Cerita Indo

August 31, 2022 | Author: Anonymous | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Cerita Indo...

Description

 

Orientasi Berita itu masih simpang siur karena belum ada keterangan resmi yang diberikan istana. Semua masih kabur. Kawula yang berkerumun di alun-alun, mereka yang berteduh di bawah rindangnya pohon bramastana, pohon tanjung, dan kesara yang berjajar di sepanjang  jalan, atau yang sambil duduk di di sudut alun-alun sibuk mendug mendugaa dan dengan sabar tetap Menunggu bagaimana kabar terakhir raja mereka. Awalnya tersebar berita Kalagemet Sri Jayanegara jatuh sakit, dengan jenis sakit yang tidak luar biasa. Kasak-kusuk yang berkembang, sakit yang diderita Jayanegara hanya  berupa bisul. Namun, bisul itu mengeram mengeram di pantat Sang Prabu sehingga sangat men mengganggu gganggu duduk dan tidurnya. Rangkaian kejadian yang saling berkaitan Tanca yang diampuni, Rakrian Tanca yang sembilan tahun terakhir mer  Amat dalam, kepadanya dipercayakan tugas mengobati Sang Prabu, membeb Ritaan yang mengganggu ketenangan duduknya, membebaskan dari s Berkepanjangan Tkan kesempatan yang diberikan kepadanya. Oleh sebuah alasan Rakn Api, Ra Tanca, orang yang dianggap paling mumpuni dalam olah per  T membenci Jayanegara. Maka, ketika ia diundang ke istana diminta meng Unakan kesempatan itu untuk mendendangkan tembang kematian. Bukan ra Diminumkan kepada Sri Jayanegara, tetapi racun yang amat me Yanegara menggeliat kesakitan dan itu sudah menjadi alasan yang amat Jah Mada untuk membenamkan senjatanya tepat ke jantung Rakrian Tanca. Ter  Ca yang memang dengan sengaja menunggu kematiannya, kematian yang dis Prajurit muda yang sebenarnya menyimpan masa depan cerah itu menghadang sekarat Gan mendekap gagang keris yang membenam tepat di tengah dadanya Bagian otot-otot yang mengikat jantungnya sekaligus menebarkan kekuatan rac Galir mengikuti darah. Ra Tanca memejam dengan tubuh jatuh terduduk  Pandangan ngeri dari mereka yang hadir di ruangan itu. Ra Tanca sekali lagi tersenyum, Yang diarahkan senyum mesra itu kepada Dyah Wiyat yang berdir berdampingan dengan  N suaminya. Dyah Wiyat sangat memahami apa makna makna senyum dan tata

 

 Ng dilontarkan Ra Tanca kepadanya. Sebuah Sebuah ungkapan perasaan yang m mee Bingungan, sebagaimana Dyah Wiyat tidak berhasil memahami perasaan apa seber  Yang bersembunyi jauh di lipatan hatinya karena terlalu sulit melupakan wajah tampan itu. Dengan tersenyum. Mengapa pula Rakrian Tanca selalu menyelinap di mimpl-rrimplrya, mnengapa pula ia sering merasa rindu kepadanya. Sekarat yang dialami lak-lakl itu secara nyata menimbulkan rasa nyeri di kedalaman kalbunya, Lelaki itu, Dharmaputra Winehsuka Rakrian Tanca rmula memejam mala, Ra Tanca sadar, kematian akan segera tba, totapi Ra Tanca tidak telaten menunggu kedatangannya, Ra Tanca yang merasa masih menyimpan kekuatan segera memanfaatkan waktu yang tersisa untuk menggoyang gagang keris di genggaman tangannya supaya mempercepat sekaratnya, s ekaratnya, Lirikan mesra kembali dilontarkan kepada kekasih pujaan hatinya, juga dilontarkan  pandangan redup itu kepada kepada Gajah Mada yang berdiri membeku di depann depannya. ya. "Bagaskara manjer kawuryan," gumam Ra Tanca berasal dari sisa tenaga yang masih ada. Rakrian Tanca ambruk terguling dan geliat tubuhnya adalah saat-saat nyawa loncat dari tubuhnya. Darah berwarna merah kehitaman yang mengucur tidak seberapa deras menggenangi lantai merupakan tanda bahwa keris penghias pinggang milik Gajah Mada itu amat beracun karena racun warangan yang dilulurkan ke senjatanya sangat pekat, Racun warangan itu sendiri dibuat oleh Rakrian Tanca atas permintaan Gajah Mada. Meski Rakrian Tanca kebal terhadap racun ular, ia tidak kebal terhadap racun warangan, Apa yang diucapkan Ra Tanca menyebabkan Gajah Mada terhenyak. Gajah Mada amat terkejut karena kalimat sandi itu keluar justru dari mulut Rakrian Tanca. Sembilan tahun lamanya Gajah Mada terganggu oleh teka-teki itu, Kini rahasia itu terjawab dari mulut yang segera mengatup. "Jadi, kamu orangnya?" Gajah Mada melontarkan rasa kagetnya.  Namun, Ra Tanca tidak mungkin mungkin menjawab pertanyaan itu karena nyawanya telah melesat melayang, membubung meninggalkan raganya yang tak bisa ditempati. Kematian Ra Tanca dengan beban rasa sakit luar biasa menyebabkan matanya membeliak, Gajah Mada segera mengusap mata itu agar memejam.'

