Cerebral Palsy
July 29, 2017 | Author: Leo Kolong | Category: N/A
Short Description
Cerebral Palsy (palsi serebralis)...
Description
I. Definisi Cerebral palsy atau palsi serebralis adalah suatu kelainan gerakan dan postur yang tidak progresif, oleh karena suatu kerusakan / gangguan pada selsel motorik pada susunan saraf pusat yang sedang tumbuh atau belum selesai pertumbuhannya (Bax, 1964). Biasanya yang dijadikan acuan onset kejadiannya sebelum 3 tahun. Lesi saraf pada cerebral palsy (CP) tidak progresif, walaupun menjadi perubahan dan variasi dalam perjalanannya tergantung kelainan yang terlihat dan perkembangan pada tiap anak. Perubahan ini terjadi tergantung dari beberapa faktor yakni maturasi otak, pertumbuhan tubuh, keseimbangan otot, dan gerakan anak dan kecenderungan postur (Pamela, 1993). II. Anatomi Fisiologi Otak
Brain anatomy. (Lane R. et al, 2009). 2.1.Bagian – bagian Otak Otak mengatur dan mengkordinir sebagian besar gerakan, perilaku dan fungsi tubuh homeostasis seperti detak jantung, tekanan darah, keseimbangan cairan tubuh dan suhu tubuh. Otak manusia bertanggung jawab terhadap pengaturan seluruh badan dan pemikiran manusia. Otak dilindungi 3 lapisan selaput meninges. Bila membran ini terkena infeksi maka akan terjadi radang yang disebut meningitis. Ketiga lapisan membran meninges dari luar ke dalam adalah sebagai berikut. a. Duramater atau Lapisan Luar Duramater kadangkala disebut pachimeningen atau meningen fibrosa karena tebal, kuat, dan mengandung serabut kolagen. Pada duramater dapat diamati adanya serabut elastis, fibrosit, saraf, pembuluh darah, dan limfe. Lapisan dalam duramater terdiri dari beberapa lapis fibrosit pipih dan sel-sel luar dari lapisan arachnoid. b. Araknoid atau Lapisan Tengah Arachnoid merupakan selaput halus yang memisahkan duramater dengan piamater. Lapisan arachnoid terdiri atas fibrosit berbentuk pipih dan serabut kolagen. Arachnoid berbentuk seperti jaring labalaba. Antara arachnoid dan piamater terdapat ruangan berisi cairan yang berfungsi untuk melindungi otak bila terjadi benturan. c. Piamater atau Lapisan Dalam Piamater merupakan membran yang sangat lembut dan tipis penuh dengan pembuluh darah dan sangat dekat dengan permukaan otak. Lapisan ini berfungsi untuk memberi oksigen dan nutrisi serta mengangkut bahan sisa metabolisme. Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu cerebrum atau otak besar, cerebellum
atau
otak
kecil,
brainstem
atau
batang
otak,
dan
dienchepahalons (Satyanegara, 1998). 2.1.1. Cerebrum atau Otak Besar Bagian terbesar dari otak manusia disebut cerebrum disebut juga sebagai cortex cerebri. Cerebrum membuat manusia memiliki kemampuan berpikir atau intelektual, analisa, logika, bahasa, kesadaran,
persepsi, memori, aktifitas motorik yang kompleks, dan kemampuan visual. Cerebrum dibagi menjadi dua belahan, yaitu hemisfer kanan dan hemisfer kiri. Kedua belahan tersebut terhubung oleh saraf. Secara umum, hemisfer kanan berfungsi mengontrol sisi kiri tubuh dan terlibat dalam kreativitas serta kemampuan artistik. Sedangkan hemisfer kiri berfungsi mengontrol sisi kanan tubuh dan untuk logika serta berpikir rasional. Cerebrum dibagi menjadi empat lobus. Bagian lobus yang menonjol disebut gyrus dan bagian lekukan disebut sulcus. Keempat lobus tersebut masing-masing adalah: a. Lobus Frontal merupakan bagian lobus yang ada dipaling depan dari cerebrum. Lobus ini berhubungan dengan kemampuan membuat alasan, kemampuan gerak, kognisi, perencanaan, penyelesaian masalah, memberi penilaian, kreativitas, kontrol perasaan, kontrol perilaku seksual dan kemampuan bahasa secara umum. b. Lobus Parietal berada di tengah, berhubungan dengan proses sensor perasaan seperti tekanan, sentuhan dan rasa sakit. c. Lobus Temporal berada di bagian bawah berhubungan dengan kemampuan pendengaran, pemaknaan informasi dan bahasa dalam bentuk suara. d. Lobus Occipital ada di bagian paling belakang, berhubungan dengan rangsangan visual yang memungkinkan manusia mampu melakukan interpretasi terhadap objek yang ditangkap oleh retina mata. 2.2.
Cerebellum atau Otak Kecil Cerebellum terletak di bagian belakang kepala, dekat dengan ujung leher bagian atas. Cerebellum berfungsi dalam pengaturan koordinasi perencanaan gerak, pengaturan tonus, kontrol postur dan keserasian gerak, pengaturan keseimbangan. Cerebrum juga berfungsi sebagai pengatur sistem saraf otonom, seperti pernafasan, mengatur ukuran pupil, dan ain-lain.
Jika terjadi cedera atau terdapat kerusakan pada area ini, dapat mengakibatkan gangguan pada sikap dan koordinasi gerak otot. Gerakan menjadi tidak terkoordinasi, misalnya orang tersebut tidak mampu memasukkan makanan ke dalam mulutnya atau tidak mampu mengancingkan baju. 2.3.
Brainstem atau Batang Otak Batang otak berada di dalam tulang tengkorak atau rongga kepala bagian dasar dan memanjang sampai ke tulang punggung atau sumsum tulang belakang. Bagian otak ini mengatur fungsi dasar manusia termasuk pernapasan, denyut jantung, mengatur suhu tubuh, mengatur proses pencernaan, dan merupakan sumber insting dasar manusia yaitu fight or flight saat datangnya bahaya. Brainstem terdiri dari tiga bagian, yaitu: a. Mesencephalon disebut juga mid brain adalah bagian teratas dari batang otak yang menghubungkan cerebrum dan cerebellum. Mid brain berfungsi dalam mengontrol respon penglihatan, gerakan mata, pembesaran pupil mata, mengatur gerakan tubuh dan pendengaran. b. Medulla oblongata adalah titik awal saraf tulang belakang dari sebelah kiri badan menuju bagian kanan badan, begitu juga sebaliknya. Medulla oblongata bertugas mengontrol fungsi otomatis otak seperti: detak jantung, sirkulasi darah, pernafasan, dan pencernaan. c. Pons merupakan stasiun pemancar yang mengirimkan data ke pusat otak bersama dengan formasi reticular. Pons yang menentukan apakah kita terjaga atau tertidur.
2.4.
Dienchephalons Terdiri dari thalamus, hypothalamus, subthalamus, dan epithalamus.
a. Thalamus berfungsi sebagai station relay dari sensoris, berperan dalam perilaku dan emosi sejalan dengan hubungannya dengan system limbic, serta mempertahankan kesadaran. b. Hypothalamus terletak dibawah thalamus yang berfungsi mengatur emosi, hormon, temperatur tubuh, kondisi tidur dan bangun, keseimbangan kimia tubuh, serta makan dan minum. c. Subthalamus merupakan nukleus motorik ekstrapiramida yang penting. Fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada subtalamus dapat menimbulkan diskinesia. d. Epithalamusberhubungan dengan sistem limbik dan berperan pada beberapa dorongan emosi dasar dan integrasi informasi olfaktorius. III. Etiologi dan Faktor Resiko CP bukan merupakan satu penyakit dengan satu penyebab. CP merupakan grup penyakit dengan masalah mengatur gerakan, tetapi dapat mempunyai penyebab yang berbeda. Etiologi CP dapat diidentifikasi hanya pada 50% ksus. Beberapa faktor yang terdapat pada riwayat perkembangan anak dapat meningkatkan resiko CP. Insidensi CP diantara bayi yang mempunyai satu atau lebih faktor resiko dibawah ini lebih besar dibandingkan populasi normal. Beberapa faktor tersebut antara lain: a. Prenatal : prematuritas, BBLR, riwayat epilepsi ibu, hipertiroid, infeksi (TORCH), pendarahan pada trimester ketiga, inkompetensia serviks, toksemia berat, eclampsia, penyalahgunaan obat-obatan, trauma, kehamilan ganda/lebih dari satu, insufisiensi plasenta. b. Perinatal : partus kasep, kpsw, kelainan presentasi, pendarahan pervaginam saat akan melahirkan, bradikardi, hipoksia c. Post-natal (0-2 tahun) : Infeksi SSP (ensefalitis, meningitis), hipoksia, kejang, koagulopati, hiperbilirubinemia neonatal, trauma kapitis IV. Manifestasi Klinis Anak dengan CP memiliki 3 tipe masalah motorik yaitu : impairment primer, impairment sekunder dan impairment tersier. Impairment primer secara
langsung berhubungan dengan lesi yang terjadi pada SSP. Impairment primer antara lain: tonus otot (spastisitas, distonia), keseimbangan, kekuatan, selektivitas dan sensoris. Impairmen sekunder berkembang sejalan dengan waktu sebagai respon dari impairment primer dan perkembangan otot. Impairment sekunder antara lain kontraktur (equinus, adduction), deformitas (skoliosis). Impairment tersier adalah bentuk adaptasi dari anak terhadap impairment primer dan sekunder.
Gambar 2. Impairment pada CP
Gambar 3. Kontraktur dan Deformitas yang umum pada CP Salah satu contoh: impairment primer yaitu spastisitas gastrocnemius yang kemudian mengarah pada fleksi plantar ankle dan hiperkekstensi lutut saat berdiri sebagai mekanisme adaptasi. Selain itu, ada beberapa masalah yang dapat terjadi terkait dengan CP, antara lain: kejang, intellectual impairment, visual impairment, keterbatasan belajar, masalah pendengaran, masalah komunikasi dan disartria, disfungsi oromotor, masalah gastrointestinal, masalah gigi, disfungsi sistem respirasi, masalah BAK dan BAB, gangguan sosial emosional
V. Klasifikasi CP
Gambar 3. Klasifikasi CP Klasifikasi CP bermacam-macam, tergatung berdasarkan apa klasifikasi tersebut dibuat. , CP dibagi menjadi 4 kelompok besar yaitu: 1. Spastik Spastik berarti kekakuan pada otot. Hal ini terjadi ketika kerusakan otak terjadi pada bagian korteks cerebral atau pada traktus piramidalis. Tipe ini merupakan tipe CP yang paling sering ditemukan yaitu sekitar 70 – 80 % dari penderita. Pada penderita tipe spastik terjadi peningkatan tonus otot (hipertonus), hiperefleks dan keterbatasan ROM sendi akibat adanya kekakuan.
Selain itu juga dapat mempengaruhi lidah, mulut
dan faring sehingga menyebabkan gangguan berbicara, makan, bernapas dan menelan. Jika terus dibiarkan pederita CP dapat mengalami dislokasi hip, skoliosis dan deformitas anggota badan. Tipe spastik dapat diklasifikasikan berdasarkan topografinya, yaitu : a. Monoplegia Pada monoplegia, hanya satu ekstremitas saja yang mengalami spastik. Umumnya hal ini terjadi pada lengan / ekstremitas atas. b. Diplegia Spastik diplegia atau uncomplicated diplegia pada prematuritas. Hal
ini disebabkan oleh spastik yang menyerang traktus
kortikospinal bilateral atau lengan pada kedua sisi tubuh saja. Sedangkan sistem–sistem lain normal. c. Hemiplegia Spastis yang melibatkan traktus kortikospinal unilateral yang biasanya menyerang ekstremitas atas/lengan atau menyerang
lengan pada salah satu sisi tubuh.
d. Triplegia Spastik pada triplegia menyerang tiga buah ekstremitas. Umumnya
menyerang lengan pada kedua sisi tubuh dan salah
satu kaki
pada salah salah satu sisi tubuh.
e. Quadriplegia Spastis yang tidak hanya menyerang ekstremitas atas, tetapi juga ekstremitas bawah dan juga terjadi keterbatasan pada tungkai. 2.
Diskinetik
Merupakan tipe CP dengan otot lengan, tungkai dan badan secara spontan bergerak perlahan, menggeliat dan tak terkendali, tetapi bisa juga timbul gerakan yang kasar dan mengejang. Luapan emosi menyebabkan keadaan semakin memburuk, gerakan akan menghilang jika anak tidur. Tipe ini dapat ditemukan pada 10 – 15 % kasus CP. Terdiri atas 2 tipe, yaitu : a.
Distonik
Gerakan yang dihasilkan lambat dan berulang–ulang sehingga menyebabkan gerakan melilit atau meliuk-liuk dan postur yang abnormal b.
Atetosis
Menghasilkan gerakan tambahan yang tidak dapat dikontrol, khususnya pada lengan, tangan dan kaki serta disekitar mulut. 3.
Ataksia
Pada tipe ini terjadi kerusakan pada cerebellum sehingga mempengaruhi koordinasi gerakan, keseimbangan dan gangguan postur . Tipe ini
merupakan tipe CP yang paling sedikit ditemukan yaitu sekitar 5 – 10 % dari penderita. Pada penderita tipe ataxia terjadi penurunan tonus otot (hipotonus), tremor, cara berjalan yang lebar akibat gangguan keseimbangan serta kontrol gerak motorik halus yang buruk karena lemahnya koordinasi. 4.
Campuran
Merupakan tipe CP yang merupakan gabungan dari dua tipe CP. Gabungan yang paling sering terjadi adalah antara spastic dan athetoid. Berdasarkan derajat keparahan fungsional, berat ringannya kecacatan penderita CP dibagi menjadi : 1. C.P. ringan (10%), masih bisa melakukan pekerjaan / aktifitas sehari hari sehingga tidak atau hanya sedikit sekali membutuhkan bantuan khusus. 2. C.P. Sedang (30%), aktifitas sangat terbatas sekali sehingga membutuhkan bermacam bentuk bantuan pendidikan, fisioterapi, alat brace dan lain lain. 3. C.P. Berat (60%), penderita sama sekali tidak bisa melkaukan aktifitas fisik. Pada penderita ini sedikit sekali menunjukan kegunaan fisioterapi ataupun pendidikan yang diberikan. Sebaiknya penderita seperti ini ditampung dalam rumah perawatan khusus. Berdasarkan faktor dapat tidaknya beraktifitas atau ambulation, Gross Motor Functional Classification Systematau GMFCS secara luas digunakan untuk menentukan derajat fungsional penderita cerebral palsy. Pembagian derajat fungsional cerebral palsy menurut Motor Functional Classification System, dibagi menjadi 5 level dan berdasarkan kategori umur dibagi menjadi 4 kelompok (Peter Rosenbaum et al, 2002) yaitu: 1. Kelompok sebelum usia 2 tahun a. Level 1: Bayi bergerak dari terlentang ke duduk di lantai dengan kedua tangan bebas untuk memainkan objek. Bayi merangkak menggunakan tangan dan lutut, menarik untuk berdiri dan mengambil
langkah-langkah berpegangan pada benda. Bayi berjalan antara 18 bulan dan 2 tahun tanpa memerlukanalat bantu atau walker. b. Level 2: Bayi mempertahankan posisi duduk di lantai namun perlu menggunakan tangan menjaga keseimbangan. Bayi merayap pada perut atau merangkak pada tangan dan lutut. Bayi mungkin menarik untuk berdiri dan mengambil langkah berpegangan pada benda. c. Level 3: Bayi duduk di lantai dengan tegak ketika trunk control baik. Bayi merayap maju dengan perut. d. Level 4: Bayi memiliki head control tetapi memerlukan trunk control untuk duduk di lantai. Bayi dapat berguling untuk terlentang dan mungkin berguling untuk telungkup. e. Level 5: Gangguan fisik membatasi kontrol gerakan. Bayi tidak dapat mempertahankan kepala dan trunk untuk melawan gravitasisaat telungkup dan duduk. Bayi memerlukan bantuan orang dewasa untuk berguling. 2. Kelompok 2 – 4 tahun a. Level 1: Anak-anak duduk di lantai dengan kedua tangan bebas untuk memainkan objek. Bergerak dari duduk ke berdiri dilakukan tanpa bantuan orang dewasa. Anak-anak berjalan untuk berpindah tempattanpa memerlukan alat bantu atau walker. b. Level 2: Anak-anak duduk di lantai, tetapi mungkin memiliki kesulitan dengan keseimbangan ketika kedua tangan bebas untuk memainkan objek. Anak-anak menarik benda yang tidak bergerak untuk berdiri. Anak-anak merangkak dengan tangan dan lutut bergerak bergantian, berpindah tempat dengan berjalan berpegangan pada benda dan berjalan menggunakan alat bantu atau walker. c. Level 3: Anak-anak duduk di lantai dengan posisi duduk W dan mungkin memerlukan bantuan orang dewasa untuk mengasumsikan duduk. Anak-anak merayap atau merangkak dengan tangan dan lutut (sering dengan gerakan tangan dan lutut yang tidak bergantian) untuk berpindah tempat. Anak-anak mungkin menarik pada benda yang stabil untuk berdiri. Anak-anak mungkin berjalan dalam ruangan
dengan jarak dekat dengan menggunakan alat bantu atau walkerdan memerlukan bantuan orang dewasa untuk mengarahkan langkahnya. d. Level 4: Anak-anak duduk di lantai ketika ditempatkan, tetapi tidak dapat menjaga keseimbangan tanpa menggunakan tangan untuk mendukung. Anak-anak sering membutuhkan alat bantu untuk duduk dan berdiri. Mobilisasi diri untuk jarak pendek atau dalam ruangan tercapai melalui berguling, merayap, atau merangkak pada tangan dan lutut tanpa gerakan bergantian atau simultan. e. Level 5: Gangguan fisik membatasi gerakan dan kemampuan untuk menjaga kepala dan trunk dalam melawan gravitasi. Semua bidang fungsi motorik terbatas. Beberapa anak mobilisasi menggunakan kursi roda. 3. Kelompok 4 – 6 tahun a. Level 1: Anak dapat duduk dan bangkit dari duduk pada kursi, tanpa membutuhkan bantuan tangan. Anak bergerak dari lantai dan dari kursi untuk berdiri tanpa bantuan obyek. Anak berjalan baik dalam ruangan maupun diluar ruangan, dan dapat naik tangga. Terdapat kemampuan untuk berlari atau melompat. b. Level 2: Anak duduk di kursi dengan kedua tangan bebas memanipulasi obyek. Anak dapat bergerak dari lantai untuk berdiri, tetapi seringkali membutuhkan obyek yang stabil untuk menarik atau mendorong dengan tangannya. Anak berjalan tanpa alat bantu didalam ruangan dan dengan jarak pendek pada permukaan yang rata diluar ruangan. Anak dapat berjalan naik tangga dengan berpegangan pada tepi tangga., tetapi tidak dapat berlari atau melompat. c. Level 3: Anak dapat duduk pada kursi, tetapi membutuhkan alat bantu untuk pelvis atau badan untuk memaksimalkan fungsi tangan. Anak dapat duduk dan bangkit dari duduk menggunakan permukaan yang stabil untuk menarik atau mendorong dengan tangannya. Anak seringkali dibantu untuk mobilitas pada jarak yang jauh atau diluar ruangan dan untuk jalan yang tak rata. d. Level 4: Anak duduk di kursi tapi butuh alat bantu untuk kontrol badan untuk memaksimalkan fungsi tangan. Anak duduk dan bangkit
dari duduk membutuhkan bantuan orang dewasa atau obyek yang stabil untuk dapat menarik atau mendorong dengan tangannya. Anak dapat berjalan pada jarak pendek dengan bantuan walker dan dengan pengawasan orang dewasa, tetapi kesulitan untuk jalan berputar dan menjaga keseimbangan pada permukaan yang rata. Anak dibantu untuk mobilitas ditempat umum. Anak bisa melakukan mobilitas dengan kursi roda bertenaga listrik. e. Level 5: Kelainan fisik membatasi kemampuan kontrol gerakan, gerakan kepala dan postur tubuh. Semua area fungsi motorik terbatas. Keterbatasan untuk duduk dan berdiri yang tidak dapat dikompensasi dengan alat bantu, termasuk yang menggunakan teknologi. Anak tidak dapat melakukan aktifitas mandiri dan dibantu untuk mobilisasi. Sebagian anak dapat melakukan mobilitas sendiri menggunakan kursi roda bertenaga listrik dengan sangat membutuhkan adaptasi. 4. Kelompok 6 – 12 Tahun a. Level 1: Anak berjalan didalam dan diluar ruangan, naik tangga tanpa keterbatasan. Anak menunjukkan performa fungsi motorik kasar termasuk lari dan lompat, tetapi kecepatan, keseimbangan dan koordinasi berkurang. b. Level 2: Anak berjalan didalam dan diluar ruangan dan naik tangga dengan berpegangan di tepi tangga, tetapi terdapat keterbatasan berjalan pada permukaan yang rata dan mendaki, dan berjalan ditempat ramai atau tempat yang sempit. Anak dapat melakukan kemampuan motorik kasar, seperti berlari atau melompat yang minimal. c. Level 3: Anak berjalan didalam dan diluar ruangan pada permukaan yang rata dengan bantuan alat bantu gerak. Anak masih mungkin dapat naik tangga dengan pegangan pada tepi tangga. Tergantung fungsi dari tangan, anak menggerakan kursi roda secara manual atau dibantu bila melakukan aktifitas jarak jauh atau diluar ruangan pada jalan yang tidak rata.
d. Level 4: Anak bisa dengan level fungsi yang sudah menetap dicapai sebelum
usia
6
tahun
atau
lebih
mengandalkan
mobilitas
menggunakan kursi roda dirumah, disekolah dan ditempat umum. Anak dapat melakukan mobilitas sendiri dengan kursi roda bertenaga listrik. e. Level 5: Kelainan fisik membatasi kemampuan kontrol gerakan, gerakan kepala dan postur tubuh. Semua area fungsi motorik terbatas. Keterbatasan untuk duduk dan berdiri yang tidak dapat dikompensasi dengan alat bantu, termasuk yang menggunakan teknologi. Anak tidak dapat melakukan aktifitas mandiri dan dibantu untuk mobilitas. Sebagian anak dapat melakukan mobilitas sendiri menggunakan kursi roda bertenaga listrik dengan sangat membutuhkan adaptasi.
VI. Diagnosis Penegakan diagnosis dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis riwayat anak merupakan kunci penting dalam menegakkan diagnosis dan juga menentukan prognosis. Hal-hal yang perlu dianamnesis adalah: a. menentukan ada atau tidaknya faktor resiko b. riwayat perkembangan motorik anak Gangguan motorik pada bayi tidak secara jelas terlihat, namun terlihat seiring perkembangan sistem saraf pusat. Untuk itu perlu dilakukan anamnesis yang teliti tentang riwayat perkembangan motorik anak. Pada penderita CP, terjadi hambatan perkembangan motorik. Bayi dengan CP biasanya mengalami periode hipotonia pada awal-awal bulan kehidupan. Tonus otot akan meningkat secara bertahap pada anak-anak yang akan mengapmi cp tipe spastik. Fluktuasi pada tonus dari hipotoni hingga hipertonus adalah karakteristik perkembangan dari CP diskinetik. Sedangkan CP atetoid akan menjadi jelas pada usia 18 sampai 24 bulan.
Pada anak dengan CP, refleks primitif akan tetap ada sedangkan reaksi postural lanjutan tidak tampak, dan anak selalu terhambat dalam mencapai milestone perkembangan motorik kasar seperti kepala tegak, duduk, merangkak, berdiri, dan berjalan.
Gambar 4. Riwayat Perkembangan Motorik Anak c. menanyakan apakah ada gangguan pada aspek lain Terdapat beberapa tanda sugestif awal CP pada bayi antara lain tingkah laku yang abnormal seperti bayi yang terlalu rewel, iritabel, kontak mata rendah, sulit tidur dan gangguan oromotor, seperti retraksi lidah, tidak menyusu dengan baik, sering muntah. Pada anak dengan CP juga terdapat masalah-masalah yang terkait yang perlu dikaji kembali seperti kesulitan makan dan komunikasi, kesulitan belajar, gangguan pendengaran dan gangguan penglihatan Pemeriksaan fisik yang perlu dilakukan untuk mendiagnosa CP antara lain: a. Pemeriksaan neurologis, berupa: 1. Lingkar kepala 2. Status mental Melihat adanya kontak mata dan interaksi dengan sekitar, dengan mengalihkan perhatian pada mainan dan menginstruksikan beberapa perintah 3. Nervus kranialis 4. Penglihatan – pendengaran bicara 5. Sistem motorik : tonus, kekuatan, tingkat voluntaritas Banyak anak dengan CP tidak dapat menggerakkan, kontraksi atau relaksasi otot mereka secara sadar dan spesifik, sehingga tidak dapat menggerakan sendi secara terpisah satu per satu. Contohnya saat anak diminta untuk meluruskan siku, secara tidak sadar anak tersebut akan menggerakkan seluruh tangannya. 6. Refleks 7. Gerakan Involunter 8. Pemeriksaan sensoris
9. Riwayat perkembangan (milestones) b. Pemeriksaan muskuloskelatal berupa 1. ROM Deformitas pada anak dengan CP bersifat dinamik. Pada posisi tertentu, misalkan supinasi atau pronasi, ROM anak luas, sedangkan pada posisi lain dapat terlihat deformitas
Gambar 5. Pemeriksaan Muskloskeletal 3. Pemeriksaan per bagian untuk menilai deformitas Dilakukan dengan memeriksa bagian-bagian muskuloskeletal, yaitu: 1. Pemeriksaan punggung : skoliosis 2. Limb-lenght discrepancy 3. Pemeriksaan pinggul : melihat ROM pasif dan aktif dari pinggul dan evaluasi kontraktur. Dilakukan dengan beberapa tes : tes Thomas, tes kontraktur adduksi, Tes Ely, Tes rotasi
Gambar 6. Tes Thomas, tes kontraktur adduksi, tes rotasi pingg ul dan tes Elly
4. Pemeriksaan sendi lutut, terdiri atas : posisi patela, ketegangan kapsul, sudut popliteal
Gambar 7. Pemeriksaan sendi lutut
4. Pemeriksaan kaki dan pergelangan kaki, terdiri atas: tes kontraktur triseps (gastrocnemius/soleus), tes torsi tibia, evaluasi otot tibialis posterior, tibialis anterior dan peroneal, deformitas kaki (valgus, varus, hallux valgus)
Gambar 8. Pemeriksaan kaki dan pergelangan kaki 5. Pemeriksaan ekstremitas atas, terdiri atas: ROM sendi, adanya kontraktur, kekuatan otot, koordinasi, sensasi, fungsi c. Pemeriksaan fungsional Hal-hal yang diperiksa adalah: 1. Kemampuan duduk, terbagi atas : hands-free sitter, hand dependent sitter, propped sitter.
Gambar 9. Tingkat kemampuan duduk pada anak dengan CP 2. Keseimbangan : tanda Romberg, Unilateral standing balance test, hop test
Gambar 10. Tes Keseimbangan 3. Mobilitas: dengan memeriksa gaya berjalan (gait)
Dari pemeriksaan-pemeriksaan tersebut dapat dievaluasi fungsi motorik anak, berdasarkan skala GMFM dan juga kualitas hidup berdasarkan skala CP-QOL atau CPCHILD VII. Rehabilitasi Komponen yang diperlukan untuk rehabilitasi anak dengan CP antara lain : fisioterapi, terapi okupasi, bracing, alat bantu, olahraga dan rekreasi, serta modifikasi lingkungan. Tujuan utama rehabilitasi adalah mengajarkan kemandirian dalam aktivitas sehari-hari, sekolah, dan kehidupan sosial. Pada anak dengan CP, tujuan rehabilitasi utama yaitu: a. Meningkatkan mobilitas : mengajarkan anak bagaimana cara menggunakan potensi-potensi yang masih ada, mengajarkan anak gerakan-gerakan fungsional, meningkatkan kekuatan otot b. Mencegah deformitas : mengurangi spastisitas, meningkatkan kestabilan sendi c. Edukasi orang tua : agar menerima keadaan dan menempatkan ekspektasi sesuai keadaan anak, agar rajin melatih anak di rumah d. Mengajarkan kemampuan-kemampuan untuk beraktivitas sehari-hari e. Integrasi sosial: untuk menyediakan lingkungan nyaman bagi anak dengan menyediakan dukungan sosial dan komunitas
Fisioterapi Rencakan terapi sesuai dengan mobilitas yang diperlukan untuk mobilias anak. Terapi yang diberikan dapat berupa : latihan konvensional, metode Vojta, terapi neurodevelopmental bobath.
Gambar 10. Fisioterapi : latihan konvensional dan metode Vojta Terapi Okupasi Bertujuan untuk meningkatkan fungsi ekstremitas atas melalui kegiatan bermain yang menyenangkan.
Gambar 12. Terapi Okupasi Bracing Bertujuan untuk menahan ekstremitas pada posisi stabil, meningkatkan fungsi, mencegah deformitas, mengurangi spastisitas, mengarahkan pada kontrol motorik yang selektif, dan mencegah ekstremitas dari cidera.
Gambar 13. Brace yang digunakan pada anak dengan CP Alat Bantu Alat bantu digunakan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan seperti kesulitan berjalan dan duduk.
Gambar 14. Alat bantu jalan pada anak dengan CP
DAFTAR PUSTAKA Berker, N dan S. Yalcin.2010. The HELP Guide to Cerebral Palsy, Second Edition. Washington: Rotamat Press Darto Saharso. Cerebral Palsy. (http://old.pediatrik.com/pkb/061022021726bvxh131.pdf, diakses pada tanggal 30 Mei 2014, pkl 22.30) Kurniadi, Adi. 2012. Cerebral Palsy. Makalah tidak diterbitkan. Departemen Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Lane R. et al. Psychosom Med. Philadelphia: Lippincott Williams & Walkins; 2009. Laurie Glazener. Texbook: Sensory Development. 2009.
Nelson, Waldo, dkk. 2000. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Ed.15, vol.1. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC Pamela M. Eckersley. Elements of Paediatric Physiotherapy. Singapore: Longman Singapore Publishers; 1993. Peter L. Rosenbaum L P, Walter D S et al. Prognosis for Gross Motor Function in Cerebral Palsy : Creation of Motor Development Curves. JAMA. 2002. Satyanegara. Ilmu Bedah Saraf. Edisi ke-3. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama; 1998.
View more...
Comments