu duduk kembali di kursi. )itepuk-tepuknya debu yang melekat di (elananya, lantas diambilnya slepi dari sakunya. “*oleh merokok”” tanyanya minta i2in. “Silakan, “Silakan, silakan,” silakan,” kata si penjaga penjaga dengan ramah. ramah. Sikap tamu itu memang memang merapatkan merapatkan rasa persaudaraan. )ita"arkannya rokok ke ujung hidung si penjaga, “+au? Silakan lho3” yang dija"ab dengan gelengan kepala dan goyangan tangan oleh si penjaga. “*aiklah, tapi jangan panggil saya !uan, ah. Saya bukan !uan. rang a"am, sama seperti Saudar Saudara. a. ama ama saya saya aluyo aluyo.. rangrang-ora orang ng memangg memanggilk ilku u 4$ak 4$ak $ong5. $ong5. 'ihat 'ihat saja saja nanti, nanti, $ak 1ender 1enderalm almu u pasti pasti memangg memanggil il aku dengan dengan 4$ak 4$ak $ong5, $ong5, 4$ak 4$ak $ong5 $ong5 terlalu terlalu banyak banyak makan makan
singkong, kalau rakus dikasih teletong. oh, sejak ke(il kami memang suka berolok-olok.” )ia terta"a lebar, terkenang masa ke(ilnya, ber(anda di atas punggung kerbau. Si penjaga sempat men(atat gigi tamunya ompong semua. “!uan, /h $ak $ong, petani?” ujarnya ragu-ragu, takut kalau menyinggung perasaan. “$etani? Apa potongan saya petani? *ukan3 !api "aktu remaja memang kami suka pen(ak silat. 6upanya meninggalkan bekas juga, pada potongan tubuhku. Atau karena baju model (ina ini ya? Saya, guru S) di )esa ggesi. Sekolah ini telah menghasilkan orang-orang besar. +urid saya yang pertama sekolah sudah Kapten, ada juga yang insinyur. )an $ak 1enderalmu, murid yang paling jempolan. taknya tajam sekali,” katanya sambil menga(ungkan ibu jari ke atas, memuji kepandaian adik misannya. *el yang mendadak menjerit tiga kali menghentikan dongengnya. !ampak olehnya penjaga itu berdiri dengan tergesa-gesa sambil berkata, “!unggu sebentar, mungkin *apak sudah diperlukan.” )ia melongo, “)iperlukan?” )iperlukan?” ujarnya di dalam hati, tidak mengerti. )isedotnya rokoknya dalam-dalam, asapnya ditiupkan ke atas. !erbayang kembali di depan matanya $aijo yang kurus kering, makan satu meja, tidur sepembaringan, adik misannya sendiri. $ernah ada bisul di pantatnya, lantas ditumbukkan daun ke(ubung untuk obat. aktu tubuh yang kering itu disergap kudis, dia bersepeda sepanjang limapuluh kilometer untuk beli obat ke kota buat adiknya itu. $agi dan sore menggerus belerang, merebus air dan merendam $aijo pada kemaron yang besar. !iga puluh lima tahun yang lalu, itu, ketika semua masih anak-anak. “$ak $ong mau minum apa?” Seperti tadi, si penjaga nyelonong duduk dan menegurnya, membubarkan angan-angan masa silamnya. “$ak 1enderal bilang saya harus menemani *apak, sebab $ak 1enderal lagi sibuk. Sebentar lagi ada tamu istime"a, $ak +enteri. +inumnya apa, $ak? 1ui(e? &o(a &ola?” “Apa saja, boleh. Kopi kalau ada,” ujarnya merendah. “Aih, 1akarta panas, kenapa kopi? !api apa *apak Saudaranya $ak 1enderal?” ujar penjaga sambil menyorongkan (angkir ke depan tamunya. “Ya, kakak sepupu. Sejak ke(il dia yatim piatu. 7bu bapaknya meninggal kena "abah kolera. )ia dua saudara, adik perempuannya bernama !inah. 'antas keduanya diambil oleh orangtua kami, dibesarkan dalam kandang yang sama, di ggesi. Kami memang keluarga petani, tapi dia agak lain, otaknya luar biasa. Sejak ke(il dia sudah menunjukkan bakatnya, selalu saja dibuatnya hal-hal yang mengagumkan. Karenanya kami semua bersepakat untuk mengirimnya ke kota, sekolah. aktu itu kami menjual sapi dan padi untuk ongkos-ongkosnya. 'antas saya "aktu sudah jadi guru, saya kirimkan seluruh gaji untuk biayanya, sebab di desa kami kan bisa makan apa saja 0. oh, apa itu $ak +enteri?” tiba-tiba dia menghentikan (eritanya, menunjuk ke jalan. Seperti disengat lebah, penjaga yang di dekatnya melon(at bangun, setengah berlari menyambut tamu yang baru datang dan bergemetaran ketika membukakan pintu mobilnya. “'angsung saja, $ak,” kata si penjaga sambil mengantar $ak +enteri ke ruang tamu di dalam.
)ia duduk saja di situ, ter(enung-(enung. )i(atatnya kejadian itu dalam hati tamunya $aijo, +enteri8 langsung bertemu tanpa menunggu. 'antas dihitung-hitung sudah berapa tahun mereka tidak saling ketemu. Apa $aijo juga gemuk seperti +enteri itu? !iba-tiba sema(am kerinduan naik men(ekam naik ke dadanya )ia ingin melihat adiknya3 Serasa hendak diterjangnya tembok yang ada di hadapannya. Karena gelisah dia berdiri, berjalan ke arah pintu. Ketika tangannya menyentuh grendel, pintu terdorong dari dalam. )an seseorang mun(ul di depannya si penjaga3 )engan terta"a terkekeh-kekeh ditepuk-tepuknya bahu $ak $ong yang tua. “Kabar baik, $ak, kabar baik. +ereka berdua "ajahnya (erah-(erah. +enteri itu banyak duit, alamat saya kebagian rejeki. o, jadi $ak $ong ini kakak misan $ak 1enderal, ya? *etul mirip memang, dan $ak 1enderal selalu bangga pada keluarganya. )alam pidato-pidatonya selalu disebut-sebutnya anak desa, penderitaan rakyat, dan perjuangan mela"an *elanda,” kata penjaga itu men(oba mengingat-ingat kembali apa yang pernah diu(apkan oleh 1enderalnya, kepada tamunya. “Ya, betul. 6umah kami pernah dijadikan markas, "aktu 2aman gerilya. +asih lama ya, $ak +enteri itu?” katanya tak sabar lagi. “!idak3 asal *apak 1enderal mau teken, biasanya urusan selesai. +inumnya ditambah lagi ya, $ak?” )ia menggeleng lesu, dalam hati diumpatnya +enteri dan tamu-tamu yang antri di situ, merebut "aktu adiknya. Karena badan dan pikirannya terlalu (apek, dia mengantuk di situ. Si penjaga tidak mengganggunya, dibiarkan saja tamunya tersandar lemas di kursinya. /ntah berapa lama dia dalam keadaan sema(am itu, dia sendiri tak menyadarinya8 tiba-tiba didengarnya kembali bel tiga kali. Si penjaga menggon(ang-gon(ang bahunya. “9iliran untuk $ak $ong. +ari, saya antarkan 0.” Ada keramahan yang tulus terlempar dari mulut si penjaga. *ibirnya menyunggingkan senyum, ikut merasa bahagia. aktu pintu ternganga lebar, dia ter(enung di depannya. +atanya bergerak ke sana ke mari menatapi apa saja yang dilihatnya. 6uangan itu bagus sekali. :a"a dingin menyentuh kulitnya. Ada kesegaran di dalamnya. )i tengah-tengah barang-barang yang serba megah, duduk laki-laki jangkung, memakai ke(amata hitam. *etulkah itu $aijo? Ya, dia tidak salah ada tahi lalat di pipinya. +aka dia pun menyerbu ke dalam, lalu dihamburkan kerinduannya, “ 0 1o 0,” teriaknya nyaring. Ketika hendak dirangkulnya laki-laki yang duduk di belakang meja, dia mendadak menghentikan langkahnya, sebab laki-laki itu bukannya berdiri tetapi tetap saja duduk di kursi. 'aki-laki jangkung itu melepaskan ke(amatanya pelan-pelan, lalu mengulurkan tangannya. “:allo, $ak $ong, apa kabar? Saya senang bertemu kakak di sini? *agaimana 7bu, *apak dan )ik !inah?”, ujarnya, datar tanpa emosi. 'aki-laki yang bernama $ak $ong itu hanya melompong. “Kakak, 7bu, )ik !inah?” dia sempat men(atat kata-kata baru. “*ukankah kata-kata itu dulu berbunyi, “Kakang, simbok, dan gendukku !inah?”
“*aik, baik, )ik, semuanya kirim salam rindu padamu,” katanya dengan latah, “dik”nya terasa kaku di lidah. )ulu, orang yang ada di depannya itu dipanggilnya dengan le saja, ketika masih sama-sama memandikan kerbau di sungai, tiap sore. “Kakak tetap saja penggembira, a"et muda, bajunya potongan &ina.” +ereka terta"a berderai-derai. !api laki-laki yang bernama $ak $ong menangkap sesuatu yang lain dari "ajah adiknya ketidak"ajaran. +aka hilanglah kegembiraannya. Kerinduan yang hendak dia tuangkan dalam banyak (erita, berhenti sampai di tenggorokannya. )ia tenggelam dalam keasingan. !erentang batas di depannya. Sekalipun tidak diketahuinya bagaimana "ujudnya, tapi dia dapat merasakannya. $ada setiap tarikan napas adiknya terbayang ungkapan kegelisahan adik misannya itu, akan kehadirannya. “Kakak nginap di mana?” tanya laki-laki yang sejak ke(il dia timang-timang itu, mengiris hatinya. “9ambir. /ngkau sibuk, )ik? Ada titipan dari 7bu, “ kata-katanya menggeletar, ada rasa penasaran yang ditekannya sendiri di dalamnya. )idengarnya sendiri, betapa lu(unya kata 4ibu5 terlun(ur dari mulutnya. 'ebih dari setengah abad dunia ini dihuninya, baru satu kali itu dalam hidupnya ia menyebut ibu buat emboknya. “)ari 7bu? *aiklah, nanti saja8 sebentar lagi saya harus rapat di *ina 9raha. Kakak nginap di 9ambir? Kalau begitu, biarlah penjaga mengantarkan kakak ke sana. anti malam Kakak saya tunggu, makan malam di rumah bersama keluarga.” 'aki-laki itu berdiri, mengantarkan kakaknya sampai di pintu, memanggil serta memberikan aba-aba pada sopir dan si penjaga. Sesudah itu mobil merah punya $ak 1enderal melun(ur melintasi kota, (epat seperti kilat. “9ambir sebelah mana, $ak?” ujar sopir di perjalanan. “Stasiun3” ja"abnya tenang. “Stasiun? Kiri apa kanannya, $ak?” tanya si penjaga, ingin lebih jelas. “!idak, di stasiunnya itulah. 1am berapa kereta meninggalkan 1akarta? Saya tidak punya famili di sini, ke(uali dia. Kasihan adikku, repot sekali kelihatannya. !entu di rumahnya banyak tamu, sehingga saya tidak kebagian ruang dan "aktu. Kasihan adikku, seharusnya saya tidak mengganggunya,” ujarnya tulus, tanpa prasangka, pelan seperti bi(ara kepada dirinya sendiri. “$ak $ong 0”, sapa penjaga itu dengan lirih. “Kalau $ak $ong mau, biarlah kita bersempit-sempit di gubuk saya. Kereta meninggalkan 1akarta baru besok pagi, jam lima. Ada yang jalan sore, tapi kar(isnya sepuluh ribu.” 'aki-laki yang dipanggil $ak $ong mengulurkan kedua belah tangannya. +ereka bersalaman dengan hangat, ditempelkan di dada, bersilaturahmi. “Alhamdulillah. Kamu tidak keberatan, menerima aku satu malam saja?” $enjaga itu menggeleng lemah, tanpa berbi(ara. :anya saja mata yang menatap sedih pada orang yang duduk di dekatnya itu. +alam itu, $ak $ong berjalan kaki, keliling kota 1akarta, di temani si penjaga. Kejadian siang tadi sama sekali tidak membekas pada "ajahnya, mukanya tetap berseri-seri. )iterimanya kenyataan itu sebagai hal "ajar adiknya orang besar, sibuk dan banyak a(ara, mengurus negara.
Setiap kali melihat mobil merah le"at di dekatnya, tanyanya, “*ukankah itu mobil $aijo? 1angan-jangan dia menjemput aku? Kami memang sudah berjanji, jam tujuh, makan malam.” Si penjaga menepuk-nepuk bahunya, “+obil merah ratusan, $ak, jumlahnya di sini. )an malam ini $ak 1enderal ada di istana, menyambut tamu dari luar negeri.” “7stana? 6umahnya $residen, maksudmu?” matanya terbeliak lebar, mengungkapkan keheranan yang besar. “Ya, rumah $residen. ah itu, lampu-lampu yang gemerlapan itu night (lub. !ahu night (lub?” tiba-tiba saja si penjaga merasa berarti, lebih pandai daripada tamunya, kakak sepupu 1enderalnya. “ight (lub, $ak, pusat kehidupan malam di kota ini. !empat orang-orang kaya membuang duit mereka. 'ampunya lima "att, remang-remang8 perempuan-perempuan (antik, minuman keras, tari telanjang, dan musik yang gila-gilaan. $endeknya, yahut3” ujar penjaga sambil menga(ungkan jempolnya. “'antas, apa yang mereka bikin, di situ?” suaranya ter(ekik membayangkan ketakutan yang besar. “*erdansa. *er(umbu. *iasa, $ak, 1akarta3” ja"ab si penjaga dengan ringan. “Astaga 0 9usti $angeran, nyu"un pangapura0. )an adikku apa sering ke situ?” ujarnya lirih, mengandung sedu. “!idak ke situ, ke $aprika. !api sama saja. +alah kar(isnya mahal di sana, enam ribu3” “/nam ribu? Sama dengan dua bulan gajiku,” keluhnya pelahan. 'ampu-lampu yang berkilauan terasa menusuk-nusuk matanya, sedangkan kebisingan kota menyayat-nyayat hatinya. Samar-samar dia sadari bah"a dia telah kehilangan adiknya $aijo ter(inta3 $ak $ong yang malang menatap kota dengan dendam di dalam hati. 1akarta, kesibukannya, *ina 9raha, gedung-gedung itu, 7stana +erdeka, night (lub, mobil merah telah memisahkan dia dari adiknya. )itatapnya bungkusan ke(il titipan emboknya, lalu diberikannya kepada si penjaga, “;ntukmu. Kain yang dibatik oleh tangan orang tuaku. )i dalamnya terukir (inta ibu kepada anaknya. &oretan tanah kelahiran yang dikirim untuk mengikat tali persaudaraan3” )ua tetes air mata membasahi pipi yang tua, menandai kejadian "aktu itu.
)ikutip dari :oerip, Satyagraha. =. &erita $endek 7ndonesia . 1akarta $usat $embinaan dan $engembangan *ahasa. :alaman
View more...
Comments