 

Di sudut ruang, Dyah Wiyat menundukkan wajah berusaha sekuat tenaga menguasai diri. Kematian Ra Tanca sangat tidak dimengerti mengapa memberi guncangan luar biasa di dadanya. Perhatian segenap yang hadir di ruangan itu segera beralih kepada Jayanegara. Racun yang diminum mulai menjalar. Gajah Mada layak merasa cemas karena ia mengenal dengan  baik siapa Rakrian Tanca, bagaimana kemampuan yang dimiliki tabib berusia amat muda itu. Rakrian Tanca gemar bermain-main dengan racun paling mematikan, racun warangan yang dibalurkan ke keris dan ujung tombak maupun trisula, yang setiap goresan dijamin akan menjadi pembuka pintu gerbang kematian. Ra Tanca juga gemar bermain-main dengan racun berbagai jenis ular mematikan, mulai dari jenis bandotan sampai weling. Ra Tanca sendiri kebal terhadap racun-racun itu karena selalu menelan empedunya, sebaliknya tidak  dengan Jayanegara. Racun yang diminumkan kepada Raja Majapahit itu tentu merupakan jaminan, korban tak  mungkin selamat. Namun, Gajah Mada tidak mau menyerah, Meski tidak seperti Ra Tanca yang amat menguasai ilmu pengobatan, walau sedikit Gajah Mada memahami bagian-bagian  paling sederhana, seperti tindakan apa yang harus dilakukan dilakukan untuk menawarkan racun yang telanjur masuk ke tubuh, Perintah diberikan kepada seorang prajurit untuk segera mencari kelapa muda dari jenis degan ijo yang diyakini mampu menawarkan berbagai jenis racun dengan menyerapnya. Mayat Ra Tanca yang aigotong keluar itulah yang dengan segera mengagetkan para kawula yang melakukan pepe di alun-alun. Sejak senja hingga petang ratusan orang  berkumpul, bersama-sama mendoakan agar raja muda anak Raden Wiaya itu segera sembuh. Akan tetapi, yang tidak terduga terjadl. Arah angin mendadak berubah, apa? Apa yang terjadi?” tanya seorang prajurit yang belum mengeta  persoalannya. Diminta mengobati Baginda, tetapi Ra Tanca malah meracun Sang Pr  Prajurit yang lain. “Ha?” beberapa prajurit yang menggerombol terkejut. Ayat Ra Tanca yang digotong keluar memang menimbulkan kecemasan, yang t  Nya penyakit alu menular, menular dan menular, menular, menulari siapa saja, m

 

Prajurit ke prajurit, menular ke para abdi dalem istana, menular kepada beberapa orang Yang menggerombol tak jauh dari Purawaktra dan dengan segera berubah menjadi ledakan Yang amat menggelisahkan siapa pun. Berita mengejutkan itu dengan segera menjalar  Ke sudut-sudut kotaraja. Nyaris semua kawula yang tinggal di balik dinding batas kotaraja Terhenyak. Kawula yang tinggal di luar dinding batas kotaraja ada juga yang mendengar  Berita itu. Pancaksara mencatat semua kejadian itu, sebagaimana dahulu Pancaksara mencatat Lewat barisan pupuh kakawin yang ditulis berdasar tuturan Samenaka yang amat ia cintai Dan hormati, tentang bagaimana kesedihan sewarna menjalar saat dulu Prabu Kertarajasa Jayawardhana mangkat. Pancaksara mencatat semua kegelisahan. Pancaksara mencatat Warna langit yang berubah menjadi lembayung dan kali ini ketika kematian Jayanegara Terjadi, langit pun berwarna lembayung. Pancaksara juga mencatat tembang paling menyayat Yang didendangkan seorang perempuan tua di kaki Bajang Ratu. Perempuan itu timpuh. “Duh Gusti kang Maha Agung, mugi paringa kawelasan kawelasa n dhumateng sinuwun rajaning nagari, Paringana panjang yuswanira, linuputna saking dosa.” Manakala Pancaksara, sang juru warta itu mendekat, teraduk hatinya melihat mata Perempuan,itu berkaca-kaca. Sungguh, itu merupakan pertanda betapa perempuan itu Sangat mencintai rajanya. Lembayung langit berubah menjadi gelap malam dengan bintang-bintang bertaburan di  Nabastala, Ratusan orang tetap bertahan menunggu kabar kabar terakhir bagaimana keadaan Raja mereka. Mereka tetap bertahan dengan duduk hanya beralas rerumputan atau Bersandar pagar ringin kurung yang memagari pohon bramastana berukuran amat besar   Ngah alun-alun. Tanpa ada yang memerintah, beberapa orang menyalakan  Nerangi. Mereka yang membaca pertanda alam makin gelisah karena sepasa Gak hinggap di salah satu dahan, dengan suaranya yang melengking me  N yang mendengar merasa tidak nyaman. Seseorang Seseorang memungut sek  Berniat mengusir burung itu, tetapi seorang laki- Iaki tua pembaca pertanda alam melarang Ia melakukannya, TeO

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF